i
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sebagai Obyek Pengurang Penghasilan Kena Pajak TESIS
ADHY WINAWAN NPM 0906497286
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum
FAKULTAS HUKUM MAGISTER HUKUM EKONOMI SALEMBA, JAKARTA JULI 2011
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri dan semua sumber, baik yang dikutip maupun dirujuk, telah penulis nyatakan dengan benar.
Nama
: Adhy Winawan
NPM
: 0906497286
Tanda Tangan : Tanggal
: 2 Juli 2011
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh: Nama
: Adhy Winawan
NPM
: 0906497286
Progam
: Magister Hukum Ekonomi
Judul Tesis
: Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sebagai Obyek Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H.) pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dewan Penguji
Dr. Tjip Ismail, S.H., M.M.
(
)
(
)
(
)
(Pembimbing/Penguji/Ketua Sidang)
Dian Puji Simatupang, S.H., M.H. (Penguji)
Yuli Indrawati, S.H., LL.M. (Penguji)
Ditetapkan di : Salemba, Jakarta Tanggal
: 2 Juli 2011
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah swt. yang senantiasa memberikan karunia dan hidayah-Nya kepada penulis. Tanpa kasih sayang-Nya yang melimpah dan tak terhingga ini, penulis tentu tidak mungkin mampu menyelesaikan tesis dan studi pada Program Magister Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dia lah Maha Rahman dan Rahim yang selalu memberikan hidayah di saat bahagia maupun sulit. Tak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang senantiasa mendukung penulis. 1. Yang pertama dan selalu utama, kepada orang tua penulis, Bapak Suandi. dan Ibu Wiwik Ardiati. Penulis ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada Bapak dan Ibu atas segala doa dan dukungan yang tiada hentinya. Gelar ini sepenuhnya penulis persembahkan untuk Bapak dan Ibu. Kepada adikku, Aryani Winawan dan Nourma Kusuma Winawan, terima kasih untuk dukungan dan semangatnya selama ini. 2. Kepada istri penulis, Nansi Meilatia yang dengan setia mendampingi dalam menyelesaikan tesis ini. Anakku tercinta Adhyna Nesia Juniardhy yang telah hadir ditengah-tengah penyelesaian tesis ini, merupakan suatu semangat tiada tara bagi penulis. 3. Kepada Bapak Pradjoto yang senantiasa mendoakan, mendukung, dan memberikan wejangan kepada penulis. Insya Allah penulis akan selalu memegang segala pesan dan nasihat dari Bapak. Terima kasih pula untuk kesempatan yang diberikan Bapak kepada penulis, sehingga penulis dapat meraih cita-cita penulis untuk meraih gelar Magister Hukum. Kepada keluarga besar Pradjoto & Associates yang selalu memberikan doa, dukungan, dan bantuannya kepada penulis. Penulis bersyukur dan bangga dapat menjadi bagian dari keluarga ini. 4. Kepada para dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah menempa dan berkenan membagi ilmunya kepada penulis sejak Program
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
v
Sarjana hingga Magister. Kepada Bapak Tjip Ismail, selaku pembimbing tesis penulis yang dengan sabar memberikan saran dan bimbingannya kepada penulis. Juga kepada seluruh staf pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 5. Kepada sahabat-sahabat terbaik penulis yang selalu memberikan dukungan di saat sedih dan bahagia. 6. Kepada kawan-kawan penulis pada Program Magister Hukum Ekonomi Angkatan 2009 Universitas Indonesia. 7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tanpa mengurangi rasa hormat, tidak dapat penulis sebutkan satupersatu.
Terakhir, penulis menyadari tesis ini masih jauh untuk dikatakan sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kiritik dan saran yang bersifat konstruktif demi menyempurnakan tesis ini. Terima kasih.
Jakarta, 2 Juli 2011 Penulis,
Adhy Winawan
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, penulis yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Adhy Winawan
NPM
: 0906497286
Program Studi : Magister Hukum Ekonomi Fakultas
: Hukum
Jenis Karya
: Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royali Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah penulis yang berjudul: “Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sebagai Obyek Pengurang Penghasilan Kena Pajak” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir penulis, tanpa meminta izin dari penulis, selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salemba, Jakarta Tanggal
: 2 Juli 2011
Yang menyatakan,
Adhy Winawan
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
vii
ABSTRAK
Nama : Adhy Winawan Program Studi : Magister Hukum Ekonomi Judul : Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sebagai Obyek Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (“CSR”) semakin banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari maraknya isu global yang menekankan adanya tanggung jawab lebih dari perusahaan. Sehingga keberadaan perusahaan tidak semata-mata hanya mencari keuntungan ekonomi saja namun juga harus memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingannya (“stakeholder”). Akan tetapi kegiatan CSR yang banyak berkembang saat ini masih bersifat karitatif sehingga kurang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Padahal salah satu tujuan dasar keberadaan CSR adalah untuk memberikan suatu dampak pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat. Kemudian tingginya masalah lingkungan yang sering muncul seiring dengan berjalannya kegiatan usaha perusahaan mendorong pemerintah Indonesia untuk menetapkan ketentuan pelaksanaan kegiatan CSR sebagai suatu kewajiban bagi perusahaan. Kewajiban tersebut merupakan suatu hal yang positif sebagai salah satu bentuk upaya negara, dalam hal ini pemerintah, untuk meningkatkan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan merata (welfare state). Namun demikian keberadaan kewajiban CSR tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan pelaksana dan/atau pendukung yang memadai. Akibatnya para pengusaha masih kesulitan dalam menentukan konsep dan teknis pelaksanaan dari CSR itu sendiri. Salah satu kebijakan pendukung dari ketentuan kewajiban CSR bagi perusahaan adalah kebijakan dalam bidang perpajakan. Guna menyelaraskan adanya kewajiban atas CSR tersebut maka pemerintah memberikan insentif berupa pemberian pengurangan pajak terhadap kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Di Indonesia sendiri, pajak dipandang sebagai suatu pungutan wajib kepada masyarakat yang secara hukum harus ditetapkan berdasarkan legitimasi seluruh masyarakat. Tujuannya tidak lebih agar pungutan pajak tersebut tidak membebani masyarakat. Dengan demikian dalam proses menciptakan masyarakat yang sejahtera pun harus dilakukan dengan ketentuan legalitas yang benar.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
viii
ABSTRACT Name : Adhy Winawan Study Program : Magister of Business Law Title : Analysis of Corporate Social Responsibilities as Deduction Income Tax
Corporate Social Responsibility or CSR is now commonly applied by many of corporations here in Indonesia. This phenomena is influenced by global issues which are emphasizing corporates must have more social responsibilities. Role of corporations is not only gaining economic profit but also have to consider the interest of the stakeholders. But the activity of CSR developing nowadays is still charitable and it is not likely to increase welfare. It is known that one of main goal of CSR is to give a sustainable developmental influence to the community. High number of environmental problems are proportional with the corporate activities. These make the Indonesian government establish regulation of implementation of CSR activitiy as a corporate obligation. This is a positive way as one of the state efforts, especially the government, to increase and to create welfare state. However, the established regulation is not followed with adequate executive and/or supporting policies. As a consequency, the corporations are still have problems in determining concepts and technical implementations of CSR. One of supporting policies of the regulation of CSR is in taxation. In order to run the obligation of CSR, the government gives an incentive in form of tax reduction on the CSR activities which is done by the corporates. In Indonesia, tax is seen as a compulsory levies to the community which is hsve to legally set based on community legitimacy. The aim is to make sure that the taxes are not burdening the community. Thus, in order to create the community welfare then it must done by exact legality provision.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1
1. Latar Belakang
1
2. Pokok Permasalahan
8
3. Tujuan Penelitian
8
4. Kegunaan Penelitian
9
5. Kerangka Teori
9
6. Metode Penelitian
14
7. Definisi Operasional
17
8. Sistematika Penulisan
19
KETENTUAN UMUM KEBERLAKUAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
20
1. Pergeseran Paradigma Tanggung Jawab Perusahaan
20
2. Sejarah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
27
3. Definisi dan Ruang Lingkup Tanggung Jawab Sosial
34
Perusahaan 4. Konsep dan Perkembangan Tanggung Jawab Sosial
42
Perusahaan di Indonesia BAB III
ANALISIS KEBIJAKAN PERPAJAKAN DALAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
55
1. Kebijakan Pengurangan Pajak atas Kegiatan CSR
64
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
x
Sebagai Bentuk Perubahan Paradigma Perpajakan Dalam Rangka Menciptakan Kesejahteraan Masyarakat Yang Adil dan Merata 2. Legalitas Kebijakan Insentif Pengurang Pajak atas
69
Kegiatan CSR Dikaitkan Dengan Tata Urutan Perundang-undangan Di Indonesia
BAB IV
3. Pengaturan Terhadap Insentif Pajak atas KegiatanKegiatan CSR di Luar Negeri
74
PENUTUP
82
1. Kesimpulan
82
2. Saran
83
DAFTAR PUSTAKA
85
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (“CSR”) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu isu global yang semakin marak diterapkan oleh berbagai perusahaan di berbagai belahan dunia. Sejak awal perkembangannya hingga kini, konsep dan definisi CSR senantiasa berubah baik dari sisi masyarakat bisnis maupun akademisi, salah satu alasannya adalah karena berubahnya permintaan atau harapan dari masyarakat terhadap peranan perusahaan terkait tanggung jawab sosialnya.1 Secara bebas konsep CSR dapat diartikan sebagai bentuk berbagi kepada masyarakat sekitar atau kalangan tertentu atau sebagai bagian dari kedermawanan sosial dari suatu perusahaan. Sebagai contoh implementasi CSR pada PT. Newmont Nusa Tenggara dengan berupa pemberian pelayanan kesehatan masyarakat, pemberian bea siswa dan peningkatan
kualitas
pendidikan,
program
perbaikan
infrastruktur
serta
pengembangan kemampuan bisnis masyarakat lokal dengan berbagai programprogramnya.2 Lahirnya CSR ini dilatar belakangi oleh banyaknya perusahaanperusahaan di Eropa dan Amerika Serikat yang mendapat kritikan karena telah menciptakan banyak permasalahan sosial dan lingkungan seperti polusi, penipisan sumber daya alam, limbah, kualitas dan keamanan produk yang rendah, status dan hak-hak pekerja yang sering terabaikan, serta pengaruh dari perusahaanperusahaan besar yang menjadi pusat perhatian masyarakat.3 Kondisi ini terkait
1
Dwi Hartanti, “Makna Corporate Social Responsibility: Sejarah Dan Perkembangannya”, EBAR: Economics Business Accounting Review, III September Desember 2006: 115. 2
, diunduh pada tanggal 15 Januari 2011. 3
Subagyo Efendi, “Evaluasi Aspek CSR Dalam Perpajakan Indonesia”, Indonesia Tax Review (Vol. III/edisi 19/2010), csrjatim.org/2/sejarah/, Sejarah CSR Di Tingkat Internasional diunduh pada tanggal 9 April 2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
2
dengan paradigma para pengusaha ketika itu yang hanya menitikberatkan pada eksploitasi keuntungan semata. Seiring berjalannya waktu, mulai muncul kesadaran dan pemikiran bahwa perusahaan sebagai suatu institusi bisnis tidak lagi semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga melayani kepentingan sosial. Kondisi ini mempengaruhi cara berpikir kalangan pengusaha dalam memandang strategi bisnis usahanya. Perusahaan tidak lagi dipandang sebagai bagian luar dari masyarakat tetapi ia bagian dari masyarakat itu sendiri.4 Sehingga hubungan antara keberhasilan perusahaan dengan faktor lingkungan dan masyarakat sekitarnya merupakan suatu simbiosis yang tidak dapat dielakkan. Committee for Economic Development5 merumuskan CSR sebagai suatu lingkaran yang saling berhubungan satu sama lain. Lingkaran dalam merupakan tanggung jawab dasar dari perusahaan untuk penerapan kebijakan yang efektif atas pertimbangan ekonomi (profit dan pertumbuhan); lingkaran tengah menggambarkan tanggung jawab perusahaan untuk lebih sensitif terhadap nilainilai dan prioritas sosial yang beraku dalam menentukan kebijakan mana yang akan diambil; lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta perusahaan dalam menjaga lingkungan dan masyarakat.6 Sehingga dapat dikatakan CSR merupakan suatu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat.
4
Arif Budimanta, Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini, (Jakarta: Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD)), hal 14. 5
Committee for Economic Development (“CED”) adalah organisasi nirlaba dan bisnis non-partisan yang mengedepankan kebijakan publik. CED didedikasikan sebagai suatu organisasi penelitian yang membahas kebijakan tentang isu-isu penting ekonomi dan sosial serta pelaksanaan rekomendasi terhadap sektor publik dan swasta. Keanggotaannya terdiri dari sekitar 200 eksekutif perusahaan senior dan para pemimpin universitas yang memimpin penelitian CED dan usahausaha pencapaiannya. Sejak dimulai pada tahun 1942, CED telah menjawab prioritas nasional yang mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan pengembangan untuk menguntungkan semua orang Amerika. Kegiatan ini telah membantu membentuk masa depan pada isu-isu mulai dari Marshall Plan di tahun 1940-an, untuk reformasi pendidikan dalam dua dekade terakhir, dan kampanye reformasi keuangan sejak tahun 2000. Pembina CED tidak hanya menentukan apa yang harus prioritas, tetapi juga berpartisipasi dalam subkomite yang menghasilkan laporan kebijakan yang berisi temuan-temuan dan rekomendasi CED. , diunduh pada tanggal 26 Maret 2011. 6
“The Evolution of CSR”, , diunduh pada tanggal 15 Januari 2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
3
Dengan adanya desakan faktor globalisasi7 menyebabkan isu-isu CSR yang tadinya hanya berkembang di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat pun kini mulai berkembang di Indonesia. Pengaruh globalisasi tersebut secara tidak langsung telah memberikan pengaruh, tidak hanya pada dimensi ekonomi namun juga mempunyai dimensi politik, teknologi, dan budaya.8 Akibatnya tuntutan terhadap perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menjalankan CSR semakin besar. Di Indonesia sendiri perkembangan kegiatan CSR relatif masih belum lama berkembang. Akan tetapi praktiknya telah banyak perusahaan di Indonesia yang telah melaksanakan aktifitas CSR. Dari kegiatan Indonesia Sustanability Reporting Award (ISRA) tahun 2005 baru sekitar 10 (sepuluh) persen dari perusahaan publik di Indonesia yang mengungkapkan informasi lingkungan dan sosial pada laporan tahunan 2004, sedangkan perusahaan yang membuat laporan secara terpisah masih dapat dihitung dengan tangan.9 Namun seiring dengan berjalannya waktu pertumbuhan CSR menunjukan hasil yang positif di Indonesia. Sebuah studi penelitian oleh Sihotang dan Margareth mendokumentasikan adanya peningkatan yang signifikan dalam kualitas pengungkapan (disclosure) aktivitas CSR (ekonomi, sosial, dan lingkungan) dalam laporan tahunan 30 (tiga puluh) emiten terbesar di Bursa Efek Indonesia periode 2003 sampai dengan 2005.10 Peranan CSR saat ini tidak hanya sebagai suatu bentuk kedermawanan sosial, akan tetapi sudah merupakan bagian dari suatu strategi bisnis usaha dan juga pemasaran citra bagi perusahaan. Oleh sebab itu pemilihan bentuk CSR yang efektif dan efisien juga sangat diperlukan. Tujuan CSR tersebut diharapkan akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau
7
Globalisasi adalah suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negaranegara diseluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa batas rintangan teritorial negara. Martin Wolf, Globalisasi Jalan Menuju Kesejahteraan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007) hal 16. 8
Anthony Giddens, Sociology, 5th edition, (UK: Polity Press), hal 70
9
Ali Darwin, “Akuntabilitas, Kebutuhan, Palaporan, dan Pengungkapan CSR Bagi Perusahaan DI Indonesia”, EBAR: Economics Business Accounting Review, III September Desember 2006, hal 92. 10
Subagyo Efendi, Indonesia Tax Review.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
4
meningkatkan daya saing melalui reputasi dan loyalitas serta pencitraan perusahaan.11 Di sisi lain, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria yang berbasis nilai dan etika dinilai akan sejalan dengan konsep CSR pada masa mendatang. Dalam hal kebijakan pemerintah, perhatian pemerintah terhadap CSR secara khusus tertuang dalam beberapa ketentuan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU Perseroan Terbatas”)12 diatur mengenai kewajiban bagi tiap-tiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada pemangku kepentingan perusahaan (stakeholders). Selanjutnya dipertegas juga dalam Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU Penanaman Modal”)13 yang menyebutkan bahwa penanam modal memiliki kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pada kedua peraturan perundang-undangan tersebut keberadaan CSR dianggap sebagai bagian dari suatu kewajiban perusahaan. Dengan demikian terhadap pelanggarannya dapat dikenakan sanksi. Sedangkan untuk perusahaan-perusahaan yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”)14 bentuk CSR ini diimplementasikan dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (“PKBL”). PKBL ini sudah lama dilaksanakan oleh BUMN sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan. Pengaturan mengenai PKBL tersebut secara kontiniu terus dilakukan penyesuaian, terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN
11
Timotheus Lesmana, “Program Corporate Responsibility yang Berkelanjutan”, Lensa ETV, Edisi 1 Nov 2006, Eka Tjipta Foundation. 12
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2997, TLN No. 4756, Pasal 74. 13
Indonesia, Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 tahun 2007, LN No. 67, Tahun, 2007, TLN No. 4724, Pasal 15. 14
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsungn yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Lihat Indonesia, Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 tahun 2003, LN No. 70, Tahun 2003, TLN No. 4297.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
5
Nomor Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Melalui PKBL setiap BUMN diwajibkan menyisihkan laba setelah pajak sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 3% (tiga persen) untuk menjalankan CSR-nya. Dengan demikian program pelaksanaan CSR bagi BUMN sudah dilakukan sejak lama dan lebih terstruktur dibandingkan dengan perusahaan swasta.15 Sehingga dapat dikatakan pelaksanaan CSR oleh BUMN jauh lebih baik dibandingkan dengan perusahaan swasta nasional. Pada aspek sosial ini tercatat melalui PKBL BUMN menyalurkan Rp. 9,6 Triliun Rupiah kepada 653.000 mitra binaan yang tersebar di pelosok tanah air.16 Konsep CSR yang dimasukan dalam suatu regulasi menjadi suatu bentuk kewajiban bagi pengusaha menimbulkan perdebatan. Yanti Koestoer, Direktur Eksekutif Indonesia Business Link, berpendapat bahwa sifat CSR seharusnya adalah sukarela. Selanjutnya menyitir pendapat Archie B. Caroll menyatakan bahwa perusahaan mempunyai empat tanggung jawab terhadap masyarakat yang meliputi:17 a.
Tanggung jawab ekonomis. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba merupakan fondasi utama perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang;
15
Sebagai contoh PT. Jasa Marga menggunkan dana pelasanaan program kemitraan berasal dari laba bersih perseroan, yang disisihkan sebesar maksimal 2%. PT. Jasa Marga menyelenggarakan program pendampingan yang bertujuan untuk meningkatkan akselerasi kinerja dan produktifitas Usaha Kecil Menengah. Program ini mencakup penyelenggaraan pendidikan dan latihan dibidang manajemen usaha kecil, serta melibatkan mitra binaan dalam ajang pameran dan promosi di dalam dan luar negeri. Kemudian, PT. Pertamina dibidang yang terkait dengan persoalan lingkungan, PT. Pertamina melakukan program kali bersih dan penghijauan seperti pada daerah aliran sungai Ciliwung dan konservasi hutan di Sangatta. Pada bidang pendidikan PT. Pertamina menyediakan beasiswa pelajar mulai dari sekolah dasar hingga S2, maupun program pembangunan eumah baca, bantuan peralatan dan fasilitas belajar. 16
“Kinerja BUMN Dievaluasi dalam 3 Tahun”, diunduh pada tanggal 27 Maret 2011. 17
Edi Suharto, “Pekerjaan Sosial Industri, CSR, dan ComDev”, disampaikan pada workshop tentang Corporate Social Responsibility (CSR), Lembaga Studi Pembangunan-STKS, Bandung 29 Nopember 2006.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
6
b.
Tanggung jawab legal. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah;
c.
Tanggung etis. Perusahaan memiliki kewajiban menjalankan praktik bisnis yang baik, benar, adil, dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan;
d.
Tanggung filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberikan kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Aspek tanggung jawab filantropis inilah yang kemudian dikembangkan
menjadi
CSR.18
Kondisi
yang
demikian
secara
tidak
langsung
akan
mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Menurut Supardji, dalam disertasinya yang berjudul Penanaman Modal Asing Di Indonesia Insentif v. Pembatasan, menyatakan bahwa kewajiban tentang CSR akan menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya, antara lain:19 a.
Belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan;
b.
Adanya respon penolakan dari pengusaha terhadap CSR. Salah satu alasan yang dikemukakan antara lain karena penerapan CSR pada dasarnya lebih dititikberatkan pada dorongan moral dan etika;
18
Konsep CSR dengan konsep yang lebih lama dikenal Corporate Philanthropy merupakan sesuatu yang berbeda. Ide dibelakang Corporate Philanthropy adalah aliansi antara untuk keuntungan dan bukan untuk keuntungan, dimana modal dapat digunakan untuk keuntungan dari organisasi yang tidak mencari keuntungan. Dengan demikian, suatu perusahaan dapat mengaitkan dirinya pada Corporate Philanthropy dan tidak bertanggung jawab sosial. Fakta menunjukkan bahwa, sementara logika perusahaan philanthropic salah satu dari konsesi atau perasaan belas kasihan, CSR bersandar kepada prinsip kesamaan martabat dari semua subjek yang terlibat dalam kegiatan perusahaan, dari penyusunan tujuantujuan sampai kepada memenuhi rencana entrepreneur. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pemimpin bisnis selalu menyadari bahwa untuk dapat menjamin kondisi hidup pekerja yang lebih baik, artinya mendorong mereka mempunyai loyalitas dan identifikasi dengan tujuan-tujuan perusahaan. Erman Radjagukguk, “Konsep dan Perkembangan Pemikiran Tentang Tanggung Jawab Perusahaan”,, diunduh pada tanggal 20 Januari 2011. 19
Supardji, Penanaman Modal Di Indonesia Insentif v. Pembatasan, (Jakarta: Fakultas Hukum Universutas Al Azhar Indonesia, 2008), hal 291.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
7
c.
Kewajiban CSR bagi perusahaan yang berbasis sumber daya alam dinilai diskriminatif, karena tanggung jawab lingkungan sekitar seharusnya menjadi tanggung jawab dari perusahaan yangmelakukan usaha di sebuah kawasan tertentu. Jadi seharusnya CSR adalah kewajiban semua perusahaan. Dari sudut penerimaan perpajakan, menurut Direktorat Jenderal Pajak
realisasi penerimaan pajak hingga 15 November 2010 mencapai Rp.514.231,7 miliar atau 77,7% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010 sebesar Rp.661.498,6 miliar. Apabila data Pajak Penghasilan (“PPh”) minyak dan gas bumi (migas) tidak dimasukan, maka realisasi penerimaan non migas mencapai Rp.467.794,7 miliar atau 77,2% dari rencana penerimaan pajak non migas tahun 2010 sebesar Rp.606.116,2 miliar. Dengan perincian penerimaan pajak sebagai berikut, realisasi jenis PPh non migas adalah sebesar Rp.258.104,0 miliar; realisasi Pajak Penjualan (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah sebesar Rp.178.193,4 miliar; realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan BPHTB sebesar Rp.28.570,0 miliar serta pajak lainnya mencapai Rp.2.927,3 miliar. Apabila dibandingkan dengan periode tahun lalu, maka realisasi penerimaan pajak non migas mengalami pertumbuhan positif sebesar 14,6%.20 Berdasarkan hal ini merupakan suatu kondisi yang positif bagi penerimaan pendapatan bagi pemerintah Indonesia. Bahkan untuk proyeksi tahun 2011 ini diharapakan penerimaan perpajakan direncanakan untuk ditingkatkan hingga mencapai Rp.850.255.476.000.000,-. Berdasarkan hal ini adalah suatu kondisi yang positif bagi penerimaan pemerintah. Akan tetapi, dari sisi perusahaan menunjukan beban yang ditanggung oleh perusahaan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sedangkan bagi operasional perusahaan tidak dapat dipungkiri keberadaan CSR adalah suatu pengeluaran, begitu juga beban pajak yang harus dikeluarkannya, sehingga sedapat mungkin anggaran kegiatan CSR jangan sampai menjadi pengeluaran ganda perusahaan. Dari sudut PPh, perusahaan biasanya harus memilih strategi sehingga semua biaya yang dikeluarkan untuk program
20
http://www.pajak.go.id/dmdocuments/siaranpers-101125.pdf, diunduh pada 11 Mei
2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
8
CSR yang dipilih dapat dibebankan sebagai biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Sementara dari sudut Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”), perusahaan biasanya memilih strategi tertentu sehingga barang dan/atau jasa yang diberikan kepada pihak penerima tidak terutang PPN atau kalaupun terutang diupayakan seminimal mungkin.21 Kondisi ini terjadi karena hingga saat ini ketentuan pelaksana mengenai implementasi pengenaan pajak bagi kegiatankegiatan CSR masih belum jelas. Pada kesempatan kali ini penulis berusaha untuk mengkaji kebijakan umum perpajakan yang diberlakukan terhadap kegiatankegiatan CSR yang ada di Indonesia.
2. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut diatas yang menjadi pokok permasalahan dari tulisan yang berjudul “Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sebagai Obyek Pengurang Penghasilan Kena Pajak” adalah sebagai berikut: a.
Menjelaskan tentang bagaimana perkembangan ketentuan umum CSR di Indonesia?
b.
Menganalisis tentang bagaimana konsep pengurangan pajak penghasilan yang dapat dikenakan terhadap CSR di Indonesia?
3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut: a.
Mengetahui dan memberikan pemahaman tentang bagaimana latar belakang, sejarah dan perkembangan CSR secara umum serta perkembangan ketentuan dan konsepnya di Indonesia.
b.
Secara
praktik
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
mengenai
pengembangan dana-dana sosial melaui program CSR sebagai fasilitas pengurang penghasilan kena pajak setiap perusahaan. Mengingat, fungsi CSR itu sendiri sebagai salah satu upaya perusahaan untuk meningkatkan
21
“Kewajiban CSR sebagai Instrumen Pemotongan Pajak", , diunduh pada tanggal 15 Januari 2010.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
9
kesejahteraan masyarakat sekitar dan juga upaya menjaga pelestarian bagi lingkungan sekitar.
4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sebagai Obyek Pengurang Penghasilan Kena Pajak diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a.
Secara teoritis penelitis ini dapat menambah pengetahuan terkait dengan pelaksanaan CSR yang ada secara umum dan yang berkembang di Indonesia;
b.
Diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan untuk menjadikan pelaksanaan dana-dana sosial yang dikeluarkan perusahaan melaui program CSR sebagai fasilitas yang dapat dijadikan fasilitas pengurang penghasilan kena pajak setiap perusahaan.
5. Kerangka Teori Sebagai salah satu konsep negara hukum, upaya dan kebijakan pemerintah dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat melalui pemungutan pajak harus senantiasa berpijak pada asas legalitas. Asas legalitas mengajarkan bahwa setiap perbuatan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Maksud dan tujuan penerapan asas legalitas di bidang perpajakan adalah agar supaya tindakan atau perbuatan pemerintah guna menghimpun dana dari masyarakat melalui pemungutan pajak tidak dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum atau “onrechtmatige overheidsdaad”.22 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) merupakan hukum dasar tertulis negara Republik Indonesia yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 memuat (cita) tujuan negara antara lain:23 a.
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b.
memajukan kesejahteraan umum; 22
Lauddin Marsuni, Hukum dan Kebijakan Perpajakan Di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2006), hal 8. 23
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, alinea IV Pembukaan.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
10
c.
mencerdaskan kehidupan bangsa;
d.
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Berdasarkan pernyataan yang tertuang dalam cita negara tersebut
dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan bunyi dari alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945 mengandung makna bahwa negara yang ingin dibentuk oleh bangsa Indonesia adalah “negara hukum kesejahteraan”.24 Negara hukum kesejahteraan dikonsepsikan sebagai konsep negara yang berusaha mewujudkan kesejahteraan rakyat atas dasar ketentuan hukum. Walaupun ada juga pendapat yang menyatakan bahwa negara hukum kesejahteraan adalah perpaduan antara konsep negara hukum dan konsep negara kesejahteraan.25 Sehubungan dengan konsep negara kesejahteraan tersebut, maka atas negara yang menganut konsep negara kesejahteraan dapat mengemban 4 (empat) fungsi, yaitu:26 a.
The State as provider (negara sebagai pelayan);
b.
The State as regulator (negara sebagai pengatur);
c.
The State as enterpreneur (negara sebagai wirausaha); and
d.
The State as umpire (negara sebagai wasit/pengadil)
Merujuk pada fungsi negara kesejahteraan tersebut menyebabkan negara memegang peranan yang sangat penting guna menjalankan fungsi-fungsinya tersebut. Dalam sistem perpajakan di Indonesia, syarat legalitas27 pengenaan pajak bagi masyarakat dinyatakan secara eksplisit dalam Pasal 23 A UUD 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
24
Tjip Ismail, Paradigma Baru Perpajakan Di Indonesia, Hukum Bisnis, Volume 29-No 1 Tahun 2010, hal 66. 25
Laudin Marsuni, Hukum dan Kebijakan Perpajakan Di Indonesia, hal 16.
26
W. Friedman, The State and The Rule of Law in A Mixed Economy, (London: Steven & Son, 1971), hal 5.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
11
keperluan negara diatur dengan undang-undang.28 Pada hakikatnya di dalam ketentuan tersebut tersirat falsafah pajak. Pajak harus berdasarkan undang-undang karena pajak akan menyentuh hak rakyat atau keadilan rakyat dan digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan negara serta kesejahteraan rakyat sendiri.29 Dengan adanya syarat bahwa yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak adalah undang-undang maka dengan sendirinya disyaratkan pula adanya persetujuan dari rakyat terhadap pemungutan pajak tersebut. Oleh sebab itu pemungutan pajak dari rakyat ini harus melalui mekanisme persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat agar pelaksanaannya dapat mengikat dan mempunyai kekuatan hukum. Seperti dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa hukum, termasuk undang-undang dan peraturan lainnya, senantiasa mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Artinya, ia harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat tidak hanya ingin melihat keadilan diciptakan dalam masyarakat dan kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan juga agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama lain. Dengan demikian maka tujuan pemungutan pajak adalah juga untuk menjamin setiap warga negara atau masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagian terbesarnya. Konsep kesejahteraan seringkali diartikan berbeda oleh orang dan negara yang berbeda. Merujukan pada pendapat Spicker, Midgley, Tracy dan Livermore, Thompson, dan Suharto pengertian kesejahteraan sedikitnya mengandung empat makna, yaitu:30 a.
Sebagai kondisi sejahtera (well being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley mendefinisikan kesejahteraan sebagai “…a condition or state of human well being”. Kondisi sejahtera terjadi 28
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 A.
29
Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, (Jakarta: Yellow Printing, 2007),
hal 41. 30
Edi Suharto, Peta dan Dinamika Wellfare State Di Beberapa Negara: Pelajaran apa yang bisa dipetik untuk membangun Indonesia, disampaikan pada seminar “Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui Desentralisasi Di Indonesia” pada 25 Juli 2006.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
12
manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar terpenuhi. b.
Sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia, dan Selandia Baru, pelayanan umum biasa mencakup lima bentuk, yakni pelayanan jaminan sosial, pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan pelayanan sosial personal.
c.
Sebagai tunjangan sosial. Khususnya di Amerika Serikat hanya diberikan kepada orang miskin, cacat, dan pengangguran.
d.
Sebagai suatu proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial.
Sehingga dapat disimpulkan pembangunan kesejahteraan dapat didefinisikan sebagai segenap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan civil society untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan manusia melalui pendekatan pekerjaan sosial. Sedangkan konsep ajaran negara kesejahteraan itu sendiri pertama kali dicetuskan berdasarkan pendapat dari Jeremy Bentham yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi masyarakat. Bentham menggunakan istilah utility (kegunaan) untuk menjelaskan konsep negara kesejahteraan dan kebahagiaan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang dikembangkan oleh Bentham, ia berpendapat bahwa sesuatu yang menimbulkan kebahagian ekstra adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Jadi kebaikan itu kesenangan, kejahatan adalah kesusahan:31 That which is conformable to the utility or the interest of an individual is what tends to augment the total sum of his happiness. That which is conformable to the utility or the interests of a community is what tends to augment the total sum of happiness of the individuals that compose it.
31
Jeremy Bentham dalam, Legal Theory, W. Friedmann, (London: Stevens & Sons Limited, Fifth Edition, 1967), hlm.313.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
13
Dengan demikian menurut Bentham kebijakan-kebijakan pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang.32 Lebih lanjut konteks negara kesejahteraan pada dasarnya mengacu pada peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang di dalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Menurut Goran Esping Andersen secara umum suatu negara dapat digolongkan sebagai negara kesejahteraan jika mempunyai 4 (empat) pilar utamanya, yaitu:33 social citizenship;full democracy;modern industrial relation systems; serta right to education and the expension of modern mass education systems. Keempat pilar ini dimungkinkan dalam negara kesejahteraan karena negara memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai penganugerahan hakhak sosial (social granting of social right) kepada masyarakatnya. Selanjutnya negara
kesejahteraan
juga
berusaha
membebaskan
masyarakatnya
dari
ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan dengan menjadikannya sebagai hak setiap masyarakat yang dapat diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan oleh negara.34 Goodin menyatakan bahwa fungsi dari negara kesejahteraan adalah untuk memodifikasi bekerjanya kekuatan pasar. Negara kesejahteraan tidak menolak keberadaan sistem ekonomi pasar kapitalis, tetapi meyakini bahwa terdapat elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat yang lebih penting (dari tujuan-tujuan pasar) dan hanya dapat dicapai dengan mengendalikan dan membatasi bekerjanya mekanisme pasar tersebut.35 Di Indonesia konsep kesejahteraan merujuk pada konsep pembangunan kesejahteraan yakni serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas kehidupan masyarakatnya.
32
Bessant, Watts, Dalton dan Smith, Taking Policy: How Social Policy in Made, dikutip dari Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos”, www.policy.hu/suharto/Naskah%PDF/ReinventingDepsos.pdf, diunduh pada 11 Mei 2011. 33
Esping Andersen, The Three World of Welfare Capitalism”, dikutip dari Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), hal 9. 34
Ibid.
35
Ibid, hal 20.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
14
Akan tetapi, ditengah keterbatasan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat, keadaan ini amat menyakitkan bagi kelompok masyarakat yang tidak berpunya. Kemampuan keuangan negara yang lemah, menyebabkan berbagai fenomena yang hanya layak terjadi di era kolonial, seperti kelaparan, merebaknya penyakit kemiskinan maupun sulitnya mengakses pendidikan. Kemudian, kapasitas asuransi kesehatan yang terbatas, jaminan hari tua hanya tersedia untuk segelintir masyarakat, meningkatnya pengangguran dan jumlah anak-anak terlantar yang tidak ditanggung negara. Dalam hal ini pemerintah melihat adanya potensi yang besar dari kegiatankegiatan CSR perusahaan sebagai suatu aktivitas terencana dan melembaga yang memiliki
tujuan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
para
pemangku
kepentingannya (stakeholders). Berdasarkan hal ini, menarik perusahaan untuk dapat turut serta dalam menciptakan cita-cita negara kesejahteraan merupakan suatu hal yang positif. Sejalan dengan adanya konsep modern suatu perusahaan yaitu sebagai agent of development. Peranan perusahaan tidak hanya sebatas kepentingan untuk meningkatkan finansial perusahaan (profit), namun juga menjaga kepentingan masyarakat sekitar (meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan) dan juga menjaga lingkungan sebagai penunjang keberlangsungan usaha perusahaan sebagai suatu upaya mencapai pembangunan berkelanjutan (sustainable development)36. 6. Metode Penelitian Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah haruslah didasarkan pada metode penelitian tertentu, karena hasil penelitian yang biasanya dituangkan dalam tulisan berupa karya ilmiah, dalam arti bahwa pikiran maupun materi pembahasan seharusnya dapat diuji kebenaranya secara logis, sistematis dan sesuai dengan data
36
The Brundtland Commission’s brief definition of sustainable development as the “ability to make development sustainable—to ensure that it meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”, Lihat Robert W. Kates, Thomas M. Paris, dan Anthony A. Leiserowitz, What is Sustainable Development?Goals, Indicators, Values and Practice.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
15
ataupun fakta yang ada.37 Berikut ini adalah sistematika penulisan dalam penelitian ini: a.
Tipe Penelitian Tipe penelitian yang dilakukan dalam pembahasan pada penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif atau penelitian hukum kepustakaan.38 Sehingga bahanbahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan pustaka atau data sekunder.39 Penelitian ini dilakukan terhadap berbagai ketentuanketentuan hukum perpajakan yang mengatur tentang pemberian pengurangan pajak atas kegiatan-kegiatan CSR.
b.
Pendekatan Masalah Karena tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan dalam melakukan pembahasan masalah dalam penelitian ini adalah pertama, pendekatan atas perkembangan atau sejarah pembentukan atas suatu ketentuan perundang-undangan. Pada penelitian ini ketentuan yang diteliti perkembangan atau sejarah terbentuknya adalah ketentuan yang mengatur tentang CSR di Indonesia.40 Selanjutnya kedua, pendekatan terhadap taraf sinkronisasi vertikal maupun horizontal guna meneliti sampai sejauh manakah ketentuan dalam hukum positif yang ada telah sesuai. Pada penelitian ini akan menggunakan titik tolak tata urutan perundang-undangan di Indonesia.41
37
Agus Brotosusilo, et al. Penulisan Hukum: Buku Pegangan Dosen, (Jakarta: Konsorsium Ilmu Hukum Departemen PDK, 1994), hal. 8. 38
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hal. 295. 39
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed.1, Cet.10, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 12 40
Ibid., hal 20.
41
Ibid., hal 17.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
16
c.
Bahan Hukum Bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat penting dalam penelitian dapat berupa peraturan perundang-undangan atau pun konvensi-konvensi internasional. Bahan hukum primer yang digunakan pada penelitian ini diantaranya berupa Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Perseoan Terbatas, UndangUndang Perpajakan, serta peraturan pemerintah. Bahan hukum sekunder (secondary sources) merupakan bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber hukum primer serta implementasinya.42 Pada penelitian ini misalnya yaitu, jurnal-jurnal hukum, newslater yang terkait dengan kegiatan CSR, buku-buku perpajakan, disertasi tentang CSR dan perpajakan, serta artikel di internet. Selanjutnya, bahan hukum tersier (tertiary sources) merupakan bahan yang akan digunakan untuk memberikan petunjuk atas bahan primer dan sekunder, antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia dan kamus hukum, seperti Black’s Law Dictionary.43
d.
Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh selanjutnya dikumpulkan berdasarkan klasifikasi topik yang sesuai dengan bahasannya untuk kemudian dikaji secara komprehensif.
e.
Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Atau dengan kata lain, data yang akan diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan pendekatan kualitatif. Bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan untuk selanjutnya dianalisis atau disistematisasi, dengan jalan membuat klasifikasi.
42
Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 31. 43
Ibid.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
17
7. Definisi Operasional Untuk menghindari perbedaan pengertian istilah-istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, berikut ini adalah definisi operasional dari istilah-istilah tersebut, yang sebagian besar dirumuskan oleh para ahli, karena belum diatur secara rinci dalam peraturan perpajakan di Indonesia. a.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan hukum yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;44 Menurut Rochmat Soemitro: Pajak dilihat dari segi mikroekonomi mengurangi income individu, mengurangi daya beli seseorang, mengurangi kesejahteraan individu, mengubah pola hidup wajib pajak. Dari segi makroekonomi, pajak merupakan income bagi masyarakat (negara) tanpa menimbulkan kewajiban pada negara terhadap wajib pajak.45
b.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan;46 c.
Konsep CSR adalah sebagai suatu aktivitas perusahaan untuk ikut mengatasi permasalahan sosial dengan peningkatan ekonomi, perbaikan kualitas hidup masyarakat dan mengurangi berbagai dampak operasionalnya terhadap lingkungan, mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dalam jangka panjang mempunyai keuntungan bagi perusahaan dan pembangunan masyarakat.47
44
Indonesia, Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, UU No. 28 tahun 2007, LN No. 85 Tahun2007, TLN No.4740, Pasal 1 angka 1. 45
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, (Bandung: Eresco, 1995), Hal 51.
46
Indonesia, Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 1 angka 2
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
18
d.
Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.48
e.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.49
f.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.50
g.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
47
Mukti Fajar, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia: Studi tentang Penerapan Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional, Swasta Nasional dan BUMN di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 34. 48
Indonesia, Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 1 angka 22. 49
Indonesia, Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, UU No. 28 tahun 2007, LN No. 85 Tahun2007, TLN No.4740, Pasal 1 angka 3. 50
Ibid, Pasal 1 angka 4.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
19
h.
berdasarkan
Undang-Undang
perubahannya.
51
Pajak
Pertambahan
Nilai
1984
dan
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.52
8. Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari empat bab. BAB I yang merupakan pendahuluan menguraikan latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, definisi operasional dan sistematika penulisan yang dipakai dalam penulisan ini. BAB II akan membahas ketentuan umum keberlakuan CSR dalam ketentuan hukum positif di Indonesia dan bagaimana pelaksanaannya dalam praktik. Dalam bab ini juga akan dikemukakan tentang pandangan para ahli terkait konsep CSR. Disamping itu juga akan ditambahkan dengan bagaimana gambaran umum pengaturan CSR di beberapa negara. BAB III menguraikan bagaimana ketentuan perpajakan di Indonesia menetapkan pengenaan pajak terhadap CSR yang dikeluarkan oleh perusahaanperusahaan di Indonesia. Kemudian membahas tentang perkembangan ketentuan umum tentang CSR serta legalitasnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam hal memberikan penjelasan tentang insentif pajak juga akan dipaparkan tentang penerapan insentif pajak atas kegiatan CSR di beberapa negara. Terakhir BAB IV, adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
51
Ibid, Pasal 1 angka 5.
52
Ibid, Pasal 1 angka 6.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
20
BAB II Ketentuan Umum Keberlakuan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Hukum Positif Di Indonesia
1. Pergeseran Paradigma Tanggung Jawab Perusahaan Sejarah keberadaan Corporate Social Responsibility (“CSR”) sebenarnya telah ada sejalan dengan perkembangan aktivitas bisnis (perdagangan) itu sendiri, meskipun pada saat itu tidak terdapat konsep baku mengenai hal tersebut. Pemikiran mengenai konsep CSR kuno telah dicetuskan ketika zaman Raja Hammurabi, dalam Kode Hammurabi sekitar tahun 1700 sebelum masehi, telah memberlakukan sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Pada zaman itu setiap pengusaha ditekankan untuk menanggung suatu tanggung jawab sosial, tidak hanya karena adanya ketentuan hukum, namun karena kesadaran moral.53 Dalam rentang waktu tersebut hingga sekarang ini, konsep dan definisi CSR sendiri telah mengalami suatu evolusi dan metamorfosis mengikuti perkembangan konsep perusahaan yang ada. Konseptualisasi CSR tersebut muncul sebagai reaksi atas perkembangan perusahaan global dan kapitalisme yang sangat cepat. Pada awalnya, seiring dengan kemajuan revolusi industri dan lahirnya laissez faire54 di Eropa dan Amerika Serikat, tujuan prinsip pendirian suatu perusahaan oleh para pemegang saham hanyalah untuk mencari keuntungan. Hal ini karena adanya pengaruh teori klasik yang sedang berkembang ketika itu, sebagaimana dirumuskan oleh Adam Smith bahwa “the only duty of corporation is to make profit”.55 Lebih lanjut Adam Smith menekankan bahwa mencari keuntungan merupakan cerminan watak dari para pelaku bisnis yang 53
J.J. Asongu, Strategic Corporate Social Responsibility in Practice, (Greenview Publishing Company, 2007), hal 29. 54
Laissez faire adalah bahasa Prancis yang berarti “biar saja berjalan sendiri”. Pada masa ini tugas pokok negara dilukiskan sebagai negara penjaga malam (nightwatch state) atau hanya sebagai penjaga keamanan warga negaranya. Sedangkan terhadap segala kegiatan ekonomi diatur oleh invisible hands atau pasar yang akan menciptakan keseimbangan antara permintaan dan penawaran secara kompetitif. 55
Sofyan Djalil, Konteks Teoritis dan Praktis Corporate Social Responsibility, Jurnal Reformasi Ekonomi Vol.4 No.1 Januari-Desember 2003, hal 4
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
21
menjalankannya. Sifat ramah dan memberikan pelayanan dari para pelaku usaha selalu disertai niatan pamrih atas keuntungan yang mereka harapkan dari pelanggan. Dalam kesempatan lain Milton Friedman juga memiliki pandangan yang sejalan dimana satu-satunya tanggung jawab sosial perusahaan adalah meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham sebagai tugas perintah moral. Sehingga meletakkan suatu konsep kewajiban moral kepada perusahaan guna melaksanakan CSR pada saat itu dianggap bertentangan dengan hakikat dari pendirian perusahaan itu sendiri. Dalam praktik revolusi industri sendiri telah melahirkan suatu masalah sosial dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memunculkan suatu wacana untuk mengoreksi tujuan perusahaan yang semata-mata hanya untuk mencari keuntungan. Konsep pelaksanaan cikal bakal CSR sebagai bagian dari perusahaan modern mulai di rintis sejak tahun 1900-an. Pada tahun 1929 Dekan Harvard Business School, Wallace B. Donham, berkomentar dalam suatu kegiatan yang disampaikan di Northwestern University:56 “Busineness started long centuries before the down of history, but business as we now know it is new-new in its broadening scope, new its social significance. Business has not learned how to handle these changes, nor does it recognise the magnitude of the responsibilities for the future of civilisation”. Selain itu, secara tersirat juga dapat dilihat melalui buku The Modern Corporation and Private Property, yang ditulis oleh Adolf A. Berle dan Gardiner C. Means, menyebutkan bahwa suatu perusahaan modern seharusnya mentransformasikan diri menjadi institusi sosial, ketimbang institusi ekonomi yang memaksimalkan laba.57. Terlepas dari itu, perkembangan pemikiran mengenai bentuk perusahaan modern ini, secara tidak langsung telah menempatkan CSR sebagai bagian dari proses metamorfosis dari tujuan perusahaan itu sendiri. Secara gamblang konsep mengenai tujuan perusahaan modern dipaparkan oleh Beth Stephens, yaitu mencari keuntungan bukanlah satu-satunya tujuan
56
“History of Corporate Social Responsibility and Sustainability”, www.brass.cf.ac.uk/upload/History_L3.pdf, diunduh pada tanggal 31 Maret 2011. 57
Adolf A. Berle dan Gardiner C.Means, The Modern Corporation & Private Property, Transaction Publishers, (New Brunswick, New Jersey ed.10th, 2009), hal 309.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
22
perusahaan, namun hanya bisnis utamanya. Selebihnya perusahaan harus memperhatikan kepentingan sosial dan lingkungan sebagai bagian dari tujuan perusahaan. Perihal ini didasarkan pada 2 (dua) alasan, dimana pada saat itu timbul:58 a.
Dampak negatif dari operasional perusahaan; dan
b.
Hubungan antara perusahaan dengan masyarakat yang semakin komplek, sehingga diperlukannya intervensi negara dalam mengatur aktivitas perusahaan.
Rupanya, dalam praktik eksploitasi ekonomi pasar yang dilakukan oleh perusahaan, tanpa memikirkan kepentingan masyarakat sekitar dan kesadaran akan lingkungan, telah memunculkan kesadaran bagi sejumlah kalangan masyarakat akan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap perekonomian dunia. Terlebih apabila melihat perluasan usaha yang dilakukan perusahaanperusahaan besar, khususnya perusahaan multinasional, ke berbagai negara-negara dunia ketiga yang nyatanya tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat sekitar.59 Namun seringkali keberadaannya menyebabkan masalah pencemaran lingkungan dan eksploitasi terhadap buruh serta pelanggaran hak asasi manusia. Kondisi yang demikian mendorong pergeseran paradigma tujuan perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Oleh sebab itu penekanan pemahaman tentang konsep perusahaan modern merupakan acuan bagi setiap perusahaan, dimana harus mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan lingkungan eksternal dalam setiap keputusan bisnisnya. Peningkatan peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi dinilai sebagai suatu cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melihat gambaran nyata tentang pencarian keuntungan berdasarkan pasar (liberal) yang dilakukan 58
Beth Stephens, “The Amorality of Profit: Transnational Corporations and Human Right”, (20 Berkeley J. International, 2002), hal 51-52 59
Sejumlah perusahaan multinasional memiliki pendapatan sebanding dengan Gros Domestik Produk (GDP) negara maju dan melebihi puluhan negara miskin dan berkembang. Misalnya, penjualan tahunan General Motor sebanding dengan GDP Denmark dan omzet Exxon Mobil melebihi gabungan GDP 180 negara miskin dan berkembang. Namun demikian, kemajuan perusahaan multinasional tersebut ternyata tidak sejalan dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat dunia. Hingga awal millenium ini, diantara 5,4 miliar populasi penduduk di dunia terdapat sekitar 2,3 miliar penduduk yang hidup dibawah 1 Dollar AS per hari.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
23
perusahaan-perusahaan
multinasional
ternyata
tidak
dapat
mewujudkan
kesejahteraan bagi masyarakat. Menurut Stiglitz, pertumbuhan ekonomi penting hanya jika pertumbuhan itu dibarengi dengan peningkatan pemerataan. Menurutnya, kaum fundamentalis pasar telah gagal menciptakan dunia yang lebih adil melalui globalisasi.60 Globalisasi dengan sistem pasar yang terlalu bebas tanpa campur tangan pemerintah bisa saja menciptakan negara menjadi kaya, tetapi dengan rakyatnya yang tetap miskin. Sebagai contoh di penghujung tahun 1998, pada saat kekacauan semakin mendalam dan berkembang ke Amerika Serikat, maka ketidakstabilan yang telah terjadi semakin tidak terkendali. Kondisi menyebabkan banyak para pendukung kapitalis laisez faire yang mulai mengakui perlunya pengaturan dari pemerintah.61 Lebih lanjut Stiglitz menyebutkan dalam studinya tentang peranan negara terdapat beberapa bentuk alternatif intervensi negara dalam urusan ekonomi, adalah: a.
Negara dapat memberi hak monopoli bagi perusahaan negara;
b.
Negara menciptakan kondisi yang bersaing antara perusahaan-perusahaan negara;
c.
Negara dapat membuat seperangkat peraturan perundang-undangan yang dapat menciptakan kompetisi;
d.
Negara dapat mengatur monopoli swasta.
Dengan adanya pengembalian peranan negara tersebut, diharapkan mendudukkan kembali kerjasama antara negara, pengusaha dan masyarakat untuk mencapai tujuan negara sebagai suatu agent of development. Oleh sebab itu keberadaan peranan perusahaan modern disuatu negara diharapakan dapat bekerja sebagai the agent of development yang dapat bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat dalam menggapai tujuan pembangunan. Sebagai agent of development perusahaan merupakan bagian dari masyarakat 60
Ibid, hal 11.
61
Sebagaimana dicatat dalam tajuk rencana Bussiness Week tanggal 12 Oktober 1998, “Kekeliruan pemerintah yang semakin melebar juga sangat menentukan. Pendapat yang mengatakan bahwa pasar bebas itu ada dalam sebuah kekosongan (vacuum) telah dihancurleburkan. Tanpa peraturan regulasi, semuanya itu akan menimbulkan anarki”, Lihat David C. Korten, The Post-Corporate World: Kehidupan Setelah Kapitalisme, terjemahan dan kata pengantar A. Rahman Zainuddin edisi I, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002), hal 238.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
24
atau warga negara. Dengan menjadi bagian dari warga negara suatu bangsa (corporate citizenship)62, maka perusahaan juga mempunyai kewajiban dalam pembangunan. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan dalam World Economic Forum, bahwa setiap perusahaan harus memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat, yaitu: “corporate citizenship is the contribution a company makes to society and the environtment throught its core business activities, its social investment and philanthropy programmes, and its engagement in public policy” Dengan demikian, berdasarkan uraian tentang konsep perusahaan maka paradigma tradisional perusahaan sudah dianggap tidak relevan lagi. Perusahaan modern sebagai suatu perusahaan yang menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan sosial serta lingkungan merupakan prinsip utama saat ini. Hal ini secara tidak langsung telah mempengaruhi kedudukan CSR itu sendiri di mata pengusaha. Pergeseran paradigma tanggung jawab perusahaan dan perkembangan tentang penerapan CSR dewasa ini semakin menunjukan pentingnya peranan perusahaan dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, selain kewajibannya kepada pemegang saham. Sehingga saat ini kecenderungan untuk menekankan supaya keberadaan suatu perusahaan selain bertujuan untuk mencari keuntungan ekonomi, diharapkan juga dapat berperan dalam aktifitas sosial kemasyarakatan sebagai bentuk penghargaan dan kepeduliaan mereka terhadap stakeholders63 yang telah menerima keberadaan
62
Istilah corporate citizenship dicetuskan oleh Peter Utting dalam tulisan ilmiahnya yang dibacakan pada Januari 2000 dalam sidang The United Nations Research Institute for Social Development (UNRISD) di Geneva. Ia menyampaikan “development agencies and actor concerned with promoting sustainable development have been joined in recent years by another player-big business. Increasing adherence on the part of senior managers to concept like corporate citizenship or corporate social responsibility suggest that this sector of business is beginning to recast it relationship with that environment and it multiple stakeholder. This envolving situation stand in sharp contrast to the scenario of the past when big business was seen to be insensitive to the need of certain stakeholders and responsible for much of the environmental degradation of the planet”. 63
Pengertian tentang kepentingan stakeholders dapat dilihat dari pendapat dari E. Merric Dodd yang mengajukan konsep bahwa perusahaan bekerja tidak hanya untuk kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat umum dan kesejahteraan bangsa (stakeholders). Ajaran ini telah melahirkan stakeholders theory. Teori ini dibangun berdasarkan pandangan , apabila direksi perusahaan hanya mencari untung sebanyak-banyaknya demi kepentingan pemegang saham, maka kemungkinan besar bisnisnya akan cenderung menyimpang.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
25
perusahaan tersebut. Stakeholders disini bukan hanya sebatas pemegang saham saja, namun termasuk di dalamnya masyarakat sekitar, konsumen, serta lingkungan hidup. Kesemuanya merupakan faktor-faktor penunjang bagi kelangsungan dari suatu perusahaan. Perusahaan merupakan keluarga besar yang memiliki tujuan dan target yang hendak dicapai, yang berada di tengah lingkungan masyarakat yang lebih besar. Sebagai warga masyarakat, perusahaan membutuhkan apresiasi dan interaksi anggota masyarakat dalam setiap aktivitasnya. Gambaran mengenai kedudukan perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas (stakeholders) dapat dilihat dari bagan yang dijelaskan oleh Nor Hadi yang sejalan dengan
pendapat
Archie
B.
Caroll.64
Perusahaan
dalam
menjalankan
operasionalnya mempunyai empat tanggung jawab terhadap masyarakat luas yaitu:65 a.
tanggung jawab ekonomis maksudnya keberadaan perusahaan yang selama ini hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan dalam menjaga keberlangsungan perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan bagi para pemilik (shareholders). Untuk itu, perusahaan
memiliki tanggung jawab
menjamin
dan
meningkatkan
kesejahteraan bagi pemegang saham. b.
tanggung jawab legal maksudnya perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas memiliki kepentingan untuk memenuhi aturan legal formal, sebagaimana yang diisyaratkan oleh pemerintah. Operasional perusahaan hendaknya dilakukan sesuai dengan kaidah peraturan perundangan.
Perusahaan akan melakukan eksploitasi terhadap buruh dan menekan konsumen serta rekanan bisnis. 64
Archie B. Carrol berpendapat bahwa konsep CSR memuat komponen-komponen sebagai berikut: Economic Responsibilities, Legal Responsibilities, Ethical Responsibilities dan Discretionary Responsibilities. Lihat Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility: Transformasi Konsep Sustainability Management Dan Implementasi Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal 14. 65
Nor Hadi, Corporate Social Responsibility, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, hal 35.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
26
c.
tanggung jawab etis maksudnya perusahaan berkewajiban melakukan aktivitas bisnis didasarkan pada etika bisnis yang sehat. Dalam konteks ini, perusahaan tidak dibenarkan menjalankan aktivitas yang menyimpang secara etika baik dilihat dari aspek norma bisnis, masyarakat, agama, budaya lingkungan maupun norma-norma lain.
d.
tanggung jawab filantropis maksudnya perusahaan bukan hanya bertanggung jawab terhadap pemegang saham, namun juga harus bertangung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan fisik sekitar. Keberadaan perusahaan bukan bersifat independen terhadap lingkungan dan masyarakat, melainkan memiliki ketergantungan dan membutuhkan lingkungan masyarakat yang lebih besar. Perusahaan sebagai pihak yang memperoleh keuntungan besar dalam pemanfaatan sumber daya tersebut, sementara masyarakat yang justru menanggung akibat negatif baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya perusahaan harus bertanggung jawab atas berbagai dampak negatif yang dimunculkan.
Gambar 1 Hubungan Tanggung Jawab Perusahaan Modern
Tanggung Jawab Hukum
Tanggung Jawab Ekonomi
Perusahaan Tanggung Jawab Etis
Tanggung Jawab Filantropi
Stakeholders
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
27
3. Sejarah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR muncul dan berkembang sejalan dengan inter relasi antara perusahaan dengan masyarakat, yang sangat ditentukan oleh dampak yang timbul dari perkembangan dan peradaban masyarakat. Semakin tinggi tingkat peradaban masyarakat, terlebih dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga meningkatkan kesadaran dan perhatian perusahaan terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.66 Hal ini sesuai dengan pendapat Belkaoui dan Karpik yang menyatakan pergeseran dampak negatif industrialisasi pengetahuannya.
memicu 67
legitimasi
masyarakat,
karena
peningkatan
Dowling menyatakan legitimasi mengalami pergeseran
bersamaan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan dan masyarakat dimana perusahaan berada. Akibatnya peranan CSR dapat artikan sebagai perluasan tanggung jawab dari perusahaan. Perkembangan konsep CSR mengalami perkembangan dalam sejarah keberadaannya. Mengingat, CSR muncul sebagai salah satu tuntutan dari stakehoders, sebagai akibat dari hak yang dimilikinya terganggu oleh eksistensi perusahaan. Sesuai dengan metaanalisi dan memperhitungkan karakter dekadenya perkembangan CSR dapat dibagi menjadi 3 (tiga) periode, yaitu:68 -
Perkembangan awal CSR tahun 1950 – 1960
-
Perkembangan pertengahan tahun 1970 – 1980
-
Perkembangan baru tahun 1990 - sekarang.
a.
Perkembangan awal CSR tahun 1950 – 1960 Perkembangan awal CSR masih dipahami secara sederhana. Pada saat itu
CSR masih dipahami sebatas derma perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya. Pandangan CSR saat itu menganggap bahwa tanggung jawab sosial perusahaan itu lebih didasarkan pada aktivitas karitatif. Gema CSR dimulai sejak tahun 1960-an 66
Nor Hadi, Corporate Social Responsibility, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal 48.
67
Bekaoui A. dan Karpik. P.G., “Determination of the Corporate Decision to Disclose Social Information”, Accounting, Auditing, and Accountability Journal, Vol 1, No. 1. 68
Solihin Ismail, Coporate Social Responsibility from Charity to Sustainability, (Jakarta: Salemba Empat, 2008).
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
28
saat dimana secara global, masyarakat dunia baru pulih dari akibat Perang Dunia I dan II, serta mulai menapaki jalan menuju kesejahteraan. Gambaran awal tentang keberadaan CSR dapat dilihat dari pendapat Howard R. Bowen dalam bukunya yang berjudul “Social Responsibilities of The Business” yang memberikan suatu rumusan awal tentang CSR bahwa:69 “…it refers to the obligations of businessmen to pursue those policies to make those decisions, or to follow those lines of action which are desirable in terms of the objectives and values of our society” Terdapat 2 (dua) hal penting dari rumusan diatas, yaitu: i.
Dalam bukunya tersebut Howard R. Bowen masih menyebut CSR sebagai social responsibility. Sehingga bentuk atau konsep social responsibility tersebut masih menganut paradigma perusahaan tradisional. Dalam praktiknya pun social responsibility masih diwarnai dengan kegiatan karitatif jangka pendek dan merupakan sikap murah hati para pengusaha;
ii.
Konteks social responsibility saat itu masih bias gender, mengingat ketika itu para pelaku bisnis dan pengusaha-pengusaha di Amerika Serikat masih didominasi oleh pria. Sehingga pada saat itu, dimensi social responsibility terhadap kaum minoritas (wanita) masih belum tampak. Batasan lebih luas dinyatakan oleh Keith Davis yang melihat social
responsibility yaitu “…businessmen decisions and actions taken for reasons at least partially beyond the firm’s direct economic or technical interest.” Batasan tersebut mengakui secara eksplisit, perusahaan di samping memiliki tanggung jawab secara ekonomi juga tanggung jawab secara sosial. Wujud pengakuan tanggung jawab sosial perusahaan ditunjukkan dengan adanya upaya perusahaan menggunakan kaidah efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam yang terbatas dalam rangka memproduksi barang dan jasa, menghasilkan barang dan jasa dengan harga yang terjangkau dan rasional sesuai dengan daya beli masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan, memberi keuntungan bagi faktorfaktor produksi, serta distribusi pendapatan melalui pembayaran pajak. Berbagai
69
”Sejarah CSR Di Tingkat Internasional”, csrjatim.org/2/sejarah/,diunduh pada tanggal 9 April 2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
29
dimensi tersebut merupakan tanggung jawab sosial perusahaan, meskipun masih dalam ranah motif ekonomi bagi perusahaan. Pendapat Keith Davis ini dikuatkan kembali dengan memperluas gambaran tentang komitmen tanggung jawab sosial perusahaan pada saat itu serta menunjukkan peranan dari tanggung jawab sosial perusahaan.70 Sebagaimana dituangkan dalam “Iron Law Responsibility” yang menyatakan bahwa “social responsibilities of businessmen need to be commersurate with their social power…then the avoidance of social responsibility leads to gradual erosion of social power.” Melihat karakter CSR era 1960-an tersebut, sesungguhnya dapat ditemukan pemicu CSR pada saat itu, antara lain:71 i.
CSR muncul sebagai respon kesadaran etis dalam berbisnis secara personal dari para pemilik modal, sehingga CSR merupakan bentuk sikap derma atau belas kasihan perusahaan yang diberikan kepada masyarakat sekitar;
ii.
Wujud CSR masih bersifat karitatif (charity activity) dan insidental, yang sangat bergantung pada kondisi kesadaran dan keinginan pemilik modal. Misalnya perihal bentuk, waktu dan kepada siapa bantuan tersebut diberikan akan tergantung pada pemilik modal;
iii.
Tipe kontrak pelaksanaan yang mendasari pelaksanaan CSR pada saat itu bersifat stewardship principle. Maksudnya adalah dengan mendudukan pelaku bisnis atau pengusaha sebagai wali (steward) masyarakat, sehingga perlu mempertimbangkan kepentingan para pemangku kepentingan. Dengan demikian, pada perkembangan awal dari CSR ini secara umum
CSR masih ditempatkan sebagai amal kebaikan dari pemilik modal melalui perusahaannya, yang muatan dan esensinya lebih karena adanya itikad baik dari pemilik modal.
b.
Perkembangan pertengahan CSR tahun 1970-1980 Pada era tahun 1970-an merupakan suatu babak awal pergeseran CSR ke
arah yang lebih maju. Hal itu, ditunjukkan dengan adanya orientasi perusahaan ke
70
Nor Hadi, Coporate Social Responsibility, hal 50.
71
Ibid, hal 51.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
30
arah stakeholders perspektif dan dimasuki pemikiran ke depan tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Para pelaku usaha telah secara sadar dan terencana berpikir bagaimana seharusnya melakukan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kaidah keselarasan, keserasian dan keseimbangan. Meskipun pandangan ini masih dilihat dari perspektif kepentingan pemilik modal. Kondisi ini diawali dengan terbitnya buku yang berjudul “The Limits to Growt” yang ditulis oleh Club of Rome. Buku tersebut mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa bumi yang kita pijak mempunyai keterbatasan daya dukung. Sementara manusia semakin bertambah secara eksponensial, sehingga eksploitasi alam mesti dilakukan secara hati-hati supaya pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu, pada era ini ditandai juga dengan berdirinya Community for Economics Development (CED) yang merupakan gabungan kelompok pengusaha di Amerika Serikat dan para peneliti. Pernyataan CED mengenai CSR ini dituangkan dalam Social Responsibility of Business Corporation pada tahun 1971, yaitu:72 “Today it is that the terms of social contract between society and business are, in fact, changing in substantial and important ways. Business is being ask to asume broader responsibilities to society than ever before and to serve a wider range of human values. Business enterprise, in effect, are being asked to contribute more to the quality of American life the just supplying quantities of goods and service” Laporan CED tersebut mengakui secara jelas bahwa eksistensi perusahaan di tengah lingkungan masyarakat diikat dengan suatu kontrak sosial (social contract). Substansi kontrak sosial tersebut mengalami perkembangan dan perubahan signifikan dimana para pelaku usaha dituntut untuk memikul tanggung jawab secara lebih luas kepada masyarakat, sampai pada pengindahan dan pengedepanan beragam nilai sosial kemasyarakatan. Perusahaan mulai dituntut untuk memberikan kontribusi terhadap kenaikan kehidupan masyarakat, sehingga perannya tidak hanya sebatas melakukan produksi dan memasok barang dan jasa bagi masyarakat. Pada dasawarsa tersebut, telah terjadi perpindahan penekanan
72
Ibid, hal 53
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
31
tanggung jawab sosial dari sektor-sektor produktif ke arah sektor-sektor sosial. Oleh karena itu, CSR lambat laun telah menjadi bagian penting dan merupakan bagian dari operasional perusahaan. Di era 1980-an perusahaan yang menggeser paradigma CSR dari basis filantropi ke arah yang lebih produktif melalui community development. Intinya, kegiatan derma yang sebelumnya menjadi motor atau itikad dari pelaksanaan CSR telah bergeser ke arah pola pemberdayaan masyarakat. Misalnya seperti pengembangan kerja sama, memberikan bantuan keterampilan, pembukaan akses pasar, hubungan intiplasma, dan lain sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan perkembangan CSR pada masa pertengahan ini secara umum telah menekankan unsur pemberdayaan masyarakat. Beberapa karakteristik yang menandai masa ini adalah:73 i.
Dimulainya berbagai kegiatan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat;
ii.
Masyarakat dan lingkungan sebagai sentral pertimbangan munculnya kegiatan;
iii.
Berorieontasi pada kegiatan-kegiatan yang bersifat inti plasma;
iv.
Kegiatan CSR tidak hanya ditujukan untuk derma.
c.
Perkembangan CSR tahun 1990 - sekarang Tahun 1990-an merupakan periode dimana praktik CSR diwarnai dengan
beragam pendekatan, seperti pendekatan integral, pendekatan stakeholders maupun pendekatan civil society. Ragam pemberdayaan tersebut telah mempengaruhi praktik community development yang lebih manusiawi dengan bentuk pemberdayaan. Salah satu terobosan besar dalam perkembangan CSR adalah apa yang dikemukan dalam buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21th Century Business, karangan John Elkington, yang memberikan terobosan besar dalam CSR. Hal ini sejalan dengan 3 (tiga) komponen penting sustainable development, yakni economic growt, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commissionon Environment and Development dalam
73
Ibid, hal 55.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
32
Brundtland Report (1987). Elkington sendiri mengemas CSR dalam tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah tripple bottom lines, yaitu:74 i.
Profit Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang
ii.
People Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia.
iii.
Plannet Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlangsungan keragaman hayati.
Melalui gagasan Elkington tersebut perusahaan tidak lagi diharapkan pada tanggung jawab yang berpihak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi keuangan saja, melainkan juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Disinilah, perlunya penerapan konsep triple bottom line oleh perusahaan dalam mengelola bisnis yang dilakukannya. Konsep triple bottom line ini cukup banyak direspon oleh banyak kalangan karena mengedepankan strategi integral dengan memadukan antara social motive dan economic motive. Guna mencapai tujuan tersebut, perusahaan-perusahaan tidak mungkin dapat bekerja secara sendirian. Harus ada keterlibatan pihak pemerintah dan masyarakat secara langsung dalam tujuan pembangunanan. Menurut Evans khususnya pemerintah (negara) merupakan suatu kelembagaan dan aktor sosial yang penting dalam tata kehidupan masyarakat modern. Tanpa pemerintah (negara) maka pasar sebagai kelembagaan kunci lain dalam kehidupan modern tidak akan mampu berfungsi dengan baik. Dalam hal ini negara dibutuhkan tidak hanya untuk menjaga keteraturan sosial, tetapi juga untuk memberikan landasan bagi mekanisme pasar agar dapat berjalan dengan baik.75 Lebih
lanjut
United
Nation
Education,
Scientific
and
Cultural
Organization (”UNESCO”) dalam paparannya menggali konsep pembangunan
74
Edi Suharto, CSR & COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan di Era Globalisasi, hal 4.
75
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, (Jakarta: Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), hal 3.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
33
berkelanjutan. UNESCO menyebutkan bahwa keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam. Oleh karena itu suatu pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, moral, dan spiritual. Dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.76 d.
Perkembangan CSR di Beberapa Negara Pengaturan CSR dibeberapa setiap negara berbeda satu sama lain.
Tergantung bagaimana pemerintahan dari negara tersebut memandang CSR. Dalam perkembangannya hingga saat ini terbagi dalam 2 (dua) pemahaman besar yaitu CSR merupakan suatu hal yang bersifat sukarela sehingga perlu untuk dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan (voluntary) dan pemahaman selanjutnya adalah CSR sebagai suatu aktivitas bisnis yang diwajibkan (mandatory). Di Indonesia pengaturan tentang CSR diatur secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan. Namun tidak hanya di Indonesia CSR diatur dalam peraturan perundangundangan. Inggris adalah negara yang mengatur CSR yang disebut The 2003 Corporate Social Responsibility Bill (CSR Bill). Dalam article 2 CSR Bill mengatur tentang penerapan ekstrateritorial CSR di semua bidang. Kewajiban perusahaan untuk melakukan konsultasi dengan stakeholder, dan memberikan kewajiban bagi perusahaan untuk mempublikasikan laporan perusahaan kepada masyarakat (annual social report). Selanjutnya article 6 memberikan kewajiban kepada perusahaan induk terhadap anak perusahaannya, untuk tidak melakukan merger, akuisisi, dan restrukturisasi yang menyebabkan kerugian pada pihak atau lingkungan sosial di wilayah Inggris.
Dalam article 7 dan 8 menekankan
kewajiban direksi terhadap persoalan sosial dan lingkungan. Hal yang sama juga diberlakukan
bagi
investasi
untuk
mempertimbangkan
persoalan
sosial,
lingkungan atau etika dalam penerapan investasi tersebut. Sedangkan di Amerika Serikat, dengan pertimbangan penguatan kelompok-kelompok masyarakat sipil,
76
Mukti Fajar, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia: Studi tentang Penerapan Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional, Swasta Nasional dan BUMN di Indonesia, hal 152.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
34
maka perusahaan yang menyumbang kepada kelompok yang masuk dalam kategori 501( c ) 3, semacam pasal yang berhubungan dengan corporate philanthropy , akan mendapatkan potongan pajak. Sedangkan untuk di kawasan Eropa kontinental, pendekatan masingmasing pemerintah Eropa berbeda-beda namun tidak satu pun di antara mereka yang meregulasi dana CSR. Pemerintah Perancis mengharuskan perusahaan untuk melaporkan secara mendetail dampak mereka dalam aspek sosial dan lingkungan. Pemerintah Belgia menyediakan label khusus bagi perusahaan yang dalam praktiknya sepanjang rantai produksi telah benar-benar sesuai dengan delapan konvensi
International
Labour
Organization.
Pemerintah
Denmark
mengembangkan Danish Social Index dan melakukan pengukuran langsung atas kinerja perusahaan dalam kebijakan mengenai pekerja dan fakta kondisi kerja. Sementara CSR-SC yang dibentuk oleh pemerintah Italia mengembangkan petunjuk yang dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk melakukan penilaian diri, pengukuran, pelaporan serta penjaminan isi laporan.77
3. Definisi dan Ruang Lingkup Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR lahir dari adanya desakan masyarakat terhadap perusahaan yang cenderung mengabaikan tanggung jawab sosial dan lingkungan seperti melakukan berbagai pencemaran lingkungan, eksploitasi sumber daya alam serta buruh dalam menjalankan operasionalnya. Kebanyakan perusahaan membuat jarak dengan masyarakat sekitar, program pengembangan masyarakat yang biasa mereka lakukan hanya bersifat filantropi berbentuk charity seperti bantuan sembako dan sumbangan. Dengan konsep seperti ini, tidak membuat peningkatan yang signifikan bagi masyarakat, akibatnya tidak bisa menciptakan kesejahteraan yang merata. CSR merupakan konsep yang akan terus berkembang. Hingga saat ini belum ada lembaga khusus yang mengatur tentang konsep dan definisi standar maupun kriteria komprehensif yang dapat diterima oleh semua pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Sehingga pengawasan pelaksanaan CSR secara global pun
77
Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility: Transformasi Konsep Sustainability Management Dan Implementasi Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal 143.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
35
belum dapat dilakukan layaknya bidang kesehatan dengan dibentuknya World Health Organization (WHO) atau masalah ketenagakerjaan yang dinaungi oleh International Labour Organization (ILO). Terdapat beberapa definisi CSR yang dapat dijadikan rujukan untuk memberikan panduan dan gambaran dalam mengaplikasikan konsep CSR. Pertama, menurut Business Action for Sustainable Development yang sebelumnya bernama The World Business Council for Sustainable Development mengartikan CSR sebagai suatu aktivitas perusahaan untuk ikut mengatasi permasalahan sosial dengan peningkatan ekonomi, perbaikan kualitas hidup masyarakat dan mengurangi berbagai dampak operasionalnya terhadap lingkungan, mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dalam jangka panjang mempunyai keuntungan bagi perusahaan dan pembangunan masyarakat.78 Intinya CSR ditempatkan dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Sedangkan GlobeScan lebih mendefinisikan CSR ke dalam dua kategori, adalah sebagai berikut:79 a.
Tanggung jawab operasional yang menunjuk pada standar-standar yang harus dicapai perusahaan dalam urusan bisnis secara normal;
b.
Tanggung jawab kewargaan (citizenship responsibility), yakni perhatian perusahaan kepada urusan-urusan yang bersifat publik. Hingga akhirnya, pada tanggal 1 November 2010 lalu sebuah terobosan
besar perihal definisi mengenai bagaimana CSR seharusnya dilaksanakan telah diluncurkan dalam International Organization for Standardization 80 26000 (“ISO 26000) tentang Guidance on Social Resposibility. Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR di berbagai negara menimbulkan adanya kecenderungan
78
www.wbscd.org/templates/TemplateWBSCD5/layout.asp?type=p&MenuId=MTE0OQ, diunduh pada tanggal 31 Maret 2011. 79
Edi Suharto, CSR & COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan di Era Globalisasi, (Bandung: Penerbit Alpabeta, 2010), hal 12. 80
ISO adalah jaringan lembaga standar nasional dan non-organisasi pemerintah yang terdiri dari 160 negara, dengan sekretariat pusat di Jenewa, Swiss. Sedangkan ISO 26000 adalah penetapan pedoman standar internasional untuk kepentingan tanggung jawab sosial (social responsibility). Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan oleh semua organisasi baik sektor publik maupun swasta, di negara-negara maju dan berkembang. Lihat www.iso.org/iso/socialresponsibility_2006-en.pdf, diunduh pada tanggal 31 Maret 2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
36
yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu disusun pedoman umum dalam penerapan CSR secara internasional. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai pedoman (guideline) CSR yang berlaku sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk Indonesia. Pembentukan ISO 26000 ini diawali pada 2001 dimana ISO on Consumer Policy atau COPOLCO merundingkan
penyusunan standard Corporate Social
Responsibility. Selanjutnya ISO mengadopsi laporan COPOLCO mengenai pembentukan “Strategy Advisory Group on Social Responsibility” pada 2002.81 ISO 26000 itu berisikan tentang definisi, prinsip, subjek inti, dan petunjuk bagaimana prinsip dan subjek inti tersebut dapat ditegakkan dalam perusahaan. Dokumen
ISO
26000
ini
memang
bukanlah
suatu
konvensi,
namun
keberadaannya sudah disepakati oleh negara anggota ISO termasuk Indonesia. Sehingga keberadaanya adalah sebagai petunjuk atau pedoman pelaksanaan CSR secara internasional. CSR menurut ISO 26000 didefinisikan sebagai:82 “Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare society; takes into account the expectations of stakeholders; is in complience with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships” Hal ini dapat diartikan sebagai tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Dengan definisi ini CSR ditegaskan sebagai suatu manajemen dampak atau risiko dari akibat yang ditimbulkan oleh perusahaan, sehingga cakupannya menjadi sangat luas, mulai dari tata kelola perusahaan, masalah hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, keadilan, konsumen hingga pelibatan dan pengembangan masyarakat.
81
Mas Achmad Daniri, ”Standardisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”, Galang Vol.3 No.3 Desember 2008, hal 13. 82
International Standard 26000, Guidance on Social Responsibility.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
37
Lebih lanjut, dalam ISO 26000 tersebut telah menjelaskan bahwa pelaksanaan CSR harus didasarkan dengan prinsip-prinsip yang jelas, antara lain:83 a.
Akuntabilitas (Accountability) Prinsip ini mengatur bahwa suatu perusahaan harus akuntabel (bertanggung jawab) atas segala dampak dalam masyarakat, ekonomi dan juga lingkungan. Melalui akuntabilitas menujukkan bahwa perusahaan harus menerima pengawasan yang sesuai dan menanggapi atas pemeriksaan dalam hal terjadi dampak dalam pelaksanaan operasionalnya. Perusahaan, dalam hal ini manajemen, diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memperbaiki kesalahan maupun mengambil tindakan untuk mencegah berulangnya kejadian serupa.
b.
Transparansi (Transparency) Prinsipnya perusahaan harus transparan dalam keputusan dan kegiatan yang berdampak
bagi
masyarakat
dan
lingkungan.
Perusahaan
harus
mengungkapkan secara jelas, akurat, dan lengkap serta rasional terhadap kebijakan dan/atau keputusan yang menjadi tanggung jawabnya yang memiliki dampak terhadap masyarakat dan lingkungan. c.
Perilaku etis (Ethical behaviour) Prinsip ini mengatur bahwa suatu perusahaan harus berperilaku etis sepanjang waktu dengan menegakkan kejujuran, kesetaraan, dan integritas. Promosi perilaku etis tersebut dapat dilaksanakan melalui:
d.
i.
Pengembangan struktur tata kelola yang mendorong perilaku etis;
ii.
Membuat dan mengaplikasikan standar perilaku etis; dan
iii.
Terus-menerus meningkatkan standar perilaku etis.
Penghormatan pada kepentingan stakeholder (Respect for stakeholder interest)
Suatu perusahaan berdasarkan prinsip ini harus menghormati dan menanggapi kepentingan seluruh stakeholder. Hal-hal yang harus dilakukan dalam prinsip ini adalah:
83
Ibid.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
38
i.
Mengidentifikasi apa itu stakeholder;
ii.
Menanggapi kebutuhan;
iii.
Mengenali hak-hak legal dan kepentingan yang sah;
iv.
Mengenali kepentingan yang lebih luas terkait dengan pembangunan berkelanjutan.
e.
Kepatuhan terhadap hukum (Respect for the rule of law) Pada prinsipnya suatu perusahaan harus meneriman bahwa kepatuhan kepada hukum adalah kewajiban. Ketentuan hukum mengacu pada adanya supremasi hukum berada diatas kepentingan perusahaan atau individu. Hal-hal yang harus dilakukan adalah: i.
Mematuhi semua regulasi yang berlaku;
ii.
Memastikan bahwa seluruh kegiatan perusahaan sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku;
iii.
Mematuhi seluruh aturan yang dibuat sendiri (perusahaan) secara adil dan imparsial;
f.
iv.
Mematuhi perubahan-perubahan atas regulasi;
v.
Secara periodik memeriksa kepatuhannya.
Penghormatan
terhadap
norma
perilaku
internasional
(Respect
for
international norms behaviour) Pada prinsipnya suatu perusahaan harus menghormati norma-norma internasional, sekaligus mematuhi peraturan hukum. Salah satu hal terpenting dalam prinsip ini adalah dalam hal di negara-negara yang hukum nasionalnya atau implementasinya tidak mencukupi untuk melindungi kondisi lingkungan sosialnya maka harus berusaha untuk mengacu kepada norma perilaku internasional. g.
Penghormatan terhadap hak asasi manusia (Respect for human rights) Setiap perusahaan harus mengakui adanya hak asasi manusia serta mengakui betapa pentingnya hak asasi manusia dan bersifat universal. Hal-hal yang harus dilakukan adalah: i.
Manakala ditemukan suatu situasi pelanggaran atas hak asasi manusia, perusahaan harus tetap berusaha untuk menegakkan hak asasi manusia dan tidak mengambil keuntungan dari situasi tersebut;
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
39
ii.
Apabila tidak ada regulasi hak asasi manusia tingkat nasional, maka perusahaan harus mengacu kepada standar hak asasi manusia di tingkat internasional. Dengan luasnya pembahasan menganai CSR ini maka guna mempermudah
pelaksanaannya, dalam ISO 26000 tahun 2010 telah memetakan ruang lingkup manajemen dampak dari CSR yang mencakup organizational governance, human rights, labour practices, the environment, fair operating practices, consumer issue and social development.84 Ketujuh ruang lingkup inilah yang nantinya akan menjadi perhatian perusahaan dalam mengelola isu-isu CSR-nya.85 a.
Tata kelola organisasi (organizational governance) Tata kelola organisasi adalah sistem yang dibuat dan dijalankan oleh sebuah perusahaan dalam mencapai tujuannya. Hal ini merupakan salah satu faktor penting dalam rangka menentukan arah kebijakan perusahaan dalam mengambil tanggung jawab yang diakibatkannya, khususnya tanggung jawab lingkungan dan sosial. Prinsip dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan ini dapat dilakukan dengan penerapan akuntabilitas, transparansi, perilaku etis, penghormatan kepada pemangku kepentingan, kepatuhan terhadap hukum dan norma internasional serta menjunjung hak asasi manusia yang diintegrasikan ke dalam pengambilan keputusan perusahaan.
b.
Hak asasi manusia (human rights) Hak asasi manusia adalah hak dasar yang merupakan hak setiap orang. Setiap perusahaan
harus
menjaga hak
asasi
manusia dalam
menjalankan
kegiatannya, terlepas dari apakah negara sudah mampu atau sebaliknya perihal masalah perlindungan hak asasi warga negaranya. Dalam ISO 26000 tahun 2010 dijelaskan bahwa hak asasi manusia itu bersifat sebagai berikut: i.
Inherent: dimiliki dan melekat pada setiap orang;
ii.
Inalienable (tidak dapat dicabut): tidak ada pihak manapun (pemerintah atau pihak manapun) berhak mencabut atau menghilangkan;
iii.
Universal: berlaku untuk semua orang dan kalangan; 84
Edi Suharto, “Menggagas Standar Audit Program CSR”, www.policy.hu/suharto, diunduh pada tanggal 31 Maret 2011. 85
International Standard 26000, Guidance on Social Responsibility.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
40
iv.
Indivisble (tidak dapat dibagi-bagi): tidak ada satu hak pun yang dapat diabaikan;
v.
Interdependent (saling terkait): pemenuhan hak tertentu berkontribusi pada pemenuhan hak lainnya.
c.
Ketenagakerjaan (labour practices) Perusahaan wajib untuk memenuhi hak-hak tenaga kerjanya mencakup semua kebijakan dan implementasinya yang berlaku termasuk bagi pekerja sub kontrak. Beberapa isu terkait masalah ketenagakerjaan ini adalah:
d.
i.
Masalah hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja;
ii.
Memberikan Jaminan Sosial Pekerja;
iii.
Menciptakan dialog sosial;
iv.
Masalah kesehatan dan keselamatan kerja;
v.
Pengembangan sumber daya manusia.
Lingkungan (the environment) Masyarakat mengahdapi tantangan lingkungan hidup yakni berkurangnya sumber daya alam, polusi, perubahan iklim, perusakan habitat, hilangnya spesies, runtuhnya keseluruhan ekosistem serta degradasi pemukiman perkotaan dan pedesaan. Kondisi ini mengakibatkan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya diperlukan adanya identifikasi pilihan-pilihan untuk mengurangi volume produksi dan konsumsi yang sifatnya tidak berkelanjutan. Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan merupakan aspek penting dari keberdaan CSR. Lingkungan hidup sebagai
prasyarat
kelangsungan
hidup
dan
kesejahteraan
manusia
keberdaannya harus dijaga. Prinsip dalam menjaga lingkungan hidup ini adalah sebagai berikut: i.
Environtmental responsibility: perusahaan harus bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang disebabkan oleh kegiatannya;
ii.
The precautionary approach: adanya ancaman kerusakan serius atau permanen pada lingkungan atau kesehatan manusia, akibat kurangnya uji ilmiah tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menunda tindakan efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan dan kesehatan pada manusia. Oleh sebab itu perusahaan ketika mempertimbangkan
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
41
efektivitas biaya sebaiknya memasukkan juga biaya jangka panjang terkait hal tersebut; iii.
Enviromental risk management: perusahaan harus menerapkan programprogram penanggulangan risiko guna menilai, menghindari, mengurangi risiko
negatif
mengembangkan
terhadap dan
lingkungan.
melaksanakan
Perusahaan
kegiatan
diharapkan
peningkatan
sadar
lingkungan dan prosedur tanggap darurat untuk mengurangi atau mitigasi dampak lingkungan; iv.
Polluter pays: perusahaan harus menanggung biaya polusi yang disebabkan oleh kegiatannya serta menanggulangi sampai sejauh mana dampak lingkungan tersebut kepada masyarakat.
e.
Praktik operasi yang adil (fair operating practices) Praktik operasi yang adil ini merupakan pengaturan tentang hubungan antara perusahaan dengan instansi pemerintah, serta perusahaan dengan mitra, pemasok, kontraktor, pelanggan, pesaing dan asosiasi-asosiasi mereka. Isu mendasar pengaturan ini adalah praktik anti-korupsi yang harus dijalankan oleh setiap perusahaan dan juga persaingan sehat antara pengusaha.
f.
Isu-isu konsumen (consumer issue) Perusahaan harus membuat dan menyediakan barang atau jasa yang bertanggung jawab kepada konsumen dan pelanggannya. Tanggung jawab perusahaan ini termasuk dalam mengedukasi, memberikan informasi yang akurat dan juga transparan. Selain itu, menekankan adanya konsumsi yang berkelanjutan, misalnya membuat desain produk dan kemasan yang ramah lingkungan, meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan.
g.
Pelibatan dan pengembangan masyarakat (social development) Keberadaan perusahaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat harus memberikan kontribusi terhadap pembangunan masyarakat. Mengingat peranan perusahaan juga merupakan bagian dari masyarakat sekitar. Sehingga pelibatan dan pengembangan masyarakat sekitar, sebagai salah satu stakeholder, merupakan tanggung jawab dari perusahaan. Pelibatan masyarakat merupakan langkah komunikasi proaktif perusahaan dalam
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
42
menyelesaikan masalah, melakukan kemitraan dengan organisasi dan pemangku kepentingan lokal. Prinsip-prinsip yang harus ditekankan disini adalah: i.
Menempatkan perusahaan sebagai bagian dari dan tidak terpisah dari masyarakat;
ii.
Mengetahui dan menghormati hak-hak masyarakat;
iii.
Mengetahui dan menghormati karakteristik dan sejarah masyarakat ketika berinteraksi dengan mereka;
iv.
Mengakui nilai kerja dalam kemitraan, dukungan, dan pertukaran pengalaman, sumber daya dan usaha bersama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dari definisi
CSR sesunguhnya lebih besar dari pada konsep filantropi yang sukarela. CSR yang baik lebih menegaskan perusahaan untuk menghindari dan meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkannya. Sebagai contoh aplikasinya, pada perkembangan awal seluruh perusahaan membatasi CSR-nya sebatas sampai di tangan salah satu pemangku kepentingan (konsumen). Perkembangan lebih lanjut, setelah sampai tangan konsumen, perusahaan harus memikirkan bagaimana produk tersebut aman bagi lingkungan hingga masa gunanya selesai. Untuk perusahaan makanan dan minuman, misalnya, konsekuensi dari pendirian ini adalah bahwa perusahaan wajib memikirkan bukan hanya proses pembuatannya yang ramah lingkungan, melainkan juga bagaimana sampah yang berasal dari pembungkusnya dikelola.
4. Konsep dan Perkembangan Ketentuan Tanggung Jawab Sosial Perusahaa di Indonesia Sebelum dilakukan pengaturan secara tegas terhadap kewajiban atas kegiatan CSR dalam UU Perseroan Terbatas, pada prinsipnya nilai-nilai yang terkait dengan kegiatan-kegiatan CSR sebagaimana disyaratkan dalam ISO 26000 telah tersebar di beberapa undang-undang. Misalnya dapat ditemui dalam: a.
Undang-Undang Ketenagakerjaan Secara rinci diatur pada Bab X tentang Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan Pasal 67 sampai dengan Pasal 101. Secara umumnya pasal-
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
43
pasal tersebut mengatur mengenai perlindungan terhadap tenaga kerja penyandang cacat, tenaga kerja anak, tenaga kerja perempuan, pembatasan waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, sistem pengupahan, serta masalah kesejahteraan.86 b.
Undang-Undang Lingkungan Hidup Pada penjelasan umum angka 2 undang-undang ini, telah menekankan akan pentingnya pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan hidup, antara lain bahwa lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan
berdasarkan
prinsip
kehati-hatian,
demokrasi
lingkungan,
desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.87 c.
Undang-Undang Hak Asasi Manusia88 Pasal 9 menyatakan bahwa (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 40 Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Pasal 41 (1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan priadinya secara utuh. (2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus 86
Indonesia, Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, UU no.13 LN. No. 39 Tahun 2004, TLN. No. 4279, Pasal 67-101. 87
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.32 LN No. 140 Tahun 2009, TLN No. 5059, Penjelasan Umum angka 2. 88
Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia, UU No.39 LN No.165 Tahun 1999, TLN No.3886, Pasal 9, Pasal 40 dan Pasal 41.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
44
d.
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat (1) (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).89
e.
Undang-Undang BUMN Peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah yang diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yakni: “BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN” Ketentuan CSR yang diatur dalam UU BUMN tersebut kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan tertanggal 27 April 2007.90 Oleh sebab itu secara praktik sudah banyak aktivitas-aktivitas perusahaan
di Indonesia yang memberikan bantuan dan melakukan pemberdayaan bagi masyarakat dengan prinsip sukarela, yang sering disebut sebagai community development atau social empowering.91 Walaupun tidak dinamai dengan CSR,
89
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.31 LN No.140 Tahun 1999, TLN No.3874, Pasal 2 ayat (1). 90
Sebelum adanya peraturan tersebut Program Kemitraan dengan Pengusaha Kecil dan Program Lingkungan mula-mula diatur dalam Keputusan Menteri BUMN No. 236/MBU/2003 tentang BUMN. Oleh karena apa yang diatur di dalamnya dipandang belum cukup memberikan landasan operasional bagi perusahaan yang melaksanakan program Kemitraan BUMN dengan Pengusaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 91
Community development tidak bisa disamakan dengan CSR. Community development sebetulnya adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kekuatan kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung agar menjadi lebih dekat kepada kemandirian. Jadi, community development hanya menyasar pada kelompok masyarakat yang spesifik, yaitu mereka yang mengalami masalah. Sementara CSR punya cakupan lebih luas, yaitu tanggung jawab seluruh
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
45
secara
faktual
aktivitasnya
tersebut
mendekati
konsep
CSR
yang
merepresentasikan bentuk peran serta dan kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Dengan konsep investasi sosial perusahaan, sejak tahun 2003 Kementerian Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.92 Bahkan pada penghujung 2005 dicatat sebagai salah satu momentum
CSR
di
Indonesia
lewat
diadakannya
CSR
Award
yang
diselenggarakan oleh Corporate Forum for Community Development (CFCD).93 Namun, pada pelaksanaannya kegiatan CSR yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia masih dilakukan berdasarkan motivasi kemanusiaan yang bersifat derma. Artinya atas kegiatan CSR yang dilakukan hanya untuk kebutuhan jangka pendek. Belum pada tahap bahwa CSR merupakan suatu tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders dalam rangka menciptakan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Sedikitnya terdapat empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia:94 a.
Keterlibatan langsung Perusahaan
menjalankan
program
CSR
secara
langsung
dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas public relation;
pemangku kepentingan, seperti yang ditunjukkan dalam ISO 26000 tahun 2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa community development adalah bagian dari CSR. 92
Edi Suharto, CSR & COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan di Era Globalisasi, hal
16. 93
CSR Award yang diselenggarakan CFCD bekerja sama dengan majalah SWA dan berbagai lembaga lain ini menyatakan bahwa kegiatan ini masih pada level sosialisasi pentingnya kesadaran akan CSR, bukan menilai CSR sesungguhnya. CSR Award ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran perusahaan untuk memasukkan CSR sebagai bagian integral strategi bisnis. 94
Zaim Saidi dan Hamid Abidin, Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia, (Jakarta: Piramedia, 2004), hal 64-65
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
46
b.
Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaanperusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan
Coca
Cola
Company,
Yayasan
Rio
Tinto
(perusahaan
pertambangan), Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund. c.
Bermitra dengan pihak lain CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (NGO/ LSM), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga
sosial/Ornop
yang
bekerjasama
dengan
perusahaan
dalam
menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos); universitas (UI, ITB, IPB); media massa (DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar). d.
Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama Berdasarkan pelaksanaan di lapangan bentuk CSR yang paling banyak
digunakan adalah berupa pemberian donasi kepada masyarakat atau korban bencana alam. Padahal dalam survei CSR Asia ditemukan bahwa donasi adalah bentuk paling rendah dari aktivitas yang dianggap CSR oleh para pemangku
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
47
kepentingan (stakeholders).95 Itikad untuk pencitraan dan promosi perusahaan lebih kental dalam pelaksanaannya. Sehingga tujuan pemberdayaan masyarakat sekitar menjadi kurang tercapai. Sebagaimana diutarakan oleh Edi Suharto yang menyebut atas perusahaan yang melakukan hal tersebut termasuk dalam kategori “perusahaan impresif”, yang lebih mementingkan “tebar pesona” (promosi) ketimbang “tebar karya” pemberdayaan.96 Selain itu CSR di Indonesia sangat tergantung pada pimpinan perusahaan (manajemen). Maksudnya, atas segala kebijakan-kebijakan CSR perusahaan tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi perusahaan. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi, besar kemungkinan perusahaan tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pemimpinnya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, dan nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi, halhal itu menjadikan kebijakan CSR oleh perusahaan hanya sekedar kosmetik. Menurut informasi Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Misalnya pada rentang waktu 2004 sampai dengan 2006 terjadi peningkatan dari 16,66% menjadi 17,75%. Kondisi ini menunjukkan peranan perusahaan sebagai agent of development masih kurang dapat dimaksimalkan dengan baik. Meskipun masalah kesejahteraan masyarakat mutlak bukan merupakan tugas dan kewajiban dari pengusaha sendiri. Akan tetapi meresapi dari adanya motivasi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan maka sudah selayaknya para pengusaha yang ada mulai turut menciptakan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Selain itu maraknya isu-isu kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang mencuat dari lingkungan masyarakat sekitar dalam beberapa tahun kebelakang
semakin
menihilkan
peranan
perusahaan
dalam
mendorong
kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh pemindahan masal suku Amungme di Papua sebagai akibat penambangan emas PT. Freeport Indonesia di puncak
95
96
CSR Indonesia. “CSR Inovatif”, Newslater Vol.3 Minggu 31 2009, hal 3. Ibid.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
48
Grasberg sampai sekarang masih menimbulkan masalah kemiskinan, kebodohan, dan juga pelanggaran hak dan asasi manusia, eksploitasi sumber-sumber minyak oleh PT. Caltex Pacific Indonesia yang menyebabkan masyarakat Duri (Riau) mengalami kerugian ekonomi dan kesehatan bahkan sumur-sumur masyarakat sekitar menjadi kering, dan yang teraktual adalah semburan lumpur di Sidoarjo akibat kelalaian pengeboran yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas.97 Hal ini sangat ironis apabila membandingkan dengan kesadaran pengusaha tersebut dengan keuntungan triliunan Rupiah yang telah mereka dapatkan selama ini. Oleh karena banyaknya persoalan-persoalan kesenjangan sosial yang dirasakan masyarakatnya, pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mengatur CSR dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah Indonesia dalam mengambil keputusan ini, yang dinilai kurang populer tersebut, dilakukan guna mencapai tujuan negara sebagaimana termaktud dalam Aline IV UndangUndang Dasar 1945 yang antara lain berbunyi: “…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…” Berdasarkan hal itu, secara konstitusional pemerintah berkewajiban untuk membuat suatu ketentuan hukum yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Menurut Sunaryati Hartono, pengaturan seperti tersebut di atas menempatkan hukum sebagai bagian dari sarana pembangunan, untuk meningkatkan taraf hidup setiap warga negara, mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, dengan tetap memelihara dan menegakkan keadilan bagi setiap warga negara. Maka sudah menjadi tugas hukum untuk mempersiapkan norma-norma baru sesuai dengan tujuan pembangunan secara bertahap untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.98
97
Nor Hadi, Corporate Social Responsibility, hal 2.
98
Mukti Fajar, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia: Studi tentang Penerapan Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional, Swasta Nasional dan BUMN di Indonesia, hal 159.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
49
Oleh sebab itu di Indonesia secara tegas telah mewajibkan setiap pelaku usaha untuk melaksanakan CSR guna menunjang pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan. Berikut ini adalah beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan CSR secara tegas di Indonesia: a.
Undang-Undang Perseroan Terbatas Ketentuan tentang CSR diatur dengan disahkannya UU Perseroan Terbatas. Ketentuan tentang CSR, yang dalam undang-undang ini disebut Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, hanya terdiri dari satu pasal saja, yaitu Pasal 74.99 Sedangkan pengaturan lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang hingga sampai saat ini masih belum dibentuk. Gambaran mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dikemukakan pada alinea kedelapan Penjelasan Umum, yang dapat dideskripsikan sebagai berikut:100 i.
Tujuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya;
ii.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan bermaksud untuk mendukung terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat;
iii.
Sehubungan dengan itu, perlu ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
iv.
Untuk melaksanakan kewajiban tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
99
Pasal 74 ayat (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengansumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosia dan Lingkungan; (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Lihat Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Pasal 74. 100
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 297.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
50
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas diilhami oleh pandangan yang berkembang belakangan ini yang mengajarkan Perseroan sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan usaha ditengah-tengah kehidupan masyarakat, harus ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat setempat.101 Dalam perjalanannya penetapan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan mendapatkan berbagai tantangan dari para pengusaha.102 Selanjutnya, secara umum apabila dibandingkan ketentuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana digariskan dalam UU Perseroan Terbatas pelaksanaan agak berbeda dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Gambar 2 Perbandingan TJSL dengan PKBL
Tanggung Jawab Sosial Progam Kemitraan dan dan Lingkungan
Program
Bina
Lingkungan Sasaran dan objek
Bertujuan untuk mencipta- Program Kemitraan: kan
hubungan
Perseroan Bertujuan untuk meningkat-
yang serasi, seimbang dan kan
kemampuan
Usaha
sesuai dengan lingkungan, Kecil agar menjadi tangguh nilai, norma dan budaya dan mandiri. masyarakat setempat. Program Bina Lingkungan: Bertujuan untuk pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN. 101
Ibid.
102
Untuk mendapatkan kepastian hukum para pengusaha yang tergabung Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan juga Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) pada tanggal 16 Juli 2007 membuat pernyataan bersama guna mengajukan judicial review terhadap UU Perseroan Terbatas Pasal 74 kepada Mahkamah Konstitusi. Hingga akhirnya Mahkhamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 53/PUU-VI/2008 menetapkan CSR sebagai bentuk kewajiban bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia dan menolak permohonan yang diajukan.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
51
Sumber
Dianggarkan dan diperhi- Bersumber dari penyisihan
Pendanaan
tungkan sebelum dipotong laba pajak
sebagai
BUMN
setelah
biaya dipotong pajak.
Perseroan dan bukan diambil dari laba Perseroan. Subyek
Subyek
yang
diwajibkan Subyeknya adalah semua
adalah
Perseroan
pada BUMN tanpa mempersoal-
umumnya yang menjalan- kan jenis atau bidang kegiakan kegiatan usaha (1) di tan usahanya. bidang sumber daya alam; dan
(2)
yang
berkaitan
dengan sumber daya alam. Pelaksanaan
Dilakukan oleh Perseroan Program Kemitraan: yang
kegiatan
usahanya (1) pinjaman untuk mem-
dan/atau berkaitan dengan biayai modal kerja atau sumber daya alam.
pembelian aktiva tetap milik usaha kecil; (2) pinjaman khusus
untuk
membiayai
kebutuhan dana pelaksana kegiatan usaha mitra binaan sebagai pinjaman tambahan dan berjangka pendek.
Program Bina Lingkungan: bantuan
korban
bencana
alam, bantuan pendidikan dan/atau pelatihan, bantuan peningkatan bantuan
kesehatan, pengembangan
sarana dan prasarana umum, bantuan sarana ibadah, dan bantuan pelestarian alam.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
52
Dengan gambaran singkat letak perbedaaan antara Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang diatur dala Pasal 74 UU Perseroan Terbatas dengan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan yang diatur dalam Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007. Jelas tampak Peraturan Menteri tersebut merupakan lex special yang berlakuk khusus terhadap BUMN, sedangkan UU Perseroan merupakan lex generalis yang berlaku untuk semua Perseroan pada umumnya dengan syarat Perseroan tersebut melakukan kegiatan bidang sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya alam. Sehingga, meskipun suatu BUMN telah memenuhi kewajiban melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan sebagaimana di tentukan dalam Peraturan Menteri dimaksud, hal ini tidak melepaskan kewajiban BUMN yang bersangkutan melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana diwajibkan dalam UU Perseroan Terbatas, apabila BUMN itu melakukan kegiatan di bidang sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya alam b.
Undang-Undang Penanaman Modal Dalam bidang penanaman modal setiap investor telah diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan Undangundang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 ayat (2) UU Penanaman Modal menyebutkan bahwa: “Setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan” Penjelasan Pasal 15 huruf b “Yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat” Keberadaan pengaturan CSR di bidang penanaman modal bertujuan untuk menyelaraskan dengan ketentuan CSR yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
53
c.
Ketentuan Perpajakan Sejalan dengan penerapan kewajiban CSR bagi perusahaan di Indonesia, sebagaimana ditetapkan dalam UU Perseroan Terbatas dan UU Penanaman Modal, ketentuan perpajakan pun juga menyikapi hal tersebut dengan menetapkan peraturan pemerintah terkait pelaksanaan CSR yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas
Pendidikan,
Sumbangan
Pembinaan
Olahraga,
Dan
Biaya
Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Dalam peraturan tersebut, ketentuan perpajakan Indonesia memberikan skema insentif untuk kegiatan-kegiatan CSR. Pemberian insentif ini diusung sebagai bentuk akomodasi pemerintah atas kepentigan publik dalam jangka panjang. Disini, skema insentif dapat berupa tax exemtion, tax deduction, atau tax credit yang digunakan disesuaikan dengan dasar hukum perpajakan yang berlaku di Indonesia serta aplikasi kegiatan-kegiatan CSR yang dilaksanakan dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan telah terjadi perubahan paradigma perpajakan dari konsep perpajakan yang ada. Pajak tidak hanya diartikan sebagai kewajiban yang semata-mata harus di bayarkan oleh masyarakat kepada negara, namun sebaliknya pajak dipandang sebagai suatu hak yang harus diberikan negara kepada masyarakatnya. Jadi, adanya kepastian hukum terkait kewajiban atas kegiatan CSR bagi perusahaan merupakan suatu hal yang positif. Mengingat secara konstitusional dari sisi pemerintah mempunyai kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan sosial sebagai perwujudan dari cita negara. Bahwa salah satu fungsi dari negara kesejahteraan adalah dengan menciptakan suatu kebijakan atau peraturan yang ditujukan untuk memberikan sebesar-besarnya kesenangan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya (utiliterianisme). Dengan semakin tingginya kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh setiap perusahaan di Indonesia maka secara tidak langsung juga mendorong tingkat pemerataan pembangunan masyarakat. Pemerintah menilai sudah seharusnya perusahaan-perusahaan di Indonesia turut serta dalam memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan dimana
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
54
perusahaan
berada dan
kegiatan
peningkatan
peran
perusahaan
dalam
pembangunan masyarakat.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
55
BAB III ANALISIS KEBIJAKAN PERPAJAKAN DALAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Perumusan kewajiban perusahaan menurut Pasal 74 UU Perseroan Terbatas memang menimbulkan problematika, terkait dengan konsep dasar CSR dan juga karena definisi dari CSR itu sendiri yang tidak begitu jelas.103 Kejelasan atas masalah tersebut mungkin akan lebih baik apabila pemerintah telah merampungkan peraturan pemerintah yang sedang disusun sampai dengan tulisan ini dibuat. Implikasi kewajiban CSR ini tidak hanya mempengaruhi peraturan pokok yang terkait dengan perusahaan, namun sektor-sektor lain yang terkait pun harus ikut menyesuaikan ketentuannya dengan adanya kewajiban tersebut. Salah satu sektor yang berhubungan erat dengan hal itu adalah perpajakan. Secara tidak langsung perusahaan akan mengeluarkan biaya ganda, yaitu biaya CSR dan juga biaya pajaknya, sebagai konsekuensi pelaksanaan kewajiban CSR. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena pajak merupakan suatu kewajiban bagi Wajib Pajak, baik perorangan maupun badan, yang harus dibayarkan kepada negara sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang. Sehingga keberadaan pajak dari sudut pandang operasional perusahaan merupakan suatu beban yang harus dikeluarkan yang dapat mengurangi penghasilan perusahaan (profit). Kondisi yang demikian ini menimbulkan keresahan bagi pengusaha di Indonesia. Oleh sebab itu adanya ketentuan perpajakan yang memfasilitasi problematika tersebut sangat diharapkan oleh para pengusaha. Menindaklanjuti perkembangan CSR diatas ketentuan perpajakan pun juga didorong untuk
menyesuaikan
terkait
ketentuan-ketentuannya. Ketentuan
perpajakan yang terkait salah satunya adalah ketentuan tentang pajak penghasilan. Dalam hal ini telah mengalami beberapa kali perubahan dimana untuk pertama kali ketentuan mengenai pajak penghasilan diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang kemudian telah mengalami empat
103
Sony Sukada dan Jalal, “Selayang Pandang CSR: Ringkasan Membumikan Bisnis Berkelanjutan”, CSR Untuk Penguatan Kohesi Sosial, (Jakarta: Indonesia Business Link, 2008), hal ix-xxv.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
56
kali perubahan, yaitu dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, Undangundang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 dan yang terakhir Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Tujuan diterbitkannya Undangundang Nomor 36 Tahun 2008 tersebut adalah dalam rangka: 104 a.
Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak;
b.
Lebih memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak;
c.
Lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan;
d.
Lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi dan transparansi; dan
e.
Lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.
Keberadaan UU PPh ini mengatur pajak atas segala penghasilan yang diterima dan diperoleh subyek pajak. Dalam UU PPh tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan subyek pajak penghasilan, namun secara umum pengertian subyek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak yaitu perorangan dan badan.105 Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah guna menyikapi perkembangan CSR adalah dengan cara memberikan insentif pajak. Insentif pajak adalah suatu pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk aktivitas tertentu atau untuk suatu wilayah tertentu.106 Biasanya insentif
104
Indonesia, Undang-Undang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Penjelasan angka 3. 105
UU PPh menegaskan ada tiga kelompok menjadi subyek pajak penghasilan, yaitu:105 a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantian yang berhak; b. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama atau dalam bentuk apa pun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya; c. Badan Usaha Tetap (“BUT”) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Misalnya tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, pabrik, bengkel dan gedung kantor. Lihat Indonesia, Undang-Undang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 angka 1. 106
Erly Suandy, Perencanaan Pajak , (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hal 16.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
57
pajak ini diberikan guna pembangunan ekonomi suatu negara khususnya di negara berkembang. Secara umum terdapat 4 (empat) macam bentuk insentif pajak: a.
Pengurangan dasar pengenaan pajak; Pengurangan dasar pengenaan pajak (deduction from the taxablebase/tax deduction) biasanya diberikan dalam bentuk berbagai macam biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak (taxable income).107 Kebijakan ini akan mengakibatkan penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil, sehingga besaran pajaknya pun menjadi kecil.
b.
Pengecualian dari pengenaan pajak; Pengecualian dari pengenaan pajak (tax exemption ) merupakan bentuk insentif yang paling banyak digunakan. Tax exemption memungkinkan suatu perusahaan tertentu tidak perlu membayar pajak penghasilan atas suatu penghasilan tertentu pula.108
c.
Pengurangan tarif pajak Memungkinkan bagi Wajib Pajak untuk mengurangi jumlah pajak (tax credit) yang terutang atas dibayar diluar negeri dari jumlah pajak yang terutang berdasarkan
perhitungan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan domestik.109 d.
Penangguhan pajak Terhadap kewajiban pajak suatu perusahaan ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu biasanya diatur dalam suatu kontrak. Dalam praktiknya, bentuk insentif pajak110 di atas diterapkan dengan
skema dan tingkatan yang berbeda oleh setiap negara sesuai dengan konstitusi dan
107
Ibid.
108
Mohammad Zain, Manajemen Perpajakan, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hal 315.
109
Ibid, hal 314
110
Pajak sebagai sebuah realitas yang ada di masyarakat mempunyai fungsi tertentu. Secara umum dikenal adanya 2 (dua) fungsi utama pajak, yaitu fungsi budgeter (anggaran) dan fungsi regulerend (mengatur). Fungsi Anggaran Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan dana sebesar-besarnya ke dalam kas negara. Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat ke dalam kas negara. Dana dari pajak itulah yang kemudian digunakan sebagai penopang bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan. Fungsi Mengatur dimaksudkan sebagai salah satu atau instrumen yang digunakan pemerintah untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu terutama dalam bidang
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
58
political will pemerintahnya masing-masing. Dengan adanya pemberian insentif untuk program-program CSR merupakan suatu dukungan positif yang diberikan oleh pemerintah. Para pengusaha akan semakin tertarik untuk meningkatkan besaran alokasi dana CSR karena didukung dengan adanya insentif perpajakan yang memadai. Jumlah CSR yang semakin besar akan berdampak positif bagi masyarakat secara langsung dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang menjadi tujuan dari perpajakan dan negara kesejahteraan sebelumnya yaitu memberikan kesenangan atau kesejahteraan yang banyak bagi masyarakat. Dalam UU PPh tidak dengan jelas mengatur tentang CSR. Ketentuan yang dapat dihubungkan dengan aktivitas CSR adalah ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 UU PPh:111 “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menajalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.” Selanjutnya diatur pada Pasal 4 ayat 3 huruf l, m, dan n UU PPh “Yang dikeculikan dari objek pajak adalah:
pembangunan ekonomi, yang meliputi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi dan stabilitas ekonomi. Dalam hal ini keberadaan pajak digunakan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki pemerintah. Pemberian insentif pajak merupakan salah satu dilakukan oleh fiskus dalam rangka melaksanakan fungsi mengatur, dapat berbentuk penetatapan tarif-tarif pajak, insentif dan disinsentif Lihat Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi), (Yogyakarta: ANDI, 2009), hal 16.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
59
l. beasiswa yang memenuhi prasyarat tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun ssejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan dalam UU PPh tersebut terhadap biaya-biaya atau dana yang dikeluarkan dalam rangka CSR sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pengasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, diantaranya adalah:112 a.
Sumbangan
dalam
rangka
penanggulangan
bencana
nasional
yang
ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; b.
Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;
c.
Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;
d.
Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; dan
e.
Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yanhg ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah. Sehingga berdasarkan ketentuan diatas hanya terbatas pada lima bentuk
CSR saja yang pengeluarannya dapat diperkenankan sebagai pengurang pajak dalam menghitung penghasilan kena pajak Wajib Pajak. Walaupun UU PPh telah berlaku sejak 1 Januari 2009, namun ternyata peraturan pemerintah yang mengatur tentang perlakuan biaya CSR ini baru terbit tanggal 30 Desember 2010, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan
112
Indonesia, Undang-Undang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Pasal 6 ayat (1) huruf I,j,k,l dan m.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
60
Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto (“PP 93/2010”).113 Selanjutnya terkait tata cara pelaksanaannya diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pencatatan Dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto yang baru ditetapkan tanggal 5 April 2011 (“PMK 76/2011”). Penulis mencoba menyajikan kembali ketentuan PP 93/2010 ini dalam bentuk tulisan singkat di bawah ini. Berdasarkan Pasal 1 PP 93/2010, bentuk pengeluaran CSR yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak terdiri atas: a.
Sumbangan
dalam
rangka
penanggulangan
bencana
nasional,
yang
merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari
instansi/lembaga
yang
berwenang
untuk
pengumpulan
dana
penanggulangan bencana; Penjelasan: Pengertian “bencana nasional” adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan yang dimaksud dengan “badan penanggulangan bencana“ adalah badan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menampung, menyalurkan, dan/atau mengelola sumbangan yang 113
Dudi Wahyudi, “Perlakukan PPh terhadap biaya CSR Perusahaan”, http://dudiwahyudi.com /pajak/tag/corporate-social-responsibility, diunduh pada 11 Mei 2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
61
berkaitan dengan bencana nasional sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. b.
Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan; Penjelasan: Pengertian yang dimaksud dengan “penelitian” adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk penelitian di bidang seni dan budaya. Sedangkan yang dimaksud dengan “pengembangan” adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi. Selanjutnya yang dimaksud dengan “lembaga penelitian dan pengembangan” adalah lembaga yang didirikan dengan tujuan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia termasuk perguruan tinggi terakreditasi.
c.
Sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan; Penjelasan: Pengertian yang dimaksud dengan “fasilitas pendidikan” adalah prasarana dan sarana yang dipergunakan untuk kegiatan pendidikan termasuk pendidikan kepramukaan, olahraga, dan program pendidikan di bidang seni dan budaya nasional. Kemudian yang dimaksud dengan “lembaga pendidikan” adalah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, termasuk pendidikan olah raga, seni
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
62
dan/atau budaya, baik pendidikan dasar dan menengah yang terdaftar pada dinas pendidikan maupun perguruan tinggi terakreditasi. d.
Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; Penjelasan: Pengertian yang dimaksud dengan “lembaga pembinaan olahraga” adalah organisasi olahraga yang membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi. Yang dimaksud dengan “olahraga prestasi” adalah olahraga yang membina dan mengembangkan atlit secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
e.
Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba. Berdasarkan Pasal 3 UU PPh: Khusus untuk biaya CSR dalam bentuk infrastruktur sosial, besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak melebihi 5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya. Contoh: Penghasilan neto fiskal Wajib Pajak adalah Rp60.000.000.000,00 maka jumlah sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu maksimal 5% atau sebesar Rp3.000.000.000,00 Apabila Wajib Pajak memberikan sumbangan sebesar Rp5.000.000.000,00 maka yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto hanya sebesar Rp3.000.000.000,00.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
63
Pengeluaran CSR berupa sumbangan dan/atau biaya dalam bentuk sebagaimana disebutkan di atas dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat:114 a.
Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
b.
pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
c.
didukung oleh bukti yang sah;
d.
lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan; dan
e.
Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 UU PPh tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pihak pemberi apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan. Contoh: penerapan terkait dengan huruf b ini misalnya PT Gunung Raya pada tahun 2009 mempunyai penghasilan neto fiskal sebesar Rp1.000.000.000,00. Pada tahun 2010 Wajib Pajak memberikan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga melalui lembaga pembinaan olahraga sebesar Rp.40.000.000,00. Pada tahun 2010 Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal sebesar Rp30.000.000,00.
Wajib
Pajak
tidak
diperkenankan
mengurangkan
sumbangan tersebut dari penghasilan bruto tahun 2010 karena akan menyebabkan rugi sebesar Rp10.000.000,00. Berdasarkan adanya kebijakan pengurangan pajak atas kegiatan CSR yang ditetapkan melalui PP 93/2010 jo. PMK 76/2011, berikut ini adalah analisis hukum perihal kebijakan tersebut:
114
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, PP No 93 Tahun 2010, LN No. 160, TLN No. 5182 Pasal 2 jo. Pasal 4.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
64
1.
Kebijakan Pengurangan Pajak atas Kegiatan CSR Sebagai Bentuk Perubahan
Paradigma
Perpajakan
Dalam Rangka
Menciptakan
Kesejahteraan Masyarakat Yang Adil dan Merata Ketentuan yang telah diuraikan di atas merupakan salah satu bentuk kebijakan pengurangan pajak untuk kegiatan-kegiatan CSR dalam ruang lingkup UU PPh. Adanya pengurangan pajak tersebut memberikan suatu gambaran suatu pergeseran paradigma perpajakan yang ada. Paradigma lama perpajakan memandang pajak hanyalah sebagai iuran wajib masyarakat kepada negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan, tanpa imbalan atau kontraprestasi langsung.115 Sedangkan menurut paradigma baru pajak tidak hanya sekedar dimaknai sebagai iuran wajib masyarakat kepada negara tetapi juga memandangnya sebagai suatu hak masyarakat. Konsekuensi dari cara pandang baru tersebut adalah bahwa masyarakat tidak lagi diposisikan sebagai “penghutang” tetapi lebih sebagai “pelanggan atau konsumen”. Oleh karena itu, masyarakat berhak (seharusnya) mendapatkan perlakuan yang baik serta mendapatkan pelayanan yang berkualitas.116 Dalam arti sempit pelayan dan perlakuan tersebut diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak berupa kemudahan administrasi pajak. Sedangkan dalam arti luas hal ini dimaksudkan kepada negara untuk meningkatkan penyaluran dana pajak yang telah dihimpun untuk memberikan timbal balik konkrit kepada masyarakat. Sehingga pajak dapat dirasakan manfaatnya secara langusng oleh masyarakat. Dengan demikian, kebijakan pengurangan pajak atas kegiatan CSR merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada Wajib Pajak dalam rangka menciptakan paradigma baru di bidang perpajakan sebagai konsekuensi adanya kewajiban CSR dalam UU Perseroan Terbatas. Dalam hal ini para 115
Para penganut paradigma lama meyakini bahwa pajak merupakan kewajiban warga negara. Sebagai suatu kewajiban maka pemerintah, dengan dukungan peraturan perundangundangan, berhak memaksa warga negara untuk membayar pajak sekaligus memberikan sanksi kepada mereka yang tidak memenuhi kewajibannya tersebut. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa karena pajak merupakan iuran wajib maka persoalan dianggap selesai setelah warga negara melunasi kewajiban pajaknya. Tidak ada tahapan lebih lanjut, apalagi sampai ada pemikiran tentang mengembalikan pajak yang sudah dibayarkan kepada mereka yang sudah membayar dalam bentuk manfaat lain. Lihat Tjip Ismail, ’Paradigma Baru Perpajakan Di Indonesia”, Hukum Bisnis Volume 29-No 1 Tahun 2010, hal 62-69. 116
Ibid.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
65
pengusaha (Wajib Pajak) yang menyalurkan dana-dananya untuk kegiatan CSR, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitar
dalam
rangka
menciptakan
pembangunan
berkelanjutan,
dapat
mengurangkannya sebagai suatu biaya (deductible expense) yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan yang bersangkutan. Keadaan seperti ini sebelumnya sangat memberatkan bagi pengusaha karena atas dana-dana CSR yang dikeluarkan tidak dapat dibiayakan. Akibatnya membuat pengeluaran operasional perusahaan menjadi berlipat ganda, disatu sisi adanya kewajiban pengeluaran pajak dan disisi lainnya harus melakukan pembiayaan CSR, yang secara tidak langsung akan mengurangi kegiatan-kegiatan perusahaan untuk menempatkan dana-dananya untuk kegiatan CSR itu sendiri. Oleh karena itu, pemberikan insentif pengurangan pajak tersebut diharapkan mendorong pengusaha untuk semakin besar menyalurkan dana-dana CSR-nya kepada kegiatan-kegiatan
produktif
yang dapat
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitarnya serta tidak hanya sekedar bersifat karitatif belaka. Karena pada prinsipnya kewajiban CSR tidak bisa diartikan secara sempit hanya sebagai bentuk penyaluran kekayaan perusahaan kepada masyarakat, namun harus diterjemahkan sebagai ikut sertanya perusahaan untuk mengatasi berbagai persoalan sosial dimana mereka beroperasi, seperti merekrut karyawan dari masyarakat setempat, menjalin kemitraan dengan petani atau pengusaha lokal, serta menanggulangi masalah lingkungan yang mungkin diakibatkan oleh kegiatan produksinya.117 CSR sebagai sebuah gagasan menempatkan perusahaan tidak hanya pada tanggung jawab yang berpijak single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan pada keadaan finansial (profit) saja. Akan tetapi sebagaimana dijelaskan oleh Elkington bahwa tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada konsep dasar tripple bottom lines. Tidaknya sebatas mencari keuntungan, perusahaan pun wajib bertanggung jawab pada dimensi sosial dan lingkungannya.
117
Mukti Fajar ND, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia: Studi tentang Penerapan Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional, Swasta Nasional dan BUMN di Indonesia, hal 193.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
66
Meskipun di Indonesia masih belum terdapat standar baku dan kejelasan ketetuan bagaimana pelaksanaan CSR. Akan tetapi berdasarkan ISO 26000 ditetapkan bahwa ruang lingkup dari pelaksanaan CSR adalah meliputi bidangbidang organizational governance, human rights, labour practices, the environment, fair operating practices, consumer issue and social development. Jadi tidak hanya sebatas sumbangan dari perusahaan kepada masyarakat. Lebih lanjut menurut ISO 26000, pelaksanaannya pun harus dijalankan dengan prinsipprinsip dasar CSR yang menjadi dasar dalam pembuatan keputusan dan kegiatan CSR yang meliputi: kepatuhan kepada hukum, menghormati instrumen atau badan internasional, menghormati stakeholders dan kepentingannya, akuntabilitas, transparansi,
perilaku
beretika,
melakukan
tindakan
pencegahan
serta
menghormati dasar-dasar hak asasi manusia. Selain itu dari sisi masyarakat, kegiatan CSR yang baik akan dapat meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu wilayah karena akan menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Apabila setiap perusahaan mampu menerapkan kebijakan CSR dengan baik berdasarkan prinsip ISO 26000 maka secara tidak langsung perusahaan telah turut serta dalam proses pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerja sama
antar stakeholders yang difasilitasi oleh perusahaan
melalui perancanaan kegiatan CSR tersebut. Dengan melihat standar pelaksanaan dalam ISO 26000 keberadaan CSR merupakan salah satu wujud kewajiban moral perusahaan
dalam
peranannya
menciptakan
kesejahteraan
masyarakat
sebagaimana disyaratkan dalam undang-undang. Dari sudut pandang negara, pemberian insentif pengurangan pajak atas CSR bagi perusahaan pada praktiknya menimbulkan suatu dilematis dalam hal penerapannya. Pada satu sisi Penghasilan dari pajak merupakan penyumbang terbesar dalam penerimaan negara di Indonesia. Sehingga dengan adanya pengurangan pajak atas CSR maka akan mengurangi penerimaan negara atau tax expenditures118, khususnya penerimaan pajak yang berasal dari perusahaan.
118
Tax Expenditure adalah hilangnya potensi penerimaan negara dari pajak yang harus dikorbankan oleh pemerintah dengan memberikan beberapa tax relief atau pengurangan-
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
67
Sedangkan sisi yang berbeda, CSR merupakan sebuah bentuk tanggung jawab moral perusahaan yang memerlukan insentif dalam pelaksanaannya sebagai suatu konsekuensi logis untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta lingkungan yang notabenenya merupakan tanggung jawab mutlak dari pemerintah menurut konstitusi.119 Menurut Huala Rosdiana, menyatakan pentingnya melihat kebijakan pemberian insentif perpajakan ini secara dinamis dan komprehensif, bukan secara linear. Jika dilihat secara linear, maka kebijakan ini terlihat hanya akan mengurangi penghasilan negara dari sektor perpajakan. Namun, dengan melihatnya secara dinamis, maka akan tergambar bahwa kebijakan ini tidak berdampak pada pengurangan penghasilan pajak pemerintah. Sebaliknya, justru akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dalam jangka panjang akan berkontribusi pada peningkatan penghasilan pemerintah dari sektor pajak.120 Sebagai contoh, jika pemerintah memberikan insentif pajak dengan menjadikan sumbangan sebagai biaya (deductible expense) dan tidak menjadikan objek pajak bagi penerimanya, maka kebijakan ini akan meningkatkan jumlah dan cakupan sumbangan (CSR), baik yang diberikan oleh individu maupun perusahaan. Peningkatan ini akan berdampak positif pada upaya-upaya atau kegiatan-kegiatan pemberdayaan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jika kegiatan-kegiatan CSR tersebut sukses, maka kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Kondisi ini akan mengakibatkan peningkatan pendapatan dan daya beli dari masyarakat. Dengan daya beli yang meningkat, maka konsumsi pun akan meningkat yang mendorong penerimaan negara dari pajak penjualan atas barang
pengurangan yang diperkenankan sebagai instrumen kebijakan fiskal untuk mencapai tujuantujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam implementasinya, tax expenditure ini diwujudkan dalam bentu pembebasan, pengurangan, penyesuaian, kredit dan penangguhan. Batasan untuk menentukan besaran dari pemasukan yang hilang umumnya bersifat subyektif dan berkaitan langsung dengan pengeluaran pemerintah. Namun, batasan itu bisa juga diperluas dengan tidak mengaitkannya secara langsung dengan pengeluaran pemerintah. 119
Indonesia, Undang-undang Dasar 1945 (Amandemen), Pasal 33 dan Pasal 34.
120
Huala Rosdiana, Kepala Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Konsepsi Perlakukan Perpajakan atas Kegiatan Filantropi, disajikan dalam seminar Urgensi Insentif Pajak untuk Sumbangan Sosial, pada tanggal 27 Desember 2006. Dikutip Public Interest Research and Advocacy Center, Kebijakan Insentif Perpajakan Untuk Organisasi Nirlaba: Pelajaran dari Mancanegara, (Depok: Piramedia, 2007), hal 17.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
68
dan/atau jasa. Begitu juga jika masyarakat tidak membelanjakan uangnya tetapi lebih memilih untuk menabung, maka penerimaan negara dari pajak penghasilan pun secara tidak langsung akan meningkat pula. Sedangkan dilihat dari kacamata perusahaan, peningkatan kesejahteraan dan daya beli masyarakat juga akan membawa pada meningkatnya permintaan atau demand terhadap suatu konsumsi barang. Hal ini akan berkorelasi dengan peningkatan jumlah produksi barang dan jasa yang berarti akan mendorong peningkatan kebutuhan pada bahan baku dan tenaga kerja. Selain itu juga akan meningkatkan penerimaan perusahaan (corporate income tax). Pada akhirnya efek domino dari pemberian insentif perpajakan ini sesungguhnya akan berujung pada penerimaan negara dari pajak yang pada mulanya menurun perlahan-lahan akan kembali meningkat. Dampak lainnya dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat adalah menurunnya jumlah penduduk miskin sehingga dapat mengurangi pengeluaran negara yang pada awalnya digunakan untuk subsudi masyarakat bisa dialihkan kepada pembangunanpembangunan bidang lain yang bersifat padat karya dan/atau padat modal. Berdasarkan pertimbangan tersebut ditas perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan mendasar antara pungutan melalui sistem perpajakan dengan kewajiban untuk menyalurkan CSR kepada masyarakat, antara lain:121 a.
Pajak dibayarkan kepada negara, sedangkan CSR disalurkan langusung oleh perusahaan atau lembaga pihak ketiga kepada masyarakat;
b.
Tidak adanya pilihan bagi perpajakan selain mengikuti apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, sementara kewajiban atas CSR dapat disesuaikan dengan strategi perusahaan dan kondisi masyarakat penerima;
c.
Perpajakan diatur langsung oleh peraturan negara, sedangkan CSR dapat dilakukan berdasarkan kontrak. Kebijakan insentif pengurangan pajak atas kegiatan CSR yang dapat
menimbulkan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat sejalan dengan konsep negara kesejahteraan. Negera kesejahteraan menekankan suatu konsep
121
Mukti Fajar ND, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia: Studi tentang Penerapan Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional, Swasta Nasional dan BUMN di Indonesia, hal 311.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
69
dimana peran negara adalah berkewajiban untuk memberikan pelayanan dan mengorganisasi kebijakan yang dapat menjamin ketersediaan peningkatan kesejahteraan bagi sebagian besar masyarakatnya. Dalam hal ini kebijakan tersebut merupakan suatu upaya pemerintah dalam rangka mendorong perusahaan untuk menciptakan suatu kegiatan-kegiatan CSR yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Melihat pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan
cenderung
diaplikasikan
sebagai
community
development, pembangunan infrastruktur pendidikan dan olahraga, pelestarian lingkungan, dan kegiatan positif lainnya yang berorientasi pembangunan berkelanjutan. Berbeda apabila dilakukan oleh pemerintah langsung, dimana atas dana penerimaan negara akan disalurkan berdasarkan pos-pos yang disetujui oleh Dewan Pertimbangan Rakyat yang dituangkan dalam APBN. Akibatnya upaya peningkatan kesejahteraan kepada masyarakat tidak dapat dilakukan secara cepat, langsung dan tepat sasaran. Dengan demikian pengaruh perubahan paradigma tersebut terkait dengan konsep negara kesejahteraan mengandung sejumlah makna, antara lain pertama, kewenangan pemerintah dalam mengelola penerimaan dari pajak menjadi terbatas. Kedua, Wajib Pajak mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan manfaat langsung dari pajak.122 Dalam hal ini dengan adanya insentif pajak atas kegiatan CSR berupa pengurangan pajak merupakan upaya tidak langsung dari pemerintah dalam menjalankan kewajibannya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. 2.
Legalitas Kebijakan Insentif Pengurang Pajak atas Kegiatan CSR Dikaitkan Dengan Tata Urutan Perundang-undangan Di Indonesia Sedangkan dari sudut pandang tata urutan perundang-undangan,
pengaturan besaran pengecualian atau insentif pengurang pajak terkait dengan kegiatan CSR dalam suatu peraturan pemerintah berdasarkan tata urutan peraturan perundang-undangan tidaklah tepat. Mengingat dalam ketetuan dasar keberadaan pajak di Indonesia, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 23 A UUD 1945 bahwa:
122
Tjip Ismail, “Paradigma Baru Perpajakan Di Indonesia”, hal 62-69.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
70
“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Adapun jenis dan hirarki perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:123 a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
c.
Peraturan Pemerintah;
d.
Peraturan Presiden;
e.
Peraturan Daerah. Dalam kaitannya dengan hirarki norma hukum diatas, Hans Kelsen
berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapislapis dalam suatu hirarki tata susunan, di mana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (grundnorm).124 Berdasarkan teori itu maka atas suatu norma hukum yang ada, baik substansi maupun bentuknya, harus disesuaikan dengan hirarki yang telah ditetapkan itu serta tidak boleh bertentangan antara satu dan lainnya sehingga dapat menciptakan suatu kepastian hukum. Pengertian subtansi menurut kamus bebas berarti intisari, isi, maksud, pokok atas suatu hal.125 Mengacu pada elemen kedua dalam teori sistem hukum yang diungkapkan oleh Lawrence M. Friedman yaitu substansi hukum adalah: By this is meant the actual rules, norms, and behaviour patterns of people inside the system. This is, first of all, “the law” in the popular sense of the term − the fact that the speed limit is fifty-five miles an hour, that burglars 123
Indonesia, Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 10 Tahun 2004, LN No. 53 Tahun 2004, TLN No. 4389, Pasal 7 ayat 1. 124
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York: Russel&Russel, 1945, hal 35. Dikutip dari Maria Farida Indarti Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal 25. 125
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal 614.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
71
can be sent to prison, that ‘by law’ a pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar.126 Dengan demikian, Friedman mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang ada, norma-norma, dan aturan tentang perilaku manusia, atau yang biasanya dikenal orang sebagai “hukum”. Misalnya, ketentuan tentang penetatapan tarif-tarif pajak, subyek pajak, obyek pajak dan pemberian insentif atau disinsentif atas suatu kegiatan tertentu. Penetapan kebijakan pajak tersebut dilakukan rangka menjalankan fungsi mengatur (regulerend), yang terkait kewajiban perpajakan, ditetapkan dengan undang-undang. Dengan kata lain terhadap hal-hal yang terkait dengan substansi pajak penetapannya tidak dapat didelegasikan dengan menggunakan bentuk peraturan perundang-undangan lain di bawah undang-undang. Berdasarkan latar belakang historis dalam pembahasan ketentuan Pasal 23 A UUD 1945 yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dijelaskan bahwa dalam pembahasan Rapat Panitia Ad Hoc I BP MPR ke-40 pada 7 Juni 2000 menurut Frans F.H. Matrutty menyatakan bahwa berdasarkan kenyataan dalam penyelenggaraan keuangan negara selama ini, kita sering menemukan adanya pungutan-pungutan yang membebani rakyat tanpa kontrol dan dasar hukum yang jelas sehingga diharapkan atas segala bentuk pajak dan pungutan yang dibebankan kepada negara dan penduduk untuk kepentingan negara ditetapkan dengan undang-undang.127 TM. Nurlif menambahkan bahwa: “Yang pertama pertimbangan kita adalah jangan sampai rakyat ini merasa dibebani oleh berbagai pungutan yang tidak diatur secara resmi. Ambil contoh yang paling sederhana, misalnya pungutan iuran televisi. Kemudian, barang kali nanti ada pungutan-pungutan lain yang apabila rakyat tidak membayar, sedangkan yang memungut orang resmi, ini jadi keberatan, jadi masalah buat rakyat.”128 126
Lawrence M. Friedman, American Law: An Introduction, (New York: W. W. Norton & Company, 1984), hal. 6. 127
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Naskah Komprehensif Perubahan UndangUndang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasik Pembahasan 1999-2002 Buku VII Keuangan, Perekonomian Nasional, dan Kesejahteraan Sosial (Edisi Revisi), (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010, hal 45. 128
Ibid, hal 71.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
72
Selanjutnya Taufiqurachman Ruki berpendapat bahwa adanya pemasukan bagi negara harus dilakukan pengawasan. Sebagaimana pandangannya dalam rapat pembahsan perubahan ketiga di Majelis Permusyawaratan Rakyat: “Dengan demikian setiap pemasukan negara dapat dikontrol, semuanya akan masuk ke kas negara dan karenanya dapat dikontrol. Tidak ada lagi nanti yang masuk ke rekening Menteri atau segala macam, apalagi rekening yayasan.”129 Oleh sebab itu disimpulkan atas penetapan pengaturan pajak harus dibuat dalam bentuk undang-undang dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat, pemerintah tidak boleh memaksakan berlakunya ketentuan yang bersifat kewajiban material yang mengikat dan membebani rakyat tanpa disetujui terlebih dahulu oleh rakyat itu sendiri melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat. Berkaitan dengan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa, diharapkan Dewan Perwakilan Rakyat memperjuangkan kepentingan dan aspirasi rakyat serta agar kepentingan dan aspirasi menjadi pedoman dalam pengambilan putusan.130 Dengan adanya persetujuan dari rakyat, melalui Dewan Perwakilan Rakyat, keberadaan kebijakan tersebut memiliki legitimasi yang kuat dan lebih demokratis karena adanya peran serta rakyat melalui perwakilannya tersebut. Sedangkan terhadap peraturan pemerintah penetapannya cukup dengan persetujuan dari eksekutif (Presiden).131 Dengan demikian kedudukan UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk ketentuan perundang-undangan lainnya dalam hirarki tersebut. Sehingga atas peraturan perundang-undangan yang lain (dibawahnya) harus menyelaraskan dan menyesuaikan dengan ketentuan substansi 129
Ibid, hal 98.
130
A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hal 129. 131
Proses pembenturan pemerintah terdiri dari dua tahap: proses penyiapan Rancangan Peraturan Pemerintah yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1970; 2. proses penetapan dilakukan oleh Presiden dan pengundangannya dilakukan oleh Menteri Negara Sekretaris Presiden atas perintah Presiden. Lihat Maria Farida Indarti Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal 154. 1.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
73
yang diatur dalam UUD 1945. Pasal 23 A UUD 1945 mengatur bahwa segala ketetapan yang berkaitan dengan substansi perpajakan harus diatur dengan undang-undang, maka secara hukum pengenaan pengurang pajak atas kebijakan CSR seharusnya ditetapakan dalam undang-undang. Adanya penetapan kebijakan insentif pengurangan pajak tersebut (dibaca: PP 93/2010) secara praktik pelaksanaannya dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat, khususnya bagi Wajib
Pajak, yang terkait dengan
pemberian insentif pajak atas kegiatan CSR atau terhadap kegiatan-kegiatan lainnya. Kebetulan, kebijakan pemerintah tersebut sifatnya memberikan kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Sehingga terhadap efek dari kebijakan pajak yang ditimbulkan tidak membebani Wajib Pajak. Sebaliknya, apabila kebijakan itu dilakukan terhadap suatu hal atau kegiatan yang bersifat berupa tambahan penetapan pajak, maka hal tersebut dapat merugikan bagi Wajib Pajak. Pendapat tersebut merujuk pada pedoman dasar pembentukan peraturan di bidang perpajakan yang diungkapkan oleh Adam Smith, salah satunya adalah adanya certainty (kepastian). Hal ini mengandung arti bahwa peraturan perpajakan yang baik senantiasa dapat memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak mengenai kapan ia harus membayar pajak, apa hak dan kewajiban mereka dan sebagainya. Terkait dengan hal itu, peraturan perpajakan tidak boleh mengandung kemungkinan penafsiran ganda atau merugikan masyarakat.132 Dalam konsep negara kesejahteraan adanya suatu kebijakan harus didasarkan pada adanya suatu asas legalitas hukum yang baik dan benar. Goran Esping Andersen dalam teorinya menyatakan bahwa salah satu pilar negara kesejahteraan adalah penerapan full democracy pada suatu negara. Pelaksanaan peraturan demokrasi perpajakan itu sendiri harus dilaksanakan dengan syaratsyarat dasar dimana undang-undang sebagai suatu sumber legalitas dimaksudkan sebagai salah satu metode atau sarana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan
132
Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of Nation, memberikan pedoman bahwa supaya peratutan perpajakan itu adil maka harus memenuhi empat syarat sebagai berikut: (1)Equality and equity; (2)Certainty; (3)Convinience of Payment; (4)Economics of collection. Keempat teori tersebut biasa dikenal dengan the four canons of Adam Smith atau the four maxime. Lihat Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, hal 48.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
74
negara yang mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat dalam rangka mencapai cita-cita yang diharapkan (kesejahteraan). Sedangkan fungsi undangundang sebagai sarana perlindungan hukum bagi masyarakat (Wajib Pajak) dimaksudkan
untuk
memberikan
pembatasan-pembatasan
terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara.
3.
PengaturanTerhadap Insentif Pajak atas Kegiatan-Kegiatan CSR di Luar Negeri Setiap negara memiliki pengertian yang luas tentang penghasilan dan
pengeculian pajak bagi Wajib Pajaknya masing-masing. Sehingga walaupun memiliki skema insentif yang sama, seperti tax exemption, tax deduction, dan tax credit, kebijakan insentif untuk program CSR pada praktiknya diterapkan dengan tingkatan dan ruang lingkup yang berbeda pada setiap negara. Berikut adalah gambaran kebijakan perpajakan terkait dengan CSR yang diterapkan di beberapa negara, diantaranya: a.
FILIPINA Ketentuan tentang pengaturan CSR di Filipina diatur dalam Section 4 Corporate
Social
Responsibility
Act
2007
menyebutkan
mengenai
pengurangan pajak bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan-kegiatan CSR. Pasal tersebut berbunyi:133 “All expenses incurred by any corporation in the exercise of its corporate social responsibility shall be fukly from its gross income.” Akan tetapi untuk mendapatkan insentif pajak tersebut pemerintah Filipina mengharuskan pendaftaran secara formal. Setiap organisasi atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) harus mendapatkan sertifikasi atau akreditasi nasional yang diatur oleh Philippine Council for NGO Certification (PCNC). Lebih lanjut berdasarkan Revenue Regulation No. 13-98, Bab 3, terhadap
133
Section 4 Philippines Corporate Social Responsibility.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
75
donasi yang diberikan kepada organasasi atau LSM yang terakreditasi berhak mendapatkan beberapa pilihan keuntungan, antara lain:134 i.
Pengurangan terbatas (limited deductibility). Pengurangan akan diberikan kepada donatur individu tidak lebih dari 10 (sepuluh)% dan 5 (lima)% bagi donatur perusahaan jika memberikan donasi, kontribusi atau hibah kepada LSM yang sudah terakreditasi;
ii.
Pengurangan sepenuhnya (full deductibility). Donasi, kontribusi, atau hibah yang diberikan dalam tahun kena pajak kepada LSM yang terakreditasi akan mendapatkan fasilitas ini jika memenuhi kriteria, yaitu: 1) LSM terakreditasi harus langsung memanfaatkan dana tersebut untuk berbagai aktivitas aktif yang menjadi tujuan atau fungsi organisasi, tidak lebih dari 15 hari dari bulan keetiga setelah penutupan tahun kena pajak LSM terakreditasi tersebut menerima kontribusi, kecuali periode yang diperpanjang dibiayai oleh Sekretariat Keuangan, atas rekomendasi dari Komisaris. Untuk tujuan ini, istilah pemanfaatan harus memeliki pengertian sebagaimana didefinisikan berdasarkan Bab 1(c) dari Peraturan ini. 2) Pada
tingkat
yang
paling
dasar,
pengeluaran-pengeluaran
administrasi tidal melebihi 30% dari totak pengeluaran selama tahun kena pajak; 3) Ketika terjadi pembubaran organisasi, maka aset-aset LSM yang terakreditasi akan didistribusikan kepada LSM yang terakhreditasi lainnya yang memeliki tujuan serupa atau kepada negara untuk kepentingan publik, atau akan didistribusikan oleh pengadilan yang kompeten kepada LSM terakreditasi lainnya yang dimanfaatkan dengan cara-cara tertentu sebagaimana yang telah ditentukan organisasi;
134
Public Interest Research and Advocacy Center, Kebijakan Insentif Perpajakan Untuk Organisasi Nirlaba: Pelajaran dari Mancanegara, (Depok: Piramedia, 2007), hal 49.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
76
4) Jumlah kontribusi karitas atas properti sebagai pengganti uang harus didasarkan pada biaya akuisisi properti; 5) Semua
anggota
Badan
Pembina
dari
non-stock,
nonprofit
corporation, organisasi atau LSM tidak menerima kompensasi atau gaji atas pelayanan kepada organisasi yang tersebut sebelumnya. iii.
Pengecualian pajak donatur. Fasilitas ini diberikan bagi donatur yang memberikan
donasi
dan
hibah
bagi
LSM
terakreditasi
yang
menggunakan dana bantuan tersebut tidak lebih dari 30% untuk berbagai kepentingan administrasi sesuai ketentuan Bab 101 (A)(3) dan (B)(2), Tax Code.
b.
AMERIKA SERIKAT Sedangkan untuk di America insentif pajak diberikan bagi perorangan maupun korporasi yang memberikan sumbangan. Insentif pajak atas kegiatan CSR tersebut diatur dalam US Code: Title 26, 170. Charitable, Etc., Contribution and Gifts atau biasa disebut dengan Internal Revenue Code Section 170 (“IRC”). Dalam IRC disebutkan bahwa:135 (a) Allowanceof deduction There shall allowed as deduction any charitable contribution (as defined in subsection (c)) payment of which is made within the taxable year. A charitable contribution shall be allowable as a deduction only if verified under regulation prescribed by the Secretary. Lebih lanjut dalam subsection c dijelaskan: (c) Charitable contribution defined For purposes of this section, the term “charitable contribution” means a contribution or gift to or for the use of:
135
Internal Revenue Code. http://www.law.cornell.edu/uscode/html/uscode26 /usc_sec_26_00000170----000-.html, diunduh pada 11 Mei 2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
77
(1) A State, a possession of the United States, or any political subdivision pf any the foregoing, or the United States or the District of Columbia, but only if the contribution of gift is made for exclusively public purposes; (2) A Corporation, trust, or community chest, fund or foundation; (3) A post pr organization of war veterans, or an auxilary unit or society of, or trust or foundation for, any such post or organization; (4) In the case of a contribution of gift by an individual, a domestic fraternal society, order, or association, operating under the lodge system, but only if such contribution or gift is to be used exclusively for religiuos, charitable, scientific, literary, or educational purposes, or for the prevention of cruelty to childeren or animals; (5) A cemetery company owned and operated exclusively for the benefit of its members, or any corporation chartered solely for burial purposes as a cemetery corporation and not permitted by its charter to engage ini any business nor necessarily incident to that purpose, if such company or corporation is not operated for profit and no part of the net earnings of such company or corporation inures the benefit of any private shareholder or individual. Dalam subsection b (2) (A) The total deduction deductions under subsection (a) for any taxable year (other than for contributions to which subparagraph (B) applies) shall not exceed 10 percent of the taxpayers taxable income. Berdasarkan ketentuan dalam IRC tax deduction yang diberikan kepada wajib pajak di Amerika Serikat dalam kegiatan yang bersifat karitas hanyalah sebesar 10% dari penghasilan bersih sebelum pajak. Dalam undang-undang yang dikeluarkan Kongres Amerika Serikat pada bulan Juli 1996, terhadap penyalahgunaan organisasi untuk kepentingan pribadi akan dikenakan pemotongan pajak pada setiap kelebihan transaksi keuntungan yang setara dengan 25% keuntungan. Hukuman tambahan 10% dikenakan pada manajer lembaga yang terang-terangan mengijinkan lembaga terlibat dalam transaksi keuntungan berlebihan. Ketidakpatuhan terhadap batas waktu yang ditetapkan
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
78
atas kelebihan keuntungan dapat dikenakan penalti 200% kelebihan keuntungan.136
c.
INDIA Berkenaan dengan pengurangan pajak di India, semua individu yang memiliki penghasilan kena pajak diatas batas limit US$ 1.000 harus membayar pajak penghasilan. Tarif pajak yang dikenakan di India adalah progresif dari 10% sampai 30%. Perusahaan juga wajib membayar pajak penghasilan yang tarifnya bervariasi tergantung dari kategori penilaian. Non individu dikenakan pajak dengan tarif rendah sebagai pengganti tarif progresif. Bagi perusahaan atau individu yang akan melakukan kegiatan karitatif atau CSR dapat mengajukan klaim atas sumbangan kepada kegiatannya tersebut dengan melampirkan bukti sumbangan (kuitansi atau sertifikat). Hanya sumbangan dalam bentuk uang yang memenuhi pengurangan pajak. Pengurangan pajak berkisar mulai dari 50% hingga 125% atas penghasilan kena pajak. Jenis-jenis pengurangan pajak di India adalah sebagai berikut:137 i.
Pengurangan 50% berdasarkan Bab 80-G, Income Tax Act Berdasarkan undang-undang pajak India, seorang donatur berhak mendapatkan pengurangan 50% hingga 100%. Pengurangan 50% dari penghasilan 50% dari penghasilan kena pajak berlaku juka donasi diberikan kepada organisasi yang memiliki sertifikat 80G(5). Sedangkan menurut Income Tax Act, pengurangan lebih banyak sebesar 100% akan diberikan bagi donasi kepada aktivitas-aktivitas pemerintah yang memiliki
prioritas
tinggi,
seperti
keluarga
berencana,
angkatan
bersenjata, dan bantuan bencana. 136
Russy D. Sumariwalla, Regulasi dan Akreditasi Lembaga Derma dan Nirlaba di Amerika Serikat, dikuti dari Public Interest Research and Advocacy Center, Kebijakan Insentif Perpajakan Untuk Organisasi Nirlaba: Pelajaran dari Mancanegara, hal 80. 137
Sanjay Agarwal dan Noshir Dadrawala dalam Philantrophy and Law in India, dikutip dari Public Interest Research and Advocacy Center, Kebijakan Insentif Perpajakan Untuk Organisasi Nirlaba: Pelajaran dari Mancanegara, hal 61.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
79
ii.
Pengurangan 100% berdasarkan Bab 35AC, Income Tax Act Suatu proyek lembaga yang memenuhi syarat dan disetujui berdasarkan ketentuan pasal ini akan mendapatkan pengurangan pajak. Aplikasi harus disampaikan kepada Sekretaris Komite Nasional untuk Promosi Kesejahteraan
Sosial
dan
Ekonomi
yang
selanjutnya
akan
merekomendasikan kepada pemerintah pusat. iii.
Pengurangan 125% berdasarkan Bab 35(1) (ii) atau (iii), Income Tax Act Seorang donatur baik individu maupun profesional yang memiliki usaha atau bisnis akan mendapatkan pengurangan pajak sebesar 125% jika memberikan kontribusi kepada suatu organisasi yang terlibat dalam penelitian ilmiah. Bagi mereka yang tidak memiliki penghasilan bisnis atau profesional hanya akan mendapatkan pengurangan 100%. Di India tidak ada batasan proporsi penghasilan donatur yang dapatdisumbangkan.
Guna mendapatkan insentif pajak sebagaimana ditetapkan di atas, pemerintah India mewajibkan adanya pendaftaran legalitas organisasinya kepada badanbadan pemerintah yang ditunjuk. Status legal organisasi yang dapat ditempuh di India dapat berupa trust, society atau perusahaan nirlaba dalam menjalankan kegiatan CSR-nya. Pendaftaran atas perusahaan-perusahaan tersebut diatur lebih lanjut dalam Bab 25, Indian Companies Act. d.
KOREA Pemerintah Korea menawarkan berbagai kebijakan pajak yang lebih kondusif di bandingkan dengan negara-negara lain. Mengacu pada Pasal 62 Tax Exemption and Reduction Control Law segala penghasilan dari upah atau gaji donatur individu yang disumbangkan berdasarkan undang-undang dan sumbangan lain berhak mendapat pengurangan sebesar 100% sebagai suatu pengurangan khusus dengan maksimum penghasilan bruto. Setiap individu pun berhak mendapatkan pengurangan lebih dari 5% dari penghasilan bruto jika mendistribusikan sumbangan sesuai dengan ketentuan Pasal 61 Bab 2 Tax Exemption and Reduction Control Law. Sedangkan bagi donatur
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
80
perusahaan dan individu138 yang memiliki penghasilan bisnis berdasarkan jenis penghasilan dan aktivitasnya berhak menjadikan sumbangan tersebut sebagai pengurangan penghasilan kena pajak. Ketentuan perpajakan tersebut didukung dengan Corporation Law, yang menyatakan bahwa penyumbang perusahaan yang memberikan kontribusi sesuai dengan ketentuan undang-undang dan Pasal 61, Bab 2 dan Pasal 62 dari Tax Exemption and Reduction Control Law berhak menjadikan sumbangan tersebut sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Adanya keselarasan antara kebijakan perpajakan dengan undang-undang perusahaan menunjukkan adanya kepastian hukum terkait pengaturan tentang CSR. Menurut Pasal 61 Tax Exemption and Reduction Control Law beberapa kategori sumbangan yang diberikan insentif sebagai deductible expenses adalah: i.
Nilai uang dan barang yang disumbangkan untuk lembaga penelitian yang ditetapkan oleh Research Promotion Law atau Law for Establishment of Industry and Energy Infrastructure;
ii.
Kontribusi untuk dana promosi kebudayaan dan seni yang ditentukan oleh Culture and Art Promotional Law;
iii.
Kontribusi bagi yayasan sekolah swasta yang ditentukan oleh Private School Law;
iv.
Nilai uang dan barang yang dikontribusikan untuk kesejahteraan pekerja yang ditetapkan oleh perusahaan;
v.
Kontribusi untuk Independence Memorial Hall;
vi.
Kontribusi untuk Winter University Organizing Committee;
vii.
Kontribusi untuk Korea Foundation;
viii.
Kontribusi untuk Pusan Asia Olympic Organizing Committee.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jung, Park, dan Hwang lebih lanjut menyatakan bahwa organisasi nirlaba di Korea perlu melakukan registrasi
138
Berdasarkan Individual Income Tax Law, penghasilan individu yang berasal dari kegiatan bisnis, real estate, dan kayu dan disumbangkan menurut ketentuan yang telah ditetapkan Pasal 61, Bab 2 dan Pasal 62 Tax Exemption and Reduction Control Law.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
81
formal di kantor kementerian tertentu agar dapat berfungsi dalam masyarakat dan memperoleh hak-hak legal lainnya.
Prosedur dan syarat untuk
mendapatkan entitas kegal secara umum diatur dalam Civil Code dan secara khusus dalam Nonprofit Act dan ketetapan tambahan lainnya.139 Melihat ketentuan-ketentuan tentang kegiatan CSR yang dilakukan di Filipina, Amerika Serikat, India dan Korea secara umum dapat disimpulkan bahwa; pertama ketentuan yang terkait dengan insentif pengurangan pajak atas kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan ditetapkan melalui suatu bentuk undang-undang, kedua pemerintah negara-negara tersebut mewajibkan adanya suatu registrasi formal dalam hal perusahaan akan melaksanakan CSR guna mendapatkan hak-hak legalnya, diataranya pemberian insentif atas kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan. Pendaftaran atau registrasi ini menjadi suatu hal yang penting karena berfungsi sebagai alat pengawasan pemerintah bagi perusahaan dalam menjalankan CSR. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya kemungkinan perusahaan memanfaatkan kebijakan ini untuk hanya sekedar mendapatkan insentif pajak belaka. Di Indonesia sendiri sistem pendaftaran seperti ini masih belum dapat dilaksanakan karena belum adanya ketentuan pendukung yang mengatur hal tersebut.
139
Ku-Hyun Jung, Tae-Kyu Park, dan Chang-Soon Hwang, Korea, dalam Thomas Silk (ed.), 1999, Philanthrophy and Law in Asia. Dikutip dari Public Interest Research and Advocacy Center, Kebijakan Insentif Perpajakan Untuk Organisasi Nirlaba: Pelajaran dari Mancanegara, hal 61.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
82
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka hal-hal yang dapat disimpulkan dari pokok permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut: a.
Pada praktiknya ketentuan formal pelaksanaan CSR di Indonesia masih sangat terbatas dan belum memberikan kejelasan bagi stakeholders. Pada awalnya pelaksanaan atas kegiatan CSR bukan merupakan suatu kewajiban yang diatur dalam undang-undang seperti saat ini. Akan tetapi, banyaknya isu-isu negatif baik terkait masalah kesenjangan sosial maupun kerusakan lingkungan akibat kegiatan operasional dari perusahaan mendorong pemerintah untuk menetapkan kewajiban atas CSR dalam suatu undangundang. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu cara memaksa perusahaanperusahaan tersebut untuk turut bertanggung jawab atas dampak negatif dari kegiatan operasionalnya. Mengingat, keberadaan perusahaan tidak hanya sebatas untuk memenuhi kewajibannya untuk mendapatkan keuntungan. Akan tetapi suatu perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Adanya kewajiban atas kegiatan CSR diharapkan membentuk karakter perusahaan yang mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna mencapai suatu pembangunan berkelanjutan. Namun demikian dalam tataran formal ketentuan pelaksana dari kewajiban CSR dalam undang-undang tersebut masih belum dapat direalisasikan hingga sekarang. Akibatnya ketiadaan panduan tentang bagaimana teknis pelaksanaan dan/atau batasanbatasan dari CSR itu sendiri, yang seharusnya diatur dalam peraturan pelaksanana atau peraturan terkait lainnya, menimbulkan ketidakpastian bagi kalangan pengusaha. Selanjutnya pesatnya ruang lingkup CSR yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa CSR tidak hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang bersifat karitatif, namun haruslah dilakukan dengan prinsip kepatuhan kepada hukum, menghormati instrumen atau badan
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
83
internasional, menghormati stakeholders dan kepentingannya, akuntabilitas, transparansi, perilaku beretika, melakukan tindakan pencegahan serta menghormati dasar-dasar hak asasi manusia. b.
Di Indonesia terhadap kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan pengusaha diberikan insentif pajak yang berupa pengurangan pajak dari pemerintah. Pengurang pajak yang diberikan dibatasi pada kegiatan-kegiatan dan jumlah tertentu sebagaimana diatur dalam PP 93/2010. Kebijakan pengurang pajak tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyelaraskan dan mendukung ketentuan kewajiban CSR yang harus dikeluarkan oleh pengusaha. Mengingat, CSR sesungguhnya adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan aktifitas bisnis demi keberlanjutan perusahaan itu sendiri. Akan tetapi dalam menetapkan suatu pengurang pajak pemerintah harus melakukannya dengan ketentuan yang benar. Khususnya dalam bidang perpajakan telah ditetapkan bahwa penetapan yang terkait dengan substansi pajak, yaitu subyek, obyek, tarif, dan pemberian insentif atau disinsentif, harus ditetapkan dengan undang-undang sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 23 A UUD 1945.
2. Saran Berikut ini adalah saran yang diberikan penulis terhadap pokok permasalahan yang dibahas: a.
Pemerintah Indonesia diharapkan segera membentuk peraturan pemerintah terkait dengan pelaksanaan maupun pedoman atas kegiatan-kegiatan CSR. Hal ini penting karena perkembangan kegiatan-kegiatan CSR sudah berkembang sedemikian rupa. CSR saat ini tidak hanya sebagai suatu kegiatan sosial saja namun sudah berkembang sebagai suatu strategi bisnis bagi perusahaan itu sendiri. Artinya bentuk dan jenis kegiatan CSR kedepannya akan lebih bervariasi dan komplek. Sehingga adanya pedoman tentang batasan dan tujuan dari CSR menjadi sangat penting. Ketentuan itu bertujuan sebagai sendiri payung hukum agar pelaksanaan CSR tidak melenceng
dari
apa
yang
diharapkan,
yaitu
upaya
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitar dalam rangka pembangunan
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
84
berkelanjutan. Dengan demikian, dengan adanya suatu peraturan pelaksana atas kegiatan CSR yang jelas akan memudahkan perusahaan untuk menetapkan jenis dan bentuk kegiatan CSR yang akan dilaksanakan agar tidak menyalahi ketentuan yang ada. b.
Dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan substansi pajak seharusnya pemerintah menetapkannya dengan menggunakan undang-undang atau sekurang-kurangnya untuk sementara waktu dapat ditetapkan dengan peraturan pengganti undangan-undangan untuk selanjutnya disahkan menjadi undang-undang nantinya. Penetapan dalam bentuk undang-undang ini karena sifat dari pajak merupakan suatu pungutan wajib yang diberlakukan bagi seluruh masyarakat. Sehingga dalam penetapannya harus mendapatkan legitimasi dari rakyat itu sendiri. Dengan demikian terhadap suatu kebijakan perpajakan diharapkan keberadaannya tidak membebani masyarakat.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
85
DAFTAR PUSTAKA
Amirruddin dan Zainal Asikin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Asongu, J.J. Strategic Corporate Social Responsibility in Practice. Greenview Publishing Company, 2007. Bekaoui A. dan Karpik. P.G., “Determination of the Corporate Decision to Disclose Social Information.” Accounting, Auditing, and Accountability Journal (Vol 1, No. 1). Berle, Adolf A. dan Gardiner C.Means. The Modern Corporation & Private Property, Transaction Publishers. New Brunswick, New Jersey ed.10th, 2009. Budimanta, Arif. Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini.
Jakarta: Indonesia Center for
Sustainable Development (ICSD). Brotosusilo, Agus. Et al. Penulisan Hukum: Buku Pegangan Dosen. Jakarta: Konsorsium Ilmu Hukum Departemen PDK, 1994. CSR Indonesia. “CSR Inovatif”. Newslater (Vol.3 Minggu 31. 2009). Daniri, Mas Achmad. “Standardisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.” Galang (Vol.3 No.3 Desember 2008). Hal 5-15. Darussalam, John Hutagaol, dan Danny Septriadi. Konsep dan Aplikasi Perpajakan Luar Negeri. Jakarta: PT. Dimensi Internasional Tax, 2010. Darwin, Ali. “Akuntabilitas, Kebutuhan, Palaporan, dan Pengungkapan CSR Bagi Perusahaan DI Indonesia.”
EBAR: Economics Business Accounting
Review (III September Desember 2006). Hal 83-95. Djalil, Sofyan. “Konteks Teoritis dan Praktis Corporate Social Responsibility.” Jurnal Reformasi Ekonomi (Vol.4 No.1 Januari-Desember 2003). hal 4 Efendi, Subagyo. “Evaluasi Aspek CSR Dalam Perpajakan Indonesia.” csrjatim.org/2/sejarah/, Sejarah CSR Di Tingkat Internasional. Diunduh pada tanggal 9 April 2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
86
Endarmoko, Eko. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006. Fajar, Mukti. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia: Studi tentang Penerapan Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional, Swasta Nasional dan BUMN di Indonesia. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Fatwa, A.M. Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009. Friedman, Lawrence M. American Law: An Introduction. New York: W. W. Norton & Company, 1984. Friedman, W. The State and The Rule of Law in A Mixed Economy. London: Steven & Son, 1971. Giddens, Anthony. Sociology, 5th edition. UK: Polity Press. Hadi, Nor. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Harahap, Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Hartanti,
Dwi.
“Makna Corporate Social
Responsibility: Sejarah
Dan
Perkembangannya.” EBAR: Economics Business Accounting Review (III September-Desember 2006). Hal 113-119. “History
of
Corporate
Social
Responsibility
and
Sustainability.”
www.brass.cf.ac.uk/upload/History_L3.pdf. Diunduh pada 31 Maret 2011. Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing, 2006. Indonesia,
Peraturan
Pemerintah
Sumbangan
Penanggulangan
Bencana
Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, PP No 93 Tahun 2010, LN No. 160, TLN No. 5182. ________. Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara. UU No. 19 tahun 2003. LN No. 70 Tahun 2003. TLN No. 4297. ________. Undang-Undang Dasar 1945. ________. Undang-Undang Hak Asasi Manusia. UU No.39 tahun 1999. LN No.165 Tahun 1999. TLN No.3886.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
87
________. Undang-Undang Ketenagakerjaan. UU No.13 tahun 2004. LN No. 39 Tahun 2004. TLN No. 4279. ________. Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. UU No.10 tahun 2004. LN No. 53 Tahun 2004. TLN No. 4389. ________. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No.31 tahun 1999. LN No.140 Tahun 1999. TLN No.3874. ________. Undang-Undang Penanaman Modal. UU No. 25 tahun 2007. LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724. ________. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No.32 tahun 2009. LN No. 140 Tahun 2009. TLN No. 5059. ________. Undang-Undang Perseroan Terbatas. UU No. 40 tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756. ________. Undang-Undang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, UU No. 36 tahun 2008. LN No. 133 Tahun 2008. TLN No. 4893. ________. Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. UU No. 28 tahun 2007. LN No. 85 Tahun 2007. TLN No.4740. Irianto, Edi Slamet. Pajak Negara dan Demokrasi Konsep dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009. Ismail, Solihin. Coporate Social Responsibility from Charity to Sustainability. Jakarta: Salemba Empat, 2008. Ismail, Tjip. “Paradigma Baru Perpajakan Di Indonesia.” Hukum Bisnis (Volume 29-No 1 Tahun 2010). Hal 62-69. ________. Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia. Jakarta: Yellow Printing, 2007. International Standard 26000. Guidance on Social Responsibility.2010.
Jahja, Rusfadia Saktiyanti dan Muhammad Irvan. Menilai Tanggung Jawab Sosial Televisi. Depok: Piramedia, 2006. Kartini,
Dwi.
Corporate
Social
Responsibility:
Transformasi
Konsep
Sustainability Management Dan Implementasi Di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2009.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
88
Kates, Robert W, Thomas M. Paris, dan Anthony A. Leiserowitz. What is Sustainable Development?Goals, Indicators, Values and Practice. Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. New York: Russel&Russel,1945. “Kinerja
BUMN
Dievaluasi
dalam
3
Tahun.”
. Diunduh pada 27 Maret 2011. Korten, David C. The Post-Corporate World: Kehidupan Setelah Kapitalisme. Diterjemahan dan kata pengantar oleh A. Rahman Zainuddin. Edisi I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002. Kropotkin, Peter. Gotong Royong Kunci Kesejahteraan Sosial Tumbangnua Darwinisme Sosial. Depok: Piramedia, 2006. Lesmana, Timotheus. “Program Corporate Responsibility yang Berkelanjutan.” Lensa ETV. Edisi 1 (Nov 2006) Eka Tjipta Foundation. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasik Pembahasan 1999-2002 Buku VII Keuangan, Perekonomian Nasional, dan Kesejahteraan Sosial (Edisi Revisi). Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010. Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Marsuni, Lauddin. Hukum dan Kebijakan Perpajakan Di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2006. Public Interest Research and Advocacy Center. Kebijakan Insentif Perpajakan Untuk Organisasi Nirlaba: Pelajaran dari Mancanegara. Depok: Piramedia, 2007. Pudyatmoko, Y. Sri. Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi). Yogyakarta: ANDI, 2009.
Radjagukguk, Erman. “Konsep dan Perkembangan Pemikiran Tentang Tanggung Jawab
Perusahaan.”
http://www.ermanhukum.com/Makalah
%20ER%20pdf/KONSEP%20DAN%20PERKEMBANGAN%20PEMIKI RAN%20TENTANG%20TANGGUNG%20JAWAB%20SOS.pdf. Diunduh pada 20 Januari 2011.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
89
Rosdiana, Huala. “Konsepsi Perlakukan Perpajakan atas Kegiatan Filantropi.” Makalah disajikan dalam seminar Urgensi Insentif Pajak untuk Sumbangan Sosial. pada tanggal 27 Desember 2006. Saidi, Zaim dan Hamid Abidin. Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia, 200. Hal 64-65 Section 4 Philippines Corporate Social Responsibility. Soemitro, Rochmat. Asas dan Dasar Perpajakan I. Bandung: Eresco, 1995. Soeprapto, Maria Farida Indarti. Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius, 1998. Stephens, Beth. “The Amorality of Profit: Transnational Corporations and Human Right.” 20 Berkeley J. International, 2002. Hal 51-52 Stiglitz, Joseph E. Making Globalization Work . W.W. Norton & Company Inc., New york, 2006. Suandy, Erly. Perencanaan Pajak . Jakarta: Salemba Empat, 2008. Suharto, Edi. CSR & COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan di Era Globalisasi. Bandung: Penerbit Alpabeta, 2010. ________. “Pekerjaan Sosial Industri, CSR, dan ComDev.” Makalah disampaikan pada workshop tentang Corporate Social Responsibility (CSR), Lembaga Studi Pembangunan-STKS, Bandung, 29 Nopember 2006. ________. Peta dan Dinamika Wellfare State Di Beberapa Negara: Pelajaran apa yang bisa dipetik untuk membangun Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui Desentralisasi Di Indonesia pada 25 Juli 2006. ________.
“Negara
Kesejahteraan
dan
Reinventing
Depsos.”
www.policy.hu/suharto/Naskah%PDF/ReinventingDepsos.pdf. Diunduh pada 11 Mei 2011. ________. “Menggagas Standar Audit Program CSR.” www.policy.hu/suharto. Diunduh pada 31 Maret 2011. Sukada, Sony dan Jalal. “Selayang Pandang CSR: Ringkasan Membumikan Bisnis Berkelanjutan”, CSR Untuk Penguatan Kohesi Sosial. Jakarta: Indonesia Business Link, 2008.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia
90
Supardji. Penanaman Modal Di Indonesia Insentif v. Pembatasan. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, 2008. “The Evolution of CSR”, http://thinkingshift.wordpress.com/2007/03/27/theevolution-of-csr/. Diunduh pada 15 Januari 2011. Triwibowo, Darmawan dan Sugeng Bahagijo. Mimpi Negara Kesejahteraan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006. Wahyudi,
Dudi.
“Perlakukan
PPh
http://dudiwahyudi.com
terhadap
biaya
CSR
Perusahaan.”
/pajak/tag/corporate-social-responsibility.
Diunduh pada 11 Mei 2011. Wolf, Martin. Globalisasi Jalan Menuju Kesejahteraan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007. www.law.cornell.edu/uscode/html/uscode26 /usc_sec_26_00000170----000-.html. www.wbscd.org/templates/TemplateWBSCD5/layout.asp?type=p&MenuId=MTE 0OQ. Diunduh pada 31 Maret 2011. www.iso.org/iso/socialresponsibility_2006-en.pdf. Diunduh pada 31 Maret 2011. www.newmont.co.id/ID/social_responsibility_programs.htm. Diunduh pada
15
Januari 2011. www.ced.org/about/about-ced. Diunduh pada 26 Maret 2011. www.pajak.go.id/dmdocuments/siaranpers-101125.pdf. Diunduh pada 11 Mei 2011. Zain, Mohammad. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat, 2008.
Analisis hukum...,Adhy Winawan,FHUI,2011
Universitas Indonesia