TUGAS AKHIR Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan
Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun Oleh : Nama NIM Jurusan Peminatan Pembimbing
: : : : :
Dedy Hartomo 41405120028 Teknik Elektro Teknik Listrik Ir. Badaruddin, MT
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan
Disusun Oleh : Nama NIM Program Studi Peminatan
: : : :
Dedy Hartomo 41405120028 Teknik Elektro Teknik Listrik
Menyetujui, Pembimbing
Koordinator TA
( Ir. Badaruddin, MT )
( Ir. Yudhi Gunadi, MT ) Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Elektro
( Ir. Yudhi Gunadi, MT )
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama N.P.M Jurusan Fakultas Judul Skripsi
: : : : :
Dedy Hartomo 41405120028 Teknik Elektro FTI Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus
bersedia
menerima
sanksi
berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
[ Dedy Hartomo ]
ABSTRAK
Petir adalah suatu fenomena alam yang merupakan hasil dari peristiwa elektrostatis di awan karena adanya perbedaan muatan antar awan atau perbedaan muatan antara awan dan bumi sehingga terjadilah pelepasan muatan dan menghasilkan busur api listrik yang dapat kita lihat sebagai kilat. Untuk melindungi bangunan dari bahaya sambaran petir tersebut perlu dipasang penangkal petir agar bangunan dan perangkat listrik yang ada di dalamnya terlindungi dari tegangan lebih akibat sambaran petir tersebut. Tugas akhir ini
akan membahas perhitungan dan evaluasi terhadap
sistem proteksi petir eksternal yang telah ada di gedung Departemen Kelautan dan Perikanan, dan membandingkannya dengan teori yang ada mengenai perhitungan penangkal petir. Dari hasil perhitungan dan evaluasi yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa finial yang dipasang pada gedung Departemen Kelautan dan Perikanan sudah dapat melindungi keseluruhan bangunan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta memberikan kekuatan dan kesehatan lahir maupun batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini. Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan jenjang pendidikan Sarjana Strata 1 pada Universitas Mercu Buana. Tiada lupa pula dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada : 1. Bapak Ir. Badaruddin MT, sebagai Dosen Pembimbing yang telah menyisihkan waktu dengan sabar memberikan nasehat dan arahan pada penulis demi terselesaikannya tugas akhir ini. 2. Bapak Ir. Yudhi Gunadi, MT, sebagai Ketua Jurusan dan Koordinator Tugas Akhir Teknik Elektro. 3. Bapak Hary, bapak Putu, dan bapak Tohar selaku perwakilan PT Adhi Karya pada proyek Departemen Kelautan dan Perikanan yang selalu memberikan masukan dan bantuannya. 4. Kedua orang tua dan saudara-saudara saya yang telah memberikan dukungan dan doanya. 5. Teman spesial saya Ririt yang memberi semangat dan doa kepada saya sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.
6. Seluruh teman - teman PT
Adhi Karya yang memberikan support
khususnya pada bagian estimasi. 7. Dan kepada teman-teman mercu buana yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang sudah banyak membantu dan memberi dukungannya. 8. Serta semua unsur-unsur yang secara langsung dan tidak langsung membantu hingga Tugas Akhir ini bisa selesai. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan , oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saransaran, koreksi dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK...............................................................................................................i KATA PENGANTAR............................................................................................ii DAFTAR ISI..........................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv DAFTAR TABEL...................................................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.................................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2 1.3. Tujuan Penulisan..............................................................................................2 1.4. Batasan Masalah...............................................................................................2 1.5. Metode Penulisan.............................................................................................3 1.6. Sistematika Penulisan.......................................................................................3
BAB II. MEKANISME TERJADINYA PETIR 2.1 Mekanisme Petir................................................................................................4 2.2 Jenis – jenis Sambaran Petir..............................................................................5 2.2.1
Sambaran Langsung..............................................................................5
2.2.2
Sambaran Tidak Langsung....................................................................6
2.3 Akibat yang ditimbulkan oleh Sambaran Petir............................................ ....6 2.3.1
Kerusakan Akibat Sambaran Langsung.....................................................6
2.3.2
Kerusakan Akibat Sambaran Tidak Langsung..........................................6
2.4 Sistem Proteksi Terhadap Sambaran Petir.......................................................7 2.4.1
Sistem Proteksi Eksternal...........................................................................8
2.4.1.1 Finial Penangkal Petir ( Air Terminal )....................................................8 2.4.1.2 Konduktor Penyalur Arus Petir ( Down Conductor )..............................12 2.4.1.3 Sistem Pentanahan...................................................................................13 2.4.2
Sistem Pembumian / Pentanahan.............................................................14
2.4.3
Sistem Proteksi Internal............................................................................15
2.5 Besar Kebutuhan Bangunan akan Sistem Penangkal Petir.............................15
BAB III. SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR 3.1. Sistem Penangkal Petir.............................................................................19 3.1.1. Penangkal Petir Franklin.................................................................19 3.1.2. Penangkal Petir Sangkar Faraday....................................................20 3.2. Parameter Petir.........................................................................................22 3.2.1. Kepadatan Sambaran Petir ke Tanah..............................................22 3.2.2. Harga Arus Puncak Petir.................................................................23 3.2.3. Kecuraman Maksimum Arus Petir..................................................24 3.2.4. Muatan Arus Petir...........................................................................24 3.3. Konsep Elektrogeometris Perlindungan Penangkal Petir........................24 3.3.1. Sifat Dari Sambaran Petir................................................................25
3.3.2. Bentuk Fisik dari Bangunan............................................................25 3.3.3. Konfigurasi Sistem Perlindungan...................................................26 3.4. Jarak Sambar Petir....................................................................................27 3.5. Sudut Perlindungan Penangkal Petir........................................................28 3.6. Tegangan Jatuh Pada Elektroda Pentanahan............................................29 3.7. Tipe Tanah da Tahanan Jenis Tanah........................................................30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Sistem Proteksi Petir Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan...................................................................................................32 4.2. Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya instalasi penangkal petir berdasarkan PUIPP...........................................................................32 4.3. Data Peralatan Proteksi Petir Gedung Depatemen Kelautan dan Perikanan...................................................................................................33 4.4. Perhitungan Resiko Sambaran Petir di Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan............................................................................................33 4.5. Perhitungan Jarak Sambar Petir...............................................................35 4.6. Perhitungan Sudut Perlindungan Petir dan Radius Daerah Perlindungan.............................................................................................36 4.7. Tegangan Jatuh Pada Elektroda Pentanahan............................................38 4.8. Analisa Perhitungan.................................................................................39
BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan..............................................................................................41 5.2. Saran........................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................42 LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme Sambaran Petir.................................................................5 Gambar 2.2 Metode Sudut Proteksi......................................................................11 Gambar 2.3 Nilai Kritis Efisiensi Sistem Proteksi Petir.......................................18 Gambar 3.1 Perlindungan Elektrogeometris Penangkal Petir..............................26 Gambar 3.2 Daerah Perlindungan Penangkal Petir..............................................28
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bahan dan Ukuran Terkecil Finial (Air Terminal) Tegak...................10 Tabel 2.2 Penempatan Terminasi Udara Sesuai dengan Tingkat Proteksi............11 Tabel 2.3 Bahan dan Ukuran Terkecil Dari Hantaran Penyalur Utama................13 Tabel 2.4 Efisiensi Sistem Proteksi Petir……………………………..................17 Tabel 3.1 Konstanta Spesifik Tanah ……………………………........................17
I. PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Pembangunan gedung – gedung baru, cenderung bertingkat sebagai solusi karena semakin sempitnya lahan tanah. Namun disisi lain, dengan semakin banyak berdirinya bangunan bertingkat, beberapa permasalahan mengenai keamanan bangunan menjadi penting untuk diperhatikan, karena bangunan bertingkat lebih rawan mengalami gangguan, baik gangguan secara mekanik maupun gangguan alam. Salah satu gangguan alam yang sering terjadi adalah sambaran petir. Mengingat letak geografis Indonesia yang dilalui garis katulistiwa menyebabkan Indonesia beriklim tropis, akibatnya Indonesia memiliki hari guruh rata – rata per tahun yang sangat tinggi. Dengan demikian bangunan – bangunan di Indonesia memiliki resiko lebih besar mengalami kerusakan akibat terkena sambaran petir. Kerusakan yang ditimbulkan dapat membahayakan peralatan serta manusia yang berada di dalam gedung tersebut. Untuk melindungi dan mengurangi dampak kerusakan akibat sambaran petir maka dipasang sistem pengaman pada gedung bertingkat. Sistem pengaman itu salah satunya berupa sistem penangkal petir beserta pentanahannya. Pemasangan sistem tersebut didasari oleh perhitungan resiko kerusakan akibat sambaran petir terhadap gedung. Perhitungan resiko ini digunakan sebagai standar untuk mengetahui kebutuhan pemasangan sistem penangkal petir pada bangunan bertingkat tersebut. Dalam skripsi yang berjudul “Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan Dan Perikanan” ini akan diuraikan tentang sistem proteksi instalasi penangkal petir pada gedung atau bangunan bertingkat.
1
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wacana tentang perlunya pengamanan pada gedung atau bangunan bertingkat dari sambaran petir.
1.2.
RUMUSAN MASALAH Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah : Pada penulisan Skripsi ini, penulis akan mengambil studi pada Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan yang terletak di Jl. Batu No. 2/3 Gambir Jakarta Pusat ini didirikan diatas lahan seluas 5.460 m², memiliki ketinggian sekitar ± 68 m sangat berpotensi terkena sambaran petir baik dengan intensitas arus petir yang kecil, menengah, bahkan yang besar. Oleh sebab itu penulis mencoba untuk mengevaluasi sistem proteksi petir yang telah terpasang pada Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan ini.
1.3.
TUJUAN PENULISAN Maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah : Untuk mengevaluasi sistem proteksi petir eksternal pada Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan apakah sudah memenuhi persyaratan sebagai penangkal petir yang baik yang dapat melindungi manusia, perangkat listrik dan elektronik serta bangunan terhadap bahaya sambaran petir baik secara langsung maupun tidak langsung.
1.4.
BATASAN MASALAH Penulisan skripsi ini perlu adanya batasan masalah yang dibahas, Batasan skripsi ini adalah mengevaluasi sistem penangkal petir eksternal, khususnya dalam hal menentukan radius daerah perlindungan menurut standarisasi penangkal petir.
2
1.5.
METODE PENULISAN Metode penulisan dilakukan dengan mencari data-data di lapangan juga melalui buku-buku pelajaran yang berhubungan dengan bahasan skripsi diperpustakaan dan juga melalui bacaan-bacaan dari internet yang semuanya diharapkan mendapatkan pembahasan yang lengkap.
1.6.
SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan Skripsi, sebagai berikut : HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN Pada bab Pendahuluan berisi tentang latar belakang tentang pemilihan judul, rumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan dan batasan masalah skripsi.
BAB II
TEORI DASAR PENANGKAL PETIR Berisikan tinjauan pustaka tentang penangkal petir.
BAB III SISTEM PERLINDUNGAN TERHADAP PENANGKAL PETIR Berisikan tentang sistem perlindungan terhadap penangkal petir dan metode perhitungan yang di gunakan. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Berisikan tentang pembahasan yang memuat hasil-hasil perhitungan mengenai system proteksi eksternal pada gedung Departemen Kelautan dan Perikanan.
BAB V
PENUTUP Berisi tentang simpulan dan saran dari penulisan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
3
BAB II MEKANISME TERJADINYA PETIR
Petir adalah gejala alam yang merupakan hasil proses elektrostatis di awan. Muatan awan yang menginduksi muatan bumi akan menimbulkan medan listrik, besarnya medan listrik yang terjadi tergantung pada besarnya muatan penginduksi. Jika besarnya melebihi medan tembus udara maka terjadi pelepasan muatan listrik berupa petir.
2.1. Mekanisme Petir Mekanisme pembentukan awan bermuatan diawali adanya kondisi atmosfir tertentu dimana terjadi aliran udara dari bawah ke atas membawa serta udara lembab menjadi kristal-kristal es yang kemudian mengalami penurunan, akibatnya terjadi lagi perubahan wujud dari kristal es menjadi tetesan air karena adanya pengaruh gravitasi bumi dan perubahan temperatur. Dengan demikian tetesan-tetesan air ini mengalami pergeseran dalam arah vertikal maupun horizontal, sehingga terjadilah pemisahan muatan listrik. Awan bermuatan dapat berbentuk jika suatu daerah terdapat udara yang lembab atau terjadinya pergerakan udara ke atas. Kelembaban ditimbulkan karena adanya pengaruh sinar matahari yang menyebabkan terjadinya penguapan air dari permukaan tanah. Uap air dan udara panas ini akan naik ke atas karena adanya gerakan ke atas (updraft) dari udara yang membentuk lapisan-lapisan awan. Pergerakan udara ke atas yang terus-menerus ini akan menyebabkan terjadinya pembentukan awan bermuatan berdiameter beberapa kilometer dengan ketinggian hingga mencapai sekitar 10 km dan bagian awan terendah umumnya terletak antara 1 km sampai 2 km di atas permukaan tanah. Pada bagian atas dari awan akan terbentuk kristal es dengan temperatur -500 C yang bermuatan positif, dan bagian bawah merupakan bagian yang terdiri dari
4
butir-buitr air hujan dengan temperatur +100 C yang bermuatan negatif. Jika kuat medan listrik udara antara dua bagian yang bermuatan ini sudah tercapai maka akan terjadi pelepasan muatan listrik berupa petir.
Gambar 2.1. Mekanisme Sambaran Petir
2.2. Jenis-jenis Sambaran Petir Dilihat dari letak objek dan jaraknya dari titik sambaran, maka sambaran petir dapat digolongkan menjadi dua yaitu sambaran langsung dan sambaran tidak langsung.
2.2.1. Sambaran Langsung Merupakan sambaran yang langsung menyambar gedung yang diproteksi, misalnya sambaran dekat dengan instalasi industri atau sambaran pada hantaran udara tegangan rendah atau sambaran pada pipa metal, kabel, dan lain-lain. Pada jenis sambaran ini, instalasi tegangan lebih akan dialiri oleh seluruh atau sebagian arus petir.
5
2.2.2. Sambaran Tidak Langsung Merupakan sambaran petir yang menyambar hantaran udara atau induksi dari pelepasan muatan petir awan-awan pada hantaran udara atau sambaran dekat dengan hantaran udara sehingga menimbulkan gelombang berjalan yang menuju ke peralatan listrik/elektronik. Pada jenis sambaran ini, peralatan proteksi tegangan lebih akan dialiri oleh sebagian kecil arus petir atau arus induksi.
2.3. Akibat yang ditimbulkan oleh Sambaran Petir Suatu sambaran petir yang terjadi dapat menimbulkan bermacammacam ganguan yang tidak hanya membahayakan peralatan-peralatan elektronik beserta unit telekomunikasi namun juga bisa mengancam keselamatan jiwa manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.3.1. Kerusakan Akibat Sambaran Langsung Kerusakan ini terjadi karena sambaran petir mengenai suatu struktur bangunan dan merusak bangunan tersebut sekaligus peralatan elektronik yang ada didalamnya. Keruskan yang diakibatkan dapat berupa kebakaran gedung, keretakan pada dinding bangunan, kebakaran pada peralatan elektronik, kontrol, telekomunikasi, jaringan data dan sebagainya.
2.3.2. Kerusakan Akibat Sambaran Tidak Langsung Kerusakan jenis ini terjadi karena petir menyambar suatu titik lokasi
misalnya
pada
suatu
menara
transmisi
atau
menara
telekomunikasi kemudian terjadi hantaran listrik secara induksi melalui kabel listrik, kabel telekomunikasi atau peralatan lain yang bersifat konduktif sampai jarak tertentu yang tanpa disadari telak merusak peralatan elektronik yang jaraknya jauh dari lokasi sambaran semula.
6
Mekanisme induksi karena secara tidak langsung sambaran petir tersebut menyebabkan kenaikan potensial pada peralatan elektronik. Kenaikan tegangan dari akibat kopling-kopling, baik kopling resistif, kapasitif dan induktif. Besarnya nilai-nilai tegangan lebih yang terjadi nantinya akan diperlukan dalam analisa suatu perlindungan secara internal terhadap sambaran petir. Pada dasarnya nilai-nilai yang terjadi resistif kecil pada suatu sambaran yang normal karena cukup memaksimalkan perlindungan secara eksternalnya, namun apabila pada suatu sambaran yang ekstrim yang kemungkinan dapat terjadi, nilai tegangan lebih ini sangat perlu diperhatikan nilainya dan pengaruhnya pada suatu peralatan-peralatan yang ada.
2.4. Sistem Proteksi Terhadap Sambaran Petir Pengertian proteksi petir pada dasarnya adalah penangkal bahaya sambaran petir pada suatu gedung dan peralatan yang ada di dalamnya, baik karena sambaran langsung maupun secara tidak langsung. Sistem proteksi terhadap sambaran petir terdiri dari sitem proteksi eksternal dan sistem proteksi
internal
yang
rancang secara
terintegrasi
sehingga
dapat
mewujudkan keandalan pengamanan yang lebih baik. Tingkat perlindungan suatu sistem proteksi terhadap sambaran petir dikelompokkan dalam : 1. Tingkat perlindungan biasa atau normal, yaitu untuk bangunan-bangunan biasa yang bila terjadi kegagalan perlindungan tidak menyebabkan bahaya beruntun, seperti bangunan perumahan. 2. Tingkat perlindungan tinggi, yaitu untuk bangunan-bangunan atau instalasi yang lain, yang bila terjadi kegagalan perlindungan dapat membahayakan keselamatan jiwa, atau dapat menimbulkan bahaya ikutan yang lebih besar, seperti instalasi eksplosif, bangunan-bangunan dengan tingkat penggunaan tinggi dan banyak orang berada di dalamnya, instalasi komunikasi.
7
3. Tingkat perlindungan sangat tinggi, untuk bangunan atau instalasi yang jika terjadi kegagalan perlindungan dapat menyebabkan bahaya ikutan yang tidak terkendali, seperti pusat instalasi nuklir.
Mengacu pada IEC (International Elektrotechnical Commission) TC 81:1989 tentang konsep Lightning Protection Zone (LPZ), sistem proteksi petir yang sempurna terdiri dari 3 bagian : 1. Proteksi Eksternal 2. Proteksi Pembumian / Pentanahan 3. Proteksi Internal
2.4.1. Sistem Proteksi Eksternal Yang dimaksud dengan sistem proteksi eksternal adalah instalasi sistem proteksi yang terletak di luar struktur bangunan yang berfungsi sebagai titik sambar petir yang menerima langsung arus petir dan mengalirkannya ke sistem pembumian melalui kawat penghantar (down conductor). Sistem proteksi eksternal terdiri dari:
Finial Penangkal Petir (Air Terminal)
Konduktor Penyalur Arus Petir (Down Conductor)
Sistem Pentanahan (Grounding System)
2.4.1.1. Finial Penangkal Petir (Air Terminal) Terminal udara sebagai titik objek sambaran petir ke bumi dan diletakkan di tempat yang mudah disambar petir. Letaknya
8
di tempat yang terbuka ditempatkan pada tempat yang tinggi dan tidak terhalang oleh benda lain. Jenis bahan dan ukuran terkecil dari terminal udara (penangkal petir) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
9
Tabel 2.1. Bahan dan Ukuran Terkecil Finial (Air Terminal) Tegak No
1
2
Komponen
Jenis Bahan
1"dengan
Pejal runcing
Baja Galvani
Pejal runcing
1" dari pita
Alumunium
Pejal runcing
1" baja galvanis
Tembaga
Bulat
10 mm
pejal
Pita
25 x 3 mm
Pipa
1"
Pejal bulat
10 mm
Pejal bulat
25 x 3 mm
Pejal bulat
½"
Pejal pita
24 x 4 mm
Pejal bulat
10 mm
Pejal pita
25 x 3 mm
Pejal bulat
10 mm
Pejal pita
25 x 3 mm
Pejal bulat
½"
Pejal pita
25 x 3 mm
Pejal bulat
8 mm
Pejal pita
25 x 4 mm
Pilin
50 mm
Pejal bulat
8 mm
Pejal pita
25 x 3 mm
Pejal bulat
½"
Pejal pita
25 x 4 mm
dudukan
Kepala
Batang tegak
Baja Galvani
Tembaga
Finial
Baja Galvani
Alumunium
Tembaga
4
Ukuran
Tembaga
Alumunium
3
Bentuk
Finial datar Baja Galvani
Alumunium
10
Ada 3 (tiga) metode yang digunakan untuk menentukan penempatan terminasi udara dan untuk mengetahui daerah proteksi. Ketiga metode tersebut adalah: 1. Metode jala (mesh size method) Metode ini digunakan untuk keperluan perlindungan permukaan yang datar karena bisa melindungi seluruh permukaan bangunan. Daerah yang diproteksi adalah keseluruhan daerah yang ada di dalam jala-jala. Ukuran jala sesuai tingkat proteksi yang dipilih tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2
Penempatan Terminasi Udara Sesuai dengan
Tingkat Proteksi Tingkat Proteksi I II III IV
h (m) R (m) 20 30 45 60
20 αº 25 35 45 55
30 αº 25 35 45
45 αº 25 35
60 αº 25
Lebar Jala (m) 5 10 15 20
2. Metode sudut proteksi (protective angle method) Daerah yang diproteksi adalah daerah yang berada di dalam kerucut dengan sudut proteksi sesuai dengan tabel 2.2.
Gambar 2.2 Metode Sudut Proteksi
11
3. Metode bola bergulir (rolling sphere method ) Metode bola bergulir baik digunakan pada bangunan yang bentuknya rumit. Dengan metode ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R yang bergulir di atas tanah, sekeliling struktur dan di atas struktur ke segala arah hingga bertemu dengan tanah atau struktur yang berhubungan dengan permukaan bumi yang mampu bekerja sebagai penghantar. Titik sentuh bola bergulir pada struktur adalah titik yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut harus diproteksi oleh konduktor terminasi udara. Semua petir yang berjarak R dari ujung penangkap petir akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menyambar bangunan. Besarnya R berhubungan dengan besar arus petir dan dinyatakan sebagai : R = I 0,75 Bila ada arus petir yang lebih kecil dari I tersebut mengenai bangunan, bangunan masih bisa tahan. Bila arus petir lebih besar dari I tersebut, akan ditangkap oleh penangkap petir.
2.4.1.2. Konduktor Penyalur Arus Petir (Down Conductor) Penghantar arus petir adalah konduktor yang berfungsi untuk menyalurkan arus petir ke sistem pentanahan. Penghantar arus petir harus dihubungkan ke sistem pentanahan sedekat mungkin agar jatuh tegangan induktif sepanjang hantaran sekecil mungkin. Hantaran penyalur terdiri atas:
Hantaran penyalur utama, yaitu hantaran dari logam dengan ketentuan luas penampang, jenis bahan, dan lain-
12
Hantaran pembantu, yaitu semua hantaran lain dari logam yang terdapat pada bangunan (pipa air hujan, konstruksikonstruksi logam lainnya) yang dapat dimanfaatkan sebagai penyalur arus petir.
Hantaran penghubung, yaitu semua hantaran-hantaran dari logam yang menghubungkan antara penangkap petir dengan bagian-bagian logam didalam dan diluar bangunan atau dengan hantaran-hantaran lain diatas tanah.
Tabel 2.3. Bahan dan Ukuran Terkecil Dari Hantaran Penyalur Utama Jenis Bahan
Tembaga
Baja Galvani
Alumunium
Bentuk
Ukuran
Pejal bulat
8 mm
Pejal pita
25 x 3 mm
Pilin
50 mm
Pejal bulat
8 mm
Pejal pita
25 x 3 mm
Pejal bulat
½"
Pejal pita
25 x 4 mm
2.4.1.3. Sistem Pentanahan (Grounding System) Tujuan pentanahan adalah untuk mengalirkan arus listrik ke dalam tanah melalui suatu elektroda yang ditanam di dalam tanah jika terjadi gangguan. Arus listrik yang mengalir pada elektroda pentanahan akan mengakibatkan perbedaan tegangan antara elektroda pada suatu titik dengan titik yang jauh di
13
permukaan tanah. Sistem pentanahan memberikan solusi menyeluruh
berupa
perlindungan
peralatan
elektronik,
bangunan, dan keselamatan manusia terhadap kemungkinan bahaya kejut listrik, tegangan berlebih, serta perlindungan terhadap petir.
2.4.2. Sistem Proteksi Pembumian / Pentanahan Sistem pembumian juga sangat penting dalam suatu sistem proteksi petir. Pembumian dilakukan denagn menghubungkan semua elektroda tunggal ke bumi untuk menyebarkan arus petir ke dalam tanah. Tujuannya untuk membatasi tegangan antara peralatan yang tidak dialiri arus dan antara bagian ini dengan tanah sampai harga yang aman untuk kondisi operasi. Pembumian dapat menggunakan elektroda pita, elektroda batang dan elektroda pembumian pondasi. a. Elektroda pita adalah elektroda berbentuk pita atau kawat dengan tanpa memperhitungkan luas penampangnya ditanam di dalam tanah, kedalamannya sekurang-kurangnya berjarak 50 cm dari permukaan tanah. b. Elektroda batang adalah elektroda berbentuk batang yang dapat berupa pipa logam, batang logam bulat pejal atau plat strip yang ditanam secara tegak ke dalam tanah. c. Elektroda
pembumian
pondasi
adalah
pembumian
yang
memanfaatkan tulang beton pondasi untuk menyalurkan arus petir. Apabila pembumian menggunakan elektroda ini maka diperlukan penyambungan antara elektroda pembumian dengan konduktor penyalur utamadan konduktor penyalur pembantu.
Syarat-syarat konduktor sistem pembumian : 1. Memiliki daya hantar jenis (konduktivitas) yang cukup besar sehingga tidak akanmemperbesar beda potensial.
14
2. Memiliki kekuatan mekanis tinggi. 3. Tahan terhadap peleburan karena sambungan yang buruk walaupun kontuktor tesebuat akan terkena arus gangguan dalam waktu lama. 4. Tahan terhadap korosi.
2.4.3. Sistem Proteksi Internal Penangkal petir internal ditujukan menghindari bahaya langsung maupun tidak langsung akibat suatu sambaran petir di suatu tempat, pada peralatan- peralatan elektronik, telekomunikasi, komputer dan instalasi lain yang berada di dalam bangunan atau gedung. Penangkal petir internal dilaksanakan dengan pengadaan penyama potensial sehingga tidak terjadi beda potensial atau tegangan pada peralatan yang dilindungi. Langkah proteksi yang dilakukan merupakan integerasi dari sarana penyamaan potensial, pemasangan arester arus dan arester tegangan serta tindakan perlindungan dengan screening. Penyamaan potensila dilakukan dengan menghubungkan konduktor bonding yang terbuat dari logam, instalasi dari logam, instalasi listrik dan instalasi telekomunikasi dalam bangunan yang akan diproteksi. Di dalam proteksi petir dengan sistem penyamaan potensial, areseter tegangan rendah dipasang pada titik dimanakabel tenaga masuk ke dalam bangunan. Implementasi konsepsi penangkal petir internal pada dasarnya adalah upaya menghindari terjadinya beda potensial pada semua titik di instalasi atau peralatan yang diproteksi di dalam bangunan.
2.5. Besar Kebutuhan Bangunan akan Sistem Proteksi Petir Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu bangunan, termasuk manusia dan peralatan yang ada di dalamnya terhadap bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir.
15
1. Berdasarkan PUIPP besarnya kebutuhan tersebut ditentukan berdasarkan penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi dan dituliskan sebagai: R1 = A + B + C + D + E
(2.1)
( Besar index di atas, lihat pada lampiran ) Ket : A
: Indeks bahaya berdasarkan jenis bangunan
B
: Indeks bahaya berdasarkan konstruksi bangunan
C
: Indeks bahaya berdasarkan tinggi bangunan
D
: Indeks bahaya berdasarkan situasi bangunan
E
: Indeks bahaya berdasarkan hari guruh
R1 : Perkiraan bahaya sambaran petir berdasarkan PUIPP
2. Berdasarkan pada standar NFPA 780 yaitu dengan menjumlahkan sejumlah indeks yang mewakili keadaan lokasi bangunan kemudian hasil penjumlahan dibagi dengan indeks yang mewakili isokeraunic level di daerah tersebut. Secara matematik dituliskan sebagai : R2 = A + B + C + D + E
(2.2)
F Ket : A
: Indeks jenis struktur
B
: Indeks jenis konstruksi
C
: Indeks lokasi bangunan
D
: Indeks Topografi
E
: Indeks penggunaan dan isi bangunan
F
: Indeks IKL ( Isokeraunic Level )
R2 : Perkiraan bahaya sambaran petir berdasarkan NFPA 780
3. Berdasarkan standar IEC 1024-1-1, pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk suatu sistem proteksi petir pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk suatu sistem proteksi petir didasarkan pada frekwensi sambaran petir langsung setempat yang diperkirakan ke struktur yang diproteksi dan frekwensi sambaran petir tahunan setempat
16
yang diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ke tanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan di daerah tempat suatu struktur berada dinyatakan sebagai : Ng = 0,04. IKL1,25 / km2/ tahun.
(2.3)
Ket : Ng : Kerapatan kilat petir ke tanah IKL : Isokeraunic level di daerah tempat struktur yang akan diproteksi. Nd = Ng. Ae. 10-6/tah Ket : Nd Ae
(2.4)
: Frekwensi sambaran petir langsung setempat : Area cakupan dari struktur
Area cakupan dari struktur yaitu daerah permukaan tanah yang dianggap sebagai struktur yang mempunyai frekwensi sambaran langsung tahunan. Daerah yang diproteksi adalah daerah di sekitar struktur sejauh 3h dimana h adalah tinggi struktur yang diproteksi. Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang sistem proteksi petir pada bangunan berdasarkan perhitungan Nd dan Nc dilakukan sebagai berikut : a. Jika Nd ≤ Nc tidak perlu sistem proteksi petir. b. Jika Nd > Nc diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi : E ≥ 1- Nc/Nd
(2.5)
Ket : Nc : Frekwensi sambaran petir tahunan setempat dengan tingkat proteksi sesuai tabel 2.4. Tabel 2.4. Efisiensi Sistem Proteksi Petir Tingkat Proteksi I II III IV
Efisiensi SPP 0.98 0.95 0.90 0.80
Grafik nilai kritis efisiensi sistem proteksi petir yaitu perbandingan Nc dengan Nd ditunjukkan dalam gambar 2.3.
17
Gambar 2.3 Nilai Kritis Efisiensi Sistem Proteksi Petir
18
BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR
3.1. Sistem Penangkal Petir Penerapan sistem penangkal petir di lapangan, pada prakteknya sangat bervariasi baik dipengaruhi faktor klimatologi, geografi, ekonomi bahkan juga kulturnya. Jadi pastilah tidak semua sistem yang sudah ada akan mengikuti idealisme penerapan teknologi sistem yang baru karena disesuaikan dengan kebutuhan dan atas pertimbangan tertentu. Faktor-faktor ini seringkali cukup menarik perhatian para pengguna sistem, sehingga berbagai macam tipe penangkal petir perlu dipahami dimana letak perbedaannya.
3.1.1. Penangkal Petir Franklin Pengamanan
bangunan
terhadap
sambaran
kilat
dengan
menggunakan sistem penangkal petir franklin merupakan cara yang tertua namun masih sering digunakan karena hasilnya dianggap cukup memuaskan, terutama untuk bangunan-bangunan dengan bentuk tertentu, seperti misalnya : menara, gereja dan bangunan-bangunan lain yang beratap runcing. Telah banyak buku-buku atau paper-paper yang membahas mekanisme kilat, biasanya bila pada awan terjadi aktivitas pembentukan atau pengumpulan muatan, maka pada permukaan bumi ( merupakan bayangan dari awan ) terinduksi muatan dengan polaritas yang berlawanan itu, timbulah medan listrik yang amat kuat diantara awan dan bumi. Medan listrik yang amat kuat itu menyebabkan obyek-obyek di permukaan bumi yang letaknya relatif tinggi seperti misalnya puncak pohon, ujung atap bangunan dan sebagainya serentak melepaskan muatan yang berasal dari bumi berupa ion-ion positif. Ion-ion ini membentuk saluran seperti pita udara yang bergerak ke arah pita yang dibentuk oleh ion-ion yang berasal dari muatan negatif dari awan. Bila
19
kedua ujung pita ini bertemu di suatu titik udara, maka terjadilah sambaran balik. Berdasarkan atas teori ini, franklin menempatkan sebuah batang penangkal petir dengan ujungnya dibuat runcing di bagian teratas dari bagian yang akan dilindungi. Ujung batang penangkal petir ini dibuat runcing dengan tujuan agar pada keadaan dimana terjadi aktivitas penumpukan muatan di awan, maka diujung itulah akan terinduksi muatan dengan rapat muatan yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan rapat muatan dari muatan-muatan yang terdapat pada bagianbagian lain dari bangunan, dengan demikian dapat diharapkan bahwa kilat akan menyambar ujung dari batang penangkal petir itu terlebih dahulu. Batang penangkal petir ini kemudian di ketanahkan melalui penghantar turun ke elektroda pengetanahan. Tujuan dari penghantar turun dan elektroda pengetanahan adalah sebagai jalan “ by pass “ bagi muatan bumi dan juga arus kilat untuk keluar atau memasuki bumi sehingga muatan bumi atau arus kilat tidak mengambil jalan melalui bagian-bagian lain dari bangunan yang bersangkutan.
3.1.2. Sangkar Faraday Sistem pengaman bangunan terhadap sambaran kilat dengan menggunakan sistem sangkar faraday merupakan pengembangan dari sistem penangkal petir franklin, sehingga dalam banyak segi, prinsip kerja dari sistem sangkar faraday dapat dikatakan sama dengan sistem penangkal petir franklin. Perbedaannya hanyalah terletak dalam segi penggunaan ujung penangkal dimana bila pada sistem penangkal petir franklin digunakan batang-batang penangkal petir yang vertikal, maka pada sistem sangkar faraday digunakan konduktor-konduktor horisontal. Sambaran kilat biasanya mengenai bagian-bagian yang runcing atau ujung-ujung dari atap bangunan, hal ini disebabkan karena pada bagian-bagian inilah terdapat rapat muatan yang relatif lebih besar bila
20
dibandingkan dengan rapat muatan dari bagian-bagian atap yang lain dari bangunan tersebut. Oleh karena itu maka pada bagian-bagian yang berbahaya tersebut perlu dipasang konduktor horisontal yang berfungsi sebagai obyek sambaran kilat, sehingga bagian-bagian lain dari atap bangunan tersebut terlindung. Untuk bangunan-bangunan yang beratap luas, perlu ditambahkan beberapa konduktor horisontal lagi diantaranya. Konduktor-konduktor itu harus terhubung secara listrik satu dengan yang lain. Ini adalah prinsip dari sangkar faraday dimana konduktorkonduktor horisontal yang dipasang di bagian teratas lalu terhubung melalui konduktor saluran ke tanah dan terhubung ke elektroda pengetanahan dari bangunan seolah-olah membentuk sangkar pelindung yang melindungi bangunan tersebut terhadap induksi atau masuknya muatan dari luar yang membahayakan bangunan tersebut. Untuk memperbaiki sistem sangkar faraday ini perlu ditambahkan beberapa batang penangkal petir yang pendek (finial) pada bagian-bagian dari atap bangunan yang diperkirakan mudah tersambar kilat, finial ini dihubungkan secara listrik dengan konduktor horisontal yang terdekat ( tujuan dari pemasangan finial ini adalah untuk memperlancar mengalirnya arus muatan dari bumi ke awan dan sebaliknya dari awan ke bumi ). Cara pemasangan konduktor-konduktor baik mendatar maupun menurun tentunya haruslah diperhitungkan kemungkinan tegangan pindah yang terjadi, agar tidak membahayakan. Kalaupun ingin mencegah tegangan pindah ini dapat mempertimbangkan pemakaian kabel coaxial atau triax walaupun secara estetika gedung dan ekonomis tidak memenuhi kebutuhan. Untuk gedung yang dipenuhi peralatan elektronik sangkar faraday atau franklin tidak dianjurkan karena medan yang ditimbulkan ketika terjadi sambaran dapat memperpendek waktu kerja perangkat elektronik terutama untuk perangkat yang memakai sinyal.
21
3.2. Parameter Petir Parameter petir adalah rumusan-rumusan dan satuan-satuan yang diperoleh dari penelitian tentang petir yang dapat dipakai sebagai acuan dalam menganalisa masalah petir serta proteksinya. Parameter petir dapat diklasifikasikan menjadi parameter kejadian petir, parameter bentuk dan parameter arus. Namun yang paling diperlukan dalam analisa ini parameter kejadian dan parameter arus. Parameter kejadian petir memberi gambaran tentang Kepadatan Sambaran Petir (F g ), sedangkan parameter arus yang dibutuhkan adalah Arus Puncak Petir ( Î ) dan Kecuraman Arus Petir Maksimum (di/dt) maks .
3.2.1. Kepadatan Sambaran Petir ke Tanah Jumlah hari guruh petir per tahun (IKL) adalah jumlah hari ratarata guruh terdengar per tahunnya. Semakin besar jumlah hari guruh per tahun pada suatu daerah semakin besar pula kemungkinan daerah tersebut terkena sambaran petir. Berkaitan dengan jumlah hari guruh per tahun dan curah hujan didefenisikan kepadatan sambaran petir ke tanah : Fg = 4 x 10-3 x (IKL)0,8 x (P)0,5
sambaran km 2 tahun
(3.1)
22
dimana : = Kepadatan sambaran petir ke tanah (sambaran/km2-th)
Fg
IKL = Jumlah hari guruh per tahun (ISO Keraunic Level) P
= Jumlah curah hujan rata-rata per-tahun (mm)
3.2.2. Harga Arus Puncak Petir Ampitudo arus sambaran petir merupakan salah satu parameter paling penting untuk menentukan berapa harga tegangan yang akan terjadi pada puncak menara, atau tegangan yang memasuki gardu induk, atau tegangan yang yang akan dirasa oleh peralatan-peralatan lain. Besar arus petir juga digunakan untuk mencari besar jarak petir yang
merupakan
parameter-parameter
terpenting
dari
model
elektrogeometris. Untuk menghitung besarnya arus puncak petir di Indonesia berdasarkan hasil analisa regresi, maka didapat dalam bentuk persamaan sebagai berikut: I = 29,5 x Fg0,3 x е {[-4,14 x 10
-3 x Li] x [-2,4 x 10-4 x A]}
(3.2)
dimana : I = arus puncak petir (KA) L i = derajat lintang daerah yang bersangkutan Fg = kepadatan sambaran petir ke tanah (sambaran/km2.th) A = ketinggian awan terendah (meter)
23
3.2.3. Kecuraman Maksimum Arus Petir Kecuraman arus petir maksimum (A/µs) (besaran “(di/dt) maks ” dari arus petir) ini bertanggung jawab pada timbulnya tegangan induksi elektromagnetis pada loop/jaringan yang terdapat di dalam suatu instalasi yang tertutup atau terbuka yang terletak di dekat konduktor yang dilalui arus petir. Kecuraman arus petir dirumuskan : (di/dt) maks = 1,2 x I0,7 kA/μs
(3.3)
dimana : I = arus puncak petir
3.2.4. Muatan Arus Petir Muatan arus petir adalah jumlah seluruh muatan yang dipindahkan petir termasuk sambaran berulang yang merupakan ukuran dari energi petir yang dapat menyebabkan leburnya logam atau obyek sambaran lainnya. Persamaan muatan arus petir adalah: Q = 1,13 x I0,5 (Coulomb)
(3.4)
3.3. Konsep Elektrogeometris Perlindungan Penangkal Petir Model analisis elektrogeometris acuan merupakan hubungan antara sifat listrik sambaran dengan geometris dari sistem perlindungan yang didefinisikan pada kondisi ideal. Kondisi ideal yang didefinisikan dalam pembuatan model elektrogeometris sistem perlindungan bangunan adalah :
24
3.3.1. Sifat Dari Sambaran Petir Jarak sambaran ke setiap komponen sistem mempunyai harga yang sama. r s = K s K I ( I )s (3.5) dimana: K I dan s
: adalah suatu konstanta yang akan dicari.
Ks
: harga yang menunjukkan kemungkinan perbedaan dalam jarak sambar dari lidah petir ke tanah (r sg ), ke batang penangkal tegak (r s ), ke hantaran penyalur (r shp ), dan ke bangunan (r sb ).
Pada kondisi ideal didefinisikan harga K s = 1, maka : r s = r sg = r shp = r sb .
3.3.2. Bentuk Fisik Dari Bangunan Karena tidak ada standarisasi bentuk-bentuk bangunan, maka untuk mempermudah permasalahan dilakukan penyederhanaan : a. Bangunan didefenisikan terletak ditengah-tengah suatu bidang datar rata yang luas tanpa ada komponen yang lain di bumi. b. Bangunan mempunyai bentuk atap datar sejajar permukaan tanah datar. c. Bangunan mempunyai bentuk balok dengan sisi-sisi empat atau berbentuk silinder.
25
3.3.3. Konfigurasi Sistem Perlindungan a. Cara-cara perlindungan dan pemasangannya sesuai dengan caracara pada peraturan umum instalasi penangkal petir. b. Pada bangunan tidak terdapat komponen-komponen lain yang dapat dimanfaatkan sebagai pelindung petir kecuali yang sengaja dipasang.
Gambar 3.1 Perlindungan Elektrogeometris Penangkal Petir (r s = r sb = r sg )
Keterangan :
r s = jarak sambar ke finial tegak r sg = jarak sambar ke tanah r sb = jarak sambar ke bangunan Y = tinggi bangunan dari atas tanah
26
H = tinggi finial tegak dari atas tanah Jika lidah petir datang pada daerah (1) akan terjadi sambaran ke finial tegak, jika lidah petir datang pada daerah (2) akan terjadi sambaran ke bangunan, dan jika lidah petir datang pada daerah (3) akan terjadi sambaran ke tanah.
Bila sambaran petir mendekat pada jarak s, sambaran itu akan dipengaruhi oleh benda apa saja yang berada di bawah dan melompati jarak s untuk mengadakan kontak dengan benda itu. Jarak s disebut jarak sambaran dan inilah konsep dari teori elektrogeometris. Salah satu cara untuk menentukan daerah perlindungan adalah dengan pendekatan geometris, yaitu suatu pendekatan dengan konsep jarak sambar. Suatu konsep yang berhasil dikembangkan, bahwa petir akan menyambar objek menurut lintasan terdekat, yaitu jarak antara posisi lidah kilat terakhir sebelum menyambar target sambaran dengan objek sambaran. 3.4. Jarak Sambar Petir Jarak sambar petir secara umum didefinisikan sebagai jarak antara ujung lidah petir dengan target sasaran yang nantinya merupakan terminal sambaran petir, dimana sepanjang jarak ini gradien potensial telah mencapai harga kritisnya. Dengan demikian bila ada lidah petir yang melampaui jarak ini, maka akan terjadi pelepasan muatan (discharge) melalui lidah petir ke sasaran itu. Sasaran dapat berupa kawat phasa, menara, kawat tanah, batang penangkap petir, peralatan-peralatan pertambangan atau bumi.
27
Jarak sambar ke penangkal petir dinyatakan sebagai r s , dan dirumuskan dengan : r s = kI x IS
(3.6)
r sb = ksb x kI . IS
(3.7)
r sg
=
ksg
IS
x
(3.8) Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Whitehead dan Brown yang
dikalibrasi
oleh
Michael
Sargent,
diperoleh
harga
konstanta
((ksg = 0,85 - 1,0). Pada kondisi ideal, harga konstanta-konstanta tersebut adalah 1, sehingga didapat rs = rsb = rsg. Hubungan antara jarak sambaran petir dan kuat arus menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut : r s = 6,7 x I0,80
(Amstrong dan Whitehead)
(3.9)
r s = 7,1 x I0,75
(Brown dan Whitehead)
(3.10)
r s = 10 x I0,65
(RH.Golde)
(3.11)
3.5. Sudut Perlindungan Penangkal Petir
α
28
Gambar 2.3. Daerah Perlindungan Penangkal Petir
Dari gambar terlihat bahwa sudut dan jari-jari perlindungan penangkal petir tergantung pada tinggi dari finial tersebut. Sudut-sudut dan jari-jari perlindungan dapat ditentukan dengan persamaan berikut: h α = arc sin 1 rs
(3.12)
dimana : α = besar sudut perlindungan (derajat) h
= tinggi penangkal petir dari permukaan tanah (m)
r s = jarak sambaran petir (m) Sedangkan untuk menentukan radius daerah perlindungan dapat dinyatakan dengan rumus : r = h x tan α
(3.13)
dimana : r s = jarak sambaran petir (m) α = besar sudut perlindungan (derajat) h = tinggi penangkal petir dari atas permukaan tanah (m) r
= radius daerah perlindungan (m)
3.6. Tegangan Jatuh Pada Elektroda Pentanahan
29
Arus petir yang mengalir
ke tanah melalui elektroda pentanahan
menimbulkan tegangan jatuh antara titik-titik masuk dan titik terpisah pada tanah. Tegangan jatuh pada elektroda
pentanahan dapat ditentukan dengan
persamaan berikut : U E = IxR st
(3.14)
dimana : U E = Tegangan jatuh (kV) I
= Arus puncak petir (Ampere)
R st = Resistansi pentanahan (ohm) Sedangkan besar resistansi elektroda pentanahan untuk satu batang elektroda dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut : R st
=
4L 1 ln 2L a
(3.15) dimana : R st = resistansi pentanahan (ohm) ρ
= resistivitas tanah (ohm-meter)
L = Panjang batang elektroda pentanahan (meter) a = diameter elektroda (meter)
3.7. Tipe Tanah dan Tahanan Jenis Tanah
30
Tanah merupakan campuran dari partikel-partikel padat, cair, dan gas. Tahanan jenis tanah dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, oleh sebab itu tahanan jenis tanah tidak dapat diberikan sebagai suatu nilai yang tetap. Variasi tahanan jenis tanah untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 3.1. Konstanta Spesifik Tanah
No
Jenis Tanah
Tahanan Jenis Tanah (Ωm)
1
Tanah Berair, Tanah humus pada kondisi
30
lembab 2
Tanah Liat, Tanah Pertanian
100
3
Tanah Liat Berpasir
150
4
Tanah Berpasir Lembab
200
5
Tanah Berpasir Kering
1000
6
Koral Pada Kondisi Lembab
500
7
Koral Pada Kondisi Kering
1000
8
Tanah Berbatu
3000
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Sistem Proteksi Petir Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan
Gedung Departement Kelautan dan Perikanan yang terletak di Jl. Batu No. 2/3 Gambir Jakarta Pusat ini berada di antara titik koordinat 06o 10’ LS dan 106o 49’ BT. Gedung ini dibangun diatas lahan seluas 5.460 m2.
Pemilik gedung Departemen Kelautan dan Perikanan ini adalah Departemen Kelautan dan Perikanan dengan kontraktor pelaksana adalah PT. Adhi Karya (Persero) Tbk. Data dimensi gedung Depertemen Kelautan dan Perikanan:
Panjang bangunan
= 130 meter
Lebar bangunan
= 42 meter
Luas area bangunan
= 31.090 meter2
Tinggi bangunan
= 68 meter
4.2. Besarnya Kebutuhan Suatu Bangunan Akan Adanya Instalasi Penangkal Petir Berdasarkan PUIPP
32
Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan suatu instalasi penangkal petir, ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang ditimbulkan bila bangunan tersebut tersambar petir. Besarnya
kebutuhan
tersebut
dapat
ditentukan
secara
empiris
berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan faktor-faktor tertentu seperti yang ditunjukkan pada tabel yang terdapat pada bab lampiran. Dari data-data yang di dapat pada tabel berdasarkan PUIPP yang ada pada bab lampiran tersebut ditentukan indeks-indeks untuk Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan adalah - Bangunan atau isinya cukup penting (Indeks A) = 2 - Bangunan dengan konstruksi beton bertulang, atau rangka besi dan atap bukan logam (Indeks B) = 2 - Tinggi Bangunan ± 68 meter (Indeks C) = 7 - Di tanah datar pada semua kegiatan (Indeks D) = 0 - Hari Guruh per tahun (Indeks E) = 6 Maka di dapat nilai R adalah : R = 2 + 2 + 7 + 0 + 6 = 17 Dengan nilai R = 17, berdasarkan indek PUIPP menunjukkan bahwa gedung Departemen Kelautan dan Perikanan sangat memerlukan sistem proteksi petir.
4.3. Data Peralatan Proteksi Petir Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan Batang Finial (Terminal udara)
Batang finial yang digunakan adalah penangkal petir jenis EF sebanyak 1 buah, yang terdapat pada atap ruang mesin lift setinggi 9.5 m, dengan radius proteksi finial adalah 170 meter . Hantaran penyalur (down conductor)
Hantaran penyalur menggunakan kabel NYY dengan luas penampang 70 mm2 yang diketanahkan langsung kedalam bak kontrol grounding.
33
Pentanahan
Sistem pentanahan pada gedung Departemen Kelautan dan Perikanan menggunakan elektroda pentanhan yang dihubungkan dengan kawat BC yang mempunyai luas penampang 70 mm2.
4.4. Perhitungan Resiko Sambaran Petir di Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan
Berdasarkan data yang telah diperoleh bahwa posisi dari Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan berada pada koordinat 06o 10’ LS dan 106o 49’ BT, maka parameter yang berhubungan dengan letak lintang
adalah: a. Kepadatan sambaran petir ke tanah / km2 tahun. Dari sumber pustaka yang diperoleh besarnya curah hujan rata-rata per tahun dan jumlah hari guruh rata-rata per tahun untuk daerah Jakarta adalah 3370 mm/tahun dan 70 hari/tahun. Sehingga kepadatan sambaran petir ke tanah adalah: Fg = 4.10-3 x IKL0,8 x P0,5 Ket : Fg IKL P
= Kepadatan Sambaran Petir ketanah per km2/tahun = Jumlah Hari guruh per tahun = 70 hari/tahun = Jumlah Curah Hujan dalam mm/tahun = 3370 mm/thn
Fg = 4.10-3 x (70)0,8 x (3370)0,5 Fg = 6,8 Sambaran/km2/tahun ≈ 7 Sambaran/km²/tahun
b. Arus puncak petir (I maks ) I = 29,5 x Fg0,3 x е {[-4,14 x 10 Ket :
I
-3 x Li] x [-2,4 x 10-4 x A]}
kA
= Arus Puncak Petir (kA)
Fg = 7 sambaran/km2/tahun L
= Derajat lintang geografis yang dilindungi = 06o 10’ LS = 6,866
34
A
= Ketinggian awan terendah (meter)
I =29,5x7 0,3 x е {(-4,14x10-3 x 6,866) x (-2,4x10-4 x 400)} kA I = 29,5 x 1,79 kA I = 52,88 kA
c. Kecuraman arus petir maksimum di 0,7 kA/µ dt = 1,2 x I dt di 0,7 kA/µ dt = 1,2 x (52,88) dt
di = 1,2 x 16,08 kA/µ dt dt di = 19,3 kA/µ dt dt
d. Muatan listrik arus sambaran Q = 1,13 x I0,5 Coulomb Q = 1,13 x (52,88)0,5 Coulomb Q = 1,13 x 7,27 Coulomb Q = 8,2 Coulomb
4.5. Perhitungan Jarak Sambar Petir
Dengan menggunakan konsep elektrogeometris yang merupakan suatu konsep perlindungan terhadap bahaya petir dengan pendekatan geometris, dapat ditentukan daerah perlindungan berdasarkan jarak sambar.
Perhitungan jarak sambar menurut Amstrong dan Whitehead r s = 6,7 x I 0,8 r s = 6,7 x (52,88) 0,8 r s = 6,7 x 23,91 r s = 160,2 meter ≈ 160 meter
35
Perhitungan jarak sambar menurut Brown dan Whitehead r s = 7,1 x I 0,75 r s = 7,1 x (52,88) 0,75 r s = 7,1 x 19,61 r s = 139,23 meter ≈ 139 meter
Perhitungan jarak sambar menurut R.H.Golde r s = 10 x (52,88) 0,65 r s = 10 x 13,19 r s = 131,9 meter ≈ 132 meter
4.6.
Perhitungan
Sudut
Perlindungan
Petir
dan
Radius
Daerah
Perlindungan
Dari data yang ada diketahui :
Tinggi bangunan pada atap ruang mesin lift adalah 68 meter dan tinggi tiang penangkal petirnya (h 2 ) adalah 9,5 meter
Maka tinggi tiang penangkal petir dari permukaan tanah (h 1 ) adalah 77,5 meter
Perhitungan sudut proteksi petir dari permukaan tanah (h 1 ) dengan jarak sambar (r s ) menurut Amstrong dan Whitehead: h α 1 = arc sin 1 1 rs
α 1 = arc sin [ 1 – 77,5
]
175,41 α 1 = arc sin [ 1 – 0,4418 ] α 1 = arc sin (0,5582) α 1 = 33,93 0
36
Untuk radius daerah perlindungannya dihitung dari permukaan tanah (r 1 ): r 1 = h 1 x tan α r 1 = 77,5 m x tan 33,930 r 1 = 77,5 x 0,673 r 1 = 52,14 meter
Perhitungan sudut proteksi petir dari permukaan tanah (h 1 ) dengan jarak sambar (r s ) menurut Brown dan Whitehead: h α 1 = arc sin 1 1 rs
α 1 = arc sin [ 1 – 77,5
]
151,57 α 1 = arc sin [ 1 – 0,4887 ] α 1 = arc sin (0,5113) α 1 = 30,75 0
Untuk radius daerah perlindungannya dihitung dari permukaan tanah (r 1 ): r 1 = h 1 x tan α r 1 = 77,5 m x tan 30,750 r 1 = 77,5 x 0,5949 r 1 = 46,10 meter
Perhitungan sudut proteksi petir dari permukaan tanah (h 1 ) dengan jarak sambar (r s ) menurut R.H.Golde: h α 1 = arc sin 1 1 rs
α 1 = arc sin [ 1 – 77,5
]
141,94
37
α 1 = arc sin [ 1 – 0,546 ] α 1 = arc sin (0,454) α 1 = 27 0
Untuk radius daerah perlindungannya dihitung dari permukaan tanah (r 1 ): r 1 = h 1 x tan α r 1 = 77,5 m x tan 270 r 1 = 77,5 x 0,5095 r 1 = 39,49 meter
Berdasarkan data perhitungan diatas maka rumus jarak sambaran petir menurut Amstrong dan Whitehead (r s = 6,7 . I
0,80
) yang memungkinkan
untuk digunakan dalam mengevaluasi sistem proteksi petir eksternal pada gedung Departemen Kelautan dan Perikanan karena dari hasil perhitungan terlihat bahwa jarak radius proteksi petirnya yang paling besar.
4.7. Tegangan Jatuh pada Elektroda Pentanahan
Dengan pertimbangan jika arus listrik yang mengalir melalui hantaran penyalur adalah merupakan arus puncak maksimum dari sambaran petir, maka tegangan jatuh pada elektroda pentanahan dapat ditentukan dengan : Data elektroda pembumian pada menara dan gedung adalah sebagai berikut: Resistivitas tanah ( ) = 150 Ohm-meter Panjang elektroda (L) = 16 meter Jari-jari elektroda ( a ) = 12,5 mm = 0,0125 meter
Maka besar resistansi pembumian untuk harga resistivitas tanah tersebut adalah : Rst = ρ
(ln 4L -1)
2πL Rst =
150
α (ln 4x16 - 1)
38
2x3,14x16
0,0125
Rst = 150 (ln 3840 – 1) 94.2 Rst = 1,49 (8,253-1) Rst = 1,49 (7,25) Rst = 10,82 Ohm
Maka resistansi pentanahan untuk 4 batang elekroda yang dihubung secara paralel adalah: R st =
1 x R st (sebuah elektroda) N
R st =
1 x 10,82 Ohm 4
R st = 2,7 Ohm Maka besar tegangan jatuh pada elektroda pentanahannya adalah : U E = I maks . Rst U E = 52,88 . 2,7 = 142,77 kV
4.8. Analisa Perhitungan
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh nilai variabel-variabel yang paling penting adalah variabel jarak sambar petir dan radius daerah perlindungan karena kedua variabel ini dapat mempengaruhi kekuatan penangkal petir dalam melindungi daerah perlindungannya baik gedung maupun peralatan yang berada didalam gedung. Sistem proteksi petir eksternal yang terpasang pada gedung Departemen Kelautan dan Perikanan adalah jenis EF yang mampu melindungi bangunan
39
sampai dengan radius 170 meter. Sistem proteksi ini beroperasi seperti penembak ion yang menembakkan dalam jumlah besar ion-ion ke angkasa pada saat petir menyambar dan akan secara otomatis membangkitkan lintasan petir yang lebih awal tersambar petir dibandingkan dengan titik yang mempunyai tinggi yang sama didekatnya, disebut juga sebagai early streamer emmision. Dari gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa 1 (satu) buah penangkal petir jenis EF sudah mampu melindungi bangunan secara keseluruhan.
40
Gambar 4.1. Radius Penangkal Petir Jenis EF (Tampak Atas)
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Sistem proteksi penangkal petir eksternal pada gedung Departemen Kelautan dan Perikanan yang terdiri atas satu buah finial penangkal
41
petir jenis EF, yang dipasang pada atap ruang mesin lift dengan tinggi 9,5 meter, memiliki radius proteksi maksimum 170 meter, maka untuk 1 buah finial sudah cukup untuk melindungi gedung secara keseluruhan tetapi perhitungan secara teori konvensional menunjukkan bahwa radius yang dicapai per 1 finial hanya 52,14 meterdihitung dari permukaan tanah. Hal ini menunjukkan bahwa jenis finial penangkal petir modern seperti EF ini tidak dapat ditetapkan secara teori konvensional. 2. Perbandingan kedua finial jenis modern dan konvensional adalah bahwa penggunaan finial jenis modern lebih menguntungkan karena cenderung lebih efektif dalam hal pemasangannya dan radius yang dicapai juga cukup besar. 5.2. Saran
Agar perusahaan pembuat finial penangkal petir modern menjelaskan metode yang digunakan untuk mendapatkan radius maksimum daerah perlindungannya sehingga kita dapat menghitung, menganalisa dan membandingkannya dengan metode-metode yang sudah ada. DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Umum Ilmu Penangkal Petir ( PUIPP ) untuk bangunan di Indonesia. 2. NFPA 780, 1997. Standard for the Installation of Lightning Protection Systems.
42
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, 1989. 4. Hutauruk, T.S. 1991. Pengetanahan Sistem Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan peralatan, Jakarta.Erlangga. 5. Evaluasi Sistem Proteksi Petir Pada Gedung Palembang Indah Mall, Tugas Akhir, Palembang 2006. 6. Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung W Universitas Kristen Petra. (http://puslit.petra.ac.id/journals/electrical/). HTU
UTH
43
LAMPIRAN
A. Tabel Indeks menurut Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP) Indeks A : Bahaya berdasarkan jenis bangunan Penggunaan dan Isi
Indeks A
Bangunan biasa yang tak perlu diamankan baik bangunan maupun isinya Bangunan dan isinya jarang digunakan misalnya dangau di tengah sawah atau ladang, menara atau tiang dari metal Bangunan yang berisi peralatan sehari hari atau tempat tinggal misalnya rumah tinggal, industri kecil, dan stasiun kereta api Bangunan atau isinya cukup penting misalnya menara air, toko barang-barang berharga dan kantor pemerintah Bangunan yang berisi banyak sekali orang, misalnya bioskop, sarana ibadah, sekolah, dan monumen bersejarah yang penting Instalasi gas, minyak atau bensin, dan rumah sakit Bangunan yang mudah meledak dan dapat menimbulkan bahaya yang tidak terkendali bagi sekitarnya misalnya instalasi nuklir
-10 0
1
2
3
5 15
Indeks B : Bahaya berdasarkan konstruksi bangunan Konstruksi Bangunan Seluruh bangunan terbuat dari logam dan mudah menyalurkan listrik. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangka besi dengan atap logam. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang, kerangka besi dan atap bukan logam. Bangunan kayu dan atap bukan logam
Indeks B 0 1 2 3
Indeks C : Bahaya berdasarkan tinggi bangunan Tinggi banguna sampai …. ( m ) 6 12 17 25 35 50 70 100 140 200
Indeks C 0 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Indeks D : Bahaya berdasarkan situasi bangunan Situasi Bangunan Di tanah datar pada semua ketinggian Di kaki bukit sampai 3/4 tinggi bukit atau di pegunungan sampai 1000 m Di puncak gunung atau pegunungan yang lebih dari 1000 m
Indeks D 0 1 2
Indeks E : Bahaya berdasarkan hari guruh Hari guruh per tahun 2 4 8 16 32 64 128 256
Indeks E 0 1 2 3 4 5 6 7
Perkiraan bahaya sambaran petir berdasarkan PUIPP. R
Perkiraan Bahaya
Pengamanan
Di bawah
11
Diabaikan
Tidak perlu
Sama dengan
11
Kecil
Tidak perlu
12
Sedang
Dianjurkan
13
Agak Besar
Dianjurkan
14
Besar
Sangat dianjurkan
14
Sangat Besar
Sangat perlu
Lebih dari