TUGAS AKHIR
Aplikasi Tuner LNA pada Televisi SANYO untuk Memperbaiki Sinyal RF Lemah
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun Oleh :
Nama NIM Jurusan Peminatan Pembimbing
: Yenni Patmawati : 41405110090 : Teknik Elektro : Telekomunikasi : Ir. Said Attamimi, MT
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama N.I.M Jurusan Fakultas Judul Skripsi
: : : : :
Yenni Patmawati 41405110090 Teknik Elektro Teknologi Industri “Aplikasi Tuner LNA pada Televisi SANYO untuk Memperbaiki Sinyal RF Lemah”
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
Materai Rp.6000
[ Yenni Patmawati ]
LEMBAR PENGESAHAN
Aplikasi Tuner LNA pada Televisi SANYO untuk Memperbaiki Sinyal RF Lemah
Disusun Oleh :
Nama NIM Program Studi Peminatan
: Yenni Patmawati : 41405110090 : Teknik Elektro : Telekomunikasi
Menyetujui, Pembimbing
(
Koordinator TA
)
(
.)
Mengetahui, Ketua Program Studi Teknik Elektro
(
)
ABSTRAKS
Aplikasi Tuner LNA pada Televisi SANYO untuk Memperbaiki Sinyal RF Lemah Tuner LNA adalah sebuah tuner yang dilengkapi dengan rangkaian LNA (Low Noise Amplifier) pada bagian awalnya. Dengan adanya LNA pada bagian awal dari televisi, maka diharapkan dapat meningkatkan sensitivitas dari tuner dalam menerima sinyal yang lemah. Selain itu, karena LNA mempunyai karakteristik noise yang rendah dengan penguatan yang besar dan memiliki bandwidth yang besar. Ada dua kondisi pilihan pada tuner LNA yaitu LNA on atau LNA off. Apabila bit LNA diaktifkan maka tuner berfungsi seperti tuner pada umumnya. Sedangkan bila bit LNA diaktifkan (LNA=1) itu berarti tuner akan memberikan penguatan pada sinyal RF yang diterima. Pengaktifan bit LNA dapat dilakukan bila sinyal RF yang diterima sangat lemah. Pengukuran aplikatif tuner LNA pada televisi SANYO bertujuan untuk mengetahui kinerja tuner dan pengaruhnya terhadap performansi televisi. Untuk mengetahui performansi tuner pada televisi ini dilakukan pengukuran sehingga akan didapatkan kurva AGC (Automatic Gain Control), data pengukuran pada sinyal RF lemah, dan performansi dari level P/S. Dengan adanya LNA pada tuner maka buruknya performansi televisi di daerah dengan sinyal RF lemah dapat teratasi.
Kata kunci : LNA (Low Noise Amplifier), Sensitivitas, Bandwidth,AGC, Sinyal RF, Level P/S
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan nikmat, karunia dan rahmat-Nya dan selalu memberikan kemudahan kepada hamba-nhamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul: “APLIKASI TUNER LNA PADA TELEVISI SANYO UNTUK MEMPERBAIKI SINYAL RF LEMAH” Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan, juga karena bantuan orang-orang disekitar penulis. Penghargaan dan terimakasih sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada: 1. Bapak Ir. Said Attamimi. Selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan saran dalam menyelesaikan laporan Tugas akhir ini. 2. Orang tuaku dan adekku yang telah membantu dengan do’a dan banyak memberikan dukungan moral dalam menyelesaikan Tugas Akhir. 3. Teman-teman seperjuanganku di Basecamp Siput II/91 (Mbak Pudji , Nurul, Mbak Srie, Mutie, Dyah, Yoan) , I wiill remember all day that we have passed together. 4. Rekan-rekan kerjaku di PT SANYO Electronics Indonesia, All member of Design Engineering Department, Small Signal Group (Mas Mika-do thanks telah bersedia ngecek hasil ketikanku plus pembimbing 2, Nidji-Eng A. Teduh, Mas Ony-l, Mas Bout-What thanks and sorry yo telah ngganggu study-moe) and Mas Ghufi thanks telah melonggarkan waktuku untuk VA sehingga Tugas Akhir ini selesai. 5. Teman-teman di Jurusan Teknik Elektro Universitas Mercubuana, terutama untuk SANYO Girls (Mbak Nas-Thu-Thut, Ndah Ndut, Nyus, Nyah Hetty, Babe Ida, Marcell) kalian telah menemaniku menimba ilmu di sumur Mercubuana dan memberikan warna yang v
berbeda selama di bus jemputan dan di bawah pohon jambu. Hanya satu kata yang bisa penulis ucapkan untuk kalian, Thanks prens! 6. Dan untuk semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini. Penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya mudahmudahan semua yang telah diberikan oleh rekan-rekan semua dibalas dengan kebaikan oleh Allah swt. Amin.
Bekasi,
Maret 2007
Penulis,
Yenni Patmawati
vi
DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pernyataan Halaman Pengesahan Abstraks Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel BAB I
BAB II
BAB III
i ii iii iv v vii ix xi
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penulisan 1.3 Perumusan Masalah 1.4 Batasan Masalah 1.5 Metodologi Penulisan 1.6 Sistematika Penulisan
1 2 2 2 2 3
LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan 2.2 Spektrum Frekuensi Radio (RF) 2.3 Band Frekuensi pada Televisi 2.4 Komponen Penyusun 2.4.1 Resistor 2.4.2 Induktor 2.4.3 Kapasitor 2.4.4 Diode Varaktor 2.5 Impedansi 2.6 Penguat Kelas A 2.7 Rangkaian Resonansi 2.7.1 Rangkaian Resonansi Seri 2.7.2 Rangkaian Resonansi Paralel 2.8 Tuner 2.9 LNA (Low Noise Amplifier )
4 5 6 8 8 8 9 10 10 12 15 15 16 17 18
PRINSIP KERJA TUNER LNA 3.1 Pendahuluan 3.2 Rangkaian Dalam Tuner LNA 3.3 Filter Input pada Tuner 3.4 Rangkaian LNA 3.5 UHF Filter 3.6 Preselector 3.7 Rangkaian Double Tuning 3.7.1 Rangkaian Double Tuning VL 3.7.2 Rangkaian Double Tuning VH
19 19 20 22 23 23 25 26 26
vii
BAB IV
3.7.3 Rangkaian Double Tuning UHF 3.8 IF Tuning Filter 3.9 Kombinasi Rangkaian dalam IC 3.9.1 Rangkaian PLL (Phase Locked Loop) 3.10 Rangkaian Local Oscillator 3.11 Rangkaian Mixer 3.12 Kurva AGC 3.13 Pengukuran Sinyal RF Lemah (RF Weak Signal) 3.14 Performansi P/S Level
27 28 28 28 30 30 31 32 33
PENGAMBILAN DATA DAN ANALISA 4.1 Pendahuluan 4.2 Peralatan yang Digunakan 4.3 Prosedur Pengukuran 4.3.1 Pengukuran Kurva AGC 4.3.2 Pengukuran Sinyal RF Lemah dan P/S Level 4.4 Data Hasil Pengukuran 4.4.1 Hasil Pengukuran AGC 4.4.2 Hasil Pengukuran Sinyal RF Lemah dan P/S Level
34 34 35 35 37 38 38 43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Pendahuluan 5.2 Kesimpulan 5.3 Saran Daftar Pustaka Lampiran
viii
48 48 49 50
DAFTAR GAMBAR Halaman 4
Gambar 2.1
Blok Diagram Penerima Televisi
Gambar 2.2
Bandwidth Frekuensi Televisi
6
Gambar 2.3
Simbol Induktor
8
Gambar 2.4
Simbol Kapasitor
9
Gambar 2.5
Simbol Diode Varaktor
10
Gambar 2.6a
Impedansi Resistor-Induktor
11
Gambar 2.6b Gambar 2.6c Gambar 2.7
Impedansi Resistor-Kapasitor Impedansi Resistor-Induktor-Kapasitor Rangkaian Dasar Kelas A
11 11 12
Gambar 2.8
Garis Beban dan Titik Q Kelas A
13
Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11a
Rangkaian Imajiner Analisa AC Kelas A Kurva Penguatan Kelas A Rangkaian LC Seri
13 14 15
Gambar 2.11b
Frekuensi vs Magnitude Respons
15
Gambar 2.11c Gambar 2.11d
Rangkaian LC Seri Frekuensi vs Magnitude Respons
16 16
Gambar 2.12a Gambar 2.12b
Rangkaian LC Paralel Frekuensi vs Magnitude Respons
16 16
Gambar 2.12c
Rangkaian LC Paralel
17
Gambar 2.12d Gambar 2.13
Frekuensi vs Magnitude Respons Blok Diagram Bagian dari Tuner
17 18
Gambar 3.1 Gambar 3.2a
Blok Diagram Tuner LNA Filter Input pada Tuner
20 21
Gambar 3.2b Gambar 3.3
Respon Frekuensi Gambar Rangkaian LNA
21 22
Gambar 3.4a
UHF Filter Input pada Tuner
23
Gambar 3.4b Gambar 3.5a Gambar 3.5b
Respon Frekuensi VL Preselector Rangkaian Equivalent
23 24 24
Gambar 3.6a
VH Preselector
24
Gambar 3.6b Gambar 3.7a
Rangkaian Equivalent UHF Preselector
24 25
ix
Gambar 3.7b
Rangkaian Equivalent
25
Gambar 3.8
26
Gambar 3.12 Gambar 3.13
Rangkaian Double Tuning VL dan Respon Frekuensinya Rangkaian Double Tuning VH dan Respon Frekuensinya Rangkaian Double Tuning UHF Rangkaian IF Tuning dan Pengaruh Resistor Dumping pada Sinyal Bandwidth Dasar PLL (Phase Locked Loop) Rangkaian VHF Local Oscillator
Gambar 3.14 Gambar 4.1 Gambar 4.2
Kurva AGC Sinyal Sinkronisasi saat Saturasi Rangkaian Pengukuran Kurva AGC
31 35 36
Gambar 4.3 Gambar 4.4
Gambar Kurva AGC Kurva AGC saat LNA=1
40 42
Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11
x
27 27 28 29 30
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1
Pembagian Spektrum Frekuensi
6
Tabel 2.2
Pembagian Channel dan Frekuensi dalam ITU
7
Standard Sistem Tabel 4.1
Tabel Data Hasil Pengukuran AGC
39
Tabel 4.2
Tabel Data Pengukuran Kurva AGC saat LNA=1
41
Tabel 4.3
Data Hasil Pengukuran Sinyal RF Lemah saat
43
LNA=0 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8
Data Hasil Pengukuran Perbandingan P/S saat LNA=0 Data Hasil Pengukuran Sinyal RF Lemah saat LNA=1 Data Hasil Pengukuran P/S ratio saat LNA=1 Data Pengukuran RF Gain saat Kondisi CS beat Pengukuran IF Output di Frekuensi 203.25 MHz (Split Color Bar Pattern)
xi
44 45 46 46 47
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Televisi adalah salah satu alat telekomunikasi yang menggunakan
gelombang elektromagnetik (free space) sebagai media transmisi. Sehingga memungkinkan terjadinya berbagai gangguan terhadap sinyal informasi yang ditransmisikan dari pemancar ke penerima. Berbagai macam gangguan terhadap sinyal yang ditransmisikan tersebut disebabkan antara lain oleh perambatan jalur banyak (multipath propagation), noise dan interferensi baik interferensi dari sinyal spektrum yang sama ataupun interferensi dari sinyal spektrum yang berbeda. Keadaan geografis pada suatu wilayah juga berpengaruh terhadap performansi dari sinyal informasi ketika sampai pada pesawat penerima. Level sinyal yang diterima bisa menjadi rendah karena mengalami refraksi, difraksi, ataupun proses peredaman. Rendahnya level sinyal informasi yang diterima oleh penerima, dalam hal ini adalah televisi merk SANYO, sangat mempengaruhi performansi dari gambar dan suara yang ditampilkan. Dan Vietnam sebagai salah satu negara tujuan pasar mempunyai permasalahan dimana level sinyal yang diterima oleh televisi lemah. Penyebab dari lemahnya level sinyal yang diterima adalah keadaan geografis dari negara Vietnam yang berbukit, banyak pegunungan dan hutan. Selain itu, sistem broadcast yang menggunakan frekuensi VHF (Very High Frequency) juga mempengaruhi penerimaan dari sinyal yang diterima pada pesawat penerima. Oleh karena itu, dalam Tugas Akhir ini penulis ingin mengajukan tema tentang tuner LNA yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan rendahnya RF sinyal yang diterima oleh televisi SANYO tujuan negara Vietnam dapat diatasi.
1
Bab I Pendahuluan
1.2
2
Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah menganalisa kemampuan
tuner LNA (Low Noise Amplifier) untuk menaikkan RF sinyal yang diterima pada televisi SANYO. Dalam Tugas Akhir ini akan diberikan penjelasan tentang sistem kerja dari tuner LNA sebagai bagian dari sistem penerima televisi untuk meningkatkan kualitas dari televisi SANYO dengan tujuan negara Vietnam.
1.3
Perumusan Masalah Dalam penulisan Tugas Akhir ini, permasalahan yang akan dibahas antara
lain : •
Analisa performansi televisi SANYO yang menggunakan tuner LNA, dan bagaimana pengaruhnya terhadap kualitas gambar dan suara yang ditampilkan.
1.4
Batasan Masalah Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis memberikan batasan pada
pembahasan masalah, yaitu : •
Kemampuan tuner LNA pada televisi SANYO dalam menyelesaikan keluhan pelanggan yaitu lemahnya RF sinyal yang diterima televisi SANYO di Vietnam.
•
Perbandingan performansi televisi SANYO untuk tujuan Vietnam menggunakan tuner dengan LNA dan tanpa LNA.
1.5
Metodologi Penulisan Analisa pembahasan dalam penulisan Tugas Akhir ini, didasarkan pada
studi literatur dan pengukuran secara langsung menggunakan televisi SANYO dengan tuner LNA untuk televisi tujuan Vietnam.
Bab I Pendahuluan
1.6
3
Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan laporan ini, maka dibagi menjadi
beberapa bab, yaitu : Bab I
PENDAHULUAN Menjelaskan
tentang
latar
belakang
masalah
penulisan,
pembatasan masalah penulisan, tujuan penulisan, metodologi penulisan dan sistematika penulisan. Bab II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang teknik penerimaan RF sinyal pada televisi, komponen penyusun sebuah tuner . Bab III PRINSIP KERJA TUNER LNA Pada bab ini akan diuraikan prinsip kerja dari masing-masing bagian dari tuner LNA . Bab IV DATA DAN ANALISA Merupakan uraian tentang metode pengambilan data dan data hasil pengukuran serta analisa data dari hasil pengukuran tersebut. Bab V PENUTUP Merupakan penutup dari penulisan Tugas Akhir ini yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pendahuluan Pada gambar 2.1 menunjukkan blok diagram dari pesawat penerima
televisi. Sinyal RF yang berasal dari berbagai frekuensi diterima oleh antenna. Kemudian sinyal yang telah diterima oleh antenna akan dipilih oleh tuner. Fungsi tuner adalah memilih channel frekuensi yang diinginkan, menguatkan sinyal yang diterima, dan mengubah sinyal RF ke sinyal IF (Intermediate Frekuensi). Sinyal yang diterima harus dikuatkan oleh tuner untuk menghindari rugi-rugi dan untuk memperbesar S/N ratio.
Gambar 2.1 Blok Diagram Penerima Televisi Keluaran IF dari tuner adalah tetap sesuai dengan standard yang telah ditentukan seperti IF sistem PAL untuk negara Indonesia adalah 38.9 MHz, untuk negara Jepang 58.75 MHz. Setelah IF dikuatkan oleh amplifier, maka sinyal akan melewati rangkaian SAWF (Surface Accoustics Wave Filter). Dalam SAWF ini sinyal mengalami proses filter dan akan menghasilkan dua buah sinyal yaitu sinyal gambar (VIF: Video IF) dan sinyal suara (SIF: Sound IF). Sinyal video dipisah menjadi sinyal sinkronisasi, sinyal luminance dan sinyal chroma. Sinyal sinkronisasi ini dibagi menjadi sinyal vertikal dan sinyal
Bab II Landasan Teori
5
horisontal. Sinyal vertikal dan sinyal horisontal inilah yang akan menguraikan dan menyusun gambar pada CRT melalui proses scanning. Scanning atau pengulasan adalah metode penguraian dan penyusunan gambar. Pada TV pengulasan berkas elektron digunakan pada permukaan tabung yang menghasilkan bayangan gambar listrik pada permukaan tabung gambar. Berkas listrik yang bergerak secara horizontal disebut pengulasan horizontal dan berkas listrik yang bergerak vertikal disebut pengulasan vertikal. Sinyal luminance adalah sinyal gambar yang membawa sinyal gelap dan sinyal terang berhubungan dengan brightness, sharpness. Sinyal chroma adalah sinyal gambar yang membawa warna. Sinyal luminance dan chroma akan diuraikan menjadi komponen warna R, G, B oleh matrik untuk kemudian sinyal komponen warna tersebut ditampilkan oleh tabung CRT. Dan untuk sinyal suara akan dikuatkan oleh amplifier dan direproduksi lagi oleh speaker.
2.2
Spektrum Frekuensi Radio (RF) Gelombang radio adalah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik, dan
terbentuk ketika objek bermuatan listrik dipercepat dengan frekuensi yang terdapat dalam frekuensi radio (RF) dalam spektrum elektromagnetik. Gelombang ini dalam jangkauan 10 hertz sampai beberapa gigahertz. Radiasi elektromagnetik bergerak dengan cara elektrik dan magnetik osilasi. Ketika gelombang radio melalui kabel, osilasi dari medan listrik dan magnetik dapat mempengaruhi arus bolak-balik dan tegangan di kabel. Ini dapat diubah menjadi sinyal audio atau lainnya yang dapat membawa informasi. Pada tabel 2.1 ditampilkan pembagian dari spektrum frekuensi beserta penamaan band frekuensinya. Untuk frekuensi diatas 300 GHz, penyerapan radiasi elektromagnetik oleh atmosfer bumi cukup besar sehingga atmosfer secara efektif menjadi cenderung ke frekuensi lebih tinggi dari radiasi elektromagnetik.
Bab II Landasan Teori
6
Tabel 2.1 Pembagian Spektrum Frekuensi Nama band
Singkatan
Frekuensi
Panjang gelombang
< 3 Hz
> 100,000 km
Extremely low frequency
ELF
3–30 Hz
100,000 km – 10,000 km
Super low frequency
SLF
30–300 Hz
10,000 km – 1000 km
Ultra low frequency
ULF
300–3000 Hz
1000 km – 100 km
Very low frequency
VLF
3–30 kHz
100 km – 10 km
Low frequency
LF
30–300 kHz
10 km – 1 km
Medium frequency
MF
300–3000 kHz
1 km – 100 m
High frequency
HF
3–30 MHz
100 m – 10 m 10 m – 1 m
Very high frequency
VHF
30–300 MHz
Ultra high frequency
UHF
300–3000 MHz 1 m – 100 mm
Super high frequency
SHF
3–30 GHz
100 mm – 10 mm
Extremely high frequency
EHF
30–300 GHz
10 mm – 1 mm
Di atas 300 GHz < 1 mm
2.3
Band Frekuensi pada Televisi
Gambar 2.2 Bandwidth Frekuensi Televisi
Bab II Landasan Teori
7
Pemancar televisi memancarkan gelombang radio yang terdiri dari sinyal gambar (picture carrier) yang dimodulasikan secara AM (Amplitude Modulation ) dan sinyal suara (sound carrier) yang dimodulasikan secara FM (Frequency Modulation). Dimana kedua sinyal tersebut dipancarkan oleh antenna yang sama. Dan gambar 2.2 menunjukkan bandwith frekuensi yang digunakan oleh televisi yaitu 7 MHz. Dalam standard sistem ITU seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2, menunjukkan adanya hubungan antara gelombang carrier dengan band frekuensi tergantung dari sistem yang dipakai di masing-masing negara. Tabel 2.2 Pembagian Channel dan Frekuensi dalam ITU Standard Sistem Channel
Frequency Band
Video Carrier
Sound Carrier
No.
(MHz)
(MHz)
(MHz)
2
47 - 54
48.25
53.75
3
54 - 61
55.25
60.75
4
61 - 68
62.25
67.75
5
174 - 181
175.25
180.75
6
181 - 188
182.25
187.75
7
188 - 195
189.25
194.75
8
195 - 202
196.25
201.75
9
202 - 209
203.25
208.75
10
209 - 216
210.25
215.75
11
216 - 223
217.25
222.75
12
223 - 230
224.25
229.75
Nomor channel yang diberikan untuk masing-masing band frekuensi seperti yang ditunjukkan pada table 2.2 mempermudah dalam menyebut frekuensi yang digunakan oleh pemancar televisi. Channel adalah jalur yang digunakan dalam proses transmisi. Dari tabel diatas, channel 2 sampai dengan channel 12 dialokasikan untuk VHF band sedangkan untuk channel 21 sampai dengan channel 69 dialokasikan untuk UHF band. Sebagai contoh, misalnya channel 3
Bab II Landasan Teori
8
menggunakan frekuensi band antara 54 MHz sampai dengan 61 MHz, dengan frekuensi picture carriernya adalah 55.25 MHz, dan frekuensi dari sound carriernya adalah 60.75 MHz.
2.4
Komponen Penyusun
2.4.1 Resistor Fungsi utama resistor dalam aplikasi tuner adalah sebagai pembatas arus DC untuk bias semikonduktor , tetapi ada beberapa fungsi yang lainnya, yaitu : a). Sebagai attenuator pada jalur RF dimana karakteristiknya memiliki nilai yang kecil. Digunakan pada output amplifier, IF output dll. b). Sebagai resistor dumping yang dihubungkan seri atau pararel dengan coil untuk melebarkan respon bandwidth. Dipakai pada preselector dan double tuning VL, serta IF tuning circuit. c). Untuk menghalangi sinyal RF melalui jalur DC.
2.4.2 Induktor Sebuah induktor memiliki sifat dapat menyimpan energi medan magnit. Kecepatan perubahan arus dalam suatu Induktansi (L) adalah sangat bergantung dari tegangan yang diberikan padanya. Satuan untuk induktansi adalah Henry (H). Dalam aplikasi untuk RF dan IF unit ini masih terlalu besar, sehingga harus ada sub unitnya seperti dinyatakan dalam nano Henry (nH). Persamaan yang menentukan induktor adalah : V = L [di / dt ]
Gambar 2.3 Simbol Induktor Dalam aplikasi sehari-hari selalu diasumsikan bahwa induktor adalah coil yang setidaknya terdiri atas satu lilitan kawat yang berbentuk silinder. Selain itu juga,untuk aplikasi bidang RF, ada single wire atau semacam tembaga yang dicetak pada PCB sehingga dapat memiliki sifat-sifat induktansi. Ada beberapa
Bab II Landasan Teori
9
faktor penting yang dapat mempengaruhi nilai induktansi coil , tetapi yang paling penting yaitu diameter coil dan wire serta jumlah lilitannya. Coil pada umumnya digunakan untuk filter. Posisinya pada PCB akan tergantung dari aplikasi dan interaksi medan magnit yang diperlukan. Rangkaian RF double tuning VH dan UHF adalah salah satu contoh aplikasi. Interaksi medan magnit tergantung pada jarak antara kedua coil tersebut. Dalam aplikasi tuner coil-coil tersebut dipisahkan secara berkelompok untuk mengurangi interaksi magnetik yang tidak diinginkan antar bagian. Preselector coil, double tuning VHF, double tuning UHF, Local oscillator and IF circuit masing-masing dilingkupi untuk mengurangi magnetik interference.
2.4.3 Kapasitor Kapasitor adalah komponen yang dapat berfungsi untuk menyimpan energi medan listrik. Simbol kapasitansi adalah (C). Kapasitor diukur dalam satuan unit Farad (F). Dalam prakteknya kita sering jumpai sub unit yang lebih kecil seperti : microfarad =10-6 (µF), picofarad =10-12 (pF) nanofarads =10-9 (nF).
Gambar 2.4 Simbol Kapasitor Fungsi utama kapasitor dalam aplikasi tuner, yaitu a). Sebagai bagian tetap dari filter resonansi untuk aplikasi trap. b). Blocking aliran DC, melewatkan RF, dengan karakteristik nilai kapasitansinya tinggi. c). Decoupling kapasitor dihubungkan langsung dengan ground yang kuat, untuk mengeliminir atau mengurangi interference dari luar atau internal radiasi yang
Bab II Landasan Teori
10
dapat menyebabkan tergangunya fungsi suatu rangkaian. Serta meminimalkan internal radiasi agar tidak keluar dari tuner.
2.4.4 Diode Varaktor Sebuah diode varaktor atau disebut juga varicap diode yaitu kapasitor yang dikontrol oleh tegangan dan nilai kapasitansinya sebagai fungsi dari tegangan reverse bias.
Gambar 2.5 Simbol Diode Varaktor Diode varaktor digunakan sebagai elemen variabel kapasitansi dalam rangkaian resonansi. Jika dicatu dengan tegangan yang besar, channel yang tinggi akan dituning pada saat kapasitansinya minimum. Sebaliknya, jika dicatu dengan tegangan rendah, channel yang rendah akan dituning atau dipilih pada saat kapasitansinya maksimum. Oleh karena konstruksi internal didalam varaktor, pada umumnya diode varaktor memiliki faktor kualitas yang tinggi pada tegangan balik maksimum dan faktor kualitas yang rendah pada tegangan balik minimum. Karakteristik ini sangat berpengaruh pada level sinyal low-end channel dari band VH dan UHF, yaitu mengurangi magnitudenya. Kapasitansi input dan output terdapat pada transistor amplifiers serta dalam integrated circuit IC
2.5
Impedansi Impedansi (Z) adalah jumlah total resistansi terhadap aliran arus AC dalam
sebuah rangkaian. Hal ini hampir sama dengan jumlah resistansi dalam rangakain DC. Tetapi sebuah impedansi terdiri atas komponen resistansi [ R ] dan komponen reaktansi [X]. Seperti halnya resistansi, reaktansi diukur dalam satuan Ohm. Jika reaktansinya dihasilkan oleh induktor disebut Reaktansi Induktif [ XL], dan jika dihasilkan oleh kapasitor disebut Reaktansi Kapasitif [ XC ].
Bab II Landasan Teori
11
Hubungan reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif terhadap frekuensi yang dihasilkan oleh sumber AC diberikan oleh persamaan berikut : XL = Reaktansi induktif dalam Ohm (Ω)
XL= 2πfL
XC = Reaktansi kapasitif dalam Ohm (Ω) f = Frequency sinyal AC dalam Hertz (Hz) XC= 2πfC
L = Induktansi dalam Henry (H) C = Kapasitansi dalam farad (F)
Nilai impedansi akan tergantung dari komponen yang digunakan dalam AC circuit. Impedansi sebagai fungsi reaktansi induktif atau kapasitif akan berubah tergantung dari variabel frekuensinya. Beberapa contohnya seperti pada gambar berikut ini :
Z=
R2 + X L (a)
2
Z= R 2 + Xc 2 (b)
Z= R 2 + ( X L − Xc) 2 (c)
Gambar 2.6 Impedansi : (a) Resistor-Induktor; (b) Resistor-Kapasitor; (c) Resistor-Induktor-Kapasitor Apabila induktor dan kapasitor digunakan secara bersamaan dalam sebuah rangkaian, kombinasi tersebut akan membentuk sebuah rangkaian resonansi LC. Rangkaian ini sering digunakan untuk memilih [ men-tuning sebuah sinyal ]. Ada dua bentuk dasar dari rangkaian resonansi LC yaitu seri dan paralel. Kondisi resonansi terjadi apabila nilai dari reaktansi induktif [ XL] dan nilai
Bab II Landasan Teori
12
reaktansi kapasitif [ XC ] nya sama. Frekuensi resonansi dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
fr =
2.6
1 2π LC
Penguat Kelas A
Penguat kelas A adalah tipe penguat yang dipakai oleh rangkaian LNA pada tuner ini. Berikut ini adalah pembahasan secara singkat mengenai penguat transistor yang menggunakan tipe kelas A Ada beberapa jenis penguat yang dikategorikan antara lain sebagai penguat kelas A, B, AB, C, D, T, G, H dan beberapa tipe lainnya. Pada bagian berikut ini akan dibahas secara singkat apa yang menjadi ciri dan konsep dari sistem power amplifier (PA) khususnya kelas A. Contoh dari penguat kelas A adalah adalah rangkaian dasar common emiter (CE) transistor. Penguat tipe kelas A dibuat dengan mengatur arus bias yang sesuai di titik tertentu yang ada pada garis bebannya. Sedemikian rupa sehingga titik Q ini berada tepat di tengah garis beban kurva VCE-IC dari rangkaian penguat tersebut dan sebut saja titik ini titik A. Gambar berikut adalah contoh rangkaian common emitor dengan transistor NPN Q1.
Gambar 2.7 Rangkaian Dasar Kelas A
Bab II Landasan Teori
13
Garis beban pada penguat ini ditentukan oleh resistor Rc dan Re dari rumus VCC = VCE + IcRc + IeRe. Jika Ie = Ic maka dapat disederhanakan menjadi VCC = VCE + Ic (Rc+Re). Dan penggambaran garis beban rangkaian ini diambilkan dari rumus tersebut. Sedangkan resistor Ra dan Rb dipasang untuk menentukan arus bias. Kita dapat menentukan sendiri besar resistor-resistor pada rangkaian tersebut dengan pertama menetapkan berapa besar arus Ib yang memotong titik Q.
Gambar 2.8 Garis Beban dan Titik Q Kelas A Besar arus Ib biasanya tercantum pada datasheet transistor yang digunakan. Besar penguatan sinyal AC dapat dihitung dengan teori analisa rangkaian sinyal AC. Analisa rangkaian AC adalah dengan menghubung singkat setiap komponen kapasitor
C
dan
secara
imajiner
menyambungkan
VCC
ke
ground.
Dengan cara ini maka rangkaian pada gambar 2.7 dapat dirangkai menjadi seperti gambar 2.9. Resistor Ra dan Rc dihubungkan ke ground dan semua kapasitor dihubung singkat.
Gambar 2.9 Rangkaian Imajiner Analisa AC Kelas A
Bab II Landasan Teori
14
Dengan adanya kapasitor Ce, nilai Re pada analisa sinyal AC menjadi tidak berarti. Kita dapat mencari lebih lanjut literatur yang membahas penguatan transistor untuk mengetahui bagaimana perhitungan nilai penguatan transistor secara detail. Penguatan didefenisikan dengan Vout/Vin = rc / re`, dimana rc adalah resistansi Rc paralel dengan beban RL (pada penguat akhir, RL adalah speaker 8 Ohm) dan re` adalah resistansi penguatan transitor. Nilai re` dapat dihitung dari rumus re` = hfe/hie yang datanya juga ada di datasheet transistor. Gambar 2.10 menunjukkan ilustrasi penguatan sinyal input serta proyeksinya menjadi sinyal output terhadap garis kurva x-y rumus penguatan vout = (rc/re) Vin.
Gambar 2.10 Kurva Penguatan Kelas A
Ciri khas dari penguat kelas A, seluruh sinyal keluarannya bekerja pada daerah aktif. Penguat tipe kelas A disebut sebagai penguat yang memiliki tingkat fidelitas yang tinggi. Asalkan sinyal masih bekerja di daerah aktif, bentuk sinyal keluarannya akan sama persis dengan sinyal input. Namun penguat kelas A ini memiliki efisiensi yang rendah kira-kira hanya 25% - 50%. Ini tidak lain karena titik Q yang ada pada titik A, sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja pada daerah aktif dengan arus bias konstan. Transistor selalu aktif (ON) sehingga sebagian besar dari sumber catu daya terbuang menjadi panas. Karena ini juga transistor penguat kelas A perlu ditambah dengan pendingin ekstra seperti heatsink yang lebih besar.
Bab II Landasan Teori
2.7
15
Rangkaian Resonansi
Rangkaian resonansi disebut juga tank circuits atau LC circuits. Rangkaian ini digunakan dalam tuner untuk memilih sinyal yang diinginkan dari banyaknya sinyal yang masuk melalui antena. Rangkaian resonansi pada dasarnya terdiri dari 2 komponen dasar yaitu : induktor (L) dan kapasitor (C). 2.7.1
Rangkaian Resonansi Seri
Rangkaian resonansi seri memiliki karakteristik low impedansi pada fekuensi resonansi dan memiliki high impedansi untuk semua frekuensi. Pada gambar 2.11 ditunjukkan dua aplikasi dasar rangkaian resonansi seri. Hubungan seri dengan jalur sinyal (Gambar 2.11 a), akan melewatkan frekuensi resonansi jika impedansinya minimum, dan akan menghalangi seluruh frekuensi pada saat impedansinya maksimum. Besarnya magnitude sinyal terjadi pada resonansi frekuensi.
Gambar 2.6 (a) Gambar 2.11 (a)
Gambar 2.11 (b)
Rangkaian resonansi seri akan membelokkan sinyal atau mem-bypass (Gambar 2.11c) frekuensi resonansi ke ground pada saat impedansi minimum dan pada saat yang bersamaan akan melewatkan frekuensi yang berbeda dengan frekuensi resonansi untuk lewat. Respon frekuensinya seperti Gambar 2.11d
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.11 (c)
16
Gambar 2.11 (d)
Gambar 2.11 (a) dan (c) Rangkaian LC seri ; (b) dan (d) Frekuensi vs Magnitude respons
2.7.2
Rangkaian Resonansi Paralel
Rangkaian resonansi paralel ditunjukkan pada gambar 2.12a memiliki impedansi tinggi pada saat frekuensi resonansi dan impedansi rendah pada saat semua frekuensi di luar frekuensi resonansi [ idealnya = nol ]. Hal ini adalah kebalikan dari rangkaian resonansi seri.
Gambar 2.12 (a)
Gambar 2.12 (b)
Hubungan paralel pada single line seperti gambar 2.12 (c), akan mencegah frekuensi resonansi pada saat impedansi maksimum, sementara itu frekuensi lain
Bab II Landasan Teori
17
akan dilewatkan pada kondisi minimum impedansi.
Gambar 2.12 (c)
Gambar 2.12 (d)
Gambar 2.12 (a) dan (c) Rangkaian LC paralel ; (b) and (d) Frekuensi vs Magnitude respons
Kedua jenis rangkaian resonansi tersebut diatas, paralel dan seri, banyak sekali dipakai pada aplikasi rangkaian tuner. Contohnya : •
Rangkaian resonansi pararel yang dipasang seri dengan sinyal line akan menghalangi FM frekuensi yang masuk ketika sedang tuning.
•
Rangkaian resonansi seri yang dihubungkan ke ground akan mencegah sinyal frekuensi yang tidak diinginkan masuk ke amplifier .
•
Rangkaian resonansi pararel yang terpasang pararel terhadap sinyal line digunakan untuk tuning frekuensi yang diinginkan pada rangkaian Pre-selector dan rangkaian double-tuning dll.
2.8
Tuner
Sebuah tuner terdiri dari beberapa blok rangkaian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13, yaitu rangkaian input tuning, RF amplifier, local oscillator dan rangkaian mixing. Fungsi utama tuner adalah untuk memilih sinyal RF dari frekuensi yang diinginkan pada spektrum gelombang VHF dan UHF serta dari banyaknya sinyal yang ada di udara. Mengubah variabel RF menjadi frekuensi IF
Bab II Landasan Teori
18
yang tetap dan menyediakan penguatan yang cukup untuk mencakup seluruh data original yang telah ditransmisikan.
Gambar 2.13 Blok Diagram Bagian dari Tuner 2.9
LNA (Low Noise Ampilifier)
Amplifier ini mempunyai performansi noise yang sangat rendah dengan bandwidth yang lebar. LNA digunakan dalam sistem komunikasi untuk menguatkan sinyal sangat lemah yang diterima oleh antenna. Oleh karena itu LNA sering ditempatkan di dekat antenna untuk mengurangi rugi-rugi yang disebabkan oleh saluran transmisi. Dengan menggunakan LNA, noise yang berasal dari tingkatan-tingkatan berikutnya dapat dikurangi dengan adanya penguatan LNA. Hal inilah yang menjadikan LNA sangat penting untuk ditempatkan di bagian awal dari penerima, dalam hal ini adalah tuner.
BAB III PRINSIP KERJA TUNER LNA
3.1
Pendahuluan Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan tuner LNA dalam
menyelesaikan masalah penerimaan RF sinyal lemah di Vietnam. Diantaranya adalah •
Besar kecilnya noise dari keseluruhan sistem ditentukan oleh besar kecilnya noise dan penguatan pada tingkatan awal sebuah sistem. Disini, tuner berperan sangat penting dalam menentukan besar kecilnya noise dari keseluruhan sistem. Dengan adanya LNA sebagai bagian awal dari sistem penerima ini, maka rangkaian LNA inilah yang berperan sangat penting dalam menentukan besarnya kecilnya noise dari keseluruhan sistem
•
Tidak mungkin melakukan penambahan rangkaian pada televisi karena penambahan rangkaian akan menyebabkan timbulnya noise.
•
LNA (Low Noise Amplifier) mempunyai karakteristik noise yang rendah dengan penguatan yang besar dan memiliki bandwidth yang lebar.
3.2
Rangkaian Dalam Tuner LNA Tuner LNA adalah tuner yang ditambahi rangkaian LNA pada bagian awal
tuner. Pada Gambar 3.1 menunjukkan blok diagram sebuah tuner LNA untuk menerima frekuensi VHF/UHF. Tuner LNA dikontrol oleh sebuah mikroprosesor pada chasis televisi yang berfungsi untuk menerima / memilih frekuensi. Pertukaran informasinya disalurkan melalui terminal address, clock dan data. Dalam hal ini biasa disebut dengan frequency synthesizer tuner. Di dalam tuner LNA terdiri dari filter input, rangkaian LNA, band switch untuk memisahkan antara frekuensi VH/VL dan frekuensi UHF, preselector, serta rangkaian double tuning.
Serta sebuah Integrated Circuit yang berfungsi
menerjemahkan instruksi atau data sehingga tuner dapat berfungsi untuk memilih
19
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
20
frekuensi yang diinginkan. Dalam IC tersebut terdiri dari beberapa kombinasi rangkaian, diantaranya PLL, local oscillator, mixer serta IF amplifier. Semuanya tedapat dalam satu chip atau IC.
Gambar 3.1 Blok Diagram Tuner LNA 3.3
Filter Input pada Tuner Pada tuner, beberapa bentuk filter diletakkan langsung setelah antenna
input. Fungsinya adalah untuk mencegah sinyal yang tidak diinginkan sebelum sinyal tersebut masuk ke bagian amplifier yang pada akhirnya sinyal akan menguat dan akan menyebabkan interference dengan sinyal yang diinginkan. Gambar 3.2 menunjukkan filter pada bagian input dan respon gelombang RF-nya.
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
21
Gambar 3.2 (a) Filter Input pada Tuner ; (b) Respon Frekuensi Filter input terdiri dari 3 blok rangkaian yaitu CB filter, IF trap dan FM trap. Berikut ini adalah fungsi dari masing-masing blok rangkaian : ¾
CB Filter CB Filter adalah filter High Pass Filter yang berfungsi untuk menolak
sinyal yang tidak diinginkan. ¾
CB Trap Trap ini adalah bagian dari rangkaian CB filter, kapasitor dihubungkan seri
dengan coil L102 membentuk rangkaian resonansi seri. Rangkaian ini akan memiliki impedansi minimum pada frekuensi resonansi dan mengirim sinyalnya langsung ke ground ¾
IF trap. Sebuah filter resonansi paralel dihubungkan seri dengan jalur sinyal untuk
menolak frekuensi yang dekat dengan output IF (Intermediate Frekuensi). Persamaan berikut menentukan resonansi frekuensinya : fr = ¾
1 = 43.55 MHz 2π (150 pFx89nH )
FM trap. Filter resonansi ini digunakan untuk meminimalisasi frekuensi FM yang
mungkin dapat menginterference penerimaan dari sinyal yang diinginkan. Filter ini akan aktif hanya jika tunernya tuning di channel tersebut. Dan tidak
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
22
berpengaruh terhadap penerimaan channel di frekuensi yang lainnya. Dan persamaan berikut digunakan untuk menghitung frekuensi resonansinya :
fr =
1 = 87.61 MHz 2π (220 pFx15nH )
3.4
Rangkaian LNA Rangkaian LNA diletakkan setelah filter input karena diharapkan dapat
meningkatkan sensitivitas (sensitivity) dari tuner dalam menerima sinyal yang lemah. Oleh karena itu titik berat dalam perancangan rangkaian LNA adalah penekanan pada noise. Perancangannya menggunakan penguat kelas A dimana kondisi transistor selalu hidup. Untuk mengaktifkan dan menon-aktifkan LNA dikontrol melalui software. Pada gambar 3.3 menunjukkan gambar rangkaian tuner LNA yang digunakan pada televisi SANYO. Tuner yang digunakan adalah tuner type ENV59DC5G3F buatan Matsushita.
Gambar 3.3 Gambar Rangkaian LNA
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
3.5
23
UHF Filter Pada bagian input UHF dihubungkan sebuah high pass filter dengan
frekuensi cut off mendekati 400MHz untuk meminimumkan frekuensi dari band VHF. Pada Gambar 3.4 menunjukkan rangkaian dan respon frekuensinya .
Gambar 3.4 (a) UHF Filter Input pada Tuner ; (b) Respon Frekuensi Filter ini ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut : C501, C502 =
L501 =
3.6
1 1 = = 5.3 pF 2πfcR 2π (400 x106 )75
R 75 = =29.8 nH 2πfc 2π (400 x106 )
Preselector
Preselector berfungsi untuk memilih range frekuensi dimana didalamnya terdapat frekuensi yang diinginkan dengan tujuan untuk menyediakan penguatan awal dan selectivity. Selectivity. adalah ukuran kemampuan dari tuner untuk memisahkan dua atau lebih space sinyal yang berdekatan dan menolak sinyal yang tidak diinginkan baik yang tidak ataupun yang dekat dengan frekuensi yang sedang dipilih atau di tuning. Sensitivity. adalah ukuran kemampuan dari tuner untuk memilih sinyal yang lemah dan menyediakan penguatan yang cukup untuk memperbaiki sinyal termodulasi yang original
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
24
Komponen induktor L106, L107, L108, diode D1, D2 dan AMP membentuk rangkaian preselector untuk VL. Total kapasitansi dari rangkaian resonansi tergantung pada kapasitansi input amplifier seperti ditunjukkan pada gambar 3.5. Induktor preselector untuk VL memiliki karakteristik nilai induktansi yang besar. Equivalent induktor sekunder Ls dan equivalent kapasitansi Ceq akan menentukan rangkaian resonansi.
Gambar 3.5(a) VL Preselector ; (b) Rangkaian Equivalent Rangkaian preselector untuk VH sama dengan rangkaian preselector untuk VL dan perbedaan yang mendasar hanyalah induktor dengan nilai induktansi yang rendah. Rangkaian ini terdiri dari L109, L110, L111, D1, D2 serta amplifier seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.6 . Ls dan Ceq menentukan rangkaian resonansi.
Gambar 3.6 (a) VH Preselector ; (b) Rangkaian Equivalent
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
25
Sebaliknya, UHF preselector yang dibentuk oleh komponen L502, L901, D8, C504, C506 dan kapasitansi input amplifier. L502+L901 dan Ceq menentukan tuning rangkaian resonansi.
Gambar 3.7 (a) UHF Preselector ; (b) Rangkaian Equivalent RF amplifier sebagai bagian dari preselector yang bersifat aktif memiliki keutamaan sbb : a). Meningkatkan sensitivitas amplifier terhadap besarnya input sinyal. b). Mengurangi radiasi dari local oscillator dan mengisolasi antara rangkaian penerima (dari antenna) dan rangkaian mixer. c). Mengontrol output gain (penguatan) dengan tegangan feedback yang diumpankan pada amplifier yang bertujuan untuk menghasilkan level tegangan output yang konstan terhadap jangkauan yang lebar dari level input sinyal RF.
3.7
Rangkaian Double Tuning
Fungsi rangkaian double tuning adalah untuk memilih sinyal frekuensi yang diinginkan dan mengurangi frekuensi yang tidak diinginkan oleh preselector. Double tuning pada dasarnya terdiri dari coil primer dan sekunder. Rangkaian VL dan VH menggunakan diode varaktor yang sama untuk rangkaian resonansinya.
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
3.7.1
26
Rangkaian Double Tuning VL
Gambar 3.8 Rangkaian Double Tuning VL dan Respon Frekuensinya
Gambar 3.8 menunjukkan dasar rangkaian double tuning VL. Respon bandwidth rangkaian ini tergantung secara significan pada nilai coil L205. Untuk bandwidth yang dihasilkan oleh rangkaian tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : fr=
1 2π D3( L 203 + L 205)
QL=
L 203 + L 205 L 205
BW=
3.7.2
2 fr QL
Rangkaian Double Tuning VH
Rangkaian ini terdiri dari dua coil yang paralel dimana bandwidth-nya adalah perbedaan atau selisih antara frekuensi yang dituning dengan gulungan coil. Bandwidth tergantung dari jarak antara coil primer dan sekunder. Jika kedua coil ini terlalu dekat maka bandwidthnya menjadi lebar, sebaliknya jika coil primer dan sekundernya terpisah maka bandwidthnya akan secara proporsional menyempit tergantung dari jarak antara keduanya. Dan frekuensi resonansinya ditentukan dengan menggunkan rumus sebagai berikut :
fr=
1 2π D3( L 201)
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
27
Gambar 3.9 Rangkaian Double Tuning VH dan Respon Frekuensinya 3.7.3
Rangkaian Double Tuning UHF
Rangkaian ini juga menggunakan dua coil yang paralel seperti rangkaian VH. Perbedaannya adalah pada kapasitor seri yang ditambahkan pada setiap varaktor untuk meningkatkan range frekuensi seperti ditunjukkan pada gambar 3.10. Persamaan frekuensi resonansinya adalah
fr=
1 2π Ceq ( L602)
Ceq=
D9(C 604) D9 + C 604
Gambar 3.10 Rangkaian Double Tuning UHF
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
3.8
28
IF Tuning Filter
IF amplifier menghasilkan penguatan akhir pada tuner serta menghasilkan sinyal dengan bandwith yang sempit. Oleh karena itu IF amplifier bertanggungjawab terhadap hasil akhir sensitivitas serta selektivitas dari tuner. Agar menghasilkan bandwith yang sempit, sebuah rangkaian eksternal dihubungkan pada IF amplifier yang disebut sebagai IF tuning filter. Filternya dihitung agar beresonansi pada IF central frekuensi. Dumping resistor (R403) digunakan untuk menambah lebar bandwith seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 3.11 Rangkaian IF Tuning dan Pengaruh Resistor Dumping pada Sinyal Bandwidth
3.9
Kombinasi Rangkaian dalam IC
Dalam IC (Integrated Circuit) terdiri dari kombinasi beberapa rangkaian diantaranya adalah PLL (Phase Locked Loop), local oscillator, mixer serta IF amplifier. Berikut ini akan dijelaskan mengenai masing-masing bagian tersebut. 3.9.1
Rangkaian PLL (Phase Locked Loop)
Pada dasarnya rangkaian PLL terdiri dari oscillator, phase detector, dan VCO (Voltage Controlled Oscillator). Dari gambar 3.12 ditunjukkan dasar dari sebuah PLL. Phase detector menerima input sinyal dari crystal oscillator dan VCO.
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
29
Gambar 3.12 Dasar PLL (Phase Locked Loop) Apabila ada dua sinyal yang masuk ke phase detector dan kedua sinyal tersebut memiliki frekuensi dan phase yang sama maka phase detector akan menghasilkan tegangan sama dengan nol. Apabila antara kedua sinyal tersebut tidak sama, ada salah satu yang lebih besar maka phase detector akan menghasilkan tegangan. Dan VCO akan menghasilkan frekuensi apabila ada input tegangan. Frekuensi yang dihasilkan oleh VCO tersebut akan diumpankan ke phase detector sampai dicapai kondisi VCO menghasilkan frekuensi yang sama dengan crystal oscillator dan VCO akan mengunci frekuensi tersebut. Inilah yang menjadi dasar dari Phase Locked Loop. Penambahan programmable divider pada rangkaian PLL berfungsi menyediakan range frekuensi yang lebih besar. Programmable divider ini dikontrol melalui software, menggunakan
sistem Bus Control. Dan terminal
control yang dipergunakan pada tuner adalah : ADDRESS (ADD) Address selection switch CLOCK (SCL) Clock input DATA (SDA) Data input / output Instruksi Control terdiri dari serial data 5 byte dengan 1 bit acknowledge diantara setiap byte-nya.
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
3.10
30
Rangkaian Local Oscillator
Frekuensi osilasi ditentukan oleh hubungan eksternal dari rangkaian resonansi LC yang terdiri dari varaktor diode dan induktor. Frekuensi osilasi dikontrol oleh tegangan yang di catukan pada diode varaktor, dan idealnya tergantung dari nilai kapasitansi diode serta nilai induktansi.
Gambar 3.13 Rangkaian VHF Local Oscillator Tetapi hal ini dipengaruhi juga oleh IC input kapasitansi, induktansi dan Kapasitansi parasitik PCB, serta sinyal feedback. Pada Gambar 3.13 merupakan contoh rangkaian untuk membangkitkan osilasi band VH dan VL.
3.11
Rangkaian Mixer
Proses konversi sinyal RF menjadi Intermediate Frekuensi [ IF ] dilakukan oleh rangkaian ini. Konversi penurunan frekuensi ini dilakukan jika 2 sinyal dicampur dalam rangkaian non linier. Sinyal RF masuk dalam suatu input dan sinyal local oscillator masuk dalam input yang lain.
Dalam aplikasi tuner sinyal yang fundamental dihitung sebagai : LO – RF = IF
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
31
Apabila RF di tuning pada sebuah frekuensi, maka local oscillator akan menghasilkan sebuah frekuensi yang berbeda dengan RF frekuensi sesuai dengan hasil penjumlahan IF frekuensi yang diinginkan. Agar dapat mencakup seluruh range frekuensi, local oscillator harus dapat mengikuti atau menyesuaikan dengan frekuensi bagian preselector dan rangkaian double tuning pada saat yang bersamaan.
3.12
Kurva AGC (Automatic Gain Control)
Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui karakteristik atau daerah kerja dari tuner. Dari data yang diperoleh dapat digambarkan karakteristik atau daerah kerja dari tuner seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.14. Daerah kerja dari tuner dibatasi oleh daerah saturasi dan daerah noise. Daerah saturasi adalah daerah dengan RF gain yang tinggi biasanya untuk daerah di dekat pemancar televisi, sedangkan daerah noise adalah daerah dengan RF gain yang rendah biasanya untuk penerima yang jauh letaknya dari pemancar. AGC (Vdc)
10 dBμ (min)
Gain Max 0 60-7 30-4
%
Saturation Area
0%
Operation Area Noise Area
Saturation Curve
Auto Curve Noise Curve
RF Input Level (dBμ)
Gambar 3.14 Kurva AGC Auto curva menunjukkan daerah kerja dari AGC televisi dimana garis kerja tersebut (auto curve) ditentukan 30-40% dari kurva noise dan 60-70% dari
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
32
kurva saturasi. Lebar dari daerah kerja AGC ini adalah 10dBµV. Apabila lebar dari daerah AGC ini kurang dari 10dBµV maka diperlukan untuk memperlebar daerah ini. Kurva saturasi tergantung dari gain tuner, preamp dan rugi-rugi pada SAW filter. Sedangkan kurva noise tergantung dari noise figure dari beberapa komponen dan rugi-rugi dari SAW filter.
3.13
Pengukuran Sinyal RF Lemah (RF Weak Signal)
Apabila sinyal RF yang diterima terlalu lemah, maka akan membuat sinyal gambar dan sinyal suara menjadi lemah. Noise dapat timbul dalam kondisi seperti ini. Kondisi ini terjadi saat penerima jauh letaknya dari pemancar atau alasan lain yang menyebabkan sinyal yang diterima pada penerima tidak bagus. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui seberapa bagus performansi dari televisi dalam menerima sinyal RF. Jadi yang perlu kita lakukan adalah mengevaluasi performansi video dan suara televisi dalam kondisi yang tidak standard. Oleh karena itu pengukuran dilakukan dalam 4 kondisi yang tidak standard yaitu : 9
Pengukuran saat Buzz Noise terdengar Pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan level sinyal RF saat sinyal suara terganggu dengan munculnya Buzz noise. Spesifikasi yang dipakai oleh SANYO dalam menentukan level sinyal RF saat munculnya Buzz noise ini adalah kurang dari 35 dBµV.
9
Pengukuran saat gambar menghilang Dari pengukuran ini akan didapatkan level sinyal RF dimana pada level tersebut gambar mulai menghilang (picture disappears). Spesifikasi yang dipakai oleh SANYO dalam menentukan pada level berapa gambar mulai menghilang adalah kurang dari 30 dBµV.
9
Pengukuran level sinyal saat warna menghilang Spesifikasi SANYO dalam menentukan pada level sinyal RF berapa warna menghilang adalah kurang dari 35 dBµV.
9
Pengukuran saat suara tidak terdengar atau suara yang asli tidak dapat dikenali karena sinyal noise yang terlalu besar. Spesifikasi SANYO dalam
Bab III Prinsip Kerja Tuner LNA
33
menentukan pada level berapa suara tidak terdengar adalah kurang dari 30 dBµV.
3.14
Performansi P/S Level
Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui efek perubahan dari perbandingan level sinyal gambar dan suara terhadap performansi pada televisi. Standard normal perbandingan antara sinyal gambar dan sinyal suara adalah 10 dB. Semakin tinggi level sinyal suara dapat menginterferensi sinyal gambar dalam hal ini adalah sinyal warna atau sinyal chroma. Gangguan ini disebut sebagai CS beat. Semakin rendah atau kecil level suara dapat menimbulkan interferensi pada sinyal suara sendiri. Gangguan sinyal suara lemah ini disebut dengan sound buzz.
BAB IV PENGAMBILAN DATA DAN ANALISA
4.1
Pendahuluan Pada bab ini akan dilakukan pengukuran dan analisa terhadap tuner
sebagai satu kesatuan sistem yang telah diaplikasikan di televisi. Pengukuran aplikatif ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dari tuner dan pengaruhnya terhadap performansi televisi. Pengukuran dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh PT SANYO Electronics Indonesia. Dari data yang diperoleh akan dilakukan analisa, untuk kemudian akan diambil kesimpulan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan televisi 21 inch merk SANYO tujuan Vietnam yaitu televisi C8WTZ (CW21CF1). Televisi ini menggunakan tuner LNA type ENV59DC5G3F buatan Matsushita. Dari sini dapat dilihat kemampuan tuner LNA dalam menyelesaikan permasalahan lemahnya sinyal RF yang diterima oleh televisi. Sebagai perbandingan akan dilakukan pula pengukuran pada televisi dengan menggunakan tuner tanpa LNA. Akan diperlihatkan performansi dari televisi dengan menggunakan tuner LNA dan menggunakan tuner tanpa LNA. Untuk data spesifikasi dari tuner dapat dilihat pada lampiran. Untuk mengukur kemampuan sebuah tuner ada beberapa pengukuran yang harus dilakukan. Dari pengukuran yang dilakukan akan didapatkan :
4.2
•
Kurva AGC
•
Data pengukuran sinyal RF lemah
•
Performansi dari P/S level
Peralatan yang Digunakan Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan beberapan alat ukur
diantaranya adalah sebagai berikut : 1. EIDEN TV IF Modulator 146 2. EIDEN TV All Channel Up Converter 458-CX
34
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
35
3. SHIBASOKU Multitester Signal Generator TG35CX 4. ADVANTEST R3261C Spectrum Analyser 5. KENWOOD Readout Oscilloscope CS 54000 6. KIKUSUI Regulated Power Supply PMC 18 – 1A 7. IWATSU Multimeter VOAC 7413
4.3
Prosedur Pengukuran
4.3.1
Pengukuran Kurva AGC Metode pengukuran dibagi menjadi 3 metode. Metode yang pertama
digunakan untuk menentukan kurva saturasi, metode yang kedua digunakan untuk menentukan kurva noise dan metode yang ketiga untuk menemukan titik kerja dari AGC atau auto kurva. Metode untuk menentukan Kurva Saturasi 1. Membuat rangkaian peralatan seperti pada gambar 4.2 2. Langkah selanjutnya adalah memilih mode COLOR BAR pada TV pattern Generator, Multi Channel Signal Generator pada Ch E9 VHF band dan RF input level pada 100 dBµ 3. Dan menaikkan tegangan AGC sampai sinyal sinkronisasi lebih panjang atau lebih pendek dari biasanya. Kondisi ini dapat dilihat pada tampilan di oscilloscope. Dan mencatat tegangan pada AGC pada kondisi ini.
Lebih panjang atau lebih pendek saat terjadi saturasi
Gambar 4.1 Sinyal Sinkronisasi saat Saturasi
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
36
4. Mengulangi langkah 2-3 dengan RF input level yang berbeda (95, 90, 85...) sampai tegangan AGC mencapai nilai yang konstan.
Metode untuk Menentukan Kurva Noise 1. Membuat rangkaian peralatan seperti pada gambar 4.2 2. Langkah selanjutnya adalah memiilih mode COLOR BAR pada TV pattern Generator, Multi Channel Signal Generator pada Ch E9 VHF band dan RF input level pada 100 dBµ 3. Dan menurunkan tegangan AGC sampai muncul noise pada layar televisi. Kemudian mencatat tegangan pada AGC pada kondisi ini. 4. Mengulangi langkah 2-3 dengan RF input level yang berbeda (95, 90, 85...) sampai noise tetap tampak di layar walaupun tegangan AGC sudah diubah.
Gambar 4.2 Rangkaian Pengukuran Kurva AGC Menentukan titik kerja AGC 1. Setelah mendapatkan kurva saturasi dan kurva noise, kemudian langkah selanjutnya adalah menentukan auto kurva. Auto kurva ditentukan 30-40% dari kurva noise dan 60-70% dari kurva saturasi. Dengan auto kurva tersebut maka dapat ditentukan titik kurva yaitu dengan menentukan titik tersebut pada tegangan 3.2 V 2. Dari nilai tegangan 3.2V tersebut akan dapat ditentukan besarnya RF level.
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
37
3. Kemudian langkah selanjutnya adalah memilih mode COLOR BAR pada TV pattern Generator, Multi Channel Signal Generator pada Ch E9 VHF band dan RF input level pada titik saat tegangan 3.2V. 4. Kemudian IC data dapat digantikan dengan koordinat titik AGC yang telah ditemukan pada langkah sebelumnya. 5. Setelah proses perubahan AGC pada koordinat titik AGC selesai, kemudian langkah selanjutnya untuk mengukur menentukan garis kerja auto AGC Setelah semua pengukuran selesai, maka perlu dilakukan pengukuran untuk channel yang lainnya. Biasanya channel terendah yang diukur adalah Ch E2 (48.25 MHz), dan channel tertinggi adalah Ch E47 (679.25 MHz). Pada pengukuran kurva AGC ini menggunakan Ch E9 (203.25 MHz) VHF Band (channel tengah) karena channel ini adalah standard channel untuk tuner.
4.3.2
Pengukuran Sinyal RF Lemah dan P/S Level Pada pengukuran RF sinyal lemah peralatan yang digunakan adalah : 9 Philips PM 5515 Colour Pattern Generator 9 Shibasoku RT83B Multi Channel Signal Generator 9 Advantest R3261CN Spektrum Analyzer Dengan prosedur pengukuran adalah sebagai berikut : Pengukuran RF sinyal lemah 1. Memilih channel E9 (VHF band) pada multichannel signal generator dan pilih sistem PAL dengan B/G untuk audio sistemnya. Kemudian memastikan bahwa kondisi sesuai dengan standard yaitu video modulasi 87.5%, modulasi suara 27 KHz, level RF 80 dBµV dan P/S level 10 dB. 2. Langkah selanjutnya adalah memilih mode COLOR BAR pada TV pattern Generator. 3. Merubah level RF dari kondisi awal sampai kondisi-kondisi berikut ini terpenuhi : - Color (warna) menghilang
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
38
- Picture (gambar) menghilang - Sound buzz terdengar - Suara tidak bisa terdengar atau suara asli tidak bisa didengar karena noise terlalu besar. 4. Kemudian mencatat level RF pada saat kondisi – kondisi tersebut diatas dan melakukan kembali pengukuran untuk channel yang lain.
Pengukuran level P/S 1. Memilih channel E9 (VHF band) pada multichannel signal generator dengan memilih sistem PAL dengan B/G untuk audio sistemnya. Dan memastikan bahwa kondisi sesuai dengan standard yaitu video modulasi 87.5%, modulasi suara 27 KHz, level RF 80 dBµV dan P/S level 10 dB. 2. Dan langkah selanjutnya adalah memilih mode COLOR BAR pada TV pattern Generator. 3. Menurunkan level dari sinyal carrier suara dengan menambahkan level P/S dari kondisi awal yaitu 10 dB. 4. Mengulangi kembali pengukuran untuk kondisi TV Pattern Generator pada mode Red Raster+White Circular dan pada mode multiburst.
4.4
Data Hasil Pengukuran Dengan menggunakan peralatan dan mengikuti prosedur pengukuran
seperti yang disebutkan diatas, maka akan didapatkan data-data hasil pengukuran sebagai berikut : 4.4.1 •
Hasil Pengukuran AGC Channel E9 (203.25 MHz) Data yang terdapat di tabel berikut ini adalah hasil pengukuran untuk
mendapatkan kurva AGC. Pengukuran dilakukan saat kondisi LNA dinonaktifkan (LNA=0) dan saat kondisi LNA diaktifkan (LNA =1). Pengaktifkan LNA hidup atau mati tergantung dari software. Dimana pemilihan setting dapat dilakukan melalui menu pada televisi.
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
39
Tabel 4.1 Tabel Data Hasil Pengukuran AGC
Saturation area RF level (dBµV) 100 95 90 85 80 79
AGC Voltage (V) 1.754 1.837 1.959 2.22 2.92 3.972
Auto curve LNA=0 RF level (dBµV) 100 95 90 85 80 75 71 70
AGC Voltage (V) 1.64 1.717 1.79 1.896 2.066 2.294 3.243 3.911
Snow noise area RF level (dBµV) 100 95 90 85 80 75 70 65
AGC Voltage (V) 1.469 1.62 1.66 1.698 1.76 1.93 2.128 3.972
Auto curve LNA=1 RF level (dBµV) 100 95 90 85 80 75 70 65 60
AGC Voltage (V) 1.09 1.367 1.527 1.627 1.705 1.779 1.873 2.034 2.327
58
2.567
56
3.57
55
3.9
Pengukuran kurva AGC ini dilakukan dengan tegangan berkisar antara 0 4 Volt. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa saat LNA tidak aktif (LNA=0) dengan tegangan AGC sebesar 3.9V, level sinyal RF yang diterima tuner adalah 70 dBµV, sedangkan dalam kondisi LNA aktif (LNA=1) saat tegangan AGC 3.9V level sinyal RF yang diterima oleh tuner adalah 55 dBµV. Dengan diaktifkannya LNA maka titik kerja dari tuner mengalami pergeseran dari 70 dBµV ke level 55 dBµV. Jadi ada pergeseran sebesar 15 dBµV. Dari tabel data 4.1, dapat digambarkan kurva saturasi, kurva noise dan auto kurva AGC seperti pada gambar 4.3 berikut ini :
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
40
5
4.5
Auto Curve saat LNA=1
Auto Curve saat LNA=0
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0 40
45 Snow Noise
50
55
60
Saturation
65
70 LNA=1
75
80
85
LNA=0
Gambar 4.3 Gambar Kurva AGC
90
95
100
105
110
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
41
Pada gambar diatas menunjukkan kurva saturasi dan kurva noise untuk LNA=0, serta auto kurva untuk LNA=0 dan LNA=1. Untuk tabel data 4.2 berikut ini menampilkan data hasil pengukuran saat LNA=1. Dan untuk gambar kurva AGC untuk LNA=1, dapat dilihat pada gambar 4.4.
Tabel 4.2 Tabel Data Pengukuran Kurva AGC saat LNA=1 Saturation area RF level (dBµV)
Snow noise area RF level (dBµV)
AGC Voltage (V)
AGC Voltage (V)
100
0
95
1.56
95
0.89
90
1.65
90
1.093
85
1.746
85
1.39
80
1.81
80
1.566
75
1.928
75
1.617
70
2.118
70
1.72
65
2.445
65
1.81
63
3.9
60
2.05
57
3.93
Dari gambar 4.4, menunjukkan bahwa saat LNA diaktifkan kurva saturasi dan kurva noise ikut bergeser sehingga menyebabkan jarak antar kurva saturasi dan kurva noise semakin sempit. Penyempitan jarak antara kurva saturasi dan kurva noise ini menyebabkan semakin sempitnya daerah kerja dari tuner. Lebar kurva AGC menjadi 6 dBµV. Sedangkan spesifikasi SANYO untuk lebar kurva AGC ini adalah minimal 10 dBµV.
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
42
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0 40
45
50
55
60
Snow Noise
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
Saturation
Gambar 4.4 Kurva AGC saat LNA=1
Untuk data dan gambar kurva AGC untuk channel E2 (48.25 MHz) dapat dilihat pada halaman lampiran.
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
4.4.2
43
Hasil Pengukuran Sinyal RF Lemah dan P/S Level Sebelum melakukan pengukuran pastikan bahwa untuk melakukan
pengukuran ini standard yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : Sinyal Video : 87.5% modulasi Sinyal Audio : 400 Hz dengan modulasi 100% , untuk sistem PAL menggunakan 50 KHz deviasi sedangkan untuk sistem NTSC menggunakan 25 KHz deviasi. P/S (Ratio antara sinyal gambar dan suara) ditentukan 10dB. Dengan mengikuti prosedur pengukuran seperti yang telah disebutkan diatas, maka akan didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Sinyal RF Lemah saat LNA=0 PAL Measured Channel
E2 Ch. (48.25 MHz)
E9 Ch. (203.25 MHz)
E47 Ch. (679.25 MHz)
Items
Buzz Appears Sound Disappears Colour Disappears Picture Disappears Buzz Appears Sound Disappears Colour Disappears Picture Disappears Buzz Appears Sound Disappears Colour Disappears Picture Disappears
NTSC
B/G
I
D/K
B/G
I
D/K
B/G
I
D/K
M
B/G
M
B/G
Red raster with circle pattern M B/G
33
33
33
33
33
30
29
32
29
<28
31
29
31
28
31
22
22
22
26
26
25*
25
25
25
24
24
26
26
26
25
29
29
30
-
-
-
28
29
29
27
28
-
-
27
27
22*
22*
22*
26*
26*
25*
25*
25*
25*
24
24
22
24
24*
24*
28
30
27
28
29
27
28
29
27
26
26
26
26
24
26
18
18
18
21
21
21
21
21
21
20
16
21
20
21
20
27
27
26
-
-
-
25
27
25
23
24
-
-
23
23
18*
18*
18
21*
21*
21*
21*
21*
21*
20
16
19
19
19
19
29
31
29*
29
31
29
29
31
29
<25
27
26
26
26
27
22*
22*
21*
25
24*
24*
24*
23*
24*
23
23
25
24
24
23
30
30
30
-
-
-
30
30
30
26
27
-
-
26
26
22*
22*
21*
24*
24*
24*
24*
23*
24*
23*
20*
22
21
22
22
Split Colour Bar
Red raster with circle pattern
Multiburst
Split Colour Bar
Multiburst
Unit : dBµV
Hasil pengukuran diatas tidak boleh melebihi standard spesifikasi yang telah ditentukan yaitu :
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
Buzz Appears
<35 dBµV
Sound Disappears
<30 dBµV
Colour Disappears
<35 dBµV
Picture Disappears
<30 dBµV
44
Dari tabel 4.3 data diatas dapat diketahui bahwa munculnya sinyal gangguan masih dalam batas level sinyal yang diperbolehkan. Munculnya gangguan pada sinyal RF yang diterima oleh tuner masih dalam spesifikasi yang ditentukan, bila tuner tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan maka tuner dapat diputuskan NG (not good) Tabel data 4.4 berikut ini adalah hasil pengukuran dari perbandingan antara sinyal gambar dan suara (P/S ratio), dimana dalam pengukuran ini telah ditentukan untuk level sinyal RF adalah 80 dBµV.
Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran Perbandingan P/S saat LNA=0 PAL Measured Channel
E2 Ch. (48.25 MHz) E9 Ch. (203.25 MHz) E47 Ch. (679.25 MHz)
Items
Buzz Appears CS Beat Appears Buzz Appears CS Beat Appears Buzz Appears CS Beat Appears
Split Colour Bar
NTSC Red raster with circle pattern
Multiburst
Split Colour Bar
Multiburst
Red raster with circle pattern M B/G
B/G
I
D/K
B/G
I
D/K
B/G
I
D/K
M
B/G
M
B/G
36
36
35
34
34
34
29
29
35
39
36
27
35
34
33
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
5
<0
33
34
33
32
33
33
30
34
33
37
33
27
32
32
32
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
33
34
33
33
33
32
28
34
32
27
33
27
34
33
32
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
<0
4
0
Unit : dB
Hasil pengukuran diatas menunjukkan tuner dapat bekerja dengan baik sampai munculnya sinyal yang mengganggu sinyal RF. Level sinyal RF saat munculnya gangguan pada suara dan sinyal chroma itulah yang didata pada tabel 4.4 diatas. Hasil pengukuran dinyatakan baik jika tidak spesifikasi yang telah ditentukan yaitu : Sound Buzz Appears
>25 dB
CS Beat Appears
<6 dB
melebihi standard
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
45
Pengukuran sinyal RF lemah dan P/S ratio diatas dilakukan saat kondisi LNA dimatikan. Sekarang akan kita bandingkan data saat LNA dimatikan (LNA=0) dengan data hasil pengukuran saat LNA dihidupkan (LNA=1). Berikut ini adalah tabel data untuk pengukuran sinyal RF lemah dimana pengukuran dilakukan dengan kondisi LNA diaktifkan (LNA=1)
Tabel 4.5 Data Hasil Pengukuran Sinyal RF Lemah saat LNA=1 PAL Measured Channel
Items
Buzz Appears Sound E2 Ch. Disappears (48.25 Color MHz) Disappears Picture Disappears Buzz Appears Sound E9 Ch. Disappears (203.25 Color MHz) Disappears Picture Disappears Buzz Appears Sound E47 Ch. Disappears (679.25 Color MHz) Disappears Picture Disappears Unit : dBµV
NTSC
B/G
I
D/K
B/G
I
D/K
B/G
I
D/K
M
B/G
M
B/G
Red raster with circle pattern M B/G
23
22
21
22
23
21
21
19
18
16
21
20
21
20
22
<16
<16
<16
18
18
18*
<16
16
<16
<16
<16
18
18
18
17
24
24
24
-
-
-
23
23
24
26
21
-
-
20
21
<16
<16
<16
18*
18*
18*
<16
16
<16
<16
<16
16*
16*
16*
17*
20
19
18
21
19
<18
21
20
19
19
<18
<19
<16
<18
<18
<16
<16
<16
18
19
18
18
18
18
18
<18
19
19
18
18
18
18
18
-
-
-
22
23
22
20
21
-
-
20
20
<16
<16
<16
18*
18*
18*
18*
18*
18*
16*
<18
16
16
16
16
23
24
22
23
23
23
21
22
19
<17
25
<18
<18
<18
19
17
17
18*
<16
<16
<16
16
<16
15
17
16
18
18
18
18
23
25
25
-
-
-
23
22
22
19
19
-
-
19
20
17
17*
18*
19
19
19
18
18
17
17*
<16
15
<15
16
16
Split Color Bar
Red raster with circle pattern
Multiburst
Split Color Bar
Multiburst
Dengan melihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.5, maka dapat diketahui bahwa pada saat LNA dimatikan (LNA=0) munculnya gangguan berupa buzz noise pada level sinyal sekitar 33 dBµV sedangkan pada saat LNA dihidupkan (LNA=1) munculnya buzz noise pada level sinyal sekitar 22 dBµV. Ini menunjukkan bahwa saat LNA diaktifkan maka tuner bisa beroperasi pada level sinyal yang lebih lemah lagi. Lemahnya sinyal yang diterima oleh tuner akan dikuatkan pada bagian LNA sehingga tuner bisa menghasilkan output frekuensi yang stabil.
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
46
Sedangkan untuk data perbandingan sinyal gambar dan sinyal suara (P/S ratio) saat LNA=1 dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Data Hasil Pengukuran P/S ratio saat LNA=1 PAL Measured Channel
Items
Buzz Appears CS Beat Appears Buzz E9 Ch. Appears (203.25 MHz) CS Beat Appears Buzz E47 Ch. Appears (679.25 MHz) CS Beat Appears Unit : dB E2 Ch. (48.25 MHz)
Split Color Bar
NTSC
B/ G
I
D/ K
B/ G
35
3 7
35
35
4
3
4
<0
34
3 3
34
34
6
6
5
<0
34
3 4
33
34
4
4
3
<0
I 3 7 < 0 3 6 < 0 3 5 < 0
Split Color Bar
Multiburst
D/ K
B/ G
I
D/ K
M
B/G
M
B/G
M
B/G
36
36
3 6
34
38
35
31
32
35
34
<0
8
8
6
9
4
4
<0
11
5
34
35
3 6
34
38
35
31
32
32
33
<0
8
8
7
6
5
3
<0
9
5
33
35
3 5
33
37
34
31
31
35
33
<0
9
7
8
9
4
4
<0
10
5
Dapat dilihat pada tabel diatas, untuk data-data yang dicetak tebal melebihi dari spesifikasi yang ditentukan. Yaitu pengukuran saat kondisi CS beat banyak ditemui level sinyal P/S yang melebihi spesifikasi standard. Oleh karena itu dilakukan pengukuran RF level dalam kondisi CS beat, sehingga didapatkan data seperti pada tabel 4.7 berikut ini :
Tabel 4.7 Data Pengukuran RF Gain saat Kondisi CS beat LNA =0
Ch.
Red raster with circle pattern
Red raster with circle pattern
Multiburst
E2
111
E9
120
E47
>122
Unit
LNA=1
Unit
92 dBµV
94
dBµV
105
Dari data pengukuran RF level diatas dapat diketahui bahwa pada saat LNA dimatikan munculnya sinyal CS beat terjadi saat tuner menerima sinyal RF pada level 111 dBµV. Sedangkan saat LNA dihidupkan gangguan CS beat ini baru muncul pada level 92 dBµV. Dengan diaktifkannya LNA, maka televisi masih bisa menerima sinyal yang lebih rendah sampai batasan munculnya
Bab IV Pengambilan Data dan Analisa
47
gangguan-gangguan pada sinyal yang berupa munculnya sinyal buzz, CS beat, dan hilangnya sinyal suara, gambar, dan warna. Dengan adanya LNA akan berpengaruh terhadap output dari tuner yaitu level dari IF output. Dari data berikut dapat dilihat perbedaan level output saat LNA tidak diaktifkan dan LNA diaktifkan.
Tabel 4.8 Pengukuran IF Output di Frekuensi 203.25 MHz (Split Color Bar Pattern) Peredaman Sinyal RF (dB) 0 5 10 15 17 20 25 27 30 35 40 41 42 43
LNA ON
LNA OFF
(dBµV)
(dBµV)
46.8 46.8 46.6 46.4 46.2 46 45.8 45.2 44.8 41.4 38 37.4 37.2 36.6
46.8 46 45.8 45.4 45.2 43 39.2 38.4 37.4 35.2 ~ ~ ~ ~
Saat sinyal RF mengalami peredaman sebesar 0 dB, dengan kondisi LNA dimatikan maka level IF outputnya sama dengan kondisi saat LNA diaktifkan. Kondisi ini terjadi karena efek dari AGC yang berfungsi untuk menstabilkan penguatan keluaran dari tuner. Saat peredaman sinyal RF semakin besar, level IF output yang dihasilkan semakin kecil. Dengan diaktifkannya LNA, sinyal RF yang semakin lemah dengan besarnya peredaman dapat dikuatkan sampai batas dimana penguatan LNA tidak bisa mengcover lagi. Dari tabel data 4.8, saat sinyal RF mengalami peredaman sebesar diatas 43 dB, level dari
IF output sudah tidak bisa terbaca lagi di
spektrum analyser karena sudah tercampur dengan noise.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Pendahuluan Dari data hasil pengukuran dan analisa yang terdapat pada bab sebelumnya
maka dapat diambil suatu kesimpulan dari seluruh kegiatan yang dilakukan dan saran yang diharapkan dapat menjadikan sistem ini kedepannya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
5.2
Kesimpulan
¾
Dengan diaktifkannya LNA, maka titik kerja tuner mengalami pergeseran dari level 70 dBµV ke level 55 dBµV sehingga terjadi pergeseran sebesar 15 dBµV. Pergeseran ini menunjukkan kinerja tuner menjadi lebih baik.
¾
Saat LNA diaktifkan lebar kurva AGC menjadi lebih sempit 6 dBµV jika dibandingkan dengan lebar kurva AGC saat LNA tidak diaktifkan. Sehingga lebar kurva AGC saat LNA diaktifkan tidak memenuhi standard pengukuran yang telah ditentukan oleh SANYO yaitu minimal 10 dBµV.
¾
Dari hasil pengukuran P/S level saat kondisi CS beat terdapat data yang melebihi spesifikasi yang telah ditentukan, tetapi setelah dilakukan pengukuran terhadap level sinyal RF saat kondisi CS beat maka didapatkan level sinyal yang lebih rendah saat LNA diaktifkan
¾
Dari hasil pengukuran RF sinyal lemah, IF ouput yang naik saat LNA diaktifkan maka tuner LNA ini dapat mengatasi permasalahan lemahnya sinyal RF.
48
Bab V Kesimpulan dan Saran
49
5.3
Saran
¾
Saat LNA diaktifkan lebar dari daerah kerja tuner sangat sempit. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut oleh pihak tuner maker untuk memperbaiki performansi dari kurva AGC saat LNA diaktifkan.
¾
Selain diperlukan perbaikan pada performansi kurva AGC, tuner LNA buatan Matsushita ini membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki performansi dari P/S ratio.
DAFTAR PUSTAKA
1. Malvino, Albert P., and Barmawi. 1996. Prinsip-Prinsip Elektronika 1. Erlangga. Jakarta. 2. Rah Adi Susanto . 2001. Prinsip Dasar dan Fungsi Tuner. SJC (SANYO Jaya Component) Tuner Dept. Engineering. Jakarta. 3. Principle of Colour Television. 1997. SANYO Electric Co., Ltd. Osaka. 4. Muhammad Ika Kurniawan. 2001. Tuner Measurement. Engineering Section PT SANYO Electronics Indonesia. Osaka. 5. Tuner ENV59DC5G3F Specification. 2005. High Frequency Product Division Matsushita Electronic Components(M). SDN. BHD. Kuala Lumpur 6. Mudrik Alaydrus. Modul Sistem Komunikasi. Universitas Mercubuana. Jakarta 7.
Aswan Hamonangan. Klasifikasi Penguat Audio (Penguat Kelas A). http://www.electroniclab.com/index.php
8. Television Channel Frequency. http://www.wikipedia.org 9. The Low Noise Amplifier. http://www.wikipedia.org 10. Band Frekuensi. http://id.wikipedia.org/wiki/frekuensi_radio 11. SGW. Penguat Sinyal Kecil dan Daya. TE3623 Elektronika Komunikasi semester Genap 2004/2005
50
LAMPIRAN
5
4,5
Auto Curve when LNA=1 4
Auto Curve when LNA=0 3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0 40
Snow Noise
45
50
55
Saturation
60
65
LNA=1
70
75
80
85
90
LNA=0
Kurva AGC saat frekuensi 48.25 MHz
95
100
105
110
Color Bar Pattern
Red Raster with Circle Pattern
Split Color Bar Pattern
Multiburst Pattern
Gambar Sinyal Suara saat Buzz Sound
Gambar Sinyal Suara dalam kondisi baik (OK)
Gambar Sinyal saat CS Beat
Gambar Sinyal saat Sound Dissapears (suara menghilang)