Desain dan Pembuatan Antena Whip Dual-Band pada VHF/UHF untuk Perangkat Transceiver Portabel Ardyanto Kurniawan, Gamantyo Hendrantoro, Eko Setijadi Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
membutuhkan biaya yang besar untuk pembangunan instalasi jaringan melalui link terestrial. Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi, kebutuhan akan komunikasi ikut meningkat. Teknologi satelit bisa dijadikan solusi bagi permasalahan telekomunikasi di Indonesia yang memiliki wilayah kepulauan yang luas, oleh karena itu teknologi ini mutlak untuk dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia khususnya bagi generasi penerus bangsa. Salah satu teknologi yang saat ini dikembangkan oleh pemerintah Indonesia yaitu membuat Satelit nano melalui program IiNUSAT-01. Program ini melibatkan enam perguruan tinggi yaitu ITB, UI, UGM, ITTelekom, PENS, dan ITS serta LAPAN. Dalam program tersebut ITS bertanggung jawab dalam fokus penelitian perangkat stasiun bumi. Pada perangkat transceiver yang digunakan untuk mengakses satelit nano, salah satu perangkat yang mutlak ada yaitu antena. Fungsi dari antena yaitu mengubah sinyal listrik menjadi gelombang elektromagnetik kemudian mengirimkan gelombang elektromagnetik tersebut melalui ruang bebas atau udara. Dan sebaliknya, antena juga berfungsi menerima gelombang elektromagnetik dari ruang bebas kemudian mengubahnya menjadi sinyal listrik. Dalam penelitian Tugas Akhir ini akan membuat desain antena whip dual-band yang digunakan untuk perangkat portabel transceiver satelit nano. Antena whip merupakan antena monopole yang mudah dalam pembuatannya. Frekuensi kerja dari antena ini yaitu 144 MHz untuk kanal uplink dan 430 MHz untuk kanal downlink. Desain yang telah jadi akan dilakukan proses implementasi dan pengujian karakteristiknya. Tujuan dari Tugas Akhir ini yaitu mengetahui karakteristik antena whip dual-band yang dibuat untuk mendukung fungsi kerja perangkat portabel transceiver.
Abstrak—Teknologi satelit merupakan suatu teknologi yang bergerak di bidang telekomunikasi. Teknologi ini mampu memberikan solusi bagi beberapa permasalahan telekomunikasi di Indonesia. Pengembangan teknologi satelit saat ini yaitu pada satelit nano. Perangkat yang digunakan untuk mengakses satelit yaitu transceiver. Antena merupakan salah satu komponen penting dari transceiver. Fungsi antena ini yaitu meradiasikan gelombang elektromagnetik yang berisi informasi dari pengirim ke penerima. Penelitian pada Tugas Akhir ini yaitu melakukan penelitian tentang desain antena whip dual-band yang digunakan untuk perangkat portabel transceiver satelit nano. Antena whip merupakan antena monopole yang mudah dalam pembuatannya. Frekuensi kerja dari antena ini yaitu 144 MHz untuk kanal uplink dan 430 MHz untuk kanal downlink. Tujuan dari Tugas Akhir ini yaitu mengetahui karakteristik antena whip dual-band yang dibuat untuk mendukung fungsi kerja perangkat portabel transceiver. Penelitian pada Tugas Akhir ini memiliki dua langkah yaitu proses simulasi dan pembuatan antena hasil simulasi. Dari hasil simulasi didapatkan nilai VSWR untuk frekuensi 144 MHz sebesar 1.28 dan untuk frekuensi 430 sebesar 1,79. Nilai return loss dari simulasi untuk frekuensi 144 MHz sebesar 18,20 dB dan frekuensi 430 MHz sebesar 10,98 dB. Sedangkan pada pengukuran, nilai VSWR untuk frekuensi 144 MHz sebesar 1,3 dan frekuensi 430 MHz sebesar 1,8. Nilai return loss dari pengukuran untuk frekuensi 144 MHz sebesar 17,69 dB dan frekuensi 430 MHz sebesar 10,88 dB. Pola radiasi memiliki bentuk omnidireksional. Gain antena hasil simulasi memiliki nilai untuk frekuensi 144 MHz dan 430 MHz berturut – turut sebesar 1,67 dBi dan 3,35 dBi sedangkan gain antena hasil pengukuran memiliki nilai untuk frekuensi 144 MHz dan 430 Mhz berturut – turut sebesar 2,14 dBi dan 3 dBi. Mengacu pada hasil simulasi dan hasil pengujian maka antena whip dual-band ini masih belum dapat diimplementasikan guna mendukung fungsi kerja perangkat portabel transceiver satelit nano.
II. TEORI PENUNJANG A. Antena Perangkat antena merupakan perangkat yang berfungsi untuk mentransmisikan sinyal informasi dengan meradiasikan gelombang elektromagnetik. Pada sisi pengirim, antena berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi gelombang elektromagnetik dan meradiasikannya ke ruang bebas. Sedangkan pada sisi penerima, antena berfungsi untuk menangkap radiasi gelombang elektromagnetik dan mengubahnya menjadi energi listrik. Medan elektromagnetik merupakan daerah dimana gelombang elektromagnetik berpindah. Pola radiasi dari suatu antena didefinisikan sebagai fungsi matematis atau gambar yang merepresentasi pola dari radiasi
Kata Kunci—antena, antena whip, desain antena, antena dual-band
T
I. PENDAHULUAN
OPOGRAFI geografis negara Indonesia yang berbentuk kepulauan merupakan suatu permasalahan dalam bidang teknologi telekomunikasi karena jarak antar pulau yang jauh 1
antena sebagai fungsi dari koordinat ruang. Dalam banyak kasus, pola radiasi dihitung berdasarkan ruang far field dan dinyatakan dalam fungsi arah koordinat. Representasi pola radiasi dari suatu antena memiliki beberapa lobus (lobes). Arah pancar utama ditentukan dari main lobe. Gain dari suatu antena didefinisikan sebagai perbandingan dari intensitas radiasi antena yang digunakan, pada suatu arah tertentu, terhadap intensitas radiasi yang mungkin didapatkan jika daya dipancarkan secara isotropis. Satuan gain yaitu dBi. Bandwidth merupakan rentang frekuensi dimana performa dari antena mampu mencapai nilai yang telah ditentukan. Bandwidth bisa dianggap sebagai rentang frekuensi dimana karakteristik antena, seperti impedansi, VSWR dan return loss memiliki nilai yang diijinkan untuk melakukan komunikasi. Polarisasi didefinisikan sebagai orientasi dari medan listrik pada suatu gelombang elektromagnetik. Polarisasi dari antena pada arah tertentu didefinisikan sebagai polarisasi dari pemancaran gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari suatu antena.Polarisasi ini ada 3 macam yaitu: polarisasi linear, polarisasi circular dan polarisasi elliptical. Pada pengiriman gelombang elektromagnetik menggunakan saluran transmisi menuju beban (load) tertentu, jika beban tersebut memiliki impedansi yang matched dengan impedansi sumber (Z0) maka semua sinyal akan diserap oleh beban dan tidak ada yang dipantulkan (refleksi). Namun jika terjadi refleksi oleh beban, maka ada gelombang yang dipantulkan kembali menuju ke sumber. Koefisien refleksi merupakan perbandingan amplitudo dari gelombang yang direfleksikan terhadap gelombang datang. Pada analisa saluran transmisi, koefisien refleksi merupakan perbanding dari kuat medan listrik dari gelombang pantul (E−) terhadap gelombang datang (E+). Koefisien refleksi umumnya dinyatakan dengan simbol Γ. Koefisien refleksi memiliki nilai yang bervariasi mulai dari –1 hingga +1. Secara umum koefisien refleksi dinyatakan dengan persamaan (1)
loss biasanya dinyatakan dalam satuan dB. ( )
(3)
Dimana RL return loss Pi daya yang diteruskan Pr daya yang dipantulkan Nilai return loss juga bisa dihitung berdasarkan nilai koefisien refleksi yang dinyatakan dalam persamaan | | (4) Sebuah antena dipole adalah antena radio yang dapat dibuat dari kawat sederhana, dengan pencatuan terpusat. Antena ini terdiri dari dua konduktor logam batang atau kawat, yang dipasang secara paralel dan collinear satu sama lain (sesuai satu dengan yang lain), dengan ruang kecil di antara kedua kawat tersebut. Tegangan frekuensi radio dicatukan ke antena di pusat, di antara dua konduktor. Antena ini adalah antena praktis sederhana dari sudut pandang teoretis. Desain antena dipole berdasarkan panjang gelombang ada beberapa macam yaitu dipole λ/2 dan 3λ/2. Antena dipole λ/2 memiliki panjang total sekitar 0,5 λ x K, dimana λ adalah panjang gelombang diudara dan K adalah velocity factor. Kadang-kadang kita membutuhkan suatu antena yang mempunyai pola ke segala arah (omnidirectional), tetapi mempunyai medan listrik yang arahnya vertikal. Hal ini dapat dilakukan dengan antena monopole yang dilengkapi dengan bidang tanah (ground plane) yang terbuat dari konduktor. Jika suatu antena monopole λ/4 diletakkan di atas sebuah konduktor ground plane, maka akan meradiasikan gelombang yang polanya sama dengan antena dipole. Teori ini dapat diilustrasikan dengan menggunakan teori bayangan (Gambar 1). Jadi, antena monopole λ/4 akan meradiasikan medan listrik yang sama dengan antena dipole [7].
Dimana Г = koefisien refleksi ZL = impedansi beban (ohm) Z0 = Impedansi karakteristik (ohm) Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan rms maksimum dan minimum yang terjadi pada saluran yang tidak match. Bila saluran transmisi dengan beban tidak sesuai, impedansi saluran tidak sama dengan impedansi beban, dan gelombang dibangkitkan dari sumber secara kontinyu, maka dalam saluran transmisi selain ada tegangan datang V + juga terjadi tegangan pantul V-. Akibatnya, dalam saluran akan terjadi interferensi antara V+ dan V- yang membentuk standing wave. Nilai VSWR dapat dihitung dengan persamaan (2)
Gambar 1. Antena monopole λ/4 pada bidang konduktor Antena dual-band merupakan antena yang memiliki dua frekuensi kerja. Dengan memasang beberapa antena dipole yang memiliki panjang berbeda secara paralel ke satu feed point kita bisa membuat antena dipole multi-band. Pemasangan antena secara paralel tidak praktis karena membutuhkan area yang luas. Metode lain yang bisa digunakan yaitu dengan menggunakan dua buah kawat sebagai antena dan dipisahkan oleh suatu komponen yang dinamakan trap [8]. Trap ini dibuat dari induktor dan kapasitor yang dihubungkan secara paralel dengan frekuensi resonansi sebanding dengan frekuensi terbesar dari dua frekuensi kerja yang akan dibuat. Impedansi yang tinggi dari trap pada frekuensi tinggi mengakibatkan antena bagian bawah akan terputus dari antena bagian atas. Sedangkan pada frekuensi rendah, hanya antena yang teletak diantara
Return loss atau reflection loss merupakan rugi – rugi dari sinyal daya yang diakibatkan adanya refleksi atau pemantulan daya pada antena atau saluran transmisi. Return 2
trap yang bekerja. Sifat induktif yang terjadi pada frekuensi dibawah nilai resonansi mengakibatkan antena memiliki loading coil yang membuat panjang fisik antena berkurang namun panjang gelombangnya tetap. Pembuatan antena monopole dual-band mengacu pada pembuatan antena dipole dimana antena bagian bawah diganti dengan bidang ground plane. Dengan penggunaan antena monopole maka kita bisa mengurangi panjang antena menjadi setengahnya namun dengan konsekuensi daya yang dipancarkan juga menjadi setengahnya. Antena monopole yang paling mudah dibuat yaitu antena whip karena antena ini hanya menggunakan satu konduktor sebagai antena peradiasi tanpa memerlukan bidang ground plane. Penggunaan ground plane dari antena whip ini telah digantikan dengan sisi negatif dari konektor sehingga ground pada konektor juga berfungsi sebagai ground plane bagi antena whip.
Pada simulasi yang dilakukan, spesifikasi antena yang digunakan yaitu: o Diameter antena : 1,5 mm o Panjang antena bawah : 70,0 mm o Panjang antena atas : 420,0 mm o Diameter kumparan : 20,0 mm o Jumlah kumparan : 0,25 mm Langkah selanjutnya adalah membuat simulasi desain antena yang telah dibuat. Simulasi dilakukan untuk mendapatkan nilai VSWR dan return loss pada frekuensi kerja yang diinginkan. Setelah data hasil simulasi memenuhi frekuensi kerja, maka dilakukan proses pembuatan antena dengan menggunakan desain hasil simulasi yang telah dilakukan. Berikut merupakan nilai return loss dan VSWR hasil simulasi.
III. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI Dalam penelitian ini dimulai dengan pemodelan sistem yang akan diimplementasikan. Simulasi rancangan antena yang akan dibuat menggunakan software Ansoft HFSS versi 13. Parameter umum dari suatu antena whip dual band yang meliputi bandwidth, VSWR dan return loss yang menjadi tolok ukur keberhasilan dalam melakukan simulasi antena yang akan dibuat. Dalam simulasi, perangkat yang digunakan menggunakan bahan besi baja dengan karakteristik sebagai berikut. Tabel 1 Karakteristik bahan besi baja Karakteristik Nilai Satuan Koefisien permitifitas 1 Koefisien permealbilitas 1 Bulk conductivity 1100000 Siemens/m Frekuensi 9.4 x 109 Hz Kerapatan massa 8055 Kg/m3
(a)
(b) Gambar 3. Hasil simulasi antena whip dual-band. (a) nilai return loss (b) nilai VSWR
L atas
Implementasi antena yang telah dibuat ditunjukkan pada gambar 4.
L bawah Gambar 2. Desain antena pada simulasi
Gambar 4. Hasil antena yang telah dibuat. 3
Tahap berikutnya adalah pengujian antena yang telah dibuat. Tahap pertama yaitu menguji nilai VSWR dengan menggunakan Network Analyzer. Karena adanya kendala, maka alat uji diganti dengan VSWR meter. Pengujian tahap kedua yaitu menghitung nilai gain dan pola radiasi dengan menggunakan alat ukur Spectrum Analyzer. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Nilai VSWR Dari hasil simulasi yang telah dilakukan didapatkan nilai VSWR yang bernilai kurang dari dua yaitu pada rentang frekuensi 136,8 – 151,7 MHz dan 428,4 – 444,6 MHz. Pada rentang frekuensi 136,9 – 151,7 MHz memiliki bandwidth sekitar 14,9 MHz dengan frekuensi tengah 143,9 MHz dengan nilai VSWR = 1,28. Sedangkan pada rentang frekuensi 428,4 – 444,6 MHz diperoleh bandwidth sekitar 16,2 MHz dan memiliki frekuensi tengah 436,1 MHz dengan besar nilai VSWR = 1,42. Dari hasil simulasi ini maka antena dual band yang memiliki fungsi kerja pada frekuensi 144/430 MHz telah terpenuhi meskipun pada kedua frekuensi kerja tersebut tidak diperoleh frekuensi tengah namun antena masih bisa difungsikan sebagai perangkat yang bekerja pada frekuensi 144/430 MHz. Nilai VSWR pada frekuensi 144 MHz sebesar 1,28 dan pada frekuensi 430 MHz sebesar 1,79. Berdasarkan data hasil pengukuran didapatkan nilai VSWR minimum pada frekuensi 143 – 144 MHz dan frekuensi dengan nilai VSWR sebesar 1,3. Nilai VSWR pada frekuensi 144 MHz yang merupakan frekuensi kerja yang diinginkan memiliki nilai sebesar 1,3. Dengan hasil ini maka antena telah memenuhi syarat VSWR minimum yang dibutuhkan untuk dapat berkomunikasi. Untuk pengukuran pada frekuensi UHF tidak dapat dilakukan analisis karena data yang diperoleh jauh dari kelayakan. Jumlah pengukuran yang terlalu sedikit dan kondisi saat pengukuran yang jauh dari kondisi ideal membuat hasil yang disajikan masih perlu dilakukan pengujian ulang lebih lanjut. Pengukuran pada frekuensi 430 MHz didapatkan nilai VSWR sebesar 1,8 MHz. Nilai VSWR pada frekuensi UHF hasil simulasi memiliki nilai yang tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan. Frekuensi tengah dari antena juga mengalami perubahan dari 140,8 MHz menjadi 143 MHz. Hal ini bisa diakibatkan karena pengukuran yang kurang baik karena tidak dilakukan pada ruang yang ideal. Pembuatan antena yang kurang begitu bagus mengakibatkan ukuran antena memiliki sedikit perbedaan dengan ukuran pada simulasi. Nilai VSWR pada frekuensi UHF tidak dapat dilakukan perbandingan karena data hasil pengukuran tidak layak untuk diolah. Keterbatasan alat ukur menjadi faktor penyebab hasil pengukuran tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
(a)
(b) Gambar 5. Grafik nilai VSWR hasil simulasi dan pengukuran (a) Nilai VSWR VHF (b) Nilai VSWR UHF B. Analisis Nilai Return Loss Berdasarkan nilai return loss hasil simulasi yang telah dilakukan, didapatkan dua buah frekuensi kerja pada rentang frekuensi 100 – 500 MHz. Batasan frekuensi kerja yang digunakan berdasarkan nilai return loss yang memiliki nilai kurang dari 10 dB. Frekuensi kerja berdasarkan nilai return loss diperoleh dua buah pada rentang frekuensi 100 – 500 MHz. Frekuensi kerja pertama terdapat pada rentang frekuensi 137,2 – 151,2 MHz dengan lebar bandwidth 14,0 MHz dan frekuensi tengah 143,9 MHz dengan nilai return loss 18,21359 dB. Frekuensi kerja kedua terdapat pada rentang frekuensi 429,0 – 443,9 MHz dengan lebar bandwidth 14,9 MHz dan frekuensi tengah 436,1 MHz dengan nilai return loss 15,2089 dB. Frekuensi kerja 144MHz dan 430 MHz yang dibutuhkan dapat diperoleh dari desain antena ini karena kedua frekuensi kerja antena ini telah mencakup frekuensi 144 MHz dan 430 MHz. Hasil simulasi yang telah dilakukan diperoleh nilai return loss untuk frekuensi 144 MHz sebesar 18,2057 dB dan frekuensi 430 MHz sebesar 10,9802 dB. Nilai return loss didapatkan dari perhitungan dengan menggunakan persamaan (4). Sedangkan nilai dari koefisien refleksi didapatkan dari persamaan (2). Dari hasil perhitungan nilai return loss, dibuatlah grafik yang menunjukkan nilai return loss terhadap frekuensi. Nilai return loss terbaik terdapat pada frekuensi 143,0 – 140,0 MHz. pada frekuensi 144 MHz nilai return loss sebesar 17,69 dB. Berdasarkan data dari return loss dapat dikatakan 4
nilai yang paling kecil. Hasil pengukuran pola radiasi horizontal ini memiliki kesamaan karakteristik dengan pola radiasi horizontal antena monopole. Pola radiasi vertikal memiliki karakteristik meradiasikan gelombang elektromagnetik ke dua sisi yaitu pada sudut 900 dan 2700 untuk radiasi pada arah 00 dan 1800 memiliki nilai yang rendah dibandingkan dengan nilai pada sudut 90 0 dan 2700. Hal ini sesuai dengan karakteristik pola radiasi vertikal antena monopole. Dari kedua pola radiasi dapat dinyatakan bahwa antena yang dibuat memiliki pola radiasi onmnidireksional. Perbandingan dari data hasil simulasi dan pengukuran dapat dikatakan bahwa pola radiasi horizontal hasil simulasi memiliki nilai menyebar ke seluruh arah dengan nilai konstan sedangkan pada pengukuran nilai tersebar menyeluruh tapi memiliki sedikit perbedaan level daya terima pada sudut 900 yang lebih rendah dibandingkan dengan level daya terima pada sudut 2700. Hasil simulasi dan pengukuran pola radiasi vertikal terlihat memiliki dua arah radiasi utama meskipun pada hasil pengukuran memiliki karakteristik yang lebih buruk dibandingkan dengan hasil simulasi.
bahwa antena dapat digunkan pada frekuensi 144 MHz yang sesuai dengan frekuensi kerja yang diinginkan. Perhitungan nilai return loss untuk UHF menggunakan cara yang sama dengan perhitungan untuk mencari nilai pada VHF. Nilai return Loss dari hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran F. Nilai return loss untuk frekuensi 430 memiliki nilai 10,8814 dB.
(a)
(b) Gambar 6. Grafik perbandingan nilai return loss hasil simulasi dengan hasil pengukuran (a) Nilai return loss pada VHF (b) Nilai return loss pada UHF
(a)
C. Analisis Pola Radiasi Dari plot pola radiasi horizontal, secara keseluruhan memiliki nilai yang menyebar ke segala arah. Dari plot pola radiasi vertikal diperoleh dua bentuk pola radiasi yang saling simetris antara sisi kanan dan kiri. Dari kedua karakteristik pola radiasi ini maka dapat dinyatakan bahwa antena memiliki pola radiasi omnidireksional atau menyebar ke segala arah karena nilai penyebaran radiasi memiliki nilai yang sama dan simetris sesuai dengan teoritis. Pengukuran pola radiasi menggunakan alat Spectrum Analyzer dan dilakukan pengukuran di ruang B.301. Pengukuran dilakukan dua kali untuk mengetahui nilai dari pola radiasi horizontal dan vertikal. Pengukuran pola radiasi berdasarkan level daya terima pada antena ketika dilakukan pemutaran antena yang diuji secara vertikal dan horizontal. Data pola radiasi yang diperoleh menunjukkan pola radiasi antena yang diuji memiliki pola radiasi horizontal yang menyebar ke segala arah dengan titik pemusatan radiasi terdapat pada arah 2700, sedangkan pada arah 900 memiliki
(b) Gambar 7. Pola radiasi (a) Pola radiasi horizontal (b) Pola radiasi vertikal
5
[2]
D. Analisis Gain Nilai gain hasil simulasi memiliki nilai sebesar 1,25 dBi untuk frekuensi 144 MHz dan 1,99 dBi untuk frekuensi 430 MHz. sedangkan pada hasil pengukuran didapatkan nilai gain sebesar 2,14 dBi untuk frekuensi 144 MHz dan 3 dBi untuk frekuensi 430 MHz. perbedaan ini bisa diakibatkan karena metode pengambilan data yang kurang akurat dan perubahan posisi pengukuran yang mengakibatkan level daya yang diterima mengalami perubahan. Perubahan posisi pengukuran diakibatkan tidak adanya tempat yang cocok untuk menyangga antena sehingga antena perlu dipegang secara manual dan hal ini bisa mengakibatkan level daya yang diterima memiliki nilai yang tidak sama dengan yang seharusnya.
[3] [4] [5] [6] [7] [8]
Tabel 1 Daya terima hasil pengukuran pada frekuensi 144 MHz Pengukuran Daya terima 1 -26,56 2 -26,55 3 -26,57 4 -26,91 5 -26,86 rata - rata -26,69
Ardyanto Kurniawan dilahirkan di Jombang 26 September 1988. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sukoiber I Gudo kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SLTPN 2 Jombang dan SMAN 2 Jombang. Pada tahun 2007, penulis memulai pendidikan di jurusan Teknik Elektro, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro ITS dan aktif sebagai asisten Laboratorium Jaringan Telekomunikasi.
Tabel 2 Daya terima hasil pengukuran pada frekuensi 430 MHz Pengukuran Daya terima 1 -44,69 2 -44,89 3 -42,2 4 -42,67 5 -42,38 rata - rata -43,37 V. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari tugas akhir ini adalah: 1) Antena whip dual band dapat dibuat dengan menggunakan trap atau kumparan yang dipasang pada tengah antena. 2) Parameter VSWR dan return loss untuk frekuensi kerja yang diinginkan telah memenuhi kriteria minimum sehingga dapat dikatakan antena dapat digunakan untuk perangkat portabel transceiver. 3) Pola radiasi antena hasil simulasi dan hasil pengukuran memiliki karakteristik omnidireksional. 4) Gain dari antena hasil simulasi untuk VHF dan UHF secara berturut – turut 1,67 dBi dan 3,35 dBi sedangkan gain hasil pengukuran sebesar 2,14 dBi dan 3 dBi. 5) Secara umum antena whip yang dibuat telah memenuhi kriteria antena sehingga layak untuk digunakan. DAFTAR REFERENSI [1]
Meldrum David, Mercer Duncan dan Peppe Oli, ”Developments In Satellite Communication Systems”, Scottish Association for Marine Science, Dunstaffnage Marine Laboratory, Oban PA37 1QA, Argyll, Scotland, 2001. Hart David, ”Satellite Communications”, University of Ohio, Ohio, USA, 1997. Carr Joseph J., ”Practical Antenna Handbook 4th edition”,McGraw Hill, USA, Ch. 3, 2001. Balanis Constantine A, ”Antenna Theory: Analysis and Design 3rd edition”, New Jersey, Canada, Ch. 2, 2005. Hallas Joel R., ”Basic Antennas: Understanding Practical Antenna and Design”, ARRL, Newington CT, USA, Ch. 5, 2008. Lesmana Ridwan, ”Antena Dipole”,
, Juni, 2006. -, ”ARRL Handbook 88th edition”, ARRL, Newington CT, USA, Ch. 21, 2011.
Maini Anil K. dan Agrawal Varsha, ”Satellite Technologi: Principles and Applications”, John Wiley & Sons Ltd., United Kingdom, Ch. 1, 2011.
6