Tur Ke Batam Tanggal 8 Februari 2004 Hari Minggu Daftar Isi Pembukaan Berkumpul Di Habourfront Sebelum Berangkat Keberangkatan Di Dalam Feri Tiba Di Waterfront City Naik Bis Tur Ke Kampung Melayu Tiba Di Kampung Melayu Panti Asuhan Restoran Golden Prawn (Nagoya) Menonton Pertunjukan Sihir Setelah Makan Siang Berbelanja Di Toko Polo Berbelanja Di Toko Makanan Kelenteng (Wihara) Berbelanja Di Matahari Batam Ferry Terminal Pulang ke Singapura Penutup dan Perasaan Kami Informasi
Pembukaan
Batam adalah sebuah pulau di Kepulauan Riau dan terletak kira-kira 20 km ke selatan dari Singapura. Luasnya 415 kilometer persegi, kira-kira duapertiga luas Singapura. Penduduknya sekitar 600,000 orang.
Di antara pulau-pulau lain di Indonesia, Batam adalah yang kedua paling sering dikunjungi oleh turis (Bali adalah yang pertama). Setiap tahun, sekitar 1.3 juta turis datang ke Batam. Turis-turis pergi ke Batam untuk bermain golf, berbelanja, pergi ke pantai dan makan di restoran makanan laut.
3 industri yang paling besar di Batam adalah wisata, minyak dan kapal. Kota yang paling besar adalah Wihara dan Nagoya. Di Nagoya ada lebih banyak orang Cina, jadi seperti “Chinatown” di kota di negara lain.
Berkumpul Di Habourfront Sebelum Berangkat
Pada kira-kira jam 8:15 pagi, kami semua berkumpul di restoran McDonald’s yang letaknya di Habourfront. Beberapa teman kelas kami belum makan pagi, jadi kami makan pagi dulu di sana. Kami beromong-omong sambil makan dan minum. Waktu kami telah menghabiskan semua makanan kami, jam sudah jam 8:40 pagi dan kami menunggu keberangkatan dengan gembira.
Keberangkatan
Sekitar setengah jam sesudah kami selesai makan pagi, kira-kira jam 9:15, kami langsung pergi ke terminal feri. Di sana, kami pergi ke kamar kecil sebelum memasuki feri. Ferinya tidak besar, tapi tidak ramai juga, karena pada jam sebegini tidak ada banyak orang yang pergi ke Batam. Kami mencari tempat duduk yang nyaman jadi kami bisa berlapang-lapang. Feri berangkat tepat waktu dan semuanya merasa senang.
Di Dalam Feri
Waktu kami semua sudah di dalam feri, kami kelihatan sudah capai dan hendak tidur. Sebenarnya, kami mau tidur sebentar, karena kami mau badan kami segar untuk tur di Batam nanti. Setelah tidur sebentar, kami mulai beromong-omong tentang apa yang akan kami lakukan waktu kami tiba di Batam. Kami semua merasa sangat gembira waktu kami berpikir kami bisa memakai bahasa Indonesia dengan penutur asli. Apakah kami bisa mengerti apa yang akan mereka katakan? Apakah mereka akan berbicara terlalu cepat? Apakah mereka akan memakai kata-kata bahasa logat yang kami tidak pelajari di bahasa baku? Haha, kami kelihatan berpikir terlalu banyak! Sesudah ngobrol, kami memulai mengambil foto-foto di dalam feri.
Tiba Di Waterfront City
Kami tiba di Waterfront City sekitar jam 10:15 pagi. Perjalanan dengan feri tadi hanya satu jam, cepat sekali. Di sana, kami bertemu dengan pemandu wisata kami. Dia bernama Tani dan berasal dari Jarkata. Sudah 12 tahun dia tinggal di Batam, jadi sudah betah dengan kehidupan di sana. Selain pandai berbahasa Indonesia dan Melayu, dia juga bisa berbahasa Inggris dan Mandarin, tapi kurang lancar. Dari sana, kami jalan ke pintu depan untuk menunggu bis tur, karena Tani berkata, kami akan naik bis Kampung Melayu.
Naik Bis Tur Ke Kampung Melayu
Tidak lama kemudian setelah kami menunggu di depan Waterfront City, bis tur datang. Bis itu agak kecil tapi masih cukup besar untuk kami semua. Di dalam bis, Tani memberi banyak informasi tentang Batam kepada kami. Kami merasa dia sangat hebat, karena dia bisa menceritakan banyak dengan bahasa yang lancar sekali. 15 menit kemudian, kami sampai di Kampung Melayu yang terletak di Tanjung Riau.
Tiba Di Kampung Melayu
Sesudah kami turun dari bis, kami semua bertemu dengan Bapak Mohammad Saptono, dia adalah ketua Kampung Melayu. Kampung Melayu diperkenalkan kepada kami oleh Bapak Mohammad. Kami mendengarkan dengan asyik waktu dia menceritakan kehidupan di kampung itu.
Menurut Bapak Mohammad, di kampung itu ada sekitar 400 orang. Kebanyakan dari orang di sana orang Melayu yang biasanya berbahasa Melayu. Orang-orang Melayu itu juga bisa berbicara dalam Bahasa Indonesia karena mereka belajar Bahasa Indonesia di sekolah. Kebanyakan dari orang Melayu di sana berasal dari Johor dan juga ada beberapa yang datang dari Singapura. Meskipun mereka sekarang hidup di Indonesia, budaya Melayu masih bertahan di kampungnya, contohnya tarian dan seni Melayu masih tetap. Gotong Royong juga masih ada dan kalau ada peristiwa apa saja, seluruh kampung akan berpartisipasi. Kami berpikir, wah hebat sekali, seperti keluarga yang sangat besar.
Karena kampungnya terletak di tanjung, rumah mereka dibangun di atas laut dan hampir semua orang di sana menangkap ikan untuk mencari nafkah. Kebanyakan ikan yang ditangkap dijual ke Singapura, jadi kalau mau makan ikan yang bagus di sana, harganya sangat mahal, soalnya tidak banyak. Anak-anak di kampung itu bersekolah di madrasah di kampungnya.
Sesudah bercakap-cakap dengan Bapak Mohammad, kami dibawa oleh dia ke rumah di atas laut tersebut. Rumahnya disambung dengan papan kayu yang agak sempit and kami harus berhati-hati jalan kalau tidak mau jatuh ke dalam laut. Kami melihat anak-anak di sana sedang bermain dan berenang. Mereka kelihatan senang sekali melompat ke dalam air. Pemandangan dari sana ke laut juga sangat indah dan tenang. Kami melihat sebuah rumah yang sedang dibangun di atas laut dan beberapa sampan.
Sebelum kami berangkat ke tujuan selanjutnya, kami mampir ke suatu warung yang menjual keperluan sehari-hari. Kami pikir, di sana ada lebih banyak macam barang daripada di 7-Eleven. Darren juga membeli surat kabar setempat dari warung itu.
Panti Asuhan
Sesudah perjalanan selama 30 menit dari Kampung Melayu, kami tiba di Panti
Asuhan untuk mengunjungi anak-anak yatim piatu di sana. Di dalam perjalanan, sopir hampir sesat di jalan karena jalannya sangat membingungkan. Waktu saya melihat rumah Panti Asuhan, saya merasa terkejut karena saya tidak menyangka Panti Asuhan terletak di sebuah rumah yang begitu kecil. Waktu kami masuk ke rumahnya, semua anak yatim sudah berkumpul dan menunggu kami. Kami diperkenalkan oleh salah seorang pengurus. Dia memberitahukan kami bahwa di Panti Asuhan itu ada 27 orang anak asuh, 12 perempuan dan 15 laki-laki. Yang paling kecil baru 6 tahun dan dia yang paling besar berumur 16 tahun. Mereka ada yang berasal dari propinsi yang lain, sepertinya Padang, Jawa dan Florence. Mereka hidup sederhana dan belajar agama, komputer dan Bahasa Inggris.
Panti Asuhan itu disumbang oleh salah satu perusahaan di Batam yang menjual air kepada Singapura. Pada masa yang akan datang, mereka juga akan pindah ke rumah yang baru dan lebih besar.
Dia juga menceritakan tentang anak laki-laki yang paling kecil dan dia hanya berumur 1 bulan waktu dia memasuki Panti Asuhan. Menurut dia, anak itu bukan yatim, tapi orang tuanya yang sudah bercerai tidak mau dia. Ibunya ingin menikah dengan orang lain yang tidak mau anaknya dan bapaknya juga tidak mau mengurus dia. Akibatnya, dia dibuang oleh orang tuanya. Kasihan sekali!
Akhirnya, kami memberikan hadiah, seperti biskuit dan perabot makan yang kami bawa. Meskipun mereka menderita dan masa kanak-kanak yang tidak bahagia, kami mengharapkan mereka akan mempunyai masa depan yang terang.
Restoran Golden Prawn (Nagoya)
Sesudah mengunjungi Panti Asuhan, kami langsung ke Nagoya untuk makan siang di restoran “Golden Prawn”. Di dalam perjalanan ke “Golden Prawn”, kami melewati sebuah rumah sakit, namanya “Awal Bros”. Rumah sakit itu tidak begitu besar, tetapi kalau dibandingkan dengan dengan gedung-gedung di sana, rumah sakit itu bersih, baru sekali, dan lebih moderen. Bis kami juga melewati satu Taman Main.
Pemandu wisata kami juga memberitahu kami bahwa di Batam, tidak ada kereta api, hanya ada taksi dan bis. Tetapi tidak ada banyak bis. Taksi di sini boleh disewa beramai-ramai, boleh dimuati 5 orang lebih, tidak seperti di Singapura, hanya boleh dimuati 5 orang. Orang-orang yang tidak saling kenal bisa naik taksi bersama-sama. Cara pembayaran untuk ongkos taksi bukan dengan meter dan ongkos untuk masing-masing orang berlainan .
Sesudah kira-kira 15 menit, kami tiba di restoran. Restoran itu di atas laut, jadi
restoran itu menjual banyak makanan laut. Makanan siang kami ada udang goreng, sotong goreng, kang kung, kepiting, jus kelapa, ikan goreng dengan sos tomat, dan makanan yang lain. Kalau kami tidak mau minum jus kelapa dan mau minum minuman yang lain, harus membayar sendiri untuk apa yang kami pesan. Semua siswa-siswa perempuan duduk bersama-sama di satu meja. Karena kami semua perempuan, jadi kami bergosip waktu makan siang. Kami makan cepat-cepat, karena semua orang sudah lapar sesudah mengerjakan banyak aktivitas. Makanan di restoran itu lumayan, tidak begitu enak. Makanan favorit kami adalah kang kung dan sotong goreng, jadi makanan itu dihabiskan cepat sekali. Sebelum meninggalkan restoran itu, kami memotret. Wah, cantik betul, semua murid-murid perempuan di dalam foto ini.
Menonton Pertunjukan Sihir Setelah Makan Siang
Setelah makan siang, kami pergi keluar restoran itu menonton satu pertunjukan sihir. Bukan main mahirnya, pemain tarian itu. Mereka melakukan banyak pertunjukan yang berbahaya sekali, contohnya makan gelas dan main dengan api. Awas, anak-anak jangan sampai main seperti mereka ya!
Berbelanja Di Toko Polo
Wah, kami semua kenyang sekali sesudah makan siang. Setelah menonton pertunjukan itu, kami pergi berbelanja di Toko Polo. Menurut saya, tidak cocok pergi berbelanja sesudah makan, karena perut kami sudah menjadi makin besar, makin susah memilih dan mencoba pakaian.
Berbelanja, kelihatannya adalah hobi favorit murid-murid perempuan. Karena waktu kami tiba ke sana, semua murid perempuan gembira sekali. Kami bisa mendengar, “ Eh, apa warna ini cantik dan cocok untuk saya ya?”, “ Saya seharusnya memilih ukuran berapa ya?”
Banyak siswa-siswi juga tidak lupa membeli pakaian-pakaian untuk keluarga mereka dan pacar-pacar mereka. Sayang sekali ya, kami hanya ada kira-kira 40 menit di Toko Polo. Karena itu, Xiu Hui membeli ukuran yang tidak cocok untuk ibunya. Nasib baik, kakak Shini bisa memakai ukuran M, jadi Xiu Hui bisa menjual baju itu
kepada Shini.
Berbelanja Di Toko Makanan
Setelah berbelanja di Toko Polo, kami langsung naik bisnya ke sebuah toko makanan yang menjual banyak makanan. Yang dijual di sana ada makanan ringan seperti kerupuk, biskuit, emping, kerupuk tapioka; makanan kaleng seperti ikan, sotong, sayur-sayuran dan makanan yang diawetkan contohnya ikan asin, dendeng dan udang kering. Kami tidak membeli apa-apa di sana, karena kami semua masih kenyang dan tidak mau memirkirkan makanan.
Toko itu dimiliki sebuah keluarga Cina dan mereka bisa berbahasa Mandarin. Saya kira, ada banyak orang Cina di sana bekerja sebagai pedagang atau pengusaha. Jadi mereka lebih kaya daripada bumiputera.
Kelenteng
Setelah kami meninggalkan Toko Makanan, kami naik bis lagi ke suatu kelenteng yang namanya “Maha Bihara Duta Maitreya”. Wah, besar betul, kelenteng itu. Perasaan kami di dalam kelenteng itu tidak sama dengan waktu di luar kelenteng. Kami merasa lebih tenang dan lebih enak di dalam kelenteng itu. Karena kelenteng itu dibuka oleh orang-orang Cina, dan orang-orang Cina di Batam biasanya lebih kaya, jadi kelenteng itu besar sekali. Kelenteng itu juga dibangun di daerah yang lebih tinggi. Jadi, kalau kami berdiri di depan kelenteng itu, bisa melihat pemandangan yang indah sekali. Menurut orang Cina, kalau gedung-gedung atau rumah-rumah dibangun di daerah yang lebih tinggi daripada gedung-gedung yang lain, lokasi itu bagus sekali dan akan ada “fengshui” yang lebih bagus.
Berbelanja Di Matahari (Wihara)
Akirnya, kami pergi berbelanja lagi di “Matahari”. Meskipun “Matahari” besar sekali, di dalam mal itu tidak ada banyak barang-barang yang sangat menarik untuk kami. Xiu Hui dan Leanora, kedua orang yang senang sekali berbelanja, cepat-cepat melihat ada apa saja yang bisa dibeli di sana. Waktu mereka melihat satu toko yang menjual VCDs, mereka gembira sekali. Mereka memakai hampir semua waktu di toko VCD itu. Sayang sekali, Leanora tidak ada cukup uang dan Xiu Hui hanya ada uang Singapura, jadi mereka tidak bisa membeli banyak VCD. Sesudah membeli VCD, Leanora dan Xiu Hui merasa sungguh takut kalau mereka dihentikan dan ditangkap oleh polisi di terminal feri dan pegawai beacukai di Singapura menyita VCD mereka. Haha, mereka memang lucu sekali! Saya hanya membeli sekaleng jus buah-buahan dan sebuah majalah. Beberapa teman kelas kami membeli baju kaos, makanan ringan, koran, majalah
Batam Ferry Terminal
Sayang sekali, kami tidak punya cukup waktu untuk berbelanja di Matahari. Alasannya yang diberikan pemandu wisata adalah feri terakhir akan berangkat dan kalau kami terlambat, kami mesti berenang pulang. Sebenarnya, kalau tidak bisa pulang hari itu, kami juga merasa senang, karena Batam sangat mengasyikkan dan kami mengharapkan kami bisa diberikan lebih banyak waktu untuk tinggal di sana. Tetapi, apa yang diharapkan tidak menjadi kenyataan. Akhirnya, kami pun mesti pulang. Kebanyakan dari kami merasa agak sedih.
Pulang ke Singapura
Satu jam kemudian, kami tiba di Singapura lagi. Semuanya sudah capai badannya, tapi hatinya masih gembira. Dari sana, kami pulang ke rumah masing-masing.
Penutupan dan Perasaan
Setelah tur itu, kami merasa sangat gembira dan puas, karena tur itu memang
menarik sekali. Dari tur itu, kami belajar lebih banyak tentang sejarah dan budaya di Batam dan juga ada kesempatan untuk berbicara dengan penutur asli dalam bahasa Indonesia.
Informasi Batam
http://bataminfo.com/welcome.php
Ditulis Oleh: Fang Kewei, Darren Wong Kee Soon, Edwin Lim Xiu Hui