P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Uji Potensi sebagai Tabir Surya Secara in Vitro Fraksi Etil Asetat Kulit Batang Tanaman Bangkal (Nauclea subdita) (In
Vitro Sunscreen Potency Test Of Ethyl Acetate Fraction From Stem Bark Of Bangkal (Nauclea subdita)) Dina Rahmawanty1, Zakiah1, Fadhillaturrahmah1 1Program
Studi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat
Corresponding email:
[email protected] ABSTRAK Bangkal (Nauclea subdita) secara empiris digunakan sebagai kosmetika tradisional oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Ekstrak etanol kulit batang bangkal telah diuji aktivitasnya sebagai antioksidan dan tabir surya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi sebagai tabir surya dari fraksi etil asetat kulit batang bangkal (Nauclea subdita). Uji potensi sebagai tabir surya dari fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal dilakukan secara in vitro dengan menentukan nilai SPF (Sun Protection Factor) menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 290-320 nm dengan metode Mansur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal (Nauclea subdita) memiliki potensi sebagai tabir surya dengan nilai SPF berturut-turut sebesar 18, 21 dan 24 (proteksi ultra). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal (Nauclea subdita) berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sebagai tabir surya alami. Kata Kunci: Kulit batang, Bangkal (Nauclea subdita), Tabir surya PENDAHULUAN
dimanfaatkan dalam industri produk tabir
Penggunaan tabir surya merupakan salah satu
surya.
upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi
Masyarakat
kulit dari efek merugikan yang disebabkan oleh
memanfaatkan kulit batang tanaman bangkal
radiasi UV. Kemampuan suatu tabir surya dapat
(Nauclea subdita) secara tradisional sebagai
melindungi kulit dengan menunda eritema
bedak dingin. Bedak dingin ini berkhasiat untuk
dinyatakan dengan Sun Protection Factor (SPF)
melindungi kulit wajah dari radiasi ultraviolet
(Hassan et al., 2013). Nilai SPF menunjukkan
yang merupakan salah satu komponen utama
berapa kali perlindungan kulit dilipatgandakan
yang dipancarkan oleh sinar matahari (Hassan
sehingga aman di bawah sinar matahari tanpa
et al., 2013). Selain itu, dapat berkhasiat untuk
mengalami eritema (Rai & Srinivas, 2007). Tabir
menghaluskan permukaan kulit, memberi kesan
surya yang beredar di pasaran umumnya
putih (atau kekuningan), menghilangkan flek-
terbuat dari bahan kimia sintetik. Bahan alam
flek
tanaman
membersihkan sel-sel mati pada kulit wajah
asli
Indonesia
belum
banyak
hitam,
daerah
Kalimantan
mencegah
jerawat
Selatan
dan
(Soendjoto & Riefani, 2013).
278
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
METODE PENELITIAN
terdapat dalam ekstrak dan fraksi dari kulit
Pengumpulan dan Pengolahan Sampel
batang bangkal . Skrining fitokimia yang
Kulit batang bangkal diperoleh dari desa
dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, tanin,
Sinar Bulan Kecamatan Satui Kabupaten Tanah
antrakuinon, saponin, triterpen dan fitosterol.
Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Kulit
Sebanyak 1 gram ekstrak etanol dilarutkan
batang bangkal dikumpulkan dengan cara
dengan etanol 70% dalam labu ukur 25 mL,
dikelupas kulit batang utama dengan ketebalan
sedangkan untuk fraksi etil asetat dilarutkan
2-6 mm, disortasi basah, dicuci bersih, dipotong-
dengan etil asetat sebanyak 25 mg dalam labu
potong dengan panjang 10 cm dan lebar 2-3 cm,
ukur 25 mL, lalu filtrat yang diperoleh
dikeringkan dengan oven pada suhu 50 oC
digunakan untuk skrining fitokimia.
selama 12 jam, disortasi kering, diserut,
A. Uji Steroid
dihaluskan dengan blender, lalu diayak dengan
1) Uji Libermann Burchard
ayakan mesh 25.
Sebanyak 50 mg sampel dilarutkan
Ekstraksi dan Fraksinasi Ekstraksi
dilakukan
dengan kloroform kemudian disaring. Filtrat dengan
metode
yang
diperoleh
ditambahkan
asam
asetat
maserasi ultrasonikasi. Sebanyak 1 kg serbuk
anhidrat, lalu dipanaskan dan didinginkan.
simplisia diekstraksi dengan etanol 70% (1:5).
Ditambahkan asam sulfat pekat pada dinding
Sampel diaduk dengan magnetic stirrer pada
tabung secara perlahan-lahan, jika terbentuk
kecepatan 50 rpm selama 15 menit. Sonikasi
cincin coklat menandakan adanya fitosterol
dilakukan selama 30 menit pada suhu 50oC.
(Tiwari et al., 2011).
Kemudian dilakukan perendaman pada suhu
2) Uji Salkowski
kamar selama 1x24 jam. Hasil maserasi disaring
Sebanyak 50 mg sampel dilarutkan
dengan corong Buchner. Remaserasi dilakukan
dengan kloroform kemudian disaring. Filtrat
3x24 jam. Filtrat dipekatkan dengan rotary
yang diperoleh ditambahkan beberapa tetes
vacuum evaporator pada suhu 55oC sampai
asam sulfat pekat, lalu dikocok. Jika campuran
menjadi kental. Kemudian diuapkan dalam
berwarna kuning emas hasil positif triterpen
cawan porselin di atas waterbath hingga bobot
(Tiwari et al., 2011).
tetap.
B. Uji Saponin
Lima gram ekstrak etanol difraksinasi
1) Uji Froth
dengan corong pisah menggunakan pelarut yang
Sebanyak 2 mL sampel ke dalam tabung
memiliki kepolaran berbeda yaitu n-heksana
reaksi kemudian ditambahkan 10 mL akuades
dan etil asetat. Ekstrak kental disuspensikan
lalu
menggunakan akuades terlebih dahulu dengan
perubahan yang terjadi Jika terbentuk lapisan
perbandingan
busa setinggi 1 cm menandakan hasil positif
1:20,
kemudian
dilakukan
fraksinasi dengan pelarut n-heksana (1:20) dan etil asetat (1:20).
selama
15
menit.
Diamati
saponin (Tiwari et al., 2011). 2) Uji Foam
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol dan Fraksi Etil Asetat Skrining
dikocok
Sebanyak 2 mL sampel dikocok dengan 2 mL air. Jika terbentuk busa yang bertahan
fitokimia
bertujuan
untuk
mengetahui senyawa metabolit sekunder yang
selama 10 menit menandakan hasil positif saponin (Tiwari et al., 2011). 279
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
C. Uji Flavonoid
F. Uji Antrakuinon
1) Uji Reagen Alkalin
Uji Antrakuinon dilakukan dengan cara
Sebanyak 2 mL sampel ditambahkan
melarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL akuades
beberapa tetes larutan NaOH. Jika terbentuk
kemudian disaring, filtrat diekstrak dengan 5
larutan berwarna kuning yang akan memudar
mL
warnanya jika ditambahkan campuran asam,
ditambahkan dengan amonia lalu dikocok, bila
menandakan adanya flavonoid (Tiwari et al.,
terdapat warna merah hasil positif mengandung
2011).
antrakuinon(Marliana et al., 2005).
2) Uji Timbal Asetat
benzena.
Hasil
ekstrak
kemudian
Penentuan Nilai SPF
Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke
Penentuan
nilai
metod
secara
invitro
sebagai
berikut:
dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 1 mL
dilakukan
Pb Asetat 10% dan dikocok. Perubahan warna
sebanyak 25 mg fraksi etil asetat dilarutkan
larutan menjadi warna coklat kekuningan
dalam 5 mL etanol 70% p.a, diperoleh larutan
menandakan adanya flavonoid (Solihah et al.,
baku induk 5000 ppm. Kemudian dilakukan
2012).
pengenceran berbagai konsentrasi 50 ppm, 100
D. Uji Alkaloid
ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm dan 300
1) Uji Dragendroff’s
dengan
SPF
ppm. Larutan seri kadar dibaca serapannya
Sebanyak 1 mL filtrat ditambahkan dengan
pada panjang gelombang antara 290-320 nm
3 tetes H2SO4 lalu ditambah 1 mL reagen
setiap interval 5 nm, blanko yang digunakan
Dragendroff’s (kalium bismut iodida) terbentuk
adalah etanol 70% p.a. Nilai SPF dihitung
endapan berwarna merah hasil positif alkaloid
dengan menggunakan persamaan matematis
(Tiwari et al., 2011).
Mansur et al. (1986), persamaan dapat dilihat
2) Uji Meyer’s
sebagai berikut:
Sebanyak 1 mL filtrat ditambahkan dengan 3 tetes H2SO4 lalu ditambah 1 mL reagen Meyer’s (kalium merkuri iodida) terbentuk endapan berwarna kuning menandakan adanya alkaloid (Tiwari et al., 2011). E. Uji Tanin
Keterangan: EE = Spektrum efek eritema
1) Uji Besi (III) Klorida
I = Intensitas spektrum sinar
Sebanyak 1 mL sampel ditambahkan
Abs = Serapan tabir surya
dengan 1 mL FeCl3 3%. Adanya endapan hijau kehitaman menandakan adanya tanin (Solihah et al., 2012). Sebanyak 2
Potensi atau tingkat kemampuan tabir surya dikelompokkan berdasarkan nilai SPF menurut
2) Uji Gelatin dengan
CF = Faktor koreksi
ketentuan FDA dapat dilihat pada tabelsebagai 2
mL
mL
sampel
larutan
ditambahkan
gelatin
1%
berikut:
yang
mengandung NaCl. Jika terbentuk endapan berwarna putih menandakan adanya tanin (Tiwari et al., 2011). 280
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Tabel 1. Tingkat kemampuan tabir surya berdasarkan nilai SPF (Wilkinson et al., 1982) SPF 2-4 4-6 6-8 8-15 ≥ 15
Kategori Proteksi Tabir Surya Proteksi minimal Proteksi sedang Proteksi ekstra Proteksi maksimal Proteksi ultra
HASIL DAN DISKUSI
pada
Sampel yang digunakan pada penelitian
suhu
50oC
meningkatkan
yang
bertujuan
permeabilitas
untuk
dinding
sel
ini adalah kulit batang dari tumbuhan Bangkal
tumbuhan sehingga lebih permeabel dilewati
(Nauclea subdita). Dasar pemilihan sampel ini
oleh pelarut dan senyawa aktif dari serbuk
karena dimanfaatkan secara tradisional oleh
simplisia lebih cepat terlarut dalam pelarut
masyarakat Kalimantan Selatan sebagai bedak
(Depkes RI, 2000).
dingin yang dipercaya secara empiris dapat
Ekstrak
kental
yang
diperoleh
berkhasiat untuk melindungi kulit wajah dari
difraksinasi dengan pelarut yang memiliki
radiasi ultraviolet yang merupakan salah satu
kepolaran yang berbeda. Tingkat kepolaran
komponen utama yang dipancarkan oleh sinar
pelarut yang berbeda pada proses fraksinasi
matahari (Hassan et al., 2013).
akan mempengaruhi jenis dan kadar senyawa
Simplisia dihaluskan hingga
kulit
dengan
menjadi
menggunakan
batang
menggunakan
serbuk,
ayakan
kemudian
mesh
25.
bangkal
aktif yang terkandung (Widyawati et al., 2010).
blender
Pelarut yang digunakan yakni n-heksana, dan
diayak
etil asetat sehingga diperoleh fraksi n-heksana
Simplisia
dan
fraksi
etil
asetat.
Pelarut
n-heksana
diperkecil bentuknya menjadi serbuk bertujuan
digunakan untuk menarik senyawa nonpolar
agar memiliki luas permukaan yang besar. Luas
seperti
permukaan serbuk yang besar lebih mudah
sedangkan etil asetat untuk menarik senyawa
diadsorpsi
yang
pelarut
sehingga
dapat
minyak bersifat
atsiri,
lemak
semipolar
dan
seperti
resin, steroid,
meningkatkan laju disolusi (Sinko & Singh,
terpenoid dan flavonoid (Pranata, 2013). Fraksi
2011) sehingga menghasilkan hasil ekstraksi
etil asetat yang diperoleh yakni fraksi kering
yang optimal. Semakin kecil ukuran partikel,
berupa serbuk kering yang berwarna kuning
semakin besar luas bidang kontak antara
kecoklatan. Fraksi etil asetat kulit batang
padatan dan pelarut, serta semakin pendek jalur
bangkal dapat dilihat pada Gambar 1.
difusinya sehingga semakin banyak senyawa aktif yang tersari ke dalam pelarut. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi yang dimodifikasi dengan ekstraksi ultrasonik. Sonikasi dilakukan selama 30 menit
281
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Gambar 1. Fraksi etil asetat kulit batang bangkal (Nauclea subdita) Skrining
fitokimia
bertujuan
untuk
skrining fitokimia golongan senyawa ekstrak
mengetahui golongan senyawa yang terdapat
etanol
kulit
batang
bangkal
mengandung
dalam ekstrak etanol dan fraksi etil asetat dari
alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, triterpen dan
kulit batang tanaman Bangkal(Nauclea subdita).
fitosterol. Fraksi etil asetat dari kulit batang
Skrining fitokimia yang dilakukan meliputi uji
bangkal mengandung flavonoid, fitosterol dan
alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid
triterpen. Hasil skrining fitokimia dapat dilihat
(triterpen dan fitosterol) dan antrakuinon. Hasil
pada tabel 2.
Tabel 2. Skrining fitokimia ekstrak etanol dan fraksi etil asetat kulit batang bangkal (Nauclea subdita) Golongan Senyawa Ekstrak Etanol Fraksi Etil Asetat Fitosterol + + Steroid Triterpen + + Flavonoid + + Alkaloid + Tanin + Saponin + Antrakuinon Keterangan : (+) : terdapat golongan senyawa (-) : tidak terdapat golongan senyawa Nilai Sun Protection Factor (SPF) digunakan
mengukur
kemampuan
sebagai parameter penentuan potensi tabir
berpotensi
sebagai
surya
menggunakan
melindungi kulit dari UV-B. UV-B memiliki
spektrofotometer UV-Vis. Penentuan nilai SPF,
energi yang dapat menembus lapisan paling luar
ditentukan dengan menggunakan persamaan
kulit (epidermis) yang efeknya dapat terlihat
matematis yang dikembangkan oleh Mansur et
secara langsung berupa eritema (Rai & Srinivas,
al. (1986). Berbagai konsentrasi larutan sampel
2007).
yang
diukur
dengan
fraksi etil asetat diukur serapannya pada panjang gelombang 290-320
yang
surya
dalam
Pengujian tingkat kemampuan atau potensi
Panjang
tabir surya secara invitro dengan penentuan
panjang
nilai SPF fraksi etil asetat kulit batang bangkal
gelombang UV-B. Percobaan dilakukan pada
pada konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm,
panjang
200 ppm, 250 ppm, 300 ppm dan 350 ppm. Nilai
gelombang
tersebut
gelombang
nm.
tabir
senyawa
merupakan UV-B
karena
untuk
282
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
SPF menyatakan berapa kali daya tahan alami
sebanyak 10 kali daya tahan alami kulit
kulit seseorang dilipatgandakan sehingga aman
seseorang jika berada di bawah matahari.
di bawah matahari tanpa mengalami eritema
Kenaikan nilai SPF pada tiap konsentrasi fraksi
(Rai & Srinivas, 2007). Nilai SPF 10 menyatakan
dapat dilihat pada Gambar 2.
suatu
senyawa
dapat
melipatgandakan
Gambar 2. Grafik nilai SPF pada tiap konsentrasi fraksi etil asetat kulit batang bangkal (Nauclea subdita) Berdasarkan grafik pada gambar 2, dapat
ini dikarenakan kandungan flavonoid yang
dikelompokkan tingkat kemampuan tabir surya
terdapat pada fraksi etil asetat kulit batang
berdasarkan nilai SPF menurut ketentuan FDA
tanaman bangkal. Flavonoid memiliki gugus
(Wilkinson et al., 1982). Fraksi etil asetat kulit
kromofor berupa gugus aromatik terkonjugasi
batang bangkal dengan konsentrasi 50 ppm dan
yang dapat menyerap radiasi UV, terutama UV-B
100 ppm diperoleh nilai SPF berturut-turut 4
yang
dan 5 yang berada dalam rentang 4-6, termasuk
Penyerapan gugus kromofor terhadap UV-B
memiliki tingkat kemampuan proteksi sedang.
mampu mengurangi energi UV-B yang dapat
Fraksi etil asetat kulit batang bangkal dengan
menembus kulit sehingga dapat menunda efek
konsentrasi 150 ppm dan 200 ppm diperoleh
eritema (Wolf et al., 2001). Mekanisme golongan
nilai SPF berturut-turut 10 dan 11 yang berada
senyawa flavonoid berpotensi sebagai tabir
dalam rentang 8-15, termasuk memiliki tingkat
surya dianalogikan seperti mekanisme tabir
kemampuan proteksi maksimal. Fraksi etil
surya
asetat kulit batang bangkal dengan konsentrasi
penyerapan.
250 ppm, 300 ppm, dan 350 ppm diperoleh nilai
dapat
kimia
menyebabkan
yakni
efek
dengan
eritema.
mekanisme
Mekanisme tabir surya sebagai penyerap
SPF berturut-turut 18, 21, dan 24 berada dalam
adalah
terjadi
delokalisasi
elektron
yang
kategori lebih dari 15, termasuk memiliki
menyebabkan eksitasi elektron dari energi
tingkat kemampuan proteksi ultra.
rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
Eksitasi tersebut memerlukan energi, maka
fraksi etil asetat kulit batang bangkal berpotensi
elektron menyerap energi dari radiasi UV.
sebagai tabir surya. Potensi sebagai tabir surya
Ketika elektron kembali ke tingkat energi yang 283
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
lebih rendah maka elektron melepaskan energi
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari
yang lebih rendah dari energi yang semula
penelitian ini adalah fraksi etil asetat kulit
diserap. Radiasi UV dengan energi yang lebih
batang bangkal menunjukkan potensi sebagai
rendah
tidak
tabir surya pada konsentrasi 50 ppm, 100 ppm,
menyebabkan efek eritema pada kulit (Wolf et
150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, 300 ppm dan 350
al., 2001).
ppm dengan nilai SPF berturut-turut sebesar 4
akan
berkurang
atau
dan 5 (proteksi sedang); 10 dan 11 (proteksi KESIMPULAN
maksimal); 18, 21 dan 24 (proteksi ultra). DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hassan, I., K. Dorjay, A. Sami, & P. Anwar. 2013. Suncreens and Antioxidant as Photo-Protective Measures: An Update. Our Dermatol Online. 4: 369-374. Mansur, J. S., M. N. R. Breder, M. C. A.Mansur, & R. D. Azulay. 1986. Determination of Sun Protection Factor by Ultraviolet Spectrophotometry. Anais Brasileiros de Dermatologia. 61 : 121-124. Marliana, S. D., V. Suryanti & Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Komponen kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Eksrak Etanol. Biofarmasi. 3: 26-31. Pranata, R. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Kloroform Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei Britton dan Rose) Menggunakan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak. Rai, R. & C. R. Srinivas. 2007. Photoprotection. Indian Journal Dermatology, Venereology, and Leprology. 73: 73-79.
Sinko, P. J., & Singh, Y. 2011. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 6th Edition. Baltimore, Lippicott Williams & Wilkins. Soendjoto, M. A. & M. K. Riefani. 2013. Bangkal (Nauclea sp.) Tumbuhan Lahan Basah Bedak Dingin. Warta Konservasi Lahan Basah. 21: 13 dan 18. Solihah, M.A., W.R.W.Ishak & N.A. Rahman. 2012. Phytochemical Screening and Total Phenolic Content of Malaysian Zea mays hair Extracts. International Food Research Journal. 19: 15321538. Tiwari, P., B. Kumar, M. Kaur, G. Kaur, & H. Kaur. 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceuticasciencia. 1: 98-106. Widyawati, P. S., C. H. Wijaya, P. S. Harjosworo & Dondin Sajuthi. 2010. Pengaruh Ekstraksi dan Fraksinasi terhadap Kemampuan Menangkap Radikal Bebas DPPH (1,1-Difenil-2Pikrilhidrazil) Ekstrak dan Fraksi Daun Beluntas (Pluchea Indica Less). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wolf, R., D. Wolf, P. Morganti & V. Ruocco. 2001. Sunscreen. Clinics in Dermatology. 19: 252-459.
284