UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS VIKTIMISASI STRUKTURAL TERHADAP TIGA KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial
ANNISA JIHAN ANDARI 0806347220
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN KRIMINOLOGI DEPOK JANUARI 2012
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh: Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: Annisa Jihan Andari : 0806347220 : Kriminologi : Analisis Viktimisasi Struktural Terhadap Tiga Korban Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Herlina Permata Sari, S.Sos, M.Crim
(
)
Penguji Ahli
: Dr. Ida Ruwaida Noor, M.Si
(
)
Ketua Sidang
: Drs. Eko Haryanto, M.Si
(
)
Sekretaris Sidang
: M. Irvan Olii, S.Sos, M.Si
(
)
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 10 Januari 2012
ii
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skirpsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Annisa Jihan
NPM
: 080634220
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 10 Januari 2012
iii
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
KATA PENGANTAR Alhamdulillah. Terima kasih Tuhan pencipta semesta alam dan seluruh isi alam semesta yang sudah berkonspirasi dan mendukung penulis dalam rangka penyelesaian tugas akhir. Skripsi ini merupakan buah hasil pembelajaran serta pemikiran penulis selama mengenyam bangku perkuliahan di Universitas Indonesia. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap perempuan dan anak perempuan korban perdagangan manusia, dimana pemilihan topik ini berangkat dari besarnya empati yang penulis miliki terhadap para perempuan dan anak perempuan yang telah berjuang untuk hidup mereka yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang terhebat dalam hidup yang pernah penulis jumpai secara pribadi. Pemilihan topik dan permasalahan dalam penelitian ini juga berdasarkan pada beragam fakta di masyarakat yang menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan merupakan pihak yang paling rentan untuk menjadi korban dari perdagangan manusia. penelitian mengenai perempuan dan anak perempuan korban perdagangan manusia ini melihat bagaimana struktur yang ada di masyarakat, baik itu struktur ekonomi, sosial, maupun ideologi menimbulkan kerentanan bagi perempuan dan anak untuk diperdagangkan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari tingkat sempurna, sehingga segala proses verifikasi dan falsifikasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu pembuatan karya ilmiah. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini merupakan bagian dari suatu pembelajaran yang utuh.
Depok, Penulis
iv
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih Allah SWT, Tuhan pencipta alam semesta yang selalu bekerja dalam hal yang tidak terduga. Terima kasih banyak peneliti ucapkan kepada; 1. Herlina Permata Sari, S.Sos., M.Crim. selaku pembimbing skripsi yang sangat luar biasa. 2. Dr. Ida Ruwaida Noor, M.Si. selaku penguji ahli yang telah banyak memberikan masukan-masukan. 3. Bapak Achmad Yani selaku Wadir Intelkam dan Ibu Nunuk selaku penyidik Direskrimum Polda Jawa Timur, Abang Romylus, serta Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung; Tante Leila dan Mbak Selly, yang telah banyak membantu penelitian ini. 4. Dira, Rina, Indah. Ketiga orang informan dalam penelitian ini. Kalian adalah orang terhebat yang pernah saya jumpa. 5. Keluarga Kriminologi 2008 Jembreweh: Arum, Stevi, Tari, Vira, Echi, Atta, Usman, Raka, Obet, Ipin, Dipta, Anya, Abe, Oshin, Rima, Momot, Liyes, Popy, Siska, Ari, Bob, Nicko, Radit, Indra, Yogi, Agam, Feri, Sisil, Dian, Firas, Yani, Pranawa, Esa, Happy, Rama. 6. Keluarga Kuliah Kerja Nyata UI 2011, kelompok Morotai. Koang, Tika, Tri, Kiki, Disa, Nisa, Aghny, Eja, Steffi, dan Mas Taqyuddin atas persahabatan yang tulus. 7. Keluarga peneliti; Bapak M. Darmoro, Papa Dedy Ruslan, Mariesya Adaela, Sandra Fidelia, dan Ahmad Demarzatama. 8. Keluarga besar Raden Saleh Bintoro. 9. Terakhir, skripsi ini akan dipersembahkan untuk Ibuku, Bintarti Widayanti. Terima kasih untuk segala dukungan yang terus mengalir.
v
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Annisa Jihan Andari
NPM
: 0806347220
Program Studi
: Kriminologi
Departemen
: Kriminologi
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Analisis Viktimisasi Struktural Terhadap Tiga Korban Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan atau memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 10 Januari 2012
Yang menyatakan, Annisa Jihan Andari
vi
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Skripsi
: Annisa Jihan Andari : Kriminologi : Analisis Vitkimisasi Struktural Terhadap Tiga Korban Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan.
Skripsi ini membahas mengenai viktimisasi yang dialami perempuan dan anak perempuan korban perdagangan manusia. Penelitian skripsi ini melihat bagaimana faktor-faktor struktural di masyarakat, termasuk di dalamnya adalah faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor ideologi menyebabkan kerentanan perempuan dan anak perempuan sehingga mengalami viktimisasi dan menjadi korban perdagangan manusia. Viktimisasi yang dialami perempuan dan anak perempuan sebagai korban perdagangan manusia dapat dilihat sebagai sebuah bentuk viktimisasi struktural. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibuat berdasarkan hasil tinjauan literatur serta definisi konseptual. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian dengan menggunakan tiga orang korban perdagangan perempuan dan anak sebagai subyek penelitian, dimana ketiga informan tersebut menjadi temuan lapangan yang dipergunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini. Kata Kunci: Viktimisasi Struktural, Perdagangan Perempuan dan Anak
vii
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
ABSTRACT
Nama Study Programme Judul Skripsi
: Annisa Jihan Andari : Criminology : Structural Victimization Analysis on Three Woman and Child Trafficking Victims
This thesis discusses the victimization of women and girls who have been the victims of human trafficking. The research sees the interplay of structural factors in the society, including economic factors, social factors, and ideological factors have created vulnerability to women and girls. Such vulnerability has victimized and pushed the woman and girls into human trafficking. Thus, the victimization may be regarded as a structural victimization. The research framework is based on literature reviews and conceptual definitions. This research uses qualitative method and involves three victims of trafficking as its subjects, and analyzes their life narrations. Keywords : Structural Victimization, Woman and Child Trafficking.
viii
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
DAFTAR ISI
halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………….........
i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..
ii
HALAMAN ORISINALITAS…………………………………………..
iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………..
iv
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………….
v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………….
vi
ABSTRAK……………………………………………………………………
vii
ABSTRACT…………………………………………………………………..
viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………
ix
DAFTAR TABEL……………………………………………………………
xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….
xiv
BAB I
PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah………………………………………….
1
I.2. Permasalahan……………………………………………………
7
I.3. Pertanyaan penelitian……………………………………………
7
I.4. Tujuan penelitian……………………………………………….
8
I.5. Signifikansi penelitian………………………………………….
9
BAB II KAJIAN LITERATUR II.1. Tinjauan Pustaka….……………………………………………
10
II.2. Definisi Konseptual……………………………………………
17
II.3. Struktur Masyarakat….………………………………………..
22
ix
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
BAB III METODE PENELITIAN III.1. Pendekatan penelitian…………………………………………..
28
III.2. Jenis penelitian…………………………………………………. 28 III.3. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………...
29
III.4. Teknik Pengumpulan Data……………………………………..
32
III.5. Informan………………………………………………………..
36
III.6. Hambatan Penelitian…………………………………………… 38 BAB IV TEMUAN DATA IV.1. Data Sekunder…………………………………………………
40
IV.1.1. Gambaran Umum Perdagangan Manusia di Indonesia ……
40
IV.1.2. Rekam Jejak Kasus Perdagangan Manusia…………………..
49
IV.1.3. Jawa Timur dan Lampung Sebagai Daerah Pengirim..………
51
IV.1.4. Kemiskinan di Indonesia menurut Bappenas………………..
54
IV.2. Data Primer……………………………………………………
56
IV.2.1. Informan Dira, Pasuruan; Jawa Timur………………………
56
IV.2.2. Informan Rina, Bandar Lampung……………………………
65
IV.2.3. Informan Indah, Lampung Timur……………………………
71
BAB V ANALISIS V.1. Viktimisasi Struktural…………………………………………..
77
V.1.1 Faktor Eknomi…………………………………………………
80
V.1.2. Faktor Sosial…………………………………………………
92
V.1.3. Faktor Ideologi………………………………………………
100
V.1.4. Faktor Geopolitik………………………………………….…
103
V.2. Temuan Khas…………………………………………………..
103
V.3. Kaitan Temuan Mikro Terhadap Struktur Makro……………..
106
x
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
BAB VI PENUTUP VI.1.Kesimpulan…………………………………………………….
109
VI.2. Saran……………………………………………………………
110
DAFTAR PUSTAKA……………………….…………………………………
111
LAMPIRAN……………………………………………………………………
117
xi
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel I.1
Jumlah Korban Perdagangan Manusia di Jawa Timur…….…..
4
Tabel I.2
Tujuan Orang Diperdagangkan ……………………………….
6
Tabel II.1
Hasil Penelusuran Skripsi Mengenai Perdagangan Manusia….. 16
Tabel II.2.
Perdagangan Manusia………………………………………….
18
Table IV.1
Kasus Perdagangan Manusia dari Media Cetak……………
49
Table IV.2
Wilayah-Wilayah Pelacuran di Seluruh Jawa Timur………….
52
Tabel IV.3
Tingkat Pengangguran Pemuda Menurut Jenis Kelamin dan Wilayah Perkotaan Pedesaan Propinsi Tahun 2007 ………….
54
Tabel V.1
Unsur Perdagangan Manusia Pada Ketiga Informan …………
79
Tabel V.2
Temuan Khas Penelitian……………………………………….
104
xii
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1
Struktur Masyarakat……………………………………………
Gambar II.2
Operasionalisasi Konsep……………………………………….. 24
Gambar III.1
Peta Desa B, Jawa Timur ...........................................................
30
Gambar III.2
Peta desa SB, Lampung Timur ………………………………...
31
Gambar IV.1
Tier Asia Pasifik………….…………………………………….
41
Gambar IV.2.
Daerah Perdagangan Orang ……………………………………
42
Gambar IV.3
Jalur Perdagangan Orang di Pulau Jawa……………………….. 43
Gambar IV.4.
Jalur Perdagangan Orang di Sumatera…………………………. 44
Gambar IV.5.
Jenis Kelamin Pelaku Perdagangan manusia…………………..
Gambar IV.6.
Usia Pelaku Perdagangan Manusia…………………………….. 46
xiii
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
22
45
DAFTAR LAMPIRAN
1
PEDOMAN WAWANCARA………………………………………
118
2
PEDOMAN OBSERVASI…………………………………………
120
3
FIELDNOTE SURABAYA DAN PASURUAN……………………
121
4
FIELDNOTE LAMPUNG………………………………………….
139
5
VERBATIM DIRA…………………………………………………
152
6
VERBATIM RINA………………………………………………….
170
7
VERBATIM YAN………………………………………………….
184
8
VERBATIM IBU NUN…………………………………………….
210
9
DOKUMENTASI……………………………………………………
211
xiv
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Masalah Globalisasi1 membawa arus pergerakan manusia menjadi lebih leluasa bergerak dari satu negara ke negara lainnya. Dengan kata lain, globalisasi telah menimbulkan hilangnya batas-batas yurisdiksi antar negara. Fenomena ini lazim dikenal dengan istilah borderless. Ibarat dua sisi mata uang, globalisasi dapat mendatangkan dampak positif dan negatif. Secara umum dampak positif yang muncul adalah peningkatan kualitas hidup suatu bangsa (termasuk masyarakat didalamnya). Namun ironisnya globalisasi juga dapat mendatangkan bencana berupa munculnya ragam kejahatan dan salah satunya adalah kejahatan transnasional. Seperti kita ketahui bahwa kajian yang digunakan sebagai tulang punggung dalam penelitian ini adalah kajian kriminologi. Isu-isu yang diangkat dalam kajian kriminologi umumnya merupakan isu yang sensitif, dimana isu-isu tersebut merupakan isu yang membahas mengenai permasalahan kejahatan. Salah satu kejahatan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kejahatan perdagangan manusia. Beberapa kajian terdahulu memperlihatkan bukti bahwa perempuan dan anak merupakan pihak yang paling rentan dalam perdagangan manusia. Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian dalam penelitian ini. Dalam perspektif kriminologis, isu kejahatan perdagangan perempuan dan anak ini dapat dibagi kedalam empat aspek, yakni (1) kejahatan, kemudian (2) pelaku kejahatan, (3) korban kejahatan dan yang terakhir, (4) adalah reaksi sosial masyarakat.2 Jika kita perhatikan keempat isu tersebut, maka perhatian terhadap 1
Globalisasi adalah sebuah proses atau sekumpulan proses yang melibatkan peningkatan likuiditas dan pertumbuhan arus manusia, objek, tempat, dan informasi sebagaimana struktur yang ditemukan akan memperlambat atau membercepat arus tersebut (Ritzer, 2010:2).
2
Menurut Muhammad Mustofa (2007:14) kriminologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah tentang: a) perumusan sosial pelanggaran hukum, penyimpangan sosial, kenakalan dan kejahatan; b) pola-pola tingkah laku yang termasuk dalam kategori penyimpangan sosial; c) pola dan peran korban kejahatan bagu munculnya suatu peristiwa kejahatan serta kedudukan korban kejahatan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
2
isu korban merupakan isu yang seringkali dipinggirkan. Hal ini dapat dijumpai salah satunya dari pandangan kriminologi realis, yang melihat adanya dua isu besar yang diabaikan yaitu isu mengenai kejahatan kekerasan dan isu perempuan sebagai korban kejahatan (Mustofa, 2007:96). Laporan yang dibuat oleh United Nations Office on Drugs And Crime (UNODC) mengungkapkan bahwa pada tahun 2006, dari setidaknya 136 negara yang melaporkan adanya korban perdagangan perempuan, dua pertiga dari korban tersebut adalah perempuan dan 79 persen merupakan korban untuk tujuan eksploitasi seksual (UNODC, 2010:2-3). Hal ini juga didukung data korban dari International Organization for Migrant (IOM) yang telah diolah oleh United States Government Accountability Office
(GAO)
yang menunjukkan bahwa
korban perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual sebesar 81 persen, dan untuk tujuan ekonomi atau perburuhan sebesar 14 persen dan sebesar 5 persen untuk tujuan ekspolitasi lainnya (GAO, 2006:12). Berdasarkan data dari laporan tersebut maka terlihat bahwa eksploitasi seksual merupakan tujuan yang paling utama dari sebuah tindakan perdagangan manusia. Beberapa lembaga juga melaporkan tingginya jumlah korban perdagangan manusia ini. Misalnya, IOM Indonesia menyebutkan bahwa jumlah korban perdagangan manusia yang berada pada pusat pemulihan atau recovery centre yang berada di rumah sakit kepolisian sejak Mei 2005 hingga Oktober 2006 adalah sebesar 1650 orang. Dari jumlah tersebut, jumlah korban laki-laki adalah 173 orang sedangkan jumlah korban perempuan adalah 1477 orang. Laporan yang dibuat oleh International Organization for Migration (IOM) dan ASEAN yang berjudul “Asean and Trafficking in Persons : Using Data as A Tool to Combat Trafficking in Persons” (IOM & ASEAN,2007:44) mengemukakan bahwa laporan mengenai data korban perdagangan manusia umumnya memiliki berbagai kekurangan. Sebagai contoh adalah data yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian, dimana data tersebut bersifat “underreported” atau tidak dapat mengungkapkan jumlah korban sebenarnya yang ada. Dalam laporan ini dijelaskan lebih jauh bahwa permasalahan mengenai “underreporting” ini juga terkait dengan dalam hukum dan masyarakat; d) pola reaksi sosial formal, informal, dan non formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
3
permasalahan keluarga dan faktor masyarakat. Anggota keluarga korban terkadang terlibat dalam proses perdagangan manusia itu sendiri. Di sisi lain, keluarga korban dan masyarakat akan menjaga informasi untuk melindungi reputasi mereka serta menghindarkan mereka dari konsekuensi hukum. Hal yang menarik yang disampaikan oleh laporan ini adalah bahwa pada umumnya korban tidak benar-benar menyadari bahwa mereka adalah seorang korban. Kenyataan ini terjadi karena modus tindakan perdagangan manusia ini dilakukan dengan cara yang persuasif . Beberapa data penting terkait dengan perdagangan manusia ini juga diungkapkan oleh Smith (2002) dalam Harkrisnowo yang menjelaskan bahwa terdapat sekitar 700.000 hingga 4.000.000 orang diperdagangkan di dunia (baik itu dibeli, dijual, dikirimkan, serta dipaksa untuk bekerja yang bertentangan dengan keinginan mereka. Kemudian fakta lainnya adalah kebanyakan dari orang yang diperdagangkan tersebut berasal dari negara berkembang yang memiliki tingkat perekonomian lebih rendah, dan kemudian dibawa ke negara-negara maju. Fakta selanjutnya adalah kebanyakan dari korban ini merupakan perempuan serta anakanak yang diiming-imingi oleh mimpi akan kehidupan yang lebih baik yang sangat menjanjikan, dan penghasilan yang lebih baik dari pekerjaan yang ditawarkan oleh pelaku perdagangan. Kemudian secara umum mereka dipaksa untuk bekerja sebagai pekerja seks, pekerja, pembantu, hingga menjadi seorang pengemis dibawah kondisi penuh kekerasan maupun ancaman untuk mengontrol mereka. Kemudian fakta berikutnya adalah lebih dari 2.3 juta perempuan bekerja pada industri seksual yang tidak berdasarkan keinginan mereka dan diperkirakan bahwa 40 persen diantaranya adalah anak-anak (Harkrisnowo, 2003:7). Penelitian mengenai tindakan perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia juga sudah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tim Pusat Studi dan Pengkajian Hak Asasi Manusia Universitas Hasanudin yang memaparkan hasil laporan penelitian di salah satu provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Timur. Berikut merupakan tabel mengenai jumlah korban perdagangan manusia yang berada di wilayah Jawa Timur;
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
4
Tabel 1.1 Jumlah Korban Perdagangan manusia di Jawa Timur No 1.
Jumlah Korban 112
Sumber Data International Organization for Migration
Keterangan
Jaringan Perempuan Mimika (JPM) International Catholic Migration Commission (ICMC) Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) Kab. Ponorogo Kepolisian Nunukan
Kasus yang telah didampingi sepanjang tahun 2005-2007 Termasuk 165 kasus yang didampingi oleh Women Support for Multiculturalism (WSM) 12 kasus yang didampingi oleh SBMI Blitar, 7 kasus yang didampingi Lembaga Kajian dan Pengembangan Potensi Umur (LKP2U) Madiun, 90% korban adalah kaum perempuan dan anak perempuan Data diperoleh bulan Agustus 2008 Korban dilacurkan di Papua
Januari-April 2008
Asal Kabupaten Kediri
Komite Perlindungan Perempuan dan Anak Kab. Banyuwangi SBMI Banyuwangi
Kasus hingga tahun 2007 Dipekerjakan sebagai PSK
Kasus hingga tahun 2007 Kasus gaji tidak dibayar, eksploitasi seksual dan dideportasi.
2.
9
3.
1
4.
2
5.
19
6.
38
(Sumber : Tim Pusat Studi dan Pengkajian Hak Asasi Manusia Universitas Hasanudin, 2009:28) Data tersebut merupakan data jumlah korban yang ada di salah satu provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Timur. Dalam data tersebut juga ditunjukkan jenis kelamin serta tujuan dari perdagangan manusia. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa umumnya yang menjadi korban dari perdagangan manusia adalah perempuan dan anak perempuan, sedangkan kasus yang berhasil didapatkan antara lain permasalahan gaji yang tidak dibayar, kasus eksploitasi seksual dan deportasi. Dalam proses perdagangan manusia ini, terdapat tiga kategori wilayah sebagai jalur perdagangan manusia, yaitu daerah asal, daerah transit dan daerah tujuan. Di Indonesia sendiri, berdasarkan pemetaan yang dikeluarkan oleh Komnas
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
5
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa dalam peta jalur perdagangan manusia secara internasional, wilayah yang terdeteksi sebagai daerah asal adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Sedangkan daerah transit meliputi Medan, Batam, Jakarta, Surabaya, Pontianak, Pare-Pare, Balikpapan, Tarakan, Nunukan. Negara tujuannya adalah Singapura, Malaysia, Brunei, Taiwan, Hongkong, Jepang, Arab Saudi, Qatar, Bahrain, Oman, Mesir, Kuwait, Palestina, benua Eropa dan benua Amerika (Komnas Perlindungan Anak)3. Artikel yang berjudul “Human Trafficking: A Brief Overview” menyebutkan bahwa terdapat tiga tujuan perdagangan manusia ini, yaitu untuk tujuan eksploitasi seksual, perburuhan secara paksa serta perdagangan anak. Artikel ini menjelaskan lebih lanjut bahwa pada regional Asia Selatan, perempuan dan anak adalah korban utama dari perdagangan perempuan untuk tujuan eksploitasi seksual (Human Trafficking: A Brief Overview, 2009:1). Hal serupa juga dikemukakan oleh laporan yang dibuat oleh United Nations Global Initiative To Fight Human Trafficking (UN.GIFT), yakni pada tahun 2006 korban perdagangan perempuan paling banyak adalah untuk tujuan eksploitasi seksual sebesar 79 persen, kemudian untuk tujuan perburuhan sebesar 18 persen dan bentuk lainnya sebesar 3 persen. Perdagangan manusia untuk tujuan perburuhan ditemukan di wilayah Afrika Barat, Asia Selatan dan Amerika Selatan (UN.GIFT, 2009:17). Namun penelitian yang dibuat oleh Tim Pusat Studi Pengkajian Hak Asasi Manusia Universitas Hasanuddin menunjukkan mengenai tujuan perdagangan manusia di kawasan timur Indonesia. Penjualan bayi dan adopsi ilegal, kemudian prostitusi dalam dan luar negeri, lalu buruh migran dan kerja mirip perbudakan merupakan tujuan dari perdagagan manusia yang terjadi di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam tabel berikut;
3
Diunduh dari : http://www.matabumi.com/files/maps/101/Peta_perdagangan_perempuan_dan_anak_pasar_intern asional_1195806901.jpg diunduh pada tanggal 29 Maret 2010, pukul 18.00 WIB).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
6
Tabel 1.2 Tujuan Orang Diperdagangkan Propinsi
Jumlah korban yang terdeteksi
Penjualan Bayi/ Adopsi Ilegal
Tujuan Orang Diperdagangkan Prostitusi Buruh Kerja Migran mirip Dalam Luar perbudaNegeri Negeri kan di dalam negeri 15 7 7
Riau dan 36 Kepulauan Riau
8
Lampung Banten Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali
3 1 6 16 3
1 1 3 4
1
6
1
4
Nusa Tenggara Timur Kalimanta n Timur Kalimanta n Barat Sulawesi Utara Papua Total %
1
4
9
1 (anak dipaksa mengemis)
1 1 2
1 1 3 1
1
3 (pedofilia)
1
7
6
2
1 2
18 1 130 100,0
Lainnya
14 1 34 26,2
56 43,1
17 13,1
2
1
1
15 11,5
2 1,5
6 4,6
Sumber : Kompliasi Kasus Trafficking (ACILS&ICMC,2006) dalam (Tim Pusat Studi dan Pengkajian Hak Asasi Manusia Universitas Hasanudin, 2009:24) Migration Studies 3 UNESCO yang ditulis Kristina Touzenis, menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan kerentanan seseorang menjadi korban perdagangan dan eksploitasi bersifat kompleks, dan ditentukan oleh proses perdagangan dimana seorang korban berada (Touzenis, 2010:7). Faktor lain disebutkan dalam artikel yang ditulis oleh International Development Law
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
7
Organization yang berjudul “Human Trafficking” yaitu kurangnya kewaspadaan terhadap bahaya human trafficking ketika mencari pekerjaan dan cara dimana korban diimingi pekerjaan, kemiskinan yang memaksa orang untuk mencari pekerjaan apapun tanpa mengindahkan resikonya, faktor kultural yang membuat anak-anak dan perempuan berada dalam posisi rentan, tidak adanya akte kelahiran yang membuat anak-anak terabaikan dan terhitung sebagai orang dewasa, dan kemudian lemahnya penegakan hukum serta korupsi yang terjadi di dalam penegakan hukum tersebut (International Development Law Organization, 2008:2) . Hakristuti Harkrisnowo menyatakan adalah sebuah hal yang sudah diketahui secara umum bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dimana masyarakatnya masih bersifat patriarkis, sebagaimana halnya dengan banyak negara lain yang ada di seluruh dunia. Patriarki adalah struktur masyarakat dimana laki-laki mengambil kontrol dalam persepsi yang merendahkan perempuan, yang dapat terlihat secara jelas baik dalam kebijakan pemerintah maupun perilaku masyarakat. Di seluruh dunia termasuk Indonesia, posisi subordinat perempuan terhadap laki-laki membawa berbagai konsekuensi yang membuat posisi mereka rendah di masyarakat. Dan lebih lanjut, Harkrisnowo mengatakan bahwa dalam kondisi yang dibangun oleh konstruksi sosial dan politik, fenomena perdagangan manusia telah membentuk gambaran viktimisasi yang dialami oleh perempuan dan anak-anak (Harkrisnowo, 2003:9). Berdasarkan pemaparan data tersebut, terlihat bahwa perempuan dan anak-anak merupakan pihak yang paling rentan dalam perdagangan manusia. Maka kemudian, penelitian ini melihat perdagangan manusia dengan fokus terhadap korban serta viktimisasi yang dialami oleh korban dari perdagangan manusia. I.2. Permasalahan Perdagangan manusia melibatkan tiga komponen, yaitu proses, cara, serta tujuan. Dari segi proses, perdagangan manusia dapat meliputi pentransferan, perekrutan, serta pemindahan seseorang dari satu wilayah ke wilayah lain. Kemudian dari segi cara, perdagangan manusia dapat menggunakan cara berupa pemaksaan,
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
8
penipuan, penggunaan kekerasan serta cara lainnya. Yang terakhir adalah dari segi tujuan, dimana poin ini merupakan poin utama dari perdagangan manusia, yaitu adanya eksploitasi atau keadaan yang membuat seseorang menjadi tereksploitasi. Berdasarkan beberapa laporan yang telah dibuat oleh lembaga internasional, tujuan dari perdagangan manusia adalah untuk tujuan eksploitasi seksual, perburuhan dan bentuk eksploitasi lainnya. Namun, tujuan yang paling banyak dari perdagangan manusia adalah tujuan eksploitasi seksual, dimana perempuan dan anak-anak adalah pihak yang diidentifikasi paling banyak menjadi korban dari proses perdagangan manusia. Dengan melihat realitas kondisi perempuan dan anak yang diperdagangkan diatas, maka penulis memfokuskan permasalahan pada viktimisasi yang dialami perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan. Perempuan dan anak merupakan pihak yang rentan menjadi korban dari perdagangan manusia. Situasi ini disebabkan oleh posisi subordinat perempuan di dalam masyarakat, dimana posisi subordinat ini merupakan hasil dari adanya struktur di dalam masyarakat. Perbedaan struktur berdasarkan gender ini membawa kerugian bagi perempuan, baik itu dalam bidang sosial, politik, ekomoni, pendidikan serta budaya. Sehingga kemudian penelitian ini mencoba menerangkan bentuk viktimisasi yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan sebagai sebuah bentuk viktimisasi sturktural. I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana viktimisasi yang terjadi pada perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan dapat dilihat sebagai bentuk viktimisasi struktural ? I.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan viktimisasi yang terjadi pada perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan sebagai sebuah bentuk viktimisasi struktural.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
9
I.5. Signifikansi Penelitian a. Signifikansi Akademis Signifikansi akademis dari penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu dalam dunia akademis. Dimana penelitian ini diharapkan mampu untuk memperluas pandangan terhadap tindak kejahatan perdagangan manusia, khususnya perdagangan perempuan dan anak. b. Signifikansi Praktis signifikansi praktis dari penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan mampu memberikan solusi atau penyelesaian masalah terhadap isu mengenai perdagangan manusia khususnya pedagangan perempuan dan anak dalam penelitian ini. Disisi lain, hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pembuatan kebijakan yang berkenaan dengan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
10
BAB II KAJIAN LITERATUR II.1. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perdagangan manusia harus memperhatikan beberapa hal terkait metodologi, etika penelitian, dan desain penelitian. Cwikel dan Hoban dalam artikel yang berjudul “Contentious Issues in Research on Trafficked Women Working in the Sex Industry: Study Design, Ethics, and Methodology” menjelaskan bahwa perdagangan perempuan dan anak dengan tujuan bekerja di industri seks global merupakan permasalahan sosial. Sehingga, pembuatan desain penelitian mengenai perdagangan perempuan untuk dijadikan pekerja seks harus memperhatikan hal-hal berikut; (a) mengembangkan koalisi untuk dana dan dukungan penelitian, (b) memelihara sudut pandang kritis terhadap prostitusi, (c) menggunakan multi paradigma dan multi metode untuk mencermati realitas perdagangan perempuan, dan (d) mempresentasikan tujuan penelitian, serta melindungi identitas responden (Cwikel & Hoban, 2005:306-316). Artikel tersebut menunjukkan bahwa penelitian mengenai isu sensitif seperti perdagangan manusia harus memperhatikan beberapa hal, salah satunya adalah memelihara sudut pandang kritis terhadap prostitusi dan menggunakan multi paradigma untuk mencermati realitas perdagangan perempuan. Eksploitasi seksual merupakan tujuan yang paling besar dalam perdagangan manusia. Gabhan dalam artikel berjudul “Human Trafficking: A Twenty-First Century Slavery” menyebutkan bahwa aspek utama perdagangan manusia adalah tujuan eksploitasi seksualnya, dan hal ini berkaitan dengan berkembangnya pertumbuhan industri seks komersial di seluruh dunia (Gabhan, 2006:528). Namun Lin Chew dalam artikel jurnalnya yang berjudul “Global Trafficking in Women : Some Issues and Strategies” mengemukakan bahwa permasalahan dasar perdagangan manusia adalah tidak adanya definisi perdagangan manusia yang pasti. Pandangan atau konsep tradisional perdagangan manusia hanya berfokus pada permasalahan prostitusi dan aspek jual-beli perempuan „innocent‟ yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari iming-iming rumah prostitusi. Namun demikian, secara umum konsep tersebut mengabaikan adanya kondisi penyiksaan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
11
(abuse) serta kondisi perbudakan yang terjadi dalam rumah prostitusi (Chew,1999:13). Beberapa pendapat mengatakan bahwa korban perdagangan manusia tidak selalu diperdagangkan dalam industri seks. David Feingold (2005:26) dalam artikelnya yang berjudul “Human Trafficking” menunjukkan walaupun perdagangan perempuan dan anak untuk prostitusi adalah tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia, namun perdagangan manusia untuk tujuan perburuhan juga mungkin lebih berkembang. Hal ini terlihat dalam beberapa penelitian yang menunjukkan kekerasan seksual, perburuhan paksa tanpa dibayar, perampasan hak asasi, dan perkosaan sebagai suatu hal yang umum terjadi. Tujuan lain perdagangan manusia antara lain adalah pernikahan, bekerja di pertanian, dan bekerja di berbagai industri informal, pekerja rumah tangga, rekrutmen untuk konflik bersenjata serta industri seksual, sebagaimana yang dikemukakan oleh Smarajit Jana, dkk (2007:70) dalam artikel jurnal yang berujudul
“A Tale of Two Cities: Shifting the Paradigm of Anti Trafficking
Programmes”. Lebih jauh lagi Jana, dkk menjelaskan bahwa hal yang patut menjadi perhatian dalam tindak perdagangan manusia bukanlah semata keberadaan korban dalam proses perekrutan; Namun juga proses instrumental yang menciptakan kondisi yang tidak menawarkan banyak pilihan bagi orangorang yang diperdagangkan, yang kemudian memaksa mereka meninggalkan wilayah tempat tinggal mereka (Jana, Bandyopadhyay, Dutta, & Saha, 2007:70). Pendapat yang dikemukakan oleh Jana tersebut menunjukkan bahwa perdagangan manusia merupakan permasalahan yang diakibatkan oleh proses instrumental, yaitu proses yang berhubungan dengan agensi atau alat-alat negara. Proses instrumental tersebut kemudian menimbulkan kondisi tidak layak, sehingga orang-orang yang diperdagangkan tersebut dengan pertimbangan rasionalnya memilih untuk keluar dari wilayah tersebut. Jana, dkk melihat bahwa hal ini dapat dijelaskan dengan fenomena migrasi, yaitu perpindahan penduduk-dalam skala besar-yang ingin mencari penghidupan yang lebih baik. Pendapat Jana, dkk tersebut menunjukkan pula adanya peran negara yang menciptakan terjadinya perdagangan manusia. Kemudian Svati P. Shah (2003:74) dalam artikelnya yang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
12
berjudul “Sex Work in the Global Economy” berpendapat bahwa kemunculan sektor ekonomi informal seperti adanya pabrik ukuran kecil, black and gray markets, dan industri seks menimbulkan feminisasi migrasi dan kemiskinan, serta perburuhan. Permasalahan lain ditemukan dalam perdagangan anak. Flowers (2001:147) dalam artikelnya yang berjudul “The Sex Trade Industry's Worldwide Exploitation of Children” mengemukakan bahwa di seluruh dunia, sejumlah anak kehilangan hak asasi, martabat dan masa anak-anak mereka akibat prostitusi, pornografi anak, dan eksploitasi seksual lainnya. Terkait hal ini adalah Child sex tourism merupakan merupakan salah satu tujuan perdagangan seksual anak. Bentuk-bentuk perdagangan seks, sex tourism, prostitusi dan berbagai bentuk eksploitasi seksual ini merupakan sebuah dominasi berbasis gender selain juga merupakan bentuk penguasaan; terutama jika dipandang dari sudut bahwa semua perempuan dan anak perempuan memiliki hak untuk bebas dari segala bentuk eksploitasi seksual (Leidholdt, 2000:419). Menurut Gabhan (2006:531), terdapat banyak faktor yang kompleks dan saling berhubungan yang menyebabkan perdagangan manusia ini berkembang, yaitu faktor globalisasi, kemiskinan, kurangnya informasi dan permasalahan situasi hukum, sosial dan budaya. Globalisasi sebagai faktor kausal dalam perdagangan perempuan dan anak juga diutarakan oleh O.I.Ebbe (2008:36) : gagasan tentang pembagian kebijakan politik, perdagangan dan perjanjian regional akan mengeliminasi permintaan visa pada wilayah perbatasan, seperti di negara-negara Economic Cooperation of West African States, kemudian Uni Eropa, Perjanjian Kerjasama Organisasi Negara Atlantik Utara, dan sebagainya. Hal ini membuat perdagangan perempuan dan anak-anak melintasi batas internasional dengan mudah, khususnya di antara negara-negara yang merupakan bagian dari perjanjian kerjasama tersebut. Lebih jauh lagi Ebbe menjelaskan bahwa perdagangan perempuan dan anak adalah sebuah bentuk organized crime, dan mengancam keberlangsungan pembangunan serta supremasi hukum di negara asal sebab keuntungan gelapnya akan digunakan untuk tindakan korupsi dan mendanai aktifitas kriminal, termasuk terorisme (Ebbe, 2008:21). Kemudian Akee dkk
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
13
(2007:4) dalam laporan penelitian yang berjudul “Determinants of Trafficking in Women and Children: Cross National Evidence, Theory and Policy Implications” menunjukkan beberapa faktor dari sisi suplai yang mengarah ke perdagangan manusia dan prostitusi -yang dapat terlihat secara jelas dari munculnya perburuhan anak- adalah kemiskinan dan juga kurangnya kesempatan atas pendidikan. Namun, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan kejahatan perdagangan manusia ini dapat terjadi. Helge Konrad dalam laporan yang dibuat oleh Harkristuti Harkrisnowo yang berjudul “Indonesian Country Report : Human Trafficking” (2003:17) menyebutkan bahwa penyebab dari human trafficking adalah sesuatu yang kompleks, selain konteks politis seperti ketidakmerataan ekonomi antar negara, pengangguran, juga adanya ketidakadilan gender, yaitu adanya diskriminasi terhadap gender di dalam kehidupan masyarakat kita, lalu hukum pasar yang berlaku, yang menimbulkan adanya permintaan dari pasar, dan yang paling utama adalah kemiskinan yang umumnya menimpa perempuan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Cameron dan Newman (2008:2) bahwa dalam era globalisasi, ekonomi liberal menghasilkan erosi terhadap kapasitas negara, dan pelemahan terhadap tersedianya kebutuhan kelengkapan publik, sehingga perdagangan manusia dapat dilihat sebagai sebuah gejala pencabutan hak warga negara sebagaimana halnya kemiskinan merupakan faktor yang mengarah pada kerentanan untuk menjadi korban perdagangan. Lin Chew (1999:11) menjelaskan lebih lanjut bahwa tercakupnya kejahatan terhadap gender (termasuk perdagangan perempuan) dalam agenda perjuangan hak asasi manusia adalah sebuah bentuk kemenangan politis, di mana ideologi dan institusi yang patriarkis dapat kemudian dihapuskan. Selain pendapat bahwa penyebab kejahatan perdagangan manusia adalah faktor ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan gender R. Valentina Sagala dan Ellin Rozana (2007:85-92) berendapat bahwa dalam perspektif feminis, penyebab anak-anak dan perempuan rentan menjadi korban perdagangan manusia adalah pertama, menguatnya ideologi patriarki dalam masyarakat dan Negara. Ideologi ini melihat posisi anak dan perempuan sebagai objek, dan bukan subjek patriarki, sehingga mereka mendapatkan posisi kedua atau subordinat di mana anak dan perempuan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
14
tidak memiliki posisi tawar terhadap keinginan orang tuanya. Kemudian, tingkat pendidikan yang rendah bagi perempuan, lalu kekerasan terhadap perempuan yang merupakan alat bagi laki-laki untuk menunjukkan kekuasaannya, dan juga pernikahan dini (early marriage). Lebih jauh lagi Sagala & Rozana (2007:93) menjelaskan bahwa
menguatnya globalisasi dan neoliberalisme juga menjadi
faktor terjadinya kejahatan perdagangan perempuan dan anak, selain faktor feminisasi kemiskinan dan migrasi. Beberapa fakta menunjukkan adanya kondisi ketidakadilan yang dialami oleh perempuan, khususnya yang berada di desa. Sansuratkul, dkk menunjukkan perempuan yang hidup di desa serta perempuan yang miskin umumnya mengorbankan sekolah mereka untuk saudara laki-laki mereka. Tingkat pendidikan yang rendah membatasi kesempatan mereka akan pekerjaan dan menciptakan ketidakadilan ekonomi bagi mereka. Seringkali mereka dihadapkan untuk bekerja pada industri ekspor dan bahkan industri seks. Banyak dari perempuan yang kemudian memutuskan untuk mencari penghasilan sebagai pekerja rumah tangga atau pekerja restoran di luar negeri yang pada akhirnya ditipu, dan dipaksa masuk ke dalam industri seks (Sansuratkul, Thitiprastert, Petrae, & Foundation, 1999:75). Jones (1994), O‟Grady (1994) & Muntharbhorn (1996) dalam tulisan Suyanto (2006:27) yang berjudul “Kebijakan dan Program Penanggulangan Women and Child Traffikcing, Belajar dari Kasus Propinsi Jawa Timur” mengemukakan beberapa alasan obyektif penyebab anak dan perempuan keluar dari rumah sehingga menjadi korban perdagangan manusia dan terlibat dalam dunia pelacuran. Misalnya, bahwa sesungguhnya bukan hanya sekedar karena faktor kemiskinan yang membelenggu, tetapi juga faktor-faktor lain seperti kurangnya perhatian orang tua, beberapa kepercayaan tradisional yang masih dianut, kehidupan urban yang konsumtif, serta berbagai bentuk abuse. Penjelasan tentang korban perdagangan manusia akan diuraikan dalam review beberapa literatur berikut ini. Anne Sembacher (2006) dalam M. Kemal Dermawan (2011:124) mengungkapkan bahwa individu yang mengalami perdagangan manuisa jarang sekali diidentifikasi sebagai korban kejahatan. Lebih jauh lagi, dijelaskan oleh Dermawan (2011:127) bahwa korban perdagangan manuisa dapat mengalami viktimisasi sekunder saat berada dalam sistem
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
15
peradilan pidana. Hal ini karena korban seringkali dipaksa untuk memberikan kesaksian.
Akibatnya,
mereka
harus kembali
mengulangi sejarah atau
menceritakan viktimisasi yang mereka alami. Janie Chuang (2006:138) dalam artikel jurnal yang berjudul “Beyond a Snapshot: Preventing Human Trafficking in the Global Economy” mengemukakan pada dasarnya, pemerintah enggan untuk melihat isu perdagangan manusia ini dari perspektif yang lebih luas, dan bahwa sesungguhnya terdapat permasalahan besar terkait migrasi, kemiskinan, diskriminasi, dan kekerasan berbasis gender. Pada umumnya pemerintah cenderung melihat perdagangan manusia berdasarkan hukum dan peraturan yang kemudian justru memunculkan permasalahan agresifitas dalam respon sistem peradilan pidana, serta mengabaikan kondisi sosioekonomi yang membawa korban ke dalam kerentanan perdagangan manusia. Tzetkova (2002:62) dalam artikel jurnal yang bejudul “NGO Responses to Trafficking in Women” menyebutkan bahwa dalam proses penanganan korban perdagangan manusia, dibutuhkan sebuah upaya yang besar untuk memulihkan kembali korban dari trauma kompleks yang dialaminya. Salah satu upaya dapat dilakukan melalui Lembaga Swadaya Masyarakat atau Lembaga Non Pemerintah berupa proses pendampingan terhadap korban perdagangan manusia dalam bentuk pemberian asistensi psikologis maupun perawatan terhadap korban perdagangan manuisa. Selain melakukan tinjauan terhadap beberapa literatur dan jurnal internasional, peneliti juga melakukan tinjauan terhadap hasil beberapa penelitian mengenai perdagangan perempuan dan anak. Laporan penelitian yang ditelusuri antara lain yang telah terangkum dalam berbagai hasil karya ilmiah. Berikut merupakan hasil tinjauan terhadap
berbagai
laporan penelitian dalam skripsi
mengenai
perdagangan perempuan maupun anak perempuan.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
16
Tabel II.1. Hasil Penelusuran Skripsi Mengenai Perdagangan Manusia No 1.
Judul Penelitian Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Perempuan Kembali menjadi Korban Perdagangan manusia untuk Tujuan Eksploitasi Seksual setelah Direhabilitasi
Nama Peneliti Reka Agni Maharani (Kesejahteraan Sosial)
Tahun 2011
2.
Pola Kejahatan Trafiking di Indonesia
Hastria Dwi Restusari (Kriminologi)
2008
3
Trafficking Perempuan sebagai Salah Satu Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan (Studi Kasus Terhadap Korban Trafficking di Batam, Riau)
Maria Elizabeth Tresna T.A. (Kriminologi)
2005
4
Trafficking Anak Perempuan Untuk Eksploitasi Seksual (Analisa Kriminologis Terhadap Kasus Trafficking Anak Perempuan ´H´ yang Dimuat di Media Massa)
Rachmat Mintarja (Kriminologi)
2004
Isi Penelitian ini membahas mengenai berbagai faktor yang menyebabkan anak perempuan di daerah tertentu pernah direhabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial yang kemudian menjadi korban perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual, dan kembali lagi bekerja sebagai korban eksploitasi seksual setelah mereka direhabilitasi. Penelitian ini membahas mengenai pola-pola dalam tindakan perdagangan manusia, dimana penelitian ini melihat berbagai lokasi trafiking, bentuk trrafiking, modus operandi, pelaku dan korban dari trafiking serta pola faktor penyebab terjadinya trafiking Penelitian ini membahas mengenai berbagai kondisi yang terjadi dalam perdagangan perempuan terkait dengan berbagai faktor, diantaranya ideologi patriarki yang menghasilkan posisi subordinat bagi perempuan. Selain itu penelitian ini melihat perdagangan perempuan sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dengan menggunakan perspektif feminisme. Penelitian ini membahas mengenai alasan mengapa trafficking terjadi pada permpuan dan anak dengan tujuan eksploitasi seksual di daerah tanjung pinang, Riau. Penelitian ini diambil dari media massa (Suara Pembaharuan, Tempo, dan Media Indonesia).
(Sumber: data lapangan yang diolah oleh Peneliti)
Hasil penelusuran menunjukkan terdapat berbagai faktor yang menyebabkan perdagangan manusia. Penelitian sebelumnya juga sudah membahas bagaimana perdagangan manusia terjadi dilihat dalam perspektif feminisme maupun dianalisa dalam pandangan kriminologis. Penelitian lain mengenai perdagangan manusia memang sudah banyak dilakukan sebelumnya. Namun, yang membedakan penelitian sebelumnya dengan penelitian mengenai perdagangan perempuan dan anak perempuan ini adalah, penelitian ini mencoba melihat bagaimana viktimisasi yang dialami oleh korban perdagangan manusia merupakan sebuah bentuk
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
17
viktimisasi struktural. Penelitian ini, dengan demikian melihat berbagai faktor struktural yang ada di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan posisi kerentanan bagi perempuan dan anak perempuan; sehingga mereka kemudian terviktimisasi dan menjadi korban dari perdagangan manusia. II.2. Definisi Konseptual II.2.1. Perdagangan Manusia Pengertian perdagangan manusia menurut UN “Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime” tahun 2002 artikel 3 (a), adalah : “the recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat of use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs” (UN “Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime,2002) Kemudian pengertian mengenai perdagangan manusia menurut Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menyebutkan bahwa perdagangan manusia adalah: “Tindakan
perekrutan,
pengangkutan,
penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan,
penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
18
dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi” (UndangUndang No.21 Tahun 2007). Berdasarkan definisi tersebut, maka terlihat adanya tiga komponen terdapat dalam perdagangan manusia, yaitu proses, cara dan tujuan. Artikel Jurnal Social Development Notes : Conflict, Crime and Violence yang berjudul “Human Trafficking: A Brief Overview” (2009:2)
menjabarkan
definisi perdagangan
manusia tersebut ke dalam tabel berikut; Tabel II.2. Perdagangan Manusia Proses
Perekrutan Transportasi Perpindahan Pengiriman Penerimaan Orang
Cara
Ancaman Dorongan Paksaan Penculikan Penipuan Tipu Muslihat Penyalahguna an kekuasaan Penggunaan kerentanan Pemberian dan penerimaan uang
Tujuan Eksploitasi Yang termasuk: a) Prostitusi dan bentuk lain dari eksploitasi seksual b) Perburuhan paksa c) Praktek perbudakan dan sejenisnya d) Kerja paksa e) Penghilangan organ
(Sumber : UNODC, terjemahan bebas )
II.2.2. Viktimisasi Viktimisasi dapat dirumuskan sebagai suatu penimbulan penderitaan (mental, fisik, dan sosial) pada pihak tertentu oleh pihak-pihak tertentu dan demi kepentingan tertentu (Gosita, 2004:101). Sedangkan, viktimisasi pada perempuan adalah sebuah proses penimbulan korban dengan cara eksploitasi, pencabutan, pengabaian atau penyalaghunaan hak-hak dan penimbulan derita kepada perempuan dan pihak lain yang tergantung padanya (Snyman, 1992:304). Perempuan umumnya mengalami viktimisasi di ranah ekonomi dan seksual. Dominasi laki-lak terhadap seksualitas perempuan menunjukkan bahwa terdapat
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
19
viktimisasi yang meluas yang dilakukan oleh laki-laki dalam konteks relasi seksual (Tomm, 1995:99). Mark Findlay juga menjelaskan bahwa powerlessness atau „ketidakberdayaan‟ juga merupakan bagian dari viktimisasi kejahatan, dimana kekuasan tersebut dilihat berdasarkan dominasi fisik dan emosi, kemudian kontrol materi dan pengaruh politik, sebagaimana terlihat saat perempuan dan lansia serta etnis minoritas secara individu termarjinalisasi dalam konteks sosial (Findlay, 1999:123). II.2.3. Viktimisasi Struktural E.A Fattah (1991) dalam Ernesto Kiza mendefinisikan viktimisasi struktural sebagai proses viktimisasi yang berkaitan dengan struktur sosial dan kekuasaan yang ada di dalam masyarakat. Viktimisasi struktural tidak memiliki batas, dan salah satu bentuk yang paling umum dari viktimisasi struktural adalah penyalahgunaan kekuasaan, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal yang memisahkan viktimisasi struktural dari berbagai bentuk viktimisasi lainnya adalah banyaknya karakter dari beragam bentuk viktimisasi struktural, seperti perang, genosida, tirani, kediktatoran, opresi, represi, penyiksaan, penderitaan, eksploitasi, diskriminasi, rasisme, seksisme, ageism, dan classism (Kiza, 2006:80). Viktimisasi struktural sulit dipisahkan dari bentuk-bentuk viktimisasi individual dan institucional. Ketiga jenis viktimisasi ini memiliki cakupan yang saling berhubungan.
Viktimisasi
struktural
didefinisikan
bukan
hanya
secara
kelembagaan, namun juga dalam konstruksi sosial. Di dalam konstruksi sosial tersebut, permasalahan rasa malu, penghinaan, dan amarah dikaitkan dengan kekerasan melembaga yang lebih dikaitkan dengan pada karakteristik kultural seperti ras, gender, kelas, dan usia (Barak, Leighton, & Jeanne, 2010:188). Viktimisasi struktural dalam struktur masyarakat tersebut merupakan indikator belum adanya perlakuan adil dan pelayanan kesejahteraan rakyat yang sempurna dan yang perlu diatasi bersama. Menurut Arif Gosita, pada hakikatnya viktimisasi struktural merupakan suatu tindakan seorang individu yang dilakukannya sendiri atau bersama dengan orang lain sebagai unsur suatu kelompok (korporasi) tertentu. Individu ini bersikap dan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
20
bertindak berdasarkan atau atas tuntutan unsur-unsur struktur sosial tertentu yang membudaya, yang meliputi: a) kepentingan, b) lembaga-lembaga sosial, c) nilainilai sosial, d) norma, e) status, f ) peranan (Gosita, 2004:101). II.2.4. Korban Menurut The Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power (1985) , pengertian korban adalah; “Victims means persons who, individually or collectively, have suffered harm, including
physical or mental injury,
emotional suffering, economic loss or substantial impairment of their fundamental rights, through acts or omissions that are in violation of criminal laws operative within Member States, including those laws proscribing criminal abuse of power” (Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power, 1985) (terjemahan bebas: orang-orang yang secara individual atau koleftif, telah mengalami penderitaan, termasuk penderitaan fisik atau mental, penderitaan emosi, kerugian ekonomis atau pengurangan hak-hak asasi melalui perbuatan atau pembiaran yang melanggar hukum pidana yang berlaku di dalam negaranegara anggota, termasuk peraturan hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan) Menurut Lary J. Siegel, terdapat beberapa karakteristik korban kejahatan, yaitu gender, usia, status sosial dan ras/etnisitas. Lebih jauh lagi Siegel menjelaskan bahwa karakteristik gender mempengaruhi viktimisasi karena banyak data menunjukkan bahwa umumnya perempuan menjadi korban dari pelaku yang dikenalnya sedangkan laki-laki menjadi korban dari pelaku yang merupakan orang yang asing atau tidak dikenalnya. Kemudian yang kedua adalah usia; bahwa hubungan antara usia dan viktimisasi terkait dengan gaya hidup seseorang. Ketiga adalah status sosial seperti status pernikahan yang mempengaruhi viktimisasi di ranah domestik, dan yang terakhir adalah ras/etnisitas yang mempengaruhi
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
21
viktimisasi, dimana etnis minoritas umumnya memiliki resiko viktimisasi yang tinggi (Siegel, 2000:8) II.2.5. Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut The Declaration on The Elimination of Violence Against Women yang diadopsi oleh United Nations General Assembly tahun 1993 mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai ; “any act of gender based-violence that results, in or is likely to result in physical, sexual or psychological harm of suffering to women, including threats of such acts, coercion or arbitrary deprivation of liberty, whether occurring in public or private life” (The Declaration on The Elimination of Violence Against Women, 1993). (terjemahan bebas: segala bentuk tindakan kekerasan berbasis jender yang menghasilkan penderitaan fisik, seksual, atau psikologis terhadap perempuan termasuk ancaman kekerasan, paksaan, pengabaian kebebasan yang terjadi di ruang publik maupun privat) Fitzpattrick (1994:534-556) dalam Silvestri & Dowey menyatakan bahwa definisi tersebut telah menimbulkan interpretasi yang luas terhadap kekerasan berbasis jender yang meliputi; kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mutilasi genital, kehamilan paksa, aborsi secara paksa dan sterilisasi paksa, kekerasan berbasis jender oleh polisi, kekerasan berbasis jender dalam konflik bersenjata, kekerasan terhadap perempuan pengungsi, dan kekerasan dalam prostitusi dan pornografi serta kekerasan di tempat kerja termasuk pelecehan seksual. Kemudian menurut Thamrin A. Tomagola, kekerasan terhadap perempuan terjadi karena posisi vertikal laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat. Persamaan yang paling mencolok antara masyarakat yang mengenal, menerima, mentolerir, bahkan merestui kekerasan terhadap perempuan adalah meluasnya pola-pola hubungan vertikal-dominatif dan pola hubungan diagonal-dominatif dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik antara laki-laki dan perempuan (Tomagola,2000:109).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
22
Pendapat dari Tomagola tersebut menjelaskan bahwa
kekerasan terhadap
perempuan merupakan implikasi dari adanya hubungan vertikal dominatif. Artinya pola hubungan atau relasi yang terbangun antara perempuan dan laki-laki merupakan pola yang tidak setara. Singkatnya, laki-laki menempati posisi superordinat yang dalam praktiknya mendominasi perempuan dalam segala aspek, antara lain aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek politik. II.3. Struktur Masyarakat Diagram berikut ini dibuat berdasarkan tulisan Sally Cameron dan Edward Newman (2008:3) dalam buku yang berjudul “Trafficking in Humans : Social, Cultural, and Political Dimensions”. Pemikiran tersebut menggambarkan struktur yang ada dalam masyarakat yang secara ringkas dapat terlihat dalam bagan berikut ini. Gambar II.1 Struktur Masyarakat
KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN FAKTOR EKONOMI : globalization, poverty, economic downturns, migratory movement
FAKTOR GEOPOLITIS :
FAKTOR SOSIAL : sosial inequality, gender discrimination, gender status
FAKTOR IDEOLOGIS :
war, violent conflict, military bases operations.
racism, gender cultural stereotyping,
Sumber: Cameron & Newmann, 2008
Skema kerangka berpikir tersebut menjadi dasar pemikiran untuk menjelaskan proses viktimisasi struktural dalam penelitian ini. Skema tersebut melihat adanya berbagai faktor struktural yang ada di dalam masyarakat yang memberikan kontribusi bagi terjadinya kejahatan perdagangan manusia.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
23
Pertama adalah faktor ekonomi yang terdiri dari globalisasi, kemiskinan, penurunan tingkat ekonomi, dan pergerakan migrasi.
Kemudian yang kedua
adalah faktor sosial, yaitu adanya ketimpangan sosial, diskriminasi berdasarkan gender, diksriminasi berdasarkan usia dan status gender. Kemudian faktor yang ketiga yaitu faktor ideologi seperti rasisme, gender, dan stereotipe budaya. Bentuk-bentuk patriarkisme dalam masyarakat juga merupakan salah satu contoh dari faktor ideologis. Kemudian faktor yang keempat adalah faktor geopolitik. Hal yang termasuk kedalam faktor geopolitik adalah perang, konflik kekerasan, serta operasi militer. Faktor geopolitik dapat ditemukan di negara yang sedang mengalami konflik. Faktor-faktor struktural tersebut akan menciptakan kondisi vulnerability atau kerentanan bagi perempuan dan anak-anak untuk menjadi korban perdagangan manusia. Untuk dapat melihat lebih jelas kerangka pemikiran berdasarkan Sally Cameron dan Edward Newmann tersebut, maka kita dapat melakukan operasionalisasi terhadap konsep di dalamnya. Sehingga menjadi indikator pada struktur ekonomi, struktur sosial, struktur ideologi, dan struktur geopolitik pada tataran empiris. Berikut adalah matriks operasionalisasi konsep tersebut
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
24
Gambar II.2 Operasionalisasi Konsep
Ekonomi
Sosial
Ideologi
Geopolitik
Globalisasi, Kemiskinan
Ketimpangan Gender, Ketimpangan Sosial
Patriarki
Perang, Konflik Bersenjata
-
-
-
Pekerjaan penduduk setempat Penghasilan atau pendapatan keluarga Penghasilan atau pendapatan diri sendiri
-
-
-
Pembagian kerja berdasarkan gender Kekuasaan berbasis gender Seksualitas
-
Pengam bilan keputus an dalam keluarga
-
-
Konflik kekerasan di daerah setempat Konflik antar etnis Penduduk an militer / kamp militer
Sumber: Diolah Oleh Peneliti
Operasionalisasi tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi struktural dalam masyarakat pada tataran empiris yang bersifat mikro. Selanjutnya, operasionalisasi konsep ini dipergunakan sebagai pedoman dalam melakukan wawancara saat berada di lapangan. II.3.1. Faktor Ekonomi Globalisasi, Kemiskinan. Anthony Giddens mengemukakan bahwa globalisasi adalah proses universalisasi politis, universalisasi komoditas produksi dalam sistem ekonomi kapitalis yang dikendalikan dari empat basis yaitu kapitaslime, industrialisme, pengawasan dan kekuasan militer (Robinson, 2007:138). Kemudian permasalahan yang kedua adalah kemiskinan. Herman P. Miller (1965:122) menjelaskan bahwa kemiskinan merupakan suatu hal yang sulit untuk didefiniskan dan bahkan lebih sulit lagi untuk diukur. Namun secara sederhana beberapa definisi yang telah dibuat oleh sebagian orang menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan keadaan dimana anggota masyarakat memiliki pendapatan yang berada dibawah standard minimum. Kemiskinan membawa berbagai
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
25
permasalahan, salah satunya adalah pengangguran. Pengangguran terstruktur dan kemiskinan endemik menghasilkan sebuah bentuk perdagangan tersembunyi yang bersifat illegal, sekalipun tersebut merupakan sebuah bentuk keberlangsungan ekonomi seperti perdagangan narkoba (Scraton, 2007:21). Kemudian Valentina Sagala (2008:103) mengemukakan bahwa apa yang terjadi pada korban perdagangan perempuan bukan hanya permasalahan kemiskinan, namun merupakan pemiskinan. 1 Dalam menjelaskan mengenai masalah feminisasi kemiskinan,2 terdapat dua penjelasan feminis, yaitu pertama adalah permasalahan struktur rumah tangga, serta permasalahan pembagian kerja berdasarkan gender (Pressman, 2003:1-2). Kemudian selanjutnya adalah pergerakan migrasi. Goss dan Lindquist (1995) dalam Leah Briones (2009:11) mengemukakan bahwa berdasarkan perspektif strukturasi, migrasi adalah hasil dari sebuah artikulasi yang kompleks dari sebuah aksi sosial yang terjadi antara agen yang melewati ruang dan waktu, melebihi batas negara dan juga wilayah setempat. Lebih jauh lagi, Briones (2009:5) menjelaskan mengenai perspektif feminis-struktural yang memfokuskan pada permasalahan feminisasi migrasi, yang menggambarkan hubungan langsung antara peningkatan migrasi perempuan yang miskin dan ekspansi ekonomi politik global yang patriarkis. II.3.2. Faktor Sosial Ketimpangan Gender dan Ketimpangan Sosial. Perbedaan peran gender akibat ideologi sosial menghasilkan perbedaan status. Stereotipe juga menjelaskan adanya perbedaan peran gender tersebut. Secara tidak proporsional perempuan lebih banyak yang menjadi ibu rumah tangga karena mereka dipercaya cocok untuk bersifat komunal, sementara lakilaki cocok menjadi pencari nafkah (Goodwin & Fiske, 2001:363). Gender merupakan konsep sosial yang harus diperankan oleh laki-laki atau perempuan 1
R. Valentina Sagala dalam wawancara yang dilakukan oleh redaktur Jurnal Perempuan, dan dimuat dalam Jurnal Perempuan No.59 2 Feminisasi kemiskinan adalah sebuah kenyataan dimana sebagian besar angka kemiskinan diisi oleh kaum perempuan (Cahyono, 2005:11). Pengertian lain dari feminisasi kemiskinan juga diterangkan oleh Chant (2006) bahwa feminisasi kemiskinan adalah kondisi dimana perempuan menderita lebih banyak akibat kemiskinan daripada laki-laki (Chant, 2007:4).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
26
sesuai dengan ekspektasi sosio-kultural yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Ekspektasi ini kemudian melahirkan peran-peran sosial laki-laki dan perempuan sebagai peran gender (Ridwan, 2006:17-19). Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu perbedaan gender terbentuk oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran agama atau negara (Fakih, 1996:9). Terdapat tiga hal yang mempengaruhi pembentukan relasi gender, sebagaimana dikemukakan oleh Cornell (1987) dalam Walklate (2004:74): struktur sosial yang mendukung pembentukan relasi gender yaitu pembagian kerja berdasarkan gender, kekuasaan berbasis gender, dan seksualitas. Struktur ini mendefinisikan kondisi dimana feminitas dan maskulinitas dikonstruksikan dan juga direkonstruksikan. Poin utama feminisme masa kini adalah ketimpangan gender atau gender inequality bukanlah masalah individual, melainkan masalah yang melekat pada struktur masyarakat (pernikahan dan keluarga, pekerjaan dan ekonomi, politik, agama serta seni dan bahasa ) (Tavcer, 2007:112). Selain ketimpangan gender, ada pula bentuk-bentuk diskriminasi gender. Williams (1947) dalam Zellman mengemukakan bahwa diskriminasi adalah perlakuan yang berbeda terhadap individu berdasarkan kelompok sosial tertentu (Zellman, 1978:286). Lebih jauh lagi, menurut Zellman, perempuan telah secara rutin dan secara legal terdiskriminasi dalam masyarakat kita sejak lahirnya, dan walaupun saat ini diskriminasi tersebut tidak memiliki cukup bukti, namun secara jelas diskriminasi tersebut masih dapat ditemukan baik itu dalam hukum maupun dalam praktik hukum.
II.3.3. Faktor Ideologis Patriarki. Dalam Enslikopedia Feminisme yang ditulis oleh Humm (2002:332), patriarki merupakan suatu sistem otoritas laki-laki yang menindas perempuan melalui institusi sosial, politik, ekonomi, dimana patriarki mempunyai kekuatan dan akses laki-laki yang lebih besar terhadap, dan menjadi mediasi dari sumber daya yang ada dan ganjaran dari struktur otoritas di dalam dan luar rumah.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
27
Patriarki adalah sebuah sistem dalam struktur sosial dan dalam praktiknya laki-laki mendominasi, menekan dan mengeksploitasi perempuan. Penggunaan istilah strukur sosial menjadi penting karena membantu kita untuk menolak baik itu determinisme biologis maupun pendapat bahwa setiap laki-laki berada di dalam posisi dominan dan perempuan berada dalam posisi subordinat (Walby, 1990:20). Konsep patriarki sendiri awalnya dipergunakan oleh Max Weber untuk mengacu pada bentukan sistem sosial politik yang mengagungkan peran dominan ayah dalam lingkup keluarga inti, keluarga luas, dan lingkup publik seperti ekonomi. Maria C. Inhorn (1996) dalam Saraswati (2000:40) menjelaskan bahwa sebagai akibat dari patriarki, penindasan gender laki-laki atas perempuan telah membuat perempuan tersubordinasi melalui struktur ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya.
II.3.4. Faktor Geopolitis Perang, Konflik dan Operasi Militer. Sally Cameron (2008:1991) menyatakan bahwa kerusuhan politik dan konflik juga memainkan peran dalam meningkatkan resiko perdagangan manusia untuk prostitusi. Beberapa contoh yang terjadi di Guatemala menunjukkan bahwa pelaku perdagangan manusia menjadikan perempuan yang mengalami perkosaan selama masa konflik bersenjata untuk diperdagangkan. Adanya operasi militer yang bersifat patriarkis menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah kesalahan pengertian antara laki-laki dan perempuan. Kurangnya pengertian terhadap politik maskulinitas dan feminitas dalam perkembangan kesejahteraan ekonomi dan sistem patron serta adanya wilayah konflik dan poskonflik memberikan kepercayaan yang salah atas kehadiran perempuan dan anak perempuan yang dianggap „willing‟ untuk berhubungan seksual dengan tentara laki-laki (Mazurana, 2005:34)
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
28
BAB III METODE PENELITIAN
III.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan rangkaian penelitian yang berawal dari sejumlah fenomena khusus di masyarakat atau berdasarkan fakta sosial di dalam masyarakat. Pendeketan kualitatif juga dapat digunakan sebagai penelitian terhadap hidup manusia, pengalaman, perilaku, emosi, dan perasaan serta berbagai penelitian mengenai fungsi organisasi, pergerakan sosial, fenomena kultural dan interaksi antar negara (Strauss & Corbin, 1998:11). Menurut Bungin (2001:66), analisis kualitatif menggunakan pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada hal-hal umum. Alasan pemilihan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah sebab fenomena perdagangan perempuan merupakan suatu fenomena yang khusus, terlebih lagi fokus dari penelitian ini adalah mengenai viktimisasi yang dialami oleh korban perdagangan perempuan serta melihat viktimisasi yang dialami oleh korban perdagangan perempuan tersebut sebagai bentuk viktimisasi struktural. Pada penelitian ini, terkait dengan pendekatan yang dipilih oleh peneliti, peneliti akan melihat dan mengeksplorasi bentuk viktimisasi yang dialami oleh korban perdagangan manusia.
III.2. Jenis Penelitian Berdasarkan jenis penelitian, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif. Menurut Jannah dan Prasetyo (2005:42), penelitian deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Sehingga penelitian ini merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu, yaitu fenomena mengenai proses viktimisasi yang terjadi pada korban perdagangan perempuan serta melihatnya sebagai sebuah bentuk viktimisasi struktural. Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
29
Penelitian deskriptif kualitatif menganut paham fenomenologis yang memiliki tujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi atau fenomena tertentu (Bungin, 2007:68).
III.3. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi pertama dari penelitian ini adalah Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan informasi yang didapatkan oleh peneliti mengenai keberadaan korban di Surabaya, maka peneliti kemudian berangkat ke Surabaya dengan dukungan dari pihak Polda Jawa Timur. Peneliti melakukan pencarian terhadap calon informan yang merupakan korban yang terlibat kasus perdagangan manusia dan sudah ditangani oleh pihak Direktorat
Reserse
Kriminal
Umum
(Direskrimum) Kepolisian Daerah Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan pertimbangan bahwa Surabaya merupakan salah satu daerah yang diidentifikasi menjadi daerah asal maupun daerah tujuan dalam pola perdagangan manusia. Kemudian peneliti mengunjungi lokasi penelitian tempat keberadaan korban perdagangan manusia sebagai calon informan di Jawa Timur, tepatnya di desa B, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kunjungan ini dimaksudkan untuk menemui calon informan yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Lokasi ini merupakan lokasi tempat tinggal korban perdagangan manusia yang menjadi informan dalam penelitian ini. Peneliti melakukan kunjungan pertama ke desa ini pada tanggal 23 Oktober 2011, kemudian kunjungan kedua peneliti lakukan pada tanggal 25 Oktober 2011, untuk melaksanakan penelitian dengan ditemani oleh pihak Direskrimum Polda Jawa Timur. Pada kunjungan ini, peneliti melakukan observasi dan juga wawancara kepada korban perdagangan manusia
yang
kemudian dilakukan sebanyak 2 kali. Berikut merupakan peta lokasi Desa B yang didapatkan dari google maps :
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
30
Gambar III.1 peta desa B, Pasuruan Jawa Timur
Sumber: http://maps.google.com/maps?hl=en&tab=il
Lokasi kedua dari penelitian ini adalah Bandar Lampung. Sebelum peneliti melakukan penelitian di lokasi tempat tinggal korban, peneliti melakukan kegiatan magang
pada salah satu lembaga advokasi bernama Lembaga Advokasi
Perempuan DAMAR. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pada temuan awal peneliti yang menunjukkan bahwa Propinsi Lampung juga merupakan salah satu daerah yang teridentifikasi sebagai daerah supply dalam jaringan perdagangan manusia. Berdasarkan temuan tersebut, maka peneliti memililih Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian dengan tujuan agar peneliti dapat melihat lebih dekat fenomena perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Dalam rangka melakukan penelitian mengenai viktimisasi pada korban perdagangan manusia, peneliti perlu melakukan kegiatan magang pada Lembaga Advokasi Perempuan Damar dengan tujuan agar peneliti dapat mengetahui secara langsung mengenai proses pendampingan korban serta berbagai cara penanganan kasus dan asistensi pada korban-korban perempuan. Melalui Lembaga Advokasi Perempuan Damar, maka kemudian peneliti dapat menemukan korban perdagangan manusia sebagai calon informan dalam penelitian ini. Setelah menemukan korban perdagangan manusia yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini, maka peneliti kemudian melakukan kunjungan ke tempat tinggal korban, yaitu di wilayah K, Bandar Lampung untuk melakukan observasi lapangan dan wawancara kepada informan. Kunjungan pertama ke rumah korban
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
31
di wilayah K dilakukan pada tanggal 8 November 2011, kemudian kunjungan kedua dilakukan pada tanggal 9 November 2011. Kemudian lokasi ketiga dalam penelitian ini adalah lokasi tempat informan ketiga berada, yaitu di desa SB X, Lampung Timur. Lokasi penelitian ini didasarkan pada adanya informasi yang menunjukkan adanya korban perdagangan atau penjualan anak perempuan melalui pernikahan untuk tujuan pelunasan hutang. Peneliti melakukan kunjungan ke desa SB X sebanyak satu kali dengan diantarkan oleh kerabat peneliti serta gatekeeper Yan. Lokasi desa SB X tersebut cukup jauh dari pusat kota Bandar Lampung, dan perjalanan menuju lokasi desa tersebut memakan waktu selama lebih kurang tiga jam. Peneliti melakukan kunjungan ke lokasi desa SB X dengan tujuan untuk melakukan observasi lapangan terhadap setting sosial dan tempat tinggal informan ketiga. Waktu kunjungan adalah pada tanggal 12 November 2011. Lokasi ketiga dalam penelitian ini digambarkan dalam peta berikut; Gambar III.2 Peta desa SB, Lampung Timur
Sumber: http://maps.google.com/maps?hl=en&tab=il
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
32
III.4. Teknik Pengumpulan Data Terdapat dua jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini, pertama adalah data primer dan yang kedua adalah data sekunder. Data primer merupakan data utama dalam penelitian ini yang diperoleh berdasarkan hasil (1) wawancara kepada informan utama dalam penelitian ini, dan hasil data primer juga didapatkan melalui (2) observasi lapangan, atau melakukan pengamatan terhadap objek penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan berdasarkan hasil penelusuran terhadap laporan penelitian serta hasil kliping pemberitaan media cetak yang peneliti dapatkan dari kumpulan kliping koran milik Yayasan Jurnal Perempuan. Kemudian data sekunder yang didapatkan dalam penelitian ini juga berdasarkan hasil laporan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengenai tindakan perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia pada tahun 2007 yang termuat dalam laporan yang berjudul ”Anatomy of Crime, Trafficking in Persons 2007”. Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini berfungsi sebagai data tambahan. Sebagaimana dijelaskan oleh Lesley Noaks dan Emma Wincup bahwa data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif dapat berdiri sendiri sebagai fokus dari penelitian, dan juga sebagai tambahan. Data sekunder yang dipergunakan dalam sebuah penelitian dapat menjadi data berharga, khususnya ketika akses terhadap Sistem Peradilan Pidana maupun pelaku merupakan hal yang problematis Wincup
(Noaks & Wincup, 2004:106)
Lebih jauh lagi Noaks &
menjelaskan bahwa pengguanaan data sekunder dapat dipergunakan
sebagai model triangulasi data. Berikut merupakan teknik yang peneliti gunakan dalam mengumpulkan data primer pada penelitian ini; III.4.1. Wawancara Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2005:72). Pengumpulan data
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
33
yang
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
wawancara
akan
menghasilkan data primer dalam penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa perempuan dan anak perempuan korban perdagangan manusia.
Wawancara dilakukan
dengan cara semi-
terstruktur1 berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya telah disiapkan oleh peneliti, dimana pemilihan wawancara semi-terstruktur ini bertujuan untuk mengeksplorasi pertanyaan yang mempertanyakan seputar kisah korban mengalami viktimisasi. Wawancara semi-terstruktur juga dipilih dengan pertimbangan untuk menghindari suasana kaku dalam membangun raport serta melakukan wawancara dengan korban, sehingga wawancara lebih bersifat informal dan dapat dilakukan dimana saja. Wawancara pertama dilakukan kepada informan pertama, yaitu anak perempuan korban perdagangan manusia yang berada di Desa B, Kabupaten Pasuruan. Wawancara dilakukan tidak terstruktur dengan tujuan agar pertanyaan dapat dieksplorasi dan berkembang saat melakukan wawancara. Wawancara kepada informan pertama dilakukan sebanyak 2 kali, dimana wawancara pertama bertujuan untuk membangun raport dan melakukan perkenalan dengan korban. Wawancara pertama dilakukan di rumah tetangga korban bernama Mbak Ris, dengan ditemani oleh Ibu Nun dan dihadiri oleh dua orang tetangga korban, yaitu mbak Ris dan ibunya. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2011. Kemudian wawancara kedua kepada informan pertama dilakukan untuk menggali lebih mendalam mengenai proses viktimisasi yang dialaminya, serta melakukan wawancara lebih lanjut terkait dengan setting sosial tempat tinggal korban. Wawancara kedua ini dilakukan di luar rumah secara informal, dimana peneliti bersama informan melakukan wawancara sambil
1
Wawancara semi terstruktur adalah wawancara yang menawarkan kesempatan lebih untuk melakukan pemeriksaan, dengan penggunaan pertanyaan follow-up. Pewawancara akan menggunakan jadwal wawancara namun menjadi lebih fleksibel saat melemparkan pertanyaan. Wawancara semi terstruktur menawarkan kesempatan untuk melakukan dialog dan pertukaran antara pewawancara dan orang yang diwawancarai. Hal utama dalam pendekatan ini adalah bahwa pewawancara memiliki pemahaman terhadap konteks dari penelitian ini untuk mendeteksi kewaspadaan dalam suatu tema yang sensitif (Noaks & Wincup, 2004:79) . Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
34
melakukan kegiatan seperti berjalan-jalan dan makan siang bersama. Wawancara kedua dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2011 dan berlangsung sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Pada saat melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu perekam suara dengan sebelumnya mendapatkan persetujuan dari informan. Kemudian wawancara juga dilakukan kepada informan kedua. Wawancara kepada informan kedua ini dilakukan di kantor Lembaga Advokasi Perempuan Damar dan di rumah informan kedua. Pertemuan pertama atara peneliti dengan informan ini adalah pada lokasi kantor Lembaga Advokasi Perempuan Damar dan pada tahapan ini peneliti melakukan perkenalan diri dan merupakan tahapan membangun raport dengan informan. Wawancara awal dilakukan pada tanggal 8 November 2011. Kemudian wawancara yang kedua dilakukan keesokan harinya pada tanggal 9 November 2011, dimana pada wawancara kedua ini peneliti melakukan wawancara lebih lanjut terkait dengan proses viktimisasi yang dialami oleh informan kedua serta untuk melihat bagaimana setting sosial tempat informan tinggal. Wawancara juga peneliti lakukan dengan informan ketiga, yaitu gatekeeper peneliti, yang juga merupakan saksi utama pada kasus yang menimpa korban Indah. Peneliti melakukan wawancara hanya kepada gatekeeper peneliti dengan pertimbangan akan keselamatan bagi korban Indah dan juga keselamatan bagi peneliti sendiri. Wawancara kepada informan ketiga dilakukan di rumah kerabat peneliti, dan proses membangun raport serta perkenalan yang peneliti lakukan kepada informan ketiga telah dilakukan sebelumnya, dimana peneliti telah lebih dulu mengenal informan ketiga dalam penelitian ini. Pelaksanaan wawancara kepada gatekeeper dilakukan pada tanggal 11 November 2011. Wawancara kepada gatekeeper sebagai wakil dari informan ketiga ini dilakukan secara tidak terstruktur, dan bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai kronologis kasus serta viktimisasi yang dialami oleh
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
35
korban Indah. Wawancara kepada gatekeeper juga bertujuan untuk mengetahui mengenai setting sosial tempat tinggal korban Indah Hasil dari rekamanan selama melakukan wawancara tersebut dibuat dalam bentuk transkrip atau verbatim oleh peneliti, sehingga kelak dalam melakukan analisa, penulis dapat menggunakan transkip tersebut sebagai sumber data yang akurat. III.4.2. Observasi Lapangan Selain melakukan wawancara kepada ketiga orang informan, peneliti juga melakukan observasi lapangan. Observasi adalah proses pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap fenomena yang terjadi disekitarnya. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi terhadap lingkungan tempat tinggal informan, dimana hal yang menjadi obyek dari pengamatan peneliti antara lain kondisi lingkungan tempat tinggal informan serta bentuk interaksi yang terjadi antara informan dan masyarakat setempat. Observasi kepada informan pertama dilakukan pada tempat tinggal informan, yakni desa B, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Observasi terhadap informan pertama dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2011, dan observasi kedua dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2011. Kemudian untuk informan yang kedua, observasi dilakukan di rumah informan kedua di daerah K, Tanjung Karang, Bandar Lampung dan dilaksanakan pada tanggal 8 dan 9 November 2011. kemudian Observasi yang ketiga dilakukan di tempat tinggal informan ketiga, yaitu desa SB X, Lampung Timur. Observasi terhadap setting sosial informan ketiga dalam penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 November 2011. Observasi ini ditujukan untuk mengetahui setting sosial tempat informan berada, dimana pengamatan ini dilakukan secara menyeluruh dengan melihat berbagai bentuk interaksi yang terjadi serta kondisi fisik lingkungan tempat tinggal informan sebagai bagian dari obyek
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
36
pengamatan. Hal yang menjadi poin dalam hasil observasi lapangan ini akan dicatat dan dirangkum oleh peneliti dalam sebuah bentuk catatan lapangan atau disebut fieldnote. III.5. Informan Fokus dari penelitian ini melihat mengenai viktimisasi struktural yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan, oleh karena itu penggunaan informan dalam penelitian ini merupakan suatu hal yang kritikal. Informan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan korban perdagangan manusia yang berhasil ditemui oleh peneliti dengan menggunakan teknik snowball sampling, yaitu dengan menggunakan gatekeeper sebagai tahapan awal dalam penelitian. Informan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang. Ketiga informan tersebut merupakan korban perdagangan manusia yang berada di dua lokasi penelitian, yaitu berasal dari Surabaya dan Lampung. Nama dari informan dalam penelitian ini akan peneliti samarkan dengan menggunakan nama alias, yang bertujuan untuk melindungi identitas informan. Berikut merupakan tahapan pemilihan ketiga informan dalam penelitian ini ; III.5.1. Informan Dira Informan pertama dalam penelitian ini akan diberikan nama alias Dira. Informan pertama merupakan seorang anak perempuan korban perdagangan manusia untuk tujuan ekspolitasi seksual di daerah Tretes, Jawa Timur. Tahapan pertama yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan pencarian informan pertama adalah dengan menghubungi gatekeeper pertama, yaitu Ibu Nun selaku penyidik. Peneliti mengenal beliau melalui salah satu polisi di Polda Jawa Timur yang merupakan kerabat peneliti. Melalui Ibu Nun, maka peneliti kemudian mendapatkan berbagai informasi terkait kasus perdagangan manusia yang terjadi di wilayah Jawa Timur yang baru saja ditangani oleh pihak Polda Jawa Timur. Kemudian peneliti mengatur pertemuan lebih lanjut dengan Ibu Nun untuk diperkenalkan dengan informan Indah yang merupakan korban perdagangan manusia. Sesuai dengan kesepakatan yang dibuat melalui telepon selular, peneliti dapat menemui Ibu Nun secara langsung di kantor beliau, di Polda Jawa Timur.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
37
Setelah itu menurut rencana yang telah disepakati bersama, maka kemudian pada keesokan harinya peneliti bersama dengan Ibu Nun selaku gatekeeper melakukan kunjungan langsung kepada informan Indah yang bertempat tinggal di desa B, Kabupaten Pasuruan untuk melaksanakan penelitian. III.5.3. Informan Rina Informan kedua dalam penelitian ini akan diberikan nama samaran Rina. Rina merupakan seorang ibu rumah tangga yang menjadi korban perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual. Informan Rina direkrut untuk kemudian ditempatkan pada sebuah lokalisasi X di Pekanbaru, Riau. Pemilihan informan kedua dilakukan selama melakukan magang sebagai volunteer di Lembaga Advokasi Perempuan Damar. Peneliti mencoba menggali informasi dari salah satu staff di Lembaga Advokasi tersebut yang bernama Mbak Uchi, yang diketahui sudah seringkali melakukan pendampingan terhadap korban dari beberapa kasus yang pernah ditangani oleh Lembaga Advokasi Perempuan Damar. Beliau mengatakan bahwa terdapat beberapa kasus mengenai perdagangan manusia yang telah ditangani oleh Lembaga Advokasi Perempuan Damar sepanjang tahun 20092010. Kemudian beliau memberikan rujukan untuk mengangkat kasus mengenai perdagangan perempuan terhadap salah satu korban yang masih dapat ditemui di Bandar Lampung. Dalam penelitian ini, Mbak Uchi merupakan gatekeeper yang berperan sebagai penghubung dalam mempertemukan peneliti dengan korban. Kemudian setelah melakukan beberapa koordinasi dengan gatekeeper, peneliti kemudian dipertemukan dengan informan kedua dalam penelitian ini.
III.5.3. Informan Indah Informan ketiga dalam penelitian ini akan diberikan nama samaran Indah. Indah adalah seorang anak perempuan yang diperdagangkan oleh orang tuanya untuk dinikahkan dengan tujuan untuk melunasi hutang yang dimiliki oleh orang tuanya.
Pemilihan informan ketiga dalam penelitian ini berdasarkan pada
informasi yang peneliti dapatkan melalui saudara peneliti yang tinggal di Bandar Lampung. Berdasarkan cerita saudara peneliti, ia memiliki seorang mantan Pekerja Rumah Tangga yang dinikahkan pada usia 14 tahun untuk membayar hutang orang tuanya. Maka peneliti kemudian melakukan kunjungan ke rumah
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
38
saudara peneliti dan diperkenalkan kepada gatekeeper yang ketiga, yaitu Mbak Yan. Mbak Yan merupakan saksi utama yang mengetahui kisah yang menimpa informan ketiga. Selama bekerja bersama di rumah saudara peneliti, informan selalu membagikan ceritanya kepada Mbak Yan. Gatekeeper Yan dalam penelitian ini merupakan saudara dari informan yang ketiga dan juga tinggal bersama di satu desa. Atas pertimbangan keselamatan informan ketiga yang sampai saat ini masih tinggal bersama suaminya serta bagi keselamatan diri peneliti, maka peneliti memutuskan untuk mewawancarai gatekeeper Yan yang mengetahui kisah dan latar belakang dari informan ketiga setelah sebelumnya mendapatkan persetujuan dari informan Indah sendiri yang dimintakan melalui telepon selular. III.6. Hambatan penelitian Penelitian ini memiliki beberapa hambatan, antara lain yang pertama adalah dalam pencarian informan. Kasus perdagangan manusia merupakan salah satu kasus yang khusus, sehingga pencarian korban membutuhkan waktu yang lama. Terlebih lagi, korban yang berhasil ditangani baik itu oleh pihak kepolisian maupun berhasil dalam proses pendampingan yang dilakukan oleh LSM umumnya sudah dikembalikan ke daerah asal, sehingga korban yang pernah ditangani sulit untuk ditemui kembali. Hambatan yang didapatkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini ditemukan pada masing-masing proses pencarian informan. Pada informan pertama, kesulitan yang didapatkan oleh peneliti adalah berasal dari akses terhadap informan, karena peneliti menemui informan dengan ditemani oleh anggota kepolisian. Sehingga pada saat awal pertemuan, terdapat jarak antara peneliti dengan informan. Namun, setelah melakukan wawancara yang kedua kalinya, barulah informan baru mulai terbuka dengan peneliti. Hambatan lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak mengenal dengan baik lokasi penelitian, sehingga peneliti harus selalu waspada karena pada saat melakukan wawancara, banyak pemuda setempat yang menghampiri peneliti dan juga informan. Berdasarkan penilaian subyektifitas peneliti, merupakan suatu ancaman terhadap kemanan peneliti. Hambatan lain dalam melakukan penelitian
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
39
terhadap informan yang pertama adalah aksesibilitas yang sulit antara peneliti dengan informan, sehingga peneliti tidak leluasa untuk berkomunikasi dengan bebas dengan informan. Informan tidak memiliki telepon selular, sehingga sulit bagi peneliti untuk dapat menemuinya kembali. Kabar terakhir mengenai keadaan informan didapat peneliti dari tetangga informan yang menjelaskan bahwa sudah beberapa hari informan tidak pernah pulang ke rumah, namun saat ini informan sudah bersama dengan Ibu Nun selaku gatekeeper peneliti untuk mengikui kursus yang ditawarkan oleh Ibu Nun. Kemudian hambatan juga ditemukan pada informan yang ketiga, yaitu Indah. Informan ketiga yang merupakan seorang anak yang diperdagangkan untuk melunasi hutang orang tuanya saat ini tinggal bersama suaminya. Hambatan ditemukan saat peneliti ingin menemui informan secara langsung, tetapi informan menolak untuk ditemui karena khawatir akan tersebarnya berita mengenai kekerasan yang pernah ia alami. Peneliti juga sulit untuk mengetahui rumah informan, sebab menurut gatekeeper Yan, informan tinggal di tengah ladang dengan suaminya, sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk menemui informan di rumahnya. Atas dasar pertimbangan keselamatan bagi informan sendiri dan juga diri peneliti, peneliti memutuskan untuk mewawancarai gatekeeper Yan dengan sebelumnya sudah mendapatkan persetujuan dari informan sendiri yang dilakukan via telepon.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
40
BAB IV TEMUAN DATA IV.1
Data Sekunder
IV.1.1 Gambaran Umum Perdagangan Manusia di Indonesia Indonesia merupakan salah satu wilayah supply atau sumber pengirim dalam suatu tindak perdagangan manusia secara internasional. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam sebuah laporan yang dibuat oleh Kementrian Dalam Negeri Amerika yang berjudul “Trafficking in Persons Report 2011” menempatkan posisi Indonesia berada dalam tier 21. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan daerah sumber utama serta merupakan daerah transit dan daerah tujuan bagi perempuan, anak-anak, serta laki-laki yang menjadi korban dalam suatu tindakan perdagangan manusia khsusnya untuk tujuan prostitusi secara paksa dan perburuhan paksa (US Department of State, 2011:176). Laporan yang dibuat oleh US Department of State tersebut juga menyebutkan bahwa masing-masing dari keseluruhan 33 propinsi di Indonesia merupakan sumber maupun tujuan dari tindak perdagangan manusia, sebagaimana disebutkan bahwa daerah-daerah yang signifikan menjadi daerah sumber adalah Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Pada umumnya, anak-anak diperdagangkan ke dalam negeri dan luar negeri untuk tujuan pekerja domestik, prostitusi, dan industri penginapan. Perdagangan secara internal juga menjadi suatu permasalahan khusus di Indonesia dimana perempuan dan anak-anak perempuan dieksploitasi pada ranah domestik, eksploitasi seksual, pertanian di desa, dan umumnya mereka ditawarkan pekerjaan sebagai pekerja di 1
Ranking tier 2 menunjukkan bahwa suatu negara belum memenuhi standar namun telah melakukan usaha untuk melakukannya, dimana tier 1 menunjukkan bahwa suatu negara telah menyadari permasalahan dari perdagangan manusia dan telah melakukan usaha untuk mengatasi permaslahan tersebut dan telah membuat standar dari Torture Victim Protection Act . selanjutnya tier 3 berarti bahwa negara tersebut belum memenuhi standar minimum dan belum menunjukkan usaha untuk memenuhinya (Wu & Zifcak, 2010,) Diunduh dari: http://www.theepochtimes.com/n2/united-states/us-ranked-on-human-traffickingfor-first-time-37380.html
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
41
restoran, pabrik, atau pekerja rumah tangga hingga pada akhirnya mereka dipekerjakan secara paksa dalam prostitusi (US Departmen of State, 2011:177) Berdasarkan Laporan yang dibuat oleh Bareskrim POLRI dalam Anatomy of Crime, Trafficking in Persons 2007, Indonesia sendiri menempati tier 2. Laporan tersebut menggambarkan secara jelas mengenai tier pada negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Gambar IV.1 Tier Asia Pasifik
Gambar tesebut menunjukkan bahwa Indonesia menempati tier 2 pada tahun 2007 dan masih berada dalam tier 2 hingga tahun 2011 ini. Negara-negara di Asia Pasifik yang menempati urutan tier 1 adalah Australia, Korea Selatan, dan Selandia Baru. Sedangkan negara-negara yang menempati posisi tier 2 yaitu Indonesia, Filipina, Thailand, Jepang, Vietnam, Laos, Taiwan, dan Mongolia. Dan di posisi tier 3, negara-negara yang menempati posisi tersebut adalah Myanmar, Korea Utara, Malaysia dan Brunei Darussalam. Kemudian terdapat juga posisi tier 2 watchlist dimana negara-negara yang menempati posisi ini merupakan negara yang menempati posisi tier 2 namun memiliki resiko untuk turun peringkat menjadi tier 3, dan negara-negara yang menempati posisi tersebut antara lain Cina, Papua Nugini dan Kepulauan Fiji.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
42
IV.1.1.1 Pemetaan Lokasi Perdagangan Manusia di Indonesia 2 Gambar IV.2 Daerah Perdagangan Orang
Gambar daerah perdagangan orang tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang diidentifikasi sebagai daerah rekrut & transit, daerah rekrutmen atau daerah asal, daerah transit, dan daerah tujuan. Berdasarkan gambar tersebut, daerah-daerah yang termasuk kedalam daerah rekrutmen adalah Lampung, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengagra Timur, Makassar, dan Sulawesi utara. Kemudian wilayah yang menjadi daerah transit adalah Jambi, Batam, dan Balikpapan. Sedangkan wilayah-wilayah yang menjadi daerah tujuan adalah Eropa, Timur Tengah, Korea, Jepang, Hongkong, Taiwan, Malaysia, Singapura, Brunei, Kinabalu, Tawau, dan Australia. Selain dari daerah yang diidentifikasi sebagai daerah asal, transit, dan tujuan juga terdapat daerah yang merupakan daerah rekrut & transit sekaligus, yaitu Sumatera Utara, Pontianak, Tarakan, Nunukan, Jakarta, Jawa Timur, dan Bali. 2
Pemetaan Lokasi Perdagangan Manusia di Indonesia merupakan gambaran mengenai JalurJalur Perdagangan Manusia yang bersumber pada Laporan yang dibuat oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) POLRI yang berjudul “Anatomy of Crime, Trafficking in Persons 2007” tahun 2008.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
43
Perdagangan Manusia menggunakan beberapa jalur yang dipergunakan untuk mengirim korban-korban tersebut dari daerah asal hingga ke daerah tujuan. Jalur dalam tindak trafiking tersebut dapat terbagi menjadi jalur perdagangan eksternal atau melintasi batas negara, dan juga jalur internal atau perdagangan orang secara domestik. Berikut merupakan gambar dari jalur dari perdagangan orang di Pulau Jawa ; Gambar IV.3 Jalur Perdagangan Manusia di Pulau Jawa
Peta mengenai jalur
perdagangan orang di Pulau Jawa,
yang
menggambarkan jalur perdagangan internal (ditunjukkan dengan garis berwarna biru), yang melewati daerah-daerah Jakarta, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Kemudian jalur perdagangan eksternal dengan tujuan ke luar negeri, ditunjukkan oleh garis berwarna merah yang melewati wilayah Jakarta, Bandung, Jogja, dan Surabaya. Selain di Pulau Jawa, jalur perdagangan orang lainnya adalah di Pulau Sumatera. Berikut merupakan peta jalur perdagangan orang di Pulau Sumatera;
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
44
Gambar IV.4. Jalur Perdagangan Manusia di Sumatera
Gambar peta mengenai jalur perdagangan orang di wilayah Sumatera tersebut menunjukkan bahwa wilayah-wilayah yang menjadi daerah perlintasan perdagangan orang antara lain dari pulau Jawa, menuju ke Riau, Medan, dan Kepulauan Riau, kemudian dari titik tersebut akan menuju Malaysia dan Singapura. IV.1.1.2. Pelaku Trafiking Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan data hasil olahan peneliti mengenai pelaku trafiking yang bersumber pada laporan yang dibuat oleh Bareskrim POLRI yang berjudul “Anatomy of Crime, Trafficking in Persons 2007” tahun 2008. Laporan tersebut menunjukkan data mengenai 236 orang pelaku perdagangan orang yang berhasil disusun sepanjang tahun 2007. Pada bagian ini juga akan dipaparkan mengenai karakteristik pelaku dilihat berdasarkan jenis kelamin, dan usia dari pelaku tindak perdagangan orang.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
45
Jenis Kelamin Pelaku Gambar IV.5 Jenis Kelamin Pelaku Pedagangan Manusia
Berdasarkan hasil olahan data yang peneliti lakukan terhadap data mengenai pelaku perdagangan orang dari Bareskrim POLRI, jumlah presentase laki-laki yang menjadi pelaku adalah sebanyak 60.6 persen, sedangkan jumlah pelaku perempuan adalah sebesar 39.4 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa dari pelaku perdagangan manusia, lebih banyak pelaku yang berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
46
Usia Pelaku Gambar IV.6 Usia Pelaku Perdagangan Manusia
Diagram mengenai usia pelaku trafiking tersebut menunjukkan bahwa jumlah pelaku trafiking yang berusia antara 21 hingga 40 tahun adalah sebesar 39.4 persen, kemudian untuk pelaku trafiking yang berusia antara 41 sampai 60 tahun berjumlah sebesar 21.6 persen, dan sisanya adalah pelaku yang berusia antara 0 hingga 20 tahun yang berjumlah 2.1 persen. Kemudian ada pula pelaku yang tidak tercatat usianya, yang berjumlah 36. 9 persen. Sehingga, terlihat bahwa pelaku perdagangan manusia paling banyak yang berusia antara 21 hingga 40 tahun, kemudian diikuti oleh pelaku yang berusia 41 tahun hingga 60 tahun.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
47
IV.1.1.3. Modus Perdagangan Manusia Modus operandi dari perdagangan manusia ini diperoleh berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Bareskrim POLRI. Laporan tersebut menjelaskan bahwa modus operandi yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia dalam mengemas aksi kejahatannya terdiri dari Pra Penempatan (dalam negeri), Modus Pengiriman dan Penempatan TKI Ilegal, Modus di Tempat Penerimaan. Berikut merupakan penjelasan mengenai tahapan modus operandi tersebut ; Pra Penempatan (di dalam negeri) Dengan menggunakan penipuan seperti pembebanan biaya, pemalsuan identitas TKI dan lain-lain dalam proses rekrutmen; perlakuan tidak manusiawi oleh perekrut dalam proses penyiapan dan penampungan, pemalsuan dokumen TKI (KTP,Ijasah, Paspor, Kartu Keluarga, Sertifikat, Akta Kelahiran dll), manipulasi surat keterangan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan, proses penempatan tanpa mengikuti prosedur; perekrutan cenderung melalui calo atau sponsor perorangan, memanfaatkan situasi kemiskinan dan kurang pendidikan, gagal diberangkatkan; penempatan oleh jaringan ilegal; pemanfaatan perusahaan legal untuk melakukan rekrutmen. Modus Pengiriman dan Penempatan TKI Ilegal Dilakukan secara perorangan dengan dijanjikan pekerjaan di luar negeri dan diberangkatkan tanpa mengikuti prosedur penempatan TKI; pemanfaatan visa turis atau wisata sebagai visa kerja; dilakukan dengan memanipulasi peranan institusi PPTKIS (sebagai kantor cabang) atau memalsukan dokumen PPTKIS pemilik SIPPTKI; menumpang proses dokumen kepada PPTKIS; melakukan perkawinan dengan WNI eks TKI dan memalsukan legalitas PPTKIS; para agensi luar negeri bekerja sama dengan sponsor, petugas lapangan, dan atau kantor cabang PPTKIS; dengan cara perkawinan palsu; TKI yang berada di luar negeri ketika akan habis masa kontrak kerja atau terkena
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
48
pemutusan hubungan kerja di negara yang bersangkutan, dipasarkan oleh para agensi tersebut ke negara lain; menjual bayi dan menyelendupkan ibu hamil; melintas batas negara secara ilegal; on the job training. Modus di Tempat Penerimaan Gaji atau upah tidak dibayarkan atau pemberian upah yang rendah; jam kerja yang melewati batas waktu; beban pekerjaan yang berat dan beraneka macam pekerjaan; pengekangan kebebasan; penahanan identitas (paspor dipegang majikan atau PJTK asing); mengancam dengan kekerasan atau mengintimidasi para tenaga kerja; penjeratan hutan kepada korban atau keluarganya; pengantin pesanan atau kawin kontrak; penipuan terhadap kaum wanita dengan dalih dipekerjakan tetapi dijual kepada germo (eksploitasi seksual). Modus-modus yang disampaikan dalam laporan yang dibuat oleh Bareskrim Polri tersebut juga didukung oleh pernyataan yang dibuat oleh Ibu Nunuk selaku penyidik di Direktrorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur, pada saat melakukan wawancara dengan peneliti. Menurut beliau, terdapat beragam modus yang dipergunakan oleh pelaku dalam melakukan aksinya, misalnya dengan melakukan kecurangan bagi para agensi penyalur jasa tenaga kerja seperti dengan cara memalsukan umur, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibu Nunuk dalam wawancara : “kalau agensi nya nggak ilegal ya, cuma ketika agensi ini melakukan perekrutan, mereka ini tidak fair. Jadi yang penting kan ada job order ya, umpamanya dari malaysia , dia harus mampu mengirim 1000 orang. Nah mencari orang kan susah dan tidak semua orang mau berangkat kesana, nah berbagai macam tipu dia lakukan. Kalo ininya enggak, PT nya memang ada. Cuma ketika mereka melakukan rekrutmen, itu ilegal ya dengan cara-cara yang curang. Atau bahkan ketika dia ada usia tertentu kan, tidak semuanya. Minimal 21 tahun maksimal 35th. Kadangkadang mereka ini memalsukan identitas, supaya orang tersebut bisa bekerja. Ada yang tua dimudakan, ada yang muda di tuakan. Nah kalau ada hal-hal yang demikian berarti kan ada kejahatan yang mereka lakukan. Emmm, Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
49
semua data-data identitas itu tidak sesuai dengan yang sebenarnya,gitu” (wawancara kepada Ibu Nun, 24 Oktober 2011, pukul 13.00 WIB ) Berdasarkan penjelasan yang diberkan oleh Ibu Nunuk selaku penyidik dalam wawancara tersebut, disebutkan bahwa modus yang dilakukan pelaku antara lain dengan menggunakan cara pemalsuan umur, walaupun sebenarnya banyak dari agensi tersebut merupakan perusahaan penyalur jasa tenaga kerja yang legal. IV.1.2 Rekam Jejak Kasus Perdagangan Manusia Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan mengenai kasus-kasus perdagangan perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2009. Kasus-kasus mengenai perdagangan manusia ini peneliti dapatkan dari hasil kliping pemberitaan mengenai isu perdagangan perempuan yang termuat dalam kumpulan kliping Koran tahun 2009 milik Yayasan Jurnal Perempuan yang sebelumnya sudah dipilih oleh peneliti terkait dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Table IV.1 Kasus Perdagangan Manusia dari Media Cetak No
Tanggal
Media Cetak Kasus Trafiking
1
31-01-09
Kompas
2.
21-02-09
Kompas
Mereka Dijual dan Dilacurkan. Kepolisian diraja Malaysia membebaskan lima orang korban trafficking, dimana kelima korban tersebut menjadi korban perdagangan manusia yang bermodus agen tenaga kerja. Kemiskinan di negeri ini menjadi penyebab tingginya arus buruh migran di Indonesia. Perdagangan manusia yang terjadi di Malaysia dapat dengan mudah terjadi sebab longgarnya wilayah perbatasan di PPLB Entikong- Tebedu. Dimana hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya ada dosa negara yang abai dalam melindungi rakyatnya. Belum Ada Anggaran untuk Trafficking. meski gugus tugas pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang sudah terbentuk, naming hingga saat ini belum ada anggaran yang solid untuk mengatasi perdagangan orang, padahal korban dari perdagangan orang ini kian bertambah. Pada pemberitaan ini dijelaskan bahwa akar permasalahan dari perdagangan orang ialah kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
50
3.
14-05-09
4.
22-05-09
5.
5-06-09
6.
19-06-09
Media Indonesia
Perputaran Uang Trafficking Rp 32Triliun. Perputaran uang pada bisnis perdagangan orang di Indonesia mencapai Rp 32trilun dan merupakan bisnis kedua terbesar setelah bisnis narkoba. Menurut Meutia Hatta, perdagangan orang menjadi kompleks terkait dengan permasalahan di masyarkat, yaitu tingginya tingkat kemiskinan, rendahnya pendidikan, tingginya pengangguran, diskriminasi gender, perkawinan usia dini, dan maraknya industria pornografi. Koran Tempo Anggota Sindikat Perdagangan Wanita Ditangkap. 3 Dua orang tersangka anggota sindikat perdagangan manusia di Bandar Lampung dan Pekanbaru. Kedua tersangka ini terlibat jual beli perempuan asal Bandar Lampung untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks di lokalisasi di Pekanbaru. Kelompok ini memanfaatkan ibu-ibu muda yang terbelit hutang, dan menjanjikan pekerjaan di pabrik. Salah satu korban kemudian didampingi oleh Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung untuk mendapatkan pendampingan. Jakarta Post Surabaya, Malang hubs for child sex exploitation. Dalam berita ini dijelaskan bahwa malang telah menjadi fokus dan perhatian sebagai wilayah sumber, transit, dan juga tujuan dari anak-anak yang dieksploitasi secara seksual di Indonesia, dan juga Surabaya yang sudah cukup terkenal sebagai wilayah sumber, transit dan juga tujuan dari anak korban perdagangan manusia. tidak satupun dari korban tersebut menyelesaikan pendidikan menengah pertama dan mereka berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah, dimana faktor dominan adalah kemiskinan, pola pikir masyarakat dan juga perilaku. Mereka mencari jalan pintas untuk keluar dari kemiskinan dan berakhir pada prostitusi sebagai cara termudah untuk memperoleh uang. Jakarta Post Indonesia Named a Hero in US Trafficking Report. Amerika telah memberikan tanda terhadap peran Indonesia dalam mengatasi perdagangan manusia dalam trafficking in persons report. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa Indonesia telah membuat upaya yang signifikan untuk memnuhi standard dalam membasmi tindakan perdagangan manusia. Hillary Clinton mengatakan bahwa bahwa perdagangan manusia merupakan suatu bentuk modern day slavery dan juga merupakan sebuah permasalahan global.
3
Kasus yang dimuat dalam Koran Tempo tanggal 22 Mei 2009 yang berada dalam kumpulan kliping koran milik Yayasan Jurnal Perempuan ini merupakan kasus yang menimpa korban Rina, yaitu informan peneliti dalam penelitian ini. Kasus informan Rina ini kemudian dipublikasikan di koran Tempo tanggal 22 Mei 2009.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
51
7
25-07-09
8.
5-08-09
9.
29-10-09
Dalam lapora tersebut juga disebutkan mengenai akar permasalahan dalam perdagangan manusia, yakni termasuk kemiskinan. Media Perubahan Kultur Picu Perdagangan Anak. Indonesia perubahan kultur ekonomi dan budaya masyarakat ditengarai menjadi akar masalah d balik maraknya fenomena perdagangan anak dan perempuan di tanah air. Transisi ekonomi keluarga di pedesaan dari bertani kemudian berpindah menjadi tenaga kerja mendorong eksploitasi anak perempuan dalam keluarga di pedesaan. Angka putus sekolah di tingkat sekolah dasar pada anak perempuan cukup tinggi, dimana perubahan kultur menyebabkan kawin muda masih sulit dipangkas. Koran Tempo Ratusan Ribu Perempuan Diperdagangkan tiap Tahun. Menurut pemberitaan ini, dalam setahun setidaknya ada 250.000 perempuan dan anak yang diperdagangkan. Dalam berita ini dijelaskan bahwa setiap terjadi krisis ekonomi di suatu negaa, terjadi peningkatan kasus perdagangan perempuan. Kendalakendala yang ditemukan juga berasal pada dalam proses penanganan, dimana ada beberapa pihak polisi yang pasif terhadap aduan korban, namun juga ada beberapa yang langsung mengambil tindakan. Media Penanganan Perdagangan Manusia belum Optimal. Indonesia Dalam sebuah seminar mengenai penanggulangan kejahatan perdagangan orang yang diselenggarakan oleh Ditjen Multilateral Deplu menjelaskan bahwa kemiskinan dan terbatasnya lapangan kerja merupakan salah satu pemicu terjadinya perdagangan manusia di Indonesia.dan pada saat ini, Indonesia masih terus melakukan upaya untuk menanggulangi tindakan perdagangan orang yang terjadi.
(Sumber: hasil olahan peneliti terhadap kling Koran Isu-Isu Perempuan sepanjang tahun 2009, Yayasan Jurnal Perempuan, 2009)
IV.1.3. Jawa Timur dan Lampung sebagai Daerah Pengirim Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa di Indonesia sendiri, ada beberapa wilayah yang telah teridentifikasi sebagai wilayah supply , transit, maupun destination dalam suatu tindakan perdagangan manusia. Pada bagian ini peneliti akan memaparkan wilayah Jawa Timur dan Lampung sebagai salah satu daerah yang telah diidentifikasi sebagai wilayah kantong dalam tindakan perdagangan manusia.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
52
Jawa Timur ACILS dan JARAK menyebutkan bahwa daerah di propinsi Jawa Timur yang merupakan
daerah yang rawan dan potensial terjadinya women and child
trafficking adalah Banyuwangi, Malang, Blitar, Tulungagung, dan Trenggalek. Hal tersebut menunjukkan bahwa sepanjang di suatu wilayah terjadi proses marjinalisasi dan dapat dijangkau mata rantai sindikat mafia perdagangan anak dan perempuan, dan sebaliknya di wilayah lain berkembang sektor pariwisata yang bercampur dengan kompleks lokalisasi, maka sepanjang itu pula korbankorban baru praktek perdagangan anak dan perempuan akan terus bermunculan (Suyanto, 2006). Tabel IV.2 Wilayah-Wilayah Pelacuran di Seluruh Jawa Timur
Kabupaten/Kota Lokasi-Lokasi Pelacuran Surabaya Dolly, Bangunsari, Tambak Sari, Jarak, Moroseneng, dan Sememi Malang Blitar
Wajak, Waduk Karang Kates, dan Malang Selatan Jeduk, Tanggul, Mbah Gampeng, Serut, dan Tambak
Pasuruan4 Situbondo Jember
Tretes Gunung Kapur Deket pantai
Banyuwangi
Padang Bulan, Blibis, Gempol Porong, dan Glenmore
Nganjuk Kediri
Waru Jayeng Dang Sewu dan tersebar di banyak tempat (karena pemerintah menutup lokalisasi)
Madiun Mojokerto Bojonegoro Madura
pinggiran kota Madiun ke arah Ponorogo Tidak ada tempat khusus Kali Ketek Tidak ada tempat khusus Sumber : Laporan Penelitian Perdagangan Perempuan dan Anak di 15 Propinsi di Indonesia oleh ACILS dan ICMC (2006:180)
4
Dalam tabel tersebut dijelaskan bahwa di wilayah Kabupaten Pasuruan, lokasi prostitusi yang berada di wilayah tersebut adalah di daerah Tretes.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
53
Laporan mengenai perdagangan manusia yang terjadi di 15 Propinsi di Indonesia yang dibuat oleh ACILS dan ICMC menyatakan bahwa detiap tahun, baik perempuan maupun laki-laki serta anak di propinsi Jawa timur melakukan migrasi untuk mencari kerja yang lebih baik di daerah lain. Sebagaimana perdagangan manusia biasanya terhubung dengan pola-pola migrasi (sering dikatakan bahwa pelaku trafiking “memancing” dari “sungai” aliran migrasi), Jawa Timur adalah daerah “sumber” utama atau daerah “pengirim” utama
pekerja migran yang
rentan terhadap perdagangan manusia (Rahayu, 2006:171). Tabel diatas menunjukkan bentuk perdagangan manusia untuk tujuan prostitusi yang ada di wilayah Jawa Timur. wilayah kemudian telah diidentifikasi sebagai wilayah lokalisasi atau pelacuran. Hasil laporan penelitian perdagangan manusia di 15 propinsi di Indonesia yang dibuat oleh ACILS dan ICMC (2006:173-184) menunjukkan beberapa bentuk perdagangan manusia yang terjadi di Propinsi Jawa Timur antara lain, buruh migran internasional, trafiking kedalam prostitusi baik lokal maupun internasional, trafiking ke dalam Pekerja Rumah Tangga (PRT), dan buruh atau pekerja anak. Lampung Berdasarkan laporan mengenai perdagangan perempuan dan anak di Indonesia yang dibuat oleh Ruth Rosenberg, Ira Soedirham (2003:206) menjelaskan mengenai provinsi Lampung sebagai salah satu daerah pengirim, transit, dan penerima untuk perdagangan perempuan dan anak, dimana perempuan dan anak dari Lampung diperdagangkan untuk eksploitasi seksual domestik dan secara internasional untuk menjadi pekerja seks atau pembantu rumah tangga di luar negeri
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
54
IV.1.4. Kemiskinan di Indonesia menurut Bappenas5 Sebagai data penunjang dalam penelitian ini, peneliti juga akan memaparkan mengenai kondisi kemiskinan yang terdapat di seluruh wilayah berdasarkan propinsi di Indonesia yang didapatkan dari Bappenas. Data tersebut tertuang dalam tabel berikut; Tabel IV.3 Tingkat Pengangguran pemuda Menurut Jenis Kelamin dan Wilayah Perkotaan Pedesaan Propinsi Tahun 2007
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator untuk mengukur angka pengangguran pemuda. TPT menunjukkan persentase jumlah pengangguran 5
Bersumber dari Laporan Akhir Strategi Pengembangan SDM di Bidang Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga oleh Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan BAPPENAS tahun 2009.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
55
terhadap jumlah angkatan kerja. Berdasarkan data Sakernas 2006, angka TPT pemuda tingkat nasional sebesar 17,65 persen, dengan TPT lakilaki sebesar 15,2 persen dan perempuan 21,67 persen. Sementara jika dilihat berdasarkan wilayah, TPT pemuda di perkotaan lebih besar dibandingkan pemuda di perdesaan, yaitu 20,83 persen dan 15,16 persen. Berdasarkan data Sakernas sampai Agustus 2007, Angka TPT pemuda tingkat nasional menurun menjadi 15,30 persen, dengan TPT lakilaki 13,52 persen dan perempuan 18,20 persen. Sementara TPT pemuda di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan TPT pemuda di perdesaan yaitu 19,70 persen dan 11,71 persen. Berdasarkan data di atas, hampir di seluruh propinsi TPT laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan TPT perempuan. Artinya kesempatan kerja bagi pemuda laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Sementara jika dilihat dari wilayah, pengangguran terbuka pemuda di wilayah perkotaan jauh lebih besar dibandingkan dengan pemuda di wilayah perdesaan. Hal ini dimungkinkan karena tenaga kerja pemuda di perdesaan terserap di sektor pertanian. Menumpuknya pengangguran terbuka pemuda di perkotaan dapat memicu kriminalitas dan konflik sosial.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
56
IV.2. DATA PRIMER Berikut merupakan pemaparan data primer yang merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dimana data primer yang diperoleh merupakan hasil dari wawancara dan juga observasi lapangan. Pada data primer ini akan dijelaskan mengenai tiga orang informan utama dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dimana informan utama tersebut ditemui oleh peneliti di dua lokasi, yakni Jawa Timur dan Bandar Lampung. Dalam bagian ini, peneliti akan menjelaskan profil dari informan, kronologis kasus perdagangan manusia yang menimpa informan, serta memaparkan setting sosial dari kondisi lingkungan tempat tinggal korban yang merupakan hasil dari tahapan wawancara dan juga observasi yang dilakukan oleh peneliti. Atas kesepakatan yang telah dibuat antara peneliti dengan informan pada saat melakukan wawancara dan observasi lapangan, maka peneliti akan menyamarkan identitas informan dan tokoh yang terlibat di dalam penelitian ini dengan memberikan nama samaran atau alias dari identitas aslinya. IV.2.1. Infroman Dira, Pasuruan, Jawa Timur IV.2.1.1. Profil Informan Dira Dira merupakan salah seorang korban dari tindakan trafiking yang diperdagangkan untuk tujuan ekspolitasi seksual, yaitu untuk tujuan protitusi di sebuah wilayah lokalisasi di Tretes, Jawa Timur. Dira merupakan seorang anak perempuan berusia 15 tahun, yang tinggal di sebuah desa di kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dira mengakui bahwa dirinya tidak dapat mengingat dengan jelas tahun kelahirannya, namun Dira dapat menyebutkan dengan pasti bahwa dirinya berusia 15 tahun. Dira memiliki dua orang adik perempuan yang masih sekolah, namun adik Dira mengalami keterbelakangan mental. Dira hanya pernah merasakan bersekolah hingga di bangku kelas 2 Sekolah Dasar, sehingga ia tidak dapat membaca dan menulis dengan jelas sebagaimana diakui oleh Dira bahwa dirinya hanya mengerti bagaimana caranya mengeja. Sebelum menjadi korban perdagangan manusia, Dira bekerja membantu orang tua untuk merumput (mencari rumput) yang biasanya dipergunakan sebagai pangan sapi. Dira mengakui bahwa dirinya tidak sanggup bekerja mencari rumput karena pekerjaan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
57
tersebut dirasa terlalu berat untuk dirinya, sebagaimana Dira mengungkapkan “ya aku kan malu gitu lho mbak nyari rumput, masa perempuan ngerumput sih” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011). Penghasilan dari mencari rumput dalam seharinya adalah Rp 15.000 – Rp 25.000. Kedua orang tua Dira bekerja sebagai pencari rumput yang juga memiliki penghasilan sekitar Rp 25.000 per harinya. Pengalaman kekerasan semasa ia kecil juga diungkapkan oleh Dira, dan ia juga mengakui bagaimana ia merasa tersiksa pada saat itu. Dira menceritakan bahwa orang tuanya seringkali memukul dan menampar dirinya, khususnya adalah ayahnya. Ia mengakui bahwa perlakuan kasar tersebut diterimanya hampir setiap hari. Dira juga menceritakan bahwa dirinya pernah diajak oleh saudaranya untuk nge-rewang (menjadi pembantu), dan pada saat ia bekerja tersebut hampir setiap hari ia menerima perlakuan kasar. Berbagai kekerasan yang dialaminya antara lain disebutkan oleh Dira bahwa dirinya pernah dipukul, dijambak, ditenggelamkan kepalanya ke dalam bak berisi air, tidak diberi makan, kemudian berbagai kekerasan fisik lainnya sebagaimana ia menuturkan, “ dulu sih waktu aku ikut sodara, adiknya ibuku. Aku pernah dipukul, terus pernah dijatohin, terus dimandiin air segentong” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011). Dira mengakui bahwa ia tidak pernah bersekolah sebab orang tuanya sering merobek buku sekolahnya dan memaksa dirinya untuk membantu bekerja mencari rumput. Hal ini dituturkan oleh Dira, “ Dulu kalo aku sekolah, buku aku pasti dirobek, beneran aku ga bohong, sumpah demi Allah, jadinya aku berhenti kelas 2, udah males banget sekolah kalo digituin sama orangtua” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011). Namun, kesempatan untuk bersekolah masih didapatkan oleh kedua orang adiknya. Dira menceritakan bahwa hanya dirinya yang bernasib seperti itu walaupun dirinya mengaku ingin sekali melanjutkan sekolah agar menjadi lebih baik.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
58
IV.2.1.2. Kronologis Kasus Informan Dira Berikut merupakan kronologis kasus trafiking korban Dira, yang bertempat tinggal di Desa B, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kronologis kasus ini didapatkan dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada korban Dira. Proses Dira mengalami viktimisasi atau menjadi korban sejak awal keluar dari rumah hingga akhirnya ia kembali dimulai ketika ia mengakui bahwa awalnya ia hanya bekerja membantu orang tuanya merumput (mencari rumuput), penghasilan orang tua nya hanya berkisar Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per hari. Dira memiliki keinginan yang kuat untuk memperbaiki keadaan keluarganya, sebab ia merasa malu karena dirinya dan keluarga sangat miskin. Bahkan rumah yang ditinggali oleh Dira adalah rumah pinjaman dari Pak Lurah. Maka kemudian Dira memutuskan untuk berangkat ke malang, dan Dira mengakui bahwa dirinya berangkat dengan berjalan kaki dan menumpang truk sapi. Dira menceritakan lebih lanjut bahwa ketika dirinya sampai di Malang, dirinya pernah bekerja menjadi pengamen dan pengemis di Malang, dan pada malam hari Dira hanya bisa tidur di pasar. Karena sangat membutuhkan uang, Dira kemudian menawarkan dirinya pertama kali ke seseorang yang tidak ia ingat lagi saat ini, sebagaimana Dira menuturkan “ya aku bilang ke orang. Tapi aku udah lupa orangnya yang mana, mas saya butuh uang saya masih perawan” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011). Kemudian menurut Dira, orang tersebut mencarikan orang dan Dira mengakui bahwa pertama kali ia melakukan hubungan seksual adalah dengan seorang om-om, dan ia dibayar sebesar Rp 10.000.000. setelah mendapatkan uang, Dira kemudian menyewa kos-kosan dan ia mempercantik diri, sebagaimana ia mengakui “ya aku mempercantik diri lah mbak, ke salón perawatan terus beli baju-baju itu sebelum ke tretes” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011). Kemudian setelah sebulan ia tinggal di malang, seseorang mengajaknya untuk bekerja di tretes dan akhirnya ia menuruti untuk bekerja di lokalisasi tersebut. peneliti juga menanyakan mengenai pengalaman kekerasan yang pernah dialami oleh korban. informan Dira mengakui bahwa pada masa kecilnya ia sering dipukuli oleh ayahnya, dan buku sekolahnya sering dirobek oleh orang tuanya.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
59
Sebagaimana Dira menuturkan, “iya mbak aku itu mau lho mbak sebenernya sekolah. Tapi bukuku itu dirobeki terus”, “lho kenapa?”, timpal peneliti. Dira melanjutkan, “ya itu aku disuruh ngerumput. Ya gimana sih mbak, ngerumput itu capek banget, terus aku kan juga malu sama temen-temen kok perempuan ngerumput sih” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011). Lalu Dira juga menjelaskan bahwa ia rela melakukan apa saja untuk keluarganya, dan rela mengorbankan dirinya untuk keluarganya. Kemudian kekerasan lain yang pernah dialami Dira adalah kekerasan seksual yang ia dapatkan dari tamu-tamunya. Menurut Dira, yang paling menyakitkan adalah ketika ia dipaksa untuk melakukan „anal sex‟ oleh tamunya, dan pernah juga satu kali ia dipaksa untuk „join‟ (melakukan hubungan seksual dengan pasangan berjumlah lebih dari 2 orang) hingga „dipakai‟ oleh enam orang sekaligus. Pada saat itu Dira menjelaskan bahwa dirinya dalam keadaan tidak sadar karena diberikan obat, dan ketika bangun seluruh badannya terasa sangat sakit. Dira juga mengakui bahwa ia pernah menggunakan beberapa jenis obatobatan seperti shabu-shabu, kemudian mushroom, dan juga mengkonsumsi minuman keras. Menurutnya, semua obat-obatan terlarang tersebut sudah tersedia di wisma tempatnya bekerja. Dira juga menceritakan bahwa di lokalisasi tempat dirinya bekerja, uang bayarannya ditahan oleh bos karena bos takut Dira akan kabur. Ia hanya diberi uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dira menjelaskan bahwa biasanya ia dibayar 300.000 rupiah, dan satu hari ia bisa mendapatkan sampai dengan 5 orang pelanggan. Mengenai proses melakukan pekerjaannya, Dira menceritakan bahwa biasanya ia menghabiskan waktu 2-3 jam dengan pelanggan, dengan 1-2 jam pertama biasanya dimulai dengan karaoke atau menyanyi terlebih dahulu dan 1 jam berikutnya baru melakukan hubungan seksual atau biasa diistilahkan dengan „main‟ oleh korban. Kemudian ditengah melakukan wawancara, Dira menanyakan kepada peneliti apakah sudah pernah bertemu dengan pelaku yang merupakan mantan bos nya di Polda Jatim, lalu peneliti mengatakan bahwa peneliti tidak bertemu dengan pelaku. Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan lain mengenai proses akhirnya ia ditemukan oleh polisi di lokalisasi. Dira menceritakan bahwa pada saat itu ia tidak tahu akan ada operasi, dan pada saat ia sedang duduk-duduk menunggu
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
60
pelanggan, tiba-tiba polisi datang dan pada saat itulah ia bertemu dengan Ibu Nun. Kemudian Ibu Nun yang menemukannya menanyakan berapa usia Dira pada saat itu. Berdasarkan wawancara yang juga dilakukan oleh peneliti kepada Ibu Nunuk selaku penyidik di Polda Jawa Timur, Ibu Nun menjelaskan bahwa awal dirinya menemukan Dira, dirinya hanya bisa menangis dan pada saat itulah Ibu Nunuk mengetahui bahwa Dira merupakan anak dibawah umur. Dira menjelaskan bahwa pada saat ditemui oleh polisi tersebut, dirinya hanya bisa menangis karena takut masuk penjara, kemudian Ibu Nun mengambil Dira beserta 2 orang temannya yang lain ke Polda Jatim. Dira mengakui bahwa Ibu Nun sangat baik dengan dirinya, ia tidak tidur di kantor sebagaimana teman lainnya melainkan diberi ruangan sendiri untuk bersitirahat selama proses pembuatan BAP. Kemudian setelah seluruh proses pembuatan BAP selesai, Dira kembali ke desanya dan diantarkan oleh Ibu Nun. Menurut penuturan ibu Nun sendiri, pada saat itu Dira tidak mengetahui letak rumahnya, sehingga Dira sempat merasa kebingungan ketika diminta memberikan petunjuk jalan menuju rumahnya. Pada saat itu Dira mengingat jalan yang ia pergunakan ketika ia pergi, maka kemudian Ibu Nun mengantarkan Dira pulang melewati jalan yang dipergunakan oleh Dira saat ia berangkat dari rumah, dan jalanan tersebut merupakan jalan melewati perkebunan sayur dan hutan sehingga jalan yang dipergunakan tersebut merupakan jalan yang sulit untuk dilewati. Dira pulang ke rumahnya dengan membawa uang sebesar 29 juta rupiah, yang kemudian uang tersebut dipergunakan untuk membelikan rumah bagi orang tuanya. Saat ini, rumah tersebut belum dapat ditempati oleh Dira sebab masih harus diperbaiki keadannya. Dira menceritakan bahwa sisa uang yang ada setelah dipergunakan untuk membeli rumah disimpan oleh Dira di lemari rumahnya. Dan pada suatu hari ketika Dira pulang dari pergi mencari rumput bersama orang tuanya, uang sebesar 9juta rupiah yang ia simpan di lemari telah hilang dicuri oleh orang. Sebagaimana Dira menuturkan, “iya, terus abis uangku ilang, aku sedih banget, aku ngerasa ga bisa bahagiain orangtua aku, ya bisa sih bahagiain orangtuaku, tapi Cuma satu rumah to, cita-cita aku kan masih banyak, pengen bikini rumah orangtua, terus pengen nyenengin orangtua lah, pengen banget tapi ga bisa” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
61
Kemudian setelah Dira kembali ke rumah, Dira sempat pergi lagi selama 4 hari sebelum akhirnya kembali dan bertemu dengan peneliti. Dira mengakui bahwa dirinya pergi dari rumah lagi karena mendapatkan perlakuan yang kasar oleh pacarnya. Pacar Dira adalah seorang pria berusia 25 tahun dan sudah bekerja. Dira mengatakan bahwa suatu hari pacar Dira memukul dirinya. Dira mengakui bahwa sebenarnya ia sangat menyayangi pacarnya, namun karena pacarnya tersebut memukul dirinya maka kemudian ia pergi kabur lagi dari rumah. Pertengkaran tersebut terjadi karena alasan yang tidak begitu jelas diceritakan oleh Dira. Dira mengakui bahwa hubungan dirinya dengan pacarnya sebelumnya sangat baik, namun Dira juga mengakui bahwa dirinya pun seringkali melakukan hubungan seksual dengan pacarnya dan hampir dilakukannya setiap hari. Ketika Dira melakukan hubungan seksual dengan pacarnya tersebut, Dira mengakui melakukannya dengan sukarela karena dasar sama-sama suka, sebagaimana Dira menjawab pertanyaan peneliti mengenai siapa yang pertama kali mengajak untuk melakukan hubungan seksual, “yang ngajak ya dia duluan, aku duluan, ya kan sama-sama suka mbak” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011). Pada saat itu Dira menceritakan bahwa dirinya sudah memiliki rencana untuk menikah dengan pacarnya, namun hal tersebut tidak jadi dilakukannya sebab kejadian pemukulan yang dilakukan oleh pacarnya tersebut kepada dirinya. Dan menurut Dira, Ibu Nun juga sudah memperingati dirinya bahwa menikah pada usia masih anak-anak tidak diperbolehkan. Terkait dengan kepergian Dira setelah pertengkaran yang terjadi antara dirinya dan pacarnya, Dira mengakui pergi ke Malang bersama temannya. Namun, menurut hasil penyelidikan Ibu Nun, pada saat itu Dira pergi kembali ke Tretes untuk meminta pertolongan (menginap kembali disana), namun menurut Ibu Nun, semua orang yang berada di lokalisasi di Tretes tersebut tidak ada yang berani menerima Dira kembali, sebagaimana sebelumnya sudah diperingatkan oleh Ibu Nun, “orang sana itu nggak ada yang berani lagi nerima Dira. soalnya udah tak peringati, awas kalau sampe aku tahu ada anak-anak lagi disini, tempat ini tak obrak-abrik sama aku” (Wawancara kepada Dira, tanggal 25 Oktober 2011). Dan hal tersebut juga dibenarkan dan diakui oleh Dira bahwa dirinya kembali ke Tretes untuk meminta penginapan selama dirinya kabur, namun akhirnya Dira
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
62
pergi ke Malang bersama temannya. Pada saat peneliti menemui Dira pertama kali, Dira baru saja kembali dari Malang dan diantarkan oleh teman laki-lakinya dengan menaiki motor.
IV.2.1.3. Setting Sosial tempat tinggal Dira Pada bagian deskripsi mengenai setting sosial tempat tinggal informan, data deskriptif ini diperoleh dari hasil wawancara terhadap korban, tetangga korban, dan warga sekitar dan berdasarkan hasil observasi atau pengamatan yang dilakukan peneliti selama melakukan kunjungan ke desa ini. Dira tinggal di sebuah desa di kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Di desa ini, mayoritas penduduk beragama campuran, yaitu ada penduduk yang beragama Hindu, namun juga sebagian penduduk beragama Islam. Dira sendiri mengakui memeluk agama Islam. Pekerjaan sehari-hari penduduk di desa ini adalah petani sayur, dimana jenis-jenis sayuran dari hasil pertaniannya antara lain sawi, kol, tomat, bawang, singkong, buncis dan lain-lain. Dan biasanya hasil dari pertaniannya ini dikirimkan ke daerah Malang dan Surabaya. Baik penduduk lakilaki maupun perempuan bekerja menjadi petani sayur. Namun, ada juga beberapa penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai pencari rumuput, yang biasanya dipergunakan sebagai pakan ternak sapi. Termasuk salah satunya adalah orang tua Dira. pada saat melakukan wawancara dan observasi di desa ini, peneliti melihat beberapa perempuan berjalan kaki dan membawa berkarung-karung rumput di jalan raya dan menurut informan Dira, hal tersebut adalah pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh orang tuanya dan juga dirinya. Biasanya para pekerja pencari rumput ini membawa rumput hasil pekerjaannya dengan menggunakan „gerobak‟ dan untuk satu gerobak rumput biasanya dihargai Rp 3000, dan dalam sehari biasanya para pekerja pencari rumput ini bisa mendapatkan rumput sebanyak 5 gerobak atau lebih. Para pekerja pencari rumput ini mencari rumput di sekitar perkebunan masyarakat desa, dan tidak jarang dari mereka harus naik dan turun gunung untuk mendapatkan rumput. Berdasarkan hasil observasi peneliti, perempuan-perempuan
pekerja pencari rumput yang
peneliti lihat merupakan perempuan yang sudah berusia lanjut, dan bahkan ada beberapa nenek-nenek yang juga membawa karung rumput. Ketika sedang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
63
melakukan wawancara dengan informan Dira, tiba-tiba seorang nenek menghampiri kami dan memperhatikan peneliti dari jauh. Kemudian peneliti menanyakan kepada Dira, apa maksud dan tujuan dari nenek tersebut menghampiri kami, dan Dira menjawab “udah nggak usah diliatin, paling minta duit”. Maka kemudian peneliti tidak lagi memperhatikan nenek tersebut, dan akhirnya ia berlalu. Peneliti menanyakan beberapa pertanyaan terkait dengan reaksi dari masyarakat sekitar mengenai kasus yang menimpa Dira. menurut Dira, perlakuan masyarakat setempat ketika pertama kali Dira kembali ke rumah sangat berbeda dengan yang terjadi saat ini. Pada saat Dira kembali ke rumah, semua orang sangat baik dan senang dengan Dira dan hal tersebut dijelaskan oleh Dira sebab dirinya memiliki banyak uang pada saat itu. Hal serupa juga dituturkan oleh Ibu Nunuk yang mendampingi Dira serta Mbak Riris tetangga terdekat Dira, bahwa pada saat itu Dira bagaikan artis dan Dira merupakan seorang anak yang sangat loyal. Dira tidak jarang membelikan makanan maupun kebutuhan pokok atau sembako dan membagikannya kepada tetangga dan warga desanya. Dira menceritakan bahwa dirinya sangat tidak bisa melihat orang lain mengalami kesusahan, sebagaimana Dira sempat menuturkan, “aku yo nggak bisa kalo makan terus orang sebelahku nggak makan itu nggak bisa”. Namun, ketika saat ini Dira sudah tidak lagi memiliki uang, Dira merasa seluruh warga membenci dirinya. Dira sempat menanyakan kepada peneliti apakah peneliti akan membenci dirinya, dan peneliti menanyakan mengapa Dira mempertanyakan hal tersebut kepada peneliti. Dira menjelaskan bahwa ia takut semua orang membenci dirinya karena dirinya sangat miskin, dan hal tersebut dituturkan oleh Dira sebagai berikut, “mbak janji ya jangan benci sama aku walaupun aku miskin begini”. Dira juga menyetujui pernyataan peneliti mengenai reaksi masyarkat setempat dan perlakuan yang berbeda berdasarkan tingkat ekonomi yang dimiliki. Menurut Dira, masyarakat tersebut akan berlaku baik apabila seseorang memiliki uang dan tidak berlaku baik apabila sudah tidak memiliki uang. Reaksi yang tidak baik juga didaptkan oleh Dira dari pacarnya. Dira mengakui bahwa sejak kepulangan dirinya dari Tretes, pacarnya tersebut sering marah-marah dan sering terjadi pertengkaran. Namun, hal demikian tidak muncul
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
64
pada keluarganya. Menurut Mbak Riris tetangga Dira, orang tua Dira lebih terkesan tidak peduli karena hanya diam dan tidak memperhatikan Dira, sekalipun Dira sering pergi dari rumah dan tidak pulang-pulang, namun orang tua Dira sangat tidak peduli dengan keadaan Dira. menurut Mbak Ris, konflik juga sempat terjadi antara beberapa pihak di masyarakat dengan dirinya sebab Mbak Ris merupakan orang yang paling dekat dengan Dira dan hal tersebut menjadi fitnah bagi dirinya, sebagaimana Mbak Ris menceritakan adanya pihak yang menduuh Mbak Ris sebagai „mamih‟ dari Dira. Saat peneliti melakukan pengamatan mengenai dinamika yang terjadi antara penduduk sekitar dengan Dira, peneliti melihat bahwa hampir seluruh warga masyarakat mengenal Dira dan ramah menyapa Dira. Seluruh warga yang peneliti temui mengenal Dira baik itu dari anak-anak, kemudian para remaja lakilaki dan perempuan hingga bapak-bapak. Peneliti menilai bahwa hal tersebut terjadi sebab seluruh masyarakat telah mengenal Dira dan mengetahui kasus yang terjadi pada Dira, terlebih penduduk di desa tersebut memang tidak banyak dan diakui oleh Dira bahwa mereka semua mengenal satu sama lain.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
65
IV.2.2. Informan Rina, Bandar Lampung IV.2.2.1. Profil Korban Rina Informan Rina merupakan seorang perempuan asal Bandar Lampung yang menjadi korban dari trafiking. Berikut merupakan gambaran atau deskripsi mengenai profil dari informan Rina dimana hasil dari pemaparan data ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan Rina. Informan Rina adalah seorang perempuan berusia 31 tahun, kelahiran tahun 1980 dan memiliki 3 orang anak. Informan saat ini tinggal di kontrakan di daerah K, Bandar Lampung dan sebelumnya Rina tinggal di daerah T, Bandar Lampung. Rumah korban merupakan sebuah rumah kontrakan yang dikontrakkan seharga 150.000 rupiah per bulannya. Menurut Rina, ia hanya mampu mengontrak rumah tersebut sebab harganya masih sangat murah, walaupun diakui oleh Rina bahwa tinggal di rumah tersebut sangat sulit sebab untuk mendapatkan air bersih saja sulit. Peneliti melakukan observasi ketika mengunjungi rumah informan. Saat peneliti datang hanya terdapat anak Rina yang kedua, dan suami Rina tidak berada di rumah karena sedang pergi bekerja. Pada saat kasus tersebut terjadi, Rina masih bertempat tinggal di T. Namun kemudian dirinya dan seluruh keluarga pindah ke daerah K. Anak pertama informan adalah laki-laki yang masih bersekolah kelas 2 SMP, dan yang kedua adalah perempuan bernama Ines kelas 5 SD, dan yang terakhir berusia 5 tahun. Menurut penuturan informan, biaya sekolah untuk anak-anak nya hingga saat ini masih gratis, dimana anak pertama korban yang duduk di kelas 2 SMP bersekolah di sebuah yayasan khusus untuk fakir dan miskin, sehingga uang yang dikeluarkan untuk biaya sekolah anak-anak nya adalah gratis. Demikian juga halnya dengan anak perempuannya yang kedua, dimana bersekolah di sebuah SD Inpres dan tidak diberatkan biaya sekolah. Pekerjaan Rina sehari-hari adalah berdagang pempek keliling, dengan hasil pendapatan
bersih 20.000 rupiah. Sedangkan, suami korban sendiri bekerja
borongan sebagai pembuat lemari dengan gaji sebesar 50.000 rupiah per hari. Sebelum kasus ini ada, suami informan bekerja tidak tetap. Rina mengakui juga bahwa suaminya mendapatkan bos yang baik, dan meminjamkan uang kepada
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
66
suami Rina untuk membli motor. Sehingga gaji yang didapatkan suami dipotong, dan total gaji suami hanya 200.000 rupiah tiap minggu, namun gaji atau pendapatan tersebut merupakan pendapatan kotor. Informan Rina menceritakan bahwa dahulu sering bekerja menjadi buruh pengangkut barang di Gudang. Pekerjaan buruh di Gudang maupun pabrik tersebut dirasa sangat tidak manusiawi sebagaimana Rina berucap , “ya ampun mbaak, kerja apa itu bukan manusia. Saya itu pernah kerja ya pas mau lebaran. Dari jam 1 siang baru selesai jam 3 pagi, dan Cuma dibayar 60.000 rupiah doang, saya sampe mau nangis rasanya. Pulang-pulang itu tiga hari saya nggak bisa ngapa-ngapain karena badan capek banget” (Wawancara Rina, selasa 8 November 2011). Rina sendiri mengaku menikah dengan suami pada usia 17 tahun. Pada saat itu ia memutuskan untuk menikah karena tidak tahan tinggal bersama ibu tiri sebagaimana ia mengatakan, “namanya juga tinggal sama ibu tiri ya, yasudah saya menikah muda saja. Lagian kan adik-adik saya laki-laki semua” (Wawancara Rina, selasa 8 November 2011). Rina menceritakan bahwa dirinya memiliki satu saudara kandung, dan tiga orang saudaranya yang lain merupakan saudara tiri. Ibu Rina meninggal saat dirinya masih kecil, dan ayah Rina menikah lagi sehingga Rina mendapatkan seorang ibu tiri dan 2 saudara tiri. Rina merupakan anak perempuan pertama dan memiliki 3 orang adik laki-laki. Rina mengakui bahwa pada masa kecilnya, Rina tidak pernah betah tinggal dengan ibu tiri. Menurut Rina, ibu tirinya tidak pernah memperlakukan dirinya dengan baik dan selalu pilih kasih dengan saudaranya yang lain. Pendidikan terakhir informan Rina adalah kelas 6 SD, sama seperti suaminya yang juga hanya seorang tamatan SD. Rina menghabiskan seluruh hidupnya di Lampung, walaupun dirinya bersuku Jawa. Namun orang tuanya merupakan asli Lampung tepatnya berasal dari daerah Gedong Tataan, Lampung Selatan.
IV.2.2.2. Kronologis Kasus Rina Berikut merupakan kronologis kasus yang menimpa Rina, yang bertempat tinggal di Bandar Lampung. Kronologis kasus ini diperoleh dari hasil wawancara antara peneliti dengan Rina. Kronologis kasus informan Rina dimulai saat Rina memiliki hutang sebesar 5 juta kepada koperasi keliling. Setelah itu korban
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
67
meminta dicarikan pekerjaan kepada Mbak Pipit, karena ia harus segera melunasi hutangnya. Mbak pipit adalah salah satu tetangga yang dikenalnya, walaupun tidak mengenal secara dekat. Kemudian mbak pipit menawari Rina sebuah pekerjaan sebagai waitress atau pelayan restoran di Pekanbaru, Riau. Informan Rina mengakui bahwa mbak pipit mengimingi pekerjaan yang mudah dan menghasilkan uang banyak dimana Rina dijanjikan akan mendapatkan uang 5juta dalam waktu dua bulan. Karena sangat membutuhkan uang, maka Rina langsung mempercayai mbak pipit. Namun, mbak pipit mengatakan kepada Rina bahwa ia bilang ke suami Rina akan mempekerjakan Rina di sebuah pabrik boneka, sebagaimana Rina menjelaskan pembicaraan mbak pipit, “kamu nanti bilang nya kerja di pabrik boneka ya sama suami kamu, soalnya saya bilang gitu ke dia”. Kemudian Rina berangkat ke pekanbaru dengan dijemput oleh mamih, yang pada saat itu tidak diketahui oleh korban bahwa ia adalah seorang mamih di sebuah tempat lokalisasi. Rina menceritakan bahwa sebenarnya ada tiga orang lagi perempuan asal Bandar Lampung yang akan diberangkatkan ke Pekanbaru,Riau. Namun Rina merupakan korban pertama yang dijemput dan diantarkan ke Riau oleh pelaku yang dikenalnya dengan „mamih‟. Rina menyatakan bahwa pada akhirnya ia mengetahui bahwa mamih ini merupakan bos yang memang memiliki pekerjaan sebagai penjual perempuan yang memiliki anak buah atau dikenal dengan Rina sebagai seorang „sales‟ di berbagai wilayah di Bandar Lampung, salah satunya adalah Mbak Pipit. Rina pergi ke Pekanbaru berdua dengan mamih tersebut menaiki bus, dan di sepanjang perjalanan Rina tidak pernah berbincang dengan mamih. Dan ketika telah sampai di Riau, tepatnya di tempat lokalisasi dirinya akan dipekerjakan, Rina kemudian bingung dan terkejut sebab ia tidak mendapati dirinya akan bekerja sebagai pelayan restoran, sebagaimana Rina mengemukakan, “begitu sampai disana, saya kaget. Kok nggak ada sebotol minum pun, fanta aja nggak ada. Adanya Cuma kamar-kamar doang. Saya nangis terus mbak setiap malem, mau sms saudara saya aja harus nyumput dulu, kadang hp saya bawa ke kamar mandi” (Wawancara Rina, selasa 8 November 2011).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
68
“memang gak boleh bawa hp mbak?” (peneliti ) “mana boleh mbaak, saya pernah ngusulin 2 kali pengen pulang, tapi nggak direspon gitu. ya mungkinkan saya asetnya, jadi nggak diijinin lah” (Wawancara Rina, selasa 8 November 2011). “pernah coba kabur ?” (peneliti) “takut mbak, saya takut banget disana. Takut nyawa saya hilang” (Wawancara Rina, selasa 8 November 2011). Rina mengakui dirinya dipekerjakan sebagai pekerja seks di wilayah lokalisasi di Pekanbaru, Riau tepatnya di daerah Teleju. Rina juga menceritakan bahwa teleju merupakan satu kampung, yang memiliki RT dan RW sendiri namun keseluruhan kampung tersebut merupakan tempat lokalisasi yang memiliki wisma-wisma. Selama di lokalisasi, korban bertempat tinggal di salah satu wisma tersebut setiap harinya. Ia diijinkan keluar namun tetap selalu diawasi. Rina berada di lokalisasi tersebut selama satu minggu, dan Rina mengakui dirnya hanya pernah satu kali melayani pelanggan. Sebab beberapa kali sebelumnya Rina mencoba menghindari untuk melayani dengan cara
berbohong bahwa dirinya sakit, datang bulan,
meriang, dan panas dingin. Sampai akhirnya ia bertemu dengan pelanggan yang ia layani, yang memiliki belas kasihan dengannya. Pelanggan tersebut berasal dari Medan dan pernah mencoba menolong korban dengan meminta kepada maminya untuk memulangkan korban dan akan menggantinya dengan 3 orang perempuan. Namun mami tidak melepaskan korban sebab ia belum mendapatkan 3 orang penggantinya sesuai janji pelanggan tersebut. di tempat lokalisasi tersebut, korban Rina menceritakan bahwa ia disuruh untuk berdandan dan memakai pakaian seksi, sedangkan ia tidak terbiasa memakai pakaian seperti itu. Kemudian Rina berhasil mengubungi keluarga di lampung, dan suami Rina melaporkan ke Poltabes (Polresta) Bandar lampung dan polisi yang berada di Pekanbaru kemudian menjemput korban di lokalisasi. Pada saat Rina berada di kantor polisi untuk menunggu jemputan dari poltabes Bandar Lampung, Rina mengakui bahwa polisi disana mengintimidasi dirinya, dimana Rina dituduh sebagai pelaku dan pekerja seks, sebagaimana Rina menjelaskan perkataan polisi di Pekanbaru tersebut dan tertuang dalam hasil wawancara; “ini jangan-jangan kemauan sendiri nih- ya istilahnya mah saya kan sendiri gitu ya, jadi gak bisa Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
69
apa-apa, mana belum ada jemputan dari damar kan” (Wawancara Rina, Rabu 9 November 2011) Kemudian korban Rina pulang dengan membawa uang 700.000 yang kemudian dijadikan barang bukti oleh pengadilan, dimana saat ini mamih dan mbak pipit yang menawari pekerjaan kepada korban dikenakan hukuman 5 tahun penjara.
IV.2.2.3. Setting Sosial Informan Rina Pada bagian pemaparan mengenai setting sosial tempat informan Rina tinggal, peneliti mendapatkan data berdasarkan hasil wawancara kepada informan. Awal peneliti mencoba mengetahui setting sosial tempat informan Rina tinggal bermula dengan pertanyaan mengenai reaksi yang didapatkan oleh Rina setelah mengalami kasus trafiking tersebut. Reaksi pertama adalah berasal dari suami informan. Informan Rina menceritakan bahwa suami informan merasa kesal dengan informan, namun tidak pernah mengungkapkan kekesalannya. Rina juga menceritakan bahwa suaminya tidak ingin lagi mempermasalhkan hal ini. Rina sempat berkali-kali mengatakan kepada peneliti bahwa ini adalah kesalahannya karena sangat mudah percaya dengan orang pada saat itu. Ia pun mengakui bahwa ia sangat membutuhkan uang, dan tawaran tersebut sangat menggiurkan. Namun, Rina sempat mengutarakan, “kadang saya mikir, saya kan nggak mau kaya gini. Lagian siapa suruh suami saya kerja nggak tentu, susah cari uang”. Sehingga, menurut pengamatan peneliti, informan berada dalam taraf dilema untuk mencoba menyalahkan diri sendiri dan disisi lain menyadari bahwa ini bukan sepenuhnya kesalahannya. Rina juga menjelaskan bahwa dirinya sangat pasrah apabila suaminya ingin membalas dirinya, dan ia sangat menerima apa yang akan terjadi pada dirinya dan mempercayainya sebagai suatu karma. Rina menceritakan bahwa suaminya pernah merasa kesal dan menanyakan kepada Rina bagaimana cara ia melayani pelanggannya, namun Rina menolak dan merasa tersudutkan dengan sikap suaminya. Rina menceritakan mengenai hubungan antara dirinya dengan suami, dimana menurut informan, ia sebenarnya merasa kecewa karena suami tidak dapat memiliki pekerjaan yang layak dan hingga akhirnya ia harus berjuang keras
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
70
menghidupi kebutuhan rumah tangga dan anak-anaknya. Rina juga menjelaskan bahwa yang mengatur keuangan di rumah tangganya adalah dirinya sendiri, sehingga suami Rina menyerahkan seluruh tanggung jawab keluarganya kepada dirinya. Reaksi lain yang didapatkan oleh Rina adalah berasal dari suami pelaku, yaitu suami dari Mbak Pipit yang merupakan tetangganya. Rina mengakui bahwa dirinya tidak berani pulang kembali ke rumahnya di daerah Talang sebab khawatir akan reaksi yang diberikan oleh suami pelaku kepada dirinya, sebagaimana Rina menceritakan mengenai konflik yang dialaminya dengan suami pelaku, yaitu pada suatu ketika saat hari raya Idul fitri, suami pelaku bertemu dengan Rina dan berkata “enak lo ya bisa lebaran sama keluarga, seneng lo ya sekarang. Lihat saja nanti”, kata suami pelaku kepada Rina. Pada saat itu Rina merasa takut apabila pelaku yang dihukum lima tahun penjara tersebut sudah bebas dan keluar dari penjara. Rina juga mengakui bahwa kehidupannya sangat pelik sehingga ia mengatakan apabila ditanyakan oleh orang dan mencari solusi, ia sangat bingung harus memulainya darimana. Rina mengakui berpindah-pindah rumah semenjak kejadian tersebut. Kepindahan tersebut diakui oleh Rina bahwa dirinya sulit mendapatkan kontrakan yang harganya terjangkau sesuai dengan pendapatannya. Walaupun sebenarnya Rina ingin sekali memiliki rumah sendiri. Rina juga menceritakan mengenai konflik yang terjadi di wilayah tempat tinggalnya. Ia menceritakan bahwa di lingkungan tempat tinggalnya dahulu, yaitu di daerah Talang, terjadi kesenjangan sosial dimana banyak sekali penduduk atau warga yang kaya dan memiliki tingkat ekonomi yang tinggi namun disekitarnya masih terdapat warga yang memiliki tingkat ekonomi sangat rendah. Pekerjaan warga masyarakat di daerah Talang mayoritas adalah pekerja buruh cuci untuk perempuan, dan pekerja serabutan atau pekerja borongan bagi laki-laki. hampir seluruh perempuan yang tinggal di daerah Talang merupakan pekerja buruh cuci yang dibayar 150.000 rupiah per bulannya. Namun, juga terdapat perempuan yang bekerja sebagai buruh di pabrik-pabrik sekitar daerah Talang. Kemudian dari tingkat pendidikan, informan Rina mengakui bahwa di daerah tempat tinggalnya hampir keseluruhan adalah lulusan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
71
SMP ataupun SMA, sehingga hanya sedikit penduduk yang hanya tamatan SD seperti dirinya. Terdapat sebuah hal yang menarik yang diceritakan oleh Rina mengenai hubungan antara dirinya dan keluarga. Rina menceritakan bahwa hampir seluruh warga yang tinggal di daerah tersebut masih memiliki ikatan saudara dengan dirinya, sehingga masih dapat dikatakan sebagai keluarga. namun, Rina menyatakan bahwa sekalipun memiliki ikatan kekeluargaan, tidak satupun dari keluarga yang dimiliki oleh Rina peduli dengan dirinya. Sehingga, tersirat bahwa Rina sangat kecewa akan perlakuan keluarganya terhadap dirinya, sebagaimana Rina menuturkan “yah punya saudara kaya gitu Cuma percuma mbak”. Setelah kasus tersebut selesai, Rina menempati rumah kontrakan di daerah kedamaian, Bandar Lampung dan Rina juga mengakui bahwa dirinya tidak ingin lagi kembali ke Talang tempat asalnya sekalipun ia ingin mengurus rumah miliknya sendiri di daerah tersebut. Setelah pulang, Rina mendapatkan bantuan dari dinas sosial untuk berusaha membuka warung. Namun, Rina mengakui dagangannya tidak berhasil dan akhirnya hingga saat ini ia berjualan sebagai pedagang pempek keliling. “yah mbak, panas-panas juga saya jabanin daripada saya harus jadi begitu (bekerja di prostitusi). Saya mah yasudahlah dagang saja, mungkin ini cobaan”. IV.2.3. Informan Indah, Lampung Timur. Informan Indah merupakan salah satu informan dalam penelitian ini yang mengalami viktimisasi dari perdagangan manusia. Indah merupakan seorang anak dibawah umur, tepatnya berusia 14 tahun yang dinikahkan oleh orang tuanya dengan tujuan untuk melunasi hutang yang dimiliki oleh orang tuanya. Pada saat ini, informan Indah tinggal bersama suaminya di kampungnya di wilayah Lampung Tengah dan peneliti memutuskan untuk tidak menemui dan mewawancarai Indah secara langsung dengan pertimbangan keselamatan bagi peneliti dan juga bagi informan sendiri. Saksi utama atau narasumber utama dalam kasus ini adalah saudara sepupu Indah yang bernama Yan, yang merupakan rekan kerja sebagai Pekerja Rumah Tangga di rumah milik saudara peneliti. Yan merupakan satu-satu nya orang yang mengetahui kasus yang menimpa Indah dan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
72
mengetahui peristiwa kekerasan yang didapatkan oleh Indah, sehingga pemaparan data mengenai informan Indah bersumber dari orang kedua, yaitu gatekeeper Yan. IV.2.3.1. Profil Informan Indah Indah merupakan seorang anak perempuan berusia 14 tahun yang memiliki satu orang kakak perempuan dan dua orang adik kembar. Indah bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga, dan pertama kali Indah bekerja adalah ketika ia berumur 12 tahun. Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh Indah adalah kelas 6 Sekolah Dasar. Gatekeeper Yan menceritakan bahwa Indah memiliki seorang kakak yang menikah dan ditinggalkan oleh suaminya, dan anak dar kakak Indah meninggal. Indah pernah bekerja di Bandar Lampung dimana salah satu lokasi tempat ia bekerja adalah bersamaan dengan gatekeeper Yan. Indah dinikahkan oleh orang tuanya untuk melunasi hutang yang dimiliki oleh orang tua Indah kepada suaminya. Hingga sampai pada saat peneliti melakukan penelitian, informan Indah sudah menikah selama lebih kurang 7 bulan. Suami Indah merupakan seorang pemuda asal Jawa yang berusia 20 tahun, dimana suami Indah pernah bekerja di Palembang hingga akhirnya bekerja di Lampung Timur. Pekerjaan suami Indah adalah pengaduk karet, dan setelah Indah menikah, dirinya tinggal di sebuah gubuk yang berada di tengah kebun singkong sehingga Indah tidak memiliki tetangga dekat.
IV.2.3.2. Kronologis Kasus Informan Indah Indah merupakan seoranga anak perempuan yang baru berusia 14 tahun dan sudah menikah. Menurut cerita gatekeeper Yan, selama bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) selama satu minggu di rumah tinggal saudara peneliti, korban Indah sering bertengkar dengan suaminya lewat telpon selular, bahkan Indah sempat sering menangis dan tidur larut. Pada awalnya Indah menceritakan bahwa permasalahannya dimulai ketika suami Indah merasa cemburu karena istrinya bekerja di Bandar Lampung dan memaksanya untuk segera kembali pulang. Namun pada akhirnya korban Inah menceritakan pada gatekeeper Yan mengenai permasalahan pada rumah tangganya, dan menceritakan bahwa pernikahannya dengan suami adalah karena untuk melunasi hutang orang tuanya. Namun gatekeeper Yan menegaskan kepada peneliti bahwa Indah ingin
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
73
sekali ceritanya dirahasiakan sebab ia tidak ingin ada satupun orang di kampungnya yang mengetahui kisah ini, dan ia merasa malu dan takut kepada orang tuanya. Berdasarkan informasi dari gatekeeper Yan, korban Indah memilih untuk diam mengenai permasalahan rumah tangganya sebab ia mengetahui bahwa orang tuanya akan menyalahkan dirinya apabila ia menceritakan permasalahannya tersebut.
Indah menceritakan kepada gatekeeper bahwa dirinya diperlakukan
sangat tidak baik oleh suaminya, dimana ia sering dipukuli oleh suaminya dan sering tidak diberi makan sehingga harus mencari makanan dari bekas singkong yang ditemukan di ladang. Saat ini, Indah tinggal bersama suaminya di sebuah gubuk pinjaman di tengah ladang dan tidak memiliki tetangga siapapun, sehingga tidak ada satupun orang yang mengetahui perlakuan suaminya terhadap dirinya. Kemudian gatekeeper Yan juga menceritakan bagaimana awal kisah Indah memutuskan untuk menikah dengan suaminya. Suami Indah merupakan pria yang berasal dari Jawa yang sebelumnya memiliki pekerjaan di sebuah pabrik di Palembang. Kakak dari suami Indah memiliki hutang cicilan motor, namun ia kabur entah kemana sehingga suami Indah lah yang bertanggung jawab untuk melunasi hutang tersebut. Orang tua Indah memiliki hutang kepada suami Indah sebesar Rp 5.000.000 , dan kemudian suami Indah pun mendatangai orang tua Indah dan menagih hutangnya. Namun karena orang tua Indah tidak dapat membayar hutang tersebut, maka suami Indah meminta salah satu dari anak orang tua Indah untuk dinikahkan kepadanya. Orang tua Indah memiliki 4 orang anak, yaitu anak pertama adalah perempuan, kemudian anak kedua adalah Indah sendiri dan anak ketiga dan keempat adalah dua orang adik kembar Indah. kakak perempuan Indah merupakan pilihan awal dari suami Indah dan orang tuanya. Namun, kakak Indah menolak untuk dinikahkan dengan suami Indah, dan pada saat itu kakak Indah memutuskan melakukan hubungan seksual dengan pacarnya dan kemudian hamil, dan setelah itu mereka (kakak Indah dan suaminya ) kemudian dinikahkan. Karena mengetahui bahwa orang tua Indah masih memiliki anak perempuan yang lain, yakni Indah sendiri, maka ketika Indah masih bekerja di Bandar Lampung ia dipaksa untuk pulang kembali ke kampung dan dinikahkan dengan suaminya. Awalnya Indah berpacaran terlebih dahulu dengan suami Indah
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
74
selama sebulan dan pada saat itu perlakuan suami Inah masih sangat baik dengan dirinya. kemudian setelah menikah, barulah Indah mengetahui sikap dan perlakuan asli suaminya. Menurut gatekeeper Yan, Indah menceritakan bahwa ia melakukan hal tersebut semata-mata untuk membahagiakan orang tuanya. Perlakuan kasar kerap diterima oleh Indah, sebagaimana Indah menceritakan kepada gatekeeper bahwa suaminya sering memukuli dirinya dan berlaku semaunya. Bahkan ketika peneliti menanyakan bagaimana kabar Indah saat ini kepada gatekeeper, gatekeeper Yan mengatakan bahwa Indah tidak pernah keluar rumah dan tidak bisa keluar rumah karena ia diikat dengan suaminya di tempat tidur.
IV.2.3.3. Setting Sosial Tempat Tinggal Indah Data mengenai setting sosial tempat tinggal informan Indah peneliti dapatkan berdsarkan hasil observasi ke desa tempat tinggal informan Indah dan juga berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur terhadap penduduk setempat. Informan Indah tinggal di dusun SB X, Lampung Timur. Menurut informasi yang diterima oleh peneliti, di kecamatan ini mayoritas penduduk adalah warga suku Bali yang bertransmigrasi ke Bandar Lampung. Sejarah adanya transmigrasi penduduk Bali ke propinsi Lampung sendiri dimulai pada tahun 1961, yang merupakan bagian dari program transmigrasi nasional. Dusun SB X yang peneliti kunjungi ini merupakan daerah „Bali Islam‟, dimana kesemua penduduk bali yang berada di dusun ini beragama Islam, dan dusun lainnya di kecamatan ini merupakan penduduk yang mayoritas beragama hindu, sehingga dapat dikatakan bahwa dari keseluruhan dusun perkampungan masyarakat Bali di Lampung Tengah ini, dusun SB X adalah satu-satunya dusun yang mayoritas penduduknya beragama hindu. Perjalanan menempuh waktu 3 jam, dan disepanjang perjalanan peneliti melihat irigasi yang sangat besar, dan menurut informasi irigasi tersebut merupakan bagian dari proyek terbesar yang pernah ada di propinsi Lampung. Peneliti mengunjungi SB 15 dengan ditemani oleh gatekeeper Yan dan didampingi oleh keluarga peneliti, sebab saudara peneliti merupakan orang yang memahami wilayah ini dengan baik, dan cukup banyak mengenal warga di SB X.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
75
Sepanjang perjalanan, peneliti melihat hampir seluruh rumah yang berada di pinggir jalan memiliki pura di bagian depan rumahnya, sehingga memang tampak suasana bali yang sangat kental di wilayah Lampung Tengah ini. di dusun SB X sendiri hampir keseluruhan wilayahnya adalah perkebunan singkong dan ladang. Menurut seorang Ibu (warga) yang peneliti sempat tanyai, ada banyak kebun buah-buahan seperti semangka dan jagung di wilayah ini walaupun hasil yang paling banyak adalah singkong. Di dusun ini juga memiliki persawahan sehingga ada pula penduduk yang bertani sawah. Seorang warga yang peneliti sempat tanyakan baru saja akan pulang ke rumah dari ladang. Ia juga menjelaskan bahwa kebanyakan penduduk disekitar bekerja sebagai buruh, sebagaimana contohnya adalah dirinya sendiri. sebab untuk memiliki ladang sendiri dibutuhkan modal yang sangat besar, seperti kebun semangka yang membutuhkan modal hingga Rp 25.000.000,00 . Kemudian peneliti beserta gatekeeper Yan mengunjungi rumah kedua, yaitu bapak Yas. Bapak Yas adalah orang tua dari mantan Pekerja Rumah Tangga sauudara peneliti. Beliau cukup banyak mengetahui mengenai keadaan sosial dan kultur di dusun SB X tersebut, sehingga peneliti memutuskan untuk menanyakan mengenai setting sosial kepada belliau. Oleh karena tidak ada satupun orang yang mengetahui kasus yang menimpa korban Indah, maka peneliti memutuskan untuk tidak menanyakan kabar maupun keberadaan Indah, atas pertimbangan keamanan bagi korban sendiri yang sampai saat ini masih tinggal bersama suaminya. Peneliti melakukan wawancara secara tidak terstruktur kepada bapak Yas di ruang tamu kediaman bapak Yas. Dalam melakukan wawancara, peneliti didampingi oleh keluarga peneliti sehingga bentuk dari interaksi antara peneliti dengan bapak YAS adalah secara non formal. Hasil dari observasi terhadap lingkungan sekitar terlihat bahwa banyak dari penduduk SB X yang berternak sapi, dan saat peneliti melihat ke jalan utama terlihat banyak ibu-ibu mengendarai motor dan membawa beberapa peralatan. Menurut gatekeeper Yan, mereka (ibu-ibu tsb) akan pergi ke ladang. Umumnya ibu-ibu tersebut bekerja secara borongan, misalkan saja untuk menggarap (menanam bibit singkong) 1 hektar ladang singkong akan dibayar 600.000 rupiah untuk 12 orang. Namun, untuk jenis pekerjaan buruh harian,
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
76
bayaran nya akan lebih murah misalkan untuk menyebar pupuk pada ladang singkong sebesar 1 hektar, per harinya akan dibayar 12.000 rupiah, dan menurut bapak Yas, kebanyakan laki-laki di dusun tersebut bekerja menggarap sapi dan ladang. Informasi lain yang didapatkan adalah bahwa umumnya di dusun ini banyak anak perempuan yang sudah menikah pada usia masih belia, antara usia 14-17 tahun, dan umumnya laki-laki menikah pada usia 20 tahun keatas. Menurut pengakuan gatekeeper Yan sendiri, di dusun tersebut sudah tidak ada lagi „gadis‟ sebab umumnya mereka sudah banyak yang menikah. Pernikahan dini di usia yang masih sangat belia sangat sering ditemukan di dusun ini, dimana kebanyakan anak-anak perempuan walaupun belum cukup umur sudah memiliki suami dan juga anak. Hal tersebut diakui oleh gatekeeper Yan bahwa umumnya mereka memalsukan identitas yaitu memalsukan umur pada Kartu Tanda Penduduk atau KTP atau dikenal dengan istilah suntik agar dapat melangsungkan pernikahan. Kemudian untuk permasalahan perbedaan agama pada masyarakat Bali di Seputih Banyak, bapak Yas sendiri mengakui bahwa keadaan antara umat hindu dan islam berjalan baik. Walaupun memang tidak pernah ada warga Bali Islam yang bertandang ke wilayah Bali Hindu dan juga sebaliknya. Menurut cerita bapak Yas, pada jaman dulu pernah ada kejadian seorang perempuan warga Bali Islam menikah dengan warga Bali Hindu, dan pada saat itu terjadilah konflik dimana si perempuan dikejar-kejar oleh orang sekampung dan dipukuli dan menurut bapak Yas, mungkin hal tersebut yang menyebabkan tidak ada perkawinan yang terjadi antara penduduk Bali Islam dan Bali Hindu sehingga terdapat beberapa kasus incest juga di wilayah SB X yang seluruhnya adalah penduduk Bali Islam, sebab mereka umumnya masih memiliki hubungan keluarga. Lebih jauh lagi bapak Yas juga menjelaskan mengenai adat istiadat pernikahan masyarakat Bali di SB X. Umumnya pada saat menikah, perempuan menikah di tempat kediaman laki-laki, dan bukan di tempat kediaman perempuan. Berbeda lagi dengan adat istiadat Bali Hindu di wilayah SB lainnya yang memiliki adat pernikahan dengan cara membawa lari perempuan selama 4 hari baru kemudian meminta izin untuk dinikahkan. Hal ini hampir serupa dengan kebudayaan lampung yang beristilah „larian‟.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
77
BAB V ANALISIS V.1. Viktimisasi Struktural Secara singkat, viktimisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses menjadi korban yang dialami oleh seseorang. Proses ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, dan juga dapat disebabkan dari beragam faktor. Lary Siegel (2000:82) menerangkan bahwa seseorang dapat mengalami viktimisasi karena adanya faktor tertentu, seperti gender, ras, maupun etnisitas. Berbicara mengenai viktimisasi tidak lepas dari perkembangan viktimolog sebagai sebuah ilmu yang mempelajari segala sesuatu mengenai korban. Dalam perkembangannya, viktimologi mengenal berbagai tipologi korban yang salah satunya sebagaimana diutarakan oleh Sandra Walklate (2007:31) adalah tipologi yang dibuat oleh Von Hentig. Tipologi tersebut dibuat berdasarkan sebuah gagasan mengenai „kecenderungan korban‟. Sandra Walklate (2007:31) menjelaskan mengenai gagasan Von Hentig yang berpendapat bahwa ada beberapa orang berdasarakan karakteristik struktural mereka lebih banyak beresiko menjadi korban kejahatan daripada orang lainnya. Orang-orang yang telah diidentifikasi tersebut, antara lain perempuan, anak-anak, para lansia, serta orang cacat. Viktimisasi yang diangkat dalam penelitian ini adalah viktimisasi yang terjadi pada korban perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak. penelitian ini melihat korban perdagangan manusia sebagai informan. Definisi perdagangan manusia yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah definisi dari UN Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime tahun 2002, yang secara singkat menjelaskan bahwa perdagangan manusia pada dasarnya merupakan sebuah proses perekrutan maupun pemindahan seseorang, dengan menggunakan cara-cara yang melibatkan kekuasaan untuk tujuan eksploitasi. Berdasarkan definisi tersebut, terlihat tiga unsur dalam perdagangan manusia,
yakni proses, cara, serta tujuan. Unsur
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
78
perdagangan manusia yang terjadi pada ketiga informan dalam penelitian ini terlihat lebih jelas pada tabel berikut; Gambar V.1 Unsur Perdagangan Manusia pada Ketiga Informan Proses
Cara
Tujuan
Informan Dira
Diangkut dan dipindahkan
Penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan
Eksploitasi seksual di sebuah lokalisasi di Tretes, Jawa Timur.
Informan Rina
Direkrut, diangkut, dikirim dan dipindahkan
Penipuan
Eksploitasi seksual di sebuah lokalisasi di Riau.
Informan Indah
Dipindahkan
Penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan dan penjeratan hutang
Pernikahan, serta eksploitasi dalam pernikahan.
(Sumber: diolah oleh peneliti)
Berdasarkan tabel diatas, dapat terlihat adanya beragam proses, cara, maupun tujuan yang berbeda dalam tindakan perdagangan manusia. Termuan data lapangan menunjukkan bahwa ketiga informan dalam penelitian ini mengalami viktimisasi dan menjadi korban perdagangan manusia. Hal ini terlihat pada informan Dira. Viktimisasi dan menjadi korban yang dialami Dira dimulai ketika ia pergi untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dan kemudian ditawari untuk menjadi pekerja seks di daerah Tretes, Jawa Timur dan lalu mengalami eksploitasi seksual. Informan Rina juga mengalami hal yang sama, ketika ia direkrut dengan tipuan untuk dipekerjakan di sebuah lokalisasi di wilayah Riau, dan lalu mengalami eksploitasi seksual. Selanjutnya informan ketiga yaitu Indah mengalami proses yang sedikit berbeda dari kedua informan tersebut. Indah diminta oleh orang tuanya untuk mau dinikahkan agar dapat melunasi hutang orang tuanya. Sehingga ia kemudian mengalami berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Walklate (2007:6) menjelaskan bahwa dalam ranah kebijakan, hal yang menjadi sangat kuat adalah gagasan mengenai korban yang secara terstruktur netral,
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
79
namun sebagaimana
data hasil survei viktimisasi kejahatan memperlihatkan
korban kejahatan bukanlah sebuah entitas yang netral melainkan suatu hal yang jelas terstruktur secara sosial. Walklate (2007:51) menyebutkan pendappat E.A. Fattah (1991) yang mendefinisikan viktimisasi struktural sebagai sebuah proses viktimisasi yang berkaitan dengan struktur sosial dan kekuasaan yang ada di dalam masyarakat. Berdasarkan definisi ini, terlihat bahwa viktimisasi yang disebabkan oleh struktur tertentu di dalam masyarakat serta adanya kekuasaan merupakan viktimisasi struktural. “Indeed Fattah (1991), in reviewing the available data and explanations for differential patterns of victimization, attempts to integrate a range of victimological work generated in this way into a general schema. In doing so he groups 40 propositions about criminal victimization under ten key headings: available opportunities; risk factors; the presence of motivated offenders; exposure; associations; dangerous times/dangerous places; dangerous behaviours; high-risk activities; defensive/avoidance behaviours; and structural cultural proneness” (Walklate, 2007:51). Sandra Walklate menjelaskan bahwa E.A Fattah member 10 kunci utama (preposisi) mengenai viktimisasi kejahatan, yaitu faktor resiko, kehadiran pelaku yang termotivasi, terpaan, asosiasi, waktu dan tempat yang berbahaya, aktifitas beresiko tinggi, perilaku defensif dan penolakan, serta kecendrungan struktural dan kultural . Untuk kepentingan penelitian ini, maka berbagai faktor struktural di masyarakat yang dapat menyebabkan kerentanan terhadap perempuan dan anak perempuan menjadi korban perdagangan manusia dapat dirumuskan sebagai berikut. Cameron dan Newmann (2008:3) mengidentifikasi empat faktor struktural di dalam masyarakat yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, faktor ideologi, fan faktor geopolitik, yang kemudian menyebabkan posisi rentan bagi perempuan dan anak perempuan untuk diperdagangkan; sebagaimana Tomagola dalam Subono (2000:107) juga menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan terjadi karena adanya suatu
tatanan kemasyarakatan yang mengatur tata cara warganya
berhubungan satu dengan yang lainnya dalam aspek-aspek kehidupan ekonomi,
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
80
sosial, politik, dan budaya, yang kemudian memberikan restu bagi terjadinya suatu tindak kekerasan terhadap perempuan1. Hal ini kemudian mendasari kerangka berpikir yang telah peneliti ajukan sebelumnya, dimana batasan konsep viktimisasi struktural yang dipergunakan oleh peneliti adalah sebagaimana definisi yang dibuat oleh E.A. Fattah. Untuk mengetahui bagaimana bentuk viktimisasi struktural yang terjadi pada perempuan dan anak yang diperdagangkan, maka dibawah ini peneliti akan menjelaskan mengenai viktimisasi yang terjadi dalam keempat faktor struktural yang ada di masyarakat. Faktor struktural yang dibahas dalam penelitian ini antara lain faktor ekonomi, faktor sosial, faktor ideologi, dan faktor geopolitik yang terdapat di dalam masyarakat yang menyebabkan kerentanan perempuan dan anak perempuan untuk diperdagangkan. V.1.1 Faktor Ekonomi Faktor pertama yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling sering disebutkan sebagai faktor utama dalam terjadinya perdagangan manusia, khususnya perdagangan perempuan dan anak perempuan. Kemiskinan yang merupakan salah satu indikator dalam faktor ekonomi membawa perempuan dan anak perempuan berada pada kondisi rentan untuk menjadi korban perdagangan manusia. Struktur ekonomi yang bersifat makro dapat dilihat secara mikro berdasarkan operasionalisasi konsep yang telah dibuat oleh peneliti pada bab dua. Indikator yang terdapat pada bagian struktur ekonomi adalah adanya kemiskinan dan globalisasi. Kemiskinan. Kemiskinan terjadi pada ketiga informan dalam penelitian ini, baik itu Dira, Rina, maupun Indah. Kondisi kemiskinan yang mereka alami adalah ketika penghasilan yang mereka miliki atau penghasilan yang dimiliki oleh orang tua mereka tidak 1
Tamrin A. Tomagola lebih jauh menjelaskan bahwa totalitas dari keempat tatanan inilah yang kemudian disebut sebagai tatanan kemasyarakatan (societal order), dimana tatanan merupakan struktur apabila tatanan tersebut dalam keadaan statis, sedangkan bila tatanan dalam keadaan dinamis maka disebut dengan sistem.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
81
dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka, sehingga ada upaya yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan keadaan finansial keluarga mereka. Kondisi kemiskinan pada informan Dira adalah sebagai berikut. Dira merupakan seorang anak yang berusia 14 tahun dan memiliki orang tua yang bekerja sebagai pencari rumput. Penghasilan yang didapatkan oleh orang tua Dira dalam satu harinya berkisar Rp 25.000. Jumlah tersebut adalah setara dengan jumlah delapan gerobak pengangkut rumput karena satu gerobak rumput dihargai sebesar Rp 3000. Berikutnya adalah kondisi kemiskinan pada informan Rina. Rina adalah seorang ibu yang memiliki tiga orang anak dan memiliki pekerjaan sebagai penjual pempek keliling. Dalam satu hari Rina bisa mendapatkan uang hasil berdagang sebesar Rp 20.000. Rina memiliki suami yang bekerja sebagai buruh pembuat lemari, yang bisa mendapatkan penghasilan bersih sebesar Rp 50.000 dalam satu minggu. Namun, penghasilan yang didapatkan baik itu oleh suami maupun Rina sendiri merupakan penghasilan yang tidak tetap, sehingga mereka bahkan bisa tidak memperoleh penghasilan apabila tidak ada pekerjaan yang dapat mereka lakukan. Kemudian kondisi kemiskinan yang ketiga adalah informan Indah yang dijual dalam pernikahan agar hutang keluarganya terlunasi. Hutang yang dimiliki oleh keluarganya tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan juga terjadi Indah. Data mengenai Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Wilayah Perkotaan per Propinsi pada tahun 2007 yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 menunjukkan bahwa di Propinsi Jawa Timur, tingkat pengangguran laki-laki adalah 12.67 persen, sedangkan tingkat pengangguran perempuan sebesar 14.50 persen. Kemudian di Propinsi Lampung, tingkat pengangguran laki-laki sebesar 8.95 persen, dan tingkat pengangguran perempuan sebesar 20.32 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan adalah pihak yang secara jumlah, lebih banyak mengalami pengangguran daripada lakilaki. Hal ini juga menunjukkan fenomena feminisasi kemiskinan, yaitu kondisi dalam suatu wilayah miskin, dimana perempuan merupakan pihak yang paling
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
82
miskin serta pihak yang paling menderita dari dampak kemiskinan tersebut. Data yang dikeluarkan oleh BPS tersebut menunjukkan adanya kemiskinan terstruktur khususnya yang terjadi pada perempuan. Jamie Davis (2003:138) dalam Rosenberg (2003) mengemukakan bahwa apabila orang tua tidak mampu mencari pekerjaan, maka anak mereka akan disuruh bekerja, baik itu di ladang atau di pabrik dekat rumah, atau di dalam situasi yang lebih berbahaya serta jauh dari rumah seperti di pertambangan, jermal, rumah keluarga lain (sebagai PRT), bahkan di rumah bordil. Melalui semua jalur ini, kemiskinan membuat perempuan dan anak semakin rentan terhadap perdagangan. Lebih jauh lagi, Jamie Davies mengungkapkan meskipun kemiskinan memang bukan merupakan satu-satunya faktor yang dapat menimbulkan kerentanan, namun kemiskinan tersebut menempatkan orang dalam keputusasaan yang kemudian membuat mereka semakin rentan terhadap eksploitasi. Hal tersebut merupakan fakta yang juga terjadi pada Dira. Kemiskinan membuat Dira terpaksa ikut turut membantu orang tuanya bekerja mencari rumput dan mencari rongsokan. Sehingga, Dira kemudian harus meninggalkan pendidikan sekolahnya hanya sampai pada tingkat kelas 2 Sekolah Dasar; sebagaimana dituturkan oleh Dira dalam wawancara berikut; “…dulu kalau aku sekolah, buku aku pasti dirobek, beneran aku nggak boong. Sumpah demi Allah, jadinya aku berhenti kelas dua, udah males banget sekolah kalau digituin sama orang tua” (wawancara Dira, tanggal 23 Oktober 2011). “iya…sebenernya aku tuh pengen banget sekolah lebih tinggi, pengen banget. …masa kecilku tuh tersiksa banget, disuruh cari rongsokan sama orang tuaku” (wawancara Dira, tanggal 23 Oktober 2011). Pengalaman lain yang dialami oleh Dira adalah ketika ia harus ikut saudaranya dan bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) (dikenal dengan istilah ngerewang). Dengan tingkat pendidikan yang rendah, yaitu hanya berhasil
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
83
menyelesaikan pendidikan hingga kelas 2 SD, Dira buta huruf, dan hanya bisa mengeja sedikit kata.
Hasil wawancara tersebut juga menunjukkan adanya
keputusasaan yang dialami oleh Dira. Keputusasaan tersebut disebabkan tidak adanya pilihan bagi Dira selain membantu orang tuanya mencari uang dengan cara mencari rumput dan rongsokan. Dzuhayatin dan Silawati dalam Misra (2003:141-142)
menjelaskan bahwa
seorang anak perempuan didorong untuk memperoleh penghasilan begitu mereka berhenti sekolah, agar dapat menjadi mandiri dari segi keuangan, sehingga keluarganya tidak perlu lagi memberinya makan. Karena pendidikan formal yang diperoleh hanya sedikit, banyak anak perempuan yang hanya berhasil mendapat pekerjaan dengan bayaran rendah misalnya, pelayan, PRT, penjaga toko atau penyanyi karaoke. Misra lebih jauh menjelaskan bahwa banyak pekerjaan yang membutuhkan sedikit keterampilan ini menuntut migrasi ke kota besar atau ke luar negeri, yang membuat perempuan dan anak menjadi target perdagangan manusia serta pihak lain yang berniat mengeksploitasi mereka. Sehingga, rendahnya tingkat melek huruf, tanpa pendidikan dan kurangnya keterampilan kerja yang memadai, memaksa anak perempuan dari desa hanya mencari pekerjaan di sektor informal yang tidak memberikan perlindungan sesuai peraturan pemerintah dan tenaga kerja. Hal tersebut ditemukan dalam pada Indah. Gatekeeper Yan menjelaskan bahwa di kampung tempat tinggalnya yang sama dengan kampung tempat asal Indah, hampir seluruh anak perempuan bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) ketika mereka menyelesaikan Sekolah Dasar. Sebagaimana dijelaskan oleh Yan dalam wawancara; “ rata-rata yang cewek itu kerja apa mbak ?” (peneliti), “ya kaya saya inilah, kerja rumah tangga” (wawancara gatekeeper Yan, 11 November 2011). Kemudian dalam mencari pekerjaan, seringkali para pekerja rumah tangga yang berasal dari desa ini memalsukan umur mereka (dikenal dengan istilah suntik). Hal ini merupakan sebuah hal yang umum dilakukan oleh masyarakat di desa
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
84
tersebut. Namun, pihak yang berwenang mengeluarkan identitas ini yaitu Pak Lurah tidak mengetahui bahwa banyak anak perempuan yang ingin membuat kartu identitas ini memalsukan umur mereka. Pernyataan tersebut terdapat dalam percakapan yang dilakukan oleh peneliti dengan gatekeeper Yan seperti yang tertuang di bawah ini; “ pak lurahnya tau nggak itu kalau yang disuntikkin anaknya masih kecil” (peneliti, 11 November 2011). “nggak tau, kalau orang kan boong gitu pasti ditanya umurnya berapa pasti boong. Soalnya kan kalau nyuntikin KTP itu boong dulu, kalau malsuin umur itu kan boong” (Gatekeeper Yan, 11 November 2011). “kenapa kok mau malsuin” (Peneliti, 11 November 2011). “soalnya biar lancar kalau mau kerja, biar nyari pengalaman itu langsung” (Gatekeeper Yan, 11 November 2011). Percakapan tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat di desa tempat tinggal Indah, khususnya anak perempuan memiliki motivasi yang besar untuk dapat bekerja keluar dari desa mereka, dan dapat menjadi mandiri secara finansial. Fakta yang diungkapkan oleh gatekeeper Yan menunjukkan adanya keterlibatan dari aparat desa setempat dalam bentuk pengabaian. Aparat desa dalam hal ini Lurah desa setempat sebetulnya merupakan representasi dari institusi formal atau merupakan agen dari negara. Pengabaian yang dilakukan oleh aparat setempat tersebut merupakan sebuah bentuk kejahatan yang dilakukan oleh representasi dari negara. Dalam hal ini, pemerintah desa setempat melakukan pembiaran dan mengizinkan praktik-praktik korupsi dalam hal pemalsuan umur oleh warganya. Maka kemudian, pembiaran yang dilakukan tersebut menyebabkan anak-anak di bawah umur dapat bekerja dan keluar dari wilayah tempat tinggal mereka. Kemiskinan juga membawa anak-anak di desa tersebut putus sekolah, sehingga, mereka kemudian berupaya mencari penghidupan yang lebih baik dengan mencari kerja hingga ke luar pulau. Hal tersebut ditunjukkan dalam wawancara berikut; “jadi orang-orang disana itu kalau abis lulus SD maunya langsung kerja gitu ya” (peneliti, 11 November 2011).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
85
“iya, sekolah paling putus lah udah kelas 1 SMP gitu putus, nyari kerja di jakarta” (gatekeeper Yan, 11 November 2011) Putus sekolah juga dialami oleh informan Indah. Menurut gatekeeper Yan, Indah mulai bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga pada usia 12 tahun setelah menamatkan pendidikan Sekolah Dasarnya. Pengalaman bekerja Indah sendiri cukup banyak selama dua tahun sebelum akhirnya Indah dinikahkan oleh orang tuanya; Yaitu pernah bekerja di beberapa tempat di wilayah Tanjung Karang, dan Teluk Betung di Bandar Lampung. Kondisi putus sekolah ini ditemukan pula pada Rina yang hanya berhasil menamatkan pendidikan hingga Sekolah Dasar. Sehingga, kesemua informan yang terdapat dalam penelitian ini memiliki permasalahan yang sama yang bersumber dari kemiskinan yang mereka alami, yaitu keadaan putus sekolah. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. Temuan yang terdapat pada Rina menunjukkan bahwa sebagai seorang istri dan sebagai seorang perempuan, ia menerima segala kondisi yang dialami saat itu. Hal tersebut terlihat pada wawancara berikut; “ …. Jadi ya makanya atas kejadian itu saya bener-bener nyalahin diri saya sendiri” (Rina, wawancara tanggal 9 November 2011). Kemudian juga terdapat tendensi atau kecenderungan bagi informan Rina untuk menerima segala bentuk pekerjaan yang ia jalani saat ini, yaitu sebagai pedagang pempek keliling. ““yah mbak, panas-panas juga saya jabanin daripada saya harus jadi begitu (bekerja di prostitusi). Saya mah ya sudahlah dagang saja, mungkin ini cobaan”. (Rina, wawancara tanggal 9 November 2011).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
86
Pernyataan yang diberikan oleh Rina tersebut menunjukkan bahwa ia berada pada kondisi yang pasif dan menerima segala kondisi yang ia alami saat ini. Rina bahkan cenderung untuk menyalahkan dirinya sendiri. Dalam analisis kemiskinan yang dialami oleh informan, peneliti melihat permasalahan ini sebagai sebuah bentuk feminisasi kemiskinan. Feminisasi kemiskinan diterangkan oleh Chant (2006) dalam Chant (2007:4) sebagai kondisi dimana perempuan lebih banyak menderita akibat kemiskinan daripada laki-laki. Terkait dengan kemiskinan yang terjadi sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya viktimisasi terhadap perempuan dan anak perempuan, beberapa pendapat juga mengatakan bahwa dalam feminisasi kemiskinan, perempuan merupakan pihak yang paling terkena dampak baik itu secara langsung maupun tidak langsung atas kemiskinan yang menimpa dirinya maupun keluarganya. Jenna Shearer Demir lebih jauh menjelaskan bahwa perempuan juga terkena dampak dari pengangguran dan kemiskinan (Demir, 2003:9).Temuan data penelitian menunjukkan bahwa ketiga informan dalam penelitian ini baik itu Dira, Rina, dan Indah masing-masing mengalami dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung akibat kemiskinan yang mereka alami. Pertama, kemiskinan yang dialami oleh keluarga Dira membuat dirinya merasa memiliki tanggung jawab yang besar untuk dapat menaikkan derajat keluarganya melalui peningkatan finansial. Maka kemudian Dira memilih untuk keluar dari rumah dan mencari pekerjaan, sekalipun ia harus mengamen, mencari rongsokan, dan bahkan akhirnya menjadi pekerja seks di sebuah lokalisasi di daerah Tretes. Hal tersebut ditunjukkan oleh Dira dalam wawancara. Ia menjelaskan mengenai kronologis hilangnya uang miliknya sejumlah Rp 9.000.000 dan ia kemudian mengungkapkan perasaannya; “…terus abis uang aku ilang aku sedih banget, ngerasa nggak bisa bahagiain orang tua aku, ya bisa sih tapi kan Cuma satu rumah thok. Cita-cita ku kan masih banyak, pengen buat rumah buat orang tua, terus pengen nyenengin orang tua lah, pengen banget tapi nggak bisa” (wawancara Dira, 25 Oktober 2011).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
87
“…aku harus cari uang, aku harus pinter, biar bisa ngangkat orang tuaku lebih tinggi lagi, biar orang tuaku nggak malu” (wawancara Dira, 25 Oktober 2011). Kedua, Pengangguran yang dialami oleh suami Rina secara tidak langsung memiliki dampak yang kuat terhadap dirinya sebagai istri. Rina juga menunjukkan bahwa dirinya memiliki tanggung jawab yang besar untuk menghidupi keluarganya, terlebih ketika suaminya yang berpenghasilan tidak tetap tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan hingga berbulan-bulan. Kondisi jeratan hutang yang dimiliki oleh Rina juga kemudian membawanya menjadi korban perdagangan manusia. Rina merasa bertanggung jawab untuk segera melunasi hutang yang dimiliki keluarganya, sehingga kemudian ia memilih melakukan cara apapun dan akhirnya terjebak dalam perdagangan manusia. Hal tersebut kemudian tercermin dalam kutipan wawancara di bawah ini; “….dia nganggur bukan seminggu dua minggu atau sehari dua hari mbak, udah lama banget nganggurnya…waktu itu saya punya bayi ini, saya dirumah nggak kerja” (wawancara Rina, 9 November 2011) “kan kaya bapak nggak kerja, terus gimana mbak menghidupi keluarga ini ?” (peneliti) “ ya itu tadi, makanya mau minta sama orang tua sama mertua kan nggak mungkin, makanya terpaksa saya ngutang ke warung, ya kan saya mikirnya siapa tau besok dia kerja, atau kalo nggak besok minggu depan gitu kan, tapi apa yang terjadi sampe berbulan-bulan” (wawancara Rina, 9 November 2011) Indah juga mengalami kemiskinan. Indah adalah seorang anak perempuan yang harus menikah dengan seorang pria untuk melunasi hutang yang dimiliki oleh orang tuanya. Pada kasus ini, Indah „dijual‟ ke dalam pernikahan tersebut. Kasus ini menunjukkan bahwa Indah merasa harus bertanggung jawab terhadap permasalahan finansial keluarga dengan memutuskan untuk mematuhi orang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
88
tuanya. Berikut merupakan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap gatekeeper Yan yang menceritakan bagaimana Indah mau dinikahkan oleh orang tuanya. “emang kamu beneran suka sama xxx (suami Indah) itu ? lagian kan kamu baru pacaran satu bulan, udah gitu kamu nggak dikasih mas kawin lagi (gatekeeper Yan). dia bilang, ya nggak apa-apa yang penting ibuku bahagia, orang tuaku bahagia” (wawancara gatekeeper Yan, 11 November 2011). Temuan diatas memperlihatkan telah terjadi feminisasi kemiskinan pada ketiga informan dalam penelitian ini, baik itu Dira, Rina, dan juga Indah. Riwayat atau kronologi yang dimiliki oleh ketiga informan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan baik itu sebagai anak maupun sebagai istri memiliki tanggung jawab yang besar untuk dapat meningkatkan kondisi finansial keluarga mereka, dan bertanggung jawab untuk mempertahankan kehidupan keluarga dan rumah tangga yang mereka miliki. Temuan data sekunder dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa perempuan merupakan pihak yang paling miskin dalam suatu kondisi kemiskinan. Peneliti melihat bahwa perempuan dan anak perempuan pada akhirnya tidak memiliki pilihan lain untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sehingga, pada akhirnya perempuan dan anak perempuan bekerja pada ranah-ranah domestik dan informal, serta bekerja sebagai buruh dengan upah yang sangat kecil. Hal ini sesuai dengan pemikiran feminise marxis yang dijelaskan oleh Rosmarie Putnam Tong (2010:143-144) yang menyatakan bahwa posisi subordinat perempuan dihasilkan oleh sistem kapitalisme dalam kaitannya dengan status pekerjaan perempuan dan citra diri perempuan. Feminis marxis mengklaim bahwa apabila seorang perempuan miskin, buta huruf, dan tidak mempunyai keahlian memilih untuk menjadi pelayan seksual atau reproduksi, maka kemungkinannya adalah keputusan itu dikoersikan atasnya dan bukan semata-mata keputusannya sendiri yang dibuat dengan bebas. Bagaimanapun juga, ketika seseorang tidak
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
89
mempunyai hal yang berharga untuk dapat dijual lebih dari dan di luar tubuhnya, kekuatan tawarnya di pasar menjadi terbatas. Pada tataran mikro, indikasi adanya kemiskinan yang terjadi pada ketiga informan dalam penelitian ini dapat dilihat berdasarkan tingkat pendapatan individu maupun keluarga. Kemiskinan merupakan suatu hal yang kompleks. Penyebab dan akibat dari kemiskinan adalah hal yang berkaitan satu sama lain. Kemiskinan yang dialami baik oleh Dira, Rina, maupun Indah membawa mereka berada pada kondisi putus sekolah sehingga mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan. Pendidikan yang rendah tersebut mengakibatkan terbatasnya kemampuan maupun keahlian yang mereka miliki untuk dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Perempuan dan anak perempuan yang berada dalam situasi kemiskinan memilih ranah domestik dan non formil dalam pekerjaan mereka, seperti Pekerja Rumah Tangga (PRT) atau buruh cuci sebagaimana yang mereka lakukan. Sehingga, kemiskinan yang dialami oleh informan dalam penelitian ini merupakan suatu lingkaran kemiskinan yang terstruktur. Globalisasi. Laporan yang dibuat oleh UNIFEM (2002:5) yang berjudul “Combating Trafficking in Women and Children: A Gender and Human Rights Framework” menjelaskan bahwa globalisasi dapat menciptakan sebuah keadaan yang menimbulkan permintaan akan buruh-buruh dengan kemampuan rendah yang dapat dibayar, baik itu pada negara maju maupun negara berkembang, dalam pertanian, produksi makanan, konstruksi, servis rumah tangga, manufaktur, rumah sakit, pekerja seks dan ranah pelayanan secara umum. Lebih jauh lagi dalam laporan ini dijelaskan bahwa kondisi tersebut amat subur untuk terjadinya perdagangan manusia. Perempuan dan anak-anak secara khususnya lebih rentan lagi karena umumnya mereka buta huruf dan tidak memiliki pemahaman, serta dikondisikan secara kultural oleh relasi mereka di daerah asal untuk menerima saja keadaan yang menimpa mereka dengan pasif. Kondisi perburuhan ditemukan pada ketiga informan dalam penelitian ini. Pertama pada Dira. Di desa tempat tinggal i Dira, mayoritas penduduk bekerja
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
90
sebagai buruh tani. Hal ini berarti bahwa masyarakat di desa tersebut bekerja pada tanah dan ladang milik orang lain dan mereka hanya dapat bekerja sebagai buruh yang dibayar dengan upah yang sangat rendah. Kemudian yang kedua adalah Rina. Suami Rina hanya mampu bersekolah hingga tingkat Sekolah Dasar, dan pernah bekerja sebagai buruh pabrik. Setelah berhenti bekerja sebagai buruh pabrik, suami Rina bekerja sebagai buruh pembuat lemari atau dikenal dengan istilah kerja borongan. Rina sendiri pernah bekerja sebagai buruh borongan di sebuah pabrik kopi dengan pekerjaan yang sangat berat namun upah yang diterima olehnya sangat sedikit. Rina menjelaskan dalam wawancara berikut bagaimana sulitnya pekerjaan sebagai buruh yang pernah ia lakukan ; “ya ampun mbaak, kerja apa itu bukan manusia. Saya itu pernah kerja ya pas mau lebaran. Dari jam 1 siang baru selesai jam 3 pagi, dan Cuma dibayar 60.000 rupiah doang, saya sampe mau nangis rasanya. Pulang-pulang itu tiga hari saya nggak bisa ngapa-ngapain karena badan capek banget”
(Rina, wawancara tanggal 9 November
2011). Hasil wawancara yang dilakukan dengan Rina menunjukkan bahwa informan baik Rina maupun suaminya hanya dapat bekerja sebagai buruh pabrik dengan bayaran yang sangat sedikit. Kemampuan yang mereka miliki hanya dapat membawa mereka bekerja pada pekerjaan yang paling rendah, dengan upah yang paling rendah juga. Hasil pengamatan terhadap lingkungan sosial tempat tinggal informan Indah menunjukkan bahwa hampir seluruh penduduk desa tersebut bekerja sebagai buruh tani, sehingga penghasilan yang mereka dapatkan merupakan upah atas pekerjaan mereka dalam menggarap ladang milik orang lain. Umumnya ibu-ibu yang berada di desa tersebut bekerja secara borongan, misalnya saja untuk menggarap (menanam bibit singkong) 1 hektar ladang singkong akan dibayar Rp 600.000 untuk 12 orang. Namun, untuk jenis pekerjaan buruh harian bayarannya akan lebih murah misalnya untuk menyebar pupuk pada ladang singkong sebesar 1 hektar, seseorang per harinya akan dibayar sebesar Rp 12.000. Kondisi
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
91
perburuhan yang terdapat di desa tempat tinggal informan Indah menunjukkan bahwa para penduduk umumnya tidak dapat menikmati hasil pertanian dan perkebunan yang ada di desa mereka, sebab mereka tidak memiliki modal yang cukup untuk memiliki kebun dan ladang sendiri. Pada tingkatan mikro, globalisasi dapat dilihat pada temuan lapangan berupa perburuhan. Pekerjaan dengan upah yang rendah merupakan salah satu dampak dari kapitalisme yang dibawa oleh globalisasi. Bentuk-bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk setempat merupakan bentuk perburuhan, seperti pencari rumput, petani sayur, maupun buruh ladang. Hal tersebut menunjukkan adanya komodifikasi terhadap sumber daya alam yang ada. Masyarakat setempat tidak mendapatkan akses kepemilikan terhadap sumber daya tersebut, sehingga para pemilik modal lah yang kemudian mendapatkan keuntungan dari sumber daya yang ada. Hal tersebut terjadi karena pada suatu sistem produksi, pemilik modal memiliki kuasa yang penuh, sehingga para pekerja –yaitu penduduk desa- berada pada posisi yang paling rendah. Globalisasi juga mendorong berkembangnya industri seks di seluruh dunia. Salah satunya adalah industri seks pada dua daerah lokalisasi tempat dua informan diperdagangkan. Industri seks di daerah lokalisasi merupakan suatu bisnis yang menguntungkan bagi pemiliknya dan hal ini terkait juga dengan selalu adanya permintaan serta penawaran sebagaimana hukum pasar berlaku. Industri seks menyebabkan komodifikasi terhadap seksualitas. Hubungan seksual yang sebelumnya merupakan suatu hal yang tabu dan memerlukan sarana pernikahan untuk memperolehnya sebagaimana dipercayai oleh masyarakat Indonesia, menjadi hal yang menguntungkan dan dapat diperjualbelikan. Kondisi struktural tersebut kemudian menciptakan sebuah keadaan lack of options bagi perempuan dan anak perempuan. Sehingga pada akhirnya mereka akan menggunakan berbagai macam cara untuk dapat melangsungkan hidup dan meningkatkan kondisi finansial mereka serta keluarga mereka. Hal inilah yang menyebabkan perempuan dan anak berada dalam posisi rentan, sehingga kemudian mengalami viktimisasi dan menjadi korban perdagangan manusia.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
92
V.1.2 Faktor Sosial Selain faktor ekonomi, faktor kedua yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah faktor sosial. Indikator yang terdapat dalam faktor sosial ini pada dasarnya merupakan pemaparan mengenai bentuk-bentuk relasi yang dimiliki oleh masing-masing informan; Dira, Rina, maupun Indah terhadap lingkungan sosialnya. Indikator-indikator dalam faktor sosial yang akan dijelaskan dalam bagian ini adalah ketimpangan gender dan ketimpangan sosial. Connell‟s (1987) dalam Walklate (2004:73) mengemukakan bahwa terdapat tiga hal yang mempengaruhi pembentukan suatu relasi gender. Struktur sosial yang mendukung pembentukan relasi gender adalah pembagian kerja berdasarkan gender, kekuasaan berbasis gender, dan seksualitas. Struktur ini mendefinisikan kondisi dimana feminitas dan maskulinitas dikonstruksikan dan juga direkonstruksikan. Pembagian Kerja Berdasarkan Gender Hal pertama yang terlihat dalam temuan data lapangan adalah pembagian kerja berdasarkan gender. Pembagian kerja berdasarkan gender dapat tercermin pada sebuah pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Perempuan pada umumnya bekerja dan ditempatkan pada ranah domestik, sementara laki-laki lebih memiliki akses terhadap ranah publik. Temuan pertama adalah adanya relasi pembagian kerja berdasarkan gender yang ditemukan pada setting sosial tempat tinggal Indah. Pada umumnya perempuan yang berasal dari desa tersebut bekerja sebagai pekerja rumah tangga di daerah kota Bandar Lampung, dan yang laki-laki umumnya bekerja dengan pergi ke ladang. Salah satu hasil wawancara dengan gatekeeper Yan menunjukkan bahwa laki-laki umumnya memiliki penghasilan lebih daripada perempuan sekalipun keduanya pada umumnya sama-sama bekerja dan mencari penghasilan dengan pergi ke ladang. “….punya orang lain mbak, sehari itu dibayar 12.000 rupiah udah gitu capeknya banget-bangetan, makanya enakan kerja begini” (wawancara Gatekeeper Yan, 11 November 2011).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
93
“ berarti si xxx (suami korban Indah) juga gitu dong, sehari dibayar berapa ? ” (peneliti, 11 November 2011) “tapi kalau si xxx beda, kan dia pengaduk karet bayarannya lebih mahal daripada singkong” (wawancara Gatekeeper Yan, 11 November 2011). Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan, yaitu laki-laki mendapatkan bayaran yang lebih tinggi karena akses yang lebih baik terhadap pekerjaan dan yang menghasilkan upah lebih besar. Hasil observasi juga menunjukkan bahwa di desa SB tempat tinggal Indah, kebanyakan perempuan bekerja sebagai buruh ladang dan laki-laki bekerja sebagai pengurus hewan ternak. Pekerjaan sebagai buruh ladang tersebut merupakan pekerjaan yang sangat hina. Sebagaimana diceritakan oleh gatekeeper Yan bahwa hal yang dilakukan oleh buruh ladang adalah menyebar kotoran ayam sebagai pupuk, dan juga merumput (mencari rumput). Kondisi ini merupakan gambaran adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dari sisi pembagian kerja. Kemudian ketimpangan gender berdasarkan relasi pembagian kerja selanjutnya terlihat pada setting sosial tempat tinggal informan Rina. Pada umumnya perempuan di wilayah tersebut bekerja sebagai buruh cuci gosok dan laki-laki bekerja sebagai buruh bangunan. Hal ini memperlihatkan bahwa perempuan ditempatkan pada pekerjaan ranah domestik, yaitu sebagai buruh cuci gosok, sedangkan laki-laki bekerja pada sektor publik seperti menjadi buruh bangunan. Berikut merupakan hasil wawancara dengan Rina; “ yang perempuan buruh cuci gosok, yang laki-laki ratarata buruh bangunan” (wawancara Rina, 9 November 2011). Pekerjaan buruh cuci gosok merupakan kerja ranah domestik yang secara sosial dikonstruksikan sebagai pekerjaan perempuan, sedangkan laki-laki bekerja
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
94
sebagai buruh bangunan yang dikonstruksikan sebagai pekerjaan laki-laki. Hal ini menimbulkan ketimpangan sosial melalui pembagian kerja berdasarkan gender. Rebecca Surtees (2003:145) dalam Rosenberg mengemukakan bahwa pemahaman tentang kekuasaan dan hirarki sosial penting untuk memahami kerentanan kelompok-kelompok atau orang tertentu terhadap perdagangan manusia dan kekerasan yang terkait. Hirarki sosial di Indonesia adalah sebuah jaringan yang rumit dari beragam hubungan dan posisi. Lebih jauh lagi, Surtees menjelaskan bahwa hirarki sosial menentukan dan menciptakan pihak yang memegang kekuasaan dalam masyarakat Indonesia, dan perdagangan manusia menggunakan kekuasaan tersebut baik itu secara memaksa ataupun secara halus untuk mempertahankan keberlangsungannya. Kekuasaan Berbasis Gender Kekuasaan berbasis gender merupakan hal yang ditemukan pada ketiga informan dalam penelitian ini. Pertama dapat dilihat pada kasus yang menimpa Dira. Secara kronologis Dira menjadi mulai menjadi korban ketika ia keluar dari rumah untuk mencari uang. Motivasi terbesar yang dia miliki ketika ia keluar dari rumah adalah membahagiakan orang tuanya dengan cara meningkatkan kondisi finansial keluarganya. Namun, pengalaman pertama Dira untuk menjual seksualitasnya terjadi sebelum ia masuk dan terjerumus ke dalam lokalisasi di daerah Tretes dan akhirnya bekerja sebagai pekerja seks komersial. Menurut Dira, ia pertama kali menjual seksualitasnya adalah kepada seorang laki-laki yang menurutnya seperti “om-om” sebesar Rp 10.000.000. Pada saat itu Dira menawarkan keperawanan yang ia miliki kepada seorang teman yang pada akhirnya mempertemukan dirinya dengan lelaki tersebut. “…kan dulu itu aku butuh duit banget, aku aja tidur itu di jalan-jalan. Jadi aku bilang ke orang buat cariin aku orang, aku bilang aku masih perawan. Setelah dicariin orang, aku lupa siapa yang cariin orangnya, terus aku dikasih 10juta, diajak ke kamar, terus abis itu sekitar 1 jam-an aku disuruh pulang, terus aku cari kos-kosan” (wawancara Dira, 25 Oktober 2011).
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
95
Hasil kutipan wawancara diatas menunjukkan bahwa pada akhirnya Dira memilih untuk menjual „keperawananannya‟ kepada laki-laki yang mampu membayar dengan sejumlah uang. Hal ini menunjukkan adanya kekuasaan berbasis gender yang disebabkan oleh status Dira sebagai perempuan, dimana seksualitas yang dimilikinya dipandang sebagai objek dari sudut pandang laki-laki. Bentuk ketimpangan relasi yang dialami oleh Dira juga terlihat dalam bentuk kekerasan seksual yang pernah dialaminya pada saat ia bekerja sebagai pekerja seks di lokalisasi di wilayah Tretes. Berikut merupakan kutipan hasil wawancara dengan Dira; “…jadi kan aku takut pertamanya itu, mau masukin yang belakang gitu loh. Aku tuh nangis, terus dia bilang ·aku belum puas!!· terus dia nampar aku, mataku aja langsung mendul gara-gara itu beneran deh. Dipukul dua kali, terus dia kasih uangnya terus aku pulang” (wawancara, 25 Oktober 2011). Kutipan tersebut menceritakan pengalaman kekerasan yang dialami Dira saat ia dipaksa untuk melakukan anal sex oleh salah satu pelanggannya, sekalipun ia menolak untuk melakukannya. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan relasi atau hubungan yang terjadi antara perempuan dan laki-laki, dimana laki-laki memiliki kuasa penuh atas tubuh perempuan, yang disebabkan karena status gender serta uangnya; dalam kasus ini atas tubuh Dira. Temuan data sekunder dalam penelitian ini juga menunjukkan adanya kekuasaan berbasis gender pada perdagangan manusia. Berdasarkan hasil olahan data yang peneliti lakukan terhadap data mengenai pelaku perdagangan orang dari Bareskrim Polri, presentase laki-laki yang menjadi pelaku perdagangan manusia adalah sebanyak 60.6 persen, sedangkan jumlah pelaku perempuan adalah sebesar 39.4 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa dari seluruh pelaku perdagangan manusia, laki-laki merupakan pihak yang lebih banyak menjadi pelaku dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu kondisi kekuasaan berbasis gender yang terdapat pada perdagangan manusia.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
96
Bentuk kekuasaan berbasis gender juga ditemukan pada Indah yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Suami Indah mendominasi dirinya dan menempatkan Indah pada posisi tidak memiliki pilihan selain menerima perlakuan suami kepadanya. Berikut merupakan hasil wawancara kepada gatekeeper Yan yang menceritakan bagaimana Indah mengakui adanya kekerasan yang dilakukan oleh suaminya kepadanya ; “dia cerita sama saya.. – dia itu galak bi, kalo diladang dia keenakan kan ga ada orang, berani dia mukulin saya, seenaknya dia mau ngapain aja” (wawancara gatekeeper Yan, 11 November 2011 ). “ kan gini, saya kan sms lagi apa ndah? Lagi di kamar katanya, loh kok nggak mau keluar ? – gimana mau main keluar, orang kaki aku aja diiket begini” (wawancara gatekeeper Yan, 11 November 2011 ). Kekerasan yang dialami baik itu Dira maupun Indah merupakan dominasi seksual laki-laki terhadap perempuan. Kekuasaan berbasis gender yang dialami oleh informan dalam penelitian ini menciptakan suatu bentuk ketimpangan antara lakilaki dan perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan dilihat sebagai objek seksual dan properti yang dimiliki oleh laki-laki, sehingga perempuan tidak memiliki posisi tawar yang baik dan dapat menolak perlakuan kekerasan yang dialaminya. Ketimpangan Sosial Selain
ketimpangan
relasi
berdasarkan gender,
temuan
lapangan
juga
menunjukkan adanya ketimpangan sosial yang dialami oleh ketiga informan dalam penelitian ini, baik itu Dira, Rina, dan juga Indah. Temuan menunjukkan adanya relasi atau hubungan yang tidak seimbang antara keluarga informan dengan lingkungan sosialnya. Pada Dira, temuan lapangan mengenai seting sosial menunjukkan adanya respon yang berbeda yang diberikan oleh lingkungan sosial terhadap dirinya. Dira mengakui bahwa reaksi yang diberikan oleh tetangganya berbeda ketika dirinya memiliki uang yang banyak saat baru kembali dari Tretes
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
97
dan pada saat ini ketika ia tidak lagi memiliki uang. Hal tersebut tertuang dalam kutipan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan Dira ; “..aku sendiri kan ya malu lah dilihat orang, udah rumah berantakan, ga ada tetangga yang mau sama aku lagi……. . ya karena dia itu benci sama aku, karena aku itu miskin”2 (wawancara Dira, 25 Oktober 2011). Dira mengakui bahwa ia dibenci oleh para tetangganya karena tidak memiliki uang dan miskin. Menurut hasil pengamatan peneliti, beberapa orang terdekat Dira menceritakan bagaimana ia sangat loyal dengan para tetangga sekitarnya. Diakui oleh Mbak Ris (tetangga Dira) bahwa sepulangnya dari Tretes, Dira sangat baik dan seringkali membagikan makanan dan sembako kepada tetangganya, dan pada saat itu seluruh tetangganya menjadi sangat baik dengan Dira. Namun, Dira mengakui bahwa saat ini ia tidak memiliki uang dan merasa sangat khawatir apabila semua orang akan membenci dirinya. Reaksi yang berbeda yang didapatkan oleh informan Dira dari tetangganya tersebut menunjukkan adanya suatu relasi yang tidak seimbang. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat ekonomi serta status yang dimiliki seseorang. Kondisi ketimpangan sosial juga dialami oleh Rina dalam penelitian ini. Rina mengakui bahwa kondisi
lingkungan sosial tempatnya tinggal sangat
menunjukkan ketimpangan tersebut. Menurut Rina,
lingkungan sosial tempat
tinggalnya sebelum ia pindah dan mengontrak adalah hampir keseluruhan tetangganya merupakan keluarga Rina. Namun, Rina mengakui bahwa dirinya tidak dapat bergantung kepada tetangga maupun keluarganya sebab mereka memiliki posisi atau hirarki yang lebih tinggi yang disebabkan oleh tingkat ekonomi. Sehingga, sekalipun keluarga dan saudara Rina memiliki uang, ia tidak dapat meminta bantuan kepada mereka. Hasil wawancara berikut dapat menunjukkannya; 2
Pada saat melakukan wawancara ini, lebih jauh lagi peneliti mempertanyakan bagaimana reaksi orang sekitar tempat tinggal informan khususnya tetangga informan pada saat informan memiliki uang dan pada saat tidak memiliki uang. Dira mengakui bahwa di lingkungan sosialnya, apabila dirinya memiliki uang maka akan banyak tetangga yang mendekati dirinya dan baik padanya, sedangkan apabila dirinya tidak memiliki uang, maka pada umumnya tetangga akan menjauhi dirinya.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
98
“…bingung, utang juga banyak, mau makan aja bingung. Udah gitu sodara aku yang kaya mah makannya enak mulu, itu berkoar-koar mulu, sampe anak-anakku itu denger. Dia bilang kayak 'enak ya kita makannya sate nih '. ya menurut aku mah nggak pas ajalah ngomong begitu, cukup nikmatin sendiri ajalah. Sodara aku itu emang nggak ada yang bener, aku kalau disana paling sama ibu tirinya bapak aku aja, ya aku bilanglah, kok kayaknya aku ini selalu salah ya dimata dia orang ini mbah…” (wawancara Rina, 9 November 2011) Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa selain mengalami ketimpangan sosial, ia juga mengalami diskriminasi dari lingkungan sosialnya. Diskriminasi tersebut dialami oleh Rina dalam bentuk tekanan atau pressure yang diberikan oleh lingkungan sosial terhadap dirinya. Selain itu hasil wawancara juga menunjukkan adanya pemaknaan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh Rina bahwa dirinya merupakan pihak yang selalu bersalah. Hal ini menunjukkan bahwa Rina dikonstruksikan secara sosial sebagai pihak yang bersalah dan patut dipersalahkan. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Rina pada saat ia menjadi korban perdagangan manusia, saat ia merasa bahwa semua hal yang terjadi pada dirinya adalah kesalahannya. Berikut merupakan kutipan hasil wawancara yang menunjukkan reaksi korban yang menyalahkan dirinya sendiri atas viktimisasi yang dialaminya; “...jadi ya makanya atas kejadian kemarin itu saya benerbener nyalahin diri saya sendiri….” (wawancara Rina, 9 November 2011) Bentuk menyalahkan diri sendiri merupakan hasil dari adanya konstruksi secara sosial bahwa sebagai perempuan, Rina pada akhirnya memilih atas pertimbangan rasionalnya untuk ikut bekerja di Riau. Sehingga informan cenderung menyalahkan dirinya sendiri atas viktimisasi yang ia alami. Diskriminasi juga terjadi pada Indah, sebagaimana wawancara berikut; “kenapa kamu nggak bilang sama ibu kamu ? – saya nggak berani, mau saya bilang juga ibu nggak bakalan percaya, malah saya yang dimarahin - ibunya tetep nggak percaya,
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
99
lagian ibunya nggak enak” (wawancara gatekeeper Yan, 11 November 2011). Hasil kutipan wawancara tersebut memperlihatkan bahwa Indah tidak akan menceritakan kekerasan dalam rumah tangga yang dialami olehnya, sebab Indah sudah mempercayai bahwa ia tidak akan dipercaya dan bahkan akan disalahkan oleh orang tuanya. Relasi yang tidak seimbang ini kemudian menempatkan Indah ke dalam posisi yang tidak berdaya dan tidak memiliki tawar yang baik, sehingga ia memilih untuk tidak bicara dan menceritakan permasalahannya. Hal tersebut merupakan hasil dari sebuah konstruksi sosial, bahwa sebagai istri, perempuan dan anak tidak patut untuk menolak dan harus menerima segala perlakuan yang dialami. Struktur ekonomi yang merupakan suatu hal yang makro dapat diturunkan pada level mikro pada tingkatan komunitas, keluarga, maupun individu. Indikator yang terdapat dalam struktur sosial antara lain ketimpangan gender. Ketimpangan gender merupakan sebuah bentuk ketimpangan relasi atau hubungan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. ketimpangan gender kemudian ditandai dengan adanya pembagian kerja berdasarkan gender, kekuasaan berbasis gender dan seksualitas. Pembagian kerja berdasarkan gender terdapat pada tingkatan komunitas yang ditunjukkan pada temuan lapangan, yaitu kondisi dimana perempuan dikonstruksikan pada pekerjaan dalam ranah domestik sementara lakilaki bekerja pada ranah publik. Kemudian kekuasaan berbasis gender ditemukan pada tingkatan individu berdasarkan pengalaman pribadi pada masing-masing informan. Temuan data lapangan juga menunjukkan bahwa posisi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan disebabkan karena status dan peran yang dimiliki oleh perempuan baik itu sebagai anak, maupun sebagai seorang istri. Temuan lain yang didapatkan dalam penelitian ini adalah adanya bentuk ketimpangan sosial yang diakibatkan perbedaan hirarki berdasarkan tingkat ekonomi. Ketimpangan tersebut kemudian menyebabkan perempuan dan anak perempuan tersubordinasi dan tidak memiliki posisi tawar yang setara. Sehingga, mereka kemudian berada dalam posisi rentan untuk mengalami viktimisasi dan menjadi korban perdagangan manusia.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
100
V.2.3 Faktor Ideologi Patriarki Faktor ideologi yang akan dibahas pada bagian ini adalah ideologi patriarki. Pada bagian ini, ditunjukkan bagaimana ideologi patriarki membawakan posisi rentan bagi perempuan dan anak perempuan sehingga pada akhirnya mereka dapat terbawa dan terviktimisasi menjadi korban perdagangan manusia. Operasionalisasi ideologi patriarki pada tingkatan mikro dapat dilihat pada tingkatan keluarga. Kate Millet (1977) dalam Sihite (2007:240) mengemukakan bahwa tradisi patriarki memosisikan ayah sebagai pemilik (ownership) penuh atas istri dan anak-anaknya. Oleh karena itu, ayah memiliki kekuasaan penuh atas diri mereka sehingga hal tersebut mengakibatkan sering terjadinya penyiksaan, pembunuhan, dan penjualan istri dan anak dalam keluarga. Tradisi patriarki merupakan suatu hal yang sudah melekat pada masyarakat di Indonesia, sehingga laki-laki menempati posisi ordinat sementara perempuan ditempatkan pada posisi subordinat. Temuan lapangan dalam penelitian ini menunjukkan manifestasi tradisi patriarki yang terdapat pada lingkungan keluarga dari perempuan dan anak yang diperdagangkan tersebut. Temuan yang pertama terdapat pada Dira. Berdasarkan riwayat hidup Dira, penyebab utama dia tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan adalah karena orang tuanya yang menyuruhnya membantu bekerja dengan cara mencari rumput. Pada saat itu, Dira juga menceritakan bagaimana ia sering mendapatkan perlakuan kasar dari orang tua, khususnya ayahnya. Hal tersebut tertuang dalam hasil wawancara berikut; “kalo kasar ya pernah, nampar aku gitu sering….. pernah sampai mukul, bapak aku gara-gara tadi, kalo ibu sih jarang kalau bapak hampir tiap hari gitu” (wawancara Dira, 25 Oktober 2011). Hasil wawancara tersebut menunjukkan bagaimana Dira sering mendapatkan perlakuan kekerasan yang berasal dari orang tua, khususnya ayahnya. Hal tersebut diakui Dira karena ayahnya sering kesal melihatnya sering dirumah saja dan tidak
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
101
pergi kemana-mana untuk mencari uang. Bentuk lain dari tradisi patriarki ditunjukkan pada kasus Dira bagaimana dirinya sering disuruh bekerja untuk mencari rongsokan dan Dira tidak memiliki alasan untuk dapat membantah orang tuanya, sebagaimana tertuang dalam hasil wawancara berikut; “iya, masa kecilku itu tersiksa banget disuruh cari rongsokan sama orang tuaku…..iya, nyari di tempat-tempat sampah gitu. Siapa yang nggak malu, anak cewe disuruh cari rongsokan. Terus masa aku bantah kalo disuruh orang tua begini, ga mungkin kan ? aku turuti aja mau dia apa, biar dia seneng, biar dia puas. Liat anaknya dijalan-jalan gitu biar puas” (wawancara Dira, 25 Oktober 2011). Kemudian yang kedua adalah bentuk patriarki yang terdapat pada setting sosial Indah. Indah merupakan seorang anak perempuan yang diperdagangkan oleh orang tuanya untuk melunasi hutang orang tuanya. Indah tidak memiliki kesempatan dan posisi tawar yang baik untuk mengatakan tidak, sebab menurut Indah hal yang terpenting adalah bagaimana dirinya bisa berbakti dan membahagiakan orang tuanya sekalipun hal tersebut dilakukan dengan cara mengorbankan dirinya sendiri ke dalam pernikahan dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Berikut merupakan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan gatekeeper Yan; “kan saya bilang, cerita aja sama ibunya – walaupun saya cerita juga saya paling disuruh diem aja atau paling saya yang dimarahin – kata Indah” (wawancara Yan, 11 November 2011). Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa Indah memilih untuk tidak menceritakan permasalahan rumah tangga yang dialaminya, sebab ia mengetahui akibat yang akan muncul apabila dirinya menceritakan mengenai permasalahan tersebut. Informan mengetahui bahwa pada akhirnya ia akan diminta untuk diam atau justru ia sendiri yang akan berada pada posisi untuk dipersalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa ketika seorang perempuan mengalami kekerasan dan menjadi korban, maka reaksi dari lingkungan sekitar adalah akan menyalahkan perempuan tersebut. Hal ini adalah bentuk blaming the victim. Ideologi patriarkis
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
102
yang mengakar di masyarakat membentuk pola pikir masyarakat untuk melihat perempuan di dalam posisi yang subordinat, sehingga ketika perempuan mengalami kekerasan dan menjadi korban sekalipun, maka dirinyalah yang patut dipersalahkan. Pertama adalah karena dia seorang perempuan, dan kedua adalah karena dirinya memiliki status sebagai seorang istri, dimana dalam tradisi patriarki, seorang istri merupakan pihak yang harus menurut dan menerima segala perlakuan suami. Bentuk-bentuk patriarki dapat ditunjukkan oleh adanya tanggung jawab anak untuk dapat berbakti kepada orang tua, dimana seorang anak harus menuruti seluruh perkataan orang tua bahkan apabila hal tersebut merupakan hal yang tidak ingin dilakukannya. Dalam tradisi patriarki, seorang anak umumnya tidak diperkenankan untuk membantah perkataan orang tua, dan bahkan untuk menolak keinginan orang tua. Hal ini menciptakan adanya relasi yang tidak seimbang, yang menempatkan anak pada posisi yang subordinat sehingga dapat terlihat bahwa patriarki yang ada di Indonesia berpeluang untuk menciptakan kesempatan bagi perempuan dan khususnya anak-anak untuk menjadi korban perdagangan manusia. Posisi subordinat anak-anak dalam keluarga dengan tradisi patriarkis membuat mereka menjadi rentan untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun, baik itu perbudakan maupun pernikahan. Ideologi patriarki dapat dipergunakan untuk menjelaskan berbagai faktor struktural lain sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu faktor ekonomi dan faktor sosial. Ideologi patriarki dapat menjadi bagian dalam faktor tersebut, sehingga posisi ideologi patriarki berada pada suatu tatanan paling atas pada faktor struktural yang terdapat di masyarakat. Ideologi patriarki mempengaruhi suatu struktur atau tatanan yang terdapat di dalam masyarakat, misalnya dalam struktur ekonomi yang menempatkan perempuan berada pada tingkatan atau hirarki paling rendah secara ekonomi. Hal tersebut sesuai dengan fakta yang terdapat pada masyarakat Indonesia, bahwa dalam pengangguran, perempuan merupakan pihak yang secara
jumlah lebih banyak menganggur
dibandingkan dengan laki-laki. Demikian juga halnya ketika ideologi patriarki masuk ke dalam struktur atau tatanan sosial dalam masyarakat. Hal tersebut
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
103
kemudian menciptakan adanya bentuk-bentuk ketimpangan relasi berdasarkan gender serta kekuasaan berbasis gender. Sehingga, berdasarkan pada temuan diatas maka terlihat jelas bahwa manifestasi dari ideologi patriarki tidak hanya terlihat pada satu dimensi ideologi, namun juga terdapat pada dimensi ekonomi dan sosial yang terdapat pada struktur masyarakat di Indonesia. V.1.3 Faktor Gepolitik Faktor struktural geopolitik merupakan salah satu faktor struktural yang tidak ditemukan dalam penelitian ini. faktor geopolitik merupakan salah satu faktor struktural yang dapat dipergunakan untuk dapat menjelaskan perdagangan perempuan dan anak, khsusunya pada wilayah konfik dan juga perang. Pembahasan mengenai faktor geopolitik merupakan salah satu pembahasan global karena faktor ini melihat posisi rentan perempuan dan anak perempuan yang berada di dalam wilayah konflik. Sehingga, struktur geopolitik menjelaskan bahwa dalam suatu kondisi konflik atau wilayah perang, perempuan dan anak perempuan berada pada kondisi yang sangat rentan dan berpeluang untuk terviktimisasi dan menjadi korban perdagangan manusia. Temuan atau hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial tempat tinggal korban perdagangan manusia bukan berada pada suatu wilayah konflik, sehingga faktor geopolitik tidak dapat dipergunakan dalam analisis terhadap temuan lapangan penelitian ini. Hasil temuan lapangan dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa perdagangan manusia yang terjadi pada masing-masing informan merupakan perdagangan manusia secara lokal, dan bukan merupakan tindak perdagangan manusia secara internasional. V.2. Temuan Khas Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan mengenai temuan khas yang terdapat di dalam penelitian ini. Temuan khas ini merupakan bagian terpisah dari kerangka análisis diatas karena temuan khas ini bersumber dari adanya temuan data lapangan yang menunjukkan situasi dan kondisi yang unik yang terdapat pada ketiga informan. Temuan khas ini terkait dengan situasi entry dan exit yang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
104
terjadi pada ketiga informan. Berikut merupakan tabel mengenai situasi entry dan exit yang menjadi temuan khas dalam penelitian ini: Tabel V.2 Temuan Khas Penelitian Entry
Exit
Re-Entry
Informan Dira
Masuk ke dalam lokalisasi dan bekerja sebagai pekerja seks di Tretes.
Diselamatkan oleh polisi dari Polda Jawa Timur dan dikembalikan ke orang tua.
Pergi kembali dari rumah dan kembali ke lokalisasi.
Informan Rina
Direkrut untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks di Riau.
Diselamatkan oleh polisi dan dipulangkan kembali ke Bandar Lampung
Tidak ada
Informan Indah
Dinikahkan untuk melunasi hutang orang tuanya, sehingga saat ini ia masih menikah dan mengalami KDRT
Tidak ada
Tidak ada
(Sumber: Diolah oleh Peneliti)
Informan Dira sebagai informan pertama dalam penelitian ini mengalami sebuah proses masuk ke dalam viktimisas atau kondisi entry. Hal tersebut berawal ketika Dira pergi keluar dari rumah dan dipekerjakan sebagai pekerja seks. Kemudian Dira mengalami kondisi exit ketika ia ditemukan dan diselamatkan oleh polisi dari Polda Jawa Timur yang kemudian mengeluarkannya dari lokalisasi tempat dia bekerja. Setelah keluar dari lokalisasi tersebut, kemudian ia kembali ke rumah dan kembali ke orang tuanya. Namun, informan Dira kemudian pergi kembali dari rumah dan ditemukan mendatangi lokalisasi tempat dulu ia bekerja, yaitu di Tretes. Hal ini menunjukkan adanya kondisi masuk kembali atau re-entry yang dialami oleh informan Dira. Kemudian informan yang kedua, yaitu Rina mengalami proses masuk ke dalam viktimisasi atau entry pada saat ia direkrut oleh pelaku untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks di sebuah lokalisasi di wilayah Teleju, Riau. Setelah satu minggu ia berada di lokalisasi, informan Rina kemudian dijemput oleh polisi setempat dan kemudian dipulangkan kembali ke rumah. Hal ini menunjukkan adanya sebuah
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
105
kondisi exit yang dialami oleh informan Rina. Namun, pada saat peneliti melakukan wawancara dengan Rina, ia mengakui bahwa ia sangat menyesal dan tidak akan pernah mau lagi pergi ke lokalisasi dan lebih menerima pekerjaan sebagai penjual pempek keliling daripada harus menjadi pekerja seks kembali. Hal ini menunjukkan bahwa proses viktimisasi yang dialami oleh informan Rina berakhir pada kondisi exit. Kemudian informan Indah. Informan Indah merupakan salah satu informan dalam penelitian ini yang mengalami proses entry namun tidak dapat keluar atau mengalami proses exit dari viktimisasi yang dialaminya. Hal ini terjadi dikarenakan informan Indah diperdagangkan ke dalam suatu bentuk pernikahan dengan tujuan untuk melunasi hutang orang tuanya. Hal ini menunjukkan adanya kondisi „terperangkap‟ yang dialami oleh Indah, sebagaimana data lapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini, ia masih berada dalam pernikahan tersebut dan kerap terviktimisasi oleh suaminya dengan berbagai kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
106
V.3. Kaitan Temuan Mikro terhadap Struktur Makro Struktur yang terdapat pada penjelasan sebelumnya adalah sebuah struktur global, yang menempatkan keempat pilar atau dimensi untuk melihat fenomena perdagangan perempuan dan anak, yaitu struktur ekonomi, struktur sosial, struktur ideologi, dan struktur geopolitik. Kamanto Sunarto (2004: 51-52) menjelaskan bahwa pembahasan mengenai struktur berada dalam kajian makrososiologi, dan ketika berbicara mengenai struktur maka hal tersebut terkait dengan hal yang saling tergantung dan membentuk suatu pola tertentu. Bagian tersebut dapat berupa perilaku individu maupun kelompok, institusi, serta masyarakat. maka, kita dapat merumuskan bahwa struktur yang terdapat pada tataran makro dapat dilihat pada tataran mikro dengan berdasarkan pada turunan konsep masing-masing struktur. Pertama dapat kita lihat pada struktur ekonomi. kemiskinan yang dialami oleh ketiga informan merupakan suatu bentuk kemiskinan terstruktur. Kemiskinan tersebut mengakibatkan perempuan dan anak perempuan tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih baik. Sehingga, bentuk-bentuk pekerjaan yang mereka miliki adalah pekerjaan yang buruk dengan upah yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh globalisasi yang membawa paham kapitalisme. Maka kemudian terjadi suatu bentuk peningkatan sistem produksi yang kemudian menempatkan sekelompok orang berada ke dalam kelas pekerja, dan di sisi lain terdapat kelompok pemilik modal. Adanya industri seks juga merupakan salah satu pengaruh dari globalisasi. Hal ini terlihat dari adanya pasar-pasar yang kemudian meningkatkan permintaan dan penawaran dari para perempuan dan anak untuk dipekerjakan ke dalam industri seks tersebut. maka kemudian adanya kemiskinan dan bentuk-bentuk perburuhan seperti pekerjaan buruh tani dan pencari rumput, serta munculnya industri seks di wilayah lokalisasi merupakan temuan empirik yang berisfat mikro dapat menunjukkan adanya globalisasi dan kemiskinan pada struktur ekonomi yang bersifat makro. Kemudian selanjutnya, hal yang dapat kita lihat pada bagian struktur sosial adalah adanya bentuk-bentuk ketimpangan gender yang dapat dilihat berdasarkan pembagian kerja berdasarkan gender, kekuasaan berbasis gender, serta seksualitas.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
107
Temuan empirik menunjukkan bahwa perempuan umumnya dikonstruksikan untuk bekerja pada ranah domestik, sedangkan laki-laki bekerja pada ranah publik. Hal tersebut menciptakan kondisi dimana perempuan mendapatkan upah atau bayaran lebih rendah daripada laki-laki. Terkait dengan temuan lapangan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan diperdagangkan ke sebuah lokalisasi untuk tujuan eksploitasi seksual. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan kemudian dilihat sebagai objek yang dapat diperjual belikan. Hal ini berkaitan juga terhadap seksualitasnya. seksualitas dapat menjadi suatu bisnis yang menguntungkan, dan hal ini menyebabkan perempuan dan anak menjadi pihak yang paling rentan untuk masuk ke dalam viktimisasi dan menjadi korban dari perdagangan manusia. Kemudian adanya perbedaan reaksi atau perlakuan komunitas yang ditimbulkan terhadap keluarga ketiga informan dalam penelitian ini juga ditemukan pada temuan lapangan. Reaksi yang berbeda tersebut dipengaruhi karena status sosial maupun ekonomi yang dimiliki seseorang. Sehingga, ketimpangan sosial tersebut kemudian menjadi indikator untuk dapat melihat adanya struktur sosial dalam tataran mikro. Struktur yang ketiga adalah ideologi. Hal yang menjadi sorotan dalam struktur ideologi adalah patriarki. Temuan dalam tatanan empiris menunjukkan bahwa laki-laki baik itu sebagai suami maupun sebagai seorang ayah merupakan pihak pengambil keputusan dalam keluarga. Hal ini merupakan suatu ciri bentuk patriarkisme dalam ranah keluarga. Perempuan, baik itu sebagai istri maupun sebagai anak memiliki kewajiban untuk menurut dan tunduk patuh terhadap segala keinginan laki-laki. Pengambilan-pengambilan keputusan dalam tingkat keluarga merupakan suatu cerminan melekatnya ideologi patriarki pada masyarakat di Indonesia. Hal ini kemudian menempatkan perempuan dan anak ke dalam posisi subordinat dan menciptakan kondisi kerentanan mereka untuk mengalami viktimisasi. Struktur yang terakhir adalah geopolitik. Pada tataran empiris, indikator yang dapat menunjukkan adanya struktur geopolitik antara lain kondisi perang, konflik, serta opresi militer. Temuan lapangan tidak menunjukkan adanya kondisi konflik,
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
108
perang, maupun adanya basis militer pada wilayah tempat tinggal informan. sehingga, struktur geopolitik tidak ditemukan dalam penelitian ini. Keempat struktur yang dijelaskan tersebut merupakan sebuah struktur global yang bersifat makro. Namun, hal yang bersifat makro tersebut dapat tercerminkan pada tataran empirik yang bersifat mikro dengan melihat indikator-indikator yang terdapat pada masing-masing struktur, baik itu dimulai dari tingkat individu, keluarga, maupun komunitas. Adanya peranan perangkat desa serta agen penegak hukum di wilayah tersebut juga merupakan representasi dari negara yang kemudian terlibat pada proses penciptaan kerentanan bagi perempuan dan anak untuk mengalami viktimisasi dan menjadi korban perdagangan manusia.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
109
BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan berada dalam suatu struktur yang ada di masyarakat baik itu struktur ekonomi, sosial, maupun ideologi yang pada akhirnya membawa mereka ke dalam posisi rentan untuk diperdagangkan. Struktur yang terdapat di dalam masyarakat menciptakan subordinasi bagi perempuan, sehingga perempuan berada dalam posisi powerlessness dan tidak memiliki posisi tawar yang baik, baik itu dalam bidang ekonomi, sosial, maupun ideologi. Sehingga, viktimisasi yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan korban perdagangan manusia merupakan sebuah bentuk viktimisasi struktural. Temuan lapangan menunjukkan bahwa ketiga informan baik itu Dira, Rina, dan Indah mengalami viktimisasi struktural. Struktur ekonomi dalam viktimisasi struktural dijelaskan dengan menggunakan indikator globalisasi, kemiskinan, dan feminisasi kemiskinan, di mana ketiga informan berada dalam kondisi kemiskinan terstruktur serta mengalami feminisasi kemiskinan. Kemudian struktur sosial dalam viktimisasi struktural dijelaskan dengan menggunakan indikator ketimpangan gender dan ketimpangan sosial yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan korban perdagangan manusia. Kemudian struktur yang ketiga adalah struktur ideologi patriarki yang berada di dalam masyarakat yang tercermin pada tingkatan keluarga. Struktur ideologi ini kemudian menciptakan subordinasi terhadap perempuan dan anak perempuan sehingga mengakibatkan posisi rentan untuk diperdagangkan. Struktur geopolitik yang merupakan bagian dari kerangka analisis yang digunakan oleh peneliti tidak dijumpai dalam setting ketiga informan dalam penelitian ini, dimana hal tersebut disebabkan karena faktor geopolitik merupakan salah satu faktor dalam masyarakat yang menyebabkan kerentanan terhadap perempuan dan anak
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
110
perempuan untuk diperdagangkan karena berada dalam wilayah konflik atau situasi perang. Selain dari analisa yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini, temuan khas juga ditemukan pada ketiga informan, yaitu proses entry dan exit yang dialami oleh ketiga informan, dimana informan pertama dalam penelitian ini mengalami proses entry dan exit kemudian mengalami entry kembali ke dalam perdagangan manusia. Informan kedua dalam penelitian ini mengalami proses entry dan kemudian exit , sedangkan informan ketiga mengalami proses entry saja dan tidak dapat keluar dari perdagangan manusia tersebut. Hal ini merupakan sebuah temuan khas yang digambarkan dalam penelitian ini. VI.2. Saran permasalahan dasar dari korban perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak perempuan terkait dengan struktur sosial yang ada di wilayah tempat tinggal mereka. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti dapat mengajukan beberapa saran maupun rekomendasi terkait dengan rekomendasi praktis maupun akademis dari penelitian ini. Rekomendasi praktis dari penelitian ini adalah; dengan melihat akar penyebab kerentanan perempuan dan anak perempuan menjadi korban dari perdagangan manusia ini, maka diharapkan adanya keterlibatan agen penegak hukum maupun institusi formal lainnya yang merupakan representasi dari pemerintah untuk memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak perempuan yang rentan menjadi korban perdagangan manusia. Rekomendasi akademis dari penelitian ini terkait dengan permasalahan metodologis. Peneliti menggunakan teknik wawancara dan juga observasi lapangan untuk melihat seting sosial tempat informan tinggal. Namun, penggunaan teknik lain seperti observasi partisipatori dan juga penggunaan metode etnografi dapat dilakukan untuk
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
111
mengetahui lebih jauh mengenai viktimisasi struktural yang terjadi pada perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
111
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Arivia, G. (2003). Filsafat Berperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Barak, G., Leighton, P., & Jeanne, F. (2010). Class, Race, Gender, and Crime: The Social Realities of Justice in America. USA: Rowman&Littlefield Publishers,Inc. . Briones, L. (2009). Empowering Migrant Women, Why Agency and Rights are not Enough? Burlington: Ashgate Publishing Company. Bungin, H. B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Bungin, H.B. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Butalia, U. Magno, N, & L. K. Chi. Resurgent Patriarchies: Challenges for Women Movements in Asia. Arena Press. Cameron, S., & Newman, E. (2008). Trafficking in Humans : Social, Cultural, and Political Dimensions. New York: United Nations University. Chant, S. (2007). Gender, Generation and Poverty: Exploring the „Feminisation of Poverty‟ in Africa, Asia and Latin America. Cheltenham,UK: Edward Elgar Publishing Limited. Cornell, D. (2000). Feminism and Pornography. Oxford: Oxford University Press. Demir, J. S. (2003). Trafficking of Women for Sexual Exploitation : A Gender Based Well Founded Fear. non-published. Ebbe, O. N., & Das, D. K. (2008). Global Trafficking in Women and Children). USA: CRC press. Ewald, U. & Turković,K. (2006). Large-scale victimisation as a potential source of terrorist activities: importance of regaining security in post-conflict societie. IOS press. Fakih, Mansur. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
112
Findlay, M. (1999). The Globalization of Crime. Cambridge: Cambridge University Press. Frieze, I. H., Parsons, J. E., Johnson, P. B., Ruble, D. N. & L. G. Zellman. (1978). Women and Sex Roles. Toronto: W.W. Norton & Company, Inc. Gosita, A. (2004). Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan). Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Humm, M. (2002). Enslikopedia Feminisme. (M. Rahayu, penerjemah.) Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Jannah, L.M., & Prasetyo, Bambang. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Karmen, A. (2001). Crime Victims: An Introduction to Victimology. USA: Wadsworth International. Meliala, Adrianus (ed ). Viktimologi: Bunga Rampai Kajian Korban Kejahatan. Jakarta: FISIP UI Press. Mustofa, M. (2007). Kriminologi : Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang, dan Pelanggaran Hukum. Depok: FISIP UI Press. Noaks, L., & Wincup, E. (2004). Criminological Research: Understanding Qualitative Methods. London: Sage Publications. Pressman, S. (2003). Feminist Explanation for Feminization of Poverty. Luxemburg: Luxemburg Income Study (LIS). Ridwan. (2006). Kekerasan Berbasis Gender. Purwokerto: Pusat Studi Gender STAIN. Ritzer, G. (2010). Globalization A Basic Text. United Kingdom: Blackwell Publishing. Robinson, W. I. (2007). „Theories of Globalization‟. The Blackwell Companion to Globalization. (G. Ritzer, Ed.) Blackwell Publishing. Rosenberg, Ruth (2003). Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. Jakarta: ACILS & ICMC. Sagala, R. V., & Rozana, E. (2007). Memberantas Trafiking Perempuan dan Anak. Bandung: Institut Perempuan.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
113
Schurink ,W. J., Snyman. I, Krugel, W. F & L. Slabbert. (1992). Victimization : Nature And Trends (hal. 301-336). Pretoria: HSRC. Scraton, P. (2007). Power, Conflict, and Criminalisation. Oxon: Routledge. Seligman, B. B (Ed.). (1965). Poverty as A Public Issue. New York: The Free Press. Siegel, L. J. (2000). Criminology 7th edition. California: Wadsworth. Sihite, R. (2007). Perempuan, Kesetaraan, dan Keadilan. Jakarta: PT Raja Grafindo. Silvestri, M., & Dowey, C. C. (2008). Gender and Crime. Wiltshire: Cromwell Press. Strauss, A. L., & Corbin, J. M. (1998). Basics of Qualitative Research : Techniques and Procedures for Developing Grounded Theory. London: Sage Publications, Inc. Subono,E. (2000). Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan. Sugiyono. (2005). Memahami Peneliitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sunarto, Kamanto. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Terry, G. & Hoare, J. (2007). Gender-Based Violence. Oxford: Oxfam GB. Tomm, W. (1995). Bodied mindfulness: women's spirits, bodies and places. Canada: Wilfrid Laurier University Press. Tong, R. P. (2010). Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. (A. P. Prabasmoro, penerjemah.) Yogyakarta: Jalasutra. Unger, R. K. (2001). Handbook of The Psychology of Women and Gender. New Jersey: John Wiley& Sons,Inc. Walby, S. (1990). Theorizing Patriarchy. USA: Basil Blackwell,Ltd. Walklate, S. (2004). Gender, Crime, and Criminal Justice 2nd Edition. UK: Willan Publishing. Walklate, S. (2007). Imagining the Victim of Crime. London: Open University Press. Walklate, S. (2007). Understanding Criminology. New York: Open University Press
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
114
B. Jurnal Cahyono, I. (2005). Wajah Kemiskinan, Wajah Perempuan. Jurnal Perempuan No 42. 7-17. Chew, L. (1999). Global Trafficking in Women : Some Issues and Strategies. Women's Studies Quarterly , 27, 11-18. Chuang, J. (2006). Beyond a Snapshot: Preventing Human Trafficking in the Global Economy. Indiana Journal of Global Legal Studies, Vol. 13, No. 1 , 137-163. Cwikel, J., & Hoban, E. (2005). Contentious Issues in Research on Trafficked Women Working in the Sex Industry: StudyDesign, Ethics, and Methodology. The Journal of Sex Research,Vol.42, No.4 , 306-316. Feingold, D. (2005). Human Trafficking. Foreign Policy No. 150 , 26-30, 32. Flowers, B. (2001). The Sex Trade Industry's Worldwide Exploitation of Children. Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 575 , 147157. Gabhan, S. N. (2006). Human Trafficking: A Twenty-First Century Slavery. The Furrow , 57, 528-537. Jana, S., Bandyopadhyay, N., Dutta, M. K., & Saha, A. (2007). A Tale of Two Cities: Shifting the Paradigm of Anti Trafficking Programmes. In G. Terry, & J. Hoare, Gender-Based Violence (pp. 141-153). Oxford: Oxfam GB. Sagala, V. (2008). Jalan Panjang Bagi Penghapusan Tindak Trafiking. Jurnal Perempuan No.59 , 102-109. Shah, Svati P. (2003). Sex Work in the Global Economy. New Labor Forum, Vol. 12, No. 1. 74-81. Suyanto, B. (2006). Kebijakan dan Program Penanggulangan Women and Child Traffikcing , Belajar dari Kasus Propinsi Jawa Timur. Pledoi (Media Komunikasi dan Transformasi Hak Anak dan Perempuan, Vol.1, No.1 , 1-31. Tzvetkova, M. (2002). NGO Responses to Trafficking in Women. Gender and Development, Vol. 10, No. 1, Trafficking and Slavery , 60-68 .
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
115
Yeung, L. (1995). Exported and Exploited. Agenda No. 27, Reproductive Rights , 121-122.
C. Artikel dan Laporan Penelitian Akee, R. K., Basu, A. K., Bedi, A. S., & Chau, N. H. (2007). Determinants of Trafficking in Women and Children: Cross National Evidence, Theory and Policy Implications. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Direktorat I Keamanan & Transnasional. (2008). Anatomy of Crime, Trafficking in Persons 2007. Jakarta: Bareskrim Polri. Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan BAPPENAS. (2009). Laporan Akhir Strategi Pengembangan SDM di Bidang Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga. Non-Published. GAO. (2006). Human Trafficking : Better Data, Strategy, and Reporting Needed to Enhance U.S Anti-trafficking Efforts Abdroad. Washington DC: GAO. Harkrisnowo, H. (2003). Indonesian Country Report : Human Trafficking. Depok: Universitas Indonesia Human Rights Centre. UNIFEM. (2002). “Combating Trafficking in Women and Children: A Gender and Human Rights Framework”. Hawaii: UNIFEM. International Development Law Organization. (2008, January 26). Human Trafficking. International Organization for Migration. ASEAN and Trafficking in Person : Using Data as A tool To Combat Trafficking in Persons. Switzerland: International Organization for Migration. Komnas
Perlindungan
Anak.
(n.d.).
diunduh
dari
http://www.matabumi.com/files/maps/101/Peta_perdagangan_perempuan_dan_anak_pas ar_internasional_1195806901.jpg diunduh pada tanggal 29 Maret 2010, pukul 18.00 WIB
Rahayu, A. P. (2006). laporan di Jawa timur. In A. Dasgupta, A. Hamim, P. A. Rahayu, E. Rahmawati, F. Agustinanto, Farida, et al., Ketika Mereka Dijual : Perdagangan Perempuan dan Anak di 15 Propinsi di Indonesia (pp. 169-187). Jakarta: ICMC Indonesia & ACILS.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
116
Soedirham, I. (2003). Kunjungan Provinsi: Lampung. In R. Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia (pp. 206-208). Jakarta: ACILS & ICMC. Tim Pusat Studi dan Pengkajian Hak Asasi Manusia Universitas Hasanudin. (2009). Situasi Perdagangan Orang dan Jeratan Hutang di Kawasan Timur Indonesia. Makassar: ICMC Indonesia & Pusat Studi dan Pengkajian Hak Asasi Manusia Universitas Hasanudin. Touzenis, K. (2010). Trafficking in Human Beings: Human rights and transnational criminal law, developments in law and practices. UNESCO Migration Studies 3 . France: United Nations Educational,Scientific and Cultural Organization. UN.GIFT. (2009). Global Initiative to Fight Human Trafficking (UN.GIFT) : Progress Update 2009. UN.GIFT. UNODC. (2010). The Globalization of Crime : A Transnational Organized Crime Threat Assessment. United Nations. US Department of State. (2011). Trafficking in Persons Report 2011. USA: US Department of State. Wu, A., & Zifcak, N. (2010, Juni 1). US Ranked on Human Trafficking for First Time. diunduh pada tanggal 20 November 2011 dari The Epoch Times: http://www.theepochtimes.com/n2/united-states/us-ranked-on-human-traffickingfor-first-time-37380.html D. Undang-Undang Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power. (1985). UN “Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime. (2002). Undang-Undang No 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
E. Media Massa Yayasan Jurnal Perempuan . (2009). Isu-Isu Perempuan (Kumpulan Kliping Koran sepanjang tahun 2009). Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
117
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
LAMPIRAN
Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
118
Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA
Petunjuk wawancara : 1. Perkenalkan diri dan sampaikan maksud dan tujuan dari wawancara ini 2. Minta kesediaan calon informan untuk diwawancarai 3. Rekam perbincangan selama melakukan wawancara
1. Informan (Korban Perdagangan Manusia dan Gatekeeper) A. Profil Informan
Nama Usia Tanggal/ Tahun Lahir Jumlah Saudara Pendidikan Terakhir Penghasilan Aktifitas Harian Pekerjaan Orang Tua Penghasilan Orang Tua Agama Nama Suami (Jika Ada) Usia Suami (Jika Ada) Pekerjaan Suami dan Penghasilan suami (Jika Ada)
B. Riwayat Hidup
C. Setting Sosial Informan
Jumlah Anak dan Usia Anak (Jika Ada) Usia Menikah dan Alasan (jika menikah muda) Ceritakan proses kasus trafiking yang dialami korban (motivasi keluar rumah, proses masuk lokalisasi, dan keluar) Pengalaman Kekerasan (Seksual, Mental, Fisik) dan Penderitaan yang dialami (Psikologis, Fisik) Reaksi masyarakat dan keluarga (reaksi formal, informan, non formal) Pengalaman Bekerja Kehidupan Keluarga (pengambilan keputusan,dll) Pekerjaan laki-laki dan perempuan Tingkat pendidikan Usia menikah Adat istiadat pernikahan Migrasi Penduduk
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
119
2. Penyidik
A. Kronologis Kasus
Menceritakan dengan detail bagaimana penanganan terhadap kasus yang diangkat dalam penelitian
B. Pelaku Kejahatan
Nama Pelaku Asal Pelaku Penanganan pelaku dalam penegakan hukum
C. Modus Operandi
Modus operandi yang dipergunakan oleh pelaku pada umumnya, dan khususnya pada kasus yang diangkat dalam penelitian.
D. Kejahatan Perdagangan
Gambaran di wilayah tersebut Daerah asal, transit, tujuan
Manusia
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
120
Lampiran 2
PEDOMAN OBSERVASI Petunjuk Observasi: 1. Pilih obyek yang akan diteliti 2. Perspiapkan alat dokumentasi 3. Buat Catatan kecil dalam melakukan observasi
Obyek yang diamati
Keterangan
1. Kondisi fisik rumah informan 2. Lingkungan sekitar rumah informan 3. Kondisi lingkungan daerah tempat tinggal informan 4. Aktifitas warga masyarakat 5. Interaksi antara informan dengan masyarakat 6. Interaksi antar warga masyarakat
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
121 Lampiran 3
FIELDNOTE SURBAYA FIELDNOTE DAY 1 Rabu, 19 Oktober 2011. Hari ini peneliti menuju lokasi penelitian untuk mencari calon informan, yaitu Surabaya. Peneliti pergi menggunakan pesawat Sriwijaya Air No penerbangan 254 tujuan Surabaya pukul 12.30 dan tiba pukul 14.00 . Pesawat tidak mengalami keterlambatan, dan selama menunggu penerbangan, peneliti membangun pedoman observasi dan pedoman wawancara. Tujuan peneliti ke Surabaya adalah untuk mengobservasi mengenai keberadaan korban trafiking sebagai calon informan bagi peneliti, dan apabila berhasil menemukan calon informan, peneliti akan membangun raport awal terhadap korban. Peneliti berangkat dengan berbekal koneksi dari paman peneliti yaitu Wadir Intelkam Polda Jatim, dan peneliti dirujuk oleh beliau kepada Ibu Nun selaku Kanit III Trafiking di Direktorar Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur. Sebelumnya peneliti melakukan koordinasi dan sudah membuat janji terlebih dahulu via telpon dengan beliau. Dan peneliti juga sudah mendapatkan kabar mengenai keberadaan salah satu korban trafiking di wilayah Pasuruan. Sesampainya di Surabaya, peneliti beristirahat dan melakukan koordinasi kembali dengan Ibu Nun terkait rencana kunjungan ke Polda Jatim esok hari. FIELDNOTE DAY 2 Kamis, 20 Oktober 2011. Peneliti memiliki appointment dengan paman peneliti selaku Wadir Intelkam Polda Jatim pukul 14.00, baru kemudian setelah itu peneliti menghadap ke Ibu Nun selaku Kepala Unit III Trafiking Reskrimum Polda Jawa Timur. Siang hari sesuai dengan janji, peneliti mendatangi Polda dan langsung menuju ke ruangan Bapak Ahmad Yani, di Direktorat Intelkam. Di sana beliau menanyakan rencana peneliti pergi ke Pasuruan untuk menanyakan korban. Beliau juga menawarkan pendamping
dan transportasi bagi peneliti apabila peneliti
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
122
membutuhkan. Setelah dari tempat beliau, peneliti dijemput oleh anak buah Ibu Nun untuk mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Umum. Disana peneliti akhirnya bertemu langsung dengan Ibu Nun. Ibu Nun sangat ramah dan baik, beliau menceritakan mengenai korban yang akan menjadi calon informan peneliti. Berdasarkan penuturan beliau, korban bernama Dira yang masih berusia 14 tahun. Korban tidak pernah sekolah, sehingga korban tidak bisa membaca maupun menulis. Kronologis korban akhirnya menjadi korban trafiking adalah awalnya korban yang 5 bersaudara tersebut memiliki keinginan untuk menaikkan tingkat perekonomian keluarga, dimana korban ingin sekali membelikan rumah untuk keluarga nya yang memang tidak memiliki rumah sendiri di Kabupaten Pasuruan. Korban berjalan kaki dari rumah sampai ke malang dan ia menjadi pengamen di lampu merah sebelum ia akhirnya dijual untuk menjadi pekerja seks di daerah tretes. Ibu Nun selaku penyidik juga menjelaskan bahwa korban ini sangat cantik dan ketika dipulangkan ke rumahnya kembali ia berlaku sebagaimana anak seusianya. Ibu Nun juga menunjukkan foto-foto pemulangan korban dan satu buah foto ketika korban sedang berada di lokalisasi. Ibu Nun menceritakan lebih jauh kondisi sosial korban, orang tua korban hanya seorang pengambil rumput dan memiliki 5 anak yang harus dihidupi. Selama menjadi pekerja seks lebih kurang 3 bulan, korban tidak pernah dibayar. Sehingga Ibu Nun menjelaskan ketika melakukan penjemputan terhadap korban, beliau meminta hak dari korban yaitu uang sejumlah 30 Juta rupiah selama korban bekerja menjadi pekerja seks. Ibu Nun menjelaskan bahwa untuk menjemput korban, beliau meminta salah seorang anggota reserse untuk berpura-pura menjadi „pelanggan‟ dan korban ini merupakan salah satu „idola‟ di daerah lokalisasi tersebut, sebab anggota reserse yang menyamar ini mendapatkan nomer urut 4 untuk dapat bertemu dengan korban.
Namun kemudian Ibu Nun
menjelaskan bahwa korban tidak dapat dihubungi dan kabar terakhir mengatakan bahwa korban lari lagi dari rumah sebab orang tua korban berniat menikahkan korban. Ibu Nun mencoba menghubungi beberapa orang untuk dapat menemukan korban, namun hasilnya nihil. Kemudian Ibu Nun menceritakan kasus lain korban
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
123
trafiking yang korbannya berlokasi di daerah Surabaya. Beliau memberikan BAP kepada peneliti dan kemudian peneliti mempelajari BAP tersebut. Korban yang kedua yang peneliti kunjungi yaitu bernama Tika, ia merupakan pelajar kelas 3 SMP PGRI yang menjadi korban dari trafiking. Pelaku merupakan teman korban, dimana kasus bermula ketika pelaku menanyai korban apakah korban ingin di-booking. Kemudian korban menolak dan menjawab “kalo mau ditemeni nyanyi saja boleh” . namun kemudian korban dipertemukan dengan „pelanggan‟ dan langsung dibawa ke hotel. Ketika korban dibawa ke hotel inilah maka kemudian korban diselamatkan oleh anggota reserse. Pelaku mendapatkan komisi dari pendapatan korban, misalnya korban dibayar 500.000, maka pelaku mendapatkan 200.000, dan ketika korban dibayar 300.000, maka pelaku mendapatkan 100.000 dan uangnya diakui oleh pelaku akan digunakan untuk minum-minum di kafe. Dalam BAP dijelaskan bahwa pelaku memenuhi unsur-unsur dalam UU NO.21 Tahun 2007 tentang TPPO. Di dalam BAP juga dijelaskan bahwa pelaku menjual korban dengan istilah „pelajar‟ agar menarik pelanggan. Kemudian pada sore hari sekitar pukul 17.30, anggota Ibu Nun mengantarakan peneliti untuk menemui korban. Peneliti tidak mengetahui dengan pasti alamat korban sebab peneliti tidak mengetahui daerah Surbaya. Mobil pun kemudian berhenti di depan sebuah gang dan ternyata disanalah korban bertempat tinggal. Ketika di muka rumah, ibu korban menghampiri kami. Dan salah satu anggota reserse yang mengantarkan peneliti berbicara sesuatu kepada ibu korban yang pada intinya memperkenalkan peneliti dan memberi tahu maksud dan tujuan peneliti. Ketika memasuki ruang tamu, peneliti melihat seorang bayi sedang tidur. Ruang tamu rumah korban tidak memiliki kursi dan meja melainkan hanya memiliki satu kasur di atas lantai. Lalu ibu korban masuk dan memanggil korban, setelah keluar lagi ibu korban bilang bahwa korban sedang belajar. Peneliti sempat mengintip ke dalam dan menanyakan apakah peneliti boleh menemui di dalam kamar. Lalu ibu korban memperbolehkan. Di ruang tengah terlihat beberapa baskom dan wajan, dan tempat cuci sehingga lantai agak basah.peneliti menemui korban di kamar dan dua orang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
124
anggota reserse yang menemani peneliti menunggu di luar. Di kamar, korban terlihat sedang duduk di pinggir tempat tidur dan memegang telpon selular. Peneliti lalu duduk di samping korban dan memperkenalkan diri peneliti bahwa peneliti adalah seorang mahasiswa dari Jakarta. Kemudian peneliti menyampaikan maksud bahwa peneliti ingin mengenal korban lebih mendalam. Korban terlihat bingung, maka kemudian peneliti menyampaikan maksud bahwa peneliti ingin menanyakan mengenai kasus yang menimpa korban. Namun korban malah menjawab “kasus apa ya?”. Peneliti melihat bahwa korban menyembunyikan kasusnya. Kemudian peneliti menyebutkan nama alias pelaku, “maaf mbak, kasus dengan ambon itu”. Lalu korban berpikir sambil menanya kembali “ambon?”, “maaf mbak sudah lupa” jawab korban. Karena peneliti menyadari ketergesaan peneliti, maka peneliti memegang tangan korban dan memohon maaf “maaf ya mbak, saya nggak bermaksud bikin mbak sakit lagi, Cuma mau nanya aja”. Mata korban kemudian berlinang dan bilang “saya trauma mbak”. Maka kemudian peneliti memutuskan untuk tidak mewawancarai korban kembali dan mencoba mewawancarai ibu korban yang berada di sana. Peneliti sebelumnya meminta izin untuk menyalakan recorder dan berjanji untuk tidak menyebutkan nama korban. Ditengah wawancara dengan ibu korban, korban pergi keluar kamar dan peneliti membiarkan korban. Lalu ibu korban menceritakan bahwa ayah korban saat ini bekerja di Kalimantan baru 1 bulan lamanya, sebelumnya bekerja sebagai tukang cuci mobil taksi. Ibu korban bekerja menjual sate usus dan pendapatan per harinya lebih kurang 35-30ribu rupiah. Ibu korban juga menjelaskan bahwa korban sering marah apabila ditanyai kembali kasusnya, bahkan korban sering menangis. Kemudian peneliti mohon pamit dan meminta maaf sebelumnya. Sesampainya diluar, peneliti menyampaikan kepada Pak
Anwar dan Pak Saikal
anggota reserse bahwa korban tidak bersedia diwawancarai dan akhirnya kami kembali ke polda. Sesampainya di polda, Ibu Nun masih berupaya menemukan kembali Dira, korban trafiking asal Pasuruan. Dan kemudian Ibu Nun mengajak peneliti bekeliling kota Surabaya untuk melihat lokalisasi gang dolly yang terkenal.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
125
Mobil memasuki sebuah jalan kecil dimana kiri kanan jalan terdapat toko-toko berkaca. Namun, di dalam ruangan berkaca tersebut duduk beberapa orang perempuan berpakaian seksi, dan mereka adalah pekerja seksual di lokalisasi tersebut. sepanjang gang banyak pria-pria berjejer, dan menurut anggota reserse yang mengantar kami menjelaskan bahwa mereka adalah calo. Biasanya calo-calo ini mendapatkan komisi dengan mengantarkan pelanggan ke salah satu pekerja seks disana. Hampir semua „wisma‟ sama, yaitu memiliki ruangan kaca dimana pengunjung bisa melihat dan mengamati dari luar jalan. Kemudian mobil berbelok ke salah satu gang, anggota reserse yang mengantarkan kami menceritakan bahwa lokalisasi ini berada di wilayah pemukiman penduduk. Penduduk sekitar juga mendapatkan keuntungan dari adanya lokalisasi ini, sehingga mereka dapat berjualan makanan dan lainnya. menurut Ibu Nun, ketika bulan puasa dan lokalisasi ini ditutup, warga sekitar mengeluhkan bahwa pendapatan mereka menjadi berkurang. Ibu Nun menjelaskan bahwa terdapat sebuah dilema tersendiri dimana lokalisasi ini berkembang di lingkungan penduduk dimana anak-anak tumbuh dan berkembang disana. Peneliti juga melihat bahwa terdapat anak-anak balita bermain sepeda di pinggir jalan dan tepat disebelahnya adalah „wisma-wisma‟ tempat prostitusi. Setelah melakukan observasi di gang dolly, peneliti kemudian diajak makan soto rawon di salah satu wilayah paling ramai di Surabaya. Dan kemudian peneliti diantar pulang kembali ke rumah. FIELDNOTE DAY 3 Jumat, 21 OKtober 2011. Dikarenakan gagalnya keberangkatan ke kabupaten pasuruan untuk menemui korban, maka kemudian hari ini peneliti memutuskan untuk melanjutkan outline skripsi yang penulis buat. Hari ini peneliti mencoba mengelilingi kota Surabaya, dan beristirahat sembari menunggu kabar dari Ibu Nun. Kemudian Ibu Nun menjelaskan bahwa pada hari senin beliau akan mengunjungi salah satu korban trafiking di Kediri, dan beliau mengajak peneliti ikut serta. Namun beliau menjelaskan bahwa kunjungan beliau ke Kediri juga dalam rangka
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
126
penyelidikan dan kemungkinan akan pulang malam. Kemudian setelah peneliti menyatakan kesediaan, beliau menyarankan peneliti untuk datang kembali ke Polda pada hari Senin pagi. FIELDNOTE DAY 4 Sabtu, 22 Oktober 2011. Ini adalah hari keempat peneliti. Peneliti tidak memiliki rencana apapun hingga hari senin, sehingga peneliti hanya beristirahat di rumah dan membuat strategi baru untuk proses pencarían korban setelah peneliti kembali ke Jakarta. FIELDNOTE DAY 5 Minggu, 23 Oktober 2011. Sore hari Ibu Nun menelpon peneliti dan mengabarkan bahwa korban trafiking yang berasal dari Pasuruan sudah kembali ke rumahnya. Maka pada pukul 5 sore peneliti dijemput oleh Ibu Nun dan kemudian berangkat ke Pasuruan. Perjalanan cukup panjang, dan sebelum berangkat menuju Pasuruan Ibu Nun menjemput salah satu anggotanya yang bernama Pak Miko. Pak Miko tinggal di daerah sidoarjo. Lalu pak Miko mengendarai mobil menuju kabupaten pasuruan. Kota pasuruan memiliki Polres yaitu Polres Pasuruan, dan memiliki beberapa polsek. Hari sudah mulai gelap sehingga peneliti tidak begitu jelas memperhatikan perjalanan sepanjang jalan. Di sepanjang perjalanan, Ibu Nun menceritakan bagaimana korban yang bernama Dira ini kembali ke rumahnya. Beliau menceritakan bahwa dirinya mencari korban ke berbagai tempat melalui orang-orang yang dikenalnya. Salah satu tetangga korban bernama Mbak Ris, dan ia sudah sangat sering berhubungan dengan ibu Nun terkait dengan kasus yang menimpa korban ini. Mbak Ris pun juga merupakan saksi dalam kasus trafiking yang menimpa korban. Maka kemudian setelah 4 hari kabur dari rumah, korban kembali dan mbak Ris langsung menghubungi ibu Nun. Saat itulah maka ibu Nun menelpon peneliti dan langsung mengajak peneliti untuk bertemu korban. Kemudian mobil yang dikendarai pak Miko berbelok menuju jalan raya bromo menuju kecamatan puspo. Sesampainya di kecamatan puspo, mobil berhenti di sebuah polsek, yaitu polsek puspo dan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
127
menjemput satu anggota polisi lagi bernama Pak heru. Lalu kami berempat menuju rumah korban. Dari polsek puspo menuju rumah korban memakan waktu lebih kurang 30 menit. Mobil berhenti dan diparkir di balai desa Baledono. Kemudian kami berempat menuju rumah mbak Ris. Disana peneliti bertemu dengan mbak Ris. Dilihat dari rumahnya, rumah mbak Ris terbilang cukup unik. Dindingnya berupa bata merah dan lantai nya tanah, kemudian mbak Ris mengajak kami ke rumah korban yang berada di belakang rumahnya. Lalu kami melewati bagian belakang rumah mbak Ris. Terdapat satu buah kasur yang dipenuhi boneka di bagian belakang rumah dan ada dua kamar di depan. Lalu sesampainya di rumah korban, peneliti tidak banyak bicara dan hanya memperhatikan. Terlihat korban langsung berlari dan memeluk ibu Nun. Terlihat dua orang adik perempuan korban juga menyambut ibu Nun. Saat peneliti bersalaman pertama kali dengan korban, korban menyebut dirinya sebagai “Putri”, yaitu nama samarannya dan bukan menyebut dengan nama aslinya. Suasana masih canggung pada malam itu. Lalu kedua orang tua korban munncul dan menyambut kami. keduanya memegang rokok dan rumah korban tidak ada listrik, sehingga tidak begitu jelas terlihat keadaannya. Namun beberapa bagian rumah terlihat sangat berantakan. Maka kemudian ibu Nun membawa korban ke tempat mbak Ris tetangga korban agar kami bisa berbicara lebih kondusif. Suasana sangat dingin, beberapa kali terlihat korban kedinginan. Ibu Nun memulai pembicaraan dengan pertanyaan kemana korban selama ini pergi. Korban mengaku pergi ke tempat temannya, karena ia dipukul oleh pacarnya. Korban yang sebelumnya berencana akan menikah tidak jadi menikah dan kemudian korban mengaku dipukul oleh pacarnya lalu kabur lagi dari rumah. Ibu Nun menyelidiki kemana korban pergi, lalu beliau langsung melempar pertanyaan “kamu balik lagi kan ke tretes itu?” , “nggak kok bu” jawab korban. “ah, yang bener. Jangan boong, aku kan tau kamu kemana. Semua orang pada bilang Dira disini, disni..”
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
128
“hehe iya bu, tapi bener aku Cuma numpang tidur” “kamu mau balik lagi kan tapi nggak ada yang mau nerima kamu. Soalnya aku udah peringatin sama orang-orang disana, kalau ada yang nerima anak-anak lagi semuanya tak obrak-abrik” Lalu korban terdiam dan mengakui bahwa ia hanya mencari tempat untuk menginap selama dia kabur. Lalu dia balik lagi ke rumah. Pada saat itu ibu Nun memperkenalkan peneliti kepada korban, bahwa peneliti adalah seseorang yang sangat peduli dan ingin mengetahui lebih dalam mengenai kasus yang menimpa korban sebelumnya. Awalnya korban ragu namun setelah berbincang sebentar, ia menjadi nyaman. Kedua anggota polisi yang menemani kami menunggu di luar. Setelah melakukan wawancara, mbak Ris menceritakan bagaimana beberapa orang sempat memfitnah dirinya melalui sms. Peneliti sempat bingung dan tidak mengerti mengenai permasalahan yang terjadi. Namun, pada intinya mbak Ris menceritakan bagaimana susah juga hidupnya dan banyak dicerca orang karena membantu dan membela korban sepulangnya korban dari tempat lokalisasi. Waktu menunjukkan pukul 22.00, dan peneliti merasakan kondisi sudah mulai tidak kondusif karena sudah cukup malam dan korban terlihat mulai kedinginan karena cuaca yang sangat dingin. Lalu peneliti merasa perkenalan awal sudah cukup, dan peneliti berjanji akan mengunjungi korban lagi dalam waktu dekat ini. lalu peneliti dan korban berpelukan dan berjanji akan bertemu lagi. Maka kemudian kami berjalan pulang. Di sepanjang perjalanan, karena jalan yang berkelok-kelok maka saya merasa sedikit pusing dan akhirnya memilih beristirahat. FIELDNOTE DAY 6 Senin, 24 Oktober 2011. Hari ini peneliti memiliki rencana untuk mengunjungi Polda Jatim untuk meminta Berkas Acara Pidana (BAP) kasus trafiking yang menimpa korban Dira, di Pasuruan. Hari ini peneliti memutuskan bahwa besok peneliti akan kembali ke Pasuruan untuk menemui korban dan melakukan wawancara lebih
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
129
mendalam. Maka kemudian peneliti mendatangi paman peneliti yang berada di Direktoral Intel, Polda Jatim dan mengutarakan maksud peneliti. Dikarenakan Ibu Nun yang menjadi gatekeeper peneliti tidak dapat menemani peneliti untuk kembali ke Pasuruan esok hari, maka kemudian peneliti akan diantarkan oleh salah satu anggota intel Polda Jatim yang bernama Mas Didi. Setelah berkordinasi dengan paman peneliti mengenai rencana keberangkatan, kemudian peneliti mengunjungi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) untuk menemui ibu Nun. Sesampainya di ruangan Ibu Nun, beliau sudah mempersiapkan berkas BAP untuk peneliti. Kemudian Ibu Nun menanyakan mengapa peneliti tidak menuntaskan wawancara kemarin saat kunjungan ke Pasuruan bersama beliau. Lalu peneliti menjelaskan bahwa ada beberapa tahapan yang peneliti harus lakukan, sehingga pertemuan pertama lebih bertujuan untuk melakukan perkenalan dengan korban dan kunjungan kedua ini merupakan tahapan wawancara dengan korban. Namun, bu Nun sangat menyayangkan keputusan peneliti, sebab menurut beliau akan menjadi lebih baik apabila peneliti menyelesaikan semua urusan termasuk pengambilan seluruh data dan informasi saat kemarin malam kunjungan ke rumah korban. Lalu peneliti menanyakan akankah memungkinkan apabila peneliti melakukan kunjungan kesana lagi, dan ibu Nun menjelaskan bahwa peneliti dapat berkoordinasi langsung dengan Mbak Ris melalui telpon, dikarenakan Ibu Nun tidak dapat menemani peneliti kembali ke Pasuruan. Ibu Nun juga menjelaskan bahwa sebaiknya peneliti segera mengumpulkan semua data yang peneliti butuhkan, sebab dikhawatirkan korban akan menghilang atau pergi dari rumah lagi seperti yang sebelumnya ia lakukan. Maka kemudian peneliti berpikir bahwa dalam waktu yang singkat ini peneliti harus dapat memanfaatkannya secara efisien. Sembari menunggu berkas BAP selesai difotokopi, peneliti kemudian berpikir untuk mewawancarai Ibu Nun, dengan melihat kondisi beliau yang tidak begitu sibuk hari ini. walalupun peneliti belum mempersiapkan daftar pertanyaan untuk wawancara dengan beliau, namun peneliti mempertimbangkan keterbatasan waktu yang peneliti miliki serta perlunya memanfaatkan kesempatan yang terbatas juga. Peneliti
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
130
melakukan wawancara dengan Ibu Nun dengan tidak terstruktur, antara lain pertanyaan yang diajukan bekisar mengenai posisi beliau selaku anggota reserse dan selaku penyidik kepolisian dalam menangani kasus trafiking yang menimpa korban. Peneliti juga menanyakan mengenai jaringan trafiking lokal yang berada di wilayah Jawa timur, dan Ibu Nun menjelaskan bahwa umumnya yang terdapat di daerah Jawa Timur berada di daerah-daerah yang cukup jauh dan terpencil. Dan kasus yang sering ditangani adalah kasus trafiking terhadap anak, dan juga beberapa kasus yang menimpa TKW. Ibu Nun menjelaskan bahwa awalnya beliau bertemu dengan korban adalah karena adanya laporan mengenai keberadaan korban serta beberapa anak-anak yang diperdagangkan di wilayah lokalisasi tretes. Maka kemudian Ibu Nun menjalankan operasi dan menggrebek lokalisasi tersebut, dan setelah Ibu Nun menemukan korban, beliau mengetahui bahwa korban adalah seorang anak-anak dan lalu diamankan di Polda Jawa Timur. Beliau menceritakan bahwa awalnya beliau bertemu korban, korban sangat cantik dan bergaya seperti orang yang sangat dewasa. Namun ketika ditanyai nama dan identitasnya, pada saat itu korban langsung menangis dan disitulah ibu Nun mengetahui bahwa korban masih dibawah umur. Ibu Nun juga menjelaskan bahwa dalam melakukan operasi, beliau meminta salah seorang anggota nya untuk menyamar menjadi „pelanggan‟ , sebab sangat sulit untuk dapat masuk ke lokalisasi dengan cara represif. Terlebih, korban Dira merupakan salah satu pekerja seks yang cukup „laris‟ disana. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya nomer antrian untuk dapat bertemu dengan korban. Pada saat itu, anggota reserse yang menyamar mendapatkan nomer urut 4. Ibu Nun juga kemudian menjelaskan mengenai proses penanganan kasus trafiking ini, dimana beliau mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan pelaku yang juga merupakan bos dari para pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi di Tretes ini. Pelaku yang bernama Darma sempat kabur setelah sebelumnya sempat mencoba meminta cara damai dengan menawarkan uang sejumlah Rp.50.000.000 namun ditolak oleh Ibu Nun. Kemudian pelaku dapat ditangkap saat hari raya Idul Fitri di rumahnya. Detail penjelasan mengenai penanganan kasus trafiking yang menimpa korban Dira serta penjelasan lebih lanjut mengenai trafiking yang terjadi di Jawa Timur direkam oleh
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
131
peneliti dengan menggunakan alat perekam dan akan dibuat verbatim atau transkrip wawancara nantinya oleh peneliti. Setelah wawancara selesai dilakukan, peneliti mengobrol secara biasa dengan Ibu Nun. Lebih banyak membahas mengenai permaslaahan internal kinerja Reskrim Polda Jatim, dimana dikeluhkan oleh Ibu Nun karena kurangnya sumber daya manusia. Terdapat beberapa kasus yang rumit dipecahkan karena terbatasnya kemampuan dan sumber daya, serta masih adanya overlapping atau tumpang tindih pekerjaan secara internal. Kemudian setelah peneliti mendapatkan fotokopi dari BAP, Ibu Nun berpesan agar berkas ini tidak tersebar secara luas, sebab sesungguhnya BAP tidak diperbolehkan untuk disebar ke masyarakat. setelah menyelesaikan segala urusan di Polda Jatim, peneliti kembali pulang ke rumah. FIELDNOTE DAY 7 Selasa, 25 Oktober 2011. Pagi hari pukul 7.30 peneliti dijemput oleh anggota intel Polda Jawa Timur dan kemudian peneliti berangkat menuju Pasuruan. Pada perjalanan kali ini peneliti hanya ditemani oleh satu orang anggota intel, dan perjalanan pada siang hari membuat peneliti dapat dengan lebih jelas memperhatikan keadaan sekitar perjalanan. Peneliti melewati Lumpur Lapindo di Sidoarjo, dan perjalanan untuk mencapai kabupaten Pasuruan memakan waktu sekitar lebih dari dua jam. Sesampainya di Kecamatan Puspo, peneliti melapor kepada Kapolsek Puspo dan menyampaikan maksud akan mengadakan penelitian. Kemudian Kapolsek Puspo memerintah salah satu anggotanya, yaitu Pak Heru yang sebelumnya sudah menemani peneliti menemui korban untuk mengantarkan peneliti menuju rumah korban. Dari Polsek Puspo hingga sampai ke rumah korban memakan waktu lebih kurang 30-45menit karena perjalanan yang menanjak dan berliku-liku. Di sepanjang jalan terlihat pohon-pohon besar dan juga beberapa petak kebun milik warga, seperti kebun bawang dan kebun sawi yang peneliti lihat. Mobil kemudian diparkirkan di Kantor Desa Baledono, dan dari situ peneliti dan dua orang polisi yang mendampingi berjalan menuju rumah Mbak Ris sebagaimana sebelumnya sudah melakukan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
132
perjanjian via pesan singkat. Sesampainya di rumah Mbak Ris, korban Dira sudah menunggu disana. dia langsung menghampiri peneliti dan memeluk peneliti, sambil berkata “aku kangen lho dengan mbak”. Karena kaget atas perkataan Dira, peneliti menanyakan “lho kok iso?”, lalu Dira menjawab “nggak tau aku mikirin mbaaak terus dari kemarin itu” dengan logat Jawa nya yang kental. Lalu Mbak Ris pergi ke belakang untuk menyiapkan minum, dan dua orang polisi yang mendampingi peneliti duduk di ruang tamu bersama peneliti dan korban DIRA. kemudian peneliti mengajak DIRA untuk berjalan-jalan di sekitar desa. Peneliti menanyakan kepada DIRA, “DIRA, disini kamu biasanya kalo main kemana? Kita main-main aja yuk keluar”, kemudian DIRA menjawab “oh ada, diatas sana itu. Yuk kita main aja” jawab korban DIRA dengan wajah penuh antusiasme. Kemudian kami berdua berjalan menuju jalan besar, dan pada sebuah sudut jalan terdapat rerumputan dan DIRA mengatakan bahwa dirinya duduk-duduk di rumput tersebut. posisi sudut jalan tersebut dekat dengan sebuah Sekolah Dasar. Lalu DIRA mulai menanyakan, “ayo mbak mau tanya apa?” . kemudian peneliti memulainya dengan menanyakan pertanyaan yang umum, sebelum menanyakan mengenai kasus trafiking yang menimpa korban. Kami berbincang cukup lama sebelum akhirnya peneliti meminta izin untuk menyalakan recorder atau alat perekam. DIRA tampak tidak keberatan, dan kemudian peneliti mulai melakukan wawancara. Awalnya peneliti menanyakan kembali proses DIRA menjadi korban, sejak awal keluar dari rumah hingga akhirnya ia kembali. DIRA mengakui bahwa awalnya ia hanya bekerja membantu orang tuanya merumput (mencari rumuput), penghasilan orang tua nya hanya berkisar Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per hari. DIRA memiliki keinginan yang kuat untuk memperbaiki keadaan keluarganya, sebab ia merasa malu karena dirinya dan keluarga sangat miskin. Bahkan rumah yang ditinggali oleh DIRA adalah rumah pinjaman dari Pak Lurah. Maka kemudian DIRA memutuskan untuk berangkat ke malang, dan DIRA mengakui bahwa dirinya berangkat dengan berjalan kaki dan menumpang truk sapi. DIRA menceritakan lebih lanjut bahwa dirinya pernah menjadi pengamen dan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
133
pengemis di Malang, dan pada malam hari DIRA hanya bisa tidur di pasar. Karena sangat membutuhkan uang, DIRA kemudian menawarkan dirinya pertama kali ke seseorang yang tidak ia ingat lagi saat ini, sebagaimana DIRA menuturkan “ya aku bilang ke orang. Tapi aku udah lupa orangnya yang mana, mas saya butuh uang saya masih perawan”, kemudian menurut DIRA, orang tersebut mencarikan orang dan DIRA mengakuui bahwa pertama kali ia melakukan hubungan seksual adalah dengan seorang om-om, dan ia dibayar sebesar Rp 10.000.000. setelah mendapatkan uang, DIRA kemudian menyewa kos-kosan dan ia mempercantik diri, sebagaimana ia mengakui “ya aku mempercantik diri lah mbak, ke salón perawatan terus beli bajubaju itu sebelum ke tretes”. Lalu setelah sebulan ia tinggal di malang, seseorang mengajaknya untuk bekerja di tretes dan akhirnya ia menuruti untuk bekerja di lokalisasi tersebut. peneliti juga menanyakan mengenai pengalaman kekerasan yang pernah dialami oleh korban. Korban DIRA mengakui bahwa pada masa kecilnya ia sering dipukuli oleh ayahnya, dan buku sekolahnya sering dirobek oleh orang tuanya. Sebagaimana DIRA menuturkan, “iya mbak aku itu mau lho mbak sebenernya sekolah. Tapi bukuku itu dirobeki terus”, “lho kenapa?”, timpal peneliti. DIRA melanjutkan, “ya itu aku disuruh ngerumput. Ya gimana sih mbak, ngerumput itu capek banget, terus aku kan juga malu sama temen-temen kok perempuan ngerumput sih”.
Lalu DIRA juga menjelaskan bahwa ia rela melakukan apa saja untuk
keluarganya, dan rela mengorbankan dirinya untuk keluarganya. Kemudian kekerasan lain yang pernah dialami DIRA adalah kekerasan seksual yang ia dapatkan dari tamutamunya. Menurut DIRA, yang paling menyakitkan adalah ketika ia dipaksa untuk melakukan „anal sex‟ oleh tamunya, dan pernah juga satu kali ia dipaksa untuk „join‟ (melakukan seks dengan lebih dari 2 orang) hingga „dipakai‟ oleh enam orang sekaligus. Pada saat itu DIRA menjelaskan bahwa dirinya dalam keadaan tidak sadar karena diberikan obat, dan ketika bangun seluruh badannya terasa sangat sakit. DIRA juga mengakui bahwa ia pernah menggunakan beberapa jenis obat-obatan seperti shabu-shabu, kemudian mushroom, dan juga megkonsumsi minuman keras. Menurutnya, semua obat-obatan terlarang tersebut sudah tersedia di wisma tempatnya bekerja. DIRA juga menceritakan bahwa di lokalisasi tempat dirinya bekerja, uang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
134
bayarannya ditahan oleh bos karena bos takut DIRA akan kabur. Ia hanya dikasih uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari. DIRA menjelaskan bahwa biasanya ia dibayar 300.000 rupiah, dan satu hari ia bisa mendapatkan sampai dengan 5 orang pelanggan. DIRA menceritakan bhawa biasanya ia menghabiskan waktu 2-3 jam dengan pelanggan, dengan 1-2 jam pertama ia biasanya karaoke atau menyanyi terlebih dahulu dan 1 jam berikutnya baru „main‟ (berhubungan seksual). DIRA menanyakan kepada peneliti apakah sudah bertemu dengan pelaku yang merupakan bos nya di Polda Jatim, lalu peneliti mengatakan bahwa peneliti tidak bertemu dengan pelaku. Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan lain mengenai proses akhirnya ia ditemukan oleh polisi di lokalisasi. DIRA menceritakan bahwa pada saat itu ia tidak tahu akan ada operasi, dan kemudian Ibu Nun yang menemukannya menanyakan berapa usia DIRA pada saat itu. DIRA hanya bisa menangis karena ketakutan masuk penjara, kemudian Ibu Nun mengambil DIRA beserta 2 orang temannya yang lain ke Polda Jatim. DIRA mengakui bahwa Ibu Nun sangat baik dengan dirinya, ia tidak tidur di kantor sebagaimana teman lainnya melainkan diberi ruangan sendiri untuk bersitirahat selama proses pembuatan BAP. Selama melakukan wawancara cukup banyak orang-orang melewati kami dan mengenal DIRA, dan hampir semua dari mereka menanyakan siapa peneliti. DIRA hanya menjawab, “polisi”. Pada saat itu peneliti tidak keberatan dengan jawaban DIRA. lalu DIRA meminta kami pindah tempat, dan kemudian kami berjalanan di Jalan Besar yang menanjak. Dan di tengah jalan, DIRA bertemu dengan temannya seorang perempuan yang memakai seragam sekolah SMA, dan seorang laki-laki. DIRA mengatakan bahwa mereka sedang pacaran, lalu kami menghampiri mereka dan berkenalan. Dan kali ini, DIRA juga mengatakan pada temannya bahwa peneliti adalah seorang polisi. peneliti tidak melakukan klarifikasi apapun sebab peneliti ingin melihat reaksi kedua orang tersebut. mereka tampak bingung dan curiga, dan suasana kemudian menjadi canggung. Lalu peneliti dan DIRA berjalanan sedikit menanjak dan di dekat sudut jalan juga terdapat tempat serupa, yaitu rerumputan. Kemudian kami berdua duduk di dekat situ dan pemandangan dari sini jauh lebih indah. Di
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
135
hadapan kami terdapat bukit-bukit dan jalanan kecil, serta beberapa kebun sayursayuran. D juga mengakui bahwa warga sekitar kebanyakan bekerja sebagai petani sayur. Peneliti kemudian melanjutkan wawancara kembali. Ditengah wawancara, korban DIRA menanyakan apakah peneliti merokok atau tidak, lalu peneliti berbalik bertanya kepada DIRA, “kamu mau ngerokok? Kalau mau saya belikan” . kemudian DIRA dan peneliti pergi dan meminta salah satu temannya yang lewat, yaitu seorang pria bujangan memakai baju warna merah untuk dibelikan rokok. Saat temannya tersebut kembali, ada 3 orang pria lainnya yang secara bersamaan mendatangi kami berdua. Mereka tampak ingin kumpul dengan kami berdua, dan menanyakan kepada DIRA siapakah sebenarnya peneliti. DIRA berbisik di telinga salah satu pria tersebut dan pria tersebut tercengang sambil memandang curiga kepada peneliti. “benar mbak polisi?” tanya pria tersebut kepada peneliti. Peneliti hanya tersenyum dan menjawab, “memangnya kenapa mas? “ , “kok ngerokok?”, “memang ndak boleh?”, Jawab peneliti. Tampak pandangan tidak percaya dari pria tersebut saat mengetahui bahwa peneliti adalah polisi. pada saat itu peneliti tidak tahu harus berbuat apa, sebab peneliti tidak mengenal keempat pria tersebut dan mengapa mereka mendatangi kami. Lalu peneliti mengajak DIRA untuk pergi kembali ke tempat semula, dan keempat pria itu sebelumnya sempat melarang dan akhirnya mereka pun pergi. Peneliti kembali mengobrol dengan DIRA, dan tiba-tiba salah satu dari keempat pria tersebut menghampiri kami dan berkali-kali mengajak DIRA pergi. “ayok DIRA, ditungguin wis neng kono”. “bentaaar, ntar tak susulin”, jawab DIRA. “jam berapa? Berapa lama lagi? Ayok bareng ae lah” kata pria tersebut setengah memaksa. “iya lah bentar ini, ntar tak susulin. Janji” jawab DIRA. kemudian pria tersebut pergi dan peneliti bertanya, kemana pria itu mengajak DIRA. DIRA menjawab, “itu ngajakin minum (mabok) mbak. Tapi aku males dia suka maksa”. Lalu peneliti menanyakan apakah dirinya sering diajak minum seperti itu, dan DIRA mengakui ia sering diajak namun tidak pernah mau. Pada saat melakukan wawancara, berkali-kali DIRA memeluk peneliti dan bilang, “mbak janji lho sama aku ya. Jangan benci aku”. “lho, kenapa aku harus benci kamu?”. “ya aku kan miskin, beginilah. Aku nggak pengen mbak benci kaya orang-orang yang lain” Kemudian kabut turun dan mulai dingin,
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
136
peneliti merangkul korban DIRA, dan berjanji bahwa peneliti tidak akan membenci DIRA apapun yang terjadi. Kemudian kami memutuskan kembali ke rumah mbak Ris. Sebelum kembali, peneliti memberikan amplop kepada DIRA berisikan uang, sebab DIRA sempat mengakui bahwa saat ini ia sangat bingung tidak memiliki uang sama sekali setelah uangnya hilang diambil orang. Peneliti mengatakan bahwa uang tersebut untuk simpanan DIRA dan tidak boleh dipergunakan untuk membeli minuman keras. Saat melewati Balai desa, Mbak Ris dan dua orang polisi yang mengantarkan peneliti bersiap untuk pergi. Peneliti menanyakan mereka akan kemana, dan mereka menjawab ingin main ke atas (kecamatan tosari). Karena waktu sudah siang, peneliti memutuskan ikut dan juga mengajak DIRA serta. Awalnya DIRA tidak ingin ikut, namun ia akhirnya ikut juga. Sesampainya di kecamatan Tosari yang memakan waktu 15 menit dari desa Baledono, mobil diparkir di depan sebuah salón. Peneliti tidak mengerti perbincangan antara Mbak Ris dan Pak Heru (anggota Polsek Puspo). Namun hasil yang dapat peneliti tangkap adalah, Pak Heru ingin berkenalan dengan seorang perempuan pemilik salón bernama Nuke, dan Mbak Ris memperkenalkan mereka berdua. Salón tersebut merupakan sebuah salón kecil dan terdapat beberapa orang perempuan dan satu orang laki-laki pekerja salón. Pak Heru tampak malu-malu dan hanya berdiri di depan salón, sedangkan Mbak Ris mulai sibuk menanyakan nomer telepon Nuke. Pada saat kami pergi bersama, DIRA tampak diam. Maka akhirnya peneliti mengajak DIRA pergi. DIRA mengatakan di sekitar tempat itu ada tempat penjual jamu yang cukup enak. Karena peneliti juga ingin mencoba jamu, maka kemudian kami berdua pergi ke tempat jamu tersebut. pemilik rumah si penjual jamu menawarkan kepada peneliti ingin jamu apa. Sebelum sempat peneliti bertanya, ibu penjual menawarkan jamu „galian rapet‟ dan antibiotik „tetra‟ yang memiliki khasiat untuk membersihkan tubuh dan rahim serta organ kewanitaan. Peneliti sempat kebingungan kenapa ibu penjual jamu menawarkan jamu tersebut kepada peneliti bahkan sampai dua kali. Peneliti kemudian hanya memesan jamu untuk masuk angin, sebab pada saat itu peneliti hanya ingin mengetahui toko jamu langganan korban
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
137
DIRA. DIRA meminta satu buah obat antibiotik „tetra‟ kepada ibu penjual jamu, DIRA juga mengatakan bahwa ibu jamu ini sangat baik karena mengajarkan kepada DIRA bagaimana cara untuk tetap sehat dan bugar. Peneliti menanyakan apakah DIRA sering berkunjung dan rutin minum jamu, dan DIRA mengakui bahwa dirinya rutin minum jamu sebagaimana yang diajarkan oleh Ibu jamu. Kemudian setelah menghabiskan jamu peneliti bersama DIRA kembali ke salón. Karena urusan antara Pak Heru dan Mbak Ris dirasa belum selesai, maka peneliti mengajak DIRA melihat perlombaan motocross yang sedang diadakan di Tosari. Kabut mulai turun dan jarak pandang tidak lebih dari 5 meter. Saat kami pergi, Mbak Ris sempat berpesan kepada DIRA, “ojo didoll lho”, lalu DIRA menjawab “nggak lah”. DIRA bertanya kepada peneliti, “ngerti nggak itu maksudnya mbak Ris?”. Karena peneliti tidak begitu mendengar perkataan mbak Ris maka peneliti menjawab tidak. “itu dia bilang, jangan dijual lho”. “lha, kamu biasa apa ngejual gitu, nawar-nawarin temen kamu ke orang”. “ ya enggak lah, ngapain gitu aku nawarin ke orang. Kan mending kan aku nawarin sendiri (diri sendiri) gitu”. Peneliti sempat merasa bingung dan akhirnya kami pun terus berjalan menuju tempat perlombaan. Karena tempat perlombaan sangat ramai, peneliti mengurungkan niat dan mengajak DIRA untuk makan siang di sebuah tempat tukang bakso. sebelumnya di sepanjang perjalanan menuju tempat perlombaan, orang-orang ramai berdatangan dan hampir kesemua orang yang kami temui di jalan mengenal DIRA dan menyapanya. Pada saat perjalanan ke Tosari bersama Mbak Ris dan dua orang anggota, DIRA tampak diam dan tidak banyak bicara sebagaimana sebelumnya saat kami berbicang berdua. Peneliti menanyakan mengapa DIRA terlihat kaku dan diam saja setiap ada Mbak Ris. DIRA mengakui dirinya sungkan dengan mbak Ris sebab mbak Ris sangat baik padanya. Sejauh pengamatan peneliti, DIRA menjadi pendiam saat kami bersama dua orang anggota polisi dan juga bersama Mbak Ris. DIRA mengakui bahwa sebenarnya dia merasa polisi sangat baik dan banyak menolongnya, namun DIRA tidak terlalu suka keramaian. Peneliti menemukan sedikit kontradiksi sebab DIRA mengatakan bahwa dirinya ingin sekali menonton motocross sebab disana ramai orang dan banyak
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
138
pembalap-pembalap yang tampan, sebagaimana diucapkan oleh DIRA “ya kan wajar ya mbak masih anak-anak seneng gitu ngeliat orang yang ganteng-ganteng”. Setelah kami makan siang, kemudian kami kembali ke salón dan kami pun pulang. Di rumah mbak Ris, DIRA hanya diam saja dan tidak banyak bergurau seperti sebelumnya. Di rumah Mbak Ris, ia menawari kami makan siang dan setelah itu kami pun langsung berpamitan dan pulang.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
139
Lampiran 4
FIELDNOTE LAMPUNG
Day 1- Selasa, 8 November 2011. Pagi ini peneliti akan mengunjungi kantor lembaga advokasi perempuan damar untuk bertemu dengan korban trafficking. Pertemuan ini direncanakan oleh salah satu anggota Damar, yakni Mbak Uthie yang berperan sebagai gatekeeper peneliti. Peneliti sempat menjalani magang sebagai volunteer atau sukarelawan di lembaga advokasi perempuan damar untuk menggali informasi lebih jauh mengenai kasus trafiking yang terjadi di Bandar Lampung. Rencana pertemuan antara peneliti dengan korban sebagai calon informan sebelumnya sudah dikoordinasikan melalui telepon. Dan ke kantor inilah kemudian korban akan datang dan menemui peneliti. Kemudian pada pukul 12.00 WIB korban datang dan peneliti menemuinya di ruang konseling. Peneliti memperkenalkan diri sebagai mahasiswa yang akan melakukan penelitian dan ingin mengetahui lebih jauh mengenai kasus trafiking yang menimpa korban. Sebelumnya peneliti sudah menanyakan kesediaan korban. Peneliti memulai perbincangan dengan menanyakan kabar korban, terlebih pada saat itu korban datang dengan membawa anaknya yang bernama E, yang berusia 5 tahun dan habis melakukan pemeriksaan ke dokter. Anak korban yang bernama E mengalami luka di matanya karena tergores mainan saat bermain, maka peneliti mencoba melakukan ice breaking dengan memfokuskan pada anak korban yang sakit. Korban mengakui bahwa ia awalnya berkeberatan untuk datang ke kantor damar sebab anaknya sedang tidak ada yang menunggui, namun karena ia sudah berjanji dengan mbak uthie akan datang maka ia menepati janjinya. Korban diantarkan oleh suaminya dan kemudian sang suami pergi lagi untuk bekerja. Kemudian peneliti mencoba melontarkan pertanyaan dengan gaya bertanya yang formal, dan pada saat itu terlihat korban tidak nyaman karena memang korban belum diperkenalkan oleh mbak uthie sebelumnya.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
140
Pada saat peneliti bertemu korban, gatekeeper tidak berada di tempat sebab ia mendapat tugas di tempat lain. Percakapan dimulai dengan pertanyaan mengenai profil informan. Informan adalah seorang perempuan berusia 31 tahun, kelahiran tahun 1980 dan memiliki 3 orang anak. informan saat ini tinggal di kontrakan di daerah Kedamaian, Kecamatan Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung dan sebelumnya korban tinggal di daerah Talang. Pada saat kasus tersebut terjadi, korban masih bertempat tinggal di Talang namun kemudian korban dan seluruh keluarga pindah ke daerah Kedamaian. Anak pertama korban adalah laki-laki kelas 2 smp, dan yang kedua adalah perempuan bernama I kelas 5 SD, dan yang terakhir adalah E berusia 5 tahun. Pekerjaan korban sehari-hari adalah berdagang pempek keliling, dengan hasil pendapatan
bersih
20.000 rupiah. Sedangkan, suami korban sendiri bekerja borongan sebagai pembuat lemari dengan gaji sebesar 50.000 rupiah per hari. Sebelum kasus ini ada, suami korban bekerja tidak tetap, dan korban sering bekerja menjadi buruh pengangkut barang di Gudang. Pekerjaan buruh di Gudang maupun pabrik tersebut dirasa sangat tidak manusiawi sebagaimana korban berucap , “ya ampun mbaak, kerja apa itu bukan manusia. Saya itu pernah kerja ya pas mau lebaran. Dari jam 1 siang baru selesai jam 3 pagi, dan Cuma dibayar 60.000 rupiah doang, saya sampe mau nangis rasanya. Pulang-pulang itu tiga hari saya nggak bisa ngapa-ngapain karena badan capek banget” . korban sendiri mengaku menikah dengan suami pada usia 17tahun. Pada saat itu ia memutuskan untuk menikah karena tidak tahan tinggal bersama ibu tiri, ia bilang “namanya juga tinggal sama ibu tiri ya, yasudah saya menikah muda saja. Lagian kan adik-adik saya laki-laki semua”. Korban merupakan anak pertama dan memiliki 3 orang adik laki-laki. Pendidikan terakhir korban adalah SD, sama seperti suaminya yang juga tamatan SD. Korban besar di Lampung, dan ia bersuku Jawa. Namun orang tuanya merupakan asli Lampung. Kronologis kasus korban dimulai saat korban memiliki hutang sebesar 5juta kepada koperasi keliling. Setelah itu korban meminta dicarikan pekerjaan kepada Mbak Pipit, karena ia harus segera melunasi hutangnya. Mbak pipit adalah orang yang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
141
dikenalnya, walaupun tidak mengenal secara dekat. Kemudian mbak pipit menawari pekerjaan sebagai waitress atau pelayan restauran di Pekanbaru, Riau. Korban mengakui bahwa mbak pipit mengimingi pekerjaan yang mudah dan menghasilkan uang banyak dimana korban dijanjikan akan mendapatkan uang 5juta dalam waktu dua bulan. Karena sangat membutuhkan uang, maka korban langsung mempercayai mbak pipit. Namun, mbak pipit bilang ke korban bahwa ia bilang ke suami korban akan bekerja di pabrik boneka, sebagaimana korban menjelaskan pembicaraan mbak pipit, “kamu nanti bilang nya kerja di pabrik boneka ya sama suami kamu, soalnya saya bilang gitu ke dia”. Kemudian korban berangkat ke pekanbaru dengan dijemput oleh mamih, yang pada saat itu tidak diketahui oleh korban bahwa ia adalah mamih sebuah tempat lokalisasi. “begitu sampai disana, saya kaget. Kok nggak ada sebotol minum pun, fanta aja nggak ada. Adanya Cuma kamar-kamar doang. Saya nangis terus mbak setiap malem, mau sms saudara saya aja harus nyumput dulu, kadang hp saya bawa ke kamar mandi” “memang gak boleh bawa hp mbak?” “mana boleh mbaak, saya pernah ngusulin 2 kali pengen pulang, tapi nggak direspon gitu. ya mungkinkan saya asetnya, jadi nggak diijinin lah” “pernah coba kabur ?” “takut mbak, saya takut banget disana. Takut nyawa saya hilang” Korban diperdagangkan di wilayah lokalisasi di pekanbaru , di daerah Teleju. Ia berada di sana seminggu, dan hanya sekali melayani pelanggan. Sebab beberapa kali sebelumnya ia berbohong sakit, datang bulan, meriang, panas dingin. Sampai akhirnya ia bertemu dengan pelanggan yang ia layani, yang memiliki belas kasihan dengannya. Pelanggan tersebut berasal dari Medan dan pernah mencoba menolong korban dengan meminta kepada mamihnya untuk memulangkan korban dan akan menggantinya dengan 3 orang, namun mamih tidak melepaskan korban sebab ia
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
142
belum mendapatkan 3 orang penggantinya sesuai janji pelanggan tersebut. di tempat lokalisasi tersebut, korban menceritakan bahwa ia disuruh untuk berdandan dan memakai pakaian seksi, sedangkan ia tidak terbiasa memakai pakaian seperti itu. Ia juga menceritakan bahwa teleju merupakan satu kampung, yang memiliki RT dan RW sendiri namun keseluruhan kampung tersebut merupakan tempat lokalisasi yang memiliki wisma-wisma. Selama di lokalisasi, korban bertempat tinggal di salah satu wisma tersebut setiap harinya. Ia diijinkan keluar namun tetap selalu diawasi. Kemudian korban berhasil mengubungi keluarga di lampung, dan suami korban melaporkan ke Poltabes (Polresta) Bandar lampung dan polisi kemudian menjemput korban di lokalisasi. Korban pulang dengan membawa uang 700.000 yang kemudian dijadikan barang bukti oleh pengadilan, dimana saat ini mamih dan mbak pipit yang menawari pekerjaan kepada korban dikenakan hukuman 5 tahun penjara. Korban mengakui ia sangat takut apabila kedua orang tersebut telah bebas. Saat ini korban ingin tutup buku dan memulai kehidupan baru. “saya takut gitu lho mbak kalau mereka bebas. Ya gimana ya, takut aja kayanya mereka dendam banget gitu sama saya. Kemarin saja pas lebaran suaminya itu (suami mbak pipit) bilang sama saya, puas kamu ya sekarang bisa lebaran. Enak kamu ya, katanya”. Namun, korban mengakui bahwa ia sangat trauma dan tidak mau lagi , “mendingan saya buta deh untuk urusan begitu”. Korban juga menceritakan bagaimana ia sangat sedih ketika melihat anaknya yang pertama dan kemudian teringat bagaimana ada seorang pelanggan di lokalisasi tersebut yang merupakan siswa smp, “ya ampun ini kan sebesar anak saya mbak. Kok tahu saja mereka gitu-gitu”. Lalu korban juga menceritakan bahwa suaminya tidak ingin lagi mempermasalahkan hal ini. Korban sempat berkali-kali bilang bahwa ini adalah kesalahannya karena sangat mudah percaya dengan orang pada saat itu. Ia pun mengakui bahwa ia sangat membutuhkan uang, dan tawaran tersebut sangat
menggiurkan. Namun, korban sempat
mengutarakan “kadang saya mikir, saya kan nggak mau kaya gini. Lagian siapa suruh suami saya kerja nggak tentu, susah cari uang”. Sehingga, menurut pengamatan peneliti, korban berada dalam taraf dilema untuk mencoba menyalahkan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
143
diri sendiri dan disisi lain menyadari bahwa ini bukan sepenuhnya kesalahannya. Korban juga menjelaskan bahwa ia sangat pasrah apabila suaminya ingin membalas dirinya, dan ia sangat menerima apa yang akan terjadi pada dirinya dan mempercayainya sebagai suatu karma. Setelah kasus tersebut selesai, korban mendapatkan bantuan dari dinas sosial untuk berusaha membuka warung. Namun, dagangannya tidak berhasil dan akhirnya hingga saat ini ia masih berjualan pempek keliling. “yah mbak, panas-panas juga saya jabanin daripada saya harus jadi begitu (bekerja di prostitusi). Saya mah yasudahlah dagang saja, mungkin ini cobaan”. Kemudian peneliti mengantarkan korban pulang ke rumah di daerah kedamaian dengan diantarkan oleh Mbak uthie.
Rumah korban merupakan sebuah rumah
kontrakan yang dikontrakkan seharga 150.000 rupiah per bulannya. Peneliti hanya memasuki ruang tamu, sehingga tidak dapat melihat keseluruhan kondisi rumah korban. Saat peneliti datang hanya terdapat anak korban yang kedua, dan suami korban sedang pergi bekerja. Korban mengakui juga bahwa suaminya mendapatkan bos yang baik, dan meminjamkan uang kepada suami korban untuk membli motor. Sehingga gaji yang didapatkan suami dipotong, dan total gaji suami hanya 200.000 rupiah tiap minggu. Kemudian peneliti pamit pulang.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
144
Day 2- Rabu, 9 November 2011 Hari ini adalah hari kedua peneliti berada di Bandar Lampung. Pagi hari peneliti mengabari korban Rina via sms bahwa peneliti akan kembali mengunjunginya di rumah pada siang hari. Mbak Rina menanyakan dengan siapa peneliti akan datang, dan peneliti mengatakan akan datang sendirian. Kemudian setelah Rina menyatakan kesediaannya untuk kembali diwawancara, peneliti bersiap untuk pergi ke kantor DAMAR. Di kantor DAMAR peneliti menyelesaikan pedoman wawancara yang akan dipergunakan untuk mewawancarai korban Rina. Pada kesempatan kedua ini peneliti akan melakukan wawancara lebih terstruktur, dengan melihat kondisi dan situasi yang peneliti alami ketika melakukan perkenalan awal dengan korban Rina. Saat itu korban Rina tidak banyak dapat menceritakan dan mengeksplor kisah yang menimpa dirinya, sehingga peneliti akan membuat daftar pertanyaan dalam wawancara yang akan dilakukan siang ini. Setelah membuat pedoman wawancara, peneliti melihat koleksi buku di perpusatakaan kantor Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR. Perpustakaan tersebut memiliki beberapa referensi yang dapat dipergunakan oleh peneliti dalam penulisan skripsi ini, sehingga peneliti mengumpulkan beberapa buku untuk meminjamnya. Saat akan bersiap untuk berangkat ke tempat korban, peneliti mengurungkan niat untuk pergi sendiri sehingga peneliti menghubungi adik peneliti yang bersekolah tidak jauh dari kantor DAMAR untuk menemani peneliti. Maka kemudian peneliti pergi dengan adik peneliti yang masih bersekolah SMP. Sesampainya di tempat korban, peneliti meminta adik peneliti untuk menunggu di dalam mobil atau di warung sekitar, sehingga peneliti dapat dengan leluasa menghabiskan waktu secara intim dengan korban. Korban sudah menunggu di dekat rumah korban, kemudian kami bersama-sama menuju rumah korban. Anak korban, E yang sebelumnya terluka matanya saat ini sudah sembuh. Dan menurut pengakuan korban, biaya untuk berobat ke rumah sakit menghabiskan biaya 100.000 rupiah. Kemudian peneliti memohon ijin untuk menyalakan recorder atau alat perekam. Awalnya korban tampak ragu dan menanyakan untuk apa harus direkam. Peneliti menjelaskan bahwa rekaman tersebut akan menjadi catatan bagi peneliti dalam
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
145
melakukan penulisan. Peneliti juga berjanji tidak akan menyebutkan nama korban dalam penulisan dan tidak akan menyebarluaskan hasil rekaman tersebut. setelah mendapatkan persetujuan korban, peneliti kemudian menyalakan alat perekam dan memulai melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat. Sehingga, wawancara kedua ini berbentuk terstruktur. Selama melakukan wawancara, jarang sekali korban menatap mata peneliti. Mata korban lebih banyak dialihkan pada televisi yang menyala, dan sesekali mengawasi perilaku anak korban , E dan I yang sedang bermain. Emosi korban dalam bentuk kekesalan dan sedikit kemarahan sempat muncul dalam menjelaskan jawaban dari beberapa pertanyaan yang peneliti ajukan, sebagai contoh pertanyaan yang menyangkut kesulitan finansial korban, permasalahan suami korban yang sering menganggur, kemudian perilaku tidak adil dari keluarga korban terhadap dirinya di daerah asalnya, permasalahan tanah dan rumah warisan yang menjadi masalah di keluarga, dan saat korban menceritakan bagaimana awalnya ia berangkat ke pekanbaru tanpa curiga sedikitpun pada pelaku. Korban juga memunculkan emosi kemarahan dan kekesalan pada saat menceritakan mengenai perilaku/reaksi dari polisi yang berada di pekanbaru yang diakui seringkali menyudutkan posisi korban serta melakukan kekerasan verbal dan pelecehan.
Korban kerap kali menghadapi
kebingungan ketika harus mendeskripsikan perasaan korban pada saat kejadian trafiking ini menimpa dirinya dan reaksi yang muncul adalah adanya penyalahan terhadap diri sendiri, sekalipun pada saat itu korban juga terlihat tidak rela untuk menyalahkan diri sendiri dan melihat hal tersebut bukan sepenuhnya kesalahan dirinya, melainkan kesalahan suami yang lama tidak bekerja. Kemudian emosi korban dalam bentuk kesedihan muncul ketika korban menceritakan masa lalunya yang memiliki ibu tiri. “yah namanya juga ibu tiri ya mbak, 1000-1 lah yang baik gimana sih. Pilih kasih gitu lho” , menurut pernyataan korban saat menjelaskan mengenai kehidupan masa kecilnya. Emosi penyesalan korban juga muncul pada saat korban menceritakan mengenai pilihannya untuk menikah muda, namun sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa pada akhirnya korban cenderung untuk menyalahkan
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
146
diri sendiri sebab menikah muda dengan suaminya saat ini
adalah merupakan
pilihannya sendiri. Pada akhir wawancara, peneliti menanyakan beberapa pertanyaan terkait dengan harapan dan rencana korban kedepannya. Pada saat itu korban mengakui bahwa ia terkadang ingin sekali memiliki rumah sendiri, walaupun hanya sekedar gubuk mengingat korban seringkali pindah-pindah kontrakan dan hal tersebut kerapkali membuat dirinya lelah. Namun pada saat menjelaskan hal tersebut, korban terlihat sangat pesimis sebagaimana korban mengucapkan, “yah kalo bisa dibilang itu keinginan nomer 200 sekian ya”. Korban seringkali menunjukkan kepasrahannya, dan juga di sisi lain korban sering juga menunjukkan rasa kebenciannya ketika harus mengingat kondisi dan situasi saat dirinya berada di lokalisasi di Teleju, Pekanbaru, Riau. Kemudian setelah melakukan wawancara lebih kurang 2 jam, peneliti pamit pulang kepada korban dan meminta agar silaturahmi dapat terus berjalan. Day 3 – Kamis, 10 November 2011 Hari ini peneliti datang ke kantor DAMAR untuk menyelesaikan beberapa tugas kantor sekaligus untuk mengumpulkan data penting terkait dengan korban Rina sebagai korban dari tindak trafiking yang ditangani oleh DAMAR. Beberapa data yang berhasil peneliti kumpulkan antara lain laporan hasil konseling oleh psikolog terhadap Rina dan beberapa berkas salinan putusan hakim kasus trafiking yang menimpa Rina. Peneliti juga mendapatkan data kumpulan kronologis beberapa kasus trafiking yang pernah ditangani oleh DAMAR, yang kemudian data tersebut akan dipergunakan untuk menjadi data tambahan bagi peneliti dalam melakukan análisis. Sore hari saat peneliti pulang dari kantor, peneliti mengunjungi rumah paman peneliti. Dan pada saat ke rumah paman peneliti tersebut peneliti mendapatkan informasi dari paman peneliti bahwa salah satu mantan PRT di rumahnya pernah mengalami trafiking dengan cara dijual oleh orang tuanya untuk dikawinkan dengan tujuan untuk membayar hutang. Maka kemudian peneliti menanyakan lebih lanjut
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
147
mengenai keberadaan korban. Paman peneliti memberitahukan bahwa peneliti dapat menggali informasi lebih lanjut dengan YAN, salah satu Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja di rumah paman peneliti yang mengetahui kasus tersebut dan merupakan sepupu dari korban. Kemudian peneliti memutuskan untuk menjadikan YAN sebagai gatekeeper peneliti dalam kasus yang menimpa korban IN. berhubung hari sudah malam, dan gatkepeer YAN sudah tertidur maka peneliti memutuskan kembali ke rumah paman peneliti esok hari. Day 4 – Jumat, 11 November 2011 Pagi hari peneliti mengunjungi kantor DAMAR untuk melakukan studi literatur terhadap beberapa referensi dan bahan bacaan yang dimiliki oleh perpustakaan DAMAR. Namun, peneliti juga harus menyelesaikan beberapa pekerjaan peneliti terlebih dahulu. Peneliti mendapatkan kabar dari paman peneliti via telepon bahwa peneliti dapat melakukan wawancara terhadap gatekeeper peneliti terlebih dahulu untuk mengetahui kasus yang menimpa korban IN. Maka kemudian peneliti memutuskan untuk mendatangi rumah paman peneliti setelah menyelesaikan pekerjaan di kantor. malam hari saat mengunjungi rumah paman peneliti, peneliti mulai mendekatkan diri dengan gatekeeper YAN yang merupakan saksi utama pada kasus yang menimpa IN. Peneliti menanyakan pada YAN apakah peneliti dapat mengunjungi korban IN di desa nya. Namun YAN agak ragu sebab menurut YAN, hanya dirinya lah yang mengetahui kasus yang menimpa korban. YAN menceritakan bahwa ia dan korban IN adalah bersaudara sepupu, dimana keduanya bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di tempat yang sama, yaitu rumah paman peneliti. YAN baru berusia 16 tahun, dan IN baru berusia 14 tahun dan sudah menikah. Menurut cerita YAN, selama bekerja 1 minggu di rumah tersebut, korban IN sering bertengkar dengan suaminya lewat telpon selular, bahkan IN sempat sering menangis dan tidur larut. Awalnya IN menceritakan bahwa permasalahannya adalah ketika suami IN merasa cemburu karena istrinya bekerja di Bandar Lampung dan memaksanya untuk pulang. Namun pada akhirnya korban IN menceritakan pada YAN permasalahan pada rumah tangganya, dan menceritakan bahwa pernikahannya
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
148
dengan suami adalah karena untuk melunasi hutang orang tuanya. Namun YAN menegaskan bahwa IN ingin sekali ceritanya dirahasiakan sebab ia tidak ingin ada satupun orang di kampungnya yang mengetahui kisah ini, sebab ia merasa malu dan takut kepada orang tuanya. Menurut YAN, IN memilih untuk diam sebab ia mengetahui bahwa orang tuanya akan menyalahkan dirinya apabila ia menceritakan permasalahannya. IN bercerita kepada YAN bahwa dirinya diperlakukan sangat tidak baik, ia sering dipukuli oleh suaminya dan sering tidak diberi makan sehingga harus mencari makanan dari bekas singkong yang ditemukan di ladang. IN tinggal bersama suaminya sebuah gubuk pinjaman di tengah ladang dan tidak memiliki tetangga siapapun, sehingga tidak ada satupun orang yang mengetahui perlakuan suaminya terhadap dirinya. Kemudian YAN juga menceritakan bagaimana awal kisah IN memutuskan untuk menikah dengan suaminya. Suami IN merupakan orang dari Jawa yang sebelumnya bekerja di sebuah pabrik di Palembang. Kakak dari suami IN memiliki hutang cicilan motor, namun ia kabur entah kemana sehingga suami IN lah yang bertanggung jawab untuk melunasi hutang tersebut. orang tua IN yang memiliki hutang kepada suami IN pun kemudian didatangi oleh IN dan ditagih hutangnya, namun karena orang tua IN tidak dapat membayar maka suami IN meminta salah satu dari anak orang tua IN untuk dinikahkan. Orang tua IN mempunyai 4 anak, yaitu kakak perempuan IN, IN sendiri sebagai anak kedua dan dua orang adik kembar IN. kakak perempuan IN merupakan pilihan awal dari suami IN dan orang tuanya. Namun, kakak IN menolak dan singkat cerita memutuskan untuk hamil dengan pacarnya dan kemudian mereka dinikahkan. Karena mengetahui bahwa orang tua IN masih memiliki gadis, yakni IN sendiri, maka ketika IN masih bekerja di Bandar Lampung IN dipaksa untuk pulang kembali ke kampong dan dinikahkan. Awalnya IN berpacaran terlebih dahulu dengan suami IN selama sebulan dan pada saat itu perlakuan suami IN masih sangat baik dengan IN. kemudian setelah menikah barulah IN mengetahui sikap asli suaminya. Menurut YAN, IN menceritakan pada YAN bahwa ia melakukan hal tersebut semata-mata untuk membahagiakan orang tuanya.
Maka kemudian peneliti memutuskan untuk mewawancarai gatekeeper
YAN sebagai saksi utama dari kasus yang menimpa korban IN. peneliti
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
149
mewawancarai gatekeeper di kamar peneliti, dan awalnya gatekeeper YAN sedikit canggung sebab posisi peneliti merupakan keponakan dari majikannya. Maka kemudian peneliti memutuskan untuk mewawancarai gatekeeper YAN di kamar tidur milik YAN. Day 5 – Sabtu, 12 November 2011 Hari ini peneliti berencana mengunjungi korban trafiking IN, di kecamatan SB, Lampung Tengah. Menurut informasi yang diterima oleh peneliti, di kecamatan ini mayoritas adalah orang Bali yang bertransmigrasi ke Bandar Lampung. Dan salah satu dusun yang akan peneliti kunjungi adalah daerah SB 15, yaitu daerah ini merupakan daerah „bali islam‟, dimana kesemua penduduk bali yang berada di wilayah ini beragama Islam, dan derah sisanya adalah beragama hindu. Perjalanan menempuh waktu 3 jam, dan disepanjang perjalanan peneliti melihat irigasi yang sangat besar, dan menurut informasi irigasi tersebut merupakan bagian dari proyek terbesar yang pernah ada di propinsi Lampung. Peneliti mengunjungi SB 15 dengan ditemani oleh gatekeeper YAN dan didampingi oleh keluarga peneliti. Sebab memang paman peneliti sangat paham dengan wilayah ini, dan cukup banyak mengenal warga di SB 15. Sepanjang perjalanan, peneliti melihat hampir seluruh rumah yang berada di pinggir jalan memiliki pura di depan rumahnya, sehingga memang tampak suasana bali yang sangat kental di wilayah Lampung Tengah ini. Perjalanan cukup rusak hingga akhirnya peneliti tiba di kecamatan SB dan melihat sebuah polsek di pusat kota kecamatan. Peneliti mulai memasuki dusun dan rumah pertama yang dituju adalah rumah gatekeeper YAN, yang bekerja sebagai PRT di tempat paman peneliti. Sesampai di rumah YAN, peneliti melakukan observasi. Dusun SB 15 hampir keseluruhan wilayahnya adalah kebun singkong, dan ladang. Dan menurut seorang Ibu (warga) yang peneliti sempat tanyai, ada banyak kebun buah-buahan seperti semangka dan jagung di wilayah ini walaupun hasil yang paling banyak adalah singkong. Di dusun ini juga memiliki persawahan sehingga ada pula penduduk yang bertani sawah. Seorang warga yang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
150
peneliti sempat tanyakan
baru saja akan pulang ke rumah dari ladang. ia juga
menjelaskan bahwa kebanyakan penduduk disekitar bekerja sebagai buruh, sebagaimana contohnya adalah dirinya sendiri. Sebab untuk memiliki ladang sendiri membutuhkan modal yang sangat besar, seperti kebun semangka yang membutuhkan modal hingga Rp 25.000.000,00 untuk memiliki kebun tersebut. kemudian Ibu tersebut pamit mengundurkan diri dan peneliti beserta gatekeeper YAN mengunjungi rumah kedua, yaitu bapak YAS. Bapak YAS adalah orang tua dari mantan PRT paman peneliti. Beliau cukup banyak mengetahui mengenai keadaan sosial dan kultur di dusun SB 15 tersebut, sehingga peneliti memutuskan untuk menanyakan mengenai setting sosial kepada beliau. Oleh karena tidak ada satupun orang yang mengetahui kasus yang menimpa korban IN, maka peneliti memutuskan untuk tidak menanyakan kabar maupun keberadaan IN, atas pertimbangan keamanan bagi korban sendiri yang sampai saat ini masih tinggal bersama suaminya. Tujuan awal peneliti mengunjungi dusun SB 15 adalah untuk mengetahui tempat korban tinggal dan menemuinya akhirnya beralih menjadi observasi lapangan dusun SB 15 sebagai bagian dari setting sosial tempat korban tinggal. Perubahan rencana ini dengan mempertimbangkan keamanan utama bagi korban serta keamanan bagi peneliti sendiri, sehingga peneliti kemudian hanya melakukan wawancara tidak terstruktur dan observasi lapangan mengenai setting sosial dusun SB 15 sebagai perkampungan orang Bali Islam di wilayah Lampung Tengah. Peneliti melakukan wawancara secara tidak terstruktur kepada bapak YAS di ruang tamu kediaman bapak YAS. Dalam melakukan wawancara,peneliti didampingi oleh keluarga peneliti sehingga bentuk dari interaksi antara peneliti dengan bapak YAS adalah secara non formal. Hasil dari observasi terhadap lingkungan sekitar terlihat bahwa banyak dari penduduk
SB 15 yang
berternak sapi, dan saat peneliti melihat ke jalan utama terlihat banyak ibu-ibu mengendarai motor dan membawa beberapa peralatan. Menurut gatekeeper YAN, mereka (ibu-ibu tsb) akan pergi ke ladang. Umumnya ibu-ibu tersebut bekerja secara borongan, misalkan saja untuk menggarap (menanam bibit singkong) 1 hektar ladang singkong akan dibayar 600.000 rupiah untuk 12 orang. Namun, untuk jenis pekerjaan buruh harian, bayaran nya akan lebih murah misalkan untuk menyebar pupuk pada
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
151
lading singkong sebesar 1 hektar, per hari nya akan dibayar 12.000 rupiah. Dan menurut bapak YAS, kebanyakan laki-laki di dusun tersebut bekerja menggarap sapi dan ladang. Dan informasi lain yang didapatkan adalah bahwa umumnya di dusun ini banyak anak perempuan yang sudah menikah pada usia masih belia, antara 14-17 tahun, dan umumnya laki-laki menikah pada usia 20 tahun keatas. Menurut pengakuan gatekeeper YAN sendiri, di dusun tersebut sudah tidak ada lagi „gadis‟ sebab umumnya mereka sudah banyak yang menikah. Kemudian untuk permasalahan perbedaan agama pada masyarakat Bali di SB, bapak YAS mengakui bahwa keadaan antara umat hindu dan islam berjalan baik. Walaupun memang tidak pernah ada warga Bali Islam yang bertandang ke wilayah Bali Hindu dan juga sebaliknya. Menurut cerita bapak YAS, pada jaman dulu pernah ada kejadian seorang perempuan warga Bali Islam menikah dengan warga Bali Hindu, dan pada saat itu terjadilah konflik dimana si perempuan dikejar-kejar oleh orang sekampung dan dipukuli, dan menurut bapak YAS, mungkin hal tersebut yang menyebabkan tidak ada perkawinan yang terjadi antara penduduk Bali Islam dan Bali Hindu sehingga terdapat beberapa kasus incest juga di wilayah SB 15 yang seluruhnya adalah penduduk Bali Islam, sebab mereka umumnya masih memiliki hubungan keluarga. lebih jauh lagi bapak YAS juga menjelaskan mengenai adat istiadat pernikahan masyarakat Bali di SB 15. Umumnya pada saat menikah, perempuan menikah di tempat kediaman laki-laki, dan bukan di tempat kediaman perempuan. berbeda lagi dengan adat istiadat Bali Hindu di wilayah SB lainnya yang memiliki adat pernikahan dengan cara membawa lari perempuan selama 4 hari baru kemudian meminta izin untuk dinikahkan. Hal ini hampir serupa dengan kebudayaan lampung yang beristilah „larian‟. kemudian peneliti dan keluarga diundang untuk menyantap makan siang, dan berakhirlah wawancara yang dilakukan tidak terstruktur tersebut. peneliti sempat menanyai lokasi rumah korban kepada gatekeeper YAN, namun ia mengatakan lokasinya sangat jauh dan tidak memungkinkan untuk dijangkau. Pada pukul 13.00 peneliti dan keluarga pamit, dan kami diberikan berbagai macam sayuran dan buah-buahan dari bpk YAS.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
152
Lampiran 5
VERBATIM DIRA
VERBATIM WAWANCARA NAMA INFORMAN
: DIRA
TANGGAL WAWANCARA :MINGGU, 23 OKTOBER 2011
PENELITI: sekarang mau dipanggil putri apa dira? INFORMAN: hmm dira aja deh. PENELITI: dira? Hmm dira usianya berapa? INFORMAN: 14 PENELITI: pernah sekolah? Terakhir sekolah kelas berapa? INFORMAN: pernah, SD kelas 2. PENELITI: udah bisa baca tulis tapi? INFORMAN: ga bisa, tapi bisa ngeja. PENELITI:oh, bisa tapi masih ngeja, tanggal lahir? INFORMAN: nggak tau, PENELITI: dira punya adik berapa? INFORMAN: 2 PENELITI: ibu anaknya berapa? INFORMAN: 3 PENELITI: jadi kamu anak pertama? INFORMAN: iya
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
153
PENELITI: adik kamu yang kedua yang mana? INFORMAN: itu yang tadi. PENELITI: oh yang perempuan tadi yaa? Siapa namanya? INFORMAN: I PENELITI: I, umurnya? INFORMAN: umur 13 tahun PENELITI: beda setahun sama dira, kalo yang terakhir umur berapa? INFORMAN: iya, yang terakhir umur 10 tahun PENELITI: 10 tahun perempuan juga? INFORMAN: iya PENELITI: sekolah ga adik-adik? INFORMAN: jarang sekolahnya PENELITI: jarang tapi sekolah? INFORMAN: iya. PENELITI: itu adik-adiknya kelas berapa aja? INFORMAN: kelas 1 sama kelas 2 PENELITI: SD? INFORMAN: iya. PENELITI: ooh jadi males sekolah yaa, terus selama kamu disini, kegiatan kamu apa aja sehari-hari? INFORMAN: dirumah aja. PENELITI: kemaren katanya sempet ke malang ya? INFORMAN: iya PENELITI: kenapa?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
154
INFORMAN: ya males aja. PENELITI: males kenapa? INFORMAN: ga apa-apa PENELITI: punya pacar? INFORMAN: iya. PENELITI: pacarnya orang sini juga? INFORMAN:iya PENELITI: kerja ga? INFORMAN: iya PENELITI: berantem sama pacarnya? Dipukul ya? INFORMAN: iya PENELITI: gara-garanya apa? INFORMAN: gara-gara jadi saksi kemarin PENELITI: pacarnya sekolah ga? Atau kerja? Atau udah besar atau udah seumuran? INFORMAN: udah besar, udah umur 25 PENELITI: aku udah denger sedikit cerita tentang dira, tapi aku mau tanya ke dira langsung, dira gak apa-apa kan? INFORMAN: iya gak apa-apa PENELITI: waktu itu berangkat dari rumah kemana itu? Pas kamu kabur itu. INFORMAN: aku pertamanya ke malang, terus aku ketemu temen-temen aku, terus aku dianterin ke tretes. PENELITI: oh jadi kamu kemalang dulu. Terus di malang itu kamu berapa hari? INFORMAN: sekitar 6 bulanan ngelawang. PENELITI: dimana? Di tretes? INFORMAN: ya nggaklah, ngelawang gitu aku.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
155
PENELITI: ngelawang dirumah orang gitu? INFORMAN: nggak, dijalan-jalan gitu. PENELITI: trus kamu sampe ke tretes itu dianterin sama temen? INFORMAN: iya PENELITI: awalnya temen bilangnya gimana gitu sama kamu, waktu dia nganterin kamu ke tretes itu. INFORMAN: katanya mau dikasih kerjaan dari pada aku ngelawang gitu PENELITI: kamu pergi ke malang itu kenapa? INFORMAN: ya gak apa-apa pengen cari uang aja, bantú-bantu ibu. PENELITI: ibu kerjanya apa? INFORMAN: petani PENELITI: disini taninya tani apa? INFORMAN: sawah, cari rumput. PENELITI: untuk? INFORMAN: sapi PENELITI: bapak? INFORMAN: sama PENELITI: rumput juga? INFORMAN: iya PENELITI: bapak sama ibu sehari dapat uang berapa? INFORMAN: sekitar 25.000 sehari PENELITI: itu 25 berdua? INFORMAN: iya PENELITI: aku denger kamu katanya mau dinikahin ya?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
156
INFORMAN: iya PENELITI: sama siapa INFORMAN: ya sama orang sini, tapi ga jadi. Karna ada cekcok sama aku. Jadi ga jadi gitu loh. PENELITI: itu yang minta bapak sama ibu? INFORMAN: bukan, ya kita berdua PENELITI: oh, dia ngajak gitu? INFORMAN: iya PENELITI: bukan pacar yang ini yang ngajak. INFORMAN: ya yang ini PENELITI: sama yang ini udah ngajak nikah? INFORMAN: iya sebenernya sih kurang 1 bulan, terus dia nampar aku gara-gara masalah sama mba yang tadi itu. PENELITI: terus sekarang masih berhuungan? INFORMAN: nggak PENELITI: udah ga ketemu lagi? INFORMAN: nggak PENELITI: ini pacar baru dong? INFORMAN: temen, temen tapi mesra. PENELITI: dia sekolah? INFORMAN: iya dia sekolah, PENELITI: kelas berapa? INFORMAN: gatau, SMA kayaknya PENELITI: kelas berapa? INFORMAN: gatau kayanya kelas 3, aku ga tanya- tanya
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
157
PENELITI: orang sini juga pacar barunya? INFORMAN: nggak, bukan. Anak malang yang tadi nganter aku kesini PENELITI: awalnya mau pulang kesini kenapa? INFORMAN: ya katanya temen aku ada yang mau meninggal gitu, makanya aku mau pulang, PENELITI: kamu kan sebelum ke tretes kan ke malang dulu, itu kamu naik apa? Kan gatau jalan INFORMAN:aku ikut orang truk hehehe PENELITI: Oh numpang truk gitu? Motornya ia tarok situ aja INFORMAN: yang dulu, trus yang kemarin sama temen PENELITI: terus di tretes berapa lama? INFORMAN: 4 bulan penuh atau 5 bulanan PENELITI: dapet uang berapa per bulan? INFORMAN: 31 juta PENELITI: 31 juta itu 4 bulan? INFORMAN: iya PENELITI: kalo 1 hari itu kamu dapet berapa biasanaya? INFORMAN: ga mesti sih. Kan kadang sepi,kadang rame. PENELITI: sekarang kamu pengen belajar ga? INFORMAN: mau PENELITI: kalo diajak dilatih sama bu nun mau ga? INFORMAN: mau, tapi kan aku masih kangen sama ibu, paling minggu-minggu depan. PENELITI: mau ke surabaya? INFORMAN: iya
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
158
PENELITI: belajar? INFORMAN: iya, tapi bisanya minggu depan, kan kalo sekarang kan aku baru pulang. PENELITI: terus rencanamu besok pulang sama temenmu? INFORMAN: nggak, aku disini, temenku to yang pulang. Dia kemarin mau pulang tapi karna udah malem aku suruh dia nginep disini dulu, karna kan rawan kalo pulang malem gitu. PENELITI: dianter kesini naik apa? INFORMAN: naik sepeda PENELITI: dari malang? INFORMAN: iya PENELITI: oh iya uang 30 juta itu terus kamu beliin apa uangnya? INFORMAN: dikasih ke orang tua, terus buat beli rumah, selebihnya ga tau lagi kemana. PENELITI: tapi udah punya rumah sendiri kan? INFORMAN: iya PENELITI: tapi bapak ibu masih merumput? INFORMAN: masih PENELITI: rumahnya dimana? Masih di gang baru? INFORMAN: masih.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
159
VERBATIM WAWANCARA NAMA INFORMAN
: DIRA
TANGGAL WAWANCARA
: Selasa, 25 Oktober 2011.
PENELITI: waktu itu kamu pulang kesini orang – orang disini gimana sama kamu? INFORMAN: seneng banget, aku diporotin terus gitu uang aku ya, terus abis itu uangku udah mau abis. Tinggal 9 juta, 9 juta itu aku tarok di lemari, terus aku ikut ibuku nyari rumput, abis itu aku pulang, uang 9jt itu ilang. Terus aku nangis, sebenernya aku mau buat rumah, tempat yang aku beli tuh disitu. PENELITI: diatas rumah kamu? INFORMAN: iya, terus abis uang aku ilang aku sedih banget, ngerasa gak bisa bahagiain orang tua aku, ya bisa sih tapi kan cuma satu ruman to‟. Cita – cita aku kan masih banyak, pengen buat rumah orang tua, terus pengen nyenengin orang tua lah. Pengen banget, tapi ga bisa. PENELITI: orang tua kamu pernah minta gitu ga? Minta kamu buat kerja atau apa gitu? INFORMAN: ga pernah sih, tapi kalo kasar ya pernah, nampar aku gitu sering. PENELITI: kenapa bisa gitu? INFORMAN: ya bisa, tapi jangan bilang – bilang ya, ya karna aku dirumah itu diem to‟, abis makan terus tidur gitu, pasti dia marah. Gitu loh, tapi jangan bilang – bilang yaa. PENELITI: kalo marah gitu, mukul? INFORMAN: pernah, pernah sampai mukul, bapak aku gara – gara itu tadi. PENELITI: oh gitu, kalo ibu? INFORMAN: kalo ibu sih jarang, kalo bapak hamper tiap hari begitu. PENELITI: karna apa? Bapak maunya kamu bantu – bantu merumput gitu?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
160
INFORMAN: iya, aku kan ga bisa, aku bisanya cuma apa ya, masak – masak gitu, atau nyuci baju itu aku masih bisa. Tapi kalo aku disuruh merumput gitu aku ga bisa. Aku kan masih kecil, masa disuruh cari rumput. Hmm disini temenku banyak. PENELITI: baik – baik ga temennya? INFORMAN: baik PENELITI: terus mereka tau ga soal masalah kamu yang kemarin? INFORMAN: tau PENELITI: tapi gak kenapa – kenapa kan mereka? INFORMAN: ga kenapa – kenapa. Disini ga ada masalah, mereka bilangin aku, mereka ga kasih uang kan ke aku, walaupun aku kerja seperti itu tapi kan mereka ga ikut – ikutan, kan aku aja yang kerja kayak gitu. PENELITI: kamu ada rasa sedih ga, begitu tau, misalnya kamu kan setelah kejadian itu kan diambil bu nun, nah itu kamu ada ngerasa sedih ga? Atau emang kamu sebelumnya emang ga tau apa – apa? INFORMAN: ya ada sih sedih. PENELITI: sedihnya kenapa? INFORMAN: ya kan aku harus ninggalin orang tuaku lama, aku kalo gak ketemu 1 hari tuh rasanya gimana gitu, tapi kan aku terpaksa. Aku harus cari uang, aku harus pinter, biar bisa ngangkat orang tuaku lebih tinggi lagi, biar orang tuaku ga malu. PENELITI: adik – adik kamu sekolah ya? Suka disuruh kerja ga sama bapak? INFORMAN: ga pernah. PENELITI: jadi cuma kamu aja? INFORMAN: iya cuma aku doang, dulu kalo aku sekolah, buku aku pasti di robek, beneran. Aku ga bohong. Sumpah demi Allah, jadinya aku berenti kelas 2, udah males banget sekolah, kalo digituin sama orangtua. PENELITI: kenapa dirobek? INFORMAN: ga tau, sebenernya aku tuh pengen banget sekolah lebih tinggi. Pengen banget.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
161
PENELITI: tapi disuruhnya nyari rumput? INFORMAN: iya,masa kecilku itu tersiksa banget, disuruh cari rongsokan sama orangtuaku, PENELITI: rongsokan? INFORMAN: iya, nyari di tempat – tempat sampah gitu. Siapa yang ga malu, anak cewe lagi. Disuruh nyari rongsokkan. Terus masa aku harus bantah kalo disuruh orangtua begini, ga mungkin kan? Aku turuti aja mau dia apa, biar dia seneng, biar dia puas. Liat anaknya dijalan – jalan gitu, biar puas. Aku pengen banget bahagiain orangtuaku. PENELITI: walaupun kamu sering disakitin? INFORMAN: iya, gimana sih caranya biar aku bisa nyenengin orangtuaku? PENELITI: maka dari itu kamu mutusin buat keluar dari rumah? Yang kamu ke malang. INFORMAN: aku ke malang, terus ketemu temenku itu, terus abis itu ya aku terjerumus di tretes itu. PENELITI: kamu marah ga sama temen kamu itu? INFORMAN: nggak PENELITI: kan dia yang udah bawa kamu kesitu? INFORMAN: nggak, aku udah bersyukur, udah bisa beliin rumah orangtuaku. PENELITI: yang penting emang kamu pengennya ngangkat orangtua ya? INFORMAN: iya, ga kenapa – kenapalah aku berkorban demi orangtua. PENELITI: selain itu, kalo dirumah kamu cuma dipukul aja? Yang lain – lain? INFORMAN: ga pernah, dulu sih waktu aku ikut sodara, adiknya ibuku. Aku pernah dipukul, terus pernah dijatohin, terus dimandiin air segentong. PENELITI: disiksa gitu? Kamu ngerewang disana? Nyapu – nyapu? INFORMAN: iya, aku udah nurut – nurut disitu, tanyalah sama mba ris kalo ga percaya, sama nani juga itu tau semua. Nasib adik – adikku itu enak, kalo aku sih ya begitu.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
162
PENELITI: jadi dulu pernah di mandiin air segentong, dipukulin, INFORMAN: dipukulin, itu aku sering banget, hamper tiap hari aku dipukulin sama dia. PENELITI: kenapa gara – garanya? INFORMAN: ya ga tau aku, mungkin aku salah kali, kalaupun aku ga salah ya paling emang aku salah. PENELITI: terus kamu keluar tuh dari sana? INFORMAN: iya,aku keluar pulang kerumah, tapi pas aku liat orangtuaku kok kayaknya gini banget, kasian banget gitu loh. Terus aku pergi dari rumah. Aku sendiri kan ya malu lah diliat orang, udah rumah berantakan, ga ada tetangga yang mau sama aku lagi. PENELITI: ga maunya kenapa? INFORMAN: ya karna dia itu benci sama aku, karna aku itu miskin. PENELITI: oh jadi orang – orang sini itu kalo kamu ada duit ya kamu ditemenin, kalo ga ada ya dijauhin gitu? INFORMAN: iya PENELITI: kalo disini rata – rata pekerjaannya apa? INFORMAN: disini? PENELITI: iya di B ini. INFORMAN: ya tanilah, cari rumput kayak gini, terus ada yang tani pisang, tani sayur –sayur gitu. Tapi disini banyaknya tani sayur. PENELITI: ibu – ibunya? PENELITI : sama ikut tani sayur juga. INFORMAN ohiya, aku mau tanya, waktu kamu di tretes itu, sehari kamu berapa orang? INFORMAN: bisa sampe 5 orang PENELITI: 5 orang?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
163
INFORMAN: iya, tapi kan disitu cuma nyanyi – nyanyi aja. Kalo yang hubungan suami istri jarang disitu. PENELITI: oh jarang, tapi kamu pernah? INFORMAN: pernah. PENELITI: itu pertama kalinya buat kamu? Yang di tretes itu? INFORMAN: iya PENELITI: kamu pernah dipukul sama pelanggan kamu ga? Atau diapain gitu. INFORMAN: pernah, gara – gara apa ya? Jadi aku kan takut pertamanya itu, mau masukin yang belakang gitu loh, aku tuh nangis, terus dia bilang “aku belum puas!” terus dia nampar aku. Mataku aja itu langsung mendul gara – gara itu, beneran deh. Dipukul 2 kali, terus dia kasih uangnya, terus aku pulang, itu pas itu tuh aku mabuk, lagian siapa sih yang mau digituin dari belakang, sakit kan?! Aku sendiri kan, ya gimana ya, dari depan aja sakit, apalagi yang belakang. PENELITI: kamu biasanya kalo begituan itu, sering dibuat mabuk dulu? INFORMAN: iya PENELITI: diminumin pil gitu kayak inex gitu? INFORMAN: iya PENELITI: kamu masih inget ga sama orang yang pertama kali berhubungan suami istri sama kamu itu gimana orangnya? INFORMAN: masih. Orangnya itu kayak polisilah, tinggi, hitam, terus agak gemuklah, gitu orangnya. PENELITI: dibayar berapa waktu pertama kali kamu ngelakuin itu? INFORMAN: 10 juta PENELITI: 10 juta? Itu karna kamu masih perawan? INFORMAN: iya PENELITI: terus uangnya?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
164
INFORMAN: buat perawatan muka sama badan. Abis itu aku nemuin temen aku, terus aku dianterin ke tretes. PENELITI: jadi itu kamu ngelakuin itu pertama kali bukan di tretes? INFORMAN: bukan PENELITI: terus pertama kali kamu ngelakuin itu dimana? INFORMAN: dimana ya? Lupa aku, di lawang kalo ga salah. PENELITI: itu tempatnya sama kayak tretes gitu? INFORMAN: ya nggak lah, kan dulu itu aku butuh duit banget, aku aja tidur itu dijalan – jalan. jadi aku bilang ke orang buat cariin aku orang, aku bilang aku masih perawan , setelah dicariin orang, aku lupa siapa yang cariin orangnya, terus aku dikasih 10jt, diajak ke kamar, terus abis itu sekitar 1 jam-an, aku disuruh pulang, terus aku cari kos – kosan. Aku rawat badan aku, abis itu ketemu temen aku, terus aku dianter ke tretes deh. PENELITI: berarti sebelumnya kamu tau? Maksudnya, kamu emang butuh uang, makanya kamu nawarin ke orang itu? INFORMAN: iya PENELITI: terus kamu bawa uang 10jt itu ditangan? INFORMAN: iya, PENELITI: emang ga takut di curi uangnya? INFORMAN: nggak, kalaupun uangku diambil ya silahkan aja. PENELITI: loh kan kamu mau cari uang? INFORMAN: ya, gimana ya mba ya, aku waktu itu udah stress banget, jadi masa sih masih ada yang mau ambil uangku? Udah pakaian aku gembel, masa masih mau diambil juga uangku? PENELITI: selama itu tuh kamu tidur dijalan? INFORMAN: iya PENELITI: pernah ngamen?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
165
INFORMAN: pernah, aku pernah ngamen, pernah ngemis juga. PENELITI: itu kamu tidurnya dipasar – pasar gitu? INFORMAN: iya PENELITI: abis 10 juta itu kamu baru pergi ke tretes? INFORMAN: iya PENELITI: kamu pernah digampar? Pernah di diapain lagi? INFORMAN: ya dipaksa – paksa gitu. Pernah di join juga PENELITI: berapa orang? INFORMAN: 6 orang PENELITI: laki – laki semua? INFORMAN: iya, tapi itu aku dalam keadaan ga tau, aku udah pingsan kali ya, udah abis ditamparin, terus aku dikasih obat, abis itu udah aku ga tau diapain lagi. PENELITI: terus pas kamu sadar itu gimana? INFORMAN: badan aku sakit semua. PENELITI: pernah periksa ke dokter? INFORMAN: pernah, tapi Alhamdulillah sehat – sehat aja. PENELITI: ga ada aids? INFORMAN: ga ada. PENELITI: kalo kamu lagi ngelakuin itu, kamu pake kondom ga? INFORMAN: pake PENELITI: harus pake? INFORMAN: selalu pake, pernah ada yang maksa buat ga pake kondom, tapi aku ga mau. Lagian aku takut hamil. PENELITI: boleh tau ga waktu kamu ngelakuin itu rasanya gimana? Apa karna kamu dibuat mabuk jadinya ga sadar, atau kamu ada rasa kayak bentroknya?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
166
INFORMAN: ya gara – gara aku mabok jadinya aku ga sadar. PENELITI: kalo sama pacar kamu yang ini, pernah dipaksa ga? INFORMAN: gak pernah, tapi kalo hubungan suami istri itu hamper tiap hari sama pacar yang pernah nampar aku itu. PENELITI: dimana biasanya? INFORMAN: dirumahnya dia. Aku kan udah pernah ikut kerumahnya. PENELITI: jadi udah kayak suami istri gitu? INFORMAN: iya. Kan udah diminta, orangtua sama orangtua kan udah sama – sama tau,. Tapi kan aku itu ikut ke bawah ke rumahnya, tapi kok lama – lama sering pulang malem, dee jadi curiga, udah gitu lama – lama ada masalah sama yang mba ris itu, terus lama – lama kok makin kurang ajar, aku ditampar sama dia, terus aku tinggal pergi dia. PENELITI: itu kamu pacaran sama dia sebelum atau sesudah ke tretes? INFORMAN: sesudah PENELITI: yang pertama ngajakin berhubungan itu kamu atau dia? INFORMAN: dua – duanya, aku ngajak dia juga ngajak. Soalnya kan dulu sama – sama suka. Sebenernya kalo dia ga kasar, aku sayang banget sama dia, walaupun dia jelek, item, tinggi banget, umurnya juga udah 25 tahun tapi aku seneng banget, suka banget sama dia. Tapi karna dia udah kurang ajar sama aku, jadi aku males. PENELITI: kurang ajarnya karna sering nampar kamu gitu? Semena –mena gitu ya? INFORMAN: iya, aku mah mintanya kalo aku punya pacar, ya baik sama aku. Aku kan butuh bahagia. PENELITI: jadi orangtua kamu itu maunya kamu cari rumput, kerjalah gitu ya? INFORMAN: iya, tapi kan aku ga bisa. PENELITI: biasanya selesai merumput sampe jam berapa? INFORMAN: jam 5 sore PENELITI: kalo ngerumput itu cari dimana?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
167
INFORMAN: disana jauh. PENELITI: biasanya dapet berapa iket? Terus di itungnya per iket atau gimana? INFORMAN: satu gerobak itu biasanya 3 ribu PENELITI: 1 hari bisa dapet berapa? INFORMAN: 25 ribu PENELITI: itu buat sapi? INFORMAN: iya. Aduh nasibku kok begini banget ya? PENELITI: pasti bisa kamu, bu nun kan udah ngajakin kamu buat jadi kepster INFORMAN: tapi mba jangan benci sama aku ya? PENELITI: ga kok dira, ga mungkin lah. INFORMAN: nah itu (guru) PENELITI: siapa? INFORMAN: yang pake narkoba itu. PENELITI: kamu pernah pake narkoba? INFORMAN: pernah PENELITI: pake apa? INFORMAN: narkoba PENELITI: maksudnya jenis apa? INFORMAN: itu yang warnanya putih terus kayak garam. PENELITI: sabu – sabu? INFORMAN: iya PENELITI: diisep? INFORMAN: iya PENELITI: apa rasanya?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
168
INFORMAN: ga bisa tidur, ga bisa makan. Terus harus dengerin musik terus, tapi semua yang udah pernah aku lakuin udah aku kasih tau ke bu nun semua. Soalnya kan aku ga bisa bohong, ntar kalo aku bohong aku menyesal sendiri nantinya. PENELITI: terus kamu cuma pernah nyoba itu aja? INFORMAN: iya PENELITI: ganja pernah ga? Yang dilinting –linting itu INFORMAN: ga tau,aku ga pernah PENELITI: yang kamu tau apa aja yang ada disana? Putau? INFORMAN: sabu – sabu sama pil – pil gitu aja PENELITI: kalo minuman gitu apa aja? Kayak inex, inti sari, atau bir gitu? INFORMAN: iya ada PENELITI: kamu sehari dibayar berapa? INFORMAN: 300 ribu PENELITI: itu ngelayanin hubungan suami istri berapa lama? INFORMAN: 3 jam PENELITI: 3 jam? Kuat? INFORMAN: 2 jam nyanyi –nyanyi, 1 jam hubungan suami istri. PENELITI: sering dipake join gitu? INFORMAN: gak, cuma 1 kali itu aja PENELITI: yang di join 6 orang itu? INFORMAN: iya PENELITI: bos kamu itu yang namanya pak darmo itu? INFORMAN: iya, udah liat? PENELITI: belum, aku diceritain aja. Kalo pak darmo itu pernah kasarin kamu?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
169
INFORMAN: ga pernah. Tapi dulu itu aku mau keluar, tapi tiap aku pergi pasti aja aku diikutin sama mata – matanya. PENELITI: ga boleh keluar gitu? INFORMAN: iya PENELITI: katanya duit kamu pernah ditahan , yang 30 juta ditahan sama pak darmo? INFORMAN: iya, tapi sekarang udah dikasih. PENELITI: kenapa ga dikasih? Takut kabur gitu? INFORMAN: iya PENELITI: berarti pak darmo itu kaya banget dong? INFORMAN: ya kaya begitulah. PENELITI: terus temen – temen kamu yang lain pernah ngalamin kekerasan juga ga disana? Aku pengen tau disana gimana gitu. INFORMAN: ga pernah kesana? PENELITI: belum pernah PENELITI: biasanya darimana orang – orang yang datang kesana? INFORMAN: ya dari mana – mana.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
170 Lampiran 6
VERBATIM RINA
VERBATIM WAWANCARA NAMA INFORMAN : RINA WAKTU WAWANCARA : 8 DAN 9 NOVEMBER 2011
PENELITI: namanya mba Rina? INFORMAN: iya PENELITI: nama panjangnya? INFORMAN: Rina novita PENELITI: sekarang mba umurnya 31th ? INFORMAN: iya 31 tahun PENELITI: tanggal lahir? INFORMAN: 14 juni 1980 PENELITI: jumlah saudara? INFORMAN: ada 5, yang tiri 2 PENELITI: mba anak keberapa? INFORMAN: pertama PENELITI: pertama dari 5 bersaudara? INFORMAN: iya PENELITI: pendidikan terakhir SD? INFORMAN: iya PENELITI: di SD mana? INFORMAN: SDN 3 kelurahan talang
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
171
PENELITI: sekarang pekerjaannya apa mba? INFORMAN: ya jualan mpek – mpek keliling PENELITI: terus ada kerjaan sampingan? INFORMAN: ya ada, kalo ada yang pesen – pesen barang gitu, ya saya cariin. PENELITI: biasanya dapet berapa itu mba? INFORMAN: ya tergantung barangnya, paling dapet 50% dari harga barang. PENELITI: kalo mpek – mpek itu 20 ribu bersih? INFORMAN: iya PENELITI: terus belanja ikannya dimana? INFORMAN: di warung aja sih mba PENELITI: ooh, kalo aktifitas mba sehari – hari apa? INFORMAN: ya paling kalo pagi urus anak sekolah, terus masak buatin suami bontot, terus ngurursin anak yang sekolah siang, baru jam 2 pergi jualan, paling sampe sore, selesai itu baru ngadon, jam 10 – 11 baru tidur. PENELITI: kalo dagang kemana aja bisanya mba? INFORMAN: ya paling sekitar sini aja sih mba, ke bayuk gitu. PENELITI: tapi biasanya laku ya tiap hari? INFORMAN: ya namanya orang dagang, kadang laku kalo lagi rame, kalo lagi sepi yam mau diapain, namanya juga belum rejeki, lagian dagang kan juga ada saingannya tukang siomay, terus juga ada tukang bakso. Pernah cuma laku 30 biji, cuma berapa ya duitnya, cuma 15 ribu apa. PENELITI: terus dulu orangtua tinggal dimana mba? INFORMAN: di tataan PENELITI: orangtua dulunya kerja apa mba? INFORMAN: bapa bawa mobil truk. Kalo ibu ya dirumah aja. PENELITI: kalo ibu tiri?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
172
INFORMAN: iya itu ibu tiri, kalo ibu sendiri udah ga ada. PENELITI: : suami usia berapa? INFORMAN: 39 tahun PENELITI: kalo disini bapa kerja apa? INFORMAN: ya bikin lemari, ngamplas, ngecat. PENELITI: sehari dapet berapa? INFORMAN: 50 ribu PENELITI: tapi dibayarnya per minggu kan? INFORMAN: iya, jadi 300 ribu per minggu, tapi itu kotor. PENELITI: terus bersihnya? INFORMAN: ya paling 30 lah bersihnya. PENELITI: bersihnya 30 ribu itu? INFORMAN: iya 30 itu, ya namanya juga laki, kan ngerokok disitu, makan juga semuanya dari rumah gitu. PENELITI: jadi intinya dia bawa pulang bersihnya itu 30 ribu? INFORMAN: ya nggak 50 lah. PENELITI: 50 itu semingggu? INFORMAN: seminggunya itu 300 ribu PENELITI: terus ini nama anaknya mba siapa aja? INFORMAN: R, I, sama F. PENELITI: R itu anak pertama? INFORMAN: iya PENELITI: terus sekarang kemana R nya? INFORMAN: barusan aja berangkat sekolah.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
173
PENELITI: sekolah siang ya mba? INFORMAN: iya PENELITI: dimana? INFORMAN: di deket sini, ya sekolah yang gitu, sekolah yayasan yatim piatu & fakir miskin gitu. Ya dari pada ga sekolah, jadi biarin ajalah walaupun yayasan – yayasan gitu tapi kan tetep aja dikit banyaknya tetep butuh duit juga, buat computer gitu. PENELITI: per bulannya berapa mba bayarnya? INFORMAN: ga ada sih, ya cuma paling bayar buat komputenya aja 11 ribu PENELITI: R usianya berapa? INFORMAN: 13 tahun PENELITI: kalo I? INFORMAN: 8 tahun, F umur 4 tahun PENELITI: dulu mba nikah umur 17 tahun ya mba? INFORMAN: iya PENELITI: kalo boleh tau, kenapa sih mba mau nikah muda? INFORMAN: ya itu tadi, dari pada serba ga enaklah. Apalagi kalo inget ibu tiriku. PENELITI: emang kenapa mba sama ibu tirinya? Kalo mba ga keberatan, tolong diceritain. INFORMAN: ya gitulah mba, namanya juga ibu tiri, ga adalah mba ibu tiri yang baik. PENELITI: mukul gitu? INFORMAN: kalo marah terus mukul ya nggaklah. Tapi ya itu tadi, pilih kasih. Ya namanya kan dia juga punya anak. PENELITI: jadi waktu itu baru pacaran langsung nikah? INFORMAN: iya nggaklah, udah 4 tahun pacaran. Ya namanya juga kan bapak dulu itu udah dewasa
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
174
PENELITI: dulu bapak kerja apa mba? INFORMAN: ya ini lah, dari dulu dia kerjanya ini. PENELITI: dulu kan mba di talang ya mba? Kalo laki – laki sama perempuannya kerja apa mba disana? INFORMAN: yang perempuan buruh cuci gosok. Yang laki – laki rata – rata buruh bangunan. PENELITI: yang buat – buat bangunan gitu ya mba? INFORMAN: bukan, kalo yang buat – buat rumah mah, buruh batu disini. PENELITI: terus disana rata – rata sekolah sampai kelas berapa mba? INFORMAN: kalo usia saya ya SMA atau paling nggak ya SMP. PENELITI: tapi temen – temen mba dulu semuanya rata – rata lulusan SMA ya? INFORMAN: iya PENELITI: mereka nikah rata – rata umur berapa mba? INFORMAN: ya umur 20 tahun ke atas lah mba. Temen saya aja kemarin baru nikah, umur berapa ya, sekitar 24 tahun lah itu dia baru nikah. PENELITI: banyak pendatang ga mba kalo ditalang itu? INFORMAN: oh ga ada, disini rata – rata orang asli sini semua. PENELITI: disana ada sekolah SD atau SMP gitu? INFORMAN: ada tapi jauh. PENELITI: oh iya mba saya mau tanya soal yang kemarin nih mba, jadi ceritanya mba punya hutang sama koprasi keliling itu, terus mba nyari kerjaan, sampe akhirnya mba ketemu mba pit ya? INFORMAN: iya, jadi itu ceritanya dari dia pulang, mau ngajak usaha. Dia bilang mau kreditin, katanya gak apa apa aku pinjemin deh 1 juta. Nah aku jadi pengenlah minjem kan buat usaha, ya harapannya sih utang yang ga berjangka gitu. Entah kenapa setelah ngobrol – ngobrol akhirnya dia ngasih kerjaan itu, ternyata dia itu kesitu itu emang lagi nyari orang gitu. Sebenernya kan ada 4 orang cuma aku duluan yang diberangkatin itu. ka nada yang yang dari wates sama ada yang dari panjang,
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
175
sama dari tanjung bintang. Sebenernya tadinya dia itu mau nunggu barengan gitu, mau diberangkatin bareng – bareng. PENELITI: terus semuanya itu mba pipit yang cari? INFORMAN: nggak, yang lainnya itu anak – anak buahnya yang nyari. PENELITI: oh jadi emang banyak ya yang bantuin nyari, anak – anak buahnya gitu ya? INFORMAN: iyaa, jadi misalnya ya mba. Mba itu bekas kerja sama mami itu, terus mba pulang kampong, nah terus mba itu nyari –nyari lah gitu buat dibawa kesana. PENELITI: emang nyari temen – temennya gitu yaa? INFORMAN: iya PENELITI: tapi waktu mba memutuskan untuk berangkat itu, emang bener – bener karna terdesak masalah ekonomi ya? INFORMAN: iya, tapi kan saya ga tau kalo kerjanya kayak gitu. Yang saya tau itu saya kerjanya jadi waiters gitu. PENELITI: terus waktu mba sampe di pecan baru itu mba langsung diajak ke wisma – wisma gitu ya? Langsung dimasuk – masukin ke tempat – tempatnya? INFORMAN: iya langsung tinggal disitu. PENELITI: maminya bilang apa mba waktu mba sampe situ? INFORMAN: aku duduknya kan sendiri, dia duduk sama anak buahnya gitu, Y gitu namanya. Aku mah duduk sendiri PENELITI: tapi wisma itu punya dia? INFORMAN: iya cuma dia gimana ya, jadi misalnya ini rumah dia tuh, nah di depannya itu baru lokalisasinya. Agak jauh, cuma emang tempat lokalisasinya PENELITI: pas mba masuk kesitu dia ngasih tau gakkalo mba bakalan kerja apaan aja gitu disitu. INFORMAN: ya nggak, cuma disuruh ganti baju terus istirahat. Terus malemnya aku baru tau, soalnya ada tamu. Nah aku kan ga tau jadi aku diem duduk aja, katanya disuruh milih waiterss yang mau untuk ngelayaninya, ya aku juga bukan anak kecil
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
176
lagi sih, masa ada tamu yang langsung ke kamar. Ya apalagi kan aku udah punya suami, ya jadi aku tau maksudnya apa. PENELITI: terus baru sadar kalo tempat itu, tempat lokalisasi? INFORMAN: iya baru sadar saya kalo itu tempat lokalisasi, itu juga aku baru tau dari polisi yang kemarin. PENELITI: mba pernah mengalami kekerasan ga? Misalnya kayak kekerasan fisik gitu? INFORMAN: nggak, nggak kalo disana PENELITI: kalo waktu masih kecil? INFORMAN: belum pernah tuh, selama sama suami juga belum pernah, sama orangtua juga belum pernah. PENELITI: dipukul? INFORMAN: ga pernah PENELITI: kalo sama suami berantem gitu gimana? INFORMAN: ya kalo berantem mah pernah, namanya juga orang suami istri. PENELITI: biasanya karna apa tuh mba? INFORMAN: ya kalo dulu mah mungkin karn dai ga punya kerjaan itu kali ya, jadinya sering berantem. Namanya juga dia nganggur buka seminggu dua minggu atau sehari dua hari mba. Udah lama banget nganggurnya. PENELITI: tapi pas dari situ mba masih kerja disitu? Maksudnya mba masih terus kerja itu. INFORMAN: ya kan waktu saya punya bayi ini, saya dirumah ga kerja. PENELITI: tapi kayak kan bapak pernah ga kerja, terus gimana mba menghidupin keluarga ini? INFORMAN: ya itu tadi, makanya mau minta orangtua sama mertua kan ga mungkin. Makanya terpaksa saya ngutang ke warung, ya saya kan mikirnya siapa tau besok dia kerja, atau kalo ga besok minggu depan gitu kan, tapi apa yang terjadi sampe berbulan - bulan.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
177
PENELITI: terus yang mba kerja di pabrik itu sebelum kasus ini atau sesudah kasus ini mba? INFORMAN: pabrik? PENELITI: itu loh mba yang jadi dorong –dorong gitu di pabrik INFORMAN: oh buruh pabrik? Itu setelah ada kejadian ini. PENELITI: itu pabrik apa? INFORMAN: ini disini, pabrik kopi. PENELITI: kerja dari siang sampe pagi? INFORMAN: oh itu kalo kerjanya ya borongan, kalo pas lagi ada aja kerjanya. PENELITI: tapi pernah kan? INFORMAN: iya pernah, sampe sekarang juga masih sering diajakin, tapi kalo sekarang males aku, soalnya kan anak – anakku ga ada yang jagain, kalo dulu ka nada adikku yang tinggal disini. Sekarang dia udah pindah ke kampong. PENELITI: mba aku mau tanya deh proses mba pulang dari pecan baru kesini itu gimana? Pas mba pulang dari sana kesini, itu mba udah ada kontrakan ini apa blm? INFORMAN: nggak, blm ada. PENELITI: terus? INFORMAN: aku kan ke dammar dulu dari poltabes, terus kerumah aman, 4 hari, abis itu ke rumah bayung. Abis selesai siding itu kami orang baru ngontrak di kali balok itu. ngontrak terus si bapak nganggur lagi, terus saya terus terang sama yang punya kalo saya kayaknya susah buat bayar kontrakan. PENELITI: terus itu anak – anak semuanya ikut ya? INFORMAN: iya ikut semua. Ya istilahnya dulu itu kalo ada nasi juga paling digoreng, atau paling pake garem. Tapi ya aku ini kalo susah tetep aja ga mau minta ke orang tua. Dari dulu aku itu ga pernah. Ya sebenernya aku itu betahlah tinggal di kontrakan yang di kali bata itu, tempatnya bersih udah gitu yang punyanya juga baik. Air bersihnya ada, ga kayak disini. Ya disini emang kontrakan yang paling murah. PENELITI: jadi mba ga pernah pulang ke talang lagi?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
178
INFORMAN: nggak, tapi kayaknya adalah niatan si bapak kalo mau pulang ke talang itu. Cuma ya nantilah nunggu punya duit. Beresin dulu rumahnya. PENELITI: berarti mba belumpernah pulang ya? INFORMAN: ya kalo pulang sih pernah sekali dua kali, namanya juga kan disana lingkungannya sodara semua. PENELITI: terus mereka gimana sikapnya ke mba? INFORMAN: awalnya sih malu atas kejadian ini. Apalagi kan si pit itu masih bisa dibilang tetanggalah, apalagi kan orangtuanya masih tinggal disana. Terus juga atas kejadian yang siding itu kan bapaknya pit meninggal karna serangan jantung, jadinya pikirannya sih kayaknya mereka itu pada nyalahin aku atas semua yang udah terjadi itu. sempet syok juga saya gara – gara masalah ini. Dulu itu badan saya sampe kurus banget gitu, ini aja badan saya baru berisi lagi. PENELITI: jadi menyalahkan diri sendiri ya mba? INFORMAN: iya untung aja saya ini ga putus asa, bener –bener saya itu mikirin masalah itu terus. Pokoknya banyak – banyak istigfar lah saya. PENELITI: kalo dari polisinya sendiri yang di riau itu sendiri gimana? INFORMAN: ya mungkin karna saya bukan orang situ ya, jadi ya perlakuannya kurang baiklah gitu. Tapi waktu ada polisi dari sini yang mau jemput baru deh mereka baik gitu. PENELITI: pernah masuk sel? INFORMAN: pernah, waktu nunggu dijemput itu, ya nunggu di sel. PENELITI: mereka ada ngeluarin ucapan yang nyalahin mba gitu ga? INFORMAN: iya ada. PENELITI: gimana tuh mba dia ngomongnya? INFORMAN: ini jangan jangan emang kemauan sendiri nih. Ya istilahnya mah saya kan sendiri gitu ya, jadi ga bisa apa – apa. Mana belum ada jemputan juga kan dari dammar sini. PENELITI: itu di pekan baru? INFORMAN: iya
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
179
PENELITI: trus cuma digituin aja? Trus kalo mukul gitu ga ada? INFORMAN: ga ada, tapi adaa polisi yang kurang ajar, dia bilang gini. Udah ga usah pulang disini aja, jadi istri muda saya. Saya jawab aja, dih amit – amit banget sih bapak ini jadi orang. Saya itu sampe ketakutan duduk di runag tunggu itu sendirian. Tadinya kan saya di sel, tapi karna saya bukan tersangka jadinya saya dikeluarin, tinggal si mami aja yang di sel. Itu saya udah ga bisa meremin mata lagi sangking saya ketakutannya. Ada itu polisinya yang ngeliatin aja, terus bilang kayaknya kamu ini tahan lama yaa, ih saya itu sampe amit – amit deh, udah tua juga polisinya, tapi begitu. Kesel banget. Mentang – mentang kasus aku begitu, akunya digituin. PENELITI: tapi pas di lampung ga digituin kan? INFORMAN: kalo polisi di lampung mah ga ada yang macem – macem gitu. Bener kata orang kalo orang pekan baru itu brengsek – brengsek semua. PENELITI: terus itu kan dari polisi ya mba, waktu mba pulang reaksi bapak gimana mba? INFORMAN: yaa gimana ya? Kalo penglihatan saya mah dia kecewa, kesel juga. Tapi ya mau begimana lagi. Kalo dibilang nyesel saya juga nyesel. Tapi juga namnaya waktu itu saya lagi terdesak juga. PENELITI: tapi dia jadi kasar ga mba setelah kejadian itu? INFORMAN: ga pernah, dari awal sampe sekarang dia ga pernah yang namanya kasar. Cuma emang ya gimana ya kalo saya liat dia itu? kalo orang ngelaukin sesuatu yang dibisa kan enak ya, tapi kalo bukan di bidangnya mau digimanain juga tetep aja ga bakalan bagus hasilnya. PENELITI: tapi dia pernah nanya ga dia, gimana main sama orang –orang itu? INFORMAN: ya pernah satu kali itu, ya mungkin pas dia lagi kesel. Makanya dia nanya begitu, tapi sampai sekarang ya udah, cukup samapi disini aja, ditutup aja caerita itu. buka lembaran baru aja PENELITI: mba di keluarg mba itu yang ngambil keputusan kayak anak sekolah dimana dan lain – lainnya itu siapa? INFORMAN: saya, kalo dia ga pernah ngatur – ngatur soal duit. Saya akuin dia kalo soal duit itu dia jujur. Seribupun kalo dia megang ya megang kalo nggak ya nggak. Saya tau itu, itulah bagiusnya dia. Jadi ya makanya atas kejadian kemarin itu saya benar – bener nyalahin diri saya sendiri. Kalo menurut mba nisa siapa yang salah?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
180
PENELITI: kalo menurut aku ya? Kalo menurut aku, semuanya kan karna keadaan. Kan ga ada orang yang mau jadi miskin, ga ada orang yang mau ga sekolah, ya kalo bahasa lainnya bisa dibilang nasib kali ya mba ya? Bukan nasib si, apa ya jadi ya itu ada orang yang memanfaatkan keadaan aja gitu loh mba. Mba kan setelah mba keluar dari lokalisasi itu kan harusnya mba dapet uang 700ribu kan ya? INFORMAN: iya aku ga tau loh, sejak aku keluar dari sana, tiba – tiba itu tempatnya kebakaran ajaa. Entah dibakar atau kebakaran. Saya juga taunya dari polisi, katanya pak agus, tuh mba tempatnya kebakaran, untung aja mba udah dijemput. Kalo aku cerita yang soal polisi pekan baru itu bakalan jadi masalah ga? Tapi itu beneran loh mba yang aku certain itu. polisi sini baik – baik, disana itu nanyainnya juga ga sopan. PENELITI: makanya aku itu mau nyorot itu loh mba, karna saya piker itu kadang mereka ga ngeliat kita itu sebagai korban INFORMAN: iya itu ada juga itu tempo hari di LPMP, ada polisi yang bilang emang maunya kamu kan? Orang mana coba yang enaknya bisa nanya gitu ke korbannya. Kadang ga abis pikirlah aku. PENELITI: pas di talang mba pernah kerja pabrik gitu ga? INFORMAN: ga ada disana, paling ya cuci gosok ajalah. Kalo disini ya ada pabrik ada cuci gosok, deket lagi. Kalo disana kan jauh – jauh. PENELITI: tapi mba pernah kerja cuci gosok ga? INFORMAN pernah waktu rega masih kecil, ya belajar buat bantu suami buat cari duit. PENELITI: berpa itu mba dulu? INFORMAN: kalo dulu masih murah, sebulan itu paling 150 ribu PENELITI: kalo sekarang? INFORMAN: kalo sekarang udah 300an, makanya orang – orang bayur itu mayorita tukang cuci gosok itulah. Ada yang megang sampe 4 -3 pintu, berangkat subuh sampe sore. Ya udah wayahnyalah gitu kalo disana mah. PENELITI: bayur itu yang tempat kontrakan yang enak itu? INFORMAN: oh itu di kali balok, bayur itu disini keluar sini ada gang disana. PENELITI: mba pernah ngontrak disana?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
181
INFORMAN: ya pernah dulu saya sampe 9 tahun disana. PENELITI: pas udah nikah? INFORMAN: udah ada R, kan dulu aku itu mess PENELITI: tunggu dulu deh mba, aku masih belum ngerti, jadi mba nikah 17 tahun, trus? INFORMAN: tinggal di rumah orang tua 2 minggu, di tataan, kan nikahnya disana, sampe 2 bulan, terus pindah ke teluk, ke lempasing. R agak gede pindah ke bayur sini, sampe 9 tahun, kan mess bapaknya kan karyawan disitu. Ya namanya juga kan rumah orang ya, pengen punya rumah lah, walaupun gubuk kan. Akhirnya pindahlah kami itu ke talang. PENELITI: berapa lama tinggal di talang? INFORMAN: baru 4 tahun atau 5 tahuhlah disana itu. PENELITI: terus kena masalah itu pindah ke kali balok, terus baru pindah kesini? INFORMAN: iyaa PENELITI: kenapa mba pindah kesini? Maksudnya kenapa mba mau pindah – pindah gitu. Kenapa mba ga menetap aja gitu di satu tempat? INFORMANL: ya kalo yang di mess itu kan mau gimana namanya juga rumah dari perusahaan. Makanya bikinlah rumah. PENELITI: terus juga emang karna pindah – pindah kerjaan makanya mba juga jadi pindah – pindah? INFORMAN: iyaa PENELITI: dulu bapak nikah lagi pas umur berapa mba? INFORMAN: ga lama sih, 4 bulan setelah ibu saya meninggal ya bapak nikah lagi. PENELITI: dulu waktu ibu meninggal itu, mba umur berapa? INFORMAN: umur berapa ya? Ya masih kecil, kelas 6 SD lah. PENELITI: waktu masih kecil mba tinggal dimana?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
182
INFORMAN: ya disitulah di talang itu. emang besar disitu, cuma lahir aja yang ga disana PENELITI: sekarang bapak tinggal dimana? INFORMAN: di tataan PENELITI: sama ibu? INFORMAN: iya PENELITI: kalo sore –sore gini orang – orang sini kerjaannya apa? INFORMAN: ya ga ngapa –ngapain cuma duduk manis aja disitu. PENELITI: mba pernah merasa tertekan ga sama masalah ekonomi keluarga mba? INFORMAN: kalo dulu terus terang aja saya jera mba, rasanya itu mau jerit tapi percuma. Ga bakalan ada yang mau bantu juga, mau cerita ke orangtua juga ga enak, kecuali emang dijodohin kan, jadi dulu itu saya susah aja mba, mau cerita juga ga tau kesiapa. Ya terus terang aja dlu waktu nikah itu emang lagi seneng – senengnya main. PENELITI: tapi emang tekanan banget ya kejadian yang kemarin itu? INFORMAN: iya udah bukan tekanan lagi, kalo ga mikir dosa banyak aja, mungkin aku udah bunuh diri. PENELITI: kenapa itu mba? INFORMAN: ya iyalah, kalo ga inget dosa sama anak mah ga bakalan saya bertahan hidup. Kan saya udah pernah ngerasain punya orangtua sambung jadi saya ga maulah terjadi ke anak – anak saya. Udah ada tekanan gitu, terus juga rumah diteluk itu ada masalah. Pusing aku itu sampe sekarang. PENELITI: oh iya masalah rumah yang di teluk itu gimana mba? INFORMAN: ya namanya juga rumah warisan, jadi ada yang serakah, jadi gitulah, ga ada yang bener. Makanya dia ga mau pulang juga karna itu mungkin, kan bisa dibilang lingkungannya kan semuanya keluarga aku, jadi ibaratnya itu kan dia yang ikut sama aku, kalo aku yang ke keluarga dia ya mungkin ga kenapa – kenapa kan? Jadi garis besar masalahnya mah karna harta warisan dari orangtua aku itulah. Sebenernya kalo masalah pipit itu mah ga seberapa sih, aku itu ga betah aja sama masalah yang warisan itu. bingung, utang juga banyak, mau makan aja bingung.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
183
Udah gitu sodara aku yang kaya mah, makannya enak mulu, itu bekoar – koar mulu, sampe anak – anakku itu denger. Dia bilang kayak enak ya kita makannya sate nih. Ya menurut aku mah ga pas ajalah ngomong begitu, cukup nikatin ajalah sendiri, sodara aku itu emang ga ada yang bener. Aku itu kalo disana paling aku sama ibu tirinya bapak aku aja. Ya aku bilanglah, kok kayaknya aku ini selalu salah ya dimata diaorang ini mbah? Apalah yang harus aku lakuin mba? Yaudahlah ta, terima aja, biarin aja apa kata orang. Yang penting kan edy nerima kamu. Makanya aku itu kalo kesana paling cuma nemuin mbah aku itu aja. PENELITI: jadi ada ga adil ya? INFORMAN: disitu itu ada 2 bibi aku yang ga suka sama aku, mereka itu serakah sama tanah –tanha disitu itu. yang lain nggak. padahal dia itu baru nikah loh, rumahnya aja masih nebeng dinding aku, istilahnya walaupun geribik, tapi kalo dibongkar juga tetep aja dia ga punya dinding kan? Sebenernya pengen banget lah mba aku ini pulang tapi ya begitulah. Sebenernya juga ga panteslah kalo aku nyeritain masalah ini, soalnya kan ini bukan masalah umum istilahnya, ya masalah keluargalah gitu, cuma bingung lah, mau cerita dari mana, udah ruwet bangetlah masalah ini. Ya mungkin itulah yang buat dia jadi nerima semuanya itu begini.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
184
Lampiran 7 VERBATIM YAN
VERBATIM WAWANCARA NAMA INFORMAN: YAN WAKTU WAWANCARA : 11 NOVEMBER 2011, PUKUL 18.30 WIB
PENELITI: jadi mbak Yan hubungannya dengan mba IN apa? INFORMAN: sepupu. PENELITI: sepupu asli? INFORMAN: iya PENELITI: satu kampung? Apa nama kampungnya? INFORMAN: iya, namanya SB 14 terus aku SB 15. PENELITI: nama desanya, desa apa mba? INFORMAN: SB PENELITI: lampung timur? INFORMAN: iya PENELITI: Bisa diceritain ga mba, ceritanya mba IN? Maksudnya apa yang udah diceritain sama mba IN ke mba Yan? INFORMAN: oh bisa PENELITI: jadi umurnya mba IN itu berapa? INFORMAN: 14 jalan 15 lah. PENELITI: mba IN 15 tahun? Terus kalo mba berapa umurnya? INFORMAN: aku 16 tahun PENELITI: terus mba IN nikah bulan apa?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
185
INFORMAN: bulannya sih aku ga tau, tapi sampe sekarang uda h 7 bulanan lah. PENELITI: berarti bisa dibilang nikahnya baru 7 bulanan ya? INFORMAN: iya PENELITI: terus apa yang diceritain mba IN ke mba Yan apa? INFORMAN: ya ceritanya gini, kan aku tanya ke dia, apa sih masalahnya sampe malem - malem telpon trus sampe nangis – nangis pengen pulang. Terus suaminya itu marah – marah di hape gitu. Akhirnya saya yang ngomong sama dia, ada apa sih? Saya Tanya gitu ke dia, itu istri saya kurang ajar, kurang ajar kenapa? Itu dia ketemuan lagi sama supirnya dulu, maksudnya cowonya dulu. Nggak kok dia kerja disini sama saya, tapi suaminya tetep aja ga percaya. PENELITI: cemburuan gitu? INFORMAN: iya.terus saya nanya ke dia, emang kamu cinta ya sama itu dulu? Pacaran? Iya pacarannya sih, tapi itu juga kan karena terpaksa. PENELITI: tapi pernah pacaran? INFORMAN: iya pernah PENELITI: siapa nama suaminya? INFORMAN: S PENELITI: S itu umurnya berapa? INFORMAN: 20 Tahun PENELITI: S 20 Tahun terus mba IN 15 Tahun ? kerja apa S itu? INFORMAN: ngaduk karet PENELITI: oh kebon karet? INFORMAN: iya PENELITI: dari kampong itu juga si saman itu? INFORMAN: iya, eh nggak dari jawa dia mah. PENELITI: oh S itu orang jawa tapi tinggal disitu?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
186
INFORMAN: iya, , pas dapet mba IN langsung dia pindah kesini SB15 PENELITI: oh sebelumnya emang dia tinggal dimana? INFORMAN: dia dulu dari jawa, tapi gatau jawa mana. Pokokknya dari jawa PENELITI: oh jadi S itu dari jawa, terus kerja ngaduk karet disini, terus nikah sama IN. INFORMAN: iya, gara – garanya kan rumah ibunya IN itu kan rusak gitu ya, terus mau benerin tapi ga ada duit, terus si S itu ngomong gini, kan dulu dia kerja di Palembang, kata si IN. Trus saya Tanya lagi, kok bisa kenal sama si S itu? Ya terus dia bilang kan dulu ada temennya gitu yang ngenalin dia ke si S itu. Trus si S bilang, ini pinjem aja dlu duit saya 7 juta, nah diambilah sama ibunya itu, soalnya kakanya kan punya utang makanya dia gadain motornya, terus kakanya itu kabur. Jadilah saman yang nanggung utang kakaknya itu. Si S itu ga ada duit kan, jadilah dia nyari ibunya IN lagi, mau minta uang yang udah dia pinjem, pas di minta ga ada – ga ada , akhirnya S bilang, yaudah anak pertamanya aja saya ambil yang pertama, kakanya IN. PENELITI: berapa saudara IN? INFORMAN: 4 kayaknya PENELITI: IN anak keberapa? INFORMAN: ke – 3 kayaknya.eh ke 2 soalnya dia punya adik saudara kembar PENELITI: masih kecil? INFORMAN: iya PENELITI: sekolah ga adiknya? INFORMAN: sekolah PENELITI: terus tadinya tuh si saman maunya sama kakanya, terus? INFORMAN: iya, kan maunya sama kakanya INitu, tapi kan si saman belum tau kalo ibunya IN itu punya anak gadis satu lagi, soalnya kan dulu IN itu kerja juga di tanjung karang. Jadi saman itu masih tetep ngotot mau sama kakanya IN itu yang namanya asih, tapi kakanya IN ga mau soalnya udah serius sama pacarnya gitu, nah karna kakanya ga maua, jadi si S ngajak itu aja.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
187
PENELITI: terus kakanya IN hamil? INFORMAN: iya, akhirnya kakanya hamil, disengajain sama dia biar dia ga bisa sama pacarnya itu , terus kata orang – orang kampong situ bilang kalo orang dia itu punya anak gadis satu lagi, cuma dia lagi kerja di tanjung karang. Ditungguinlah si IN. PENELITI: itu yang ngomong orang – orang kampungnya? INFORMAN: iya. PENELITI: terus gimana orang tuanya? Emang nama bapak ibunya siapa? INFORMAN: bapaknya samar PENELITI: ibunya? INFORMAN: tentrem PENELITI: jadi mereka bilang kalo pak Samar sama bu tentrem punya anak gadis yang lain? Terus? INFORMAN: jadi mereka bilang kalo pak samar sama bu tenterm itu punya gadis satu lagi, akhirnya dia nungguinlah si IN itu. Dicurilah nomornya si IN. Terus mereka telpon – telponanlah, katanya dia baik kalo ditelpon, polos gitu katanya. Terus si IN itu dipaksa pulanglah sama ibunya. Mau dikenalin sama si S itu. Si IN itu kabur dari rumahnya jam 2 pagi. PENELITI: kabur kemana dia? Kabur dari tempat kerjannya? INFORMAN: iya kabur dia dr tempat kerjanya buat pulang, kata bosnya dia cuma mau beli apa gitu ke depan. Tapi ga balik – balik lagi. PENELITI:tapi malah kabur pulang kerumah, buat dinikahin gitu? INFORMAN: iya, pas dia pulang, ketemu sama saman itu, terus mereka pacaranlah. Nah pas pacaran itu emang dia biasa aja gitu. Nah terus pas nikah itu ga ada mas kawinnya, terus kata IN saya juga ga minta, lagian juga kan biar lunas utangnyaa. PENELITI: yang penting utangnya lunas? INFORMAN: walaupun saya menderita yang penting kan ibu saya bahagia. PENELITI: dia ngomogin gitu ke mba?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
188
INFORMAN: iya, terus aku bilang, kok mau? ngapain kamu ngelakuin ini, kan kamu juga harus cari kebahagiaan. Ya kan ibu saya menderita banget, gimana saya bisa dapetin uang, PENELITI: lah kan si saman datengin orang tua IN biar dapet uang, terus nikahin si IN karna mau ngelunasin utang orangtuanya, sedangkan dia butuh uang buat lunasin utang kakanya itu kan? Terus emang sekarang si S dapet uang dari nikahin si IN? INFORMAN: nggak sih. PENELITI: nah berarti emang maunya Saja buat nikahin si IN. INFORMAN: iya emang gitu, kan emang dulu si S kerja di Palembang pasti dia udah punya uang, cuma emang dia mau nikah aja itu. PENELITI: orang tuanya samat itu semuanya di jawa? INFORMAN: iya, enaklah nikahnya itu, ga ada mas kawin cuma nikah doang. Terus juga ga dikasih apa – apa kata IN, terus kenapa ga minta? Udah tapi cuma dikasih 50ribu doang, ya udah saya nanya sama ibu saya, kok IN itu kalo manggil ibu saya kok kayak gimana gitu, kayak orang sepupuan, emang IN itu sepupu kamu. PENELITI: jadi mba baru tau gitu kalo IN itu sepupunya mba? INFORMAN: iya, ga tau aku, itu aku baru tau kalo IN itu adiknya asih. Tapi aku tau kalo asih itu sepupu aku. PENELITI: oh jadi mba ga pernah ketemu sama mba IN? INFORMAN: belum, dari kecil emang ga pernah ketemu PENELITI: umur kakanya IN itu berapa? INFORMAN: 20 Tahun PENELITI: udah nikah kakanya itu? INFORMAN: udah, disiasiain juga kakanya IN itu sama suaminya. Suaminya sekarang udah pergi ninggalin dia. Dia ngelahirin 1 bulan terus meninggal itu bayinya, kalo kata orang – orang mah, mengalah bayinya. PENELITI: meninggal? Terus tinggal dimana sekarang kakanya? INFORMAN: ngikut ibunya, jadi gitulah hidupnya dia itu.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
189
PENELITI: kalo IN sendiri punya anak? INFORMAN: belum, takut disia – siain juga katanya kalo nanti dia punya anak. Makanya dia takut kalo dia hamil. Kan dia itu pasang KB diem – diem PENELITI: loh umurnya kan masih 15 Tahun mba, kan masih kecil, ga boleh pasang KB. INFORMAN: iya tapi kan itu, dia ngomong sama pa kades? PENELITI: malsuin umur gitu? Terus dibantuin sama pa kadesnya? INFORMAN: dia ngakunya sama pak kades, kalo umurnya 18 Tahun PENELITI: terus pak kadesnya percaya? INFORMAN: iya percaya. INFORMAN: kan saya Tanya sama IN, kok gitu sih ngomong sama suaminya? Kan yang saya tau suaminya baik gitu, tapi waktu yang kemaren itu suaminya itu galak banget gitu di hape. Terus si IN cerita kan saya tinggal di ladang berdua sama dia, di gubuk gitu, dikebun – kebun gitu, gelapnya minta ampun gitu, banyak pohon – pohon singkong, pokoknya serem banget. Terus saya bilang kenapa tinggal disitu? Emang kamu ga takut? Ya emang ga punya rumah, mau tinggal sama orangtua juga aku ga enak. Diajaklah dia tinggal disana. Cuma rumah pinjeman juga gubuk itu. terus juga katanya kalo lagi marahan, sering digebukin juga IN itu. dia cerita sama saya, dia itu galak tau sama saya bi *dia panggil Yan bi* kenapa? Kalo diladang dia keenakan kan ga ada orang berani dia mukulin saya, seenak – enaknya dia mau ngapain aja. Kenapa kamu ga bilang sama ibu kamu? Saya ga berani, mau saya bilang juga ibu ga bakalan percaya, malah saya yang dimarahin. Ibunya tetep ga percaya, lagian ibunya ga enak. PENELITI: karna hutangnya itu? INFORMAN: iya padahal juga udah lunas kan hutangnya itu. PENELITI: terus si mba IN itu punya adik kembar, terus kakanya si asih itu sekolah sampe kelas berapa? INFORMAN: sampe kelas 6 SD PENELITI: kalo IN sendiri? INFORMAN: kelas 6 SD juga.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
190
PENELITI: adiknya? INFORMAN: masih kelas 2 SD PENELITI: tapi masih sekolah sampe sekarang? INFORMAN: masih PENELITI: kalo mba Yan? INFORMAN: sampe kelas 2 SMP, abis itu ga lanjutin lagi. PENELITI: mba IN itu mulai kerja umur berapa? INFORMAN: 14 jalan itu dia nikah, ya umur 12 Tahun lah dia kerja soalnya kan dia baru 2 Tahun kerja. PENELITI: si mba IN itu ga mau cerita sama ibunya karna dia selalu disalahin ya? INFORMAN: iya, dia juga ga mau cerita ke siapa – siapa soalnya disana kan kalo ada berita apa – apa cepet tersebarnya, dia aja kemarin mau cerita ke aku bingung banget, aku bilang aja, udah tenang aja aku ga bakalan cerita ke siapa – siapa. Terus dia bilang soalnya kalo beritanya luas, ntar mba juga yang repot, say amah takut kalo udah dibawa – bawa. Sama ibu saya aja saya ga mau cerita. Dia juga ga mau ceritanya sampe ke bapaknya atau ibunya, ya cuma yang kesebar itu kalo dia punya suami galak aja, udah itu aja. PENELITI: tapi emang suaminya itu maksa mba IN untuk pulang ya? Masih baru kan mba IN itu disini? Baru seminggu ya? INFORMAN: iya, suaminya itu ngancem katanya kalo ga pulang saya mati. Udah kamu kerja aja disana 10 Tahun biar dapet uang 1 M, terus dia bilang ke saya, mba Yan bilangin tuh ke IN yang cantik supaya balik lagi aja ke supir lakinnya yang dulu, loh kok gitu? Emangnya kenapa? Kata saya. Udahlah bilang aja ke dia ga usah pulang – pulang kerja aja disana biar dapet uang 1 M, saya ga bisa kasih dia uang makan. Saya ga ikut – ikutan saya bales aja begitu. Dikit – dikit dia bilang pulang ga kamu?! Katanya, jam 12 malem dia nyuruh si IN itu pulang, ya mana ada mobil lah jam segini saya bilang. yaudah kalo ga kamu kirimin aja saya duit, katanya gitu. Ya saya bilang aja, si IN kan baru kerja beberapa hari disini, jadi mana punya dia uang. Katanya mau uang buat beli beras. Si INnya disuruh pulang terus, sampe dia gemeteran gaara – gara ancemannya dia itu. PENELITI: terus ceritanya yang katanya dia diiket itu gimana?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
191
INFORMAN: kan gini, saya kan sms, lagi apa IN? Lagi dikamar katanya, loh kok ga main keluar? Gimana mau main keluar, orang kaki aku aja diiket gini. PENELITI: diiket dimana? INFORMAN: ya diiket dikamar itu, sampe sekarang kan dia masih diiket. PENELITI: dia masih di ladang itu? INFORMAN: masih PENELITI: jauh ga dari tempat orangtuanya? INFORMAN : jauh banget, tapi saya ga tau juga sih gubuknya itu dimana. PENELITI: mba itu kan di SB 15, terus si mba IN itu di SB 14 tapi semua orang disitu orang bali? INFORMAN: ya di SB 15 itu orang bali, terus yang di SB 14 orang jawa. PENELITI: tapi mba IN itu orang bali? INFORMAN: bukan dia jawa, ya campuranlah gitu. PENELITI: rata –rata yang cewe itu kerja apa mba? INFORMAN: ya kaya saya inilah, kerja rumah tangga. PENELITI: biasanya mulai kerja umur berapa? INFORMAN: ada yang 16 tahun ya cuma IN sama kakanya itu aja yang kerjanya dari umur kecil itu. PENELITI: kalo nikah umur berapa? INFORMAN: 17 Tahun ada, 20 Tahun ada, 13 Tahun juga ada. PENELITI: kalo nikah pake adat apa? INFORMAN: ya pake adat bali islam, tapi kalo bali hindu ya pake adat bali hindu. PENELITI: ada pesta – pestaan gitu? INFORMAN: ya kalo ada biaya ya paling orgen gitu hiburannya, sama film – film gituloh. PENELITI: terus kasih mas kawin gitu juga? Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
192
INFORMAN: ya dikasih, sama ya mintanya kan harus dikasih – kasihin gitu. Kayak buat beli bajunya sama yang lain lainnya kan. PENELITI: terus kalo orang – orangtuanya disana kayak bapak ibunya itu kerja apa? INFORMAN: petani PENELITI: petani apa? Sawah? INFORMAN: ya sawah, karet, singkong. PENELITI: biasanya hasil – hasil ladangnya apa aja? INFORMAN: karet, singkong, jangung, beras, semangka. PENELITI: semangka? INFORMAN: iya PENELITI: di lampung timur kan? INFORMAN: iya, udah pernah kesana? PENELITI: belum tapi mau kesana, udah dibilangin kan aku mau minta tolong buat ditunjukin jalan. INFORMAN: nanti mba tau ladang depannya si IN itu, soalnya depannya singkong semua. PENELITI: ga ada tetangga lagi disekitar gubuknya mba IN itu? INFORMAN: ada cuma 1, tapi kan pulang kampong dia. PENELITI: oh jadi itu gubuk buat istirahat aja ya? INFORMAN: iya jadi kalo siang – siang abis kerja gitu, abis itu ya pulang lagi ke kampungnya. Makanya saya kepikirannya itu, ko berani gitu dia, makanya saya kalo sms suaminya itu, INnya ada? Mau ngapain? Katanya mau cerita, saya ini sepupunya wajar dong kalo saya nanyain kabar dia. Ok sayang katanya gitu, ih mulutnya itu dijaga, orang udah punya istri juga, baik – baik ajalah sama adik sepupu saya itu, kata saya. Siapa juga yang jahat katannya. Gitu dia mba, kalo telpon cewe – cewe itu sayang sayangan, sama saya aja begitu juga, kayak orang stress. PENELITI: ganjen gitu ya suaminya itu?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
193
INFORMAN: iya. PENELITI: tapi dia cemburuan sama IN, nyangkain si INnya selingkuh. INFORMAN: iya sama supirnya maksudnya pacaarnya yang dulu di karang. PENELITI: mba kan orang bali ya, mba tau ga gimana mulanya sampe ada orang bali disana itu? apa emang udah ada turun temurun disana? INFORMAN: iya begitu, tapi dulu itu ga adalah orang bali islam itu, aslinya kan dari bali aslinya itu. tapi makin kesini makin banyak yang datang, jadi makin banyak. PENELITI: tapi emang dari dulu disini emang masyarakat aslinya, orang bali? INFORMAN: iya, cuma sedikit orang bali islam disitu. PENELITI: kok bisa jadi islam ga agama hindu? INFORMAN: ya emang mau jadi islam, jadinya ya pindah agama gituloh. PENELITI: ga banyak tapi? INFORMAN: nggak, sedikit PENELITI: satu desa berapa RT? INFORMAN: 1 PENELITI: ada RW? INFORMAN: ada PENELITI: jadi SB itu 1 RT itu ! RW? INFORMAN: iya PENELITI: jadi kalo gitu kenapa dibuat RT/RW kalo cuma satu – satu gitu aja? INFORMAN: ya missal kan SB 1 nanti ada daerah perbaatasannya sampe mana gitu. PENELITI: tapi satu pak kades? INFORMAN: ya seluruh SB itu satu pak kades. PENELITI :pak kadesnya bali hindu atau bali islam? INFORMAN: bali hindu
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
194
PENELITI: camatnya? INFORMAN: aku ga ngerti mba. PENELITI: kalo disana banyak yang cerai ga? INFORMAN: ga banyak mba, paling cuma beberapa orang aja mba. Orang bali islamnya aja cuma ada 3 orang. PENELITI: gara – gara apa mba? Tau ga? INFORMAN: ya masalah keluarganya lah. PENELITI: ya biasanya karan apa gitu, uangkah atau apa gitu. INFORMAN: ada paman saya yang cerai. Jadi ceritanya bibi saya itu meninggal waktu melahirkan, terus setelah bibi saya meninggal itu, paman saya menikah lagi sama janda. Kan paman saya itu diem aja orangnya, itu tuh katanya ulekan cabe itu dipake buat mukulin kepala paman saya, akhirnya cerailah mereka itu. PENELITI: oh istrinya yang melakukan kekerasan? INFORMAN: iya istiranya galak gitu. PENELITI: tapi kalo istri yang ditindas sama suaminya selain mba IN ada ga? INFORMAN: ga ada. Saya aja kaget dengernya soal si IN itu. mba hani itu juga tau sedikit soal si IN itu, gara – gara waktu malem yang dia berdebat itu kan si mba hani ada disini. Mba hani itu yang sering datang kesini, yang udah nenek – nenek itu loh. PENELITI: kalo disana ada smp sama sma? INFORMAN: ada PENELITI: tapi orang sana lulusnya? INFORMAN: ada yang SD, SMP kelas 2. PENELITI: ga ada yang sampe tamat SMP? INFORMAN: ada, tapi kerjanya juga sama. PENELITI: tapi kebanyakan SD ya? INFORMAN: iya
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
195
PENELITI : kalo yang SMA ga ada? INFORMAN: ya ada, orang –orang bali hindu itu hampir semuanya lulus SMA PENELITI: tapi kalo bali islam? INFORMAN: ya begitulah ga punya biaya. PENELITI: emang bali hindu kerjanya apa? INFORMAN: petani juga. PENELITI : tapi kok bisa lebih kaya? INFORMAN: ya emang udah dari dulunya kaya kebanyakan orang bali hindu. Orang ngabennya aja ada yang sampe 60 juta sekali pemakaman itu. PENELITI: jadi bali islam sama bali hindu itu lebih kaya bali hindu? INFORMAN: iya, jauh banget bedanya. PENELITI: kalo bali islam kebanyakan cuma sampe SD aja? INFORMAN: iya paling juga 1 SMP PENELITI: kalo yang bujang – bujang itu disana tamatan apa? INFORMAN: ya SMP, tapi kerjanya juga petani juga. PENELITI: kalo yang perempuan, SD teruss kerjanya Rumah tangga. INFORMAN: iya PENELITI: kalo ibu – ibunya ikut meladang ga? INFORMAN: ikut semua, udah ga ada bedanya disana mah rata semua. PENELITI: pasti keladang? INFORMAN: iya, saya aja dulu tamat SD udah disuruh ikut, saya sering ke ladang ladang gitu. PENELITI: disuruh orang tua? INFORMAN: iya PENELITI: kalo ga mau dimarahin?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
196
INFORMAN: iya dipukulin. PENELITI: pernah dipukulin mba? INFORMAN: sering aku mah. Ya disiksa gitulah dulu kayak ibu tiri PENELITI: emang mba berapa bersaudara? INFORMAN: 7 bersaudara. PENELITI: mba anak keberapa? INFORMAN: ke 4 PENELITI: adik sekolah semua? INFORMAN: iya, ini yang cwo adik saya ga selesai, sekarang kelas 5 SD, soalnya dia itu pergaulannya itu loh, suka mabuk – mabukan. PENELITI: SD itu? INFORMAN: iya PENELITI: kakak mba cewe atau cwo? INFORMAN: cewe semua, adikku aja yang itu yang cowo. PENELITI: saya mau Tanya deh mba klo bujang – bujang disana gimana sih? INFORMAN: ya gitu, kalo ada orgen mabuk, kalo ada acara itu, pasti pulangnya mabuk. PENELITI: itu mabuk karna minum apa? Arak? INFORMAN: iya arak. PENELITI: emang disana ada? INFORMAN: banyak. PENELITI: bikin sendiri? INFORMAN: gatau dari mana, tapi jualnya itu sembunyi –sembunyi gitu. Kayak itulah, sepupu – sepupu saya yang cowo itu kalo nyimpen tuak tuh dibawah tempat tidur, terus kalo udah mabok itu ngomongnya aneh – aneh gitu. PENELITI: suka gangguin cewe Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
197
INFORMAN: ya paling rebut aja, kalo gangguin sih nggak. PENELITI: kalo kurang ajar ada? INFORMAN: dulu ada gadis cantik banget, sampe jadi bahan rebutan, tapi sama dia di tolak tolakin, sampe akhirnya itu dia pulang badannya merah merah, terus juga ngeluarin darah dari mulutnya. PENELITI: kenapa itu? INFORMAN: katanya sih di guna – guna gitu mba. Gara gara cowo – cowo itu ditolakin PENELITI: oh gitu ya? INFORMAN: iya cowo – cowo disana itu semuanya pegang pelet semua itu. PENELITI: main dukun ya? INFORMAN: iya. PENELITI: kalo disana ada larangan gitu ga mba? Kayak dlu waktu saya di Maluku ga boleh pake baju merah, kalo disini gimana mba? INFORMAN: ga ada tapi hantu banyak. PENELITI: hantu apa mba? INFORMAN: kaya leak gitu loh sama tandu. PENELITI: tandu itu apa mba? INFORMAN: itu kayak genderuwo gituloh, seremlah pokoknya. PENELITI: kalo bagaspati ada ga mba? Itu loha yang cuma kepala sama bagian organ organ dalemnya aja gitu terbang terbang. INFORMAN: gatau aku, tapi ya yang sering di liat itu leak itulah. PENELITI: ohiya mba kalo mba IN itu sering dipukulin ga sama orangtuanya?? INFORMAN: si IN mah dari kecil ga pernah dipukulin katanya. Ya tapi sekarang hidupnya ga enak gini, udah saya bilang buat cerai aja. Tapi dia bilang ya ga semudah itu juga bi, lagian aku takut. Emang kamu beneran suka sama S itu? lagian kan kamu pacaran baru 1 bulan, terus ketemuan juga cuma 2 kali, terus langsung nikah, udah
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
198
gitu kamu ga dikasih mas kawin lagi. Dia bilang ya gak apa – apa yang penting ibuku bahagia, orang tuaku bahagia. PENELITI: kalo mba dulu kalo ga ke ladang pasti dipukulin? Kakak – kakak mba juga gittu? INFORMAN: iya, pokoknya mah hidupku dulu itu tersiksa bangetlah. PENELITI: lebih enak ke ladang atau kerja yang seperti ini mba? INFORMAN: lebih enak begini, dulu saya pernah kerja di Jakarta selama 3 tahun PENELITI: emang mba kerja mulai dari umur berapa? INFORMAN: umur 13 tahun itu saya udah kerja. Soalnya saya itu ga betah kalo dirumah. Soalnya aku itu kalo meladang ya ngarit mulu mba, mending kalo cuma sekarung, ini sampe berkarung – karung. Terus juga nyari rumputnya susah, di antara kebun – kebun singkong. PENELITI: itu uangnya buat bantu orangtua? INFORMAN: iya PENELITI: itu ladangnya punya sendiri atau gimana? INFORMAN: punya orang lain, sehari itu dibayar 12.500,- udah gitu capeknya banget – bangetan. Makanya enakan kerja begini mba. PENELITI: berarti si S gitu juga dong? Sehari mba dibayar berapa? INFORMAN: iya, 12.500,- tapi kalo si samat beda, kan dia pengaduk karet bayarannya lebih mahal dari pada singkong. PENELITI: mba tau ga, kira – kira dulu si IN itu sebulan dapet berapa sebelum pindah kesini? INFORMAN: waktu dia di karang katanya sih bayarannya 600 ribu PENELITI: kalo suaminya itu sebulan berapa? INFORMAN: gatau deh, tapi katanya sih 500rb, kalo banyak ya bisa sampe 600 ribu PENELITI: kalo mba disini berapa? INFORMAN: 400 ribu
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
199
PENELITI: kalo penghasilan orangtua mba sendiri berapa? INFORMAN: paling 50 ribu, kan bapak saya pembajak. PENELITI: sawah? INFORMAN: bukan, ya ladang – ladang gitu. Saya itu mulai dari kelas 2 SD udah mulai ngarit ke ladang. Udah gitu dulu waktu masih sekolah kan aku kerja sampe jam 2 siang terus langsung ngarit sampe jam 5 sore, capek banget. Makanya aku lebih suka kerja yang beginian. PENELITI: kalo adik mba yang cowo yang kata mba sering mabok itu juga pergi ke ladang? INFORMAN: iya, kan sapi bapakku banyak, kalo pada ga mau rawat ya siapa lagi yang rawat. PENELITI: kalo ibu kerja? INFORMAN: ya kerja kalo ada yang ngajak aja. PENELITI: kalo yang dulu sering mukulin mba siapa? INFORMAN: dua –duanya. PENELITI: dipukulinnya pake apa? INFORMAN: pake kayu, terus juga pernah dipukul pake batang pohon singkong juga, sampe aku pingsan – pingsan waktu itu. PENELITI: ibu mba umurnya berapa? INFORMAN: 45 tahun PENELITI:umur kaka pertama mba berapa? INFORMAN: 20 tahun PENELITI: berarti ibu kamu melahirkan kamu umur 15 tahun ? INFORMAN: kaka aku menikah umur 17 tahun PENELITI: kalo bapak umur berapa? INFORMAN: umur 60 tahun lah.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
200
Continue PENELITI: jadi disana kalau orang-orang kerja itu disana itu masih anak-anak tapi disuntikin umurnya 18 tahun semua. INFORMAN: iya. PENELITI: ada yang kerja di luar negeri nggak disana INFORMAN: nggak ada PENELITI: rata-rata kemana kerjanya INFORMAN: ya, tanjung karang, jakarta pol-polannya. PENELITI: tapi itu semua ktp-ktp gitu disuntikkin semua INFORMAN: ya kalau yang dewasa baru,kalau masih kecil mau ke jakarta gitu pasti. PENELITI: kalau mau menikah juga INFORMAN: iya. PENELITI: itu kalau nyuntik-nyuntikin gitu pak lurah kan INFORMAN: iya. PENELITI: pak lurahnya tau nggak itu kalau yang disuntikkin anaknya masih kecil INFORMAN: nggak tau. Kalau orang kan boong gitu, pasti kalau ditanya umurnya berapa pasti boong. Soalnya kan kalau nyuntikin KTP itu kan boong dulu , kalau mau malsuin umur itu kan boong. PENELITI: kenapa kok mau malsuin INFORMAN: soalnya biar lancar kalau mau kerja, biar nyari pengalaman itu langsung. PENELITI: jadi orang2 disana itu kalau abis lulus SD maunya langsung kerja gitu ya INFORMAN: iya. Sekolah paling putus lah, udah kelas 1 SMP gitu putus , nyari kerja di jakarta. PENELITI: putus sekolah kenapa biasanya
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
201
INFORMAN: ya nggak ada biaya biasanya. Ya ada yang bandel , nggak seneng sekolah. Pengennya main-main aja gitu. PENELITI: iya-iya. Terus laki-laki nya nikah umur berapa disana biasanya INFORMAN: 20tahun. Kalo laki-lakinya itu dewasa-dewasa nikahnya. Ada yang 18 tahun. PENELITI: kok nikah pada muda2 gitu kenapa INFORMAN: ya kan kemarin kan saya juga punya temen, ya sekampung sama saya namanya amat, gitu. Itu dia nikah masih muda umur 18 tahun, istrinya umur 15 tahun. Ya gitu kata ibu mertuanya itu cerita sama saya, nggak bisa ngapa-ngapain katanya. Akhirnya sekarang udah pisahan. dipaksa pisah gitu sama orang tuanya. PENELITI: nggak bisa ngapa-ngapain itu maksudnya INFORMAN : ya nggak bisa masak, nggak bisa kerja gitu. Males gitu kata mertuanya. PENELITI: lah mereka kok boleh nikah muda-muda. Disana kan pasti nikah minta ijin dong, itu dibolehin gitu sama orang tuanya. INFORMAN: ya kan kalo orang tua itu pasti ngomomgnya gini, tunggulah sampai umur dewasa dulu gitu, tapi dianya aja yang ini ini lah. Saya mau ini aja. Ada yang begitu. PENELITI : ohh gitu. Tapi banyak ya yang nikah muda disana. INFORMAN: disana aja ada itu yang nikah udah punya anak 2, orangnya tapi gede tinggi gitu. Nikah umur 13 tahun . PENELITI: 13 tahun ? Udah punya anak sekarang INFORMAN: udah. Masih SD apa anaknya kelas 2. PENELITI: sekarang umurnya berapa itu INFORMAN: nggak tau sekarang. PENELITI: pokoknya pas dia nikah itu umur 13 tahun itu ya INFORMAN: iya. Kalo suaminya ya udah dewasa lah 20 tahunan.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
202
PENELITI: kalo yang laki-laki itu boleh nikah ada ukurannya nggak . kan misalnya ada beberapa daerah yang udah boleh nikah asal udah bisa nggarap sawah lah gitu. Kalau disana gimana INFORMAN: ya yang udah bisa bahagiain paling kata orang tuanya gitu. Bisa nyariin uang buat makan. langsung diijinnin biasanya kalau mau nikah langsung diijinin. Cuma disuruh aja, kalau sekarang kan orang anaknya yang ngotot mau gitu. PENELITI: masih muda-muda banget ya nikahnya disana berarti. Kalau menurut mbak sendiri baik apa nggak tuh INFORMAN: nggak. Takutnya kaya IN nanti, jadi mendingan dewasa dulu lah nyari pengalaman dulu PENELITI: kan kalau disana tuh orang banyak yang kerja, terus pulang nikah gitu ya. Terus abis nikah itu biasanya di kampung aja atau kerja lagi INFORMAN: paling biasanya itu kan dia masih gadis gitu ya mbak kerja di jakarta nanti kalau dia pulang dapet suami dari sana, ikutlah dia ke ladang. nanti ya barengbareng ikut suaminya itu ngupas-ngupas jagung satu hektar gitu lah, borongan sekalian. PENELITI: terus si mbak IN itu kan anak kedua ya, terus adek2nya masih sekolah nggak INFORMAN: masih. PENELITI: jadi dia itu blass nggak pernah cerita sama sekali sama orang tuanya. INFORMAN: nggak pernah. Itu dia juga cerita sama orang lain aja nggak pernah PENELITI: kenapa nggak mau cerita sama orang INFORMAN: ya gimana ya kan disana itu kan kata dia itu orangnya ember-ember semua gitu ya, tapi emang kenyataannya disana itu ember semua orangnya. Jadi sedikit aja, kesebar sampe kemana-mana gitu. PENELITI: jadi suka diomong-omongin gitu ya INFORMAN: iya. Saya aja kerja disini kena gosip juga dirumah, katanya saya ngajakin cowok nikah tapi cowoknya itu nggak siap gitu. Astafirullohalajim, kata saya. Tapi itu nggak kenyataan. Cuma emang nggak usah diurusin yang kayak gitu.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
203
PENELITI: kalau kaya gitu, misalnya sampe ada yang tau mba IN gitu. Itu orangorang bakal gimana, ada yang nyudutin nggak INFORMAN: ya pasti lah itu, pasti diomomgin, dijelek-jelekin gitu. Pasti INnya malu, terus ibunya juga malu gitu, kan kata IN juga buat ibunya gitu walaupun dia nya menderita tapi yang penting ibunya bahagia gitu. Tapi juga kasian juga sama kakaknya kan. Sekarang suami kakaknya itu kan udah balik lagi mbak. PENELITI: oh udah balik lagi INFORMAN: udah, tapi katanya males banget katanya. Katanya ibunya itu sayang banget sama suami kakaknya itu. Kalo lebaran itu si IN paling dikasih sedikit ya bikin makanan itu lah dikasihnya sedikit gitu, kalau kakaknya itu dikasih banyak banget sama suaminya itu. Ya udah kaya raja lah suaminya itu. Butuh makan aja katanya kerjanya, tapi nggak pernah dimarahin nggak tau kenapa. Si saman itu juga gitu lebih sayang sama kakaknya. PENELITI: tapi S disayang gitu sama ibunya INFORMAN: si S sama si IN sayangan sama S ibunya sama si IN. PENELITI: loh, kenapa kok bisa sih INFORMAN: ya nggak tau kan saya bilang cerita aja sama ibunya. Walaupun saya cerita juga saya paling disuruh diem aja, atau paling saya yang dimarahin kata IN. PENELITI: kenapa dimarahin , karena dia sebagai istri gitu INFORMAN: iya, kan kata saman kan bilang si indrí itu belum bisa berpikiran dewasa . saya giniin, namanya aja masih anak-anak nikahnya ya mana bisa berpikiran dewasa. PENELITI: suaminya juga masih 20 tahun ya , seumur saya. INFORMAN: ya udah dewasa lah berarti. Kalau orang bali hindu kalo nggak hamil tiga bulan nggak bakal nikah . PENELITI: jadi emang sengaja dihamilin dulu gitu baru bisa nikah INFORMAN: baru dinikahin, baru mau cowoknya nikahin. Rata-rata kalau bali hindu itu hamil duluan itu sebelum nikah. Kemarin kan saya kerja kan di enggal rawa laut, kerja orang lima. Saya sama teman saya orang bali islam , yang satu orang jawa, yang 2 orang bali hindu . yang satunya itu orangnya kurus banget kan, kok kata ibunya itu makin lama lima bulan kerja disana kok perutnya makin gede gitu. saya bukannya Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
204
nggak sengaja, waktu itu hapenya bunyi saya baca smsnya itu saya sama teman saya saya kaget gitu, mbak ini udah hamil sebenarnya. Saya cerita sama teman saya, katanya coba kita cari tahu dulu gitu tentang kehamilannya. Makin lama itu perutnya makin besar gitu. PENELITI: terus nggak nikah itu INFORMAN: baru kemarin itu nikahnya. Ada juga temen saya disana cowok namanya iwan masih muda banget, terus ditinggalin itu anaknya kerja. Anaknya itu masih bujang gitu , skarang itu dia kan pake motor gitu kan nah pas dia main dia nabrak anak kecil, sampe anak itu tulangnya kemana-mana terus biaya rumah sakit sampe gede banget gitu. Trus akhirnya kan dia nggakk punya sedikitpun gitu, nyari uang 10.000 itu kan susah banget kan. Bingung banget dia sampe kaya orang stres gitu begitu ada perempuan di pondokan, kan ngajak kabur sama cowoknya di pondokan gitu. Hamil itu lima bulan, uangnya kaya banget itu cewek itu akhirnya itu disuruh nikahin cewek itu, si iwan itu mau buat bayar hutangnya dia akhirnya sekarang nikah, terus iwannya itu nggak suka sama cewek itu. Sudah lunas, baru dia nggak punya perasaan sama cewek itu. Sekarang dia ngejauh sama cewek itu. Ditinggalin gitu loh mbak. INFORMAN: iya. Yang pernah kerja disini yang namanya diana itu pernah nikah 16 tahun . masih kecil juga. Terus yang namanya septi itu 14 tahun nikah. Kan dijeemput sama cowoknya di pondokan gitu lho, ya dibawa kabur itu dua malem. Akhirnya ibunya itu nggak ngasih gitu, tapi dia ngotot banget gitu pengen nikah. PENELITI: mbak IN itu udah hamil belom INFORMAN : saya tanya itu sama indrí, kok belum hamil udah tujuh bulan nikah kok. Dia bilang, saya taku kalo hamil nanti anak saya disia-siain kaya kakak saya gitu. saya pengen dulu biar masalah saya, biar suami saya bisa berubah gitu kan baru saya mau hamil. PENELITI: si IN nggak bilang-bilang kalau dia KB INFORMAN: sama ibunya dia mau rencana kb. Kan ditanyain sama ibunya , udah siap punya anak belum. Kan ya ibunya itu terharu lah dengernya dia belum siap punya anak, terus akhirnya dia KB tapi diem2 dia KBnya. PENELITI: emang kalau suaminya tau dia KB kenapa INFORMAN: ya bisa2 marahnya ini banget. Kan gualaknya aja kaya apa dia itu. PENELITI: suaminya itu orang jawa ya Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
205
INFORMAN: ya dari jawa itu. Sekarang kakakknya itu belum lunas itu hutangnya. Kakak nya S itu. PENELITI: sekarang kakaknya itu dimana itu INFORMAN: nggak tau kabur kemana. PENELITI: kok tau dia punya utang 4juta lagi INFORMAN: kan ditinggalin itu utangnya semuanya. Adeknya yang harus ngelunasin gitu, baru bayar dikit-dikit. Harus ngelunasin, bingung gitu si INnya. PENELITI: tapi dia nggak boleh kerja INFORMAN: begitulah si S itu, aku juga benci banget sama si S itu. PENELITI: kalo dari embak sendiri, ibu sama bapak yang ngurus duit siapa INFORMAN: ibu. PENELITI: klo misalnya anak sekolah atau apa-apa gitu yang ambil keputusan gitu siapa INFORMAN: ibu. Ya dua-duanya sih. Kan saya juga mau sekolah kemarin itu kan, gak dikasih. PENELITI: sama INFORMAN: bapak saya, mau ngelanjutin SMP aja biar bisa gitu kan gak dikasih ga punya uang katanya. PENELITI: yang gak kasih siapa, bapak apa ibu INFORMAN: dua-duanya katanya ga punya biaya kan. Ya saya ikut ajalah orangorang itu nyebar pupuk ujan-ujan deres banget, sampe seharian kan itu ya hanya bisalah sampai 2 SMP yah sampai sana aja gak apa-apa yang penting ada bersekolah SMP. PENELITI: ini ada rencana gak untuk ambil paket B INFORMAN: ya, pengen sih mau ikutan kayak begitu biar bisa kerja dan kerjanya nanti gede gitu gajinya. PENELITI: kalau disana yang lulus SMA, kan ada yang SMA ya. Itu kerjanya apa
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
206
INFORMAN: kerja di pabrik yuppi PENELITI: ada pabrik yuppi disana, dilampung timur INFORMAN: nggak, kerjanya ke jakarta, ke bogor gitu. PENELITI: jadi rata-rata yang SMA kerjanya di pabrikan INFORMAN: iya, pabrik sepatu, permen-permen gitu lah. PENELITI: tapi kalo yang SMP SD gitu ke rumah tangga ya biasanya INFORMAN: iya, rata-rata semuanya. PENELITI: kalo yang laki-laki kerjanya dimana abis lulus, ngeladang INFORMAN: ya ada yang ke jakarta, ada yang ke ladang. mala hada yang gak ngerbersihin apa-apa tapi ngurusin sapi gitu kan biar beranak banyak. PENELITI: untuk dijualin? INFORMAN : iya nanti dijual PENELITI: sapi berapa disana mbak INFORMAN: 7 juta PENELITI: INFORMAN: kamu kesini gitu kan, nanti kamu ceritalah IN sama bapak andi tapi gak dibilang ke siapa-siapa kok. Cuma untuk bantuin mbak nisa saya ngomongnya begitu kan, cerita tentang kamu. ´´jangan, aku juga mau keluar susah gimana mau kesana.´´ yaudah aku yang kesana. ´jangan, kamu ikut-ikutan jadi gede loh, ini aja lagi kacau.´´ gitu katanya, trus gimana caranya, ´´aku juga mau lah walaupun berapa juga´´ kan kata suaminya kan ´´emang mau dikasih berapa.´´ kata bapak andi kan 300, 1juta saya gituin. ´´nggak. Gak mau. Ditawarin banyak juga gak mau juga´´ PENELITI: tetep ga ngebolehin suaminya INFORMAN: nggak, gak boleh. Saya langsung diem aja kemaren. PENELITI: harusnya mbak jangan bilang kalo aku mau ngomong dulu, INFORMAN: udah pernah, tapi walaupun cuma ambil uang aja kan PENELITI: gak boleh juga sih ya sama suaminya yaa
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
207
INFORMAN: iya, keluar aja nggak boleh. PENELITI: diiket INFORMAN: iya. PENELITI: itu di sms itu dia bilang, saya diiket gitu dikamar INFORMAN: he eh, pernah tapi cuma itu aja satu kali. Takutnya tuh dia itu balik lagi kerumah ini kerja gitu lho, kan pengakuan si IN cuma dirumah cuma satu hari kan dua hari mutusin lagi kerja, makanya takut suaminya, nanti balik lagi kesini. PENELITI: jadi diiketlah dia sama suaminya INFORMAN: he eh. kalo nggak, dirumah aja katanya. Ya ikutlah dia diajak nyodok karet juga. Dulu dia itu gemuk sampe beratnya tujuh puluh lima kilo kan sekarang kurus banget PENELITI: semenjak nikah itu INFORMAN: iya PENELITI: berapa beratnya sekarang INFORMAN: sekarang..46 atau 47 gitu beratnya sekarang. Kok bisa turun gitu sih, apa kamu gak dikasih makan, saya bilang begitu kan, sama si S itu. Ya paling makan sedikt-sedikit gitu. PENELITI: makan apa dia INFORMAN: pisang, pisang aja dia udah kenyang. PENELITI: kata mbak IN gitu? makan pisang aja udah kenyang? INFORMAN: iya, orang gak punya. Mau minta ke ibunya juga malu gitu kan. Kan suaminya itu nyuruh indrí gitu kalo ditanya ibunya ditanyain bahagia nggak kalo disini, bahagia bilang gitu. PENELITI: suaminya yang bilang gitu ? INFORMAN: iya. Terus si S kan pas-pasan lah. Si IN itu bilang saya itu sama dia kalau malem itu dipukulin seenaknya dia, kan nggak ada orang. Ya iyalah nggak ada orang, orang kamu di ladang saya gituin. Kamu mau diapain nggak ada yang tau. Kenapa nggak di rumah ibu kamu aja tidurnya, kenapa sampe minjem2 gubuk gitu. Ya kan ya malu itu ada kakak saya disana. Kakaknya si IN juga saingan itu katanya.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
208
PENELITI: kakaknya si mbak asih itu? INFORMAN: kakaknya si mbak asih itu. PENELITI: kenapa ? saingan suami ? INFORMAN: ya kan ibunya dia kan lebih sayang sama suaminya asih itu, si IN nya nggak terlalu diurusin. PENELITI: siapa nama suaminya mbak asih? INFORMAN: siapa namanya itu saya lupa namanya. Padahal suaminya itu bandel banget, udah pernah ditinggalin kan, sampe meninggal itu anaknya ngalah kan. Satu bulan lahir udah ninggal langsung. PENELITI: tapi bener2 mbak IN itu nggak ngomong sama sekali ya sama orang ya, maksudnya apa nggak pengen lepas juga dari suaminya. INFORMAN : ya mungkin cinta juga sama suaminya. Kan dia ngomongnya gini kan, kamu masa kamu dikenalin bisa langsung suka, iya katanya, lha kok bisa gitu padahal kan baru kenal. Yaa paling kamu baru di pelet lah, orang si S itu kan sering ke tempatnya dukun-dukun itu. PENELITI: ooh jadi dia mungkin dipelet gitu, lha pas sekarang dia cerita sama mbak itu nanyain nggak ,lha kamu nggak mau pisah apa sama suami kamu. INFORMAN: nggak , saya nggak nanyain. Orang lagian kan saya takut kan mau nanyain. Biarin aja lah, sendiri aja. PENELITI: maksudku,apa mbak IN itu pernah nggak ngomong udah nggak betahlah sama suaminya apa gimana pernah nggak INFORMAN: pernah. Dia ngomongnya gini , aku pengen aja lepas dari apa pengen pisahan gini, coba aku tau kaya gini di rumah saya nggak bakal pulang walaupun dia ngancem kaya apa. PENELITI: maksudnya pengen kerja disini aja INFORMAN : iya, gitu. Dia lebih seneng kerja disini . yah kamunya disuruh, orang dia ngancem lah mau bunuh diri lah. PENELITI: yang ngancem itu suaminya itu? lah dia pulang dari sini itu siapa yang jemput?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
209
INFORMAN: langsung dia itu pulang, katanya dianterin sama pamannya. Kan tadinya kan dia disuruh nungguin sama si bapak kan mau ke pantai <majikan>, nah itu saya bilang tunggu aja katanya kamu paling dikasih ongkos. Dia buru2 banget itu lho mbak, nggak mandi lagi langsung berangkat langsung kabur. PENELITI: kenapa dia buru-buru banget itu, tau nggak mbak INFORMAN: pokoknya jangan sampe siang katanya, pulang sekarang. Malem itu aja disuruh pulang. PENELITI: dia itu pas dia disuruh nikah itu kerja dimana INFORMAN: di teluk. Dia juga kabur itu dari situ, bos nya itu kan nggak tau.katanya dia kabur nggak bawa baju sama sekali ditinggal semua dari sana. PENELITI: dia kabur? karena disuruh nikah itu ? yang maksa pulang siapa ? bapaknya ? INFORMAN: ibu bapaknya. Ya ngeliatnya aja dia kaya orang bingung gitu kaya kebanyakan mikir itu dilihat dari orangnya . PENELITI: kenapa ya suka resah sendiri gitu ya INFORMAN: tapi dia bisa ketawa-ketawa bahagia sendiri, biar nggak keliatan kata dia. Dia disini aja ketawa-ketawa PENELITI: tapi pernah nggak dia bilang sedih gitu, INFORMAN: pernah. Saya tanya, emang kamu nggak sakit apa. Ya orang sakit lah sering dipukulin terus, saya sakit. Kan juga sering ada orang lewat kan dia suka bengong. Ngapain bengong, tapi dia nggak cerita cuma pengen aja bengong. PENELITI: jadi dia nggak pernah cerita itu karena dia takut malu sama keluarga ya INFORMAN: iya.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
210
Lampiran 8 VERBATIM IBU NUN VERBATIM WAWANCARA NAMA INFORMAN
: IBU NUN
TANGGAL WAWANCARA : SENIN, 24 OKTOBER 2011
PENELITI: bisa menceritakan bagaimana proses bertemu dengan dira awalnya INFORMAN: awalnya kita menerima laporan dari amsyarkat tentang adanya penjualan anak di bawah umur. Setelah kita menerima informasi, kita melakukan penyelidikan. Setelah melakukan penyelidikan itu, kita menemukan data data awal bahwa ada anak , ee.. anak ya, masih dibawah umur itu dijual, dia dijadikan PSK di satu tempat di Tretes. Nah dari sana akhirnya kita melaporkan kepada pimpinan, setelah itu kita melakukan tindakan penindakan. PENELITI: operasi gitu bu, razia ? INFORMAN: ya semacam razia tapi khusus tempat itu yang memang dari hasil penyelidikan anak itu di tempat itu, jadi tidak semuanya karena memang anggota kiita terbatas. PENELITI: terus begitu ibu melakukan operasi di tretes, baru bertemu dengan Dira ini atau memang sasarannya sudah Dira duluan INFORMAN: memang informasi yang kita terima memang Dira, karena kan jarang ya atau tidak semua trafiking itu korbannya anak-anak, jadi memang ini khusus dan setelah diamati memang sasaran kita ini ya D ini. Jadi kita berusaha dapatkan fotonya, berusaha dapatkan ya segala sesuatu tentang D. PENELITI: oh, jadi memang sasarannya memang D sampai akhirnya ibu melakukan penyamaran untuk bisa bertemu. Waktu ibu menemukan D, kondisinya gimana bu bisa digambarin nggak ? INFORMAN: pada saat saya menemukan D, ya situasinya seperti orang dewasa dia. Berlagak seperti orang dewasa. Pakai high heles, dandanannya juga bagaimana seorang anak ketika berdandan itu beda. Dia sudah pakai maskara, blush on, ya dandanan orang dewasa.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
211
PENELITI: begitu D diambil, itu bagimana reaksi dia bu ? INFORMAN: pada saat kita menemukan dia, pada saat setela transaksi itu terjadi kita berusaha menanyakan identitasnya dan ketika dia jawab, identitas dia nggak punya. Nah dari situ akhirnya setelah kita interogasi rupanya si D ini merasa ketakutan gitu ya. Si D ini ketakutan karena dia merasa masih anak-anak, dia nggak punya apa-apa, dan ketika kita tanya dia , dengan polosnya, nggak punya jawaban. Ya akhirnya satu-satunya jawaban yang dia punya Cuma nangis. Dari nangis itulah kita korek dan ternyata dia masih usia 14tahun. PENELITI: pas lagi operasi itu yang diambil Dira aja atau? INFORMAN: semuanya. Semua yang ada di wisma itu kita amankan semua. Kita amankan semua, setelah kita interogasi, ternyata ada beberapa orang kalau nggak sala hada 6 orang kita amankan semua. Dan rupanya yang masih anak-anak si D ini. PENELITI : jadi yang diproses lebih lanjut si Dira ini ? INFORMAN : endak, semuanya. Semuanya kiita proses karena dia korban, yang kita proses adalah mucikarinya. PENELITI: si darma itu ? INFORMAN: ya, yang jual anak-anak itu. PENELITI: terus proses penangkapan darma gimana bu INFORMAN: pada saat itu mungkin dia sudah ini ya, sudah mengamankan dirinya sehingga waktu kita kesana, bukan dia yang nungguin, bukan dia yang nerima uang, sehingga dia nyuruh orang untuk menjaga menerima uang, mengatur segala sesuatu. Nah uang yang hasil diperoleh itu disetor ke mucikari nya itu di tempat darma . pada saat kita datang ke tempat apa, tempat wisma itu kita tidak menemukan darma, tapi penjaganya yang digaji sama dia. Nah setelah itu, kita berusaha mendatangi rumahnya darma, rupanya dalam perjalanan kan jauh ya kira2 ada setengah jam, itupun diatas gunung. Setelah kita sampai disana rupanya ada yang memberitahukan gitu. Akhirnya si darma lari, setelah 4 bulan baru ketangkep dia, itupun pas hari raya. Kenapa kita melakukan pas hari raya, biasanya orang2 pelaku kejahatan ini pas hari raya dia lebih mementingkan salaman dengan keluarga. Dia pikir, polisi juga salaman di rumah gitu, akhirnya kita ambil dia. PENELITI: akhirnya sekarang dapat putusan berapa lama bu ?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
212
INFORMAN: untuk putusan masih belum ya, kan ini masih di tingkat penyidikan. Si darma ini kita tahan sejak tanggal 28 agustus. Nah nanti, berkasnya segera kita kirim nah nanti baru sama persidangan. Saya sendiri nggak tau berapa ancaman hukuman namun yang jelas di dalam Undang Undang sendiri ada ancaman minimal dan maksimal. PENELITI: terus bu, yang ibu bilang pemerintah daerah sana terlibat kaya Pak Lurahnya, itu gimana bu sindikat pelakunya INFORMAN: itu bukan di tempatnya si darma, Cuma persoalan yang berbeda. Jadi disana ada salah satu kelurahan, tapi bukan tempatnya si Dira. dan disana pun rupanya terlibat juga, PENELITI: mengirim ? INFORMAN : iya, pengakuan dari salah satu korban yang kita interogasi. Cuma ketika dia kita mau menangkap orang ini, rupanya si korbannya ini merasa ketakutan soalnya kan dia aparat disana. Informasinya sih dia melakukan pressure gitu PENELITI: dipaksa ? INFORMAN: iya. Keluarganya yang dipaksa. Sehingga akhirnya ia sendiri yang mengatakan , “saya berangkat sendiri bu”. Padahal sebenarnya dia diantar. PENELITI: jadi disuruh ngaku berangkat sendiri ya bu, ini korban yang lain ya bu ya. Di tretes juga? INFORMAN: bukan, bukan. Di tempat lain, bukan kelompoknya si darma PENELITI: kalo si darma sendiri ini jaringannya bagaimana bu? apa sudah terlihat plot jaringan yang di tretes INFORMAN: kalo disana mereka itu kan perorangan ya, seperti di dolly gitu. Cuma disana dia lebih tertutup ya kalau di dolly kan vulgar. Jadi dia nggak lagi lapak atau wisma. Jadi ada rumah namun tidak dikasih plang gitu. Kalau dulu kan mungkin ada wisma apa apa gitu, sekarang nggak. PENELITI: kalau terkait dengan D ini sendiri bu , ibukan waktu itu mencoba mencari keterangan dari D itu ya. Pada waktu itu pengakuannya dia memang dari kebutuhan ekonomi ya akhirnya dia berangkat itu ?
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
213
INFORMAN: emm, iya. Itu yang utama ya, sebetulnya untuk korban2 trafiking ini kan ini alasan yang klasik bahwa dia dari keluarga tidak mampu, keluarga miskin, dari keluarga yang tidak berpendidikan, ehh ya seperti itu. PENELITI: kebanyakan profil korban2 ini sperti itu ya bu ? INFORMAN: iya. PENELITI: terus kalau di jawa timur sendiri seberapa banyak sih bu ? INFORMAN: kalau di jawa timur ini seberapa banyak mungkin yang nampak di permukaaan sedikit lah ya. Itupun ketika kita melakukan penyelidikan lebih dahulu. Saya punya keyakinna bahwa ini kan menjadi trend ya, trend itu artinya begini, untuk korban trafiking ini itu ssesuatu yang mudah gitu ya. Jadi duitnya juga cepat, kemudian dia dapat duit juga cepat. Dua duanya juga istilahnya take and carry ya. Jadi semuanya serba instan. Tapi beberapa, selain D ini untuk anak2, rata2nya yang kita temukan mereka masih sekolah dari keluarga yang gak mampu juga, alasan mereka reasonable gitu ya. Mereka ingin kebutuhan nya terpenuhi , mungkin di sekolah ehhh anak seorang pejabat beda gitu . PENELITI: maksudnya ada kesenjangan sosial, gitu ? INFORMAN: iya, betul . jadi disini nampak sekali. sehingga apabila dia mau posisinya equal dia tidak tahu saya harus berbuat apa. Saya harus melakukan apa. Nah, ketika dia membutuhkan, ini ada kesempatan yang dilihat oleh orang, sehingga kesempatan ini dibuat. Dibuat bisnis gitu, jadi salah satunya mendapatkan keuntungan dari dia menjual orang , yang si korban ini dia merasa kebutuhannya terpenuhi. Hanya dari beberapa wawancara gitu ya, anak2 ini untuk kepentingan dia. Umpamanya, saya ingin pergi ke mall, jalan2 ke mal, ya sekedar untuk makan dan membeli beberapa aksesoris. Sebetulnya tragis gitu ya, ini yang terjadi. Dan di daerah2 mungkin, itu justru menjadi trend sekarang. Jadi awalnya mereka korban, jadi kemudian karena dia merasa korban dan sudah masuk ke jaringan itu, akhirnya pun dia akhirnya menjadi pelaku. Dia nawarin temennya, gitu lho temennya yang ditawarkan. PENELITI: iya, kasihan sebenernya ya posisinya sulit. Itu kan bu, banyak kasus yang anak2 bu, kalau misalnya kasus yang perempuan dewasanya seperti TKW yang nggak dibayar itu ada nggak bu kasusnya disini ? INFORMAN: ada, ada. Itu ada. Rata2 itu mereka karena ini ya, karena sampe di negara tujuan itu dia tidak dibayar oleh majikan atau dia diperlakukan tidak manusiawai sheingga ketika dia keluar dari lingkungan dimana dia ditempatkan, dia
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
214
menjadi ilegal. Sehingga dia pun, dokumennya dimana, identitasnya dimana, ketikka mereka ketemu sama kelompok. Bisasanya disana itu ada kelompok indon gitu ya, mereka ditolong. Sehingga pas mereka mau pulang ya diletakkan di KBRI. PENELITI: kebanyakan di malaysia ya bu tujuannya ? INFORMAN: arab saudí juga ada. PENELITI: itu kalau yang TKW gitu asalnya dari daerah mana aja bu di Jawa timur ini INFORMAN: kalau yang di Jawa timur ini, blitar ya, kemudian tulung agung, Kediri , terus di Jember, itu kantong-kantong TKW. PENELITI: terus bu, terkait dengan TKW itu kan ada modus ya bu, jadi sebenernya pelakunya itu bisa aja dari PJTKI Ilegall gitu ya bu. INFORMAN: kalau agensi nya nggak ilegal ya, Cuma ketika agensi ini melakukan perekrutan, mereka ini tidak fair. Jadi yang pentiing kan ada job order ya, umpamanya dari malaysia , dia harus mampu mengirim 1000 orang. Nah mencari orang kan susah dan tidak semua orang mau berangkat kesana, nah berbagai macam tipu dia lakukan. Kalo ininya enggak, PT nya memang ada. Cuma ketika mereka melakukan rekrutmen, itu ilegal ya dengan cara-cara yang curang. Atau bhakan ketika dia ada usia tertentu kan, tidak semuanya. Minimal 21 tahun maks 35th. Kadang2 mereka ini memalsukan identitas, supaya orang tersebut bisa bekerja. Ada yang tua dimudakan, ada yang muda di tuakan. Nah kalau ada hal-hal yang demikian berarti ka nada kejahatan yang mereka lakukan. Emmm, semua data2 identitas itu tidak sesuai dengan yang sebenarnya,gitu. PENELITI: iya-iya. Jadi kalau, kan ada beda motivasi orang jadi korban ya bu. Cuma kan ada yang terjebak di migrasi gitu ya bu, maksudnya kan kaya TKW itu mencari pekerjaan yang lebih baik, dan ada juga yang akhirnya masuk ke lokalisasi. INFORMAN: kalau TKW itu kita belum temukan ya disini, untuk yang keluar negeri ya. Tapi mungkin banyak yang lokal dipekerjakan di café, pegawai toko tapi mereka dipekerjakan di rumah bordil.
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012
215
Lampiran 9
DOKUMENTASI Desa B, Pasuruan, Jawa Timur
sumber: dokumentasi pribadi
peneliti & informan Rina
Desa SB X, Lampung Timur
sumber: dokumentasi pribadi
peneliti & informan Dira
sumber: dokumentasi pribadi sumber: dokumentasi pribadi
Universitas Indonesia Analisis viktimisasi ..., Annisa Jihan Andari, FISIP UI, 2012