DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-12
UJI EMPIRIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KONSERVATISME AKUNTANSI DALAM PERPAJAKAN Windra Septian Wicaksono, Herry Laksito 1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang Semarang 50239, Phone: +622476486851
ABSTRACT This paper investigates the association between tax incentives, non-tax incentives, and accounting conservatism .The sample in this study were taken by using the data collection method called purposive random sampling. The data obtained were analyzed by using Ordinary Least Square (OLS) analysis technique throught the SPSS software. The research showed that tax incentives, debt, ROE, and size significantly influence with accounting conservatism. Earning pressure and managerial own not significantly influence with accounting conservatism. Keywords : Tax incentives, non-tax incentives, accounting conservatism
PENDAHULUAN Konservatisme akuntansi merupakan suatu prinsip kehati–hatian dimana tidak mengakui laba sampai dengan bukti kredibel didapatkan. Sedangkan kerugian harus segera diakui pada saat terdapat kemungkinan akan terjadi, tidak perlu menunggu sampai adanya bukti yang riil. Hal ini akan menyebabkan laba perusahaan menjadi bias ke bawah, sehingga akan memicu terjadinya sengketa pajak penghasilan. Perubahan tarif pajak penghasilan badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, menjadi insentif tersendiri bagi manajer untuk melakukan kecurangan yang dikhawatirkan akan menimbulkan sengketa pajak. Watts (2002) menyatakan bahwa konservatisme akuntansi merupakan asimetri dalam permintaan verifikasi terhadap laba dan rugi. Interpretasi tersebut berarti bahwa semakin besar perbedaan tingkat verifikasi yang diminta terhadap laba dibandingkan terhadap rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansi. Akibat perlakuan yang asimetrik terhadap verifikasi laba dan rugi dalam konservatisme akuntansi adalah understatement yang persisten terjadi terhadap nilai aktiva bersih. Perlakuan asimetrik juga memberikan dampak timbulnya konflik antara perusahaan dengan fiskus, yang disebabkan fiskus menganggap penetapan besar pajak penghasilan menurut perusahaan terlalu rendah, karena konservatisme akuntansi yang menghasilkan angka–angka laba dan aset cenderung lebih rendah serta angka–angka biaya dan utang cenderung tinggi. Setelah dilakukan penghitungan ulang oleh fiskus, hal ini dapat menimbulkan perusahaan menjadi kurang bayar dan selanjutnya dapat menjadi awal dari munculnya sengketa pajak penghasilan. Konservatisme akuntansi menurut Penman dan Zhang (2002) dapat menurunkan kualitas dari labanya, yaitu ketika perusahaan mempraktikkan konservatisme kemudian menurunkan jumlah investasinya, maka perusahaan tersebut melakukan realisasi cadangan. Hal tersebut bukan merupakan indikator yang baik untuk laba mendatang, karena pada perioda tersebut laba meningkat. Sedangkan pada perusahaan yang mempraktikkan konservatisme dan mengalami pertumbuhan dalam investasi akan menurunkan laba dilaporkan dan menciptakan cadangan. Dalam kaitan pajak penghasilan, hal ini diduga dapat mengarahkan terjadinya sengketa karena menyebabkan semakin besar perbedaan perhitungan pajak penghasilan menurut perusahaan dan perhitungan menurut fiskal.
1
Windra Septian Wicaksono, Herry Laksito
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 2-12
Perusahaan selalu berusaha untuk meminimalkan pajak penghasilannya (Guenther et al. 1997). Metoda–metoda untuk menghitung laba kena pajak sangat berkaitan dengan perhitungan laba dalam laporan keuangan. Manajer berusaha menemukan cara untuk mengelola baik laba yang dilaporkan di laporan keuangan dan laba untuk pembayaran pajak berjalannya dalam menghadapi trade-off untuk mencapai dua tujuan yang bersifat mutually exclusive, yaitu memaksimalkan laba akuntansi dengan meminimalkan pembayaran pajak. Zarowin (1997) menyatakan bahwa rasio antara laba akuntansi sebelum pajak pada laba fiskal kena pajak dapat digunakan sebagai ukuran konservatisme akuntansi. Laba fiskal kena pajak adalah ukuran kinerja sangat konservatif, karena perusahaan mencoba untuk meminimalkan pembayaran pajaknya. Perubahan tarif pajak dari tarif progresif menjadi tarif tunggal memberikan dampak tersendiri bagi perusahaan. Jika manajer berupaya untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan beban pajak, maka perubahan tarif ini akan memberikan insentif bagi manajer untuk melakukan konservatisme yang tinggi. Biasanya perusahaan menempuh strategi meminimalkan pajak (tax-minimizing) dengan laba dilaporkan lebih rendah. Pemilihan metoda akuntansi, pendanaan, pemasaran, produksi, dan fungsi bisnis lainnya, cenderung merendahkan laba fiskal. Walaupun akuntansi perpajakan dan akuntansi keuangan kadang berbeda dalam pengakuan penghasilan dan perhatian penting lainnya, merencanakan pajak penghasilan menghasilkan laba akuntansi lebih rendah (Shackelford dan Shevlin, 2001). Bertolak dari uraian–uraian latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : (1) apakah insentif pajak mempengaruhi konservatisme akuntansi; dan (2) apakah insentif non-pajak mempengaruhi konservatisme akuntansi ? Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada para akademisi, praktisi, dan regulator: (1) Untuk mengetahui apakah insentif pajak dapat berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi; (2) Untuk mengetahui apakah insentif non-pajak dalam hal ini earning pressure, tingkat hutang, earning bath, ukuran perusahaan, dan kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi konservatisme akuntansi; dan (3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi regulator, khususnya dewan standar dan pemerintah, sebagai pertimbangan dalam penyusunan standar akuntansi keuangan dan akuntansi perpajakan. Menggunakan 144 amatan perusahaan pemanufakturan yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai 2010, pengujian hipotesis memberikan hasil bahwa terdapat hubungan antara insentif pajak dan non-pajak dengan konservatisme akuntansi. Pengorganisasian paper ini selanjutnya adalah: bagian II menjelaskan kerangka teoritis yang mendasari hubungan antara insentif pajak dan non-pajak dengan konservatisme akuntansi serta pengembangan hipotesisnya; bagian III menyajikan metoda penelitian digunakan untuk menguji hipotesis, dan mendiskusikan ukuran-ukuran yang memproksikan insentif pajak dan nonpajak dengan konservatisme akuntansi; data serta analisisnya diuraikan di bagian IV; dan bagian V menjelaskan simpulan, keterbatasan penelitian, dan implikasinya.
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Konservatisme Akuntansi Para peneliti telah memperkenalkan berbagai definisi dari konservatime akuntansi. Akuntan secara tradisional mengekspresikan konservatisme dengan aturan mengantisipasi tidak ada profit tetapi mengantisipasi seluruh kerugian (Bliss, 1924 dalam Watts, 2003a). Hal ini dapat diartikan sebagai kecenderungan akuntan mensyaratkan derajad lebih tinggi dari verifikasi untuk mengakui kabar baik sebagai keuntungan daripada untuk mengakui kabar buruk sebagai kerugian. Contoh konservatisme akuntansi adalah memilih antara kos atau harga pasar yang lebih rendah untuk akuntansi sediaan; atau segera mengakui perubahan dalam estimasi kos jika diperkirakan menghasilkan kerugian di masa yang akan datang pada kontrak jangka panjang, tetapi tidak melakukan revisi jika menghasilkan peningkatan laba di masa yang akan datang; atau penurunan nilai fisik aset karena keuangan (impairments), tetapi tidak menaikkan untuk nilai aset lebih tinggi. Jadi, konservatisme menghasilkan probabilitas lebih besar dari pengakuan akuntansi tepat waktu untuk kabar buruk daripada kabar baik. Konservatisme ini diatribusi untuk penggunaan laporan keuangan dalam kontrak utang dan/atau kompensasi, litigasi, proses regulatori dan politik, dan pajak (Watts 2003a, 2003b). Dalam
2
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 3-12
penjelasan kontrakting, konservatisme terjadi karena dapat mengurangi kos agensi berasosiasi dengan (1) asimetri informasi dan fungsi kerugian antar contracting parties; dan (2) ketidakmampuan untuk memverifikasi pihak-pihak yang lebih mengetahui informasi privat. Dalam hal ini kos agensi disebabkan oleh informasi privat manajer dan fungsi kerugian asimetrik yang tidak terbatas pada kontrak utang dan kompensasi. Secara ringkas, konservatisme akuntansi merupakan prinsip kehati-hatian yang tidak mengakui keuntungan sampai dengan diperoleh bukti yang kredibel, sedangkan kerugian harus segera diakui pada saat terdapat kemungkinan akan terjadi, tidak perlu menunggu sampai terdapat bukti riil. Konservatisme akuntansi menyebabkan angka-angka yang tersaji dalam Neraca dan Laporan Laba Rugi adalah ditetapkan lebih rendah. Aset bersih ditetapkan lebih rendah dan laba kumulatif juga ditetapkan lebih rendah, sebaliknya utang dan biaya ditetapkan pada nilai yang tertinggi. Sebagai konsekuensi penting dari perlakuan asimetrik konservatime atas keuntungan dan kerugian adalah understatement persisten dari nilai aset bersih. Regulator pasar modal, penyusun standar, dan akademisi mengkritisi konservatisme karena understatement pada periode berjalan dapat mengarahkan pada overstatement laba di periode mendatang dengan penyebab understatement biaya mendatang (Watts, 2003a).
Keterkaitan Laba Akuntansi dan laba Fiskal Terdapat kesamaan dalam pengukuran laba akuntansi dan laba fiskal, yaitu metoda akuntansi akrual (Guenther et.al. 1997). Meskipun terdapat beberapa butir spesifik dari pendapatan dan biaya harus mengikuti peraturan akuntansi fiskal yang berbeda dengan peraturan akuntansi keuangan, misalnya: pembebanan biaya depresiasi aset tetap. Kaitan antara pelaporan pajak dan komersial dapat menyebabkan konservatisme dalam pelaporan keuangan. Pengakuan asimetrik keuntungan dan kerugian dalam konservatisme akuntansi membuat manajer perusahaan profitabel mengurangi nilai kini pajaknya dan meningkatkan nilai perusahaan. Menunda pengakuan dari penghasilan dan mempercepat pengakuan dari biaya dapat menunda pembayaran pajaknya (Watts, 2003a). Dalam perencanaan pajak (tax planning), biasanya perusahaan menempuh strategi meminimalkan pajak (tax-minimizing) dengan laba dilaporkan lebih rendah. Pemilihan metoda akuntansi, pendanaan, pemasaran, produksi, dan fungsi bisnis lainnya, cenderung merendahkan laba fiskal. Walaupun akuntansi perpajakan dan akuntansi keuangan kadang berbeda dalam pengakuan penghasilan dan perhatian penting lainnya, merencanakan pajak penghasilan menghasilkan laba akuntansi lebih rendah (Shackelford dan Shevlin, 2001). Pengelolaan akuntansi keuangan dan pengelolaan pajak adalah tidak independen dan tidak terdapat pertimbangan secara konsisten mendominasi dalam pengambilan keputusannya. Teori akuntansi positif yang mendasarkan pada teori keagenan dapat digunakan untuk menjelaskan dorongan manajemen untuk melakukan penundaan pembayaran pajak penghasilan. Watts dan Zimmerman (1986: 200-221) menggunakan teori keagenan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku manajemen sehubungan dengan pemilihan prosedur-prosedur akuntansi oleh manajer. Mereka membuat tiga hipotesis sebagai berikut: (1) hipotesis bonus plan: ceteris paribus, manajer perusahaan dengan bonus plan lebih mungkin untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser laba yang dilaporkan dari perioda-perioda yang akan datang ke perioda kini; (2) hipotesis debt/equity: ceteris paribus, semakin besar debt/equity ratio perusahaan, semakin besar kemungkinan manager perusahaan memilih prosedur akuntansi yang menggeser laba yang dilaporkan dari perioda-perioda yang akan datang ke perioda kini; dan (3) hipotesis political cost: ceteris paribus, semakin besar kos politik dihadapi perusahaan, semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari perioda kini ke perioda-perioda yang akan datang. Hipotesis political cost ini berkaitan dengan ukuran perusahaan, jika perusahaan besar adalah juga sangat profitabel, maka akan meningkatkan kos polotiknya. Sehingga, dikaitkan dorongan manajer untuk menunda pembayaran pajaknya sesuai dengan hipotesis ketiga, sehingga manajer lebih mungkin memilih akuntansi lebih konservatif.
Pajak Penghasilan Pajak penghasilan (PPh) sebelum perubahan perundang–undangan perpajakan tahun 1983 diatur dalam beberapa ketentuan perundang–undangan/ ordonasi seperti yang dikenal dengan
3
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 4-12
Pajak Pendapatan orang pribadi yang dipungut berdasarkan Ordonasi Pajak Pendapatan Tahun 1984 dan pajak perseroan yang diatur dalam Ordonasi Pajak Perseroan tahun 1925 serta pajak atas bunga, dividen, dan royalti yang diatur dalam undang–undang Pajak atas bunga, dividen, dan royalti tahun 1970. Ditinjau dari pengelompokannya, pajak penghasilan dikategorikan sebagai Pajak Pusat, tetapi ditinjau dari sifatnya dikategorikan sebagai Pajak Subjektif. Dengan pengertian bahwa pemungutan Pajak Penghasilan ini berpangkal atau mendasarkan pada subjek pajaknya. Undang– undang pajak penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Subjek pajak penghasilan meliputi orang pribadi, warisan yang belum dibagi, badan, dan Bentuk Usaha Tetap. Pada penelitian ini hanya terarah pada subjek pajak badan saja. Pengertian badan mengacu pada Undang–undang KUP adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap. Yang menjadi dasar untuk menghitung PPh adalah Penghasilan Kena Pajak. Dimana untuk usaha bentuk badan penghasilan kena pajaknya adalah Laba Bersih atau Penghasilan Neto.
Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Tarif pajak penghasilan badan di Indonesia sebelum tahun 2009 adalah tarif progresif yaitu tarif yang presentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Sejak diterbitkannya UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku efektif pada tahun 2009, terjadi perubahan tarif pajak penghasilan badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, yaitu (1) 28% diefektifkan pada tahun 2009 dan 25% diefektifkan pada tahun 2010 untuk perusahaan; dan (2) 5% lebih rendah dari tarif nomer (1) untuk perusahaan go public dan minimal 40% sahamnya diperdagangkan du Bursa Efek Indonesia (BEI). Dasar pengenaan pajak penghasilan badan adalah laba perusahaan. Manajemen yang ingin memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan beban pajaknya, akan berusaha mencari cara untuk menurunkan laba perusahaan yang nantinya akan digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Salah satu cara yang mungkin dilakukan oleh perusahaan adalah menerapkan praktik konservatisme akuntansi. Konservatisme akuntansi menyebabkan laba perusahaan bias ke bawah, sehingga pajak yang dikenakan menjadi lebih rendah. Namun cara ini akan menimbulkan masalah pada periode berikutnya. Ketika pihak pemeriksa pajak memeriksa kebenaran dan kesesuaian laporan keuangan, akan muncul suatu sengketa pajak akibat tidak cocoknya jumlah yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak dengan jumlah yang telah dibayarkan Wajib Pajak ke kas negara.
Pengembangan Hipotesis Untuk pengembangan hipotesis, penelitian ini menggunakan teori akuntansi positif yang mendasarkan pada teori keagenan untuk menjelaskan dan memprediksi pemilihan prosedur akuntansi tertentu oleh manajer perusahaan untuk tujuan tertentu. Perubahan tarif pajak penghasilan badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal menjadi pendorong terjadinya praktik konservatisme akuntansi. Perusahaan selalu ingin meminimalkan beban pajaknya, salah satunya dengan menurunkan laba perusahaannya, dimana laba perusahaan adalah dasar untuk menghitung pajak penghasilan badan. Zarowin (1997) menyatakan bahwa rasio antara laba akuntansi sebelum pajak pada laba fiskal kena pajak dapat digunakan sebagai ukuran konservatisme akuntansi. Laba fiskal kena pajak adalah ukuran kinerja sangat konservatif, karena perusahaan mencoba untuk meminimalkan pembayaran pajaknya. Konservatisme akuntansi menyebabkan laba akuntansi bias ke bawah (Chen et al. 2006). H1 : Insentif pajak berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi
4
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 5-12
Berdasarkan ukuran dari insentif non pajak yang digunakan oleh Yin dan Cheng (2004) maupun Guenther (1994), maka insentif non pajak pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Earnings pressure Insentif pajak mengimplikasikan bahwa perusahaan akan memilih untuk menurunkan laba sebagai respon atas penurunan tarif pajak. Untuk perusahaan yang labanya tidak mencapai target, penurunan laba yang dilakukan untuk tujuan pajak dapat dikurangi oleh earnings pressure guna meningkatkan laba akuntansi. 2. Tingkat utang Dalam konteks penurunan tarif pajak, keputusan untuk melakukan konservatisme akuntansi sangat erat kaitannya dengan tingkat utang perusahaan. 3. Earnings bath Menurut Chaney et al. (1995), jika laba yang diperoleh oleh perusahaan rendah (di bawah target), maka manajer cenderung melakukan “big bath”. Diharapkan bahwa konservatisme akuntansi sebagai respon atas penurunan tarif pajak berhubungan dengan peringkat laba perusahaan di suatu sektor industri. 4. Ukuran perusahaan Scholes et al. (1992) menemukan bahwa perusahaan besar cenderung menggeser laba kotornya. Sehingga secara tidak langsung konservatisme akuntansi berhubungan dengan ukuran sebuah perusahaan. 5. Kepemilikan manajerial Perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi diharapkan memiliki konservatisme akuntansi yang negatif untuk memperoleh keuntungan pajak. Berdasarkan uraian di atas, maka untuk sampel perusahaan yang memperoleh laba (profit firm) dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H2: Earnings pressure berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi H3: Tingkat utang berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi H4: Earnings bath berpengaruh negatif terhadap konservatisme akuntansi H5: Size berpengaruh terhadap positif konservatisme akuntansi H6: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap konservatisme akuntansi
METODOLOGI PENELITIAN Data dan Sampel Penelitian Dalam studi ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diperoleh melalui web BEI dengan alamat: www.idx.co.id. Untuk pengambilan sampel, penelitian ini menggunakan teknik atau metode purposive random sampling. Alasan pengambilan sampel dengan metode purposive random sampling karena hanya akan memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian sehingga memberikan data yang dapat mendukung jalannya penelitian ini. Alasan–alasan yang melandasi penetapan kriteria di atas adalah : 1. Tarif pajak penghasilan badan yang baru mulai berlaku efektif tahun 2009, sehingga perioda yang digunakan mulai tahun 2007 – 2010. 2. Na’im dan Hartono (1996) mengungkapkan bahwa model akrual tidak cocok untuk perusahaan non-manufaktur. Walaupun model akrual cocok dengan data yang digunakan, tetapi terdapat koefisien regresi yang tidak signifikan. Oleh karena itu penelitian ini hanya menggunakan data perusahaan pemanufakturan. 3. Berdasarkan informasi dari Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB), perusahaan yang mengalami kerugian pasti dilakukan pemeriksaan, jadi terlepas apakah perusahaan menerapkan akuntansi konservatif atau akuntansi liberal pasti terjadi sengketa pajak, sehingga perusahaan yang mengalami kerugian dikeluarkan dari sampel 4. Berdasarkan ketentuan pajak pasal 31E tentang adanya keringanan tarif, maka untuk tarif 25% (tahun 2010) dikenakan untuk perusahaan yang memiliki peredaran bruto / penjualan di atas Rp 50.000.000.000 setahun.
5
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 6-12
5. Adanya beberapa data khusus yang diperlukan untuk penelitian ini, maka dipilih perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dengan kelengkapan data tertentu.
Model dan pengukuran variabel Ukuran Insentif Pajak Perubahan tarif pajak merupakan penggantian tarif pajak lama dengan tarif pajak yang baru. Dijelaskan dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan bahwa terjadi perubahan tarif pajak penghasilan badan di Indonesia. Tarif pajak penghasilan badan yang semula menggunakan tarif progresif, dirubah menjadi tarif tunggal, yaitu (1) 28% (diefektifkan pada tahun 2009) dan 25% (diefektifkan pada tahun 2010) untuk perusahaan; dan (2) 5% lebih rendah dari tarif nomor (1) untuk perusahaan yang telah go public dan minimal 40% saham disetornya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan khususnya yang telah go public akan sangat diuntungkan karena tarif pajak efektif perusahaan akan menjadi lebih kecil. Jika manajer berupaya untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan beban pajak, maka perubahan tarif ini akan memberikan insentif bagi manajer untuk menurunkan laba perusahaan pada tahun sebelum diefektifkannya perubahan tarif pajak tersebut (Subagyo, 2010). Penelitian akan dilakukan dengan membandingkan indikator perubahan tarif pajak penghasilan pada tahun sebelum diefektifkan tarif baru dengan laba setelah diefektifkan tarif yang baru untuk kemudian diteliti pengaruhnya terhadap variabel dependen. Indikator perubahan tarif pajak penghasilan adalah sebagai berikut a. Untuk tahun sebelum perubahan tarif pajak penghasilan 2007 Σ 30%.PTI - CTE 2008 TAXPLAN = Total Akrual b. Untuk tahun setelah perubahan tarif pajak penghasilan 2009 Σ 28%.PTI - CTE 2010 TAXPLAN = Total Akrual Dimana : TAXPLAN PTI CTE
= Perencanaan Pajak = Pre-tax income = Current portion of total tax expense (beban pajak kini)
Ukuran Insentif Non-Pajak Menurut Yin dan Cheng (2004) insentif non-pajak dapat merespon terhadap perubahan tarif pajak. Insentif non-pajak yang digunakan berdasarkan penelitian Yin dan Cheng (2004) maupun Guenther (1994) sebagai berikut : a. Earnings pressure Earnings pressure dihitung dengan menggunakan rumus, yaitu : (laba tahun berjalan – laba tahun lalu) / total asset awal tahun. b. Tingkat utang Diukur dengan menggunakan rasio kewajiban jangka panjang terhadap total asset awal tahun. c. Earnings bath Diproksikan dengan peringkat ROE perusahaan (ERANK). ERANK diukur dengan menggunakan variabel dummy, ERANK diberi angka 1 jika berada di quantile terbawah (dibawah 20%), dan ERANK diberi angka 0 untuk yang lainnya.
6
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 7-12
d. Ukuran perusahaan Variabel size pada penelitian ini diukur dari logaritma natural aset. e. Kepemilikan manajerial Diukur dengan menggunakan skala rasio yang dihitung dari persentase kepemilikan dewan direksi dari total saham yang beredar.
Ukuran Konservatisme Akuntansi Givoly dan Hayn (2000) fokus pada pengaruh konservatisme akuntansi dalam laporan laba rugi selama beberapa periode. Mereka berpendapat bahwa akuntansi konservatif mengarahkan pada akrual negatif secara persisten, sebagai kontras dengan akrual yang akan membalik (reversal). Karena perhitungan pajak penghasilan berkaitan dengan angka–angka yang terdapat dalam laporan laba rugi, maka untuk mengukur konservatisme akuntansi dalam studi ini digunakan ukuran berbasis akrual mengikuti Givoly dan Hayn (2000) yang dihitung dengan cara berikut ini : Total akrual (sebelum depresiasi) = (laba bersih + depresiasi) – arus kas operasi X -1 : total aset Givoly dan Hayn (2000) mengeluarkan akrual depresiasi karena merupakan akrual positif yang akan membalik ketika aset tetap diperoleh dan tidak tertangkap dalam perbedaan antara laba dan aliran kas. Ukuran konservatisme ini dikalikan -1, sehingga semakin besar nilai positif rasio, adalah semakin konservatif.
Spesifikasi Empiris Sebelum pengujian hipotesis dilakukan uji asumsi klasik: uji multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan persamaan regresi sebagai berikut: Y = α + β1 X1 + + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 Dimana : Y = variabel dependen yang diramalkan α = konstanta βn = koefisien regresi Xn = variabel independen
HASIL PENELITIAN Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Multikolinearitas Tabel 1 Uji Multikolinearitas Variabel Taxplan EPREES Tingkat hutang ROE Ukuran perusahaan Kepemiikan manajerial
Model regresi 1 Tolerance VIF 0,548 1,826 0,936 1,069 0,592 1,689 0,811 1,233 0,802 1,248 0,843 1,186
Hasil perhitungan pada tabel 4.5 diperoleh nilai VIF masing-masing variabel bebas kurang dari 10 dan tolerance yang lebih dari 0,1, dengan demikian dapat simpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak terjadi gejala multikolinearitas.
7
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 8-12
Uji Autokorelasi Tabel 2 Uji Autokorelasi No. 1.
Model regresi Model regresi 1
N 123
Nilai DW 2,143
Keterangan Tidak terjadi autokorelasi
Kriteria pengujian menurut Algifari (1997) Kurang dari 1,10 = ada autokorelasi 1,10-1,54 = tanpa kesimpulan 1,55 – 2,46 = tidak ada autokorelasi 2,46-2,90 = tanpa kesimpulan Lebih dari 2,91 = ada autokorelasi Hasil perhitungan di atas dapat dijelaskan bahwa apabila DW terletak antara rentang 1,55 – 2,46, maka model persamaan regresi yang diajukan tidak terdapat autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji gletjer. Hasil penelitian dengan menggunakan uji gletjer adalah sebagai berikut: Tabel 3 Hasil Analisis Heteroskedastisitas Coeffici entsa
Model 1
(Constant) Taxplan EPRESS Tingkat Hut ang ROE Ukuran Perusahaan Kepemilikan manajerial
Unstandardized Coef f icients B Std. Error .520 .730 -.329 .340 .103 .165 .145 .152 .351 .211 .011 .049 -.015 .010
Standardized Coef f icients Beta -.118 .058 .111 .167 .021 -.142
t .712 -.969 .623 .950 1.669 .212 -1.449
Sig. .478 .335 .535 .344 .098 .832 .150
a. Dependent Variable: Abs_res
Berdasarkan tabel 4.7 uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji statistik (uji gletjer) diperoleh nilai signifikasi untuk masing-masing variabel bebas tidak ada yang signifikan (lebih besar dari 5%), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Normalitas Berdasarkan hasil tabel normalitas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi dari Kolmogorov-Smirnov Z adalah 0,000, lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian data yang diolah tidak memenuhi asumsi normalitas. Data yang tidak memenuhi normal dapat digunakan tranformasi atau outliers. Dalam penelitian ini normalitas data dilakukan dengan menggunakan tranformasi, yaitu LN_konservatisme akuntansi dan outllier. Hasil normalitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 4 Uji Normalitas Data No. 1.
Model regresi Model regresi 1
N 123
Nilai sig 0,121
Keterangan Normal
Deskripsi Statistik Rata-rata taxplan dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 0,030131, dengan nilai minimum sebesar 23,66 persen, dan nilai maksimum sebesar 193,38 persen. Rata-rata earning pressure dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian
8
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 9-12
ini adalah sebesar 0,023344, dengan nilai minimum sebesar -3,3992 atau -339,92 persen, dan nilai maksimum sebesar 1,73 atau 173 persen. Rata-rata tingkat hutang dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 0,245331 atau 24,53 persen, dengan nilai minimum sebesar 0,001 atau 0,1 persen, dan nilai maksimum sebesar 3,84 atau 384 persen. Rata-rata ROE dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 0,86 atau 86 persen, dengan demikian banyak perusahaan sampel yang memiliki ROE lebih kecil dari 20 persen dengan dummy 0. Nilai minimum sebesar 0, dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai standar deviasi 0,347 lebih rendah dari rata-rata 0,86. Rata-rata ukuran perusahaan yang diukur dengan LN_total asset dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 13,49, dengan nilai minimum sebesar 10,25 dan nilai maksimum sebesar 18,52. Nilai standar deviasi 1,55917 lebih kecil dari rata-rata 13,49. Rata-rata kepemilikan manajerial dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 5,62 persen, dengan nilai minimum sebesar 0,01 persen, dan nilai maksimum sebesar 25,61 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemilikan manajerial dari perusahaan sampel rata-rata kecil, karena rata-rata hanya 5,62 persen. Nilai standar deviasi 7,23506 lebih tinggi dari rata-rata 5,6225. Rata-rata konservatisme akuntansi dari perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 1297368, dengan nilai minimum sebesar -3171804, dan nilai maksimum sebesar 39163178. Nilai standar deviasi sebesar 4679839 lebih tinggi dari ratarata sebesar 39163178, maka dapat diartikan bahwa penyebaran data konservatisme akuntansi adalah tidak merata, yaitu perbedaan data satu dengan yang lainnya tinggi. Tabel 5 Statistik Deskriptif Variabel
N
Minimum
Maximum
Mean
Std Deviasi
Taxplan
144
-0,2366
1,9381
0,030131
0,2589138
EPRESS
144
-3,3992
1,7346
0,023344
0,4156834
Tingkat hutang
144
0,0001
3,8440
0,245331
0,5890993
ROE
144
0
1
0,86
0,347
Ukuran Perusahaan
144
10,25
18,54
13,4932
1,55917
Kepemilikan manajerial
144
0,01
25,61
5,6225
7,23506
Konservatisma Akuntansi
144
-3171804
39163178
1297368
4679839,082
9
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 10-12
Pengujian Hipotesis Tabel 6 Hasil Uji t Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
Taxplan EPRESS Tingkat Hutang ROE Ukuran Perusahaan Kepemilikan manajerial
B 2.726 -1,462 .067 ,516 -.712 .757 -.012
Std. Error
1.150 .535 .259 .239 .332 .078 .016
Standardized Coefficients Beta
-,138 .016 ,073 -.141 .642 -.050
t 2.371 -2,732 .260 2,160 -2.148 9.720 -.771
Sig. .019 ,016
.795 ,034 .034 .000 .442
a. Dependent Variable: LN_konservatisme
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa insentif pajak, tingkat hutang, ROE dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan trhadap konservatisme akuntansi, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikasi < 0.05, sedangkan earning pressure, dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikasi > 0,05.
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dibuat saran sebagai berikut: 1. Insentif pajak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi dengan arah negatif, apabila taxplan semakin meningkat, maka konservatisme akuntansi semakin menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan insentif pajak membuat perusahaan cenderung untuk melakukan konservatisme akuntansi. 2. Earning pressure tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Hal ini mengindikasikan bahwa laba diperoleh dari hasil operasional perusahaan, apabila perusahaan mengalami penurunan laba karena operasional perusahaan, tidak berdampak pada kebijakan akuntansi yang di tetapkan perusahaan. 3. Tingkat hutang berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Tingkat hutang berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi dengan arah positif, apabila tingkat hutang semakin meningkat, maka konservatisme akuntansi semakin meningkat. 4. ROE berpengaruh negatif terhadap konservatisme akuntansi, kondisi ini terjadi karena dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, maka perusahaan akan lebih berhati-hati dalam melakukan kebijaksanaan konservatisme akuntansi, dengan alasan perusahaan akan lebih di sorot oleh investor tentang laba dan kebijaksanaan yang dilakukannya. 5. Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar ukuran perusahaan biasanya laba yang dihasilkan juga akan semakin besar. Semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, maka pajak yang harus dibayarkan juga akan semakin besar. Sehingga mendorong manajemen untuk melakukan praktik konservatisme akuntansi dengan tujuan meminimalkan pajaknya. 6. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi dengan arah negatif. Kondisi ini terjadi karena kepemilikan manajerial dalam penelitian ini terlalu kecil, yaitu rata-rata 5,6225 persen, sehingga kurang berperan dalam pengambilan keputusan tentang manajemen perusahaan, termasuk di dalamnya konservatisme akuntansi.
10
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 11-12
Keterbatasan Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang masih perlu menjadi bahan revisi penelitian selanjutnya, yaitu pemilihan sampel hanya menggunakan perusahaan manufaktur, dengan sampel sebanyak 36 perusahaan.
Saran Saran–saran yang dapat diberikan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Pihak investor bisa menggunakan variabel tingkat hutang, ukuran perusahaan, ROE, dan insentif pajak untuk melihat apakah perusahaan melakukan kebijakan akuntansi yang konservatif atau tidak, sebelum investor akan menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Hal ini karena konservatisme akuntansi, perusahaan cenderung melaporkan laba yang tidak sebenarnya, sehingga kesempatan investor untuk mendapatkan laba berupa dividen juga rendah. 2. Penelitian selanjutnya bisa menambah variabel penelitian seperti pertumbuhan penjualan, besarnya cost politis, keberadaan komite audit, dan porsi komisaris independen agar lebih bisa menjelaskan konservatisme akuntansi. 3. Penelitian selanjutnya menggunakan semua jenis perusahaan di BEI, supaya diperoleh sampel yang lebih banyak.
11
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 12-12
REFERENSI Basu, S., 1997. The conservatism principle and the asymmetric timeliness of eanings. Journal of Accounting and Economics, 24: 3-37. Givoly, D., C. Hayn, 2000. The changing time-series properties of earnings, cash flows and accruals: has financial reporting become more conservative? Journal of Accounting and Economics, 29: 287-320. Givoly, D., C.K. Hayn, dan A. Natarajan, 2007. The Accounting Review, Vol. 82, No. 1: 65-106. Guenther, D.A., E.L. Maydew, dan S.E. Nutter, 1997. Financial reporting, tax costs, and book-tax conformity. Journal of Accounting and Economics, 23: 225-248. Lo, E.W., 2005. Pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap konservatisma akuntansi dan manajemen laba. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Juanda, A., 2006. Pengaruh risiko litigasi dan tipa strategi terhadap hubungan antara konflik kepentingan dan konservatisma akuntansi. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Watts, R.L. dan Zimmerman, 1986. Positive Accounting Theory. Prentice Hall Inc. Feltham, G.A. dan Ohlson, J.A., 1995. Valuation and clean surplus accounting for operating and financial activities. Contemporary Accounting Research, Vol. 11, No. 2 : 689-731. Watts, R.L., 1977. Corporate financial statements: a product of the market and political processes. Australian Journal of Management, Vol. 2, No. 1: 53-75 Waluyo. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2008. Cloyd, C.B., J. Pratt, and T.Stock. “The Use of Financial Accounting Choices To Support Aggressive Tax Position: Public and Private Firms”. Journal of Accounting Research. 1996: 23-43. Chen, Q., T. Hemmer, and Y. Zhang, 2006, On the relation between conservatism in accounting standards and incentives for earnings management. Journal of Accounting Research, Vol. 45, No. 3 : 541-138. Ghozali, I. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005. Indonesia Stock Exchange. Indonesian Capital Market Directory 2008. Edisi 19, 2008. Lilis Setiawati (2001). “Rekayasa Akrual untuk Meminimalkan Pajak”. Simposium Nasional Akuntansi V. Semarang, 2001. Lumbantoruan, Sophar. Akuntansi Pajak. Edisi Revisi. Jakarta: Grasindo, 1996. Mangoting, Yenni. “Tax Planning: Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Petra Surabaya Vol 1. 1999: 43-53. Suandy, E. Perencanaan Pajak. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat, 2006
UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. 12