TUGAS AKHIR EVALUASI KOORDINASI PROTEKSI TRAFO 150-20KV di GARDU INDUK TANGERANG BARU Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun Oleh : Nama NIM Program Studi
: Arifin : 0140211-009 : Teknik Elektro
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama N.I.M Jurusan Fakultas Judul Skripsi
: Arifin : 0140211-009 : Teknik Elektro : Teknologi Industri : Evaluasi Koordinasi Proteksi Trafo 150-20KV di Gardu Induk Tangerang Baru
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
[
]
LEMBAR PENGESAHAN
EVALUASI KOORDINASI PROTEKSI TRAFO 150-20KV di GARDU INDUK TANGERANG BARU
Disusun Oleh : Nama NIM Program Studi
: Arifin : 0140211-009 : Teknik Elektro
Menyetujui, Pembimbing
Koordinator TA
( Dr. Ir. Hamzah Hilal, MSc)
(Drs. Jaja Kustija, MSc)
Mengetahui, Ketua Program Studi Teknik Elektro
(Ir. Yudhi Gunardi, MT)
ABSTRAK
EVALUASI KOORDINASI PROTEKSI TRAFO 150-20KV di GARDU INDUK TANGERANG BARU Sistem distribusi tenaga listrik yang menggunakan kabel udara sering mengalami gangguan. Gangguan yang sering terjadi adalah gangguan tak simetri yang dapat berupa hubung singkat satu fasa ke tanah, antar fasa ataupun putusnya salah satu atau dua fasa. Untuk mengetahui besarnya arus gangguan tak simetri tersebut diperlukan teori khusus yang dinamakan teori komponen simetri. Transformator yang merupakan peralatan utama dalam sebuah GI harus mendapat pengamanan yang tepat. Penentuan setting rele yang tepat merupakan suatu upaya melindungi peralatan, sistem serta kebutuhan konsumen dari gangguan yang mungkin terjadi dalam sistem distribusi. Perhitungan arus gangguan dan besarnya arus nominal transformator akan digunakan sebagai acuan dalam penentuan setting rele pengaman (dalam hal ini OCR dan GFR pada sisi sekunder ) Di dalam tulisan ini dibahas mengenahi gangguan-gangguan yang mungkin terjadi serta besarnya arus gangguan dengan menganalisa menggunakan teori komponen simetri dan cara penyetelan rele yang tepat dengan mempertimbangkan besarnya arus gangguan dan besarnya arus nominal transformator.
iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang berjudul “Evaluasi Koordinasi Proteksi Trafo 150-20kV di Gardu Induk Tangerang Baru”. Laporan Tugas Akhir ini penulis susun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Mercu Buana jurusan Teknik Industri. Dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan baik moral maupun material. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih, kepada : a. Ibu, Istriku dan Anakku serta Kakak-kakakku yang telah melimpahkan banyak kasih sayang, kesabaran serta do’a yang terus menerus diberikan tanpa mengenal lelah serta motivasi untuk selalu berprestasi. b. Bapak Ir. Yudhi Gunardi, MT selaku Kaprodi Teknik Elektro. c. Bapak Drs. Jaja Kustija, MSc selaku Sekretaris Program Studi Teknik Elektro d. Bapak Dr. Ir Hamzah Hilal, MSc selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan selama penulisan Tugas Akhir ini.
v
e. Seluruh dosen dan staf Universitas Mercubuana yang telah memberikan bekal ilmu kepada kami . f. Rekan-rekan mahasiswa PKSM angkatan 2002 , khususnya Teknik Elektro yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, rekan-rekan di PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya Dan Tangerang (Bpk Pandapotan, Bpk Jayus dll) serta pihak lainnya yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini. Akhir kata, pepenulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, Januari 2009
Penulis
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..............................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................
iii
ABSTRAK ...........................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
v
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................
xii
BAB 1
1
PENDAHULUAN ...................................................................................
1.1 Latar Belakang ………….……………………………………….. 1 1.2 Tujuan Penulisan ………………………………………………….
4
1.3 Pembatasan Masalah ……………………………………………..
4
1.4 Metode Penulisan …………………………………………………
5
1.5 Sistematika Penulisan …………………………………………….
5
BAB 2 DITRIBUSI TENAGA LISTRIK ............................................................
7
2.1 Distribusi Tenaga Listrik ................................................................
7
2.2 Jenis-jenis Gangguan ......................................................................
8
2.3 Teori Komponen Simetri ................................................................
9
2.4
2.3.1
Bagian Fasor Tak Simetri dari Komponen Simetrinya ......
10
2.3.2
Komponen-Komponen Simetri Pada Fasor Tak Simetri ....
14
Komponen Urutan Untuk Impedansi Jaringan Tak Seimbang .......
17
vii
2.5
Difinisi dari Jaringan Urutan .......................................................... 18
2.6
Perhitungan Arus Gangguan............................................................ 21 2.6.1
Gangguan Satu Fasa ke Tanah ............................................ 22
2.6.2
Gangguan Fasa ke Fasa ........................................................ 23
2.6.3
Gangguan Fasa Tiga............................................................ 25
BAB 3 GARDU INDUK TANGERANG BARU ................................................. 28 3.1 Transformator .................................................................................. 28 3.1.1 Klasifikasi ..............................................................................28 3.1.2 Cara Kerja dan Fungsi Tiap-tiap Bagian ................................29 3.1.3 Macam-macam Pentanahan Netral Trafo .............................. 33 3.2 Rele Untuk Proteksi Trafo Daya.......................................................35 3.2.1 Rele Arus Lebih......................................................................35 3.2.2 Rele Arus Lebih Berarah (Direct Over Current Relay) ..........37 3.2.3 Rele Hubung Tanah (Ground Fault Relay) ...........................39 3.2.4 Rele Beban Lebih .................................................................. 40 3.2.5 Rele Penutup Balik (Reclosing Relay) ...................................40 3.3 Sistem Koordinasi Proteksi Gardu Induk Tangerang Baru..................42 3.3.1 Faktor-faktor Teknis Yang Diperhatikan Dalam Koordinasi Penyetelan Rele ..................................................43 3.3.2 Pola Operasi dan Konfigurasi Sistem .....................................44 3.3.3 Kemampuan Trafo Terhadap Beban Lebih .............................44 3.3.4 Ketahanan Trafo Terhadap Gangguan Hubung Singkat Eksternal ............................................................................... viii
44
3.3.5
Trafo Arus Untuk Rele Proteksi .............................................. 46
3.3.6
Pentanahan Sistem dan Konfigurasi Belitan Trafo ................. 46
3.3.7 Ketahanan Kabel Terhadap Gangguan Hubung Singkat Tanah..........................................................................................47 3.4 Formulasi Yang Digunakan Daam Analisys Perhitungan ................. 48 3.4.1 Arus Gangguan .......................................................................48 3.4.2 Setting Rele Proteksi Trafo ................................................. 49 BAB 4 ANALISA PERHITUNGAN KOORDINASI PROTEKSI TRAFO GARDU INDUK TANGERANG BARU ............................................... 51 4.1 Arus Gangguan ....................................................................................51 4.2 Penentuan Setting Rele proteksi Trafo ............................................... 56 4.2.1 Rele Arus Lebih Definite untuk Gangguan Fasa Phasa Over Current Relay) .......................................................56 4.2.2
Rele Arus Lebih Inverse Untuk angguan Fasa (Phasa Over Current Relay).....................................................57
4.2.3 Rele Hubung Tanah (Ground Fault Relay) ...............................58 BAB 5 PENUTUP ………………………………………………………………. 60 5.1 KESIMPULAN …………………………………………………….60 5.2 SARAN …………………………………………………………….61 Daftar Pustaka Lampiran
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur sistem tenaga listrik .......................................................... 8 Gambar 2.2 Komponen-komponen Simetri tiga fasor-fasor tak seimbang ……….. 11 Gambar 2.3 Penjumlahan komponen-komponen tiga fasor tak seimbang ............... 13 Gambar 2.4 Sistem fasa tiga dengan deretan impedansi .......................................... 17 Gambar 2.5 Urutan jaringan dengan besaran-besarannya .................................... 19 Gambar 2.6 Rangkaian diagram pada titik gangguan ...........................................20 Gambar 2.7 Rangkaian diagram gangguan satu fasa ke tanah ..............................22 Gambar 2.8 Arus urutan pada gangguan satu fasa ke tanah ..................................... 23 Gambar 2.9 Jaringan urutan pada gangguan satu fasa ke tanah ............................ 23 Gambar 2.10 Rangkaian diagram gangguan fasa ke fasa ......................................23 Gambar 2.11 Arus urutan pada gangguan fasa ke fasa ............................................. 24 Gambar 2.12 Jaringan urutan pada gangguan fasa ke fasa ....................................25 Gambar 2.13 Rangkaian diagram gangguan fasa tiga ...........................................25 Gambar 2.14 Jaringan urutan pada gangguan fasa tiga..........................................27 Gambar 3.1 Pentanahan langsung ............................................................................ 33 Gambar 3.2 Pentanahan dengan tahanan ..............................................................33 Gambar 3.3 Pentanahan mengambang ................................................................. 34 Gambar 3.4 Pentanahan dengan Peterson coil ......................................................34 Gambar 3.5. Rangkaian rele arus lebih ...................................................................35 Gambar 3.6 Pulsa arus kejutan fungsi waktu ....................................................... 36 Gambar 3.7 Rele arus lebih berarah ..................................................................... 38
x
Gambar 3.8 Rangkaian pengawatan rele arus lebih gangguan fasa dan rele hubung tanah .................................................................................... 39 Gambar.4.1 Single line diagram trafo di G-I Tangerang baru .................................. 51 Gambar 4.2 Single line diagram trafo dengan jaringan distribusinya ................ 53 Gambar 4.3 Prinsip koordinasi rele trafo dengan rele JTM ................................58
xi
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Pentanahan sistem di sisitem Jawa Bali .............................................. 46 Tabel 4.1 Perbandingan arus gangguan kondisi tanpa beban dengan kondisi berbeban ................................................................................................56 Tabel 4.2 Perbandingan perhitungan setting rele dengan kondisi aktual .....................................................................................................59
xii
LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK
BAB 3 GARDU INDUK TANGERANG
BAB 4 ANALISA PERHITUNGAN KOORDINASI PROTEKSI G-I TANGERANG
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebelum membahas lebih lanjut tentang prinsip dasar proteksi tenaga listrik, maka terlebih dahulu perlu diketahui tentang apa yang dimaksud dengan daya proteksi sistem tenaga itu. Yang dimaksud dengan proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dilakukan kepada peralatan-peralatan listrik yang terpasang pada suatu sistem tenaga misalnya generator, transformator jaringan dan lain-lain terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu sendiri. Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain. Selanjutnya perlu diketahui mengapa sistem proteksi itu diperlukan adalah sebagai berikut a. Untuk menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikitlah pengaruh gangguan kepada kemungkinan kerusakan alat. b. Untuk cepat melokalisir luas daerah terganggu menjadi sekecil mungkin. c. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumsi dan juga mutu listrik yang baik. d. Untuk mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik.
1
Pengetahuan mengenai arus-arus yang timbul dari pelbagai tipe gangguan pada suatu lokasi merupakan hal yang sangat esensial bagi pengoperasian sistem proteksi secara efektif. Jika terjadi gangguan pada sistem, para operator yang merasakan adanya gangguan tersebut diharapkan segera dapat mengoperasikan CB-CB yang tepat untuk mengeluarkan sistem yang terganggu atau memisahkan pembangkit dari jaringan yang terganggu. Sangat sulit bagi seorang operator untuk mengawasi gangguan-gangguan yang mungkin terjadi dan menentukan CB mana yang dioperasikan untuk mengisolir gangguan tersebut secara manual. Mengingat arus gangguan yang cukup besar, maka perlu secepat mungkin dilakukan proteksi. Hal ini perlu suatu peralatan yang digunakan untuk mendeteksi keadaan-keadaan yang tidak normal tersebut dan selanjutnya menginstruksikan CBCB yang tepat untuk bekerja memutuskan rangkaian atau sistem yang terganggu. Peralatan tersebut kita kenal dengan relay. Ringkasnya, proteksi dan tripping otomatik CB-CB yang sehubungan mempunyai dua fungsi pokok : a. Mengisolir peralatan yang terganggu agar bagian-bagian yang lainnya tetap beroperasi seperti biasa. b. Membatasi kerusakan peralatan akibat panas lebih (over heating), pengaruh gayagaya mekanik dan seterusnya. Koordinasi antara relay dan circuit breaker (CB) dalam mengamati dan memutuskan
2
gangguan disebut sebagai sistem proteksi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam mempertahankan arus kerja maksimum yang aman. Jika arus kerja bertambah melampaui batas aman yang ditentukan dan tidak ada proteksi atau jika proteksi tidak memadai atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan mengakibatkan kerusakan isolasi. Pertambahan arus yang berkelebihan menyebabkan rugi-rugi daya pada konduktor akan berkelebihan pula. Sistem proteksi merupakan salah satu dari beberapa sistem yang mendukung pengoperasian sistem distribusi tenaga listrik, dengan demikian maka pengelolaannya harus memperhatikan kebutuhan yang diamankan. Kinerja sistem proteksi dipengaruhi antara lain : a. Kinerja sistem proteksi b. Pola yang dipakai c. Cara mengkoordinasi Kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam melakukan koordinasi sistem proteksi adalah terjadinya kontinuitas penyaluran tenaga listrik yang diukur dengan indeks frekuensi pemadaman serta lamanya pemadaman. Dalam melakukan koordinasi proteksi perlu memperhatikan : a.
Keamanan peralatan
b. Keamanan Sistem c.
Keamanan Konsumen
3
Sehingga koordinasi pengaman harus merupakan kompromi dari ketiga hal tersebut diatas. Dengan memperhatikan hal tersebut diatas, maka dalam koordinasi sistem pengamanan trafo, keamanan trafo merupakan salah satu faktor yang sangat diperhatikan. Besarnya arus gangguan yang mungkin terjadi harus
dihitung untuk
menentukan koordinasi rele pengaman yang sesuai.
1.2 TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui
besarnya arus gangguan serta
menentukan setelan dan koordinasi rele proteksi yang sesuai sehingga keamanan peralatan, kebutuhan konsumen serta keandalan sistem dapat terpenuhi.
1.3 PEMBATASAN MASALAH Mengingat demikian luasnya permasalahan yang mungkin timbul dalam membahas koordinasi sistem proteksi trafo, maka penulis hanya membatasi permasalahan pada : Koordinasi perhitungan dan penyetelan rele pengaman trafo pada sisi penyulang 20 kV di gardu induk Tangerang baru.
1.4 METODE PENULISAN
4
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data informasi antara lain : a. Studi kepustakaan, untuk pengumpulan data dan informasi yang ditempuh dengan cara membaca buku-buku referensi, internet, katalog dan buku panduan tentang gardu induk dan sistem proteksinya. b. Diskusi, untuk pengumpulan data dan informasi dengan cara melakukan diskusi dengan berbagai pihak yang menguasai materi sistem proteksi sebagai nara sumber. c.
Studi lapangan, untuk pengumpulan data dan informasi dengan cara kunjungan dan melihat secara langsung penerapan sistem proteksi pada PT. PLN Jaya Raya .
d. Analisis, data yang diperoleh dan di analisis sesuai teori-teori yang terkait.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mempermudah dalam memahami isi tugas akhir ini, maka penulis menggunakan sistematika penulisan dengan lima bab. Bab dua memuat tentang teoriteori dan struktur distribusi tenaga listrik, macam-macam gangguan, teori komponen simetri dan perhitungan arus gangguan. Sedangkan bab tiga berisi tentang teori-teori dasar yang berhubungan dengan gardu induk serta koordinasi rele proteksinya. Bab empat memuat perhitungan arus gangguan serta cara penyetelan dan koordinasi rele pengaman trafo dengan berpedoman pada landasan teori.
5
Bab lima sebagai penutup dari tugas akhir ini, berisi suatu kesimpulan dari analisa dan pembahasan bab-bab terdahulu.
6
BAB II DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1 DITRIBUSI TENAGA LISTRIK Tenaga listrik dibangkitkan oleh pusat-pusat listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah tegangannya dinaikkan terlebih dahulu oleh trafo penaik tegangan (step up transformer). Setelah disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk (GI) dan diturunkan tegangannya menjadi tegangan menengah 20kV melalui trafo penurun tegangan (step down tranformer). Tegangan menengah 20 kV ini lazim disebut tegangan distribusi primer. Jaringan yang keluar dari gardu induk disebut jaringan distribusi sedangkan jaringan antara pusat-pusat listrik dengan Gardu Induk disebut jaringan transmisi. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer kemudian tenaga listrik diturunkan menjadi tegangan rendah 380/220 Volt melalui gardu-gardu distribusi dan disalurkan melalui jaringan tegangan rendah (JTR) untuk selanjutnya disalurkan ke rumah-rumah konsumen melalui sambungan rumah. Hal ini diilustrasikan pada gambar 2.1
7
Jaringan Transmisi 150 kV
Jaringan Distribusi 20 kV
Trafo
Pemutus daya Gambar 2.1 Struktur sistem distribusi tenaga listrik Beberapa saluran distribusi berupa saluran udara dan ada pula yang berupa saluran kabel tanah. Ditinjau dari segi ekonomi, saluran udara harganya lebih murah bila dibandingkan dengan saluran kabel tanah, oleh karena pertimbangan dari segi ekonomi tersebut, maka kebanyakan saluran transmisi PLN berupa saluran udara. Kerugian dari saluran udara bila dibandingkan dengan saluran kabel tanah adalah bahwa saluran udara mudah terkena gangguan, misalnya karena terkena sambaran petir, kena pohon dan jenis gangguan alam yang lainnya. [6]
2.2 JENIS JENIS GANGGUAN Saluran udara merupakan bagian terpenting dari sistem distribusi tenaga listrik sekaligus merupakan bagian yang paling sering dan mudah terkena gangguan, karena terbentang pada alam terbuka. Pada dasarnya jenis-jenis gangguan dapat digolongkan menjadi : a. Gangguan simetri dimana sistem sebelum gangguan terjadi, besaran-besarannya dalam keadaan seimbang dan setelah gangguan terjadi besaran-besarannya masih dalam keadaan seimbang (Arus dan tegangan dalam keadaan seimbang dengan beda fasa 1200)
8
b. Gangguan tak simetri dimana sistem sebelum gangguan besaran-besaran sistem dalam keadaan seimbang tetapi setelah terjadi gangguan besaran-besaran tersebut menjadi tidak seimbang. Pada umumnya gangguan-gangguan yang timbul pada distribusi daya adalah gangguan-gangguan tak simetri yang dapat digolongkan menjadi : a. Gangguan Series yang dapat berupa satu atau dua saluran yang terbuka karena terputus atau karena kerja sekering dan peralatan-peralatan lainnya yang tidak membuka ke tiga fasa saluran secara serempak b. Gangguan Shunt yang dapat berupa gangguan saluran tunggal atau ganda ke tanah dengan mengandung impedansi atau pun langsung serta gangguan hubung singkat antar saluran Untuk dapat menganalisa besarnya arus gangguan pada berbagai macam jenis gangguan tak simetri yang telah disebutkan diatas, diperlukan suatu teori khusus yaitu teori komponen simetri.
2.3 TEORI KOMPONEN SIMETRI Sarana yang paling effisien untuk mengetahui besarnya arus dan tegangan gangguan fasa tiga tak seimbang dibahas oleh C.L. Fotescue pada suatu pertemuan Lembaga Insinyur Listrik Amerika (American Institute of Electrical Engineers). Sejak saat itu metode komponen simetri menjadi sangat penting dan merupakan pokok pada berbagai artikel penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Gangguan-gangguan tak simetri pada sistem-sistem distribusi, yang dapat berupa hubung singkat, impedansi antar
9
saluran, impedansi satu atau dua saluran ke tanah atau penghantar terbuka, dipelajari dengan komponen simetri.
2.3.1 Bagian Fasor Tak Simetri dari Komponen Simetrinya Hasil karya Fortescue membuktikan bahwa suatu sistem tak seimbang yang terdiri dari n fasor-fasor yang berhubungan dapat diuraikan menjadi n sistem-sistem fasorfasor yang seimbang yang disebut komponen-komponen simetri fasor aslinya. n buah fasor pada setiap himpunan komponen-komponennya sama panjang dan sudut-sudut diantara fasor-fasor yang bersebelahan dalam himpunan itu sama besarnya. Menurut teorima Fotescue, tiga fasor tak seimbang pada suatu sistem tiga fase dapat diuraikan menjadi tiga fasor yang seimbang. Himpunan-himpunan seimbang itu adalah : a. Komponen-komponen urutan positif terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah
antara yang satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 1200 dan
mempunyai urutan fasa yang sama besar seperti pada fasor-fasor aslinya. b. Komponen-komponen urutan negatif terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah antara yang satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 1200 dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan dengan fasor-fasor aslinya. c. Komponen-komponen urutan nol terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain.
10
Bila memecahkan suatu persoalan dengan komponen komponen simetri, untuk menunjukkan ketiga fasa sistem itu sebagai a, b dan c sedemikian hingga urutan fasa tegangan dan arus dalam sistem itu adalah abc. Jadi urutan fasa pada komponen-komponen
urutan pasitif fasor-fasor tak
seimbang itu adalah abc, dan urutan fasa komponen-komponen negatifnya fasor-fasor tak seimbang itu adalah abc. Jika fasor-fasor aslinya merupakan tegangan dapat dinyatakan dengan Va, Vb dan Vc. Tiga himpunan komponen-komponen simetri ditunjukkan oleh subskrip tambahan satu untuk komponen-komponen urutan positif, dua untuk komponen-komponen urutan negatif dan nol untuk komponen-komponen nol.
Va2
Va1
VC1
Vb2 Va0 Vb0
Vc0 Vc2
Vb1
Komponenkomponen urutan negatif
Komponenkomponen urutan positif
Komponenkomponen urutan nol
Gambar 2.2 Komponen-komponen Simetri tiga fasor-fasor tak seimbang
Komponen-komponen urutan positif pada Va, Vb, dan Vc adalah Va1, Vb1 dan Vc1. Demikian pula komponen-komponen urutan negatifnya adalah Va2, Vb2 dan Vc2 dan
11
komponen-komponen urutan nolnya adalah Va0, Vb0 dan Vc0. Gambar 2.1 menunjukkan ketiga himpunan komponen-komponen simetri tersebut. Fasor-fasor yang mewakili arus akan ditandai dengan I dengan subskrip-subskrip seperti untuk tegangan. Karena setiap fasor-fasor tak seimbang adalah jumlah komponenkomponennya, fasor-fasor aslinya itu dinyatakan dalam suku-suku komponennya sebagai Va = Va1 + Va2 + Va0
(2-1)
Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0
(2-2)
Vc = Vc1 + Vb2 + Vc0
(2-3)
Sintesa sebuah himpunan tiga fasor tak seimbang dari tiga himpunan komponen-komponen simetri pada gambar 2.1 ditunjukan pada gambar 2.2.
12
Va0
Va2
Va
Vc2
Va1 Vc1 Vc0
Vc Vb
Vb1
Vb0 Vb2 Gambar 2.3 Penjumlah secara grafis komponen-komponen tiga fasor tak seimbang. Keunggulan-keunggulan yang diperoleh dengan menggunakan metode komponen simetri ini dalam analisa sistem daya ini akan berangsur-angsur menjadi jelas setelah kita terapkan metode ini untuk studi gangguan-gangguan tak simetri pada sistem sistem yang simetri. Cukup dikatakan disini bahwa metode ini meliputi penentuan komponen-komponen simetri arus pada gangguan. Kemudian nilai-nilai arus dan tegangan pada berbagai titik dalam sistem dapat didapat. Metoda ini sederhana dan menuntun ke arah ramalan yang tepat untuk sifatsifat sistem. [7]
2.3.2 Komponen-Komponen Simetri Pada Fasor Tak Simetri
13
Seperti dilihat pada gambar 2.3 yaitu sintesa tiga fasor tak simetri dari tiga himpunan fasor-fasor simetri. Sintesa itu dibuat sesuai dengan persamaan 2-1 sampai 2-3, sekarang persamaan-persamaan itu untuk menentukan bagaimana cara menguraikan tiga fasor tak simetri itu menjadi komponen-komponen simetrinya. Pertama-tama perhatikan bahwa banyaknya besaran yang tak diketahui dapat dikurangi dengan menyatakan setiap komponen Vb dan Vc sebagai hasil kali suatu fungsi operator a dengan sebuah komponen Va. Dengan berpedoman pada gambar 2.2 menunjukkan hubungan-hubungan sebagai berikut : Vb1 = a2 Va1
Vc1 = a Va1
Vb2 = a Va2
Vc2 = a2Va1
Vb0 = Va0
Vc0 = Va0
(2-4)
dimana kombinasi operator a diberikan sebagai berikut : a = 1 ∠ 1200 = - 0,5 + j 0,866 Dengan mengulangi Persamaan 2-1 dan memasukkan persamaan 2-4 dalam Persamaan 2-2 dan 2-3 menghasilkan Va = Va1 + Va2 Vb = a2Va1 + aVa2
+
Va0
(2-5)
Va0
(2-6)
Vc = aVa1 + a2Va2 + Va0
(2-7)
+
atau dalam bentuk matrix ⎡Va ⎤ ⎡1 1 1 ⎤ ⎡Va 0 ⎤ ⎢V ⎥ = ⎢1 a 2 a ⎥ ⎢V ⎥ ⎥ ⎢ a1 ⎥ ⎢ b⎥ ⎢ ⎢⎣Vc ⎥⎦ ⎢⎣1 a a 2 ⎥⎦ ⎢⎣Va 2 ⎥⎦
Vabc = AV012
Untuk memudahkan kita misalkan
14
(2-8)
⎡1 1 1 ⎤ ⎥ A = ⎢⎢1 a 2 a ⎥ ⎢⎣1 a a 2 ⎥⎦
⎡1 1 1 ⎤ ⎥ C = A = 1/3 ⎢⎢1 a a 2 ⎥ ⎢⎣1 a 2 a ⎥⎦ -1
(2-9)
dan dengan memperkalikan kedua sisi persamaan (2-8) dengan A-1 menghasilkan
⎡Va 0 ⎤ ⎥ ⎢ ⎢Va1 ⎥ = 1/3 ⎢⎣Va 2 ⎥⎦
⎡1 1 1 ⎤ ⎡Va ⎤ ⎢1 a a 2 ⎥ ⎢V ⎥ ⎥ ⎢ b⎥ ⎢ ⎢⎣1 a 2 a ⎥⎦ ⎢⎣Vc ⎥⎦
V012 = CVabc
(2-10)
yang menunjukkan bagaimana cara untuk menguraikan tiga fasor tak simetri ke dalam komponen-komponen simetrinya. Hubungan ini demikian pentingnya sehingga perlu di tuliskan persamaan-persamaan itu dalam bentuknya yang lazim. Dari persamaan 2-10 dapat diambil sebagai berikut : Va0
= 1/3 ( Va +
Vb +
Vc )
(2-11)
Va1
= 1/3 ( Va + a Vb + a2Vc )
(2-12)
Va2 = 1/3 ( Va + a2 Vb + a Vc )
(2-13)
Persaman 2-11 menunjukkan bahwa tidak terdapat komponen urutan nol jika jumlah fasor-fasor tak seimbang itu sama dengan nol. Karena jumlah fasor-fasor tegangan antar saluran dalam suatu sistem fasa tiga selalu nol. Komponen-komponen urutan nol tidak pernah hadir dalam tegangan-tegangan salurannya betapapun ketidak seimbangannya. Jumlah ketiga fasor tegangan saluran ke netral tidak perlu sama dengan nol dan tegangan-tegangan ke netral dapat mengandung komponenkomponen urutan nol. Persamaan-persamaan sebelum ini dapat pula ditulis untuk setiap himpunan fasor yang berhubungan dan dapat pula kita ditulis untuk arus-arusnya. Karena
15
beberapa persamaan sebelum ini sangat
dasar, persamaan-persamaan itu dapat
diringkaskan untuk arus-arusnya. ⎡I a ⎤ ⎡1 1 1 ⎤ ⎡I 0 ⎤ ⎢I ⎥ = ⎢1 a 2 a ⎥ ⎢I ⎥ , atau ⎥ ⎢ 1⎥ ⎢ b⎥ ⎢ 2 ⎢⎣I c ⎥⎦ ⎢⎣1 a a ⎥⎦ ⎢⎣I 2 ⎥⎦
Iabc = AI012
(2-14)
⎡I 0 ⎤ ⎡1 1 1 ⎤ ⎡I a ⎤ ⎢I ⎥ = 1/3 ⎢1 a a 2 ⎥ ⎢I ⎥ , atau I = CI 012 abc ⎥ ⎢ b⎥ ⎢ 1⎥ ⎢ 2 ⎢⎣I 2 ⎥⎦ ⎢⎣1 a a ⎥⎦ ⎢⎣I c ⎥⎦
(2-15)
Dalam suatu sistem fasa tiga jumlah arus-arus saluran sama dengan arus-arus In dalam jalur kembali melalui netralnya. Jadi, Ia + Ib + Ic = In
(2-16)
Dengan membandingkan persamaan 2-14 memberikan : I n = 3 I ao
(2-17)
Dalam ketiadaan suatu jalur melalui netral suatu sistem fasa tiga In sama dengan nol dan arus-arus salurannya tidak mengandung komponen-kompoen urutan nol. Suatu beban dengan hubungan Δ tidak memberikan jalur ke netral dan arus-arus saluran yang mengalir dalam suatu beban yang dihubung Δ dapat tidak mengandung komponen-komponen urutan nol. [4]
16
2.4 KOMPONEN URUTAN UNTUK IMPEDANSI JARINGAN TAK SEIMBANG Sesuai dengan sistem fasa tiga yang terlihat pada gambar 2.4, menunjukkan setiap arus yang melewati impedans dari tiap-tiap fasa dan secara umum besarnya shelf impedans dan mutual impedans yang tidak sama yaitu : Zaa ≠ Zbb ≠ Zcc,
Zab ≠ Zbc ≠ Zca
(2-18)
Dengan menggunakan persamaan 2-18, dapat ditemukan komponen simetrinya untuk
besarnya tegangan fasa tiga tak seimbang. Dan dapat digunakan untuk
menentukan komponen simetri dari impedansi tak seimbang. Ia
Zaa
Ib
Zbb
Zab Zac
Ic
Zcc
m
Vmn
Zbc
n
Gambar 2.4 Sistem fasa tiga dengan deretan impedansi Persamaan drop tegangan antara titk m ke n (Vmn) seperti pada gambar 2.6 dapat ditulis sebagai berikut : ⎡Vmn −a ⎤ ⎡ Z aa ⎢ ⎥ Vmn = ⎢Vmn − b ⎥ = ⎢⎢ Z ba ⎢⎣Vmn −c ⎥⎦ ⎢⎣ Z ca
Z ab Z bb Z cb
Z ac ⎤ Z bc ⎥⎥ Z cc ⎥⎦
⎡Ia ⎤ ⎢I ⎥ ⎢ b⎥ ⎢⎣Ic ⎥⎦
2.5 DIFINISI DARI JARINGAN URUTAN
17
(2-19)
Didalam beberapa permasalahan sistem yang tidak seimbang, dapat diselesaikan dengan mengumpamakan kedalam sistem yang seimbang. Dalam beberapa permasalahan akan mencoba menemukan komponen simetri tegangan atau arus dari kondisi tak seimbang dan memadukan urutan komponen tersebut untuk menentukan besaran sistem (a-b-c). Sebuah jaringan urutan adalah perumpamaan dari sistem yang seimbang dimana gangguan itu terhubung dan berisi impedansi tiap-tiap fasa seperti pada kondisi seimbang hanya berbeda besarnya impedansi untuk tiap-tiap urutannya. Setiap komponen urutan pada suatu gangguan dapat dianalisa menggunakan teori thevenin dengan mengumpamakan gangguan tersebut menjadi sebuah titik dengan dua buah terminal (one-port), dimana terminal yang satu merupakan terminal gangguan
yang di simbulkan dengan F, dan terminal yang lainnya merupakan
terminal tegangan nol yang diberi simbul N. Ini digunakan untuk melihat jaringan dari terminal F dan N, sehingga akan dapat menentukan tegangan pada jaringan terbuka dan arus hubung singkat serta impedansi penggantinya (untuk jaringan urutan). Impedansi tersebut, sering disimbulkan dengan Z0, Z1 dan Z2 untuk urutan nol, positif dan urutan negatif jaringan dimana arus I0, I1 dan I2 mengalir. Persamaan tegangan thevenin didalam jaringan urutan positif merupakan tegangan jaringan terbuka pada titik gangguan. Besarnya tegangan thevenin pada urutan negatif dan urutan nol adalah nol karena dengan mendifinisikan hanya ada tegangan urutan positif (urutan a-b-c) yang di bangkitkan oleh sistem fasa tiga. Jaringan urutan biasanya digambarkan dengan kotak yang menunjukkan terminal gangguan (F), tegangan nol (N), dan tegangan thevenin serta impedansinya.
18
Hal tersebut dapat kita lihat pada gambar 2.5 :
Iao
.
Ia1
Fo
.
Ia2
F1
.
F2
Z1 Zo
+ Vao -
+ Va1 -
+ VF N1
No
.
N2
.
Urutan Nol
Urutan Positif
Z2
+ Va2 -
. Urutan Negatif
Gambar 2.5 Urutan jaringan dengan besaran-besarannya. Dari gambar 2.5 maka dapat dituliskan persamaan untuk besarnya tegangan dari terminal F ke N sebagai berikut :
⎡Va 0 ⎤ ⎡0 ⎤ ⎡ Z 0 ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢Va1 ⎥ = ⎢VF ⎥ - ⎢0 ⎢⎣Va 2 ⎥⎦ ⎢⎣0 ⎥⎦ ⎢⎣0
0 Z1 0
0 ⎤ ⎥ 0 ⎥ Z 2 ⎥⎦
⎡I a 0 ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ I a1 ⎥ ⎢⎣I a 2 ⎥⎦
(2-20)
Untuk dapat menganalisa gangguan yang terjadi dalam sistem distribusi, dapat digunakan prosedur sebagai berikut : a. Menggambarkan rangkaian diagram yang memperlihatkan semua titik gangguan pada semua fasa. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.6. Dimana gambaran tersebut untuk kondisi normal dengan impedansi yang terhubung seimbang, dan persamaan thevenin dalam hal ini dapat di ketahui. Tegangan dalam hal ini didifinisikan sebagai beda tegangan antara titik gangguan
19
dengan ground pada terminal gangguan dan arus mengalir dari sistem ke titik gangguan.
Titik gangguan F
. . .
+ + + Va Vb Vc -
Za
Zb
Zc
Ia
Ib
Ic
a b c
Gangguan
Gambar 2.6 Rangkaian diagram pada titik gangguan b. Menuliskan batasan kondisi mengenahi arus dan tegangan pada kondisi gangguan. c. Mengubah arus dan tegangan dari kondisi a-b-c ke kondisi 0-1-2 menggunakan transformasi A atau C d. Menentukan arus urutan untuk menentukan hubungan dari terminal F ke N dari urutan jaringan untuk menjelaskan langkah ‘c’. e. Menentukan tegangan urutan untuk menentukan hubungan terminal dari jaringan urutan, dan penambahan impedansi yang diperlukan untuk memperjelas langkah ‘c’ dan ‘d’ . Langkah-langkah tersebut diatas bisa digunakan untuk tiap-tiap jenis gangguan yang terjadi dalam sistem distribusi. [5]
2.6 PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN
20
Untuk mengetahui penyetelan rele yang baik, harus diketahui besarnya arus yang timbul pada beberapa jenis gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi. Dalam hal ini perhitungan untuk kondisi trafo tanpa beban adalah sebagai berikut :
2.6.1 Gangguan Satu Fasa ke Tanah
Gangguan satu fasa ke tanah merupakan gangguan yang paling sering terjadi. Rangkaian diagram gangguan satu fasa ke tanah, dapat diilustrasikan pada gambar 2.7 diberikut ini :
F .
. .
+ + + Va Vb Vc -
Zf
Ia Ib=0 Ic=0 Gambar 2.7 Rangkaian diagram gangguan satu fasa ke tanah
dari gambar diatas maka batasan kondisinya adalah sebagai berikut : Ib = Ic = 0 dan Va = Zf . Ia dengan menggunakan persamaan 2-15 (I012 = C Iabc), maka didapat :
21
a b c
⎡1 1 1 ⎤ ⎡I a ⎤ ⎡1⎤ ⎥ ⎢ 2⎥ ⎢ I012 = 1/3 ⎢1 a a ⎥ ⎢0 ⎥ = Ia/3 ⎢⎢1⎥⎥ ⎢⎣1 a 2 a ⎥⎦ ⎢⎣0 ⎥⎦ ⎢⎣1⎥⎦
(2-21)
dengan besarnya arus semua urutan yang sama, maka Va = Zf . Ia = 3.Zf.Ia sehingga dapat dituliskan Va0 + Va1 + Va2 = 3.Zf.Ia Karena besarnya arus untuk tiap-tiap arus urutan sama, maka arus urutannya dapat digambarkan sebagai berikut : -
Va0
+
- Va1+
- Va2 + Ia1
Ia0 F0
Ia2 F2
F1
N0
N2
N1
Gambar 2.8 Arus urutan pada gangguan satu fasa ke tanah Sedangkan bentuk hubungan tegangan urutan pada gangguan satu fasa ke tanah adalah sebagai berikut : - Va0 + N0
F0
- Va1+ Ia0 N1
F1
- Va2 + Ia1 N2
F2
Ia2
3 Zf Ia1
Gambar 2.9 Jaringan urutan pada gangguan satu fasa ke tanah dengan sambungan tersebut diatas, maka dapat menghitung dan mengetahui arus dengan persamaan :
22
Ia0 = Ia1 =Ia2 =
Vf Z 0 + Z1 + Z 2 + 3Z f
(2-22)
2.6.2 Gangguan Fasa ke Fasa
Rangkaian diagram gangguan fasa ke fasa, dapat dilihat pada gambar 2.10 dibawah ini : F .
. .
+ + + Va Vb Vc -
Ib
Ia=0
a b c
Ic Zf
Gambar 2.10 Rangkaian diagram gangguan fasa ke fasa Dari kondisi gambar diatas, maka batasan kondisinya adalah sebagai berikut : Ia = 0 Ib = - Ic Vb - Vc = Zf . Ib dengan menggunakan persamaan 2-15 (I012 = C Iabc), maka didapat : ⎡1 1 1 ⎤ ⎡0 ⎤ ⎡0 ⎤ ⎥ ⎢ 2⎥ ⎢ I012 = 1/3 ⎢1 a a ⎥ ⎢I b ⎥ = Ib/3 ⎢⎢1 ⎥⎥ ⎢⎣1 a 2 a ⎥⎦ ⎢⎣− I b ⎥⎦ ⎢⎣−1⎥⎦
(2-23)
maka dapat ditulis : Zf . Ib = Vb - Vc = (Va0 + a2Va1 Zf (Ia0 + a2Ia1
+
+
aVa2) - (Va0 + aVa1
aIa2) = (a2 – a) Va1 + (a – a2) Va2
23
+
a2Va2)
Dari persamaan 2-23, Ia0 = 0 dan Ia1 = - Ia2 Sehingga Zf (a2 – a) Ia1 = (a2 – a) Va1 - (a – a2) Va2 Atau Zf.Ia1 = Va1 - Va2 Dari persamaan 2-23, besarnya Ia0 =0, maka arus urutan nol akan terbuka dan Ia1 = - Ia2 , maka bentuk arus urutannya seperti gambar dibawah ini :
Ia0 =0
Ia1 +
F0
Va1 -
N0
F1
F2
N1
N2
Ia2 + Va1 -
Gambar 2.11 Arus urutan pada gangguan fasa ke fasa Sedangkan bentuk tegangan urutan serta jaringan urutannya adalah seperti gambar dibawah ini : Zf
Ia0 =0
Ia1 + F0
F1
F2
N1
N2
Va1 N0
Ia2 + V-a1
Gambar 2.12 Jaringan urutan pada gangguan fasa ke fasa Dari gambar diatas, maka dapat ditentukan besarnya arus yang mengalir :
24
Ia1 =
Vf Z1 + Z 2 + Z f
(2-24)
2.6.3 Gangguan Fasa Tiga
Rangkaian diagram gangguan fasa tiga, dapat dilihat pada gambar 2.13 dibawah ini : F .
a b c
. .
+ + + Va Vb Vc -
Zf Ia Ia + Ib + Ic
Zf Ib
Ic
Zf
Zg
Gambar 2.13 Rangkaian diagram gangguan fasa tiga Dari kondisi gambar diatas, maka batasan kondisinya adalah sebagai berikut : Va = Zf .Ia + Zg (Ia + Ib + Ic)
(2-25)
Vb = Zf .Ib + Zg (Ia + Ib + Ic)
(2-26)
Vc = Zf .Ic + Zg (Ia + Ib + Ic)
(2-27)
Mengacu pada persamaan 2-25 sampai 2-27, maka : Va = Va0 + Va1 + Va2 = Zf (Ia0 + Ia1 +Ia2) + 3 Zg Ia0
(2-28)
Vb = Va0 + a2Va1 + aVa2 = Zf (Ia0 + a2Ia1 + aIa2) + 3 Zg Ia0
(2-29)
Vc = Va0 + aVa1 + a2Va2 = Zf (Ia0 + a Ia1 + a2Ia2) + 3 Zg Ia0
(2-30)
Kalau diketahui 1 + a2 = -a, 1 + a = -a2, a + a2 = -1 Dengan mensubtitusikan persamaan 2-29 dengan 2-30 maka akan di temukan Vbc = Vb - Vc = (a2 –a) Va1 + (a –a2) Va2 = Zf ((a2 –a) Ia1 + (a –a2) Ia2)
25
atau Va1 –Va2 = Zf (Ia1 - Ia2) sehingga secara sederhana dapat di tulis : Va1 – Zf Ia1 = Va2 - Zf.Ia2
(3-31)
Dengan mensubtitusikan persamaan 2-28 dengan 2-29 maka akan di temukan : Va + Vb = (2 Va0 - aVa - a2Va2 ) = Zf (2 Ia0 - aIa1 +a2 Ia2) + 6 Zg Ia0 2 (Va0 - Zf Ia1 - 3 Zg Ia0) = a (Va1 - Zf Ia1) + a2 (Va2 - Zf Ia2)
(3-32)
2 (Va0 - Zf Ia1 - 3 Zg Ia0) = (a + a2) (Va1 - Zf Ia1) 2 (Va0 - Zf Ia1 - 3 Zg Ia0) = - (Va1 - Zf Ia1)
(3-
33) sekarang dengan persamaan 3-29 dan 2-30, untuk menentukan Vb + Vc, maka Vb + Vc =2 Va0 - V1 - Va2 = Zf (2 Ia0 - Ia1 - Ia2) + 6 Zg Ia0 2 (Va0 - Zf Ia1 - 3 Zg Ia0) = (Va1 - Zf Ia1) + (Va2 - Zf Ia2) dan penggunaan persamaan 3-31 lagi : Va0 - Zf Ia1 - 3 Zg Ia0 = (Va1 - Zf Ia1)
(3-34)
Pada gangguan jenis ini urutan arusnya tidak ada sedangkan untuk urutan jaringannya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Zf +3Zg Ia0 + Va0 -
Zf
Zf
Ia1 + Va1 -
Ia2 + Va2 -
Gambar 2.14 Jaringan urutan pada gangguan fasa tiga
26
Pada gambar 2.14, apabila besarnya Zf tiap-tiap fasa sama, maka akan berlaku Iao = Ia + Ib + Ic = 0
(3-35)
Sehingga dapat dituliskan sebagai : ⎡1 1 1 ⎤ ⎡Ia ⎤ ⎡0 ⎤ ⎥ ⎢ 2⎥ ⎢ I012 = 1/3 ⎢1 a a ⎥ ⎢I b ⎥ = ⎢⎢I a1 ⎥⎥ ⎢⎣1 a 2 a ⎥⎦ ⎢⎣I c ⎥⎦ ⎢⎣0 ⎥⎦
Atau Ia1 = Ia = Vf/(Z1 + Zf) sedangkan
(3-36)
Ia0 = Ia2 =0
27
BAB III G-I TANGERANG BARU Tenaga listrik yang disalurkan melalui saluran transmisi, akan diturunkan tegangannya untuk didistribusikan dengan tegangan yang lebih rendah (dari 150kV ke 20 kV). Dalam gardu induk ada beberapa bagian yang merupakan komponen utama dalam sebuah gardu induk. Antara lain
3.1 TRANSFORMATOR Transformator tenaga adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga/daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya (mentransformasikan tegangan). Dalam operasi umumnya, trafo-trafo tenaga ditanahkan pada titik netralnya sesuai dengan kebutuhan untuk sistem pengamanan/proteksi, sebagai contoh transformator 150/70 kV ditanahkan secara langsung di sisi netral 150 kV, dan transformator 70/20 kV ditanahkan dengan tahanan di sisi netral 20 kV nya. Transformator yang telah diproduksi terlebih dahulu melalui pengujian sesuai standar yang telah ditetapkan.
3.1.1 Klasifikasi Transformator tenaga dapat di klasifikasikan menurut : a. Pasangan : • Pasangan dalam • Pasangan luar
28
b. Fungsi/pemakaian • Transformator mesin • Transformator Gardu Induk • Transformator Distribusi c. Kapasitas dan tegangan Untuk mempermudah pengawasan dalam operasi trafo dapat dibagi menjadi: Trafo besar, Trafo sedang, Trafo kecil.
3.1.2
Cara Kerja Dan Fungsi Tiap-Tiap Bagian
Suatu transformator terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai fungsi masingmasing: a. Bagian utama, yang terdiri dari : • Inti besi, berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi, yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi tipis yang berisolasi, untuk mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi) yang ditimbulkan oleh “Eddy Current”. • Kumparan trafo, terdiri dari beberapa lilitan kawat berisolasi membentuk suatu kumparan. Kumparan tersebut diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap kumparan lain dengan isolasi padat seperti karton, pertinax dan lain-lain. Umumnya pada trafo terdapat kumparan primer dan sekunder. Bila kumparan primer dihubungkan dengan tegangan/arus bolak-balik maka pada
29
kumparan tersebut timbul fluksi yang menginduksikan tegangan, bila pada rangkaian sekunder ditutup (rangkaian beban) maka akan mengalir arus pada kumparan ini. Jadi kumparan sebagai alat transformasi tegangan dan arus. • Kumparan tertier, diperlukan untuk memperoleh tegangan tertier atau untuk kebutuhan lain. Untuk kedua keperluan tersebut, kumparan tertier selalu dihubungkan delta. Kumparan tertier sering dipergunakan juga untuk penyambungan peralatan bantu seperti kondensator synchrone, kapasitor shunt dan reactor shunt, namun demikian tidak semua trafo daya mempunyai kumparan tertier. • Minyak trafom dimana sebagian besar trafo tenaga kumparan-kumparan dan intinya direndam dalam minyak-trafo, terutama trafo-trafo tenaga yang berkapasitas besar, karena minyak trafo mempunyai sifat sebagai media pemindah panas (disirkulasi) dan bersifat pula sebagai isolasi (daya tegangan tembus tinggi) sehingga berfungsi sebagai media pendingin dan isolasi. Untuk itu minyak trafo harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: o Kekuatan isolasi tinggi. o Penyalur panas yang baik, berat jenis yang kecil, sehingga partikel-partikel dalam minyak dapat mengendap dengan cepat. o Viskositas yang rendah agar lebih mudah bersirkulasi dan kemampuan pendinginan menjadi lebih baik. o Titik nyala yang tinggi, tidak mudah menguap yang dapat membahayakan. o Tidak merusak bahan isolasi padat.
30
o Sifat kimia yang stabil. • Bushing, hubungan antara kumparan trafo ke jaringan luar melalui sebuah busing yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator, yang sekaligus berfungsi sebagai penyekat antara konduktor tersebut dengan tangki trafo. • Tangki dan konservator, dimana pada umumnya bagian-bagian dari trafo yang terendam minyak trafo berada (ditempatkan) dalam tangki. Untuk menampung pemuaian minyak trafo, tangki dilengkapi dengan konservator. b. Peralatan bantu, yang terdiri dari : • Pendingin, dimana pada inti besi dan kumparan-kumparan akan timbul panas akibat rugi-rugi besi dan rugi-rugi tembaga. Bila panas tersebut mengakibatkan kenaikan suhu yang berlebihan, akan merusak isolasi di dalam trafo, maka untuk mengurangi kenaikan suhu yang berlebihan tersebut trafo perlu dilengkapi dengan sistem pendingin untuk menyalurkan panas keluar trafo. Media
yang
digunakan
pada
sistem
pendingin
dapat
berupa:
Udara/gas,minyak dan air. Pengalirannya (sirkulasi) dapat dengan cara : o Alamiah (natural) o Tekanan/paksaan (forced). • Tap changer (perubah tap), yaitu perubah perbandingan transformator untuk mendapatkan tegangan operasi sekunder sesuai yang diinginkan dari
31
tegangan jaringan/primer yang berubah-ubah. Tap changer dapat dilakukan baik dalam keadaan berbeban (on-load) atau dalam keadaan tak berbeban (off load), tergantung jenisnya. • Alat pernapasan, karena pengaruh naik turunnya beban trafo maupun suhu udara luar, maka suhu minyakpun akan berubah-ubah mengikuti keadaan tersebut. Bila suhu minyak tinggi, minyak akan memuai dan mendesak udara diatas permukaan minyak keluar dari dalam tangki, sebaliknya bila suhu minyak turun, minyak menyusut maka udara luar akan masuk ke dalam tangki. Kedua proses diatas disebut pernapasan trafo. Permukaan minyak trafo akan selalu bersinggungan dengan udara luar yang menurunkan nilai tegangan tembus minyak trafo, maka untuk mencegah hal tersebut, pada ujung pipa penghubung udara luar dilengkapi tabung berisi kristal zat hygroskopis. • Indikator, yaitu untuk mengawasi selama trafo beroperasi, maka perlu adanya indicator pada trafo sebagai berikut : o Indikator suhu minyak o Indikator permukaan minyak o Indikator sistem pendingin o Indikator kedudukan tap o dan sebagainya. [2]
3.1.3 Macam-Macam Pentanahan Netral Trafo
32
Terdapat empat macam cara pentanahan netral trafo, yaitu : a. Pentanahan langsung, titik netral trafo dihubungkan ke tanah secara langsung seperti terlihat pada gambar 3.1. Pada sistem ini arus gangguan fasa satu dapat lebih besar dari arus gangguan fasa tiga
20 KV
150 KV
Gambar 3.1 Pentanahan langsung b. Pentanahan dengan tahanan, titik netral trafo dihubungkan ke tanah melalui tahanan seperti terlihat pada gambar 3.2, pada sistem ini arus gangguan satu fasa ke tanah dibatasi oleh tahanan pentanahannya. 150 KV
20 KV
150 KV
20 KV
Gambar 3.2 Pentanahan dengan tahanan c. Pentanahan mengambang, titik pentanahan netral trafo tidak ditanahkan atau trafo tidak memiliki titik netral seperti terlihat pada gambar 3.3
6 KV atau 12 KV
70 KV atau 30KV
33
Gambar 3.3 Pentanahan mengambang d. Pentanahan dengan peterson coil , titik netral trafo dihubungan ke tanah melalui peterson coil seperti terlihat pada gambar 3.4. Bila terjadi gangguan satu fasa ke tanah , arus kapasitif di kompensasi oleh Petersen coil. [8]
30 KV
6 KV
Gambar 3.4 Pentanahan dengan Peterson coil
3.2 RELE UNTUK PROTEKSI TRAFO DAYA Ada beberapa macam rele pengaman yang digunakan untuk mengamankan trafo dari gangguan yang mungkin terjadi. Adapun jenis rele proteksi yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
34
3.2.1
Rele Arus Lebih
Adalah rele yang bekerja berdasarkan arus lebih akibat adanya gangguan hubung singkat dan memberikan perintah trip ke PMT sesuai dengan karakteristik waktunya.
CT
PMT I R R
S
Trip Coil PMT
T
Relay Arus Lebih
+
Battery -
Gambar 3.5. Rangkaian rele arus lebih Cara kerja rele arus lebih adalah sebagai berikut : a. Pada kondisi normal arus beban (Ib) mengalir pada jaringan dan oleh trafo arus, besaran arus ini ditranformasikan ke besaran sekunder (IR). Arus IR mengalir pada kumparan rele, tetapi karena arus ini masih kecil daripada harga yang ditetapkan (setting), maka rele tidak bekerja. b. Bila terjadi gangguan hubung singkat, arus Ib akan naik dan menyebabkan arus IR naik pula. Jika arus IR ini melebihi suatu harga yang telah ditetapkan diatas (setting) maka rele akan bekerja dan memberikan perintah ke trip coil PMT untuk membuka PMT, sehingga jaringan yang terganggu dipisahkan dari sistem. Beberapa istilah pada rele arus lebih yang digunakan adalah sebagai berikut :
35
a. Ip = Arus kerja (arus pick-up) adalah arus minimum yang menyebabkan rele bekerja (pick-up). b. Id = Ir = Arus kembali (arus drop-off / Id, Arus reset / Ir) adalah arus maksimum yang menyebabkan rele kembali tidak bekerja (drop- off, reset) Perbandingan Id/Ip adalah suatu harga perbandingan antara arus kembali dengan arus kerja. Besaran ini menggambarkan kestabilan kerja rele terhadap kejutan kondisi jaringan, seperti dijelaskan pada gambar 3.6 I
.
A
Ip (I setting)
.
B
Ir I beban max I’ r
t
Gambar 3.6 Pulsa arus kejutan fungsi waktu
Apabila pada suatu jaringan yang sedang berbeban penuh terjadi kejutan arus seperti pada gambar, maka rele akan pick-up (titik A). Bila arus-kembali rele (Ir) lebih besar dari arus beban penuh, maka rele akan reset (titik B). Bila arus-kembali rele (Ir) lebih kecil dari pada arus beban penuh, maka rele akan pick-up sehingga dapat mengakibatkan rele trip setelah waktu kerjanya tercapai. Untuk menghindari peristiwa ini harus diusahakan agar Ir lebih besar dari pada arus beban penuh. Semakin besar harga perbandingan Id/Ip adalah semakin baik.
36
Waktu tunda (time delay). Perioda waktu yang sengaja diberikan pada rele untuk memperlambat trip ke PMT sejak rele itu pick up. Waktu tunda ini dimaksudkan untuk koordinasi dengan rele lainnya. Ada tiga rele arus lebih menurut waktu kerjannya yaitu : a. Rele arus lebih sesaat (instantaneous over current relay) adalah rele arus lebih yang tidak mempunyai arus tunda. b. Rele arus lebih definite (definite-time over current relay) adalah rele arus lebih yang waktu tundannya tetap tidak tergantung pada besarnya arus gangguan. c. Rele arus lebih inverse (inverse-time over current relay) adalah rele arus lebih yang waktu tundannya mempunyai karakteristik tergantung pada besarnya arus gangguan. [8]
3.2.2 Rele Arus Lebih Berarah (Direct Over Current Relay) Adalah rele arus lebih yang mempunyai elemen arah. Rele ini menggunakan dua besaran listrik, yaitu : a. Tegangan, yaitu sebagai patokan karena sudut fasanya tetap. b. Arus, yaitu sebagai besaran kerja karena fasanya tergantung pada lokasi gangguan.
37
CT
.
F2
F1 PT
elemen arah
Trip ke PMT D
elemen kerja
I
+ Gambar 3.7 Rele arus lebih berarah Rele arus lebih berarah mempunyai dua elemen seperti dapat dilihat pada gambar 3.7, yaitu : a. Elemen arah (direct element, directional unit), berfungsi untuk menentukan arah kerja rele. b. Elemen kerja (operating element, over-current unit) berfungsi untuk mendeteksi besaran arus gangguan. Rele pada gambar 3.7, berfungsi untuk mendeteksi arus gangguan yang menuju ke F1 dan bukan ke F2. Misalkan dalam kondisi normal, arus mengalir ke arah F1, maka komponen arah bekerja menutup kontak D, sedangkan elemen kerja belum bekerja dan kontak 1 terbuka. Bila terjadi gangguan hubung singkat di F1, maka elemen kerja akan bekerja menutup kontak I dan mentripkan PMT.
3.2.3. Rele Hubung Tanah (Ground Fault Relay)
38
Rele hubung tanah pada jaringan tegangan menengah pada dasarnya menggunakan rele arus lebih seperti yang digunakan pada gangguan hubung singkat antar fasa, tetapi berbeda rangkaiannya seperti terlihat pada gambar 3.8. IR
IS
IT
Ir
R
S
Is
It
T
Relay arus hubung tanah
Relay arus Lebih untuk gangguan antar fasa
Gambar 3.8 Rangkaian pengawatan rele arus lebih gangguan fasa dan rele hubung tanah Pada kondisi normal dengan beban seimbang IR, IS, IT adalah sama besar, sehingga pada kawat netral tidak timbul arus dan rele hubung tanah tidak dialiri arus. Bila terjadi ketidak seimbangan arus atau terjadi gangguan hubung singkat ke tanah, maka akan timbul arus urutan nol pada kawat netral, sehingga rele hubung tanah bekerja.
3.2.4
Rele Beban Lebih
39
Keadaan beban lebih harus dibedakan dari keadaan arus lebih. Keadaan arus lebih pada jaringan disebabkan oleh gangguan hubung singkat dan diamankan dengan rele proteksi arus lebih (over current relay). Sedangkan keadaan beban lebih, lebih ditekankan pada sifat-sifat thermis dari jaringan akibat dilampauinya kemampuan arus kontinue (rated current) dan diamankan dengan rele thermis. Prinsip kerja rele thermis adalah dengan elemen bimetal yang sensitive terhadap panas akibat arus dari rangkaian trafo arus yang menunjukkan adanya beban lebih. Rele ini biasanya mempunyai 2 buah kontak, yaitu kontak alarm dan kontak trip. Kontak alarm dimaksudkan memberikan peringatan dini kepada operator agar segera dapat mengambil tindakan pengamanan dengan melakukan manuver jaringan di sistem distribusi sebelum rele bekerja mentripkan PMT yang menyebabkan pemadaman konsumen.
3.2.5. Rele Penutup Balik (Reclosing Relay) a. Element rele penutup balik, rele penutup balik umumnya mempunyai 2 elemen utama yaitu : • Dead time element berfungsi untuk menentukan selang waktu dari saat PMT trip sampai saat PMT diperintah masuk kembali, dan dead time element ini dimaksudkan untuk memadamkan busur api gangguan. • Blocking time element berfungsi untuk memblok elemen “Dead Time Delay” selama beberapa waktu seteleh bekerja memasukkan PMT, dan blocking time
40
dimaksudkan untuk memberi kesempatan
kepada PMT guna memulihkan
tenaganya setelah habis untuk melakukan suatu sirklus auto reclosing. b. Cara kerja rele penutup balik, recloser mulai bekerja saat mendapat tegangan positip dari ground fault relay (GFR) yaitu ketika rele GFR bekerja memberikan perintah trip ke PMT. Elemen yang start adalah elemen DT (Dead Time Delay Element). Setelah beberapa waktu elemen DT menutup kontaknya dan memberikan perintah masuk ke PMT dan mengenergise element BT (Blocking Time Delay Element). Elemen BT ini segera membuka rangkaian closing coil PMT sehingga PMT tidak bisa reclose. Setelah beberapa waktu sesuai settingnya elemen BT akan reset yang berarti DT dapat bekerja kembali siap untuk melakukan reclosing lagi. c. Macam-macam recloser relay, berdasarkan jumlah perintah reclosing ke PMT dapat dibedakan dalam 2 jenis reclosing relay, yaitu : •
Single-short reclosing relay, rele ini hanya dapat memberikan perintah reclosing ke PMT satu kali dan baru dapat melakukan reclosing lagi seteleh waktu blocking time berakhir. Bila terjadi gangguan pada periode blocking time, PMT trip dan tidak bisa reclose lagi (lock-out). Bila gangguan terjadi lagi setelah periode blocking-time, maka reclosing rele akan melihatnya sebagai gangguan baru dan proses reclose diatas akan berulang.
•
Multi shot reclosing relay, Rele ini dapat memberikan perintah reclosing ke PMT lebih dari satu kali. Dead time antar reclosing adalah berbeda-beda. [1]
41
3.3
SISTEM KOORDINASI PROTEKSI GARDU INDUK TANGERANG BARU
Sistem proteksi merupakan salah satu dari beberapa sistem yang mendukung pengoperasian
sistem
distribusi
tenaga
listrik,
dengan
demikian
maka
pengelolalaannya harus memperhatikan kebutuhan sistem yang diamankan. Kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam melakukan koordinasi sistem proteksi adalah terjaminnya kontinuitas penyaluran tenaga listrik yang diukur dengan indeks frekuensi dan lamanya pemadaman. Agar sistem proteksi dapat bekerja sesuai dengan fungsinya, maka dalam melakukan koordinasi sistem pengamanan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Keamanan peralatan b. Keamanan sistem c. Kebutuhan konsumen Perhatian terhadap keamanan peralatan dan sistem serta kebutuhan konsumen harus diberikan secara proposional, agar secara sistem akan diperoleh indeks frekuensi dan lama padam optimum. Pengamanan yang berlebihan terhadap peralatan dan sistem dapat menyebabkan tingginya frekuensi padam, sedangkan perhatian yang berlebihan terhadap kebutuhan konsumen dapat membahayakan peralatan dan sistem. Lamanya pemulihan setelah terjadi gangguan sangat tergantung pada tingkat kerusakan peralatan atau luas padam yang ditimbulkan. Sebagai contoh bahwa kerusakan permanen pada trafo akan menyebabkan pemadaman yang luas dan waktu pemulihan yang lebih lama serta biaya perbaikan yang lebih tinggi.
42
Pengaman yang terpasang pada suatu GI harus dikoordinasikan untuk menghasilkan pola pengaman yang kita inginkan dengan memperhatikan syaratsyarat pengamanan. Sistem koordinasi pengaman trafo GI Tangerang menggunakan sistem cascade (bertingkat). Sistem ini untuk mengalokasi atau meminimalisasi efek yang akan timbul karena adanya ganguan atau kondisi abnormal.
3.3.1 Faktor-faktor Teknis Yang Diperhatikan Dalam Koordinasi Penyetelan Rele Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan koordinasi pengaman trafo antara lain sebagai berikut : a. Pola operasi dan konfigurasi sistem. b. Kemampuan trafo terhadap beban lebih. c. Ketahan trafo terhadap gangguan hubung singkat eksternal d. Trafo arus untuk rele proteksi. e. Pentanahan sistem dan kanfigurasi belitan trafo f. Ketahanan kabel terhadap gangguan hubung singkat tanah
3.3.2
Pola Operasi Dan Konfigurasi Sistem
Pola yang dipakai pada pengoperasian sistem 20 kV adalah radial dimana secara normal jaringan 20 kV tidak dioperasikan parallel, dengan sistem ditanahkan langsung atau melalui tahanan pentanahan yang besarnya sesuai dengan tabel 3-1,
43
dengan panjang saluran baku sesuai SPLN 59: 1985, tentang keandalan pada sistem distribusi 20 kV dan 6 kV.
3.3.3
Kemampuan Trafo Terhadap Beban Lebih
Sesuai standard international IEC 354 tahun 1991, diijinkan membebani trafo melebihi nilai pengenal seperti yang disebutkan pada papan nama (name plate). Namun disadari bahwa pembebanan lebih tersebut akan mengurangi umur trafo dan pengurangan umur tersebut tidak dapat ditetapkan secara akurat hanya dengan mengandalkan data operasi rutin. Memperhatikan suhu sekitar rata-rata yang lebih tinggi dari nilai standard serta factor umur, maka kemampuan trafo menjadi lebih rendah dari pengenal pada name plate. Meskipun pembebanan lebih terhadap trafo tenaga menurut IEC diizinkan, namun hendaknya hal tersebut sejauh mungkin dihindari dan bila terpaksa dilakukan harus dengan persetujuan pemilik instalasi (PLN P3B sector terkait).
3.3.4 Ketahanan Trafo Terhadap Gangguan Hubung Singkat Eksternal Dalam melakukan koordinasi pengaman trafo, pengaruh thermis mekanis dari arus gangguan eksternal perlu diperhatikan. Untuk arus gangguan rendah yang mendekati julad (range) beban-lebih, pengaruh mekanis kurang diperhitungkan, kecuali bila jumlah gangguan eksternal tersebut cukup tinggi. Pada arus gangguan yang mendekati batas kemampuan desain trafo, dampak mekanis lebih dominan dibandingkan dengan pengaruh thermis.
44
Menurut standart international IEC, ketahan trafo terhadap gangguan hubung singkat eksternal adalah 2 detik (trafo baru). Walaupun ketahanan trafo terhadap hubung singkat eksternal dalam standar international ditetapkan 2 detik tetapi mempertimbangkan usia trafo, maka waktu kerja rele OCR disisi incoming untuk gangguan direl 20 kV ditentukan ≤ 1 detik. Sampai batas tertentu arus gangguan hubung singkat eksternal akan menyebabkan penurunan umur sebagai akibat pengaruh thermis. Namun diatas batas tersebut pengaruh thermis bersamaan dengan pengaruh dinamis akan menyebabkan penurunan umur trafo secara progresif dan penurunan tersebut akan dipercepat lagi bila jumlah gangguan semakin tinggi. Didalam ANSI/IEEE C57.109-1985 tentang kemampuan trafo dalam menahan arus gangguan eksternal dinyatakan bahwa mulai 50% sampai dengan 100% dari arus gangguan tertinggi yang mungkin timbul, karakteristik pengaman trafo terhadap hubung singkat eksternal disarankan dipercepat. Memperhatikan hal tersebut diatas maka rele momen dipenyulang untuk gangguan fasa-fasa harus diaktifkan. Nilai 50% dari arus gangguan tertinggi yang mungkin timbul dipakai sebagai batas atas dalam menentukan setelan arus untuk rele momen di penyulang dengan factor 0,8 (mempertimbangkan kesalahan rele) 3.3.5 Trafo Arus Untuk Rele Proteksi Trafo arus untuk rele proteksi pada penyulang 20kV menggunakan kelas P (istilah dalam IEC 185), yang ketelitiannya dijamin baik sampai dengan arus lebih tertentu, sesuai dengan beban (burden) trafo arus yang tertera pada papan nama (name plate), misalnya 5P10 atau 5P20 dengan beban 10VA.
45
Spesifikasi tersebut yang menyatakan 10 atau 20 kali arus nominal CT akan menjadi batas atas yang ditetapkan pada butir 3.3.4 , yang dipakai dalam memilih setelan arus untuk rele momen di penyulang. Bila batas atas setelan rele momen tersebut tidak sesuai dengan batas seperti ditetapkan pada butir 3.3.4, maka yang dipilih adalah yang terkecil.
3.3.6
Pentanahan Sistem Dan Konfigurasi Belitan Trafo
Pentanahan netral sistem yang diterapkan di sistem Jawa-Bali seperti pada tabel 3-1. Tabel 3-1 Pentanahan sistem di sistem Jawa Bali Tegngan Lokasi Sistem (kV) 150 Sem ua lokasi 70 Jawa Barat/DKI Jawa Tim ur 20 Jawa Barat/DKI Jawa T engah Jawa Tim ur Bali
Jenis Pentanahan Solid Low Resistance High Resistance Low Resistance Solid High Resistance Low Resistance
Besar Tahanan ( O hm ) 40 - 60 200 12 dan 40 500 40
Pola pengaman gangguan tanah disesuaikan dengan pola pentanahan netral sistem seperti yang ditunjukan pada tabel 3-1 diatas. Dengan adanya Netral Grounding Resistor (NGR) maka dalam mengamankan sistem selain memperhatikan keamanan trafo juga perlu memperhatikan keamanan NGR itu sendiri. Batas
50% kemampuan thermis disarankan sebagai batas maksimum dalam
menetapkan waktu kerja rele gangguan tanah yang terpasang NGR. Ketahanan NGR terhadap arus kontinyu (continuous rating) dipakai juga sebagi salah satu batas dalam
46
menentukan setelan maksimum untuk rele gangguan tanah penyulang dengan faktor pengali 0,8. [3]
3.3.7 Ketahanan Kabel Terhadap Gangguan Hubung Singkat Tanah Berdasarkan standar PLN No. 43-5:1986 dinyatakan bahwa kemampuan lapisan pelindung listrik penghantar kabel 20 kV untuk sistem dengan NGR tahanan rendah, (12 Ohm) harus tahan terhadap arus bocor ke tanah sebesar 1000 A selama 1 detik tanpa merusak kabel. Informasi tersebut perlu dipertimbangkan dalam melakukan koordinasi setelan rele gangguan tanah trafo. Dengan pertimbangan tersebut maka batas waktu 1 (satu) detik untuk gangguan sebesar 1000 Ampere cukup aman dipakai sebagai patokan dalam menetapkan waktu kerja maksimum rele gangguan tanah di incoming feeder.
3.4 FORMULASI YANG DIGUNAKAN DALAM ANALISYS PERHITUNGAN Formulasi yang digunakan dalam analisys untuk perhitungan koordinasi proteksi trafo gardu induk adalah sebagai berikut .
3.4.1 Arus Gangguan
47
Beberapa data yang perlu di ketahui untuk menghitung besarnya arus gangguan antara lain : a. Short circuit • MVA =
(3.1)
Isc × 3 × kV 1000
Dimana : Isc adalah besarnya short circuit level dalam Ampere (A)
Kv adalah tegangan bus bar dalam Volt (V) •
Besarnya impedansi sumber (Zsc)
Zsc = j
kV 2 MVA
(Pada sisi primer dalam Ohm)
Atau
(3.2) kV ( sekunder ) 2 Zsc = xZsc kV ( primer )2
(Pada sisi sekunder dalam Ohm)
b. Impedansi trafo
(3.2)
•
Impedansi (ZT) = Tegangan impedansi x Tegangan nominal = (Ohm) Daya nominal
•
Arus nominal primer
•
Arus nominal sekunder =
=
Daya 3 xTeganganprimer Daya 3 xTegangansekunder
= (Ampere)
= (Ampere)
c. Arus ganguan pada suatu titik kondisi tanpa beban dalam single line diagram trafo dengan jaringan distribusi . •
IØ-tanah =
3E ( Z1 + Z 2 + Z 0 + 3.Z N )
48
(3.3)
= (Ampere)
•
IØ-Ø
=
E 3 Z1 + Z 2
= (Ampere)
•
I3Ø
=
E Z1
= (Ampere)
d. Arus ganguan pada suatu titik kondisi berbeban dalam single line diagram trafo dengan jaringan distribusi .
(3.4)
•
IØ-tanah =
3E TH ( Z1 + Z 2 + Z 0 + 3.Z N )
= (Ampere)
•
IØ-Ø
=
ETH 3 Z1 + Z 2
= (Ampere)
•
I3Ø
=
E TH Z1
= (Ampere)
3.4.2 Setting Rele Proteksi Trafo
a. Rele arus lebih definite untuk gangguan fasa, setting arus dengan kelambatan waktu.
(3.5)
1.1xIn Id / Ip
•
Iset1 =
•
Iset2 < 0,75 I hs 2 fasa
= (Ampere) = (Ampere)
Dimana : In
= Arus nominal trafo atau trafo arus (dipilih harga terendah)
Id/Ip = Perbandingan arus kembali dengan arus kerja rele ( harus >0,7 )
49
Ihs2ø = Arus hubung singkat 2 fasa di tempat terminal sekunder pada pembangkitan minimum. b. Rele arus lebih inverse untuk gangguan fasa, setting arus dengan kelambatan waktu .
•
(3.6)
Iset = 1,3 x In
= (Ampere)
Dimana : In adalah arus nominal trafo daya atau trafo arus c. Rele hubung tanah, setting arus dengan kelambatan waktu.
•
Iset = 0,1 x In Trafo arus
50
(3.7)
BAB IV ANALISA PERHITUNGAN KOORDINASI PROTEKSI TRAFO G-I TANGERANG BARU Untuk memperoleh koordinasi yang baik serta mengetahui penyetelen rele yang sesuai, pertama-tama perlu mengetahui besarnya arus yang mungkin timbul saat terjadi gangguan baik untuk kondisi berbeban atau pun kondisi tanpa beban.
4.1
ARUS GANGGUAN
Untuk menentukan setting rele arus gangguan, perlu mengetahui besarnya arus gangguan yang mungkin terjadi pada sistem. Single line diagram trafo di GI Tangerang 150/20 kV adalah seperti dapat dilihat pada gambar 4.1. Ssc 6.52 0
BUS 150
MVA = 60 MVA KV = 150/20 KV Xt = 13 06 % Z
ZS
v
BUS 20
+ E -
Gambar.4.1 Single line diagram trafo gardu induk Tangerang baru
51
Data-data yang perlu diketahui untuk menghitung besarnya arus gangguan antara lain: a. Short circuit level adalah besarnya arus hubung singkat jaringan dalam kondisi tanpa beban (dalam hal ini pada bus bar 150 kV). Data ini dapat diperoleh dari PLN P3B (terlampir), pada gardu induk Tangerang besarnya short circuit level adalah Isc = 25.095 Ampere sehingga MVA dapat dihitung dengan menggunakan persamaan arus gangguan 3.1 sebagai berikut :
MVA =
Isc × 3 × kV 25.095 × 3 × 150 = = 6.520 MVA 1000 1000
besarnya impedansi sumber (Zsc) dihitung dari sisi primer yaitu :
Zsc = j
kV 2 150 2 =j = j3,45Ω MVA 6.520
(nilai pada sisi primer 150 kV)
atau besarnya impedamsi sumber (Zsc) dihitung dari nilai sisi sekunder yaitu :
Zsc =
2 kV(sekunder )2 × Zsc = 20 xj3,45 = j0,016Ω kV(primer)2 150 2 (nilai pada sisi sekunder 20 kV)
b. Impedansi trafo diketahui dari name plate trafo akan dapat diketahui besarnya impedansi trafo, tegangan dan daya nominal trafo, untuk menghitungnya menggunakan persamaan arus gangguan 3.2 yaitu sebagai berikut : Daya
: 60 MVA
Tegangan : 150/20 kV
52
Impedansi (ZT) : 13,036% x
Arus nominal primer =
20 2 = j0,869 Ohm 60
60.000 3x150
Arus nominal sekunder =
60.000 3x 20
= 231 Ampere (menggunakan CT : 300/5 A)
= 1.732 Ampere(menggunakan CT:2000/5 A)
(Daftar Current Transformator/CT dapat dilihat pada lampiran) c. Beban terpasang dan impedansi jaringan distribusi diketahui dari data PLN cabang Tangerang, besarnya daya yang terpasang pada trafo adalah 54 MVA dan menggunakan kawat distribusi jenis XLPE 240mm dengan impedansi urutan positif dan negatifnya adalah (0.076+j0.1)Ohm/Km dan urutan nol nya adalah (0.990+J0.630) Ohm/Km. Secara umum, gambar single line diagram trafo dengan jaringan distribusinya adalah sebagai berikut :
Bus 150kV
Trafo
Bus 20kV Jaringan Distribusi
Ssc 6.520 MVA
Beban F
ZT
ZD
.
F
ZSC
ZL
+ E -
Gambar 4.2 Single line diagram trafo dengan jaringan distribusinya
53
a. Perhitungan arus gangguan pada titik F kondisi tanpa beban (10 KM dari GI), untuk menghitungnya menggunakan persamaan arus gangguan 3.3 adalah sebagai berikut : ZSC1 = ZSC2 = ZSC = j 0,016 Ohm
dan ZSC0 = (3~5)ZSC = j0,064
ZT1 = ZT2 = ZT0 = ZT = j0,869 Ohm ZD1 = ZD2 = ZD = 10 ( 0,076+j0,1 ) = ( 0,76+j1 ) Ohm ZD0 = 10 ( 0,990+J0,630 ) = ( 9,90+J6,30 ) Ohm Z1 = Z2 = ZSC1 + ZT1 + ZD1 = 0,76 + j1,885 = 2.032 ∠ 680 Ohm Z0 = ZS0 + ZT0 + ZD0 = 9,90 + j7,233 = 12.26 ∠ 360 Ohm
3E ( Z1 + Z 2 + Z 0 + 3.Z N )
IØ-tanah =
IØ-Ø
=
3x 20.000x 0.577 (0,76 + j1,885 + 0,76 + j1,885 + 9,90 + j7,233 + 36)
=
34.641 = 712 ∠ -130 Ampere 48,68∠13
=
=
I3Ø
E 3 20.000x 0.557 x 3 = Z1 + Z 2 0,76 + j1,885 + 0,76 + j1,885 20.000 = 4.914∠ − 68 0 Ampere 4,07∠68
20.000 11.547 E 3 = = 5.674∠ − 68 0 Ampere = = 0,76 + j1,885 2,03∠68 Z1
b. Perhitungan arus gangguan pada titik F kondisi berbeban, untuk menghitungnya menggunakan persamaan arus gangguan 3.4 adalah sebagai berikut : ZL = 20.0002/54.000.000 = 7,4 Ohm
54
ZTH = (ZSC + ZT +ZD)//ZL =
( Z SC + Z T + Z D ) xZ L 15.04∠68 = = 1.79∠55 0 Z SC + Z T + Z D + Z L 8.37∠68
Z1 = Z2 = ZTH = 1,03+j1,47 Ohm Z0
=
=
(ZSC0
+
ZT0
+ZD0)//ZL0
=
( Z SC 0 + Z T 0 + Z D 0 ) xZ L 0 Z SC 0 + Z T 0 + Z D 0 + Z L 0
90.72∠36 = 4.84∠130 18.75∠23
Z0 = 4,7 + j 1,09 Ohm ETH =
Z SC
3E TH ( Z1 + Z 2 + Z 0 + 3.Z N )
IØ-tanah =
3x10.209 (1,03 + j1,47 + 1,03 + j1,47 + 4,7 + j1,09 + 36)
=
IØ-Ø
=
30.627 = 714 ∠ -130 Ampere 43∠5,4
=
E TH 3 10.209x 3 = Z1 + Z 2 1,03 + j1,47 + 1,03 + j1,47
=
I3Ø
ZL 7,4∠0 x11.547 = x11.547 = 10.209∠ − 68 0 + ZT + ZD + ZL 8.37∠68
=
7.683 = 4.939∠ − 55 0 Ampere 3,58∠55 E TH 10.209 = 5.703∠ − 55 0 Ampere = 1,79∠55 Z1
Perbandingan arus gangguan pada kondisi tanpa beban dengan kondisi berbeban adalah sebagai berikut :
Tabel 4-1
55
Perbandingan arus gangguan kondisi tanpa beban dengan kondisi berbeban
No
Jenis Gangguan
Tanpa Beban
Berbeban
712 A
714 A
2 Fasa ke fasa
4,914 A
4,939 A
3 Fasa tiga
5,674 A
5,703 A
1 Satu fasa ke tanah
Keterangan
4.2 PENENTUAN SETTING RELE PROTEKSI TRAFO
Pada tabel 4.1 dapat diilustrasikan bahwa arus gangguan kondisi tanpa beban lebih kecil jika dibandingkan dengan arus gangguan kondisi berbeban, oleh karena itu penyetelan rele menggunakan hasil perhitungan arus gangguan pada kondisi tanpa beban.
4.2.1 Rele Arus Lebih Definite untuk Gangguan Fasa (Phasa Over Current Relay)
a. Setting arus dengan kelambatan waktu, dengan menggunakan persamaan 3.5 setting rele trafo ini diset sebagai berikut : Iset1 =
1.1xIn 1.1x1.732 = = 2.117 Ampere Id / Ip 0,9
Iset2 < 0,75 I hs 2 fasa = 0,75 x 4.914 = 3.685 Ampere Iset = Iset1 bila Iset1 < Iset2
56
Iset = Iset2 bila Iset2 < Iset1 Dimana : In
= Arus nominal trafo atau trafo arus (dipilih harga terendah)
Id/Ip = Perbandingan arus kembali dengan arus kerja rele ( harus >0,7 ) Ihs2ø = Arus hubung singkat 2 fasa di tempat terminal sekunder pada pembangkitan minimum. OCR (CT =2.000/5), In = 5 A Iset = Iset1 = 2.117 Ampere ( Is = 5.29 A) b. Setting arus untuk elemen instantaneous, elemen ini tidak diaktifkan. c. Setting waktu, dimana pada trafo TT/TM setting waktunya harus dikoordinasikan dengan rele jaringan tegangan menengah. Setting waktu rele trafo adalah lebih lambat antara 0,5 – 1,0 detik daripada rele di jaringan tegangan menengah.
4.2.2 Rele Arus Lebih Inverse Untuk Gangguan Fasa (Phasa Over Current Relay)
a. Setting arus dengan kelambatan waktu sesuai persamaan 3.6 setting rele proteksi trafo ditentukan sebagai berikut : OCR (CT =2000/5), In = 5 A Iset = 1,3 x In = 1,3 x 1.732 = 2.252 Ampere ( Is = 5,6 A) Dimana In adalah arus nominal trafo daya atau trafo arus (dipilih harga terendah) dalam hal ini arus nominal trafo daya lebih rendah dari pada arus arus nominal trafo arus. b. Setting arus untuk elemen instantaneous, elemen ini tidak di aktifkan.
57
c. Pemilihan kurva karakteristik waktu, yang mana karakteristik waktu rele trafo dipilih sedemikian hingga pada arus hubung singkat fasa tiga maksimum, kurva rele trafo berada antara 0,5 – 1,0 detik diatas kurva rele JTM. Gambar 4.3 Prinsip koordinasi rele trafo dengan rele JTM waktu
a = kurva rele pada JTM b = kurva rele pada trafo I hs = arus hubung singkat fasa 3 maksimum
b Δt
a I hs
arus
4.2.3 Rele Hubung Tanah (Ground Fault Relay)
a. Setting arus, untuk penentuan setting rele hubung tanah harus memperhatikan besarnya arus hubung singkat satu fasa, arus ketidak seimbangan beban dan arus kapasitif jaringan. Faktor arus ketidak seimbangan beban dapat diabaikan, sedangkan faktor kapasitansi jaringan hanya diperhatikan pada SKTM. Namun demikian untuk menghindari kerja rele yang tidak semestinya, setting rele hubung tanah tidak boleh kurang dari 0,1 x In trafo arus. Setting rele hubung tanah dapat ditetapkan antara 0,1 ~ 0,2 x In trafo arus, sesuai persamaan 3.7 setting rele proteksi trafo adalah sebagai berikut : GFR (CT =2000/5), In = 5 A
58
Iset = 0,1 x 2000 = 200 Ampere ( Is = 0.5 A) b. Setting arus untuk elemen instantaneous, dikarenakan arus hubung singkat satu fasa dibatasi oleh resistor pentanahan sebesar 1000 A untuk trafo tenaga 30MVA atau 1800 A untuk trafo tenaga 60 MVA, sedangkan arus ketahanan kabel adalah jauh lebih besar, maka elemen instantaneous tidak perlu diaktifkan. c. Setting waktu, dimana waktu kerja rele ini tidak perlu dikoordinasikan dengan rele lain, sehingga waktu kerjanya dapat distel sesingkat mungkin, tetapi untuk menghindari kesalahan pembacaan alat ukur, maka ditetapkan setting waktu 0,4 ~ 0,5 detik. Perbandingan hasil perhitungan dengan kondisi aktual setting rele pengaman trafo 150-20kV di gardu induk Tangerang baru adalah sebagai berikut : Tabel 4-2 Perbandingan perhitungan setting rele dengan kondisi aktual No
Hasil
Perbandingan CT
Setting OCR Setting GFR
1
Perhitungan
2.000/5
2.100 A
200 A
2
Aktual Setting
2.000/5
2.117 A
200 A
59
Keterangan
BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Dari uraian dalam pembahasan tugas akhir ini dapat diambil kesimpulan bahwa : a. Mengacu pada perhitungan analisis mendapatkan perhitungan arus gangguan berbeban lebih kecil dibandingkan dengan arus gangguan tanpa beban, maka setting rele menggunakan hasil perhitungan arus gangguanpada kondisi tanpa beban. b. Penentuan setting rele proteksi menggunakan hasil perhitungan arus gangguan yang paling rendah, sehingga rele akan tetap bekerja jika timbul arus gangguan yang lebih besar. c. Analisa koordinasi proteksi untuk menentukan proteksi trafo mengacu dari arus gangguan untuk menentukan setting rele sebagai informasi perintah ke PMT, berfungsi untuk melindungi trafo terhadap arus gangguan dari jaringan distribusi. d. Pembatasan besarnya arus hubung singkat satu fasa ke tanah menggunakan NGR sebesar 1.000A untuk trafo 30MVA dapat terpenuhi karena berdasarkan hasil perhitungan , besarnya arus hubung singkat satu fasa ke tanah adalah 714A. e. Pengamanan yang berlebihan terhadap peralatan dan sistem dapat menyebabkan tingginya frekuensi padam, sedangkan perhatian yang
60
berlebihan terhadap kebutuhan konsumen dapat membahayakan peralatan dan sistem. f.
Sistem proteksi merupakan salah satu dari beberapa sistem yang mendukung pengoperasian sistem distribusi tenaga listrik, dengan demikian maka pengelolaannya harus memperhatikan kebutuhan sistem yang diamankan.
g. Agar system proteksi bekerja sesuai dengan fungsinya maka dalam melakukan koordinasi proteksi perlu memperhatikan keamanan peralatan, system dan konsumen.
5.2 SARAN Dengan adanya evaluasi perhitungan koordinasi proteksi trafo gardu induk ini diharapkan ada peningkatan kualitas dan penurunan permasalahan/gangguan yang terjadi di trafo gardu induk sehingga kinerja yang dihasilkan bias efektif dan efisien. Evaluasi ini dapat juga di kembangkan untuk melakukan analisa di trafo gardu induk yang lain.
61
DAFTAR PUSTAKA [1] Supervisi Relay Proteksi Transmisi dan Gardu Induk, Jasa Pendidikan dan Pelatihan PT PLN (PERSERO), Jakarta, 1998 [2] Sistem Pengaman Trafo Penyulang, Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban Jawa Bali PT PLN (PERSERO), Jakarta, 1999 [3] Rele Proteksi Jaringan tegangan menengah, PLN Pembangkitkan dan Penyaluran Jawa Bagian Barat [4] William D. Stevenson, JR, Element of Power System Analysis, North Carolina State University, 1981. [5] Paul M Anderson, Analysis of Faulted Power System, The Iowa State University, 1973 [6] Hilal. H, “ Sistem Distribusi Tenaga Listrik “, UMB, 2005 [7] Husodo. B, “ Analisa Sistem Tenaga Listrik “, UMB, 2004 [8] Badarudin, “ Sistem Proteksi “, UMB, 2003