UNIVERSITAS INDONESIA
DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN DENGAN UROLITIASIS POST URETERORENOSCOPY (URS) DI RUANG ANGGREK TENGAH KANAN RSUP PERSAHABATAN
KARYA AKHIR ILMIAH NERS
PUSPA UTAMI PUTRI 0806334262
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS DEPOK JULI 2013
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN DENGAN UROLITIASIS POST URETERORENOSCOPY (URS) DI RUANG ANGGREK TENGAH KANAN RSUP PERSAHABATAN
KARYA AKHIR ILMIAH NERS Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir
PUSPA UTAMI PUTRI 0806334262
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS DEPOK JULI 2013
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
IIATA}IAN PERI{YATAANT ORISINALITAS
Ikryo llmfuh{*hlrners ini ada}rh hmilkrryn saye sendiri, dan semua sumb€r hikyang fuip maupun dirujuk telah sryr nyatrkrn dmgm ben*r.
Nana : Pupe [ttrei Putri NPM :0sQ633426fu! Tanda Tangen , {*,9 Tmggal :8&lil$I3 F,,
t' !
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN Karya ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini diajukan oleh: Nama PuspaUtamiPufi, S.Kep 0806334161 NPM Program Studi Ilmu Keperawatan Judul Discharge Planning Pada Klien dengan Urolitiasis Post Weterorenosalry filRs) Di Ruang Anggrek Tengah Kanan RSUP Persalrabatan
di
hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gel* Nen (Pmfesi Keperawahn) pada Progran Studi Frofesi hlers Ihu Kqrerawatan, Fakultas Ilmu Keper?mtan, Univcrsitas Indonsia.
Telah berhasil dipertahankan
DEWANPENGUJI
Pembimbing : Tuti Herawati, S.Kp., MN (...........
Penguji
Ditetapkan di Tanggal
:
............)
, W!*::
Ns. Nuraini, S.Kep
: Depok
:08 Juli 2013
111
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
,
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk lulus Ners dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D., selaku dekan dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia; (2) Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku koordinator program profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang telah telah banyak membantu dari awal hingga akhir profesi; (3) Ibu Riri Maria. SKp., MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir, yang telah memberikan arahan mengenai penyusunan karya ilmiah akhir ini; (4) Ibu Tuti Herawati, SKp.,MN, selaku dosen pembimbing profesi Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan-Keperawatan Medikal Bedah (KKMP-KMB) dan Karya Ilmiah Akhir- Ners (KIA-N), yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini; (5) Ibu Ns. Nuraini, Skep., selaku Clinical Instructor (CI) lapangan, yang banyak memberikan bimbingan dan arahan selama mahasiswa melakukan program profesi KKMP-KMB di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan; (6) Kakak Perawat Bedah Kelas, yang tidak bisa penyusun sebutkan namanya satu per satu, yang telah banyak memberikan kesempatan kepada penyusun untuk meningkatkan kemampuan melakukan direct care kepada pasien; (7) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral;
iv
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
(8) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini; (9) Sahabat Omoesta, Herlia, Esti, Fitri, MJ, Nicky, dan Kak Monik, yang selalu saling menyemangati dan berjuang bersama-sama, baik suka dan duka dalam selama menyelesaikan profesi KKMP-KMB dan karya ilmiah akhir ners ini; dan (10) Teman-teman angkatan profesi FIK UI periode 2012-2013 yang telah berjuang bersama dan saling mendukung selama proses profesi Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 8 Juli 2013
Penulis
v
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
HALAMAN PER}TYATAAI\I PERSETUJUA}I PT}BLIKASI KARYA ILMIAH UNTT'K KEPENTINGAII AKADEMIS Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan bawatr
di
ini:
Nama
PuspaUtami Putri
NPM
4846334262
Program Studi
Profesi
Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Jenis Karya
Karya Ilmiah Akhir Ners
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksekutif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilniah saya yang berjudul:
Dischar ge planning pada klien dengan urolitiasis po st ureteroreno s cory (URS) di ruang anggrek tengah kanan RSUP Persahabatan
Beserta perangkat yang ada (iika diperlukan). Dengan
Nonekslusif
ini,
Hak Bebas Royalti
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih medial
formatkan" mengelola dalam bentuk pangkalan kata (database), merawat, dan mempublikasikan karya iltniah saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencanturnkan ftlma saya sebagai penelitilpenulis dan sebagai pemilik Hak Cipta
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat
di
Padatanggal
: Depok
:
8 Juli 2013
Yangpenyatakan
4Non
(Puspautami Putri)
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Puspa Utami Putri Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Discharge Planning pada Klien dengan Urolitiasis Post Ureterorenoscopy (URS) di Ruang Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan Urolitiasis merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna di dunia ataupun di indonesia. Penyakit ini terjadi pada 5-10% populasi di seluruh dunia dengan angka kejadian dan prevalency terkecil terjadi di wilayah Asia khususnya jepang. Di indonesia, batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang memiliki jumlah pasien terbesar di klinik urologi dan besarnya angka kejadian ini terjadi karena 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami kekambuhan dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun. Karya ilmiah ini dibuat untuk mengetahui asuhan keperawatan serta discharge planning pada klien dengan urolitiasis. Karya ilmiah ini menggunakan metode studi literatur yang kemudian membandingkannya dengan hasil praktik di lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah Ny T mengalami 3 dari 6 tanda dan gejala klien dengan urolitiasis, memiliki 6 dari 10 faktor resiko penyebab urolitiasis, mengalami nyeri pada pre operatif, resiko jatuh pada intra operatif dan mengalami nyeri, hipertermi dan resiko kekurangan cairan pada saat post operasi. Klien menjalani 4 pemeriksaan penunjang, menjalani tidakan medis URS dan pemasangan DJ Stent serta telah diberikan discharge planning. Hasil ini diperoleh karena Ny T telah menjalani proses pengkajian serta intervensi medis dan keperawatan. Akan tetapi, agar asuhan keperawatan dan discharge palnning pada klien dengan urolitiasis dapat dilakukan dengan baik, disarankan agar pihak RS memberikan pelatihan kepada perawat mengenai asuhan keperawatan dan discharge planning, melakukan supervisi dan pengawasan dalam proses pemberian asuhan keperawatan dan discharge planning serta diharapkan adanya kesadaran dari tenaga kesehatan khususnya perawat untuk meningkatkan pengetahuannya mengenai asuhan keperawatan dan discharge planning klien dengan urolitiasis.
Kata kunci: urolitiasis, ureterorenoscopy (URS), discharge planning.
vii
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Puspa Utami Putri : Nursing Science :Discharge planning in the client with urolithiasis post ureterorenoscopy (URS) at the orchid room the center right RSUP Persahabatan.
Urolithiasis is a considerable health problem in the world as well as in Indonesia. This disease occurs in 5-10% of the population around the world with incidence and smallest prevalency occurred in areas of Asia, especially Japan. In Indonesia, a urinary stone is one of the disease which has the largest number of patients at the urology clinic and this is occurred because 50% of patients experience a recurrence of urinary tract stones in 5 years and 70% within 10 years. This paper was made to determine nursing care and discharge planning on the client with urolithiasis. This paper used a literature study methods and comparetion with the results of field practice. Results of this study was Mrs T had 3 over 6 signs and symptoms of urolithiasis, has 6 over 10 of risk factors cause urolithiasis, experiencing pain in pre-operative, had risk of fall and experienced pain in intraoperative, hyperthermia and risk for defecient fluid volume in post operative. The client also endured 4 examination, URS procedure and DJ Stents treatement, and has been given the discharge planning. However, in order to give nursing care and discharge planning on the client with urolithiasis well, training for nurses regarding nursing care and discharge planning and supervision in the process of providing nursing care and discharge planning on the client with urolithiasis should be addressed by hospitals. Besides, awareness of health practitioners especially nurses to improve their knowledge about nursing care and discharge planning on clients with urolithiasis need to be enhanced.
Key word: urolithiasis, ureterorenoscopy (URS), discharge planning
viii
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii KATA PENGANTAR........................................................................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................
vi
ABSTRAK.......................................................................................................... vii ABSTRACT........................................................................................................ viii DAFTAR ISI......................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN.........................................................................................
1
1.1
Latar Belakang..................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................
3
1.3
Tujuan Karya Ilmiah.........................................................................
3
1.4
Manfaat Penelitian............................................................................
4
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
6
2.1
Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan.................................... 6
2.2
Gaya Hidup......................................................................................
2.3
Sistem Perkemihan............................................................................ 7
2.4
Batu Saluran Kemih..........................................................................
2.5
Predisposisi Batu Saluran Kemih..................................................... 11
2.6
Tanda dan Gejala Batu Saluran Kemih............................................ 15
2.7
Jenis-Jenis Batu Saluran Kemih...................................................... 16
2.8
Pemeriksaan...................................................................................... 17
2.9
Penatalaksanaan Medis..................................................................... 21
7
9
2.10 Discharge planning........................................................................... 24 3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA............................................... 28 3.1
Pengkajian Keperawatan................................................................... 28
3.2
Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 34
3.3
Masalah Keperawatan Peri-Operatif dan Tindakan Keperawatan.... 36 ix Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
4. ANALISIS SITUASI...................................................................................... 41 4.1
Profil Lahan Praktik.......................................................................... 41
4.2
Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP Dan Konsep Kasus Terkait....................................................................... 42
4.3
Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait............................................................................................... 45
4.4
Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait............................................................................................... 47
5. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 47 5.1
Kesimpulan....................................................................................... 48
5.2
Saran................................................................................................. 49
DAFTAR REFERENSI.................................................................................... 50
x
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3.4 Sistem perkemihan........................................................................ 9 Gambar 2.4.4 Batu saluran kemih........................................................................ 11 Gambar 2.8.1 CT Scan Urologi........................................................................... 20 Gambar 2.9.3 Ureterorenoscopy........................................................................... 24
xi
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1:
Rencana keperawatan
Lampiran 2:
Catatan keperawatan
Lampiran 3:
Discharge planning
Lampiran 4:
Biodata penulis
xii
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urolitiasis atau penyakit batu merupakan salah satu penyakit yang mungkin terjadi dalam saluran kemih. Menurut, Sjamsuhidajat (2005), urolitiasis diduga sudah ada sejak zaman dahulu. Hal ini karena pernah ditemukan batu di dalam tulang panggul kerangka mumi yang diperkirakan sudah ada sejak 700 tahun yang lalu.
Urolitiasis, menurut penelitian epidemiologik diperkirakan memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan seseorang dan berubah sesuai dengan perkembangan keadaan suatu bangsa. Penelitian ini mengatakan, negara yang baru saja mulai berkembang memiliki banyak insiden batu saluran kemih bagian bawah. Berbeda dengan negara yang baru mulai berkembang, negara yang sedang berkembang memiliki insiden batu saluran kemih yang rendah. Sedangkan untuk negara maju, berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa insiden batu saluran kemih bagian atas banyak terjadi khususnya dikalangan orang dewasa (Sjamsuhidajat, 2005). Sjamsuhidajat (2005) juga mengatakan angka kejadian penyakit batu tertinggi terdapat pada abat ke 16 hingga abad 18 dan penyakit ini masih terus ada hingga saat ini.
Saat ini, penyakit batu masih menjadi masalah kesehatan yang cukup bermakna di dunia ataupun di indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan U.S Departement of Health and Human Service (2013) yang mengatakan bahwa batu ginjal merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi dalam saluran urinaria. Selain itu, hal ini juga terlihat dari review yang dilakukan oleh Bartoletti R dan Tommaso C (2008) yang menyatakan bahwa pembentukan batu pada saluran kemih, terjadi pada 5-10% populasi di seluruh dunia dengan angka kejadian dan prevalency terkecil terjadi di wilayah Asia khususnya jepang.
1
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
Selain di negara-negara maju, insiden batu saluran kemih juga terjadi indonesia. Di indonesia, batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang memiliki jumlah pasien terbesar di klinik urologi (IAUI, 2006). Pada tahun 1977 sampai 1979 di makasar terjadi sekitar 269 kasus batu saluran kemih. Tahun 1987-1992 terjadi 122 kasus dan pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 terjadi sekitar 50 kasus (Dewi, D dan Anak Agung, N S, 2007). Di Indonesia, pada tahun 2002 diketahui bahwa terdapat 37.636 kasus baru batu ginjal dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang (HTA Indonesia, 2005). Sedangkan di RSP berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa setidaknya terdapat 3 orang tiap minggunya yang menjalani proses pembedahan akibat batu saluran kemih.
Batu saluran kemih, dapat terjadi pada siapa saja, pria ataupun wanita. Lotan, Y.P (2005) mengatakan bahwa pravalensi penyakit batu pada pria dewasa sekitar 13%, sedangkan pada perempuan dewasa 7%. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) yang menyatakan bahwa pravalensi urolitiasis pada pria lebih banyak empat kali lipat bila dibandingkan dengan perempuan.
Besarnya pravalensi urolitiasis tidak terlepas dari angka kekambuhan yang tinggi pada pasien dengan penyakit ini. Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) mengatakan bahwa sekitar 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami kekambuhan dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun. Sedangkan menurut EAU Guidelines dalam IAUI (2006) resiko pembentukan batu terjadi sepanjang kehidupan pada 5-10%.
Besarnya angka kejadian dan kekambuhan penyaikit batu saluran kemih terjadi akibat beberapa faktor, antara lain perubahan gaya hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Colella J, Eileen K, Bernadette G dan Ravi M (2005) yang menyatakan bahwa penyakit urolitiasis disebabkan oleh banyak faktor dan yang paling kuat mempengaruhi adalah kebiasaan gaya hidup dan praktiknya. Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa urolitiasis merupakan masalah Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
3
serius yang harus ditangani, baik untuk mencegah terjadinya, perawatan ataupun untuk pencegahan kekambuhan.
1.2 Rumusan Masalah Urolitiasis atau penyakit batu merupakan salah satu penyakit yang mungkin terjadi dalam saluran kemih. Saat ini, penyakit batu masih menjadi masalah kesehatan yang cukup bermakna di dunia ataupun di indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan U.S Departement of Health and Human Service (2013) yang mengatakan bahwa batu ginjal merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi dalam saluran urinaria. Bartoletti R dan Tommaso C (2008) menyatakan bahwa pembentukan batu pada saluran kemih, terjadi pada 5-10% populasi di seluruh dunia dengan angka kejadian dan prevalensi terkecil terjadi di wilayah Asia khususnya jepang.
Indonesia, merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah pasien terbesar di klinik urologi dengan penyakit batu saluran kemih (IAUI, 2006). Sedangkan Dewi, D dan Anak Agung, N S., (2007) menurut makasar pada tahun 1977 sampai 1979 terjadi sekitar 269 kasus batu saluran kemih. Sedangkan pada tahun 1987-1992 terjadi 122 kasus dan pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 terjadi sekitar 50 kasus. Besarnya pravalensi urolitiasis ini terjadi karena sekitar 50% dari penderita batu saluran kemi mengalami kekambuhan dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun (Dewi, D dan Anak Agung, N S., 2007). Sehingga berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dirasakan perlu untuk mengetahui asuhan keperawatan serta discharge planning pada klien dengan urolitiasis.
1.3 Tujuan Penulisan Ilmiah 1.3.1 Tujuan Umum Penulisan Ilmiah Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan urolitiasis dan discharge planning pada klien dengan urolitiasis.
1.3.2 Tujuan Khusus Penulisan Ilmiah
Diketahuinya tanda dan gejala pada klien kelolaan dengan urolitiasis Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
4
Diketahuinya faktor resiko penyebab batu saluran kemih pada klien kelolaan
Diketahuinya diagnosa keperawatan pada klien kelolaan dengan urolitiasis
Diketahuinya pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien kelolaan dengan urolitiasis serta interpretasinya
Diketahuinya tata laksana medis yang dilakukan pada klien kelolaan dengan urolitiasis
Diketahuinya discharge planning yang tepat untuk mencgah kekambuhan pada klien kelolaan dengan urolitiasis.
1.4 Manfaat Penulisan Ilmiah 1.4.1 Pengembangan Ilmu Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu landasan dalam menetapkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat untuk mencegah terjadinya penyakit urolitiasis
dan
mencegah
kekambuhan
pada
masyarakat
yang
pernah
mengalaminya.
1.4.2 Pelayanan Kesehatan Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran mengenai asuhan keperawatan serta discharge planning bagi klien dengan urolitiasis, dapat memberikan gambaran pentingnya penerapan hal tersebut.
1.4.3 Tenaga Kesehatan Peneliti berharap dengan karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran kepada tenaga kesehatan khususnya perawat mengenai penyakit urolitiasis serta pentingya penerapan asuhan keperawatan dan discharge planning yang sesuai untuk klien.
1.4.4 Karya Ilmiah atau Penelitian Lain Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan dan data rujukan bagi karya ilmiah ataupun penelitian lain mengenai masalah urolitiasi atau batu saluran kemih.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
5
1.4.5 Masyarakat Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai penyakit urolitiasis, pengobatan dan perawatannya serta hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ini.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Kesehatan merupakan hal yang penting bagi semua orang. Oleh karena itu pembangunan kesehatan merupakan hal yang harus dilaksanakan guna tercapainya
kesehatan
masyarakat.
Depkes
(2004)
mengatakan
bahwa
pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi seluruh orang sehingga kesehatan masyarakat yang optimal dapat terpenuhi. Pembangunan kesahatan ini kemudian direalisasikan melalui perawatan kesehatan masyarat. Dimana menurut Depkes (1996) perawatan kesehatan masyarakat adalah sebuah upaya pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lainnya dan masyarakat guna memperoleh tingkat kesehatan yang lebih baik pada individu, keluarga ataupun masyarakat.
Masyarakat perkotaan, bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan memiliki masalah kesehatan yang lebih banyak. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriwati, L (2004) yang menyatakan orang yang tinggal di kota memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami penyakit akut namun memiliki kemungkinan sakit kronis lebih kecil bila dibandingkan dengan orang yang tinggal di desa. Hal ini mungkin terjadi karena kota memiliki kepadatan yang lebih tinggi, rentang usia yang lebih beragam dan pengaruh lingkungan yang lebih banyak. Sehingga kemungkinan untuk mengalami penyakit lebih besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prof. Drs. R. Bintarto yang menyatakan kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik. Oleh karena itu, perawatan kesehatan sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan masyarakat khususnya pada masyarakat perkotaan.
6
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
7
Kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut H. L. Blum dalam Aaa (2010), terdapat empat faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat, yaitu kesehatan lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Oleh karena itu demi memperbaiki kesehatan masyarakat khusunya masyarakat perkotaan, perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan serta kerja sama dengan masyarakat untuk memperbaiki lingkungan dan perilaku.
2.2 Gaya Hidup Gaya hidup merupakan hal yang penting dan membedakan seseorang dengan yang lainnya. Menurut Sutisna (2002), gaya hidup merupakan cara bagaimana seseorang menghabiskan waktu mereka atau beraktivitas, apa yang mereka anggap penting atau yang mereka anggap menarik, serta apa yang mereka fikirkan mengenai diri mereka sendiri dan disekitarnya. Sedangkan menurut Joseph T. P dalam Nindyasari D (2008) gaya hidup terbagi menjadi aktivitas, minat, opini serta demografi seseorang. Dimana di dalam aktivitas mencakup bekerja, hobi, kegiatan sosial, hiburan, dan olahraga. Minat mencakup keluarga, rumah, pekerjaan, komunitas, fesyen, makanan dan media. Opini mencakup diri sendiri, politik, sosial, ekonomi, budaya, dll. Sedangkan demografi mencakup usia, pendidikan, pekerjaan, geografi, dll. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya hidup merupakan seluruh tindakan yang dilakukan seseorang, kebiasaan seseorang, serta apa yang mereka fikirkan.
2.3 Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan pusat penyaringan di dalam tubuh (AUA Foundation, 2005). Sedangkan menurut U.S Departement of Health and Human Service (2013), sistem perkemihan adalah suatu sistem pembuangan pada tubuh untuk membuang limbag dan kelebihan cairan. Sistem perkemihan ini menurut U.S Departement of Health and Human Service (2013), terdiri atas dua buah ginjal, dua buah ureter, satu buah kandung kemih dan satu buah uretra. 2.3.1 Ginjal Ginjal adalah salah satu organ tubuh terpenting bagi manusia. Ginjal terbagi menjadi dua yaitu ginjal kanan dan ginjal kiri. Ginjal berbentuk seperti kacang Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
8
yang masing-masing berukuran sekepal tangan. Ginjal terletak dengan bagian tengah belakang tubuh, berada tepat dibawah tulang rusuk dan terletak masingmasing satu di sisi tulang belakang (U.S Departement of Health and Human Service, 2013). Ginjal kanan teletak lebih rendah bila dibandingkan dengan ginjal sebelah kiri karena di atas ginjal sebelah kanan terdapat organ hepar (Sloane, E, 2005). Setiap harinya, ke dua ginjal ini akan menyaring darah dan menghasilkan urin sebegai zat sisa dan pembuangan cairan berlebih dalam tubuh yang kemudian akan dialirkan ke ureter, kandung kemih, uretra dan keluar dari dalam tubuh (U.S Departement of Health and Human Service, 2013).
2.3.2 Ureter Ureter merupakan perpanjangan tubular berpasangan yang memiliki perpanjangan otot dari pelvis ginjal yang terbentang hingga kandung kemih. Ureter memiliki panjang sekitar 25-30 cm dan diameter sekitar 4-6 mm. Pada saluran ini terdapat tiga buah tempat yang lebih sempit dari saluran lainnya yaitu di titik awal ureter pada pelvis ginjal, titik saat melewati pinggiran pelvis ginjal dan di titik pertemuan ureter dengan kandung kemih. Di ketiga titik inilah, batu ureter seringkali tersangkut yang kemudian menimbulkan nyeri dan gejala lainnya. Pada ureter juga terdapat gerakan peristaltik yang membantu masuknya urin kedalam kandung kemih untuk kemudian dikeluarkan (Sloane, E, 2005).
2.3.3 Kandung kemih Kandung kemih merupakan organ muskular berongga yang berfungsi sebagai kantong untuk menampung urin yang dihasilkan oleh ginjal untuk kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh. Pada laki-laki, kandung kemih terletak di belakang simfisi pubis dan didepan rektum. Sedangkankan pada perempuan, organ ini terletak di bawah uterus didepan vagina (Sloane, E, 2005).
2.3.4 Uretra Uretra merupakan saluran penghubung dari kandung kemih ke bagian luar tubuh. Uretra pria dan wanita berbeda, baik panjang ataupun fungsinya. Pada wanita, uretra berukuran 3,75 cm dan berfungsi mengalirkan urin dari kandung kemih Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
9
keluar tubuh. Sedangkan uretra pria berukuran 20 cm dan berfungsi mengalirkan urin dan semen meskipun tidak dalam waktu bersamaan (Sloane, E, 2005).
Gambar 2.3.4 Sistem perkemihan
2.4 Batu Saluran Kemih Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah suatu kondisi dimana terdapat kalkuli atau batu di traktus urinarius (Brunner dan Suddarth, 2005). Sedangkan menurut Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) batu saluran kemih adalah keadaan patologis yang terjadi karena terdapatnya masa keras seperti batu yang terdapat dalam saluran perkemihan yang menyebabkan nyeri, pendarahan, atau infeksi dalam saluran kemih. Batu saluran kemih terbentuk karena keseimbangan antara cairan dan zat sisa di dalam urin terganggu, terciptanya konsentrasi tinggi terutama dari garam mineral pembentuk batu (misal kalsium oksalat, kalsium fosfat dan struvit) yang tidak larut (AUA Foundation, 2005). Selain itu AUA Foundation (2005) juga mengatakan bahwa batu juga dapat terbentuk ketika terjadi ketidakseimbangan dalam keasaman urin atau tidak cukupnya zat kimia seperti sitrat, magnesium, dan pirofosfat yang diperlukan untuk memecah zat sisa.
Batu saluran kemih menurut tempat terjadinya dibagi menjadi empat, yaitu (Sjamsuhidajat, 2005):
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
10
2.4.1 Batu ginjal Batu ginjal merupakan batu yang terbentuk pada ginjal. Batu ini dapat tumbuh mengikuti bentuk susunan pelviokaliks sehingga berbentuk seperti tanduk rusa ataupun berada hanya pada sebuah kaliks. Batu yang dapat terbentuk dalam ginjal dapat kecil ataupun besar. Jika partikelnya kecil, batu-batu ini dapat keluar dari saluran kemih tanpa perlu tindakan akan tetapi partikel ini dapat pula menetap dan mengeras membentuk batu yang lebih besar. Batu ginjal ini dapat terbentuk selama beberapa bulan bahkan tahun tanpa menimbulkan gejala (AUA Foundation, 2005).
2.4.2 Batu ureter Batu ureter adalah batu yang berada di ureter. Batu ureter ini dapat terjadi apabila ukuran batu lebih besar dari ureter. Selain itu, hal ini mungkin juga terjadi karena terdapat beberapa tempat di ureter yang lebih sempit bila dibandingkan dengan tempat atau bagian ureter tersebut. Apabila terdapat batu pada ureter, peristaltik ureter akan menyebabkan nyeri yang akan terus berulang hingga ureter yang tersumbat terbebas dari sumbatan. Batu ureter memiliki kemungkinan keluar dari tubuh melalui kandung kemih dan uretra. Namun mungkin juga bertahan dan membentuk batu kandung kemih di dalam kandung kemih (Sjamsuhidajat, 2005).
2.4.3 Batu kandung kemih Batu kandung kemih adalah batu yang berada pada kandung kemih. Batu kandung kemih biasanya berbentuk tunggal dan besar. Batu ini dapat menutupi leher kandung kemih sehingga aliran urin yang semula lancar dapat tersendat atau bahkan hanya menetes dengan disertai nyeri. Salah satu tanda dari klien yang mengalami penyakit batu ini selain gejala yang diatas adalah dapat buang air kecil (BAK) setelah klien merubah posisi. Perubahan posisi ini dapat mempantu proses BAK karena perubahan posisi BAK klien juga merubah letak batu (Sjamsuhidajat, 2005).
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
11
2.4.4 Batu uretra Batu uretra umumnya merupakan batu ureter ataupun batu saluran kemih yang terbawa saat BAK. Batu ini kemudian tersangkut pada uretra. Salah satu ciri dari terdapatnya batu uretra adalah BAK yang tiba-tiba berhenti, tiba-tiba menjadi menetes saja dan nyeri (Sjamsuhidajat, 2005).
Gambar 2.4.4 Batu saluran kemih
2.5 Predisposisi Batu Saluran Kemih Predisposisi atau faktor yang mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih terbagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013). 2.5.1 Faktor instrinsik Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Faktor yang termasuk dalam faktor intrinsik menurut Khan and Canales (2009) dalam Krisna Dwi, N. P (2011) serta Yusuf A dan Evo, E (2013), yaitu umur, jenis kelamin, genetik dan kelainan anatomis tubuh.
Semua kelompok usia mungkin mengalami penyakit ini. Akan tetapi menurut Yusuf A dan Evo, E (2013) penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kelompok usia produktif. Hal ini mungkin terjadi karena gaya hidup sangat mempengaruhi kelompok usia pada masa ini. Hal ini serupa dengan pernyaraan Thomas B and James H, (2005) yang menyatakan bahwa penyakit ini menyerang 1-5% populasi Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
12
di negara berkembang dengan kejadian tertinggi terjadi pada klien berusia 20- 50 tahun. Sedangkan AUA Foundation (2005) menyatakan bahwa batu saluran kemih lebih banyak terbentuk pada laki-laki, dengan usia sekitar 20-70 tahun dengan seseorang dan keluarga yang memiliki penyakit batu.
Jenis kelamin yang lebih sering mengalami batu saluran kemih adalah laki-laki. Menurut Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) batu saluran kemih empat kali lebih banyak dialami oleh laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan kecuali pada batu struvit, lebih sering dialami oleh perempuan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan AUA Foundation (2005) yang menyatakan bahwa batu saluran kemih lebih banyak terbentuk pada laki-laki, dengan usia sekitar 20-70 tahun dengan seseorang dan keluarga yang memiliki penyakit batu.
Genetik atau keturunan dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Hal ini terlihat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Krisna Dwi, N. P, (2011) yang menyatakan terdapat hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian penyakit batu ginjal di desa karangdawa kecamatan margasari kabupaten tegal. Berdasarkan penelitian Krisna Dwi, N. P, (2011) juga diketahui bahwa seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan batu ginjal, memiliki resiko 5,346 kali mengalami penyakit yang sama bila dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki keluarga dengan penyakit batu. Sedangkan kelainan anatomis dapat menyebabkan penyakit batu saluran kemih karena dapat mempengaruhi proses eliminasi dan pembuatan urin.
2.5.2 Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik adalah faktor diluar tubuh atau diri yang mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor ekstrinsik antara lain kondisi geografis, iklim dan temperatur tempat tinggal, asupan air, diet tinggi protein, purin, kalsium, dan oksalat, obat-obatan, pekerjaan, dan infeksi (Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013).
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
13
Kondisi geografis, iklim dan cuaca mempengaruhi terbentuknya batu saluran kemih dengan berbagai macam cara. Yusuf A dan Evo, E, (2013) menyatakan bahwa ilkim dan cuaca yang panas menyebabkan tubuh lebih banyak mengeluarkan keringat bila dibandingkan dengan urin. Hal ini kemudian menyebabkan peningkatan kepekatan dalam urin sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. AUA Foundation (2005) juga mengatakan bahwa jika seseorang berkeringat berat, terutama dalam kondisi cuaca yang panas dan tidak mengkonsumsi cairan yang cukup maka ia meningkatkan resiko mengalami penyakit batu.
Faktor kedua dalam faktor ekstrinsik adalah asupan air. Asupan air menjadi salah satu yang penting karena mempengaruhi kekentalan urin serta pelarutan zat-zat dalam tubuh. Menurut Yusuf A dan Evo, E, (2013) dan Brunner dan Suddarth (2005), kurang minum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu saluran kemih. Hal ini karena kurangnya minum yang dikonsumsi menyebabkan zat terlarut yang berada didalam tubuh lebih banyak bila dibandingkan cairan di dalam tubuh dan hal ini berimbas pada proses penghasilan urin, dimana urin yang dihasilkan menjadi pekat (Yusuf A dan Evo, E, 2013). AUA Foundation (2005) mengatakan, agar dapat terhidar dari penyakit batu saluran kemih seseorang disarankan untuk minum minimal 10-12 gelas air per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan cola sebanyak maksimal 2 gelas per hari.
Selain jumlah air yang dikonsumsi, jenis air yang dikonsumsi juga mempengaruhi terbentuknya batu saluran kemih. Krisna Dwi, N. P (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa meminum air tanah merupakan salah satu faktor penyebab dari terjadinya batu saluran kemih. Hal ini terjadi karena air tanah mengandung lebih banyak mineral terlarut bila dibandingkan dengan air permukaan (Dainur tahun 1993 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011). Pernyataan ini juga diperkuat oleh Sastrawijaya tahun 2002 dalam Krisna Dwi, N. P (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan air yang memiliki kesadahan yang tinggi dalam waktu yang lama
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
14
dapat menimbulkan gangguan ginjal akibat akumulasi endapan CaCO3 dan MgCO3. Faktor ketiga yanng mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih adalah diet. Diet mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih karena kelebihan zat dalam tubuh akan dibuang dalam urin sehingga mempengaruhi kekentalan urin. Diet yang dapat menyebabkan pembentukan batu saluran kemih yaitu diet tinggi protein, tinggi kalsium, tinggi purin, dan tinggi oksalat (Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Krisna Dwi, N. P (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan konsumsi tinggi protein, tinggi kalsium dan phospor, purin dan tinggi oksalat dengan terjadinya batu ginjal. Selain itu mengkonsumsi tinggi vitamin A, D atau purin dan konsumsi makanan yang merupakan protein seperti daging merah dapat meningkatkan kadar kalsium. Sedangkan mengkonsumsi vitamin C tinggat tinggi (lebih dari 1000mg per hari) dapat meningkatkan kadar oksalat dalam urin (AUA Foundation., 2005).
Faktor selanjutnya yang berpengaruh adalah penggunaan obat-obatan. Obatobatan yang dapat mempengaruhi batu saluran kemih adalah obat-obatan yang mengandung tinggi kalsium, tinggi oksalat dan lain-lain. Salah satu contoh obatobatan yang dapat menyebabkan batu saluran kemih antara lain antasida dosis tinggi dan susu atau suplemen tinggi kalsium (Yusuf A dan Evo, E, 2013).
Faktor yang kelima yaitu faktor pekerjaan dan aktivitas. Pekerjaan dan aktivitas dapat mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih karena sedikitnya pergerakanan seseorang dapat menyebabkan statisnya urin sehingga zat-zat di dalam urin memiliki kemungkingan untuk mengendap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) yang mengatakan bahwa kurang aktivitas dapat menyebabkan batu saluran kemih. Selain itu, Brunner dan Suddarth (2005) juga mengatakan banyak duduk dapat menyebabkan batu saluran kemih.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
15
Faktor terakhir yang dapat menyebabkan batu saluran kemih adalah infeksi saluran kemih. Berbeda dengan faktor-faktor yang lain, infeksi ini biasanya menghasilkan batu struvit. Selain itu, faktor ini lebih banyak terjadi pada wanita bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sesuai dengan pernyataan AUA Foundation (2005) yang mengatakan bahwa seseorang menjadi rentan mengalami batu saluran kemih jika sering mengalami infeksi saluran kemih, gangguan metabolisme tubuh tertentu atau penyakit usus yang lama.
2.6 Tanda dan Gejala Batu Saluran Kemih Tanda dan gejala yang mungkin dialami oleh seseorang yang mengalami batu saluran kemih menurut Brunner dan Suddarth (2005), yaitu: 2.6.1 Nyeri Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri biasanya datang berulang (kolik). Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal dan tidak menyebar ke sekitar kandung kemih pada wanita dan menyebar ke sekitar testis pada pria, kadang disertai mual dan muntah, maka batu berada di ginjal. Namum apabila nyeri berada di kostovertebrata dan menyebar ke perut dan kandung kemih pada perempuan atau testis pada pria, maka batu berada di ureter (Brunner dan Suddarth, 2005). Nyeri pada klien dengan batu ureter terjadi karena batu yang terbentuk menghambat saluran urinaria (Thomas B and James H., 2005). Nyeri yang menyebar ke paha dan genitalia serta kondisi klien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah menandakan batu berada di urether. Sedangkan jika klien mengalami gejala iritasi, hematuria dan terkadang urin tidak lancar namum setelah berubah posisi urin menjadi lancar maka posisi ginjal berada di kandung kemih (Brunner dan Suddarth, 2005).
2.6.2 Demam atau mengigil Demam atau menggil pada klien dengan batu saluran kemih terjadi karena proses infeksi yang terjadi di dalam tubuh baik karena iritasi saluran kemih oleh batu ataupun karena tertimbunnya urin di dalam tubuh.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
16
2.6.3 Sulit atau tidak dapat BAK Sulit atau tidak dapat BAK pada klien dengan batu saluran kemih terjadi karena batu menutupi ataupun menghambat aliran urin untuk dapat keluar dari tubuh sehingga jumlah urin yang keluar lebih sedikit.
2.6.4 Mual dan muntah Mual dan muntah dapat terjadi pada beberapa klien dengan batu ginjal akibat terdapatnya refleks renointestinal yang mengakibatkan peningkatan kinerja organ di dalam abdomen.
2.6.5 Diare Diare ini dapat terjadi karena refleks renointestinal yang mengakibatkan peningkatan mortilitas usus sehingga menurunkan waktu absorbsi sisa makanan sehingga feses yang keluar cair.
2.6.6 BAK berdarah Gejala ini terjadi akibat trauma ataupun gesekan yang terjadi antara mukosa saluran kemih dengan batu. Sehingga terdapat darah didalam urin.
2.7 Jenis-Jenis Batu Saluran Kemih Jenis-jenis batu yang dapat terbentuk pada saluran kemih banyak macamnya. Menurut U.S Departement of Health and Human Service (2013), terdapat empat jenis batu saluran kemih, yaitu: 2.7.1 Batu kalsium Batu kalsium yang dapat terbentuk dalam saluran kemih ada dua macam, yaitu batu kalsium oksalat dan batu kalsium phospat. Batu kalsium oksalat lenih banyak ditemukan pada pasien bila dibandingkan dengan batu kalsium phospat. Batu kalsium oksalat terbentuk akibat tingginya kadar kalsium dan oksalat yang diekskresikan didalam urin. Sedangkan batu kalsium phospat terbentuk karena kombinasi dari tingginya kadar kalsium dal alkali atau asam dalam urin sehingga menyebabkan pH urin meningkat (U.S Departement of Health and Human Service., 2013). Menurut AUA Foundation (2005), 75% dari penyakit batu Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
17
saluran kemih merupakan batu kalsium, baik itu batu kalsium oksalat ataupun batu kalsium phospat.
2.7.2 Batu asam urat Batu jenis ini, terjadi pada seseorang dengan kadar asam uratnya tinggi (U.S Departement of Health and Human Service., 2013). Batu ini terbentuk pada 10% dari klien dengan batu ginjal (AUA Foundation,. 2005). Diet tinggi purin dan protein hewan adalah salah satu penyebab terjadinya batu jenis ini. Batu ini dapat membuat batu asam urat sendiri ataupun bergabung dengan calsium (U.S Departement of Health and Human Service., 2013).
2.7.3 Batu struvit Batu struvit adalah jenis batu yang terbentuk akibat infeksi dalam saluran kemih. Batu struvit menurut Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) lebih banyak terjadi pada wanita bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini mungkin terjadi karena uretra wanita lebih pendek bila dibandingkan dengan pria sehingga wanita lebih rentan mengalami infeksi saluran kemih (Sloane, E, 2005).
2.7.4 Batu cystine Batu cystine adalah batu yang terbentuk akibat penyakit genetik. Penyakit genetik ini menyebabkan ginjal menghasilkan cystine di dalam urin. Terdapatnya cystin di dalam urin memungkinkan terjadinya batu jenis ini terutama jika cystin yang terbentuk terakumulasi (U.S Departement of Health and Human Service., 2013).
2.8 Pemeriksaan 2.8.1 Pengkajian 1.
Riwayat penyakit saat ini Pada pengkajian ini, hal yang perlu ditanyakan adalah keluhan klien seperti nyeri (lokasi, waktu, penyebaran, intensitas, durasi), pengeluaran batu dalam urin, pola BAK, terdapat darah dalam urin dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
18
2.
Riwayat penyakit terdahulu Penyakit terdahulu yang perlu ditanyakan pada klien yaitu apakah klien pernah mengalami penyakit batu sebelumnya, pernah mengalami penyakit infeksi saluran kemih, ataupun penyakit saluran kemih yang lainnya.
3.
Riwayat penyakit keluarga Pada pemeriksaan ini klien ditanyakan adakah keluarga yang mengalami penyakit atau gejala serupa sebelumnya
4.
Riwayat klien (kecenderungan mengalami batu saluran kemih) Lokasi nyeri, karakteristik nyeri, tingkat nyeri, lama nyeri, pola penyebaran nyeri dan faktor resiko yang mungkin menyebabkan.
5.
Aktifitas/istirahat Keterbatasan aktifitas/ imobilisasi sehubungan dengan kondisi.
6.
Sirkulasi Peningkatan TD, nadi, kulit hangat dan kemerahan.
7.
Eliminasi Penurunan haluaran urine, BAK kadang tersendat, perubahan pola berkemih, oliguria, hematuria, ada batu atau kerikil saat berkemih.
8.
Abdomen Mual, muntah, diare dan distensi abdomen
9.
Kebiasaan dan gaya hidup Pada pemeriksaan ini perawat menanyakan kebiasan klien sehari-hari, aktivitas yang biasa dilakukan klien sebelumnya, serta makanan dan minuman yang biasa di konsumsi klien.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
19
10.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan apakah seseorang mengalami penyakit batu (U.S Departement of Health and Human Service, 2013). Sedangkan menurut
Portis, A.J.
(2001), pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ukuran dan lokasi batu saluran kemih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan penyakit klien serta letak dan ukuran batu saluran kemih yang terbentuk. Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan pada klien yang dicurigai mengalami batu saluran kemih antara lain (U.S Departement of Health and Human Service, 2013): a. BNO BNO atau Buik Nier Overzich atau foto abdomen polos adalah pemeriksaan radioligi pada bagian abdomen yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan konginatal, tumor ginjal atau tumor abdimen, bati saluran kemih dan tumor kandungan. BNO polos dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja karena tidak memerlukan persiapan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi supine dengan memiliki batas atas prosesus xyphoideus, batas bawah simphisis phubis dan batas lateral terlihat seluruh perut (IAUI, 2006; Yusuf A dan Evo, E, 2013).
b. BNO IVP BNO IVP atau BNO intravenous pyelography excertion urography adalah pemeriksaan BNO dengan menggunakan obat kontras yang dimasukan via intravena (Yusuf A dan Evo, E, 2013). Pemeriksaan ini menurut Thomas B and James H (2005) menggunakan iodine kontras medium. Indikasi pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan BNO akan tetapi pemeriksaan ini memberikan pemeriksaan anatomikal yang lebih baik. Berbeda dengan pemeriksaan BNO polos, BNO IVP tidak dapat dilakukan pada semua orang karena pemeriksaan ini hanya boleh dilakukan jika kadar ureum < 60mg, creatinin < 2 mg, telah menjalani Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
20
pemeriksaan BNO dan skin test terhadap obat kontras. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini adalah alergi obat kontras, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih akut dan retensi cairan berlebihan. Persiapan yang dilakukan untuk melakukan pemeriksaan ini antara lain makan-makanan rendah sisa yaitu bubur kecap dan mengurangi minum 24 jam sebelum pemeriksaan, puasa 8 jam sebelum pemeriksaan, dan makan garam inggris 30 gram malam sebelum pemeriksaan (Yusuf A dan Evo, E, 2013).
c. Retrograde pyelograph Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang dilakukan jika pemeriksaan menggunakan BNO IVP tidak baik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui letak, panjang tinggi dan etiologi dari obstruksi yang terjadi. Pemeriksaan ini, tidak boleh dilakukan pada klien dengan infeksi saluran kemih akut. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kontras melalui kateter ureter (Yusuf A dan Evo, E, 2013).
d. CT Scan Urologi CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan kombinasi X- Ray dan komputer 3D sehingga dapat menghasilkan gambar yang lebih jelas. CT Scan melibatkan obat khusus yang disebut dengan medium kontras. Posisi yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah terlentang. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan posisi batu dan kondisi yang mungkin diakibatkan oleh keberadaan batu tersebut seperti hidrouretra ataupun hidronefrosis (U.S Departement of Health and Human Service, 2013).
Gambar 2.8.1 CT Scan Urologi Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
21
e. Urinalisis Urinalisi atau tes urin adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakan ada ketidaknormalan dalam urin. Pemeriksaan ini, dilakukan kepada selur klien yang diduga mengalami batu saluran kemih (Portis, A.J., 2001). Pemeriksaan yang dilakukan dalam pemeriksaan ini yaitu jumlah urin, warna, kejernihan urin, ada tidaknya batu dalam urin, ada tidaknya darah dalam urin, kadar kalsium, protein, asam urat, pH urin, bakteri dan lain-lain. Pemeriksaan ini juga selain dapat menunjukkan ketidaknormalan urin juga dapat menentukan apakah klien mengalami infeksi, atau supstansi pembentuk batu dalam urin (U.S Departement of Health and Human Service, 2013). Pada pasien dengan batu asam urat, kadar asam urat di dalam urinnya akan tinggi (Portis, A.J., 2001).
f. Cek darah Cek darah atau pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui masalah biokimia yang mungkin terjadi didalam tubuh. Salah satu masalah biokimia yang mungkin terlihat dalam pemeriksaan ini adalah tingginya kadar asam urat, kalsium, dll.
2.9 Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien berbeda-beda, sesuai dengan ukuran serta letak batu berada. Berikut adalah penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk klien dengan batu saluran kemih, antara lain: 2.9.1 Terapi konservasi Terapi ini merupakan terapi yang dilakukan apabila ukuran batu < 5 mm, dapat keluar dengan sendirinya, keluhan klien yang tidak terlalu berat, tidak adanya infeksi serta tidak adanya obstruksi. Terapi ini, dilakukan dengan meningkatkan minum minimal 2 liter per hari, pemberian alfa bloker dan NSAID. Terapi ini dilakukan selama 6 minggu berturut-turut dan diobservasi apakah ada perbaikan atau tidak. Akan tetapi apabila terdapat koli berulang, ISK dan obstruksi, tindakan atau intervensi lain perlu dilakukan (IAUI, 2006). Pada saat terapi ini dilakukan Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
22
klien juga harus membatasi asupan oksalat dan natrium serta membatasi asupan protein hewani (HTA Indonesia, 2005).
2.9.2 ESWL ESWL atau extracorporeal shock wave lithotripsy adalah salah satu cara untuk menghancurkan batu dengan menggunakan gelombang kejut bertekanan tinggi yang akan melepaskan energi ketika melewati area-area yang mempunyai kepadatan akustik yang berbeda (HTA Indonesia, 2005). ESWL, dalam pelaksanaannya menggunakan alat yang disebut dengan lithotripter (U.S Departement of Health and Human Service, 2013). Tindakan ini merupakan tindakan non invasif karena menghancurkan batu dari luar tubuh. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan menghancurkan batu menjadi partikel-partikel terkecil sehingga dapat melewati ureter tanpa menyebabkan nyeri yang mengganggu (HTA Indonesia, 2005). Pada tindakan ini anestesi mungkin digunakan karena batu yang pecah akibat gelombang kejut yang dihantarkan dapat menyebabkan nyeri. Tindakan ini, dilakukan dengan posisi klien berbaring di meja dan lithotripter di dekatkan ke bagian yang terdapat batunya (U.S Departement of Health and Human Service, 2013). Tindakan ini dapat menghilangkan > 90% batu pada orang dewasa. Akan tetapi keberhasilan ini bergantung pada ukuran, lokasi, gaya hidup klien dan kemampuan alat ESWL yang digunakan. Tindakan ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakanan pada wanita hamil, perdarahan abdomen, infeksi saluran kemih tidak terkontrol dan klien yang mengalami malnutrisi ataupun kegemukan. Sedangkan komplikasi dari tindakan ini yaini pengeluaran batu dalam urin, infeksi, trauma saluran kemih (Turk, C and at all, 2011).
2.9.3 URS URS atau ureterorenoskopi adalah tindakan yang menggunakan gelombang kejut dan endoskopi untuk menghancurkan batu (IAUI, 2006). Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan alat melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk menghancurkan batu buli atau ke dalam ureter untuk menghancurkan batu ureter (Departemen Urology RSCM, 2008). Alat yang digunakan dalam penanganan Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
23
medis ini antara lain rigid scopes, flexibel scope, ataupun digital scope. Tindakan ini dilakukan pada batu yang berukuran kurang dari 1 cm yang berada di ureter, batu yang menyangkut di tengah ataupun dibagian bawah ureter (Min, C.C, 2013). Sedangkan komplikasi dari tindakan ini antara lain trauma pada mukosa saluran kemih, perdarahan, perforasi ureter, nyeri ataupun demam (Turk, C and at all, 2011). Selain itu, menurut Min, C.C, (2013) URS mungkin juga memerlukan DJ stant yang tindakannya membuka serta melebarkan ureter untuk mempermudah keluarnya pecahan batu.
DJ stant atau double J stent adalah tabung halus yang dimasukan kedalam tempat operasi. DJ stant digunakan untuk mencegah terjadinya sumbatan di dalam ureter akibat pecahan batu dan mengeluarkan pecahan batu ke kandung kemih (Ko, Raymond., 2009). Menurut Metro urology, (2008) DJ stent memungkinkan pecahan batu dapat lewat karena alat ini memungkinkan ureter berdilatasi. Selain itu, menurut Metro urology, (2008), DJ stant juga digunakan dalam perbaikan bekas luka dalam ureter, menghilangkan tumor dari dalam ureter ataupun ginjal dan menghilangkan tumor dari sekitar ureter.
DJ stant memiliki ikal di kedua ujungnya yang berfungsi untuk mencegah turunnya DJ stant ke dalam kandung kemih atau naik ke ginjal (Metro urology, 2008). Oleh karena itu, terkadang klien sering merasa ingin BAK, merasa tidak nyaman di daerah ginjal saat BAK dan terdapat darah di dalam urinnya apabila ke dua ikal ini mengiritasi saluran kemih (Ko, Raymond., 2009). Sedangkan menurut Metro urology, (2008), selain terdapat rasa tidak nyaman, terdapatnya darah dalam urin, klien dengan DJ stent juga akan mengalami peningkatan frekuensi berkemih dan rasa terbakar saat BAK. Akan tetapi menurut Ko, Raymond., (2009), gejala ini akan berkurang seiring dengan waktu dan hilang setelah DJ stent di lepas. Oleh karena itu, klien dengan terpasang DJ stant dianjurkan untuk mengkonsumsi banyak minum untuk mengurangi efek yang terjadi (Metro urology, 2008).
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
24
Lamanya DJ stant dipasang, bergantung dengan alasan alat tersebut digunakan. Metro urology., (2008) mengatakan bahwa DJ stent biasanya dipasang tidak lebih dari tiga bulan. Sedangkan menurut Ko, Raymond., (2009) DJ stent harus sudah dihapus atau dikeluarkan dalam waktu enam bulan setelah pemasangan.
Gambar 2.9.3 Ureterorenoscopy
2.9.4 PNCL PNCL atau percutaneous nephrolithotomy adalah prosedure minimal infasif yang dilakukan untuk menghilangkan batu yang berukuran > 2 cm yang berada di ginjal atau ureter bagian atas. Tindakan ini dilakukan dengan membuat lubang kedalam ginjal untuk kemudian menghancurkan batu dengan menggunakan nephroscope (Min, C.C, 2013). Tindakan ini, tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami infeksi saluran kemih yang tidak terkontrol, tumor pada daerah yang akan dituju atau dilewati, kemungkinan kangker pada ginjal dan kehamilan. Tindakan ini menggunakan posisi tengkurap dan menggunakan DJ stent sebagai terapi penyertanya agar sisa-sisa batu yang hancur dapat keluar dengan lancar. Komplikasi yang mungkin terjadi akibat prosedure ini atara lain hematuria, kebocoran urin, terdapat batu dalam urin, dan demam (Turk, C and at all, 2011).
2.10 Discharge Planning Discharge planning adalah kegiatan yang memfasilitasi pemindahan klien dari satu unit perawatan lainnya ke unit perawatan lainnya atau ke rumah (Mosby, 2009). Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2005), discharge planning Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
25
adalah suatu kebutuhan interdisiplin yang meliputi proses pengkajian kebutuhan klien mengenai perawatan di luar rumah sakit, yang dilakukan dengan kerja sama klien dan keluarga dalam mengembangkan rencana-rencana perawatan setelah pulang dari rumah sakit. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa discharge planning adalah suatu kegiatan mempersiapkan klien untuk perawatan di unit perawatan lainnya ataupun di rumah dengan melibatkan klien dan keluarga.
Discharge planning memiliki beberapa tujuan dalam pelaksanaannya. Menurut Pemila, U (2013) discharge planning dilakukan dengan tujuan meningkatkan kebersinambungan
perawatan,
peningkatan
kualitas
perawatan
dan
memaksimalkan sumber daya pelayanan kesehatan yang ada. Sedangkan Mamon, et al (1992); Leimnetzer et al (1993); Hester (1996) dalam Pemila, U (2013) menyatakan bahwa tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan kemajuan klien, membantu klien mencapai kualitas hidup yang optimal sebelum pulang dari RS, menurunkan komplikasi yang mungkin terjadi, mencegah kekambuhan serta menurunkan angka mortalitas dan morbilitas.
Penyusunan discharge planning, dilakukan dengan berbagai tahap. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penyusunan discharge planning yaitu pengkajian klien, membuat perencanaan, implementasi, evaluasi dan monitoring serta pelepasan pasien pulang (Guidelines, 2013). Penyusunan discharge planning ini, dilakukan oleh tim yang disebut dengan discharge planners. Tim ini terdiri dari berbagai tim kesehatan profesional yang salah satunya adalah perawat (Guidelines, 2013).
Hal-hal yang diinformasikan oleh perawat dalam melakukan discharge planning ini yaitu pemberian informasi mengenai intervensi medis dan non medis yang telah diberikan, jadwal kontrol, gizi yang harus dipenuhi, mendiskusikan dengan keluarga mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit klien, penanganan yang harus dilakukan jika kegawatdarutan akibat penyakitnya terjadi, serta penjelasan mengenai pengaturan konsumsi obat dan penginformasian
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
26
mengenai layanan kesehatan yang dapat digunakan pada klien jika penyakitnya kambuh (Guidelines, 2013; Pemila, U., 2013).
Perawat, selain menjelaskan mengenai faktor resiko penyakit klien biasanya diikuti dengan penjelasan cara mencegah timbulnya faktor-faktor tersebut. U.S Departement of Health and Human Service, (2013) menyatakan terdapat berbagai macam cara untuk mencegah terjadinya batu saluran kemih yaitu merubah makanan, diet, dan obat-obatan. Perubahan makanan, diet dan obat-obatan lebih spesifik sebagai perubahan dalam konsumsi air, sodium, protein hewani, kalsium, dan oksalat (U.S Departement of Health and Human Service., 2013).
Asupan cairan merupakan salah satu hal yang penting bagi tubuh. U.S Departement of Health and Human Service, (2013) menyatakan bahwa untuk menjaga kesehatan, seseorang disarankan untuk minum 2-3 liter cairan per hari. Sedangkan menurut AUA Foundation (2005), cara mencegah erbentuknya batu saluran kemih yaitu dengan meminum minimal 10-12 gelas air per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan cola sebanyak maksimal 2 gelas per hari.
Selain asupan cairan, hal selanjutnya yang memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh adalah diet. U.S Departement of Health and Human Service, (2013), menyatakan bahwa diet untuk menjagaterulangnya terbentuknya batu saluran kemih dapat dilakukan berdasarkan jenis batu yang terbentuk sebelumnya. Pada klien dengan batu kalsium oxalat, diet yang harus dilakukan adalah membatasi jumlah sodium, membatasi protein hewani seperti daging, ikan dan telur, makan-makanan yang mengandung kalsium sesuai dengan kebutuhan, batasi makan makanan tinggi oxalat seperti bayam, kacang-kacangan, gandum, terigu, teh hitam, kelapa, coklat, dll. Pada klien dengan batu kalsium phospat, diet yang dianjurkan yaitu membatasi sodium, protein hewani, dan hanya boleh makan kalsium sesuai dengan kebutuhan tubuh. Klien dengan batu asam urat, disarankan membatasi makan-makanan protein hewani (U.S Departement of Health and Human Service., 2013). Sedangkan menurut RN Adult Mrdical Surgical Nursing (2013) pencegahan kekambuhan penyakit batu pada klien dengan batu asam urat Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
27
adalah mengurangi makanan yang mengandung purin seperti organ dalam atau jeroan, unggas, ikan, makanan kaleng, sayuran hijau , wine merah, dll. Pada klien dengan batu struvite, menurut RN Adult Mrdical Surgical Nursing (2013), makanan yang harus dihindari adalah makanan yang mengandung tinggi phosfat seperti organ dalam, daging merah, kacang-kacangan, dll. Sedangkan untuk klien dengan batu cystine, diet sesuai yaitu membatasi intake protein hewani (RN Adult Mrdical Surgical Nursing., 2013).
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1 Pengkajian Keperawatan 3.1.1
Data Umum Klien
Pengkajian keperawatan dialkukan pada tanggal 27 Mei 2013 terhadap Ny T. Ny T beragama islam, berusia 38 tahun dan beliau sudah menikah. Beliau bersuku bangsa jawa dan masuk ke RS Persahabatan dengan diagnosa medis batu ureter sinistra.
3.1.2
Anemnesa
1.
Keluhan utama ketika klien datang Klien masuk di ruang rawat bedah kelas RS Persahabatan pada tanggal 27 Mei 2013 dengan keluhan nyeri pada pinggang sebelah kiri menjalar sampai perut bagian bawah sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang dirasakan klien hilang timbul dan semakin meningkat beberapa bulan terakhir. Klien mengatakan saat ini ia sudah tidak mual dan ingin muntah. Klien mengatakan ia sulit buang air kecil atau BAK, terkadang nyeri saat BAK dan terkadang beliau merasakan BAK tidak tuntas.
2.
Riwayat penyakit saat ini Klien mengeluh nyeri pada pinggang sebelah kiri yang menjalar sampai perut bagian kiri bawah sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri yang dirasakan klien hilang timbul dan semakin meningkat beberapa bulan terakhir. Nyeri yang dirasakan klien saat ini 5-6. Klien mengatakan sebelumnya mengalami mual dan ingin muntah namun saat ini sudah tidak. Klien mengatakan sulit BAK dan terkadang nyeri pada saat BAK.
3.1.3
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien mengatakan bahwa ia tidak memiliki penyakit hipertensi dan penyakit diabetes melitus. Klien juga mengatakan belum pernah di diagnosa penyakit batu saluran kemih sebelumnya. Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Beliau 28
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
29
juga mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit batu saluran kemih dan penyakit ginjal lainnya.
3.1.4 Pemeriksaan Fisik Keadaan umum klien saat ini adalah sedang dengan kesadaran kompus mentis. Klien memiliki berat badan 65 kg dengan tinggi badan 150cm. Indeks masa tubuh klien berdasarkan tinggi badan dan berat badan klien adalah 28,89. Berdasarkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan kepada klien, diketahui bahwa tekanan darah klien 110/70 mmHg, nadi 72 kali per menit, pernafasan 18 kali per menit dan suhu klien adalah 36,2o celcius.
3.1.5
Pengkajian Berdasarkan Sistem Tubuh
1.
Aktivitas atau istirahat Klien mengatakan bahwa selama ini ia bekerja sebagai pengasuh bayi. Klien mengatakan bahwa aktivitasnya sering kali terganggung karena nyeri yang ia rasakan di bagian pinggang kiri dan perut bawahnya. Klien mengatakan bahwa selama ini ia tidak pernah berolahraga karena tidak memiliki waktu dan malas. Selain itu klien mengatakan jika ia terlalu lama duduk, nyeri yang ia rasakan akan meningkat dan semakin menganggu aktivitasnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada klien diketahui bahwa kondisi umum dalam keadaan sedang dan kesadaran klien kompus mentis. Klien tidak sesak saat beraktivitas. Klien terlihat tidak memiliki masalah dalam menggerakkan tubuhnya dan tidak terdapat deformitas pada tubuhnya. Klien saat ini tidak memiliki gangguan dalam beraktivitas. Hal ini terlihat dari klien dapat berjalan-jalan, merubah posisi dan dapat melakukan berbagai aktivitas tanpa halangan.
2.
Sirkulasi Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, begitu pula dengan anggota keluarganya yang lain. Klien tidak mengalami pembengkakan Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
30
atan edema pada tubuhnya. Klien juga mengatakan tidak merasa kebas ataupun kesemutan pada ekstremitasnya. Selain itu, klien juga mengatakan bahwa ia tidak merasakan pusing ataupun merasakan lemas.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada klien diketahui bahwa tidak terdapat edema dan flebitis pada klien. Akral klien hangat, tidak pucat dan CRT kurang dari 2 detik. Selain itu, diketahui pula bahwa tidak ada varises pada klien, membran mukosa berwarna pink, bibir tidak pucat, konjungtiva tidak anemis dan sklera ikterik. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
dan
jantung pada klien
yaitu tekanan darah
110/70mmHg, nadi 72x/menit dengan pulsasi yang kuat dan teratur, serta bunyi jantung normal (S1 dan S2 +, murmur -, gallops -).
3.
Integritas ego Klien mengatakan ia sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Klien mengatakan, beberapa bulan belakangan ini, ia memiliki masalah dengan suaminya dan hal tersebut memaksa beliau untuk mencari pekerjaan untuk dapat bertahan hidup dengan anak-anaknya. Klien juga mengatakan bahwa ia sejak muda memang sulit untuk minum. Selain itu, beliau juga mengataka bahwa dirinya sering menahan buang air kecil dan beliau cukup sering minum teh manis meskipun tidak setiap hari. Klien mengatakan bahwa ia sudah pernah menjalani operasi cecar dua kali sehingga menurut beliau ia tidak terlalu khawatir dalam menjalani operasi ini.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diketahui bahwa klien terlihat tenang dan santai saat membicarakan masalah keluarganya. Selain itu, klien juga terlihat tenang dan santai saat membicarakan mengenai operasi yang akan dilakukannya. Akan tetapi klien terlihat agak diam beberapa saat setelah klien mendengarkan penjelasan prosedure operasi yang mungkin dialaminya.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
31
4.
Eliminasi Klien mengatakan bahwa ia buang air besar (BAB) tidak tentu, terkadang 2-3 hari sekali, terkadang tiap hari. Klien mengatakan, ia terakhir BAB 2 sebelum masuk rumah sakit. Klien juga mengatakan ia tidak pernah menggunakan laksatif dan konsistensi BABnya normal atau biasa, tidak cair, tidak keras.
Klien mengatakan bahwa ia terkadang mengalami kesulitan pada saat BAK dan harus sampai mengedan untuk dapat mengeluarkan urin. Akan tetapi meskipun ia mengedan, terkadang urin yang keluar hanya satu tetes meskipun ia memiliki keinginan BAK. Klien mengatakan BAK nya terkadang lancar, terkadang tersendat dan sangat sulit untuk dikeluarkan. Klien juga mengatakan ia tidak punya riwayat penyakit ginjal ataupun kandung kemih akan tetapi ia pernah mengeluarkan batu pada saat BAK. Pola BAK klien sebelum sakit 2-3x perhari, tuntas dan tidak nyeri. Sedangkan pola BAK klien saat ini 2-3x perhari, nyeri, sulit BAK dan merasa tidak tuntas.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terdapat nyeri ketuk pada pinggang bagian kiri. Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah abdomen ada. Abdomen supel, dan tidak terdapat masa. Bising usus (+), distensi kandung kemih (-). Serta terdapat bekas luka operasi cesar (+) dibagian bawah perut.
5.
Makanan atau cairan Klien mengatakan ia tidak memiliki pantangan makanan dan suka makan apa saja. Ia makan sehari 3 kali. Semenjak sakit, terkadang ia mengalami mual hingga muntah terutama jika rasa sakit di pinggang dan perutnya sedang bertambah. Klien tidak memiliki alergi baik makanan ataupun obat. Klien mengatakan ia tidak memiliki gigi palsu dan masalah dalam menelan. Beliau terakhir makan beberapa menit yang lalu dan habis. Klien mengatakan ia minum dalam sehari sekitar 2-4 gelas. Klien mengatakan Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
32
bahwa ia sejak dahulu memang jarang minum. Klien juga mengatakan ia terkadang minum teh. Akan tetapi ia tidak suka mengkonsumsi kopi.
Klien terlihat agak gemuk dan berisi. Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa klien memiliki berat badan (BB) 65 kg dan tinggi badan (TB) 150cm. Tugor kulit klien elastis. Membran mukosa klien tidak kering dan ia juga tidak memiliki edema. Klien tidak mengalami distensi vena jugularis dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Kondisi gigi dan lidah klien bersih. Bising usus (+), suara nafas vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-).
6.
Hygine Klien mengatakan ia dapat melakukan semua kegiatannya sendiri. Meskipun terkadang, ia suka terganggu dan terhambat dalam melakukan aktivitasnya dikarenakan nyeri pada pinggang dan perut yan meningkat. Klien mengatakan ia mandi dua kali sehri pagi dan sore hari.
Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa klien terlihat rapi, bersih, berpakaian sesuai. Klien tidak mengalami bau badan. Selain itu, kondisi kulit kepala dan rambut beliau bersih.
7.
Neurosensori Klien mengatakan bahwa ia tidak merasakan pusing saat ini. Serta klien juga mengatakan bahwa ia tidak memiliki rasa seperti ingin pingsan. Klien mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat stroke. Selain itu, klien juga mengatakan tidak memiliki gangguan dalam menggerakkan anggota tubuhnya. Klien mengatakan bahwa ia menggunakan kacamata minus 5 yang sudah digunakannya sejak lama. Selain itu klien mengatakan bahwa ia tidak memiliki masalah pendengaran.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diketahui bahwa klien memiliki status mental yang baik. Orientasi klien terhadap tempat, orang dan waktu Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
33
baik. Kesadaran klien CM. Klien menjawab pertanyaan yang diajukan perawat dan kooperatif. Memori saat ini dan memori masa lalu klien baik. Klien terlihat menggunakan kaca mata, tidak menggunakan kontak lens dan tidak menggunakan alat bantu dengar. Reaksi pupil klien (+) dan isokor 2/2. Klien dapat menelan dengan baik. Klien dapat menggerakkan semua bagian tubuhnya serta postur tubuh klien normal dan tidak ada paralisis.
8.
Nyeri atau ketidaknyamanan Klien mengatakan nyeri dibagian pinggang kiri dan perut bagian kiri bawah. Intensitas nyeri klien saat ini sedang (5-6). Klien mengatakan nyeri yang ia rasakan hilang timbul dan meningkat jika ia terlalu banyak duduk. Frekuensi nyeri tidak dihitung, durasi tidak tentu dan terkadang klien menghilangkan nyeri dengan mengompres menggunakan air hangat. Klien juga mengatakan terkadang nyeri pada daerah kemaluannya apabila BAK nya sedang sulit.
Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa klien meringis sesekali. Klien tidak mengerutkan muka dan klien terlihat tenang. Klien juga tidak terganggu dengan nyerinya karena ia masih dapat beraktivitas. Klien tidak mengalami penyempitan lapang pandang. Hal ini karena klien masih dapat berkonsentrasi untuk menjawab pertanyaan yang perawat ajukan.
9.
Pernafasan Klien mengatakan ia tidak mengalami batuk dan sesak saat ini. Ny T mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat penyakit TB, asma, ataupun penyakit paru-paru yang lainnya. Beliau juga mengatakan bahwa ia tidak pernah merokok.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan kepada Ny T, di ketahui bahwa pernafasan klien 18 kali per menit, pernafasan klien kedalamannya biasa dan teratur. Pergerakan dada klien simetris. Klien tidak menggunakan otot Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
34
bantu pernafasan dan cuping hidung. Bunyi nafas klien vesikuler. Klien tidak mengalami sianosis dan fungsi mentalnya baik.
10.
Keamanan Ny T mengatakan bahwa ia tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun obat. Klien mengatakan bahwa klien tidak pernah mengalami cidera atupun patah tulang dan dislokasi. Klien mengatakan ia memiliki mata minus dan menggunakan kaca mata minus 5. Klien juga mengatakan bahwa ia tidak memiliki masalah dalam hal pendengaran. Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa suhu badan klien 36,2 oC. Integritas kulitnya baik. Keadan umum klien sedang. Klien dapat berjalan normal, tonus otot normal dan tidak ada paralisis.
3.2 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada klien adalah pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada klien sebelum menjalani tindakan operasi adalah tiga pemeriksaan radiologi dan satu pemeriksaan darah lengkap. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan setelah operasi adalah satu buah pemeriksaan radiologi dan beberapa pemeriksaan darah. Tiga buah pemeriksaan radiologi yang dilakukan kepada klien sebelum operasi, yaitu pemeriksaan BNO polos, pemeriksaan foto thoraks dan pemeriksaan CT Scan Urologi atau urografi tanpa kontras.
Pemeriksaan radiologi pertama adalah pemeriksaan BNO polos. Klien menjalani foto BNO polos pada tanggal 3 mei 2013. Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa tulang-tulang rusuk klien tidak mengalami masalah, saluran pencernaan klien tidak berdilatasi dengan distributsi udara sampai ke rektum. Selain itu berdasarkan pemeriksaan ini juga diketahui bahwa terdapat bayangan opak pada projeksi pole bawah ginjal kiri dan di inferior processus transversum lumbal 4 yang diperkirakan nefrolitiasis atau ureterolitiasis.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
35
Pemeriksaan kedua yang dilakukan klien adalah pemeriksaan CT Scan tanpa kontras. Pemeriksaan ini dilakukan pada tanggal 10 mei 2013. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membandingkan dan memverifikasi kondisi klien. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, diketahui bahwa klien mengalami hidronefrosis dan hidroureter kiri. Hasil hidroureter muncul karena ukuran ureter sebelah kiri klien lebih besar bila dibandingkan dengan ureter yang berada di sebelah kanan. Sedangkan klien dikatakan mengalami hidronefrosis karena terdapat pembesaran ukuran dari kalik dan pelvis ginjal. Selain kedua hasil tersebut, klien juga dikatakan mengalami nefrolitiasis bilateral multipel dengan ureterolitiasis kiri. Hal ini karena terdapat bayangan putih pada ginjal dan ureter kiri klien yang mengindikasikan terdapat batu pada ginjal dan ureter.
Pemeriksaan terakhir yang dilakukan oleh klien adalah pemeriksaan thoraks. Pemeriksaan ini dilakukan pada tanggal 17 mei 2013. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa klien dicurigai mengalami bronkhitis dan cardiomegali atau pembesaran jantung.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh klien sebelum operasi adalah pemeriksaan darah lengkap yaitu pemeriksaan hematologi dan kimia klinik. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diketahui bahwa seluruh hasil pemeriksaan darah klien berada pada batas yang normal, yaitu leukosit 9,04 ribu/mm3, eritrosit 4,65 juta/uL, hemoglobin 13,6 g/dl, hematokrit 40%, trombosit 250 ribu/mm3, gula darah sewaktu 90mg/dl, ureum 29 mg/dl, kreatinin1,1 mg/dl dan asam urat 3,4 mg/dl.
Ketiga pemeriksaan radiologi diatas, perlu dilakukan untuk berbagai macam tujuan. Pemeriksaan pertama dan kedua dilakukan untuk menegakkan diagnosa dan memastikan penyakit yang dialami klien. Sedangkan pemeriksaan ketiga dan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dilakukan untuk mengetahui kondisi sistem pernafasan, kardiovaskular dan kondisi klien secara umum untuk keperluan operasi
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
36
3.3 Masalah Keperawatan Peri-Operatif dan Tindakan Keperawatan 3.3.1
Pre Operatif
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan diketahui bahwa pada saat ini, yaitu pada masa pre operasi klien memiliki satu buah diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang dialami klien yaitu nyeri akut berhubungan dengan obstruksi batu saluran kemih.
Diagnosa
ini muncul karena klien mengatakan bahwa ia merasa nyeri pada
pinggang kiri yang menjalar sampai ke perut kiri bagian bawah, skala nyerinya 56, nyeri hilang timbul dan meningkat jika terlalu lama duduk, lama nyeri dirasakan tidak tentu dan frekuensi nyeri tidak tahu; Klien mengatakan terkadang nyeri pada daerah kemaluannya jika BAK nya sedang sulit dan klien mengatakan pernah mengeluarkan batu saat BAK. Selain itu, diagnosa ini juga muncul akibat hasil pemeriksaan oleh perawat yaitu klien terlihat sesekali meringis, nyeri ketuk pada bagian pinggang kiri dan hasil CT urografi yang menunjukkan nefrolithiasis bilateral multiple dan ureterolotiasis kiri.
Diagnosa keperawatan ini berusaha diatasi dengan cara memberikan klien posisi dan lingkungan yang tenang dan nyaman, mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, dan distraksi, menganjurkan klien untuk mengompres bagian yang nyeri dengan air hangat serta melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda vital, intensitas, frekuensi, lokasi, lama dan penjalaran nyeri serta memantau ekspresi wajah klien, ada tidaknya keringat dingin dan kemampuan klien beristirahat. Evaluasi dari tindakan yang dilakukan diatas adalah klien mengatakan nyeri dibagian pinggang sebelah kiri dan perut kiri bawah masih dirasakan, tingkat nyeri 4-5, nyeri hampir selalu ada, nyeri mernyebar dari pinggang ke perut kiri bawah serta saat ini klien mengatakan lebih nyaman. Sedangkan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan perawat yaitu TD 100/70 mmHg, N 72x/menit, RR 18x/menit dan T klien 36,2oC serta klien melakukan tarik nafas dalam yang diajarkan.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
37
Selain melakukan tindakan diatas, mahasiswa juga menjelaskan mengenai prosedur operasi yang akan dilakukan kepada klien. Penjelasan yang diberikan mahasiswa kepada klien mencakup prosedure operasi URS, jenis anastesi yang digunakan, efek setelah operasi, dan hal-hal yang perlu diperhatiakan setelah prosedur operasi. Mahasiswa memberikan penjelasan kepada klien dengan menggunakan bahasa yang sederhana sehingga klien dapat memahami informasi yang diberikan mahasiswa. Mahasiswa menjelaskan bahwa nanti malam klien akan berpuasa sebagai salah satu cara untuk mencegah terjadinya aspirasi atau tersedak pada klien. Selain itu, mahasiswa juga menjelaskan bahwa besok klien akan dianastesi spinal yang kemudian akan menyebabkan kaki menjadi kebas dan lama-lama tidak dapat digerakkan. Kemudian setelah itu dari alat kelamin klien akan dimasukkan alat untuk menghancurkan batu yang berada di ureter. Setelah operasi, klien akan merasa baal pada tubuh bagian bawah yang nantinya akan perlahan-lahan kembali seperti semula. Setelah operasi klien juga harus memperhatikan hal-hal yang harus dilakukan setelah operasi, yakni klien harus meningkatkan intake cairan minimal 2 liter per hari, selain itu, pada 6-8 jam pertama klien belum diperbolehkan untuk bangun dari tempat tidur. Evaluasi dari tindakan yang dilakukan antara lain klien mengatakan lebih memahami prosedure operasi yang akan dilakukan serta tanda-tanda vitalnya berada dalam batas normal.
3.3.2 Intra Operatif Perawatan intra operatif adalah perawatan yang dimulai sejak klien masuk ke ruang untuk operasi hingga klien keluar dari ruang pemulihan. Pada saat berada di dalam ruang operasi, klien terlebih dahulu di letakkan di ruang tunggu operasai sampai ruang operasi klien siap digunakan. Setelah itu, klien dimasukkan ke dalam ruang operasi dan dibius dengan menggunakan anastesi spinal. Klien di tanya dan diobservasi mengenai kemajuan pembiusan. Selanjutnya ketika dokter sudah yakin bahwa obat biusnya sudah bekerja yaitu ketika kaki klien sudah sangat berat untuk digerakkan, klien dilakukan disinfektan menggunakan betadin dan kemudian dilakukan dressing. Setelah itu, alat ureteroskopi dimasukkan untuk melihat dan mencari posisi batu saluran kemih klien kemudian setelah batu ditemukan dokter Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
38
menghancurkannya dengan alat yang menggunakan gelombang kejut. Setelah menghancurkan batu, dokter mengeluarkan alat ureteroskopi untuk mempermudah batu-batu yang telah dihancurkan sebelumnya keluar. Kemudian dokter mengulangi prosedure ini beberapa kali. Ketika dirasa serpihan-serpihan batu sudah sangat kecil, kemudian dokter memasang DJ Stent pada Ny T dan memasang kateter pada akhirnya. Setelah klien selesai di operasi, klien selanjutnya dibawa ke ruang pemulihan untuk di pantau kondisi dan dibawa kembali keruangan jika kondisinya stabil.
Pada tahap ini, diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny T adalah resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan obat buis pada klien. Diagnosa ini muncul karena dilakukan pembiusan spinal kepada klien yang mengakibatkan tidak dapat bergeraknya tubuh bagian bawah klien. Diagnosa ini kemudian dilakukan implementasi guna mencegah terjadinya diagnosa keperawatan ini. Implementasi untuk diagnosa ini yang dilakukan oleh mahasiswa antara lain memasang restrain pada klien, memastikan posisi tempat tidur klien terkunci dan meningkatkan pengawasan pada klien. Sedangkan hasil evaluasi dari tindakan ini yaitu klien tidak terjatuh.
3.3.3
Post Operatif
Perawatan post operatif adalah perawatan yang dimulai semenjak klien keluar dari ruang pemulihan hingga klien pulang. Pada Ny T, diagnosa keperawatan yang muncul pada masa ini adalah nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan pemasangan DJ Stant kiri, hipertermi berhubungan dengan tauma pasca operasi URS dan resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
Diagnosa keperawatan utama pada masa ini adalah nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan pemasangan DJ Stant kiri. Diagnosa ini muncul karena klien mengatakan nyeri pada bagian perut kiri bawah dengan skala nyeri 5, nyeri hilang timbul dan tidak nyeri saat BAK. Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh mahasiswa diketahui bahwa klien post operasi URS dan Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
39
pemasangan DJ Stant kiri H+1, klien terlihat meringis dan membatasi gerak. Mahasiswa untuk mengatasi masalah tersebut kemudian melakukan beberapa implementasi keperawatan yaitu mengkaji intensitas, lokasi, lama dan tempat/area serta penjalaran dari nyeri, mengkaji ada tidaknya keringat dingin, tidak dapat istirahat dan ekspresi wajah klien, mengkaji TTV, memberikan posisi dan lingkungan yang tenang dan nyaman, memotivasi klien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam, distraksi serta guide imagine dan berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat penghilang rasa sakit, yaitu keterolak 30mg. Evaluasi akhir dari diagnosa keperawatan ini adalah rasa nyeri yang dirasakan klien berkurang menjadi 1-2, nyeri dirasakan ada di perut bagian bawah dan tidak menyebar, nyeri hilang timbul, frekuensi jarang dan durasi tak menentu. Selain itu klien juga mengatakan bahwa nyeri tidak terasa apabila ia berjalan. Selain iti, berdasarkan hasil pemeriksaan klien di dapatkan bahwa TTV klien dalam batas normal (TD 120/70 mmHg, N 68x/menit, dan suhu 36,6oC), klien tidak meringis, klien tidak mengalami keringat dingin dan klien sudah berjalan-jalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa masalah nyeri klien teratasi.
Diagnosa keperawatan selanjutnya adalah hipertermi berhubungan dengan tauma pasca operasi URS. Diagnosa ini muncul ditandai dengan keluhan demam dari klien, klien teraba panas, suhu badan klien 37,8oC dan post op URS dan pemasangan DJ Stant. Oleh karena itu, mahasiswa untuk mengatasi masalah ini melakukan pengkaji penyebab demam, memantau TTV, menganjurkan klien banyak minum minimal 2 liter, menganjurkan keluarga unuk mengkompres klien dengan kompres air hangat, memberikan pakaian yang tipis untuk klien, memantau status hidrasi klien (tugor kulit, membran mukosa), memantau ada tidaknya kejang, memantau perubahan warna kulit serta melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian PCT 500mg. Hasil evaluasi dari implementasi yang dilakukan kepada Ny T adalah suhu badan klien kembali normal 36,7oC, TD dan nadi normal (110/70 mmHg, 75x/menit), klien tidak mengalami kejang, klien tidak mengalami dehidrasi dan kesadaran klien CM.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
40
Diagnosa keperawatan klien yang terakhir adalah resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. Diagnosa ini muncul karena klien mengalami demam, suhu badan klien 37,8oC, selain itu klien terlihat lemas dan lemah. Implementasi yang dilakukan mahasiswa untuk mangatasi masalah klien antara lain mengobservasi TTV klien, mengukur intake dan output, mengobservasi warna urine, menganjurkan klien banyak minum, memantau tanda-tanda dehidrasi (kesadaran, tugor kulit, akral), memantau keadaan umum klien dan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan intravena NaCl: D5% = 2:1. Hasil dari implementasi ini adalah masalah tidak terjadi yang ditandai dengan TTV klien normal ( TD 110/70 mmHg, N 75x/menit, T 36,7oC), kesadaran klien CM, klien tidak mengalami dehidrasi, keseimbangan cairan klien + dan jumlah urin klien normal.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
BAB 4 ANALISIS SITUASI 4.1 Profil Lahan Praktek Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan atau yang biasa disingkat RSUP Persahabatan merupakan rumah sakit umum pemerintah kelas A yang terdapat di daerah Jakarta Timur. RSUP Persahabatan merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional untuk masalah kesehatan respirasi. Rumah sakit ini dibangun sejak tahun 1960an dan terbentuk berdasarkan hubungan bilateral pemerintahan Negara Indonesia dan Rusia. RSUP Persahabatan memiliki visi menjadi rumah sakit terdepan dalam menyehatkan masyarakat dengan unggilan kesehatan respirasi kelas dunia dan misi sebagai penyelenggara pelayanan, pendidikan dan penelitian dalam bidang kesehatan secara profesional dan berorientasi kepada pasien. Moto dari rumah sakit ini adalah melayani secara bersahabat (RSUP Persahabatan, 2013).
RSUP Persahabatan memiliki kapasitas enam ratus tempat tidur yang terbagia kedalam enam instalasi yang salah satunya adalah IRIN A, tempat dimana ruang Anggrek Tengah A atau yang biasa dikenal dengan Bedah Kelas berada. Ruang Bedah Kelas merupakan ruang rawat kelas tiga. Ruangan ini terdiri atas tiga puluh dua tempat tidur yang terbagi dalam sebelas kamar rawat, sepuluh kamar rawat biasa dan satu kamar rawat isolasi. Kamar rawat biasa terdiri dari tiga buah tempat tidur. Sedangkan kamar rawat isolasi berisi dua buah tempat tidur.
Ruang bedah kelas memiliki satu orang kepala ruangan dan dua orang katim serta tiga belas perawat pelaksana. Jumlah tenaga keperawatan yang berpendidikan Ners di bedah kelas ada dua orang, berpendidikan sarjana keperawatan tiga orang, dan berpendidikan D3 ada sebelas orang. Selain perawat, di bedah kelas juga terdapat tenaga kerja non keperawatan yaitu pekarya yang berjumlah dua orang dan cleaning service berjumlah tiga orang.
41
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
42
Peta Ruang Bedah Kelas
4.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP Dan Konsep Kasus Terkait Urolitiasis merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna di dunia ataupun di indonesia. U.S Departement of Health and Human Service (2013) mengatakan bahwa batu ginjal merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi dalam saluran urinaria. Sedangkan IAUI (2006) menyatakan di indonesia, batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang memiliki jumlah pasien terbesar di klinik urologi.
Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah suatu kondisi dimana terdapat kalkuli atau batu di traktus urinarius (Brunner dan Suddarth, 2005). Urolitiasis dapat terjadi karena pengaruh faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, genetik dan kelainan anatomis tubuh serta faktor ekstrinsik antara lain kondisi geografis, iklim dan temperatur tempat tinggal, asupan air, diet tinggi protein, purin, kalsium, dan oksalat, obat-obatan, pekerjaan, dan infeksi (Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013).
Pada kasus Ny T, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya batu ureter pada dirinya. Faktor yang pertama adalah usia. Ny T berusia 38 tahun. Berdasarkan usia, Ny T tergolong kedalam kelompok usia produktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusuf A dan Evo, E (2013) yang menyatakan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kelompok usia produktif. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan pernyataan Thomas B and James H, (2005) yang menyatakan bahwa penyakit ini menyerang 1-5% populasi di negara berkembang dengan kejadian tertinggi terjadi pada klien berusia 20- 50 tahun. Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
43
Faktor kedua yang mempengaruhi terjadi penyakit batu ureter pada klien adalah faktor geografis, cuaca dan iklim. Ny T tinggal di Indonesia khususnya di jakarta yang cuaca dan iklimnya cenderung panas. Sehingga lebih banyak memiliki kemungkinan untuk mengalami batu saluran kemih. Sebab jumlah air yang dikonsumsi lebih sedikit yang dikeluarkan melalui urin. Hal ini serupa dengan pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) yang menyatakan bahwa ilkim dan cuaca yang panas menyebabkan tubuh lebih banyak mengeluarkan keringat bila dibandingkan dengan urin.
Faktor ketiga yang mempengaruhi terjadinya urolotiasis pada klien adalah asupan air. Ny T mengatakan, dalam sehari ia hanya minum 2-4 gelas sehari. Selain itu, beliau juga terkadang mengkonsumsi teh. Kurangnya konsumsi minum dan konsumsi teh dapat menyebabkan sedikitnya zat pelarut dan meningkatkan zat terlarut dalam urin sehingga urin menjadi kental dan pekat. Hal ini serupa dengan pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) dan Brunner dan Suddarth (2005), yang menyatakan kurang minum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu saluran kemih karena kurangnya minum menyebabkan zat terlarut yang berada didalam tubuh lebih banyak bila dibandingkan cairan di dalam tubuh dan hal ini berimbas pada proses penghasilan urin, dimana urin yang dihasilkan menjadi pekat.
Faktor selanjutnya yang berperan dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada Ny T adalah diet. Ny T mengatakan bahwa ia makan apa saja. Beliau juga mengatakan ia tidak memiliki pantangan makan terhadap apapun. Hal ini berarti bahwa klien tidak membatasi asupan protein, kalsium, purin ataupun oksalat. Padahal menurut Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, (2011) diet tinggi protein, tinggi kalsium, tinggi purin, dan tinggi oksalat dapat menyebabkan pembentukan batu saluran kemih. Oleh karena itu mungkin saja diet menjadi salah satu penyebab dari terbentuknya batu saluran kemih pada Ny T.
Faktor kelima yang mungkin menyebabkan batu saluran kemih pada klien adalah aktivitas. Ny T mengatakan bahwa sehari-hari ia bekerja sebagai pengasuh bayi. Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
44
Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa ia jarang berolah raga baik karena sibuk ataupun karena malas. Kurangnya aktivitas inilah yang kemudian dapat menyebabkan batu saluran kemih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) yang mengatakan bahwa kurang aktivitas dapat menyebabkan batu saluran kemih.
Faktor terakhir yang mungkin menyebabkan terbentuknya batu pada saluran kemih Ny T adalah infeksi. Pada wanita, infeksi saluran kemih merupakan hal yang lebih sering terjadi bila dibandingkan pada laki-laki. Hal ini karena menurut Sloane, E, (2005), ukuran uretra wanita lebih pendek bila dibandingkan dengan uretra laki-laki, dimana pada perempuan berukuran 3,75cm sedangkan pada pria 20cm. Lebih banyaknya terjadinya infeksi pada saluran kemih wanita juga sesuai dengan pernyataan Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) yang menyatakan bahwa batu struvit lebih banyak terjadi pada wanita bila dibandingkan dengan laki-laki. Oleh karena itu, infeksi mungkin saja menjadi salah satu faktor terjadinya batu saluran kemih pada Ny T.
Tanda dan gejala yang mungkin dialami oleh klien batu saluran kemih adalah nyeri, demam atau menggigil, sulit atau tidak dapat BAK, mual dan muntah, diare, dan BAK berdarah (Brunner dan Suddarth, 2005). Pada Ny T, tidak semua tanda dan gejala ini muncul. Tanda gejala yang terjadi pada Ny T antara lain nyeri pada pinggang kiri belakang yang menjalar sampai dengan perut kiri depan bagian bawah, sulit BAK serta mual dan muntah.
Sulit BAK pada klien dengan batu saluran kemih menurut Brunner dan Suddarth, (2005) terjadi karena batu menutupi ataupun menghambat aliran urin untuk dapat keluar dari tubuh sehingga jumlah urin yang keluar lebih sedikit. Sedangkan nyeri pada kostovertebrata dan menyebar ke perut dan kandung kemih pada perempuan menandakan batu berada di ureter. Sedangkan mual dan muntah pada klien terjadi karena terdapat batu pada ginjal klien yang memicu refleks renointestinal (Brunner dan Suddarth, 2005). Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan BNO polos dan CT Scan Urologi yang dilakukan kepada klien yang menyatakan bahwa Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
45
klien mengalami nefrolitiasis atau batu ginjal dan ureterolitiasis atau batu pada ureter.
Pada Ny T, intervensi medis yang dilakukan untuk mengatasi penyakit yang ia alami adalah URS. Menurut Turk, C and at all, (2011) metode ini merupakan metode minimal invasif yang memiliki komplikasi trauma pada mukosa saluran kemih, perdarahan, perforasi ureter, nyeri ataupun demam. Dimana pada klien, komplikasi yang muncul adalah trauma pada membran mukosa dan demam. Selain itu Min, C.C, (2013) menyatakan bahwa pada metode ini mungkin diperlukan pemasangan DJ stant untuk mempermudah keluarnya pecahan batu. Hal ini pun ditemukan dalam hasil BNO polos post operasi yang menunjukkan terdapat DJ stand pada ureter kiri klien
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait Pada klien dengan batu saluran kemih, intervensi yang wajib dilakukan oleh perawat adalah discharge planning. Hal ini karena menurut Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) sekitar 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami kekambuhan dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun. Oleh karena itu, discharge planning menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan pada klien dengan masalah batu saluran kemih.
Discharge planning adalah kegiatan yang memfasilitasi pemindahan klien dari satu unit perawatan lainnya ke unit perawatan lainnya atau ke rumah (Mosby, 2009). Discharge planning memiliki berbagai tujuan dalam pelaksanaannya. Menurut Mamon, et al (1992); Leimnetzer et al (1993); Hester (1996) dalam Pemila, U (2013) tujuan dilakukannya discharge planning adalah untuk meningkatkan kemajuan klien, membantu klien mencapai kualitas hidup yang optimal sebelum pulang dari RS, menurunkan komplikasi yang mungkin terjadi, mencegah kekambuhan serta menurunkan angka mortalitas dan morbilitas.
Perawat, dalam melakukan discharge planning harus melakukan beberapa tahap penyusunan discharge planning yaitu pengkajian klien, membuat perencanaan, Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
46
implementasi, evaluasi dan monitoring serta pelepasan pasien pulang (Guidelines, 2013). Setelah itu, perawat mengimplementasikannya dengan memberikan informasi mengenai intervensi medis dan non medis yang telah diberikan kepada klien, jadwal kontrol, gizi yang harus dipenuhi, mendiskusikan dengan keluarga mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit klien, penanganan yang harus dilakukan jika kegawatdarutan akibat penyakitnya terjadi, serta penjelasan mengenai pengaturan konsumsi obat dan penginformasian mengenai layanan kesehatan yang dapat digunakan pada klien jika penyakitnya kambuh (Guidelines, 2013; Pemila, U., 2013).
Pada kasus Ny T, discharge planning mulai dilakukan sejak klien masuk ke ruang rawat bedah. Discharge planning yang pertama kali diberikan kepada klien adalah mendiskusikan kepada keluarga dan klien mengenai penyebab dari terjadinya batu saluran kemih pada klien. Setelah mendiskusikan mengenai penyebab dari terjadinya batu saluran kemih yang menurut klien dan keluarga adalah kurang minum dan kurangnya aktivitas, mahasiswa menjelaskan mengenai prosedure operasi yang akan klien jalani. Kemudian discharge planning kembali diberikan setelah klien keluar dari ruang operasi yaitu menganjurkan klien untuk minum minimal 10-12 gelas air per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan cola sebanyak maksimal 2 gelas per hari (AUA Foundation, 2005). Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pemekatan urin yang merupakan salah satu penyebab dari terjadi batu saluran kemih dan mempermudah keluarnya serpihanserpihan batu yang mungkin masih terdapat di dalam saluran kemih klien.
Satu hari sebelum klien pulang, klien dan keluarga kembali diberikan penjelasan mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit klien, yaitu kurang minum, kurang aktivitas, konsumsi tinggi kalsium, purin, protein, dan tinggi oksalat, penggunaan obat-obatan seperti obat tinggi kalsium dan lainnya serta infeksi pada saluran kemih (Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013). Mahasiswa juga menjelaskan kepada klien dan keluarga mengenai tanda-tanda kekambuhan dari penyakitnya yaitu nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah dengan mual dan muntah Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
47
ataupun tidak, demam atau mengigil, sulit BAK atau bahkan tidak dapat BAK sama sekali, diare, dan atau BAK berdarah (Brunner dan Suddarth., 2005). Selain itu, mahasiswa juga menjelaskan klien harus segera pergi ke rumah sakit jika nyeri yang sangat terjadi dan atau tidak dapat BAK. Sedangkan pada hari saat pasien pulang, mahasiswa memberikan resume keperawatan klien, memberi tahu waktu kontrol klien, menjelaskan mengenai pengaturan konsumsi obat, mengingatkan kembali faktor resiko penyakit klien dan cara pencegahannya serta mengingatkan kembali kapan harus segera kembali kerumah sakit.
Evaluasi dari tindakan yang dilakukan ini adalah klien mengatakan lebih mengetahui mengenai kondisinya. Klien juga mengatakan senang karena diberikan penjelasan. Klien dan juga mengatakan akan minum minimal 2 liter perhari, tidak akan menahan BAK, akan mencoba berolahraga tiap minggunya dan akan mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium, tinggi purin, tinggi protein dan tinggi oksalat. Klien juga mengatakan akan minum obat sesuai dengan aturan dan melakukan kontrol sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan.
4.4 Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan Peningkatan pengetahuan perawat mengenai pentingnya discharge planning perlu dilakukan oleh perawat dan pihak rumah sakit. Hal ini karena discharge planning merupakan hal yang penting untuk mempertahankan kondisi klien di kondisi kesehatan yang optimal. Sampai saat ini, pelaksanaan discharge planning di rumah sakit belum optimal. Hal ini karena discharge planning yang berada di rumah sakit, hanya tertulis di kertas tanpa menjelaskan lebih detail mengenai kondisi klien dan informasi-informasi yang dibutuhkan klien untuk tetap sehat. Oleh karena itu, dirasakan perlu untuk mengadakan pelatihan mengenai cara menyusun dan melakukan discharge planning yang baik dan benar. Sehingga angka kekambuhan penyakit batu saluran kemih klien dapat berkurang
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari karya ilmiah ini adalah: 1. Tanda dan gejala yang mucul pada Ny T adalah nyeri pada pinggang kiri belakang yang menjalar sampai dengan perut kiri depan bagian bawah, sulit BAK serta mual dan muntah 2. Faktor resiko penyebab batu saluran kemih pada Ny T adalah usia, geografis, cuaca dan iklim, kurang minum, diet tinggi protein, tinggi kalsium, tinggi purin, dan tinggi oksalat, kurangnya aktivitas, dan infeksi. 3. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny T adalah pre operatif: nyeri akut berhubungan dengan obstruksi batu saluran kemih; Intra operatif: resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan obat buis pada klien; Post operatif: nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan pemasangan DJ Stant kiri, hipertermi berhubungan dengan tauma pasca operasi URS dan resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. 4.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada Ny T yaitu pemeriksaan radiologi berupa pemeriksaan BNO polos, pemeriksaan foto thoraks dan pemeriksaan CT Scan Urologi atau urografi tanpa kontras, dan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan darah lengkap.
5. Tindakan medis yang dilakukan kepada klien adalah operasi minimal invasif yaitu URS atau ureterorenoskopi dengan pemasangan DJ Stant. 6. Discharge planning Ny T yaitu intervensi medis yang dilakukan adalah URS; jadwal kontrol tanggal 3 Juni 2013; faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit klien, yaitu minum kurang dari 2 liter per hari, kurang aktivitas, kebiasaan menahan BAK, konsumsi tinggi kalsium, purin, protein, dan tinggi oksalat, penggunaan obat-obatan seperti obat tinggi kalsium dan lainnya serta infeksi pada saluran kemih; tanda-tanda kekambuhan dari penyakitnya yaitu nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah dengan mual dan muntah ataupun tidak, demam atau mengigil, sulit BAK atau bahkan 48
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
49
tidak dapat BAK sama sekali, diare, dan atau BAK berdarah; serta kembali segera jika nyeri sangat dan tidak dapat BAK.
5.2. Saran Berikut adalah beberapa saran yang direkomendasikan oleh penulis, yaitu: 1.
Membuat buku ataupun acuan discharge planning untuk memudahkan perawat melakukan discharge planning
2.
Mengadakan pelatihan mengenai penyusunan dan pelaksanaan discharge planning
3.
Melakukan pengawasan dan supervisi terhadap pelaksaan discharge planning pada klien
4.
Membuat asuhan keperawatan sesuai dengan masalah yang dimiliki klien
5.
Membuat
acuan
atau
buku sederhana untuk
memudahkan
asuhan
keperawatan pada klien 6.
Dapat menjadi masukan bagi rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi klien dengan urolitiasi
7.
Dapat dijadikan data dasar dan pengembangan ide untuk penelitian yang selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada klien urolitiasis
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
Aaa. (2010). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Retrieved from http://med.unhas.ac.id /fkuhanatomi/index.php?option=com_content&view=article&id=52:ilmukesehatan-masyarakat&catid =1:latest-news. Diunduh tanggal 27 Juni 2008, pukul 18.00. AUA Foundation. (2005). Kidney Stones. Retrieved from www.UrologyHealth. org. Diunduh tanggal 28 Juni 2013, pukul 18.00. Bartoletti R dan Tommaso C. Surgical Approach To Urolithiasis: The State Of Art. Clinical Cases in Mineral and Bone Metabolism 2008; 5(2): 142-144. Brunner dan Suddarth. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Colella J, Eileen K, Bernadette G dan Ravi M. (2005). Urolithiasis/ Nephrolithiasis:What's It All About?. Retrieved from http://www.medscape. com/viewarticle/521366. Diunduh tanggal 25 Juni 2013, pukul 19.00. Departemen Urology RSCM (2008). Klinik Batu. Retrieved from http://urologirscm.com/? page=content.view&alias=klinik_unggulan_klinik_batu. Diunduh tanggal 26 Juni 2013, pukul 16.00. Depkes. (1996). Pedoman Pemantauan Penilaian Program Perawatan Kesehatan Masyarakat. Depkes: Jakarta. Depkes. (2004). Sistem Kesehatan Nasional. Retrieved from http://dinkes. bantulkab.go.id/documents/20090721100343-skn-2004.pdf. Diunduh tanggl 26 Juni 2013, pukul 18.00. Dewi, D dan Anak Agung, N S. Profil Analisis Batu Saluran Kencing Di Instalasi Laboratorium Klinik Rsup Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 8 Nomor 3 September 2007. Fitriwati, L (2004). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Individu: Analisis Data Susenas 1995 dan 2001. Retrieved from http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes /libri2/detail.jsp?id=80516. Diunduh tanggal 27 Juli 2013, pukul 22.00.
50
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
51
Guidelines. (2013). 29.Guidelines On Discharge Planning. Retrieved from http://uzweb.uz.ac.zw/medicine/epidemiology/pdfs/guidelines/29.pdf. Diunduh tanggal 28 Juni 2008, pukul 18.00. HTA Indonesia. (2005). Penggunaan Extracorporeal Shockwave Lithotripsy pada Batu Saluran Kemih. Retrieved from http://buk.depkes.go.id. Diunduh tangaal 25 Juni 2013, pukul 19.00. IAUI. (2006). Batu Saluran Kemih. Retrieved from www.iaui.or.id/ast/file/batu saluran _kemih.doc. Diunduh tanggal 28 Juni 2008, pukul 20.00. Ko, Raymond. (2009). Kidney Stone Clinic. Retrieved from http://www.kidney stoneclinic.com.au/pdf/urinary-tract-double-j-stent.pdf. Diunduh 8 Juli 2013, pukul 22.00. Krisna Dwi, N. P. Faktor Resiko Kejadian Penyakit Batu Ginjal Di Wilayah Kerja Puskesmas Margasari Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat. KESMAS 7(1) (2011) 57-68. Lotan Y, P. Economics of Stone Management. EAU Update Series 2005; 3(1):5160. Metro urology. (2008). Double J Stent Instructions. Retrieved from http://www. Metro-urology.com/wpcontent/uploads/pdf/Procedures/Double%20J% 20Stent%20 Instructions.pdf. Diunduh 8 Juli 2013, pukul 22.00. Min, C.C. (2013). Urinary Stone. Retrieved from http://ccmurology.com/disease /urinary_stones.php. Diunduh tanggal 24 Juni 2013, pukul 21.00. Mosby. (2009). Discharge Planning. Retrieved from http://medical-dictionary. thefreedictionary.com/discharge+planning+1. Diunduh 4 Juli 2013, pukul 15.00. Nindyasari D. (2008). Gaya Hidup Remaja yang Melakukan Clubbing. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Pemila, U (2013). Konsep Discharge Planning. Retrieved from www.fik.ui.ac.id %2Fpkko%2Ffiles%2FKONSEP%2520DISCHARGE%2520PLANNING. doc. Diunduh 2 Juli 2013, pukul 19.00. Portis, A.J and Chandru P.S. Diagnosis And Initial Management Of Kidney Stones. American Family Physician, 2001, volume 63 number 7. Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
52
RN Adult Mrdical Surgical Nursing. (2013). Nursing care of cliens with renal disoder,
chapter
70.
Diunduh
di
http://www.atitesting.com/ati
nextgen/FocusedReview/data/datacontext/RM%20AMS%20RN%208.0%20 Chp%2070.pdf. Diunduh 2 Juli 2013, pukul 15.00. RSUP Persahabatan (2013). Profil RSUP Persahabatan. Retrieved from http:/ /rsuppersahabatan.co.id/index.php/page/profil-rsup-persahabatan.
Diunduh
tanggal 28 Juni 2008, pukul 20.00. Sjamsuhidajat, R dan Wim De Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC Sloane, E. (2005). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC Sutisna. (2005). Perilaku Konsumen Dan Komunikasi Pemasaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. Thomas B and James H. Urolithiasis. Journal Surgery (2005) 23: 4. Turk, C and at all. (2011). Guidelines on Urolithiasis. Retrieved from http://www.uroweb.org/guidelines/online-guidelines. Diunduh tanggal 26 Juni 2013, pukul 16.00. U.S Departement of Health and Human Service (2013). Kidney Stone Adults. Retrieved from www.kidney.niddk.nih.gov. Diunduh tanggl 28 Juni 2013, pukul 18.00. Yusuf A dan Evo, E. (2013). Blik Genoitourinary System. Retrieved from http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000119-genitourinary-system/gus 156_slide_blok_genitourinary_system.pdf. Diunduh tanggal 28 Juni 2013, pukul 16.00.
Universitas Indonesia
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra
Lampiran 1
Pre Operasi Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan
Nyeri akut bd obstruksi batu saluran
Tujuan:
Mandiri:
kemih
Mengurangi nyeri
-
Ditandai dengan:
Kaji intensitas, lokasi, lama dan
Rasional
-
Peningkatan nyeri adalah
tempat/area serta penjalaran dari nyeri.
indikatif dari infeksi saluran
DO:
Kriteria evaluasi:
kemih atau obstruksi yang
Klien terlihat sesekali meringis
Setelah dialkukan intervensi
terjadi
Nyeri pukul pada bagian pinggang kiri
keperawatan selama 2x24 jam:
Hasil CT urografi nefrolithiasis bilateral
-
Kaji adanya keringat dingin, tidak dapat istirahat dan ekspresi wajah.
Tingkat nyeri berkurang
-
Kemungkinan salah satu tanda shock
menjadi 2-3
multiple dengan ureterolotiasis kiri DS:
Klien tampak rileks,
Klien mengatakan ia merasa nyeri pada
TTV dalam batas normal
-
Kaji TTV -
TTV menggambarkan kondisi kenyamanan klien
pinggang kiri yang menjalar sampai ke purut kiri bagian bawah, skala nyeri 5-
-
Berikan posisi dan lingkungan yang tenang dan nyaman.
6, nyeri hilang timbul dan meningkat
-
Posisi dan lingkungan yang
jika terlalu lama duduk, lama nyeri
nyaman dapat memberikan
dirasakan tidak tentu dan frekuensi
kenyamanan bagi klien
nyeri tidak tahu.
-
Ajarkan teknik relaksasi, teknik distraksi serta guide imagine
Klien mengatakan terkadang nyeri pada
-
Membatu merelakskan klien sehingga nyeri berkurang
daerah kemaluannya jika BAK nya sedang sulit Klien mengatakan pernah mengeluarkan batu saat BAK
-
Lakukan atau anjurkan klien untuk
-
Pijatan pada punggung dan
memijat bagian punggung dan pinggang
pinggang dapat merelakskan
untuk meningkatkan kenyamanan
otot yang tegang sehingga
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra
Lampiran 1 nyeri dapat berkurang.
-
Lakukan kompres air hangat atau
-
Kompres air hangat dapat
berendam air hangat pada bagian
melemaskan otot yang tegang
panggul
akibat nyeri
Kolaborasi: -
Pemberian obat-obatan Analgetic,
-
Analgetik memblok lintasan
Narkotic atau Anti Spasmodic.
nyeri sehingga mengurangi nyeri/kolik yang berlebihan
Intra Operatif Diagnosa Keperawatan Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan obat buis pada klien
Tujuan/Kriteria Tujuan:
Rencana Tindakan
Rasional
Mandiri:
Klien tidak terjatuh
- Memasang restrain pada klien
-
Restrain dapat menahan posisi klien
Ditandai dengan:
Setelah dilakukan tindakan
DO:
Klien dibius spinal
dapat digerakkan
-
-
Mencegah pergerakan tempat tidur saat proses pemindahan
Posisi klien tetap diatas meja operasi
Klien mengatakan kakinya tidak
- Pastikan posisi tempat tidur klien terkunci
keperawatan 1x45 menit: -
DS:
Kriteria Hasil:
klien dilakukan - Tingkatkan pengawasan pada klien
Tidak terdapat luka akibat terjatuh
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
-
Memantau kondisi klien
Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra
Lampiran 1
Post operatif Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan
Nyeri akut berhubungan dengan post
Tujuan:
Mandiri:
operasi URS dan pemasangan DJ Stant
Mengurangi nyeri
-
kiri
Kaji intensitas, lokasi, lama dan
Rasional
-
tempat/area serta penjalaran dari nyeri.
indikatif dari infeksi saluran
Kriteria evaluasi: Ditandai dengan:
Setelah dialkukan intervensi
DO:
keperawatan selama 2x24 jam:
Klien terlihat meringis
Klien terlihat membatasi gerak
Post operasi URS dan
Klien tampak rileks,
pemasangan DJ Stant kiri
TTV dalam batas normal
kemih -
Kaji adanya keringat dingin, tidak dapat istirahat dan ekspresi wajah.
-
Kaji TTV -
TTV menggambarkan kondisi kenyamanan klien
Berikan posisi dan lingkungan yang tenang dan nyaman.
DS:
-
Posisi dan lingkungan yang
Klien mengatakan nyeri pada
nyaman dapat memberikan
bagian perut kiri bawah dengan
kenyamanan bagi klien
skala nyeri 5, nyeri hilang timbul.
Kemungkinan salah satu tanda shock
-
Tingkat nyeri berkurang menjadi 2-3
Peningkatan nyeri adalah
-
Ajarkan teknik relaksasi, teknik distraksi serta guide imagine
Klien mengatakan tidak nyeri
-
Membatu merelakskan klien sehingga nyeri berkurang
saat BAK Kolaborasi: -
Pemberian obat-obatan Analgetic, Narkotic atau Anti Spasmodic.
-
Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri/kolik yang berlebihan
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra Hipertermi berhubungan dengan tauma
Tujuan:
Mandiri:
pasca operasi URS
Suhu badan kembali normal
-
Kaji penyebab demam
Lampiran 1
-
Mengetahui penyebab demam dapat membantu mencari
Ditandai dengan:
Kriteria evaluasi:
DO:
Setelah dialkukan intervensi
Klien teraba panas
Suhu badan klien 37,8oC
keperawatan selama 3x24 jam: -
Suhu badan klien 36,5-
Klien mengatakan demam
-
Pantau TTV
Memantau ststus hemodinamik klien
37,5 C -
Badan klien tidak teraba panas
DS:
-
o
Post op URS dan pemasangan DJ Stant
penanganan yang sesuai
-
RR 16-20x/menit
-
N 50-100x/menit
-
Tidak terjadi kejang
-
Warna kulit tidak
-
Anjurkan klien banyak minum minimal
mengganti cairan tubuh yang
2 liter
hilang
-
Minum 2 liter/ hari membantu
Lakukan kompres air hangat
Kompres air hangat merangsang hipotalamus
memerah
untuk menurunkan suhu
-
Berikan pakaian yang tipis untuk klien
Pakaian yang tipis memudahkan pertukaran panas tubuh dengan udara
-
Atur suhu ruangan menjadi nyaman
-
Suhu ruangan yang nyaman menudahkan pertukaran panas tubuh dengan lingkungan
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra
-
Lampiran 1
-
Memantau status hidrasi klien
-
Panas tinggi dapat
Pantau status hidrasi klien (tugor kulit, membran mukosa)
menghambat atau -
Pantau ada tidaknya kejang
mengganggu kerja saraf sehingga menyebabkan kejang
-
Panas merangsang pelebaran pembuluh darah dikulit sehingga dapat merubah
-
Pantau perubahan warna kulit
warna kulit
-
Membantu menurunkan panas secara farmakologis
Kolaborasi: -
Berikan PCT
Resiko kekurangan volume cairan
Tujuan:
Mandiri:
berhubungan dengan peningkatan suhu
Tidak terjadi kekurangan volume
-
tubuh
cairan
Berhubungan dengan:
Kriteria Hasil:
DO:
Setelah dilakukan intervensi
Observasi tanda – tanda vital
-
Kekurangan cairan mengubah TTV klien
-
Ukur intake dan output
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
-
Mengetahui apakah klien kekurangan volume cairan
Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra
Suhu badan klien 37,8oC
Klien tampak lemas
- TTV normal
Klien terlihat pucat
- Tidak ada tanda-tanda
Lampiran 1
keperawatan selama 3x24jam:
atau tidak
-
Observasi warna urine
-
dehidrasi (CM, tugor kulit
DS:
Warna urin akan memekat jika kekurangan cairan
elastis, akral hangat)
Klien mengatakan demam
- Klien tidak lemas
-
Anjurkan klien banyak minum
-
-
P
Kekurangan volume cairan mempengaruhi kesadaran dan
rod urin 0,5-1cc x kg BB/jam
kondisi kulit seseorang
-
Pantau tanda-tanda dehidrasi
-
(kesadaran, tugor kulit, akral)
-
Pantau keadaan umum klien
Memenuhi kebutuhan cairan klien
-
Kekurangan volume cairan menyebabkan keletihan
Kolaborasi: -
Berikan infus NaCl: D5% = 2:1
-
Menambah pemasukan cairan klien
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Lampiran 2 CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama klien / Usia
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
: Batu ureter sinistra
Tanggal
: 27 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
Nyeri akut bd obstruksi batu saluran kemih
17.00
Tujuan dan Kriteria Hasil
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Tujuan:
Mandiri:
S:
Mengurangi nyeri
- Memeriksa TTV
- Klien mengatakan nyeri dibagian
Ditandai dengan:
pinggang sebelah kiri dan perut kiri 18.00;
Kriteria evaluasi:
- Mengevaluasi dan mencatat
Klien terlihat sesekali meringis 19.30
Setelah dilakukan
lokasi, lama, tingkat dan
nyeri 4-5, nyeri hampir selalu ada,
Nyeri pukul pada bagian
intervensi keperawatan
penyebaran nyeri
nyeri mrnyebar dari pinggang ke
DO:
selama 2x24 jam:
pinggang kiri Hasil CT urografi
18.00
Tingkat nyeri
nefrolithiasis bilateral multiple
berkurang menjadi 2-
dengan ureterolotiasis kiri
3 dan klien
DS: Klien mengatakan ia merasa nyeri pada pinggang kiri yang
18.00
Klien tampak rileks TTV dalam batas normal
bawah masih dirasakan, tingkat
perut kiri bawah - Mengajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam
- Menganjurkan klien mengompres pinggang dan perut yang nyeri
- Klien mengatakan lebih nyaman setelah melakukan tarik nafas dalam
O: - TD 100/70 mmHg; N 72x/menit; RR 18x/menit; T 36,2oC - Klien melakukan tarik nafas dalam
menjalar sampai ke purut kiri bagian bawah, skala nyeri 5-6,
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Paraf
Lampiran 2 nyeri hilang timbul dan
A:
meningkat jika terlalu lama
Masalah teratasi sebagian
duduk, lama nyeri dirasakan tidak tentu dan frekuensi nyeri
P:
tidak tahu.
Lanjutkan intervensi
Klien mengatakan terkadang nyeri pada daerah kemaluannya jika BAK nya sedang sulit Klien mengatakan pernah mengeluarkan batu saat BAK
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama klien / Usia
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
: Batu ureter sinistra
Tanggal
: 28 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan obat buis pada klien
13.00
Tujuan dan Kriteria Hasil
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Tujuan:
Mandiri:
S: -
Klien tidak terjatuh
- Memasang restrain pada
O:
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Paraf
Lampiran 2 klien Ditandai dengan:
Kriteria Hasil:
DO:
Setelah dilakukan
-
Klien dibius spinal
tindakan keperawatan
Klien mengatakan
-
kakinya tidak dapat digerakkan
-
Klien tidak terjatuh
-
Restrain terpasang hingga operasi
klien terkunci
selesai
- Tingkatkan pengawasan
1x45 menit:
DS: -
- Pastikan posisi tempat tidur
-
-
pada klien
Tempat tidur terkunci pada saat proses memindahkan klien
Posisi klien tetap
A: Masalah tidak terjadi
diatas meja operasi
P: Pantau kondisi klien post operasi
Tidak terdapat luka akibat terjatuh
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama klien / Usia
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
: Batu ureter sinistra
Tanggal
: 29 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
Nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan
10.00
Tujuan dan Kriteria Hasil
Implementasi
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
-
pemasangan DJ Stant kiri Kriteria evaluasi: Ditandai dengan:
10.00;
Setelah dialkukan
-
Kaji intensitas, lokasi,
Evaluasi (SOAP) S: -
Klien mengatakan nyeri pada
lama dan tempat/area serta
perut kiri bagian bawah masih
penjalaran dari nyeri.
ada, nyeri tidak menyebar, tingkat
Kaji adanya keringat
nyeri 4-5, nyeri hilang timbul,
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Paraf
Lampiran 2 13.00
DO:
intervensi keperawatan
dingin, tidak dapat
durasi tidak tentu kadang lama kadang sebentar, frekuensi ± 5.
Klien terlihat meringis
selama 2x24 jam:
istirahat dan ekspresi
Klien terlihat membatasi
wajah
gerak
10.00
berkurang menjadi 2-
-
Kaji TTV
Post operasi URS dan
10.00
3
-
Berikan posisi dan
-
Klien mengatakan tidak dapat tidur semalam karena nyeri
O:
Klien tampak rileks,
lingkungan yang tenang
TTV dalam batas
dan nyaman.
T 36,8 oC Klien meringis (+),
Memotivasi klien untuk
menbatasi pergerakan (+),
Klien mengatakan nyeri
melakukan teknik
keringat dingin (+)
pada bagian perut kiri
relaksasi nafas dalam,
bawah dengan skala
distraksi serta guide
A: Masalah teratasi sebagian
nyeri 5, nyeri hilang
imagine
P: Lanjutkan intervensi
pemasangan DJ Stant kiri 10.00; 13.00
DS:
Tingkat nyeri
-
normal
-
-
TD 110/80 mmHg, N 78x/menit,
Klien berbaring terlentang
timbul.
Kolaborasi:
Klien mengatakan tidak nyeri saat BAK
14.00
Hipertermi berhubungan dengan tauma pasca operasi URS
Ditandai dengan: DO: Klien teraba panas
- Memberikan keterolak 30mg Tujuan:
Mandiri:
10.00
Suhu badan kembali
-
Kaji penyebab demam
10.00
normal
-
Memantau TTV
-
Menganjurkan klien
10.00 Kriteria evaluasi:
banyak minum minimal 2
Setelah dialkukan
liter
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
S: -
Klien mengatakan akan minum minimal 2 liter
-
Keluarga klien mengatakan akan mengompres klien
O:
Lampiran 2 Suhu badan klien 37,8oC
10.00
intervensi keperawatan selama 3x24 jam:
Post op URS dan
-
pemasangan DJ Stant
-
DS: Klien mengatakan
10.00;
demam
14.00
10.00;
Suhu badan klien 36,5-37,5oC
10.00
-
-
-
Keluarga mengompres klien
unuk mengkompres klien
-
Klien terlihat mimum beberapa
dengan kompres air hangat -
Badan klien tidak teraba panas
Menganjurkan keluarga
Memberikan pakaian yang
-
Memantau status hidrasi
RR 16-20x/menit
klien (tugor kulit,
-
N 50-100x/menit
membran mukosa)
-
Tidak terjadi
-
kejang -
Warna kulit tidak
-
Kolaborasi: -
-
Klien hanya menggunakan selimut untuk menutupi kaki
-
Tugor kulit elastis, membran mukosa tidak kering
-
Memantau perubahan warna kulit
Klien menggunakan kaos yang tipis
Memantau ada tidaknya kejang
memerah
11.00
-
tipis untuk klien
-
12.00
kali
Warna kulit tetap putih kuning langsat
-
Tidak terjadi kejang
-
Kesadaran CM
-
Suhu jam 11.00: 38,2oC; jam 14.00: 36,8 oC
Memberikan PCT -
TD 110/80 mmHg, N 78x/menit,
A: Masalah teratasi P: Pantau suhu tubuh dan kondisi klien Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
10.00
Tujuan:
Mandiri:
Tidak terjadi kekurangan
-
Observasi TTV
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
S: -
Klien mengatakan dari jam 08.00-
Lampiran 2 peningkatan suhu tubuh
11.00;
volume cairan
14.00
Berhubungan dengan:
10.00
Kriteria Hasil:
Ukur intake dan output
jam 14.00 ia sudah minum hampir
-
Observasi warna urine
1,5 liter
-
Anjurkan klien banyak
O:
minum
-
Setelah dilakukan
DO: 10.00;
Suhu badan klien 37,8oC
Klien tampak lemas
selama 3x24jam:
Klien terlihat pucat
- TTV normal
14.00
DS: -
-
10.00;
Klien mengatakan
intervensi keperawatan
- Tidak ada tanda-
-
-
tanda dehidrasi (CM,
14.00
T 36,8 oC
Pantau tanda-tanda dehidrasi (kesadaran,
-
akral hangat) 08.00
- Klien tidak lemas -
CM, tugor kulit elastis, akral
tugor kulit, akral)
hangat, membran mukosa tidak
Pantau keadaan umum
kering
klien
-
tugor kulit elastis,
demam
TD 110/80 mmHg, N 78x/menit,
Urin berwarna kuning jernih total dari jam 14.00-20.00 1600cc
Kolaborasi: -
-
Berikan infus NaCl: D5% = 2:1
P
= 1850cc -
rod urin 0,5-1cc x kg BB/jam
Intake: oral 1500cc + infus 350 cc
Output: Urin 1600cc + IWL 6 jam 364 (325+39) = 1964
-
BC: intake – output= -114cc
-
Infus (+) NaCl 20 tpm
A: Masalah teratasi P: Pantau kondisi klien
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Lampiran 2 CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama klien / Usia
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
: Batu ureter sinistra
Tanggal
: 30 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
Nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan
10.30
Tujuan dan Kriteria Hasil
Implementasi
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
-
pemasangan DJ Stant kiri Kriteria evaluasi: -
Kaji intensitas, lokasi,
Evaluasi (SOAP) S: -
Klien mengatakan masih nyeri
lama dan tempat/area serta
pada perut kiri bagian bawah
penjalaran dari nyeri.
masih ada, nyeri tidak menyebar,
Kaji adanya keringat
tingkat nyeri 4-5, nyeri hilang
Ditandai dengan:
10.30;
Setelah dialkukan
DO:
10.30
intervensi keperawatan
dingin, tidak dapat
timbul, durasi tidak tentu kadang
Klien terlihat meringis
selama 2x24 jam:
istirahat dan ekspresi
lama kadang sebentar, frekuensi
Klien terlihat membatasi
wajah
tidak dihitung.
gerak
10.30
berkurang menjadi 2-
-
Kaji TTV
Post operasi URS dan
10.30
3
-
Berikan posisi dan
pemasangan DJ Stant kiri 10.30;
DS:
Tingkat nyeri
Klien mengatakan nyeri pada bagian perut kiri
13.00
Klien tampak rileks,
lingkungan yang tenang
TTV dalam batas
dan nyaman.
normal
-
O: -
TD 120/70 mmHg, N 72x/menit, T 36,6 oC
-
Klien meringis (+), menbatasi
Memotivasi klien untuk
pergerakan (-), keringat dingin
melakukan teknik
(+)
relaksasi nafas dalam,
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
-
Klien jalan-jalan ke kamar mandi
Paraf
Lampiran 2 bawah dengan skala
distraksi serta guide
A: Masalah teratasi sebagian
nyeri 5-6, nyeri hilang
imagine
P: Lanjutkan intervensi
timbul.
Klien mengatakan tidak
Kolaborasi:
14.00
Memberikan keterolak 30mg
nyeri saat BAK
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama klien / Usia
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
: Batu ureter sinistra
Tanggal
: 31 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
Nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan
21.30
Tujuan dan Kriteria Hasil
Implementasi
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
-
pemasangan DJ Stant kiri Kriteria evaluasi: -
Kaji intensitas, lokasi,
Evaluasi (SOAP) S: -
Klien mengatakan masih nyeri
lama dan tempat/area serta
pada perut kiri bagian bawah
penjalaran dari nyeri.
masih ada, nyeri tidak menyebar,
Kaji adanya keringat
tingkat nyeri 2-3, nyeri hilang
Ditandai dengan:
21.30;
Setelah dialkukan
DO:
21.30
intervensi keperawatan
dingin, tidak dapat
timbul, durasi tidak tentu, frekuensi kadang-kadang.
Klien terlihat meringis
selama 2x24 jam:
istirahat dan ekspresi
Klien terlihat membatasi
wajah
gerak
21.30
Tingkat nyeri berkurang menjadi 2-
-
Kaji TTV
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
O: -
TD 110/70 mmHg, N 75x/menit,
Paraf
Lampiran 2
Post operasi URS dan
21.30
pemasangan DJ Stant kiri 21.30 DS:
3
-
Klien tampak rileks,
TTV dalam batas
tenang dan nyaman. -
normal
T 37,6 oC
Berikan lingkungan yang -
Klien meringis (-), menbatasi
Memotivasi klien untuk
pergerakan (-), keringat dingin
melakukan teknik
(+)
Klien mengatakan nyeri
relaksasi nafas dalam,
-
Klien duduk atau berbaring
pada bagian perut kiri
distraksi serta guide
A: Masalah teratasi sebagian
bawah dengan skala
imagine
P: Lanjutkan intervensi
nyeri 3-4, nyeri hilang Kolaborasi:
timbul.
Klien mengatakan tidak
Memberikan keterolak 30mg
22.10
nyeri saat BAK Hipertermi berhubungan dengan tauma pasca operasi URS
Tujuan:
Mandiri:
21.30
Suhu badan kembali
-
Memantau TTV
21.30
normal
-
Menganjurkan klien
Ditandai dengan:
banyak minum minimal 2 Kriteria evaluasi:
DO: Klien teraba panas
22.10
Setelah dialkukan
S: -
lebih dari 2 liter hari ini -
liter -
Klien mengatakan sudah minum
Keluarga klien mengatakan akan mengompres klien
Menganjurkan keluarga
O:
Suhu badan klien 37,6oC
intervensi keperawatan
unuk mengkompres klien
-
Keluarga mengompres klien
selama 3x24 jam:
dengan kompres air hangat
-
Klien terlihat mimum beberapa
Post op URS dan pemasangan DJ Stant
21.30
-
Suhu badan klien 36,5-37,5oC
-
Menganjurkan klien menggunakan pakaian
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
kali -
Klien menggunakan kaos yang
Lampiran 2 -
DS:
Klien mengatakan
21.30;
demam
22.10
22.10
Badan klien tidak teraba panas
yang tipis -
Memantau status hidrasi
tipis -
Klien hanya menggunakan
-
RR 16-20x/menit
klien (tugor kulit,
selimut tipis untuk menutupi
-
N 50-100x/menit
membran mukosa)
badannya
-
Tidak terjadi
22.10
-
kejang -
Warna kulit tidak
-
kejang -
memerah
22.30
Memantau ada tidaknya
Memantau perubahan
Tugor kulit elastis, membran mukosa tidak kering
-
warna kulit
Warna kulit tetap putih kuning langsat
-
Tidak terjadi kejang
Kolaborasi:
-
Kesadaran CM
-
-
Suhu jam 22.10: 37,8oC; jam
Memberikan PCT
22.30: 37,9 oC; jam 00.00 36,7 oC -
TD 110/70 mmHg, N 75x/menit
A: Masalah teratasi P: Pantau suhu tubuh dan kondisi klien Resiko kekurangan volume
Tujuan:
Mandiri:
cairan berhubungan dengan
21.30
Tidak terjadi kekurangan
-
Observasi TTV
peningkatan suhu tubuh
00.00
volume cairan
-
Ukur intake dan output
-
Observasi warna urine
-
Anjurkan klien banyak
21.30 Berhubungan dengan:
21.30
Kriteria Hasil:
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
S: -
Klien mengatakan sudah minum lebih dari 2 liter hari ini
-
Klien mengatakan minum 800cc dari jam 21.30-06.30
Lampiran 2 Setelah dilakukan
DO:
Suhu badan klien 37,6oC
22.10;
intervensi keperawatan
Klien tampak lemas
22.30;
selama 3x24jam:
Klien terlihat pucat
00.00
- TTV normal - Tidak ada tanda-
DS: -
Klien mengatakan
tanda dehidrasi (CM,
demam
tugor kulit elastis, akral hangat) 22.10;
- Klien tidak lemas
04.00
-
-
minum
O:
Pantau tanda-tanda
-
TD 110/70 mmHg, N 75x/menit
dehidrasi (kesadaran,
-
Suhu jam 22.10: 37,8oC; jam 22.30: 37,9 oC; jam 00.00 36,7 oC
tugor kulit, akral) -
Pantau keadaan umum
-
klien
CM, tugor kulit elastis, akral hangat, membran mukosa tidak kering
Kolaborasi: -
-
Berikan infus NaCl: D5% = 2:1
P
dari jam 21.30-06.30 = 800cc -
rod urin 0,5-1cc x kg BB/jam
Urin berwarna kuning jernih total
Intake: oral 800 cc + infus 600 cc = 1400cc
-
Output: Urin 850cc + IWL 9 jam 546 (487,5+58,5) = 1396cc
-
BC: intake – output= + 4 cc
-
Infus (+) NaCl 20 tpm
A: Masalah teratasi P: Pantau kondisi klien
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Lampiran 2 CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama klien / Usia
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
: Batu ureter sinistra
Tanggal
: 3 Juni 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
Nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan
10.30
Tujuan dan Kriteria Hasil
Implementasi
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
-
pemasangan DJ Stant kiri
10.30
DO:
bawah, nyeri tidak menyebar,
Kaji adanya keringat
tingkat nyeri 1-2, nyeri hilang
intervensi keperawatan
dingin, tidak dapat
timbul, durasi tidak tentu, frekuensi jarang
Setelah dialkukan
-
selama 2x24 jam:
istirahat dan ekspresi
Klien terlihat membatasi
wajah
Tingkat nyeri
gerak
10.30
berkurang menjadi 2-
-
Kaji TTV
Post operasi URS dan
10.30
3
-
Memotivasi klien untuk
DS: Klien mengatakan nyeri
Klien mengatakan masih nyeri
penjalaran dari nyeri.
Klien terlihat meringis
pemasangan DJ Stant kiri
-
sedikit pada perut kiri bagian
S:
lama dan tempat/area serta Kriteria evaluasi:
Ditandai dengan:
Kaji intensitas, lokasi,
Evaluasi (SOAP)
Klien tampak rileks,
melakukan teknik
TTV dalam batas
relaksasi nafas dalam,
normal
distraksi serta guide
-
jika berjalan O: -
-
Klien meringis (-), menbatasi pergerakan (-), keringat dingin (-)
-
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
TD 120/70 mmHg, N 68x/menit, T 36,6 oC
imagine jika nyeri
pada bagian perut kiri
Klien mengatakan nyeri hilang
Klien sudah jalan-jalan
Paraf
Lampiran 2 bawah dengan skala
A: Masalah teratasi
nyeri 2-3, nyeri hilang
P: Lanjutkan intervensi
timbul.
Klien mengatakan tidak nyeri saat BAK
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
BATU SALURAN KEMIH Harus dibatasi
Harus dilakukan Batasi konsumsi sodium
Minum minimal 10-12 gelas air putih per hari
Batasi minuman teh, kopi atau minuman bersoda maksimal 2 gelas per hari Olahraga ringan minimal 2 kali seminggu selama 15 menit
Makanan yang bisa menyebabkan asam urat tinggi: sarden, kerang, sop daging, jeroan, unggas
Batasi konsumsi protein hewani: daging, ikan dan telur
Kembali jika....
Makanan tinggi oksalat: bayam, tomat, seledri, kopi, teh, gandum, kelapa, terigu
Makanan tinggi kalsium: Susu Es krim kacang-kacangan Keju
Sulit buang air kecil Rasa nyeri pada bagian pinggang BAK disertai darah Nyeri saat BAK kadang disertai demam
Batasi konsumsi tinggi phosfat seperti organ dalam, daging merah, kacang-kacangan Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013
Lampiran 4
BIODATA PENELITI
Nama Peneliti
: Puspa Utami Putri
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 15 Maret 1991
Alamat
: Jl. Cipinang Muara Rt 02/004 no 37, Jakarta Timur
Email
:
[email protected] atau
[email protected]
Riwayat Pendidikan Formal: TK Hanik Hikmah SDN 14 Jakarta Timur SMPN 148 Jakarta Timur SMAN 44 Jakarta Timur S1 Fakultas Ilmu Keperawatan UI Ners Fakultas Ilmu Keperawatan UI
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013