Abdul Rohim
Analisa Kandungan
UJI FITOKIMIA, TOKSISITAS SERTA ANTIOKSIDAN EKSTRAK PROPOLIS PEMBUNGKUS MADU LEBAH Trigona Incisa DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1picrylhidrazyl (DPPH) THE PHYTOVHEMICAL TEST, BRINE SHRIMP LETHALITY TEST, AND ACTIVITY ANTIOXIDANT FROM EXTRACTS OF PROPOLIS Trigona Incisa WITH 2,2-Diphenyl-1Picrylhidrazyl (DPPH) METHOD Aswin Thamrin1, Erwin1*, Syafrizal2 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Mulawarman Samarinda 2 Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Mulawarman Samarinda *Corresponding Author :
[email protected] 1
ABSTRACT Phytochemical test, test the mortality of larvae shrimp (Brine Shrimp Lethality Test) and test the antioxidant activity of secondary metabolites extract of propolis Trigona Incisa been done. Based on the test results of phytochemical screening of secondary metabolites contained in propolis extracts showed that the crude extract contains phenolic compounds and alkaloids. Ethanol fraction containing alkaloids and phenolic compounds. Ethyl acetate fraction containing alkaloid compounds. Mortality of shrimp larvae test performed to determine the toxicity values propolis extract obtained values of 50% Lethal Concentration (LC50) at 249.6079 ppm for ethanol fraction as the most active fraction. Based on the test of antioxidant activity with DPPH values obtained Inhibition Concentration 50% (IC50) in the crude extract of 139.47 ppm ethanol, ethanol fraction at 109.44 ppm, 91.42 ppm ethyl acetate fraction and vitamin C amounted to 59.44 ppm , It can be stated that the most active fraction is the fraction of ethyl acetate with IC50 value of 91.42 ppm.. Keywords : Propolis, Trigona Incisa, Antioxidant Activity.
PENDAHULUAN Antioksidan merupakan substansi nutrisi maupun non-nutrisi yang terkandung dalam bahan pangan, yang mampu mencegah atau memperlambat terjadinya reaksi oksidasi dalam tubuh. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan kosmetik serta berperan penting dalam mempertahankan mutu produk pangan. (Heo dkk., 2005 dan Tamat dkk., 2007). Propolis merupakan salah satu bahan yang mengandung antioksidan alami dari senyawa metabolit sekunder berupa fenol dan flavonoid. Menurut Robinson (1995) dikutip Jaya et al., (2006) menjelaskan bahwa kemampuan propolis sebagai antioksidan dapat menangkap radikal hidroksi dan superoksida kemudian menetralkan radikal bebas, sehingga melindungi sel dan mempertahankan keutuhan struktur sel dan jaringan serta dapat melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Menurut Krell (1996) dikutip Lasmayanty (2007), lebah Trigona Incisa tidak populer karena produktivitas madunya sangat rendah, namun propolis yang dihasilkannya lebih banyak dibandingkan dengan lebah jenis lainnya. Propolis mentah dapat dikonsumsi secara 54
langsung, namun karena sifatnya yang lengket pada suhu ruang menyebabkan kesulitan dalam mengkonsumsinya. Propolis mentah dapat diproses menjadi bubuk propolis atau dengan mengekstrak propolis cair sebelum dikonsumsi. Eksraksi propolis dilakukan dengan metode ekstraksi kimia (Winarno, 1981). Menurut Sarwono (2001), propolis banyak mengandung senyawa organik, diantaranya yaitu damar malam, minyak yang mudah menguap dan mineral. Berdasarkan penelitian sebelumnya hasil analisis fitokimia pada ekstrak etanol propolis positif mengandung senyawa flavonoid dan fenolik (Sholikhah, 2012). Dalam dunia pengobatan, propolis juga dapat digunakan untuk mengobati saluran pernapasan karena mempunyai sifat antibakteri. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam propolis, fraksi apa yang paling aktif terhadap larva udang (Artemia salina L.) melalui uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), dimana akan ditentukan efektivitas daya racun dari setiap fraksi (Meyer dkk., 1982) serta untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan dengan metode Kimia FMIPA Unmul
Jurnal Kimia Mulawarman Volume 14 Nomor 1 November 2016 Kimia FMIPA Unmul
peredaman radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) dari ekstrak propolis METODOLOGI PENELITIAN Pengambilan sampel propolis dilakukan secara manual. Tahap selanjutnya adalah sampel kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 70 % dan dipekatkan dengan menggunakan rotari evaporator dan di diamkan di dalam desikator selanjutnya dirotari evaporator kembali untuk mandapatkan ekstrak kasar/total. Kemudian ekstrak kasar/total difraksinasi menjadi fraksi etanol dan fraksi etil asetat. Setelah didapatkan ekstrak kasar dan kedua fraksi, kemudian akan dilakukan analisis fitokimia dan uji mortalitas larva udang (brine shrimp lethality test) serta akan dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode peredaman radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) dengan menggunakan alat spektrofotometer. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotari evaporator, beaker gelas, erlenmeyer, gelas ukur, corong, corong pisah, neraca analitik, tabung reaksi, pipet volume, saringan, panci, gelas, pipet tetes, mikropipet ukuran 100-1000 µL, labu ukur, batang pengaduk, kertas saring Whatman no.1, aluminium foil, lampu TL, hot plate, freezer dan spektrofotometer UV-Vis. Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah propolis, etanol, etil asetat, kloroform, heksana, dietil eter, H2SO4, asam asetat glasial, Bi(NO3)3.5H2O, HgCl2, HNO3 pekat, KI, FeCl3, HCl, serbuk Mg, aquades, air laut, DMSO, DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl) dan Vitamin C. Prosedur Penelitian Persiapan Sampel Propolis Trigona Incisa yang diambil dari Kebun Raya Samarinda didiamkan selama semalam. Setelah didiamkan akan mengeras atau memadat dan setelah memadat dihaluskan. Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunder Sampel propolis yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 100 gr kemudian dimaserasi dengan etanol 70 % sebanyak 250 mL dengan kurun waktu selama 3-7 hari (Ditjen POM, 1986). Terlebih dahulu dilakukan pengenceran etanol 96 % menjadi 70 % dengan menggunakan labu takar. Kemudian disaring dan pelarut diuapkan dengan rotari evaporator. Selanjutnya menguapkan pelarut aquadest yang ada dalam Kimia FMIPA Unmul
P-ISSN 1693-5616 E-ISSN 2476-9258
ekstrak dengan menggunakan desikator selama 7 hari. Kemudian diambil 100 ml dan diuapkan kembali dengan rotari evaporator hingga kental sehingga diperoleh ekstrak kasar etanol. Selanjutnya ekstrak kasar etanol tersebut difraksinasi. Caranya adalah sebagai berikut: ekstrak kasar etanol yang telah bebas etanol ditambahkan campuran etanol dan etil asetat dengan perbandingan (v/v). Fraksinasi dilakukan dengan corong pisah, sehingga diperoleh 2 fraksi, yaitu fraksi etanol dan faksi etil asetat. Fraksi etil asetat dipekatkan dengan rotari evaporator dan disebut sebagai ekstrak fraksi etil asetat, dilakukan berulang sebanyak 3 kali fraksinasi sehingga di dapatkan 3 hasil ekstrak fraksi etil asetat. Selanjutnya fraksi etanol yang tersisa kemudian dipekatkan dengan rotari evaporator dan hasilnya disebut sebagai ekstrak fraksi etanol. Pada ekstrak kasar dan kedua fraksi (fraksi etil asetat dan fraksi etanol) kemudian akan dilakukan analisis fitokimia dan uji mortalitas larva udang (brine shrimp lethality test). Selanjutnya ekstrak kasar dan kedua fraksi dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode peredaman radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) dengan menggunakan spektrofotometer. Analisis Fitokimia 1. Uji Alkaloid (Uji Meyer’s dan Dragendroff) Ekstrak kasar etanol propolis dan fraksifraksinya ditambahkan 10 mL kloroformamoniak, lalu disaring kedalam tabung reaksi. Filtrat ditambah dengan beberapa tetes asam sulfat 2 M dan dikocok sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam (terdapat pada bagian atas) dipipet ke dalam tabung reaksi lain, lalu ditambah pereaksi Meyer’s (5 gram KI dilarutkan dalam 90 mL air dan ditambahkan perlahan-lahan HgCl2 sambil diaduk dan diencerkan sampai volume 100 mL) dan pereaksi Dragendroff (campuran Bi(NO3)3.5H2O dalam asam nitrat dan larutan KI). Adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih dengan pereaksi Meyer’s dan endapan jingga sampai merah coklat dengan pereaksi Dragendroff (Darwis, 2000). 2. Uji Saponin/Uji Forth Ekstrak kasar etanol propolis dan fraksifraksinya diekstraksi dengan dietil eter sebanyak tiga kali, dari fraksi ekstrak tersebut dihasilkan fraksi yang larut dalam dietil eter dan yang tidak larut dalam dietil eter. Fraksi yang tidak larut dalam dietil eter kemudian ditambahkan air 55
Abdul Rohim
kurang lebih 5 mL dalam tabung reaksi kemudian dikocok. Ekstrak positif mengandung saponin jika timbul busa dengan ketinggian 1-3 cm yang bertahan selama 15 menit (Kadarisman, 2000). 3. Uji Steroid dan Triterpenoid/ Uji Lieberman-Burchard Ekstrak kasar etanol propolis dan fraksifraksinya yang larut dalam dietil eter dari uji saponin dipisahkan, lalu dtambah dengan CH3COOH glasial dan H2SO4 pekat. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan selama beberapa menit. Steroid memberikan warna biru atau hijau, sedangkan triterpenoid memberikan warna merah atau ungu ( Kadarisman, 2000). 4. Uji Flavonoid Ekstrak kasar etanol propolis dan fraksifraksinya ditambah dengan 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 mL ditambah sedikit serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat, kemudian dikocok kuat-kuat. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga (Chozin, 1996). 5. Uji Fenol Ekstrak kasar etanol propolis dan fraksifraksinya ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1 % dalam air atau etanol. Ekstrak positif mengandung fenolik apabila menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam pekat (Kadarisman, 2000). Uji Mortalitas Larva Udang (Brine Shrimp Lethality Test) Sebanyak 10 mg telur udang (Artemia salina L.) ditambahkan 100 mL air laut yang telah disaring. Selanjutnya diberi pencahayaan lampu TL agar menetas sempurna. Setelah 48 jam telur udang menetas dan siap untuk di uji cobakan (Kadarisman, 2000). Ditimbang ekstrak kasar sebanyak 0,2 gr dan dilarutkan dengan air laut hingga volumenya mencapai 100 mL dalam labu ukur, untuk membuat konsentrasi sampel 2000 ppm. Sampel dengan konsentrasi 1000 ppm; 500 ppm; 250 ppm; 125 ppm; 62,5 ppm; 31,2 ppm; 15,6 ppm dan 7,8 ppm dibuat dari pengenceran sampel dari konsentrasi 2000 ppm. Masing-masing sampel kemudian dipipet sebanyak 2500 µL dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambah 2500 µL air laut yang berisi 10 larva udang pada setiap sampel sehingga volume sampel menjadi setengahnya (1000 ppm; 500 ppm; 250 ppm; 125 ppm; 62,5 ppm; 31,2 ppm; 15,6 ppm dan 7,8 ppm). Jumlah larva udang yang mati dihitung setelah 24 jam dan dianalisa untuk 56
Analisa Kandungan
menentukan nilai Lethality Consentration LC50. Kontrol dikerjakan sama dengan perlakuan sampel, tetapi tanpa penambahan ekstrak kasar. Ekstrak sampel yang sukar larut dapat ditambahkan DMSO 1 % satu sampai tiga tetes (Kadarisman, 2000). Setiap sampel dilakukan uji mortalitas sebanyak tiga kali (triplo). Ekstrak fraksi etil asetat dan fraksi etanol juga dilakukan uji mortalitas larva udang (Brine Shrimp Lethality Test) dengan prosedur yang sama seperti pada ekstrak kasar (Wijaya, 2006). Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam lembar pengamatan. Uji Aktivitas Antioksidan Uji peredaman pereaksi DPPH dilakukan dengan mengacu pada metode (Bouftira, 2007) menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada suhu kamar (25oC) pada panjang gelombang 516 nm dan larutan DPPH (2,2-diphenyl-1picrylhidrazyl) digunakan sebagai radikal bebas serta vitamin C sebagai pembanding. 1. Penyiapan Larutan DPPH Kristal DPPH ditimbang sebanyak 8 mg dan dilarutkan dengan 100 mL etanol di dalam labu ukur gelap sehingga didapatkan larutan DPPH dengan konsentrasi 0,08 mg/mL yang digunakan pada pengujian. Larutan disimpan pada tempat tertutup rapat dan terlindung dari cahaya. 2. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH Pipet sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,08 mg/mL dan ditambahkan dengan 1 mL etanol. Setelah dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 516 nm untuk mendapatkan panjang gelombang maksimum. 3. Pembuatan Konsentrasi Ekstrak Sampel Ekstrak ditimbang 20 mg, kemudian dilarutkan dengan etanol sampai volumenya 40 mL. Dengan demikian diperoleh konsentrasi larutan ekstrak sampel (ekstrak kasar etanol dan masing-masing fraksi) yaitu 500 ppm. Kemudian ekstrak kasar dan masing-masing fraksi dengan konsentrasi 500 ppm diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 10, 25, 50, 75 dan 100 ppm dengan menggunakan mikro pipet dan masing-masing konsentrasi dibuat 3 pengulangan.
4. Pembuatan Konsentrasi (Pembanding)
Vitamin
C
Kimia FMIPA Unmul
Jurnal Kimia Mulawarman Volume 14 Nomor 1 November 2016 Kimia FMIPA Unmul
Vitamin C baku ditimbang sebanyak 10 mg dan dilarutkan dengan etanol sampai volumenya 10 mL menggunakan labu ukur, sehingga didapat larutan induk vitamin C dengan konsentrasi 1000 ppm, kemudian diambil 1 mL larutan induk vitamin C dan dilarutkan dengan etanol sampai volumenya 10 mL menggunakan labu ukur coklat, sehingga didapat konsentrasi vitamin C 100 ppm. Setelah itu, dari konsentrasi vitamin C 100 ppm dibuat seri konsentrasi larutan vitamin C dengan konsentrasi berturutturut 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm dengan menggunakan mikro pipet dan masing-masing konsentrasi dibuat 3 pengulangan. Penentuan Persen Peredaman 1. Sampel propolis Masing-masing konsentrasi ekstrak (10, 25, 50, 75 dan 100 ppm) dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan DPPH 0,024 mg/mL, dihomogenkan dan diinkubasi selama 30 menit ditempat gelap. Selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. 2. Vitamin C (Pembanding) Masing-masing konsentrasi vitamin C (konsentrasi 1, 1,5, 2, 2,5, 3 ppm) dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan DPPH 0,024 mg/mL, dihomogenkan dan diinkubasi selama 30 menit ditempat gelap. Selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Analisis Data Nilai dengan kematian 50% dalam 1 hari (LC50 dalam unit waktu) ditentukan dengan menggunakan Analisis Probit SAS. Efektivitas dari fraksi-fraksi terhadap larva (Artemia salina L.) dinyatakan dalam LC50 (ppm) 24 jam setelah perlakuan. Presentase aktivitas antioksidan dari ekstrak dalam menangkap atau meredam radikal bebas DPPH yang dinyatakan dalam % inhibisi, yang diperoleh dengan menggunakan rumus : %AA = 100 – {[(AB – AA)] x 100 / AKN} Keterangan : %AA = Persentase aktivitas antioksidan AA = Absorbansi blanko (berisi 1 ml ekstrak dalam metanol + 1 ml metanol) AB = Absorbansi sampel (berisi 1 ml ekstrak dalam metanol + 1 ml DPPH) Kimia FMIPA Unmul
P-ISSN 1693-5616 E-ISSN 2476-9258
AKN
= Absorbansi control negatif (berisi 1 ml metanol + 1 ml DPPH) (Karamac dkk., 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Fitokimia Berdasarkan uji skrining fitokimia ekstrak kasar, fraksi etanol dan fraksi etil asetat dari propolis yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia dari Ekstrak Kasar dan Kedua Fraksi Propolis Jenis Ekstraksi Uji Fitokimia Alkaloid
Ekstrak Kasar +
Fraksi Etanol +
Fenolik
+
+
Fraksi Etil Asetat + -
Steroid
-
-
-
Flavonoid
-
-
-
Saponin
-
-
-
Triterpenoid
-
-
-
Berdasarkan hasil dari uji fitokimia pada ekstrak kasar etanol, fraksi etanol dan fraksi etil asetat propolis Trigona Incisa, dapat diketahui jenis metabolit sekundernya sesuai dengan tabel 4.2. Pada ekstrak kasar diketahui positif mengandung alkaloid, fenolik, dan saponin. Pada fraksi etanol diketahui positif mengandung alkaloid dan fenolik, sedangkan pada fraksi etil asetat diketahui hanya positif mengandung alkaloid saja. Uji Mortalitas Larva Udang (BSLT) Berdasarkan uji mortalitas larva udang (BSLT) ekstrak kasar, fraksi etanol dan fraksi etil asetat dari propolis yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Uji Mortalitas Larva Udang (BSLT) dari Ekstrak Kasar dan Kedua Fraksi
Jenis Ekstrak Ekstrak kasar Fraksi etanol Fraksi etil asetat
Nilai LC50 (ppm) 355,46 249,60 276,35
Menurut Mc Laughlin (1998) dalam pengamatan potensi bioaktivitas ini dilakukan berdasarkan nilai Lethal Concentration 50 % (LC50) yaitu suatu nilai yang menunjukkan 57
Abdul Rohim
konsentrasi zat toksik yang dapat mengakibatkan kematian organisme sampai 50 %. Apabila LC50 < 30 ppm maka ekstrak sangat toksik dan berpotensi mengandung senyawa bioaktif antikanker. Meyer (1982) menyebutkan tingkat toksisitas suatu ekstrak : LC50 ≤ 30 ppm = Sangat toksik 31 ppm ≤ LC50 ≤ 1.000 ppm = Toksik LC50 > 1.000 ppm = Tidak toksik Berdasarkan hasil uji mortalitas larva udang dari ekstrak kasar etanol diperoleh nilai LC50 355,4602 ppm; pada ekstrak fraksi etanol diperoleh nilai LC50 249,6079 ppm dan pada ekstrak fraksi etil asetat diperoleh nilai LC 50 276,3536 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut, ekstrak sampel mampu membunuh larva udang sampai 50 % populasi. Nilai LC50 dari uji mortalitas larva udang diperoleh dengan menggunakan Analisis Probit SAS. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa fraksi etanol memiliki bioaktivitas paling tinggi terhadap larva udang yang ditunjukkan dengan nilai LC50 paling kecil yaitu 249,6079 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 249,6079 ppm fraksi etanol mampu membunuh larva udang sampai 50 % populasi. Semakin kecil nilai LC50 (Lethal Concentration 50 %) dari suatu sampel maka semakin tinggi toksisitasnya. Tingginya toksisitas dari fraksi etanol terhadap larva udang jika dibandingkan dengan ekstrak kasar dan fraksi etil asetat diperkirakan karena konsentrasi kandungan senyawa alkaloid yang cukup tinggi, hal tersebut dikarenakan pada fraksi etanol senyawa alkaloid lebih aktif dalam fase yang polar. Pada ekstrak kasar nilai LC50 diperoleh sebesar 355,4602 ppm yang berarti bioaktivitas pada ekstrak kasar lebih rendah dibandingkan dengan fraksi etanol dan fraksi etil asetat. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya konsentrasi pelarut yang terkandung didalam ekstrak kasar tersebut. Walaupun tingkat toksisitas dari ekstrak kasar dan fraksi etil asetat lebih kecil dari toksisitas fraksi etanol, namun semua ekstrak ini tetap dikatakan toksik karena berdasarkan studi yang dilakukan Meyer (1982), senyawa kimia dikatakan berpotensi aktif bila mempunyai nilai LC50 kurang dari 1.000 ppm. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekstrak kasar etanol, fraksi etanol dan fraksi etil asetat berpotensi aktif
58
Analisa Kandungan
karena nilai LC50 yang dihasilkan kurang dari 1.000 ppm. Uji Aktivitas Antioksidan Berdasarkan uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar, fraksi etanol dan fraksi etil asetat dari propolis yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Kasar dan Kedua Fraksi Propolis
Jenis Ekstrak Ekstrak kasar Fraksi etanol Fraksi etil asetat
Nilai IC50 (ppm) 139,47 109,44 91,42
Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan regresi linear sederhana sehingga diperoleh grafik linear dan persamaan regresi linear antara konsentrasi ekstrak kasar etanol, fraksi etanol dan fraksi etil asetat dari sampel propolis dengan persen peredaman radikal DPPH (%AA) dapat dilihat pada lampiran 15,16,17 dan vitamin C sebagai pembanding pada lampiran 18. Parameter yang digunakan untuk uji penangkapan radikal DPPH adalah nilai IC 50 (Inhibition Concentration 50). Nilai IC 50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50 %. Dimana nilai IC 50 diperoleh dari suatu persamaan regresi linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi ekstrak uji dengan persen penangkapan radikal. Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukkan aktivitas antioksidan pada bahan yang diuji semakin besar. Untuk melihat besarnya nilai IC 50 dari masing-masing ekstrak serta vitamin C, dapat dilihat pada grafik berikut ini: 139.47 150
109.44
91.42 59.44
100 50 0 Ekstrak Kasar
Fraksi Etanol
Fraksi Etil asetat
Vitamin C
Nilai IC50
Gambar 1. Grafik nilai IC50 pada ekstrak kasar, fraksi etanol, fraksi etil asetat dan vitamin C
Kimia FMIPA Unmul
Jurnal Kimia Mulawarman Volume 14 Nomor 1 November 2016 Kimia FMIPA Unmul
Pada gambar 1, dapat dilihat bahwa nilai IC50 dari ekstrak kasar dan kedua fraksi yaitu fraksi etanol dan fraksi etil asetat semuanya lebih besar dari vitamin C yang digunakan sebagai pembanding, hal ini dikarenakan ekstrak propolis bukan merupakan senyawa murni tetapi masih mengandung senyawa-senyawa lain yang kemungkinan tidak memiliki daya aktivitas antioksidan. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 ≤ 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 antara 101-150 ppm dan lemah apabila nilai IC50 lebih dari 151 ppm. Berdasarkan klasifikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada ekstrak kasar dan fraksi etanol memiliki potensi antioksidan yang dikategorikan sedang dikarenakan nilai IC50 untuk ekstrak kasar yaitu sebesar 139,47 ppm dan untuk fraksi etanol nilai IC50 yaitu sebesar 109,44 ppm, sedangkan untuk fraksi etil asetat dikategorikan sebagai antioksidan kuat dikarenakan memiliki nilai IC50 sebesar 91,42 ppm. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan paling kuat jika dibandingkan dengan ekstrak kasar dan fraksi etanol. Hal ini dikarenakan pada fraksi etil asetat kemungkinan terdapat kandungan senyawa aktif yang berbeda dengan ekstrak lainnya dan jumlah yang berbeda pula (Yulianti, 2013). Dimana dalam penelitian ini untuk fraksi etil asetat, senyawa metabolit sekundernya yaitu alkaloid diduga terkonsentrasi, sehingga daya aktivitas antioksidannya paling kuat. Untuk fraksi etanol memiliki aktivitas antioksidan yang hampir mendekati fraksi etil asetat, yaitu memiliki daya antioksidan sedang. Fraksi etanol mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid dan fenolik, dimana kekuatan antioksidan pada fraksi etanol ini dikategorikan sedang. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan adanya senyawa alkaloid dan fenolik yang belum terkonsentrasi. Sedangkan untuk ekstrak kasar etanol yang juga mengandung senyawa alkaloid dan fenolik memiliki tingkat aktivitas antioksidan yang sama dengan fraksi etanol yaitu dikategorikan sedang. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya aktivitas antioksidan yang tidak sinergis terhadap fraksi etanol yang dimana senyawa metabolit sekundernya masih bercampur baik senyawa
Kimia FMIPA Unmul
P-ISSN 1693-5616 E-ISSN 2476-9258
yang bersifat polar maupun non polar sehingga menyebabkan aktivitas antioksidannya menurun. Jika hasil uji aktivitas antioksidan dihubungkan dengan nilai LC50 yang diperoleh, dapat diketahui bahwa fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan paling kuat dengan nilai IC50 91,42 ppm dan nilai LC50 yang diperoleh dari fraksi etil asetat adalah 276,3536 ppm. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada konsentrasi 91,42 ppm, fraksi etil asetat mampu menangkap radikal DPPH sebesar 50%. Dalam hal ini fraksi etil asetat mempunyai aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan dengan fraksi etanol dan ekstrak kasar. Sedangkan nilai LC50 yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada konsentrasi 276,3536 ppm fraksi etil asetat mampu membunuh larva udang sampai 50% populasi. Artinya dapat dikatakan bahwa fraksi etil asetat dikategorikan bersifat toksik karena nilai LC50 dibawah dari 1000 ppm. Hasil analisis untuk fraksi etanol memiliki nilai IC50 sebesar 109,44 ppm, sehingga aktivitas antioksidan yang dimiliki pada fraksi etanol dikategorikan sedang, dikarenakan nilai IC50 untuk fraksi etanol berada pada rentang 101-150 ppm. Akan tetapi pada fraksi etanol ini masih belum baik untuk digunakan sebagai antioksidan, karena dilihat dari nilai LC50 yang diperoleh adalah 249,6079 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi etanol dikategorikan masih bersifat toksik, karena nilai LC50 masih dibawah 1000 ppm. Sedangkan pada ekstrak kasar, nilai IC50 yang diperoleh adalah 139,47 ppm. Sehingga dapat dikatakan bahwa daya aktivitas antioksidan yang dimiliki pada ekstrak kasar dikategorikan sedang dan nilai LC50 yang diperoleh adalah sebesar 355,4602 ppm. Jadi dapat dikatakan bahwa pada ekstrak kasar juga tidak baik digunakan sebagai antioksidan karena dilihat dari nilai LC50 yang diperoleh sangat tinggi dan dan dikategorikan masih bersifat toksik. Salah satu senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan adalah senyawa alkaloid, karena pada umunya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sitem siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia tetapi banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi dapat digunakanakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1996). Sebagian alkaloid juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan, contohnya indol alkaloid seperti strisin dan brusin bila dilihat dari 59
Abdul Rohim
Analisa Kandungan
strukturnya dapat menghambat O2 serat kafein dapat bertindak sebagai perdam hidroksil radikal. Senyawa berbasis nitrogen dari bahan alam berpotensi menghambat berbagai proses oksidatif. Senyawa radikal turunan dari senyawa amina memiliki tahap terminasi yang sangat lama, dengan demikian mampu menghentikan reaksi rantai radikal secara efisien. Berikut adalah prediksi mekanisme reaksi peredaman radikal bebas oleh golongan senyawa alkaloid secara rumus umumnya. DPPH
IC50 yang diperoleh adalah 139,47 ppm, untuk fraksi etanol yang diperoleh adalah 109,44 ppm dan fraksi etil asetat yang diperoleh adalah 91,42 ppm.
DPPH-H R
R H
N
R-RH Gambar 2.
Hidrokuonin
R-R
R R
R-R
Prediksi reaksi dari peredaman radikal bebas oleh golongan senyawa alkaloid secara rumus umum.
DAFTAR PUSTAKA Achmad, S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karunika. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB. Mahani. et al. 2011. Keajaiban Propolis Trigona. Pustaka Bunda. Jakarta. Sholikhah, M. 2012. Analisis Fitokimia dan Uji Daya Antimikroba Ekstrak Produk Sarang Lebah Trigona incisa Terhadap Streptococcus sobinus dan Candida albicans. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuam Alam :UNMUL. Suranto, A. 2007. Dahsyatnya Propolis Untuk Menggempur Penyakit. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Kuonin
Gambar 3. Prediksi reaksi dari peredaman radikal bebas oleh golongan senyawa fenolik secara rumus umum.
KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil dari uji fitokimia didapatkan hasil diantaranya, pada ekstrak kasar dan fraksi etanol yaitu alkaloid dan fenolik, sedangkan pada fraksi etil asetat hanya terdapat alkaloid saja. 2. Berdasarkan hasil uji mortalitas larva udang (BSLT) didapatkan nilai LC50 untuk masingmasing ekstrak yaitu , untuk ekstrak kasar nilai LC50 yang diperoleh 355,4602 ppm, fraksi etanol yang diperoleh 249,6079 ppm dan pada fraksi etil asetat yang diperoleh 276,3536 ppm. 3. Berdasarkan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH didapatkan nilai IC50 masingmasing ekstrak yaitu, untuk ekstrak kasar nilai 60
Kimia FMIPA Unmul