UMUR DAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN AMENORRHOE Elisabeth Tiwi*, Arimina Hartati Pontoh* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email :
[email protected]
ABSTRAK Pendahuluan : Amenorrhoe merupakan keadaan dimana wanita usia subur tidak mendapatkan haid, sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Penyebab amenorrhoe diantaranya gangguan hipotalamus, gangguan hipofisis dan hormon yang dapat dialami semua wanita dan besar kemungkinan terjadi pada akseptor kontrasepsi suntik 3 bulan. Di BPS Zul Choliyah dari tahun 2011-2013 rerata kejadian amenorrhoe (91 %). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umur dan lama pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan dengan kejadian amenorrhoe. Metode : Desain penelitian adalah desain deskriptif dengan data sekunder. Populasi penelitian (60 orang) dan besar sampel (60 orang) yang dipilih secara sampling jenuh dimana semua anggota populasi dijadikan sampel kemudian dilakukan tabulasi frekuensi dan tabulasi silang. Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian amenorrhoe dipengaruhi oleh umur dan lama pemakaian akseptor. Berdasarkan uji tabulasi silang didapatkan kejadian amenorrhoe mayoritas dialami oleh akseptor yang berusia > 35 tahun, dan dengan lama pemakaian ≥ 15 bulan. Diskusi : Petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan KIE yang tepat serta dapat mengatasi efek samping dari metode alat kontrasepsi, sehinggadapat mengurangi kecemasan akseptor KB Kata Kunci : umur, amenorrhoe, lama pemakaian karena kelebihan progesteron adalah perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan diselingi bertambah berat badan, jerawat, mamma mengecil, fluor albus dan amenorrhoe. Pada akseptor KB suntik terjadi karena ketidak seimbangan hormon menyebabkan endometrium mengalami perubahan histologi berupa degenerasi atau atrofi(Saifuddin, A.B., 2006). Menurut WHO, pada 5 tahun terakhir (2009-2014) terdapat 7 dari 10 wanita yang berpeluang mengalami amenorrhoe. Di Indonesia sendiri kejadian amenorrhoe telah terjadi (45 %) dari 198.000 akseptor kontrasepsi suntik 3 bulan dalam 5 tahun terakhir (20092014). Sementara berdasarkan data dari Dinas kesehatan Provinsi Jawa Timur pada bulan Juli– Desember 2013, dari 9334 akseptor yang mengalami efek samping akibat pemakaian kontrasepsi (40,3%) diantaranya mengalami amenorrhoe dan diharapkan tidak ada peningkatan lagi setelahnya (Depkes, 2014). Metode KB suntik 3 bulan menggunakan medroksi progesteron (sejenis progestin) yang disuntikkan 1 kali setiap 12 minggu ke dalam otot bokong atau lengan atas.Suntikan ini sangat efektif tetapi bisa mengganggu siklus menstruasi.Pemakai KB suntik kebanyakan tidak
PENDAHULUAN Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan, upaya itu dapat bersifat sementara maupun permanen. Ada dua pembagian cara kontrasepsi yaitu kontrasepsi sederhana dan kontrasepsi modern. Salah satu contoh alat kontrasepsi modern adalah KB suntik (Saifuddin, A.B., 2006). KB suntik untuk kontrasepsi sendiri terdiri dari dua macam yaitu suntikan progestin dan suntikan kombinasi.Dua macam KB suntik tersebut terdiri dari komponen estrogen dan komponen progesteron atau salah satu dari komponen tersebut yaitu progesteron.Estrogen mempunyai khasiat kontrasepsi dengan jalan mempengaruhi ovulasi, perjalanan ovum atau implantasi sedangkan progesteron mempunyai khasiat melalui pengentalan lendir serviks, menghambat kapasitas sperma, perjalanan ovum,implantasi dan ovulasi terhambat (Saifuddin, A.B., 2006). KB suntik selain mempunyai keuntungan juga memiliki beberapa macam kerugian salah satunya masih ada efek samping yang terjadi.Efek samping dari pemakaian KB suntik berdasarkan komponen estrogen yakni rasa mual, retensiamenorrhoecairan, sakit kepala, nyeri pada mamma dan fluor albus.Sedangkan efek 25
mengalami menstruasi pada 15 bulan setelah suntikan pertama dan yang lainnya mengalami perdarahan tidak teratur dan spotting (bercak perdarahan) selama lebih dari 11 hari setiap bulannya. Hal ini juga dirasakan wanita dengan usia 35 dan 35 tahun keatas dimana pada fase ini hormon progesterone yang terdapat dalan kontrasepsi suntik 3 bulan mengacaukan siklus menstruasi sehingga tidak terjadi ovulasi dan terjadilah amenorrhoe (Saifuddin, A.B., 2006).
Choiliyah Surabaya periode Januari-April 2014 lebih banyak terjadi pada umur > 35 tahun (88 %) dibandingkan dengan umur < 20 tahun (66,67 %) dan pada umur 20-35 tahun (65 %). Tabel1 Tabulasi Silang antara Umur Akseptor Kontrasepsi Suntik 3 Bulan dengan Kejadian Amenorrhoe di BPS Ny.Zul Choiliyah Surabaya Periode JanuariApril 2014. Umur (tahun)
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan lama pemakaian dan umur akseptor kontrasepsi suntik 3 bulan dengan kejadian amenorrhoe di BPS Ny. Zul Choiliyah Surabaya periode januari-april 2014.. Populasi adalah seluruh akseptor kontrasepsi suntik 3 bulan yang mengalami Amenorrhoe periode Januari-April 2014 dan seluruhnya diteliti. Variabel penelitian adalah lama pemakaian, umur dan kejadian amenorrhoedi BPS Ny Zul Choiliyah Surabaya Periode januari-April 2014. Instrumen penelitian adalah data sekunder.
<20 20-35 >35
Amenorrhoe Tidak % ∑ % 66,67 5 33,33 65 7 35 88 3 12
Ya ∑ 10 13 22
Jumlah ∑ 15 20 25
% 100 100 100
Sumber:Data Sekunder Yang Diolah Oleh Peneliti.
Sedangkan hasil tabulasi silang antara lama pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan dengan kejadian amenorrhoe di BPS Zul Choiliyah Surabaya periode Januari-April 2014 dikategorikan menjadi 2 yaitu>15 bulan dan ≥ 15 bulan dengan akseptor kontrasepsi suntik 3 bulan yang mengalami amenorrhoe dan tidak mengalami amenorrhoe.dapat dilihat pada tabel 2. dibawah ini. Tabel 2. Tabulasi silang antara Lama Pemakaian Kontrasepsi Suntik 3 Bulan dengan Kejadian Amenorrhoe di BPS Ny Zul Choiliyah Surabaya Periode JanuariApril 2014
HASIL DAN PENELITIAN Distribusi lama pemakaian akseptor suntik 3 bulan di BPS Zul Chiliyah periode Januari-April 2014 dikategorikan menjadi 2 yaitu 15 bulan dan dan ≥ 15 bulan, dapat disimpulkan bahwa mayoritas lama pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan di BPS Zul Choiliyah periode Januari-April 2014 ≥ 15 bulan (88,33 %). Distribusi kejadian amenorrhoe pada akseptor kontrasepsi suntik 3 bulan di BPS Zul Choiliyah Surabaya periode Januari-April 2014 dikategorikan menjadi 2 yaitu mengalami amenorrhoe dan tidak mengalami amenorrhoe, dapat disimpulkan bahwa mayoritas akseptor kontrasepsi suntik 3 bulan di BPS Zul Choiliyah mengalami kejadian amenorrhoe sebesar (75 %). Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dibuat tabulasi silang antara umur akseptor kontrasepsi suntik 3 bulan dengan kejadian amenorrhoe di BPS Zul Choiliyah Surabaya periode JanuariApril 201. Hasil tabulasi silang antara Umur Akseptor Kontrasepsi Suntik 3 Bulan dengan Kejadian Amenorrhoe di BPS Ny.Zul Choiliyah Surabaya Periode Januari-April 2014 menyimpulkan bahwa kejadian amenorrhoe di BPS Zul
Lama Pemakaian
Amenorrhoe Ya Tidak
Jumlah
∑
%
∑
%
∑
%
< 15 bulan
4
57,14
3
42,86
7
100
≥ 15 bulan
50
94,33
3
5,67
53
100
Sumber: Data Sekunder Yang Diolah Oleh Peneliti
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa bahwa kejadian amenorrhoe di BPS Zul Choiliyah Surabaya periode Januari-April 2014 lebih banyak terjadi pada lama pemakaian < 15 bulan (94,33 %) dibandingkan ≥ 15 bulan (57,14 %). Tabel 3. disimpulkan bahwa kejadian amenorrhoe di BPS Zul Choiliyah Surabaya periode Januari-April 2014 lebih banyak terjadi pada umur > 35 tahun dengan lama pemakaian ≥ 15 bulan (92 %) dibandingkan dengan umur 2035 tahundengan lama pemakaian ≥ 15 bulan (90 %) dan pada umur < 20 tahun dengan lama pemakaian ≥ 15 bulan (80 %). 26
Tabel3 Tabulasi silang antara Umur Akseptor Kontrasepsi Suntik 3 Bulan dengan Lama Pemakaian Kontrasepsi Suntik 3 Bulan di BPS Ny Zul Choiliyah Surabaya Periode Januari-April 2014. Umur
< 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun ∑
∑
Lama Pemakaian < 15 bulan
≥ 15 bulan
∑
%
∑
%
∑
%
3
20
12
80
15
100
2
10
18
90
20
100
2
8
23
92
25
100
7
bulan. Hal ini sesuai Hartanto. H (2010) bahwa pada penggunaan kontrasepsi suntik progesteron, respon kelenjar hipofise terhadap GonadotropinReleazing-Hormone eksogenous tidak berubah sehingga memberi kesan proses terjadinya di hipotalamus daripada di kelenjar hipofise. Hal ini dapat menghambat ovulasi melalui efek langsung pada kelenjar hipofise. Penggunaan kontrasepsi suntik ini tidak akan menyebabkan keadaan hypoekstrogenik, selain itu dapat menyebabkan endometrium dangkal dan atrofi dengan kelenjarkelenjar yang tidak aktif. Jika pemakaian dilakukan pada jangka lama endometrium dapat menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga terdapat sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi. Tetapi perubahan - perubahan tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah suntik yang terakhir. Selain itu Sperrof. L (2005) menambahkan bahwa terdapat hormon progesteron yang terkandung dalam kontrasepi suntik menyebabkan penebalan mukusserviks dan perubahan pada endometrium. Akibat dari kadar progesteron dalam sirkulasi cukup tinggi dan menghambat lonjakan LH secara efektif sehingga tidak terjadi menstruasi atau amenorrhoe. Oleh karena itu . Pada pemakaian ≥ 15 bulan dimana proses menstruasi telah terhenti, akseptor diharapkan untuk menggati alat kontrasepsinya dengan kontrasepsi mantap non hormonal sebagai penanggulangan keresahan akseptor dalam menghadapi keadaan tidak haid akibat kontrasepsi suntik 3 bulan (Arum dan Sujiyatini, 2011). Pasangan usia subur (PUS) yang sudah tidak ingin memilki keturunan lagi diharapkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang seperti kontrasepsi Implant dan IUD, hal ini dikarenakan Implant dan IUD merupakan alat kontrasepsi yang memiliki efektifitas dan reversibilitas tinggi. Selain sederhana, kontrasepsi Implant dan IUD dapat diandalkan serta pemakaiannya dengan jangka lama dan murah harganya sehingga terjangkau bagi masyarakat.Tak kalah pentingnya petugas kesehatan juga, harus meningkatkan kemampuan dalam hal ketrampilan pemasangan dan pelepasan alat kontrasepsi Implant dan IUD, karena untuk melakukan hal itu harus benar-benar dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan pencapaian program KB dengan kebijakan pemerintah dalam melakukan pelayanan, petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang
53
60
Sumber:Data Sekunder Yang Diolah Oleh Peneliti.
PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas kejadian amenorrhoe di BPS Zul Choiliyah Surabaya periode Januari-April 2014 lebih banyak terjadi pada umur >35 tahun. Hal ini sesuai dengan teori Sperrof. L (2005) bahwa pada umur >35 tahun, akibat penggunaan kontrasepsi suntik kadar progesteron di dalam sirkulasi cukup tinggi, hal ini akan menyebabkan negativ feed back baik ke hipotalamus (mengurangi sekresi GNRH) maupun secara langsung ke hipofisis anterior (mengurangi sekresi FSH dan LH). Kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi sentakan LH. Penurunan sekresi FSH menyebabkan tidak terjadinya perkembangan folikel sedangkan penurunan sekresi LH menyebabkan tidak terjadinya pematangan folikel dan ovulasi. Keadaan ini menyebabkan tidak terjadinya menstruasi atau amenorrhoe. Sehingga pada umur >35 tahun adalah masa untuk mengakhiri kesuburan atau tidak ingin hamil lagi. Ibu dengan usia diatas >35 tahun dianjurkan tidak hamil atau tidak punya anak lagi karena alasan medis, pada usia ini pilihan utama sebaiknya adalah kontrasepsi mantap (IUD) non hormonal untuk meminimalisir keresahan akseptor sebagai dampak psikologis dalam menghadapi keadaan tidak haid akibat kontrasepsi suntik 3 bulan. Hasil penelitian ini memperoleh data bahwa mayoritas kejadian amenorrhoe di BPS Zul Choiliyah Surabaya periode Januari-April 2014 lebih banyak terjadi pada lama pemakaian ≥ 15 27
macam-macam metode alat kontrasepsi yang meliputi cara kerja, indikasi, kontraindikasi serta efek samping dari setiap macam-macam metode kontrasepsi dan disesuaikan dengan kondisi klien terutama kondisi kesehatan fisik sehingga akseptor KB bisa lebih paham dan bisa lebih tepat dalam memilih alat kontrasepsi yang didasarkan terhadap karakteristik klien. Salah satu peranan penting bidan adalah untuk meningkatkan jumlah penerimaan dan kualitas metode KB kepada masyarakat. Sesuai dengan pengetahuan dan ketrampilan bidan, metode KB yang dapat dilaksanakan adalah metode sederhana (kondom, pantang berkala, pemakaian spermisid, dan senggama terputus), metode kontrasepsi efektif (suntik KB, susuk KB, dan AKDR) dan metode kontrasepsi efektif kontap, bidan dapat memberi petunjuk tempat dan waktu kontap dilaksanakan. Adapun dampak yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan risiko tinggi yaitu bisa terjadi keguguran, persalinan prematur, BBLR dan kelainan bawaan, mudah terjadi infeksi, anemia kehamilan, keracunan kehamilan, dan kematian ibu yang tinggi (Saifuddin AB. 2005). Sebagai tenaga kesehatan, upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kehamilan risiko tinggi dengan segala dampak yang mungkin terjadi adalah dengan memberikan KIE pada ibu bahwa umur yang paling aman untuk reproduksi yaitu umur 20 - 34 tahun, dimana organ-organ reproduksi sudah matang dan siap menerima kehamilan dan persalinan serta memberikan KIE pada ibu mengenai keluarga berencana sehingga ibu dapat mengatur jarak kehamilan. Hal ini untuk menambah pengetahuan ibu dan untuk mendeteksi secara dini apabila terjadi komplikasi dan apabila terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan risiko tinggi pada ibu hamil ataupun mempunyai riwayat obstertik jelek maka bisa diantisipasi atau dilakukan rujukan ke fasilitas yang memadai.
Sebagian besar akseptor tidak siap menghadapi perubahan atau efek samping yang ditimbulkan. Hal ini dapat dicegah dengan meningkatkan kualitas pelayanan petugas kesehatan dalam memberikan informasi yang akurat, lengkap dan benar, sehingga pilihan yang diambil adalah pilihan yang rasional, serta mempertimbangkan efektivitas dan efisiensinya. KEPUSTAKAAN Anwar. M ed., 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Arikunto, S., Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif.Jakarta: EGC. Budijanto. D dan Prajoga., 2005. Metodologi Penelitian. Surabaya : Dua Tujuh. Arum, S., 2011.Kontrasepsi Efektif. Bandung : Media Pustaka. Depkes RI. 1994. Keluarga Berencana. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat. Hartanto, H., 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hidayat, A.A.A., 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.Jakarta : Salemba Medika. Manuaba, I.B.G., 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Mochtar, R., 2011. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologis/Obstetri Patologis. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S., 2010.Ilmu Perilaku, Teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S., 2010.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam, 2011.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Ed. 2.Jakarta : Salemba Medika. Pariani, S., 2001.Keluarga Berencana. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat. Saifuddin, A.B., 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifudin, A.B., 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat pengaruh umur dan lamanya pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan terhadap kejadian amenorrhoe pada akseptor KB suntik 3 bulan. Saran Kejadian amenorrhoe yang terjadi pada akseptor KB suntik 3 bulan seringkali menimbulkan kecemasan dalam diri akseptor. 28
Saifudin, A.B., 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Sastrawinata, S., 2010.Buku Ajar Metodologi Penelitian.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sperrof, L., 2005. Buku Ajar Kontrasepsi Kebidanan. Jakarta : EGC. www.liputan6.com., diunduh tanggal 19 Maret 2014 jam 17.00. www.VIVAnews.com., diunduh tanggal 28 Maret 2014 jam 18.00. www.DepkesRI.go.id., diunduh tanggal 28 Maret jam 20.00.
29