UJI POTENSI BERBAGAI FORMULA BAKTERI ENDOFITIK SEBAGAI PUPUK HAYATI TIGA VARIETAS PADI (Oryza sativa) DI LAHAN KERING Ali Ikhwan1*), Sufianto1) dan Detaliya 2) 1
) Agrotechnology Department, 2)Student of Agronomy Department, Faculty of Agruculture and Animal Husbandry University of Muhammadiyah Malang,
[email protected]
Abstrak Luas lahan kering di Indonesia lebih kurang 150 juta ha yang belum termanfaatkan secara optimal untuk menopang ketahanan pangan nasional. Upaya peningkatan produksi pangan di lahan kering, salah satunya adalah melalui inovasi teknologi dengan memanfaatkan bakteri endofitik sebagai pupuk hayati padi di lahan kering. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji aplikasi pemberian bakteri endofitik terhadap beberapa varietas tanaman padi di lahan kering. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) tersarang dengan 2 faktor. Faktor pertama varietas (V) trdiri dari tiga taraf yaitu varietas Cibogo, varietas Inpari 10, dan varietas Batu Tegi. Faktor kedua pemberian macam formula (M) terdiri dari empat taraf yaitu tanpa pemberian formula (kontrol), formula 1, formula 2 dan formula 3 masing-masing diulang 3 kali. Variabel yang diamati tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, berat kering tajuk, berat kering akar, berat 1000 biji, berat gabah hampa, persentase gabah hampa, dan berat gabah kering panen.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi varietas padi dengan pemberian macam formula dan tidak berpengaruh nyata dengan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, berat kering tajuk, berat kering akar, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, dan berat 1000 biji. Tetapi, pengaruh nyata dengan jumlah malai pada 14 MST dan berat gabah kering panen. Potensi pertumbuhan terbaik terdapat pada varietas Batu tegi sebesar 106,59 cm. Potensi produksi tertinggi dan dapat bertahan dalam cekaman kekeringan adalah formula 1 dengan hasil berat gabah kering panen 37,63 g per tanaman. Kata Kunci : Lahan kering, Bakteri, Endofitik, Padi. I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang. Ketahanan pangan yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia adalah definisi versi Organisasi Pangan Dunia (FAO). FAO menjamin ketersediaan dan harga pangan utama yang stabil, baik di tingkat internasional maupun nasional. Bertambahnya gizi buruk, kelaparan dan ketahanan pangan dunia harus bisa diatasi (Khudori, 2009). Di Indonesia persoalan pangan telah menjadi isu utama saat ini terletak pada sektor pertanahan dari tahun 2005, diperkirakan terjadi alih fungsi lahan sawah beririgasi 42,40%. Masalah bidang produksi pangan lainnya yakni sentral produksi pangan didaerah tertentu hampir 60% berasal dari Jawa yang 40% diantaranya di Jawa Timur. (Anonim, 2010). Produksi pangan masih tergantung pada musim. Pada musim penghujan hasil panen akan tinggi atau meningkat sedangkan pada musim kemarau hasil panen menurun. Masalah yang sering dihadapi kelompok tani adalah dampak negatif dari kualitas lingkungan seperti pencemaran air, tanah dan udara akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Upaya peningkatan produksi padi salah satunya adalah melalui inovasi teknologi varietas unggul baru. Anonim (2014), peningkatan produktifitas usaha tani komoditi tanaman, 60-65 % ditentukan oleh penggunaan benih/bibit unggul. Usaha lainnya, memanfaatkan bakteri yang hidup di dalam jaringan tumbuhan sebagai pupuk hayati dikenal dengan nama bakteri endofitik.
214
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Bakteri endofitik adalah bakteri yang hidup di dalam jaringan tumbuhan tanpa menyebabkan gejala penyakit tetapi tidak bersifat parasit bahkan bermanfaat bagi inang yang ditempatinya (Sturz dan Nowak, 2000). Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan evaluasi tentang penggunaan varietas unggul serta pemanfaatan bakteri endofitik yang dapat meningkatkan produksi tanaman di lahan kering. Tujuan Penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji aplikasi pemberian bakteri endofitik terhadap beberapa varietas tanaman padi di lahan kering. 2. METODE PENELITIAN Alat. Peralatan yang digunakan adalah cangkul, timbangan, sprayer, keranjang, karung, alat tulis, sabit, oven, wadah plastik, martil. Bahan. Bahan-bahan yang diperlukan adalah pupuk hayati cair yaitu bakteri endofitik, media tanam padi adalah tanah kering, air, bibit tanaman padi (Oryza sativa.), label, plastik ultraviolet (UV), pupuk kandang, paku, bambu. jaring-jaring burung, kertas oven, plastik. Pelaksanaan Penelitian. Pelaksanaan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Tersarang dengan 2 faktor. Masing-masing diulang 3 kali. Faktor pertama Varietas (V) terdiri dari; V1: Varietas Cibogo; V2: Varietas Inpari 10 dan V3: Varietas Batu Tegi. Faktor kedua macam formula (M) bakteri endofitik yaitu M0: kontrol; M1: Formula I (isolat IM-1 IM5, IM-25 dan IM-32), M2: Formula II (isolat IM-10; IM-13, IM-224 dan IM-25) dan M3: Formula III (isolat isolat IM-1 IM-13, IM-24 dan IM-25). Masing-masing formula diberikan 2 kali pada saat pemberian pupuk dasar dan saat umur padi 2 MST (minggu setelah tanam), pemberian sebanyak 5 liter bakteri diencerkan ke dalam 10 liter air. Pemberian masing-masing bedengan 1 liter. Pengamatan dan Analisis Data Parameter pengamatan pada tanaman padi dilakukan pada saat umur 3 Minggu Setelah Tanam (MST). Adapun jumlah pengamatan sebanyak 12 kali dengan interval 7 hari sekali. Parameter yang diamati meliputi : tinggi Tanaman (cm); jumlah anakan; jumlah daun; jumlah malai; berat kering tajuk dan akar (g); jumlah gabah per-malai (g); persentase gabah hampa; berat 1000 biji (g) dan berat gabah kering panen (g/tanaman) Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, dan dilanjutkan dengan menggunakan uji banding BNT taraf 0.05%. 3. HASIL DAN PEMBAHSAN Tinggi Tanaman Padi Berdasarkan analisis ragam pada semua umur pengamatan tinggi tanaman padi menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada perlakuan macam varietas tanaman. Sedangkan, pada perlakuan bakteri tidak pengaruh nyata (lihat lampiran 2). Rata-rata tinggi tanaman perlakuan varietas tanaman pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa varietas Batu tegi memiliki tinggi tanaman tertinggi dan berbeda nyata yaitu (106,59 cm) dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Batu tegi mampu hidup secara optimal pada lahan kering. Pada perlakuan mikrobia 2 umur 16 MST menunjukkan tinggi tanaman yang lebih rendah bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya. Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia Berbagai Umur Tanaman Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Perlakuan 10 MST 11 MST 12 MST 13 MST 14 MST 15 MST 16 MST (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
215
Varietas Cibogo Inpari10 Batu tegi BNT α 5 % Bakteri Tanpa Mikrobia Mikrobia 1 Mikrobia 2 Mikrobia 3
56,83a 59,63a 77,66b 5,84
62,14a 63,44a 83,52b 7,12
65,03a 64,89a 86,88b 7,50
66,50a 68,89a 94,28b 7,52
69,07a 70,82a 101,29b 8,07
69,11a 71,81a 104,60b 8,76
72,25a 75,94a 106,59b 9,22
63,69a
70,98a
73,16a
76,67a
80,11a
79,06a
83,41a
68,59a 61,33a 65,33a
73,30a 65,00a 69,53a
75,25a 68,18a 72,48a
82,13a 70,44a 76,98a
86,44a 73,98a 81,04a
89,24a 75,64a 83,41a
92,43a 77,65a 86,26a
12,34
12,99
13,02
13,98
15,18
15,97
BNT α 5 % 10,11
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
4.1.2 Jumlah Anakan Berdasarkan analisis ragam pada semua umur pengamatan jumlah anakan menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada perlakuan macam varietas tanaman, sedangkan pada perlakuan pemberian mikrobia tidak berpengaruh nyata. Rata-rata jumlah anakan perlakuan varietas tanaman pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas Inpari 10 memberikan jumlah anakan cenderung lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Inpari 10 mampu beradaptasi dan mampu memperbanyak anakan pada lahan kering. Menurut Fitri, 2009 yang menyatakan temperatur yang tinggi di lahan kering pada fase pertumbuhan vegetatif menaikkan jumlah anakan, karena naiknya aktifitas tanaman dengan mengambil zat makanan. Pada perlakuan mikrobia 1 umur 16 MST menunjukkan jumlah anakan yang cenderung lebih rendah bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya, hal tersebut disebabkan kombinasi isolat pada mikrobia 1 memiliki kemampuan sintesis IAA yang terendah. Tabel 2. Rata-rata Jumlah Anakan Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia Berbagai Umur Tanaman
Perlakuan Varietas Cibogo Inpari10 Batu tegi BNT α 5 % Bakteri Tanpa Mikrobia Mikrobia 1 Mikrobia 2 Mikrobia 3 216
Jumlah Anakan 10 MST (cm)
Jumlah Anakan 11 MST (cm)
Jumlah Anakan 12 MST (cm)
Jumlah Anakan 13 MST (cm)
Jumlah Anakan 14 MST (cm)
22,11b 24,33b 13,03a 5,41
28,67b 28,56b 15,92a 6,5
27,75b 31,39b 16,47a 5,81
29,11a 31,89a 34,31a 12,55
29,17b 35,57ab 17,22a 6,68
30,17b 32,22b 17,44a 5,92
29,42b 30,36ab 17,14a 5,53
18,89a 19,37a 22,11a 18,93a
25,30a 23,07a 25,33a 23,81a
24,59a 26,33a 25,85a 24,07a
25,59a 34,11a 35,81a 31,56a
25,56a 25,44a 31,65a 26,93a
26,63a 26,22a 26,78a 26,81a
25,59a 24,56a 26,70a 25,70a
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Jumlah Jumlah Anakan Anakan 15 MST 16 MST (cm) (cm)
BNT α 5 %
9,37
11,25
10,07
21,73
11,57
10,25
9,59
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
A.1.3 Jumlah Daun Berdasarkan analisis ragam parameter pengamatan jumlah daun menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada perlakuan macam varietas tanaman, sedangkan pada perlakuan pemberian mikrobia tidak berpengaruh nyata. Rata-rata jumlah daun perlakuan varietas tanaman pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa varietas Inpari 10 memberikan jumlah daun cenderung lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Inpari 10 mampu beradaptasi dan mampu memperbanyak jumlah daun pada lahan kering. Pada perlakuan mikrobia 1 umur 16 MST menunjukkan jumlah daun yang lebih rendah bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya, hal tersebut disebabkan kombinasi isolat pada mikrobia 1 memiliki kemampuan sintesis IAA yang terendah. Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia Berbagai Umur Tanaman
Perlakuan Varietas Cibogo Inpari10 Batu tegi BNT α 5 % Bakteri Tanpa Mikrobia Mikrobia 1 Mikrobia 2 Mikrobia 3 BNT α 5 %
Jumlah Daun 10 MST (cm) 77,83b 89,31ab 54,53a 18,44
Jumlah Jumlah Daun Daun 11 MST 12 MST (cm) (cm) 82,86a 95,78a 59,72a 19,87
88,53b 99,44ab 63,67a 18,04
Jumlah Jumlah Daun Daun 13 MST 14 MST (cm) (cm)
Jumlah Daun 15 MST (cm)
Jumlah Daun 16 MST (cm)
91,97a 372,11b 92,36a 99,33b 99,00a 419,89b 100,69a 104,28ab 66,22a 268,22a 64,56a 67,58a 17,85 20,20 18,94 20,47
69,63a 75,22a 82,37a
84,04a 87,85a
91,70a 91,19a
74,33a 81,74a 69,85a 31,94
84,37a 89,04a 85,48a 30,91
75,07a 86,74a 89,96a 32,80
82,04a 83,56a 77,00a 34,42
89,15a 82,81a 81,19a 31,24
89,41a 85,14a 90,96a 34,98
86,52a 89,41a 94,48a 35,45
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
A.1.4 Berat Kering Tajuk dan Berat Kering Akar Berdasarkan analisis ragam berat kering tajuk dan berat kering akar tidak ada interaksi. Pada macam varietas dan perlakuan mikrobia tidak berpengaruh nyata. Rata-rata berat kering tajuk dan berat kering akar pada perlakuan varietas tanaman dan macam pemberian mikrobia disajikan di Tabel 4.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
217
Tabel 4. Rata-rata Berat Kering Padi Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia
Perlakuan
Berat Kering Tajuk (g)
Berat Akar (g)
49,38a 51,54a 53,06a 9,52
62,27a 80,06a 71,49a 19,21
Varietas Cibogo Inpari10 Batu tegi BNT α 5 % Bakteri Tanpa Mikrobia Mikrobia 1 Mikrobia 2 Mikrobia 3 BNT α 5 %
56,91a 53,89a 46,56a 47,94a 16,49
Kering
99,84a 53,89a 46,56a 71,44a 33,27
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
Perlakuan tanpa mikrobia pada berat kering akar menunjukkan berat yang cenderung lebih tinggi bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya, hal tersebut mengindikasikan bahwa bakteri endofitik tidak kompatibel sehingga tidak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan pada berat kering tajuk tidak berbeda nyata dengan varietas tanaman dan macam pemberian tanaman. 4.1.5 Jumlah Malai Berdasarkan analisis ragam umur 13 dan 14 MST menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan macam varietas tanaman. Diikuti pada perlakuan mikrobia menunjukkan pengaruh nyata pada umur 14 MST. Rata-rata jumlah malai perlakuan varietas tanaman pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 4. Tabel 5 menunjukkan bahwa varietas Inpari 10 memberikan jumlah malai cenderung lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Inpari 10 mampu beradaptasi dan mampu memperbanyak jumlah malai pada lahan kering. Pada perlakuan tanpa mikrobia umur 16 MST menunjukkan jumlah malai yang lebih rendah bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya, hal tersebut mengindikasikan pemberian mikrobia mampu meningkatkan jumlah malai. Tabel 5. Rata-rata Jumlah Malai Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Mikrobia Berbagai Umur Tanaman
Pemberian
Perlakuan
Jumlah Malai 13 MST (malai)
Jumlah Malai 14 MST (malai)
Jumlah Malai 15 MST (malai)
Jumlah Malai 16 MST (malai)
Varietas Cibogo Inpari10 Batu tegi BNT α 5 % Bakteri
1,47a 2,83b 0,86a 1,27
11,22a 18,56b 11,78a 1,52
4,53a 6,19a 5,92a 2,39
9,31a 11,56a 9,47a 2,58
218
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Tanpa Mikrobia Mikrobia 1 Mikrobia 2 Mikrobia 3 BNT α 5 %
1,00a 2,33a 2,22a 1,33a 2,20
2,41a 4,89a 4,56a 2,00a 2,63
3,59a 6,67a 6,67a 5,26a 4,14
8,81a 10,96a 10,44a 10,22a 4,47
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
4.1.6 Analisa Produksi Tanaman Berdasarkan analisis ragam produksi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata terdapat pada berat gabah kering panen terhadap varietas tanaman. Tetapi, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 biji tidak berpengaruh nyata. Pada perlakuan macam pemberian mikrobia tidak berbeda nyata terhadap jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 biji, dan berat gabah kering panen. Rata-rata analisa produksi 3 varietas tanaman padi pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa varietas Batu tegi memberikan berat gabah kering panen tertinggi dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Batu tegi mampu memberikan produksi maksimal pada lahan kering. Tabel 6. Analisa Produksi 3 Varietas Tanaman Padi pada Macam Pemberian Mikrobia
Perlakuan Varietas Cibogo Inpari10 Batu tegi BNT α 5 % Bakteri Tanpa Mikrobia Mikrobia 1 Mikrobia 2 Mikrobia 3 BNT α 5 %
Jumlah Gabah PerMalai
Persentase Gabah Hampa (%)
94,51a 103,72a 122,08a 58,08
42,96a 50,88a 39,19a 14,41
133,70a 67,83a 137,63a 87,93a 100,59
52,51a 32,68a 53,61a 38,57a 24,96
Berat 1000 Biji (g) 21,03a 20,92a 19,95a 1,24 20,68a 21,21a 20,81a 19,83a 2,14
Berat Gabah Kering Panen (g) 21,68a 20,09a 40,09b 13,19 24,56a 37,63a 22,65a 24,21a 22,84
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
Pembahasan Tinggi Tanaman. Berdasarkan analisis uji ragam pada tinggi tanaman padi menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada varietas tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Batu tegi mampu tumbuh optimal pada lahan kering dengan tinggi tanaman (106,59 cm). Diikuti dengan varietas inpari 10 yaitu (75,94 cm) dan yang terendah adalah varietas cibogo dengan tinggi tanaman (72,25 cm). Batu tegi memiliki daya adaptasi lingkungan yang luas, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Toha, (2007) yang melaporkan bahwa varietas Batu tegi lebih adaptif (stabil) dibandingkan dengan varietas lainnya pada kondisi lahan kering. Berdasarkan pengamatan perlakuan tinggi tanaman tidak berbeda nyata Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
219
dengan perlakuan macam bakteri, hal tersebut mengindikasikan bahwa bakteri endofitik yang diberikan kurang mampu beradaptasi dengan kondisi dan macam varietas padi di lahan kering, sehingga potensi bakteri tidak optimal. Meeting (1993) menyatakan bahwa kondisi lingkungan rhizosfer yang optimal sangat menentukan pertumbuhan rhizobakteri dan assosiasinya terhadap tanaman inang. Jumlah Anakan. Berdasarkan analisis uji ragam pada jumlah anakan padi menunjukkan tidak ada interaksi dan tidak berpengaruh nyata pada varietas tanaman maupun pada perlakuan macam bakteri. Hal ini diduga karena pengaplikasian bakteri di lahan kering yang menyebabkan ketersediaan air berkurang untuk tanaman padi sehingga jumlah anakan padi menjadi tidak berpengaruh nyata terhadap varietas maupun macam pemberian mikrobia. Mahulette (2013), menyatakan bahwa bila air menjadi terbatas maka pertumbuhan akan berkurang termasuk jumlah anakan dan berkurang pula hasil yang diperoleh. Zinniel et all. ( 2012) mengemukakan bahwa tingkat ketersediaan air yang cukup mengakibatkan aktifitas sel meningkat dan tanaman aktif membentuk organ baru. Jumlah Daun. Berdasarkan analisis uji ragam pada jumlah daun padi menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada varietas tanaman yaitu varietas inpari 10 dan varietas cibogo pada 4 MST. Hal ini disebabkan karena varietas inpari 10 dan varietas cibogo mampu menghasilkan jumlah daun lebih banyak apabila dibandingkan dengan varietas Batu tegi. Pada umur 4 MST merupakan fase vegetatif tanaman dimana, tanaman memiliki laju fotosintesis yang tinggi sehingga mendorong tanaman untuk memunculkan organ baru seperti daun. Berdasarkan analisis uji ragam jumlah daun tidak berpengaruh nyata terhadap macam pemberian bakteri. Hal ini diduga, bakteri yang diberikan telah masuk ke dalam jaringan floem pada tubuh tanaman sehingga mendorong tanaman untuk dapat bertahan dalam cekaman kekeringan. Stoltfus et all. (1997), menyatakan bahwa bakteri endofitik yang ada pada jaringan floem pada kondisi kecukupan hara tidak berpengaruh nyata dalam pembentukan organ daun. Berat Kering Tajuk dan Berat Kering Akar. Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa bakteri endofitik pada masing-masing perlakuan tidak ada interaksi dan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk. Diduga pada perlakuan ini bakteri yang dikonsorsiumkan tidak mempunyai hubungan sinergisme sehingga tidak dapat saling bekerja sama dalam menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman padi dan pembentukan jaringan tanaman. Hasil uji analisis ragam pada berat kering akar, menunjukkan bahwa perlakuan tanpa mikrobia memiliki berat yang cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan mikroba lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bakteri endofitik tidak kompatibel sehingga tidak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan tanaman. Boddey et all. (1995), menyatakan bahwa kondisi lingkungan rhizosfer yang optimal sangat menentukan pertumbuhan rhizobakteri dan assosiasinya terhadap tanaman inang. Jumlah Malai. Berdasarkan analisis uji ragam pada jumlah malai padi menunjukkan tidak ada interaksi. Ada pengaruh nyata pada varietas tanaman yaitu inpari 10 pada umur 13 MST dan 14 MST. Diduga hal ini disebabkan, pada umur 13 MST dan 14 MST merupakan akhir dari pertumbuhan vegetatif menuju pertumbuhan generatif. Dari hasil analisis uji ragam tidak berpengaruh nyata pada macam pemberian bakteri. Hal ini diduga adanya bawaan genetik asal mikrobia yang berbeda dengan varietas yang ditanam sehingga tidak kompatibel menyebabkan tidak adanya interaksi dengan varietas masing-masing mikrobia. Analisa Produksi Tanaman. Berdasarkan analisis ragam produksi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi. Ada pengaruh nyata pada varietas tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian menurut Lestari dkk. (2007) menyatakan bahwa unsur hara N membuat gabah menjadi lebih besar sehingga bobot gabah yang dihasilkan lebih meningkat. Selain itu, unsur hara N pada tanaman padi membuat malai lebih panjang dan jumlah butiran gabah lebih banyak. Sedangkan, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 biji tidak berbeda nyata dengan varietas tanaman. Hal ini disebabkan oleh keadaan lingkungan seperti saat penelitian yang sangat panas dan kering serta suhu udara yang tinggi. Suhu udara yang tinggi berpengaruh pada saat pembungaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fitri, 2009 220
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
yang menyatakan persentase kehampaan ditentukan oleh suhu udara yang kritis, yaitu saat terjadinya meiosis (9-12 hari sebelum pembungaan) dan pada saat pembungaan. Perlakuan macam pemberian mikrobia tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 biji, dan berat gabah kering panen. Berdasarkan hasil produksi didapatkan potensi mikrobia 1 menjadi yang terbaik diantara mikrobia lainnya. Hal ini ditunjukkan pada hasil berat gabah kering panen per tanaman sebesar 37,63 cm. Sedangkan dari varietas tanaman produksi terbaik dan berpengaruh nyata terdapat pada varietas Batu tegi yaitu 40,09. Hal ini diduga akibat varietas Batu tegi merupakan varietas padi yang cocok untuk ditanam di lahan kering. 5. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi varietas padi dengan pemberian macam formula dan tidak berpengaruh nyata dengan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, berat kering tajuk, berat kering akar, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, dan berat 1000 biji, tetapi berpengaruh nyata dengan jumlah malai pada 14 MST dan berat gabah kering panen. Potensi pertumbuhan terbaik terdapat pada varietas Batu tegi sebesar 106,59 cm. Potensi produksi tertinggi dan dapat bertahan dalam cekaman kekeringan adalah formula 1 dengan hasil berat gabah kering panen 37,63 g per tanaman. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kami sampaikan pada DP2M DIKTI, yang telah berkenan membiayai Penelitian ini dengan SK No. 0056/E3.2/LT/2016. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
[4] [5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Anonim, 2010., Analisis Sawah Irigasi di Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta Aanonim, 2014. Deskripsi Tanaman Padi. Balai Besar Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi. Jakarta. Boddey. R.M., D.C. de Olievera, S. Urguiarga, V.M. Reis, F.L. de Olivares, V.L.D Baldani, and J. Dobereiner. 1995. Biological Nitrogen Fixation Asspciated with Sugarcane and Rice, Contributions and Prospect for Improvment. Plant Soil 174 : 195209. Fitri, 2009. Uji Adaptasi pada Beberapa Varietas Padi Ladang (Oryza sativa L.). Skripsi Universitas Sumatera Utara Guritno. B , T, Adi , dan E. Legowo. 1997. Teknologi Tepat Guna Lahon Kering di Kawasan Timur Indonesia Bagian Selatan. Dalam Prosiding Simposium Nasional dan Kongres PERAGI 25-27 Juli 1996. Perhimpunan Agronomi Indonesia. Khudori. 2009. Political Will Pernerintah Dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Diversifikasi Pangan. Makalah disampaikan dalam Seminar Mewujudkan Kedaulatan Pangan Indonesia Melalui Diversifikasi Pangan, 21 Maret 2009 oleh Gama Cendekia UGM Yogyakarta Lestari, P., DN Susilowati, dan E.I. Riyanti. 2007. Pengaruh Hormon AIA yang Dihasilkan oleh Azospirillum Sp. terhadap Perkembangan Akar Padi. J. Agro Biogen 3(2) : 66-71 Mahulette, A.S. 2013. Growth and Production of Rice (Oryza sativa L.) at Time Intervals Providing Water and Organic Fertilizer Dosages. Jurnal Budidaya Pertanian 9 : 39-42 Meting, F.B. 1993. Soil Microbial Ecology : Application in Agricultural and Enviromental Management. Marcel Dekker, Inc. New York.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
221
[10]
[11]
[12]
[13]
222
Stoltfus JR, So R. Malarvithi PP, Ladha JK, de Brujn FJ, 1997. Isolation of Endhophytic Bacteria from Rice and Assessment of Their Potential for Supplying Rice Biologically Fixed Nitrogen. Plant Soil 194 : 25-36. Sturz, A.V., and Norwak, 2000. Endophitic Communities of Rhizobacteria and Strategis Required to Create Yield to Enhanching Associations to Crops. Applied Social ecology, 15 : 183-190. Toha, H.M., 2007. Peningkatan Produktifitas Padi Gogo Melalui Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu dengan Introduksi Varietas Unggul, dalam Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol 26. 2007. Zinniel DK, P. Lambrecht, NB Harris, Z Feng, D Kuczmarski, P. Highley, CA Ishimaru, A Arunajumari, RG Barletta, and AK Vidaver. 2012. Isolation and Characterization of Endhophytic Colonizing Bacteria from Agronomic Crops and Praire Plants. Appl Environ Microbol 63 (5) : 2198-2208
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk