Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Synedrella nodiflora (L.) Gaertn terhadap Pertumbuhan Bakteri Isolat Klinis sebagai Pengembangan Kajian Antibakteri pada Mata Kuliah Mikrobiologi Lale Annisa Rahmi1), Dwi Soelistya Dyah Jekti2), I Gde Mertha2) 1)Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataran 2)Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataran Universitas Mataram, Jalan Majapahit No. 62, Mataram Email:
[email protected] ABSTRAK Tumbuhan gletangan (Synedrella nodiflora (L.) Gaertn) merupakan salah satu tumbuhan gulma pertanian dari famili Asteraceae yang berkhasiat obat dan dipergunakan secara tradisional oleh sebagian masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas daya hambat ekstrak daun S. nodiflora dengan menggunakan pelarut etanol dan air terhadap pertumbuhan bakteri isolat klinik (Bacillus cereus, Kleibsiella pneumonia, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli) serta mengetahui kadar MIC (Minimal Inhibitory Consentration) dan MLC (Minimal Lethal Consentration). Sampel penelitian ini adalah daun tumbuhan gletangan (S. nodiflora). Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Metode pengujian sampel yang digunakan adalah metode uji sensitifitas, dilusi tabung, dan cawan sebar. Rancangan percobaan penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 2 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak dan jenis pelarut yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Data uji daya hambat dianalisis secara kualitatif dengan mengukur diameter zona hambat bakteri uji yang telah diinkubasi selama 24 jam dan secara kuantitatif menggunakan ANOVA (Analisis of Varians) dua arah. Uji lanjut dilakukan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf signifikansi α = 5%. Sedangkan data uji MIC dan MLC dianalisis secara kualitatif dengan melihat perubahan kekeruhan yang terjadi pada media. Dari hasil penelitian, ada daya hambat ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dengan kategori intermediet. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap pertumbuhan B. cereus. Penggunaan pelarut etanol memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan pelarut air. Sementara konsentrasi ekstrak etanol dan air 40%, 60%, dan 80% tidaak memberikan pengaruh terhadap bakteri uji. Uji MIC ekstrak air daun gletangan (S. nodiflora) pada bakteri B.cereus menunjukkan kadar hambat minimum pada konsentrasi 30%, sedangkan kadar MIC ekstrak etanol tidak dapat ditentukan karena kepekatan ekstrak yang mengganggu pengamatan kekeruhan pada media sebelum dan sesudah inkubasi. Hasil uji MLC kedua ekstrak tidak mempunyai daya bunuh bakteri. Sehingga ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) hanya menunjukkan aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Kata Kunci: Gletangan (Synedrella nodiflora (L.) Gaertn), Aktivitas Antibakteri, Bakteri Isolat Klinik, MIC, MLC.
1
Antibacterial Activity of Synedrella nodiflora (L.) Gaertn Leaves Extract in Growing of Clinical Isolates Bacteria As Antibacterial Practice Develop in Microbiology ABSTRACT Gletangan (Synedrella nodiflora (L.) Gaertn) is one of agriculture weeds included to family of Asteraceae, which is used in tradisional medicine by some people. This research purpose is to determine the ability of gletangan leaves extract using ethanol and distillate water solvent in growing of clinical bacteria (Bacillus cereus, Kleibsiella pneumonia, Staphylococcus aureus, and Escherichia coli) and to determine the MIC (Minimal Inhibitory Consentration) and MLC (Minimal Lethal Consentration). The sample of this research is gletangan (S. nodiflora) leaves. This research type is experimental research. The method of this research is sensitivity test, tube dillution, and spread plate. The design of this research is Random Complete Design, with two factorial using three repetition. The data of inhibitory test was analyzed in qualitatively by measuring diameter of inhibitory zone which has incubated for 24 hours and quantitatively using ANOVA (Analisis of Varians) two ways with interaction. The continue test was analyzed using LSD test if Fcount > Ftable at significance degree α = 5%. Whereas the data of MIC and MLC test was analyzed qualitatively by observing the change of medium turbidity and the surface of bacterial growth medium. Result of the research was actually that there is inhibitory effect of gletangan (S. nodiflora) leaves extract in growing of clinical isolate bacteria, that is B. cereus in intermediet category. The result of statistic analysis shows that the interaction of different solvent and different extract concentration had an effect in growing of B. cereus. Using etanol solvent gives effect which has real difference than distillated water solvent. Meanwhile, 40%, 60%, dan 80% concentration of gletangan (S. nodiflora) leaves extract cannot affected bacterial growing. In MIC test of water extract of gletangan (S. nodiflora) leaves to B. cereus showed minimum inhibitory concentration at 30% and MIC test of etanol extract cannot be observe, because the concentrate of etanol extract disturb the turbidity obvservation before and after incubation. The MLC test result of both extracts are not showed the lethal effect of bacteria. Thus, gletangan (S. nodiflora) leaves extract just showed inhibitory activity in growing of bacteria (bacteriostatic). Keywords : Gletangan (Synedrella nodiflora (L.) Gaertn), Bacterial Activity, Clinical Isolates of Bacteria, MIC, MLC. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis memiliki berbagai jenis flora. Salah satu jenis flora yang tumbuh dengan sangat baik di seluruh wilayah Indonesia, yaitu tumbuhan gulma. Seperti yang telah diketahui, pada masa modern seperti saat ini sebagian besar masyarakat di Indonesia
menganggap gulma sebagai tumbuhan pengganggu yang merugikan. Namun, sebagian orang mencoba menggunakannya sebagai obat tradisional. Hal ini dilakukan oleh masyarakat dari daerah tertentu sesuai dengan opini yang berkembang di masyarakat secara turun-temurun bahwa jenis gulma tertentu dapat mengobati beberapa macam penyakit.
2
Adapun salah satu jenis gulma yang sangat banyak tumbuh di sekitar kita dan tidak begitu diperhatikan, yaitu S. nodiflora. Tumbuhan ini berasal dari Amerika Latin dan terkenal dengan nama Cinderella weed atau Nodeweed. Di Jawa tanaman ini merupakan tamanan pengganggu yang paling umum dan dikenal dengan nama gletang warak atau gletangan. Selain dikatakan sebagai tanaman pengganggu (gulma), tanaman gletangan ini juga dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri tertentu, salah satu diantaranya sebagai obat sakit perut (Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI, 2001). Fakta tersebut sangat berhubungan erat dengan terdapatnya kandungan antimikroba pada tanaman tersebut. Dari hasil penelitian oleh Amoateng et al. (2012) ekstrak S. nodiflora ditemukan mengandung glikosida, sterol, alkaloid, tannin, dan pseudotannin. Berdasarkan data dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI (2001) tumbuhan S. nodiflora mengandung saponin dan polifenol. Selain itu, hasil penelitian Rathi dan Gopalkrishnan (2005) menyatakan bahwa dalam tumbuhan S. nodiflora terkandung senyawa saponin, alkaloid, steroids. Menurut Robbinson 1995 dalam Kurniastuty (2008) saponin pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah dan saponin dapat bekerja sebagai antimikroba. Saponin larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Menurut Suratmo (2009) saponin memacu pembentukan kolagen, yaitu struktur protein yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Senyawa saponin akan merusak
membran sitoplasma dan membunuh sel (Assani, 1994 dalam Putri, 2010). Namun, hingga kini di Indonesia belum ada penelitian yang khusus dilakukan untuk membuktikan kebenaran khasiat dari tanaman tersebut sebagai antibakteri baik secara klinis maupun preklinis. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menguji aktivitas daya hambat ekstrak daun S. nodiflora dengan menggunakan pelarut etanol dan air terhadap pertumbuhan bakteri isolat klinik (Bacillus cereus, Kleibsiella pneumonia, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli). Mengetahui diameteter zona hambat yang terbentuk dari hasil uji aktivitas daya hambat ekstrak daun S. nodiflora. Mengetahui kadar MIC (Minimal Inhibitory Consentration) dan MLC (Minimal Lethal Consentration) ekstrak daun S. nodiflora. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah : 1. Ada aktivitas antibakteri pada ekstrak daun Synedrella nodiflora (L.) Gaertn terhadap pertumbuhan bakteri isolat klinis. 2. Ada pengaruh konsentrasi ekstrak daun Synedrella nodiflora (L.) Gaertn terhadap pertumbuhan bakteri isolat klinis. 3. Ada pengaruh interaksi faktor jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak daun Synedrella nodiflora (L.) Gaertn terhadap pertumbuhan bakteri isolat klinis. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yaitu dengan 3
memberikan perlakuan ekstrak daun S. nodiflora dalam pelarut etanol dan air terhadap beberapa bakteri isolate klinis. Ekstraksi dan uji sensitivitas bakteri dilakukan di Laboratorium Unit Riset Biomedik Rumah Sakit Umum Provinsi di Mataram. Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan yang akan dilaksanakan merupakan percobaan faktorial yang terdiri atas 2 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak dan jenis pelarut. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur diameter zona hambatan yang terbentuk dari pertumbuhan bakteri klinis oleh ekstrak daun Synedrella nodiflora (L.) Gaertn dengan pelarut etanol dan air terhadap empat isolat bakteri klinis (Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Klebsiella pneumoniae, dan Escherichia coli,). Siprofloksasin digunakan sebagai kontrol positif dan aquadest sebagai kontrol negatif. Tumbuhan gletangan (Synedrella nodiflora (L.) Gaertn) yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun gletangan yang diekstrak dengan dua pelarut, yaitu etanol dan air. Ekstrak daun gletangan ini memiliki bau khas yang cukup menyengat. Ekstrak daun gletangan dalam pelarut etanol berwarna hijau pekat, sedangkan pada pelarut air berwarna cokelat tua. Ekstraksi masing-masing pelarut dilakukan dengan cara maserasi atau perendaman selama 2 hari, kemudian ekstrak cairnya diuapkan menggunakan rotary evaporator dan didiamkan selama 2 minggu yang bertujuan untuk menghilangkan sisasisa pelarut, sehingga menghasilkan ekstrak pekat yang padat.
Larutan pengencer yang digunakan adalah aquadest steril. Pengenceran dilakukan dengan terlebih dahulu membuat ekstrak pekat dengan cara melarutkan 200 mg ekstrak padat dengan 10 ml aquadest steril. Kemudian dari ekstrak pekat tersebut dibuat pengenceran ekstrak dengan konsentrasi berbeda. Masing-masing ekstrak pekat yang telah dibuat akan diencerkan menjadi tiga variasi konsentrasi yaitu ekstrak 40%, 60%, dan 80%. Setelah dilakukan pengenceran ektrak, dilnjutkan dengan bioassay (uji daya hambat). Setelah melakukan bioassay, dilanjutkan dengan menguji MIC (Minimal inhibitory Concentration) dari konsentrasi terendah dengan kategori intermediet hasil bioassay dan terakhir dilakukan uji MLC (Minimal Lethal Concentration) dari hasil MIC. HASIL PENELITIAN Hasil Pengamatan Uji Sensitivitas Penelitian untuk menguji daya hambat ekstrak daun gletangan yang diekstrak dengan pelarut etanol dan air terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan B. cereus (Gram positif) serta bakteri K. pneumoniae dan E. coli (Gram negatif) telah dilakukan. Penelitian tersebut membuktikan bahwa ada aktivitas antibakteri ekstrak daun gletangan terhadap salah satu bakteri isolat klinis, yaitu B. cereus dengan kategori intermediet. Aktivitas daya hambat ekstrak daun gletangan tersebut dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk, yaitu zona yang tidak ditumbuhi bakteri, pada medium yang telah ditanami bakteri selama 24 jam dengan tiga kali pengulangan. Lebih rinci hasil pengamatan dapat dilihat di Tabel 1. 4
Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat ekstrak daun gletangan, dengan pelarut etanol, dan air terhadap pertumbuhan (mm) bakteri isolat klinis Jenis Pelarut Etanol (%) 40 60 4 4 R R 7,33 7 I I 4 4 R R 4 4 R R
Jenis Bakteri Staphylococcus aureus Kategori Bacillus cereus Kategori Klebsiella pneumoniae Kategori Escherichia coli Kategori
Air (%) 40 60 4 4 R R 4,33 4,67 I I 4 4 R R 4 4 R R
80 4 R 6 I 4 R 4 R
80 4 R 5 I 4 R 4 R
Cip (+)
Air (-)
23 S 25 S 29 S 34 S
4 R 4 R 4 R 4 R
7.33
8
7
7
6
6 5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4 3 2 1 0
Diameter zona hambat (mm)
Diameter zona hambat (mm)
Keterangan : R = Resisten (Diameter ≤ 4 mm) I = Intermediet (Diameter 4< ϕ ≤12 mm) S = Sensitif (Diameter > 12 mm) (Mukherjee, K. L., 1988).
5 4
4
4
4.33
4.67
5 4
4
4
4
4
4
4 3 2 1 0
Staphylococcus aureus
Bacillus cereus 40%
Klebsiella pneumoniae 60%
Escherichia coli
80%
Gambar 1. Grafik rata-rata diameter zona hambat ekstrak daun gletangan dengan pelarut etanol terhadap pertumbuhan bakteri isolat klinik.
Staphylococcus aureus
Bacillus cereus 40%
Klebsiella pneumoniae 60%
Escherichia coli
80%
Gambar 2. Grafik rata-rata diameter zona hambat ekstrak daun gletangan dengan pelarut air terhadap pertumbuhan bakteri isolat klinik.
Berdasarkan data yang telah disajikan pada Tabel 1. diketahui bahwa data dari daya hambat pertumbuhan bakteri S. aureus, K. pneumoniae, dan E. coli termasuk kategori resisten dengan data diameter daya hambat 4 mm. Oleh karena itu tidak dilakukan analisis data terhadap data dari ketiga bakteri tersebut. Adapun data hasil pengamatan uji sensitivitas dari bakteri B. cereus yang telah disajikan pada Tabel 1. menunjukkan hasil dengan kategori intermediet. Setelah dilakukan uji statistik terhadap data hasil pengamatan uji sensitivitas terhadap bakteri B. cereus, menggunakan ANOVA (Analysis Of Varians) dua arah pada taraf signifikan α 5%, menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri B. cereus, dengan nilai F-hitung (0,67) < F-tabel (4,75), sehingga Ha ditolak. Selain itu, faktor jenis pelarut berpengaruh terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri B. cereus, dengan nilai F-hitung (60,17) > F-tabel (3,89), sehingga Ha diterima. Adapun interaksi antara faktor jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak tersebut juga menunjukkan bahwa jenis pelarut bekerja secara bersama-sama dengan konsentrasi ekstrak 5
dalam menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus, dengan nilai F-hitung (4,67) > F-tabel (3,89), sehingga Ha diterima. Hasil analisis varians ANOVA terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri B. cereus, disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. ANOVA (Analysis Of Varians) dua arah pengaruh konsentrasi ekstrak dan jenis pelarut terhadap pertumbuhan bakteri B. cereus Sumber Keragaman (SK) Faktor Konsentrasi Ekstrak Faktor Jenis Pelarut Interaksi KE*JP Galat Total
Derajat Bebas (db) 2 1 2 12 17
Jumlah Kuadrat (JK) 0,44 20,06 3,11 4,00 27,61
Kuadrat Tengah (KT) 0,22 20,06 1,56 0,33
Fhitung
F-tabel(0.05)
0,67 60,17 4,67
4,75 3,89 3,89
Setelah diketahui faktor jenis pelarut dan interaksi antara faktor jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri B. cereus, maka dilakukan uji lanjut BNT pada taraf kepercayaan 95% (α 5%). Untuk faktor konsentrasi ekstrak tidak dilakukan uji lanjut BNT karena tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri B. cereus. Berdasarkan hasil ANOVA dua arah pada taraf signifikan α 5%. Hasil uji BNT disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji BNT faktor jenis pelarut pada taraf 5% untuk parameter daya hambat pertumbuhan bakteri B. cereus Perlakuan
Rata-rata
Rata-rata+BNT
Notasi atas BNT0.05
B1 (Air)
3,50
4,53
a
B0 (Etanol)
5,08 8,58
6,11
b
BNT 5%
Hasil uji BNT pada Tabel 3. menunjukkan bahwa perlakuan dengan pelarut air berbeda nyata dengan perlakuan dengan pelarut etanol. Hasil uji BNT untuk interaksi faktor konsentrasi ekstrak dan faktor jenis pelarut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil uji BNT interaksi faktor konsentrasi ekstrak dan faktor jenis pelarut pada taraf 5% untuk parameter daya hambat pertumbuhan bakteri B. cereus Perlakuan
Rata-rata
Rata-rata+BNT
Notasi atas BNT0.05
A1B1 (40%, Air)
4,33
5,36
a
A2B1 (60%, Air)
4,67
5,70
ab
A3B1 (80%, Air)
5
6,03
b
A3B0 (80%, Etanol)
6
7,03
bc
A2B0 (60%, Etanol)
7
8,03
c
A1B0 (40%, Etanol)
7,33 8,58
8,36
c
BNT 5%
6
Berdasarkan Tabel 4. membuktikan bahwa perlakuan konsentrasi ekstrak etanol 40% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi ekstrak air 80% dan perlakuan ekstrak air 80% juga berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi ekstrak air 40%. Tetapi, perlakuan konsentrasi ekstrak etanol 40% tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi ekstrak etanol 60% dan 80%, serta perlakuan ekstrak air 80% tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi ekstrak air 60%. Perlakuan konsentrasi ekstrak etanol 40% menghasilkan rata-rata diameter daya hambat terbesar pada pertumbuhan bakteri B. cereus, yaitu sebesar 7,33 mm. Hasil Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) Uji ini dilakukan untuk menentukan kadar minimum hambatan dari ekstrak etanol dan air terhadap B. cereus. Adapun konsentrasi ekstrak pada uji MIC ini diturunkan dari konsentrasi terendah ekstrak dari kategori intermediet sesuai dengan hasil Bioassay. Dalam penelitian ini, konsentrasi terendah ekstrak etanol maupun ekstrak air dari kategori intermediet adalah 40%. Sehingga konsentrasi ekstrak etanol maupun ekstrak air pada dilusi tabung masingmasing diturunkan mulai dari konsentrasi 40%, 35%, 30%, 25%, dan 20%. Tabel 5. Hasil uji MIC ekstrak etanol daun gletangan (S. nodiflora) terhadap bakteri B. cereus. No.
Konsentrasi Ekstrak Etanol
1.
Konsentrasi 40%
Hasil Pengamatan Kekeruhan Media setelah Inkubasi Hijau gelap
2.
Konsentrasi 35%
Hijau gelap
3.
Konsentrasi 30%
Bening
4.
Konsentrasi 25%
Bening
5.
Konsentrasi 20%
Bening
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 5. kadar MIC dari ekstrak etanol daun gletangan tidak dapat diamati atau ditentukan, hal ini disebabkan karena ekstrak etanol memiliki warna hijau gelap sehingga sulit dalam mengamati kekeruhan media sebelum dan sesudah inkubasi. Tabel 6. Hasil uji MIC ekstrak air daun gletangan (S. nodiflora) terhadap bakteri B. cereus. No.
Konsentrasi Ekstrak Air
1.
Konsentrasi 40%
Hasil Pengamatan Kekeruhan Media setelah Inkubasi Bening
2.
Konsentrasi 35%
Bening
3.
Konsentrasi 30%
Bening
4.
Konsentrasi 25%
Keruh
5.
Konsentrasi 20%
Keruh
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 6. kadar MIC dari ekstrak air daun gletangan terhadap B. cereus dapat teramati pada konsentrasi 30%. Kadar MIC ekstrak air daun gletangan tersebut dapat dilihat dari tingkat kekeruhan pada medium NB yang telah ditambahkan ekstrak daun gletangan dan bakteri B. cereus setelah dan sebelum inkubasi selama 24 jam.
7
Hasil Uji MLC (Minimum Lethal Concentration) Uji ini dilakukan untuk menentukan kadar bunuh minimum pada ekstrak air daun gletangan terhadap B. cereus. Adapun konsentrasi ekstrak air yang diuji adalah konsentrasi 40%, 35%, dan 30%. Konsentrasi-konsentrasi ekstrak yang diuji tersebut merupakan konsentrasi ekstrak yang medianya terlihat bening pada uji MIC sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian, kedua ekstrak tidak mempunyai kadar MLC terhadap bakteri. Hal tersebut karena B. cereus tumbuh pada media MHA setelah diinkubasi. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian pada Tabel 1. dapat dketahui bahwa pengujian ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) dalam pelarut etanol menunjukkan hasil yang positif hanya pada satu bakteri uji yaitu B. cereus. Pada konsentrasi 40% menunjukkan adanya hambatan dengan rata-rata pertumbuhannya adalah 7.33 mm. Pada konsentrasi 60% diameter zona hambatan bakteri B. cereus menurun menjadi 7 mm. Pada konsentrasi 80% diameter zona hambat B. cereus menjadi 6 mm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena semakin tinggi konsentrasinya ekstrak etanol semakin pekat dan kental, sehingga ekstrak etanol sulit berdifusi pada media agar saat dilakukan bioassay. Namun, dari data rata-rata diameter zona hambat pelarut etanol, daya hambat pertumbuhan bakteri uji dengan pemberian ekstrak etanol dari daun
gletangan (S. nodiflora) tergolong Intermediet. Menurut Irwanto (2010) etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, saponin, dammar dan klorofil. Sementara menurut Samsumaharto (2011) etanol dapat melarutkan senyawa flavonoid, saponin dan polifenol. Sedangkan Harborne dalam Puryanto (2009) mengatakan penyarian senyawa saponin akan memberikan hasil yang lebih baik sebagai antibakteri jika menggunakan pelarut polar seperti etanol. Oleh karena itu diharapkan senyawa aktif seperti saponin, alkaloid, flavonoid, polifenol, dan senyawa lainnya yang ada pada daun gletangan (S. nodiflora) dapat terekstraksi dengan baik pada pelarut etanol. Senyawa-senyawa polifenol secara umum berkhasiat sebagai antibakteri dan antioksidan. Senyawa-senyawa polifenol mengandung gugus hidroksil yang dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas. Selain itu, senyawa-senyawa polifenol juga dapat membunuh bakteri dan jamur dengan cara denaturasi protein sel bakteri (Silalahi, 2006 dalam Panjaitan, 2009). Menurut Pratiwi (2008), senyawa fenol dimanfaatkan secara luas sebagai desinfektan dan antiseptik. Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisidal namun tidak bersifat sporosidal. Fenol bekerja mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri. Adapun alkaloid adalah golongan senyawa yang banyak ditemukan pada tanaman, fungi, bakteri, amfibi, serangga, 8
hewan laut, dan manusia. Tanaman yang kaya akan bahan alam ini digunakan oleh masyarakat untuk meredakan nyeri (Heinrich, 2011). Alkaloid digunakan dalam bidang medis karena memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanismenya adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995). Penggunaan air sebagai larutan penyari diharapkan mampu menyari senyawa aktif yang belum terlarut menggunakan pelarut sebelumnya. Menurut Harborne (1973) dalam Hidayati (2009), polifenol merupakan bahan polimer penting dalam tumbuhan dan cenderung mudah larut dalam air karena berikatan dengan gula sebagai glikosida. Pengujian ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) dalam pelarut air juga menunjukkan hasil yang positif hanya pada B. Cereus. Pada uji sensitivitas ekstrak air daun gletangan (S. nodiflora), peningkatan konsentrasi ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) berbanding lurus dengan peningkatan zona hambat pertumbuhan B. Cereus. Pada konsentrasi 40%, 60%, dan 80% menunjukkan zona hambatan pertumbuhan rata-rata 4.33 mm, 4.67 mm, dan 5 mm. Jadi, daya hambat pertumbuhan bakteri uji dengan pemberian ekstrak air daun gletangan (S. nodiflora) tergolong intermediet. Penelitian aktivitas antibakteri dari tumbuhan gletangan (S. nodiflora) sebelumnya pernah dilakukan oleh Dagawal et al. (2011). Dalam penelitiannya menggunakan pelarut metanol, petroleum
eter, kloroform, air, dan aseton pada tumbuhan S. nodiflora. Pengenceran dilakukan dengan membuat konsentrasi ekstrak masing-masing 1.86%, 6.09%, 6.44%, 13.02%, dan 14.56%. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa ekstrak petroleum eter dan aseton lebih efektif dibandingkan dengan pelarut methanol, kloroform, air dan S. nodiflora memiliki aktivitas antimikroba dan anti fungi yang memadai dalam membuat obat yang dikhususkan untuk mencegah pertumbuhan Candida albicans. Selain itu ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa manfaat dari tumbuhan S. nodiflora tidak hanya sebagai antimikroba, namun memiliki potensi lainnya. Adapun potensi lain tumbuhan S. nodiflora berdasarkan penelitian sebelumnya, yaitu ekstrak metanol S. nodiflora memiliki aktivitas insektisida tinggi (Rathi dan Gopalkrishnan, 2005). Selain itu ekstrak tumbuhan S. nodiflora memiliki kemampuan sebagai antidiarrhoeal dan hypoglycemic, serta dapat diolah atau dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk beberapa terapi antidiarrheal dan antidiabetic (Zahan et al., 2012). Menurut Robinson (1995) alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan mekanismenya mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas antibakteri ekstrak daun gletangan hanya terlihat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Hal ini disebabkan karena 9
aktivitas antibakteri pada ekstrak daun gletangan termasuk memiliki aktivitas sempit karena hanya dapat menghambat Gram positif saja. Mekanisme yang terjadi adalah sebagaimana menurut Dwijoseputro (2005) saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan lisisnya bakteri. Saponin juga merupakan senyawa bioaktif pada ekstrak daun gletangan (Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI, 2001) yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Bakteri Gram positif yang bisa dihambat dalam penelitian ini hanya B. cereus. Tetapi S. aureus yang merupakan bakteri Gram positif tidak dapat dihambat oleh ekstrak daun gletangan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena S. aureus mempunyai struktur antigenik yang lebih kompleks dibandingkan B. cereus. Struktur antigenik kompleks tersebut meliputi peptidoglikan, asam teikoat, protein A, enzim dan toksin-toksin yang ada pada S. aureus (Nurlia et al., 2014). Telah diketahui bahwa B.cereus merupakan penyebab penyakit perut. Menurut Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI (2001) tumbuhan gletangan (S. nodiflora) berkhasiat sebagai obat sakit perut, obat gosok, dan rematik yang dalam penelitian ini, aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri hanya dapat terlihat pada B. cereus. Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bakteri isolat klinik yaitu bakteri yang berasal dari pasien di
rumah sakit yang kemudian dikembangbiakkan. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa bakteri-bakteri tersebut sudah resisten terhadap antibakteri, baik yang berbahan kimia maupun berupa obatobatan tradisional. Sehingga ekstrak daun S. nodiflora kurang mendapatkan respon ketika diuji aktivtas antibakterinya pada bakteri uji tersebut. Selain itu, ekstrak daun S. nodiflora yang disebutkan mengadung senyawa bioaktif seperti alkaloid, saponin, tannin dan pseudotannin (Amoateng et al., 2012) masih merupakan ekstrak kasar, sehingga kemampuannya untuk menghambat bakteri masih sangat rendah. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) dengan pelarut etanol dan air memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri B.cereus dengan kategori intermediet. 2. Konsentrasi ekstrak yang memiliki ratarata diameter daya hambat paling besar berdasarkan hasil pengamatan adalah konsentrasi 40% pada pelarut etanol. 3. Pada ekstrak etanol, kadar hambat minimum (MIC) ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) tidak dapat diamati karena ekstrak memiliki warna yang gelap sehingga mengganggu pengamatan kekeruhan media, sedangkan pada ekstrak air MIC terhadap bakteri B. cereus teramati pada konsentrasi 30%.
10
4. Ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus, tetapi tidak memiliki daya bunuh (MLC) terhadap bakteri uji. 5. Interaksi antara jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak daun gletangan (S. nodiflora) berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri B.cereus. 6. Konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri B. cereus. Saran Berdasarkan hasil pengamatan selama dilakukannya penelitian ini, maka saran yang diberikan adalah : 1. Sebaiknya menambahkan jumlah sampel penelitian dan menggunakan jenis pelarut yang berbeda (non polar, semi polar, dan polar), serta menggunakan objek penelitian yang berbeda (bakteri dan fungi). 2. Mencoba menguji aktivitas antifungi secara in vitro, serta anti inflamasi dan analgesik secara in vivo dengan menggunakan hewan uji. 3. Dapat digunakan oleh masyarakat dengan pengolahan sederhana (direbus/digodok). DAFTAR PUSTAKA Amoateng, P., W. Erick, dan Samuel B.K. 2012. Anticonvulsant and Related Neuropharmalogical Effects of the Whole Plant Extract of Synedrella nodiflora (L.) Gaertn (Asterraceae). Journal of Pharmacy and Bioallied Sciences 4 (2) :143.
Dagawal, M.J., D.S. Ghorpade, dan P.Y. Bhogaonkar. 2011. Pharmacognostic Studies and Antimicrobial Activity of Synedrella nodiflora (L.) Gaertn. Bioscience Discovery 2 (3): 317-321. Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan. Heinrich, M., J. Barnes, S. Gibbons, dan E. Williamson. 2010. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hidayati, I. W. 2009. Uji aktifitas salep ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (ten.) Steenis) sebagai penyembuh luka bakar pada kulit punggung kelinci. http://etd.eprints.ums.ac.id/5136/1/K 100050082.pdf. diakses pada tanggal 19 Desember 2013. Irwanto. 2010. Ekstraksi Menggunakan Proses Infundasi, Maserasi, dan Perkolasi.http://irwanfarmasi.blogsp ot.com/2010/04/ekstraksimenggunakan-proses-infudasi.html Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI. 2001. (Online). Tersedia : http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg _tanaman_obat/depkes/buku1/http:// www.arbec.com.my/indigenious.htm Kurniastuty, A. 2008. Pengaruh Pemberian Fraksi Etilasetat Ekstrak Etanol 70% Herba Meniran (Phyllantus niruri L.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Mencit Putih Jantan Galur BALB-C Hiperurisemia. Skripsi S1. Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.
11
Nurlia, W. Iriansyah, A.Nurhikmah, dan S. Umrah. 2012. Makalah Bakteriologi Staphylococcus aureus. Makasar : Stikes Mega Rezky Makassar. Diakses dari : http://nuwrrlhiyyaa.blogspot.com/20 14/05/makalah-staphylococcusaureus_7.html. Diakses pada tanggal 24 November 2014. Panjaitan, H. 2009. Uji Daya Antibakteri dan Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.). Skripsi S1 Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara Medan. http://repository.usu.ac.idbitstream12 3456789166015Chapter%20I.pdf. Diakses pada tanggal 18 Juli 2014. Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga. Puryanto, K. 2009. Gel Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Sebagai Penyembuh Luka Bakar Pada Kulit Punggung Kelinci. http://etd.eprints.ums.ac.id/5884/1/K 100050016.pdf. diakses pada tanggal 26 April 2014. Putri, Z. F. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle l.) Terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus Multiresisten. Skripsi S1 Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rathi, M.J., dan Gopalkrishnan, S. 2005. Insecticidal Activity of Aerial Parts of Synedrella nodiflora (L.) Gaertn (Compositae) on Sapodeptera latura
(FAB). J. Cent. Eur. Agric 6 : 323328. Robinson, T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. ITB : Bandung. Samsumaharto, R.A. dan Y.E.N.I Sari. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-heksan, Etil Asetat, dan Etanol 70 % Daun Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923. Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal /41113642_1979-035X.pdf. Diakses pada tanggal 28 Juli 2014. Suratmo. 2006. Potensi Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Antioksidan.http://ratmo_r@brawijay a.ac.id. diakses pada tanggal 25 April 2014. Zahan, R., L. Nahar, A. Haque, A. Mosaddik, A. Fazal, Z. Alam, and M. E. haque. 2012. Antidiarroehal and Hypolycemic Effects of Synedrella nodiflora. Phytopharmacology 2 (2) : 257-264.
12