Nama : Phoa, Wily Angpujana NIM
: 4101412151
Fak/Jur: MIPA/Matemaika
Tugas Agama
Mengapa Ekarisi menjadi pusat dan sumber liturgi Gereja Katolik?
Dalam Sacrosanctum Concilium (SC) (Konsitusi Tentang Liturgi Suci), terutama dalam Arikel 10, dikatakan dengan jelas bahwa Liturgi merupakan Puncak dan Sumber Kehidupan Gereja. Arikel ini ingin menjelaskan bahwa seluruh kegiatan Gereja berpuncak pada kegiatan Liturgi, dan dari situlah sumber segala daya-kekuatan dialirkan. Di sanalah Rahmat Ilahi dapat dirasakan dan tercurah dalam diri seiap orang beriman. Manusia dikuduskan dan Allah dimuliakan dalam Kristus. Dan, misteri Ekarisi dalam Konsili Vaikan II dipandang sebagai pusat liturgi. “Sebab melalui liturgilah, terutama dalam kurban ilahi Ekarisi, ‘terlaksanalah karya penebusan kita’. Dan, dalam keikutsertaan penuh dan akif seluruh umat kudus dalam perayaan liturgi yang sama, terutama dalam Ekarisi, penampilan Gereja yang isimewa ditampakkan . Konsili Vaikan II memandang Ekarisi sebagai perwujudan teringgi liturgi dan di lain pihak memandang aneka perayaan liturgi yang lain dari sudut Ekarisi. Hal ini menunjukkan sentralitas Ekarisi dalam liturgi. Pemahaman semacam ini (Sentralitas Ekarisi) merupakan penegasan Bapa-Bapa Konsili pada ajaran tradisional yang sudah tampak dalam ensiklik Mediator Dei dan Thomas Aquinas. Meskipun begitu, pemahaman dan nafas baru Vaikan II tetap dapat dirasakan dengan tetap member penghargaan inggi dan tempat isimewa pada perayaan sabda, peran sentral Kitab Suci, perayaan sakramen lain, dan ibadat harian. Penghargaan inggi seperi ini idak muncul dalam ensiklik Mediator Dei. Selain itu, Ekarisi sebagai sumber dan puncak kehidupan Gereja juga ditegaskan dalam Lumen Genium 11 (Konsitusi Dogmais Tentang Gereja), yang menyatakan sebagai berikut : “Dengan ikut serta dalam kurban Ekarisi, sumber dan puncak seluruh hidup krisiani, mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya kepada
Allah; demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgis, baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesudah memperoleh kekuatan dari tubuh Kristus dalam perjamuan suci, mereka secara konkret menampilkan kesatuan Umat Allah, yang oleh sakramen mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan secara mengagumkan.” Di sini Ekarisi idak pernah dapat dipisahkan dari seluruh bidang kehidupan krisiani dan seluruh kehidupan sehari-hari. Hidup itu sendiri sudah dipandang sebagai ibadah (Bdk. Rm 12: 1; Yak 1: 26-27). Maka, pernyataan “Ekarisi sebagai sumber dan puncak seluruh kehidupan Gereja” juga menunjukkan bahwa Vaikan II ingin menghubungkan Ekarisi dengan seluruh spiritualitas hidup Gereja.
Dalam perjamuan Ekarisi, Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan yang akan datang. Inilah daya guna Ekarisi yang tampak dalam SC 47. Dan, dengan itu, hendaknya sambil mempersembahkan Hosi yang tak bernoda bukan saja melalui
tangan
imam
melainkan
juga
bersama
dengannya,
mereka
belajar
mempersembahkan diri dan dari hari ke hari. – berkat pengantaraan Kristus – makin penuh dipersatukan dengan Allah dan antarmereka sendiri sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya dalam semua. Maka, dengan menyambut roi dan anggur, kita menyambut Kristus yang menganugerahkan Diri-Nya sendiri kepada umat beriman. Dengan penerimaan Tubuh dan Darah Kristus, umat beriman diikutsertakan dalam kebersamaan dan kesatuan dengan Allah dan juga dengan semua umat beriman. Selain persatuan dan kesatuan orang beriman dengan Allah dan sesama, Ekarisi juga menyampaikan karya dan buah penebusan Kristus dan pengudusan manusia.
1.
Ekarisi : Rahmat Eskatologis
Dalam Ekarisi kita juga ikut mencicipi liturgi surgawi, yang dirayakan di kota suci “Yerusalem” (Baru), tujuan peziarahan kita. Inilah karunia (rahmat) eskatologis yang dapat kita rasakan dalam Ekarisi. Ada sebuah jaminan kemuliaan yang akan datang. Dalam Ekarisi, Allah tetap memberikan Diri-Nya melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus secara konkret dan nyata kepada manusia dan dunia sampai kedatangan Kristus yang kedua kalinya pada akhir zaman nani. Surat Efesus juga menegaskan itu: “Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya (Ef 1: 14).” Demikianlah Perayaan Ekarisi kita merupakan liturgi Gereja sebagai anisipasi dan “pencicipan” liturgi surgawi, yaitu liturgi yang akan kita rayakan pada saat karya penyelamatan Allah dalam Kristus ini diselesaikan secara paripurna pada akhir zaman nani. Gereja Perdana pun memahami Perayaan Ekarisi sebagai perayaan kenangan wafat dan kebangkitan Tuhan dalam perspekif masa depan: “Sebab seiap kali kamu makan roi ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kemaian Tuhan sampai Ia datang (1 Kor 11: 26).” Dan, kita pun selalu menyanyikan atau mengucapkan seruan anamneses itu: “Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitan-Nya kita muliakan, kedatangan-Nya kita rindukan”. Jadi, dalam persekutuan Ekarisik, umat beriman merindukan kesatuan dan kebersamaan abadi dengan Allah dan seluruh umat manusia di saat mereka disebut “berbahagia” karena diundang ke perjamuan Anak Domba. 2.
Ekarisi : Rahmat Misik (Persatuan Manusia dengan Allah)
“Aku akan melihat kamu lagi dan haimu akan bergembira dan idak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu daripadamu” (Yoh 16:22) Kehidupan kita sehari-hari kadang hanya dilewai dengan melakukan begitu banyak ruinitas yang monoton dan selalu berulang, bahkan idak jarang telah dilakukan bertahuntahun dan tanpa pernah lagi dimaknai. “Inilah hidup!” Itu yang seringkali kita dengar dan kita katakan. Bangun di pagi hari, mandi, lalu siap-siap berakivitas, sarapan, berangkat kerja, pulang larut malam, lelah, idur, dan begitu seterusnya. Pada suatu saat, kita akan merasa jenuh dan stress menghadapi itu semua. Hai terasa kering. Hidup terasa tak bermakna. Jika kita
mulai
merasakan
hal
ini,
kehilangan sense pengalaman misik.
itu
salah
satu
tanda
bahwa
kita
mulai
Pengalaman misik adalah pengalaman kesatuan dengan Allah, yaitu suatu pengalaman yang membawa orang kepada rasa damai tak terhingga karena bersatu dengan Allah dan merasa sungguh dicintai oleh Allah (meskipun hidup terasa idak mudah). Pengalaman kesatuan dengan Allah ini merupakan 100% usaha manusia, dan 100% rahmat Allah. Di satu pihak, kita patut untuk mengusahakannya. Namun di lain pihak, hanya Allah sendirilah yang mengaruniakannya. Melalui perayaan Ekarisi, kita senaniasa diajak untuk mengalami kesatuan dengan Allah. Dalam Ekarisi, kita mengalami kasih Tuhan sendiri. Bahkan kesatuan kita dengan Allah sangat isimewa, yakni melalui santapan Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Di sana, sangat konkret tampak bahwa Tubuh dan Darah Kristus masuk ke dalam tubuh kita (manusia). Jadi, secara rohani dan jasmani kesatuan manusia dengan Allah tampak jelas dalam Ekarisi. Dengan begitu, pengalaman misik menemukan puncak ungkapannya justru dalam misa kudus (Ekarisi). Di sanalah, kegembiraan sejai ditemukan dan tak ada satu orang pun yang dapat merampasnya dari kita. Augusinus juga begitu menekan kesatuan manusia dan Kristus dalam memandang Ekarisi dalam gagasannya yang menyatakan bahwa “Karena roi adalah satu, maka kita sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roi yang satu itu”. Dengan ini, Augusinus memberi tekanan bahwa Ekarisi bukan sekadar “perjumpaan” dengan Kristus, namun semakin mendalamnya seseorang berada dalam dan bersatu dengan Kristus. Dalam Ekarisi kita idak sekadar menerima Kristus, melainkan Dia sendiri yang menerima dan “memasukkan” kita semakin dalam ke dalam tubuh-Nya (Gereja). Dengan begitu, Ekarisi juga membuahkan dan menandakan kesatuan Gereja sebagai Tubuh Kristus.
3.
Ekarisi : Rahmat Iman
“Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah,nyaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah” (Yoh 6: 29; Bdk. Yoh 6: 35.40.47.67-69; Yoh 3: 36: 5:24; 11: 25-26)
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks