TUGAS AKHIR
PERANCANGAN PONDASI TIANG BOR PADA MENARA PEMANCAR DI JAKARTA BARAT Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)
Disusun oleh : ETY HARYATI (41105110031)
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA
TERAKREDITASI A BERDASARKAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI NOMOR : 012 / BAN-PT / AK-VII / S1 / VII /2003 JAKARTA 2008
LEMBAR PENGESAHAN
No. Dokumen Tgl. Efektif
Distribusi
Tugas Akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Judul Tugas Akhir
:
PERANCANGAN PONDASI TIANG BOR PADA MENARA PEMANCAR DI JAKARTA BARAT
: : :
ETY HARYATI 41105110031 Teknik Sipil
Disusun oleh : Nama NIM Jurusan/Program Studi
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan pada sidang sarjana.
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Desiana Vidayanti, MT
Ir. Edifrizal Darma, MT
Mengetahui Ketua Jurusan Teknik Sipil
Ir. Mawardi Amin, MT
SURAT PERNYATAAN
No. Dokumen Tgl. Efektif
Distribusi
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
:
ETY HARYATI
NIM
:
41105110031
Jurusan
:
Teknik Sipil
Fakultas
:
Teknik Sipil dan Perencanaan
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini asli, bukan jiplakan (duplikat) dari karya orang lain. Apabila ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
Jakarta, Agustus 2008
ETY HARYATI
LEMBAR PERNYATAAN
No. Dokumen Tgl. Efektif
Distribusi
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
:
ETY HARYATI
NIM
:
41105110031
Jurusan
:
Teknik Sipil
Fakultas
:
Teknik Sipil dan Perencanaan
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini asli, bukan jiplakan (duplikat) dari karya orang lain. Apabila ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
Jakarta, Agustus 2008
ETY HARYATI
ABSTRAK
ABSTRAK
Judul : Perancangan Pondasi Tiang Bor Pada Menara Pemancar di Jakarta Barat. Disusun oleh : Ety Haryati (NIM. 41105110031). Pembimbing : Ir. Desiana Vidayanti, MT Tugas Akhir ini membahas mengenai perancangan pondasi untuk Menara Pemancar yang menggunakan jenis pondasi tiang bor. Dimulai dari pengumpulan data lapangan berupa data pembebanan dan data tanah. Beberapa data yang didapatkan langsung dari lapangan tersebut, ada yang kemudian diolah dengan dilakukan korelasi ataupun ekstrapolasi agar diperoleh parameter data yang diperlukan. Setelah itu menentukan dimensi pondasi dengan cara melakukan uji coba dimensi yang dibandingkan terhadap analisis – analisis pondasi. Pembebanan yang terjadi pada struktur atas pondasi lebih dominan berasal dari beban lateral yang berasal dari angin, besarnya gaya uplift dan momen yang terjadi dibandingkan dengan beban aksial yang bersumber dari beban struktur atas. Pemeriksanaan akhir atas perancangan pondasi tiang bor ini menunjukkan bahwa struktur pondasi aman terhadap daya dukung aksial, lateral, uplift, defleksi, serta penurunan yang diprediksikan akan terjadi. Oleh karena itu dalam perancangan tetap memperhitungkan faktor keamanan serta kapasitas ijin dari masing-masing perencanaan. Dari hasil perancangan ini diperoleh dimensi pondasi yang efisien namun tetap aman. Berdasarkan hasil uji coba dimensi pondasi didapatkan dimensi untuk pondasi tiang penyangga adalah dengan menggunakan diameter 100 cm, 7 buah pondasi dalam tiap kelompoknya yang ditanam sampai dengan kedalaman 30 m. Dan untuk tiang menara menggunakan pondasi diameter 120 cm, dengan 5 buah pondasi dalam tiap kelompoknya yang ditanam sampai dengan kedalaman yang sama yaitu 30 m. Sedangkan berdasarkan hasil analisa perhitungan terhadap daya dukung aksial tiang tunggal dan kelompok, daya dukung lateral, defleksi, kapasitas tarik, dan pengecekan settlement, menyatakan bahwa dengan menggunakan dimensi tersebut pondasi mampu menahan beban-beban luar yang terjadi. Kata kunci : Pondasi tiang menara, pondasi tiang penyangga, faktor keamanan, efisien.
i
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, rizki, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dalam rangka melengkapi salah satu syarat guna mencapai jenjang Strata 1 (S-1) Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan di Universitas Mercu Buana.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak, karena itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Ir.Desiana Vidayanti, MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, memberikan arahan serta masukan yang berguna dan support kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Ir.Mawardi, MT selaku ketua jurusan Teknik Sipil. 3. Bapak Syailendra yang telah memberikan informasi-informasi yang sangat berguna. 4. Suami dan putri tercinta yang telah mendampingi dan banyak membantu memberikan dukungan serta pengertiannya kepada penulis. 5. Kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan do’anya.
ii
KATA PENGANTAR
6.
Keluarga kecil Arif Wicaksana yang telah berjuang bersama-sama dalam perjalanan menuju sidang tugas akhir.
7. Sahabat serta teman-teman terdekat yang telah mendukung serta ikut membantu memikirkan Tugas Akhir ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya serta balasan atas segala bantuan yang telah mereka berikan. Akhir kata penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat beberapa kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan data serta waktu penulis sebagai mahasiswi, istri, ibu serta pekerja. Untuk itu segala kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun akan penulis perhatikan dan terima guna perbaikan tugas akhir ini. Insya Allah tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, Agustus 2008
Ety Haryati
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN………………………….……………….
1
I.1
Latar Belakang……………………………….……...
1
I.2
Maksud dan Tujuan………………………………….
2
I.3
Ruang Lingkup………………………………………
3
I.4
Metodelogi Penulisan……………………………….
3
I.5
Sistematika Penulisan……………………………….
4
DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI……….....
6
UMUM……………………………………………………….
6
II.1 Tanah Sebagai Bahan Pondasi………………………….
8
II.2 Penyelidikan Tanah…………………………………….
9
II.3 Daya Dukung Tanah……………………………………
10
II.4 Definisi Pondasi………………………………………..
13
II.5 Penggolongan Jenis Pondasi……………………………
14
II.6 Pondasi Tiang…………………………………..............
15
II.6.1 Penggolongan Pondasi Tiang………………….....
18
II.6.2 Perbandingan antara Jenis-jenis tiang……………
29
II.7 Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang……………………
30 iv
DAFTAR ISI
II.7.1 Daya Dukung Titik (Ujung),Qp………………….
30
II.7.1.1 Metode Meyerhoff………………...........
30
II.7.1.2 Metode Vesic……………………….......
34
II.7.1.3 Metode Briaud………………………….
35
II.7.2 Daya Dukung Selimut, Qs……………………….
35
II.7.2.1 Metode Meyerhoff……………………….
35
II.7.2.2 Metode λ…………………………………
37
II.7.2.3 Metode α…………………………………
38
II.7.2.4 Metode β………………………………....
39
II.7.2.5 Metode Briaud…………………………....
40
II.7.3 Daya Dukung Vertikal Yang Diijinkan………..…
40
II. 8 Daya Dukung Lateral…………………………………...
41
II.8.1 Penentuan Kriteria Tiang Panjang dan Pendek…..
43
II.8.2 Metode Analisis…………………………………..
45
II.8.2.1 Metode Brinch Hansen…………………..
45
II.8.2.2 Metode Broms…………………………...
46
II.9 Defleksi Tiang Lateral………………………………….
52
II.9.1 Metode Konvensional……………………………
52
II.9.2 Metode Broms……………………………………
53
II.9.3 Metode Evans dan Duncan……………………….
55
II.10 Daya Dukung Tarik Pada Pondasi Tiang……………….
61
v
DAFTAR ISI
II.10.1 Metode Das dan Seeley…………………………
62
II.11 Kapasitas tiang Kelompok dan Efisiensi Tiang………...
65
II.11.1 Kapasitas Tiang Kelompok……………………..
65
II.11.2 Efisiensi Tiang Kelompok………………............
67
II.12 Jarak Antar Tiang……………………………………….
70
II.13 Penurunan Pondasi……………………………………...
72
II.13.1 Penurunan Konsolidasi Tiang Kelompok............
72
II.13.2 Penurunan
Kelompok
Tiang
Pada
Tanah
Pasir…………………………………………..… II.13.2 Penurunan
Kelompok
Tiang
Pada
73
Tanah
Lempung……..……………………………..…..
74
. BAB III DASAR PERENCANAAN………..………………………..
77
III.1 Data Perencanaan……………………………………….
77
III.1.1 Data Tanah……………………………………..
77
III.1.2 Data Beban Struktur Atas (Pembebanan)………
83
III.1.2.1Beban Mati…………………………….
83
III.1.2.2 Beban Hidup…………………………..
84
III.1.2.3 Beban Angin…………………………..
86
III.1.3 Pengolahan Data Awal…………………………
88
III.2 Pemilihan Jenis Pondasi………………………………...
92
III.3 Kriteria Daya Dukung Tiang…………………………...
92 vi
DAFTAR ISI
III.4 Alur Pengerjaan………………………………………...
93
BAB IV PERANCANGAN PONDASI………………………………
94
IV.1 Daya Dukung Tiang…………………………………….
94
IV.1.1 Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Uji Lapangan Sondir………………………………..
95
IV.1.2 Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Uji Lapangan
N
SPT
Dengan
Metode
Meyerhoff………………………………………
96
IV.1.3 Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data N SPT Dengan Metode Briaud…………………………
99
IV.1.4 Daya Dukung Tiang Berdasarkan Material Beton Bertulang………………………………...
101
IV.1.5 Analisa Perhitungan Daya Dukung Tiang Tunggal…………………………………………
102
IV.2 Daya Dukung Kelompok Tiang………………………...
103
IV.3 Daya Dukung Pondasi Lateral………………………….
106
IV.4 Kapasitas Tarik Pondasi Tiang…………………………
112
IV.5 Perancangan Plat Penutup (Pile Cap)…………………..
115
IV.6 Perhitungan Tulangan Pondasi…………………………
123
IV.7 Penurunan Tiang Kelompok……………………………
126
vii iv
DAFTAR ISI
BAB V
PENUTUP……………………………………………………
131
V.1 Kesimpulan……………………………………………..
131
V.2 Saran……………………………………………………
133
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
2.1
Daftar Pengujian Tanah di Laboratorium…………………………...
10
2.2
Penampang Tiang Pipa………………………………………………
20
2.3
Deskripsi Tiang Beton Cor ditempat………………………………..
23
2.4
Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Pondasi Cor ditempat & Tiang Pancang………………………………………………………
29
2.5
Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & O'Neill, 1989)…………..
41
2.6
Hubungan antara k1 dan cu (Terzaghi)……………………………...
44
2.7
Faktor Adhesi untuk Kondisi Tarik…………………………………
63
2.8
Jarak Tiang Minimum……………………………………………….
71
2.9
Parameter Elastik Tiang……………………………………………..
74
2.10
Nilai Tipikal Cp……………………………………………………..
75
3.1
Resume Hasil Uji Sondir……………………………………………
78
3.2
Gambaran Umum Profil Tanah……………………………………..
79
3.3
Nilai Kohesi Tanah Pada Ketiga Titik………………………………
81
3.4
Pengujian Tanah di Laboratorium…………………………………..
82
4.1
Hasil Pengujian Sondir………………………………………………
95
xii
DAFTAR TABEL
4.2
Nilai Qs dengan Metode NSPT Meyerhoff………………………….
97
4.3
Nilai Qall dengan Metode NSPT Meyerhoff………………………..
98
4.4
Nilai Qall dengan Metode NSPT Briaud……………………………
100
4.5
Resume Daya Dukung Tiang………………………………………..
101
4.6
Gaya-gaya yang Bekerja Pada Tiang dengan 3 Kasus Arah Angin…
105
4.7
Gaya-gaya yang Bekerja Pada Struktur Atas………………………..
107
4.8
Resume Kebutuhan Tulangan Untuk Pile Cap……………………...
122
4.9
Resume Kebutuhan Tulangan Untuk Tiang Pondasi………………..
125
4.10
Hasil Uji Laboratorium……………………………………………...
137
4.11
Resume Penurunan Tiang Kelompok……………………………….
130
xiii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
2.1
Hubungan antara Beban dan Penurunan…………………………….
11
2.2
Pemakaian Pondasi Tiang…………………………………………...
18
2.3
Tiang Pracetak dengan Penulangan Biasa……………………..……
22
2.4
Tiang Beton Cor ditempat…………………………………………..
24
2.5
Urutan pelaksanaan pemasangan tiang bor…………………………
28
2.6
Nisbah penanaman kritis dan faktor daya dukung untuk berbagai sudut gesek tanah (Meyerhof)………………………………………
31
2.7
Perkiraan Hubungan NSPT terhadap Su……………………………
33
2.8λ
Nilai Koefisien λ……………………………………………………
38λ
2.9α
Variasi nilai α terhadap cu………………………………………….
39α
2.10
Kondisi Pembebanan Lateral pada Pondasi Tiang………………….
42
2.11
Kondisi Ujung Kepala Tiang……………………………………….
45
2.12
Grafik Koefisien Kq dan Kc………………………………………..
46
2.13
Reaksi Tanah dan Momen Lentur Tiang Panjang, Kepala Tiang Bebas………………………………………………………………..
47
2.14
Perilaku Pondasi Tiang Dengan Beban Lateral H dan Momen M….
48
2.15
Kapasitas Lateral Ultimit untuk Tiang Panjang Pada Tanah Nonkohesi…………………………………………………………..
49
ix
DAFTAR GAMBAR
2.16
Kapasitas Lateral Ultimit untuk Tiang Panjang Pada Tanah Kohesi
2.17
Tiang Ujung Bebas Dibebani dengan Gaya Lateral H dan Momen M…………………………………………………………………….
2.18
59
Hubungan Beban Geser Terhadap Defleksi Lateral untuk Tiang Ujung Jepit Pada Tanah Non Kohesif……………………………….
2.25
59
Hubungan Beban Geser Terhadap Momen Maksimum untuk Tiang Ujung Bebas Pada Tanah Non kohesif……………………………...
2.24
58
Hubungan Beban Geser Terhadap Defleksi Lateral untuk Tiang Ujung Bebas Pada Tanah Non kohesif……………………………...
2.23
58
Hubungan Beban Geser Terhadap Momen Maksimum untuk Tiang Ujung Jepit Pada Tanah Kohesif……………………………………
2.22
57
Hubungan Beban Geser Terhadap Defleksi Lateral untuk Tiang Ujung Jepit Pada Tanah Kohesif……………………………………
2.21
57
Hubungan Beban Geser Terhadap Momen Maksimum untuk Tiang Ujung Bebas Pada Tanah Kohesif………………………………….
2.20
51
Hubungan Beban Geser Terhadap Defleksi Lateral untuk Tiang Ujung Bebas Pada Tanah Kohesif…………………………………..
2.19
50
60
Hubungan Beban Geser Terhadap Momen Maksimum untuk Tiang Ujung Jepit Pada Tanah Non Kohesif………………………………
60
2.26
Kapasitas Tarik Pondasi Tiang……………………………………...
61
2.27
Variasi Nilai (fu) dan Koefisien Tarik (Ku)…………………………
64
2.28
Variasi d/f terhadap (L/D)cr dan Dr…………………………………
64 x
DAFTAR GAMBAR
2.29
Kelompok Tiang sebagai Pondasi Blok……………………………..
66
2.30
Tegangan dibawah ujung tiang tunggal dan kelompok tiang………..
66
2.31
Efisiensi Kelompok Tiang Pada Tanah kohesif……………………..
70
2.32
Distribusi Tekanan Pada Tnah dibawah Tiang……………………...
71
2.33
Contoh-contoh Susunan Kelompok Tiang…………………………..
72
2.34
Jenis Distribusi Tahanan Kulit Sepanjang Tiang……………………
73
3.1
Lokasi Titik Pengujian………………………………………………
83
3.2
Struktur Atas Menara………………………………………………..
85
3.3
3 Kasus Arah Beban Angin………………………………………….
87
3.4
Letak Titik Center (C)……………………………………………….
88
3.5
Letak Titik Bor………………………………………………………
90
4.1
Denah Pemasangan Tiang Bor………………………………………
103
4.2
Tiga Kasus Arah Beban Angin (3 kasus)……………………………
107
4.3
Denah Pemasangan Tiang Pada Pile Cap…………………………...
115
4.4
Potongan Pile Cap Tiang Penyangga……………………………….
122
4.5
Potongan Pondasi Tiang Penyangga………………………………...
122
4.6
Penurunan Konsolidasi……………………………………………...
127
xi
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG Saat ini berita/informasi/hiburan menjadi salah satu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Berita/informasi tersebut bisa didapat dari berbagai sumber, mulai dari media cetak sampai dengan media elektronik. Keduanya mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pada media elektronik visual yaitu televisi, saat ini sudah ada 12 stasiun televisi nasional di Indonesia. Mereka saling bersaing berusaha untuk merebut hati pemirsa dengan menyuguhkan tayangan acara dan tayangan gambar yang jernih. Untuk dapat memberikan tayangan yang jernih dibutuhkan suatu alat pemancar yang dapat menyiarkan gelombang hingga dapat diterima oleh pemirsa. Oleh karena itu pemancar merupakan alat paling penting dalam industri penyiaran televisi. Di tengah persaingan yang begitu ketat saat ini, makin tinggi menara pemancar, tentunya akan semakin menguntungkan. Bahkan ia bisa menjadi kunci yang menentukan jatuh bangunnya industri ini. Ibarat perang, Jakarta adalah medan laga. Disinilah ketinggian menara menjadi salah satu senjata paling ampuh untuk memenangkan pertarungan. Gedung-gedung ibarat hantu 1
BAB I PENDAHULUAN
yang menakutkan bagi stasiun televisi, karena ia bisa menghambat penerimaan gelombang siaran dan mengakibatkan beberapa daerah sulit menerima gelombang siaran atau blank spot. Di daerah Jakarta Barat telah selesai dibangun sebuah menara pemancar dengan ketinggian 375 m. Dengan menggunakan tiga buah menara yang berfungsi sebagai tiang penyangganya. Desain ini merupakan yang pertama di Indonesia, konsep ini dilatar belakangi oleh keterbatasan lahan yang sempit, sehingga tiang pemancar yang cukup tinggi tersebut harus disangga agar memiliki kekuatan untuk menahan bebannya sendiri, gaya momen dan beban angin yang cukup besar. Pembangunan menara ini menggunakan pondasi tiang bor yang menjadi salah satu solusi untuk menahan beban angin yang cukup besar pada ketinggian 375 m tersebut. Tentunya keberadaan pondasi tiang bor tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam desain menara ini. Pondasi merupakan bagian dari struktur bangunan (dalam hal ini menara) yang berfungsi untuk mentransfer beban struktur atas ke lapisan tanah yang memiliki daya dukung tanah yang baik/keras.
I.2
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah merancang pondasi tiang penyangga dan tiang menara, sehingga mendapatkan dimensi dan jumlah tiang yang efisien dan aman, yaitu dan jumlah pondasi harus mampu memikul 2
BAB I PENDAHULUAN
beban di atasnya tetapi tidak boros dalam penggunaan material. Sedangkan aman yang dimaksud adalah struktur bangunan tidak mengalami pergeseran dan penurunan yang berlebihan.
I.3
RUANG LINGKUP Ruang lingkup penulisan Tugas Akhir ini meliputi perhitungan perancangan pondasi tiang penyangga dan tiang menara dengan menggunakan metode Meyerhoff, Briaud, metode daya dukung berdasarkan kekuatan bahan, Evans dan Duncan dan metode lainnya dengan kondisi tiang tunggal (single pile) dan kelompok tiang (pile group) berdasarkan data dari reaksi perletakan pada struktur atas berikut penurunan yang hitung dengan metode penurunan konsolidasi yang terjadi pada pondasi tiang tersebut. Sedangkan untuk beban gempa, tidak dilakukan perhitungan. Dikarenakan penulis mengalami keterbatasan dalam memperoleh data-data awal pendukung, maka dilakukan beberapa korelasi data agar diperoleh data yang dibutuhkan untuk perancangan, termasuk data beban untuk struktur menara yang diasumsikan memiliki besaran yang sama dengan data beban yang dialami oleh struktur tiang penyangga. Dalam Tugas Akhir ini, jenis pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang bor.
3
BAB I PENDAHULUAN
I.4
METODELOGI PENULISAN Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah : A. Pengumpulan data Yaitu mendapatkan data-data yang telah diolah (telah jadi) seperti data tanah, data pembebanan dan gambar/desain. B. Metode Studi Literatur - Studi perpustakaan - Studi dokumentasi C. Diskusi dan Asistensi Yaitu
mengadakan
diskusi
dengan
pihak
yang
terlibat
dengan
permasalahan tugas akhir ini serta pencarian data ataupun penjelasan yang berhubungan. dengan tugas akhir ini.
I.5
SISTEMATIKA PENULISAN BAB I
PENDAHULUAN Menjelaskan latar belakang dari pemilihan judul Tugas Akhir, permasalahannya, Maksud dan Tujuan, serta Sistematika Penulisan dalam menyusun Tugas Akhir ini.
BAB II
DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG Memaparkan apa yang menjadi rujukan pustaka serta peraturanperaturan yang dibutuhkan dalam mendesain pondasi tiang .
4
BAB I PENDAHULUAN
BAB III
DASAR PERENCANAAN Memaparkan data-data teknis yang diperlukan dalam perhitungan pondasi tiang dan menjelaskan alur pengerjaan dalam mendesain pondasi tiang pada menara dari pengumpulan data pendukung, proses pengolahan data serta perhitungan pada pondasi tiang tersebut.
BAB IV
PERENCANAAN PONDASI Perencanaan Pondasi, berisi mengenai perhitungan desain pondasi dengan menggunakan metode Meyerhoff dan Briaud yang berdasarkan data yang diperoleh dilapangan berupa data N-SPT. Dan menganalisa hasil perhitungan tersebut. Hasil akhir dari perhitungan berupa jumlah pondasi yang digunakan, kapasitas daya dukung tiang dan penurunan yang akan terjadi.
BAB V
PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran penulis dari Tugas akhir yang diberi judul “Perancangan Pondasi Tiang Bor Pada Menara Pemancar di Jakarta Barat”
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
5
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
BAB II DASAR – DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
UMUM Menara pemancar atau disebut juga sebagai menara telekomunikasi, merupakan salah satu perangkat pendukung telekomunikasi yang berfungsi sebagai penunjang jaringan telekomunikasi dan wilayah layanan penyiaran yang desain/bentuk
konstruksinya
disesuaikan
dengan
keperluan
jaringan
telekomunikasi dan wilayah layanan penyiaran. Pada puncak menara pemancar inilah, alat pemancar diletakkan sehingga diharapkan dapat menerima , mengirimkan/memancarkan setiap informasi yang dapat berbentuk tanda-tanda, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya sampai area terjauh dalam zonanya. Menara dapat didirikan di atas permukaan tanah maupun pada bagian bangunan/gedung. Hal ini tergantung dari letak titik penerima gelombang dari pemancar lainnya yang dapat menjangkaunya. Menurut Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.89 tahun 2006 tentang Pembangunan dan penataan menara telekomunikasi di Provinsi DKI Jakarta, menara telekomunikasi diklasifikasikan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu menara tunggal dan menara telekomunikasi rangka yang desain/bentuk kontruksinya disesuaikan dengan peletakannya.
6
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Menara telekomunikasi tunggal adalah menara telekomunikasi yang bangunannya berbentuk tunggal tanpa adanya simpul-simpul rangka yang mengikat satu sama lain. Menara telekomunisi rangka adalah menara telekomunikasi yang bangunannya merupakan rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul untuk menyatukannya. Dalam
pendirian
menara
telekomunikasi
wajib
memperhitungkan
kekuatan dan kestabilan yang berkaitan dengan pondasi, pembebanan dan struktur , dengan mengacu pada standar-standar sebagai berikut : 1. SNI 03 – 2847 – 1992 tentang Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. 2. SNI 03 – 1727 – 1989 tentang Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung. 3. SNI 03 – 1729 – 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung.
7
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II. 1
TANAH SEBAGAI BAHAN PONDASI Tanah selalu mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi pekerjaan kontruksi. Tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau kadang-kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan, seperti tembok/dinding penahan tanah. Mengingat hampir semua bangunan dibuat di atas atau dibawah permukaan tanah, maka harus dibuatkan pondasi yang dapat memikul beban bangunan itu atau gaya yang bekerja melalui bangunan itu. Terlebih lagi jika bangunan tersebut memiliki beban yang berat, atau gaya yang bekerja pada bangunan itu cukup besar, maka diperlukan perencanaan dan perhitungan pondasi yang akurat sehingga resiko keruntuhan pada bangunanpun bisa diminimalisir. Jika tanah itu cukup keras dan mampu memikul beban struktur di atasnya, maka pondasi dapat dibangun secara langsung di atas permukaan tanah tersebut. Namun bila dikhawatirkan akibat tanah tersebut akan rusak atau penurunan akibat gaya yang bekerja melalui permukaan tanah tersebut maka kadang-kadang diperlukan suatu konstruksi seperti tiang pancang, kaisson atau pondasi dalam jenis lainnya untuk dapat meneruskan gaya tersebut ke lapisan tanah yang mampu memikul gaya itu sepenuhnya. Dalam pemilihan jenis pondasi yang akan digunakan, tanah memiliki peranan yang sangat penting. Penyelidikan secara teliti perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik mekanis dari tanah.
8
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II. 2
PENYELIDIKAN TANAH Pada perencanaan pondasi terdapat beberapa elemen/data-data tanah yang sangat diperlukan. Data-data tersebut didapat baik dari pengujian di lapangan maupun di laboratorium. Untuk pengujian tanah yang dilakukan di lapangan terdiri dari : Boring test, pengujian SPT, Pengujian Sondir/CPT dan pengambilan contoh tanah tak terganggu (lanau) dan contoh tanah terganggu (pasir). • Pengujian Boring bertujuan untuk mengetahui jenis dan struktur tanah secara visual • Pengujian SPT bertujuan untuk mengetahui kekuatan tanah dengan menghitung jumlah tumbungan dari standar hammer. • Pengujian Sondir bertujuan untuk mengetahui tingkat perlawanan tanah terhadap tekanan konus dan lekatan total. Hasil pengujian biasanya ditampilkan dalam bentuk grafik sondir. • Pengambilan contoh tanah terganggu dan tak terganggu Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (lempung/lanau) dan contoh tanah terganggu berguna untuk pengujian selanjutnya yaitu pada uji laboratorium.
Untuk pengujian tanah yang dilakukan di laboratorium, terdiri dari beberapa jenis pengujian seperti yang terlihat pada tabel berikut ini :
9
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Tabel 2.1 Daftar Pengujian Tanah di Laboratorium
Jenis Pengujian
Tujuan
Water content
Mengetahui
kondisi
kelembaban
contoh tanah asli Specific Gravity
Mengetahui berat jenis contoh tanah (Gs)
Unit weight (y)
Mengetahui berat per satuan volume
Atterberg limits
Menentukan batas plastis dan batas cair , dipakai untuk klasifikasi tanah berbutir halus
Grain size distribution
Mengetahui ukuran dan susunan butir tanah
Kuat geser / Strength Mendapatkan sudut perlawanan geser Test (UU, Unconfines)
dalam dan kohesi tanah
Consolidation test
Mengetahui
sifat
dan
perilaku
pemampatan tanah dibawah tegangan kerja
II.3
DAYA DUKUNG TANAH Dengan meningkatnya beban yang bekerja pada suatu pondasi, maka akan meningkat pula tegangan yang terjadi pada dasar pondasi tersebut, demikian pula penurunan yang terjadi. Bila beban tersebut terus
10
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
ditingkatkan, maka pondasi akan semakin turun dan mengakibatkan terjadi kelongsoran. Pengertian dari daya dukung adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dari segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya tanpa terjadinya keruntuhan geser. Daya dukung batas adalah daya dukung terbesar dari tanah dan biasanya diberi simbol qult. Daya dukung ini merupakan kemampuan tanah mendukung beban dan diasumsikan tanah mulai terjadi keruntuhan. Besarnya data dukung batas terutama ditentukan oleh : •
Parameter kekuatan geser tanah yang terdiri dari kohesi ( c ) dan sudut geser dalam φ
•
Berat isi tanah (γ)
•
Kedalaman pondasi dari permukaan tanah (Zf)
•
Lebar dasar pondasi (B)
•
Diantara nilai daya dukung batas yang telah disebutkan, yang paling menentukan adalah nilai kekuatan geser tanah (τ).
Beban
Penurunan Gbr 2.1 Hubungan antara Beban dan Penurunan
11
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Daya dukung batas untuk pondasi yang terletak di sekitar permukaan tanah diberikan dalam persamaan Terzaghi yaitu sebagai berikut : Untuk p = 0 qult. = c. Nc + (γ.Zf.) Nq + (B/2) . γ . Nγ Untuk p ≠ 0 qult. = c. Nc + (γ.Zf.+p) Nq + (B/2) . γ . Nγ
Dimana, p
= beban merata di atas permukaan tanah (KN/m2)
c
= kohesi tanah (KN/m2)
γ
= berat isi tanah (KN/m3)
Zf
= kedalaman pondasi (m)
B
= lebar pondasi (m)
Nc, Nq, N = faktor daya dukung Terzaghi, tergantung dari sudut geser φ. Nq
= eπtanφ.tan (45 + φ ) 2
Nc
= (Nq – 1) tan φ
Nγ
= 1,8 . (Nq-1) tan φ
Nilai Nc, Nq dan Nγ digunakan apabila tanah pondasi adalah pasir padat, kerikil dan lempung padat. Pada jenis tanah tersebut terjadi terjadi
12
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
kelongsoran geser umum. Untuk jenis tanah pondasi pasir lepas dan lempung lunak,maka nilai Nc, Nq dan Nγ yang digunakan adalah nilai Nc’, Nq’ , N dan Nγ yang terjadi kelongsoran geser lokal, karena pada kondisi ini mempunyai nilai c’ dan φ yang lebih kecil.
II.4
DEFINISI PONDASI Setiap bangunan sipil, seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, dinding penahan, menara , tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefinisikan suatu bagian konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan untuk menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban berguna, gaya-gaya luar, seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan. Agar kegagalan fungsi pondasi dapat dihindari, maka pondasi bangunan harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras/padat dan kuat mendukung beban bangunan tanpa menimbulkan penurunan yang berlebihan. Selanjutnya, lapisan tanah tersebut didefinisikan sebagai tanah keras.
13
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II.5
PENGGOLONGAN JENIS PONDASI Pondasi bangunan dibedakan antara pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman pondasi dengan lebar pondasi. Apabila lapisan tanah kerasnya terletak dekat dengan permukaan tanah, maka pondasi dapat diletakkan langsung pada lapisan tanah tersebut. Pondasi tersebut dinamakan sebagai pondasi dangkal, yang kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal dapat dibedakan menjadi : •
pondasi telapak,
•
pondasi cakar ayam,
•
pondasi gasing,
•
pondasi grid,
•
pondasi hypaar Sedangkan apabila lapisan tanah kerasnya berada jauh dari
permukaan tanah, maka diperlukan suatu pondasi dalam. Pondasi dalam dapat dibedakan menjadi : •
pondasi sumuran,
•
pondasi tiang,
•
pondasi kaison. Dalam tugas akhir ini jenis pondasi yang akan dipaparkan hanyalah
pondasi tiang, hal ini terkait dengan pondasi yang digunakan untuk menyalurkan beban struktur menara dalam bahasan ini. 14
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II.6
PONDASI TIANG Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang. Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar dibawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup (tanah keras) letaknya sangat dalam. Tiang yang digunakan untuk konstruksi pondasi ini dapat terbuat dari baja, beton dan atau kayu. Teknik pemasangannya dapat dilakukan dengan pemancangan tiang-tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang yang langsung dicor di tempat (cast in place) yang sebelumnya dibuatkan lubang terlebih dahulu. Berikut beberapa kondisi yang memerlukan pondasi tiang : 1. Apabila lapisan tanah bagian atas adalah sangat mudah termampatkan (highly compressible) dan terlalu lunak untuk memikul beban dari struktur bagian atas, sehingga tiang diperlukan untuk menyalurkan beban itu ke tanah keras atau batuan. Hal ini terlihat pada Gb.2.2(a). Apabila batuan atau tanah keras tidak berada pada kedalaman yang memadai, tiang dimanfaatkan untuk menyalurkan beban secara berangsur ke tanah. Tahanan yang diberikan tanah secara pokok akan berasal dari tahanan gesek yang dikerahkan oleh kulit tiang yang
15
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
merupakan muka antara tanah-tiang (soil-pile interface), seperti ditunjukkan pada Gb. 2.2 (b). 2. Ketika menerima gaya-gaya horizontal lihat Gb 2.2 (c), pondasi tiang dapat melawan tekuk sementara menerima gaya-gaya vertical yang datang dari struktur di atasnya. Situasi dalam jenis ini umumnya ditemukan dalam perencanaan dan pembangunan struktur-struktur penahan tanah dan pondasi dari gedung-gedung tinggi yang mungkin menderita beban angin kencang dan atau gaya-gaya gempa. 3. Didalam banyak kasus, tanah-tanah ekspansif dan mudah runtuh bisa jadi ditemukan pada tempat-tempat dimana struktur akan didirikan. Tanah seperti ini mungkin saja mencapai kedalaman yang jauh di bawah permukaan tanah. Tanah ekspansif akan mengembang dan menyusut tergantung pada naik atau turunnya kadar air. Tekanan pengembangan dari tanah semacam ini bisaanya adalah tinggi. Jika pondsai dangkal digunakan dalam kondisi tanah seperti ini, struktur bisa mengalami kerusakan yang serius. Tetapi kalau digunakan pondasi tiang, maka tiang dapat diperpanjang sedemikian hingga melampaui zona yang aktif mengembang maupun menyusut lihat gb. 2.2 (d).
16
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gb. 2.2 Pemakaian pondasi tiang
4. Pondasi untuk struktur seperti menara transmisi, konstruksi lepas pantai, dan basement yang berada dibawah muka air tanah akan mengalami gaya-gaya angkat. Tiang dapat digunakan sebagai pondasi untuk jenis struktur seperti untuk menahan gaya angkat (Gb 2.2 e). 5. Abutmen dan pier jembatan sering digunakan di atas pondasi tiang untuk menghindari dari kemungkinan kehilangan daya dukung dari sebuah pondsi dangkal yang bisa jadi disebabkan oleh erosi pada permukaan tanah (lihat Gb. 2.2 f). 17
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II.6.1 PENGGOLONGAN PONDASI TIANG Pondasi tiang yang akan digunakan dalam suatu konstruksi tergantung pada jenis beban yang akan dipikul, kondisi tanah, dan letak muka air tanah. Biasanya pondasi tiang tersebut dibagi dalam kategori tiang baja, tiang beton, tiang kayu dan tiang komposit. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan, teknik pemasangan dan cara penyaluran beban yang diterimanya ke dalam tanah. 1. Berdasarkan material yang digunakan a)
Tiang kayu Tiang kayu adalah batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipangkas dengan hati-hati. Panjang maksimum kebanyakan tiang kayu adalah 10-20 m Agar kualitas tiang kayu yang dipakai bagus, maka kayu tersebut harus lurus, keras dan tanpa adanya
kerusakan.
Pada
Manual
Praktek
No.17
yang
dikeluarkan oleh ASCE (The American Society of Civil Engineers) tahun 1959, mengklasifikasikan tiang kayu ke dalam 3 kategori. - Tiang kelas A : Tiang – tiang dalam kelas ini mampu menerima beban-beban yang berat. Diameter minimum batang sekurang-kurangnya 356 mm.
18
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
- Tiang kelas B : Tiang – tiang dalam kelas ini mampu menerima beban-beban sedang. Diameter minimum batang adalah 305-330 mm. - Tiang kelas C : Tiang ini digunakan untuk konstruksi sementara. Tiang ini dapat digunakan untuk konstruksi permanent apabila keseluruhan tiang tenggelam di bawah muka air tanah. Diameter minimum batang sekurangkurangnya 305 mm. Dalam setiap keadaan, kepala tiang tidak boleh memiliki diameter yang kurang dari 150 mm. Tiang kayu biasanya tidak dapat menahan tegangan pada pemancangan yang keras oleh karena itu kapasitas tiang umumnya dibatasi hingga sekitar 220 – 270 kN (25-30 ton).
b)
Tiang baja Tiang baja umumnya digunakan baik sebagai tiang pipa maupun sebagai tiang baja berpenampang H. Tiang pipa dapat disorongkan ke dalam tanah dengan ujung terbuka atau tertutup. Balok baja berpenampang flens lebar (wide flange) dan I dapat juga digunakan sebagai tiang. Namun tiang berpenampang H bisaanya lebih disukai karena badan (web) flensnya memiliki ketebalan yang sama. Pada balok berpenampang fles-lebar dan I, ketebalan badannya lebih tipis dari flensnya. Tabel 2.2 berisikan
19
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
daftar sejumlah penampang pipa yang sering digunakan untuk pemipaan.
Tabel 2.2 Penampang Tiang Pipa Outside diameter
Wall
Area of steel
(mm)
thickness
(cm2)
3.17
21.5
4.78
32.1
5.56
37.3
7.92
52.7
4.78
37.5
5.56
43.6
6.35
49.4
4.78
44.9
5.56
52.3
6.35
59.7
4.78
60.3
5.56
70.1
6.35
79.8
5.56
80
219
254
305
406
457
508
610
6.35
90
7.92
112
5.56
88
6.35
100
7.92
125
6.35
121
7.92
150
9.53
179
12.70
238
Tiang baja bisa mengalami korosi apabila berada pada tanahtanah rawa, gambu dan tanah organik lainnya. Tanah-tanah yang mempunyai pH lebih besar dari 7 tidak terlalu korosif. Untuk mempertimbangkan akibat korosi, suatu tambahan ketebalan baja
(lebih
dari
luas
penampang
rencana)
umumnya
direkomendasikan. Dalam keadaan tertentu penggunaan lapisan 20
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
epoxy yang biasanya dipakai di pabrik bisa juga mencegah korosi.
Lapisan
ini
tidak
begitu
mudah
rusak
akibat
pemancangan tiang. Pelapisan dengan beton pada tiang baja juga dapat mencegah korosi. c)
Tiang Beton Tiang beton dibagi menjadi dua yaitu (1). Tiang beton pracetak yang dibedakan menjadi tiang tanpa
prategang
(Precast)
dan
dengan
prategang
(Prestressed). Tiang pracetak dapat dibuat dengan menggunakan beton bertulang biasa, yang penampangnya bisa berbentuk bujursangkar atau segidelapan (oktagonal), seperti dapat dilihat pada Gb. 2.3. Penulangan diperlukan untuk memungkinkan tiang mampu melawan momen lentur ketika pengangkatan, beban vertikal, dan momen lentur yang diakibatkan lateral. Tiang dicetak dengan panjang yang diinginkan dan dirawat hingga sebelum diangkut ke tempat pemancangan.
21
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gb. 2.3 Tiang Pracetak dengan penulangan biasa
Untuk tiang beton prategang memiliki kekuatan batas kabel baja berkisar 1800MN/m2 ( ≈261ksi ). Ketika mencetak tiang, kabel ditarik terlebih dahulu hingga sekitar 900-1300 MN/m2 (≈ 130-188 ksi ) dan kemudian beton ditabur disekelilingnya. Setelah proses curing, kabel dipotong sehingga menghasilkan gaya kompresi pada lintang tiang.
(2) Tiang yang dicor ditempat (cast in place) Berbagai jenis tiang yang dicor ditempat meliputi: tiang franki, tiang
Raymond, tiang simpleks, tiang bor,
tiang strauss, dan tiang bump. Dalam pembuatan tiang cor ditempat, terlebih dahulu tanah digali dan dibuat lubang kemudian lubang tersebut diisikan dengan beton. Berbagai jenis tiang beton cor ditempat digunakan dalam konstruksi pada waktu akhirakhir ini, dan kebanyakan diantaranya telah dipatenkan 22
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
oleh pabrik pembuatnya. Tiang-tiang semacam ini dapat dibagi menjadi dua macam yaitu dengan casing dan tanpa casing. Kedua jenis ini bisa memiliki pedestal pada ujung bawahnya. Pedestal adalah beton yang dilebihkan pada ujung bawah tiang yang menggelembung, ini bisa dibuat dengan menjatuhkan palu pada beton yang masih segar. Tiang dengan casing terbuat dari sebuah casing baja yang disorongkan ke dalam tanah dengan bantuan sebuah mandrel yang ditempatkan di dalam casing. Apabila tiang telah mencapai kedalaman yang diinginkan, mandrel ditarik dan casing kemudian diisi dengan beton (lihat Gb. 2.4) Tabel 2.3 Deskripsi tiang beton cor di tempat (pada Gb. 2.4) Nama Nama Tiang Jenis Casing Kedalaman pada tiang Gb. 2.4 max(m) a Raymond Step-Taper Berombak, casing 30 silindris tipis b Monotube atau Bergalur tipis, casing 40 Union Metal baja berpita, tanpa mandrel c Western dgn casing Casing tipis 30-40 d Pipa Seamless atau Casing pipa baja 50 Armco lurus e Franki dengan casing Casing tipis 30-40 & pedestal f Western tanpa casing --15-20 dan tanpa pedestal g Franki tanpa casing --30-40 tetapi dgn pedestal
23
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gb. 2.4 Tiang beton cor ditempat
d)
Tiang komposit kayu dengan beton dan baja dengan beton Yang dimaksud dengan tiang komposit adalah tiang bagian atas dan bawah memiliki bahan yang berbeda. Sebagai contoh, tiang komposit dapat terbuat dari baja dan beton atau kayu dan beton. Tiang baja dan beton terdiri dari bagian bawah terbuat dari baja dan bagian atas terbuat dari beton yang dicor di tempat. Tiang seperti ini digunakan apabila panjang tiang yang dibutuhkan melampaui daya dukung tiang beton cor di tempat yang
24
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
sederhana. Tiang kayu dan beton biasanya terdiri dari bagian bawah terbuat dari kayu yang secara permanent berada di bawah muka air dan bagian atasnya beton. Dalam setiap kasus, bagaimanapun tidaklah mudah membuat sambungan yang benar-benar baik antara dua bahan yang tidak sama, sehingga tiang komposit sangat jarang digunakan.
2.
Berdasarkan teknik pemasangan a)
Tiang
pancang
pracetak
dengan
teknik
penumbukan,
penggetaran dan penanaman Pada teknik pemasangan tiang pancang dengan cara penanaman, terdapat beberapa jenis cara, antara lain : -
Cara pemboran sebelumnya, yaitu dengan membor tanah sebelumnya, lalu tiang dimasukkan ke dalamnya dan ditimbuni tanah kembali
-
Cara pemboran inti / pada sumbu tiang, dimana tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam tiang.
-
Cara
pemancangan
dengan
tekanan,
yaitu
tiang
dipancangkan ke dalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang
25
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
-
Cara pemancaran, dimana tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tiang dapat dipancangkan ke dalam tanah.
b) Pondasi tiang cast in place dengan teknik penetrasi, penggalian dan pengeboran. Pondasi dengan teknik pemasangan cast in place (pengecoran tiang ditempat) adalah suatu cara di mana tiang dicetak menurut lubang pada tanah yang berbentuk seperti tiang, kemudian kedalam lubang ini dituangkan adukan beton. Cara pengeboran tanah yang biasa dilakukan adalah dinding lubang pengeboran tidak diberi perlindungan sama sekali. Ada pula suatu cara pengeboran dengan menggunakan alat pembor yang berputar bolak balik, tetapi dinding lubang dijaga agar tidak runtuh dengan memakai tekanan hidrostatis. Berikut ini berbagai jenis teknik pemasangan dengan cara penggalian : -
Cara BENOTO, dimana sebelum pengeboran dilakukan, sebuah pipa (casing) dimasukkan dengan maksud untuk melindungi dinding lubang.
-
Cara PIP (Pile in Place) yaitu dengan alat pembor yang dapat menyingkirkan tanah, sekaligus sambil menuangkan adukan beton, dan dinding lubang dijaga supaya tidak runtuh sehingga adukan tersebut akan berbentuk tiang setelah ia mengeras 26
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
-
Cara MIP (Mixed in Place) adalah suatu cara dimana suatu tanah pondasi dicampur dengan adukan beton, agar membentuk suatu tiang di dalam tanah.
c). Pondasi tiang bor merupakan jenis pondasi tiang yang dicor ditempat,
yang
sebelumnya
dilakukan
pengeboran
dan
penggalian terlebih dahulu. Penggunaan pondasi jenis ini sangat cocok sekali digunakan pada tempat-tempat yang padat oleh bangunan-bangunan karena tidak terlalu bising dan getarannya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap bangunan di sekelilingnya. Pelaksanaan pembuatan pondasi tiang bor ini adalah sbb : 1.
Pengeboran Proses pengeboran ini, biasanya dilakukan sampai mencapai lapisan tanah keras. Untuk mencegah kelongsoran dapat digunakan casing seperti pipa.
2.
Penulangan Tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang. Agar anyaman tulangan tersebut tidak menempel pada tepi lubang diusahakan waktu pengecoran dapat terbungkus oleh beton dengan baik. Bila panjang tulangan tidak mencapai dasar lubang, maka tulangan sambungan harus diikat sedemikian rupa
27
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
sehingga
pembesian
tetap
pada
tempatnya
dan
dapat
dilaksanakan pada waktu pengecoran. 3.
Pengecoran Pengecoran dapat dilakukan dengan menggunakan tremi pipe yang panjangnya mencapai dasar lubang untuk menghindari terjadinya pemisahan agregat beton. Beton menggunakan retarder (bahan untuk memperlambat pengeringan) untuk mencegah setting beton pada pengecoran selama 5 jam. Slump beton dibuat agak encer agar beton mudah mengalir melalui pipa tremi. Berikut ini urutan pengerjaan tiang bor :
Gambar 2.5 Urutan pelaksanaan pemasangan tiang bor
28
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II.6.2
PERBANDINGAN ANTARA JENIS-JENIS TIANG Beberapa faktor akan mempengaruhi pemilihan jenis tiang untuk suatu struktur tertentu dan lokasi tertentu. Berdasarkan teknik pemasangan pondasi tiang (tiang pancang dan tiang yang dicor ditempat), terdapat pula beberapa keuntungan dan kerugian yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaannya, seperti yang terdapat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Pondasi Tiang Pancang & Tiang Cor di tempat
29
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II.7
DAYA DUKUNG AKSIAL PONDASI TIANG Daya dukung aksial tiang pada tanah pondasi diperoleh dari jumlah daya dukung terpusat tiang dan tahanan geser pada dinding tiang . Besarnya daya dukung yang diijinkan tersebut diperoleh dari persamaan sebagai berikut : Qu = Qp + Qs Qu
= daya dukung batas
Qp
= daya dukung titik (ujung)
Qs
= tahanan gesek kulit
II.7.1
DAYA DUKUNG TITIK (UJUNG), Qp
II.7.1.1
METODE MEYERHOFF Pada Tanah Pasir Meyerhof mengemukakan bahwa daya dukung titik tiang pada pasir umumnya meningkat dengan nisbah antara kedalaman penanaman tiang dan lebar tiang (Lb /D) dan mencapai nilai maksimum pada nisbah Lb/D = (Lb/D) cr . Meyerhof merekomendasikan prosedur berikut untuk menentukan daya dukung tiang pada tanah granular. Daya Dukung Titik Tiang (Qp) untuk Pasir dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : Qp = Ap qp = Ap q’ N*q
30
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Dimana : Qp
= Daya dukung titik tiang
Ap
= Luas ujung tiang
qp
= tahanan titik satuan
q’
= tegangan vertikal efektif pada ujung tiang
N*q = faktor daya dukung Nilai N*q didapat dari Gb.2.6 dengan sebelumnya menentukan terlebih dahulu nilai Lb/D (panjang tiang dan lebar tiang) dan (Lb/D)cr. Kemudian menggunakan nilai N*q tersebut untuk memperoleh Qp sebagai Qp = Ap q’ N*q < Ap q1 Dengan tahanan titik pembatas dinyatakan sebagai q1= 50 N* q1tan φ
Gambar 2.6 Nisbah Penanaman Kritis dan Faktor Daya Dukung untuk Berbagai Sudut Gesek Tanah (Meyerhof)
31
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Pada Tanah Lempung Daya Dukung Titik Tiang (Qp) untuk Lempung dengan kondisi φ = 0, berlaku : Qp = N*c cu Ap = 9 cu Ap Dimana : cu
= kohesi taksalur untuk tanah dibawah ujung tiang
Untuk lempung yang memiliki parameter c dan φ (dengan dasar tegangan efektif), beban ujung batas dapat diberikan dengan hubungan yang sama seperti pada persamaan Qp = Ap qp = Ap q’N*q. Pada kebanyakan masalah perencanaan, nilai φ yang diasumsikan adalah kurang dari sekitar 30°.
Berdasarkan data N SPT Untuk mencari besarnya daya dukung titik tiang (Qp) berdasarkan nilai N – SPT, Meyerhof menggagaskan bahwa tahanan ujung batas qp pada suatu tanah granular yang homogen dapat diperoleh dengan persamaan : Qp = 40 . Nb.Ap Dimana, Nb
= nilai N-SPT pada elevasi dasar tiang
Ap
= Luas penampang dasar tiang (m2)
32
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
2. Berdasarkan Nilai Kuat Geser (Su) Pendekatan yang dilakukan Reese (1976) untuk mencari daya dukung ujung tiang adalah dimana gesekan selimut tiang persatuan luas dipengaruhi oleh jenis tanah dan parameter kuat geser tanah (su). Dari hasil penelitan Terzaghi & Peck (1967) serta Sowers (1979) telah diteliti korelasi antara kuat geser tak terdrainase (su) dengan nilai NSPT untuk rentang jenis tanah Lempung Plastis tinggi (CH), Lempung Plastis Rendah (CL) dan ML (lanau plastisitas rendah (ML) seperti yang terlihat pada Grafik berikut :
Gambar 2.7 Perkiraan Hubungan NSPT terhadap Su (Terzaghi & Peck, Sowers)
33
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Berdasarkan kuat geser tanah tersebut, dapat diperkirakan daya dukung ujung tiang untuk tanah kohesif.
II.7.1.2
METODE VESIC Untuk menghitung daya dukung ujung tiang, Vesic mengajukan sebuah metode berdasarkan teori expansion of cavities dengan rumusan sebagai berikut : Qp = Ap qp = Ap (cN*c + σ’o N*σ )
Dimana : σ’o
= tegangan efektif normal rata-rata pada level ujung tiang,
didapat dari : σ’o
=
Ko
= koefisien tekanan tanah diam = 1 – sin φ
1 + 2 Ko q’ 3
N*c , N*σ = faktor daya dukung N*σ
=
N*c
= (N*q - 1 ) cot φ
N*q
= f (I rr)
I rr
= indeks kekakuan reduksi tanah, yaitu : =
Δ
3 N*q ( 1 + 2 Ko )
Ir 1 + I rΔ
= regangan volumetric rata-rata dalam zona plastis dibawah ujung tiang 34
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Untuk kondisi pasir padat atau lempung jenuh maka Δ = 0 Untuk perkiraan awal, nilai-nilai berikut ini dapat direkomendasikan : Jenis tanah Pasir Lanau dan lempung Lempung
Ir 70-150 50-100 100-200
Sumber : Modul Kuliah: Rekayasa Pondasi II, Ir.Pintor T. Simatupang
II.7.1.3
METODE BRIAUD1) Untuk menghitung daya dukung ujung tiang, Briaud (1985) mengajukan rumus lain untuk perhitungan yang menggunakan data SPT, yaitu : P’e = q’e .Ap Dimana,
II.7.2
P’e
= Daya Dukung Ujung Tiang
q’e
= 19.7 σr (N60)0.36
σr
= reference stress
N60
= nilai N SPT pada dasar tiang
Ap
= luas penampang tiang
DAYA DUKUNG SELIMUT, Qs
II.7.2.1 METODE MEYERHOFF Pada Pasir Pada pasir tahanan gesek atau tahanan kulit tiang dinyatakan sebagai :
1)
Donald P.Coduto, Foundation Design Principles And Practices, Prentice Hall, Chapter 13
35
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Qs = Σp ΔL f
Dimana : p
=
keliling penampang tiang
ΔL
=
panjang tiang
f
=
tahanan gesek satuan pada setiap kedalaman z, yaitu f = Kσ’υ tan δ
dengan K
=
koefisien tekanan tanah
σ’υ
=
tegangan vertikal efektif
δ
=
sudut gesek antara tanah – tiang
Berdasarkan N-SPT Daya dukung selimut (Qs) untuk tiang dengan desakan tanah yang kecil seperti tiang bor dan tiang baja H, dapat juga ditentukan dari nilai NSPT, yaitu : Qs = 0.1 N.As Dimana, N
= Nilai NSPT rata-rata sepanjang tiang
As
= Luas selimut tiang (m2)
Untuk tiang pancang, nilai koefisien untuk fs dua kali lebih besar dari rumus di atas, menjadi 0.2N.
36
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Untuk tiang yang dipancangkan pada perpindahan tinggi dapat ditentukan dengan : faυ (kN/m2) = 2 N Sedangkan untuk tiang yang dipancangkan dengan perpindahan rendah : faυ (kN/m2) = N Pada lempung, tahanan kulit tiang dinyatakan dengan metode λ, metode α dan metode β.
II.7.2.2 METODE λ Metode ini mengasumsikan bahwa perpindahan tanah yang disebabkan oleh pemasukan tiang ke dalam tanah menghasilkan suatu tekanan lateral pasif pada suatu kedalaman tertentu, dinyatakan sebagai berikut : Qs = p L faυ
dengan
faυ = λ (σ’υ + 2cu)
Dimana, σ’υ
=
nilai tengah tegangan vertikal efektif untuk seluruh panjang tiang, didapat dari : A1 + A2 + A3+….. L
A
=
luas masing-masing diagram tegangan vertical efektif
cu
=
nilai tengah kuat geser taksalur (dengan φ = 0 )
Nilai λ akan berubah sesuai dengan kedalaman penetrasi tiang (lihat Gb.2.8)
37
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gambar 2.8 Nilai Koefisien λ
II.7.2.3 METODE α Dengan metode ini, daya dukung selimut tiang dinyatakan sebagai berikut :
Qs = Σ f p ΔL = Σ α cu p ΔL
Dimana, f
= α cu
α
= faktor adhesion empiris (untuk pendekatan nilai α ditunjukkan pada Gb.2.9)
38
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gambar 2.9 Variasi Nilai Terhadap α Nilai cu (Tomlinson)
II.7.2.4 METODE β Daya dukung selimut tiang dinyatakan sebagai : Qs = Σ f p ΔL Dimana, f
= β σ’υ
β
= K tan φR
φR = sudut gesek salur lempung remolded K
= koefisien tekanan tanah
Nilai K dapat diambil sebagai koefisien tekanan tanah diam, atau K
= 1 – sin φR
untuk lempung terkonsolidasi normal
K
= (1 – sin φR) √OCR
untuk lempung overkonsolidasi
39
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II.7.2.5 METODE BRIAUD Untuk mencari daya dukung selimut, Briaud (1985) merumuskan dengan formula sebagai berikut : Ps = fs . As
II.7.3
Ps
= Daya Dukung Selimut Tiang
fs
= 0.224 σr (N60)0.29
σr
= reference stress
N60
= rata – rata nilai N SPT pada selimut tiang
As
= luas selimut tiang
DAYA DUKUNG VERTIKAL YANG DIIJINKAN (Qu) Daya dukung ijin tiang pada tanah pondasi umumnya merupakan jumlah dari daya dukung ujung tiang dan daya dukung kulit tiang kemudian dibagi dengan faktor keamanan,sebagaimana dinyatakan sebagai berikut : Qu = Qp + Qs FK Dimana, Qp
= daya dukung ujung tiang
Qs
= daya dukung kulit tiang
FK
= faktor keamanan
Untuk faktor keamanan, umumnya nilai yang dipakai dalam rentang 2,5 – 4 tergantung pada tingkat ketidaktentuan perhitungan beban batas. Berikut ini faktor keamanan yang disarankan Reese & O’Neill, 1989
40
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Tabel 2.5 Faktor Aman Yang Disarankan Reese & O’Neill, 1989
Faktor Aman (F) Klasifikasi Struktur Monumental Permanen Sementara
Kontrol Baik
Kontrol Normal
Kontrol Jelek
2.3 2 1.4
3 2.5 2
3.5 2.8 2.3
Kontrol Sangat Jelek 4 3.4 2.8
Faktor aman yang disarankan oleh Reese & O’Neill tersebut didasarkan pada pertimbangan : a. Tipe dan kepentingan dari struktur b. Variabilitas tanah (tanah tidak uniform) c. Ketelitian penyelidikan tanah d. Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan e. Ketersediaan data di tempat (uji beban tiang) f. Pengawasan/control koalitas di lapangan g. Kemungkinan beban desain actual yang terjadi selama beban layanan struktur
II. 8
DAYA DUKUNG LATERAL Pondasi tiang sering harus dirancang dengan memperhitungkan beban horizontal atau lateral seperti : beban angin, tekanan tanah lateral, beban gelombang air, benturan kapal dan lain-lain. Besarnya beban lateral yang harus didukung pondasi tiang bergantung pada rangka bangunan yang
41
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
mengirimkan gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah. Jika tiang dipasang vertikal dan dirancang untuk mendukung beban horizontal yang cukup besar, maka bagian atas dari tanah pendukung harus mampu menahan gaya tersebut, sehingga tiang-tiang tidak mengalami gerakan laeral yang berlebihan. Karena itu tiang perlu dihubungkan dengan gelagar – gelagar horizontal yang berfungsi sebagai penahan gaya lateral. Gaya lateral yang terjadi pada tiang bergantung pada kekakuan atau tipe tiang, macam tanah, penanaman ujung tiang ke dalam plat penutup kepala tiang, sifat gaya-gaya dan besar defleksi.
Perancangan pondasi tiang yang menahan gaya lateral, harus memperhatikan dua kriteria, yaitu : 1. Faktor aman terhadap keruntuhan ultimit harus memenuhi.
42
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
2. Defleksi yang terjadi akibat beban yang bekerja harus masih dalam batas-batas toleransi. McNulty menyarankan perpindahan lateral ijin pada bangunan gedung adalah 6mm, sedangkan untuk bangunan-bangunan yang lain sejenis menara transmisi 12 mm atau sedikit lebih besar.
II. 8.1
PENENTUAN KRITERIA TIANG PANJANG DAN PENDEK Dalam perhitungan pondasi perlu dibedakan berdasarkan perilakunya yaitu sebagai : 1. Pondasi tiang pendek (tiang kaku) atau Pondasi tiang panjang (tiang elastis) 2. Pondasi dengan kepala tiang ujung jepit (fixed end pile) atau kepala tiang ujung bebas (free end pile) Pada pondasi tiang pendek, sumbu tiang masih tetap lurus pada kondisi terbebani secara lateral. Kriteria penentuan tiang pendek dan tiang panjang didasarkan pada kekakuan relatif antara pondasi tiang dengan tanah. Pada tanah lempung teguh yang terkonsolidasi secara berlebih, modulus subgrade tanah (coefficient of horizontal subgrade reaction atau ks) umumnya diasumsikan konstan terhadap kedalaman tanah. Dalam hal ini digunakan faktor kekakuan R untuk menentukan perilaku tiang sebagai berikut :
43
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
R=
4
Ep . Ip ks . B
Dimana : Ep
= modulus elastisitas tiang (ton/m2)
Ip
= momen inersia tiang (m4)
Ks
= modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m3)
B
= diameter atau sisi tiang (m)
Nilai ks dapat diambil sebesar k1 / 1,5 dimana k1 adalah modulus subgrade tanah menurut Terzaghi yang ditentukan dengan percobaan pembebanan plat bujursangkar dengan sisi berukuran 1 ft dilapangan Nilai k1 berhubungan dengan kuat geser tak terdrainase dari tanah lempung seperti diberikan pada tabel berikut : Tabel 2.6 Hubungan antara k1 dan cu (Terzaghi)
Kuat geser tak terdrainase,
Rentang k1
cu (kg/cm2)
(kg/cm2)
Teguh
1.0 – 2.0
1.8 – 3.6
Sangat teguh
2.0 – 4.0
3.6 – 7.2
Keras
> 4.0
> 7.2
Konsistensi
Untuk definisi tiang ujung jepit dan tiang ujung bebas, McNulty (1956) mendefinisikan tiang ujung jepit (fixed end pile) sebagai tiang yang ujung atasnya terjepit (tertanam) dalam plat penutup kepala tiang paling sedikit sedalam 60cm. Dengan demikian, untuk tiang-tiang yang bagian atasnya tidak terjepit atau terjepit ke dalam plat penutup kepala tiang tetapi kurang dari 60cm termasuk tiang ujung bebas (free end pile). 44
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Plat penutup kepala tiang (pile cap)
a > 60cm
a < 60cm
Tiang ujung bebas
Tiang ujung jepit
Gambar 2.11 Kondisi Ujung Kepala tiang
II.8.2
METODE ANALISIS
II.8.2.1 METODE BRINCH HANSEN Teori dasar dari metode ini adalah tekanan tanah. Metode ini memiliki keuntungan karena dapat diterapkan baik pada tanah homogen, tanah dengan c-φ dan tanah berlapis, tetapi hanya berlaku untuk tiang pendek dan membutuhkan cara coba-coba untuk mendapatkan titik rotasi dari tiang. a. Tiang tunggal vertikal pada tanah granular Untuk tanah tak berkohesi nilai c = φ Maka daya dukung ultimit pada kedalaman x adalah Pxu = σvx.Kq Dimana, σvx = tegangan vertikal efektif pada kedalaman x Kq = didapatkan dari grafik pada Gambar 2.12
45
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
b. Tiang tunggal vertikal pada tanah kohesi Untuk tanah kohesi nilai φ = 0 dan c = cu. Maka besarnya daya dukung tanah ultimit ditentukan dari : Pxu = σcu.Kc
Gambar 2.12 Grafik Koefisien Kq dan Kc (Sumber : Hansen, 1961)
II.8.2.2 METODE BROMS Metode ini menggunakan teori tekanan tanah yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah mencapai nilai ultimit. Pada metode dapat digunakan pada tiang panjang maupun tiang pendek dan juga dapat digunakan pada korelasi kepala tiang bebas (Free Head) maupun terjepit (Fixed Head). A. Kondisi Tiang Panjang 1. Kepala tiang bebas Untuk tiang panjang, mekanisme keruntuhan distribusi tahanan tanah serta momen lentur ditunjukkan pada Gb.2.13. Pada gambar tersebut terlihat bahwa defleksi tiang terutama berada di daerah
46
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
dekat permukaan tanah sehingga respon tanah di bagian bawah tiang mengecil. Begitu pula besarnya momen dan distribusinya sepanjang tiang. Untuk tiang bor, dimana dalam instalasinya tidak mengalami tegangan tarik, maka seringkali dalam desain tiang bor, penulangan tidak diberikan penuh hingga dasar tiang. Dalam desain tiang bor, distribusi tegangan sepanjang tiang amat menentukan dalam optimasi penampang dan tulangan.
Gb. 2.13 Reaksi tanah dan momen lentur tiang panjang, kepala tiang bebas
Berikut ini (Gambar 2.14) perilaku tiang yang menunjukkan distribusi dari defleksi tiang, slope (putaran sudut), momen lentur, geser serta reaksi tanah sepanjang tiang akibat beban lateral H dan momen M yang bekerja di kepala tiang.
47
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gambar 2.14 Perilaku pondasi tiang dengan beban lateral H dan momen M berupa (a) Defleksi, (b) Putaran sudut, (c) Momen, (d) Geser dan (e) Reaksi tanah (Sumber : Reese & Matlock,1956)
a. Tanah tak berkohesi Pada tanah tak berkohesi, momen maksimum terletak pada titik dengan geser sama dengan nol, maka momen maksimum dan gaya ultimit lateral dapat dihitung dengan Hu
=
Mu e + 0.54 .
Hu D.Ku.γ’
0.54
Mmax = Pu x {H + (0,67 x Xp)}
Mu = momen kapasitas ultimit dari penampang tiang Besarnya Hu dapat diketahui dengan menggunakan Gb. 2.15 yang menyatakan hubungan nilai Hu/ (Kp. .γ’. B3) dan Mu/ (Kp. .γ’. B4) , yaitu sebagai berikut : 48
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gambar 2.15 Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah nonkohesi (Sumber : Broms, 1964)
b. Tanah kohesif Untuk tanah kohesi, maka digunakan persamaan : Hu =
Mu e + 1,5D + x1
Dengan mengetahui harga Mu maka harga Hu dapat Cu.d2 Cu.d3 ditentukan dari Grafik 2.16 dan harga Hu.dapat diperoleh.
49
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gambar 2.16 Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah kohesi (Sumber : Broms, 1964)
2. Kepala tiang terjepit a. Tanah tak berkohesi Momen maksimum dan gaya lateral ultimit untuk tanah tak berkohesi dapat dihitung dengan persamaan : Qu =
2 . Mu e + 0,67 xp
Mmax = Pu x {H + (0,67 x Xp)}
Besarnya Pu dapat dihitung dengan menggunakan Gb. 2.15
50
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
b. Tanah berkohesi Persamaan :
Qu =
2 . Mu 1,5D + 0,5 x1
Besarnya Pu dapat dihitung dengan menggunakan Gambar 2.16 B. Kondisi Tiang Pendek 1. Kepala Tiang Bebas Sebuah tiang ujung bebas yang dibebani dengan beban lateral H dan momen M diperlihatkan dalam gambar 2.17. Tahanan tanah ultimit pada sembarang kedalaman adalah pu. Pada kondisi ultimit, H dan M berturut – turut menjadi Hu dan Mu diperoleh dari keseimbangan gaya-gaya horizontal dan momen, yaitu dengan menganggap tiang berputar pada kedalaman x dari permukaan tanah. Pada saat gaya-gaya bekerja, tiang dianggap sangat kaku dan tahanan geser tanah termobilisasi seluruhnya. H e
M = eH
x L
pL Gambar 2.17 Tiang Ujung Bebas Dibebani dengan Gaya Lateral H dan Momen M
51
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gaya horisontal ultimit dapat dinyatakan dari z=x
L
Hu = ∫ pu .d . dz – ∫ pu . d . dz z=0
z=x z=x
L
z=0
z=x
Mu = Hu . e = - ∫ pu .dz . dz – ∫ pu . dz . dz
II.9
DEFLEKSI TIANG LATERAL
II.9.1
METODE KONVENSIONAL Metode ini bergunakan untuk mengecekan defleksi tiang yang mengalami pembebanan lateral yang tidak begitu besar, tiang dianggap sebagai struktur kantilever yang dijepit pada kedalaman zf. Pada metode ini semua lapisan tanah diasumsikan sama sehingga tidak dibedakan berdasarkan jenis tanahnya. Defleksi lateral dikepala tiang ujung bebas dinyatakan sebagai : Defleksi lateral ujung tiang dengan ujung jepit dinyatakan sebagai berikut: y = Q (e +zf)3 12EI
Dimana : Q
= beban lateral
EI = kekakuan tiang e
= jarak beban terhadap muka tanah
zf
= jarak titik jepit dari muka tanah 52
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II.9.2 METODE BROMS a. Tiang dalam tanah kohesif Metode ini didasarkan pada teori elastis dengan tanpa memperhatikan defleksi akibat konsolidasi tanah yang terjadi pada waktu jangka panjang. Untuk tiang dalam tanah kohesif defleksi tiang dikaitkan dengan faktor tank berdimensi βL, dengan : β = 4√(kh.d)/(4EI) Defleksi ujung tiang dipermukaan tanah (yo) dinyatakan oleh persamaan – persamaan sebagai berikut : 1. Tiang ujung bebas berkelakuan seperti tiang pendek, bila βL < 1,5 Besarnya defleksi : yo
=
4 Q (1 + 1,5e/L) Kh d L
Rotasi tiang :
θ
=
6Q (1 + 2e/L) Kh d L2
2. Tiang ujung jepit berkelakuan seperti tiang pendek, bila βL < 0,5 Besarnya defleksi : yo
=
Q Kh d L
3. Tiang ujung bebas dianggap seperti tiang panjang (tidak kaku),bila βL >2,5 Besarnya defleksi : yo
=
2 Q β (e β + 1) Kh d
Rotasi tiang :
θ
=
2 Q β2(1 + 2 e β) Kh d
53
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
4. Tiang ujung jepit dianggap sebagai tiang panjang (tidak kaku),bila βL>1,5 Besarnya defleksi : yo
Qβ Kh d
=
b. Tiang dalam tanah granular Untuk tiang dalam tanah granuler (pasir, kerikil), defleksi tiang akibat beban lateral, dikaitkan dengan besaran tak berdimensi αL dengan : α =
nh
.
1/5
EI 1. Tiang ujung bebas dan ujung jepit dianggap sebagai tiang pendek (kaku), bila αL < 2 Defleksi lateral tiang ujung bebas : yo = 18 Q ( 1 + 1,33e/L ) L2 nh θ = 24 Q ( 1 + 1,55e/L ) L3 nh Defleksi lateral tiang ujung jepit
: yo = 2 Q L2 nh
2. Tiang ujung bebas dan ujung jepit dianggap sebagai tiang panjang (tiang kaku) bila αL > 4 Defleksi lateral tiang ujung bebas : yo =
2,4 Q
+
(nh) 3/5 (EI)2/5 θ=
1,6 Q (nh) 2/5 (EI)3/5
1,6 Q (nh) 2/5 (EI)3/5
+
1,74 Q (nh) 1/5 (EI)4/5
54
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Defleksi lateral tiang ujung jepit yo =
:
0,93 Q (nh) 3/5 (EI)2/5
II.9.3
METODE EVANS DAN DUNCAN Evans dan Duncan mendefinisikan karakteristik beban geser, Vc dan karakteristik beban momen Mc, sebagai berikut : = λ D 2 E R1 σp ER1
m
(ε50)n
Mc = λ D 3 E R1 σp ER1
m
(ε50)n
Vc
Dimana, Vc = Gaya horizontal λ
= koefisien tegangan tanah = 1.00 untuk jenis pasir dan lempung = (0.14)n untuk jenis lempung sangat lunak
D
= Diameter tiang
E
= Modulus Elastisitas Tiang
R1 = Rasio momen inersia tiang
=
I (π/64) x D4
= 1.00 untuk penampang tiang berbentuk lingkaran = 1.70 untuk penampang tiang berbentuk persegi σp = tegangan pasif tanah
55
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
= 1.2 su untuk jenis tanah kohesif = 2Cpφ γ D tan2 (45 + φ/2) , untuk jenis tanah nonkohesif. ε50 = regangan tanah pada saat tegangan tanah baru mencapai 50% ≈ 0.01 untuk lempung ≈ 0.002 untuk pasir murni atau dengan sedikit campuran mika m,n = eksponen dari tabel Evans and Duncans Tabel 2.5 Eksponen m,n Evans dan Duncans Jenis Tanah Kohesif NonKohesif
Untuk Vc m n 0.683 -0.22 0.57 -0.22
Untuk Mc m n 0.46 -0.15 0.40 -0.15
Evans and Duncan (1982)
Prosedur lain yang disarankan Evans dan Duncan adalah hitungan dengan menggunakan grafik. Grafik-grafik pada Gambar. 2.16 sampai Gambar.2.23 memperlihatkan hubungan antara geser aktual, momen dan defleksi, dengan : V
= gaya geser (gaya lateral) yang bekerja pada kepala tiang
M = momen yang bekerja pada puncak tiang Mt = momen maksimum pada puncak tiang yt = defleksi lateral pada puncak tiang
56
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gb.2.18
Gb.2.19 Gb.2.17
57
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gb. 2.20 Hubungan beban geser terhadap defleksi lateral untuk tiang ujung jepit pada tanah kohesif (Evans dan Duncan, 1982)
Gb.2.21 Gb. 2.19
58
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gb.2.22
Gb.2.23
59
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gambar.2.24
Gambar 2.25 Hubungan Beban Geser Terhadap Momen Maksimum Untuk Tiang Ujung Jepit Pada Tanah NonKohesif (Evans dan Duncan, 1982)
60
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II. 10
DAYA DUKUNG TARIK PADA PONDASI TIANG Daya dukung tarik yang diijinkan adalah suatu harga yang diperoleh dengan membagi, gaya tarik maksimum sebuah tiang dengan suatu faktor keamanan. Gaya tarik yang dijinkan ini dibatasi oleh gaya penahan tarikan dari tanah pondasi dan tegangan pada tubuh tiang (tegangan tarik). Disamping itu, kadang diperlukan penyelidikan dalam hal sekelompok tiang sebagai suatu keseluruhan, tertarik ke atas. Pada saat gaya tarik bekerja pada tiang, maka pergeseran dan gaya pada tanah pondasi akan mengarah ke atas. Akibat gaya ke atas ini, maka tegangan efektif dinding tiang pada tanah akan berkurang dan tanah pondasi cenderung menjadi “lepas”.
Gb. 2.26 Kapasitas Tarik Pondasi Tiang
Selanjutnya dengan meningkatkan pergeseran, luas bidang sentuh dinding tiang dengan tanah akan berkurang. Sebab itu, berbeda dengan gaya tiang, gaya tarik tiang menimbulkan pengaruh besar yang mengenai 61
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
hasil test atas gaya tarik ini yang terjadi setelah beberapa waktu kemudian. Jika gaya tarik ultimate diperkirakan berdasarkan perhitungan, maka besarnya gaya geser dinding yang maksimum untuk daya dukung vertikal dapat dipakai. Untuk menentukan besarnya kapasitas tarik pada pondasi tiang dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Tu = T + Wp Dimana, Tu
= Kapasitas Total
T
= Kapasitas Tarik
Wp = Berat Tiang
II.10.1 METODE DAS DAN SEELEY (1982) Untuk tanah lempung kapasitas tarik dinyatakan dengan persamaan : T = L . p . α’ . cu
Dimana, L
= panjang tiang (m)
p
= keliling penampang tiang (m)
α’
= faktor adhesi untuk tarik
cu
= kohesi (ton/m2)
Besarnya nilai α’ dapat dilihat pada Tabel 2.7
62
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Tabel 2.7 Faktor Adhesi untuk Kondisi Tarik Jenis Tiang Tiang Bor
Faktor adhesi untuk tarik α’ = 0.9 – 0.00625 . cu ……(cu < 80 kPa) α’ = 0.4 ……(cu > 80 kPa) Tiang Pipa α’ = 0.715 – 0.0191 . cu …...(cu < 27 kPa) α’ = 0.2 ……(cu > 27 kPa) Sumber : Manual Pondasi Tiang, GEC, Paulus P.Rahardjo
Untuk tanah pasir kapasitas tarik dinyatakan dengan persamaan : L
T=
∫ (f u . p) . dz
0
Dimana, f u = gesekan selimut untuk kondisi tarik dari Grafik variasi nilai fu (Gb.2.27a) = Ku . σ’v
tan δ
Ku = Koefisien tarik (Gb 2.27b) σ’v δ
= tegangan vertikal efektif (ton/m2) = sudut geser antara tiang dan tanah (o)
Dengan prosedur perhitungan sebagai berikut : 1.
Menentukan kepadatan relative, Dr. Tentukan Lcr berdasarkan nilai Dr dari Gambar 2.28
2.
Bila L < Lcr L
L
T = p. ∫ f u . dz = p. ∫ (Ku . σ’v . tan δ) . dz 0
3.
0
Bila L > Lcr Lcr
T = p.
L
∫ f u . dz + ∫ f u . dz
0
Lcr
63
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gambar 2.27 (a) Variasi nilai fu (b) Koefisien Tarik (Ku) (Sumber : Das, 1990)
Gambar 2.28 Variasi δ/φ terhadap (L/D)cr dan Dr (Sumber : Das, 1990)
64
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
II.11
KAPASITAS TIANG KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG
II.11.1 KAPASITAS TIANG KELOMPOK Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang berada dalam kelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang dipancang dalam lapisan pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah yang tidak mudah mampat, namun dibawahnya terdapat lapisan lunak. Stabilitas kelompok tiang tergantung dari dua hal, yaitu : 1. Kemampuan tanah di sekitar dan dibawah kelompok tiang untuk mendukung beban total struktur. 2. Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak dibawah kelompok tiang Oleh karena itu, cara pemasangan tiang tunggal, seperti pemasangan tiang dengan cara dipancang, dibor atau ditekan akan berpengaruh kecil pada kedua hal tersebut di atas. Pada beban struktur tertentu, penurunan kelompok tiang yang sama dengan penurunan tiang tunggal hanya terjadi jika dasar kelompok tiang terletak pada lapisan keras. Jika tiang-tiang dipancang pada lapisan yang dapat mampat (misal lempung kaku) atau kondisi lain, pada lapisan yang tidak mudah mampat (misal pasir padat) tetapi lapisan tersebut berada di atas lapisan tanah lunak, maka kapasitas kelompok tiang mungkin lebih rendah dari jumlah kapasitas masingmasing tiang. Demikian pula, penurunan kelompok tiang yang terjadi sangat mungkin lebih besar dari penurunan tiang tunggalnya, pada beban yang sama.
65
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Pada tanah lempung, kapasitas kelompok tiang didasarkan pad aksi blok yaitu bila kelompok tersebut berperan sebagai blok ilustrasi kelompok tiang ditunjukkan pada Gambar 2.27
Gambar 2.29 Kelompok Tiang sebagai Pondasi Blok (Sumber : Tomlinson, 1994)
Gambar 2.30
Kapasitas tiang kelompok dapat ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menentukan jumlah total dari daya dukung seluruh tiang, dengan rumus:
Σ Qu = m . n . (Qp + Qs)
66
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Σ Qu = m . n . [( Ap . qp ) + Σ ( p . ΔL . fs ) ]
Dimana, Ap = luas penampang tiang tunggal (m2) p
= keliling tiang (m)
ΔL = panjang segmen tiang (m) Qp = daya dukung ujung tiang (ton/m2) Fs = tahanan selimut (ton/m2) 2. Menentukan daya dukung dari blok kelompok tiagn yang berukuran Lg x Bg x H , dengan : Σ Qu = Lg . Bg . qp + Σ [ 2(Lg + Bg). ΔL .fs ]
Dimana, Lg
= panjang blok
Bg
= lebar blok
3. Bandingkan kedua besaran Σ Qu di atas, dan gunakan nilai terkecil sebagai kapasitas daya dukung ultimit dari kelompok tiang.
II.11.2 EFISIENSI TIANG KELOMPOK Efisiensi kelompok tiang didefinisikan sebagai : Ef =
Daya dukung kelompok tiang . Jumlah tiang x Daya Dukung tiang tunggal
Meskipun beberapa formula sering digunakan untuk emnentukan nilai efisiensi ini tetapi belum ada suatu peraturan bagnunan yang secara 67
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
khusus menetapkan cara tertentu untuk menghitungnya. Laporan dari ASCE Committee on Deep Foundation (1984), menganjutkan untuk tidak menggunakan efisiensi kelompok untuk mendeskripsikan aksi kelompok tiang (group action). Laporan yang dihimpun berdasarkan stufi dan publikasi sejak 1963 itu menganjurkan bahwa tiang gesekan pada tanah pasiran dengan jarak tiang sekitar 2D – 3D akan memiliki daya dukung yang lebih besar dari pada jumlah total daya dukung individual tiang, sedangkan untuk tiang gesekan pada tanah kohesif, geser blok idsekeliling kelompok tiang ditambah dengan daya dukung ujung besarnya tidak boleh melebihi jumlah total daya dukung masing-masing tiang. Efisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa factor diantaranya : - Jumlah tiang, panjang, diameter, pengaturan, dan terutama jarak antara as ke as tiang. - Modus pengalihan beban (gesekan selimut atau tahanan ujung) - Prosedur pelaksanaan konstruksi (tiang pancang atau tiang bor) - Urutan instalasi tiang - Jangka waktu setelah pemancangan - Interaksi antara pile cap dengan tanah di permukaan
Efisiensi Kelompok Tiang pada Tanah Pasiran (Granuler) a. Formula Sederhana Eg = 2 (m + n – 2) s + 4 D p.m.n 68
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
dimana : m = jumlah tiang pada deret baris n = jumlah tiang pada deret kolom s = jarak antar tiang d = diameter tiang p = keliling dari penampang tiang b. Formula Converse-Labarre Eg = 1 – (n-1) m + (m-1) n 90 m . n
.θ
Dimana, θ = tan -1 (d/s) … dalam derajat c. Formula Los Angeles Eg = 1 –
D [m (n-1) + n (m-1) + (m-1) (n-1) π.s.m.n
Efisiensi Kelompok Tiang pada Tanah Kohesif Untuk menentukan nilai efisiensi kelompok tiang pada tanah kohesif diberikan oleh NAVFAC DM – 7.2 (1982) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.29
69
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Gambar 2.31 Efisiensi kelompok tiang pada tanah kohesif (Sumber NAVFAC DM – 7.2, 1982)
II.12
JARAK ANTAR TIANG Umumnya, tiang-tiang jarang dipasang pada kedudukan yang benarbenar lurus dan tepat pada titik lokasi yang telah ditentukan. Meskipun tiang dipasang pada titik yang tepat, kadang-kadang masih terdapat momen lentur kolom yang harus ditahan oleh kepala tiang. Karena itu, disarankan agar paling sedikit menggunakan tiga tiang untuk pondasi kolom utama dan dua tiang untuk pondai dinding memanjang. Jika sebuah tiang (dukung ujung) dibebani dengan beban Q, tanah dibawah dasar tiang menjadi tertekan dengan diagram tekanan seperti terlihat pada Gambar 2.32a. Kalau jumlah tiang tidak hanya satu dan disusun pada jarak tertentu, maka zone tanah tertekan menjadi tumpang tindih. Pada kondisi ini, tekanan total pada titik tertentu akan sama dengan jumlah tekanan yang diakibatkan oleh masing – masing tiang (lihat Gambar 2.32 b), y
Q ng
besarnya dapat beberapa kali lebih besar dari tekanan akibat
tiang tunggal. 70
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Q
(a)
Q Q Q
(b)
Gambar 2.32 Distribusi tekanan pada tanah dibawah tiang
Pada tabel berikut diberikan jarak tiang minimum yang disarankan oleh Teng (1962). Tabel 2.8 Jarak Tiang Minimum (Teng, 1962)
Fungsi Tiang
Jarak as – as tiang minimum
Tiang dukung ujung pada tanah keras
2 – 2.5d atau 75 cm
Tiang dukung ujung pada batuan keras
2d atau 60 cm
Tiang gesek
3 – 5d atau 75 cm
Jika tiang-tiang dipasang dengan jarak yang terlalu besar, dapat menyebabkan biaya pembuatan plat penutup tiang (pile cap) menjadi tidak ekonomis. Selain itu tiang pun harus disusun dengan bentuk geometri yang baik agar dapat menanggulangi tegangan pada plat penutup tiang. 71
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Berikut ini contoh bentuk geometri yang baik ditunjukkan dalam Gambar 2.33
. (sumber : Hary Christady, Pondasi 2 )
II. 13
PENURUNAN PONDASI
II.13.1 PENURUNAN KONSOLIDASI TIANG KELOMPOK Pada kelompok tiang (pile group) ujung atas masing masing tiang dihubungkan satu dengan lainnya dengan poer (footing) yang kaku, sehingga merupakan satu kesatuan yang kokoh. Dengan poer ini diharapkan, apabila kelompok tiang dibebani secara merata maka menurunan yang terjadi akan merata pula. Menurut L.D Wesley, penurunan kelompok tiang selalu lebih besar daripada penurunan tiang tunggal terhadap beban yang sama.
72
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Sedangkan menurut A.R. Jumikis adalah sebagai berikut : -
Dengan beban yang sama, penurunan kelompok tiang akan lebih besar apabila jumlah tiangnya bertambah
-
Dengan memperbesar jarak antara tiang dalam kelompok tiang, maka penurunan kelompok tiang akan berkurang. Dengan jarak antar tiang sama dengan 6 kali diameter tiang, maka penurunan kelompok tiang akan mendekati penurunan tiang tunggal
II.13.2 PENURUNAN KELOMPOK TIANG PADA TANAH PASIR Metode Meyerhof Metode ini memperkirakan penurunan kelompok tiang berdasarkan hasil uji SPT dan uji Sondir. Berdasarkan nilai N-SPT : Sg = 2 q √ Bg. I N Dimana, Sg
= penurunan kelompok tiang
q
= tekanan pada dasar pondasi
Bg
= lebar kelompok tiang
N
= harga N rata-rata pada kedalaman + Bg dibawah kaki pondasi
I
= [ (1-L) / (8 Bg)] > 0,5
L
= kedalaman pondasi tiang sama dengan panjang tiang
Untuk pasir kelanauan harga Sg harus dikalikan dua
73
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
Berdasarkan data sondir : Sg = q. Bg . I 2.qc Dimana, Sg
= penurunan kelompok tiang
q
= tekanan pada dasar pondasi
Bg
= lebar kelompok tiang
I
=
1–L 8 . Bg
> 0.5
II.13.3 PENURUNAN KELOMPOK TIANG PADA TANAH LEMPUNG Penurunan pondasi tiang pada tanah kohesif terdiri dari dua komponen yaitu: 1. Penurunan seketika (short term settlement) yang terjadi segera setelah beban bekerja. Penurunan ini dapat diperkirakan dengan metode yang digunakan pada tanah pasir 2. Penurunan jangka panjang atau penurunan konsolidasi, yang terjadi secara berangsur-angsur bersamaan dengan disipasi tekanan air pori ekses. Penurunan jangka panjang dapat diperkirakan dengan prosedur berikut ini : • Menentukan besarnya beban total dari bangunan atas (Qg) yang diterima tiang. • Mengasumsikan bahwa beban Qg akan disalurkan ke tanah mulai dari kedalaman 2L/3 dari puncak tiang. Puncak tiang adalah
74
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
kedalaman z=0. Beban Qg tersebar sepanjang garis 2 vertikal : 1 horizontal dari kedalaman ini. • Lapisan tanah yang terkonsolidasi dibagi menjadi beberapa lapis dan untuk tiap lapis harus ditentukan parameter kompresibilitas berupa compression index (Cc), tegangan efektif awal (Po) dan besarnya peningkatan tegangan (Δp) akibat beban yang bekerja. • Besarnya peningkatan tegangan (Δp) dapat dihitung dengan : Δpi =
Qg . (Bg + zi) + (Lg + zi)
Dimana, Bg, Lg = panjang dan lebar tiang kelompok zi
= jarak dari z=0 ke tengah lapisan i
• Hitung penurunan atau kompresi konsolidasi dari tiap lapisan tanah akibat adanya peningkatan tegangan pada lapisan tersebut. Besarnya penurunan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan penurunan konsolidasi untuk lempung terkonsolidasi normal dan terkonsolidasi lebih. - Untuk lempung terkonsolidasi normal : Δsi = Cci . Hi log po(i) + Δpi 1 + eo(i)) po(i) - Untuk lempung terkonsolidasi lebih dengan po(i) + Δpi < pc(i) Δsi = Csi . Hi log po(i) + Δpi 1 + eo(i)) po(i)
75
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
- Untuk lempung terkonsolidasi lebih dengan po(i) < pc(i) < po(i) + Δp(i) Δsi = Csi . Hi log po(i) + Δpi + Cci . Hi log po(i) + Δpi 1 + eo(i)) po(i) 1 + eo(i)) po(i) Δ S = penurunan konsolidasi pada lapisan tertentu Po = tegangan efektif rata-rata pada lapisan 1 tanpa pembebanan Pc = tekanan prokonsolidasi eo = angka pori Cc = indeks kompresi Cs = indeks pengembangan H
= ketebalan lapisan tanah
Penjumlahan penurunan konsolidasi dari seluruh lapis merupakan penurunan konsolidasi dari kelompok tiang.
76
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN PONDASI TIANG
77
BAB III DASAR PERENCANAAN
BAB III DASAR PERENCANAAN
III.1
DATA PERENCANAAN Sebelum tahap pekerjaan desain pondasi dimulai, perlu didapatkan terlebih dahulu data – data pendukung seperti data tanah dan data beban. Untuk data tanah, didapatkan berdasarkan pengujian di lapangan ataupun di laboratorium. Sedangkan untuk data beban struktur atas merupakan jumlah dari beban struktur ditambah dan berat beban benda lain yang berada pada struktur tersebut. Dikarenakan struktur atas pada pokok bahasan Tugas Akhir ini cukup tinggi, maka beban angin menjadi faktor dominan dalam perhitungan perencanaan pondasi.
III.1.1
DATA TANAH Data tanah diperlukan untuk mengetahui jenis/karakteristik tanah, letak muka air tanah, letak kedalaman tanah keras, serta data – data pendukung lainnya. Data tanah tersebut dapat diketahui dengan cara melakukan penyelidikan tanah yaitu berupa pengujian Cone Penetration Test/CPT (Sondir), Pemboran (N-SPT) dan uji laboratorium. Pada Gambar 3.1 ditampilkan letak lokasi titik pengujian pengujian tersebut.
77
BAB III DASAR PERENCANAAN
1. Pengujian Cone Penetration Test (Sondir) Pada perencanaan desain pondasi ini, data tanah didapatkan melalui pengujian Sondir yang dilakukan pada 3 titik lokasi dengan menggunakan alat berkapasitas 2,5 ton. Dengan resume hasil uji Sondir sebagai berikut : Penetrasi
Kedalaman MTA Titik (m)
Kedalaman (m)
Qc (kg/cm2)
S1
9.00
13.80
250
S2
9.00
11.80
250
S3
9.00
13.00
250
Tabel 3.1 Resume Hasil Uji Sondir
Dari hasil uji tersebut diatas terlihat bahwa letak tanah keras telah dicapai pada kedalaman masing-masing 13.80 m, 11.80 m, dan 13.00 m dibawah permukaan tanah. Dan menunjukkan bahwa tanah didominasi oleh lempung dan lanau. Dari permukaan tanah hingga kedalaman + 1.5 nilai qc sondir berkisar antara 2 – 8 kg/cm2. Pada kedalaman + 1.5 hingga 9.0 m nilai qc sondir berkisar antara 15 – 20 kg/cm2. Mulai dari kedalaman + 9.0 m nilai qc terus membesar hingga tercapainya kapasitas alat (qc= 250 kg/cm2). Untuk hasil uji berupa grafik sondir, dapat dilihat pada lampiran data tanah uji Sondar.
78
BAB III DASAR PERENCANAAN
2. Pengeboran (Uji N-SPT) Pada perencanaan desain pondasi ini, data tanah juga didapatkan melalui pengeboran yang dilakukan pada 3 titik lokasi dengan disertai pengujian SPT setiap interval 1,5m. Gambaran umum profil tanah berdasarkan titik BH1 adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 Gambaran Umum Profil Tanah
Elevasi 0
hingga + 8.5m
Deskripsi Lempung kelanauan, Nilai SPT = 3-6 (soft to medium consistency)
+ 8.5 hingga 11.5m
Lempung kelanauan dan lanau, Nilai SPT adalah 11 (stiff consistency)
+ 11.5 hingga 13.0m
Pasir Nilai SPT adalah 13
+ 13.0 hingga 20.0m
Pasir, Nilai SPT berkisar antara 39 hingga lebih dari 50 (medium dense to dense)
+ 20.0 hingga 37.0m
Pasir, Nilai SPT berkisar antara 19 hingga lebih dari 50 (medium dense to dense)
+ 37.0 hingga 50.0m
Lanau kelempungan, Nilai SPT berkisar antara 20 hingga 34 (dense to very dense)
Profil bor selengkapnya terlihat dalam Lampiran Data Tanah Drilling Log
79
BAB III DASAR PERENCANAAN
3. Karakteristik Tanah Pengujian tanah di laboratorium dilakukan terhadap contoh tanah tak terganggu (lempung / lanau) dan contoh tanah terganggu (pasir). Berikut ini pengujian Pada contoh tanah tersebut dilakukan uji klasifikasi tanah yang berupa Index Properties, Uji gradasi butiran tanah serta uji konsolidasi. -
Index Properties Pengujian ini dilakukan terhadap sampel tanah terganggu maupun tak terganggu yang diambil dari lokasi pengujian. Gambaran umum dari hasil uji adalah sebagai berikut : Nilai kadar air (ω)
: 36 – 76%
Batas cair (LL)
: 73 – 79%
Batas plastis (PL)
: 27 – 47%
Spesific Gravity (Gs) : 2.55 – 2.64 Dari hasil tersebut secara umum dapat disimpulkan perilaku tanah sebagai lanau dengan plastifitas tinggi (MH). -
Uji Kuat Geser Tanah
-
Pengujian kuat geser tanah dilakukan dengan cara Triaxial UU dan Unconfined Compression Test dengan jenis tanah yang diuji adalah lempung dan lanau dengan plastisitas yang bervariasi.
-
Hasil uji kuat geser adalah sebagai berikut :
80
BAB III DASAR PERENCANAAN
Tabel 3.3 Nilai Kohesi Tanah Pada Ketiga Titik
Titik
Kedalaman (m)
Jenis Test
Jenis Tanah
BH-1
2.50 – 3.00
UCT
CH
Nilai Kohesi (kg/cm2) 0.41
Friction (°) -
019 BH-1
5.50 – 6.00
UCT
MH
0.53
-
0.36 BH-1
8.50 – 9.00
TX – UU
MH
0.45
9
BH-2
4.00 – 4.50
UCT
MH
0.48
-
0.26 BH-2
7.00 – 7.50
UCT
ML
0.79
-
0.52 BH-3
2.50 – 3.00
UCT
MH
1.48
-
0.68 BH-3
-
5.50 – 6.00
TX - UU
MH
0.38
14
Uji Konsolidasi Berdasarkan hasil uji konsolidasi, diperoleh parameter Cc yang besarnya 0.306 dan 0.495. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanah pada sample uji memiliki kompresibitas yang rendah hingga sedang. Sedangkan hasil uji preconsolidated pressure yang diperoleh dari laboratorium didapat sebesar 0.95 dan 2.15 kg/cm2.
81
BAB III DASAR PERENCANAAN
4. Uji Laboratorium Pada proyek pembangunan menara ini, untuk pengujian tanah yang dilakukan di laboratorium,dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut : Tabel 3.4 Pengujian Tanah di Laboratorium
Jenis
Standar
Tujuan
ASTM D-2216-90
Mengetahui kondisi kelembaban contoh
Pengujian Water content
tanah asli
Specific
ASTM D-854-91
Mengetahui berat jenis contoh tanah
Gravity
(Gs)
Unit
Mengetahui berat per satuan volume
weight ASTM C-29
(y) Atterberg
ASTM D-4318-84
limits
Menentukan batas plastis dan batas cair , dipakai untuk klasifikasi tanah berbutir halus
Grain
size ASTM
distribution
D-422-63 Mengetahui ukuran dan susunan butir
(90)
tanah
ASTM D-1140-54 (90) Kuat geser / ASTM D-2850-87
Mendapatkan sudut perlawanan geser
Strength Test ASTM D-2166-85
dalam dan kohesi tanah
(UU, Unconfines) Consolidation ASTM D-2435-91
Mengetahui
sifat
dan
perilaku
test
pemampatan tanah dibawah tegangan kerja
Hasil pengujian di laboratorium tersebut dapat dilihat pada lampiran Data Uji Laboratorium 82
BAB III DASAR PERENCANAAN
Gambar 3.1 Lokasi Titik Pengujian
83
BAB III DASAR PERENCANAAN
III.1.2
DATA BEBAN STRUKTUR ATAS (PEMBEBANAN) Untuk data-data pembebanan struktur atas yang dipikul oleh pondasi menara di Jakarta Barat ini didapatkan berdasarkan dua jenis pembebanan yaitu beban mati dan beban hidup.
III.1.2.1. BEBAN MATI Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri struktur menara, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya, yaitu berupa alat-alat pemancar baik berupa antena, ataupun alat-alat transmisi lainnya. Dalam perencanaan pondasi ini, data beban struktur didapat langsung dari sumber informasi, yaitu sebagai berikut : Beban atas Struktur Tiang Penyangga (Support Structure) = lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2. 1.
Self Support Tower (Menara/Menara Pemancar) a. Bahan
: Pipa galvanis pejal ∅ 6”
b. Tinggi total menara
: 375 meter
Tinggi total menara = SST A + SST B = 369 m + 6 m = 375 m c. Berat total menara = 256 ton
84
BAB III DASAR PERENCANAAN
(sudah termasuk berat antena dan beban hidup) Dalam perencanaan, beban tersebut diberikan factor reduksi sebesar 1,2 yang berasal dari beban factor reduksi windload. Hal ini dikarenakan beban terbesar secara dominan berasal dari beban angin. Sehingga berat struktur atas menjadi : Wmenara = 1.2 x 256 ton = 307 ton
2.
Supporting Structure (Tiang Penyangga) a. Bahan
: Pipa galvanis pejal ∅ 8”
b. Tinggi struktur
: 120 m
c. Jumlah struktur
: 3 buah struktur
d. Berat masing-masing struktur
: 100 ton
Sama halnya dengan berat menara, berar tiang penyanggapun diberikan faktor reduksi sebesar 1,2. Sehingga berat struktur tersebut menjadi : Wmenara = 1.2 x 100 ton = 120 ton
III.1.2.2 BEBAN HIDUP Beban hidup adalah semua muatan yang tidak tetap, kecuali muatan angin, gempa dan pengaruh seperti selisih susut, suhu, sll. Pada perencanaan ini beban hidup berasal dari manusia yang diperkirakan ketika melakukan maintenance atau perbaikan-perbaikan lainnya. 85
BAB III DASAR PERENCANAAN
Gambar 3.2 Struktur Atas Menara
86
BAB III DASAR PERENCANAAN
III.1.2.3 BEBAN ANGIN Dilihat dari ketinggian struktur atas, maka bisa dipastikan bahwa beban angin memberikan kontribusi yang paling besar terhadap struktur atas. Pembebanan dari beban angin terdiri dari 3 kasus yang paling menentukan (lihat Gambar 3.3). Namun dalam perencanaannya, data beban angin yang digunakan adalah beban angin yang terbesar dari ketiga kasus tersebut, dengan asumsi dapat mewakili dari ketiganya. Pada perencanaan ini beban angin pada tiang menara dianggap memiliki besaran beban yang sama dengan beban angin pada tiang penyangga.
Gambar 3.3 3 Kasus Arah Beban Angin
87
BAB III DASAR PERENCANAAN
III.1.3
PENGOLAHAN DATA AWAL Dalam perencanaan ini, data pendukung yang diperoleh dari sumber informasi sangatlah terbatas. Sehingga perlu dilakukan pengolahan data yaitu dengan melakukan korelasi dan asumsi data namun tetap memiliki dasar/alasan dalam penentuannya. Berikut ini korelasi data yang dilakukan : 1. Menentukan statigrafi/perkiraan lapisan tanah pada titik Center (letak untuk Pondasi Tiang Menara) BH3
Titik C, kondisi tanahnya diperkirakan dengan cara korelasi dengan tanah sekitarnya
C
BH2
BH1
Gambar 3.4 Letak Titik Center ( C )
Untuk mengetahui lapisan tanah pada titik C (tepatnya berada pada titik berdirinya Tiang Menara), maka dilakukan korelasi dari data-data tanah yang ada disekitarnya yaitu data tanah pada titik BH1, BH2 dan BH3. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu sebagai berikut :
88
BAB III DASAR PERENCANAAN
a. Memperkirakan kondisi lapisan tanah pada titik diantara BH1, BH2 dan BH3. Korelasi data kondisi lapisan tanah pada titik antara BH1 dan BH2, maka diperoleh data pada titik BH12. Korelasi data kondisi lapisan tanah pada titik antara BH1 dan BH3, maka diperoleh data pada titik BH13. Korelasi data kondisi lapisan tanah pada titik antara BH2 dan BH3, maka diperoleh data pada titik BH23 (Gambar 3.5) b.Setelah diketahui data kondisi lapisan tanah pada titik BH12, BH13 dan BH23, maka dilakukan korelasi data lagi dengan titik yang berada disebrangnya, yaitu : -
korelasi antara titik BH12 dengan titik BH3
-
korelasi antara titik BH13 dengan titik BH2
-
korelasi antara titik BH23 dengan titik BH1
sehingga dapat ditentukan data untuk titik C. Pada halaman 91 ditampilkan hasil perkiraan lapisan tanah pada titik C tersebut. 2. Menentukan nilai SPT pada titik C Ditentukan dengan merata-ratakan nilai NSPT dari data SPT pada BH1, BH2, BH3.
89
BAB III DASAR PERENCANAAN
90
BAB III DASAR PERENCANAAN
III.2
PEMILIHAN JENIS PONDASI Dilihat dari data tanah diketahui bahwa kondisi lapisan tanah sampai dengan kedalaman sekitar 20m diperkirakan sudah mencapai tanah keras dengan nilai N SPT berada di atas 40. Namun pada titik BH3 yaitu pada kedalaman 26m, nilai N SPTnya mengalami penurunan dan kembali naik pada kedalaman 30m, sehingga direncanakan penanaman pondasi sampai dengan kedalaman 30m dari muka tanah. Atas dasar hal tersebut, maka pemilihan pondasi tiang dirasakan cukup tepat, karena lapisan tanah pendukung relatif dalam dan beban tarik yang diperkirakan cukup besar. Pondasi tiang yang digunakan dapat berupa jenis tiang bor atau tiang pancang. Namun dalam perencanaan ini, dipilih jenis pondasi tiang bor karena selain lokasi proyek berada di area padat penduduk, diameter pondasi yang digunakanpun cukup besar.
III.3
Kriteria Daya Dukung Tiang Kapasitas daya dukung tiang ultimate hasil perhitungan harus dibagi dengan faktor keamanan untuk memperoleh daya dukung ijin dan hasilnya harus lebih besar dari beban yang bekerja. Angka keamanan yang digunakan untuk daya dukung ujung tiang (Qp) dan tahanan selimut (Qs) adalah 3, sedangkan untuk perhitungan daya dukung terhadap tarik digunakan faktor keamanan 4.
91
BAB III DASAR PERENCANAAN
III. 3
ALUR PENGERJAAN Tahapan pengerjaan Tugas Akhir ini adalah seperti terlihat pada diagram alir dibawah ini : Start
Data – Data • Gambar denah existing, dimensi dan elevasi bangunan • Data penyelidikan tanah • Data beban – beban struktur atas
Data Pustaka • Dasar teori perhitungan dan perencanaan • Peraturan - peraturan
Pengolahan Data • Mengolah data hasil penyelidikan tanah • Menentukan jenis pondasi • Menentukan dimensi pondasi (diameter dan panjang pondasi)
Analisis Pondasi • Menentukan gaya-gaya dalam yang bekerja pada pondasi • Perhitungan daya dukung aksial tiang tunggal • Perhitungan daya dukung aksial tiang kelompok • Perhitungan daya dukung lateral tiang pondasi • Perhitungan kapasitas tarik tiang pondasi • Pengecekan settlement • Perhitungan dimensi pile cap • Perhitungan tulangan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
92
BAB III DASAR PERENCANAAN
93
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
IV.1
DAYA DUKUNG TIANG Daya dukung tiang yang dihitung dalam perencanaan ini menggunakan data tanah yang berasal dari data uji lapangan saja yaitu N-SPT dengan metode Meyerhoff dan Briaud. Hal ini dikarenakan pengujian tanah di laboratorium hanya dilakukan sampai dengan kedalaman 6, 8.5 dan 10 meter di bawah permukaan tanah dan pengujian sondir sampai dengan kedalaman 9m. Sedangkan jika dilihat dari hasil pengujian N SPT, pada kedalaman tersebut nilai N masih berkisar antara 11 hingga 14 sehingga diperkirakan pada kedalaman tersebut belumlah mencapai tanah keras. Nilai N sudah mencapai di atas 40 yang diperkirakan sudah mencapai tanah keras yaitu pada kedalaman 20 m dari muka tanah. Meskipun demikian data hasil uji laboratorium tetap ditampilkan. Pada perencanaan pondasi ini dibedakan menjadi dua jenis perhitungan, yaitu perhitungan perencanaan untuk tiang menara dan tiang peyangga. Hal ini didasari oleh perbedaan pada besarnya beban dari struktur bagian atas pondasi. Pada pondasi yang menanggung beban tiang penyangga, direncanakan menggunakan pondasi berdiameter 1 m dengan panjang tiang pondasi 29 m 94
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
yang dibor sampai dengan kedalaman pondasi 30 m. Sedangkan untuk pondasi yang menanggung beban tiang menara, direncanakan menggunakan pondasi berdiameter 1.2 m dengan panjang tiang 29m yang dibor sampai dengan kedalaman 30m. Dimensi tiang pondasi yang diambil tersebut, didapatkan dengan cara coba-coba dimensi yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian dicek terhadap faktor keamanan (lihat lampiran uji coba dimensi).
IV.1.1
DAYA DUKUNG TIANG BERDASARKAN DATA UJI LAPANGAN SONDIR Pada perencanaan pondasi ini pengujian sondir dilakukan dengan menggunakan berkapasitas 2,5 ton di tiga titik lokasi pengujian, yaitu titik S-1, S-2 dan S-3 dengan hasil pengujian masing-masing titik tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sondir
Titik S-1 S-2 S-3
Penetrasi Kedalaman (m) Qc (kg/cm2) 13.80 250 11.80 250 13.80 250
Dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa pada kedalaman 11.80 dan 13.80 pengujian terhenti setelah sondir mencapai kapasitas alat maksimum sebesar 250 km/cm2. Namun jika dikorelasikan dengan data bor (lihat Lampiran Data Tanah), maka pada kedalaman tersebut nilai N SPT yang 95
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
diperoleh masih berada dibawah 40. Sehingga dianggap belum mencapai tanah keras sesungguhnya. Oleh karena itu hasil pengujian sondir ini tidak diperhitungkan dalam perencanaan selanjutnya.
IV.1.2
DAYA DUKUNG TIANG BERDASARKAN DATA UJI LAPANGAN N-SPT DENGAN METODE MEYERHOFF a. Daya dukung ujung tiang Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data N-SPT digunakan persamaan : Qp = 40 . Nb . Ap
(harga Nb< 40)
Qs = 0.1 . N . As
(harga 0.1N<10)
Harga N-SPT pada kedalaman 30 m adalah diatas 50, untuk keperluan desain maka nilai Nb dibatasi 40, dengan demikian nilai tahanan ujung menjadi : Ap
= ¼ . π . D2 = ¼. π . 12
= 0.786 m2
Qp = 40 . Nb . Ap Qp = 40 x 40 x 0.786 Sehingga diperoleh daya dukung ujung tiang (Qp) = 1257.60 ton
96
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
b. Daya dukung selimut tiang Untuk mengetahui besarnya nilai tahanan selimut tiang, digunakan persamaan : Qs = 0.1 N . As Luas selimut tiang tiap kedalaman 2 m menjadi As = π . D . 2 = π x 1 x 2 = 6.286 m2 Berikut ini perhitungan daya dukung selimut tiang : Tabel 4.2 Nilai Qs dengan metode N SPT Meyerhoff BH - 1 No.
Kedalam an (m)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1.00-2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00 30.00
Jenis Tanah
Lempung Lempung Lempung Lempung kelanauan Lempung kelanauan Lempung kelanauan Lanau . Lanau . Lempung Lanau . Pasir Lanau . Lanau . Lanau . Lempung lanau
N
0.1N
As* 2 (m )
Qs (ton)
8 11 15 17 22 24 35 32 39 43 42 47 59 55 51
0.80 1.10 1.50 1.70 2.20 2.40 3.50 3.20 3.90 4.30 4.20 4.70 5.90 5.50 5.10
3.143 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286 6.286
2.51 6.91 9.43 10.69 13.83 15.09 22.00 20.11 24.51 27.03 26.40 29.54 37.09 34.57 32.06
Total :
311.77
Berdasarkan data pada tabel di atas, didapatkan besarnya daya dukung selimut tiang
(Qs) = 311.77 ton 97
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
c. Daya Dukung Ultimit (Qu) Besarnya daya dukung ultimit (Qu) pada pondasi tiang tersebut adalah : Qu = Qp + Qs = 1257.60 + 311.77 = 1569.37 ton d. Daya Dukung Ijin (Qall) Kapasitas penyaluran yang diijinkan untuk tiap tiang diketahui dengan turut memperhitungkan faktor keamanan terhadap daya dukung ultimit. Pada perencanaan ini, nilai faktor keamanan yang diambil adalah 3. Qall = Qu Fs = 1569.37 3 = 523.12 ton
Tabel 4.3 Nilai Qall dengan metode N-SPT Meyerhoff Qp (ton)
Qs (ton)
Qu (ton)
Qall (ton)
(1)
(2)
(3) = (1)+(2)
(4) = (3)/SF
BH-1 BH-2 BH-3
1257.60 1257.60 1257.60
311.77 299.83 284.74
1,569.37 1,557.43 1,542.34
523.12 519.14 514.11
Center Point
1810.29
358.54
2,168.82
722.94
Titik
SF = 3
98
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
IV.1.3
DAYA DUKUNG TIANG BERDASARKAN DATA NSPT DENGAN METODE BRIAUD a. Daya dukung ujung tiang Berdasarkan metode Briaud (1985), untuk menghitung daya dukung ujung tiang berdasarkan data uji SPT dapat dicari dengan persamaan : P’e = q’e x Ap dengan
q’e = 19.7 σr (N60)0.36
Ps = fs x As
fs = 0.224 σr (N60)0.29
dengan
Berikut perhitungan pada BoreHole 1 q’e
= 19.7 σr (N60)0.36 = 19.7 . 100 . (51)0.36 = 8113.19 KPa
P’e = 8113.19 x 0.786 m2 = 6374.65 KN = 637.46 ton b. Daya dukung selimut tiang N(60)s = (8+11+15+17+22+24+35+32+39+43+42+47+59+55+51 = 500 15
15
= 33.33 As = π (1)(29) = 91.14 m2 fs
= 0.224 σr (N60)0.29 = 0.224 . 100 (33.33)29 = 61.93 Pa
99
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Ps = fs x As = 61.93 x 91.14 = 5644.24 kN =564.42 ton
c. Daya Dukung ultimit (Qu) Pu = P’e + Ps = 637.46 + 564.42 = 1201.89 ton
d. Daya Dukung Ijin (Qall) Pa = Pu/SF = 1201.89/3 = 400.63 ton Berikut ini hasil perhitungan pada daya dukung pada keempat titik Tabel 4.4 Nilai Qall dengan metode NSPT Briaud Titik
BH-1 BH-2 BH-3 Center Point SF = 3
Qp (ton)
Qs (ton)
Qu (ton)
Qall (ton)
(1)
(2)
(3) = (1)+(2)
(4) = (3)/SF
637.46 695.63 695.63 924.39
564.42 558.12 550.24 669.20
1,201.89 1,253.75 1,245.88 1,593.59
400.63 417.92 415.29 531.20
100
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
IV.1.4 DAYA DUKUNG TIANG BERDASARKAN MATERIAL BETON BERTULANG Perhitungan daya dukung pondasi berdasarkan material beton bertulang dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan material tiang pondasi terhadap beban yang diberikan. Berikut perhitungan untuk pondasi tiang penyangga : Diketahui : ∅pondasi = 100 cm , Ag = ¼ π d2 = ¼ π 1002 = 7857.143 cm2 ∅tulangan = 32 mm , As = ¼ π d2 = ¼ π 0.0322 = 8.046 cm2 f’c
= 25 Mpa = 250 kg/cm2
fy
= 400 Mpa = 400 kg/cm2
Pno = (Ag – As) f’c + As. Fy = (7857.143 - 8.046) 250 + 8.046 . 4000 = 1.994.457,14 kg = 1.994,457 ton Pu
= φ Pno = 0.65 x 1994,457 ton = 1296.40 ton
Dengan melakukan perhitungan yang sama, diperoleh besarnya daya dukung tiang berdasarkan material untuk pondasi tiang menara sebesar 1858,18 ton.
101
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Berikut ini resume daya dukung tiang dari ketiga metode : Tabel 4.5 Resume Daya Dukung Tiang Metode
Meyerhoff
Titik BH-1 BH-2 BH-3 Center Point
Briaud
Berdasarkan Material Beton Bertulang
BH-1 BH-2 BH-3 Center Point Tiang penyangga Tiang Menara
Qp (ton)
Qs (ton)
Qu (ton)
Qall (ton)
(1)
(2)
(3) = (1)+(2)
(4) = (3)/SF
1257.60 1257.60 1257.60
311.77 299.83 284.74
1569.37 1557.43 1542.34
523.12 519.14 514.11
1810.29 637.46 695.63 695.63 924.39
358.54 564.42 558.12 550.24 669.20
2168.82 1201.89 1253.75 1245.88 1593.59
722.94 400.63 417.92 415.29 531.20
-
-
-
1296.40
-
-
-
1858.18
IV.1.5 ANALISA PERHITUNGAN DAYA DUKUNG TIANG TUNGGAL Dari hasil perhitungan daya dukung tiang di atas terlihat bahwa daya dukung pondasi berdasarkan material beton bertulang lebih besar dari daya dukung pondasi berdasarkan N SPT. Sehingga dapat dinyatakan bahwa meskipun perhitungan selanjutnya dihitung menggunakan daya dukung rata-rata NSPT bahan tiang pondasi masih kuat menahan beban. Untuk perhitungan daya dukung berdasarkan NSPT dengan metode Meyerhof dan Briaud diperoleh daya dukung ujung tiang lebih besar daripada daya dukung selimut tiang. Sehingga dapat dikatakan bahwa tiang yang didesain termasuk jenis end bearing pile yang mengandalkan daya dukung ujung tiang.
102
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Meskipun daya dukung ujung (Qp) pada metode Briaud besarnya kurang lebih setengah dari Qp pada metode Meyerhoff, namun untuk daya dukung ijin (Qall) pada kedua metode itu hampir seragam. Dapat dimungkinkan bahwa perbedaan tersebut disebabkan dari perbedaan koefisien yang ditetapkan oleh masing-masing metode. Pada kedua metode tersebut menggunakan konsep perhitungan nilai N pada elevasi ujung tiang untuk memprediksikan tahanan ujung dan N pada tiap lapisan
untuk
memprediksikan
tahanan
selimutnya.
Kedua
metode
mengasumsikan daya dukung tanah adalah konstan dan sama besarnya pada semua jenis tanah dari elevasi dimana nilai N diambil hingga nilai N berikutnya. Berdasarkan analisa diatas, maka nilai tahanan ijin yang direkomendasikan untuk kepentingan perencanaan selanjutnya menggunakan daya dukung ijin rata-rata, yaitu : Untuk pondasi tiang penyangga : Qall rekomentasi = 523.12+519.14+514.11+400.63+417.92+415.29 = 465.04 ton 6
Untuk pondasi tiang menara: Qall rekomendasi = (722.94+531.20)/2 = 627.07 ton
IV. 2 DAYA DUKUNG KELOMPOK TIANG Data beban yang bekerja pada kepala tiang tiang penyangga sebesar 120 ton, sedangkan pada titik Menara 307 ton. Pada perancangan ini, dicoba menggunakan 7 tiang dengan jarak antar tiang (s) adalah 3d. Berikut denah rencana pemasangan tiang sebagai berikut : 103
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
S=3m
Lg = 6.28 m
2.61m s = 3m
s = 3m Bg=5.076m s
Bg = 6.22m
2.61m
1.41s =5.076m
Lg = 7 m Untuk Pondasi Tiang Penyangga
Untuk Pondasi Tiang Menara
Gambar 4.1 Denah Pemasangan Tiang Bor
Tiang Penyangga Menentukan jumlah total dari daya dukung seluruh tiang ∑Qu = m . n (Qp + Qs) = 3 . 2 (465.04) = 2790.22 Menentukan daya dukung dengan mengasumsikan bahwa tiang dalam kelompok bekerja sebagai sebuah balok dengan ukuran Lg x Bg x L Lg = 2 s + d = 2 (3d) + 1 = 2 (3) +1 = 7 m Bg = 2 x 0.87s + d= 2 (0.87x3x1) + 1 = 6.22 m Lg/Bg = 7/6.22
= 1.125
L/Bg = 30/6.22
= 4.82
Dari grafik Lg/Bg dan L/Bg didapat N'c = 9 ∑Qu
= Lg . Bg . cu . N'c + ∑2(Lg + Bg) Cu . ΔL 104
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
∑Qu
= (7 x 6.22 x 35 x 9) + (2 x (7 + 6.22) x 35 x 30)
∑Qu
= 40.551,70 ton
Dari kedua nilai ∑Qu diambil nilai terendah, yaitu 2790.22 ton = 2790.22 > 120 ton Î ok (untuk tiang penyangga)
Tiang Menara Menentukan jumlah total dari daya dukung seluruh tiang ∑Qu = m . n (Qp + Qs) = 2 . 2 (627.07) = 2508.28 ton Menentukan daya dukung dengan mengasumsikan bahwa tiang dalam kelompok bekerja sebagai sebuah balok dengan ukuran Lg x Bg x L Lg/Bg = 6.28/6.28 = 1 L/Bg = 30/6.28
= 4.78
Dari grafik Lg/Bg dan L/Bg didapat N'c = 9 ∑Qu
= Lg . Bg . cu . N'c + ∑2(Lg + Bg) Cu . ΔL
∑Qu
= (6.28 x 6.28 x 3.5 x 9) + (2 x (6.28 + 6.28) x 3.5 x 30)
∑Qu
= 38.766,48 ton
Dari kedua nilai ∑Qu diambil nilai terendah, yaitu 2508.28 ton = 2508.28 ton > 307 ton Î ok (untuk tiang menara)
105
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
IV.3 DAYA DUKUNG PONDASI LATERAL Pondasi tiang sering harus dirancang dengan memperhitungkan beban-beban lateral seperti beban angin, tekanan tanah lateral, beban gelombang angin, benturan kapal, dan lain-lain. Pada perencanaan ini dikarenakan struktur atas berupa tower yang sebagian besar strukturnya menerima beban angin maka untuk bagian substrukturnya dirancang dengan memperhitungkan beban lateral yang berasal dari beban angin. Berdasarkan data yang diperoleh, beban angin diperhitungkan dengan tiga kasus arah pembebanan terhadap upperstructure. Namun disini penulis menggunakan data beban angin terbesar untuk perhitungan daya dukung pondasi lateral sehingga dapat mewakili untuk kesemua beban angin. Berikut ini gaya-gaya
yang bekerja pada struktur berdasarkan data yang
diperoleh dari lapangan. Tabel 4.6 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Tiang dengan 3 Kasus Arah Angin
Jenis Gaya
Kasus 1
Kasus 2
Uplift
5974 kN
-
1664 kN
Sideload 1(pusat)
1797 kN
58 kN
950 kN
-
-
275 kN
Sideload 2 (menyilang) Momen 1 Momen 2
1684 kN m 270 kN m -
-
Kasus 3
862 kN m 1945 kN m
106
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Gambar 4.2
Tabel 4.7 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Struktur Atas
Tiga Kasus Arah Beban Angin
Jenis Gaya
(kN)
Uplift
5974
Sideload 1(pusat)
1797
Momen 2
1945
Dari ketiga kasus arah beban angin di atas, masing-masing diambil beban terbesar (lihat tabel 4.7). a. Menentukan jenis tiang pondasi sebagai ujung jepit atau ujung bebas Dalam analisa selanjutnya, tiang perlu dibedakan menurut model ikatannya dengan plat penutup tiang, apakah termasuk tipe tiang ujung jepit ataukah ujung bebas. Pada perencanaan ini memiliki jenis tiang ujung jepit dimana kepala tiang yang tertanam (terjepit) dalam plat penutup 60 cm (McNulty, 1956). b. Menentukan Perilaku tiang pondasi sebagai pondasi tiang pendek atau tiang panjang Untuk menentukan perilaku tiang pondasi maka dilakukan dengan rumus : R=
Ip = πD4 64
4
Ep . Ip ks . B
= π1004 64 107
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Ip = 4910714.3 cm4 Ep = Modulus Elastisitas beton digunakan 4700√f’c = 235000 kg/cm2 Ks = k1/1,5 (nilai konsistensi yang diambil berdasarkan tabel adalah 7) = 7 /1.5 = 4.67 (kg/cm3) R = 4
235000 x 4910714.3 = 223 cm 4.67 x 100
Untuk tiang penyangga : L = 2900 = 13.00 > 3……maka termasuk kriteria tiang panjang R 223 Untuk tiang menara : R = 4
235000 x 10182857.14 = 255.67 cm 4.67 x 120
L = 2900 = 11.34 > 3……maka termasuk kriteria tiang panjang R 255.67
c. Menghitung Tahanan Lateral Metode Broms Metode Broms yang digunakan pada perencanaan ini adalah metode Broms untuk kondisi tiang dalam keadaan kohesif dengan jenis tiang ujung jepit. Momen yang bekerja pada kelompok pondasi adalah 1945 kNm, jika didistribusikan merata kepada 7 tiang maka satu tiangnya My = 277.86 kNm.
108
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Beban lateral 1 tiang
= 1797/7 = 256.71 kN (untuk tiang penyangga)
Beban lateral 1 tiang
= 1797/5 = 359.70 kN (untuk tiang menara)
Tanah sangat kaku, cu = 350 kN/m2
Untuk Tiang Penyangga My Cu.d3u
= 277.86 = 0.79 350 . 13
Berdasarkan grafik hubungan antara Hu/cu.d2 vs My/cu.d3 didapat nilai Hu/cu.d2
= 2.7
Hu
= 2.7. cu. d2 = 2.7 . 350 . 12 = 945 kN
Maka, Ha = Hu SF
= 945 3 = 315 kN > 256.71 kN Æ tiang kuat terhadap lateral
Untuk Tiang Menara, = 277.86 = 0.64 350 . 1.23
My Cu.d3u
Berdasarkan grafik hubungan antara Hu/cu.d2 vs My/cu.d3 didapat nilai Hu/cu.d2
= 2.6
Hu
= 2.6. cu. d2 = 2.6 . 350 . 1.22 = 1310.40 kN
Maka, Ha = Hu SF
= 1310.40 3 = 436.80 kN > 359.40 kN Æ tiang kuat terhadap lateral
109
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
d. Menghitung Defleksi Tiang dan Pengecekan Terhadap Momen dengan Metode Evans and Duncans Data properti pondasi : Nilai kuat geser tak terdrainasi, su
= 43.75 kN/m2
Tiang berpenampang lingkaran, R1
=1
λ
Jenis tanah lempung,
Tegangan pasif tanah kohesif, σp ε50
Regangan untuk lempung,
=1 = 4.2 cu = 0.01
M,n untuk tanah kohesif (Vc), m,n
=0.683 , -0.22
M,n untuk tanah kohesif (Mc), m,n
=0.46
, -0.15
Untuk tiang penyangga Gaya lateral karakteristik Vc = λ D2 E R1 σp ER1
m
(ε50)n
= 1 . 12 . (2.1 . 107) . 1 .
183.75 (2.1 . 107) . 1
0.683
(0.01)-0.22
= 20.305,36 KN
Momen karakteristik Mc
= λ D3 E R1 σp ER1 = 1.13.(2.1 . 107).1 .
m
(ε50)n
183.75 (2.1 . 107) . 1
0.46
(0.01)-0.15
110
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
= 197.489,04 KN Gaya horizontal yang bekerja dianggap didistribusikan merata pada kelompok tiang yang terdiri dari 7 tiang. Sehingga Gaya horizontal yang bekerja pada 1 kepala tiang, V = 1797/7 = 256.71 kN V/Vc = 256.71 / 20.305,36 = 0.01264 Dari Grafik Shear load vs deflection, didapat nilai yt/d = 0.005 m Sehingga, Yt
= 0.005m = 5 mm < 6 m Æ aman
Dari Grafik Shear load vs maximum momen, didapat Mt/Mc = -0.0032 Sehingga, Mt = -0.0032 Mc = -0.0032 (197.489,04) = -631.96 kNm .> 277.86 kNm (momen pada 1 tiang) Æ aman Untuk tiang menara Gaya lateral karakteristik Vc = λ D2 E R1 σp ER1
m
(ε50)n
= 1 . 1.22 . (2.1 . 107) . 1 .
183.75 (2.1 . 107) . 1
0.683
(0.01)-0.22
= 29239.73 kN Momen karakteristik
111
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Mc
= λ D3 E R1 σp ER1
m
(ε50)n
= 1 . 1.23 . (2.1 . 107) . 1 .
183.75 (2.1 . 107) . 1
0.46
(0.01)-0.15
= 341261,06 KN Gaya horizontal yang bekerja pada 1 kepala tiang, V V/Vc = 359.4 / 29239.73
= 359.4 kN
= 0.0123
Dari Grafik Shear load vs deflection, didapat nilai yt/d = 0.004 Sehingga, Yt
= 0.004m = 4 mm < 6 m Æ aman
Dari Grafik Shear load vs maximum momen, didapat Mt/Mc = -0.0030
Sehingga, Mt = -0.0030 Mc = -0.0030 (341261,06) = -1023.78 kN m > 389 kNm (momen pada 1 tiang)Æ aman
IV.4
KAPASITAS TARIK PONDASI TIANG Metode Das dan Seeley (1982) Untuk tanah lempung kapasitas tarik dinyatakan dengan persamaan : T
= L . p . α’ . cu
112
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Untuk tiang penyangga Faktor adhesi untuk tarik, jenis tiang bor, dengan cu = 350kPa > 80 kPa, maka α’ = 0.4 Gaya Uplift pada 1 tiang penyangga = 597.4/7 = 85.34 ton Gaya Uplift pada 1 tiang menara
= 597.4/5 = 119.48 ton
Sehingga, T
= L . p . α’ . cu = 29. (π . 1). 0.4 . 35 = 1276 ton
Wp = Ap . γconcrete . L = (1/4 . π . 12) . (2.4) . 29 = 54.69 ton Kapasitas tarik total Tu = T + Wp = 1276 + 54.69 = 1330.69 ton Cek dengan faktor aman Besarnya gaya uplift yang terjadi pada tiang adalah sebesar 597.4 ton, jika didistribusikan secara merata pada 7 tiang, gaya uplift yang membebani 1 tiang menjadi 85.34 ton/m2, sehingga : Tu = 1330.69 = 15.59 > 3 Æ aman Uplift 85.34 Untuk tiang menara
113
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Faktor adhesi untuk tarik, jenis tiang bor, dengan cu = 350kPa > 80 kPa, maka α’ = 0.4 Sehingga, T
= L . p . α’ . cu = 29. (π . 1.2). 0.4 . 35 = 1531.20 ton
Wp = Ap . γconcrete = (1/4 . π . 1.22) . (2.4) = 77.43 ton Kapasitas tarik total Tu = T + Wp = 1531.2 + 77.43 = 1608.63 ton Cek dengan faktor aman Besarnya gaya uplift yang terjadi pada tiang adalah sebesar 597.4 ton, dan jika didistribusikan secara merata pada 5 tiang, gaya uplift yang membebani 1 satu tiang menjadi 119.48 ton/m2, sehingga : Tu = 1608.63 = 13.46 > 3 Æ aman Uplift 119.48
114
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
IV.5
PERANCANGAN PLAT PENUTUP (PILE CAP) Tiang Penyangga Denah rencana pemasangan tiang sebagai berikut Pu Tiang Menara
Pile Cap
t=?
Tiang Bor
1m 3m
3m B= 7.22m
L= 8 m Gambar 4.3 Denah Pemasangan Kelompok Tiang pada Pile Cap
Pile Cap untuk tiang penyangga Dengan dimensi Pile Cap ditentukan terlebih dahulu, sebagai berikut : s
= 3 d = 3 (1) = 3 m
115
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
B = (2 x 0.87s) + d + 2(1/2 d)
= (5.22) + 1 + 1 = 7.22 m
L = 2s + d + 2(1/2d)
=(6)+1+1
=8m
Daya dukung pondasi total : Q x SF
= 465.04 x 3 = 1395.11 ton
Daya dukung 1 tiang Qu
= 1/7 x 1395.11 = 199.30 ≈ 199 ton
Vu
= θVc = 0.6 x 1/6 x √f’c = 0.6 x 1/6 x √25 = 5 MPa = 5 kg/cm2
Vup = Qut = 199000 kg
Vup = Vup = Qut = 199000 . b.d
bxt
722 x t
5t
= 275.62
t
= 55.12 cm, dicoba diambil ketebalan 100 cm
Penulangan e
= 261 cm
d’
= 7 cm
116
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
d
= t – d’ = 100-7 = 93 cm
Daya dukung (Qu) masing-masing tiang = 199 ton Maka untuk mendapatkan nilai Mu adalah :
Mu 2 Qu s = 261 cm
Mup = 2Qu . e = 2(199000) . 261 = 103.878.000 kg cm = 10.387,80 kN m Mu = 10.387,80 = 1663.49; d’ = 7 = 0.08 b.d2 7.22 x 0.92 d 93
Nilai Mu b.d2
= 1663.49
Pada Buku CUR4 tabel 5.3.c diperoleh nilai ρ = 0.005522 As
=ρxbxd = 0.005522 x 722 x 93 = 370.79 cm2 = 37079.49 mm2
Asumsi tulangan yang dipakai adalah φ32mm, maka jumlah tulangan yang dipakai adalah :
117
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Atul
= π . r2 = π . 322 = 804.57 mm2
Tulangan tarik yang dibutuhkan sejumlah : As Atul
= 37079.49 = 46.09 ≈ 47 buah tulangan tarik 804.57
Jarak tulangan tarik : s
= b – (selimut beton) = 722 – (7+7) jumlah tulangan 47 = 15.06 ≈ 16cm
Tulangan Tekan Luas
= δ . As = 0.5 x 37079.49 = 18539.75 mm2
Jumlah tulangan tekan yang dibutuhkan sejumlah : As’ Atul
= 18539.75 = 23.04 ≈ 24 buah tulangan tarik 804.57
Jarak tulangan tekan : s
= b – (selimut beton) = 722 – (7+7) jumlah tulangan 24 = 29.50 ≈ 30 cm
Dari hasil perhitungan diatas, diperoleh data kebutuhan tulangan untuk dimensi pile cap 8 x 7.22 x 1 adalah 24 ∅ 32 – 300mm
118
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Tiang Menara Denah rencana pemasangan tiang sebagai berikut Lg = 7.476 m
Bg = 7.476 cm s = 3.6 m
s = 5.076 m
Dengan dimensi Pile Cap ditentukan terlebih dahulu, sebagai berikut : s
= 3 d = 3 (1.2) = 3.6 m
Lg = 1.41s + d + 2(1/2 d)
= (5.076) + 1.2 + 1.2 = 7.476 m
Bg = Lg = 7.476 m
Daya dukung pondasi total : Q x SF
= 631.46 x 3 = 1894.36 ton
Daya dukung 1 tiang Qu
= 1/5 x 1380.89 = 378.88 ≈ 378 ton
Vu
= θVc = 0.6 x 1/6 x √f’c 119
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
= 0.6 x 1/6 x √25 = 5 MPa = 5 kg/cm2 Vup = Qut = 378000 kg
Vup = Vup = Qut = 378000 . b.d
bxt
747.6 x t
5
= 505.62
t
= 101.12 cm, tebal pile cap yang dipilih adalah 150 cm
Penulangan e
= 360 cm
d’
= 7 cm
d
= t – d’ = 150 – 7 = 143 cm
Daya dukung (Qu) masing-masing tiang = 378 ton Maka untuk mendapatkan nilai Mu adalah :
Mu 4 Qu s = 360 cm
Mup = 4Qu . e = 4(378000) . 360 = 544.320.000 kg cm = 54432 kN m Mu = 54432 = 3560.52 ; d’ = 7 = 0.05 d 143 b.d2 7.476 x 1.432 120
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Nilai Mu b.d2
= 3560.52
Pada Buku CUR4 tabel 5.3.c diperoleh nilai ρ = 0.01206 As
=ρxbxd = 0.01206 x 747.6 x 143 = 1289.49 cm2 = 128948.90 mm2
Asumsi tulangan yang dipakai adalah φ32mm, maka jumlah tulangan yang dipakai adalah : Atul
= π . r2 = π . 322 = 804.57 mm2
Tulangan tarik yang dibutuhkan sejumlah : As Atul
= 128948.90 = 160.27 ≈ 161 buah tulangan tarik 804.57
Jarak tulangan tarik : s
= b – (selimut beton) = 747.6 – (7+7) jumlah tulangan 161 = 4.56 ≈ 5 cm
Tulangan Tekan Luas
= δ . As = 0.5 x 128948.90 = 64474.45 mm2
Jumlah tulangan tekan yang dibutuhkan sejumlah : As’ Atul
= 33954.62 = 80.135 ≈ 81 buah tulangan tarik 804.57
121
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Jarak tulangan tekan : s
= b – (selimut beton) = 747.6 – (7+7) jumlah tulangan 81 = 9.06 ≈ 10 cm
Untuk tulangan sengkang tidak dibutuhkan, dikarenakan tebal beton sudah didesain mampu menahan geser yang terjadi tanpa dibantu oleh tulangan. Maka tulangan sengkang yang diberikan hanya sebagai pengikat tulangan utama, untuk itu diambil ∅ 15 mm – 30cm Tulangan Pile Cap
.
60cm
Tiang Pondasi
Gambar 4.4 Potongan Pile Cap Pondasi Tiang Penyangga Tabel 4.8 Resume Kebutuhan Tulangan untuk Pile Cap Jumlah, Dimensi dan Jenis Tiang Fungsi Tulangan Jarak Tulangan Tiang
Tulangan tarik
47 Ø32 - 16 cm
Penyangga
Tulangan tekan
24 Ø32 - 30 cm
Tulangan geser
∅ 15 – 30 cm
Tulangan tarik
161 Ø32 - 5 cm
Tulangan tekan
81 Ø32 - 10 cm
Tulangan geser
∅ 15 – 30 cm
Tiang Menara
122
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
VI. 6 PERHITUNGAN TULANGAN PONDASI Tiang Penyangga Desain tulangan pondasi diasumsikan tulangan yang digunakan berdiameter 32mm dengan selimut beton (d’) = 7 cm ∅ tiang
= 100 cm
Atul ∅ 32 mm = 804 mm2 Agr = π . r2
= π . ( 50 – 7 ) 2
Nilai Pn
= 465,037 ton
= 5.811,14 cm2
Eg
= 0.86
fy
= 400 Mpa = 400kg/cm2 = 40.000 ton/m2
f’c
= 25 Mpa = 25 kg/cm
Pu = φ Pn = 0.86 x 465,037 = 399,932 ton = 3999,32 kg Untuk mendapatkan jumlah tulangan yang dibutuhkan dihitung dengan perhitungan sebagai berikut : Pu φ . Agr . 0.85 . f’c
= 3999,32 kg = 0.38 0.86 x 5.811,14 x 0.85 x 250
e
= Mu/Pu
= 631.96/ 399.932
e/h
= 0. 198 ≈ 0.2
= 1.58
123
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Pu .e = φ . Agr . 0.85 . f’c h
0.38 x 0.2 = 0.075
f’y
= 400 Mpa , f’c = 25 Mpa , β = 1,0 , maka nilai r = 0.01
ρ
=rxβ = 0.01 x 1 = 0.01
Astot
= ρ x Agr = 0.01 x 581.114,00 = 5811,14 mm2
Astot/Atul = 5811.14 / 804 = 7.23 ≈ 12 buah tulangan Jarak tulangan pondasi : s= keliling lingkaran = π . (d-2d’)2 = π . (100-14)2 = 22,52 cm ≈ 25 cm jumlah tulangan 12 12
124
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Tiang Menara Dengan perhitungan yang sama, maka perencanaan tulangan untuk pondasi tiang menara adalah : Jumlah tulangan = 15 buah tulangan S (jarak tulangan) = 25 cm
60cm
Tiang Pondasi 12∅32 – 250mm
d=100cm Gambar 4.5 Potongan Pondasi Tiang Penyangga
Tabel 4.9 Resume Kebutuhan Tulangan Untuk Tiang Pondasi
Jenis Tiang
Jumlah, Dimensi dan Jarak Tulangan
Tiang
12 Ø32 - 25 cm
Penyangga Tiang Menara
15 Ø32 - 25 cm
125
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
IV.7
PENURUNAN TIANG KELOMPOK Dalam hitungan pondasi tiang, kapasitas ijin tiang sering lebih didasarkan pada persyaratan penurunan. Penurunan tiang terutama bergantung pada nilai banding tahanan ujung dengan beban tiang. Jika beban yang didukung per tiang lebih kejial atau sama dengan tahanan ujung tiang, maka penurunan yang terjadi sangat kecil. Sebaliknya, jika beban per tiang melebihi tahanan ujung tiang, maka penurunan yang terjadi akan besar. Dalam perencanaan ini diketahui : •
Beban total, Qg
= 120 ton
•
Panjang Pile cap, Lg
=8m
•
Lebar Pile cap, Bg
= 7.22 m
•
Jumlah tiang
= 7 buah
•
Jarak antar tiang, s
= 3m
Pada perencanaan penurunan penyebaran beban tiang yang digunakan adalah dengan metode 2 V : 1 H yang dimulai pada kedalaman 19.33 m. Berikut data uji laboratorium sebagai data pendukung untuk perhitungan penurunan kelompok tiang Pada kedalaman 7 s/d 300 m tidak diketahui data lab nya, sehingga digunakan korelasi data tanah untuk mengisi parameter tanah yang tidak ada. Diketahui pada data tanah yang ada, nilai void ratio/eo dan consolidation index (Cc) memiliki kecenderungan naik setiap penambahan
126
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
kedalaman lapisan tanah. Berikut ini pada Tabel 4.10 adalah parameter data tanah berdasarkan hasil uji laboratorium. Sedangkan parameter data tanah berdasarkan hasil korelasi, dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.10 Hasil Uji Laboratorium Titik BH1
BH2
γsat 1.71 1.58 1.68 1.66 1.69 1.48 1.68 1.78 1.68
Jenis Tanah Lempung Lempung kelanauan Lempung kelanauan Lempung kelanauan Lempung kelanauan Lempung kelanauan Lempung kelanauan Lempung Lempung kelanauan
Cc 0.306 0.495 0.443 0.436 0.327 0.451 0.306 0.337 0.358
eo 1.18 1.7 1.32 1.47 1.36 2.03 1.31 1.02 1.39
7.22 m
BH3
Kedalaman 2.5 - 3 5.5 - 6 8.5 - 9 4.0 -4.5 7.0 - 7.5 10 - 10.5 1.0 - 1.5 2.5 - 3.0 5.5 - 6.0
8.0 m Qg 1200 kN + 0.00 m
γsat= 1.71 t/m3 Lempung
MAT
− 9.00 m
2/3L =
γsat= 1.7 t/m3 γsat= 1.7 t/m3 γsat= 1.7 t/m3 γsat= 1.70 t/m3
19.33 m
Cc = 0.30
eo = 2.8
Cc = 0.23
eo = 3.2
Cc = 0.18
eo = 3.6
Cc = 0.12
eo = 3.9
− 12.00 m
29 m
γsat= 1.69 t/m3 γsat= 1.7 t/m3
Lanau − 16.00 m Lempung − 18.00 m Lanau − 20.00 m
Lap.1 Lap.2
Pasir
Lap.3
Lanau
Lap.4 Lempung lanau
− 22.00 m − 28.00 m − 32.00 m
Gambar 4.6 Penurunan Konsolidasi dititik BH1
127
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Perhitungan penurunan lapisan 1 (lanau) Δs1 = Cc(1) H1 log 1 + eo(1) Δp1 =
po(1) + Δp1 po(1)
Qg (Lg + z1) (Bg + z1)
=
1200 = 19.056 t/m2 (8 + 0.335)(7.22 + 0.335)
Po = 9(1.71) + 3 (0.71) + 4 (0.69) + 2(0.70) + 1.67 (0.7)
= 22.849 kN/m2
Maka, Δs1 = (0.30). (0.67) 1 + 2.8
log
22.846 + 19.056 = 0.014 m 22.846
= 14 mm
Perhitungan penurunan lapisan 2 (pasir) Δp2 =
Qg (Lg + z2) (Bg + z2)
=
1200 (8 + 1.67)(7.22 + 1.67)
= 13.959 t/m2
Po = 9(1.71)+3 (0.71) + 4 (0.69) + 2(0.70) + 2 (0.7) + 1(0.7)= 23.78 kN/m2 Maka, Δs2 = (0.23). (2) 1 + 2.8
log
23.78 + 13.959 23.78
= 0.022 m
= 22 mm
Perhitungan penurunan lapisan 3 (lanau) Δp3 =
Qg (Lg + z3) (Bg + z3)
=
1200 (8 + 5.67)(7.22 + 5.67)
= 6.810 t/m2
Po = 9(1.71)+3 (0.71) + 4 (0.69) + 2(0.70) + 2 (0.7) + 2(0.7) + 3(0.7) =
26.58 kN/m2
Maka, Δs3 = (0.18). (6) 1 + 3.6
log
26.58 + 6.810 26.58
= 0.0230 m
= 23 mm
128
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Perhitungan penurunan lapisan 4 (lempung lanau) Δp4 =
Qg (Lg + z4) (Bg + z4)
=
1200 = 3.593 t/m2 (8 + 10.67)(7.22 + 10.67)
Po = 9(1.71)+3 (0.71) + 4 (0.69) + 2(0.70) + 2 (0.7) + 2(0.7) + 6(0.7) + 2(0.75) =
30.18 kN/m2
Maka, Δs4 = (0.12). 4 1 + 3.9
log
30.18 + 3.593 30.18
= 0.005 m
= 5 mm
Penurunan total adalah : Δsg = 14+ 22 + 23 + 5 = 64 mm < 65 mm …………..aman Jadi besarnya penurunan total pada Bor Hole 1 akibat beban yang bekerja di atasnya adalah sebesar : 64 mm Berikut ini resume hasil perhitungan perkiraan penurunan di semua titik kelompok tiang pondasi Tabel 4.11 Resume Penurunan Tiang Kelompok Titik
BH1
Lap 1
Jenis Tanah lanau
0.30
Lap 2
pasir
0.23
Lap 3
lanau lempung lanau
0.18 0.12
No.Lap
Lap 4
Cc
eo
As (mm) 14
Ap (kN/m2)
po
As (m)
2.8
19.056
22.849
0.014
3.2
13.959
23.780
0.022
22
3.6
6.810
26.580
0.023
23
3.9
3.593
30.180
0.005
5
Total Penurunan di BH1 =
63.94
129
BAB IV PERANCANGAN PONDASI
Lap 1 BH2
Pasir
0.25
3.00
10.03
31.43
0.0502
50.15 5.61
Lap 2
Lanau
0.20
3.30
5.14
34.51
0.0056
Lap 3
Lempung
0.13
3.50
3.59
36.76
0.0047
Total Penurunan di BH2 =
BH3
Lap 1
Pasir
0.20
3.3
12.15
21.515
0.0422
42.24
Lap 2
Lanau Lanau Lempung Lempung
0.15
3.5
6.81
23.23
0.0074
7.44
0.13
3.7
5.14
24.33
0.0046
4.61
0.12
3.95
3.23
26.68
0.0072
7.22
Lap 3 Lap 4
Total Penurunan di BH3 =
C
4.68 60.44
61.51
Lap 1
Pasir
0.18
3.00
12.15
23.6824
0.0378
37.80
Lap 2
Lanau Lanau Lempung Lempung
0.20
2.87
6.81
26.09
0.0104
10.41
0.17
3.00
5.14
27.56
0.0063
6.32
0.12
3.73
3.59
29.78
0.0050
5.02
Lap 3 Lap 4
Total Penurunan di C =
59.55
Dari resume perhitungan penurunan diatas, terlihat bahwa penurunan di ke empat titik masih memenuhi syarat yaitu lebih kecil dari 65 mm sehingga penurunan yang terjadi aman.
130
BAB V PENUTUP
BAB V PENUTUP
V.1 KESIMPULAN Setelah menyelesaikan Tugas Akhir ini, penyusun dapat menarik kesimpulan dari perancangan pondasi tiang bor pada menara pemancar di area Jakarta Barat adalah sebagai berikut : 1. Dari sekian banyaknya metode perhitungan daya dukung aksial dalam perancangan ini hanya digunakan dua metode saja. Hal ini dikarenakan disesuaikan dengan ketersediaan data/parameter pendukung yang ada. Perhitungan daya dukung aksial dengan menggunakan data SPT sebagai dasar perhitungan, yang dihitung dengan metode Meyerhoff dan Briaud memberikan hasil yang beragam pada tahanan ujung dan tahanan selimut tiang. Namun setelah dilakukan penjumlahan serta diperhitungkan dengan faktor keamanan, diperoleh tahanan ijin tiang yang hampir seragam. 2. Dalam perencanaan ini dilakukan dua kali perhitungan, yaitu untuk perhitungan pondasi tiang penyangga dan pondasi tiang menara. Sehingga penentuan dimensipun menjadi berbeda pada keduanya. Untuk Pondasi tiang penyangga dipilih diameter tiang bor 100 cm, kedalaman 30m dengan jumlah 7 buah tiang tiap kelompok tiang, sedangkan untuk pondasi tiang
131
BAB V PENUTUP
menara dipilih diameter 120 cm, kedalaman 30m dengan jumlah 5 buah tiang tiap kelompok tiang. 3. Bila dibandingkan daya dukung aksial tiang pondasi penyangga (456.037 ton) terhadap beban vertikal yang berasal dari struktur atas yaitu sebesar 120ton, terlihat kapasitas daya dukung tiang melebihi hingga 280% dari beban aksial. Tetapi, karena beban terbesar yang membebani struktur atas bukan berasal dari beban aksial melainkan dari beban lateral yang disebabkan oleh beban angin, maka dimensi tersebut dinilai efisien. Karena, tiang mampu menahan beban lateral hingga 315 ton, lebih besar dibandingkan dengan beban lateral yang bekerja pada struktur atas sebesar 256.71 ton. Sama halnya dengan pendimensian yang efisien pada pondasi untuk tiang menara, yang mampu menahan beban lateral hingga 436.80 ton dari beban lateral yang bekerja pada struktur sebesar 359.40 ton 4. Perencanaan pondasi lateral dengan menggunakan metode Brooms dipilih karena parameter yang digunakan untuk perhitungan tidak terlalu banyak dilakukan korelasi data. Terlebih lagi pondasi yang direncanakan adalah untuk menahan beban terbesar dari beban lateral. Sehingga perhitungan dengan data lapangan lebih baik dinilai jika dibandingkan dengan perhitungan dengan banyak dilakukan korelasi. 5. Berdasarkan perhitungan, besaran perkiraan nilai defleksi tiang cukup aman yaitu sebesar 5mm (untuk tiang penyangga) dan 4mm (untuk tiang menara) lebih kecil dari defleksi maksimum. 132
BAB V PENUTUP
6. Dari perhitungan terhadap kapasitas tarik, tiang pondasi yang direncanakan cukup aman.
V.2 SARAN Mengingat struktur atas adalah tower yang cukup tinggi, maka : 1. Disarankan melakukan penelitian tanah lebih lengkap sehingga dalam perencanaannya tidak banyak dilakukan korelasi data. Sebagaimana diketahui pada perencanaan ini data parameter tanah untuk uji laboratorium hanya diketahui sampai kedalaman 10.5 meter. 2. Pada pelaksanaannya, perlu dilakukan penjangkaran angkur secara sempurna ke dalam pile cap, sehingga pile cap menjadi lebih kaku. 3. Pertimbangan beban gempa perlu mendapatkan perhatian. Oleh karena itu untuk penelitian lebih lanjut lebih baik memperhitungkan terhadap beban gempa.
133
LAMPIRAN
7.22 m
PENURUNAN KONSOLIDASI DITITIK BH2
8.0 m Qg 1200 kN + 0.00 m
γsat= 1.60 t/m3
Cc = 0.44
eo = 1.47
Lempung Kelanauan
γsat= 1.66 t/m3
Cc = 0.44
eo = 1.47
Lempung
MAT Cc = 0.45
eo = 2.03
2/3L = 19.33 m
γsat= 1.5 t/m3
Cc = 0.30
eo = 2.20
γsat= 1.7 t/m3
Cc = 0.25
eo = 2.90
γsat= 1.75 t/m3
Cc = 0.20
eo = 3.0
γsat= 1.75 t/m3
Cc = 0.13
eo = 3.5
− 4.00 m − 9.00 m − 12.00 m
29 m
γsat= 1.48 t/m3
Lempung Kelanauan
− 2.00 m
Lanau
− 18.00 m
Lap.1
Pasir
Lap.2
Lanau
Lap.3
Lempung
− 26.00 m − 28.00 m − 32.00 m
LAMPIRAN
7.22 m
PENURUNAN KONSOLIDASI DITITIK BH3
8.0 m Qg 1200 kN + 0.00 m
γsat= 1.78 t/m3
Cc = 0.34 eo = 1.02
γsat= 1.69 t/m3
Cc = 0.36
Lanau lempung
eo = 1.40
Lempung Kelanauan
MAT Cc = 0.32
2/3L = 19.33 m
γsat= 1.5 t/m3
Cc = 0.3
eo = 2.53
γsat= 1.5 t/m3
Cc = 0.2
eo = 3.30
γsat= 1.55 t/m3 γsat= 1.55 t/m3 γsat= 1.60 t/m3
Lempung
eo = 1.7
Cc = 0.15
eo = 3.50
Cc = 0.13
eo = 3.70
Cc = 0.12
eo = 3.95
29 m
γsat= 1.48 t/m3
Lanau Pas ir lanau
Lap.1 Pasir Lanau Lap.2 Lap.3 Lanau Lempung Lap.4
− 3.00 m − 6.00 m − 9.00 m − 10.00 m − 12.00 m − 16.00 m − 18.00 m
− 24.00 m − 26.00 m − 28.00 m
Lempung
− 34.00 m
LAMPIRAN
7.476 m
PENURUNAN KONSOLIDASI DITITIK C
7.476 m Qg 3070 kN + 0.00 m
γsat= 1.68 t/m3
Cc = 0.31
eo = 1.18
γsat= 1.69 t/m3
Cc = 0.39
eo = 1.49
Lempung
MAT
γsat= 1.7 t/m3
Cc = 0.32
Lempung
eo = 1.64
Cc = 0.27
eo = 2.00
γsat= 1.72 t/m3
Cc = 0.18
eo = 3.00
Cc = 0.20
eo = 2.87
Cc = 0.12
eo = 3.73
Cc = 0.64
eo = 2.66
γsat= 1.73 t/m3 γsat= 1.74 t/m3 γsat= 1.74 t/m3
29 m
2/3L = 19.33 m
γsat= 1.63 t/m3
− 4.00 m
Lempung lanau
− 9.00 m − 10.00 m − 12.00 m
Lanau
− 18.00 m
Lap.1 Lap.2 Lap.3 Lap.4
Pasir Lanau Lanau Lempung Lempung
− 24.00 m − 26.00 m − 28.00 m