PENGARUH PEMBERIA BOKASHI TANDAN SAWIT DAN PUPUK BAKTERI PELARUT FOSFAT (PHOSBACT) TERHADAP PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI PADA TANAH GAMBUT
U. Suci,Y.V.I, Rini Hazriani 1 Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura
Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk pupuk pelarut fosfat terhadap perbaikan sifat fisika tanah dan produksi tanaman kedelai pada tanah gambut. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2010. Pengamatan dilakukan terhadap variabel sifat fisika tanah yang terdiri atas bobot isi, porositas tanah, kadar air kapasitas lapang dan kematangan tanah, sedangkan variabel pertumbuhan dan produksi kedelai terdiri atas tinggi tanaman, jumlah polong isi per tanaman, jumlah bintil akar, berat 100 biji per tanaman dan produksi per tanaman. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, yang terdiri dari 2 faktor yakni pupuk bokashi tandan sawit dan pupuk pelarut fosfat. Faktor pupuk bokashi tandan sawit dan pupuk pelarut fosfat masing-masing terdiri dari 4 taraf. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan pengaruh pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk pelarut fosfat memberikan interaksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap bobot isi lapisan 0-20 cm dan 20-40 cm, porositas lapisan 0-20 cm dan 20-40 cm, kadar air kapasitas lapang lapisan 0-20 cm dan 20-40 cm, kematangan gambut lapisan 0-20 cm dan 20-40 cm. Pengaruh pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk pelarut fosfat (Phosbact) memberikan interaksi yang berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong isi per tanaman dan interaksi yang berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar. Sedangkan untuk parameter tinggi tanaman, berat 100 biji per tanaman dan produksi per tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Kata kunci : bokashi, fisika, gambut, kedelai, variabel
1
PENDAHULUAN Luas lahan gambut di dunia diperkirakan sekitar 400 juta ha. (Najiyati, Lili dan Nyoman, 2005). Menurut Suryadiputra, Alue, Woshodo, dan Muslihat (2005) sebagian lahan gambut tropis di seluruh dunia meliputi areal seluas 40 juta ha serta 50% (20 Juta ha) di antaranya terdapat di Indonesia yaitu di Sumatera, Kalimantan, Papua dan sedikit di Sulawesi. Di Indonesia, mayoritas lahan gambut ditemukan di luar pulau Jawa dengan luasan sekitar 6,45% dari luas lahan gambut di dunia (Quijano, dkk, 1997). Secara potensi lahan gambut dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian, terutama pada tanaman kedelai (Glycine max,L merril) dengan penambahan amelioran. Tanah gambut Indonesia mempunyai pH berkisar antara 2,8 – 4,5 dan umumnya memiliki bobot isi yang jauh lebih rendah dari pada tanah aluvial. Makin matang tanah gambut, maka semakin besar bobot isinya. (Suhardjo dan Widjaya-Adhi, 1976). Beberapa teknologi telah dicoba untuk meningkatkan kesuburan tanah gambut diantaranya penggunaan pupuk organik yang berupa pupuk pupuk pelarut fosfat. Pemberian pupuk organik akan membantu memperbaiki sifat fisik tanah yang rusak karena pemberian pupuk anorganik yang konvensional, sehingga tanah menjadi kompak/padat. Selain itu pemberian pupuk organik dapat merangsang aktivitas mikroorganisme tanah terutama pada perbaikan sifat-sifat fisika tanah gambut itu sendiri. (Hakim, dkk, 1986). Seiring dengan bertambahnya kebutuhan akan kedelai, maka pemanfaatan bokashi tandan sawit dan pupuk pupuk pelarut fosfat sebagai amelioran diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah gambut, sehingga memberikan hasil yang maksimal terhadap produksi tanaman kedelai. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, serta Rumah Plastik di Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Waktu yang diperlukan adalah selama 6 bulan. Bahan yang digunakan adalah tanah gambut yang berasal dari lahan gambut daerah Siantan, Desa Mega Timur Dusun Mega Kencana dengan tingkat kematangan fibrist, kedelai dengan varietas Anjasmoro, Bokashi tandan sawit, Pupuk dasar berupa Urea, SP-20 dan KCl, Pupuk pelarut fosfat / BPF (Phosbact), kapur dolomit (CaMg(CO3)2), Alkohol 96%, Polybag ukuran 50x40 cm, Legin, Insektisida dengan merk Alika dan Furadan 3G. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, pisau, ring sampel, kantong plastik, kertas label, meteran, alat tulis, dan alat-alat untuk analisa sampel di laboratorium seperti timbangan analitik, oven, cawan alumunium, alat dokumentasi, penumbuk, lumpang besar, lumpang kecil, karet, gunting dan piknometer. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, yang terdiri dari 2 faktor yakni pupuk bokashi tandan sawit dan pelarut fosfat. Faktor pupuk bokashi tandan sawit dan pelarut fosfat masing-masing terdiri dari 4 taraf, dan diulang 3 kali sehingga dari kedua faktor tersebut diperoleh 48 perlakuan. Adapun perlakuan yang dimaksud adalah Bokashi limbah tandan sawit dengan(B) terdiri dari : B1 = Bokashi dengan dosis 300 kg/Ha ≈ 7,5 gr/polybag, B2 = Bokashi dengan dosis 600 kg/Ha ≈ 15 gr/polybag, B3 = Bokashi dengan dosis 900 kg/Ha ≈ 22,5 gr/polybag, B4 = Bokashi dengan dosis 1200 kg/Ha ≈ 30 gr/polybag Pemberian pupuk pelarut fosfat (P) terdiri dari : P0 = Tanpa perlakuan, P1 = dosis 200 kg/Ha ≈ 5 gr/polybag, P2 = dosis 400 kg/Ha ≈ 10 gr/polybag, P3 = dosis 600 kg/Ha ≈ 15 gr/polybag
2
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Bobot Isi Lapisan 0-20 cm Hasil analisis keragaman pengaruh pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk pupuk pelarut fosfat (Phosbact) terhadap bobot isi lapisan 0-20 cm dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Data rata rata Bobot Isi (gr/cm3) Lapisan 0 -20 cm Faktor P Faktor B (Pupuk pupuk pelarut fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 0,235 0,240 0,260 0,258 B2 0,261 0,253 0,250 0,245 B3 0,228 0,237 0,238 0,233 B4 0,254 0,241 0,283 0,256 Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai bobot isi lapisan 0-20 cm yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B4P2 yaitu sebesar 0,283 gr/cm3, sedangkan rata rata yang terendah yaitu pada perlakuan B3P0 yaitu 0,228 gr/cm3. perlakuan pemberian bokashi tandan sawit yang berpengaruh nyata terhadap bobot isi lapisan 0 -20 cm, sedangkan perlakuan pemberian pupuk pupuk pelarut fosfat dan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Hal ini dikarenakan bokashi merupakan pupuk yang membantu meningkatkan keberadaan jasad renik dalam tanah yang memberikan aktivitas positif dalam tanah, selanjutnya ditambahkan oleh Najiyati, dkk (2005) bahwa bokashi atau yang biasa disebut juga kompos mengandung mikroorganisme (jasad-jasad renik) yang menguntungkan terutama karena dapat mempercepat proses pematangan gambut dan tidak merusak lingkungan. Sehingga dengan semakin matang tanah gambut maka semakin tinggi nilai bobot isinya dan semakin rendah tingkat kematangan gambut maka semakin rendah nilai bobot isinya. Hasil analisis uji BNJ pada tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan B3 merupakan rata rata yang paling kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya sedangkan perlakuan B4 merupakan perlakuan yang tertinggi dalam memperbaiki bobot isi tanah. Tabel 2 Uji BNJ 5% Pengaruh Pemberian Bokashi Tandan Sawit Terhadap Bobot Isi Lapisan 0 -20 cm Perlakuan rata rata B1 0,248 b B2 0,252 b B3 0,234 a B4 0,258 b BNJ 5% = 0,011 Sumber : Hasil Analisis Data 2010 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf Uji BNJ 5 %. Pengaruh pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk pupuk pelarut fosfat (Phosbact) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot isi lapisan 20-40 cm, hal ini 3
dikarenakan bobot isi tanah dipengaruhi oleh tingkat kematangan bahan organik penyusunnya. Bahan organik yang belum dapat didekomposisi dengan baik akan berpengaruh terhadap bobot isi tanah, Menurut Noor (2000) bobot isi tanah gambut tergantung oleh kematangan bahan organik penyusunnya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan mempunyai nilai > 0,28 gr/cm3. Nilai bobot isi lebih besar ini juga disebabkan oleh aktifitas pengolahan lahan. Menurut Dwidjoseputro (1984)) pengolahan tanah dengan cara penambahan pupuk organik seperti bokashi dapat meningkatkan volume tanah dan tanah yang memiliki butiran-butiran yang kasar menjadi halus sehingga menutup sebagian ruang-ruang pori sehingga menyebabkan peningkatan bobot isi. Selanjutnya dikemukakan oleh Soepardi (1983) bahwa mikroorganisme maupun mahluk-mahluk kecil lainnya termasuk pupuk pelarut fosfat dan jasad renik lainnya. Mikroorganisme sangat berperan penting dalam semua bentuk kehidupan, karena mikroorganisme dapat membantu penyuburan tanah dan mempercepat dekomposisi tanah. 2. Porositas Data perhitungan rata rata porositas tanah untuk lapisan 0-20 cm dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Data rata rata Porositas (%) Lapisan 0 -20 cm Faktor P Faktor B (Pupuk pupuk pelarut fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 79,71 80,50 81,04 79,52 B2 79,88 81,17 79,67 80,11 B3 81,41 80,32 80,41 81,98 B4 80,73 80,39 77,57 79,45 Berdasarkan hasil rata rata perhitungan porositas tanah pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai porositas tanah lapisan 0-20 cm yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B3P3 yaitu sebesar 81,98 %, sedangkan rata rata yang terendah yaitu pada perlakuan B4P2 yaitu 77,52 %. Pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk pelarut fosfat, tidak berpengaruh nyata terhadap porositas lapisan 0-20 cm dan lapisan 20-40 cm. Hal ini disebabkan karena jumlah ruang pori dan ukuran pori, yang kesemuanya ditentukan oleh tingkat dekomposisi bahan organik sangat berhubungan erat dengan bobot isi, Selain itu juga porositas sangat dipengaruhi oleh bobot isi, jika bobot isi tinggi maka dapat menurunkan kandungan pori makro dan mikro serta meningkatkan kandungan pori mikro sehingga secara keseluruhan menurunkan porositas total, sesuai dengan pernyataan Noor (2000) bahwa porositas menurun akan menyebabkan meningkatnya nilai bobot isi, Makin besar bobot isi menyebabkan makin rendahnya nilai kerapatan jenis dan makin kecil nilai ruang pori totalnya. 3. Kadar Air Kapasitas Lapang Data perhitungan rata rata kadar air kapasitas lapang untuk lapisan 0-20 cm dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut :
4
Tabel 4. Data rata rata Kadar Air Kapasitas Lapang (% Vol.) Lapisan 0-20 cm Faktor P Faktor B (Pupuk pupuk pelarut fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 73,79 72,45 72,71 72,42 B2 73,73 71,51 72,15 74,89 B3 74,27 72,95 72,13 69,98 B4 70,12 72,41 69,12 73,20
Berdasarkan hasil rata rata perhitungan kadar air kapasitas lapang pada tabel 4 menunjukkan bahwa nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B2P3 yaitu sebesar 74,89%Vol., sedangkan rata rata yang terendah yaitu pada perlakuan B1P1 yaitu 69,12 %Vol. Pengaruh pemberian bokashi tandan sawit dan bakteri pelarut fosfat (phosbact) tidak berpengaruh nyata terhadap porositas lapisan 0-20 cm dan lapisan 20-40 cm. Hal ini dikarenakan Besar kecilnya nilai kadar air tanah gambut tergantung pada kemampuan tanah menjerap (absorbing) dan mengikat (retaining) air (Noor, 2000). Perbedaan nilai kadar air kapasitas lapangan ditentukan oleh tingkat kematangan gambut dimana kemampuan maksimum memegang air pada gambut fibrik lebih lemah daripada gambut hemik atau saprik. Begitu pula dengan bobot isi tanah gambut, semakin besar bobot isi maka semakin rendah kadar air pada tanah dan semakin rendah nilai bobot isi maka kadar air pada tanah akan semakin tinggi. Kemampuan tanah gambut dalam memegang air mempunyai arti penting bagi pengolahan tanah gambut, pengolahan berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya sifat kemampuan gambut dalam mengikat dan menahan air yang akan mengakibatkan terjadinya gejala kering tidak balik sehingga tanah akan mengalami kekeringan dan dapat mempengaruhi produksi tanaman, Menurut Hardjowigeno (1987) bahwa disamping tingkat kematangan yang mempengaruhi besar dan kecilnya kadar air tanah, faktor lainnya ditentukan pula oleh suhu, dimana suhu tinggi menyebabkan terjadinya penguapan langsung baik itu melalui tanah maupun oleh tanaman dan tingginya muka air tanah, sehingga akan mengganggu ketersediaan air di dalam tanah. 4. Kematangan Tanah Data perhitungan rata rata kadar serat utuh untuk lapisan 0-20 cm dan lapisan 20-40 cm dapat dilihat pada tabel 5 dan 6 sebagai berikut : Tabel 5 Data rata rata Kadar Serat Utuh (%) Lapisan 0-20 cm Faktor P Faktor B (Pupuk pupuk pelarut fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 43,33 45,83 41,67 43,33 B2 41,67 41,67 44,58 41,67 B3 41,67 41,67 37,50 42,50 B4 46,67 41,67 42,50 36,67
5
Tabel 6 Data rata rata Kadar Serat Utuh (%) Lapisan 20-40 cm Faktor P Faktor B (Pupuk pupuk pelarut fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 38,33 42,50 43,33 45,42 B2 44,17 40,83 40,00 42,50 B3 40,00 41,67 44,17 43,33 B4 45,00 42,50 41,67 39,17 Berdasarkan hasil rata rata perhitungan kadar serat utuh pada tabel 5 diketahui bahwa nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B4P0 yaitu sebesar 46,67%, sedangkan rata rata yang terendah yaitu pada perlakuan B4P2 yaitu 36,67%. Kemudian pada tabel 17 menunjukkan rata rata yang paling tinggi adalah perlakuan B1P3 yaitu 45,42% dan terendah pada perlakuan B1P0 yaitu 38,33%. Data perhitungan rata rata kadar serat gosok untuk lapisan 0-20 cm dan lapisan 20-40 cm dapat dilihat pada tabel 7 dan 8. Tabel 7 Data rata rata Kadar Serat Gosok (%) Lapisan 0-20 cm Faktor P Faktor B (Pupuk pupuk pelarut fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 25,42 25,00 28,33 22,50 B2 23,33 22,08 27,08 21,67 B3 22,08 23,33 17,50 24,17 B4 27,08 24,17 25,83 17,08 Tabel 8 Data rata rata Kadar Serat Gosok (%) Lapisan 20-40 cm Faktor P Faktor B (Pupuk pupuk pelarut fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 17,50 22,50 21,67 30,42 B2 27,50 22,08 21,25 24,17 B3 24,58 24,17 27,92 22,08 B4 23,33 26,67 25,00 22,08 Berdasarkan hasil rata rata perhitungan kadar serat utuh pada tabel 7 diketahui nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B1P2 yaitu sebesar 28,33%, sedangkan rata rata yang terendah yaitu pada perlakuan B4P3 yaitu 17,08%. Kemudian pada tabel 8 menunjukkan rata rata yang paling tinggi adalah perlakuan B1P3 yaitu 30,42% dan terendah pada perlakuan B1P0 yaitu 17,50%. Kematangan gambut diperoleh dari hasil pengukuran kadar serat utuh lapisan tanah 0-20 cm dan 20-40 cm dan kadar serat gosok pada lapisan tanah 0-20 cm dan 20-40 cm. Pemberian bokashi tandan sawit dan bakteri pelarut fosfat (phosbact) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat utuh dan kadar serat gosok lapisan 0-20 6
cm dan lapisan 20-40 cm. walaupun hasil keragaman untuk kematangan tanah gambut tidak berpengaruh nyata, tetapi untuk rata rata tiap-tiap perlakuan semua tanah yang dijadikan sampel pada polybag menunjukkan tingkat kematangan dari fibrist menjadi hemist. Nilai kadar serat utuh dan kadar serat gosok pada masing-masing kedalaman yang merupakan tingkat kematangan hemik dan mendekati saprik, diduga tanah mengalami dekomposisi yang hampir sempurna karena mendapatkan amelioran tambahan berupa pupuk pupuk pelarut fosfat (BPF/Phosbact) dan bokashi tandan sawit ini mengandung mikroorganisme yang membantu dalam proses dekomposisi tanah gambut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wasetiawan (2009) bahwa penambahan pupuk yang bersifat organik seperti kompos dan pupuk hayati yang mengandung pupuk pelarut fosfat dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi bahan organik, Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi / pematangan tanah adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes, Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi dalam tanah antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. 5. Tinggi Tanaman Data perhitungan rata rata tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel 9 sebagai berikut :
Faktor B (Bokashi Tandan Sawit) B1 B2 B3 B4
Tabel 9 Data rata rata Tinggi Tanaman Faktor P (Pupuk Bakteri Pelarut Fosfat / BPF) P0 P1 P2 P3 45,17 49,67 49,67 48,00 47,00 52,67 51,00 48,67 47,33 42,00 51,67 48,17 52,33 55,17 47,33 51,50
Berdasarkan hasil rata rata perhitungan tinggi tanaman pada tabel 24 menunjukkan bahwa nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B4P1 yaitu 55,17 cm, sedangkan rata rata yang terendah yaitu pada perlakuan B3P1 yaitu 42,00 cm. Pemberian bokashi tandan sawit dan bakteri pelarut fosfat (phosbact) serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan nilai rata rata tinggi tanaman antar perlakuan tidak terlalu jauh perbedaannya. Walaupun dari hasil analisis keragaman tidak berpengaruh nyata, tetapi bokashi dan pupuk BPF banyak membantu berperan dalam penyerapan unsur hara dari udara yang memacu untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Menurut Magdoff (2002) Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat sebagai salah satu penerapan bioteknologi merupakan suatu alternatif yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam mencari pemecahan masalah efektivitas ketersediaan unsur P yang sangat membantu dalam memacu pertumbuhan tanaman. 6. Jumlah Polong Isi Per Tanaman Data perhitungan rata rata jumlah polong isi per tanaman dapat dilihat pada tabel 10.
7
Tabel 10 Data rata rata Jumlah Polong Isi Per Tanaman Faktor P Faktor B (Pupuk Bakteri Pelarut Fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 61,00 B1 47,33 50,67 56,00 B2 50,67 50,67 63,33 60,00 57,67 B3 62,67 55,67 69,00 B4 50,00 70,00 58,33 70,00 Berdasarkan hasil rata rata perhitungan jumlah polong isi per tanaman pada tabel 26 menunjukkan bahwa nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B4P1 (70,00 cm) dan B4P3 (70,00 cm), sedangkan rata rata yang terendah yaitu pada perlakuan B1P0 yaitu 47,33 cm. Pengamatan terhadap jumlah polong isi per tanaman dilakukan dengan menghitung semua polong isi untuk setiap tanaman. pemberian bokashi tandan sawit dan bakteri pelarut fosfat (phosbact) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong isi per tanaman. Hal ini dikarenakan bokashi dan pupuk bakteri pelarut fosfat dapat dalam penyediaan suplai unsur hara dan memperbaiki aerase dalam tanah sehingga kedua faktor tersebut memberikan interaksi yang berpengaruh sangat nyata. Perlakuan B1P0 (7,5 gr tanpa pemberian bakteri pelarut fosfat) yaitu dengan rata rata 47,33 buah dibanding dengan perlakuan, hal ini berkaitan dengan dosis pemberian taraf tersebut yang sangat rendah, sehingga jumlah polong tidak terlalu banyak. Menurut Soepardi (1983) bahwa pemberian dalam jumlah atau dosis yang relaitf terlalu sedikit belum mampu meningkatkan hasil tanaman, sehingga tanaman tidak optimal dalam berproduksi. Data jumlah polong terbanyak didapat pada perlakuan B4P3, hal ini disebabkan karena pemberian amelioran yang cukup untuk pembentukkan polong isi per tanaman. Pemberian amelioran yang cukup, menyebabkan tanaman cukup akan hara, sehingga pertumbuhan akan optimal, dan secara langsung berhubungan dengan hasil tanaman. 7. Jumlah Bintil Akar Data perhitungan rata rata jumlah bintil akar dapat dilihat pada tabel 12 menunjukkan bahwa nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B4P3 yaitu 4,00 buah, sedangkan rata rata yang terendah yaitu pada perlakuan B1P1 (1,00 buah) dan B1P3 (1,00 buah). Pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk bakteri pelarut fosfat (phosbact) terhadap berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bintil akar. Hal ini dikarenakan bokashi tandan sawit dan pupuk bakteri pelarut fosfat dapat membantu mengendalikan atau mengurangi serangan patogen khususnya penyakit yang menyerang pada bintil akar sehingga memberikan interaksi yang juga berpengaruh nyata, dikemukakan oleh Higa dan James (1997) hasil fermentasi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme efektif (EM) adalah asam laktat, asam amino, yang dapat diserap langsung oleh tanaman sebagai antibiotik yang mampu menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan yang nantinya akan membantu proses pembentukan akar dan bintilnya. Mikroorganisme tanah yang terkandung dalam pupuk organik juga berperan penting dalam ekosistemnya sebagai perombak bahan organik, mensintesis dan melepaskan kembali dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tanaman, serta dapat mempertahankan ekosistem alam. 8
Menurut Stevenson (1982) Penambahan amelioran seperti bokashi dan pupuk hayati merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah. Amelioran yang diberikan kedalam tanah adalah bahan pembantu dalam percepatan dekomposisi tanah yang sangat baik, dan merupakan sumber dari unsur hara tumbuhan. Disamping itu bahan-bahan tersebut adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah. Amelioran dapat diperoleh dari residu tanaman seperti akar, batang, daun yang gugur, yang dikembalikan ke tanah, 5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Tabel 13 Uji BNJ 5% Pengaruh Pemberian Bokashi Tandan Sawit Dan Pupuk Bakteri Pelarut Fosfat (Phosbact) Terhadap Jumlah Bintil Akar Faktor P Faktor B (Pupuk Bakteri Pelarut Fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 2,00 abc 1,00 a 1,67 ab 1,00 a B2 1,33 ab 2,67 abc 2,67 abc 3,33 bc B3 1,67 ab 2,00 abc 2,00 abc 3,33 bc B4 2,00 abc 3,33 bc 2,33 abc 4,00 c BNJ 5% = 2,143 Sumber : Hasil Analisis Data 2010 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5% Berdasarkan hasil uji BNJ tersebut diatas rata rata terkecil adalah pada taraf B1P1 (1 buah bintil akar) dan B1P3 (1 buah bintil akar) dibandingkan semua taraf lainnya. Menurut Scholes, Swift, Heal, Sanchez, Ingram dan Dudal (1994) bahwa pemberian kompos akan mempengaruhi aerasi dalam tanah dan berkaitan juga dengan status kadar air dalam tanah. Penambahan pupuk kompos atau pupuk hayati akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan amelioran tersebut akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air meningkat dan berdampak pada peningkatan ketersediaan air untuk pembentukan bintil akar yang akan membantu dalam penyerapan unsur hara sebagai makanan tanaman.
9
8. Berat 100 Biji Per Tanaman Tabel 14 Data Rerata Berat 100 Biji Per Tanaman Faktor P Faktor B (Pupuk Bakteri Pelarut Fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 14,33 12,65 13,58 14,46 B2 15,02 13,09 14,60 13,28 B3 12,85 12,42 12,98 12,52 B4 13,56 12,74 13,51 13,76 Berdasarkan hasil rerata perhitungan berat 100 biji per tanaman pada tabel 14 menunjukkan bahwa nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B2P0 yaitu 15,02 gr, sedangkan rerata yang terendah yaitu pada perlakuan B3P1 12,42 gr. Penghitungan berat 100 biji per tanaman dilakukan pada akhir penelitian dengan cara mengambil 100 biji kedelai secara acak untuk tiap sampel kemudian ditimbang. pemberian bokashi tandan sawit dan bakteri pelarut fosfat (phosbact) tidak berpengaruh nyata terhadap berat 100 biji per tanaman serta interaksinya tidak berpengaruh nyata. Hal ini diduga karena semua perlakuan pada setiap tanaman per polybag mendapatkan unsur hara dari pemupukan dasar pada saat sebelum tanam, sehingga berat 100 biji untuk semua tanaman tidak terlalu jauh perbedaan antara tiap-tiap perlakuan dan ulangannya. Selain itu, pemberian pupuk dasar berupa Urea, TSP, dan KCl bisa membantu dalam peningkatan berat atau bobot isi 100 biji per tanaman. Menurut Widawati (1999) bahwa ukuran biji ditentukan secara genetik, tetapi untuk berat biji sangat dipengaruhi oleh lingkungan semasa proses pematangan biji didalam polong. Suhu yang terlampau tinggi berpengaruh buruk terhadap perkembangan polong dan biji. Adisarwanto (2005) mengemukakan bahwa suhu optimum bagi pematangan polong dan biji adalah antara 230-270 C, Umur pematangan biji yang berkisar antara 82,5 - 92,5 hari atau tepatnya pada bulan april dengan rerata suhu harian selama pada saat penelitian berlangsung antara 250-270 C sudah cukup membantu dalam proses pematangan biji dalam polong. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fagi dan Las (1989) bahwa disamping sifat genetis yang dimiliki oleh masing-masing varietas juga ikut dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan suhu yang sangat mempengaruhi aktivitas fotosintesis untuk membentuk jumlah bunga yang berkembang menjadi buah/biji. Fotosintesis adalah proses biokimia tanaman kedelai yang sangat ditentukan oleh ketersediaan air dan hara, Semakin banyak hasil fotosintesis tanaman, maka jumlah bunga yang berkembang menjadi buah/biji dalam satu polong juga akan semakin banyak. 9. Hasil Per Tanaman Data perhitungan rerata produksi per tanaman dapat dilihat pada tabel 15.
10
Tabel 15 Data Rerata Produksi Per Tanaman Faktor P Faktor B (Pupuk Bakteri Pelarut Fosfat / BPF) (Bokashi Tandan Sawit) P0 P1 P2 P3 B1 14,59 13,30 13,99 14,88 B2 15,18 13,26 14,91 13,66 B3 13,24 12,99 13,44 13,32 B4 14,36 12,95 13,97 13,93 Nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B2P0 yaitu 15,18 gr, sedangkan rerata yang terendah yaitu pada perlakuan B4P1 12,95 gr. Hasil per tanaman dihitung pada akhir penelitian dengan cara menimbang semua biji kedelai untuk setiap sampel tanaman. Pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk bakteri pelarut fosfat (phosbact) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi per tanaman, begitu juga dengan interaksinya yang tidak berpengaruh nyata. Hal ini dikarenakan perlakuan pemberian bokashi tandan sawit dan bakteri pelarut fosfat pada setiap tanaman per polybag menghasilkan rerata yang tidak jauh perbedaan nilainya. Menurut Azwin dan Tanjung (1994) bahwa komponen hasil seperti produksi per tanaman selain ditentukan oleh sifat genetik tanaman, juga dipengaruhi oleh kemampuan tanaman tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Hasil pengamatan selama masa reproduktif (pematangan polong dan biji) diperoleh suhu yang sesuai yaitu rerata suhu pada bulan April yaitu 27,08 0C, walaupun hasil analisis keragaman tidak berpengaruh nyata tetapi dengan adanya kesesuaian suhu ini lah yang membantu peningkatan produksi antar perlakuan. Kesimpulan dan Saran Perlakuan pemberian bokashi tandan sawit dan pupuk bakteri pelarut fosfat tidak berpengaruh nyata hampir pada semua variabel sifat fisika tanah, kecuali pada variabel bobot isi lapisan 0-20 cm dan pada hasil tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong isi per tanaman dan jumlah bintil akar. Perlakuan B4P1 (dengan pemberian bokashi 30 gr/polybag dan pupuk BPF 5 gr/polybag) dan B4P3 (dengan pemberian bokashi 30 gr/polybag dan pupuk BPF 15 gr/polybag) yaitu sebanyak 70,00 buah jumlah polong perlakuan B4P1 (dengan pemberian bokashi 30 gr/polybag dan pupuk BPF 5 gr/polybag) dan B4P3 (dengan pemberian bokashi 30 gr/polybag dan pupuk BPF 15 gr/polybag) yaitu sebanyak 70,00 buah jumlah polongdan 4 bintil akar tanaman kedelai. Perlakuan pupuk pelarut fosfat lebih banyak membantu dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti pembentukkan polong dan bintil akar, karena mikroorganisme yang terdapat dalam pelarut fosfat bersimbiosis dengan akar yang mampu membantu dalam menyediakan unsur fosfor yang berfungsi untuk membantu dalam pembentukkan polong isi pada tiap-tiap tanaman.
11
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2005. Kedelai Budidaya Dengan Pemupukan Yang Efektif dan Pengoptimalan Bintil Akar. Penebar Swadaya, Jakarta. Azwin dan Tanjung., A. 1994. Penampilan Sifat Agronomis, Hasil dan Komponen Hasil Beberapa Galur Kedelai Di Lahan Kering Masam, dalam Risalah Seminar Balittan Sukarami Vol. IV. Dwidjoseputro, D. 1984. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang. Fagi. A. M dan I. Las. 1989. Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi. Dalam Padi Buku 1. BPTP. Bogor. Hakim, N., M.Y.Nyakpa, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Diha, Go Ban Hong dan H.H Bailley.1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hardjowigeno. S,. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademik Pressindo, Jakarta. Higa, T. dan F.D. James, 1997. Effective Microorganism (EM4). Dimensi Baru. Kyusei Nature Farming Societies, Vol. 02/Th 1993. Jakarta Magdoff, F. (2002)., Concept, componen and strategies of soil health in agroecosystems. Journal of Nematology. Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia, Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakarta. Murbandono, 2004. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Bogor. Neue, H.U., Z.P.wang, P.Becker-Heidmann, & C. Quijano. 1997. Carbon in tropical wetlands. Geoderma 79:163-185. Noor, M. 2000. Pertanian Lahan Gambut, Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta. Soepardi, Goeswono. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB : Bogor. Scholes, M.C., Swift, O.W., Heal, P.A. Sanchez, JSI., Ingram and R. Dudal, 1994. Soil Fertility research in response to demand for sustainability. In The biological managemant of tropical soil fertility (Eds Woomer, Pl. and Swift, MJ.) John Wiley & Sons. New York. Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumberdaya. Setiadi, B. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Bogor, Institut Pertanian Bogor. Stevenson., 1982. Kimia pengkomplekan ion logam dengan organik larutan tanah. In Interaksi Mineral Tanah dengan Bahan Organik Dan Mikrobia. (Eds Huang P.M. and Schnitzer, M.) ( Transl. Didiek Hadjar Goenadi), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
12
Suhardjo, H., & I.P.G. Widjaja-Adhi. 1976. Chemical characteristics of the upper 30 cms of peat soils from Riau. Dalam: Peat and Podzolic Soils and Their Potential for Agriculture in Indonesia.
Dimuat di Jurnal AGRIPURA, Vol VII No 1 , JUNI 2011, ISSN : 1858-2389
13