UNIVERSITAS INDONESIA
DEWAN KEAMANAN PERSATUAN BANGSA-BANGSA (Security Council United Nations)
Makalah Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Hukum Organisasi Internasional
Disusun Oleh:
Heliana Komalasari | NPM: 0906519690 Puteri Bilqish | NPM: 0906520250 Indriana Pramesti | NPM: 0906519753
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA 2011
1. Latar Belakang Pasal 1 Piagam PBB menyebutkan bahwa PBB mempunyai fungsi: memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan untuk tujuan itu melakukan tindakan-tindakan yang efektif untuk mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman terhadap pelanggaran perdamaian dan akan menyelesaikan dengan jalan damai sesuai dengan prinsip keadilan dan hukum internasional, mencari penyelesianan pertikaianpertikaian internasional dan keadaan yang mengganggu kedamaian. Fungsi yang PBB yang pertama kali disebutkan adalah fungsi dari salah satu organnya, yaitu Dewan Keamanan, menunjukkan betapa erat hubungan antara terbentuknya PBB dengan fungsi Dewan Keamanan.1 Dewan Keamanan adalah salah satu organ utama PBB selain Majelis Umum, Dean Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat.2 Lahirnya PBB dan Dewan Keamanan diawali dari Deklarasi St James Palace yang muncul pada juni 1941. Pertemuan dihadiri oleh sembilan negara yang melihat ancaman Perang Dunia II yang makin dekat. Negaranegara ini kemudian membahas dan menandatangani deklarasi yang berbunyi sebagai berikut: The only true basis of enduring peace is the willing cooperation of peace: peoples in a world which, relived of the menace of aggression, all may enjoy economic and social security: “It is our intention to work together, and with other free peoples, both in war and peace, to this end.”3 Itu adalah kata-kata yang menjiwai keinginan negara-negara tersebut dan yang mengawali proses terbentukanya PBB.4 Pada tanggal 1 Januari 1942, Deklarasi PBB ditandangani oleh Presiden Roosevelt, Perdana Menteri Chruchill, Maxim Litvinov dari USSR, dan T. V. Soong dari China. Sehari kemudian deklarasi tersebut ditandangani oleh 22 negara lainnya. Kemudian, saat Perang Dunia semakin dekat, China, Inggris, USSR dan Amerka Serikat bertemu untuk mengembangkan rencana organisasi untuk PBB. Pertemuan di Dumbarton Oaks ini berpusat pada pembentukan Dewan Keamanan. Apa yang waktu itu dipikirkan adalah bahwa mereka membutuhkan sebuah organ eksekutif kecil, berfungsi secara terus-menerus,bisa 1
Sam Trammell, United Nations Security Council: Committee History and Structure. Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta: UI Press, 2004), hlm. 280. 3 Guide to the Charter of the United Nations 5e, (New York: United Nations Publications, 1958), hlm. 1. 2
4
Sam Trammel, loc. cit.
2
mengambil keputusan secara cepat dan efektif dalam mengoperasikan enforcement machinery dalam Bab VII.5 Aslinya, Dewan Keamanan hanya memiliki 11 anggota, lima tetap dan enam tidak tetap. Dewan Keamanan diberi tanggung jawab untuk mencegah adanya perang lagi di kemudian hari. Dewan Keamanan juga dirancang untuk bertanggung jawab untuk membuat keputusan tentang apa tindakan yang PBB harus ambil. Pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasioanl berpusat di dewan Keamanan.6 Pembahasan kemudian dilanjutkan di Yalta Conference. Dalam pertemuan ini dibahas mengenai masalah voting procedure di Dewan Keamanan. Dalam San francisco Conference lah kemudian diambil keputusan mengenai adanya veto power bagi kelima negara tersebut. Alasan diberikannya veto adalah bahwa di tangan anggota ini lah jatuh tanggung jawab untuk memelihara perdamaian internasional dan untuk itu mereka harus diberikan suara penentu dalam memutuskan bagaimana tanggung jawab itu bisa dijalankan.7 Hal ini adalah merupakan imbalan dari tanggung jawab mereka terhadap perdamaian dan keamanan internasional.8 Pertanyaan lain adalah mengapa kelima negara tersebut: Amerika Serikat, Inggris, Perancis, China dan USSR yang dipilih untuk mengemban tugas dan kekuasaan sebesar itu. Tiga dari lima anggota tetap, yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan USSR merupakan anggota sekutu pada Perang Dunia II dan berkontribusi besar dalam kalahnya Axis Power. Keanggotaan mereka dalam Dewan Keamanan pada waktu itu, menurut Leland Goodrich “obviously desirable, if not necessary” jika Dewan Keamanan dimaksudkan untuk berjalan dengan efektif.9 Perancis dan China mungkin adalah anggota yang kurang qualified jika dilihat dari segi power-nya saja (tidak sekuat tiga negara tadi).10 Namun Presiden Churchill bersikeras bahwa Perancis diberikan status itu untuk menjamin kerjasamanya di dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan di Eropa.11 China, meskipun kondisi politik internalnya pada waktu itu tidak menentu dan kekuatan militernya pun bermasalah, telah malakukan perjuangan
5
Bowett, Law of International Institutions, diperbaharui oleh Phillippe Sands dan Pierre Klein, (London: Sweet & Maxwell, 2001), hlm. 40. 6 Ibid. 7 Ibid, 41. 8 Suwardi, op. cit. hlm. 291 9 Leland Goodrich (a), The United Nations, edisi ketiga, (New York, Vail-Ballou Press, Inc, 1961), hlm.109. 10 Ibid. 11 Goodrich, op.cit, hlm 109.
3
keras dalam perang melawan Jepang.12 Dari sudut pandang Amerika Serikat, berkembangnya China yang kuat dan demokratis dianggap penting untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Timur dan keikutsertaannya sebagai anggota tetap akan membantu tercapainya tujuan itu.13 Jadi, secara garis besar kelima negara itu dianggap sangat bertanggung jawab pada penyelesaian Perang Dunia II14 dan kelima negara tersebut merepresentasikan “great powers” meskipun itu lebih banyak dipengaruhi pertimbangan politik.15 2. Tugas dan Wewenang
Dewan Keamanan memiliki tugas utama sebagai penjaga perdamaian dan keamanan internasional. Lebih rincinya, wewenang Dewan Keamanan Menurut UN Charter adalah sebagai berikut: a. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional (pasal 24) Berkaitan dengan tugas ini, Majelis Umum dapat memberikan masukan kepada Dewan Keamanan mengenai prinsip-prinsip umum tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan, termasuk juga prinsip-prinsip mengenai pengaturan persenjataan dan perlucutan senjata. Majelis Umum dapat meminta perhatian kepada Dewan Keamanan tentang keadaan-keadaan yang mungkin membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Begitu pun dengan Sekretaris jenderal, ia berhak meminta perhatian Dewan Keamanan mengenai halhal tersebut. Strategi penting untuk mencegah pertikaian supaya tidak memuncak menjadi konflik adalah dengan diplomasi pencegahan, penempatan preventif dan perlucutan senjata preventif.16 Diplomasi pencegahan adalah tindakan untuk mencegah jangan sampai timbul
pertikaian, menyelesaikannya
sebelum
memuncak menjadi konflik, atau membatasi perluasan konflik kalau dia muncul.17 Upaya ini bisa berbentuk negosiasi, mediasi atau konsiliasi. 18 Penempatan preventif adalah penempatan para pengawas perdamaian di lapangan untuk 12
Ibid. Ibid. 14 Suwardi, op.cit., hlm. 291. 15 Bowett, loc. cit., 41. 16 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa, hlm. 77. 17 Ibid, hlm. 77. 18 Ibid. 13
4
mencegah kemungkinan konflik.19 Perlucutan senjata preventif adalah usaha untuk mengurangi jumlah senjata ringan di wilayah-wilayah konflik.20 Menghancurkan senjata-senjata kemarin akan mencegah pemanfaatannya dalam peperangan di kemudian hari.21 Namun begitu, tugas untuk menangani masalah senjata ini bukanlah tugas Dewan Keamanan, melainkan tugas Komite Perlucutan Senjata dan Keamanan Internasional.22 Selain usaha pencegahan, ada juga yang namanya penciptaanperdamaian. Penciptaan perdamaian merujuk pada penggunaan cara-cara diplomatik
untuk
menghentikan
membujuk
permusuhan
pihak-pihak
dan
yang terlibat
melakukan
negosiasi
konflik untuk
supaya
mencapai
penyelesaian damai pertikaian mereka.23 Setelah itu ada lagi pengawasanperdamaian
yang
dilakukan
melalui
operasi
pengawasan-perdamaian.24
Penempatannya memperoleh wewenang dari Dewan Keamanan, dengan persetujuan pemerintah tuan rumah dan biasanya dengan kesepakatan pihak yang terlibat.25 Prajurit pasukan pengawas perdamaian memegang senjata, tapi dalam banyak kasus hanya dapat menggunakannya untuk membela diri.26 Juga penting melakukan pembangunan-perdamaian. Pembangunan perdamaian mencakup tindakan-tindakan untuk mencegah munculnya kembali konflik, dan mendukung struktur serta praktek-praktek yang memperkuat dan memantapkan perdamaian.27 Pembangunan-perdamaian preventif mencakup
kegiatan politik,
kelembagaan dan pembangunan yang berjangkauan luas dan berjangka panjang, yang berupaya untuk menanggulangi akar penyebab konflik.28 Pembangunanperdamaian pasca konflik meliputi semua usaha untuk mencegah munculnya
19
Ibid 78. Ibid. 21 Ibid. 22 Ibid, hlm. 121. 23 Ibid, hlm. 81. 24 Ibid. 25 Ibid. 26 Ibid. 27 Ibid, hlm. 87 28 Ibid. 20
5
kembali konflik, dan membina konsolidasi proses perdamaian, sehingga dengan demikian meletakkan dasar bagi perdamaian yang lestari.29 b. Mengadakan penyelidikan setiap perselisihan yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional (pasal 34) Dewan Keamanan dapat menyelidiki setiap pertikaian atau keadaan yang dapat menimbulkan pertentangan internasional untuk menentukan apakah hal tersebut akan mempengaruhi perdamaian dan keamanan internasional. Menurut pasal 35 Piagam PBB, semua anggota PBB bisa membawa sengketa atau masalah apa pun yang sifatnya dapat mengancam perdamaian internasional kepada Dewan Keamanan. Negara yang bukan anggota PBB pun bisa membawa sengketa dimana negara itu menjadi pihak yang bertikai dengan syarat bahwa negara itu menerima kewajiban berkaitan penyelesaian sengketa secara damai. Selain itu, menurut pasal 11 ayat 3, Majelis Umum dapat memberitahukan kepada Dewan Keamanan tentang keadaan-keadaan yang mungkin membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Namun begitu, pada waktu Dewan Keamanan menjalankan kewajibannya dalam penyelesaian perselisihan atau suatu keadaan, Majelis Umum tidak dapat mengajukan rekomendasi kecuali Dewan Keamanan memintanya. c. Memberikan saran tentang cara-cara yang dapat dipakai untuk menyelesaikan suatu perselisihan (pasal 36, 38) Dalam menyelesaikan sengketa, Dewan Keamanan mempunyai beberapa cara. Seperti dalam pasal 33 (2), dengan hanya memanggil para pihak untuk menyelesaikannya dengan cara tradisional, memberikan kebebasan kepada para pihak dalam cara menentukan penyelesaiannya.30 Atau, seperti dalam pasal 36(1), memberikan rekomendasi dengan juga mempertimbangkan bahwa pertikaian hukum pada umumnya diajukan kepada Mahkamah Internasional.31 Dalam pasal 37(2), Dewan Keamanan bahkan bisa juga menentukan isi dari settlement disamping cara atau prosedurnya.32 Cara ini hanya bisa dilakukan jika sengketa tersebut membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, atau ia 29
Ibid. Bowett, op. cit., hlm. 45 31 Ibid. 32 Ibid. 30
6
hanya bisa ditempuh jika mendapat persetujuan dari para pihak.33 Produk yang dikeluarkan adalah rekomendasi sehingga tidak mengikat kepada siapa itu ditujukan.34 Selain itu, Dewan Keamanan juga bisa meminta Sekretaris Jenderal untuk melakukan mediasi35, atau membentuk alat perlengkapan di PBB. Contohnya Committee of Good Offices di Indonesia, Pakistan, dan Afghanistan. d. Menentukan apakah terjadi suatu keadaan yang mengganggu
perdamaian
internasional atau adanya tindakan agresi dan menyarankan tindakan-tindakan apa yang dapat diambil untuk mencegah atau menghentikan adanya suatu agresi (pasal 39 dan 40) Dewan keamanan bisa mengambil langkah-langkah pemaksaan untuk mempertahankan atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional. Langkah tersebut bisa berupa sanksi ekonomi atau tindakan militer internasional. Tapi sebelum mengambil tindakan-tindakan tersebut, menurut pasal 40, Dewan Keamanan bisa memberikan tindakan sementara yang dianggap perlu atau layak untuk mencegah bertambah buruknya keadaan. e. Menyerukan negara-negara anggota untuk melaksanakan sanksi-sanksi ekonomi dan tindakan-tindakan lain, yang tidak melibatkan penggunaan kekerasan, untuk mencegah atau menghentikan agresi (pasal 41). Anggota PBB diharapkan saling membantu dalam melaksanakan tindakan yang diputuskan Dewan Keamanan. Dalam hal ini tindakan-tindakan itu antara pemutusan seluruhnya atau sebagian hubungan ekonomi, termasuk di dalamnya hubungan kereta api, laut, udara, pos, telegraf, radio, dan alat komunikasi lainnya, serta pemutusan hubungan diplomatik. Dewan keamanan menjatuhkan sanksi yang bersifat memerintah (mandatory) sebagai alat untuk melaksanakan keputusan apabila perdamaian terancam dan upaya diplomatik gagal.36 Penggunaan sanksi adalah upaya untuk melaksanakan upaya terhadap satu negara atau entitas supaya patuh terhadap tujuan yang telah ditentukan oleh Dewan Keamanan tanpa menggunakan 33
Ibid. Ibid, hlm. 46 35 Perserikatan Bangsa-Bangsa, op. cit. hlm. 80 36 Ibid. 34
7
kekerasan.37 Sanksi merupakan alat penting bagi Dewan untuk melaksanakan secara paksa keputusan-keputusannya. Namun begitu, keprihatinan juga dinyatakan mengenai kemungkinan dampak negatif sanksi terhadap perekonomian negara dunia ketiga, dimana hubungan perdagangan dan ekonomi mereka dengan negara yang dikenai sanksi menjadi terganggu.38 Belum lagi kemungkinan dampak buruk dari sanksi terhadap segmen penduduk yang rawan seperti wanita dan anak-anak.39 Untuk itu rancangan dan pelaksanaan sanksi-sanksi perlu diperbaiki. Dampak negatif sanksi perlu dikurangi baik dengan cara memasukkan kekecualian kemanusiaan secara langsung di dalam resolusi Dewan Keamanan, maupun dengan mempertajam sasaran.40 Sehingga sanksi itu menekan mereka yang berkuasa, dan bukan penduduk secara umum.41 Sanksi yang bijaksana misalnya dengan melibatkan tindakan pembekuan aset finansial dan pemblokiran transaksi keuangan dari kaum elite atau entitas yang tingkah lakunya menjadi penyebab utama dikenakannya sanksi-sanksi.42 f. Mengambil tindakan-tindakan militer terhadap negara yang mengadakan tindakan yang mengancam perdamian, negara pelanggar perdamaian dan agresi (pasal 42) Jika sanksi ekonomi tidak cukup untuk mengatasi masalah tersebut, Dewan Keamanan dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan laut, udara yang mungkin diperlukan. Dalam hal diambil tindakan ini, negaranegara anggota memberikan pernyataan kesanggupannya untuk menyediakan angkatan bersenjata bagi Dewan Keamanan dan bantuan-bantuan serta fasilitasfasilitas serta hak-hak lalu lintas apabila diminta persetujuannya. Apabila ada negara
anggota
yang
bukan
merupakan
anggota
Dewan,
memberikan
persetujuannya dalam menyediakan angkatan bersenjata, Dewan mengundang negara itu untuk ikut mengambil keputusan mengenai pemakaian angkatan bersenjata itu. Jadi tindakan-tindakan militer tersebut walaupun dengan persetujuan Dewan Keamanan, tetap berada di bawah pengawasan negara-negara 37
Ibid Ibid. 39 Ibid. 40 Ibid. 41 Ibid. 42 Ibid. 38
8
yang berpartisipasi.43 Rencana pemakaian angkatan bersenjata akan disusun oleh Dewan Keamanan dengan bantuan Komite Staf Militer. Walaupun Dewan Keamanan itu memiliki kekuatan yang luar biasa, tidak berarti kekuatannya itu tidak terbatas, melainkan tetap mempunyai pembatasan-pembatasan secara hukum.44 Dalam pelaksanaan sanksi militer, Dewan Keamanan dibatasi oleh ketentuan dalam pasal 24 (2) dan pasal 1 (1) piagam.45 Sesuai dengan pasal 24 (2), Dewan Keamanan dalam melaksanakan tindakannya haruslah didasarkan atas prinsip dan tujuan PBB. 46 Dewan keamanan tetap berkewajiban untuk menghormati persamaan kedaulatan, hak negara untuk mempertahankan kemerdekaan politik dan kedaulatan wilayahnya. 47 Selain itu tindakan Dewan Keamanan haruslah didasarkan atas prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional sesuai dengan ketentuan pasal 1 (1).48 Juga ketika sanksi telah dilaksanakan dan masalah sudah reda, campur tangan PBB harus segera dihentikan, tidak perlu berkepanjangan.49 g. Penerimaan, penundaan, pencabutan keanggotaan (pasal 4 (2), pasal 5 dan pasal 6) Penerimaan suatu negara untuk menjadi anggota PBB dilakukan dengan keputusan Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan. Jadi jika negara tersebut tidak mendapat rekomendasi dari Dewan Keamanan, ia tidak bisa masuk menjadi anggota PBB. Rekomendasi Dewan Keamanan dalam masalah keanggotaan merupakan keputusan karena berbasis pada pasal 27(3) dan bukan pasal 27 (2).50Anggota PBB juga bisa dikenakan tindakan pengangguhan hak-hak istimewanya sebagai anggota PBB oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan. Penangguhan keanggotaan itu ada dua segi. 51 Pertama, sebagai langkah untuk menghindarkan anggota untuk merintangi tindakan pencegahan dan pemaksaan yang dilakukan oleh Dewan Keamanan. Kedua, sebagai cara untuk menerapkan peraturan penekanan tambahan untuk negara tersebut agar menaati 43
Ibid, hlm. 87. Sumaryo Suryokusumo (a), Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, edisi II, (Bandung: PT Alumni, 1997), hlm. 25. 45 Ibid. 46 Ibid. 47 Ibid, hlm. 26 48 Ibid. 49 Ibid, hlm. 27 50 Suwardi, op. cit., hlm. 274. 51 Suryokusumo (b), Pengantar Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta: PT Tatanusa, 2007), hlm. 69. 44
9
perintah Dewan Keamanan. Penggunaan hak-hak tersebut bisa dipulihkan lagi oleh Dewan Keamanan. Pengeluaran anggota juga bisa dilakukan Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan. h. Pemilihan Hakim Mahkamah Internasional (pasal 10) Hakim Mahkamah Internasional dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Majelis Umum dan Dewan Keamanan harus bekerja bebas satu sama lain. Calon terpilih adalah calon yang mendapat suara terbanyak di Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB. Dalam pemilihan hakim ICJ tidak ada perbedaan suara anggota tetap dan tidak tetap. i. Menyarankan pemilihan Sekretaris Jenderal PBB (pasal 97) Sekretaris Jenderal dipilih oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan. j. Menyampaikan laporan tahunan pada Majelis Umum PBB (pasal 15 ayat 1 dan 24 ayat 3) Laporan itu harus memuat penjelasan mengenai segala tindakan yang telah diputuskan oleh Fewan Keamanan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. k. Memformulasikan rencana-rencana bagi pembentukan satu sistem yang mengatur persenjataan (pasal 26) Dewan Keamanan dengan dibantu Komite Staf Militer diberi tanggung jawab untuk merumuskan rencana-rencana yang akan disampaikan kepada anggota-anggota PBB untuk pembentukan suatu sistem pengaturan pesenjataan. l. Perubahan piagam (pasal 108) Perubahan piagam berlaku jika hal itu telah diterima oleh dua pertiga suara anggota Majelis Umum, diratifikasi sesuai dengan proses perundangundangan dari dua pertiga anggota PBB termasuk semua anggota Tetap Dewan Keamanan. m. Pembinaan dan pengawasan mengenai fungsi PBB yang strategis (pasal 83) 10
Semua fungsi PBB yang bertalia dengan daerah strategis, termasuk juga pengesahan syarat-syarat persetujuan perwalian, demikian pula perubahan atau amandemen dilakukan oleh Dewan Keamanan. Jadi, dalam melakukan tugasnya Dewan Keamanan dapat bertindak: 1. Atas inisiatif sendiri (pasal 34) 2. Atas permintaan negara anggota (pasal 35 (2)) 3. Atas permintaan bukan negara anggota (pasal 35 (2)) 4. Atas permintaan Majelis Umum (pasal 11) 5. Atas permintaan Sekretaris Jenderal (pasal 99) Hubungan dengan Majelis Umum Berdasarkan Piagam PBB, kekuasaan dan fungsi quasi-eksekutif dijalankan oleh tiga organ, yaiu Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, serta Dewan Perwalian. Dalam kasus Dewan Ekonomi dan Sosial serta Dewan Perwalian, pembedaan kekuasaannya dengan Majelis Umum adalah bahwa kekuasaan dari organorgan tersebut dijalankan dibawah otoritas Majelis Umum.52 Tapi dalam kasus Dewan Keamanan, hubungan subordinatif seperti itu tidak ada.53 Piagam PBB tidak menjabarkan secara jelas perbedaan kewenangan antara Dewan Keamanan dan Majelis Umum dalam tugas menjaga perdamaian dan keamanan internasional.54 Sementara tugas dari Dewan Keamanan terlihat cukup jelas diterangkan di Piagam, Majelis Umum juga diberikan kekuasaan yang luas dan komprehensif cakupannya.55 Kekuasaan yang luas ini dibatasi oleh satu implied limitation dan dua specific limitations56 Implied limitation dihasilkan dari ketentuan spesifik mengenai kewenangan utama Dewan Keamanan dalam perdamaian dan keamanan internasional, dijelaskan lebih lanjut lewat ketentuan Bab VI, VII dan VIII yang ditujukan kepada Dewan Keamanan secara tegas.57 Specific Limitations adalah bahwa Majelis Umum tidak boleh membuat rekomendasi dalam hal Dewan Keamanan sedang menjalankan fungsinya menyelesaikan sengketa, serta harus menghubungi Dewan Keamanan 52
Leland Goodrich (b), “The UN Security Council” dalam The United Nations: Past, Present and Future, diedit oleh James Barros, (New York: Collier Macmillan Publishers, 1972), 25. 53 Ibid. 54 Ibid. 55 Ibid. 56 Ibid, hlm. 26. 57 Ibid.
11
mengenai pertanyaan apakah suatu tindakan dalam hal penjagaan perdamaian dan keamanan itu dibutuhkan atau tidak.58 Namun dari awal sebenarnya ada kecondongan dari negara-negara anggota tetap, terutama AS, untuk menggunakan Majelis Umum sebagai „organ of last resort‟ dalam hal suatu tindakan tidak bisa diraih oleh Dewan Keamanan.59 Seperti dalam kasus penyerangan Korea Utara terhadap Repulik Korea tahun 1950. Dewan Keamanan telah dapat menghasilkan resolusi yang didasarkan atas Bab VII piagam PBB, ketika pada saat itu Uni Soviet tidak hadir dalam pengambilan suara.60 Namun ketika perwakilan Uni Soviet kembali pada awal Agustus, menjadi satu hal yang sudah jelas bahwa Dewan Keamanan tidak lagi bisa mengambil keputusan-keputusan berkenaan dengan operasi militer PBB di Korea.61 Dalam
keadaan
seperti
itu,
utusan
yang
ada
di
Majelis
Umum
memperkenalkan proposal yang kemudian hari diadopsi menjadi Uniting for Peace Resolution.62 Menurut ketentuan ini, dalam hal Dewan Keamanan tidak bisa menjalankan fungsinya untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional ketika terjadi ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian, atau tindakan agresi karena terbentur veto, Majelis Umum bisa mempertimbangkan untuk segera mengambil langkah mengatasi masalah tersebut.63 Tindakan yang diambil Majelis Umum ini jka mendapat dukungan dari sebagian besar anggotanya, bisa mempunyai moral authority sekuat keputusan dari Dewan Keamanan, terutama jika satu atau lebih anggota tetap Dewan abstain ketika pengambilan suara dilakukan.64 3. Keanggotaan Semula anggota Dewan Keamanan berjumlah sebelas, yaitu lima anggota tetap dan enam anggota tidak tetap. Pada tahun 1956 negara-negara Amerika Latin memberikan proposal kepada General Assembly yang berisi usulan untuk menambah kursi tidak tetap Dewan Keamanan dari enam menjadi delapan.65. Ketika proposal itu dibicarakan di rapat Majelis Umum tahun 1960, proposal ini ditolak karena adanya keinginan dari negara-negara Asia dan Afrika yang gigih bahwa penambahan jumlah
58
Ibid. Ibid, hlm. 40 60 Ibid, hlm. 42 61 Ibid. 62 Ibid. 63 Ibid. 64 Ibid, hlm. 43 65 Ibid, hlm. 31 59
12
kursi ini harus dibarengi pula oleh redistribusi.66 Pada tahun1963 akhirnya tercapai persetujuan untuk menambah jumlah kursi dari enam menjadi delapan.67 Perubahan ini came into force pada September 1965. Upaya perubahan ini didasari oleh pertimbangan bertambahnya jumlah anggota PBB dan untuk lebih memberikan kesempatan anggota PBB untuk duduk di Dewan Keamanan.68 Hal ini juga agar negara-negara anggota PBB bisa menjadi lebih terwakili kepentingannya di DK PBB. Setiap Dewan Keamanan hanya diwakili oleh satu utusan saja.
3.1 Permanent members a. Amerika Serikat b. Perancis c. Inggris d. RRC Lewat resolusi 2758 tahun 1971, diputuskan bahwa RRC berhak menduduki kursi tetap DK PBB untuk menggantikan Republik Cina yang kini berpusat di Taiwan.69 Hal ini sebagai akibat dari adanya dua kubu yang sama-sama mengklaim dirinya sebagai representasi dari Cina. e. Republik Federasi Rusia 66
Ibid. Ibid. 68 Ibid. 69 Suryokusumo (a), op. cit., hlm. 6. 67
13
Hal yang serupa juga dialami Rusia. Sebelumnya kursi tetap DK ini dipangku oleh Uni Soviet. Bubarnya Uni Soviet memunculkan pertanyaan siapakah yang berhak meneruskan jabatannya ini. Dengan telah membubarkan diri Uni Soviet telah menciptakan 3 negara Baltik, Georgia, dan 11 negara republik lainnya, yang kemudian tergabung dalam suatu di dalam satu persemakmuran negara-negara baru. Persemakmuran negara-negara baru ini lah yang direncakan untuk bertindak sebagai penggantinya. Persemakmuran negara baru ini kemudian mengukuhkan diri menjadi Russia Federation. Negara Rusia sekarang ini dinilai paling tetap menjadi suksesor Uni Soviet karena mempunyai pengawasan paling efektif di bidang pemerintahan serta mendapat dukungan terbesar dari mayoritas penduduk bekas Uni Soviet.
3.2 Non-permanent members Majelis Umum memilih anggota tidak tetap Dewan Keamanan dengan suara dua pertiga anggota yang hadir dan memberikan suaranya. Syarat yang harus diperhatikan dalam pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan adalah: a. Sumbangan negara tersebut terhadap perdamaian dan keamanan internasional, demikian juga sumbangan terhadap tercapainya tujuan organisasi PBB b. Perwakilan berdasarkan wilayah/pembagian geografis Anggota tidak tetap berjumlah 10 dan akan bertugas selama periode dua tahun. Jika waktu dua tahun telah selesai, Majelis Umum akan memilih kembali anggota tidak tetap DK yang akan bertugas selanjutnya. Negara yang telah habis masa tugasnya itu tidak bisa langsung eligible untuk dipilih kembali.70 Akan dipilih negara lain yang akan menggantikan mereka. Untuk memastikan adanya kontinyuitas, pemilihannya dipecah menjadi dua, lima negara dipilih setiap tahunnya.71 Jadi akan ada pergantian anggota setiap tahun. Presiden Dewan Keamanan akan diambil secara bergiliran setiap bulan dari negara-negara anggota, dipilih berdasarkan urutan abjad dari negara perwakilan tersebut. Seperti disebutkan di atas, pemilihan anggota tidak tetap memperhatikan pula perwakilan berdasarkan wilayah atau pembagian geografis. Komposisinya bisa dilihat sebagai berikut: (bisa juga dilihat dari tabel di atas) 70 71
Bowett, op. cit., hlm. 42. Ibid.
14
3 kursi untuk negara Afrika 2 kursi untuk negara Asia 2 kursi untuk negara Amerika Latin 2 kursi untuk negara Eropa Barat dan lainnya 1 kursi untuk negara Eropa Timur
4. Subsidiary organs dalam Dewan Keamanan 4.1 Committees 4.1.1 Komite Staf Militer, dibentuk untuk memberikan nasehat dan bantuan kepada Dewan Keamanan mengenai semua masalah yang bertalian dengan kebutuhan militer Dewan Keamanan guna pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pergelaran dan komando atas pasukan-pasukan yang ditempatkan di bawahnya, pengaturan persenjataan dan perlucutan senjata yang mungkin dilakukan (pasal 47). 4.1.2 Standing Committee: Security Council Comitte of Experts, Security Council Committee on Admission of New Members, dan Security Council Committee on Council meeting away from Headquarters. Masing-masing berisikan representasi dari semua anggota Dewan Keamanan.72 Standing Committee bertugas untuk mengurus hal-hal administratif73. 4.1.3 Ad Hoc Committees, dibuat untuk merancang resolusi, menyelidiki suatu isu, dan memediasi konflik.74 Didirikan seperlunya, terdiri dari semua anggota Dewan dan mengadakan pertemuan di rapat yang tertutup.75 a. Governing Council of the United Nations Compensation Commission established by Security Council resolution 692 (1991) b. Committee established pursuant to resolution 1373 (2001) concerning Counter-Terrorism
72
Security Council Sanctions Committee: An Overview, http://www.un.org/sc/committees/ diakses pada tanggal 11 November 2011. 73 Bowett, op. cit. 42. 74 Comittees: Standing and Ad Hoc, http://www.un.org/en/sc/repertoire/subsidiary_organs/committees_stand ing_and_adhoc.shtml diakses tanggal 11 November 2011. 75 Security Council Sanctions Committee: An Overview, loc. cit.
15
c. Committee established pursuant to resolution 1540 (2004) of terrorism/weapons and mass destruction 4.1.4 Sanction Committee, sebelumnya telah dijelaskan bahwa Dewan Keamanan jika menganggap bahwa tindakan dari suatu negara membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, dapat menjatuhkan sanksi kepada negara tersebut. Untuk itu dibuat lah komite ini, yang bertugas untuk menentukan sanksi dan mengawasi jalannya sanksi tersebut.76 Rincinya adalah sebagai berikut: a. Mencari informasi mengenai implementasi dari tindakan yang diambil
berdasarkan pasal b. Mempertimbangkan informasi mengenai pelanggaran dari tindakan
merekomendasikan tindakan lain sebagai respon dari violasi tersebut c. Melaporkan kepada Dewan mengenai dugaan adanya pelanggaran d. Memberikan pertimbangan dan memutuskan berdasarkan adanya
permintaan untuk dikecualikan dari e. Memeriksa laporan yang diajukan f.
Mengidentifiksi individu dan entitas yang menjadi subjek dari sanksi/tindakan
g. Memberikan
rekomendasi
kepada
dewan
mengenai
bagaimana
memperbaiki efektivitas sanksim Sanction Committee yang aktif pada tahun 2011 ini adalah: a. Security Council Committee pursuant to resolutions 751 (1992) and 1907 (2009) concerning Somalia and Eritrea b. Security Council Committee pursuant to resolution 1267 (1999) and 1989 (2011) concerning Al-Qaida and associated individuals and entities c. Security Council Committee established pursuant to resolution 1518 (2003) concerning Iraq d. Security Council Committee established pursuant to resolution 1521 (2003) concerning Liberia 76
Loc. cit.
16
e. Security Council Committee established pursuant to resolution 1533 (2004) concerning the Democratic Republic of the Congo f. Security Council Committee established pursuant to resolution 1572 (2004) concerning Côte d'Ivoire g. Security Council Committee established pursuant to resolution 1591 (2005) concerning the Sudan h. Security Council Committee established pursuant to resolution 1636 (2005) concerning Lebanon i. Security Council Committee established pursuant to resolution 1718 (2006) concerning North Korea j. Security Council Committee established pursuant to resolution 1737 (2006) concerning Iran k. Security Council Committee established pursuant to resolution 1970 (2011) concerning Libya l. Security Council Committee established pursuant to resolution 1988 (2011) concerning Taliban 4.2 Working Groups Working Groups yang aktif tahun 2011 ini: a. Security Council Working Group on Peacekeeping Operation b. Security Council Ad Hoc Working Group on Conflict Prevention and Resolution in Africa c. Security Council Working Group established pursuant to resolution 1566 (2004) about additional measures on terrorism d. Security Council Working Group on Children and Armed Conflict e. Security Council Informal Working Group on Documentation and Other Procedural Questions f. Security Council Working Group on International Tribunal 4.3 Peacekeeping Operations Sejak tahun 1948, PBB telah menurunkan 66 Peacekeeping Operation/Operasi Pengawas-Perdamaian. Operasi Pengawas-Perdamaian Dewan Keamanan menurut bab VII UN Charter, untuk membantu meredakan ketegangan, memisahkan kekuatan yang saling bertikai, dan menciptakan kondisi yang tenang di mana penyelesaian 17
damai bisa diupayakan.77 Operasi ini bisa melibatkan misi pengamat militer, pasukan pengawas-perdamaian atau kombinasi dari keduanya.78 Personil militer operasi pengawasan perdamaian disumbangkan secara sukarela oleh negara-negara anggota dan memperoleh dana dari masyarakat internasional.79 4.4 International Tribunal Dewan Keamanan telah membuat dua Pengadilan Kejahatan Internasional: a. International Tribunal for the Prosecution of Persons Responsible for Serious Violations of International Humanitarian Law Committed in the Territory of the Former Yugoslavia since 1991 - established by S/RES/808 (1993) - International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) b. International Tribunal for the Prosecution of Persons Responsible for Serious Violations of International Humanitarian Law Committed in the Territory of Rwanda and Rwandan Citizens Responsible for Genocide and Other Such Violations Committed in the Territory of Neighbouring States between 1 January and 31 December 1994 - established by S/RES/955 (1994).
5. Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan pada Dewan Keamanan didasarkan atas suara afirmatif. Setiap anggota Dewan Keamanan mempunyai satu suara. Semua anggota Dewan Keamanan diwajibkan hadir pada saat pengambilan suara, kecuali jika negara itu menjadi pihak dalam sengketa yang dibicarakan. Veto Telah disebutkan bahwa untuk masalah non-prosedural harus terdapat great power unanimity yang berarti kelima anggota tetap itu harus sepakat atau setidaknya abstain untuk mencapai suatu keputusan non-prosedural. Negative vote berarti veto. Tapi ada aturan yang membatasi penggunaan veto, yaitu jika ada negara anggota Dewan Keamanan yang menjadi pihak dalam sengketa yang dibicarakan, ia tidak mempunyai hak suara.80 Jadi anggota permanen itu tidak bisa menggunakan
77
Perserikatan Bangsa-Bangsa, op. cit. hlm. 11. Ibid, 81. 79 Ibid. 80 Piagam PBB, ps. 27. 78
18
vetonya karena ia diwajibkan abstain.81 Namun sampai sekarang kewajiban untuk abstain pada salah satu pihak yang terlibat sengketa sering diabaikan. Contohnya adalah Resolusi DK terhadap kasus Lockerbie, di mana Dewan Keamanan telah mengambil keputusan terhadap Libya sementara AS, Inggris dan Perancis mengambil bagian dalam pemungutan suara. Veto power ini membuat suara dari kelima anggota tetap itu bernilai lebih dari anggota lainnya. Hal ini memang bertentangan dengan pasal 2 ayat 1 Piagam PBB yang berprinsipkan persamaan kedaulatan dari semua anggotanya. PBB pada hakikatnya tidak boleh melanggar independensi dan kedaulatan dari anggotaanggotanya.82 Dilarang mecampuri urusan yang merupakan yurisdiksi dari suatu negara. Dalam mengatasi masalah yang berada dalam lapangan internasional, ia tidak punya kekuasaan kecuali dalam batas-batas tertentu.83 Sebagian besar organnya hanya bisa mengadakan diskusi atau membuat rekomendasi.84 Tapi berbeda halnya dengan Dewan Keamanan. Ia bisa membuat keputusan yang mengikat. Anggotanya pun memiliki veto power. Apa yang membuat negara-negara ini dibenarkan untuk memiliki veto power merupakan masalah yang dibahas pada konferensi di San Francisco.85 Pertama, kepentingan dari anggota tetap dalam memelihara perdamaian dan
keamanan
internasional
serta
kontribusi
mereka
terhadap
organisasi
membenarkan keharusan adanya persetujuan mereka dalam segala hal yang sifatnya substantif. Kedua, unanimitas akan memastikan kerjasama major powers dan menjamin bahwa tidak akan terjadi konflik terbuka diantara mereka yang mungkin berakibat fatal bagi organisasi.86 Namun apa yang terjadi adalah veto ini seringkali menjadi penghalang bagi Dewan Keamanan untuk membuat keputusan yang substantif.87 Hal ini mencolok sekali terutama pada masa perang dingin. Pada akhir 1966, veto dipakai sebanyak 109 kali, 104 dari veto itu dikeluarkan oleh Uni Soviet.88 Mengutip John vandaele:
81
Suwardi, op. cit., hlm. 292. Goodrich (a), op. cit., hlm. 108. 83 Ibid. 84 Ibid. 85 Goodrich (b), op. cit., hlm. 33. 86 Ibid. 87 Ibid. 88 Ibid. 82
19
“During the Cold War it was almost impossible for the council to involve itself in the vast territories the two superpowers regarded as their backyard.” Pada masa perang dingin tahun1960-1970an kedua negara superpower itu menggunakan veto secara semena-mena dan hampir semuanya tanpa alasan yang jelas, menghalangi negara-negara untuk menjadi anggota untuk melindungi kepentingan nasionalnya sendiri.89 Menurut Goodrich90:
In the state of internasional affair that prevailed during the year 1946-1955 when the cold war was developing at its height, the great majority of members were prepared to follow the lead of the United States. The Soviet Union saw the veto as the only means of preventing decisions from being taken which it considered contrary to its interests. The repeated exercise of the veto by the Soviet representatives led to the claim that the Soviet Union was obstucting the work of organisation by preventing the Security Council from taking decisions supported by the required majority of the members and consequently, was guilty of preventing the security council from discharging its responsibility.
Masalah ini kemudian terselesaikan lewat persetujuan politis yang dikenal dengan sebutan “package deal”.91 Caranya adalah bahwa jika ada sepuluh negara yang menjadi anggota PBB, lima negara adalah calon yang didukung AS dan lima negara calon yang didukung Uni Soviet, negara yang diusung AS akan diterima oleh Uni Soviet dan begitu pula sebaliknya.92 Berbeda kontras dengan masa sebelumnya, pada pasca perang dingin banyak sekali resolusi yang dikeluarkan DK.93 Tapi diantara resolusi-resolusi itu Dewan tidak
89
Thalif Deen, “How Veto Power Stymied”, http://www.globalpolicy.org/component/content/article/185/42658. html diakses pada tanggal 1 November 2011. 90 Goodrich (b), op. cit, hlm. 33 91 Suwardi, op. cit., hlm. 276 92 Ibid. 93 John Vandaele, “Security Council Could Produce Insecurity”, http://www.globalpolicy.org/component /content/article/196/42659.html diakses pada tanggal 1 November 2011.
20
pernah mengeluarkan satu pun resolusi berkaitan dengan perang antara AS dan Vietnam. Lebih jauh lagi, seperti dijelaskan dengan baik oleh Vandaele: The Iraq wars, the one with Iran and then the two led by the U.S., illustrate the consequences of the veto power very well. The most important rule of the Security Council, the backbone of the international security architecture, is that the use of force between states is forbidden. There are two exceptions: self-defence, and military measures authorised by the council. Yet, when Iraq invaded Iran in 1980 the council did not really react because most of the P5, for one reason or another, liked Iran being attacked, one year after its Islamic revolution. When Iraq invaded Kuwait in 1990 on the other hand, the U.S. was able to convince almost all countries of the world to join it to force Iraq to respect the rule of law and oust Saddam Hussein from Kuwait. When the U.S. invaded Iraq, the council didn't do anything because the U.S. could block any resolution. So, three transgressions of rules, three different reactions.94
Contoh lainnya adalah ketika US dengan bertubi-tubi memveto keputusan apapun yang menjegal Israel untuk menaati resolusi 465 yang menghimbau Israel untuk menghentikan pembangunan dan membongkar bangunan yang sudah didirikannya di wilayah Arab termasuk Palestin.95 Israel tidak pernah mengindahkan resolusi ini dan tidak satupun sanksi diberikan oleh Dewan Keamanan karena pendukung Israel, yaitu Amerika Serikat selalu siap untuk memblok upaya-upaya itu.96 Tabel 1 Penggunaan Veto Anggota Tetap DK PBB Sumber: Wulan Purnamawati, Kendala Reformasi Dewan Keamanan PBB. Tahun
Negara Pengguna Hak
Konflik
Veto yang Mendominasi 1946-1966
Uni
Soviet,
Inggris, Masalah
94
Vandaele, loc.cit. Ibid. 96 Ibid. 95
21
keanggotaan
Perancis
PBB, agresi Korea Utara, Terusan
Suez,
India
Pakistan, Timur Tengah 1966-1986
Uni Soviet, AS
Konflik
Timur
Tengah,
konflik
benua
Afrika,
konflik Vietnam 1986-2004
AS, Inggris
Konflik
Timur
Tengah,
Perang Irak
Itu hanya beberapa dari sekian banyak veto yang digunakan untuk kepentingan negara itu sendiri. Penggunaan-penggunaa veto seperti itu menimbulkan pertanyaan bagi kredibilitas Dewan Keamanan dan sinkronisasi tujuan diberikannya veto oleh pendiri PBB dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Masalah veto ini membawa reaksi oposisi dari dalam organisasi itu sendiri. Dalam Majelis Umum, banyak sekali debat dan resolusi digelar mengenai penggunaan veto yang terlampau sering.97 Misalnya dalam hal veto untuk anggota baru yang dilakukan oleh Soviet tadi. Tindakan Majelis Umum yang berusaha untuk menjaring sebanyak mungkin negara anggota untuk mengutuk tindakan Uni Soviet itu ternyata tidak membuahkan hasil yang diinginkan.98 Pendekatan lain adalah lewat usaha memangkas penggunaan veto.99 Majelis Umum telah meminta saran dari ICJ. Pertama, Majelis Umum bertanya apakah bisa dibenarkan jika Dewan Keamanan mendasari rekomendasi keanggotaan diluar dari apa yang disyaratkan dalam pasal 4. Uni Soviet pada waktu itu menyatakan bahwa penolakannya atas keanggotaan Finlandia dan Italy dengan alasan bahwa AS dan negara barat telah menolak membership application dari blok komunis.100 Sementara itu ICJ menyatakan bahwa alasan Soviet itu tidak bisa dibenarkan jika melihat pada Piagam PBB. Pernyataan ICJ ini tidak membawa perubahan pada sikap Soviet sehingga MU mengirimkan pertanyaan kedua mengenai apakah mungkin menerima anggota baru tanpa
97
Goodrich (b), op. cit. hlm. 37. Ibid. 99 Ibid. 100 Ibid. 98
22
rekomendasi dari DK.101 Tapi ICJ berpendapat bahwa rekomendasi DK memang dibutuhkan dalam penerimaan anggota baru.102 6. Reformasi Dewan Keamanan Banyak anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa berpendapat bahwa saat ini anggota tetap Dewan Keamanan PBB tidak merefleksikan dan mewakili keadaan saat ini. Anggota tetap Dewan Keamanan PBB dianggap merefleksikan dan mewakili keadaan ditahun 1945 bukan di abad 21 , sehingga dianggap tidak relevan lagi.103 Reformasi Dewan Keamanan telah menjadi agenda Majelis Umum semenjak 1965 yang dilanjutkan pada tahun 1979 oleh negara-negara seperti India, Nigeria, Argentina dan Nepal yang berisi tuntutan penambahan anggota tidak tetap dari 10 menjadi 14, tetapi ia hanya mendapat perhatian yang sedikit. 104 Pada tahun 1992, kebijakan-kebijakan Dewan Keamanan yang tidak populer membawa negara-negara yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok mengirimkan gagasan kepada Majelis Umum PBB yang menjadi dasar dari resolusi 47/62 yang menginstruksikan Sekjen untuk mengumpulkan komentar negara-negara anggota PBB mengenai reformasi Dewan Keamanan.105 Hasilnya adalah mayoritas menyatakan tidak setuju atas komposisi dan metode kerja Dewan Keamanan. Hasil ini kemudian ditindaklanjuti oleh pembentukan Open Ended Working Group yang menghasilkan Razali Plan.106 Razali Plan ini terfokus pada masalah perluasan anggota, metode pengambilan keputusan, transparansi.
Keterwakilan kawasan dan Anggota tetap
Seperti telah disinggung sebelumnya, negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan yang seharusnya menjadi kunci dari tercapainya perdamaian dan keamanan internasional, justru malah menjadi obstacle dalam banyak kasus dan 101
Ibid. Ibid. 103 Adita Bella Lastania, “Usulan dan Upaya Reformasi Struktural dalam Dewan Keamanan PBB”, http://politik.kompasiana.com/2010/09/30/usulan-dan-upaya-reformasi-struktural-dalam-dewan-keamanan-pbb/ diakses pada tanggal 12 November 2011. 104 James A. Paul, “Security Council Reform: Arguments about the Future of the United Nations System”, http://www.globalpolicy.org/component/content/article/185/41128.html diakses pada tanggal 1 November 2011. 105 Wulan Purnamawati, “Kendala Reformasi Dewan Keamanan PBB”, http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=102:kendala-reformasi-dewankeamanan-pbb-&catid=34:mkp&Itemid=61 diakses pada tanggal 11 November 2011. 106 Loc. cit 102
23
menjadi negara yang tidak mencerminkan peran mereka sebagai penjaga perdamaian. Mereka semua memiliki senjata nuklir serta hampir semua stok senjata kimia dan biologi.107 Mereka memiliki perlengkapan militer paling canggih dan menghabiskan skitar 2/3 $775 triliun untuk pembiayaannya pada tahun 1995. 108 Mereka adalah partisipan penting dalam perdagangan senjata internasional. 109 Dan mereka juga telah mengabaikan piagam PBB yang menentukan bahwa mereka harus abstain ketika mereka adalah pihak yang bersengketa. 110 Upaya-upaya untuk merubah anggota permanen sudah bisa dibilang buntu karena dalam pasal 23 disebutkan negara-negara yang menjadi anggota tetap, membuat perubahan anggota tetap harus terlebih dahulu melalui amandemen piagam. Untuk mengamandemen piagam, menurut pasal 107 dan 108 dibutuhkan persetujuan bulat dari anggota tetap DK, sementara itu, untuk apa mereka menyetujui amandemen yang mencabut diri mereka sendiri dari keistimewaan yang kini mereka dapatkan? Menanggapi usul reformasi ini, beberapa negara yang memiliki kedudukan signifikan
dalam
kawasannya
seperti
India,
Brazil,
Jerman
dan
Jepang
mengekspresikan keinginannya untuk duduk di kursi anggota tetap DK. Keempat negara tersebut dikenal dengan sebutan G-4, yang telah medeklarasikan diri untuk menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Negara G-4 ini kini tengah melobi negara-negara PBB untuk mendukung usulan reformasi di dalam Dewan Keamanan PBB.111 Pertumbuhan anggota PBB dewasa ini meuntut juga perluasan keanggotaan demi meningkatkan efektivitas Dewan Keamanan. Dalam usulan perluasan anggota Dewan Keamanan PBB, Kofi Annan memberikan usulan yang dengan Model A dan Model B. Model A menjelaskan bahwa akan ada enam anggota tetap Dewan Keamanan PBB namun tanpa hak veto yang masing mewakili masing-masing benua dengan kuota kursi dua untuk Afrika dan Asia serta masing satu kursi untuk Amerika dan Eropa dan dengan tiga anggota tidak tetap dengan masa jabatan dua tahun dan masing-masing dari Eropa, Amerika dan Afrika. Model B mengusulkan tidak ada lagi anggota baru dalam Dewan Keamanan PBB tetapi hanya menambahkan menjadi 107
Paul, loc. cit. Loc.cit. 109 Loc.cit. 110 Loc. cit. 111 Lastania, loc. cit. 108
24
delapan anggota tetap dan dapat diperbaharui setelah empat tahun serta mewakili empat area yaitu, Eropa, Afrika, Asia dan Amerika.112 Veto Mengenai masalah veto, salah satu pendekatan yang baru bisa dilakukan adalah, para pihak yang menginginkan reformasi menempuh cara penyerangan halus terhadap veto dengan sebanyak mungkin memasukkan suatu masalah ke dalam procedural matters yang tidak memerlukan amandemen Piagam.113 Sebagian lagi menyarankan untuk membatasi hal-hal dimana veto bisa dilakukan. Sebagian lagi menyarankan penggantian veto dengan sistem weighted vote.114 Reformasi moneter Awal mula masalah keuangan terjadi saat krisi Kongo tahun 60an. Sejak saat itu masalah keuangan PBB semakin buruk meskipun telah dilakukan pengetatan anggara. Masalah keuangan ini makin diperparah dengan adanya negara-negara besar seperti Rusia dan Amerika Serikat yang menunggak untuk melakukan pembayaran.115 Salah satu usulan berjudul A More Secure World: Our Shared Responsibility, mensugestikan perluasan anggota tetap hendaknya memasukkan negara-negara yang kuat secara finansial sehingga bisa berkontribusi besar bagi pemulihan kondisi keuangan PBB.116 Jerman dan Jepang adalah dua negara yang mampu tapi juga lebih dari mau untuk mengisi kursi tersebut.
7. Perdebatan Abstein dengan Abesent dalam Dewan Keamanan Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa pengambilan keputusan pada Dewan Keamanan didasarkan atas suara afirmatif, yakni setiap anggota Dewan Keamanan mempunyai satu suara. Dalam permasalahan voting dalam Dewan Keamanan PBB, menurut pengaturan dalam pasal 27 (1) piagam PBB dinyatakan bahwa setiap anggota Dewan Keamanan PBB mempunyai satu suara. Jika digabungkan dengan pasal 27 (3)
112
Lastania, loc. cit. Paul, loc.cit 114 Loc. cit 115 Purnamawati, loc. cit. 116 Loc. cit. 113
25
Piagam, akan tampak perbedaan hak suara antara anggota tetap dan anggota tidak tetap. 7.1 Keputusan Dewan Keamanan PBB terdiri atas: 1.
Keputusan yang menyangkut masalah prosedural Masalah prosedural akan ditetapkan dengan suara sembilan anggota Dewan Keamanan (Pasal 27 (2) Piagam). Pada pertemuan San Fransisco, keempat negara besar (AS, Uni Soviet, Inggris, dan Cina) membuat daftar yang masuk dalam katergori masalah prosedural, yakni contohnya adalah keputusan yang didasarkan pada persoalan tata tertib (Pasal 28-32 Piagam), seperti pertanyaan yang sehubungan dengan agenda penundaan rapat. Pada masalah penundaan rapat, undangan negara bukan anggota dewan untuk berpartisipasi dalam rapat. Pasal 28-32 adalah masalah prosedural. Ketika sengketa dibawa ke Dewan Keamanan ia tidak langsung dimasukkan ke dalam agenda Dewan.117 Dewan harus lebih dulu memutus lewat prosedural voting, apakah akan memasukkan masalah tersebut ke dalam agendanya.118 Dewan akan memutuskan apakah masalah itu bersifat internasional atau tidak.119 Intinya, apakah Dewan Keamanan mempunyai kompetensi untuk menyelesaikan masalah tersebut, karena jika tidak, berdasarkan pasal 2 ayat 7 masalah tersebut merupakan masalah dalam negeri dan karenanya Dewan Keamanan tidak boleh ikut campur.120 Adalah masalah prosedural pula untuk memutuskan dikeluarkannya suatu kondisi dari agendanya.121 Masalah prosedural bukanlah merupakan subjek dari veto.
2.
Keputusan yang menyangkut masalah non prosedural Masalah non-prosedural adalah masalah-masalah yang berkenaan dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Bab VI dan VII harus ditangani lewat
non-prosedural voting. Misalnya rekomendasi
penyelesaian sengketa, penjatuhan sanksi ekonomi maupun tindakan militer. 117
Bowett, op. cit. hlm. 44 Ibid. 119 Ibid. 120 Piagam PBB, ps 2 (7). 121 Bowett, op. cit. hlm. 44 118
26
Masalah nonprosedural ditetapkan dengan 9 (sembilan) suara termasuk suara anggota tetap Dewan Keamanan (Pasal 27 (3) Piagam). Contoh dari masalah non prosedural adalah rekomendasi untuk penyelesaian sengketa dan keputusan untuk tindakan dengan kekerasan. Jika ada keraguan apakah suatu kasus termasuk perkara prosedural atau nonprosedural, masalah itu menjadi masalah non-prosedural sehingga masalah tersebut menimbulkan double veto. Double veto adalah rangkaian dua vote negatif: 1). Ketika anggota tetap mengeluarkan veto mengenai apakah suatu masalah itu prosedural atau bukan, 2). Anggota DK tersebut kemudian kembali mengeluarkan veto dalam pengambilan suara non-prosedural itu sendiri.122 Menurut L. Claude Yunior: “double veto seemed to authorize any great power to veto any effort to remove matters from the range of its veto, thereby permitting the indefinite extension of the capacity for negotiation assigned to the permanent members”.123 Untuk menghindari double veto maka presiden DK akan menetapkan apakah suatu masalah itu merupakan masalah prosedur atau bukan, akan dimintakan pendapat dari anggota Dewan Keamanan, bila dalam satu bulan tidak ada reaksi maka ia yang akan menetapkan. Ini adalah keputusan final kecuali nanti diperbaiki dengan prosedur pengambilan keputusan di Dewan Keamanan.124 Terkait dengan masalah nonprosedural, pertanyaan yang kemudian timbul adalah, apakah suara bulat anggota tetap Dewan Keamanan adalah suara bulat wakilwakil anggota tetap Dewan Keamanan ataukah suara bulat dari wakil-wakil anggota tetap Dewan Keamanan yang hadir dan memberikan suaranya?. Hal ini sangat penting dengan hubungannya dengan masalah kehadiran, yakni anggota tetap yang tidak hadir (absent) serta masalah pemberian suara, yakni anggota tetap yang tidak memberikan suara (abstain). 7.2 Pasal 27 (3) Piagam ini menimbulkan interpretasi, yakni: 1.
Menghendaki suara bulat anggota tetap Dewan Keamanan
122
Yuen-li Liang, “The So-Called "Double Veto"”, The American Journal of International Law Vol. 43, No. 1 (Jan., 1949), hlm. 134. 123 Inis L. Claude, Jr, Swords into Plowshares (London: London University Press Ltd, third edition, 1970) hlm. 134, dikutip oleh Sri Suwardi dalam Pengantar Hukum Organisasi Internasional, hlm 294. 124 Suwardi, hlm. 294.
27
Apabila salah satu atau lebih anggota tetap Dewan Keamanan tidak hadir (absent) atau tidak memberikan suara (abstain), maka tidak ada pemungutan suara yang sah. 2.
Anggota tetap Dewan Keamanan dapat mempergunakan hak veto-nya dengan tidak hadir (absent) pada saat pemungutan suara.
3.
Putusan tetap dinyatakan sah meskipun salah satu dari anggota tetap Dewan Keamanan abstain dalam voting. Pada buku ibu Sri Setianingsih, abstain dalam pemungutan suara pada Dewan
Keamanan dapat diartikan veto. Hal ini merupakan akibat dari kata “including the concurring votes of permanent members” dimana dimaksutkan adalah suara kelima anggota tetap Dewan Keamanan, dan dikecualikan hanya pada keputusan dibawah bab 6 Piagam dan Pasal 52 (3), anggota Dewan Keamanan adalah salah satu pihak yang berselisih akan abstain pada waktu pemungutan suara. Kemudian, interpretasi manakah yang dipergunakan pada saat pengambilan keputusan? Berdasarkan buku ibu Sri Setianingsih pula, kata “including the concurring votes of permanent members” tersebut jika dihubungkan dengan Pasal 108 dan 109 (2) Piagam “including all the permanent members of the security council”, maka interprestasi ketiga yang lebih diterima. Hal ini disebabkan abstain dari salah satu anggota tetap Dewan Keamanan tidak dipertimbangkan mempunyai dampak negatif pada pemungutan suara. Tidak hadir (absent) oleh anggota tetap Dewan Keamanan dipertimbangkan sebagai abstain dalam pemungutan suara. Selain itu, berdasarkan diskusi yang dilakukan oleh penulis dengan bapak Ristian Atriandi, analis Strategic Studies Nanyang Technological University, Singapore, menyatakan bahwa interpretasi ketiga lebih diterima, yakni putusan tetap dinyatakan sah meskipun salah satu dari anggota tetap Dewan Keamanan abstain dalam voting, sebab selama anggota tetap Dewan Keamanan tidak ada yang mempergunakan veto, maka berlaku mekanisme voting biasa. Hal ini terkecualikan jika ada salah satu anggota tetap Dewan Keamanan mempergunakan veto-nya, maka tidak diberlakukan mekanisme voting. 7.3 Contoh kasus yang berkenaan dengan perdebatan abstein dengan abesent dalam Dewan Keamanan 28
Perang Korea (1950) Pada Januari 1950, perwira CIA stasiun Cina, Douglas Mackiernan, menerima ramalan intelejen Cina dan Korea Utara yang meramalkan bahwa tentara Korut akan menyerang ke Selatan. Dengan alasan membalas provokasi Korea Selatan, tentara Korea Utara menyebrangi paralel ke-38 dengan dibantu tembakan artileri. Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK PBB, meskipun Uni Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak Januari. Pada 27 Juni 1950, Presiden Truman memerintahkan angkatan udara dan laut AS untuk membantu rezim Korea Selatan. Setelah memperdebatkan masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan kepada PBB, Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet menuduh Amerika memulai intervensi bersenjata atas nama Korea Selatan. Uni Soviet menentang legitimasi perang tersebut, karena: 1. Data intelejen tentara Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83 didapatkan dari intelejen AS; 2. Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) tidak diundang sebagai anggota sementara PBB, yang berarti melanggar Piagam PBB Pasal 32; 3. Perang Korea berada di luar lingkup Piagam PBB, karena perang perbatasan Utara-Selatan
awalnya
dianggap
sebagai perang
saudara.
Selain
itu,
perwakilan Soviet memboikot PBB untuk mencegah tindakan Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat dari 5 anggota tetap DK PBB. Berdasarkan
hal
tersebut,
Resolusi
83
Dewan
Keamanan
yang
merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik Korea dipertanyakan ke-absahan nya, sebab Uni Soviet sebagai anggota tetap Dewan keamanan PBB tidak menyetujui dengan tidak menghadiri (absent) sidang pemungutan suara. Pertanyaannya adalah, apakah putusan Dewan keamanan sah
29
apabila tidak dihadiri (absent) oleh salah satu anggota tetap (dalam hal ini adalah Uni Soviet) Dewan Keamanan? Jawabannya, sebagaimana penjabaran di subbab sebelumnya, putusan tetap dinyatakan sah meskipun salah satu dari anggota tetap Dewan Keamanan abstain dalam voting, sebab selama anggota tetap Dewan Keamanan tidak ada yang mempergunakan veto, maka berlaku mekanisme voting biasa. Tidak hadir (absent) oleh anggota tetap Dewan Keamanan dipertimbangkan sebagai abstain dalam pemungutan suara. Dalam hal ini, absentnya Uni Soviet maka dipertimbangkan sebagai abstain dalam pemungutan suara. Sehingga, Pada Resolusi 83, dimana tidak ada veto dari negara manapun terkait dengan bantuan militer kepada republik Korea, maka dipergunakan mekanisme voting biasa, yakni minimal disetujui oleh 9 anggota tetap dan tidak tetap Dewan Keamanan. Kembali ditegaskan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan tidak diperlukan suara bulat dari 5 anggota tetap Dewan Keamanan selama tidak ada veto oleh anggota tetap. Dalam hal ini, Uni Soviet hanya melakukan veto pada saat resolusi 82, dengan memboikot pertemuan sejak Januari. Sehingga yang salah dalam hal ini justru resolusi 82. Resolusi seharusnya tidak dapat dikeluarkan sebab Uni Soviet telah melakukan veto. Dalam mekanisme veto, satu negara memveto maka keluar putusan (resolusi) yang berisi veto tersebut walau ditentang oleh seluruh anggota Dewan Keamanan. 8. Bagaimana UNSC Secara Global dan Keseluruhan dapat Maintaining Internasional peace and Security Dewan keamanan adalah organ utama dalam menanggulangi masalah-masalah perdamaian dan keamanan internasional. Perserikatan bangsa-bangsa adalah organisasi Internasional yang memiliki fungsi dan tujuan mampertahankan perdamaian dan keamanan nasional. Dewan keamanan telah banyak membantu diselesaikannya konflik antar negara, ataupun upaya preventif untuk mencegah terjadinya pertikaian yang berkepanjangan sehingga akan meningkat menjadi peperangan, berupaya agar pihak-pihak yang bersengketa menempuh upaya damai dan perundingan daripada peperangan, dan berupaya memulihkan kembali perdamaian setelah terjadi perang. Namun terlihat adanya perbedaan pola konflik sejak tahun 1990-an, yang mana konflik lebih banyak terjadi di dalam suatu negara dan bukan konflik antara 30
negara-negara.
Hal ini juga berdampak pada tanggapan komunitas internasional
dalam menghadapi suatu konflik. Di mana konflik-konflik sipil ini memunculkan masalah yang sangat kompleks terkait tanggapan komunitas internasional, apakah akan melakukan intervensi untuk melindungi penduduk sipil yang terancam akibat konflik itu atau tidak. Untuk mencegah terjadinya konflik, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk dan meningkatkan jangkauan instrumen perdamaian yang dimilikinya. Untuk menjawab tantangan-tantangan itu Perserikatan Bangsa-Bangsa banyak mengadaptasi operasi-operasi perdamaian, yang semakin banyak melibatkan organisasi-organisasi regional dan pemulihan pembangunan perdamaian paska-konflik. untuk menanggulangi konflik-konflik sipil, Dewan Keamanan banyak melakukan operasi-operasi pengawasan-perdamaian yang kompleks. Diantaranya: 1. Membantu mengakhiri konflik dan membangun rekonsiliasi di negara ElSalvador, Guatemala, Kamboja, Mozambik. 2. Tahun 1995 sampai 1997 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak membentuk operasi perdamaian apapun, karena konflik yang berbentuk tindak kekerasan etnis di negara Somalia, Rwanda, dan bekas Yugoslavia merupakan tantangan baru bagi organisasi internasional ini. 3. Mengatasi krisis berkepanjangan di negara Republik Demokratis Konggo, Republik Afrika Tengah, Timor-Timur, Kosovo, dan Sierra Leone, Dewan Keamanan membentuk lima misi perdamaian antara tahun 1998-1999. 4. Tahun 2000 misi perdamaian Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dikirim untuk mendukung proses perdamaian antara Ethiopia dan Eritrea.
Dewan Keamanan adalah salah satu organ Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tanggungjawab utama yaitu mempertahankan perdamaian dan keamanan. Berdasarkan UN Charter negar-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa diwajibkan untuk menerima dan melaksanakan keputusan-keputusan Dewan Keamanan. Berbeda dengan rekomendasi dari badan-badan Perserikatan BangsaBangsa yang lain, yang tidak memiliki kekuatan memerintah sebagaimana keputusankeputusan Dewan Keamanan. Walaupun rekomendasi itu tetap dapat mempengaruhi situasi, karena merupakan perwujudan dari opini kopmunitas internasional. Apabila suatu pertikaian disampaikan untuk memperoleh perhatian, maka Dewan biasanya akan melakukan desakan kepada para pihak agar menyelesaikan 31
konflik mereka dengan cara-cara damai. Dewan juga bisa memberikan rekomendasi kepada para pihak untuk suatu penyelesaia damai. Seperti mengangkat utusan khusus atau meminta sekretaris jenderal untuk menggunakan jasa-jasa baiknya. Dan dalam beberapa kasus dewan sendirilah yang melakukan investigasi dan mediasi. Apabila konflik membesar menjadi peranng, maka Dewan berupaya mengakhirinya secepat mungkin. Sering Dewang mengelurkan ketentuan-ketentuan gencatan senjata antara para pihak yang melakukan peperangan, agar tidak terjadi perluasan permusuhan. Selain itu Dewan bisa menempatkan pengamat militer atau pasukan pengawas-perdamaian ke daerah konflik untuk mendukung proses damai. BAB VII UN Charter menyebutkan bahwa wewenang Dewan Keamanan adalah mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan keputusan-keputusannya. Bisa mengenakan embargo dan sanksi atau mensahkan penggunaan kekuatan untuk memastikan bahwa mandatnya terpenuhi. Ada kasus dimana Dewan Keamanan berdasarkan BAB VII, mensahkan penggunaan kekuatan militer oleh suatu koalisi negara-negara anggota atau oleh satu organisasi regional atau melalui peraturan-peraturan tertentu. Tetapi hal ini adalah tindakan terakhir yang akan diambil oleh Dewan Keamanan, jika cara-cara damai dalam menyelesaikanpertikaian telah diupayakan dengan optimal, juga telah ada penetapan adanya ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau tindakan agresi. Dewan juga telah membentuk pengadilan internasional untuk mangadili orang-orang yang dituduh melakukan pelanggaran yang serius terhadap hukum kemanusiaan internasional dan hak-hak asasi manusia, termasuk melakukan pembinasaan secara sistematis terhadap suatu suku bangsa. Hal ini juga berdasarkan pada BAB VII.
8.1
Pencegahan konflik Strategi penting untuk mencegah pertikaian supaya tidak memuncak mejadi konflik, dan untuk mencegah berulangnya konflik, adalah diplomasi pencegahan, penempatan preventif dan pelucutan senjata preventif.dan tindakan pencegahan ini dapat dilakukan oleh Dewan Keamanan dan Sekretaris Jenderal. Contoh khusus untuk penempatan preventif adalah misi Perserikatan BangsaBangsa di bekas Republik Macedonia Yugoslavia dan di Republik Afrika Tengah. Yaitu penempatan para pengawas-perdamaian di lapangan untuk 32
mencegah kemungkinan konflik. Sedangkan contoh pelucutan senjata preventif contohnya adalah di El-Salvador, Mozambik, dan di tempat-tempat lain.
8.2
Masalah intervensi Sebenarnya banyak perdebatan di antara berbagai negara mengenai konsep intervensi ini, dalam masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia secara besar-besaran dan meluas di dalam suatu negara. Seperti pembasmian terhadap suatu suku bangsa secara sistematis (genocide), kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan-kejahatan perang lainnya, terdapat pendapat Kofi Anna sekjen PBB di tahun 1998 yang berpendapat bahwa intervensi ini dapat dilakukan untuk melindungi penduduk sipil terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia tadi. Pendapat ini berdasarkan pada norma-norma yang terkandung di dalam UN Charter, hukum kemanusiaan internasional, hukum hak-hak asasi manusia, dan hukum pengungsi. Konsep mengenai intervensi mencakup rangkaian luas tindakan yang diantaranya dalam keadaan tertnetu dewan kemanan melakukan intervensi dalam konflik internal dengan mensahkan pembentukan “jalur aman” dan “wilayah aman” di zona-zona konflik. Mengenakan sanksi-sanksi untuk negara-negara yang keras kepala dan mengambil tindakan lainnya.
8.3
Penciptaan-perdamaian Penciptaan perdamaian adalah penggunaan cara-cara diplomatik untuk membujuk
pihak-pihak
yang
terlibat
konflik
supaya
menghentikan
permusuhan dan melakukan negosiasi untuk mencapai penyelesaian damai pertikaian mereka.
Dewan keamanan dapat merekomendasikan jalan
bagaimana menyelesaikan pertikaian atau meminta sekretaris jenderal melakukan mediasi. Berdasarkan piagam, sekretaris jenderal dapat meminta perhatian dewan keamanan pada masalah apa saja yang mungkin mengancam kelangsungan perdamaian dan keamanan internasional. Misalnya adalah tindakan yang diambil oleh sekretaris jenderal pada tahun 1988 menyebabkan berakhirnya perang antara Iran dan Iraq yang telah berkobar sejak 1980. 8.4
Pengawasan-perdamaian 33
Operasi-operasi
pengawasan-perdamaian
dibentuk
oleh
dewan
keamanan dan diarahkan oleh sekretaris jenderal, seringkali melalui Utusan Khusus. Komandan Pasukan dan Kepala Pengamat Militer bertanggungjawab untuk aspek militer. Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki pasukannya sendiri. Berdasarkan kesukarelaan negara-negara anggota yang menyediakan personil, perlengkapan dan logistik yang diperlukan untuk satu operasi. Operasi pengawasan-perdamaian dan penempatannya memperoleh wewenang dari dewan keamanan, dengan persetujuan pemerintah tuan rumah dan biasanya dengan kesepakatan pihak-pihak yang terlibat. Sejak 1948, lebih dari 750.000 personil militer, kepolisian maupun personil sipil dari sekitar 110 negara telah bertugas dalam operasi pengawasan-perdamaian, lebih dari 1.650 yang meninggal. Operasi pengawasan militer: 1.
Organisasi
pengawasan
perdamaian
perserikatan
bangsa-bangsa
(UNTSO, dibentuk tahun 1948), di Timur Tengah (kekuatan: militer 150; sipil 218) 2.
Kelompok pengamat militer perserikatan bangsa-bangsa di India dan Pakistan (UNMOGIP, 1949) (militer 46; sipil 62)
3.
Pasukan pengawas perdamaian perserikatan bangsa-bangsa di siprus (UNFICYP. 1964) (Militer 1.213; Polisi sipil 33; sipil 187)
4.
Pasukan pengamat pemisahan perserikatan bangsa-bangsa (UNDOF, 1974), di dataran tinggi Golan Siria (Militer 1.034; sipil 124)
5.
Pasukan sementara perserikatan bangsa-bangsa di Libanon (UNIFIL, 1978) (Militer 5.802; sipil 483)
6.
Misi pengamatan Iraq-Kuwait perserikatan bangsa-bangsa (UNIKOM, 1991) (militer 1.096; sipil 208)
7.
Misi perserikatan bangsa-bangsa untuk referendum di Sahara Barat (MINURSO, 1991) (militer 230; polisi sipil 31; sipil 398)
8.
Misi pengamat perserikatan bangsa-bangsa di Georgia (UNOMIG, 1993) (militer 103; sipil 240)
9.
Misi
perserikatan
bangsa-bangsa
di
Bosnia
dan
(UNMIBH, 1995) (militer 5; polisi sipil 1.808; sipil 1.772)
34
Herzegovina
10.
Misi pengamat perserikatan bangsa-bangsa di Prevlaka (UNMOP, 1996) di Kroasia (militer 27; sipil 9)
11.
Misi pemerintahan sementara perserikatan bangsa-bangsa di Kosovo (UNMIK, 1999) (militer 39; polisi sipil 4.411; sipil 3.920)
12.
Misi perserikatan bangsa-bangsa di Sierra Leone (UNAMSIL, 1999) (militer 10.386; polisi sipil 34; sipil 399)
13.
Pemerintahan transisional perserikatan bangsa-bangsa di Timor Timur (UNTAET, 1999) (militer 7.889; polisi sipil 1.398; sipil 2.655)
14.
Misi pengamat perserikatan bangsa-bangsa di Republik Demokratis Konggo (MONUC, 1999) (militer 207; sipil 358; kekuatan militer dibenarkan mencapai 5.537 kalau keadaan memungkinkan)
15.
Misi perserikatan bangsa-bangsa di Ethiopia dan Eritrea (UNMEE, 2000) (militer 1.777; sipil 183; kekuatan militer dibenarkan mencapai 4.4000)
8.5
Pemaksaan Berdasarkan BAB VII UN Charter dewan keamanan bisa mengambil langkah-langkah pemaksaan (enforcement) untuk mempertahankan atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional. Langkah tersebut mulai dari sanksi-sanksi ekonomi sampai tindakan militer internasional.
8.6
Kerjasama dengan organisasi-organisasi regional Di bekas Yugoslavia, perserikatan bangsa-bangsa bekerjasama dengan Dewan Eropa (Council of Europe) dan organisasi keamanan dan kerjasama di Eropa (OSCE) di bidang hak-hak asasi manusia, bantuan pemilihan umum, pengawasan-perdamaian dan pembangunan ekonomi. Misi yang kompleks di Kosovo telah mempertemukan perserikatan bangsa-bangsa, Uni Eropa dan OSCE.
8.7
Sanksi-sanksi Dewan keamanan menjatuhkan sanksi-sanksi yang bersifat memerintah (mandatory) sebagai alat untuk melaksanakan keputusan apabila perdamaian terancam dan upaya diplomatik gagal. Dalam dasawarsa yang lalu, sanksi telah dikenakan terhadap Iraq, bekas Yugoslavia, Libya, Haiti, Liberia, Rwanda, 35
Somalia, pasukan UNITA di Angola, Sudan, Sierra Leone, Republik Federal Yugoslavian (termasuk Kosovo), Afghanistan, Erthiopia, dan Eritrea.
8.8
Mengesahkan tindakan militer Berdasarkan BAB VII UN Charter dewan keamanan telah memberikan otorisasi kepada koalisi negara-negara anggota untuk menggunakan „semua cara yang mungkin‟, termasuk tindakan militer, untuk menanggulangi konfliksebagaimana yang terjadi ketika memulihkan kedaulatan Kuwait setelah invansi oleh Iraq (1991); untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi operasi bantuan kemanusiaan di Somalia (1992); untuk memberikan sumbangan kepada perlindungan terhadap penduduk sipil yang menghadapi risiko di Rwanda (1994); untuk memulihkan pemerintahan yang telah dipilih secara demokratis di Haiti (1994); untuk melindungi operasi kemanusiaan di Albania (1997); dan untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur (1999).
8.9
Pembangunan perdamaian Pembangunan-perdamaian telah memainkan peran yang sangat penting dalam operasi-operasi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kamboja El-Salvador, Guatemala, Mozambik, Liberia, Bosnia, dan Herzegovina serta Sierra Leone. Dan yang paling belakangan di Kosovo dan Timor Timur. Utusan-utusan mengkoordinasikan
sekretaris kegiatan
jenderal
sering
pembangunan-perdamaian
diangkat dan
untuk
memimpin
kantor-kantor pendukung pembangunan-perdamaian. Kantor-kantor semacam itu ditemukan misalnya di Liberia, Guinea-Bissau dan Republik Afrika Tengah. Tujuannya untuk membantu mencegah munculnya kembali konflik, dan mempromosikan perdamaian yang lestari.
8.10
Pemerintahan sementara Peran pemerintahan sementara pernah terjadi di Kamboja tahun 19921993 , menyusul perang saudara yang berlangsung bertahun-tahun di sana. Sebagaimana yang diuraikan di dalam perjanjian damai 1991, dewan keamanan membantuk otoritas transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kamboja, yang menyelenggarakan sektor-sektor penting pemerintahan negeri 36
itu. Setelah pemilihan umum 1993, misi tersebut menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah yang baru.
8.11
Contoh UNSC dalam maintaining internasional peace and security 1.
Republik Demokratis Konggo Menyusul pembantaian massal 1994 di Rwanda dan terbentuknya
pemerintahan baru di sana, sekitar 1,2 juta orang Rwanda suku Hutu- termasuk unsur-unsur yang telah ambil bagian dalam genosida-menyebrang ke provinsi kivu di Zaire sebelah timur, satu wilayah yang penduduknya antara lain terdiri dari suku Tutsi. Di situ muncul pemberontakan pada tahun 1996, di mana saling berhadapan orang Zaire suku Tutsi, yang dipimpin oleh Laurent Desire Kabila, dan tentara Presiden Mobutu Sese Seko yang pro-Hutu. Aliansi kekuatan demokratis untuk pembenbasan Zaire/ Konggo (ADFL) dari Kabila, yang dibantu oleh Rwanda dan Uganda, mengambil alih Kinshasa pada tahun 1997, dan membentuk Republik Demokratis Konggo. Akibat perang saudara tersebut lebih dari 450.000 orang menjadi pengungsi dan orang terlantar di dalam negerinya sendiri. Tahun 1998, satu pembenrontakan terhadap pemerintahan Kabila muncul di Kivu, dan dalam beberapa pekan pemberontak telah menguasai wilayah yang luas id negeri itu. Angola, Chad, Kenya, Namibia, dan Zimbabwe menjanjikan dukungan militer kepada presiden Kabila. Tentara Angola merebut kembali beberapa kota di sebelah barat daya, dan gerak laju kaum pemberontak menuju Kinshasa dipukul mundur dengan bantuan pasukan Angola, Namibia, dan Zimbabwe. Namun, para pemberontak mempertahankan genggamannya di wilayah bagian Timur. Gerakan perlawanan tersebut, yaitu persatuan Konggo untuk Demokrasi (RCD) didukung oleh Rwanda dan Uganda. Dewan kemanan menyerukan gancatan senjata dan ditariknya pasukan asing, serta mendesak negara untuk tidak campur tangan dalam masalah dalam negeri Konggo. Uganda menandatangani perjanjian damai dengan pemerintahan Kabila bulan April 1999. Bulan Mei, RCD pecah menjadi dua faksi. Upaya yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal, OAU dan Masyarakat Pembangunan Afrika Selatan (SADC) menghasilkan persetujuan gencatan senjata Lusaka pada bulan Juli 1999. Ditandatangani oleh Republik 37
Demokratis Konggo, bersama-sama dengan Angola, Namibia, Rwanda, Uganda, dan Zimbabwe, persetujuan tersebut menetapkan diakhirinya permusuhan dan diadakannya dialog antar orang Konggo. Untuk membantu pelaksanaan persetujuan tersebut, dewan keamanan pada bulan Agustus mensahkan ditempatkannya 90 perwira penghubung militer Perserikatan Bangsa-Bangsa di wilayah-wilayah strategis di negeri itu dan di ibukota dari negara-negara penandatangan persetujuan. Untuk menjaga hubungan dengan pihak-pihak (yang terlibat), membantu dalam pelaksanaan persetujuan, dan memantau keadaan keamanan, dean keamanan pada bulan November membentuk Misi Perserikatan BangsaBangsa di Republik Demokratis Konggo (MONUC), yang menggabungkan personil yang telah disahkan sebelumnya. Februari 2000, dewan kemanan memperluas jangkauan mandat misi tersebut. Yaitu memantau pelaksanaan gencatan senjata, mendukung pelucutan senjata dan demobilisasi, serta menyediakan dukungan bagi fasilitator dari Dialog Nasional, yang dirancang dengan bantuan OAU. Dewan kemanan mensahkan penggunaan kekuatan oleh MONUC untuk melindungi personil Perserikatan Bangsa-Bangsa dan penduduk sipil yang berada dalam ancaman nyata dari tindak kekerasan, dan membuat penempatan misi tersebut mencapai kekuatan sesuai dengan wewenang yang diberikan, yaitu 5.500 kontingen dengan akses, keamanan dan kerjasama
yang
memadai.
Pertempuran
yang
tiada
hentinya
telah
menggagalkan penempatan dan membatasi fungsi sepenuhnya dari para pengamat militer di lapangan. 2.
Ethiopia-Eritrea Dengan runtuhnya pemerintahan militer di Ethiopia tahun 1991, front
pembebasan
rakyat
Ethiopia
(EPLF)
mengumumkan
pembentukan
pemerintahan sementara dan penyelenggaraan referendum untuk menentukan keinginan rakyat Eritrea dalam kaitannya dengan status mereka dalam hubungan dengan Ethiopia. Tahun 1992, kepala komisi referendum mengundang
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
untuk
mengamati
jalannya
referendum. Majelis Umum membentuk misi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk verifikasi referendum di Eritrea (UNOVER), yang melakukan pengamatan terhadap organisasi dan pelaksanaan referendum tahun 1993 itu. Sembilan 38
puluh sembilan persen dari pemilih menginginkan kemerdekaan. Tak lama setelah itu, Eritrea menyatakan kemerdekaan dan bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1998 pertempuran meletus antara Ethiopia dan Eritrea yang dipicu oleh pertikaian mengenai perbatasan. Dewan keamanan menuntut diakhirinya permusuhan dan menawarkan bantuan teknis untuk menentukan batas-batas dan demarkasi perbatasan. Sementara Sekretaris Jenderal menyerukan diakhirinya pertikaian sehingga terbuka kesempatan mediasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Rwanda. OAU yang kemudian mengambil pimpinan dalam upaya mediasi tersebut. Mei 2000 dewan keamanan menjatuhkan embargo senjata terhadap kedua negara. Bulan Juni penghentian permusuhan yang diusulkan oleh OAU disepakati di Aljazair. Untuk membantu pelaksanaan persetujuan tersebut, dewan keamanan pada bulan Juli, membentuk Misi Perserikatan BangsaBangsa di Ethiopia dan Eritrea (UNMEE). Wewenangnya mencakup penempatan pengamat militer dan batalion infantri di sepanjang perbatasan. Bulan September dewan keamanan mensahkan penempatan pesonil sampai 4.420 orang untuk memantau berakhirnya permusuhan dan membantu dalam menjamin bahwa kedua belah pihak menghormati komitmen keamanan yang telah mereka tanyakan dalam persetujuan. 3.
Libanon Libanon bagian selatan telah menjadi panggung permusuhan antara
kelompok-kelompok Palestina di satu pihak dan pasukan Israel serta para pendukungnya di Libanon di pihak lain. Setelah Israel menyerbu Libanon bagian selatan tahun 1978, menyusul serangan komando Palestina, dewan keamanan meminta Israel untuk mundur, Organisasi dunia itu membentuk pasukan sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Libanon (UNIFIL) Untuk memastikan bahwa Israel telah menarik diri. UNIFIL juga bertugas untuk memulihkan perdamaian dan keamanan internasional, serta membantu Libanon dalam menegakkan otoritasnya di wilayah itu. Tahun 1982 setelah pertempuran seru di Libanon bagian selatan dan di seluruh perbatasan Israel-Libanon, pasukan Israel memasuki Libanon mencapai dan mengepung Beirut. Israel menarik diri dari bagian terbesar wilayah Libanon tahun 1985, tetapi tetap menguasai satu jalur daratan di 39
Libanon bagian selatan, dimana pasukan Israel dan para pendukung Libanonnya bertahan. Sebagian wilayah itu tumpang-tindih dengan wilayah penempatan UNIFIL. Permusuhan antara kelompok-kelompok Libanon dan Israel dengan pasukan-pasukan pembantunya di Libanon terus berlangsung. Dewan keamanan mempertahankan komitmennya pada integritas, kedaulatan dan kemerdekaan Libanon, sementara Sekretaris Jenderal berusaha membujuk Israel untuk meninggalkan zona aman. Israel mempertahankan pendiriannya bahwa zona aman tersebut merupakan pengaturan sementara yang dikelola oleh pihak keamanannya. UNIFIL berupaya menahan konflik untuk tidak meluas dan melindungi penduduk. Israel menarik pasukannya bulan Mei 2000, sesuai dngan resolusiresolusi dewan kemanan tahun 1978 dan bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sekretaris Jenderal
yang memverifikasi
penyelesaian
penarikan pasukan itu pada bulan Juni. Pada saat Israel menarik diri, dewan kemanan mensahkan rencana operasional
Sekretariat Jenderal untuk
membantu Libanon dalam menegakkan kembali otoritasnya. Dewan menyerukan kepada semua pihak untuk bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam upaya menstabilkan situasi. 4.
El Salvador Seperti yang diminta oleh pemerintah dan front pembebasan nasional
Farabundo Marti (FMLN), sekretaris jenderal mulai membentu dalam perundingan-perundingan yang diarahkan untuk menyudahi perang saudara di El Salvador. Untuk memverifikasi persetujuan pertama dan penting, yang dicapai tahun 1990 dewan keamanan membentuk misi pengamat persetikatan bangsa-bangsa Di El Salvador (ONUSAL) Dalam salah satu operasi apling komprehensif dalams ejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa, ONUSAL memantau persetujuan damai pada tahun 1992 dan memverifikasi demobilisasi para pejuang bersenjata dan memastikan bahwa kedua belah pihak menghormati komitmen mereka pada hak-hak asasi manusia. ONUSAL juga membantu dalam membawa reformasi yang dibuthkan untuk menganggulangi akar penyebab perang saudara-seperti reformasi hukum, pembentukan polisi sipil yang baru, dan pengalihan tanah kepada para bekas 40
pejuang dan pemilik tanah. Berdasarkan permintaan pemerintah, ONUSAL mengamati pemilihan tahun 1994. Mandat misi ini berakhir tahun 1995.
5.
Bekas Yugoslavia Republik sosialis Federal Yugoslavia merupakan salah satu pendiri
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tahun 1991 dua republik dari federasi itu, Slovenia dan Kroasia mendeklarasikan kemerdekaan. Orang-orang Serbia Kroasia dengan dukungan tentara nasional menentang langkah tersebut, maka pecahlah perang antara Serbia dan Kroasia. Tahun 1991 dewan keamanan mengenakan embargo senjata terhadap Yugoslavia, sementara Sekretaris jenderal menunjuk seorang utusan pribadinya untuk mendukung upaya perdamaian masyarakat Eropa. Untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh perang ini maka dewan keamanan pda tahun 1992 membentuk pasukan perlindungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNPROFOR) yang mila-mula ditempatkan di Kroasia. Perang bertambah sengit. Laporan meluas mengenai terjadinya pembersihakn etnis dan terjadinya krisis pengungsi terbesar di Eropa sejak perang dingin kedua. Tahun 1993 dewan keamanan untuk pertama kali membentuk pengadilan internasional untuk mengadili penjahat perang. Di Bosnia UNPROFOR berusaha melindungi pemberian bantuan kemanusiaan. Juga memberikan perlindungan untuk ibukota Sarajevo dan kota-kota lain yang telah dinyatakan sebagai „wilayah-wilayah aman‟ pada 1993 oleh dewan keamanan. Para komanadan pengawas menginginkan 35.000 pasukan, dewan keamanan hanya memberikan otoritasi 7.600 pasukan. Serangan udara NATO meberikan serangan udara kepada pasukan Serbia Bosnia, yang mengakibatkan pada tahun 1995 pasukan Serbia Bosnia menahan sekitar 400 pengamat UNPROFOR dan mempergunakan mereka sebagain sebagai „perisai manusia‟. Sampai terjadilah pembantaian manusia paling keji di Eropa sejak perang dunia kedua, di Srebrenica yang membunuh sekitar 7.000 laki-laki dan anak-anak yang tidak bersenjata. Perundingan-perundingan yang disponsori kelompok Kontak (Prancis, Jerman, Italia, Rusia, Inggris, Amerika Serikat) membuka jalan bagi tercapainya kesepakatan antara Bosnia, Kroasia, dan Yugoslavia untuk 41
mengakhiri perang di Bosnia. Perjanjian itu menetapkan Bosnia terdiri dari sua entitas, federasi Kroasia
Bosnia
dan
rapublik
Serbia.
Perundingan-perundingan damai di Dayton, Amerika Serikat, mencapai puncak dengan dicapainya perjanjian damai 1995 antara Bosnia Herzegovina, kroasia, dan Yugoslavia yang mengakhiri perang 42 bulan itu. Lebih dari 230 personil Perserikatan Bangsa-Bangsa meninggal di dalam konflik tersebut. Untuk membantu dalam menjamin dipatuhinya perjanjian tedi, dewan keamanan memberikan otorisasi bagi penempatan pasukan multi-nasional, pimpinan NATO, yang berkekuatan 60.000 pasukan, yang bernama pasukan pelaksanaan. Di Bosnia dan Herzegovina, dewan keamanan membentuk satuan tugas polisi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang pada tahun 1996 menjadi bagian dari misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bosnia dan Herzegovina (UNMIBH) yang lebih luas. Misi ini memfasilitasi pulangnya para pengungsi dan orang-orang terlantar, membina perdamaian dan keamanan, serta membantu pembangunan lembaga-lembaga negara bersama. Tahun 1996 dewan keamanan membentuk misi pengamat Perserikatan Bangsa-Bangsa di Prevlaka (UNMOP) untuk memantau demiliterisasi semenanjung Prevlaka, wilayah strategis di Kroasia yang dituntut Yugoslavia. 8.12
Perbedaan Security Council UN dengan Council dalam yang bertugas maintaining internasional peace and security Alat kelengkapan utama Liga Bangsa-Bangsa (pasal 2 Konvenen LBB): a.
Mejelis (assembly), memiliki kewenangan untuk semua persoalan yang merupakan lingkup LBB dan yang berkaitan dengan perdamaian
b.
Konsil (council), kewenangannya adalah dapat membicarakan semua masalah yang menjadi wewenang LBB terutama dalam bidang yang berkaitan dengan keamanan.
c.
Sekretariat (secretariat). Mengerjakan pekerjaan kesekretariatan. Dapat terlihat bahwa organ dalam LBB yang sejenis dengan Dewan Keamanan adalah konsil namun dengan beberapa perbedaan antara kedua organ organisasi internasional itu dalam menjaga keamanan dan perdamaian adalah:
1.
Anggota konsil terdiri dari kekuatan poros (principal allied dan associated powers) ditambah empat anggota yang dipilih di antara 42
anggota LBB, sedangkan anggota dari dewan keamanan adalah lima belas negara. Terdiri dari lima anggota tetap yang memiliki hak veto (USA, UK, Rusia, Prancis, China) dan sepuluh anggota tidak tetap yang dipilih untuk waktu dua tahun oleh Majelis Umum PBB . 2.
Setiap anggota konsil memiliki satu suara dan satu perwakilan tanpa adanya makanisme veto, sedangkan di dewan keamanan PBB setiap anggota Dewan Keamanan memiliki satu suara namun dengan tambahan adanya hak veto untuk lima anggota Tetap Dewan Keamanan.
3.
Kewenangan dari konsil adalah membicarakan semua masalah yang menjadi wewenang LBB terutama dalam bidang yang berkaitan dengan keamanan (perdamaia dipegang oleh Majelis), tetapi dewan kemanan memiliki kewenangan yang sangat rinci dan terdapat di dalam UN Charter. Yang menjadi perbedaan adalah lingkup kewenangan Dewan Keamanan tidak hanya pada masalah kemanan tetapi juga perdamaian internasional.
4.
Konsil memiliki kekuasaan yang sangat luas, meliputi selain masalah keamanan dan politik tetapi juga meliputi masalah-masalah ekonomi, sosial, mengawasi daerah mandat dan lain-lain. Tetapi kekuasaan dewan keamanan itu tidak melingkup ekonomi dan sosial karena telah ada Dewan ECOSOC, juga tidak lagi mengawasi daerah mandat karena sudah tidak ada daerah mandat saat ini. Jadi kekuasaan Dewan Keamanan PBB hanya meliputi masalah keamanan dan perdamaian internasional.
43
Daftar Pustaka
1. Suwardi, Sri Setianingsih. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta : UI Press, 2004. 2. Goodrich, Leland. The United Nations. New York : Vail-Ballou Press, Inc., 1961. 3. Suryokusumo, Sumaryo. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Bandung : PT Alumni, 1997. 4. Goodrich, Leland. The UN Security Council. New York : Collier Macmillan Publishers, 1972. 5. Bowett. Law of International Institutions. London : Sweet & Maxwell, 2001. 6. Bangsa-Bangsa, Perserikatan. Pengetahuan Dasar tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa. 7. Suryokusumo, Sumaryo. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta : PT Tatanusa, 2007.
Adita Bella Lastania, “Usulan dan Upaya Reformasi Struktural dalam Dewan Keamanan PBB”, http://politik.kompasiana.com/2010/09/30/usulan-dan-upaya-reformasi-strukturaldalam-dewan-keamanan-pbb/ diakses pada tanggal 12 November 2011. James A. Paul, “Security Council Reform: Arguments about the Future of the United Nations System”, http://www.globalpolicy.org/component/content/article/185/41128.html diakses pada tanggal 1 November 2011 Wulan Purnamawati, “Kendala Reformasi Dewan Keamanan PBB”, http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=102:kendalareformasi-dewan-keamanan-pbb-&catid=34:mkp&Itemid=61 diakses pada tanggal 11 November 2011. John Vandaele, “Security Council Could Produce Insecurity”, http://www.globalpolicy.org/component /content/article/196/42659.html diakses pada tanggal 1 November 2011. Thalif Deen, “How Veto Power Stymied”, http://www.globalpolicy.org/component/content/article/185/42658. html diakses pada tanggal 1 November 2011.
44