UJI COBA DUA MACAM KRENDET UNTUK MENANGKAP SPINY LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN WONOGIRI
Oleh : ANDRIE LESMANA C54101022
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK
ANDRIE LESMANA. Uji Coba Dua Macam Krendet untuk Menangkap Spiny Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Wonogiri. Dibimbing oleh DINIAH. Di perairan Nampu, Kabupaten Wonogiri, spiny lobster umumnya ditangkap menggunakan krendet. Karena kurang optimalnya hasil tangkapan krendet berbentuk lingkaran, maka perbaikan bentuk konstruksi krendet diperlukan agar mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak. Dalam penelitian ini dua bentuk konstruksi krendet dioperasikan bersamaan untuk membandingkan hasil tangkapan spiny lobster. Uji coba penangkapan dilakukan sebanyak 12 kali ulangan. Bentuk krendet lingkaran dan empat persegi panjang sebagai perlakuannya. Data dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap. Jumlah dan bobot spiny lobster pada krendet lingkaran, yaitu 32 ekor dan 6.680 gram. Sedangkan pada krendet empat persegi panjang, yaitu 76 ekor dan 13.260 gram. Hasil analisis ragam untuk jumlah menunjukkan Fhitung 20,7969 lebih besar dari Ftabel 4,3009; untuk bobot menunjukkan Fhitung 13,8048 lebih besar dari Ftabel 4,3009; dan untuk panjang karapas menunjukkan Fhitung 1,8855 lebih kecil dari Ftabel 4,3009. Kesimpulan berdasarkan analisis ragam diatas menunjukkan bahwa bentuk konstruksi krendet terbaik untuk menangkap spiny lobster di Perairan Wonogiri adalah empat persegi panjang.
Kata kunci : krendet, spiny lobster, Perairan Wonogiri
UJI COBA DUA MACAM KRENDET UNTUK MENANGKAP SPINY LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN WONOGIRI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Andrie Lesmana C54101022
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Nama NRP
: Uji Coba Dua Macam Krendet untuk Menangkap Spiny Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Wonogiri : Andrie Lesmana : C 54101022
Disetujui, Pembimbing
Ir. Diniah, M.Si. NIP. 131 587 198
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi, M.Sc. NIP. 130 805 031
Tanggal lulus: 21 Maret 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 15 Mei 1982 dari pasangan Rahmat Adhirahman dan Tetty Yulia Hertanti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Ciamis. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis sempat aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan, seperti Kepala Departemen Kewirausahaan periode 20022003 di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN), Koordinator Acara One Day Fishing (ODF) periode 2002-2003, serta Anggota Perkumpulan Musik Rawai PSP. Pada tahun 2003 penulis menjadi finalis Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Penelitian tingkat IPB. Penulis dinyatakan lulus dalam Sidang Ujian Skripsi yang diselenggarakan oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 21 Maret 2006 dengan skripsi berjudul “Uji Coba Dua Macam Krendet untuk Menangkap Spiny Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Wonogiri”.
PRAKATA
Hasil tangkapan spiny lobster dari krendet berbentuk lingkaran selama ini dirasakan nelayan kurang optimal. Hal ini menjadi pertimbangan penulis untuk melakukan uji coba penyempurnaan bentuk krendet yang dituangkan dalam skripsi dengan judul Uji Coba Dua Macam Krendet untuk Menangkap Spiny Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Wonogiri. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada (1) Ir. Diniah, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbinga nnya; (2) Orang tua, keluarga dan sahabat atas semua dorongan, do’a dan kehangatannya; (3) Dr.Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. dan Ir. Wazir Mawardi, M.Si. sebagai Penguji Tamu, serta Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. yang mewakili Komisi Pendidikan Departemen PSP yang telah memberi masukan dalam Sidang Ujian Skripsi; (4) Seluruh civitas akademi di lingkup Departemen PSP atas keramahan dan kehangatannya; (5) Kepala BAPPEDA, Kepala Dinas WANPERLA Kabupaten Wonogiri dan Camat Paranggupito yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di wilayah Perairan Wonogiri; (6) Bapak Wiryadi dan keluarga, Bapak Nuryanto, Bapak Sanusi yang telah membantu turut serta dalam operasi penangkapan krendet ujicoba sekaligus mensosialisasikan konstruksi krendet yang berbeda kepada rekan-rekan ne layan; Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik dan saran pembaca sangat diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
1
2
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2
Tujuan Penelitian............................................................................
2
1.3
Manfaat Penelitian..........................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sumberdaya Udang Barong (Spiny Lobster)..................................
3
2.1.1 Klasifikasi dan identifikasi.................................................... 2.1.2 Morfologi dan habitat............................................................ 2.1.3 Tingkah laku.......................................................................... 2.1.4 Daur hidup .............................................................................
3 4 6 7
Unit Penangkapan Krendet.............................................................
7
2.2.1 Alat tangkap krendet ............................................................. 2.2.2 Nelayan..................................................................................
8 9
2.3
Pengoperasian Krendet...................................................................
9
2.4
Umpan............................................................................................
10
2.5
Musim.............................................................................................
11
2.6
Kelimpahan dan Distribusi Spiny Lobster......................................
11
2.7
Analisis Ragam Klasifikasi Satu Arah...........................................
12
2.2
3
METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat .........................................................................
14
3.2
Alat dan Bahan...............................................................................
14
3.3
Alat Tangkap Krendet ....................................................................
15
3.4
Metode Penelitian...........................................................................
18
3.4.1 Metode pengoperasian krendet.............................................. 3.4.2 Metode pengumpulan data .................................................... 3.4.3 Metode analisis data..............................................................
19 21 22
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENEITIAN 4.1
5
Kondisi Umum ...............................................................................
26
4.1.1 Geografi dan topografi .......................................................... 4.1.2 Kondisi fisik daerah ..............................................................
26 26
4.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap ..............................................
26
4.3
Fasilitas Penunjang Perikanan Tangkap.........................................
28
4.4
Distribusi dan Pemasaran Spiny Lobster ........................................
28
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
5.2
5.4 6
Unit Penangkapan Krendet.............................................................
30
5.1.1 Alat tangkap krendet ............................................................. 5.1.2 Nelayan..................................................................................
30 31
Komposisi Hasil Tangkapan Krendet Ujicoba...............................
32
5.2.1 Jumlah komposisi hasil tangkapan spiny lobster .................. 5.2.2 Frekuensi bobot hasil tangkapan spiny lobster ..................... 5.2.2 Frekuensi panjang karapas hasil tangkapan spiny lobster.....
34 35 38
Pembahasan....................................................................................
39
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan.....................................................................................
44
6.2 Saran...............................................................................................
44
DAFTAR PUS TAKA ..................................................................................
45
LAMPIRAN .................................................................................................
48
DAFTAR TABEL Halaman 1. Sebaran potensi dan produksi spiny lobster pada setiap wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia pada tahun 1997............................. ........... 12 2. Struktur data ............................................................................................ ……... 23 3. Tabel Sidik Ragam (TSR)....................................................................... ........... 24 4. Luas desa-desa pesisir dan kepadatan penduduk di Kecamatan Paranggupito tahun 2003 ............................................................................................... ........... 27 5. Jumlah nelayan per-desa di Kecamatan Paranggupito tahun 2000-2004 ........... 27 6. Jumlah dan jenis alat penangkap spiny lobster di perairan Wonogiri tahun 2000-2004................................................................................................ ........... 27 7. Komposisi total hasil tangkapan krendet ujicoba.................................... ........... 32 8. Hasil tangkapan spiny lobster kedua krendet ujicoba setiap ulangan................................................................................................................ 34 9. Analisis ragam terhadap jumlah tangkapan total spiny lobster............... .........
35
10. Analisis ragam terhadap bobot individu rata-rata spiny lobster ............. ........... 37 11. Analisis ragam terhadap panjang rata-rata karapas spiny lobster ........... ........... 39
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Morfologi spiny lobster ........................................................................... ...........
4
2. Alat tangkap krendet ............................................................................... ……...
9
3. Timbangan untuk menimbang bobot hasil tangkapan............................. ........... 14 4. Bingkai (frame) krendet lingkaran dan empat persegi panjang .............. ........... 16 5. Posisi jaring krendet................................................................................ ........... 16 6. Desain krendet lingkaran......................................................................... ........... 18 7. Desain krendet empat persegi panjang.................................................... ........... 18 8. Posisi krendet pada saat dioperasikan (non skala) .................................. ........... 19 9. Proses penurunan krendet (setting) tanpa bantuan galah ................................... 20 10. Proses pengangkatan krendet (hauling) .................................................. .......... 21 11. Bagian panjang karapas (l) spiny lobster yang diukur ........................... ........... 22 12. Jalur distribusi dan pemasaran spiny lobster........................................... ........... 29 13. Jumlah nelayan spiny lobster per desa di Kabupaten Wonogiri tahun 2004....... 31 14. Tingkat pendidikan nelayan spiny lobster di Kabupaten Wonogiri ....... ........... 32 15. Jumlah dan bobot hasil tangkapan krendet lingkaran ............................. ........... 33 16. Jumlah dan bobot hasil tangkapan krendet empat persegi panjang ........ ........... 33 17. Komposisi jumlah hasil tangkapan spiny lobster setiap ulangan............ ........... 34 18. Komposisi bobot hasil tangkapan spiny lobster setiap ulangan.............. ........... 35 19. Frekuensi bobot individu hasil tangkapan spiny lobster krendet lingkaran........ 36 20. Frekuensi bobot individu hasil tangkapan spiny lobster krendet empat persegi panjang .................................................................................................... ........... 36 21. Sebaran bobot individu hasil tangkapan krendet lingkaran .................... ........... 37 22. Sebaran bobot individu hasil tangkapan krendet empat persegi panjang ........... 38 23. Frekuensi panjang karapas individu spiny lobster krendet lingkaran..... ........... 38 24. Frekuensi panjang karapas individu spiny lobster krendet empat persegi panjang .................................................................................................... ........... 39 25. Ilustrasi panjang area hadang krendet ujicoba ........................................ ........... 41
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kabupaten Wonogiri ....................................................................... ........... 49 2. Datasheet hasil tangkapan spiny lobster ................................................. ……... 50 3. Analisis ragam komposisi hasil tangkapan spiny lobster........................ ........... 56 4. Deskripsi alat tangkap krendet ................................................................ ........... 57 5. Foto hasil tangkapan spiny lobster, hasil tangkapan sampingan dan umpan krendet ................................................................................................................ 58
vi
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spiny lobster merupakan salah satu biota laut yang saat ini mempunyai nilai ekonomis tinggi sebagai komoditas ekspor Indonesia. Luas sebaran total spiny lobster di Perairan Indonesia adalah sebesar 6.799.000 km² , dengan potensi pemanfaatan sebanyak 4800 ton per tahun. Hingga tahun 1997, spiny lobster di perairan Indonesia baru dimanfaatkan sekitar 49,6 % (Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan 2001). Unit penangkapan ikan yang dikembangkan di Indonesia untuk menangkap spiny lobster diantaranya adalah jaring insang karang (coral reef gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet), bubu (spiny lobster pot), jaring hampar (spread out net), tombak (spear), pancing (special hook and line for spiny lobster), pesambet (cover net) dan unit penangkapan hasil modifikasi gillnet yaitu krendet. Perairan Wonogiri merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi spiny lobster relatif melimpah, hal ini ditandai dengan adanya aktivitas nelayan yang menangkap spiny lobster di perairan tersebut. Selain itu, kecenderungan hasil tangkapan spiny lobster selama lima tahun terakhir terus meningkat seiring dengan penambahan jumlah nelayan spiny lobster. Jumlah produksi spiny lobster rata-rata selama lima tahun terakhir di Perairan Wonogiri mencapai 1.003,42 kg. Umumnya, nelayan Wonogiri menangkap spiny lobster dengan menggunakan krendet lingkaran. Penggunaan krendet lingkaran sudah dikenal sejak lama oleh nelayan Wonogiri dan telah dilakukan secara turun temurun. Selama ini hasil tangkapan krendet lingkaran dirasakan nelayan Wonogiri kurang optimal, sehingga untuk meningkatkan volume hasil tangkapan spiny lobster, nelayan cenderung menambah jumlah unit krendet dalam usaha penangkapannya dan ini kurang efisien dari segi ekonomi. Menurut Fridman (1988), strategi yang diperlukan untuk menangani masalah teknis yang muncul dalam aktivitas nelayan suatu alat tangkap, diantaranya adalah menentukan parameter suatu alat tangkap dengan memperhitungkan kondisi lokasi penangkapan serta menyempurnakan konstruksi alat tangkap yang ada sesuai dengan
kondisi daerah penangkapan ikan. Perairan Wonogiri umumnya memiliki kontur dasar karang dengan cekungan (kedung) sempit yang memanjang. Oleh karena itu bentuk krendet empat persegi panjang patut diujicobakan dengan harapan hasil tangkapan spiny lobster lebih banyak. Pengaruh perbedaan bentuk konstruksi krendet terhadap hasil tangkapan spiny lobster belum pernah diuji dan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah. Sehubungan dengan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menentukan komposisi hasil tangkapan krendet ujicoba; (2) Menentukan bentuk krendet yang lebih baik dalam menangkap spiny lobster (Panulirus spp.). 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis maupun akademis berikut (1) Bagi kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian lain yang berhubungan; (2) Bagi kepentingan praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi nelayan krendet khususnya dan pihak-pihak lain yang membutuhkan untuk pengembangan konstruksi alat tangkap krendet agar mendapatkan hasil yang lebih optimal.
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Udang Barong (Spiny Lobster) 2.1.1 Klasifikasi dan identifikasi Klasifikasi spiny lobster menurut Burukovskii (1974) diacu dalam Isnansetyo (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Class : Crus tacea Sub Class : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub Ordo : Reptantia Seksi : Palinura Famili : Palinuridae Genus : Panulirus Spesies : Panulirus homarus Panulirus penicillatus Panulirus ornatus Panulirus versicolor Panulirus longipes Panulirus polyphagus Spiny lobster dapat diidentifikasi dengan melihat pola-pola pewarnaan tubuh, ukuran dan bentuk kepala. Selain itu, pola-pola duri di kepala, dapat juga dijadikan sebagai tanda spesifik dari setiap jenis spiny lobster (Adnyanawati 1994). Spiny lobster mudah dibedakan dari jenis udang lain, karena kulitnya yang kaku, keras dan berwarna indah, sedangkan kulit udang biasa tipis, bening dan tembus cahaya. Kulit spiny lobster yang keras dan berwarna indah sebenarnya tidak mengandung zat-zat warna hidup. Sifat-sifat pewarnaan yang indah sebenarnya disebabkan oleh zat warna yang dipancarkan oleh butir-butir warna (chromatoblasts) pada lapisan kulit lunak yang ada di bawahnya (Subani 1978).
2.1.2 Morfologi dan habitat Spiny lobster dan true lobster memiliki perbedaan dari segi morfologi serta habitatnya. True lobster dari segi morfologinya memiliki capit besar yang terbentuk dari pertumbuhan sempurna pasangan kaki pertama dari kaki jalannya. Ujung kakikaki jalan spiny lobster tidak bercapit tetapi tumbuh berupa kuku lancip. True lobster terdapat di perairan subtropis atau daerah dingin, sedangkan spiny lobster terdapat di perairan subtropis dan tropis termasuk perairan Indonesia (Subani 1978). Morfologi spiny lobster dapat dilihat pada Gambar 1.
flagelata
tangkai antena
lempeng antenula periopod duri antena karapas
Pleura (somite) abdomen
Pale band
eksopod telson
Gambar 1 Morfologi spiny lobster (Panulirus spp.). Sumber : Nontji 1993 diacu dalam Nawangwulan (2001)
4
Spiny lobster memiliki dua buah antena. Antena kesatu lebih kokoh, panjang dan ditutupi duri. Antena kesatu berfungsi sebagai alat perlindungan. Hal ini terlihat saat spiny lobster merasa terancam, yaitu dengan reaksi menyilangkan kedua antena tersebut. Antena yang kedua berukuran lebih pendek, tidak berduri, bercabang dan lebih halus. Antena kedua berfungsi sebagai indera perasa yang cukup peka terhadap rangsangan suara, cahaya dan bau. Apabila spiny lobster merasakan adanya rangsangan, maka antena kedua akan bergerak seperti bergetar (Herrnkind 1980 diacu dalam Prasetyanti 2001). Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1989), setiap jenis spiny lobster memiliki kecenderungan hidup yang berbeda satu sama lain, terutama dapat dilihat dari toleransi terhadap habitat hidupnya. Jenis pertama dari spiny lobster adalah Panulirus homorus. Jenis ini hidup di perairan dangkal dengan kisaran kedalaman 1119 meter dan tinggal di dalam lubang batuan. Jenis ini toleran terhadap perairan keruh dan menyukai perairan yang bergelombang serta mengalami pergolakan (turbulent). Jenis yang kedua adalah Panulirus penicillatus. Jenis ini hidup di perairan dalam dan luar terumbu karang, yaitu di bagian yang menerima hempasan ombak yang keras atau tubir. Jenis yang ketiga adalah Panulirus ornatus. Jenis ini hidup di perairan yang dasar terumbu karangnya dangkal. Umumnya penangkapan jenis ini dilakukan dengan cara menyelam, karena sulit ditangkap menggunakan perangkap. Spiny lobster jenis ini dit emukan pada kedalaman 5-20 meter di perairan keruh dan berarus kuat. Jenis keempat adalah Panulirus versicolor. Jenis ini hidup berlindung diantara karang pada kedalaman 1-10 m. Spiny lobster jenis ini toleran terhadap arus pasang surut dan kekeruhan. Pada siang hari jenis ini ditemukan di kedalaman 6-10 m, sedangkan pada malam hari bermigrasi ke daerah pantai dengan kedalaman sekitar 1 meter. Jenis yang kelima adalah Panulirus longipes. Jenis ini hidup di tempat yang terlindung seperti di dalam lubang batu karang dan di dalam kedung. Pada malam hari Panulirus longipes bergerak ke tubir pantai untuk mencari makan. Jenis ini 5
ditemuk an di perairan jernih pada kedalaman lebih dari 18 meter sampai perairan keruh yang dangkal, yaitu sekitar 1 meter. Jenis yang terakhir adalah Panulirus polyphagus. Jenis ini memiliki ukuran panjang maksimum 40 cm. Spiny lobster jenis ini ditemukan pada kedalaman 8-12 m dan berlindung di celah batuan karang. 2.1.3 Tingkah laku Spiny lobster dikenal sebagai udang karang, karena hampir sepanjang hidupnya memilih tempat-tempat di batu karang, baik batu karang yang masih hidup maupun yang mati. Spiny lobster umumnya tidak menyukai tempat yang terbuka terutama yang arusnya kuat. Spiny lobster tidak pandai berenang walaupun memiliki kaki renang. Spiny lobster bergerak dengan cara merangkak. Spiny lobster yang sedang merangkak, ketika berhadapan dengan predator, akan segera mundur dengan cepat mengandalkan kekuatan otot-otot abdomennya (Subani 1978). Indera penglihatan spiny lobster secara langsung tidak begitu berperan untuk pergerakannya. Bagian tubuh yang paling berperan adalah antenanya (Herrnkind 1971). Spiny lobster termasuk hewan nokturnal, yaitu hewan yang pada malam hari keluar dari tempat persembunyiannya untuk mencari makan dan siang harinya bersembunyi. Hewan nokturnal memiliki pola dimana aktivitas yang paling tinggi terjadi pada permulaan menjelang malam hari. Aktivitas spiny lobster mulai berhenti ketika matahari terbit (Cobb dan Wang 1985). Spiny lobster dapat memakan hewan-hewan laut baik yang masih hidup maupun mati. Makanannya adalah udang-udang kecil, bulu babi, chiton dan berbagai hewan lunak lainnya. Spiny lobster menggunakan kukunya yang lancip untuk mencengkeram mangsanya sebelum dimakan (Subani 1978). Menurut Cobb dan Wang (1985), bau makanan dapat mudah direspon oleh indera perasa spiny lobster dengan adanya bantuan arus air yang membawa bau makanan, sehingga spiny lobster tertarik untuk bergerak ke arah sumber bau tersebut. Tingkah laku spiny lobster ketika akan memasuki perangkap diawali dengan memutari permukaan terluar dari sebuah perangkap. Spiny lobster akan menggunakan antena yang kedua untuk
6
merasakan bau dari umpan. Antena kesatu akan bergerak memutar 900 ke arah luar tubuhnya. Setelah itu spiny lobster akan memutari perangkap, kemudian mencari pintu masuk kedalam perangkap. Arah pergerakan spiny lobster tidak dapat diperkirakan untuk memasuki sebuah perangkap (Anwar 2001). Spiny lobster tidak suka bergerombol dalam pola tertentu, tetapi spiny lobster memiliki kecenderungan suka akan hidup berkelompok. Hal ini terutama dilakukan pada masa juvenil (Hindley 1977 diacu dalam Anwar 2001). 2.1.4 Daur hidup Berbeda dengan bangsa udang lainnya, spiny lobster mempunyai siklus hidup yang cukup lama. Umur induk pertama kali matang gonad ditaksir antara 5-8 tahun dengan bobot tubuh antara 760-3.840 gram (Ditjen Perikanan 1989). Spiny lobster memiliki 5 fase utama dalam daur hidupnya, yaitu fase dewasa, telur, phyllosoma (tahap larva), puerulus (tahap post- larva) dan juvenil. Saat mendekati usia dewasa, banyak spiny lobster yang bermigrasi dari daerah perawatan menuju habitat batu karang di perairan yang lebih dalam untuk mencari tempat bereproduksi (Phillips dan Kittaka 2000). Spiny lobster akan membawa telur yang telah dibuahi selama kira-kira 20 hari. Telur yang menetas disebut phyllosoma. Larva phyllosoma menyukai cahaya dan hidup bergerombol di dekat permukaan air. Setelah itu, larva phyllosoma akan berubah mengalami pertumbuhan menjadi stadia puerulus. Kemudia n puerulus akan menyerupai spiny lobster dewasa, yaitu aktif berenang dan terkadang terbawa arus laut menuju daerah pembesaran (weed bed) di perairan dangkal. Lama kehidupan spiny lobster sebagai puerulus diperkirakan 10-14 hari dan mencapai ukuran panjang total 5-7 cm (Rimmer, D. W dan Phillips 1979 diacu dalam Prasetyanti 2001). 2.2 Unit Penangkapan Krendet Satu unit penangkapan krendet sistem tunggal terdiri atas alat tangkap krendet dan tenaga kerjanya yaitu nelayan. Keduanya merupakan kesatuan unsur yang mendukung kegiatan operasi penangkapan spiny lobster. Pengoperasian krendet
7
sistem tunggal tidak memerlukan kapal sebagai sarana penangkapan, karena daerah operasi penangkapannya dilakukan di pantai berkarang (Widiarso 2005). 2.2.1 Alat tangkap krendet Krendet adalah suatu alat tangkap pasif dan tergolong sebagai alat perangkap (trap) dengan bantuan umpan. Alat ini sudah berkembang di Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Gunung Kidul sejak awal tahun 1980. Latar belakang munculnya alat tangkap krendet semula berawal dari digunakannya jaring insang dasar (bottom gillnet monofilament) untuk menangkap spiny lobster. Oleh karena sering rusak dan sulit diperbaiki akhirnya muncul ide dari para nelayan jaring insang dasar untuk memodifikasinya. Para nelayan kemudian memanfaatkan jaring insang dasar bekas atau rusak tersebut menjadi alat baru yang dikenal dengan nama ”krendet” (Warta Mina 1989). Di Perairan Baron, Daerah Istimewa Yogyakarta, bentuk krendet bermacam- macam, namun umumnya nelayan setempat menggunakan bentuk lingkaran (Setiyadi 1990). Krendet terbuat dari lembaran jaring yang diberi kerangka besi, kayu, bambu atau rotan. Diameter kerangka berbentuk lingkaran sekitar 80-100 cm dan di dalamnya dipasang lembaran jaring dua atau tiga rangkap dengan mesh size jaring sekitar 4-5,5 inchi. Bagian tengah kerangka diberi tali dari bahan PE (poly ethylene) untuk memasang umpan. Selain itu, dipasang juga tali pengangkat dari bahan PE (poly ethylene) berdiameter 3-6 mm yang diikatkan pada kerangka (Direktorat Jenderal Perikanan 1989). Berdasarkan cara tertangkapnya spiny lobster, yaitu terpuntal, maka alat tangkap ini digolongkan ke dalam kelompok entangled net. Menurut Setyadi (1990), seperti umumnya alat penangkap ikan tradisio nal, krendet mempunyai desain dan konstruksi yang sederhana. Alat ini terbuat dari lembaran jaring yang diberi kerangka besi masif berdiameter antara 4-8 mm. Diameter kerangka krendet rata-rata berkisar antara 80-150 cm. Di dalam kerangka dipasang lembaran jaring dari bahan senar nomor 70 rangkap dua atau tiga dengan ukuran mata jaring sampai dengan 5 inchi.
8
Pada tengah lingkaran dipasang dua buah tali umpan yang tegak lurus satu sama lain membentuk jari- jari lingkaran (Gambar 2). Tali pengangkat atau penyambung Kerangka besi; diameter 4-8 mm Lembaran jaring Tali untuk memasang umpan
Gambar 2 Alat tangkap krendet. Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan (1989)
2.2.2 Nelayan Salah satu faktor yang juga berpengaruh dalam pengoperasian satu unit penangkapan ikan adalah nelayan. Jumlah nelayan dalam setiap pengoperasian satu unit penangkapan ikan bergantung pada ukuran kapal. Pada unit penangkapan trap, dalam hal ini krendet, jumlah nelayan disesuaikan dengan sistem pengoperasiannya, yaitu sistem tunggal atau rawai. Pengoperasian sistem tunggal membutuhkan tenaga nelayan tidak lebih dari dua orang. Dalam pengoperasian sistem rawai, jumlah nelayan biasanya antara dua hingga empat orang (Nawangwulan 2001). 2.3 Pengoperasian Krendet Pengoperasian krendet di pantai Nampu, dapat dilakukan langsung dari pantai atau dari atas tebing pantai yang sangat terjal. Pengoperasian krendet dibagi ke dalam empat tahap, yaitu tahap persiapan, penurunan krendet atau setting, perendaman atau soaking dan tahap pengangkatan atau hauling. Pada tahap persiapan nelayan mempersiapkan alat tangkap, umpan dan perbekalan. Tahap penurunan atau setting dilakukan setelah semua tahap persiapan selesai dilakukan. Waktu yang diperlukan untuk satu kali setting di pantai maupun di tebing kurang lebih 5-10 menit. Waktu perendaman atau soaking krendet kurang lebih selama 10-12 jam. Jika setting dilakukan sore hari, maka hauling dilakukan pada pagi di hari berikutnya.
9
Sebaliknya jika setting dilakukan pagi hari, maka hauling dilakukan sore hari. Waktu surut air laut terjadi hanya 2-3 jam, namun demikian pada pengoperasian di tebing waktu perendaman bisa diatur sesuai dengan keinginan nelayan untuk melakukan hauling dan setting lagi (Widiarso 2005). 2.4 Umpan Umpan memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha penangkapan spiny lobster, terutama dengan alat tangkap krendet. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih umpan adalah (1) Kebiasaan makan ikan sasaran penangkapan; (2) Dapat memberikan rangsangan bau dan penglihatan terhadap ikan sasaran; (3) Ukuran umpan harus disesuaikan dengan jenis ikan sasaran; dan (4) Harga umpan harus murah dan tersedia secara terus menerus (Subani 1978). Jenis umpan yang digemari spiny lobster terutama dari golongan molusca dan echinodermata. Umpan lain yang digemari spiny lobster adalah jenis hewan air yang mengandung protein, terutama yang mengandung lemak. Apabila terjadi kekurangan makanan, maka spiny lobster juga ternyata memakan alga, tumbuh-tumbuhan, maupun organisme epiphiton (Phillips dan Kittaka 2000). Secara umum, jenis umpan spiny lobster yang biasa digunakan oleh nelayan di Indonesia diantaranya adalah potongan ikan runcah seperti ikan pari, ikan cucut, ikan sebelah dan jenis ikan lain yang sudah tidak dikonsumsi manusia lagi. Selain itu, umpan berupa kelapa yang dibakar serta umpan pikatan kulit kambing dapat pula digunakan sebagai penimbul aroma yang dapat menarik perhatian spiny lobster (Kholifah 1998). Penggunaan bubu dan krendet untuk spiny lobster yang terpenting ialah menggunakan umpan. Spiny lobster menyukai jenis umpan yang mengandung kadar protein, kadar lemak yang tinggi, bau yang menyengat dan mengandung chitine. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai umpan untuk spiny lobster adalah dengan menggunakan kulit sapi, kulit kambing dan ikan runcah. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan kulit sapi sebagai umpan menghasilkan tangkapan
10
yang lebih besar dibandingkan dengan kulit kambing atau ikan runcah. Hal ini disebabkan kulit sapi mempunyai kadar protein dan kadar lemak yang tinggi serta mengandung chitine lebih banyak, sehingga menghasilkan bau menyengat yang berasal dari asam amino yang terdapat dalam protein (Febrianti 2000). 2.5 Musim Menurut Muljanah et al. (1994), pada perikanan spiny lobster dikenal dua siklus musim, yaitu : (1) Siklus musim lima tahunan Siklus ini merupakan siklus musim yang terjadi setiap 4-5 tahun sekali. Siklus ini pernah dialami pada tahun 1986 yang diikuti tahun 1991. Spiny lobster yang tertangkap pada siklus ini sangat banyak dan berlangsung setiap bulan sepanjang tahun. (2) Siklus musim tahunan Siklus ini berlangsung selama lima bulan per tahun. Siklus ini umumnya berlangsung antara Bulan September sampai Bulan Januari, biasanya siklus ini bersamaan dengan musim hujan. Di Perairan Wonogiri, musim penangkapan spiny lobster terjadi pada Bulan Agustus-April dengan hasil tangkapan tertinggi yaitu pada Bulan NovemberDesember bertepatan dengan musim hujan (Widiarso 2005). 2.6 Kelimpahan dan Distribusi Spiny lobster Luas sebaran spiny lobster di Perairan Indonesia adalah 6.799.000 km2 dengan potensi sebesar 4.800 ton per tahun dan produksi sebesar 2.380 ton per tahun (Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan 2001). Sebaran potensi dan produksi pada setiap wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia pada tahun 1997, disajikan pada Tabel 1. Daerah penangkapan spiny lobster di wilayah Perairan Wonogiri tersebar di tiga desa pesisir, yaitu desa Gudangharjo, Gunturharjo dan Paranggupito. Dari ketiga desa tersebut, konsentrasi daerah penangkapan terbagi menjadi 20 lokasi (Dinas Perikanan Wonogiri 2003). 11
Tabel 1 Sebaran potensi dan produksi spiny lobster pada setiap wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia pada tahun 1997 No. Wilayah pengelolaan perikanan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Selat Malaka Laut Cina Selatan Laut Jawa dan Selat Sunda Selat Makasar dan Laut Flores Laut Banda Laut Arafura dan Laut Timur Laut Tomini dan Laut Maluku Laut Sulawesi dan Sumatra Barat Samudera Hindia Total
Potensi Produksi (ton/tahun) (ton/tahun) 400 270 400 30 500 130 700 770 400 70 300 80 400 260 100 60 1.600 710 4.800 2.380
Tingkat pemanfaatan (%) 67,5 7,5 26,0 110,0 17,5 26,7 65,0 60,0 44,4 49,6
Sumber : Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan (2001)
2.7 Analisis Ragam Klasifikasi Satu Arah Menurut Steel dan Torrie (1993), analisis ragam diperkenalkan oleh Sir Ronald A.Fisher dan pada dasarnya merupakan proses aritmetika untuk membagi jumlah kuadrat total menjadi komponen-komponen yang berhubungan dengan sumber keragaman yang diketahui. Analisis ini dimanfaatkan dalam semua bidang penelitian yang menggunakan data kuantitatif. Analisis ragam klasifikasi satu arah dikenal dengan Rancangan Acak Lengkap. Rancangan ini digunakan bila satuan percobaannya mempunyai peluang yang sama di dalam suatu penelitian. Rancangan Acak Lengkap (RAL), dapat diterapkan jika ada pengulangan acak dalam suatu penelitian. Besarnya ulangan boleh berbeda-beda dari perlakuan yang satu ke perlakuan lainnya, meskipun demikian lebih dikehendaki ulangan ya ng sama untuk setiap perlakuan supaya ragam kuadrat tidak terlalu menyimpang dari nol. Bentuk umum dari model aditif Rancangan Acak Lengkap dapat dituliskan sebagai berikut Yij = µ+ τi + εij Keterangan i = 1,2,3,...,t; j = 1,2,3,...,r; Yij = pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j ; 12
µ = rataan umum; τi = pengaruh perlakuan ke- i ; dan εij = pengaruh acak pada perlakuan ke- i ulangan ke- j . Asumsi dalam analisis Rancangan Acak Lengkap adalah (1) komponen µ,τi , dan εij bersifat aditif; (2) εij bersifat bebas satu sama lain; (3) τ bersifat acak; dan (4) εij menyebar normal dan ragam kuadrat mendekati nol.
13
3 METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan selama 20 hari, dimulai dari
tanggal 27 Juli sampai 16 Agustus 2004 di Pantai Nampu Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri (Lampiran 1). Pengoperasian krendet ujicoba dilakukan di lokasi penangkapan Karangbang, karena kondisi gelombang dan arus yang tidak terlalu besar serta memiliki topografi dasar berkedung, sehingga kedua macam konstruksi krendet dapat dioperasikan walaupun musim penangkapan masih paceklik. 3.2
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
(1) 10 unit krendet dengan konstruksi berbentuk lingkaran; (2) 10 unit krendet dengan konstruksi berbentuk empat persegi panjang; (3) Alat pengukur bobot hasil tangkapan berupa timbangan dengan daya timbang 2 kg (Gambar 3). Untuk mengukur skala timbang yang relatif kecil, timbangan menggunakan pemberat tambahan berupa produk bumbu masak dalam kemasan 10-50 gram; (4) Alat ukur dimensi krendet berupa meteran gulung dengan skala ukur terbesar 5 m, serta alat pengukur panjang hasil tangkapan berupa penggaris dengan skala ukur terbesar 30 cm; (5) Kamera photo; dan (6) Jam tangan, digunakan untuk menentukan lama perendaman krendet ujicoba.
Gambar 3 Timbangan untuk menimbang bobot hasil tangkapan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umpan berupa krungken (chiton). Chiton
banyak
terdapat
di
pantai
lokasi
penelitian dan
untuk
mendapatkannya nelayan tidak perlu membelinya. Chiton hidup di celah-celah batuan karang tidak jauh dari cekungan dasar perairan tempat spiny lobster mencari makan. Umpan yang digunakan setiap unit krendet berjumlah sepuluh ekor chiton. 3.3 Alat Tangkap Krendet Alat tangkap krendet terdiri atas tali krendet, tali umpan, bingkai (frame) krendet, badan jaring dan pemberat. Krendet yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua macam bentuk konstruksi, yaitu lingkaran dan empat persegi panjang. Kedua bentuk ini dipilih dengan pertimbangan antara lain, bahan pembuat alat diusahakan sama, baik harga maupun efisiensi penggunaan, tingkat kesulitan pembuatan alat sama dan ketepatan alat jika dipasang di lokasi berkedung. Rancangan konstruksi krendet lingkaran dan empat persegi panjang yang digunakan adalah sebagai berikut (1) Bingkai (frame) Bingkai terbuat dari besi masif berdiameter 4 mm, dibentuk menjadi sebuah lingkaran berdiameter 80 cm, sehingga luas bidangnya menjadi 3,14 x 40 cm x 40 cm = 5024 cm² . Bingkai (frame) krendet empat persegi panjang juga terbuat dari besi masif dengan ukuran dia meter yang sama, namun dibentuk menjadi sebuah empat persegi panjang berukuran p x l = 120 cm x 41,8 cm, sehingga luas bidangnya menjadi 5024 cm². Desain bingkai krendet ujicoba dapat dilihat pada Gambar 4.
15
besi masif Ø 4 mm besi masif Ø 4 mm
41,8 cm
80 cm 120 cm Gambar 4 Bingkai (frame) krendet lingkaran dan empat persegi panjang. (2) Badan jaring Bahan jaring yang digunakan adalah polyamide (PA) monofilament dengan mesh size berukuran 5,5 inchi. Lembaran jaring yang digunakan dibagi menjadi dua lapis dari jumlah total mata jaring 21 x 26. Pemakaian jaring PA monofilament berukuran mata 5,5 inchi sebanyak dua lapis dengan ukuran yang sama, yaitu 21 x 26 mata. Posisi kedua lapis jaring bertumpuk dengan posisi mata bersilangan (Gambar 5). 21 mata
21 mata
26 mata
26 mata Gambar 5 Posisi jaring yang akan dipasang pada bingkai krendet (non skala).
16
(3) Tali pengikat (pengangkat) Tali ini berfungsi untuk mengikatkan badan krendet dengan ujung tebing maupun bibir kedung batuan karang. Tali pengikat atau pengangkat menggunakan bahan polyethylene (PE) multifilament berdiameter 3 mm. Panjang tali pengikat (pengangkat) yang digunakan adalah 40-50 depa atau lebih kurang 65 meter. Posisi tali pengikat pada krendet empat persegi panjang dipasang pada salah satu sisi bingkai krendet berdasarkan posisi kedung. Jika posisi kedung memanjang sejajar dengan pantai, maka tali pengikat dipasang pada salah satu sisi terpanjang dari bingkai krendet. Sebaliknya jika posisi kedung memanjang tidak sejajar pantai, maka tali pengikat dipasang pada salah satu sisi terpendek bingkai krendet. (4) Tali umpan Tali umpan menggunakan bahan polyethylene (PE) multifilament berdiameter 2 mm dengan panjang 80 cm untuk krendet lingkaran dan 120 cm untuk krendet empat persegi panjang. Tali umpan berfungsi sebagai tempat untuk mengikatkan umpan di tengah-tengah badan krendet. (5) Tali pengikat umpan Tali pengikat umpan menggunakan tali rafia dengan panjang 20 - 40 cm. Tali pengikat umpan diikatkan di tengah-tengah tali umpan setelah umpan dirangkai. (6) Pemberat Pemberat berfungsi untuk mempercepat tenggelamnya krendet sampai ke dasar perairan dan mempertahankan posisi krendet terhadap gerakan arus. Bobot pemberat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0,5 - 1 kg. Bahan pemberat yang digunakan adalah bongkahan batu tebing. Posisi pemberat pada krendet empat persegi panjang dipasang pada salah satu sisi bingkai krendet berdasarkan posisi kedung. Jika posisi kedung memanjang sejajar dengan pantai, maka pemberat dipasang pada salah satu sisi terpanjang dari bingkai krendet. Sebaliknya jika posisi kedung mema njang tidak sejajar pantai, maka pemberat dipasang pada salah satu sisi terpendek bingkai krendet. 17
Desain krendet lingkaran dan empat persegi panjang dapat dilihat dalam Gambar 6 dan Gambar 7.
besi masif Ø 4 mm
PA monofilament 5.5 inchi 21 x 26 ( 2 lapis )
rafia Ø 3 mm 20 – 40 cm
PE Ø 3 mm 60 – 70 m
PE Ø 3 mm 10 – 20 cm
pemberat 0.5 – 1 kg
PE Ø 2 mm 80 cm
80 cm
Gambar 6 Desain krendet lingkaran.
PA monofilament 5.5 inchi 21 x 26 ( 2 lapis )
besi masif Ø 4 mm
PE Ø 3 mm 60 – 70 m
PE Ø 3 mm 10 – 20 cm
rafia Ø 3 mm 20 – 40 cm 41.87 cm
pemberat 0.5 – 1 kg
PE Ø 2 mm 120 cm
120 cm
Gambar 7 Desain krendet empat persegi panjang. 3.4 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji coba penangkapan spiny lobster (experimental fishing) menggunakan dua macam konstruksi krendet dengan bentuk yang berbeda sebanyak dua belas kali ulangan. Hasil tangkapan dari kedua konstruksi krendet yang berbeda bentuk dibandingkan untuk mengetahui bentuk
18
konstruksi krendet yang dapat memberikan jumlah hasil tangkapan terbanyak. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan
dengan
cara
melakukan
operasi
penangkapan
spiny
lobster
menggunakan dua jenis krendet yang berbeda bentuk, yaitu 10 unit krendet lingkaran dan 10 unit krendet empat persegi panjang. Data sekunder berupa informasi yang diperoleh dari nelayan, pengumpul, Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri, serta studi pustaka lainnya. Pengoperasian krendet dilakukan dari tebing. Data yang diambil berupa jumlah, bobot dan panjang karapas spiny lobster. Posisi pemasangan krendet lingkaran dan empat persegi panjang disusun secara acak dengan sistem pengundian menggunakan koin dua mata. Hasil tangkapan dari setiap unit krendet per ulangan dicatat untuk kemudian dibandingkan. 3.4.1 Metode pengoperasian krendet Pengoperasian alat tangkap krendet di tebing terdiri atas beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, peninjauan kondisi perairan daerah penangkapan spiny lobster, penurunan krendet (setting), perendaman krendet (soaking) dan tahap pengangkatan krendet (hauling). Sketsa penampilan krendet ujicoba saat dioperasikan dapat dilihat dalam Gambar 8.
± 60 m
± 60 m Permukaan air laut
kedung
Krendet lingkaran
dasar perairan
Permukaan air laut
kedung
dasar perairan
Krendet empat persegi panjang
Gambar 8 Posisi krendet pada saat dioperasikan (non skala).
19
(1) Tahap persiapan Persiapan yang dilakukan sebelum berangkat menuju daerah penangkapan, yaitu pemeriksaan alat tangkap, alat bantu penangkapan, bahan perbekalan dan pencarian umpan. Persiapan mulai dilakukan pada pukul 13.00 WIB. (2) Tahap peninjauan kondisi daerah penangkapan Umumnya setiap nelayan pantai Nampu, Wonogiri telah mengklaim daerah penangkapannya masing- masing, sehingga tidak perlu melakukan pencarian daerah penangkapan lagi. Peninjauan daerah penangkapan dilakukan untuk mengetahui keadaan air laut, apakah air laut bergelombang besar atau kecil. Jika air laut bergelombang kecil, maka nelayan akan membawa banyak perbekalan, karena operasi penangkapan akan memakan waktu sampai dengan pagi hari. Sebaliknya jika air laut bergelombang besar, nelayan membawa bekal tidak terlalu banyak, karena hasil tangkapan yang akan diperoleh diperkirakan sedikit, sehingga operasi penangkapan tidak dilakukan sampai pagi hari. Peninjauan daerah penangkapan spiny lobster dilakukan pukul 16.00 WIB. (3) Tahap penurunan krendet (setting) Setelah sampai di daerah penangkapan spiny lobster, lalu krendet disusun untuk kemudian diturunkan dari tebing pada ketinggian 60-70 meter. Penurunan krendet dilakukan dengan bantuan galah bercagak untuk lokasi kedung yang cukup jauh dari tebing, sedangkan penurunan krendet untuk kedung yang dekat dari tebing tidak menggunakan bantuan galah (Gambar 9). Setting dilakukan mulai pukul 17.30 WIB.
Gambar 9 Proses penurunan krendet (setting) tanpa bantuan galah.
20
(4) Tahap perendaman krendet (soaking) Setelah krendet diturunkan, kemudian nelayan mencari tempat untuk beristirahat dan mempersiapkan umpan untuk setting selanjutnya. Krendet direndam selama 3-4 jam untuk masing- masing ulangan. Lama perendaman krendet yang dioperasikan di tebing berlangsung hanya 3-4 jam, karena diduga banyak sebangsa semut laut, gurita (predator) pemangsa spiny lobster di sekitar lokasi terpasangnya krendet. Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk melakukan operasi penangkapan dengan lama perendaman krendet yang efektif, yaitu selama 3-4 jam. (5) Tahap pengangkatan krendet (hauling) Setelah krendet direndam selama 3 jam, kemudian dilakukan pengangkatan krendet. Pengangkatan dimulai dari krendet yang dipasang di lokasi yang cukup mudah, kemudian diakhiri dengan pengangkatan krendet yang dipasang di lokasi yang cukup sulit. Setiap pengangkatan satu unit krendet memakan waktu antara 5-10 menit (Gambar 10).
Gambar 10 Proses pengangkatan krendet (hauling). 3.4.2 Metode pengumpulan data Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data utama dan data tambahan. Data utama yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dalam uji coba penangkapan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri.
21
Data primer yang dikumpulkan dari operasi penangkapan spiny lobster meliputi: (1) jumlah individu hasil tangkapan; (2) bobot hasil tangkapan yaitu jumlah bobot tubuh spiny lobster; dan (3) ukuran panjang karapas spiny lobster (Gambar 11).
l Gambar 11 Bagian panjang karapas ( l ) spiny lobster yang diukur. Data sekunder mengenai alat tangkap krendet dan hasil tangkapannya selama kurun waktu 5 tahun diambil dari Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Wonogiri. Data tambahan yang diambil adalah data dan informasi mengenai ukuran bahan krendet. Informasi tersebut didapatkan dari nelayan setempat. 3.4.3 Metode analisis data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dibuat ke dalam bentuk grafik. Data yang diolah berupa jumlah, panjang dan bobot spiny lobster. Bentuk krendet lingkaran dan empat persegi panjang sebagai perlakuan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), bentuk umum dari model aditif rancangan acak lengkap dapat dituliskan sebagai berikut Yij = µ+ τi + εij
atau Yij = µi + εij
22
Keterangan i = 1,2,3,...,t; j = 1,2,3,...,r; Yij = pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j ; µ = rataan umum; τi = pengaruh perlakuan ke- i ; dan εij = pengaruh acak pada perlakuan ke- i ulangan ke- j . Asumsi dalam analisis ini adalah : (1) komponen µ,τi , dan εij bersifat aditif; (2) εij bersifat bebas satu sama lain; (3) τ bersifat acak; dan (4) εij menyebar normal dan ragam kuadrat mendekati nol. Struktur data yang diambil seperti tersaji dalam Tabel 2. Analisis ragam yang dilakukan disajikan dalam Tabel 3. Tabel 2 Struktur data Ulangan
Perlakuan
Total ulangan
1
2
... ...
i
1
Y11
Y21
... ...
Yi 1
Y.1
2
Y12
Y22
... ...
Yi 2
Y.2
... ...
... ...
... ...
... ...
... ...
... ...
j
Y1 j
Y2 j
... ...
Yij
Total perlakuan
Y1 .
Y2 .
... ...
Yi .
Y. j Y ..
Keterangan Y1 . Y.1 Yij Y ..
= pengamatan pada perlakuan ke-1 ulangan ke- j ; = pengamatan pada perlakuan ke- i ulangan ke-1; = pengamatan pada perlakuan ke- i ulangan ke- j ; dan = total pengamatan pada perlakuan ke- i ulangan ke- j . 23
Tabel 3 Tabel sidik ragam (TSR) db JK SK Perlakuan
KT
Fhitung KTP / KTS
i -1
JKP
KTP
Sisa
i ( j -1)
JKS
KTS
Total
ij -1
JKT
Ftabel
Keterangan i
= perlakuan;
j
= ulangan;
SK
= sumber keragama n;
db
= derajat bebas;
JKT = jumlah kuadrat total; JKS = jumlah kuadrat sisa; JKP = jumlah kuadrat perlakuan; KTP = kuadrat tengah perlakuan; dan KTS = kuadrat tengah sisa. Perhitungan-perhitungan yang dilakukan dalam analisis ragam adalah
(Y ) = (∑Y ) Fk = 2
2
ij
ij
ij
JKT = ∑ Yij − Fk 2
Y JKP = ∑
i.
j
2
− Fk
JKS = JKT − JKP
Keterangan Fk
= faktor koreksi. Setelah melakukan perhitungan melalui tahap-tahap di atas, kemudian hipotesis
yang akan diuji melalui model analisis ini dapat ditentukan dengan ketentuan (1) H 0 : τ1 = τ2 =...= τi = 0, perlakuan bentuk krendet tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi jumlah hasil tangkapan spiny lobster; (2) H 0 : τ1 = τ2 =...= τi = 0, perlakuan bentuk krendet tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi bobot hasil tangkapan spiny lobster; dan
24
(3) H 0 : τ1 = τ2 =...= τi = 0, perlakuan bentuk krendet tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi panjang karapas hasil tangkapan spiny lobster. Untuk jumlah hasil tangkapan spiny lobster, bila Fhitung lebih besar daripada Ftabel , maka tolak H 0 , sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan bentuk konstruksi krendet memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Akan tetapi bila Fhitung lebih kecil daripada Ftabel , maka gagal tolak H 0 , sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan bentuk konstruksi krendet tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Untuk bobot hasil tangkapan spiny lobster, bila Fhitung lebih besar daripada Ftabel , maka tolak H 0 , sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan bentuk konstruksi krendet memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi bobot hasil tangkapan spiny lobster. Akan tetapi bila Fhitung lebih kecil daripada Ftabel , maka gagal tolak H 0 , sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan bentuk konstruksi krendet tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi bobot hasil tangkapan spiny lobster. Untuk panjang karapas hasil tangkapan spiny lobster, bila Fhitung lebih besar daripada Ftabel , maka tolak H 0 , sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan bentuk konstruksi krendet memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi panjang karapas hasil tangkapan spiny lobster. Akan tetapi bila Fhitung lebih kecil daripada Ftabel , maka gagal tolak H 0 , sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan bentuk konstruksi krendet tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap komposisi panjang karapas hasil tangkapan spiny lobster. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spiny lobster di perairan lokasi penelitian menyebar merata, kedalaman dan kondisi alam saat penelitian dianggap sama serta lama perendaman krendet saat penelitian dianggap sama.
25
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Umum Wilayah 4.1.1 Kondisi geografi dan topografi Secara geografis Kabupaten Wonogiri terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Tengah. Ditinjau dari segi astronomis, Kabupaten Wonogiri terletak pada posisi 7°32’-8°15’ LS dan 110°41’-111°18’ BT dengan luas wilayah kurang lebih 182.236,02 ha. Batas wilayah Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut - sebelah barat berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta - sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Ponorogo - sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia - sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan kondisi topografinya, Kabupaten Wonogiri adalah daerah berbukit, bergunung dengan tingkat ketinggian yang bervaria si, berpantai terjal dengan terumbu karang yang cukup luas. Lokasi penelitian dilakukan di Pantai Karangbang, Desa Gunturharjo, Kecamatan Paranggupito. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.1.2 Kondisi fisik daerah Kabupaten Wonogiri beriklim tropis dengan musim hujan dan kemarau setiap tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Oktober hingga Januari, yaitu mencapai 100,5 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada Bulan Agustus hingga September. Suhu udara rata-rata di daerah ini berkisar antara 24-32°C. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Potensi sumberdaya perikanan laut yang dapat dikembangkan di Kecamatan Paranggupito Kabupaten Wonogiri adalah usaha penangkapan spiny lobster dan pengumpulan rumput laut. Dari potensi yang tersedia, masih sebagian kecil yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, mengingat sangat minimnya sarana dan prasarana penangkapan ikan yang dimiliki oleh masyarakat. Luas desa pesisir, jumlah penduduk dan jumlah nelayan setiap desa pesisir di Kecamatan Paranggupito,
Kabupaten Wonogiri pada kurun waktu tahun 2000-2004 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4 Luas desa-desa pesisir dan kepadatan penduduk di Kecamatan Paranggupito tahun 2003 No.
Desa
Luas Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk (jiwa)
1
Paranggupito
1.073,80
3.064
2
Gudangharjo
777,90
1.797
3
Gunturhajo
1.057,89
3.464
Sumber: Kantor Kecamatan Paranggupito Kabupaten Wonogiri (2004)
Tabel 5 Jumlah nelayan per desa di Kecamatan Paranggupito tahun 2000-2004 No.
1 2 3
Jumlah nelayan (orang/tahun)
Desa
2000
Paranggupito Gunturharjo Gudangharjo Jumlah
2001
70 30 25 125
2002
80 30 25 135
2003
85 30 25 140
2004
90 30 25 145
126 153 25 304
Sumber: Kantor Kecamatan Paranggupito Kabupaten Wonogiri (2005)
Usaha penangkapan spiny lobster dan pengumpulan rumput laut di Perairan Wonogiri masih dilakukan secara tradisional, yaitu menggunakan krendet, jaring hampar dan alat pengumpul rumput laut. Jumlah dan jenis alat penangkap spiny lobster di Perairan Wonogiri pada kurun waktu tahun 2000-2004 dapat dilihat pada Tabel 6. Jumlah alat tangkap krendet meningkat dalam periode tersebut, sedangkan jumlah alat tangkap jaring hampar tidak dapat diketahui barometer peningkatan atau penurunannya, karena pendataan baru dilakukan pada tahun 2004 (Widiarso 2005). Tabel 6 Jumlah dan jenis alat penangkap spiny lobster di Perairan Wonogiri tahun 2000-2004 No.
Jenis Alat Tangkap
1
Krendet
2
Jaring hampar Jumlah
Jumlah alat tangkap (unit)/tahun 2000
2001
2002
2003
2004
1.250
1.350
1.400
1.450
2.747
-
-
-
-
878
1.250
1.350
1.400
1.450
3.625
Sumber: Widiarso (2005)
27
4.3 Fasilitas Penunjang Perikanan Tangkap Pengembangan kegiatan perikanan tangkap di Kecamatan Paranggupito Kabupaten Wonogiri didukung oleh KUD Parang Bahari serta Dinas Kehe wanan, Perikanan dan Kelautan setempat. KUD Parang Bahari yang beranggotakan nelayan dari seluruh Kecamatan Paranggupito melakukan kegiatan unit usaha berupa usaha simpan pinjam, usaha perniagaan berupa penjualan peralatan dan perlengkapan perikanan tangkap, serta usaha kesejahteraan anggota berupa pengelolaan dana sosial dan kematian. Selain KUD Parang Bahari, tiap Desa mempunyai KUD masingmasing, seperti di Paranggupito terdapat KUD Lumintu, KUD Cipta Mukti di Desa Gudangharjo dan KUD Simpan pinjam Petir di Desa Gunturharjo. Pengembangan perikanan tangkap yang dilakukan oleh Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan antara lain pemberian bantuan sarana dan prasarana seperti alat tangkap dan dana simpan pinjam, memagangkan nelayan atau studi banding ke nelayan Karang Duwur Kabupaten Kebumen (Widiarso 2005). 4.4 Distribusi dan Pemasaran Spiny Lobster Pada dasarnya jalur distribusi dan pemasaran spiny lobster yang dilalui dapat dari nelayan langsung ke pengumpul lokal. Dari pengumpul lokal, spiny lobster segar dijemput oleh pengumpul besar untuk kemudian didistribusikan ke konsumen luar negeri melalui eksportir. Distribusi dan pemasaran spiny lobster dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu distribusi dan pemasaran untuk konsumsi lokal di sekitar lokasi, untuk kebutuhan rumah makan atau hotel di luar kota dan untuk pemasaran ekspor. Jalur distribusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.
28
Nelayan
Pengumpul lokal
Pengumpul besar
Eksportir
Konsumen lokal (sekitar lokasi)
Konsumen luar negeri
Hotel dan Rumah Makan di luar kota
Gambar 12 Jalur distribusi dan pemasaran spiny lobster segar.
29
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Krendet Satu unit penangkapan krendet dengan pengoperasian sistem tunggal tanpa menggunakan kapal, terdiri atas nelayan dan alat tangkap krendet. Di Perairan Wonogiri pengoperasian sistem tunggal digunakan karena sarana dermaga kapal tidak memadai untuk dimanfaatkan. Hal ini disebabkan kondisi di sekitar dermaga merupakan daerah hamparan karang sehingga kapal tidak dapat menepi. 5.1.1 Alat tangkap krendet Krendet sudah berkembang di Perairan Nampu Karangbang, Kabupaten Wonogiri sejak tahun 1980, bersamaan dengan kembalinya para nelayan spiny lobster asal Wonogiri dari wilayah perairan Pameungpeuk, Kabupaten Garut. Alat ini dibuat dari lembaran jaring (net webbing) bahan Polyamide (PA) monofilament dengan mesh size 5,5 inchi dan diberi bingkai dari besi masif berdiameter 4 mm. Digunakannya besi masif sebagai bingkai jaring memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah: (1) besi masif dapat berfungsi sebagai pemberat sehingga krendet tidak mudah berubah posisi meskipun terkena hempasan gelombang; (2) besi masif memiliki umur teknis yang cukup lama. Lembaran jaring yang digunakan dibuat menjadi dua lapis masing- masing berukuran 21 x 26 mata. Tali pengikat atau pengangkat adalah tempat untuk mengikatkan badan krendet. Tali pengikat atau pengangkat krendet menggunakan Polyethylene (PE) multifilament berdiameter 3-4 mm. Pemilihan ukuran diameter tali pengikat yaitu 3-4 mm, adalah untuk memperkecil gesekan tali dengan arus air sehingga posisi krendet di dasar perairan akan stabil. Tali umpan adalah tempat untuk mengikatkan umpan di tengah-tengah badan krendet. Tali umpan menggunakan Polyethylene (PE) multifilament berdiameter 2 mm. Pemberat berfungsi untuk mempercepat tenggelamnya krendet sampai ke dasar perairan dan mempertahankan kedudukan krendet di dasar perairan. Pemberat yang digunakan adalah batu karang atau batu bongkahan tebing.
5.1.2 Nelayan Nelayan penangkap spiny lobster yang berada di Kecamatan Paranggupito tersebar di tiga desa pesisir, yaitu Paranggupito, Gudangharjo dan Gunturhajo. Jumlah total nelayan penangkap spiny lobster di Kecamatan Paranggupito adalah 304 orang, terdiri atas 73 orang nelayan penuh, 173 orang nelayan sambilan utama dan 58 orang nelayan sambilan tambahan. Jumlah nelayan di Kecamatan Paranggupito
Jumlah Nelayan (orang)
Kabupaten Wonogiri selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 13. 89
90 80
75
70 60 50 40 30 20
30 16
34 27
24
9
10 0
0 Gudangharjo
Gunturharjo
Paranggupito
Nama Desa Pesisir
Gudangharjo
Gunturharjo
Paranggupito
Gambar 13 Jumlah nelayan spiny lobster di Kabupaten Wonogiri tahun 2004. Sebagian besar nelayan penangkap spiny lobster merupakan nelayan sambilan utama dan tambahan. Selain dari hasil laut, nelayan juga menambah penghasilan dari kegiatan bertani atau berdagang. Umumnya nelayan penuh di daerah Wonogiri adalah nelayan yang tidak memiliki lahan pertanian sehingga kegiatan usaha sehari- harinya adalah menangkap spiny lobster. Pendidikan nelayan di Kabupaten Wonogiri didominasi oleh lulusan SD, mencapai 227 orang atau 74,67% dari total nelayan. Hal ini disebabkan akses jalan menuju kota sangat jauh sehingga untuk dapat melanjutkan sekolah membutuhkan biaya yang sangat besar terutama biaya transportasi. Tingkat pendidikan nelayan dapat dilihat pada Gambar 14.
31
Jumlah Nelayan (orang)
130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
125
80
27
22
18 3 7
7
2 1 0
Gudangharjo
Gunturharjo
12
Paranggupito
Nama Desa Pesisir SD
SLTP
SLTA
Tidak tamat SD
Gambar 14 Tingkat pendidikan nelayan krendet di Kabupaten Wonogiri tahun 2004. 5.2 Komposisi Hasil Tangkapan Krendet Ujicoba Hasil tangkapan krendet ujicoba terdiri dari tiga jenis biota laut dan didominasi oleh Panulirus penicillatus sebanyak 75 ekor (63,03%), diikuti oleh Panulirus homarus sebanyak 33 ekor (27,73%) serta hasil tangkap sampingan berupa Scylla sp. sebanyak 11 ekor (9,24%). Komposisi hasil tangkapan krendet ujicoba dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi hasil tangkapan total krendet ujicoba Jenis biota Spiny lobster batu (Panulirus penicillatus) Spiny lobster hijau pasir (Panulirus homarus) Kepiting Bakau (scylla sp.)
Jumlah (ekor)
Persentase (%)
Bobot (gram)
Persentase (%)
75
63,03
15.680
73,65
33
27,73
4.260
20,01
11
9,24
1.350
6,34
Hasil tangkapan krendet lingkaran didominasi oleh Panulirus penicillatus sebanyak 26 ekor dengan bobot 5.930 gram, diikuti Scylla sp. sebanyak 7 ekor dengan bobot 850 gram dan Panulirus homarus sebanyak 6 ekor dengan bobot 750 gram. Komposisi bobot dan jumlah hasil tangkapan krendet lingkaran disajikan pada Gambar 15.
32
850 g 11%
7ekor 18 % 750 g 10% 6 ekor 15 %
26 ekor 67 %
Panulirus penicillatus Panulirus homarus
Scylla sp.
5.930 g 79% Panulirus penicillatus Panulirus homarus
Scylla sp.
Gambar 15 Jumlah dan bobot hasil tangkapan krendet lingkaran. Hasil tangkapan krendet empat persegi panjang juga didominasi oleh Panulirus penicillatus sebanyak 49 ekor dengan bobot 9.750 gram, diikuti Panulirus homarus 27 ekor dengan bobot 3.510 gram dan Scylla sp. 4 ekor dengan bobot 500 gram. Komposisi jumlah dan bobot hasil tangkapan krendet empat persegi panjang dapat dilihat pada Gambar 16. 500 g 4%
4 ekor 5%
3.510 g 26%
27 ekor 34 %
49 ekor 61 %
Panulirus penicillatus Panulirus homarus
Scylla sp.
9.750 g 70% Panulirus penicillatus Panulirus homarus
Scylla sp.
Gambar 16 Jumlah dan bobot hasil tangkapan krendet empat persegi panjang. Jumlah hasil tangkapan spiny lobster terbagi atas 32 ekor (29,63%) dengan bobot 6.680 gram (33,50%) dari krendet lingkaran dan 76 ekor (70,37%) dengan bobot 13.260 gram (66,30%) dari krendet empat persegi panjang. Komposisi hasil tangkapan spiny lobster kedua krendet ujicoba setiap ulangan dapat dilihat pada Tabel 8.
33
Tabel 8 Hasil tangkapan spiny lobster kedua krendet ujicoba setiap ulangan Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran
Ulangan ke-
(ekor)
Panjang karapas (cm) RataKisaran rata
Bobot (gram) RataKisaran Total rata
(ekor)
Krendet empat persegi panjang Panjang Bobot (gram) karapas (cm) RataRataKisaran Total Kisaran rata rata
1
2
320-410
365,00
730
4,0-4,5
4,25
8
80-370
192,50
1.540
2,0-5,0
3,19
2
3
110-200
143,33
430
2,5-3,5
2,83
8
100-400
185,00
1.480
2,5-5,0
3,13
3
1
-
290,00
290
-
4,00
5
100-300
142,00
710
2,5-4,0
2,30
4
4
100-200
127,50
510
2,5-3,0
2,00
8
100-290
141,25
1.130
2,5-4,0
2,78
5
4
100-280
175,00
700
2,0-4,0
3,00
9
80-270
140,00
1.260
2,5-4,0
2,33
6
3
100-350
183,33
550
2,5-4,5
3,17
7
100-310
182,86
1.280
2,5-4,0
3,14
7
3
100-200
150,00
450
2,5-3,5
3,00
10
50-400
195,00
1.950
2,0-5,0
3,15
8
2
210-410
310,00
620
3,5-4,5
4,00
6
100-400
193,33
1.160
2,5-5,0
3,25
9
3
100-300
233,30
700
2,5-4,0
3,50
3
90-300
230,00
690
2,5-4,0
3,50
10
4
100-200
150,00
600
2,5-3,5
3,00
7
70-300
167,14
1.170
2,0-4,0
3,00
11
2
120-870
495,00
990
2,5-9,0
5,75
3
100-280
163,33
490
2,5-4,0
3,00
12
1
-
110,00
110
-
2,50
2
100-300
200,00
400
2,5-4,0
3,25
Jumlah Ratarata
32
6.680
76
13.260
2,67
556,67
6,33
1.105
5.2.1 Jumlah komposisi hasil tangkapan spiny lobster Spiny lobster paling banyak dihasilkan oleh krendet empat persegi panjang pada ulangan ke-7, yaitu sebanyak 10 ekor. Sementara spiny lobster paling sedikit dihasilkan oleh krendet lingkaran pada ulangan ke-3 dan ke-12 sebanyak 1 ekor. Komposisi jumlah hasil tangkapan spiny lobster kedua krendet ujicoba setiap ulangan dapat dilihat pada Gambar 17.
Jumlah individu (ekor)
12 10
8
8
8
7
8 5
6 4
2
3
4
10
9
4
3
3
1
2
7
6 2
33
4 2
3
2 1
0 1
2
3
Krendet lingkaran
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Ulangan keKrendet empat persegi panjang
Gambar 17 Komposisi jumlah hasil tangkapan spiny lobster setiap ulangan.
34
Analisis ragam untuk jumlah hasil tangkapan spiny lobster menunjukkan Fhitung 20,7969 lebih besar dari Ftabel 4,3009 maka keputusan tolak H0 . Hal ini berarti perlakuan bentuk konstruksi krendet memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Analisis ragam jumlah hasil tangkapan spiny lobster dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Analisis ragam terhadap jumlah tangkapan total spiny lobster Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Fhitung Keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 1 80,6667 80,6667 20,7969 Sisa 22 85,3333 Total 23 166,0000
Ftabel (0,05)
4,3009
Dari uraian terdahulu, dapat diketahui bahwa krendet empat persegi panjang menghasilkan jumlah tangkapan spiny lobster lebih banyak dari krendet lingkaran. 5.2.2 Sebaran bobot hasil tangkapan spiny lobster Bobot hasil tangkapan spiny lobster paling besar dihasilkan oleh krendet empat persegi panjang pada ulangan ke-7 sebesar 1.950 gram. Sementara bobot hasil tangkapan spiny lobster paling kecil dihasilkan oleh krendet lingkaran pada ulangan ke-12 sebesar 110 gram. Bobot hasil tangkapan total spiny lobster kedua krendet ujicoba setiap ulangan dapat dilihat pada Gambar 18. Bobot spiny lobster (gram)
2500 1950
2000 1540
1480
1500 1000
1130 730
710
1280
1160
1170 990
700 550
510
430
500
1260
620
700 690 600
450
490
290
400 110
0 1
2
3
Krendet lingkaran
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Ulangan keKrendet empat persegi panjang
Gambar 18 Sebaran bobot total hasil tangkapan spiny lobster setiap ulangan.
35
Bobot Panulirus penicillatus rata-rata yang tertangkap oleh krendet lingkaran 228,08 gram dan frekuensi paling banyak berada pada kisaran bobot 201 gram ke atas sebanyak 11 ekor. Bobot Panulirus homarus rata-rata yang tertangkap adalah 125 gram dan frekue nsi paling banyak berada pada kisaran bobot 60-100 gram sebanyak 4 ekor. Frekuensi bobot individu hasil tangkapan spiny lobster oleh krendet lingkaran dapat dilihat pada Gambar 19.
12 10 8 6 4 2 0
Panulirus homarus 11
10
Frekuensi (ekor)
Frekuensi (ekor)
Panulirus penicillatus
5
0
0-60
61-100 101-200
5
4
4 3 2 1
2
0
0
0 0-60
201-up
Selang Bobot (gram)
61-100
101-200
201-up
Selang Bobot (gram)
Gambar 19 Frekuensi bobot individu hasil tangkapan krendet lingkaran. Panulirus penicillatus merupakan jenis spiny lobster yang paling dominan tertangkap oleh krendet empat persegi panjang dengan bobot rata-rata 198,98 gram dan frekuensi paling banyak terdapat pada kisaran bobot 201 gram ke atas sebanyak 21 ekor. Do minansi hasil tangkapan krendet empat persegi panjang diikuti oleh Panulirus homarus dengan bobot rata-rata 130 gram dan frekuensi paling banyak terdapat pada kisaran 101-200 gram sebanyak 12 ekor. Frekuensi bobot individu hasil tangkapan spiny lobster oleh krendet empat persegi panjang dapat dilihat pada Gambar 20. Panulirus homarus
Panulirus penicillatus 21
20 14
15
Frekuensi (ekor)
Frekuensi (ekor)
25
13
10 5
1
0 0-60
61-100
101-200
Selang Bobot (gram)
201-up
14 12 10 8 6 4 2 0
11
12
3 1
0-60
61-100
101-200
201-up
Selang Bobot (gram)
Gambar 20 Frekuensi bobot individu hasil tangkapan krendet empat persegi panjang. 36
Hasil analisis ragam bobot individu rata-rata spiny lobster menunjukkan Fhitung 13,8048 lebih besar dari Ftabel 4,3009 maka keputusan tolak H0 . Hal ini berarti perlakuan bentuk konstruksi krendet memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot individu rata-rata hasil tangkapan spiny lobster. Analisis ragam terhadap bobot individu rata-rata spiny lobster dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Analisis ragam terhadap bobot individu rata-rata spiny lobster Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel Fhitung (0,05) Keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan 1 1804016,67 1804016,67 13,8048 4,3009 Sisa 22 2874966,67 130680,30 Total 23 4678983,33 Dari uraian terdahulu, dapat diketahui bahwa krendet empat persegi panjang menghasilkan bobot hasil tangkapan spiny lobster lebih besar dari krendet lingkaran. Berdasarkan referensi harga dari penampung lokal dan perusahaan pengekspor spiny lobster, bobot spiny lobster yang memiliki nilai jual tertinggi berukuran lebih dari atau sama dengan 200 gram, maka spiny lobster dengan nilai jual tinggi yang ditangkap oleh krendet lingkaran sebanyak 16 ekor, lebih sedikit dibandingkan dengan hasil tangkapan krendet empat persegi panjang sebanyak 31 ekor. Sebaran bobot individu hasil tangkapan krendet ujicoba dapat dilihat pada Gambar 21 dan
Bobot individu spiny lobster (gram)
Gambar 22. 950 900 850 800 750 700 650 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Keterangan = bobot minimal
untuk ekspor
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Setting ke-
Gambar 21 Sebaran bobot individu hasil tangkapan krendet lingkaran.
37
Bobot individu spiny lobster (gram)
950 900 850 800 750 700 650 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Keterangan = bobot minimal
untuk ekspor
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Setting ke-
Gambar 22 Sebaran bobot individu hasil tangkapan krendet empat persegi panjang. 5.3.3 Sebaran panjang karapas hasil tangkapan spiny lobster Panjang karapas Panulirus penicillatus rata-rata yang tertangkap oleh krendet lingkaran 3,5 cm dan frekuensi paling banyak terdapat pada kisaran panjang kurang dari atau sama dengan 3,8 cm sebanyak 17 ekor. Panjang karapas Panulirus homarus rata-rata yang tertangkap 2,67 cm dan frekuensi paling banyak berada pada kisaran kurang dari atau sama dengan 3,8 cm sebanyak 6 ekor. Frekuensi panjang karapas individu spiny lobster oleh krendet lingkaran dapat dilihat pada Gambar 23. Panulirus homarus
Panulirus penicillatus
17
15 9
10 5 0 3,8
> 3,8
Selang Panjang Karapas (cm)
Frekuensi (ekor)
Frekuensi (ekor)
20
7 6 5 4 3 2 1 0
6
0
3,8
> 3,8
Selang Panjang Karapas (cm)
Gambar 23 Frekuensi panjang karapas individu hasil tangkapan krendet lingkaran. Panjang karapas Panulirus penicillatus rata-rata yang tertangkap oleh krendet empat persegi panjang adalah 3,24 cm dan frekuensi paling banyak terdapat pada
38
kisaran panjang kurang dari atau sama dengan 3,8 cm sebanyak 30 ekor. Panjang karapas Panulirus homarus rata-rata yang tertangkap 2,56 cm dan frekuensi paling banyak berada pada kisaran panjang kurang dari atau sama dengan 3,8 cm sebanyak 23 ekor. Frekuensi panjang karapas individu spiny lobster oleh krendet empat persegi panjang dapat dilihat pada Gambar 24. Panulirus penicillatus 30
25
Frekuensi (ekor)
30 25
19
20 15 10 5
Frekuensi (ekor)
35
Panulirus homarus 23
20 15 10 4
5 0
0 3,8
> 3,8
Selang Panjang Karapas (cm)
3,8
> 3,8
Selang Panjang Karapas (cm)
Gambar 24 Frekuensi panjang karapas individu hasil tangkapan krendet empat persegi panjang. Analisis ragam terhadap panjang karapas rata-rata individu hasil tangkapan spiny lobster menunjukkan Fhitung sebesar 1,8855 lebih kecil dari Ftabel sebesar 4,3009 maka keputusan gagal tolak H0 . Hal ini berarti perlakuan bentuk konstruksi krendet tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang karapas individu rata-rata hasil tangkapan spiny lobster. Analisis ragam terhadap panjang karapas individu rata-rata hasil tangkapan spiny lobster dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Analisis ragam terhadap panjang karapas rata-rata spiny lobster Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel Sumber Keragaman Fhitung bebas kuadrat tengah (0,05) Perlakuan 1 1,0333 1,0333 1,8855 4,3009 Sisa 22 12,0568 0,5480 Total 23 13,0902
39
5.4 Pembahasan Para pelaku perikanan spiny lobster menyebut spiny lobster sebagai the sweet smell of money, hal ini tidak lain adalah karena begitu banyaknya dollar yang dihasilkan dari biota laut ini. Sebagian besar nelayan di Kabupaten Wonogiri menggunakan alat tangkap krendet untuk menangkap spiny lobster. Krendet merupakan alat tangkap hasil modifikasi jaring hampar yang dibuat sedemikian rupa untuk dapat menangkap spiny lobster dengan cara menjerat dan memuntal (entangling). Krendet termasuk dalam sub kelas hand lift net sederhana. Konstruksi krendet empat persegi panjang memiliki daya tahan yang berbeda dengan krendet lingkaran. Bingkai krendet lingkaran tidak bersudut, sehingga daya tahannya cenderung lebih kokoh dibandingkan dengan krendet empat persegi panjang walaupun keduanya berbahan sama, yakni besi masif. Besi masif digunakan dengan pertimbangan, besi akan lebih tahan lama dibandingkan dengan bahan lain. Selain itu, besi memiliki sifat tidak mudah berubah bentuk dan posisi bila terkena benturan dengan permukaan batu karang dan arus air. Bobot pemberat yang biasa digunakan oleh nelayan krendet di perairan Wonogiri adalah 0,5-1 kg. Semakin besar ukuran pemberat, maka semakin cepat alat tangkap tenggelam. Tetapi jika pemberat yang digunakan terlalu besar, akan menyulitkan nelayan ketika melakukan setting dan menambah beban ketika melakukan hauling, karena itu pemilihan bobot pemberat harus disesuaikan dengan kondisi perairan saat operasi penangkapan dilakukan. Jika kondisi perairan relatif tenang, maka disarankan untuk menggunakan pemberat dengan bobot yang tidak terlalu besar, begitupun sebaliknya. Dengan luasan yang sama, krendet empat persegi panjang memiliki panjang area hadang lebih besar dibandingkan dengan krendet lingkaran. Semakin panjang area hadang krendet, maka peluang tertangkapnya spiny lobster semakin besar, sebab spiny lobster bergerak dengan cara merangkak menuju pantai yang sudah dipasangi krendet. Pertimbangan lainnya adalah harga dan bahan yang digunakan relatif sesuai dengan harga dan bahan yang biasa digunakan nelayan setempat. Dalam artian nelayan tidak perlu menambah bahan dan biaya tambahan untuk membuat krendet 40
persegi panjang. Ilustrasi panjang area hadang krendet ujicoba dapat dilihat pada Gambar 25.
x
y
x
x+y (80+40) cm
x (80 cm)
arah ruaya spiny lobster
Gambar 25 Ilustrasi panjang area hadang krendet. Kedua konstruksi krendet ini tidak selektif, karena jaring sengaja dikonstruksi untuk menjerat dan memuntal spiny lobster, oleh karena itu kerapatan jaring dibuat tidak teratur dengan cara badan jaring dijadikan dua lapis. Hal ini menyebabkan spiny lobster yang belum layak tangkap atau berukuran kurang dari 100 gram ikut tertangkap. Namun demikian, nelayan setempat tidak pernah membawa pulang hasil tangkapan spiny lobster yang berukuran kurang dari 100 gram. Nelayan umumnya mengembalikan hasil tangkapan tersebut ke laut karena nilai jualnya kecil di tangan pengumpul. Kesadaran inilah yang seharusnya terus dibina oleh pemerintah dalam hal ini dinas perikanan dan dinas perdagangan melalui para pengumpul dan pengusaha produk perikanan, khususnya spiny lobster. Umpan yang digunakan dalam uji coba ini adalah chiton. Di perairan Nampu, chiton lebih disukai oleh spiny lobster dibandingkan dengan jenis umpan yang lain. Sebelumnya nelayan telah mencoba berbagai macam umpan, diantaranya ikan runcah, bulu babi, kulit kambing dan kelapa yang dibakar, namun hasil tangkapannya
41
lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan umpan chiton. Selain itu, chiton juga mudah diperoleh karena tersedia di sekitar pantai, sehingga tidak perlu membeli untuk mendapatkannya (Lampiran 5). Krendet ujicoba mendapat hasil tangkapan berupa Panulirus penicillatus (lobster batu), Panulirus homarus (lobster hijau pasir ) serta Scylla sp. (kepiting bakau). Kepiting merupakan hasil tangkap sampingan. Hal ini disebabkan kepiting memiliki sifat dan kesukaan yang hampir sama dengan spiny lobster, yaitu binatang laut aktif yang gemar memakan berbagai jenis hewan lunak termasuk chiton. Walaupun sama-sama memiliki nilai jual jika dipasarkan, perlakuan nelayan terhadap hasil tangkapan kepiting sangat buruk. Ketika tertangkap oleh krendet, nelayan sengaja mematahkan bagian-bagian tubuh kepiting saat mengeluarkannya dari krendet. Nelayan menganggap kepiting hanya sebagai perusak alat tangkap krendet. Kepiting yang tertangkap oleh krendet tidak dijual melainkan dijadikan sebagai konsumsi rumah tangga. Nelayan setempat tidak menjualnya karena tidak ada pengumpul di wilayah itu. Sedangkan untuk langsung memasarkannya ke kota, nelayan membutuhkan biaya transportasi yang cukup besar. Krendet empat persegi panjang memperoleh hasil tangkapan spiny lobster lebih banyak dibandingkan dengan krendet lingkaran, diperkuat oleh hasil analisis ragam yang menyatakan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga karena panjang area hadang krendet lingkaran hanya sebatas diameter dari lingkaran tersebut dan ini lebih kecil dibandingkan panjang krendet empat persegi panjang. Selain itu, lokasi penangkapan memiliki kedung-kedung sempit yang memanjang, sehingga krendet empat persegi panjang lebih cocok digunakan. Kisaran panjang karapas spiny lobster yang memasuki krendet ujicoba adalah 2,0-5,75 cm. Menurut Kanomori (1988) diacu dalam Phillips dan Kittaka (2000), ukuran panjang karapas (carapace lenght) yang aman untuk eksploitasi spiny lobster jenis Panulirus penicillatus dan Panulirus homarus adalah 3,8 cm. Bila melihat panjang karapas individu spiny lobster yang tertangkap oleh kedua krendet ujicoba, maka spiny lobster yang tertangkap oleh masing- masing krendet ada yang sudah masuk rentang ukuran layak tangkap berdasarkan ukuran dan ada yang belum. Untuk 42
hasil tangkapan yang belum layak tangkap berdasarkan ukuran sebaiknya dikembalikan ke laut atau ditampung oleh pengumpul lokal untuk kemudian dibesarkan dan dibudidayakan agar stok sumberdayanya tetap lestari. Hasil analisis statistik terhadap panjang karapas hasil tangkapan spiny lobster menyimpulkan bentuk krendet tidak berpengaruh nyata terhadap panjang karapas hasil tangkapan spiny lobster, hal ini menunjukkan bahwa sebaran spiny lobster di lokasi penangkapan menyebar acak. Berdasarkan referensi harga jual dari pengumpul lokal dan perusahaan pengekspor spiny lobster, disebutkan bahwa bobot spiny lobster jenis batu dan hijau pasir yang memiliki nilai jual tertinggi, yakni berukuran lebih dari atau sama dengan 200 gram, maka jumlah spiny lobster dengan nilai jual tertinggi yang didapat oleh krendet lingkaran sebanyak 16 ekor, sedangkan yang didapat oleh krendet empat persegi panjang 31 ekor. Dengan demikian jika dilihat dari segi ekonomi, hasil tangkapan krendet empat persegi panjang lebih baik nilai jualnya dibandingkan dengan krendet lingkaran. Dari uraian terdahulu, secara keseluruhan krendet empat persegi panjang lebih baik dalam menangkap spiny lobster dibandingkan dengan krendet lingkaran.
43
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan (1) Hasil tangkapan spiny lobster terbagi atas 32 ekor (29,63%) dengan bobot 6.680 gram (33,50%) dari krendet lingkaran dan 76 ekor (70,37%) dengan bobot 13.260 gram (66,30%) dari krendet empat persegi panjang. Hasil tangkapan didominasi oleh Panulirus penicillatus sebanyak 75 ekor, terbagi atas 26 ekor (34,67%) dari krendet lingkaran dan 49 ekor (65,33%) dari krendet empat persegi panjang. Hasil tangkapan lainnya adalah spiny lobster jenis Panulirus homarus sebanyak 33 ekor, terbagi atas 6 ekor (18,18 %) dari krendet lingkaran dan 27 ekor (81,82%) dari krendet empat persegi panjang. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa bentuk krendet memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah dan bobot hasil tangkapan spiny lobster; (2) Berdasarkan hasil tangkapan spiny lobster yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa krendet empat persegi panjang memberikan hasil tangkapan spiny lobster lebih baik. 6.2 Saran (1) Konstruksi krendet empat persegi panjang dapat digunakan oleh ne layan di Perairan Nampu, Kabupaten Wonogiri; (2) Melakukan penelitian lebih lanjut dengan lokasi dan metode pengoperasian krendet yang berbeda, yaitu menggunakan metode pengoperasian longline trap.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyanawati, K.P. 1994. Analisis hasil tangkapan lobster (Panulirus spp.) dengan jaring klitik dan bubu di Pantai Swanggaluh, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Hal 5-14. Animal. 2006. Animal pictures archive. http://www.animalpicturesarchive.com/a3. Download 17 Januari 2006 pukul 22.00 WIB. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. 2001. Peta rupa bumi digital Indonesia. Bogor: Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. Lembar 1407-641 dan 1407-642. Cobb, J.S dan Wang, D. 1985. Fisheries biology of lobster and crayfishs. (vol.10). New York: Academic Press, USA. pp 167-247. Departemen Eksplorasi La ut dan Perikanan. 2001. Kajian peningkatan pengelolaan dan pengembangan kelautan secara terpadu. Jakarta: Direktorat Wilayah Laut, PT. Superitending Company of Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut. Hal 26-52. Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri. 2003. Laporan Tahunan Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri Tahun 2004. Wonogiri: Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri. Hal 4-5. . 2004. Statistik perikanan Kabupaten Wonogiri Tahun 2005. Wonogiri: Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri. Hal 5. Direktorat Jenderal Perikanan. 1989. Krendet alat tangkap lobster. Buletin Warta Mina tahun III September 1989 No. 32. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Hal 23-25. . 1992. Krendet alat tangkap lobster. Buletin Warta Mina tahun VI Juni 1992 No. 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Hal 2021. Febrianti, L. 2000. Pengaruh umpan pikatan kulit hewan (kulit sapi dan kulit kambing) terhadap hasil tangkapan menggunakan krendet dan tingkah laku mencari makan udang karang (lobster) di Perairan Baron. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hal 69.
Fridman, A.L. 1988. Perhitungan dalam merancang alat penangkapan ikan; terjemahan Tim Balai Pengembangan Penangkapan ikan Semarang. Semarang: Koperasi Serba Usaha Perikanan. Hal 1-3. Herrnkind, W.F. 1980. Spiny lobster: pattern of movement. In the biology and management of lobster, Vol. I (Ed. By J.S Cobb and B.F. Phillips). New York: Academic Press, United State of America. pp. 349-407 Kanomori, K. 1988. Population estimation and fishing management of spiny lobster. Wakayama: Prefecture. Ann. Rep. Wakayama pref. fish. Exp. Stn. Pp. 462 Kholifah, N. 1998. Pengaruh Pikatan dengan umpan kulit kambing terhadap hasil tangkapan lobster menggunakan krendet di Perairan Baron Gunung Kidul, Yogyakarta. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Hal 33. Lipcius, R.N. and Herrkind, W.F. 1985. Photoperiodic regulation and daily timing of spiny lobster mating behavior. J. Exp. Mar. Biol. Ecol., 89. pp.191-204. Mangrove, 2006. Guide books. http://www.mangrove.nus.edu.sg. Download 17 Januari 2006 pukul 22.00 WIB. Mattjik, A.A. Sumertajaya, M. 2002. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Hal 63-67. Muljanah I, E. Setiabud i, D. Suryaningrum dan S. Wibowo. 1994. Pemanfaatan sumberdaya lobster di Kawasan Jawa dan Bali. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 79. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. Hal 223. Nawangwulan, S. 2001. Analisis sistem penangkapan lobster (Panulirus sp.) di perairan Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 47. Phillips, B.F and Kittaka, J. 2000. Spiny lobster: Fisheries and culture. Second Edition. pp.679. Pitrianingsih P. 2002. Analisis beberapa parameter populasi udang barong (spiny lobster) hasil tangkapan nelayan dan pola musim penangkapan di Perairan Pelabuhan Ratu. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 62.
46
Prasetyanti, Y. 2001. Analisis pengaruh fase Bulan terhadap pola penyebaran dan aktivitas lobster (Panulirus sp) pada Bulan Juli-Agustus di Perairan Selatan Kabupaten Kebumen. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 23. Rimmer, D.W and Phillips. 1979. Diurnal migration and vertical distribution of phyllosoma larvae of the western rock lobster, Panulirus sp. George. Mar. Biol., 54. pp. 109-124. Setiyadi, O. 1990. Pengaruh waktu pasang terhadap hasil tangkapan udang karang (Panulirus spp) dengan jaring krendet di Perairan Baron, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa, Yogyakarta. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Hal 7-10. Steel, Robert.G.D and J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan prosedur statistika: suatu pendekatan biometrik; alih bahasa, Bambang Sumantri. Ed.2, Cet.4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 772. Subani, W. 1978. Perikanan udang barong (Spiny Lobster) dan prospek masa depannya. Prosiding Seminar ke II Perikanan Udang 15-18 Maret 1977. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan Perikanan, Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Hal 39-53. Widiarso, D. 2005. Analisis bio-ekonomi pengelolaan sumberdaya spiny lobster di Perairan Wonogiri, Jawa Tengah. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 20-62.
47
LAMPIRAN
08°12’30” LS
Lampiran 1. Peta Kabupaten Wonogiri
SAMUDERA HINDIA
Skala 1 : 52.000
= Fishing ground 110°53’30” BT Sumber: Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (2001)
49
Lampiran 2. Datasheet hasil tangkapan spiny lobster Ulangan 1 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
Ulangan 2 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
:1 : 17.45 : ± 20 m
Tanggal : 29 Juli 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 1 320 4,00 1 150 3,00 0 0 0,00 1 160 2,50 1 410 4,50 1 370 5,00 0 0 0,00 1 120 2,50 0 0 0,00 1 210 3,50 0 0 0,00 1 150 3,00 0 0 0,00 1 300 4,00 0 0 0,00 1 80 2,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 2 730 8 1540 4,25 3,19
:1 : 20.50 : ± 20 m
Tanggal : 29 Juli 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 1 110 2,50 1 100 2,50 0 0 0,00 1 130 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 310 4,00 0 0 0,00 1 120 2,50 0 0 0,00 1 100 2,50 1 200 3,50 1 400 5,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 120 2,50 1 220 3,50 0 0 0,00 1 100 2,50 3 430 8 1480 2,83 3,13
50
Lampiran 2 (Lanjutan). Ulangan 3 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
Ulangan 4 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
:2 : 17.50 : ± 20 m
Tanggal : 30 Juli 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 0 0 0,00 2 200 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 290 4,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 300 4,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 100 2,50 0 0 0,00 1 110 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 290 5 710 4,00 2,30
:2 : 21.00 : ± 20 m
Tanggal : 30 Juli 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 2 300 3,00 1 100 2,50 0 0 0,00 1 130 2,50 1 110 2,50 1 100 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 200 3,20 0 0 0,00 1 100 2,50 0 0 0,00 1 110 2,50 0 0 0,00 1 100 2,50 1 100 2,50 1 290 4,00 0 0 0,00 0 0 0,00 4 510 8 1130 2,00 2,78
51
Lampiran 2 (Lanjutan). Ulangan 5 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
Ulangan 6 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
:3 : 18.00 : ± 20 m
Tanggal : 31 Juli 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 1 100 2,50 1 200 3,50 0 0 0,00 1 80 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 2 200 2,50 0 0 0,00 1 270 4,00 1 280 4,00 2 200 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 1 100 2,00 1 110 2,50 1 220 3,50 1 200 3,50 0 0 0,00 0 0 0,00 4 700 9 1260 3,00 2,33
:3 : 21.30 : ± 20 m
Tanggal : 31 Juli 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 1 350 4,50 1 200 3,50 0 0 0,00 0 0 0,00 1 100 2,50 1 100 2,50 0 0 0,00 1 310 4,00 0 0 0,00 1 100 2,50 0 0 0,00 1 150 3,00 0 0 0,00 1 300 4,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 120 2,50 1 100 2,50 0 0 0,00 3 550 7 1280 3,17 3,14
52
Lampiran 2 (Lanjutan). Ulangan 7 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
Ulangan 8 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
:4 : 18.00 : ± 20 m
Tanggal : 1 Agustus 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 0 0 0,00 1 150 3,00 1 200 3,50 1 100 2,50 0 0 0,00 1 400 5,00 0 0 0,00 1 90 2,50 0 0 0,00 1 50 2,00 0 0 0,00 1 100 2,50 1 100 2,50 1 310 4,00 0 0 0,00 1 50 2,00 1 150 3,00 1 350 4,00 0 0 0,00 1 350 4,00 3 450 10 1950 3,00 3,15
:4 : 21.30 : ± 20 m
Tanggal : 1 Agustus 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Bobot Jumlah Bobot Jumlah (ekor) karapas karapas (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 0 0 0,00 1 170 3,00 0 0 0,00 1 100 2,50 1 410 4,50 1 400 5,00 0 0 0,00 1 110 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 100 2,50 1 210 3,50 1 280 4,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 2 620 6 1160 4,00 3,25
53
Lampiran 2 (Lanjutan). Ulangan 9 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
Ulangan 10 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
:4 : 01.00 : ± 15 m
Tanggal : 2 Agustus 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 0 0 0,00 1 90 2,50 1 300 4,00 1 300 4,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 300 4,00 1 300 4,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 100 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 3 700 3 690 3,50 3,50
:5 : 17.30 : ± 20 m
Tanggal : 2 Agustus 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Jumlah Bobot Jumlah Bobot karapas karapas (ekor) (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 1 100 2,50 1 120 2,50 0 0 0,00 1 280 4,00 0 0 0,00 1 100 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 200 3,50 1 200 3,50 0 0 0,00 1 70 2,00 1 100 2,50 1 100 2,50 1 200 3,50 0 0 0,00 0 0 0,00 1 300 4,00 4 600 7 1170 3,00 3,00
54
Lampiran 2 (Lanjutan). Ulangan 11 Trip keWaktu setting Kedalaman
:5 : 21.00 : ± 20 m
Tanggal : 2 Agustus 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam Hasil tangkapan spiny lobster
Krendet ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata Ulangan 12 Trip keWaktu setting Kedalaman
Krendet ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
Krendet lingkaran Jumlah (ekor) 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2
Bobot (gram) 870 0 0 0 0 0 120 0 0 0 990
Panjang karapas (cm) 9,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,50 0,00 0,00 0,00 5,75
:5 : 24.00 : ± 15 m
Krendet persegi panjang Panjang Jumlah Bobot karapas (ekor) (gram) (cm) 0 0 0,00 1 280 4,00 0 0 0,00 1 100 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 110 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 3 490 3,00
Tanggal : 2 Agustus 2004 Fishing ground : Karangbang Lama soaking : ± 3 jam
Hasil tangkapan spiny lobster Krendet lingkaran Krendet persegi panjang Panjang Panjang Bobot Jumlah Bobot Jumlah (ekor) karapas karapas (gram) (ekor) (gram) (cm) (cm) 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 110 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 1 100 2,50 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 300 4,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0,00 1 110 2 400 2,50 3,25
55
Lampiran 3. Analisis ragam komposisi hasil tangkapan spiny lobster (1) Analisis ragam jumlah spiny lobster Anova: Single Factor SUMMARY Groups
Count
Column 1 Column 2 ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups
Sum
12 12
SS
32 76
df
80,6667 85,3333
1 22
166
23
Total
Average
Variance
2,6667 6,3333
1,1515 6,6061
MS
F
80,6667 3,8788
20,7969
F crit 4,3009
(2) Analisis ragam bobot rata-rata spiny lobster Anova: Single Factor SUMMARY Groups
Count
Column 1 Column 2
Sum 12 12
6680 13260
Average 556,6667 1105
Variance 51369,6970 209990,9091
ANOVA Source of Variation
SS
df
MS
Between Groups Within Groups
1804016,67 2874966,67
1 22
Total
4678983,33
23
1804016,67 130680,30
F 13,8048
F crit 4,3009
(3) Analisis ragam panjang rata-rata karapas spiny lobster Anova: Single Factor SUMMARY Groups Column 1 Column 2
Count 12
Sum 41
Average 3,4167
Variance 0,9636
12
36,02
3,0017
0,1325
MS 1,0333 0,5480
F 1,8855
ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 1,0333 12,0568
Total
13,0902
df 1 22
F crit 4,3009
23
56
Lampiran 4. Deskripsi alat tangkap krendet No. 1
Nama bagian a. Krendet lingkaran - Kerangka / bingkai
- Tali umpan
b. Krendet persegi panjang - Kerangka / bingkai
- Tali umpan
Bahan
Ukuran
Besi masif
Diameter besi = 4 mm Diameter alat = 80 cm Luas bidang = 5024 cm²
Polyethylene (PE) multifilament
Diameter = 2 mm Panjang = 80 cm
Besi masif
Diameter besi = 4 mm P x l = 120 x 41,8 cm Luas bidang = 5024 cm²
Polyethylene (PE) multifilament Polyamide (PA) monofilament
2
Badan jaring
3
Tali pengikat krendet
Polyethylene (PE) multifilament
Diameter = 2 mm Panjang = 120 cm mesh size = 5,5 inchi ∑ mata jaring = 21 x 26 mata; 2 lapis Diameter = 3 mm Panjang = ± 60 m
4
Pemberat
Batu
Bobot = ± 0,5 kg
5
Tali pengikat umpan
Rafia
Panjang = 10-20 cm
57
Lampiran 5. Foto hasil tangkapan spiny lobster, hasil tangkapan sampingan dan umpan krendet (1) Hasil tangkapan spiny lobster
spiny lobster jenis batu
spiny lobster jenis hijau pasir
Sumber : Dokumen penelitian
Sumber : Dokumen penelit ian
(2) Hasil tangkapan sampingan
Scylla sp. http:// www.mangrove.nus.edu.sg/guidebooks/photos/2124.jpg. (3) Umpan pada alat tangkap krendet
Polyplacophora (chitons) http:// www.animalpicturesarchive.com/animal/a3 58