UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI DENGAN PENANDA RAPD
NUR QALBI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI DENGAN PENANDA RAPD
NUR QALBI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi : Uji Lapang Lacak Balak Kayu Jati dengan Penanda RAPD Nama
: Nur Qalbi
NIM
: E14204001
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc. NIP. 131 878 498
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus:
Field Test of Teak Wood Log Tracking Using RAPD Marker by: Nur Qalbi and Iskandar Z Siregar INTRODUCTION. Demand for teak based product increases progressively, particularly as raw materials for furniture industry. The increasing demand for teak wood, exceeds the amount that can be produced sustainably by production forest. The gaps existing between demand for raw material teak wood and the volume of teak wood which can be produced have triggered the activity of illegal logging and administrative manipulation of wood. Therefore there is a need for accurate method of producing evidence which is difficult to be manipulated to support log tracking and determine the origin of doubtful wood. The use of genetics technology is a new method to be developed and applied for log tracking certification and evidence seeking for criminal cases, such as illegal logging. Genetic markers are inherent and internal features of the wood itself, so they are difficult to be manipulated. One of the methods of genetic marking which could be applied for DNA analysis was RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). The objectives of this research were testing the matching between stump wood DNA and wood DNA in log landing site (TPK), and approximate detection of the origins of stolen woods and woods which are used for sawmill industry, based on existing database. MATERIALS AND METHOD. This research was conducted in Room of Genetic Analysis, Sub-department of Silviculture, Faculty of Forestry; and Laboratory of Molecular Biology, Inter University Center (PAU), Bogor Agricultural University, from August through October 2008. Plant materials used were woods from KPH (Forest Management Unit) Purwakarta (stump wood and TPK wood) and KPH Ciamis (stump wood, TPK wood, stolen wood and sawmill industry wood). The method used was RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Equipments used were among other things, tube, micropipette, tips, centrifugation, freezer, electrophoresis bath, PCR machine and UV transilluminator. Materials used were buffer extract, PVP, chloroform, phenol, ethanol, aquabidest, DNA, primer, H2O, taq polymerase, agarose, buffer TAE and blue juice. Tracking of stump wood and TPK wood was conducted on the basis of allelic structure of individual stump woods and TPK woods which were tested. Approximate detection of the origin of stolen wood and sawmill wood was conducted by cluster analysis. RESULTS AND CONCLUSION. Results of log tracking showed similarity in allelic structure between stump wood and TPK wood in teak populations of Ciamis but not for population of Purwakarta. This phenomenon showed DNA technology can be used to match wood DNA between stump and that in TPK. Results of cluster analysis showed that stolen woods and woods used in sawmill industry grouped themselves in West Java cluster, or specifically in cluster KPH Ciamis with least genetic distance of 0.0353 for stolen woods and 0.0358 for woods used in sawmill industry. Key words: log tracking, teak wood, genetics, RAPD.
Uji Lapang Lacak Balak Kayu Jati dengan Penanda RAPD Oleh: Nur Qalbi dan Iskandar Z Siregar PENDAHULUAN. Permintaan akan produk berbahan jati terus mengalami peningkatan, utamanya sebagai bahan baku untuk industri furniture. Meningkatnya permintaan akan kayu jati tersebut melebihi jumlah yang dapat diproduksi secara lestari dari hutan produksi. Adanya kesenjangan antara kebutuhan bahan baku kayu jati dengan volume kayu jati yang dapat diproduksi, telah memicu berlangsungnya kegiatan penebangan ilegal dan manipulasi kayu secara administrasi. Untuk itu, diperlukan suatu metode pembuktian yang akurat dan sulit untuk dimanipulasi untuk mendukung kegiatan lacak balak dan untuk memecahkan asal-usul kayu yang meragukan. Penggunaan teknologi genetik merupakan metode baru yang dapat dikembangkan dan diterapkan untuk kegiatan sertifikasi lacak balak dan pembuktian kasus kejahatan hutan seperti penebangan ilegal. Penanda genetik bersifat internal dan melekat di dasar kayu sehingga sulit untuk dimanipulasi. Salah satu metode penanda genetik yang dapat diaplikasikan untuk analisis DNA adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kecocokan DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) serta untuk menduga asal-usul kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian berdasarkan database yang ada. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Bagian Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor dari bulan Agustus sampai Oktober 2008. Bahan tanaman yang digunakan yaitu kayu dari KPH Purwakarta (kayu tunggak dan kayu TPK) dan KPH Ciamis (kayu tunggak, kayu TPK, kayu curian dan kayu industri penggergajian). Metode yang digunakan adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Alat-alat yang digunakan di antaranya tube, mikro pipet, tips, sentrifugasi, freezer, bak elektroforesis, mesin PCR dan UV transilluminator. Bahan-bahan yang digunakan adalah buffer ekstrak, PVP, chloroform, fenol, etanol, aquabidest, DNA, primer, H2O, Taq polymerase, agarose, buffer TAE dan blue juice. Lacak balak kayu tunggak dan kayu di TPK dilakukan berdasarkan struktur alelik individu kayu tunggak dan TPK yang diujikan, pendugaan asal usul kayu curian dan kayu industri penggergajian dilakukan dengan analisis klaster/kelompok. HASIL DAN KESIMPULAN. Hasil analisis lacak balak menunjukkan adanya kesamaan struktur alelik kayu di tunggak dengan kayu di TPK, pada populasi jati Ciamis tetapi berbeda pada populasi jati Purwakarta. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi DNA dapat digunakan untuk mencocokkan DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di TPK. Dari hasil analisis gerombol, diperoleh kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian mengelompok ke klaster Jawa Barat tepatnya ke klaster Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis dengan nilai jarak genetik yang terkecil yaitu 0.0353 untuk kayu curian dan 0.0358 untuk kayu yang digunakan untuk industri penggergajian. Kata kunci: lacak balak, kayu jati, genetik, RAPD.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Lapang Lacak Balak Kayu Jati dengan Penanda RAPD adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009 Nur Qalbi NRP E14204001
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Camba, kota Makassar pada tanggal 30 Desember 1986 dari Ayah bernama Muh. Ratule dan Ibu Siti Rosnah Rasyid. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 1993 penulis masuk di Sekolah Dasar Negeri I Camba. Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri dan melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Camba sampai tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Camba pada tahun 2001 sampai tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama
perkuliahan,
penulis
mengikuti
Praktek
Pengenalan
dan
Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di Baturraden dan Cilacap, sedangkan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) dilaksanakan di Getas, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu Unit II Jawa Timur dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Pada bulan Juli sampai Agustus 2008, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) tentang pembangunan hutan rakyat di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Silvikultur dan Fisiologi Pohon untuk program Sarjana pada tahun ajaran 2007/2008 dan asisten mata kuliah Silvikultur dan Genetika Hutan pada tahun ajaran 2008/2009.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 penulis memilih judul " Uji Lapang Lacak Balak Kayu Jati dengan Penanda RAPD. Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah, Bunda, Ka Upi dan Ka Linda atas semua dukungan dan do’anya. 2. Bapak Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc selaku dosen pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya. 3. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberikan arahan dan masukan. 4. Tedi Yunanto, S.Hut atas semua bantuan dan ilmunya. 5. Teman-teman BDH 41 atas bantuan dan dukungannya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi pembangunan hutan di Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya.
Bogor, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
v
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................ 1.2 Tujuan ............................................................................. 1.3 Hipotesis.......................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati (Tectona grandis Linn.f.) ........................................ 2.1.1 Klasifikasi.................................................................. 2.1.3 Sifat-sifat Umum ....................................................... 2.1.4 Pemanfaatan Tanaman Jati ........................................ 2.2 Penanda Genetik ............................................................. 2.3 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA).............. 2.4 Sertifikasi Lacak Balak Kayu ......................................... 2.5 Sertifikasi Kayu dengan Pelabelan.................................. 2.6 Penebangan Ilegal sebagai Suatu Bentuk Kejahatan Hutan ............................................................................... BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu ........................................................... 3.2 Alat dan Bahan................................................................. 3.2.1 Bahan Tanaman......................................................... 3.2.2 Alat dan Bahan Analisis Keragaman DNA............... 3.2.3 Data Penelitian .......................................................... 3.3 Prosedur Penelitian............................................................ 3.4.1 Ekstraksi DNA........................................................... 3.4.2 Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik RAPD ...... 3.4.3 Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Hasil PCR............. 3.4 Analisis Data...................................................................... 3.4.1 Skoring Hasil Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR-RAPD ............................................................... 3.4.2 Analisis Lacak Balak Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Populasi ............................................ 3.4.3 Analisis Lacak Balak Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Individu............................................. 3.4.4 Pendugaan Asal Kayu Curian dan Kayu yang digunakan untuk Industri Penggergajian...................
1 3 3 3 4 4 5 6 7 8 10 13 18 21 21 21 22 22 23 24 25 26 27 27 28 29 29
BAB IV
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Optimasi Ekstraksi dan Isolasi DNA ................................. 4.2 Optimasi PCR-RAPD (Polymerase Chain ReactionRandom Amplified Polymorphic DNA)............................. 4.3 Interpretasi dan Analisis Data ............................................ 4.3.1 Lacak Balak Populasi Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Populasi ............................................ 4.3.2 Lacak Balak Populasi Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Individu............................................. 4.3.3 Pendugaan Asal Kayu Curian dan Kayu yang digunakan untuk Industri Penggergajian.................... 4.4 Kemungkinan Aplikasinya untuk Lacak Balak di Hutan Tanaman Jati Perum Perhutani...............................
31 32 34 34 35 38 42
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan......................................................................... 5.2 Saran ...................................................................................
46 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
48
LAMPIRAN...............................................................................................
51
DAFTAR TABEL No.
Judul
Halaman
1.
Rincian sumber contoh uji kayu jati yang digunakan .......................
21
2.
Alat dan bahan teknik RAPD............................................................
22
3.
Komposisi bahan untuk reaksi PCR pada teknik RAPD ..................
25
4.
Urutan basa nukleotida primer ..........................................................
26
5.
Tahapan proses PCR-RAPD .............................................................
26
6.
Rekapitulasi hasil uji chi-square populasi jati Purwakarta dan Ciamis.........................................................................................
35
7.
Lokus penanda pada primer OPO 10, OPO 14 dan OPY 13 ............
36
8.
Hasil pengujian lacak balak per individu populasi Purwakarta dan Ciamis ......................................................................
36
DAFTAR GAMBAR No.
Judul
Halaman
1.
Perkembangan ekspor kayu jati di Indonesia tahun 1998-2000 .......
6
2.
Metode pelabelan dengan cat dan label pahat...................................
14
3.
Metode pelabelan dengan palu..........................................................
14
4.
Contoh label konvensional................................................................
15
5.
Contoh label dengan metode pelabelan nail-based labels ................
15
6.
Scanner yang digunakan pada metode RFID....................................
17
7.
Pelabelan dengan metode microtaggant tracers ...............................
17
8.
Tipologi pembalakan liar dan korupsi ..............................................
20
9.
Bagan prosedur teknik RAPD...........................................................
23
10.
Cara penilaian pita dengan sistem skoring........................................
28
11.
Contoh hasil ekstraksi DNA pada contoh uji kayu ...........................
31
12.
Hasil PCR primer OPO-14................................................................
33
13.
Dendrogram populasi jati Jawa, kayu curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD ..............................................................
39
Dendrogram populasi jati Purwakarta, Ciamis, kayu curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD .................................
40
15.
Bagan alir tata usaha kayu Perum Perhutani.....................................
43
16.
Label barcode 1 dimensi dan 2 dimensi ...........................................
45
14.
DAFTAR LAMPIRAN No.
Judul
Halaman
1.
Foto DNA hasil amplifikasi PCR .....................................................
52
2.
Hasil skoring populasi jati Purwakarta dan jati Ciamis ....................
55
3.
Uji chi-square per individu ...............................................................
63
4.
Hasil skoring populasi jati Jawa, kayu curian dan kayu industri ......
71
5.
Hasil skoring populasi jati Purwakarta, jati Ciamis, kayu curian dan kayu industri ...............................................................................
74
Identitas dan jarak genetik Nei (1978) antar populasi jati Jawa, kayu curian dan kayu industri............................................................
82
Identitas dan jarak genetik Nei (1978) antar populasi jati Purwakarta, jati Ciamis, kayu curian dan kayu industri ....................
83
6. 7.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati dengan kondisi kelas kuat dan kelas awet serta nilai artistik yang tinggi, memiliki pangsa pasar dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, permintaan produk berbahan jati terus meningkat, sebagai bahan baku untuk industri kreatif seperti industri furniture dan cindera mata. Menurut Sumarna (2007); Tini dan Amri (2000), kebutuhan pasar domestik kayu jati mencapai 2-2.5 juta m3 per tahun dengan volume ekspor semakin meningkat yaitu 35 700 m3 pada tahun 1998 dan pada tahun 2000 mencapai 70 950 m3. Peningkatan kebutuhan bahan kayu jati ini juga didukung dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Dari data Statistik Indonesia (2008) tercatat bahwa jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 1971 yang berjumlah 119 208 229 jiwa menjadi 218 868 791 jiwa pada tahun 2005. Peningkatan ini berakibat meningkatnya permintaan bahan baku kayu, utamanya kayu jati untuk furniture. Meningkatnya permintaan kayu jati tersebut melebihi jumlah yang dapat diproduksi secara lestari dari hutan produksi. Menurut Tini & Amri (2002), produksi jati total yang berasal dari hutan yang dikelola Perum Perhutani adalah 800 000 m3 per tahun dan tahun 2000 Perum Perhutani hanya mengeluarkan kayu dalam bentuk log sebanyak 762 654 m3. Dari total produksi tersebut, 85% dijual dalam bentuk log dan selebihnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri milik Perum Perhutani dan industri mitra kerjasama pengolahan Perhutani dengan swasta. Adanya kesenjangan antara kebutuhan bahan baku kayu jati dengan volume kayu jati yang dapat diproduksi, telah memicu berlangsungnya kegiatan penebangan ilegal ataupun manipulasi kayu secara administrasi. Tahun 2003 tercatat ada 293 kasus penebangan ilegal di Indonesia dan di Pulau Jawa sendiri tercatat ada 54 kasus penebangan ilegal (Dephut 2004). Manipulasi dokumendokumen kayu dilakukan dengan “pencucian” status kayu ilegal menjadi kayu legal. Di Indonesia kayu legal dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Sah Hasil Hutan (SKSHH) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Dalam
prakteknya, banyak dijumpai penyimpangan dalam penggunaan SKSHH ini seperti penjualan dokumen SKSHH ataupun permintaan khusus SKSHH secara kolusi. Oleh karena itu, banyak kayu ilegal dengan dokumen asli menjadi kayu legal dan pelakunya bebas tidak terjerat hukum untuk melanjutkan praktekpraktek ilegalnya. Berbagai metode pembuktian asal-usul kayu telah banyak digunakan, seperti metode labeling manual (stiker), pelabelan dengan pahat, label dengan paku dan sebagainya. Akan tetapi, berbagai metode pelabelan tersebut memiliki kekurangan berupa mudah untuk hilang dan mudah untuk dimanipulasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Untuk hal tersebut, diperlukan suatu metode pembuktian yang akurat dan sulit untuk dimanipulasi untuk memecahkan asal-usul kayu yang meragukan. Penggunaan teknologi genetik merupakan metode baru yang dapat dikembangkan dan diterapkan untuk kegiatan sertifikasi lacak balak dan pembuktian kasus kejahatan hutan seperti penebangan ilegal. Penanda genetik bersifat internal dan melekat di dasar kayu sehingga sulit untuk dimanipulasi. Menurut Eckert (1997), diacu dalam Kholik (2008), teknologi genetik melalui analisis molekuler DNA terbukti akurat mengungkap berbagai kasus kejahatan, meskipun mahal dan memerlukan waktu yang cukup lama. Salah satu metode penanda genetik yang dapat diaplikasikan untuk analisis DNA adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Penanda genetik RAPD memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan penanda genetik lainnya yaitu lebih efisien, ekonomis, bersifat non-radioaktif, sederhana dan tidak memerlukan pengetahuan atau informasi mengenai urutan basa, serta lebih menghemat tenaga. Selain itu, metode ini mampu diaplikasikan secara luas untuk berbagai tanaman, tidak memerlukan DNA dalam jumlah besar dengan tingkat kemurnian lebih tinggi dan memiliki tingkat polimorfik serta resolusi yang cukup tinggi (Young et al. 2000; Dunham 2004; Hidayanto 2006).
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1.2.1 Menguji kecocokan DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di Tempat Penimbunan Kayu (TPK). 1.2.2 Menduga asal-usul kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian berdasarkan database yang ada. 1.3 Hipotesis Hipotesis yang diuji adalah: 1.3.1 Adanya kesamaan antara DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di Tempat Penimbunan Kayu (TPK). 1.3.2 Kayu curian dan kayu yang digunakan untuk keperluan industri penggergajian berdasarkan database yang ada berasal dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis Perum Perhutani Unit III Jawa BaratBanten. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi tentang kelayakan penggunaan penanda genetik untuk kegiatan lacak balak kayu jati Perum Perhutani.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn.f. Secara historis nama tectona berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas yang tinggi (Sumarna 2007). Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati memiliki penggolongan sebagai berikut : divisi
: Spermatophyta
kelas
: Angiospermae
sub-kelas
: Dicotyledoneae
ordo
: Verbenales
famili
: Verbenaceae
genus
: Tectona
spesies
: Tectona grandis Linn.f.
Sebaran alami jati terdapat di India, Myanmar dan Thailand. Di India, tanaman jati dikenal dengan banyak nama daerah seperti Ching-jagu (wilayah Asam); saigun, segun (Bengali); tekku (Bombay); kyun (Burma); saga, sagach (Gujarat). Tanaman ini dalam bahasa Jerman dikenal dengan nama teck atau teakbaun dan di Inggris dikenal dengan nama teak. Penyebaran tanaman di Indonesia ditemukan di seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumbawa, Maluku dan Lampung (Nurhasybi 2002). Di pulau Jawa, hutan jati paling banyak menyebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu sampai ketinggian 650 meter di atas permukaan laut. Akan tetapi di daerah Besuki jati dapat tumbuh pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut (Anonim 2008).
2.1.2 Sifat-sifat Umum Tanaman jati yang tumbuh di alam dapat mencapai diameter 220 cm. Bentuk batang tidak teratur serta beralur. Warna kayu teras (bagian tengah) cokelat muda, cokelat merah-tua atau merah-cokelat, sedangkan warna kayu gubal (bagian luar teras hingga kulit) putih atau kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata, permukaan kayu licin agak berminyak dan memiliki gambaran yang indah (Sumarna 2007). Pola lingkaran tahun pada kayu teras tampak jelas sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu jati mempunyai berat jenis antara 0.620.75 dan memiliki kelas kuat II dengan penyusutan hingga kering tanur 2.8-5.2%. Ditinjau dari sifat mekaniknya, kayu jati memiliki keteguhan lentur statik 718 (kg/cm2) dan tegangan batas patah 1031 (kg/cm2) serta modulus elastisitas kayu sekitar 127.7 (1000 kg/cm2). Sedangkan keteguhan tekan sejajar arah serat maksimum adalah 550 (kg/cm2) (Sumarna 2007). Sifat kimia kayu jati memiliki kadar selulosa 47.5%, lignin 29.9%, pentosan 14.4%, abu 1.4%, silika 0.4% dan nilai kalor 5081 kal/gram. Keawetan kayu sesuai dengan hasil uji terhadap Cryptotermes cynocephalus, jamur dan rayap, tergolong kelas II yang berarti kayu tersebut dapat terserang rayap dalam kapasitas rendah dengan kondisi kayu yang dipengaruhi oleh umur pohon, yaitu semakin tua semakin sulit terserang rayap. Keawetan kayu dapat diusahakan dengan pelaburan Carbolineum dan NaF (Sumarna 2007). Menurut sifat-sifat kayunya, dikenal beberapa jenis jati di daerah Jawa yaitu (Mahfudz et al. 2006); jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak, berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris; jati sungu yang berwarna hitam, padat dan berat; jati werut dengan kayu yang keras dan serat berombak, jati doreng yang berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala dan sangat indah serta jati kapur yang kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur.
2.1.3 Pemanfaatan Tanaman Jati Pemanfaatan jati telah dimulai sejak pendudukan Belanda. Pada masa pendudukan Belanda, kayu jati digunakan untuk berbagai keperluan seperti pembuatan rumah, pekerjaan umum, bantalan rel kereta api dan untuk pembuatan kapal. Disamping itu, kayu jati digunakan sebagai pengganti bahan besi untuk konstruksi yang berada di daerah yang mudah mengalami perkaratan. Penampilan kayu jati yang menarik dengan warna kayu teras dan kayu gubal yang bervariasi, dari cokelat muda, cokelat kelabu sampai cokelat merah tua dan kadang diselingi dengan warna putih kekuningan, menjadikan jati digunakan untuk keperluan pembuatan bahan meubel atau furniture dan bahan baku pembuatan kerajinan (Tini & Amri 2002). Stabilitas kayu jati yang sangat baik dengan nilai kembang susut yang relatif lebih kecil, menjadikan kayu ini sangat cocok digunakan untuk produk outdoor (di luar ruangan) di negara 4 musim. Kondisi ini membuka jalan ekspor untuk kayu jati ke negara-negara 4 musim yang umumnya merupakan negara maju seperti Eropa, Amerika dan Australia (Tini & Amri 2002). Selama tahun 1998-2000, ekspor kayu jati Indonesia untuk negara-negara importir terus mengalami peningkatan (Gambar 1).
Sumber: Tini & Amri (2002)
Gambar 1 Perkembangan ekspor kayu jati Indonesia tahun 1998-2000.
2.2 Penanda Genetik Penanda genetik biasa juga disebut dengan marka genetik, merupakan ekspresi pada individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat tertentu yang menunjukkan dengan pasti genotipe suatu individu. Penanda genetik yang baik memiliki sifat polimorfik, multialel, kodominan, non-epistatik, netral dan tidak sensitif terhadap pengaruh lingkungan (de Vienne 2003, diacu dalam Kholik 2008). Finkeldey (2005) menyatakan bahwa suatu penanda genetik adalah suatu satuan keturunan. Banyak jenis penanda telah diidentifikasi, namun hanya beberapa dari segi praktis banyak digunakan dalam genetika hutan. Menurut Finkeldey (2005), penanda genetik dapat dibedakan menjadi: 1. Polimorfisme morfologi Penanda genetik ini sangat langka pada populasi alami dan hanya penting untuk tanaman hias. Pada tahun 1865, Mendel melakukan percobaan pada kacang ercis (Pisum sativum) dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat morfologi seperti struktur permukaan pada biji (berkeriput dan halus). Dari hasil percobaan, Mendel menemukan bahwa setiap turunan yang dihasilkan oleh F1 akan memperlihatkan kelompok-kelompok dengan variasi karakter yang dominan atau resesif (Welsh 1991). 2. Sifat-sifat warna Sifat-sifat warna tertentu pada beberapa pohon disebabkan oleh satu alel dominan pada lokus tunggal dan bersifat langka pada populasi alami. Mendel telah melakukan percobaan menggunakan polimorfisme warna bunga kacang polong. Mendel melakukan percobaan perkawinan dihibrid dengan dua sifat beda yang digunakan yaitu bentuk biji dan warna biji pada kacang ercis dan perkawinan trihibrid dengan tiga sifat beda yaitu warna bunga, bentuk biji dan warna biji (Suryo 2005). 3. Produksi metabolisme sekunder Kandungan produksi metabolisme sekunder tertentu yang merupakan hasil dari aliran metabolik sekunder tertentu yang merupakan hasil dari aliran metabolik kompleks seringkali dikendalikan hanya oleh satu atau sejumlah kecil lokus gen. Penelitian dengan penanda genetik ini memerlukan banyak tenaga dan
biaya, sementara studi penurunan sifat untuk penanda ini sulit dilakukan atau bahkan tidak mungkin dilakukan, jumlah lokus polimorfik rendah dan heterozigositas tidak dapat diukur disebabkan oleh dominasi dari alel-alel tertentu. 4.
Isoenzim Isoenzim atau isozim adalah enzim-enzim yang mengkatalisa reaksi
metabolisme biokimia yang sama. Isoenzim pada jenis pohon hutan tropis telah dipelajari secara mendalam sejak awal tahun 70-an pada abad lalu dan sampai sekarang masih merupakan gen penanda terpenting untuk jenis pohon hutan. Polimorfisme isozim sejauh ini adalah alat yang terpenting dan paling banyak digunakan dalam analisis berbagai aspek dan sistem genetik pohon hutan tropis. 5. Penanda DNA Akhir-akhir ini penelitian menggunakan DNA secara langsung telah banyak berkembang. Keuntungan dari penanda DNA adalah kemungkinan bekerja dengan jumlah penanda yang tidak terbatas. Tinggi atau rendahnya variasi dari penanda-penanda spesifik dapat dipilih berdasar pada tujuan dari studi. Penanda DNA
dapat
dibedakan
menjadi
RFLPs
(Restriction
Fragment
Length
Polymorphisms), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), mikrosatelit dan AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms). Pengembangan jenis-jenis penanda molekuler baru berdasarkan pada PCR mengalami kemajuan yang pesat. Di masa mendatang, kepentingan penanda-penanda DNA juga akan meningkat untuk penelitian genetik pada tumbuhan hutan tropis. Penanda molekuler berbasis pada teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) telah menghasilkan metode yang lebih obyektif untuk analisis keragaman DNA. 2.3 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk analisis profil DNA genom. Teknik RAPD ini merupakan suatu metode analisis DNA genom dengan cara melihat pola pita DNA yang dihasilkan setelah DNA genom diamplifikasi menggunakan primer acak. Metode ini didasarkan atas teknik reaksi polimerasi berantai (PCR) (Rohaeni 2007).
Penanda RAPD dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA dengan menggunakan primer tunggal atau sekuen nukleotida pendek (10-20 base pair) yang sekuennya dibuat secara acak (Wiliams et al. 1990). Teknik RAPD dilakukan dengan menggunakan primer-primer pendek (biasanya 10 base pair) dari suatu sekuensi yang dipilih secara bebas dan mengamplikasikan bagian dari DNA total yang tidak diketahui. Amplifikasi dari potongan-potongan tergantung pada ada atau tidaknya sekuensi komplementer terhadap primer pendek. Fragmenfragmen DNA biasanya secara langsung dipisahkan pada gel agarose (Finkeldey 2005). Teknik RAPD dapat digunakan untuk menentukan keragaman genetik melalui amplifikasi DNA dengan primer acak tunggal berukuran pendek sekitar 10 susunan basa dalam mesin PCR. Keragaman genetik dapat diamati berdasarkan pita DNA hasil amplifikasi. Amplifikasi pada mesin PCR memanfaatkan komplementasi basa primer dengan basa DNA cetakan, selanjutnya enzim polymerase DNA menambahkan dNTP (denukleotida) untuk pembentukan DNA yang baru. Proses dalam mesin PCR mengikuti pola sintesis DNA (replikasi) dalam sel mahluk hidup (Innis & Gelfand 1990). Komponen-komponen yang dibutuhkan dalam reaksi ini hampir sama dengan komponen dalam proses replikasi DNA yaitu enzim polymerase DNA, DNA cetakan, basa-basa nukleotida yang sering disebut dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dTTP), buffer dengan MgCl2 dan aqudest steril (Innis & Gelfand 1990). RAPD sangat kuat dalam mendeteksi polimorfisme dalam jumlah besar karena oligonukleotida dari primer dapat mendeteksi semua genom dalam reaksi PCR. Produk dari amplifikasi DNA diskoring berdasarkan ukuran serta kemunculan pita. Polimorfisme terjadi ketika pita muncul pada suatu induk tetapi tidak pada induk yang lainnya. Sekalipun fragmen homolog terdapat pada induk lain, akan tetapi menunjukkan pita pada ukuran yang berbeda, hal ini akan diskoring sebagai penanda yang berbeda (Dunham 2004). Metode
penanda
RAPD
mendeteksi
polimorfisme
DNA
yang
menggambarkan ada tidaknya amplifikasi pada suatu lokus. Lokus dari penanda RAPD hanya ada dua tampilan saja yang dapat diobservasi yaitu ada atau tidaknya pita. Oleh karena itu, pada tingkat genotipe alel homozygot dan
heterozygot tidak dapat dibedakan. Alel yang tidak muncul dianggap resesif terhadap alel yang muncul. Oleh karena itu, penanada RAPD diekspresikan dan diskoring sebagai alel yang dominan (Young et al. 2000; Dunham 2004). 2.4 Sertifikasi Lacak Balak Kayu Sertifikasi lacak balak merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk mengeluarkan suatu pernyataan bahwa suatu hasil hutan, dalam hal ini kayu, telah diproduksi dari hutan yang lestari. Lacak balak merupakan komponen sistem sertifikasi yang kritis karena menjadi penghubung antara unit manajemen hutan atau unit usaha kehutanan sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen hasil hutan (LEI 2003a). Proses sertifikasi lacak balak merupakan salah satu kegiatan utama sertifikasi ekolabel untuk memantau aliran kayu dari hutan ke pabrik (Voght et al. 2000, diacu dalam Kholik 2008). Menurut LEI (2003b), ekolabel berasal dari kata eco yang berarti lingkungan hidup dan label yang berarti suatu tanda pada produk yang membedakannya dari produk lain. Pada lingkup kegiatan kehutanan, ecolabelling adalah suatu cara untuk memberikan informasi kepada konsumen mengenai produk kayu yang dipasarkan dalam bentuk sertifikat atau ekolabel yang menunjukkan bahwa kayu tersebut berasal atau dihasilkan dari suatu hutan yang dikelola secara lestari (Sarijanto 1995). Dalam penerapannya, ekolabel memerlukan adanya kesiapan perangkat yang meliputi standar dan pedoman pelaksanaan (manual), institusi (kelembagaan) dan mekanisme kerja serta penilai (assesor). Ekolabel yang dapat dipercaya diberikan melalui proses sertifikasi oleh pihak ketiga yang independen untuk menilai bahwa suatu produk diproduksi dengan mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup. Dalam penerapan ekolabel, setidaknya ada 5 jaminan yang perlu digunakan sebagai landasan pelabelan produk kayu (Abidin 1995) : 1. Kepastian ditaatinya jatah tebang hutan lestari. 2. Kepastian pulihnya tegakan secara alami atau dengan bantuan permudaan alam atau buatan. 3. Kepastian terpeliharanya keanekaragaman hayati.
4. Kepastian terpeliharanya kualitas air, tanah dan udara. 5. Kepastian terpeliharanya peri kehidupan dan budaya masyarakat setempat. Manfaat sertifikasi yang secara langsung dapat dirasakan adalah kemudahan dalam melakukan promosi dan bertambahnya apresiasi para importir dan pembeli terhadap perusahaan. Sertifikasi ekolabel juga memberi manfaat positif bagi manajemen internal perusahaan berupa meningkatnya efisiensi manajemen akibat dari penataan sistem produksi yang lebih baik, sesuai dengan kriteria dan indikator sertifikasi ekolabel (LEI 2003c). Bagi konsumen yang peduli pada lingkungan hidup, ekolabel merupakan sebuah garansi yang menunjukkan bahwa produk yang mendapatkan label sudah memenuhi kriteria peduli lingkungan (Ahmad et al. 1993, diacu dalam Sarijanto 1995). Ekolabel dapat pula disamakan dengan sebuah standar produk yang dapat memberikan dua kemungkinan yaitu (Fahutan IPB 1995) : 1. Dalam perdagangan, produk yang berstandar selalu mempunyai harga lebih tinggi daripada produk serupa yang tidak berstandar. Harga yang lebih tinggi diharapkan dapat memberikan dorongan atau intensif bagi produsen untuk mencapainya. Apabila ini terjadi, ekolabel sebagai standar benar-benar dapat memberikan nilai ekonomi bagi produsen, sehingga pengelolaan hutan secara lestari dapat diwujudkan melalui sertifikasi ekolabel. 2. Standar produk, dalam hal tertentu tidak selalu berhubungan dengan harga produknya, tetapi standar tersebut berguna untuk dapat memasuki segmen pasar tertentu. Dalam perdagangan akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan peran (share) produk tersebut untuk memasuki pasar. Penelitian di Amerika pada tahun 1993 terhadap 12 000 konsumen dengan pendapatan lebih besar dari US$ 50 000 per tahun menunjukkan apabila ada ekolabel, 68% diantaranya bersedia membayar lebih besar dari harga furniture yang biasa ditawarkan dan sisanya tidak bersedia. Dari 68% konsumen tersebut, 26% bersedia membayar 1-5% lebih tinggi, 33% bersedia membayar 6–10% lebih tinggi dan sisanya 8% bersedia membayar 11–15% lebih tinggi. Sementara itu, penelitian di Inggris pada tahun 1991 tidak disebutkan jumlah respondennya, 33%
konsumen bersedia membayar 13% lebih tinggi daripada harga yang biasa berlaku (Fahutan IPB 1995). Sebagai suatu komponen utama dari sertifikasi ekolabel, sertifikasi lacak balak pada prinsipnya dilakukan terhadap dua hal (LEI 2003a): a. Kejelasan sistem pergerakan hasil hutan. b. Kinerja sistem pergerakan hasil hutan. Dalam perjalanannya, hasil hutan baik secara sendiri-sendiri maupun dalam susunan sortimen mengalami mutasi (perubahan bentuk, ukuran, jumlah, kualitas, tanda dan penampilan). Lokasi mutasi disebut sebagai simpul pergerakan dan dapat terbagi ke dalam tiga rute (LEI 2003a); rute I yaitu simpul-simpul yang berada pada rentang jarak dari hutan ke pembeli pertama atau industri pengolah hasil hutan hulu; rute II yaitu simpul-simpul yang berada di dalam industri dan rute III yaitu simpul-simpul yang berada pada rentang jarak antara industri ke pembeli akhir atau ke kapal. Faktor kunci yang diperlukan dalam sistem lacak balak adalah cara-cara praktis untuk memeriksa legalitas kayu. Adapun prinsip yang dipakai dalam penilaian lacak balak adalah penilaian satu langkah ke belakang (one step backward), yaitu hanya menilai sumber hasil hutan pada satu simpul sebelumnya sudah tersertifikasi atau belum. Jika satu simpul sebelumnya belum tersertifikasi, lacak balak perlu dilanjutkan pada simpul sebelumnya lagi dan seterusnya sampai diperoleh rantai tak terputus yang menerangkan bahwa asal hasil hutan adalah dari pengelolaan hutan produksi lestari. Dengan kata lain, sertifikat Chain of Custody (CoC) hanya dapat diberikan pada industri atau pedagang yang mendapatkan sumber kayunya dari pengelola hutan yang telah mempunyai sertifikat ekolabel atau dari sumber yang legal dan traceable (dapat dilacak asalnya) (LEI 2003a).
2.5 Sertifikasi Kayu dengan Pelabelan Sertifikat pengelolaan hutan lestari dan sertifikasi lacak balak memberi dampak positif terhadap image suatu produk. Melalui sertifikasi lacak balak, produsen bisa menempelkan logo pada produk, yang menginformasikan bahwa produk telah melalui proses yang memperhatikan kelestarian hutan. Hal ini berpengaruh
pada
meningkatnya
permintaan
kepada
perusahaan
yang
bersangkutan (LEI 2003c). Agar efektif, lacak balak kayu harus didasarkan pada prinsip-prinsip berikut (Dykstra et al. 2002): 1. Identifikasi; Log kayu ataupun produk dari kayu harus dapat diidentifikasi dengan beberapa jenis label teknologi. 2. Pemisahan; Dilakukan di setiap mata rantai dalam proses lacak balak yang dimulai dari hutan hingga menjadi produk di tangan konsumen. Hal ini dilakukan dengan memisahkan antara kayu yang berasal dari sumber yang diketahui dengan kayu yang berasal dari sumber yang tidak diketahui. 3. Dokumentasi; Label yang terdapat di kayu harus dapat didokumentasikan, untuk menyediakan informasi mengenai volume kayu, jenis, kualitas dan atribut lainnya. Berbagai jenis label dapat digunakan dalam mengidentifikasi kayu pada proses lacak balak yaitu (Dykstra et al. 2002): 1. Cat konvensional dan label pahat Metode pelabelan kayu paling tua berupa pengecetan atau pemahatan informasi perusahaan dan informasi identifikasi kayu pada log kayu. Seperti label pada umumnya, label ini berupa dokumentasi identifikasi kayu untuk memberikan informasi yang lebih terperinci tentang asal kayu, jenis, dimensi dan volume kayu. Alat ukir (pahat) yang digunakan berupa pisau khusus yang digunakan untuk membuat tanda pada ujung kayu. Kode berupa informasi penting ataupun dokumentasi tambahan dibuat dalam lingkaran yang telah dipahat pada ujung log kayu. Pelabelan dengan cat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, dapat dibedakan menjadi cat berbasis minyak yang lebih terang dan cat berbasis air. Kedua jenis cat ini tahan lama, memberikan tanda yang lebih jelas di kayu, mudah untuk diaplikasikan dan dapat digunakan pada kondisi yang lembab (basah) serta
memiliki titik beku yang kecil. Akan tetapi cat berbasis minyak terkadang mengandung lebih banyak bahan yang bersifat korosif dan toksik dibandingkan cat berbasis air.
Sumber: Dykstra et al. (2002)
Gambar 2 Metode pelabelan dengan cat (kiri) dan label pahat (kanan). 2. Branding hammers (pembuatan label dengan palu) Pembuatan label dengan palu merupakan metode pelabelan kayu tradisional yang masih digunakan oleh sebagian besar industri kayu. Akan tetapi, saat ini industri kayu sebagian besar telah beralih pada sistem barcode. Metode pelabelan dengan palu, memiliki bentuk pelabelan yang khas untuk memudahkan dalam pengidentifikasian. Pelabelan ini berupa dokumentasi identifikasi kayu untuk memberikan informasi yang lebih terperinci tentang asal kayu, jenis, dimensi dan volume kayu. Contoh pelabelan dengan metode branding hammers dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: Dykstra et al. (2002)
Gambar 3 Metode pelabelan dengan palu (branding hammers).
3. Label konvensional Label konvensional menggunakan kertas atau plastik (Gambar 4) yang direkatkan pada kayu dengan logam atau palstik yang dikeraskan, paku dan bahan perekat lainnya. Untuk kayu yang akan dibuat pulp, digunakan label yang dapat hancur bersama kayu pada proses pembuatan pulp . Label konvensional seringkali berupa informasi barcode, sehingga dapat dibaca dengan barcode scanner.
(a) (b) Keterangan: a= label konvensional biasa, b= label konvensional untuk kayu pulp Sumber: Dykstra et al. (2002)
Gambar 4 Contoh label konvensional. 4. Nail-based label (label dengan paku) Metode pelabelan ini ditancapkan pada ujung log kayu atau pada produk kayu. Umumnya, label ini dibuat dari logam atau plastik yang telah dikeraskan yang kemudian ditempelkan pada kayu dengan paku. Label ini seringkali berupa informasi barcode, sehingga dapat dibaca dengan barcode scanner. Contoh label dengan metode ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber: Dykstra et al. (2002)
Gambar 5 Contoh label dengan metode pelabelan nail-based label.
5. Magnetic stripe card (kartu strip magnetik) Kartu strip magnetik ini terbuat dari kertas atau plastik. Masing-masing kartu memiliki sebuah strip magnetik berwarna hitam yang dapat menyimpan informasi dan kemudian diinterpretasikan (dapat dibaca) dengan sebuah alat pembaca khusus. Dalam pengaplikasiannya, metode pelabelan ini umumnya memerlukan airport transit ticket dan bankcards. Saat ini, kartu strip magnetik digunakan untuk berbagai aplikasi dan merupakan teknologi yang dapat digunakan di berbagai sektor termasuk sektor keuangan (financial sector) dan keamanan (security sector). Untuk penyandian pada kartunya sendiri telah diatur dengan standar ISO. Selain itu, memungkinkan adanya hak milik atas penyandian dan sebagian reader dapat diprogram sesuai dengan penyandian yang dibuat. 6. Kartu Smart (Smart card) Merupakan kartu plastik berukuran kartu kredit yang dapat menyimpan banyak informasi pada sebuah cip mikro. Terdapat dua tipe smart card, yaitu: 1. Dumb smart card, yaitu kartu yang hanya dapat menyimpan memori tapi tidak dapat digunakan dalam proses data. 2. True smart card, yaitu berupa memori prosesor mikro yang terdapat di dalam kartu, memungkinkan digunakan untuk proses suatu data ataupun membuat suatu keputusan dari data yang ada dalam memori. Selain itu, kartu ini tidak tergantung oleh satu prosesor eksternal. Dengan prosesor mikro yang terdapat di kartu, bermacam metode dapat digunakan untuk menjaga akses informasi di dalam kartu sehingga memberikan keamanan terhadap data tersebut. 7. RFID (Radio Frequency Identification) labels RFID terdiri atas radio penerima yang dapat menerima dan mengirim data dengan transmisi radio. Umumnya radio penerima dimasukkan pada label ”nailbased label” untuk mendukung kegiatan pelacakan kayu. Label RFID merupakan suatu label yang dapat dibaca tanpa harus melakukan kontak langsung dengan label yang bersangkutan. Jarak pembacaan dan penulisan dapat berubah dari millimeter ke beberapa meter, tergantung pada teknologi yang digunakan. RFID yang dapat digunakan bervariasi tergantung dari industri pengguna dan
pengaplikasiannya, dengan frekuensi yang sering digunakan berkisar antara 125 kHz-5.8 GHz. Label RFID hanya dapat mengirimkan data apabila terdapat rangsangan sinyal dari suatu reader/scanner (Gambar 6) yang cocok dan penggunaannya relatif lebih aman.
Sumber: Dykstra et al. (2002)
Gambar 6
Scanner yang digunakan pada metode RFID (Radio Frequency Identification) labels.
8. Microtaggant tracers Microtaggant merupakan partikel mikroskopik yang tersusun atas beberapa lapis plastik dengan warna yang berbeda. Setiap microtaggant adalah sebuah kode warna, microchip polimer terdiri atas 10 lapis yang mencakup lapisan magnetik dan lapisan fluorescens, yang menjadikan label ini dapat digunakan untuk identifikasi kode. Berjuta permutasi dapat dibuat dengan mengkombinasikan beberapa warna pada sekuen yang berbeda. Kode dapat dibaca dengan mikroskop ukuran kecil dengan perbesaran 100x. Contoh label dengan metode ini pada log kayu dapat dilihat pada Gambar 7.
Sumber: Dykstra et al. (2002)
Gambar 7 Pelabelan dengan metode microtaggant tracers.
9. Chemical tracer paint USDA forest service telah menggunakan teknologi pelabelan ini sejak tahun 1988. Cat yang digunakan memuat dua jenis pelacak kimia. Pelacak kimia yang satu dapat dideteksi di lapangan dan yang lain hanya dapat diidentifikasi dengan alat laboratorium. Pelacakan di lapangan dideteksi dengan meneteskan bahan kimia pada label cat. Pelacakan di laboratorium diidentifikasi dengan bahan kimia analisis yang lebih canggih, sehingga dapat memberikan hasil identifikasi yang lebih akurat dan meningkatkan mutu pembuktian. Dalam prakteknya, batang dan tunggak pohon yang telah ditebang dicat dengan cat warna yang mengandung kode (tracer). Cat pada pohon mudah untuk diidentifikasi dan dapat diuji setiap saat menggunakan test kit lapangan. 10. Chemical and genetic fingerprinting Teknologi ini memberikan pembuktian pada identifikasi produk dengan menguji komposisi kimia dan genetik dari pohon. Metode sidik jari dengan bahan kimia mencakup beberapa metode: Near Infrared (NIR), pyrolisis, analysis of trace elements dan gas chromatoghraphy. Sementara itu, metode sidik jari genetik mencakup analisis DNA genom yang terdapat pada tanaman yaitu DNA pada inti sel, DNA mitokondria dan DNA plastid. 2.6 Penebangan Ilegal sebagai Suatu Bentuk Kejahatan Hutan Penebangan ilegal didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu dengan melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang mencakup kegiatan menebang kayu di areal yang dilindungi, area konservasi dan taman nasional serta menebang kayu tanpa ijin yang tepat di hutan-hutan produksi. Permintaan yang besar dari industri kayu lokal maupun luar negeri khususnya Malaysia dan Singapura, telah mendorong aktifitas kriminal tersebut (Rukmana 2004, diacu dalam Setiono & Husain 2005). Semakin banyaknya sumber kayu ilegal dari Indonesia untuk mendukung permintaan perdagangan kayu dunia menjadi ancaman terbesar terhadap hutan Indonesia (CIFOR 2008).
Menurut Departemen Kehutanan, jumlah kayu ilegal yang diselundupkan keluar dari Indonesia pada tahun 2001-2003 adalah sekitar 9 juta m3 dan kemudian diproses menjadi produk-produk kayu dan dikonsumsi oleh negaranagara maju. Perkiraan nilai dari perdagangan kayu ilegal tersebut adalah 2.16 miliar dollar AS. Sekitar 90% dari keuntungan pembalakan liar di Indonesia berakhir direkening bank di tempat lain, terutama di Singapura, Malaysia dan Hongkong (Setiono & Husain 2005). Berdasarkan data Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten, pencurian dan penjarahan hutan dari tahun 1977-1999 dan hingga saat ini mengalami peningkatan. Intensitas pencurian dan penjarahan hutan pada tahun 1977 mencapai 180% yang kemudian meningkat menjadi 600% pada tahun 1998 (Kodra & Rais 2004). Cukong (penyokong dana) adalah otak dibalik kejahatan pembalakan liar. Cukong merencanakan semua langkah yang harus dilakukan untuk mengambil kayu secara ilegal dan menjualnya seakan kayu tersebut diperoleh secara legal. Untuk menyembunyikan harta hasil pembalakan liar dan mencucinya, penyokong dana pertama-tama membayar sejumlah uang untuk para pembalak dan pemimpin masyarakat lokal. Pembayaran ini dapat berupa uang tunai, infrastruktur (seperti jalan dan fasilitas umum lainnya) ataupun jasa. Sebagai balasannya, penyokong dana memperoleh akses kepada hutan alam yang dibutuhkan untuk memperoleh kayu. Mereka juga menyuap oknum di sektor kehutanan untuk memperoleh suratsurat yang sah. Proses ini pada dasarnya mencuci kayu ilegal menjadi kayu legal (Setiono & Husain 2005). Cukong juga menjaga hubungan baik dengan oknum pengambil keputusan kunci dalam pemerintahan (termasuk penegak hukum dan militer) dan legislatif. Mereka biasanya menngirim “uang pertemanan” (goodwill) ke rekening bank yang dimiliki oleh oknum pengambil keputusan tersebut atau perwakilannya di Indonesia atau di luar negeri. Perusahaan kayu yang legal juga sering terlibat dalam pembalakan liar. Mereka mempunyai surat ijin yang sah dari pemerintah untuk mengambil kayu. Dengan ijin tersebut, perusahaan kayu sering menebang kayu di luar area konsesi mereka dan memproduksi kayu lebih dari kuota kayu tahunannya (Setiono & Husain 2005). Tipologi pembalakan liar dan korupsi ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Penebang illegal
Pembeli kayu
US$
Pemimpin masyarakat
Rp, barang, jasa
Pejabat pemerintah
Pejabat penegak hukum
Rp Barang konsumen, bisnis legal dan illegal, bank
Rp
Pembeli nonkayu
Cukong
Rp
Rp
US$
Pengambil keputusan kunci
Keterangan:
= Transaksi tunai = Transaksi bank Sumber: Setiono dan Husain (2005)
Gambar 8 Tipologi pembalakan liar dan korupsi.
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian analisis DNA dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Bagian Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus sampai Oktober 2008. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan adalah kayu yang berasal dari dua lokasi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten, yaitu KPH Ciamis dan KPH Purwakarta. Contoh kayu yang digunakan berasal dari blok penebangan (tunggak) KPH Ciamis dan KPH Purwakarta, Tempat Penimbunan Kayu (TPK) KPH Ciamis dan KPH Purwakarta, kayu industri dan kayu curian dari KPH Ciamis. Untuk lebih lengkapnya, rincian contoh uji kayu jati yang digunakan beserta lokasi pengambilannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rincian sumber contoh uji kayu Jati yang digunakan Asal Petak
Jenis Contoh Uji
Jumlah Contoh Uji
Letak Geografis
54 b
Kayu tunggak
11
06’28’04.3”S-107’28’50.4”E
2
54 b
Kayu TPK
11
06’28’08.3”S-107’28’51.0”E
3
53 b
Kayu tunggak
20
07'21'41.2"S-108'33"18.6"E
53 b
Kayu TPK
20
07'21'47.5"S-108'33'26.2"E
5
-
Kayu curian
7
07’22’06.0”S-108'33'10.1"E
6
-
Kayu industri
12
07'21'30.1"S-108'33'24.7"E
No.
Lokasi
1 KPH Purwakarta
4 KPH Ciamis
Keterangan : KPH = Kesatuan Pemangkuan Hutan, TPK = Tempat Penimbunan Kayu
3.2.2 Alat dan Bahan Analisis Keragaman DNA Teknik DNA yang digunakan untuk kegiatan lacak balak kayu yaitu teknik RAPD. Adapun alat dan bahan yang diperlukan untuk mendapatkan data primer dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Alat dan bahan teknik RAPD Tahapan Pekerjaan Analisis
RAPD
Ekstraksi
PCR
Visualisasi DNA
Alat: sarung tangan karet, gunting, tube 1.5 ml, spidol permanen, mortar, pestel, mikropipet, tips, rak tube, vortex, mesin sentrifugasi, waterbath, freezer, desikator.
Alat: tube 0.2 ml, spidol permanen, alat tulis, mikro pipet, tips, mesin sentrifugasi, mesin PCR PTC100.
Alat: microwave, mikropipet, tips, mesin sentrifugasi, bak elektroforesis, cetakan agar, erlenmeyer, gelas ukur, tempat pencampur DNA, sarung tangan karet, UV transilluminator, alat foto DNA.
Bahan: Nitrogen cair, buffer ekstrak, PVP 2%, chloroform IAA, phenol, isopropanol dingin, NaCl, etanol 95%, buffer TE.
Bahan: DNA, aquabidest, H2O, primer random (OPO dan OPY), Taq polymerase.
Analisis Data Alat: komputer, softwere POPGENE versi 1.31 dan NTSYS versi 2.0.
Bahan: agarose, buffer TAE 1x, blue juice 10x, DNA, marker, EtBr.
3.2.3 Data Penelitian Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan diperoleh dari hasil ekstraksi DNA yang kemudian diamplifikasi dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan divisualisasi, untuk mendapatkan lokus masing-masing individu. Data sekunder yang digunakan sebagai database DNA adalah data hasil penelitian Kholik (2008) yang berjudul Variasi Genetik, isotop dan spektra Near Infrared (NIR) kayu Jati di Jawa. Data yang diambil adalah hasil foto DNA dari 9 KPH yaitu Banten, Indramayu, Ciamis, Cepu, Randublatung, Kendal, Bojonegoro, Ngawi dan Kebonharjo.
3.3 Prosedur Penelitian Metode yang digunakan dalam kegiatan lacak balak DNA kayu adalah dengan metode RAPD. Secara umum prosedur penelitian dengan metode RAPD dapat dilihat pada Gambar 9. Contoh uji kayu
Ekstraksi DNA Tidak
Elektroforesis agar 1%
Pewarnaan (staining)
PCR seleksi primer
Elektroforesis agar 2%
Data primer
Pewarnaan (staining)
PCR primer terbaik
Tidak
Elektroforesis agar 2%
Pewarnaan (staining)
Pemotretan hasil amplifikasi Database DNA Interpretasi dan analisis data
Popgene
NTSys
Deskriptif
Gambar 9 Bagan prosedur teknik RAPD. Pada penelitian ini, tidak dilakukan seleksi primer karena primer yang digunakan adalah primer yang telah digunakan pada penelitian Kholik (2008).
3.3.1 Ekstraksi DNA Ektraksi DNA merupakan metode pemisahan DNA dari bahan-bahan yang tidak diperlukan. Untuk mengurangi aktivitas enzim selama ekstraksi digunakan nitrogen cair, yang juga dapat mempermudah proses penghancuran bahan tanaman. Metode yang digunakan untuk ekstraksi adalah metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide), dari Murray & Thompson (1980) yang telah dimodifikasi Brown (1991) sebagaimana yang diacu dalam Yunanto (2006). Bahan yang akan dianalisis berupa contoh uji kayu Jati, dibor dalam keadaan steril menggunakan ukuran mata bor 2.5 mm. Pengambilan serbuk dilakukan pada bagian kayu gubal sebanyak 0.2 g dan dimasukan dalam tube. Serbuk tersebut kemudian ditambahkan 500-700 µL larutan buffer ekstrak (TrisHCl 1M pH 8.0, NaCl 5M, EDTA 0.5M, CTAB 10%, merkaptoetanol, PVP 1% dan H2O) serta 100 µL PVP 2% kemudian divortex. Setelah itu dilakukan inkubasi di dalam mangkok porselin berisi air yang dipanaskan di atas kompor listrik selama 45 menit pada suhu 65oC. Stirer berukuran 5 mm dimasukan dalam tube untuk mengoptimalkan ekstraksi selama proses inkubasi. Selama proses inkubasi, air dalam mangkuk porselin harus tetap dikontrol. Untuk memisahkan antara cairan pelarut dengan cairan yang mengandung DNA (supernatant) ditambahkan chloroform IAA 500 μl dan fenol 10 μl, kemudian dikocok dan disentrifugasi pada kecepatan 13 000 rpm selama 2 menit. Hasil sentrifugasi terpisah menjadi dua fase yaitu bagian atas merupakan fase air yang berisi asam nukleat (supernatant) dan bagian bawah yaitu fase organik yang berisi pelarut organik. Cairan yang mengandung DNA (supernatant) dipindahkan ke dalam tube baru. Proses tersebut dilakukan sebanyak dua kali. Untuk mendapatkan pellet DNA, supernatant ditambahkan isopropanol dingin 500 mikro liter dan NaCl 300 mikro liter dan disimpan di dalam freezer selama 45 menit-1 jam. Pemberian isopropanol dingin dan garam NaCl menyebabkan pengendapan DNA dan terbentuknya benang-benang asam nukleat yang halus dan berwarna putih. Fase padat (pellet) dicuci dengan etanol 100% sebanyak 300 mikro liter yang ditambahkan ke dalam tube untuk memurnikan DNA dari sisa-sisa bahan kimia. Proses tersebut dilakukan 2 kali, kemudian dikeringkan di dalam desikator ±15 menit. Langkah terakhir adalah menambahkan
buffer TE sebanyak 20 μl. Hal ini dilakukan agar DNA lebih stabil. DNA akan lebih stabil dalam keadaan larutan dibandingkan dalam bentuk benang-benang halus. Buffer TE yang mengandung tris-HCL dan EDTA mampu mengkelat logam yang dapat menjadi kofaktor enzim nuklease (Sambrook et al. 1989, diacu dalam Nuryani 2003). 3.3.2 Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction-Random Ampified Polymorphic DNA ) DNA hasil proses ekstraksi sebelum dilakukan proses amplifikasi harus dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquabidest. Besarnya perbandingan antara DNA dengan aquabidest tergantung dari tebal dan tipisnya DNA genomik hasil ekstraksi. Proses amplifikasi dengan metode RAPD menggunakan bahan kimia dari Promega. Secara umum proses amplifikasi DNA dengan metode PCR-RAPD menggunakan 4 komponen utama yang dicampurkan ke dalam microtube ukuran 0.2 ml. Komponen yang diperlukan untuk teknik RAPD disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi bahan untuk reaksi PCR pada teknik RAPD No. 1 2 3 4
Nama Bahan H2O Go Taq Green Master Mix Qit Primer Cetakan DNA
1 Contoh Uji Reaksi 2.5 μl 7.5 μl 1.5 μl 2 μl
X Sample Reaksi X x 2.5 μl X x 7.5 μl X x 1.5 μl X x 2 μl
Primer yang digunakan adalah primer yang telah digunakan pada penelitian Kholik (2008), yaitu primer dari golongan OPO dan OPY. Primer dari golongan OPO yang digunakan untuk proses amplifikasi DNA adalah yang memiliki kode O10 dan O14. Sedangkan primer dari golongan OPY yang digunakan adalah yang memiliki kode Y13 dan Y20. Urutan basa nukleotida primer golongan OPO dan OPY (Yunanto 2006) disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Urutan basa nukleotida primer (Operon Technology) No.
Primer
Urutan Basa
1
OPO-10
5' TCAGAGCGCC '3
2
OPO-14
5' AGCATGGCTC '3
3
OPY-13
5' CACAGCGACA '3
4
OPY-20
5' AGCCGTGGAA'3
Secara umum, proses PCR melalui 3 tahapan penting yaitu denaturation, annealing, dan extension. Dalam proses PCR dibutuhkan suhu yang berbeda-beda tergantung pada teknik, bahan kimia, dan juga primer yang digunakan. Adapun tahapan dalam proses PCR dengan menggunakan teknik RAPD dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Tahapan proses PCR-RAPD Tahapan Pra-denaturation Denaturation Annealing Extension Final Extension
Suhu 95oC 95oC 37oC 72oC 72oC
Waktu 2 menit 1 menit 2 menit 2 menit 5 menit
Jumlah Siklus 1 45 45 45 1
3.3.3 Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Untuk menguji kualitas DNA hasil ekstraksi dilakukan elektroforesis dengan menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 1% (b/v), dimana 15 ml buffer TAE 1x dicampurkan dengan 0.15 gram agarose (untuk cetakan kecil 8-12 sumur), dan 33 ml buffer TAE dicampurkan dengan 0.33 gram agarose (untuk cetakan besar 17-25 sumur). Campuran agar 1% tersebut dipanaskan di dalam microwave untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan dan ditunggu sampai padat, kemudian disimpan di dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TAE. Setelah agar yang padat berada di dalam bak elektroforesis, 3 µl Blue Juice 10x dan 4 mikro liter DNA dicampurkan dan dimasukkan ke dalam lubanglubang di dalam agarose dengan menggunakan mikropipet. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 volt sekitar 30 menit. Pada prinsipnya, proses elektroforesis dilakukan dengan memigrasikan
DNA dalam gel agarose dari arus (-) ke arus (+). Untuk melihat hasil elektroforesis dilakukan pewarnaan dengan larutan Ethidium Bromida (EtBr) dengan konsentrasi 1% (v/v), dan selanjutnya pita DNA hasil isolasi dilihat dengan menggunakan alat UV transilluminator. Untuk menguji kualitas DNA hasil PCR, dilakukan elektroforesis dengan menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 2% (b/v), dimana 15 ml buffer TAE 1x dicampurkan dengan 0.30 gram agarose (untuk cetakan kecil 8-12 sumur), dan 33 ml buffer TAE dicampurkan dengan 0.66 gram agarose (untuk cetakan besar 17-25 sumur). Campuran agar 2% tersebut dipanaskan di dalam microwave untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan dan ditunggu sampai padat, kemudian disimpan di dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TAE. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 80 volt sekitar 45-60 menit. Pada prinsipnya, proses elektroforesis dilakukan dengan memigrasikan DNA dalam gel agarose dari arus (-) ke arus (+). Untuk melihat hasil elektroforesis dilakukan pewarnaan dengan larutan Ethidium Bromida (EtBr) dengan konsentrasi 1% (v/v). Selanjutnya pita DNA hasil isolasi dilihat dengan menggunakan alat UV transilluminator lalu difoto untuk kemudian diinterpretasi dan dianalisis. 3.4 Analisis Data 3.4.1 Skoring Hasil Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR-RAPD Hasil PCR yang telah dielektroforesis selanjutnya difoto dan dianalisis dengan melakukan skoring pola pita yang muncul. Pola pita yang muncul (positif) diberi nilai 1 dan pola pita yang tidak muncul (negatif) diberi nilai 0. Contoh proses skoring dapat dilihat pada Gambar 10.
Individu 1
Lokus
2
3
4
5
Individu
L1
1 2 3 4 5
L2 L3 L4
L1 1 1 1 0 1
Lokus L2 L3 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0
L4 1 0 1 1 1
Gambar 10 Cara penilaian pita dengan sistem skoring (1= ada pita, 0= tidak ada pita). 3.4.2 Analisis Lacak Balak Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Populasi Analisis dilakukan dengan membandingkan struktur alelik (1 dan 0) kayu tunggak dan kayu TPK dengan uji chi-kuadrat (chi-square). Chi-kuadrat adalah uji nyata (goodness of fit) apakah data yang diperoleh benar menyimpang dari nisbah yang diharapkan, tidak secara kebetulan (Crowder 1986). Hasil yang diperoleh dari skoring hasil amplifikasi DNA kemudian dianalisis dengan uji chikuadrat (chi-square) untuk menguji kecocokan DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di TPK. Menurut Crowder 1986, metode chi-kuadrat adalah cara yang dapat dipakai untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari persilanganpersilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis. Perhitungan chi-kuadrat dilakukan dengan rumus (Crowder 1986) : χ² = (o - e)2 e dimana : χ² = Nilai chi-kuadrat. o = Jumlah allele yang diamati (observed). e = Jumlah allele yang diharapkan (expected). Perhitungan chi-kuadrat dilakukan pada frekuensi absolut dan frekuensi relatif alel 1 dan alel 0 masing-masing populasi pada masing-masing primer. Frekuensi absolut adalah jumlah kemunculan alel (1 dan 0) pada beberapa lokus pada masing-masing primer yang diujikan. Frekuensi relatif merupakan frekuensi kemunculan alel (1 dan 0) pada beberapa lokus pada masing-masing primer yang diujikan.
Perhitungan chi-kuadrat dilakukan dengan microsoft excel sehingga diperoleh χ²hitung
yang kemudian dicocokkan dengan χ²tabel pada selang
kepercayaan 95 %. Adapun hipotesis yang diuji adalah : H0 : Struktur alelik (1 dan 0) contoh uji kayu di tunggak sama dengan contoh uji kayu di TPK. H1 : Struktur alelik (1 dan 0) contoh uji kayu di tunggak tidak sama dengan contoh uji kayu di TPK. 3.4.3 Analisis Lacak Balak Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Individu Analisis lacak balak per individu dilakukan dengan membandingkan genotype masing-masing individu kayu di tunggak dan di TPK. Perbandingan genotype individu di tunggak dan di TPK didasarkan atas adanya lokus penanda pada primer yang digunakan. Lokus yang digunakan sebagai lokus penanda adalah lokus yang memiliki intensitas dan kontuinitas kemunculan yang lebih tinggi dibanding yang lainnya. Minimal 60% struktur genotype dari masingmasing pasangan individu kayu yang diujikan (tunggak dan TPK) harus sama. Apabila 33% dari populasi yang diujikan memiliki kesamaan struktur genotype, maka dianggap semua pasangan individu kayu pada populasi yang diujikan sealiran (Certisource 2008). Analisis ini hanya dilakukan pada lokus tertentu yang merupakan lokus penanda karena metode RAPD merupakan suatu metode yang mengamplifikasi DNA secara acak dengan ukuran pita yang sangat bervariasi untuk masing-masing individu untuk suatu primer yang digunakan. Oleh karena itu, masing-masing individu akan memiliki pola pita yang berbeda tergantung pada DNA genom individu yang sekuennya sama dengan sekuen primer yang digunakan. 3.4.4 Pendugaan Asal Kayu Curian dan Kayu Industri Penggergajian Hasil perhitungan baik data primer (hasil skoring kayu curian dan kayu industri) maupun data sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan software POPGENE Versi 32. Pengelompokan kerabat dilakukan berdasarkan metode Unwieghted Pair Grouping with Arithmatic Averaging (UPGMA) (Nei 1973, diacu dalam Yunanto 2006) dengan software Numerical Taxonomy and
Multivariate Analysis System (NTSys) Versi 2.01. Parameter variasi genetik berupa analisis klaster/kelompok dan jarak genetik yang diperoleh dari pengolahan data, kemudian digunakan untuk menduga asal kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Optimasi Ekstraksi dan Isolasi DNA Ekstraksi dan isolasi DNA dilakukan dengan metode CTAB yang dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni. Ekstraksi DNA dilakukan pada bagian kayu gubal. Hal ini mengacu pada penelitian Kholik (2008), diperoleh bahwa DNA pada bagian kayu gubal lebih banyak dibandingkan bagian kayu teras. Bagian kayu gubal adalah bagian sel-sel kayu yang masih aktif tumbuh serta belum banyak mengandung senyawa polifenol dan senyawa metabolit sekunder lainnya, sehingga diharapkan DNA yang diperoleh lebih banyak. Hasil ekstraksi DNA pada kayu dapat dilihat pada Gambar 11.
1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 Keterangan: 1= Ada pita hasil optimasi ekstraksi DNA, 0= Tidak ada pita hasil optimasi ekstraksi DNA
Gambar 11 Contoh hasil ekstraksi DNA pada contoh uji kayu. Hasil ekstraksi DNA seperti pada Gambar 11 menunjukkan DNA kayu jati sangat tipis dan relatif masih kotor. DNA kayu yang tipis disebabkan karena dalam kayu sendiri terkandung sifat degraded-DNA yaitu DNA yang telah terdegradasi tidak tersebar merata pada semua jaringan kayu. Hasil ekstraksi yang kotor ini masih banyak mengandung klorofom, kandungan fenol yang tinggi, alkohol ataupun kontaminasi protein, polisakarida dan RNA. Perbandingan pengenceran yang dilakukan adalah 100x (99 µL aquabidest : 1 µL DNA).
Perbandingan pengenceran yang dilakukan mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu Kholik (2008) dan Purnamasari (2008), yaitu pengenceran 100x menghasilkan DNA amplifikasi yang relatif optimal. 4.2 Optimasi PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction Random Amplified Polymorphic DNA) Kegiatan PCR dilakukan dengan menggunakan primer OPO 10, OPO 14, OPY 13 dan OPY 20. Primer ini telah digunakan sebelumnya untuk megetahui variasi genetik pada kayu jati di Jawa. DNA yang digunakan adalah hasil ekstraksi contoh uji kayu pada bagian kayu gubal yaitu kayu tunggak (20 contoh uji dari Purwakarta dan 11 contoh uji dari Ciamis), kayu di TPK (20 contoh uji dari Purwakarta dan 11 contoh uji dari Ciamis), kayu curian (7 contoh uji) dan kayu industri (12 contoh uji) yang berasal dari Ciamis. Hasil ampilifikasi DNA dengan primer OPO 14 dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil ampilifikasi DNA dengan PCR dengan primer OPO 10, OPY 13 dan OPY 20 disajikan pada Lampiran 1. Amplifikasi DNA dengan 4 primer (OPO 14, OPO 10, OPY 13 dan OPY 20) pada kayu tunggak, kayu di TPK, kayu curian dan kayu industri yang telah dilakukan menghasilkan fragmen yang bervariasi tergantung pada jenis primer yang digunakan. Ukuran fragmen yang dihasilkan berkisar antara 100bp sampai lebih dari 1000bp, dengan jumlah fragmen berkisar antara 1 hingga 7 pita untuk kayu tunggak, kayu di TPK, kayu curian dan kayu untuk industry penggergajian. Jumlah lokus yang dihasilkan untuk masing-masing primer berbeda. Lokus terbanyak ditemukan pada primer OPO 10 sebanyak 18 lokus.
M P5 P4 P3 P2 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8
7 6
5
4
3
2
M
P21 P20 P19 P18 P17 P16 P15 P14
P13 P12 P11
P10
P9
P8
P7
P6
1000bp 300 bp
(a) 21 20 19 18
17 16
15 14
13
12
11 10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
M
M
C7
C6
C5
C4
C3
C2
C1
22
1000bp
200 bp
(b) I12
I11
I10
I9
I8
I7
I6
I5
M
M
I4
I3
I2
I1
1000bp
300 bp
Keterangan: (a)= Contoh uji jati Purwakarta, P1-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK; (b)= Contoh uji jati Ciamis, 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22 = Ciamis TPK, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industri Ciamis, M= Marker
Gambar 12 Hasil PCR primer OPO 14.
Tidak semua pita menunjukkan kualitas yang bagus yang dihasilkan oleh masing-masing primer, utamanya pada primer OPO 10 untuk contoh uji kayu industri (Lampiran 1). Ada beberapa pita yang kurang jelas yang kemudian menimbulkan keraguan dalam menginterpretasikan dan menganalisis pita. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan hal ini, yaitu kurang murninya DNA genom yang digunakan, proses pengenceran, dan komposisi bahan-bahan yang kurang tepat. Menurut Suryanto (2003), konsentrasi DNA contoh, ukuran panjang primer, komposisi basa primer, konsentrasi ion Mg dan suhu hibridisasi primer harus dikontrol dengan hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik. 4.3 Interpretasi dan Analisis Data 4.3.1 Lacak Balak Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Populasi Lacak balak per populasi dilakukan dengan uji chi-square. Uji chi-square digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh menyimpang atau tidak dari hasil yang diharapkan. Uji chi-square dilakukan pada contoh uji Purwakarta dan contoh uji Ciamis secara terpisah. Uji ini biasanya digunakan dalam persilangan (plant breeding) dua tanaman dengan perbandingan yang diharapkan (hipotesis) berdasarkan pada pemisahan alel secara bebas, pembuahan gamet secara rambang dan terjadi segregasi sempurna (Crowder 1986). Uji chi-square dilakukan pada kayu tunggak dan kayu di TPK untuk populasi Ciamis dan Purwakarta. Nilai skoring tunggak merupakan nilai yang diamati (observed) dan nilai skoring TPK merupakan nilai yang diharapkan (expected). Nilai skoring untuk uji chi-square contoh uji dari Purwakarta dan Ciamis disajikan secara lengkap pada Lampiran 2. Hasil rekapitulasi uji chisquare disajikan pada Tabel 6. Uji chi-square secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 6 Rekapitulasi hasil uji chi-square populasi jati Purwakarta dan Ciamis No 1 2 3 4 5 6 7 8
Primer
Populasi
n Tunggak
hitung
TPK
FR
tabel
FA
Purwakarta Ciamis Purwakarta Ciamis Purwakarta Ciamis Purwakarta Ciamis
10.305 206.109 20 20 50.998 1.677 18.451 11 11 20 20 3.415 68.297 38.885 OPO 14 0.529 5.822 11 11 1.783 35.670 20 20 OPY 13 48.602 11 11 2.225 24.474 7.054 141.072 20 20 OPY 20 38.885 0.595 6.543 11 11 Keterangan : TPK= Tempat Penimbunan Kayu, n= Jumlah contoh uji, FR= Frekuensi relatif, OPO 10
FA= Frekuensi absolut
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai kecil dari
tabel pada populasi Purwakarta dan Ciamis untuk keempat primer
yang digunakan. Sementara itu, nilai Purwakarta lebih besar dari Primer OPY 13 memiliki nilai
hitung frekuensi absolut pada populasi
tabel untuk primer OPO 10, OPO 14 dan OPY 20. hitung yang lebih kecil dari
pula pada populasi Ciamis, memiliki dari
hitung frekuensi relatif lebih
tabel. Demikian
hitung frekuensi absolut yang lebih kecil
tabel . Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hipotesis 0 (H0) dapat
diterima untuk masing-masing populasi pada setiap primer yang digunakan pada pengujian
dengan frekuensi relatif, sementara penerimaan hipotesis 0 (H0)
bervariasi pada pengujian dengan frekuensi absolut berdasarkan primer yang digunakan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan yang cukup signifikan antara nilai frekuensi relatif dan frekuensi absolut pada masing-masing lokus. Penerimaan hipotesis 0 (H0) berarti struktur alelik (1 dan 0) antara kayu tunggak sama dengan kayu di TPK, pada populasi jati Ciamis dan Purwakarta. 4.3.2 Lacak Balak Populasi Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Individu Dari foto hasil amplifikasi PCR RAPD yang telah dilakukan, diperoleh beberapa lokus yang memiliki intensitas kemunculan yang lebih sering dibandingkan yang lainnya. Lokus ini digunakan sebagai lokus penanda seperti yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Lokus penanda pada primer OPO 10, OPO 14 dan OPY 13 No
Primer
1
OPO 10
2
OPO 14
3
OPY 13
Lokus Penanda Populasi Populasi Purwakarta Ciamis 900bp 400bp 1000bp 500bp 300bp 300bp 900bp 900bp 1000bp 1000bp 300bp 300bp 600bp 500bp 900bp
Keterangan: bp= base pair
Primer yang digunakan untuk penentuan lokus penanda adalah primer yang memilki nilai Gst yang terbesar yaitu primer OPO 10, OPO 14 dan OPY 13. Primer dengan Gst terbesar (OPO 10, OPO 14 dan OPY 13) dapat dijadikan sebagai primer penanda untuk kepentingan lacak balak. Hasil pengujian lacak balak per individu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil pengujian lacak balak per individu populasi Purwakarta dan Ciamis POPULASI PURWAKARTA No
Tunggak
TPK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
01111000 01111011 00111011 11111000 01111100 11111110 11111011 01111111 11111010 11111111 11001111 00111011 10101111 11111110 11011111 11111111 11111011 11111010 11111111 11111101
11111011 01111111 11111101 11011111 11011110 11011111 11011111 11001001 11011101 11111101 11001111 00111110 11111110 11011101 01111111 10111111 01111111 10111010 00001000 10111000 Persentasi V
Persentase Kesamaan Genotype (%) 62.5 87.5 50.0 50.0 62.5 87.5 75.0 37.5 50.0 87.5 100 75.0 62.5 62.5 75.0 87.5 62.5 75.0 12.5 75.0
Keterangan V V X X V V V X X V V V V V V V V V X V 75%
POPULASI CIAMIS No
Tunggak
TPK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1110101 1010110 1110111 1101111 1110110 1100100 1011111 1011111 0111110 1111111 0111111
1110111 1010111 1111101 1011111 1100110 1110111 1101111 1111111 1111101 0111010 0011111 Persentasi V
Persentase Kesamaan Genotype (%) 85.7 85.7 71.4 71.4 85.7 57.1 71.4 85.7 57.1 57.1 71.4
Keterangan V V V V V X V V X X V 72.73%
Keterangan: X= struktur genotype kayu di tunggak berbeda dengan kayu di TPK, V= struktur genotype kayu di tunggak sama dengan kayu di TPK
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa populai Purwakartaa dan populasi Ciamis memiliki memiliki kesamaan struktur genotype lebih dari 33% yaitu 75% untuk populasi Purwakarta dan 72.73% untuk populasi Ciamis. Hal ini berarti bahwa struktur genotype masing-masing individu kayu di tunggak dan kayu di TPK pada populasi Purwakarta dan populasi Ciamis sama yang merupakan kayu dengan satu aliran (berasal dari individu pohon yang sama pada blok yang sama). Hasil ini cukup berbeda dengan pengujian lacak balak per populasi dengan uji chi-square dengan frekuensi absolut, yaitu terdapat perbedaan antara DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di TPK. Hal ini disebabkan pada uji chi-square dengan frekuensi absolut, pengujian didasarkan atas rata-rata kemunculan alel semua individu pada satu populasi pada suatu lokus tertentu. Sementara pengujian lacak balak per individu dilakukan dengan membandingkan masing-masing individu di tunggak dan di TPK. Untuk penggunaan pengujian lacak balak tergantung pada keperluan dan waktu yang tersedia. Pengujian per populasi dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat, akan tetapi memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah. Sementara pengujian per individu memerlukan waktu yang yang relatif lebih lama dengan tingkat keakuratan yang lebih tinggi.
4.3.3 Pendugaan Asal Kayu Curian dan Kayu yang Digunakan untuk Industri Penggergajian Pendugaan asal kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian dilakukan berdasarkan variasi genetik antar populasi. Menurut Finkeldey (2005), variasi genetik dapat diukur dengan dua parameter, yaitu dalam populasi dan antar populasi. Peubah yang digunakan untuk mencirikan variasi genetik dalam populasi yaitu Presentase Lokus Polimorfik (PLP), multiplisitas genetik dan rata-rata jumlah alel per lokus (A/L) serta keragaman genetik (He). Sementara itu, peubah yang digunakan untuk mencirikan variasi genetik antar populasi yaitu pembagian variasi genetik (Fst atau Gst), jarak genetik dan analisis klaster/kelompok. Pendugaan asal kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian dilakukan berdasarkan variasi genetik antar populasi yaitu dengan analisis klaster/kelompok pada populasi kayu jati curian, kayu jati industri, kayu jati Jawa, kayu jati Purwakarta dan kayu jati Ciamis. Selain itu, dilakukan perbandingan jarak genetik antara kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian dengan populasi kayu jati Jawa, kayu jati Purwakarta dan kayu jati Ciamis. Berdasarkan analisis nilai jarak genetik yang telah dihitung berdasarkan software POPGENE versi 3.2 yang diolah menggunakan metode pemasangan kelompok aritmatika tidak berbobot (Unweighted Pair-Grouping Method with Aritmatic Averaging, UPGMA)
dengan software Numerical
Taxonomy and Mulivariate Analysis System (NTSys) Versi 2.01., dihasilkan dendrogram jarak genetik antar populasi seperti terlihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.
Jawa Barat-Banten
Jawa Tengah Jawa Timur
Gambar 13 Dendrogram populasi jati Jawa, kayu curian dan kayu industri penggergajian berdasarkan analisis RAPD. Pada dendogram yang disajikan pada Gambar 13, dapat dilihat bahwa populasi jati Jawa yang dianalisis membentuk dua kelompok (klaster) besar yaitu kelompok besar pertama terdiri dari populasi Banten, Indramayu, dan Ciamis yang merupakan Unit III Jawa Barat-Banten serta kayu curian dan kayu industri. Kelompok besar kedua dibentuk oleh keenam populasi lainnya yang termasuk Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur. Berdasarkan dendogram tersebut, diketahui bahwa populasi kayu curian dan kayu industri mengelompok ke kelompok besar (klaster) Jawa Barat-Banten. Hal yang sama juga terlihat pada dendogram jarak genetik antar populasi jati Jawa Barat (Ciamis dan Purwakarta) dengan kayu curian dan industri (Gambar 14). Dari dendogram tersebut dapat diketahui bahwa populasi kayu curian dan kayu industri mengelompok ke klaster populasi jati dari Ciamis. Populasi kayu industri mengelompok terlebih dahulu dengan kelompok populasi jati Ciamis (tunggak dan TPK) yang kemudian diikuti dengan populasi kayu curian.
Purwakarta
Ciamis
Gambar 14 Dendrogram populasi jati Purwakarta, Ciamis, kayu curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD. Jarak genetik pada Lampiran 6 menunjukkan nilai jarak genetik kayu curian dengan populasi Banten adalah 0.0631, populasi Indramayu adalah 0.1011 dan dengan populasi Ciamis adalah 0.0748. Sedangkan populasi kayu industri, memiliki nilai jarak genetik dengan populasi Banten sebesar 0.0999, dengan populasi Indramayu sebesar 0.1235 dan dengan populasi Ciamis sebesar 0.1188. Nilai jarak genetik untuk populasi kayu curian dan kayu industri dengan populasi jati Banten dan populasi jati Ciamis cenderung lebih kecil (struktur genetik sama). Nilai jarak genetik yang lebih kecil menunjukkan adanya kekerabatan yang lebih dekat (lebih identik) antara populasi kayu curian dan kayu industri penggergajian dengan populasi jati Banten dan jati Ciamis. Selain dengan pendugaan tersebut, dilakukan pula pendugaan jarak genetik antara populasi kayu curian dan kayu industri penggergajian dengan populasi jati Ciamis dan Purwakrta, untuk menduga asal kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian. Dari hasil pendugaan, diperoleh nilai jarak genetik kayu curian yang terkecil adalah 0.0353 dan untuk kayu industri adalah 0.0358, yang diperoleh dengan populasi jati dari TPK Ciamis. Sementara itu, nilai jarak genetik yang terbesar untuk populasi kayu curian dan kayu industri adalah dengan
populasi tunggak dari Purwakarta yaitu sebesar 0.0974 untuk populasi kayu curian dan 0.0778 untuk populasi kayu industri. Hasil ini menunjukkan bahwa populasi kayu curian dan kayu industri lebih identik dengan populasi jati Ciamis dengan jarak genetik yang lebih kecil (struktur genetik sama). Nilai jarak genetik antar populasi jati Ciamis, Purwakrta, kayu curian dan kayu industri secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Hubungan kekerabatan antara dua individu atau dua populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan sejumlah karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik. Salah satu pola pengelompokan populasi berdasarkan perbedaan struktur DNA yang dimiliki (hubungan kekerabatan) adalah dengan dendogram, seperti yang disajikan pada Gambar 13 dan Gambar 14. Pengelompokan ini didasarkan atas perhitungan jarak genetik antara dua populasi yang biasanya dianalisa oleh sebuah matrik dengan elemen-elemennya berupa jarak genetik dengan pasangan kombinasinya yaitu populasi (Finkeldey 2005). Analisis kelompok/kelaster untuk menduga hubungan kekerabatan antara populasi divisualisasikan dengan dendogram jarak genetik. Populasi dengan jarak genetik yang kecil, yaitu populasi yang secara genetik sama, bersatu pertama kali dan bersatu lagi dengan populasi yang secara genetik berbeda jarak (Finkeldey 2005). Pengelompokan kayu industri dan kayu curian ke klaster populasi jati Jawa Barat-Banten menunjukkan bahwa kayu curian dan kayu industri berasal dari Jawa Barat, tepatnya dari Ciamis (berdasarkan dendogram pada Gambar 14). Selain itu, dari dendogram pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa populasi jati dari tunggak Purwakarta menyatu dengan populasi jati dari TPK Purwakarta membentuk satu klaster. Demikian pula pada populasi jati dari tunggak Ciamis menyatu dengan populasi jati dari TPK Ciamis membentuk satu klaster bersama kayu curian dan kayu industri. Pengelompokan ini menunjukkan adanya hubungan kekerabatan yang lebih dekat antara populasi jati dari tunggak Purwakarta dengan populasi jati dari TPK Purwakarta dan populasi jati dari tunggak Ciamis dengan populasi jati dari TPK Ciamis.
4.4 Kemungkinan Aplikasinya untuk Lacak Balak di Hutan Tanaman Jati Perum Perhutani Penggunaan DNA sebagai teknologi penanda layak digunakan untuk kegiatan lacak balak kayu jati, karena memiliki kemampuan untuk melacak individu batang pohon (log) yang memiliki struktur genetik yang mirip. Teknologi penanda genetika seperti RAPD dapat digunakan untuk menduga asal usul kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian, serta untuk keperluan verifikasi aliran kayu dari hutan hingga industri dan konsumen. Hal ini berarti bahwa penanda genetika seperti RAPD dapat digunakan sebagai suatu metode baru yang dapat mendukung Tata Usaha Kayu (TUK) Perum Perhutani. Tata Usaha Kayu Perum Perhutani meliputi beberapa bagian seperti yang disajikan pada Gambar 15. Masing-masing bagian memiliki dokumen yang sering disebut sebagai Djawatan Kehutanan (DK). Pengisian beberapa dokumen yang disebut DK tersebut ada yang dimulai 2 tahun sebelum penebangan (daftar klem), pada saat penebangan, DK yang diisi di kantor asisten Perhutani (asper), TPK, Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) sampai ke konsumen. Dokumen yang sampai ke tangan konsumen adalah DK 308, berupa daftar kavling yang berisi informasi tentang kayu (No. kayu, No. blok, No. identitas, sortimen, identitas pembeli dan harga jual kayu).
Lokasi tebangan
Kantor ASPER
TPK
KBM SAR Wil. Bogor
KBM Unit Bandung
Daftar klem, DK 316, DK 301, DK 302, DK 303, DK 304, DK 304b, DK 307
DK 305, DK 303a, DK 304a, DK 305b, DK305a DK 306, DK 311, DK 326, DK 327, DK328
DK 308, DK 309a, DK 309b, DK 310, DK 310a
Penjualan ke konsumen
Pelaporan
Keterangan: DK 316 = Daftar taksasi (penebangan) DK 301 = Daftar penerimaan kayu bernomor DK 302 = Daftar penerimaan kayu tidak bernomor DK 303 = Daftar penghelaan (penyaradan khusus A3, terdapat data ukuran kayu) DK 304 = Daftar angkutan biasa kayu beromor (A3) DK 304b= Daftar angkutan biasa kayu tidak bernomor (A1 dan A2) DK 307 = Daftar pertelaan (kegiatan sehari-hari yang dikerjakan oleh mandor) DK 305 = Daftar gabungan penerimaan (301+302) DK 303a= Daftar gabungan penghelaan (terdapat data jumlah batang, volume kayu, nilai nominal (Rp), tanpa data ukuran kayu) DK 304a= Daftar angkutan antara (penyaradan untuk kayu A1 dan A2) DK 305b= Daftar gabungan angkutan antara DK 305a= Daftar gabungan angkutan biasa (A1,A2 dan A3) DK 306 = Daftar pembetulan (antara hasil pengujian Asper dengan pengujian di TPK) DK 311 = Daftar mutasi (penambahan kayu, jumlah sisa yang lalu dan jumlah sisa persediaan) DK 326 = Daftar persediaan kayu bernomor di hutan DK 327 = Daftar persediaan kayu bernomor di TPK hutan DK 328 = Daftar persediaan kayu tidak bernomor DK 308 = Daftar kavling DK 309a= Sisa persediaan di TPK untuk kayu tidak bernomor DK 309b= Sisa persediaan di TPK untuk kayu bernomor DK 310 = Mutasi di TPK berupa jumlah penambahan kayu DK 310a= Mutasi di TPK berupa jumlah pengurangan kayu Sumber: Heriawan I (3 November 2008), komunikasi pribadi
Gambar 15 Bagan alir tata usaha kayu Perum Perhutani. Daftar kavling dibuat di TPK yang kemudian dikirim ke KBM (Kesatuan Bisnis Mandiri) dan selanjutnya diperlihatkan ke konsumen pada saat penjualan kayu untuk semua sortimen. Sortimen kayu jati di Perum Perhutani dibedakan menjadi 3 yaitu sortimen A1 dengan diameter <20 cm, sortimen A2 dengan diameter 20 cm-29 cm dan sortimen A3 dengan diameter 30 cm-up dan sortimen A1 dan A2 dikenal dengan kayu tidak bernomor sedang sortimen A3 dikenal dengan kayu bernomor. Sementara itu, bentuk penjualan kayu ke konsumen dapat dibedakan menjadi (Hariawan I3 November 2008, komunikasi pribadi): 1. Langsung, yaitu pembeli membayar langsung atas kayu yang dibelinya di KBM yang bersangkutan. Pada pembelian ini, pembeli dapat membeli
dengan memilih kayu per sortimen dalam satu populasi sortimen yang dimasukkan dalam satu daftar kavling. 2. Lelang, pembelian ini hampir sama dengan metode pembelian secara langsung. Akan tetapi, pada metode ini pembeli tidak dapat memilih per sortimen dalam satu populasi sortimen. Pembeli langsung membeli satu populasi sortimen yang dimasukkan dalam satu daftar kavling. 3. Kontrak, pembelian ini berdasarkan ijin yang diperoleh dari kepala unit atau rapat direksi. Selain ke konsumen, Kesatuan Bisnis Mandiri SAR (KBM SAR) juga melaporkan segala bentuk kegiatan ke KBM Unit yang berlokasi di Bandung. Hal yang dilaporkan adalah jumlah kayu yang diterima, jumlah kayu yang dipasarkan/dijual serta sisa persediaan. Jenis laporan yang dibuat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu; (1) Perni 39 yang berupa laporan pertanggungjawaban fisik dan keuangan, dan (2) Daftar Kemajuan Pekerjaan (DKP) yang dibuat per periode (30 hari). Dykstra et al. (2002) mengemukakan bahwa kegiatan setifikasi lacak balak atau pembuktian asal-usul kayu dapat dilakukan dengan
berbagai metode
pelabelan. Beberapa metode yang telah digunakan adalah pelabelan dengan cat konvensional, pelabelan dengan pahat, label konvensional, anatomi hingga ke metode pelabelan dengan sidik jari kimia maupun sidik jari genetik (genetic fingerprinting). Dengan label sertifikasi tersebut, dapat meyakinkan konsumen (domestik dan internasional) bahwa produk kayu berasal dari hutan yang dikelola dengan baik atau lestari dan dari sumber yang legal. Pengembangan metode pelabelan dengan penanda genetik (genetic fingerprinting) memiliki keunggulan dibanding metode lainnya yaitu kekonsistenan karena penanda ini akan tetap melekat pada kayu sehingga sulit untuk dimanipulasi. Untuk itu, metode ini dapat digunakan untuk mendukung kegiatan lacak balak kayu Jati Perum Perhutani. Beberapa metode pelabelan (label konvensional, nail based label, RFID dan genetic fingerprinting) saat ini telah dikembangkan dengan sistem barcode. Label ini telah banyak digunakan oleh industri kayu yang berada di luar negeri. Label pada sistem barcode dapat dibedakan menjadi label barcode 1 dimensi dan label barcode 2 dimensi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17. Kapasitas
penyimpanan data pada dua jenis barcode tersebut berbeda, barcode 1 dimensi (16a) hanya dapat menyimpan data antara 8 sampai 30 karakter, sementara barcode 2 dimensi (16b) dapat menyimpan data hingga 7000 karakter. Informasi yang terdapat pada barcode dapat dibaca dengan sebuah scanner, untuk kemudian diiterpretasikan dengan komputer (Dykstra et al. 2002).
(a)
(b)
Keterangan: (a): Label barcode 1 dimensi, (b)= Label barcode 2 dimensi Sumber: Dykstra et al (2002)
Gambar 16 Label dengan sistem barcode. Untuk di Indonesia, pelabelan ditangani oleh beberapa lembaga ekolabel termasuk diantaranya LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia). Salah satu cara yang digunakan untuk mengenalkan sistem sertifikasi tersebut adalah melalui logo atau merek yang akan digunakan sebagai jaminan bahwa suatu produk telah memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam yang lestari. Perusahaan yang ingin memakai Logo LEI pada kayu bundar akan dibuat dalam bentuk stensil yang dicat. Penggunaan logo LEI pada produk dibedakan menjadi (LEI 2002): 1. Penggunaan logo pada produk (on-product), yaitu logo LEI dapat dipakai pada produk dan pembungkus produk. Pemakaian utama logo LEI adalah untuk mempromosikan produk yang berasal dari sumberdaya alam yang dikelola secara lestari. 2. Penggunaan logo pada no-product (off-product), yaitu logo LEI dapat dipakai oleh pemegang sertifikat dalam brosur, selebaran, iklan-iklan, promosi dan pada prospektus dan laporan perusahaan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut: 1.
Pada pengujian lacak balak per populasi dengan frekuensi absolut dengan primer OPO 10, OPO 14, OPY 20 tidak terdapat kecocokan DNA kayu di tunggak dan di TPK. Pengujian dengan frekuensi absolut dengan primer OPY 13 menunjukkan adanya kecocokan DNA kayu di tunggak dan di TPK pada populasi jati Ciamis dan jati Purwakarta.
2.
Pada pengujian lacak balak per individu diperoleh struktur genotype yang sama antara individu kayu tunggak dan kayu di TPK. Hal ini berarti terdapat kecocokan DNA kayu di tunggak dan di TPK pada populasi jati Ciamis dan jati Purwakarta.
3.
Dari hasil analisis gerombol antar populasi Jati Jawa dengan kayu industri dan kayu curian terbentuk 2 kelompok besar (klaster Jawa Barat-Banten dan klaster Jawa Tengah dan Jawa Timur), yaitu populasi kayu curian dan kayu industri penggergajian mengelompok ke klaster Jawa Barat-Banten. Analisis gerombol antar populasi Jati Purwakarta dan Cimais dengan kayu industri dan kayu curian terbentuk 2 kelompok besar (Klaster Purwakarta dan klaster Ciamis), yaitu populasi kayu curian dan kayu industri penggergajian mengelompok ke klaster populasi Jati Ciamis.
5.2 Saran Saran yang direkomendasikan dari penelitian ini sebagai berikut: 1.
Primer yang dapat digunakan untuk uji lacak balak secara cepat adalah OPO 14 dan OPY 13 karena memiliki nilai yang lebih stabil untuk menduga aliran kayu dari tunggak ke TPK.
2.
Diujicobakannya penelitian dengan teknik penanda molekuler lain dengan konsentrasi yang lebih tinggi seperti RFLP, AFLP dan mikrosatelit untuk mendapatkan lokus penanda, untuk menunjang kepentingan lacak balak kayu.
DAFTAR PUSTAKA Abidin R. 1995. Penerapan ekolabel dipandang dari sudut pemanenan kayu. Di dalam: Suhendang E, Haeruman H, Soerianegara I, editor. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari di Indonesia: Konsep, Permasalahan dan Strategi Menuju Era Ekolabel. Proceeding Simposium; Jakarta, 10-12 Agustus 1995. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. hlm 381-388. [Anonim]. 2004. Kesenjangan permintaan dan penawaran perburuk kondisi industri pengolah kayu. Kompas. [terhubung berkala]. http: /www.kompas.com/kompascetak/040414ekonomi969514.htm. [23 Oktober 2008]. [CIFOR] Center of International Forestri Research. 2008. UU tindak pencucian uang Indonesia yang baru dapat menolong menyelamatkan hutan Indonesia. http: //www.cifor.cgiar.org/ Press Room/ Media Release/ Archive/ htm. [23 Oktober 2008]. Certisource. 2008. DNA verivication of orign: the Certicource approach. www.certisource.net. [23 Oktober 2008]. Crowder LV. 1986. Genetika Tumbuhan. Kusdiarti L, penerjemah; Soetarso, editor. Yoyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Plant Genetics. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2004. Pencapaian kegiatan pemberantasan illegal logging tahun 2003. http:// www.dephut.go.id/ index.php?q=id/ node/ 907. [23 Oktober 2008]. Dunham RA. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology Genetic Approaches. Alabama: CABI Publishing. Dykstra DP, George K, Taylor R, Nussbaum R, Magrath W, Story J. 2002. Technologies for wood tracking: Verifying and monitoring the Chain of Custody and legalcompliance in thr timber industri. http: www.worldife.org/what/global market/forest/WWF Binarytem 7383.pdf. [6 November 2008]. [Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 1995. Pembaruan kebijakan pengelolaan hutan menuju era sertifikasi ekolabel. Di dalam: Suhendang E, Haeruman H, Soerianegara I, editor. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari di Indonesia: Konsep, Permasalahan dan Strategi Menuju Era Ekolabel. Proceeding Simposium; Jakarta, 10-12 Agustus 1995. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. hlm 11-25.
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Jamhuri E., Siregar IZ., Siregar UJ., Kertadikara AW., penerjemah. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-Univerity-Gottingen. Terjemahan dari : An Introduction to Tropical Forest Genetics. Hidayanto MA. 2006. Diagnosis jenis Shorea parvifolia Dyer. dan Shorea leprosula Miq. berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Innis MA, Gelfand DH. 1990. PCR Protocol, Optimation of PCRs. Oxford: Academic Press. Kholik A. 2008. Variasi genetik, isotop dan spektra Near Infrared (NIR) kayu Jati di Jawa [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kodra HAS, Rais SH. 2004. Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas: Menyibak Tragedi Kerusakan Hutan. Bandung: Penerbit Nuansa. [LEI] Lembaga Ekolabel Indonesia. 2002. Kebijakan logo/merek Lembaga Ekolabel Indonesia. http: // www.lei.or.id/ Indonesia/ file/ download _LEI_ 54c2.html. [6 Oktober 2008]. . 2003a. Sertifikasi hutan : Lacak balak. http://www.lei.or.id/indonesia/sistem.php?cat=24. [23 Oktober 2008]. . 2003b. Konsep dasar ekolabel. http://www.lei.or.id/indonesia/ekolabel.php?cat=8#. [23 Oktober 2008]. . 2003c. Perkembangan sertifikasi lacak balak. http: //www.lei.or.id/ indonesia/ news _ detail.php? Cat = 1 & news_id = 83. [23 Oktober 2008]. Mahfudz, Fauzi MA, Yuliah, Herawan T, Prastyono, Supriyanto H. 2006. Sekilas tentang Jati (Tectona grandis). Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Nurhasybi. 2002. Jati (Tectona grandis Linn.f.). Di dalam: Buharman, Djaman DF, Widyani N, Fatmawati IS, editor. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Ed ke-4. Bogor: Balai Litbang Teknologi Perbenihan. hlm 2224. Purnamasari E.H. 2008. Variasi genetik Jati Jawa berdasarkan metode Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rohaeni WR. 2007. Analisis keterpautan marka RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA) dengan ketahanan penyakit layu Fusarium pada semangka (Citrullus lanatus (Tunberg) Matsum dan Nakai) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sarijanto T. 1995. Sistem pengelolaan hutan produksi lestari menuju era ekolabel. Di dalam: Suhendang E, Haeruman H, Soerianegara I, editor. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari di Indonesia: Konsep, Permasalahan dan Strategi Menuju Era Ekolabel. Proceeding Simposium; Jakarta, 10-12 Agustus 1995. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. hlm 1-10. Setiono B, Husein Y. 2005. Memerangi kejahatan kehutanan dan Mendorong Prinsip Kehati-hatian Perbankan untuk Mewujudkan Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan. CIFOR Occasional Paper 44(i): 1-27. [SI] Statistik Indonesia. 2008. Jumlah penduduk menurut provinsi. http://www.datastatistikindonesia.com/component/option,com_tabel/task,s how/Itemid,165/. [23 Oktober 2008]. Sumarna Y. 2007. Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya. Suryanto D. 2003. Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa teknik genetika molekuler. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Suryo. 2005. Genetika Starata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tini N, Amri K. 2002. Mengebunkan Jati Unggul Pilihan Investasi Prospektif. Depok: PT Agro Media Pustaka. Welsh JR. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Mogea JP, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Fundamental of Plant Genetic and Breedeng. Williams JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA, Tingey SV. 1990. DNA polymorphisms applied by arbitrary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acids Research 18: 6531-6535. Young A., Boshier D., Boyle T., editor. 2000. Forest conservation Genetics. Colling wood: CSIRO Publishing. Yunanto T. 2006. Implikasi genetik sistem silvikultur TPTJ pada jenis Shorea johorensis di HPH PT Sari Bumi Kusuma berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Foto DNA hasil amplifikasi PCR Primer OPO 10 M P5 P4 P3 P2 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
9
8
7
6
5
4
3
2
I8 I7 I6 I5 I4 I3 I2 I1 M P21P20P19P18P17P16P15 P14P13P12P11P10P9P8 P7 P6
1000 bp
1000 bp
100 bp
100bp
6p 5p 6p 6p 6p 4p 4p 4p 5p 4p 6p 2p 3p 5p 5p 5p 2p 5p 4p 3p 6p 1p 3p 4p
20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
M I12 I11 I10 I9
5p 3p 4p 6p 4p 5p 6p 6p
M
29
6p 6p 6p 5p 5p 5p 5p 7p 5p 6p 6p 7p 2p 4p 5p3p
28
27
26
25
24
23
22
21
1000 bp
1000bp
100 bp 100 bp
4p 2p 2p 2p 2p 2p 3p 2p 4p 3p 1p 5p 1p 2p 4p 4p 2p 4p 4p 1p
1p 1p 1p 1p
6p
4p
7p
6p
6p
1p
7p
3p
Keterangan : M= Marker, P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK, I1-I12= Industri Ciamis, 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, , 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK,2329= Kayu curian, 1p-7p= Jumlah pita hasil amplifikasi DNA masing-maisng individu
4p
Lanjutan Primer OPY 13 M P5 P4 P3 P2 21 20 19 18
17 16 15 14 13 12 11 10
9
8
6
4
3
2
I8 I7 I6
I5 I4 I3 I2 I1 M P21 P20 P19 P18 P17 P16 P15P14 P13P12P11P10 P9 P8 P7 P6
1000 bp
1000 bp
100 bp
100 bp
4p 5p 4p 3p 4p 6p 3p 4p
4p 4p 4p 5p 3p 4p 5p 1p 3p 5p 4p
M 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
9
8
7
6
5
4
3
3p 6p 1p
2 1 I12 I11 I10 I9
7p 4p 4p 5p 7p 4p 5p 4p
M
K
29
28
27
26
25
3p 3p 4p 4p 3p 4p 3p 5p 5p 5p 5p 6p 5p 4p 7p 5p
24
23
22
21
7’
5’
M
1000 bp
1000 bp
100 bp
100 bp
5p 5p 5p 5p 6p 5p 4p 5p 5p 6p 5p 6p 4p 5p 5p 3p 6p 4p 4p 7p 5p 5p 5p 5p
5p
4p
4p
4p
4p
5p
4p 7p 6p
5p
1p
Keterangan : M= Marker, K= Kontrol negatif, P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21, 5’, 7’= Purwakarta TPK, I1-I12= Industri Ciamis, 1-6 dan 13- 17= Ciamis tunggak, 712 dan 18-22= Ciamis TPK, 23-29= Kayu curian, 1p-7p= Jumlah pita hasil amplifikasi DNA masing-maisng individu
Lanjutan Primer OPY 20 M P5 P4 P3 P2 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9
8
7
6
5
4
3
2
I8 I7 I6 I5 I4 I3 I2 I1 M P21P20 P19 P18P17P16 P15 P14 P13 P12P11 P10 P9 P8 P7P6
1000 bp
1000 bp
100 bp
100 bp
4p 3p 4p 4p 3p 5p 3p 3p 4p 5p 4p 4p 2p 5p 2p 4p 4p 4p 2p 5p 3p 4p 5p 2p 7p 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9
8 7
6
5
4
3
2 1
M I12 I11 I10 I9
6p 4p 6p 4p 1p 4p 5p 7p M
29
4p 4p 4p 3p 3p 3p 2p 4p 4p 4p 3p 3p 1p 4p 4p 2p 28
27
26
25
24
23
22
M
1000 bp
1000 bp
100 bp
100 bp
1p 1p 2p 1p 3p 1p 1p 1p 3p 3p 5p 4p 1p 2p 3p 1p 1p 2p 2p 2p 1p
5p 5p 4p 2p
3p
5p
6p
6p
4p
2p
1p
Keterangan : M= Marker, P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK, I1-I12= Industri Ciamis,1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK, 23-29= Kayu curian, 1p-7p= Jumlah pita hasil amplifikasi DNA masing-maisng individu
.
1p
Lampiran 2 Hasil skoring populasi jati Purwakarta dan Ciamis Primer OPO 10; Contoh uji Purwakarta Ind
Lokus
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 2 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 3 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 4 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 6 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 8 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 9 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 10 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 11 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 12 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 13 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 14 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 15 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 16 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 17 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 18 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 19 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 20 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 21 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 P2 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 P3 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 P4 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 P5 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 P6 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 P7 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 P8 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 P9 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 P10 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 P11 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 P12 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 P13 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 P14 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 P15 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 P16 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 P17 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 P18 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 P19 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 P20 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 P21 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 Keterangan : 2-21= Purwakarta TPK, P2-P21= Purwakarta tunggak
14 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPO 10; Contoh uji Ciamis Lokus
Ind 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
3
0
0
1
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
4
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
6
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
0
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
0
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
12
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
13
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
17
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
20
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
21
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
22 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK
1
1
0
1
Lanjutan Primer OPO 14; Contoh uji Purwakarta Lokus 1 2 3 4 5 6 7 1 9 2 0 0 1 1 0 0 0 1 0 3 0 0 1 1 0 1 0 1 0 4 0 0 1 0 0 1 0 1 0 5 0 1 1 1 0 1 0 1 0 6 0 0 1 0 0 0 0 1 0 7 0 0 1 1 0 0 0 1 0 8 0 0 1 1 0 0 0 1 0 9 0 1 1 0 0 0 1 1 0 10 0 1 1 0 0 0 0 1 0 11 0 0 1 0 0 0 0 1 0 12 0 0 0 1 0 1 0 0 1 13 0 0 1 0 0 0 0 1 0 14 1 0 1 1 0 1 1 0 0 15 1 0 1 1 0 1 0 1 0 16 0 0 0 1 0 1 0 1 1 17 1 0 1 0 0 1 0 1 0 18 1 0 1 0 0 1 0 1 0 19 0 0 1 0 0 1 1 1 0 20 0 1 1 0 0 0 0 1 0 21 0 0 1 0 0 0 0 1 0 P2 0 0 1 1 0 1 0 1 0 P3 0 0 1 1 0 0 0 1 0 P4 0 1 1 1 0 0 0 1 0 P5 0 0 0 0 0 1 0 1 0 P6 1 0 0 1 0 0 0 1 0 P7 0 0 0 1 0 1 0 0 1 P8 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P9 1 0 0 1 0 1 0 1 0 P10 0 0 0 1 0 1 0 0 1 P11 1 0 1 1 0 1 0 1 0 P12 1 0 0 1 0 1 0 0 0 P13 0 0 1 0 0 0 0 1 0 P14 0 0 1 0 0 0 0 1 0 P15 0 1 0 1 0 1 0 1 0 P16 0 0 1 0 0 0 0 1 0 P17 0 0 1 1 0 1 0 1 1 P18 0 0 1 0 0 0 0 1 0 P19 0 0 1 1 1 1 0 1 1 P20 0 0 0 1 0 1 1 0 0 P21 0 0 1 1 0 0 0 1 0 Keterangan : 2-21= Purwakarta TPK, P2-P21= Purwakarta tunggak Ind
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
13 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPO 14; Contoh uji Ciamis Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1
2
3
4
5
6
Lokus 7 8
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1
0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0
1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1
0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
9
10
11
12
13
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
1
0
22 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK
Lanjutan Primer OPY 13; Contoh uji Purwakarta Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 4 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 5 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 7 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 8 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 9 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 10 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 11 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 12 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 13 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 14 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 15 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 16 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 17 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 18 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 19 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 20 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 21 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 P2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 P3 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 P4 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 P5 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 P6 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 P7 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 P8 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 P9 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 P10 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 P11 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 P12 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 P13 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 P14 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 P15 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 P16 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 P17 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 P18 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 P19 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 P20 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 P21 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 Keterangan : 2-21= Purwakarta TPK, P2-P21= Purwakarta tunggak Ind
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
14 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPY 13; Contoh uji Ciamis Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Lokus 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1
0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0
0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1
0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1
0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0
1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1
0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1
1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0
0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1
0
0
0
22 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK
Lanjutan Primer OPY 20; Contoh uji Purwakarta Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 1 1 1 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 1 0 1 1 4 0 1 1 0 0 1 1 1 1 5 0 0 1 0 0 1 1 1 1 6 0 1 1 0 0 1 1 1 1 7 0 1 1 0 0 1 0 1 1 8 0 0 0 0 0 1 1 1 0 9 0 1 1 0 0 1 0 1 1 10 0 1 1 0 0 1 0 0 0 11 0 1 1 0 0 1 0 0 1 12 1 1 1 0 0 1 0 0 0 13 0 1 1 0 0 1 0 0 1 14 1 1 1 0 0 1 0 0 0 15 1 1 1 0 0 1 0 1 0 16 1 1 1 0 0 1 0 1 0 17 1 1 1 0 0 1 0 0 0 18 0 1 1 0 0 1 0 1 0 19 1 0 1 0 0 1 0 0 0 20 0 1 1 1 0 1 0 1 1 21 0 1 1 1 0 1 0 0 1 P2 0 1 1 1 0 1 0 0 1 P3 0 1 1 1 0 1 0 0 0 P4 1 1 1 0 1 1 0 1 1 P5 0 1 1 1 0 1 0 0 1 P6 0 1 1 0 0 0 0 0 0 P7 0 1 1 1 0 1 0 0 0 P8 0 1 1 1 0 1 0 0 0 P9 1 0 0 0 0 1 0 0 0 P10 0 1 1 0 0 1 0 0 0 P11 1 0 1 1 0 1 0 0 0 P12 0 1 1 1 0 1 0 0 0 P13 1 1 1 1 0 1 0 0 0 P14 0 1 1 1 0 1 0 0 0 P15 1 1 1 0 0 1 0 0 0 P16 0 1 1 1 0 1 0 0 0 P17 1 1 1 1 0 1 0 0 0 P18 0 1 1 1 0 1 0 0 0 P19 0 1 1 1 0 1 0 0 0 P20 1 1 1 1 0 1 0 0 0 P21 1 1 1 1 0 1 0 0 0 Keterangan : 2-21= Purwakarta TPK, P2-P21= Purwakarta tunggak Ind
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
12 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPY 20; Contoh uji Ciamis Ind
Lokus 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2 3
1 1
0 0
0 0
0 0
0 0
1 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
4
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
5
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
6
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
8 9
1 1
0 0
0 0
0 0
0 0
1 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
10
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
11
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
12
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
13
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
14 15
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
1 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
16
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
17
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
18
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
20 21
0 0
1 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
22 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK
0
1
0
Lampiran 3 Uji chi-square Primer OPO 10; Populasi Purwakarta Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif χ² Hitung Tunggak TPK Tunggak TPK 1 1 0 1.000 0.050 0.000 1 0 19 20 0.053 0.950 1.000 1 0 0 0.000 0.000 2 0 20 20 0.000 1.000 1.000 1 5 5 0.000 0.250 0.250 3 0 15 15 0.000 0.750 0.750 1 14 4 7.143 0.700 0.200 4 0 6 16 16.667 0.300 0.800 1 7 10 1.286 0.350 0.500 5 0 13 10 0.692 0.650 0.500 1 2 18 128.000 0.100 0.900 6 0 18 2 14.222 0.900 0.100 1 7 2 3.571 0.350 0.100 7 0 13 18 1.923 0.650 0.900 1 12 10 0.333 0.600 0.500 8 0 8 10 0.500 0.400 0.500 1 7 14 7.000 0.350 0.700 9 0 13 6 3.769 0.650 0.300 1 6 7 0.167 0.300 0.350 10 0 14 13 0.071 0.700 0.650 1 14 15 0.071 0.700 0.750 11 0 6 5 0.167 0.300 0.250 1 0 2 0.000 0.100 12 0 20 18 0.200 1.000 0.900 1 17 15 0.235 0.850 0.750 13 0 3 5 1.333 0.150 0.250 1 9 16 5.444 0.450 0.800 14 0 11 4 4.455 0.550 0.200 1 2 3 0.500 0.100 0.150 15 0 18 17 0.056 0.900 0.850 1 0 12 0.000 0.600 16 0 20 8 7.200 1.000 0.400 1 0 1 0.000 0.050 17 0 20 19 0.050 1.000 0.950 1 0 0 0.000 0.000 18 0 20 20 0.000 1.000 1.000 TOTAL 206.109 TOTAL Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan No Lokus
Alel
χ² Hitung 0.050 0.003 0.000 0.000 0.000 0.357 0.833 0.064 0.035 6.400 0.711 0.179 0.096 0.017 0.025 0.350 0.188 0.008 0.004 0.004 0.008 0.010 0.012 0.067 0.272 0.223 0.025 0.003 0.360 0.003 0.000 10.305
Lanjutan Primer OPO 10; Ciamis Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif χ² Hitung Tunggak TPK Tunggak TPK 1 0 0 0.000 0.000 1 0 11 11 0.000 1.000 1.000 1 1 2 1.000 0.091 0.182 2 0 10 9 0.100 0.909 0.818 1 6 3 1.500 0.545 0.273 3 0 5 8 1.800 0.455 0.727 1 8 6 0.500 0.727 0.545 4 0 3 5 1.333 0.273 0.455 1 1 2 1.000 0.091 0.182 5 0 10 9 0.100 0.909 0.818 1 9 9 0.000 0.818 0.818 6 0 2 2 0.000 0.182 0.182 1 1 1 0.000 0.091 0.091 7 0 10 10 0.000 0.909 0.909 1 2 4 2.000 0.182 0.364 8 0 9 7 0.444 0.818 0.636 1 3 6 3.000 0.273 0.545 9 0 8 5 1.125 0.727 0.455 1 5 4 0.200 0.455 0.364 10 0 6 7 0.167 0.545 0.636 1 0 6 0.000 0.545 11 0 11 5 3.273 1.000 0.455 1 0 0 0.000 0.000 12 0 11 11 0.000 1.000 1.000 1 3 3 0.000 0.273 0.273 13 0 8 8 0.000 0.727 0.727 1 0 2 0.000 0.182 14 0 11 9 0.364 1.000 0.818 1 0 1 0.000 0.091 15 0 11 10 0.091 1.000 0.909 1 0 2 0.000 0.182 16 0 11 9 0.364 1.000 0.818 1 0 0 0.000 0.000 17 0 11 11 0.000 1.000 1.000 1 0 1 0.000 0.091 18 0 11 10 0.091 1.000 0.909 TOTAL 18.4513 TOTAL Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan No Lokus
Alel
χ² Hitung 0.000 0.091 0.009 0.136 0.164 0.045 0.121 0.091 0.009 0.000 0.000 0.000 0.000 0.182 0.040 0.273 0.102 0.018 0.015 0.298 0.000 0.000 0.000 0.033 0.008 0.033 0.000 0.008 1.677
Lanjutan Primer OPO 14; Purwakarta Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif χ² Hitung Tunggak TPK Tunggak TPK 1 4 4 0.000 0.200 0.200 1 0 16 16 0.000 0.800 0.800 1 4 2 1.000 0.200 0.100 2 0 16 18 0.250 0.800 0.900 1 18 11 2.722 0.900 0.550 3 0 2 9 24.500 0.100 0.450 1 9 15 4.000 0.450 0.750 4 0 11 5 3.273 0.550 0.250 1 0 1 0.000 0.050 5 0 20 19 0.050 1.000 0.950 1 10 12 0.400 0.500 0.600 6 0 10 8 0.400 0.500 0.400 1 3 1 1.333 0.150 0.050 7 0 17 19 0.235 0.850 0.950 1 18 15 0.500 0.900 0.750 8 0 2 5 4.500 0.100 0.250 1 2 4 2.000 0.100 0.200 9 0 18 16 0.222 0.900 0.800 1 20 20 0.000 1.000 1.000 10 0 0 0 0.000 0.000 1 9 0 9.000 0.450 0.000 11 0 11 20 7.364 0.550 1.000 1 7 12 3.571 0.350 0.600 12 0 13 8 1.923 0.650 0.400 1 1 0 1.000 0.050 0.000 13 0 19 20 0.053 0.950 1.000 TOTAL 68.297 TOTAL Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan No Lokus
Alel
χ² Hitung 0.000 0.000 0.050 0.013 0.136 1.225 0.200 0.164 0.003 0.020 0.020 0.067 0.012 0.025 0.225 0.100 0.011 0.000 0.450 0.368 0.179 0.096 0.050 0.003 3.415
Lanjutan Primer OPO 14; Ciamis Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif χ² Hitung Tunggak TPK Tunggak TPK 1 0 1 0.000 0.091 1 0 11 10 0.091 1.000 0.909 1 4 6 1.000 0.364 0.545 2 0 7 5 0.571 0.636 0.455 1 7 8 0.143 0.636 0.727 3 0 4 3 0.250 0.364 0.273 1 4 6 1.000 0.364 0.545 4 0 7 5 0.571 0.636 0.455 1 2 1 0.500 0.182 0.091 5 0 9 10 0.111 0.818 0.909 1 4 5 0.250 0.364 0.455 6 0 7 6 0.143 0.636 0.545 1 1 2 1.000 0.091 0.182 7 0 10 9 0.100 0.909 0.818 1 11 11 0.000 1.000 1.000 8 0 0 0 0.000 0.000 1 1 1 0.000 0.091 0.091 9 0 10 10 0.000 0.909 0.909 1 11 10 0.091 1.000 0.909 10 0 0 1 0.000 0.091 1 0 0 0.000 0.000 11 0 11 11 0.000 1.000 1.000 1 2 2 0.000 0.182 0.182 12 0 9 9 0.000 0.818 0.818 1 0 0 0.000 0.000 13 0 11 11 0.000 1.000 1.000 TOTAL 5.822 TOTAL Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan No Lokus
Alel
χ² Hitung 0.008 0.091 0.052 0.013 0.023 0.091 0.052 0.045 0.010 0.023 0.013 0.091 0.009 0.000 0.000 0.000 0.008 0.000 0.000 0.000 0.000 0.529
Lanjutan Primer OPY 13; Purwakarta Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif χ² Hitung Tunggak TPK Tunggak TPK 1 0 0 0.000 0.000 1 0 20 20 0.000 1.000 1.000 1 11 15 1.455 0.550 0.750 2 0 9 5 1.778 0.450 0.250 1 11 13 0.364 0.550 0.650 3 0 9 7 0.444 0.450 0.350 1 3 4 0.333 0.150 0.200 4 0 17 16 0.059 0.850 0.800 1 14 10 1.143 0.700 0.500 5 0 6 10 2.667 0.300 0.500 1 16 12 1.000 0.800 0.600 6 0 4 8 4.000 0.200 0.400 1 0 1 0.000 0.050 7 0 20 19 0.050 1.000 0.950 1 3 8 8.333 0.150 0.400 8 0 17 12 1.471 0.850 0.600 1 1 0 1.000 0.050 0.000 9 0 19 20 0.053 0.950 1.000 1 13 14 0.077 0.650 0.700 10 0 7 6 0.143 0.350 0.300 1 8 3 3.125 0.400 0.150 11 0 12 17 2.083 0.600 0.850 1 0 4 0.000 0.200 12 0 20 16 0.800 1.000 0.800 1 0 2 0.000 0.100 13 0 20 18 0.200 1.000 0.900 1 11 8 0.818 0.550 0.400 14 0 9 12 1.000 0.450 0.600 1 2 0 2.000 0.100 0.000 15 0 18 20 0.222 0.900 1.000 1 0 0 0.000 0.000 16 0 20 20 0.000 1.000 1.000 1 1 0 1.000 0.050 0.000 17 0 19 20 0.053 0.950 1.000 TOTAL 35.670 TOTAL Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan No Lokus
Alel
χ² Hitung 0.000 0.073 0.089 0.018 0.022 0.017 0.003 0.057 0.133 0.050 0.200 0.003 0.417 0.074 0.050 0.003 0.004 0.007 0.156 0.104 0.040 0.010 0.041 0.050 0.100 0.011 0.000 0.050 0.003 1.783
Lanjutan Primer OPY 13; Ciamis No Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Alel 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
Frekuensi Absolut Tunggak 1 10 8 3 6 5 2 9 3 8 5 6 2 9 3 8 1 10 3 8 1 10 3 8 2 9 0 11 0 11 1 10 0 11
TPK 0 11 8 3 8 3 4 7 7 4 7 4 3 8 4 7 2 9 5 6 3 8 4 7 3 8 1 10 0 11 2 9 0 11
χ² Hitung 1.000 0.100 0.000 0.000 0.667 0.800 2.000 0.444 5.333 2.000 0.800 0.667 0.500 0.111 0.333 0.125 1.000 0.100 1.333 0.500 4.000 0.400 0.333 0.125 0.500 0.111 0.091 0.000 1.000 0.100 0.000
Frekuensi Relatif Tunggak 0.091 0.909 0.727 0.273 0.545 0.455 0.182 0.818 0.273 0.727 0.455 0.545 0.182 0.818 0.273 0.727 0.091 0.909 0.273 0.727 0.091 0.909 0.273 0.727 0.182 0.818 0.000 1.000 0.000 1.000 0.091 0.909 0.000 1.000
TOTAL 24.474 TOTAL Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
TPK 0.000 1.000 0.727 0.273 0.727 0.273 0.364 0.636 0.636 0.364 0.636 0.364 0.273 0.727 0.364 0.636 0.182 0.818 0.455 0.545 0.273 0.727 0.364 0.636 0.273 0.727 0.091 0.909 0.000 1.000 0.182 0.818 0.000 1.000
χ² Hitung 0.091 0.009 0.000 0.000 0.061 0.073 0.182 0.040 0.485 0.182 0.073 0.061 0.045 0.010 0.030 0.011 0.091 0.009 0.121 0.045 0.364 0.036 0.030 0.011 0.045 0.010 0.008 0.000 0.091 0.009 0.000 2.225
Lanjutan Primer OPY 20; Purwakarta No Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Alel
Frekuensi Absolut Tunggak
TPK
1
7
8
0
13
1
17
0 1
χ² Hitung
Frekuensi Relatif
χ² Hitung
Tunggak
TPK
0.143
0.350
0.400
0.007
12
0.077
0.650
0.600
0.004
18
0.059
0.850
0.900
0.003
3
2
0.333
0.150
0.100
0.017
19
19
0.000
0.950
0.950
0.000
0
1
1
0.000
0.050
0.050
0.000
1
2
15
84.500
0.100
0.750
4.225
0
18
5
9.389
0.900
0.250
0.469
1
0
1
-
0.000
0.050
-
0
20
19
0.050
1.000
0.950
0.003
1
20
19
0.050
1.000
0.950
0.003
0
0
1
-
0.000
0.050
-
1
4
0
4.000
0.200
0.000
0.200
0
16
20
1.000
0.800
1.000
0.050
1
11
1
9.091
0.550
0.050
0.455
0
9
19
11.111
0.450
0.950
0.556
1
11
3
5.818
0.550
0.150
0.291
0
9
17
7.111
0.450
0.850
0.356
1
0
0
-
0.000
0.000
-
0
20
20
0.000
1.000
1.000
0.000
1
9
4
2.778
0.450
0.200
0.139
0
11
16
2.273
0.550
0.800
0.114
1
5
3
0.800
0.250
0.150
0.040
0
15
17
0.267
0.750
0.850
0.013
1
2
0
2.000
0.100
0.000
0.100
0
18
20
0.222
0.900
1.000
0.011
TOTAL 141.072 TOTAL Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
7.054
Lanjutan Primer OPY 20; Ciamis No Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Alel 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
Frekuensi Absolut Tunggak TPK 7 8 4 3 4 6 7 5 3 3 8 8 2 2 9 9 0 0 11 11 8 6 3 5 0 2 11 9 0 1 11 10 0 0 11 11 1 0 10 11 1 0 10 11 0 1 11 10 0 0 11 11
χ² Hitung 0.143 0.250 1.000 0.571 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.500 1.333 0.364 0.091 0.000 1.000 0.100 1.000 0.100 0.091 0.000
Frekuensi Relatif Tunggak TPK 0.636 0.727 0.364 0.273 0.364 0.545 0.636 0.455 0.273 0.273 0.727 0.727 0.182 0.182 0.818 0.818 0.000 0.000 1.000 1.000 0.727 0.545 0.273 0.455 0.000 0.182 1.000 0.818 0.000 0.091 1.000 0.909 0.000 0.000 1.000 1.000 0.091 0.000 0.909 1.000 0.091 0.000 0.909 1.000 0.000 0.091 1.000 0.909 0.000 0.000 1.000 1.000
TOTAL 6.543 TOTAL Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
χ² Hitung 0.013 0.023 0.091 0.052 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.045 0.121 0.033 0.008 0.000 0.091 0.009 0.091 0.009 0.008 0.000 0.595
Lampiran 4 Hasil skoring populasi Jati Jawa, kayu curian dan kayu industri Primer OPO 10 IND 11 12 13 14 15 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 26 27 28 29 30 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 31 32 33 34 35 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10 I11 I12 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
LOKUS 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0
2 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0
3 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
4 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
5 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
6 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1
7 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: 11-15= Banten, 36-40= Indramayu, 41-45= Ciamis, 1-5= Cepu, 6-10= Randublatung, 26-30= Kendal, 16-20= Bojonegoro, 21-25= Ngawi, 31-35= Kebon harjo, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industry
Lanjutan Primer OPO 14 IND 11 12 13 14 15 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 26 27 28 29 30 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 31 32 33 34 35 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10 I11 I12 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0
4 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1
5 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
LOKUS 7 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: 11-15= Banten, 36-40= Indramayu, 41-45= Ciamis, 1-5= Cepu, 6-10= Randublatung, 26-30= Kendal, 16-20= Bojonegoro, 21-25= Ngawi, 31-35= Kebon harjo, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industry
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPY 13 IND 11 12 13 14 15 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 26 27 28 29 30 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 31 32 33 34 35 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10 I11 I12 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0
4 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1
LOKUS 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0
7 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0
Keterangan: 11-15= Banten, 36-40= Indramayu, 41-45= Ciamis, 1-5= Cepu, 6-10= Randublatung, 26-30= Kendal, 16-20= Bojonegoro, 21-25= Ngawi, 31-35= Kebon harjo, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industry
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1
Lanjutan Primer OPY 20 IND 11 12 13 14 15 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 26 27 28 29 30 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 31 32 33 34 35 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10 I11 I12 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
2 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0
4 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1
5 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
LOKUS 6 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: 11-15= Banten, 36-40= Indramayu, 41-45= Ciamis, 1-5= Cepu, 6-10= Randublatung, 26-30= Kendal, 16-20= Bojonegoro, 21-25= Ngawi, 31-35= Kebon harjo, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industri
Lampiran 5
Hasil skoring populasi Jati Purwakarta, Ciamis, kayu industri dan kayu curian
Primer OPO 10; Contoh uji Purwakarta Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 5 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 6 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 8 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 9 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 10 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 11 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 12 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 13 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 14 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 15 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 16 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 17 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 18 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 19 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 20 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 21 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 P2 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 P3 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 P4 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 P5 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 P6 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 P7 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 P8 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 P9 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 P10 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 P11 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 P12 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 P13 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 P14 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 P15 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 P16 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 P17 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 P18 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 P19 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 P20 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 P21 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 Keterangan : P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK Ind
13 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0
14 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPO 10; Contoh uji Ciamis Ind
1 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0 18 0 19 0 20 0 21 0 22 0 C1 0 C2 0 C3 1 C4 1 C5 1 C6 1 C7 0 I1 0 I2 0 I3 0 I4 0 I5 1 I6 1 I7 0 I8 1 I9 0 I10 0 I11 0 I12 0 Keterangan :
2 3 4 5 6 7 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, curian, I1-I12= Industri Ciamis
Lokus 8 9 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 7-12 dan
10 11 12 13 14 15 16 17 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 18-22= Ciamis TPK, C1-C7= Kayu
Lanjutan Primer OPO 14; Contoh uji Purwakarta Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 0 0 1 1 0 0 1 0 1 3 0 0 1 1 1 0 1 0 1 4 0 0 1 0 1 0 1 0 1 5 0 1 1 1 1 0 1 0 1 6 0 0 1 0 0 0 1 0 1 7 0 0 1 1 0 0 1 0 1 8 0 0 1 1 0 0 1 0 1 9 0 1 1 0 0 1 1 0 1 10 0 1 1 0 0 0 1 0 1 11 0 0 1 0 0 0 1 0 1 12 0 0 0 1 1 0 0 1 1 13 0 0 1 0 0 0 1 0 1 14 1 0 1 1 1 1 0 0 1 15 1 0 1 1 1 0 1 0 1 16 0 0 0 1 1 0 1 1 1 17 1 0 1 0 1 0 1 0 1 18 1 0 1 0 1 0 1 0 1 19 0 0 1 0 1 1 1 0 1 20 0 1 1 0 0 0 1 0 1 21 0 0 1 0 0 0 1 0 1 P2 0 0 1 1 1 0 1 0 1 P3 0 0 1 1 0 0 1 0 1 P4 0 1 1 1 0 0 1 0 1 P5 0 0 0 0 1 0 1 0 1 P6 0 1 0 1 0 0 1 0 1 P7 0 0 0 1 1 0 1 1 1 P8 0 0 0 1 1 0 0 0 1 P9 0 1 0 1 1 0 1 0 1 P10 0 0 0 1 1 0 1 1 1 P11 1 0 1 1 1 0 1 0 1 P12 1 0 0 1 1 0 0 0 1 P13 0 0 1 0 0 0 1 0 1 P14 0 0 1 0 0 0 1 0 1 P15 0 1 0 1 1 0 1 0 1 P16 0 0 1 0 0 0 1 0 1 P17 0 0 1 1 1 0 1 1 1 P18 0 0 1 0 0 0 1 0 1 P19 0 0 1 1 1 0 1 1 1 P20 0 0 0 1 1 1 0 0 1 P21 0 0 1 1 0 0 1 0 1 Keterangan : P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK Ind
10 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
12 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPO 14; Contoh uji Ciamis Ind
Lokus
1 2 3 4 5 6 7 1 0 0 1 1 1 0 0 2 0 0 1 0 1 0 0 3 0 0 1 1 0 0 0 4 0 0 0 0 1 0 1 5 0 0 1 1 1 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 1 1 0 0 0 8 0 0 1 1 0 0 0 9 0 0 1 0 1 0 1 10 0 0 1 1 1 0 1 11 0 1 0 1 0 0 0 12 0 0 1 0 0 0 0 13 0 0 1 0 1 0 1 14 0 0 1 1 0 0 1 15 0 0 1 1 0 0 1 16 0 0 1 1 0 0 1 17 0 0 1 0 0 0 1 18 1 0 0 1 1 0 1 19 0 0 1 0 0 0 1 20 0 1 1 1 1 0 1 21 0 1 1 0 1 0 1 22 0 0 1 1 1 0 1 C1 0 0 1 1 1 0 1 C2 0 0 1 0 0 0 0 C3 0 0 0 0 1 0 0 C4 0 0 1 0 0 0 1 C5 0 1 0 1 0 0 1 C6 0 0 1 1 0 0 1 C7 0 0 1 1 0 0 1 I1 0 0 1 0 1 0 0 I2 0 0 1 1 1 0 0 I3 0 0 1 1 1 0 1 I4 0 0 1 0 1 0 0 I5 0 0 1 1 0 0 0 I6 0 0 1 1 1 0 1 I7 0 0 1 1 1 0 0 I8 0 0 1 1 0 0 0 I9 0 0 1 0 1 0 1 I10 0 0 1 1 1 0 1 I11 0 0 0 1 1 0 1 I12 0 0 1 1 1 0 1 Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan curian, I1-I12= Industri Ciamis
8 9 10 11 12 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 18-22= Ciamis TPK, C1-C7= Kayu
Lanjutan Primer OPY 13; Contoh uji Purwakarta Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 4 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 5 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 6 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 7 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 8 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 9 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 10 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 11 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 12 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 13 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 14 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 15 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 16 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 17 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 18 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 19 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 20 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 21 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 P2 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 P3 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 P4 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 P5 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 P6 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 P7 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 P8 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 P9 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 P10 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 P11 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 P12 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 P13 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 P14 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 P15 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 P16 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 P17 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 P18 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 P19 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 P20 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 P21 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 Keterangan : P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK Ind
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
13 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPY 13; Contoh uji Ciamis Ind
1 1 1 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0 18 0 19 0 20 0 21 0 22 0 C1 0 C2 1 C3 0 C4 0 C5 0 C6 1 C7 1 I1 0 I2 0 I3 1 I4 0 I5 0 I6 0 I7 1 I8 0 I9 0 I10 0 I11 1 I12 0 Keterangan :
Lokus 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Industri Ciamis
Lanjutan Primer OPY 20; Contoh uji Purwakarta Lokus 1 2 3 4 5 6 7 2 1 1 1 0 1 0 0 3 0 1 1 0 1 0 1 4 0 1 1 0 1 0 0 5 0 0 1 0 1 1 1 6 0 1 1 0 1 0 0 7 0 1 1 0 1 0 1 8 0 0 0 0 1 0 1 9 0 1 1 0 1 1 1 10 0 1 1 0 1 0 0 11 0 1 1 0 1 0 0 12 1 0 1 0 1 0 0 13 0 1 1 0 1 0 0 14 1 0 1 0 1 0 0 15 1 0 1 0 1 0 1 16 1 1 1 0 1 0 1 17 1 1 1 0 1 0 0 18 0 1 1 0 1 0 0 19 1 0 1 0 1 0 0 20 0 0 1 0 1 0 1 21 0 0 1 0 1 0 0 P2 0 0 1 0 1 0 1 P3 0 0 1 0 1 0 0 P4 1 1 1 0 1 0 0 P5 0 1 1 0 1 0 0 P6 0 1 1 0 0 0 0 P7 0 1 1 1 1 0 0 P8 0 1 1 1 1 0 0 P9 1 0 0 0 1 0 0 P10 0 1 1 0 1 0 0 P11 1 0 1 1 1 0 0 P12 0 1 1 1 1 0 0 P13 1 1 1 1 1 0 0 P14 0 1 1 1 1 0 0 P15 1 1 1 0 1 0 0 P16 0 1 1 0 1 0 0 P17 1 1 1 0 1 0 0 P18 0 1 1 0 1 0 0 P19 0 1 1 1 1 0 0 P20 1 1 1 1 1 0 0 P21 1 1 1 0 1 0 0 Keterangan : P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK Ind
8 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
10 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Lanjutan Primer OPY 20; Contoh uji Ciamis Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 4 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 6 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 7 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 8 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 11 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 12 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 13 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 18 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 19 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 21 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 22 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 C1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C2 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 C3 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 C4 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 C5 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 C6 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 C7 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 I1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 I2 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 I3 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 I4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 I5 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 I6 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 I7 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 I8 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 I9 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 I10 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 I11 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 I12 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK,C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Industri Ciamis Ind
Lampiran 6 Identitas dan jarak genetik Nei (1978) antar populasi Jati Jawa, kayu curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD Pop ID/IS
1
2
3
4
5
6
7
1
****
2
0.0422
3
0.0813 0.0813
4
0.1028 0.1459 0.2178
5
0.0573 0.0939 0.1393 0.0962
6
0.0616 0.1084 0.1588 0.0609 0.0656
7
0.1218 0.1609 0.1999 0.1352 0.0919 0.1555
8
0.0844 0.1375 0.1690 0.1099 0.1141 0.0725 0.1316
8
9
10
11
0.9587 0.9219 0.9023 0.9444 0.9403 0.8854 0.9190 0.9381 0.9388 0.9049 **** 0.9220 ****
0.8642 0.9104 0.8973 0.8513 0.8715 0.8875 0.9039 0.8838 0.8043 0.8700 0.8532 0.8188 0.8445 0.8653 0.9279 0.8880 **** 0.9083 ****
0.9410 0.8735 0.8959 0.8824 0.8747 0.8341 0.9365 0.9122 0.8921 0.9771 0.8901 0.8566 **** 0.8560 ****
0.9301 0.9157 0.9057 0.8684 0.8767 0.9515 0.8360 0.8047 **** 0.9081
0.9273 0.8819
9
0.0639 0.1193 0.1447 0.1251 0.0232 0.0881 0.0498 0.0964
****
0.8811 0.8400
10
0.0631 0.1011 0.0748 0.1338 0.1164 0.0991 0.1792 0.0755 0.1266
**** 0.9575
11
0.0999 0.1235 0.1188 0.1813 0.1547 0.1411 0.2173 0.1257 0.1744 0.0434
****
Keterangan: 1= Banten, 2= Indramayu, 3= Ciamis, 4= Cepu, 5= Randublatung, 6= Kendal, 7= Bojonegoro, 8= Ngawi, 9= Kebonharjo, 10= Kayu curian, 11= Kayu industri Indeks ketidaksamaan (ID)/jarak genetik: kayu curian & kayu industri dengan populasi Jati Jawa Barat
Lampiran 7 Identitas dan jarak genetik Nei (1978) antar populasi Jati Purwakarta, Ciamis, kayu curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD Pop ID/IS
1
4
5
6
0.9687
0.9269
0.9330
0.9072
0.9252
0.0318
****
0.9391
0.9507
0.0759
0.0628
1
****
2 3
2
3
****
0.9157
0.9403
0.9977
0.9530
0.9572
4
0.0693
0.0506
0.0023
****
0.9653
0.9649
5
0.0974
0.0881
0.0482
0.0353
****
0.9470
6
0.0778
0.0616
0.0437
0.0358
0.0545
****
Keterangan: 1=Purwakarta tunggak, 2= Purwakarta TPK, 3= Ciamis tunggak, 4= Ciamis TPK, 5= Kayu curian,6= Kayu industri Indeks ketidaksamaan (ID)/jarak genetik terbesar populasi kayu curian & kayu industri Indeks ketidaksamaan (ID)/jarak genetik terkecil populasi kayu curian & kayu industri