TUGAS AKHIR STUDI PENGARUH POROSITAS GELOMBANG DISIPASI PADA DINDING REVETMENT BERPORI
OLEH:
MOH. RIZAL LASARIKA D 111 09 120
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TENIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2016
ii
ABSTRAK Arsyad Thaha1, Andi Subhan1, Moh. Rizal Lasarika2 ABSTRAK: Revetment merupakan struktur yang dibangun sejajar garis pantai, memisahkan antara daratan dan perairan pantai untuk mencegah terjadinya erosi pantai dan limpasan gelombang (overtopping) ke daratan. Permasalahan yang sering ditemukan pada bangunan pelindung pantai termasuk revetment adalah terjadinya kerusakan pada bangunan akibat gerusan pada kaki bangunan atau erosi dasar bangunan. Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang sebagian energinya akan dipantulkan (refleksi) dan sebagian dihancurkan (disipasi) melalui pecahnya gelombang. Tinjauan disipasi gelombang dalam struktur pantai adalah penting. Disipasi gelombang merupakan parameter untuk mengukur seberapa besar kemampuan pantai meredam gelombang. Diperlukan suatu perencanaan yang tepat guna mendapatkan koefisien disipasi gelombang yang diinginkan. Penelitian porositas dinding revetment berpori ini dilakukan berdasarkan pendekatan teoritis dan eksperimental. Penelitian dilakukan dengan pemodelan fisik di laboratorium, dengan menggunakan alat berupa saluran gelombang dengan model beton berpori dengan wave generator yang dapat membangkitkan gelombang regular. Pada penelitian ini kami menggunakan 2 variasi blok beton berpori (4 lubang dan 9 lubang) dimana pada tiap variasi blok beton divariasikan lagi dalam 2 bentuk kemiringan profil (30o dan 40o) dan tiap profil divariasikan lagi 3 stroke (stroke 8, 9 dan 10) dan 3 periode (1,4 detik, 1,2 detik dan 1,1 detik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter-parameter yang mempengaruhi koefisien disipasi gelombang adalah parameter struktur yang terdiri kemiringan profile (θ), parameter gelombang yang berpengaruh adalah tinggi gelombang depan struktur (Hi), periode gelombang (T) dan kedalaman air (d). keempat parameter diatas ternyata memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap hasil penelitian. Dan dari penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin rendah tingkat kemiringan model profil maka semakin tinggi koefisien disipasi yang terjadi. Kata Kunci:
Gelombang Disipasi, kemiringan profil (θ), tinggi gelombang depan struktur (Hi), periode gelombang (T) dan kedalaman air (d)
ABSTRACT: Revetment is a structure that was built parallel to the shoreline, split between inland and coastal waters to prevent coastal erosion and overtopping waves (overtopping) to the mainland. Problems that are often found on the building of coastal protection including revetment is damage to the building due to scouring at the foot of the building or erosion base of the building. A wave that propagates on a wave absorbers building some of its energy will be reflected (reflection) and partially destroyed (dissipation) through the outbreak of the waves. Overview dissipation of waves in coastal structures is essential. Wave dissipation is a parameter to measure the ability of the coast to reduce waves. Required an appropriate planning in order to obtain the desired wave dissipation coefficient. Research porosity porous revetment wall was made based on theoretical and experimental approaches. Research carried out by physical modeling in the laboratory, using a tool such as wave channel with porous concrete model with a wave generator that can generate regular waves. In this study we used two variations of blocks of porous concrete (4 holes and 9 holes) where in each variation concrete block was varied again in the second form of the slope profile (30o and 40o) and each profile varied again three stroke (stroke 8, 9 and 10) and the third period (1.4 seconds, 1.2 seconds and 1.1 seconds). The results showed that the parameters that affect the wave dissipation coefficient is a parameter structure consisting slope profile (θ), wave parameters that influence the structure of the next wave height (Hi), wave period (T) and the water depth (d). The fourth parameter above was giving a considerable influence on the results. And of this study concluded that the lower profile model of the slope, the higher the coefficient of dissipation that occurs. Keywords:
1Dosen,
reflection and dissipation wave, profil slope (θ), wave high level in front of the structure (Hi), wave period (T), and water depth level (d)
Jurusan Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia Jurusan Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia
2Mahasiswa,
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat Rahmat dan hidayahNya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “STUDI PENGARUH POROSITAS GELOMBANG DISIPASI PADA DINDING REVETMENT BERPORI” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Selanjutnya dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini izinkan kami menghaturkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Muh. Arsyad Thaha, MT selaku Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I dalam penyusunan tugas akhir ini. 2. Bapak Ir. Achmad Bakri Muhiddin, MT selaku Sekretaris Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. 3. Bapak Andi Subhan Mustari, ST, M.eng. sebagai DOsen Pembimbing II dalam penyusunan tugas Akhir ini. 4. Bapak-Ibu dosen dan Staf Administrasi pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik
iv
5. Kanda Aswar Amiruddin, ST, MT. (selaku mahasiswa Magister S2 Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin) Sebagai partner penelitian juga sosok yang memberi banyak ilmu dalam penelitian ini. 6. Suminah Handayani Simanjuntak yang selalu memberikan Motivasi dan semangat dalam pengerjaan Skripsi ini. 7. Teman-teman Camen Brother’s Inc., WiCo, Alumni SMA 2 Palu, Sipil 09 UNTAD, Arsitek 09 Untad dan Seluruh Keluarga Besar Sipil 09 UNHAS 8. Hj. Noer Elam dan Adik-adik Saya Rizky Wahyudi Lasarika, Rizvansyah Nugraha Lasarika yang selalu memberikan dukungan Moril. Terkhusus penulis persembahkan sujud dan rasa terima kasih kami kepada kedua orang tua Ir. H. Iskam Lasarika dan Hj. Diah Eka Noervana, SKM, M.Si. yang telah begitu besar memberikan pengorbanannya baik materi maupun doa demi keberhasilan penulis. Penulis sadar bahwa sebagai manusia biasa penulis tidak luput dari segala kesalahan dan kekurangan sehingga tidak mustahil dalam tugas akhir ini terdapat kekeliruan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu dengan lapang dada, kami akan menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya kami berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh yang membacanya, Amin.
Makassar, 18 Agustus 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL ……………………………………………………….
i
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………
ii
KATA PENGANTAR..........………………………………………………
iii
ABSTRAK....................……………………………………………………
vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
vii
…………………………………………………….
xiii
DAFTAR NOTASI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………………………………..
I-1
1.2. Maksud dan Tujuan..................………..………................
I-4
1.2.1. Maksud Penelitian…………………………………
I-4
1.2.2. Tujuan Penelitian…………………………………..
I-4
1.3. Pokok Bahasan dan Batasan masalah …...............................
I-5
1.3.1. Pokok Bahasan………………………………………
I-5
1.3.2. Batasan Masalah…………………………………….
I-5
1.4. Manfaat Penelitian..........…………………………………..
I-6
1.5. Sistematika Penulisan..........………………………………..
I-6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pantai.....................................…………………
II-1
2.2. Karakteristik Gelombang………………….…………………
II-4
vi
2.3. Landasan Teori............…………………………………......
II-8
2.3.1. Teori Dasar Gelombang..........……………………..
II-5
2.3.2. Klasifikasi Teori Gelombang..……………………..
II-9
2.3.3. Parameter Gelombang………………………………
II-11
2.4. Teori Redaman Gelombang…………………………………
II-12
2.5. Gelombang Berdiri Parsial…………………………….…
II-13
2.6. Hukum Dasar Model……………........……………….…….
II-16
2.6.1. Sebangun Geometrik..................................................
II-17
2.6.2. Sebangun Kinematik..............................................…
II-18
2.6.3. Sebangun Dinamik ..................................................
II-19
2.7. Analisa Dimensi …………………………………………...
II-20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………
III-1
3.2. Studi Awal…………………………………….……………
III-1
3.2.1. Saluran Pembangkit Gelombang..………………….
III-1
3.2.2. Unit Pembangkit Gelombang....…………………...
III-3
3.3. Jenis Penelitian dan Sumber Data………………………….
III-4
3.3.1. Jenis Penelitian……………………………………...
III-4
3.3.2. Sumber Data…….…………………………………
III-4
3.4. Parameter Yang Diteliti…………………………………….
III-5
3.5. Prosedur dan Rancangan Penelitian………………………..
III-5
3.5.1. Prosedur……………………………………………
III-5
3.5.2. Perancangan Penelitian………………………………
III-6
3.6. Pelaksanaan Penelitian…………………………………….
III-9
vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian.............................….………………………
IV-1
4.1.1. Panjang Gelombang……… ……………………….
IV-1
4.1.2. Data Tinggi Gelombang……………………………
IV-1
4.1.3. Gelombang Refleksi……………….................…..
IV-2
4.1.4. Gelombang Disipasi.............................................
IV-4
4.2. Pembahasan.............…..…………………………………
BAB V
IV-7
4.2.1. Hubungan koefisien Disipasi (Kd) terhadap tinggi gelombang datang (Hi) untuk tiap kemiringan.......
IV-7
4.2.2. Pengaruh Kecuraman gelombang terhadap Disipasi Gelombang……………………………………….
IV-22
PENUTUP 5.1. Kesimpulan ……………………………………………….
V-1
5.2 Saran ………………………………………………………
V-I
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR NOTASI
B
:
Lebar Struktur
C
:
Kecepatan rambat gelombang
y
:
Kedalaman air
b
:
Lebar Papan
tan Ø :
Kemiringan Struktur
η (x,t) :
Fluktuasi muka air terhadap muka air diam
g
:
Percepatan gravitasi bumi
H
:
Tinggi gelombang
Ha
:
Tinggi gelombang absorbsi
HB
:
Tinggi gelombang selebar B (lebar bangunan)
Hi
:
Tinggi gelombang datang
Hmax :
Tinggi gelombang maximum
Hmin :
Tinggi gelombang minimum
Hs
:
Tinggi gelombang berdiri
Hp
:
Tinggi gelombang parsial
ix
Hr
:
Tinggi gelombang refleksi
Hd
:
Tinggi gelombang disipasi
Hw
:
Tinggi gelombang pada dinding vertikal
k
:
Bilangan gelombang
Kr
:
Koefisien refleksi gelombang
Kd
:
Koefisien disipasi gelombang
KEa
:
Koefisien energi absorbsi gelombang
L
:
Panjang gelombang
L0
:
Panjang gelombang di laut dalam
Lm
:
Ukuran panjang di Model
Lp
:
Ukuran panjang di Prototipe
na
:
Skala percepatan model
ng
:
Skala gravitasi
nh
:
Skala tinggi model
nL
:
Skala panjang model
nT
:
Skala waktu model
P
:
Transfer energi gelombang rata-rata
x
ρ
:
Rapat massa air
s
:
Jarak antar bambu
t
:
Waktu penjalaran gelombang
T
:
Periode gelombang
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah Pantai merupakan perbatasan antara daratan dan lautan, yaitu sebuah perairan yang sangat dinamis. Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu meredam energi gelombang datang. Penyesuaian bentuk tersebut merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Sering kali pertahanan alami pantai ini tidak mampu menahan serangan aktifitas laut (gelombang, arus, angin dan pasang surut). Dalam beberapa tahun terakhir, garis pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami erosi yang cukup memprihatinkan. Data menunjukkan lebih dari 400 km atau sekitar 40% dari total panjang pantai di Indonesia mengalami kerusakan (erosi/abrasi). Dari fakta yang ada maka diperlukan penanganan yang serius terhadap permasalahan erosi pantai adalah membuat system perlindungan pantai. Upaya untuk mengatasi erosi di daerah pantai yang telah dilakukan dapat dibagi menjadi dua pendekatan utama, yaitu dengan hard approach dan soft approach. Penangan dengan hard approach dapat berupa pembangunan struktur pantai seperti breakwater, groin, jetty, revetment dan seawall (tembok laut). Revetment merupakan struktur yang dibangun sejajar garis pantai, memisahkan antara daratan dan perairan pantai. Fungsi utama dari revetment adalah mencegah terjadinya erosi pantai dan limpasan gelombang (overtopping) ke 1
daratan. Revetment biasanya dibangun dengan sisi miring, ditempatkan sejajar atau hampir sejajar garis pantai, dapat terbuat dari pasangan batu, beton, tumpukan (buis) beton, turap, kayu atau tumpukan batu. Permasalahan yang sering ditemukan pada bangunan pelindung pantai termasuk revetment adalah terjadinya kerusakan pada bangunan akibat gerusan pada kaki bangunan atau erosi dasar bangunan. Air yang melimpas (overtopping) di belakang struktur/bangunan akan terinfiltrasi melalui permukaan tanah dan mengalir kembali ke laut, perbedaan elevasi muka air di belakang dan di depan bangunan yang cukup besar dapat menimbulkan kecepatan aliran cukup besar yang dapat menarik butiran tanah di belakang dan pada fondasi bangunan (piping). Keadaan ini dapat mengakibatkan rusak/runtuhnya bangunan (CERC, 1984). Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang sebagian energinya akan dipantulkan (refleksi) dan sebagian dihancurkan (disipasi) melalui pecahnya gelombang. Pembagian besarnya gelombang yang dipantulkan dan dihancurkan, tergantung karakteristik gelombang datang (periode, tinggi gelombang, kedalaman air), dan geometric profil pantai (kemiringan profil pantai) Tinjaun disipasi gelombang dalam struktur pantai adalah penting. Disipasi gelombang merupakan parameter untuk mengukur seberapa besar kemampuan pantai meredam gelombang. Diperlukan suatu perencanaan bangunan yang tepat guna mendapatkan koefisien disipasi gelombang yang diinginkan.
2
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gelombang disipasi pada proses pembentukan pantai. Atas pertimbangan tersebut peneliti mengambil judul Studi Pengaruh Porositas Terhadap Gelombang Disipasi Pada Dinding Revetment Berpori.
B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud penelitian Maksud dari penelitian ini adalah melakukan eksperimen laboratorium untuk mempelajari pengaruh porositas revetment blok beton berpori terhadap disipasi 2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk menganalisis parameter-parameter yang berpengaruh terhadap disipasi gelombang pada dinding revetment berpori. b. Untuk menganalisis pengaruh Porositas dalam bentuk kemiringan profil terhadap besarnya gelombang disipasi.
3
C. Pokok Bahasan dan Batasan Masalah 1. Pokok Bahasan Pokok bahasan pada penelitian ini adalah menentukan nilai koefisien disipasi pada dua jenis bentuk kemiringan profil sehingga memberikan informasi tentang pengaruh spectrum gelombang berdasarkan nilai koefisien-koefisien tersebut.
2. Batasan Masalah Berdasarkan fasilitas dan kondisi yang ada, maka batasan penelitian di tetapkan sebagai berikut: a. Blok beton yang digunakan adalah berpori. b. Gelombang yang datang tegak lurus terhadap model c. Gelombang yang di bangkitkan adalah gelombang teratur (regular wave) yang belum pecah d. Fluida yang digunakan adalah air tawar (salinitas dan pengaruh mineral air tidak diperhitungkan) e. Stabilitas struktur tidak dikaji, sehingga untuk perkuatan struktur hanya untuk menjaga agar struktur tidak berpindah saat dilakukan pengujian. f. Pengaruh ketebalan lapis inti tidak dikaji.
4
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah : 1. Dapat dijadikan bahan acuan dalam perencanaan dan informasi bagi para peneliti yang berhubungan dengan revetmen dinding blok beton berpori. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitianpenelitian selanjutnya yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
E. Sistematika Penulisan Guna memudahkan penyusunan skripsi serta untuk memudahkan pembaca memahami uraian dan makna secara sistematis, maka skripsi disusun berpedoman pada pola sebagai berikut;
Bab I
:
PENDAHULUAN Pendahuluan terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan
masalah,
batasan
masalah,
tujuan
penulisan dan manfaat penelitian. Bab II
:
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan mengenai kerangka acuan yang memuat berisi tentang teori singakat yang
5
digunakan dalam menyelesaikan dan membahas permasalahan penelitian. Bab III
:
METODE PENELITIAN Dalam
bab
ini
dijelaskan
langkah-langkah
sistematis penelitian terdiri atas lokasi dan waktu penelitian, langkah-langkah kegiatan penelitian, jenis penelitian, perolehan data, hukum dasar model, variabel yang diteliti, perancangan model, perancangan simulasi, bahan dan alat penelitian, dan simulasi model. Bab IV
:
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan.
Bab V
:
PENUTUP Bab ini merupakan penutup dari keseluruhan isi penelitian berupa kesimpulan dan saran atas permasalahan yang telah dibahas pada bab sebelumnya
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pantai Pantai dipersepsikan sebagai perbatasan wilayah darat dan wilayah laut. Kata pantai biasa di samakan juga dengan pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah di tepi perairan yang di pengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut di mulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasanag surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. pengertian dari pantai ini dapat secara skematik pada gambar berikut :
1
Gambar 2.1 Terminologi pantai untuk keperluan pengelolaan pantai (Yuwono, 2005) Gelombang yang merambat dari laut dalam mengalami perubahan bentuk karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Berkurangnya kedalam laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang) mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Karakteristik gelombang setelah pecah berbeda dengan sebelum pecah. Gelombang yang telah pecah merambat terus kea rah pantai sampai akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (uprush dan downrush). Garis gelombang pecah merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan juga transport sedimen pantai. Daerah dari garis gelombang pecah kearah laut disebut dengan offshore. Sedang daerah yang terbentang kearah pantai dari gelombang pecah dibedakan menjadi tiga daerah yaitu breaker zone, surfzone dan swash zone. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah dimana gelombang yang dating dari laut (lepas pantai) mencapai ketidak-stabilan dan pecah. Di pantai yang
2
landai gelombang pecah bisa terjadi dua kali. Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik-turunnya gelombang di pantai. pantai yang landai mempunya surf zone yang lebar. Swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai. Ditinjau dari profil pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore dan back shore. Perbatasan antara inshore dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan permukaan pantai. proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan terbentuknya longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan pantai. foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas dari uprush pada saat air pasang tinggi. Profil di daerah inshore dan backshore. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tinggi. Defenisi dan karakteristik dari profil pantai ini dapat di lihat pada gambar 2 berikut ini :
Gambar 2.2 Defenisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai (Teknik Pantai, Triadmodjo, 1999) 3
B. Karakteristik Gelombang Parameter penting untuk menjelaskan gelombang air adalah panjang gelombang, tinggi gelombang dan kedalaman air dimana gelombang tersebut menjalar. Parameter-parameter yang lain seperti pengaruh kecepatan dapat di tentukan dari ketiga parameter pokok diatas. Adapun pengertian dari beberapa parameter diatas : 1
Panjang gelombang (L) adalah jarah horizontal antara dua puncak atau titik tertinggi gelombang yang berurutan, bisa juga dikatakan sebagai jarak antara dua lembah gelombang.
2
Periode gelombang (T) adalah waktu yang dibutuhkan oleh dua puncak/lembah gelombang yang berurutan melewati suatu titik tertentu.
3
Kecepatan rambat gelombang (celerity) (C) adalah perbandingan antara panjang gelombang dan periode gelombang (L/T). ketika gelombang air menjalar dengan kecepatan C. partikel air tidak turut bergerak ke arah perambatangelombang. Sedangkan sumbu koordinat untuk menjelaskan gerak gelombang berada pada kedalamn muka air tenang. Yaitu z=-h
4
Amplitudo (a) adalah jarak vertikal antara puncak/titik tertinggi gelombang atau lembah/titik terendah gelombang, dengan muka air tenang (H/2). Secara skematik dimensi mengenai karakteristik gelombang dapat dilihat pada gambar 3 berikut :
4
Gambar 2.3 karakteristik Gelombang (Teknik Pantai, Triadmodjo, 1999) Gelombang terjadi karena hembusan angin di permukaan air. Daerah dimana gelombang di bentuk disebut daerah pembangkitan gelombang (wave generating area). Gelombang yang terjadi di daerah pembangkitan disebut ‘sea’ sedangkan gelombang yang di bentuk diluar daerah pembangkitan disebut ‘swell’. Ketika gelombang menjalar, partikel air bergerak dalam suatu lingkaran vertikal kecil dan tetap pada posisinya selagi bentuk dan energi gelombang berjalan maju. Partikel air di permukaan bergerak dalam satu lingkaran besar dan membentuk puncak gelombang di puncak lingakaran dan lembah gelombang pada lintasan terendah. Di bawah permukaan, air bergerak dalam lingakaran-lingakaran yang makin kecil sampai pada kedalaman lebih besar dari setengah panjang gelombang. Pada saat gelombang bergerak menuju ke garis pantai (shoreline), gelombang mulai bergesekan dengan dasar laut dan menyebabkan pecahnya gelombang ditepi pantai. hal ini juga dapat terjadi pengaruh pada garis pantai dan bangunan yang ada disekitarnya. Keenam peristiwa tersebut adalah:
5
1
Refraksi gelombang yakni peristiwa berbeloknya arah gerak puncak gelombang.
2
Difraksi gelombang yakni peristiwa berpindahnya energi di sepanjang puncak gelombang ke arah daerah yang terlindungi.
3
Refleksi gelombang yakni peristiwa pemantulan energi gelombang yang biasanya disebabkan oleh suatu bidang bangunan di lokasi pantai.
4
Wave shoaling yakni peristiwa membesarnya tinggi gelombang saat bergerak ke tempat yang lebih dangkal.
5
Wave damping yakni peristiwa tereduksinya energi gelombang yang biasanya disebabkan adanya gaya gesekan dengan dasar pantai.
6
Wave breaking yakni peristiwa pecahnya gelombang yang biasanya terjadi pada saat gelombang mendekati garis pantai (surfzone). Gelombang yang memecah di pantai merupakan penyebab utama proses
erosi dan akresi (pengendapan) garis pantai. karakteristik gelombang ini tergantung pada kecepatan angin, durasi dan jarak seret gelombang (fetch). Sebagian besar gelombang datang dengan membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai dan menimbulkan arus sejajar pantai (longshore current), yang menggerakkan ‘littoral drift’ atau sedimen sekitar garis pantai dalam bentuk zigzag sebagai akibat datang dan surutnya gelombang ke laut. Kemampuan
air
memindahkan
material
pantai
tergantung
pada
kecepatannya. Gelombang besar atau gelombang dengan arus kuat atau cepat mampu mengangkut sedimen yang cukup besar dan dalam jumlah yang cukup
6
banyak. Material sedimen ini diendapkan ketika kecepatan air mulai menurun dan kemudian akan diambil kembali ketika kecepatan air meningkat. Elevasi muka air juga mempengaruhi proses terjadinya erosi pantai. Perubahan tinggi gelombang ini disebabkan misalnya karena pasang surut, musim, atau badai. Pantai dengan kemiringan relatif datar memiliki sistem perlindungan alami terhadap erosi. Keberadaan terumbu karang dan kemiringan pantai yang relatif datar akan memudahkan tereduksinya energi gelombang yang mendekat pesisir pantai. Sempadan pantai mencegah muka air laut yang tinggi mencapai daratan. Bukit pasir dan hutan bakau melindungi pantai dari serangan gelombang badai dan berfungsi sabagai tampungan sedimen. Ekosistem hutan bakau (mangrove) merupakan kawasan yang paling produktif dari total sistem wilayah pesisir. Terutama disebabkan oleh kemampuannya sebagai penyaring (filter) nutrien. Dengan keunikan sistem perakarannya yang mampu mengikat sedimen dan kemampuannya mengikat substrat. Kawasan ini berperan dalam menjaga keseimbangan dan keberlangsungan ekosistem pesisir dan lautan.
7
Gambar 2.4 Proses Erosi Pantai (Teknik Pantai, Triadmodjo, 1999) C. Teori Dasar Gelombang Gelombang di alam memiliki bentuk sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidak-linieran, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random. Adapun beberapa teori gelombang yang ada hanya menggambarkan bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan gelombang alam. Terdapat beberapa teori untuk menjelaskan fenomena gelombang yang terjadi di alam, antara lain sebagai berikut : 1. Teori gelombang linier (Airy Wave Theory, Small-Amplitude Wave Theory) 2. Teori gelombang non linier (Finite-Amplitude Wave Theories), diantaranya :
Gelombang Stokes orde 2, orde 3, orde 4 dan seterusnya.
Gelombang Cnoidal
Gelombang Solitary
8
Masing-masing teori tersebut mempunyai batasan keberlakuan yang berbeda. Teori gelombang Airy merupakan gelombang amplitudo kecil, sedang teori yang lain adalah gelombang amplitudo terbatas (finite amplitudo waves). 1. Klasifikasi teori gelombang Jika ditinjau dari kedalaman relatif dimana gelombang menjalar, maka gelombang dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu gelombang laut dangkal, gelombang laut transisi dan gelombang laut dalam. Batasan dari ketiga kategori tersebut didasarkan pada rasio antara kedalaman dan panjang gelombang (d/L). Batasan penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1. Batasan gelombang air dangkal, air transisi dan air dalam Kategori d/L
2πd/L
Tanh(2πd/L)
Laut dalam
> 1/2
>π
1
Laut transisi
1/20 – 1/2
0,25 – π
Tanh(2πd/L)
Laut dangkal
< 1/20
< 0,25
2πd/L
gelombang
(sumber: Teknik Pantai, Triatmodjo, 1999)
Dalam gelombang terdapat partikel-partikel air yang berubah selama penjalaran gelombang dari laut dalam sampai laut dangkal. Bentuk partikel yang terdapat dalam gelombang yang bergerak menuju laut dangkal digambarkan pada gambar berikut.
9
Gambar 2.5 Gerak partikel air dalam gelombang (Pelabuhan, Triatmodjo, 1999)
10
Tabel 2.2 Rangkuman dari teori gelombang linear Airy (Pelabuhan, Triatmodjo,1999)
2. Parameter Gelombang Berdasarkan teori Airy maka gerak gelombang dianggap sebagai kurva sinus harmonis (sinusiodal progressive wave), gelombang dapat dijelaskan secara geometris (Triatmojo, 1999) berdasarkan : a. Tinggi gelombang (H), yaitu jarak antara puncak dan lembah gelombang dalam satu periode gelombang. b. Panjang gelombang (L), jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan. L
2d gT 2 ......................................................................... (2.1) tanh 2 Lo
Dengan menggunakan cara iterasi maka persamaan (2.1) dapat diselesaikan untuk menentukan panjang gelombang (L). Pada persamaan (2.1) diperlukan panjang gelombang awal (Lo) dengan menggunakan persamaan berikut: Lo 1,56T 2
........................................................................................
(2.2)
c. Jarak antara muka air rerata dan dasar laut (d) atau kedalaman laut. Ketiga parameter tersebut diatas digunakan untuk menentukan parameter gelombang lainnya, seperti : a. Kemiringan gelombang (wave steepness) = H/L
11
b. Ketinggian relatif (relative height) = H/d c. Kedalaman relatif (relative depth) = d/L Parameter penting lainnya seperti : a. Amplitudo gelombang (A), biasanya diambil setengah tinggi gelombang (
H ), 2
b. Periode gelombang (T), yaitu interval waktu yang dibutuhkan antara 2 puncak gelombang (wave crest), c. Frekuensi (f), yaitu jumlah puncak gelombang yang melewati titik tetap per-detik. Frekuensi berbanding terbalik dengan periode, f
1 T
. Satu periode gelombang dapat juga dinyatakan dalam ukuran sudut (θ) = 2π seperti dijelaskan pada gambar dibawah ini. D. Teori Redaman Gelombang Gelombang yang menjalar melalui suatu rintangan, sebagian dari energi gelombang akan dihancurkan melalui proses gesekan, turbulensi dan gelombang pecah, dan sisanya akan dipantulkan (refleksi), dihancurkan (disipasi) dan yang diteruskan (transmisi) tergantung dari karakteristik gelombang datang (periode, tinggi gelombang dan panjang gelombang), tipe perlindungan pantai (permukaan halus atau kasar) dan dimensi serta geometri perlindungan (kemiringan, elevasi dan lebar halangan) serta kondisi lingkungan setempat (kedalaman air dan kontur dasar pantai) (CERC, 1984). Parameter refleksi gelombang biasanya dinyatakan dalam bentuk koefisien refleksi (Kr) yang didefinisikan sebagai berikut :
12
Kr =
Hr = Hi
Er ...................................................................(2.3) Ei
Dimana energi refleksi Er =
Ei =
1 pgHr ² dan energi gelombang datang adalah 8
1 pgHi ² dengan adalah rapat massa zat cair dan g adalah percepatan 8
gravitasi. Nilai Kr berkisar dari 1,0 untuk refleksi total dan 0 untuk tidak ada refleksi. Sedangkan koefisien transmisi (Kt) dihitung dengan persamaan berikut :
Kt =
Ht = Hi
Et ....................................................................(2.4) Ei
Dimana energi gelombang transmisi adalah Et =
1 pgHt ² 8
Menurut Horikawa (1978) bahwa besarnya energi gelombang yang didipasikan (dihancurkan/diredam) adalah besarnya energi gelombang datang dikurangi energi gelombang yang ditransmisikan dan direflesikan (Kd = 1-Kr-Kt). Karena tidak ada gelombang transmisi
maka nilai Kr dianggap nol,
sehingga: Kd = 1-Kr ..................................................................................(2.5) E. Gelombang Berdiri Parsial Apabila gelombang yang merambat melewati suatu penghalang, maka gelombang tersebut akan dipantulkan kembali oleh penghalang tersebut. Apabila pemantulanya sempurna atau gelombang datang dipantulkan seluruhnya, maka
13
tinggi gelombang di depan penghalang menjadi dua kali tinggi gelombang datang dan disebut gelombang berdiri (standing wave). Akan tetapi jika penghalang memiliki porositas atau tidak dapat memantulkan secara sempurna, maka tinggi gelombang di depan penghalang akan kurang dari dua kali tinggi gelombang datang dan pada kondisi ini disebut gelombang berdiri parsial (sebagian). Contoh kejadian gelombang parsial adalah gelombang yang membentur pantai atau pemecah gelombang (breakwater) mengalami pemantulan energi yang tidak sempurna. Jika suatu gelombang yang mengalami pemantulan yang tidak sempurna membentur suatu penghalang, maka tinggi gelombang datang Hi akan lebih besar dari tinggi gelombang yang direfleksikan Hr. Periode gelombang datang dan yang dipantulkan adalah sama, sehingga panjang gelombangnya juga sama. Profil gelombang total di depan penghalang adalah (Dean dan Dalrymple, 1994) :
Hi H coskx t r coskx t ..................................... (2.6) 2 2
Karena pemantulan yang tidak sempurna, menyebabkan tidak ada node yang sebenarnya dari profil gelombang tersebut. Profil gelombang untuk gelombang berdiri parsial ini dapat dilihat pada (Gambar 2.6). Untuk memisahkan tinggi gelombang datang dan tinggi gelombang yang direfleksikan, maka Persamaan (2.6) ditulis dalam bentuk lain seperti berikut :
t
Hi cos kx cost sin kx. sin t H r cos(kx ). cost sin( kx ). sin t 2 2
............................................................................................................. (2.7)
14
H H H H t i cos kx r cos(kx ) cost i sin kx r sin( kx ) sin t 2 2 2 2 ............................................................................................................. (2.8)
Selubung atas (upper emplope)
Hmax
L/4
Hminx
L/4
Selubung bawah (lower
Gambar 2.8 Profil gelombang berdiri parsial (Teknik Pantai, Triatmodjo,1991)
Dengan menguraikan persamaan (2.7) dan (2.8) diperoleh elevasi muka air maksimum dan minimum untuk gelombang berdiri sebagian seperti berikut (Pao’tonan.C, 2006) :
t max
Hi Hr ....................................................................... (2.9) 2
t min
Hi Hr ........................................................................ (2.10) 2
Dengan mengeliminasi Persamaan (2.21) dan (2.22) diperoleh :
15
Hi
H max H min .................................................................... (2.11) 2
Hr
H max H min .................................................................... (2.12) 2
Jika gelombang datang menghantam penghalang sebagian ditransmisikan, maka gelombang yang lewatpun akan mengalami hal yang sama seperti ketika membentur penghalang. Apabila gelombang yang ditransmisikan terhalang oleh suatu penghalang, maka tinggi gelombang transmisi Ht dapat dihitung dengan rumus :
Ht
H max t H min t 2
.......................................................... (2.13)
Dengan demikian untuk eksperimen di laboratorium, dilakukan pengukuran pada beberapa titik baik di depan model maupun di belakang model guna menentukan tinggi gelombang maksimum dan minimum. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (2.10) sampai (2.12) tinggi gelombang datang, reflkesi dan transmisi dapat dihitung.
F. Hukum Dasar Model Konsep dasar pemodelan dengan bantuan skala model adalah membentuk kembali masalah atau fenomena yang ada di prototipe dalam skala yang lebih kecil, sehingga fenomena yang terjadi di model akan sebangun (mirip) dengan yang ada
16
di prototipe. Kesebangunan yang dimaksud adalah berupa sebangun geometrik, sebangun kinematik (Nur Yuwono, 1996). Hubungan antara model dan prototipe diturunkan dengan skala, untuk masing-masing parameter mempunyai skala tersendiri dan besarnya tidak sama. Skala dapat disefinisikan sebagai rasio antara nilai yang ada di prototipe dengan nilai parameter tersebut pada model.
1. Sebangun Geometrik Sebangun geometrik adalah suatu kesebangunan dimana bentuk yang ada di model sama dengan bentuk prototipe tetapi ukuran bisa berbeda. Perbandingan antara semua ukuran panjang antara model dan prototipe adalah sama. Ada dua macam kesebangunan geometrik, yaitu sebangun geometrik sempurna (tanpa distorsi) dan sebangun geometrik dengan distorsi (distorted). Pada sebangun geometrik sempurna skala panjang arah horisontal (skala panjang) dan skala panjang arah vertikal (skala tinggi) adalah sama, sedangkan pada distorted model skala panjang dan skala tinggi tidak sama. Jika memungkinkan sebaiknya skala dibuat tanpa distorsi, namun jika terpaksa, maka skala dapat dibuat distorsi. Sebangun geometrik dapat dinyatakan dalam bentuk :
nL
nh
Lp Lm
hp hm
..............................................................................................(2.14)
.............................................................................................. (2.15)
17
Dengan : nL =
skala panjang
nh =
skala tinggi
Lp =
ukuran panjang prototipe
Lm =
ukuran panjang model
hp =
ukuran tinggi pada prototipe
hm =
ukuran tinggi pada model
2. Sebangun kinematik Sebangun kinematik adalah kesebangunan yang memenuhi kriteria sebangun geometrik dan perbandingan kecepatan dan percepatan aliran di dua titik pada model dan prototipe pada arah yang sama adalah sama besar. Pada model tanpa distorsi, perbandingan kecepatan dan percepatan pada semua arah arah adalah sama, sedangkan pada model dengan distorsi perbandingan yang sama hanya pada arah tertentu saja, yaitu pada arah vertikal atau horisontal. Oleh sebab itu pada permasalahan yang menyangkut tiga dimensi sebaiknya tidak menggunkan distorted model. Skala kecepatan diberi notasi nu, skala percepatan na, dan skala waktu nT didefinisikan sebagai berikut :
nu
up um
nL ..................................................................................... (2.16) nT
18
na
nQ
nT
ap am
Qp Qm Tp Tm
nL .................................................................................... (2.17) nT 2
n L3 nT
.................................................................................... (2.18)
.............................................................................................. (2.19)
3. Sebangun Dinamik Sebangun dinamik adalah kesebangunan yang memenuhi kriteria sebangun geometrik dan kinematik, serta perbandingan gaya-gaya yang bekerja pada model dan prototipe untuk seluruh pengaliran pada arah yang sama adalah sama besar. Gaya-gaya yang dimaksud adalah gaya inersia, gaya tekanan, gaya berat, gaya gesek, gaya kenyal dan tegangan permukaan. Beberapa sebangun dinamik yaitu sebangun dinamik Reynold (Reynold number) yang diekspresikan sebagai perbandingan gaya inersia terhadap gaya gesek, sebangun dinamik froude (froude number) yaitu perbandingan gaya inersia dan gaya gravitasi, bilangan Cauchy (Cauchy Number) yaitu perbandingan gaya inersia dan gaya elastik serta bilangan Weiber (Weiber Number)
yaitu
perbandingan antara gaya inersia dan gaya tegangan permukaan. Untuk penelitian refleksi dan transmisi gelombang terhadap gelombang yang merambat melalui pemecah gelombang terapung banyak dipengaruhi gaya gravitasi sehingga digunakan kesebangunan Froud. Dengan pertimbangan fasilitas yang ada 19
di laboratorium, maka pada penelitian ini, akan menggunakan skala panjang yang sama dengan skala tinggi (undistorted models) dan menggunakan kesebangunan Froude.
( L3 )(U 2 / L) U 2 Fr .................................................................. (2.20) gL gL3 Dengan demikian bila gaya gravitasi memegang peranan penting dalam permasalahan, maka perbandingan gaya inersia dan gaya gravitasi pada model dan prototipe harus sama.
n Fr
n Fr
nU ............................................................................................(2.21) n L0 , 5 Frp Frm
1 .....................................................................................(2.22)
Oleh karena digunakan model tanpa distorsi, maka skala panjang gelombang nL, skala panjang struktur nB, skala kedalaman nd dan skala sarat ns adalah sama seperti berikut :
n L nB n H nd ns .....................................................................(2.23) Sedangkan skala waktu nT dan skala gravitasi ditulis seperti berikut: nT = nL1/2 .............................................................................................(2.24) ng = 1 ................................................................................................(2.25)
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Gowa dengan waktu penelitian selama 4 bulan
B. Studi Awal 1. Saluran Pembangkit Gelombang (Wave Flume) Penelitian dilakukan pada saluran gelombang multiguna berukuran panjang 15 m, lebar 0,30 m. Kedalaman efektif saluran 0,45 m.
Gambar 3.1 Tangki Pembangkit Gelombang (Wave Flume)
1
Gambar 3.2 Tangki saluran gelombang (flume) dilihat dari posisi memanjang dilengkapi dengan pengatur kedalaman air
Gambar 3.3 Tangki saluran gelombang (flume) dilihat dari atas
2
2. Unit Pembangkit Gelombang Mesin pembangkit terdiri dari mesin utama, pulley yang berfungsi mengatur waktu putaran piringan yang dihubungkan pada stroke sehingga menggerakkan flap pembangkit gelombang.
Mesin Utama
Pulley Stroke
Panel Kontrol
Flap
Gambar 3.4 Unit Pembangkit gelombang tipe flap
3
C. Jenis Penelitian dan sumber Data 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah Eksperimental, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian tersebut, serta adanya kontrol, dengan tujuan untuk menyelidiki ada-tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan. 2. Sumber Data Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni : 1.
Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari pengamatan di lapangan.
2.
Data Sekunder yakni data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah ada baik yang telah dilakukan di Laboratorium Hidrodinamika
Teknik
Kelautan
Fakultas
Teknik
Universitas
Hasanuddin maupun dilakukan di tempat lain yang berkaitan dengan penelitian Gelombang.
4
D. Parameter yang Diteliti Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka variabel yang di teliti adalah tinggi gelombang (Hi), periode gelombang (T), Sudut Kemiringan model (θ), gelombang refleksi (Hr) dan gelombang disipasi (Hd).
E. Prosedur dan Rancangan Penelitian 1. Prosedur Secara garis besar prosedur pengambilan data adalah sebagai berikut: a. Melakukan pengisian flume pembangkit gelombang dengan air sampai dengan ketinggian air yang ditentukan. b. Kemudian model diletakan dalam flume. c. Setelah semua komponen siap, pelaksanaan pengamatan dimulai dengan membangkitkan gelombang dengan menekan tombol wave maker start pada kontrol pembangkit gelombang kemudian menyusuaikan priode dan tinggi gelombang pada alat berdasarkan periode dan tinggi gelombang yang ditenkukan. d. Data tinggi gelombang dating diukur di depan posisi model pada 9 titik. e. Kemudian prosedur 1 sampai 4 di lanjutkan secara berulang.
5
Secara garis besar prosedur penelitian ini digambarkan pada flowchart berikut:
Mulai
Studi Literatur, Parameter/variable
Persiapan Alat dan Bahan Pembuatan Model
Simulasi Model
Pengambilan data (data pengamatan)
tidak memenuhi ya Analisis data hasil penelitian
Hasil Akhir
Selesai
Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Percobaan Penelitian 2. Perancangan penelitian Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan perancangn model berdasarkan variabel yang akan diteliti. Perancangan model berdasarkan variabel yang akan diteliti. Perancangan model revetment didasarkan pada beberapa spesifikasi sebagai berikut:
6
a. Berdasarkan pertimbangan fasilitas di laboratorium, bahan yang tersedia dan ketelitian pengukuran, maka digunakan skala model 1:10, nilai skala model selengkapnya pada Tabel 2.1
Variabel
Notasi
Skala
Skala tinggi
nH
10
Skala Panjang
nL
10
Kedalaman
nd
10
Waktu (periode)
nT
3,2
Tabel 3.1 Skala Model
Gambar 3.2 Blok Beton Berpori Model 1
7
Gambar 3.3 Blok Beton Berpori Model 2
b. Model ada dua jenis blok berpori dengan jumlah yang berbeda. Terbuat dari kubus beton dengan dimensi yang sama 7 cm, lebar 5 cm dan tinggi 7 cm. Jumlah lubang untuk blok beton berpori M1 sebanyak 4 buah dan M2 9 buah dengan diameter 1 cm c. Lebar Model disesuaikan dengan lebar flume yang digunakan.
F. Pelaksanaan Penelitian 1. Sebelum melakukan pengambilan data terlebih mengukur kedalaman air yang telah di tentukan sebelumnya yaitu dengan 3 kali pengukuran kedalaman dalam satu model (15cm, 20cm dan 25cm). kemudian untuk perletakan posisi model pada saluran gelombang harus berada pada penempatan yang tepat sehingga efektif apabila gelombang datang di depan model.
8
2. Dalam pengambilan data pengamatan tinggi gelombang diukur dan dicatat pada 9 titik di depan model, dengan jarak tiap titik pengukuran adalah panjang gelombang dibagi 10. Pengukuran tinggi gelombang dilakukan pada saat gelombang dibangkitkan pada kondisi stabil, yaitu beberapa saat setelah gelombang dibangkitkan. Sedangkan pengambilan data ketinggian profil setelah beberapa waktu yang digunakan dengan mengambil pengukuran setiap 10 cm pada tiap kemiringan profil.
9
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dari seluruh kegiatan eksperimen yang telah dilakukan di laboratorium akan dipaparkan sebagai berikut 1. Panjang Gelombang
Penentuan panjang gelombang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pengukuran langsung dan metode iterasi dari persamaan panjang geombang yang ada. Untuk pengukuran langsung di laboratorium dapat diketahui dengan kasat mata dengan mengukur panjang gelombang langsung yang terdiri dari 2 bukit dan 1 lembah. Sedangkan untuk metode iterasi kita cukup membutuhkan data periode saja. 2. Data Tinggi Gelombang
Pengukuran tinggi gelombang dilakukan di depan model untuk mendapatkan tinggi gelombang datang (Hi). Dari hasil pengamatan dan pencatatan pada tiap titik lokasi pengamatan diperoleh tinggi gelombang maksimum (Hmax) dan tinggi gelombang minimum (Hmin) kemudian diolah sehingga diperoleh tinggi gelombang datang (Hi). Berikut ini salah satu contoh tabel hasil tinggi gelombang datang (Hi).
10
Model
Kedalaman Jumlah air ( h ) Lubang
Ɵ
1
15
4
30o
2
15
12
30o
Periode (T ) 1.429 1.25 1.111 1.429 1.25 1.111 1.429 1.25 1.111 1.429 1.25 1.111 1.429 1.25 1.111 1.429 1.25 1.111
Hmax (cm) 5.6 6 6.8 2.4 2.5 3.7 0.6 0.6 1 5.2 5.6 6 2.4 2.8 3.4 0.5 0.6 0.8
Hmin (cm) 3 3.2 4 2 2 2.1 0.2 0.3 0.4 3.1 3.1 4.3 1 1.6 2.2 0.1 0.2 0.3
Hi (cm) 4.3 4.6 5.4 2.2 2.25 2.9 0.4 0.45 0.7 4.15 4.35 5.15 1.7 2.2 2.8 0.3 0.4 0.55
Tabel 4.1 Data Tinggi Gelombang pada kedalaman 15 cm
Tinggi gelombang pada tiap titik pengukuran (9) untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1. 3. Gelombang Refleksi Tinggi gelombang datang (Hi) yang dialami oleh pemecah gelombang tergantung berapa besar tinggi gelombang maksimum (Hmax) dan tinggi gelombang minimum (Hmin) yang dialami oleh depan reventmen tersebut, hal ini berdasarkan landasan teori yakni besarnya gelombang datang sama dengan Hmax dijumlahkan dengan Hmin kemudian hasil penjumlahnya dibagi 2. Hasil pembagian tersebut merupakan besar tinggi gelombang datang hingga (Hi), dapat
11
dirumuskan dengan menggunakan persamaan (2.10). Salah satu contoh perhitungan tinggi gelombang datang (Hi) pada kedalaman 15 cm periode 1.429 dt model revetmen blok beton berpori adalah sebagai berikut : Diketahui : Hmax = 5,6 cm Hmin = 3 cm
Hi
H max H min 2
Hi
5,6 3 2
Hi = 4,3 cm. Gelombang datang yang mengenai/membentur suatu rintangan akan di pantulkan sebagian atau seluruhnya, fenomena gelombang ini disebut gelombang refleksi. Tinggi gelombang refleksi (Hr) dapat diselesaikan dengan persamaan (2.12). salah satu contoh perhitungan gelombang refleksi di depan model pada variasi kedalaman d 15 cm periode 1.429 dt model blok beton berpori yakni sebagai berikut : Diketahui : Hmax = 5,6 cm Hmin = 3 cm
Hr =
H max H min 2
12
Hr =
5,6 3 2
Hr = 1,3 cm Sehingga besarnya koefisien refleksi (Kr) berdasarkan landasan teori pada bab 2, dihitung dengan menggunakan persamaan (2.3). Salah satu contoh perhitungan koefisien refleksi gelombang pada variasi kedalaman d 15 cm periode 1.429 dt model blok beton berpori yakni sebagai berikut: Diketahui : Hi = 4,3 cm Hr = 1,3 cm
Kr
Hr Hi
Kr
1,3 4,3
K r = 0,3023256
4. Gelombang Disipasi Besarnya tinggi gelombang yang diredam/diabsorpsi (disipasi) Hd adalah tinggi gelombang gelombang datang (Hi) dikurangi tinggi gelombang yang direfleksikan (Hr). Salah satu contoh perhitungan gelombang disipasi model pada vaariasi kedalaman air d 15 cm, periode 1,429 adalah sebagai berikut:
13
Diketahui :
Hi = 4,3 cm Hr = 1,3 cm
Hd
= Hi – Hr
Hd
= 4,3 – 1,3 cm
Hd
= 3 cm
Sehingga kehilangan energi atau energi yang didisipasikan dapat dihitung dengan persamaan berdasarkan landasan teori pada bab 2 persamaan (2.5). Salah satu contoh perhitungan koefisien disipasi gelombang pada kedalaman d 15, periode 1,429 adalah sebagai berikut: Diketahui :
Kr = 0,3023256
K d 1 Kr K d 1 0.3023256 K d = 0,6976744
14
Berikut adalah tabel hasil pengamatan Tinggi Gelombang, Gelombang Refleksi, Gelombang Disipasi, Koefisien Refleksi Gelombang dan Koefisien Disipasi Gelombang pada kedalaman d 15 cm sebagai berikut:
Model
Hi
Model 1 Model 1 Model 1 Model 1 Model 1 Model 1 Model 1 Model 1 Model 1 Model 2 Model 2 Model 2 Model 2 Model 2 Model 2 Model 2 Model 2 Model 2
4.3 4.6 5.4 2.2 2.25 2.9 0.4 0.45 0.7 4.15 4.35 5.15 1.7 2.2 2.8 0.3 0.4 0.55
Hr
Hd
Kr
Kd
1.3 1.4 1.6 0.8 0.95 1.1 0.2 0.3 0.4 1.25 1.3 1.45 0.6 0.8 1 0.15 0.2 0.3
3 3.2 3.8 1.4 1.3 1.8 0.2 0.15 0.3 2.9 3.05 3.7 1.1 1.4 1.8 0.5 0.2 0.25
0.3023256 0.3043478 0.2962963 0.3636364 0.4222222 0.3793103 0.5 0.6666667 0.5714285 0.3012048 0.2988505 0.2815533 0.3529411 0.3636363 0.357142 0.5 0.5 0.545454
0.6976744 0.6956522 0.7037037 0.6363636 0.5777778 0.6206897 0.5 0.3333333 0.4285714 0.6987951 0.7011494 0.7184466 0.6470588 0.6363636 0.6428571 0.5 0.5 0.4545454
Hi/L 0.0261 0.03243 0.04364 0.01335 0.01586 0.02343 0.00243 0.00317 0.00566 0.02518 0.03067 0.04162 0.01032 0.01551 0.02263 0.00182 0.00282 0.00444
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Tinggi gelombang, Koefisien Refleksi dan Koefisien Disipasi Pada kedalaman 15 cm
15
B. Pembahasan
Pembahasan untuk hasil dari penelitian ini berupa grafik yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Hubungan Koefisien Disipasi (Kd) terhadap tinggi gelombang datang (Hi) untuk tiap Kemiringan
Berikut disajikan hubungan Koefisien Disipasi (Kd) terhadap tinggi gelombang datang (Hi) untuk tiap Kemiringan dalam bentuk grafik:
Kemiringan 30
Periode-1.429 Periode-1.25 Periode-1.111 Log. (Periode-1.429) Log. (Periode-1.25) Log. (Periode-1.111)
0.9 0.8 0.7
Kd
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
2
4
6
8
10
12
Hi Grafik 4.1 Hubungan Kd terhadap Hi Pada Kemiringan 30o
16
Kemiringan 40
Periode-1.429 Periode-1.25 Periode-1.111 Log. (Periode-1.429) Log. (Periode-1.25) Log. (Periode-1.111)
0.900 0.800 0.700 0.600
Kd
0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0
2
4
6
8
10
Hi
Grafik 4.2 Hubungan Kd Terhadap Hi Pada kemiringan 40 o
Berdasarkan grafik-grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai Kd akan semakin besar ketika nilai Hi nya bertambah besar, dengan kata lain bernding lurus.
2. Hubungan Koefisien Disipasi (Kd) Gelombang Terhadap Kecuraman Gelombang (Hi/L) Untuk Tiap Model
Untuk mengetahui efektivitas struktur terhadap refleksi dan disipasi, maka dilakukan kajian pengaruh antara kecuraman gelombang (Hi/L) pada masingmasing koefisien. Untuk mengkaji pengaruh ini digunakan simulasi model dengan kemiringan (θ) dan kedalaman (d) yang berbeda. Masing-masing model diplot dalam bentuk grafik hubungan kecuraman gelombang (Hi/L) dan koefisien disipasi (Kd) untuk variasi kemiringan struktur pada setiap kedalaman dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.
17
Model-1 0.8
Model-2
0.7 Model-1
0.6
Model-2
Kd
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
Hi/L
Grafik 4.6 Pengaruh Hi/L terhadap koefisien disipasi (Kd) kedalaman (d)=15cm, kemiringan (θ) = 30o
0.9
Model-1
0.8
Model-2
0.7
Model-1
0.5
Model-2
Kd
0.6
0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
Hi/L
Grafik 4.7 Pengaruh Hi/L terhadap koefisien disipasi (Kd) kedalaman (d)=20cm, kemiringan (θ) = 30o
18
0.9
Model-1
0.8
Model-2
0.7
Model-1
0.6
Model-2
Kd
0.5
0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
Hi/L
Grafik 4.8 Pengaruh Hi/L terhadap koefisien disipasi (Kd) kedalaman (d)=25cm, kemiringan (θ) = 30o
Model-1
Model-2
Model-1
Model-2
0.9 0.8 0.7 0.6
Kd
0.5 0.4 0.3
n1 = 9.228 %
n2 = 20.63 %
n3
0.2 0.1 0 0
0.02
Hi/L
0.04
0.06
Grafik 4.9 Pengaruh Hi/L terhadap koefisien disipasi (Kd) kedalaman (d)=15cm, kemiringan (θ) = 40o
19
Model-1
Model-2
Model-1
Model-2
0.8 0.7 0.6
Kd
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
0 0
0.02
0.04
0.06
0.08
Hi/L Grafik 4.10 Pengaruh Hi/L terhadap koefisien disipasi (Kd) kedalaman (d)=20cm, kemiringan (θ) = 40o
Model-1
Model-2
Model-1
Model-2
0.8 0.7 0.6
Kd
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
0.02
0.04
Hi/L
0.06
0.08
0.1
Grafik 4.11 Pengaruh Hi/L terhadap koefisien disipasi (Kd) kedalaman (d)=25cm, kemiringan (θ) = 40o
20
Berdasarkan grafik diatas kecendrungan nilai koefisien disipasi (Kd) semakin naik dengan semakin meningkatnya kecuraman gelombang (Hi/L). hal ini disebabkan karena pada struktur pantai sisi miring berpori energi gelombang datang berkurang ketika gelombang sampai pada revetment (struktur pelindung pantai), sementara itu porositas yang terdapat pada dinding struktur menimbulkan disipasi energi. Untuk nilai koefisien disipasi gelombang pada kemiringan 30o berkisar 33,3%-80,6% dan untuk kemiringan 40o berkisar 33,3%-76,7%. Dari hasil penelitian diperoleh nilai koefisien disipasi terbesar terjadi pada model 2, sedangkan nilai koefisien disipasi terkecil terjadi pada model 1. Nilai koefisien disipasi masing masing model untuk setiap kedalaman dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Nilai Kd Pada kondisi kedalaman (d) Model 15 cm
20 cm
25 cm
Model-1
0.3333 – 0.7037
0.4 – 0.6857
0.4545 – 0.7209
Model-2
0.4545 – 0.7184
0.5 – 0.8064
0.5714 – 0.7913
Tabel 4.5. Nilai Kd masing-masing model tiap kedalaman kemiringan 30
21
Nilai Kd Pada kondisi kedalaman (d) Model 15 cm
20 cm
25 cm
Model-1
0.375 – 0.6136
0.5 – 0.6666
0.3333 – 0.6578
Model-2
0.4666 – 0.7674
0.6 – 0.75
0.3636 – 0.7431
Tabel 4.6. Nilai Kd masing-masing model tiap kedalaman kemiringan 40
22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Porositas pada revetment dinding beton berpori sangat berpengaruh terhadap disipasi gelombang dimana terjadi penambahan tinggi gelombang yang diredam (Diabsorpsi) seiring bertambahnya porositas pada struktur (pada revetment dinding berpori). 2. Parameter-parameter yang mempengaruhi disipasi gelombang pada model ini adalah yakni parameter struktur yang terdiri kemiringan profil (θ), parameter gelombang yang berpengaruh adalah tinggi gelombang depan struktur (Hi) periode gelombang (T) dan kedalaman air (d), sedangkan parameter Non-Dimensional untuk pengujian disipasi gelombang adalah parameter HiS/DL. B. Saran Agar penelitian ini dapat diketahui hasilnya lebih memadai, maka disarankan bahwa dalam rangka pengembangan penelitian ini sebaiknya dilakukan beberapa hal sebagai berikut : 1. Variasi bentuk kemiringan profil, kedalaman air, variasi jumlah pori pada profil sehingga diharapkan ada peneliti yang mengkaji lebih lanjut.
23
2. Penelitian ini menggunakan pencatatan tinggi gelombang manual dengan pengamatan visual, untuk mendapatkan pencatatan yang lebih baik
disarankan
penelitian
selanjutnya
menggunakan
pencatat
gelombang otomatis. Pencatat gelombang otomatis dapat menghasilkan data deret gelombang selama percobaan, sehingga efek disipasi dapat diketahui lebih jelas dibanding pengamatan manual.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ariyarathne. 2007. Efficiency of Perforated Breakwater And Associated Energy Dissipation. Texas A&M University. Texas. CERC,1984.Shore Protection Manual 4th ed. Volume 1&II.Departementof The Army WESCE: Vicksburg Dean, R.G. Dalrymple, R.A. 2000. Water Wave Mechanics For Engineer and Scienties. World Scientific. Singapore. Horikawa, K. 1978. Dirgayusa. 1997 Coastal Engineering. University Of Tokyo Press. Tokyo. Mutiara,I.2011.Studi Eksperimental Transmisi Gelombang melalui Single Sreen Perforated Breakwater.Universitas Hasanuddin: Makassar Rineka Moh.Nazir,1988. metode penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. hlm :68-71 Thaha,A.M.,Surimiharja,A.D., Paotonan,C.2007.Usul Penelitian Hibah Bersaing “Kajian Rangkaian Bambu sebagai Alat Peredam Ombak (APO) untuk melindungi areal penanaman Mangrove”.Universitas Hasanuddin: Makassar Triatmodjo, B. 2012. Perencanaan bangunan pantai. Beta Offset. Yogyakarta. Triatmodjo, B. 1999. Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta. Wurjanto, A. dkk. 2010. Jurnal Teknik Sipil. Pemodelan Fisik 2-D untuk mengukur Tingkat Efektivitas Perforated Skirt Breakwater pada Kategori gelombang Panjang. Institut Teknologi Bandung. Bandung Yuwono, Nur. 1996. Perencanaan Model Hidraulik. Laboratorium Hidraulik dan Hidrologi Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
25