Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium
Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvetia 20126. Telp. (061) 8470504, Fax. (061) 8466771, 8445794, 8458008, 8466787 http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/
Abstrak Parasitoid pupa Tetrastichus brontispae mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati Brontispa sp. Untuk itu diperlukan suatu pengujian untuk mengetahui besarnya potensi parasitasi T. brontispae terhadap hama sasarannya di laboratorium. Pengujian dilakukan dengan memasukkan (menginvestasikan) 5 ekor pupa muda (umur 1-2 hari) ke dalam test tube berisi 1015 ekor Tetrastichus yang berumur 1 atau 2 hari (setelah parasitoid berkopulasi). Setelah 2 hari masing-masing pupa dikeluarkan dari dalam test tube berisi parasitoid kemudian ditempatkan ke dalam satu test tube. Percobaan dilakukan sebanyak 25 kali ulangan sehingga diperlukan 125 ekor pupa. Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase parasitasi terendah adalah 20% yaitu dari 5 (lima) ekor pupa yang diinvestasikan hanya 1 (satu) ekor pupa yang terparasit sedangkan 4 (ekor) pupa lainnya mati bukan karena terparasit tapi oleh sebab lain. Persentase parasitasi tertinggi adalah sebesar 100% yaitu seluruh pupa yang diinvestasikan terparasit. Kata kunci: parasitasi, T. brontispae Pendahuluan Kumbang Brontispa sp. merupakan salah satu hama yang sangat berbahaya pada tanaman kelapa dan sudah menyebar pada beberapa negara di Asia dan Kepulauan Pasifik. Daerah penyebaran hama ini adalah Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Kep. Maladewa, China, Bangladesh, India, Myanmar, Srilangka, Papua Nugini dan beberapa negara di kepulauan pasifik. Selain menyerang kelapa, hama ini juga menyerang tanaman palma lain terutama tanaman palma hias (Hosang dan Tumewan, 2005). Pengendalian hayati dengan memanfaatkan parasitoid, predator dan patogen mempunyai harapan yang baik untuk mengendalikan hama. Parasitoid merupakan serangga yang stadia pradewasanya berada pada (memarasit/membunuh) serangga lain dan mampu melengkapi perkembangannya dalam satu inang, sedangkan imago hidup bebas dan menjadikan nektar dan embun madu sebagai makanannya (Driesche and Bellows, 1996 dalam Habazar dan Yaherwandi, 2006, Purnomo, 2007). 1
Parasitoid pupa Tetrastichus brontispae mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati Brontispa sp.
Persentase parasitoid di
laboratorium bervariasi dari 76,7-87,0% sedangkan di lapangan dapat memarasit pupa 68,22% (Hosang et.al., 1997 dalam Hosang dan Tumewan, 2005). Metodologi Percobaan dilakukan pada Bulan September 2007. Metode percobaan adalah dengan memasukkan (menginvestasikan) 5 ekor pupa muda (umur 1-2 hari) ke dalam test tube berisi 10-15 ekor Tetrastichus yang berumur 1 atau 2 hari (setelah parasitoid berkopulasi). Setelah 2 hari masing-masing pupa dikeluarkan dari dalam test tube berisi parasitoid kemudian ditempatkan ke dalam
satu test tube. Percobaan dilakukan
sebanyak 25 kali ulangan sehingga diperlukan 125 ekor pupa. Seluruh test tube diletakkan di atas keranjang
dan diletakkan di atas gelas beralas
piring kecil untuk menghindari serangan semut
Gambar 1
atau binatang kecil (Gambar 1). Setiap hari diamati perkembangan parasitasi hingga parasitoid menetas dari dalam tubuh pupa terinfeksi. Kemudian dihitung jumlah pupa terparasit dan parasitoid yang keluar dari tubuh pupa terparasit serta masa parasitasi dari masing-masing pupa. Hasil dan Pembahasan T. brontispae berwarna hitam, bertubuh kecil, panjangnya 1,5-2,0 mm. Parasitoid jantan memiliki ujung abdomen yang tumpul sedangkan parasitoid betina memiliki ujung abdomen yang runcing, namun ukuran fisik jantan dan betina bisa hampir sama. Setelah menetas dari dalam tubuh pupa Brontispa terparasit, imago parasitoid segera kawin dan satu ekor parasitoid jantan dapat mengawini lebih dari empat ekor parasitoid betina. Hal ini dapat terjadi bila populasi jantan sangat sedikit dibandingkan betina dari satu penetasan. Imago jantan yang hendak kawin biasanya mengepakkan sayap dan membuka lebar-lebar sayapnya serta bergerak lincah sambil mengejar parasitoid betina. Perilaku kawin atau kopulasi hanya terjadi sebentar yaitu sekitar 2-6 detik. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di laboratorium diketahui bahwa lama parasitasi tiap pupa terparasit ternyata bervariasi mulai dari 14 hari hingga 29 2
hari. Persentase parasitasi T. brontispae terhadap pupa Brontispa disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Persentase parasitasi T. brontispae terhadap pupa Brontispa di laboratorium Persentase Ulangan Σ Pupa Terparasit Σ Tidak Terparasit Parasitasi 1 5 ekor 0 100 % 2 5 ekor 0 100 % 3 5 ekor 0 100 % 4 4 ekor 1 ekor 80 % 5 2 ekor 3 ekor 40 % 6 3 ekor 2 ekor 60 % 7 5 ekor 0 100 % 8 3 ekor 2 ekor 60 % 9 4 ekor 1 ekor 80 % 10 5 ekor 0 100 % 11 5 ekor 0 100 % 12 5 ekor 0 100 % 13 2 ekor 3 ekor 40 % 14 3 ekor 2 ekor 60 % 15 5 ekor 0 100 % 16 4 ekor 1 ekor 80 % 17 5 ekor 0 100 % 18 4 ekor 1 ekor 80 % 19 4 ekor 1 ekor 80 % 20 5 ekor 0 100 % 21 5 ekor 0 100 % 22 5 ekor 0 100 % 23 1 ekor 4 ekor 20 % 24 3 ekor 2 ekor 60 % 25 5 ekor 0 100 % Rata-rata: 81,60 % Persentase parasitasi terendah adalah 20% yaitu dari 5 (lima) ekor pupa yang diinvestasikan hanya 1 (satu) ekor pupa yang terparasit sedangkan 4 (ekor) pupa lainnya mati bukan karena terparasit tapi oleh sebab lain. Persentase parasitasi tertinggi adalah sebesar 100% yaitu seluruh pupa yang diinvestasikan terparasit. Jumlah Tetrastichus yang menetas dari tubuh pupa terparasit bervariasi 9-38 ekor. Pupa yang tidak terparasit biasanya mati atau menjadi imago. Pupa yang mati menunjukkan gejala kering dan mengeriput. Sedangkan pupa yang menjadi imago biasanya pada hari ke-4 sampai hari ke-6 setelah investasi.
3
Imago betina meletakkan telur pada tubuh pupa berumur 1-2 hari atau pada larva terakhir (Gambar 2). Imago betina yang akan meletakkan telur biasanya terlebih dahulu melakukan survei terhadap tubuh pupa yang akan menjadi tempat meletakkan telurnya. Survei dilakukan dengan
cara
berjalan-jalan
atau
mengitari bagian tubuh pupa sasaran sambil menusukkan ovipositornya. Bila bagian tubuh pupa cukup lunak maka betina
akan
segera
meletakkan
telurnya. Telur cenderung diletakkan di Gambar 2
bagian abdomen pupa yaitu pada ruas pertama sampai keempat. Ada juga
yang meletakkan telurnya di bagian toraks pupa namun pada celah-celah atau bagian sisi yang lunak (di bagian pinggir/samping toraks). Lamanya parasitoid meletakkan telur bervariasi, antara 45 detik hingga 18 menit 45 detik. Hal ini diduga dipengaruhi oleh jumlah telur yang akan diletakkan. Pupa Brontispa yang terinfeksi akan menjadi tegang dan tidak bergerak setelah 4-6 hari, kemudian pupa akan mati. Dari dalam satu pupa terinfeksi dapat keluar 18-20 ekor parasitoid (Gambar 3) Bila jumlah parasitoid
yang
muncul
sedikit,
biasanya
tubuh
parasitoid cenderung gemuk. Sebaliknya bila parasitoid yang muncul banyak maka tubuh parasitoid cenderung ramping dan kecil. Hal ini terkait dengan ketersediaan makanan selama di tubuh inangnya (pupa terparasit).
Gambar 3
Kesimpulan Rata-rata persentase parasitasi T. brontispae terhadap pupa Brontispa di laboratorium adalah sebesar 81,60 %. Hasil ini menunjukkan potensi yang baik bagi T. brontispae untuk dimanfaatkan sebagai agens hayati hama Brontispa. Untuk itu diperlukan pengujian pelepasan parasitoid untuk mengetahui besarnya persentase parasitasi T. brontispae dalam menekan populasi hama Brontispa di lapangan.
4
DAFTAR PUSTAKA
Balitka. 2005. Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kelapa. Prosiding Seminar Nasional PHT Kelapa. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Manado. 125 hal. Hosang, M. L. A. dan F. Tumewan. 2005. Status Hama Brontispa longissima dan Pengendaliannya. Makalah presentasi pada seminar nasional “Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Kelapa”, 30 November 2005 di Manado. Novarianto, H., J. C. Alouw dan M. L. A. Hosang. 2006. Teknik Pemeliharaan Brontispa longissima dan Parasitoid Tetrastichus brontispae. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Manado. Novarianto, H., J. C. Alouw dan M. L. A. Hosang. 2005. Pemetaan Hama dan Penyakit Kelapa di Indonesia. Makalah utama pada seminar nasional “Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Kelapa”, 30 November 2005 di Manado. Purnomo, H. 2007. Pemanfaatan Parasitoid dan Predator untuk Mengendalikan Hama Tanaman Perkebunan. Makalah dalam rapat kerja balai proteksi tanaman perkebunan, 5-7 Juni 2007 di Kupang. Setyamidjaja, D. 1984. Bertanam Kelapa. Cetakan ke-6. Kanisius, Yogyakarta.
5