UANG DALAM EKONOMI ISLAM Oleh : Andi Mardiana Abstrak Artikel ini memberikan gambaran tentang uang dalam ekonomi Islam yang secara umum, semua mata uang akan berfungsi sama. Sebagai alat tukar, satuan hitung, penyimpan nilai, dan sebagai alat penundaan pembayaran. Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah, melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Dalam Islam, uang hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah uang tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri. Melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga. Karena itu, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk mengukur setiap barang dan tenaga. Kata Kunci: Uang, Ekonomi, Islam A. Pendahuluan Manusia adalah makhluk sosial, karena itu manusia yang satu secara naluriah harus berinteraksi dengan manusia lainnya agar di antara sesamanya dapat terjalin kerja sama yang saling menguntungkan terutama dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya dan mensejahterakan hidup dan kehidupannya. Pada masyarakat yang masih sederhana atau masyarakat primitif setiap anggota masyarakat selalu berusaha untuk menghasilkan segala apa yang dibutuhkannya. Kebutuhan manusia demikian kompleksnya, dan masingmasing kebutuhan yang beraneka ragam tersebut perlu dipuaskan. Hampir tidak dapat dibayangkan bagaimana seseorang dapat memenuhi seluruh kebutuhan yang tidak terbatas itu dengan waktu, tenaga, kemampuan dan keterampilan yang serba terbatas. Belum lagi adanya suatu kenyataan tidak meratanya barang-barang pemenuhan kebutuhan masyarakat. Di satu tempat tersedia banyak barang tertentu, sedangkan di tempat lain sama sekali barang tersebut tidak dijumpai namun ternyata dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Oleh karenanya pertukaran barang secara langsung adalah langkah awal dalam pemecahan masalah. Ini berarti orang yang membutuhkan sesuatu barang yang tidak dijumpai di tempatnya, harus berusaha untuk mendatangkan dari tempat
91
Uang Dalam Ekonomi Islam
barang tersebut dapat dijumpai dan tersedia dalam jumlah yang cukup besar. Sedangkan barang yang banyak terdapat di daerahnya dan disukai oleh anggota masyarakat di daerah lain dapat saling dipertukarkan. Disinilah muncul istilah barter. Uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga. Karena itu, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk mengukur setiap barang dan tenaga. Misalnya: harga adalah standar untuk barang, sedangkan upah adalah standar untuk manusia; masing-masing merupakan perkiraan masyarakat terhadap nilai barang dan tenaga orang. Dalam hal ini, sekuritas, saham dan sejenisnya tidak bisa disebut sebagai uang. B.
a)
Pembahasan Sejarah Uang
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara sendiri. Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan berbagai buahbuahan. Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makananya secara mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini, manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli. Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju, kegiatan dan interaksi antarsesama manusia meningkat tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga semakin beragam. Ketika itulah, masing-masing individu mulai tidak mampu memenuhi kebutuhanya sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam, pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri, atau kebutuhan yang lain. Satu sama lain mulai saling membutuhkan, karena tidak ada individu yang secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sejak saat itulah, manusia mulai mengguanakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter. Maka periode itu disebut zaman barter1. Hanya saja, cara ini walau pada awalnya sangat mudah dan sederhana, kemudian perkembangan masyarakat membuat sistem ini
1
Mustafa Edwin Nasution, et. al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta, cet.III, 2010, hal.240
92
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
menjadi sulit dan muncul kekurang-kekurangan. Beberapa kekurangan sistem barter sebagai berikut2: 1. Kesusahan mencari keinginan yang sesuai antara orang-orang yang melakukan transaksi, atau kesulitan untuk mewujudkan kesepakatan mutual. Misalnya seseorang yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu dan membutuhkan jasa seorang pandai besi sebagai imbalan jasanya. Bisa saja dia menemukan pandai besi, tapi tidak membutuhkan jasa tukang kayu sehingga dia harus pergi dan mencari pandai besi yang lain yang sedang mebutuhkan jasa tukang kayu. Demikian waktu menjadi banyak terbuang dengan sia-sia sampai dia menemukan pandai besi. 2. Perbedaan ukuran barang dan jasa, dan sebagian barang yang tidak bisa dibagi-bagi. Katakanlah pemilik zaitun yang membutuhkan wol menemukan pemilik wol yang juga membutuhkan zaitun. Hanya saja tidak ada kesepakatan antara keduanya dalam hal ukuran barang yang dibutuhkan. Pemilik zaitun memiliki 10 liter zaitun sedangkan pemilik wol hanya memiliki sedikit wol yang tidak sesuai dengan jumlah ukuran zaitun. Sedang pemilik zaitun sendiri tidak ingin membagi-bagi barangnya. Terkadang barang itu sendiri tidak bisa dibagi-bagi seperti orang yang memiliki seekor kambing dan membutuhkan baju. Ukuran seekor kambing jelas menyamai lebih dari baju dan tidak mungkin baginya untuk membagibagi kambingnya sebagai bayaran untuk sepotong baju. Terjadi kesulitan dalam pertukaran. 3. Susahnya membuat membuat sebuah tolak ukur secara umum dari berbagai barang dan jasa. Dalam sisterm barter manusia kesulitan dalam mengetahui nilai- nilai suatu barang ketika ingin ditukar dengan berbagai barang yang lain, sebagaimana mereka juga kesulitan dalam menentukan nilai suatu jasa ketika ingin di tukar dengan barang atau jasa yang lain. Adanya keterbatasan-keterbatasan dalam perekonomian barter ini menimbulkan kebutuhan akan suatu benda yang disebut sebagai alat tukar. Pada tahap permulaan masyarakat kuno belum menciptakan bentuk uang secara khusus, tetapi menggunakan benda atau komoditi yang sudah ada pada saat itu dan dinilai cukup berharga untuk dianggap sebagai uang. Oleh karenanya bentuk uang berbeda-beda di setiap daerah. Benda yang pernah berperan sebagai alat tukar misalnya: unta dan kambing dikawasan jazirah arab, sapi dan domba dikawasan afrika,dll.
2
Ahmad Hasan, Auraq Naqdiyah Fi al Iqtisod al Islami, Dar al Fikr,Damaskus, cet. II, 2007, hal. 56
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
93
Uang Dalam Ekonomi Islam
b) -
Sejarah Uang di Berbagai Bangsa3. Uang pada Bangsa Lydia
Dikatakan bahwa Lydian (bangsa Lydia) adalah orang-orang yang pertama kali mengenal uang cetakan. Pertama kali uang muncul ditangan para pedagang ketika mereka merasakan kesulitan dalam jual beli dalam sistem barter lalu mereka membuat uang. Pada masa Croesus 570 - 546 SM, negara berkepentingan mencetak uang. Dan pertama kalinya masa ini terkenal dengan mata uang emas dan perak yang halus dan akurat. Uang pada Bangsa Yunani Bangsa Yunani membuat uang komoditi sehingga tersebar diantara mereka kapas sebagai utensil money dan koin-koin dari perunggu. Kemudian mereka membuat emas dan perak yang pada awalnya beredar diantara mereka dalam bentuk batangan sampai masa dimulainya pencetakan uang tahun 406 SM. Kadang mereka mengukir di uang mereka bentuk berhala mereka, gambar pemimpin mereka, sebagaimana juga kadang mereka mengukir nama negeri dimana uang itu dicetak. Mata uang utama mereka adalah Drachma yang terbuat dari perak. Uang Pada Bangsa Romawi Bangsa Romawi pada masa sebelum abad ke-3 SM menggunakan mata uang yang terbuat dari perunggu yang disebut “Aes”. Mereka juga menggunakan mata uang koin yang terbuat dari tembaga. Dikatakan orang yang pertama kali mencetaknya adalah Numa atau Servius Tullius, dikatakan koin itu dicetak pada tahun 269 SM. Kemudian mereka mencetak Denarius dari emas yang kemudian menjadi mata uang imperium Romawi, dicetak tahun 268 SM. Di atas uang itu mereka cetak ukiran bentuk Tuhan dan pahlawan mereka, hingga masa Julius Caesar yang kemudian mencetak gambarnya di atas uang tersebut. Mata uang Romawi menjadi bermacam-macam sesuai dengan kepentingan politiknya dalam bentuk ukiran pada uang yang digunakan untuk tujuan-tujuan politik. Penipun menyebar di antara mereka dalam mempermainkan mata uang. Kadang tertulis pada uang Denarius suatu nilai yang melebihi dari nilai yang sebenarnya sebagai barang tambang. Kadang juga mereka mencampur emas dengan barang tambang lain karena kepentingankepentingan negara sehingga urusan masyarakat menjadi kacau balau sampai para pedagang tidak mau lagi menerima mata uang dengan nilai harga tertulis.
3
94
Ahmad Hasan, op. cit hal.60
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
-
Uang Pada Bangsa Persia
Bangsa Persia mengadopsi pencetakan uang dari bangsa Lydia setelah penyerangan mereka pada tahun 546 SM. Uang dicetak dari emas dan perak dengan perbandingan (Ratio) 1 : 13,5. Suatu hal yang membuat naiknya nilai emas dari perak. Uang pada mulanya berbentuk persegi empat kemudian mereka ubah menjadi bundar dan mereka ukir pada uang itu ukiran-ukiran tempat peribadatan mereka dan tempat nyala api. Mata uang yang tersebar luas pada bangsa Persia adalah Dirham perak dan betul-betul murni. Ketika sistem kenegaraan mengalami kemunduran, mata uang mereka pun ikut serta mundur. Menurut Mawardi, bangsa-bangsa Persia itu, ketika persoalan sistem kenegaraan mereka hancur, uang mereka ikut hancur bersamanya. Uang Pada Negara-Negara Islam4 Bangsa arab telah bertransaksi menggunakan uang sesuai berat uang tersebut, mereka tidak mengguanakan nominal banyaknya uang tersebut dikarenakan tidak samanya berat suatu uang dengan yang lainya. Sebagaimana mereka tidak membedakan bentuk uang, dan menjadikan emas dan perak sebagai alat tukar dengan berbagai bentuk. Bangsa arab mengadopsi uang dari luar arab dan tidak mempunyai uang khusus dari negaranya. Di Irak dan Yaman menggunakan alat tukar yang didatangkan dari Persia yang dikenal dengan uang perak Persia. Sedangkan Syam dan Mesir menggunakan alat tukar yang didatangkan dari Roma yang di kenal dengan uang emas Romawi. Adapun penduduk jazirah Arab ketika itu menggunakan alat tukar dari emas dan perak yang didatangkan dari perdagangan mereka ke Syam dan Yaman, sebagaimana mereka masih tetap menggunakan system barter dalam kegiatan ekonomi mereka. Uang Pada Zaman Rasul Saw Rasululullah Saw belum mencetak uang yang khusus dari kaum muslimin, itu dikarenakan kesibukan dalam dakwah dan jihad. Akan tetapi kaum muslimin masih menggunakan Dirham Persia dan Dinar Romawi dalam alat tukar menukar mereka, yaitu mengguanakannya sesuai berat uang tersebut bukan nominal banyaknya. Hal ini telah disepakati oleh Rasulullah Saw dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh Umar ra:
ÔºÁ#¿ÉF#ÈmÍ#ÈmνDÍ#ÔÆÏhD#ÀEкÁ#ÀEкD "Timbangan berat (wazan) adalah timbangan penduduk mekkah, dan takara (mikyal) adalah takaran penduduk madinah". Uang Setelah Zaman Rasul Saw 4
Bagian kurikulum ,fiqh muqaran al Azhar, qadaya Fiqhiyah Mu'ashirah, jilid
III
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
95
Uang Dalam Ekonomi Islam
Uang yang digunakan oleh jazirah arab tidak berubah sepeninggal Rasul Saw, khususnya pada zaman khalifah Abu Bakar Sidik ra, pada zaman khalifah Umar ibnu Khatab pada tahun 20 hijriyah, memerintahkan mencetak uang Dirham baru berdasarkan pola Dirham Persia. Berat, gambar, maupun tulisan bahlawiyah (huruf Persia) tetap ada, hanya ditambah dengan lafadz bismillah, dan bismillahi rabbi yang terletak pada tepi lingkaran. Pada saat itu khalifah Umar memperkejakan ahli pembukuan dan akutan orang Persia dalam jumlah besar untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran di baitul mal (keuangan negara). Mata uang khalifah Islam yang mempunyai kecirian khusus baru dicetak oleh pemerintah Imam Ali ra. Namun peredaranya sangat terbatas karena keadaan politik saat itu. Pada zaman Muawiyah, mata uang dicetak dengan gaya Persia dengan mencantumkan gambar pada pedang gubernurnya di Irak. Ziyad juga mengeluarkan Dirham dengan mencantukan nama khalifah. Cara yang dilakukan Muawiyah dan Ziyad yaitu pencantuman gambar dan nama kepala pemerintah pada mata uang masih dipertahankan sampai saat ini, termasuk juga Indonesia. Mata uang yang beredar pada waktu itu belum berbentuk bulat seperti uang logam sekarang ini. Baru pada zaman Ibnu Zubair dicetak untuk pertama kalinya mata uang dengan bentuk bulat, namun peredarannya terbatas di Hijaz. Sedangkan Mus'ab, gubernur di Kufah mencetak uang dengan gaya Persia dan Romawi. Pada tahun 72-74 hijriyah, Bisr bin Marwan mencetak mata uang yang disebut Athawiya. Sampai zaman ini mata uang khalifah beredar bersama dengan Dinar Romawi, Dirham Persia, dan sidikit Himyarite Yaman. Barulah pada zaman Abdul (76 H) pemerintah mendirikan tempat percetakan uang di Daar Idjard, Suq Ahwaj, Sus, Jay, Manadar, Maysan, Ray, Abarqubadh, dan mata uang khalifah dicetak secara terorganisir dengan kontrol pemerintah. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan itu, Dirham dicetak dengan corak Islam. Terdapat lafadz-lafadz Islam yang ditulis dengan huruf Arab gaya Kufi pada Dirham tersebut. Ketika itu Dirham Persia tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian (77 H/697 H) Abdul Malik bin Marwan mencetak dinar khusus yang bercorak Islam setelah meningglkan pola Dinar Romawi. Gambar-gambar Dinar lama diubah dengan tulisan atau lafadz-lafadz Islam, seperti: Allahu Ahad, Allah Baqa'. Sejak tiulah orang Islam memiliki Dinar dan Dirham yang secara resmi digunakan sebagai mata uangnya5.
5
Mustafa Edwin Nasution, et. al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta, cet.III, 2010, hal. 247
96
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
c)
Klasifikasi dan Fungsi Uang
Uang dapat diklasifikasikan atas beberapa dasar yang berbeda-beda, seperti misalnya sifat fisik dan bahan yang dipakai untuk membuat uang atau yang mengeluarkan atau yang mengedarkan. Klasifikasi uang dapat diuraikan sebagai berikut : - Uang Barang (Commodity Money)
-
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komodity atau bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang. Namun tidak semua barang bisa menjadi uang, diperlukan tiga kondisi utama, agar suatu barang bisa dijadikan uang, antara lain6: - Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang itu harus terbatas. - Daya tahan (durability), barung tersebut harus tahan lama. - Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernialai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi. Uang Logam (Metalic Money) Sejalan berubahnya zaman uang komoditas atau uang barang dianggap mempunyai banyak kelemahan. Diantaranya, uang barang tidak memiliki pecahan, sulit untuk disimpan dan sulit untuk dibawa atau di angkut. Kemudian manusia mulai memikirkan alternatif lain untuk membuat suatu barang lain yang bisa digunakan sebagai uang. Kemudian terhadap barang yang bisa digunakan sebagai uang, jatuh pada logam-logam mulia, seperti emas dan perak. Ada sejumlah alas an mengapa emas dan perak dipilih sebagai uang. Kedua logam tersebut memiliki nilai tinggi, langka, dan dapat diterima secara umum sebagai alat tukar. Kelebihan lainnya, emas dan perak dapat dipecah menjadi bagianbagian yang kecil dengan tetap mempunyai nilai yang utuh. Selain itu logam mulia ini juga tidak mudah susut dan rusak7.
-
Uang Kertas (Token Money) Ketika Perang Dunia I berkecamuk tahun 1914, Turki seperti Negara- negara lainnya mengumumkan pemberlakuan wajib terhadap uang kertas dan membatalkan transaksi dengan emas dan perak. Pada tahun 1914, uang kertas di seluruh dunia bersifat wajib dan tidak terikat dengan penopang barang tambangan tertentu. Setelah Perang Dunia I berlalu, Inggris berusaha mengembalikan sistem penopang emas untuk memperkuat 6 7
Mustafa Edwin Nasution, op, cit hal. 240 Ibid, hal. 241
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
97
Uang Dalam Ekonomi Islam
mata uangnya demi menjaga posisinya di dunia internasional. Pada masa tahun 1925-1931 memberlakukan sistem emas batangan sebagai penopang uang kertas disertai kemampuan untuk menerbitkan uang kertas melebihi emas penopang. Dengan demikian Inggris adalah negara pertama memberlakukan sistem ini kemudian diikuti Perancis tahun 1928. Sedangkan negara berkembang, sistem keuangannya mengikuti sistem negara yang menjajahnya8. Ada beberapa keuntungan penggunaan uang kertas, di antaranya biaya pembuatan rendah, pengirimannya mudah, penambahan dan pengurangan lebih mudah dan cepat, serta dapat dipecah-pecahkan dalam jumlah berapa pun. Namun kekurangan uang kertas juga cukup signifikan, antara lain uang kertas ini tidak bisa dibawa dalam jumlah yang besar dan karena dibuat dari kertas sangat mudah rusak. Uang kertas terbagi menjadi tiga macam, yaitu9: #ÔMØEƽDÍF#Ô¾ÏhM½D#gζƽD (uang pengganti)
Ô¶ÐTνD#gζƽD (uang dokumen bukti) ÔÐÁDn½äD#gζƽD (uang jaminan) -
Uang Giral (Deposit Money) Yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang beredar pada bank yang dapat diambil oleh si pemegangnya sewaktu-waktu. Uang giral muncul dari gagasan masyarakat seiring dengan perkembangan perbankan. Uang kertas yang dirasa mempunyai kelemahan dalam menyelesaikan transaksi-transaksinya terutama untuk transaksi dalam jumlah yang besar di mana sejumlah uang kertas harus dibawa-bawa sehingga menimbulkan resiko tertentu dan keadaan yang tidak praktis, maka uang giral muncul untuk menyelesaikan transaksi-transaksi perdagangan. Penggunaan uang giral dan semakin berkembangnya penggunaan cek dan giro bilyet dalam kegiatan perekonomian masyarakat tergantung dari kemajuan cara berpikir masyarakat dan kemajuan perekonomian suatu negara, artinya bila kemajuan perekonomian telah cukup baik maka kepercayaan masyarakat
8
WWW.Facebook.com /modall.nekat, diakses tanggal 11 desember 2013 jam
01.51 9
Dr. Wahbah Zuhaili, al Mu'amalah al Maliyah al Mu'ashirah, Dar Fikr, Damaskus, cet. VII, 2009, hal.151
98
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
terhadap jasa-jasa perbankan akan semakin besar dan mereka semakin banyak memerlukan uang giral10. Keuntungan uang giral sebagai alat pembayaran adalah11: - Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bisa diuangkan oleh yang tidak berhak. - Dapat dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang rendah. - Tidak diperlukan uang kembali sebagai cek dapat ditulis sesuai dengan nilai transaksi.
-
Namun di balik kelebihan system ini, sesungguhnya tersimpan bahaya besar. Kemudahan perbankan menciptakan uang giral di tambah dengan instrument bunga bank membuka peluang terjadinya uang beredar yang lebih besaar daripada transaksi riilnya. Inilah yang kemudian menjadi pertumbuhan ekonomi yang semu (bubble economy). Para ahli ekonomi membagi fungsi uang (baik dari segi konvesional atau ekonomi Islam) menjadi empat hal, dua fungsi asli dan dua fungsi turunan. Fungsi asli meliputi: Sebagai Alat Tukar (Medium of Exchange) Ini adalah fungsi pokok dari uang. Dengan uang sebagai alat tukar, seseorang dapat memperoleh barang atau jasa sesuai yang ia inginkan. Tidak seperti sistem barter pada zaman dahulu. Misalnya seseorang yang mempunyai apel, dan dia membutuhkan beras. Dalam sistem barter, orang yang mempunyai apel harus pergi ke pasar dan mencari orang yang mempunyai beras dan dia juga membutuhkan apel. Dan terjadilah barter di antara kedua belah pihak. Saat ini, ketika manusia menggunakan uang sebagai alat tukar. Maka seseorang yang mempunyai apel tadi, menjual apelnya dengan uang. Kemudian ia membeli beras dengan uang tersebut. Dan pemilik beras menjual berasnya dengan uang, sehingga ia dapat membeli barang apapun juga dengan uang tersebut. Sebagai alat tukar, uang akan membuat kegiatan ekonomi semakin mudah dan efisien karena para pelaku ekonomi dapat melakukan transaksi kapan, di mana, dan dengan siapa saja. Dengan demikian, uang dapat membagi transaksi menjadi dua jenis: - Transaksi penjualan barang atau jasa untuk mendapatkan uang - Transaksi pembelian barang atau jasa dengan uang tersebut 10
WWW.Facebook.com /modall.nekat, diakses tanggal 11 desember 2013 jam
01.51 11
Mustafa Edwin Nasution, et. al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta, cet.III, 2010, hal.242
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
99
Uang Dalam Ekonomi Islam
-
Agar terwujudnya fungsi uang sebagai alat tukar, para ahli ekonomi mensyaratkan adanya keikhlasan dan keridhaan dari kedua belah pihak terhadap kelayakan uang tersebut. Ulama-ulama muslim telah membahas fungsi uang ini di dalam kitab-kitabnya. Sebagai contoh Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan bahwa “Allah Swt menjadikan uang dinar dan dirham sebagai hakim dan penengah di antara harta benda lainnya sehingga harta benda tersebut dapat diukur nilainya dengan uang dinar dan dirham”.12 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “(Mata uang) dinar dan dirham asalnya bukan untuk dimanfaatkan zatnya. Tujuannya adalah sebagai alat ukur (untuk mengetahui nilai suatu barang). Dirham dan dinar bukan bertujuan untuk dimanfaatkan zatnya, keduanya hanyalah sebagai media untuk melakukan transaksi. Oleh karena itu fungsi mata uang tersebut hanyalah sebagai alat tukar, berbeda halnya dengan komoditi lainnya yang dimanfaatkan zatnya.”13 Sebagai Satuan Hitung (Unit of Account)
Dengan adanya uang, maka nilai suatu barang dapat diukur dan diperbandingkan. Nilai suatu barang dapat dinyatakan dengan harga. Penggunaan uang sebagai alat satuan hitung akan memudahkan masyarakat menentukan nilai suatu barang. Pada sistem barter dahulu, terdapat kesulitan dalam menentukan satuan nilai pada suatu barang atau jasa. Misalnya Arif memiliki seekor onta, dan ia ingin menukarkan ontanya dengan gandum. Maka pada sistem barter, sangat sulit untuk menentukan berapa kilo gandum yang harus diberikan untuk menganti seekor onta tersebut. Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengibaratkan uang bagaikan cermin. Cermin dapat memantulkan berbagai macam warna, sedangkan cermin sendiri tidak berwarna. Dalam arti uang berfungsi sebagai ukuran nilai yang dapat merefleksikan harga benda yang ada dihadapannya. Dengan demikian uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri karena uang tidak mempunyai harga tapi ia sebagai alat untuk menghargai semua barang.14 Sedangkan fungsi turunan di antaranya adalah: - Sebagai Penyimpan Nilai (Store of Value)
12
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, 4/91, hal 222 Majmu’ Al Fatawa, 19/251-252 14 http://rozalinda.wordpress.com. Diakses pada , 11 November 2013, pukul 13
22.45
100
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
-
Yang dimaksud dengan uang sebagai penyimpan nilai misalnya seseorang yang memiliki uang, tidak wajib baginya untuk membelanjakan semua uang yang ia miliki pada saat itu juga. Tetapi adakalanya ia mengakhirkan dan menyimpan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan mendatang. Contoh uang sebagai penyimpan nilai: Dhini memiliki uang sebanyak 100.000 LE. Dengan uang itu, ia membeli sebuah sepeda seharga 500 LE. Dan menyimpan sisanya untuk membeli mobil dua bulan kemudian. Karena saat itu, Dhini belum mempunyai garasi untuk menyimpan mobil tersebut. Pada contoh di atas, uang berfungsi sebagai penyimpan nilai. Karena jika Dhini menyimpan nilai tersebut dalam bentuk mobil pada saat itu, maka ia akan mengalami berbagai kesulitan. Mungkin mobil itu akan hilang atau rusak karena tidak adanya garasi yang melindunginya. Adapun jika disimpan dalam bentuk uang, itu akan mempermudah Dhini dalam menyimpannya. Agar terwujudnya uang pada fungsi ini, para ahli ekonomi mensyaratkan terjaganya kestabilan nilai atau daya beli pada masa mendatang. Jika hal itu tidak terjadi, maka membelanjakan uang dalam bentuk barang pada masa sekarang bisa jadi lebih baik dari pada menyimpannya dalam bentuk uang. Dr. Muhammad Zaki Syafi’i mengatakan bahwa uang akan mengalami fluktuasi nilai atau daya beli suatu produk dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi pada Perang Dunia I, dimana harga barang naik, sehingga nilai uang menjadi rendah. Pada saat itu, setiap manusia menyimpan hartanya dalam bentuk saham atau barang-barang tahan lama, seperti: rumah, tanah dan sawah. Imam Abu Hamid Al-Ghazali menegaskan bahwa “Barang siapa yang memiliki uang (emas dan perak), maka ia akan memiliki segalanya.” Ibnu Khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan dalam perkataan beliau: “Kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang emas dan perak, sebagai nilai untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan orang-orang di dunia.” 15 Sebagai Alat Penundaan Pembayaran (Standard of Deferred Payment) Transaksi-transaksi barang dan jasa seringkali dilakukan dengan pembayaran tertunda (kredit). Misalnya: Agus menjual jas di pasar, lalu datanglah seorang pembeli. Tetapi pembeli tersebut tidak membawa uang cukup. Maka, Agus menjualnya dengan sistem kredit (taqsid). Fungsi ini dapat dilakukan dengan baik jika nilai uang stabil. Nilai uang dikatakan 15
Dr. Muhammad Syaraf Dawabah, Al Iqtishad al Islamy Madkholun wa Manhajun, Darussalam, Kairo, cet. I, 2010, hal. 184
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
101
Uang Dalam Ekonomi Islam
d)
stabil apabila uang yang dibelanjakan memperoleh barang yang jumlah dan mutunya sama setiap sata. Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka fungsi uang sebagai alat penundaan pembayaran tidak dapat terlaksana dengan sempurna. Contoh lainnya adalah pegawai yang mendapat gaji sebulan sekali setelah satu bulan penuh bekerja. Selain itu seseorang yang meminjam uang harus membayarkan hutangnya di masa depan. Perbedaan Fungsi Uang Menurut Ekonomi Islam dan Kapitalisme16
secara umum, semua mata uang akan berfungsi sama. Sebagai alat tukar, satuan hitung, penyimpan nilai, dan sebagai alat penundaan pembayaran. Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah, melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Uang kertas merupakan bagian yang besar dari uang kartal. Semua uang kertas beredar beredar merupakan uang kertas yang diedarkan atau dikeluarkan oleh bank Sentral yaitu Bank Indonesia dengan otoritas pemerintah yaitu Departemen Keuangan. Uang kertas dan uang logam disebut sebagai uang kartal. Uang giral merupakan simpanan uang pada suatu bank yang dapat diambil sewaktu-waktu dengan menulis cek yang merupakan perintah oleh pemilik simpanan giro tersebut kepada bank untuk membayar kepadanya atau kepada orang lain yang ditunjuk dan dituliskan pada cek tersebut. Cek dapat digunakan untuk pembayaran transaksi jual beli atau transaksi keuangan lainnya. Ia lebih disenangi dari pada uang kartal dalam pembayaran karena ia lebih aman, lebih mudah dan praktis tanpa harus menghitung seperti pembayaran dengan uang kartal. Hadirnya uang dalam sistem perekonomian akan mempengaruhi perekonomian suatu negara, yang biasanya berkaitan dengan kebijakankebijakan moneter. Pada umumnya analisis ekonomi suatu negara ditentukan oleh analisis atas ukuran uang yang beredar. Menurut Keynes (dalam Nopirin, 1998), seseorang mengatur uang atau asetnya dipengaruhi oleh tiga hal, sebagai berikut: 1. Money demand for transaction (permintaan uang untuk transasksi). 2. Money for precautionary (permintaan uang untuk berjaga–jaga). 3. Money demand for speculation (permintaan uang untuk spekulasi).
16
Mustafa Edwin Nasution, et. al., Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta, cet. III, 2010, hal. 248-249
102
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
Sedangkan dalam Islam, uang hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah uang tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri. Melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Ketika uang diperlakukan sebagai komoditas oleh sistem kapitalis, berkembanglah apa yang disebut pasar uang (money market). Terbentuknya pasar uang ini menghasilkan dinamika yang khas dalam sistem konvensional, terutama pada sektor moneternya. Pasar uang ini kemudian berkembang dengan munculnya pasar derivatif, yang merupakan turunan dari pasar uang. Pasar derivatif ini menggunakan instrumen bunga sebagai harga dari produkproduknya. Transaksi di pasar uang dan pasar derivatifnya ini tidak berlandaskan motif transaksi yang riil sepenuhnya, bahkan sebagian besar di antaranya mengandung motif spekulasi. Maka tak heran jika perkembangan di pasar moneter konvensional begitu spektakuler. Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riil. Disinilah bedanya dengan ekonomi konvensional yang memisahkan antara sektor finansial dan sektor riil. Akibat keterpisahan itu, maka arus uang (moneter) berkembang dengan cepat sekali, sementara arus barang di sektor riil semakin jauh tertinggal. Sektor moneter dan sektor riil menjadi sangat tidak seimbang. Pakar manajamen tingkat dunia, Peter Drucker, menyebut gejala ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang/jasa sebagai adanya decoupling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa.17 Sekedar ilustrasi, dari fenomena decoupling tersebut, menurut data dari sebuah NGO asal Amerika Serikat, volume transaksi yang terjadi di pasar uang dunia berjumlah US $ 1,5 triliun hanya dalam sehari, sedangkan volume transaksi yang terjadi dalam perdagangan dunia di sektor riil US $ 6 triliun setiap tahun. Bisa dibayangkan dengan empat hari transaksi di pasar uang, nilainya sudah menyamai transaksi di sektor riil selama setahun. Inilah yang kemudian menciptakan satu kondisi perekonomian gelembung (bubble economic), suatu kondisi yang melibatkan transaksi keuangan yang besar sekali, namun sesungguhnya tidak ada isinya karena tidak dilandasi transaksi riil yang setara.
17
http://www.agustiantocentre.com. Diakses pada , 6 Desenber 2013, pukul
21.05 WK
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
103
Uang Dalam Ekonomi Islam
e)
Uang Kertas dalam Perspektif Islam
Pada saat Nabi Muhammad SAW diutus sebagai nabi dan rasul, beliau menetapkan apa yang telah menjadi tradisi penduduk Mekkah, Dinar emas dan dirham perak serta uang logam (uang tembaga) sebagai mata uang yang berlaku. Sejak zaman Rasulullah SAW Mata uang tersebut terus digunakan dalam transaksi berbagai kebutuhan dan perdagangan hingga muncul mata uang kertas (paper money), tepatnya setelah Perang Dunia I pada tahun 1914 M. Semenjak itu, banyak negara tidak lagi mempergunakan dinar, emas dan dirham perak sebagai mata uang dan alat tukar, meskipun sebagian negara tetap menggunakan nama dinar untuk mata uang negara seperti negara Kuwait namun Dinar berbentuk uang kertas. Secara etimologi, kata uang dalam terjemahan bahasa Arab nuqud mempunyai beberapa makna: baik, lawan tempo atau tunai, yakni memberikan bayaran segera. Disebutkan dalam hadits: Naqadani al-tsaman (#ÇÂU½D#ÑÅh¶Å ) artinya: dia membayarku dengan harga tunai secara langsung tanpa ditunda. Kata uang (nuqud/money) tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun dalam al Hadits. Karena bangsa Arab menggunakan kata dinar untuk mata uang emas dan dirham untuk mata uang perak. Mereka juga menggunakan kata wariq untuk menunjukan dirham perak dan ’ain untuk dinar emas. Sedangkan kata fulus dipakai untuk menunjukan alat tukar tambahan untuk membeli barangbarang murah. Para ulama fikih menyebut mata uang dengan menggunakan kata dinar, dirham dan fulus. Untuk menunjukan dinar dan dirham mereka menggunakan kata naqdain (mustanna). Menurut Al-Sarkhasy (Al-Mabsuth: 14), nuqud hanya dapat digunakan untuk transaksi atas nilai yang terkandung, karenanya nuqud tidak dapat dihargai berdasarkan bendanya. Jadi definisi uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar nilai harga, media transaksi dan media simpanan. Dengan demikian nampak jelas bahwa para fakih mendefinisikan uang dari perspektif fungsi-fungsinya dalam ekonomi, yaitu: a. Sebagai standar nilai harga komoditi dan jasa; b. Sebagai media pertukaran komoditi dan jasa; dan c. Sebagai alata simpanan. Kesimpulannya, mata uang adalah setiap sesuatu yang dikukuhkan pemerintah sebagai uang dan memberinya kekuatan hukum yang bersifat memenuhi tanggungan dan kewajiban, serta diterima secara luas. Sedangkan uang lebih umum dari pada mata uang, karena mencakup mata uang dan yang serupa dengan uang. Dengan demikian, setiap mata uang adalah uang, tetapi tidak semua mata uang itu uang. Islam tidak menentukan mata uang tertentu untuk dijalankan oleh umat muslim, kalaupun Rasulullah saw menyebutkan Dinar dan Dirham bukan berarti mata uang yang harus dipraktikkan hanya terbatas kepada jenis itu saja.
104
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, semua teks agama yang menyebut kata Dinar dan Dirham tidak menyebut satu-satunya alat transaksi. Kedua, karakteristik muamalah (transaksi) bersifat dinamis, diserahkan kepada kreatifitas manusia sepanjang tidak berbuat zalim. Karena pada dasarnya muamalah adalah halal. Ketiga, uang kertas dapat dianalogikan (qiyas) dengan Dinar dalam aspek dengan standar nilai, alat tukar dan alat saving. Uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang disebut fiat money. Dinamakan demikian karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar dan memiliki daya beli tidak disebabkan karena uang tersebut dilatarbelakangi oleh emas. Dulu ketika dunia masih mengikuti standar emas (gold standard) memang benar uang dilatarbelakangi oleh emas. Namun rezim ini telah lama ditinggalkan oleh perekonomian dunia pada pertengahan dasa warsa 1930-an (Inggris meninggalkannya pada tahun 1931 dan seluruh dunia telah meninggalkannya pada tahun 1976). Kini uang kertas yang beredar dalam kehidupan kita sehari-hari menjadi alat tukar karena pemerintah menetapkannya sebagai alat tukar. Sekiranya pemerintah mencabut keputusannya dan menggunakan uang dari jenis lain, niscaya uang kertas tersebut tida memiliki bobot yang sama. Ketika uang kertas telah menjadi alat pembayaran yang sah, sekalipun tidak dilatarbelakangi lagi oleh emas, maka kedudukannya dalam hukum sama dengan kedudukan emas dan perak yang pada waktu Al-Qur’an diturunkan tengah menjadi alat pembayaran yang sah. Karena itu riba berlaku pada uang kertas. Uang kertas juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakatnya. Dan zakat pun sah dikeluarkan dalam bentuk uang kertas. Begitu pula ia dapat digunakan sebagai alat untuk membayar mahar. Ulama ahli fiqih berbeda persepsi dan sikap menghadapi uang kertas setelah masyarakat secara umum menggunakannya sebagai alat jual beli, berikut pendapat mereka secara global: Pendapat pertama: Uang kertas adalah surat piutang yang dikeluarkan oleh suatu negara, atau instansi yang ditunjuk. Diantara ulama yang berpendapat dengan pendapat ini ialah syeikh Muhammad Amin As Syanqithy rahimahullah18 , Ahmad Husaini19, Syeikh Abdul Qodir Bin Ahmad Bin Badran20. Pendapat ini lemah atau kurang kuat, dikarenakan bila pendapat ini benar-benar diterapkan, berarti tidak dibenarkan membeli sesuatu yang belum ada atau yang disebut dengan pemesanan atau salam, karena menurut pendapat ini akad tersebut menjadi jual18
Adwa’ul Bayan oleh asy-Syinqithy, Beirut jilid 1 hal.256 Bahjatul Musytaaq Fi Hukmi Zakaat al-Auraaq annaqdiyah, kurdistan ilmiyah hal.67 20 Al-uqud al-yaqutiyahfi jidil asilah al-kuwaitiyah libni Badran, Kuwait , Hal 220,225 19
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
105
Uang Dalam Ekonomi Islam
beli piutang dengan dibayar piutang, dan itu dilarang dalam syari’at Islam, sebagai mana sabda Nabi Muhammad SAW:
#«ÐL#Ç©#ÕÊÅ#ËÅF,#=#Ãù¾oÍ#Ëо©#D#Õù¾w# ƽD#Ç©#=#EÂÊÆ©#D#Ñ{k#l©#ÇLD#Ç© "óµkDîh½DÍ#ùED#ÌDÍk#1+Ú½Eº½EL#Ú½Eº½D “Dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannnya beliau melarang jual-beli piutang dengan dibayar piutang.” (HR. al-Hakim) Pendapat kedua: Uang kertas adalah salah satu bentuk barang dagangan, tidak mengandung sifat tsamaniyah serta hukum yang berlaku untuk uang kertas tersebut adalah hukum barang dagangan. Pendapat ini dianut oleh beberapa ulama madzhab Maliky diantanya Syeikh ‘Alays21, dan Syaikh Abdurrahman as-Sa’dy rahimahullah (sebagaimana beliau nyatakan dalam kitab Fatawa asSa’diyyah)22. Sebagaimana pendapat sebelumnya, pendapat ini ketika diterapkan dan dicermati dengan seksama akan nampak berbagai sisi kelemahannya, di antaranya ialah: pendapat ini akan membuka lebar-lebar berbagai praktik riba dan menggugurkan kewajiban zakat dari kebanyakan umat manusia. Hal ini dikarenakan uang yang berlaku pada zaman sekarang terbuat dari kertas, sehingga -konsekuensinya- tidak dapat diqiyaskan dengan keenam komoditi riba. Sebagaimana halnya zakat mal tidak dapat dipungut dari orang yang kekayaannya terwujud dalam uang kertas, berapapun jumlahnya, karena kertas bukan termasuk harta yang dikenai zakat kecuali jika untuk diperjual belikan atau diniagakan. Dan tidak diperbolehkan jual beli salam dengan uang kertas jika uang tersebut dijadikan barang dagangan. Karena jual beli salam harus dibayarkan tunai dan pembayarannya bukan dengan barang. Pendapat ketiga: Uang kertas adalah mata uang tersendiri yang memiliki sifat tsamaniyah (nilai ) sebagaimana halnya uang emas dan perak, dan dijadikan pengganti dari emas dan perak. Didalam uang kertas berlaku hukum-hukum fiqih yang diberlakukan untuk emas dan perak diantaranya riba dan Zakat. Terlebih setiap orang didunia telah mengakuinya dan menerimanya sebagai standar nilai, alat tukar dan perantara transaksi serta alat saving. Sehingga uang kertas yang beredar di dunia sekarang ini berbeda-beda jenisnya selaras dengan perbedaan negara yang mengeluarkannya.
21 22
106
Fatfhul ‘ali almaliki fil fatawa ‘ala madzhab malik, riyad, jilid 1 hal 110 Fatawa as-Sa’diyyah, maktabah alma’arif, Riyadh hal 213 dan 229
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
Diantara ulama fiqih kontemporer yang mengemukakan pendapat tersebut adalah: Syeikh Abu BAkar Al-kasynawi23 , Dr. Yusuf Al-qardhawi24 , Syeikh Hasan Ma’mun (Grandsyeikh Alazhar)25 dan lain sebagainya. Meskipun ulama fiqih dipendapat ketiga sepakat mengatakan bahwa uang mempunyai nilai (tsamaniyah nuqud) mereka berbeda pendapat pada istinbat/pengambilan inti nilai serta tingkatan nilai yang disandarkan kepada naqdain. Kepada 4 pendapat: Pendapat pertama: Uang kertas disamakan dengan fulus (yaitu alat jual beli yang terbuat dari selain emas dan perak, dan digunakan untuk membeli kebutuhan yang ringan. Biasanya terbuat dari tembaga atau yang serupa. Dan biasanya fulus semacam ini pada masyarakat zaman dahulu, berubah-rubah pengunaannya, kadang kala berlaku, dan kadang kala tidak), dan pendapat ini walaupun sekilas terlihat kuat, akan tetapi perbedaan fungsinya dengan uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang menjadikannya pendapat yang lemah. Sebab, fulus digunakan untuk membeli barang-barang yang sepele, berbeda halnya dengan uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang. Pendapat kedua: uang kertas merupakan ganti dari uang emas dan perak. Dan menempati posisi sebagai pengganti emas dan perak secara mutlak serta dihukumi seperti naqdain. Pendapat ketiga: uang kertas mempunyai sifat tsamaniyah (nilai) akan tetapi, nilai yang terkandung didalam uang kertas tidak sama dengan nilai yang ada pada naqdain26 selanjutnya mereka menambahkan bahwa uang kertas bukan emas dan perak, melainkan diberi sifat tsamaniyah (nilai), oleh sebab itu nilai yg terkandung dalam uang kertas lebih sedikit. Dan tidak dihukumi sepenuhnya seperti naqdain. Yang bisa menyebabkan riba nasiah dan riba tafadhul. Tapi didalam uang kertas hanya berlaku riba nasi’ah. Tidak riba tafdahul. Ulama fiqih telah mendiskusikan dan menolak pendapat ini, karena jika sifat tsamaniyah (nilai) sudah ditetapkan untuk unag kertas, maka hukum muamalahnya pun otomastis menjadi seperti naqdain. yang tidak diperbolehkan adanya unsur riba, baik riba nasi’ah27 atau riba tafadhul28. Pendapat keempat: Uang merupakan mata uang tersendiri seperti halnya emas dan perak yang mempunyai nilai tukar dan dipergunakan sebagai alat tukar. Serta menduduki posisi emas dan perak. Uang kertas terdiri dari berbagai
23
Alhalul madarik lil kasynawi, mesir, isa halabi, jil I hal 370 Fiqul zakat jil 1 hal 273 dan Fatawa Mu’asyiroh jil 1 hal 613 25 Alfatawa Alislamiyyah, darul ifta mesir ,jil 5 hal 1778 26 Alfatawa assa’diyah, hal 316, 318, 328 27 Pertukaran dua barang ribawi yang memiliki illat (sebab) yang sama dengan menagguhkan penyerahan keduanya atau salah satunya 28 Pertukaran dua barang ribawi yang sejenis dengan ada kelebihan atau tambahab salah satunya. 24
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
107
Uang Dalam Ekonomi Islam
macam jenis. tergantung institusi dan Negara yang mengeluarkannya, contohnya: dinar Kuwait, real Saudi, dan lain sebagainya. Jumhur ulama merajihkan pendapat ketiga dari tiga pendapat pokok diatas, yang menyatakan bahwa: Uang kertas adalah mata uang tersendiri yang memiliki sifat tsamaniyah (nilai ) sebagaimana halnya uang emas dan perak, dan dijadikan pengganti dari emas dan perak. Didalam uang kertas berlaku hukum-hukum fiqih yang diberlakukan untuk emas dan perak. Terlebih setiap orang didunia telah mengakuinya dan menerimanya sebagai standar nilai, alat tukar dan perantara transaksi serta alat saving. Seta mengandung unsure riba dan wajib dizakati jika telah mencapai nisabnya setara dengan 84 gram emas. Meskipun dikeluarkan oleh negara atau institusi yang berbeda. Dan yang menjadikan uang itu mengandung unsur riba adalah karena mengandung sifat tsamaniyah (nilai). C. Kesimpulan Uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga. Karena itu, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk mengukur setiap barang dan tenaga. Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju, kegiatan dan interaksi antar sesama manusia meningkat tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga semakin beragam. Ketika itulah, masingmasing individu mulai tidak mampu memenuhi kebutuhanya sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam, pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri, atau kebutuhan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, timbullah yang namanya barter. Cara ini walau pada awalnya sangat mudah dan sederhana, kemudian perkembangan masyarakat membuat sistem ini menjadi sulit dan muncul kekurang-kekurangan. Uang dapat diklasifikasikan atas beberapa dasar yang berbeda-beda, seperti misalnya sifat fisik dan bahan yang dipakai untuk membuat uang atau yang mengeluarkan uang atau yang mengedarkan uang. Sebagai alat tukar, uang akan membuat kegiatan ekonomi semakin mudah dan efisien karena para pelaku ekonomi dapat melakukan transaksi kapan, di mana, dan dengan siapa saja. Ulama-ulama muslim telah membahas fungsi uang ini di dalam kitabkitabnya. Sebagai contoh Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan bahwa “Allah Swt menjadikan uang dinar dan dirham sebagai hakim dan penengah di antara harta benda lainnya sehingga harta benda tersebut dapat diukur nilainya dengan uang dinar dan dirham. Dalam Islam, uang hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah uang tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak
108
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Andi Mardiana
diperlukan untuk dirinya sendiri. Melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. DAFTAR PUSTAKA Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, 4/91. Adwa’ul Bayan oleh asy-Syinqithy, Beirut jilid. Ahmad Hasan, Auraq Naqdiyah Fi al Iqtisod al Islami, Dar al Fikr,Damaskus, cet. II, 2007. Alhalul madarik lil kasynawi, mesir, isa halabi, Alfatawa Alislamiyyah, darul ifta mesir . Alfatawa assa’diyah. Al-uqud al-yaqutiyahfi jidil asilah al-kuwaitiyah libni Badran, Kuwait. Bagian kurikulum fiqh muqaran al Azhar, qadaya Fiqhiyah Mu'ashirah, jilid II Bahjatul Musytaaq Fi Hukmi Zakaat al-Auraaq annaqdiyah, kurdistan ilmiyah hal.67 Fiqul zakat jil 1 hal 273 dan Fatawa Mu’asyiroh jil 1 hal 613 Fatfhul ‘ali almaliki fil fatawa ‘ala madzhab malik, riyad, jilid 1 Fatawa as-Sa’diyyah, maktabah alma’arif, Riyadh http://www.agustiantocentre.com. Diakses pada , 6 Desenber 2013, pukul 21.05 http://rozalinda.wordpress.com. Diakses pada , 11 November 2013, pukul 22.45 Majmu’ Al Fatawa, 19/251-252 Muhammad Syaraf Dawabah, Al Iqtishad al Islamy Madkholun wa Manhajun, Darussalam, Kairo, cet. I, 2010. Mustafa Edwin Nasution, et. al., Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta, cet. III, 2010. Wahbah Zuhaili, al Mu'amalah al Maliyah al Mu'ashirah, Dar Fikr, Damaskus, cet. VII, 2009. WWW.Facebook.com /modall.nekat, diakses tanggal 11 desember 2013 jam 01.51
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
109