Take Home Examination
UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) MATA KULIAH: PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN SOSIAL
DOSEN: Dr. AEP RUSMANA, M.Si EDI SUHARTO, Ph.D
DISUSUN OLEH: HERU SUNOTO (13.01.003)
PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL (STKS) BANDUNG 2013
JAWABAN: 1. Penanganan masalah kesejahteraan sosial perlu dukungan kebijakan sosial. Dalam implementasinya dapat mengacu pada beberapa model kebijakan. Bagaimana pendapat Saudara mengenai model-model kebijakan sosial tersebut pada saat melakukan penanganan kesejahteraan sosial. Jelaskan?
Jawaban: Ada beberapa model kebijakan, semuanya berbeda tergantung perspektifnya masingmasing1. Berdasarkan model pelaksanaannya, ada dua model kebijakan, yaitu: Model Imperatif, yaitu model kebijakan sosial terpusat, yakni seluruh tujuan-tujuan sosial, jenis, sumber, dan jumlah pelayanan sosial seluruhnya telah ditentukan oleh pemerintah. Contoh model kebijakan imperatif adalah berbagai program dan kegiatan yang ada di berbagai departemen dan kementerian di pemerintah pusat, dan dinasdinas di pemerintahan daerah. Model Indikatif/partisipatif, yaitu model kebijakan sosial yang mengupayakan kesamaan visi dan aspirasi seluruh masyarakat. Pemerintah biasanya hanya menentukan sasaran kebijakan secara garis besar, sedangkan pelaksanaannya dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat atau badan-badan swasta (lembaga swadaya masyarakat, atau organisasi sosial). Contohnya adalah kegiatan Posyandu. Berdasarkan ruang lingkupnya, ada dua model kebijakan, yaitu: Model Universal, yaitu kebijakan sosial yang diarahkan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhan pelayanan sosial warga masyarakat secara menyeluruh, tanpa membedakan usia, jenis, kelamin, dan status sosial. Contohnya adalah SJSN yang awal 2014 akan diberlakukan nasional bagi seluruh WNI. Model Selektivitas, yaitu kebijakan sosial yang bersifat selektif, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sosial warga masyarakat tertentu saja. Prinsip selektivitas menyatakan bahwa pelayanan sosial hanya diberikan kepada mereka yang membutuhkan saja, yaitu mereka yang mengalami masalah dan membutuhkan pelayanan tertentu. Contohnya adalah Jamkesmas, PKH, dan KUBE yang dikhususkan bagi masyarakat miskin.
1
Edi Suharto, Analisis kebijakan Publik (Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial), 2005.
Halaman | 2
Berdasarkan keberlanjutan atau keajegannya, ada dua model kebijakan, yaitu: Model Residual, adalah kebijakan sosial yang hanya diperlukan apabila lembagalembaga alamiah yang karena suatu sebab tidak dapat menjalankan peranannya. Pelayanan sosial yang diberikan biasanya bersifat temporal, artinya pelayanan akan segera dihentikan apabila lembaga alamiah dapat berfungsi kembali. Contohnya adalah panti sosial asuhan anak (PSAA), panti wredha untuk lansia, panti rehabilitasi untuk beberapa jenis PMKS lainnya, dan lain-lain. Model
Institusional,
maksudnya
kebijakan
sosial
perlu
dirumuskan
tanpa
mempertimbangkan berfungsi-tidaknya lembaga-lembaga alamiah. Pelayanan sosial yang diberikan bersifat ajeg, melembaga, dan berkesinambungan. Contohnya adalah lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan yang didirikan oleh pemerintah, ia selalu ada meski lembag alamiah (keluarga) mampu memberikan pendidikan dan kesehatan kepada anaknya . Berdasarkan jenis masalah dan sasarannya, ada dua model kebijakan, yaitu: Model Kategorial, yaitu kebijakan yang hanya difokuskan untuk mengatasi suatu permasalahan sosial berdasarkan sektor permasalahan tertentu, misalnya kebijakan sosial di bidang pendidikan, perumahan, ketenagakerjaan. Model Komprehensif, yaitu kebijakan sosial diarahkan tidak hanya untuk mengatasi satu bidang masalah saja, melainkan beberapa masalah sosial yang terkait dan dirumuskan dalam satu formasi kebijakan sosial terpadu. Berdasarkan delapan jenis model kebijakan di atas, kebijakan sosial yang cocok untuk tipikal masyarakat Indonesia adalah kebijakan yang indikatif/partisipatif yang melibatkan peran-serta masyarakat, kebijakan institusional yang selalu ada (sebagai lawan residual), kebijakan universal yang mencakup seluruh segmen kehidupan masyarakat dan semua lapisan/strata manusia, dan kebijakan komprehensif yang mencakup beberapa masalah sosial yang saling terkait dan dirumuskan dalam satu kebijakan yang integrated. 2. Di dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial dalam lingkup kebijakan sosial, perlu adanya lembaga dan instrumen kebijakan. Bagaimana pendapat saudara mengenai kelembagaan tersebut yang di dalamnya dikenal adanya lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jelaskan?
Halaman | 3
Jawaban: Tentang Tripartite Montesquieu. Bentuk pemerintahan yang memisahkan kekuasaan (separation of power) menjadi tiga, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah hasil pemikiran Montesquieu (1689 - 1755).2
3
. Montesquieu menyatakan bahwa untuk
menhindari kezaliman dan korupsi, kekuasaan harus dipisah, tidak boleh ada kekuasaan yang hanya pada satu pihak. Maka, eksekutif adalah pelaksana aturan, legislatif sebagai pembuat aturan, dan yudikatif sebagai kekuasaan kehakiman. Ketiganya berjalan sesuai aturan perundangan yang disepakati bersama.
Pekerja Sosial dalam Tripartite. Korelasinya dengan profesi pekerjaan social dan kebijakan social, maka pekerja social harus mampu melakukan advokasi kepada lembaga
legislatif
sehingga
berbagai
kebijakan
yang
dikeluarkan
mendukung
kesejahteraan rakyat luas, agenda welfare-state harus menjadi agenda legislatif. Misalnya, dukungan peksos terhadap undang-undang (UU) SJSN, UU tentang penanganan fakir-miskin, UU tentang kesejahteraan social, dan lain-lain.
Pekerja social dengan lembaga eksekutif, maka pekerja social harus mampu menjadi pendamping yang baik, mitra bagi eksekutif dalam melaksanakan kebijakan dan perundang-undangan sehingga ada kesamaan visi dan misi dalam pencapaian tujuan pembangunan, yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini juga welfare-state minded. Misalnya, mendorong pemerintah untuk membuka ranah public dalam pelaksanaan berbagai layanan bagi masyarakat, memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam berbagai bantuan social.
Pekerja sosial dengan yudikatif, maka pekerja social menjadi garda terdepan dalam pembelaan Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya berbagai positive-right and negativeright yang dilanggar, baik oleh Negara maupun oleh pihak-pihak tertentu. Misalnya, kasus penindasan, diskriminasi, penerlantaran, kemiskinan, dan lain-lain.
3. Kebijakan sosial juga merupakan ekspresi political-will, kemauan, dan komitmen pemerintah. Dalam implementasinya, tidak terlepas dari berbagai tantangan. Bagaimana menurut Saudara menyikapi berbagai tantangan tersebut. Jelaskan?
2 3
Montesquieu, The Complete Works of M. de Montesquieu (London: T. Evans, 1777), 4 vols. Vol. 2., Montesquieu, The Spirit of Laws, London, Printed for P. Dodesley, R. Owwen, and other Booksellers, 1794.
Halaman | 4
Jawaban: Political-will. Negara harus bisa menjamin kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyatnya. Hal itu jelas tertuang di dalam anamah pembukaan UUD ’45, pasalpasal pasca amandemen ke empat, dan bahkan merupakan sila ke lima Pancasila.
Tujuan yang sangat mulia tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja oleh penyelenggara negara. Maka, negara, yang terdiri atas pemerintah sebagai eksekutif, DPR sebagai legislatif, dan yudikatif, ketiganya harus seirama dalam mengelola negara demi tujuan negara tersebut. Negara yang baik harus melaksanakan amanah UUD ’45. Bukti itikad baik itu adalah dengan melahirkan kebijakan publik yang selaras dengan UUD ’45.
DPR sebagai lembaga legislatif harus melahirkan kebijakan yang selaras dengan UUD ’45. Itu merupakan wujud political will yang baik kepada bangsa. Jika ada kebijakan publik yang tidak selaras dengan UUD ’45, maka itu artinya menciderai konstitusi, dan itu ilegal. Itu dilahirkan oleh semangat political will yang buruk atau karena tidak didasarkan pada pemahaman yang memadai tentang konstitusi. Demikian juga dengan kebijakan publik yang bersifat teknis dalam bentuk inpres, kepres, kepmen, pergub, perbup, perwal, dan turunannya. Tantangan terhadap political-will. Terkait tantangan dalam implementasi political-will, dapat dilihat pada dua sisi, yaitu: a. Tantangan dari dalam -
Tumpang-tindih antar berbagai kebijakan;
-
Ketidaksamaan visi para pengelola negara dalam memaknai kekuasaan;
-
Kepentingan segelintir orang di dalam kekuasaan;
-
Keterbatasan SDM pengelola negara
-
Kurangnya sumber dana dalam mengimplementasikan welfare-state.
-
Ketidakkompakan antara pusat dan daerah.
b. Tantangan dari luar -
Globalisasi ekonomi, termasuk di dalamnya perdagangan bebas, WTO, dan lainlain.
-
Intervensi asing yang melemahkan peran negara dalam menciptakan welfare state.
-
Sikap dan perilaku sebagian masyarakat yang tidak menyukai perubahan positif.
-
Sektor dunia usaha yang berkepentingan untuk masyarakat selalu bergantung kepada luar negeri dan kepentingan bisnis belaka. Halaman | 5
Melihat beragam tantangan di atas, maka hal-hal yang seyogyanya bisa dilakukan untuk melaksanakan political-will, yaitu: a. Melakukan kajian dan evaluasi atas berbagai kebijakan yang saling bertabrakan, kemudian menyelaraskannya dengan tujuan negara dan pasa-pasal dalam UUD ’45. b. Welfare state yang dianut oleh negara Indonesia adalah dibangun kesadaran akan Hak Asasi Manusia, hal ini sesuai dengan pembukaan UUD ’45, “Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.” Maka, visi, misi, dan pemahaman para penyelenggara dalam memaknai kekuasaan adalah Right-Based Approach (RBA). Artinya, segala alat dan fungsi negara harus bisa memberikan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat karena itu adalah hak warga negara tanpa kecuali. Dan memahami pula bahwa segala ketidakberesan dalam pelayanan publik merupakan bentuk pelanggaran HAM. c. Kelemahan bangsa Indonesia adalah bukan pada jeleknya peraturan dan perundang-undangan, tapi pada lemahnya fungsi kontrol. Maka, harus ada ketegasan dalam penegakan hukum sehingga semua aturan bisa berjalan dengan baik. Hal ini bisa meminimalisir pengaruh segelintir orang yang menginginkan sesuatu demi kepentingan pribadi dan golongan. d. Tentang ketidakkompakan antara pusat-daerah, maka harus ada upaya untuk menyamakan pandangan antara pusat-daerah dalam memaknai tata-negara yang baik, tidak boleh ada arogansi pusat dan daerah, tidak boleh ada hubungan kerja pusat-daerah yang tidak mutualistik. e. Peningkatan sumber daya aparatur untuk menyongsong pelaksanaan welfarestate, penguatan ekonomi sektor riil, keberpihakan pemerintah terhadap penguatan ekonomi kelas menengah, kecil, dan mikro. f.
Kesatuan pemerintah dengan swasta dan serta masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Pemerintah harus memberikan ruang bagi keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam tahapan penanganan masalah sosial.
g. Empowering and advocacy kepada masyarakat sehingga mereka makin berdaya, visioner, dan tangguh. Empowering menurut kalangan modernis adalah proses dari Pihak yang Hebat kepada pihak yang tak berdaya, mencetak bagaimana pihak tak berdaya menjadi berdaya. Namun, Empowering menurut kalangan postmodernis adalah proses yang melibatkan partisipasi semua pihak, dan bahkan
Halaman | 6
partisipasi dari orang yang akan diberdayakan.4 Empowering yang cocok diterapkan adalah empowering menurut kalangan post-modernis. h. Memberikan berbagai bantuan sosial dan jaminan sosial bagi sebagian masyarakat yang kurang beruntung. Hal ini untuk meminimalisir kegoncangan akibat
deraan
globalisasi
internasional
dan
perdagangan
bebas
serta
keterpurukan ekonomi.
4. Salah satu pendekatan dalam analisis kebijakan sosial adalah evaluasi kebijakan. Jelaskan pemahaman saudara? Pilih salah satu atau program yang saat ini diimplementasikan di Indonesia dan buat kerangka kerja untuk melaksanakan evaluasi kebijakan/program tersebut. Jawaban: Evaluasi kebijakan adalah upaya sistematis dan ilmiah untuk mengukur sebuah kebijakan apakah telah berhasil atau gagal, perlu diperbaiki atau disempurnakan, atau bahkan perlu kebijakan baru. Evaluasi kebijakan ada tiga jenis, yaitu: Model Evaluasi Proses Model Evaluasi Hasil Model Evaluasi Integratif. Model Evaluasi Proses, adalah model evaluasi kebijakan yang memfokuskan pada proses pembuatan dan pelaksanaan sebuah kebijakan. o Tahapannya: bagaimana kebijakan tersebut dirumuskan, apakah sudah mengikuti tahapan yang ideal berdasarkan standar (teori, pedoman, peraturan UU jika ada); o Aktornya, siapa saja aktor-aktor yang terlibat (dilibatkan) dalam perumusan kebijakan tersebut, apakah hanya elite saja atau melibatkan banyak stakeholders (media massa, orsos, LSM, analis kebjakan); o Keterbukaannya: transparansi, apakah perumusan kebijakan tersebut telah terbuka sejak awal (perumusan isu, masalah adan agenda setting hingga evaluasinya) Model Evaluasi Hasil, adalah mengevaluasi output (keluaran) sesuai dengan tujuan kebijakan dan/atau mengevaluasi dampak kebijakan (manfaat lebih jauh yang timbul akibat diterapkannya kebijakan).
4
Malcolm Payne and Gurid A., Globalization and International Social Work: Post-modern Change and Challenge, Ashgate E-Book, 2008.
Halaman | 7
Model Integratif yang memadukan evaluasi proses dan hasil, mengevaluasi proses maupun hasil dari kebijakan secara terintegrasi. Berdasarkan ketiga model evaluasi kebijakan di atas, saya akan menggunakan Model Evaluasi Hasil, yaitu melalui BSM (Beneficiaries Satisfaction Model) atau model pengukuran kepuasan konsumen. Contoh yang akan saya sasar adalah Program Penanggulangan Kemiskinan melalui Kegiatan KUBE fakir-miskin:
EVALUASI KEBIJAKAN KUBE BERDASARKAN MODEL INDEKS KEPUASAN KLIEN (BENEFICIARIES SATISFACTION MODEL) Skor terrendah adalah bintang satu dan skor tertinggi adalah bintang lima. KEPUASAN No URAIAN 1 2
Sasaran: Keluarga miskin Berbentuk kelompok
3
Program Top-down
4
8
Pembentukan KUBE: Bottom-up Bantuan: Cash-transfer Pendampingan 1 (satu) tahun Jenis UEP: Bottom-up Participatory model
9
Model dana: Hibah
10
Fungsi pemerintah: Regulation Budgeting Managerial Empowering Marketing dan pascaproduksi
5 6 7
11
Effectivity
Efficiency
Adaptability
Acceptability
Coverage
Manageability
*** ***** ***** ***** ***** *** ***** ***** ***** *****
*** ***** ***** ***** ***** *** ***** ***** ***** *****
***** ***** ***** ***** ***** *** ***** ***** ***** *****
***** ***** ***** ***** ***** *** ***** ***** ***** *****
***** ***** ***** ***** ***** *** ***** ***** ***** *****
*** ***** ***** ***** ***** *** ***** ***** ***** *****
*
*
*
*
*
*
***
Halaman | 8