TUBERKULOSIS PADA SAPI SEBAGAI PENYAKIT ZOONOSIS DITINJAU DARI SEGI KESEHATAN MASYARAKAT
SKRIPSI
oleh ZULKARNAEN ASNAWI SAID
Nrp B. 15 0458
INSTITUT PERTANJAN BOGOR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN 1983
RINGKASAN ZULKARNAEN ASNAWI SAID.
Tuberkulosis Fada Sapi
Sebagai penyakit Zoonosis Ditinjau Dari Segi Kesehatan l-lasyarakat ( dibawah bimbingan Indrawati Rumawas ). Penyakit tuberkulosis pada sapi adalan suatu penyakit yang disebabkan oleh Nycobacterium bovis. Penyakit biasanya berjalan secara khronis dan sifatnya mudah menular.
Tuberkulosis termasuk dalam golongan
penyakit zoonosis yang penting dan amat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Penularan tuberkulosis dari hewan terutama sapi ke manusia dapat melalui jalan pernafasan, kontak dengan bahan tercemar dan melalui makanan atau minuman yang dihasilkan oleh ternak sapi seperti daging, susu dan yang lainnya tanpa memasak dengan matang terlebih dahulu. Tuli>erkulosis pada sapi yang berjalan khronis dan biasanya penderita tuberkulosis jarang menunjukkan gejala klinis yang jelas serta dalam hal produksi susu tidak mengalami perubahan yang berarti, tetapi bila diperiksa dibawah mikroskop akan banyak dijumpai kuman tahan asam, sangat pathogen dan memiliki derajat virulensi yang tinggi.
Apabila hasil ternak ini dikonsumsi
oleh manusia terutama anak kecil maka manusia tersebut akan ketularan penyakit
~Jberkulosis.
Oleh karena itu tuberkulosis merupakan suatu penyakit zoonosis yang masih menjadi masalah dalam bidang kesehat an masyarakat. Tulisan ini merupakan hasil studi kepustakaan dan bertujuan untuk memberikan sekedar surnbangan dalam menelaah rna salah kesehatan mayarakat terutarna yang berhubun£ an dengan tuberkulosiE sebagai penyakit zoonosis, mengingat bahaya yang dapat ditimbulkannya kepada kesehatan rnanusia sangat fatal.
TUBERKULOSIS PADA SAPI SEBAGAI
PE1~AKIT
ZOONOSIS
DITINJAU DARI SEGI KESEHATAN MASYARAKAT
SKRIPSI
Skripsi yang diajukan kepada Panitia Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Revlan pada Fakul tas Kedokteran Rewan Institut Pertanian Bogor
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS KEDOKTERAN REviAN 1983
TUBERKULOSIS PADA SAPI SEBAGAI PENYAKIT ZOONOSIS DITINJAU DARI SEGI KESEHATAN VlASYARAKAT
ZULKARNAEN ASNA\,iI SlID,
SARJANA KEDOKTERAN VETERINER
(1983) Nrp B. 1 50458
Dibawah bimbingan
Drh. Indrawati Rumawas SKM
KA T.A :P ENGANTAR Dengan rahmat Tuhan Yang f'Iaha Esa, dapatlah diselesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan df Fakul tas Kedokteran Hewan, Insti tut Pertanian Bogor. ~lelalui
Berbagai kesuli tan dan keterbatasan yang
ada, penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin, walaupun diakui masih banyak dijumpai berbagai kelemahan dan kekurangan dalam penyajiannya.
Untuk itu sa:r:an. dan .kritik yang membangun sangat
diharapkan. Pada kesempatan Lni penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Drh. Iildrawati Rumawas SKM selaku dosen pembimbing yang
telah banyak membimbing penulis.
Ucapan yang sarna
penulis sampaikan pula kepada ; 1. Pegawai Perpustakaan FKH IPB dan Perpustakaan Pusat
. IPR, Boger 2. Pegawai Perpustakaaan BPPH, BDgor
3. Pegawai Perpustakaan BPT, Ciawi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyediaan kepustakaan. Kepada Ayah, Ibu dan Kakak-kakak penulis serta Ida yang telah memberikan
bantu~~
baik moril maupun materiil
penulis ucapkan banyak terima kasih.
Akhir kata semoga
tulisan ini dapat berguna bagi kita semua. Boger, Februari 1983 Penulis
D.AFTAR lSI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR lSI
............................ " ............................ .
iii
............................ ,. .................................... .
iv
............................................................
1
PEl'IDAHULUAN
3
TINJAUM; PUSTAKA
............................................
5
Cara Penularan
................ .. ............................. ..
6
Ge jala Klinis
. .. .. . .. .. .. .. . .. . .. . . .. .. . . .. .. . . .. .. .. ..
12
....................................................................
14
Induk Semang Pada Jenis Ruman Tuberkulosis
14
Penyebab Penyakit
PEtlBA.HASAN
,
Kecenderungan Nycobacterium bovis Menyerang f.'lanusia ................................................................ 15 Susu Sebagai Media Yang Eaik Untuk Penular an ..........................................................................
19
Patologi Ambin[ Tl.:.berkulosis
......................
22
r~endeteksi
. . .. .. . .. .. .. .. .. ..
25
.. .. .. .. .. ..
26
............ " ............................ ..
29
....................................................................
31
..............................................................................
33
.............................................................
34
.............................................................
37
Sapi Tuberkulosis
Pencegahan Penyakit dan Penularan Pasteurisasi Susu KESIMPULAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUI'
iv
PENDAHULUAN
l'iasalah kesehatan rnasyarakat rnerupakan salah satu aspek yang penting dalam pembangunan di Indonesia pada saat ini.
Kesehatan penduduk yang sehari-harinya men-
jalankan roda pembangunan mutlak diperhatikan dengan seksama atau dengan kata lain bahwa penyaki t yang dapat menginfeksi manusia haruslah mendapat perhatian yang khusus. Salah satu penyaki t yang dapat dideri ta oleh manusia dapat disebabkan oleh karena adanya perpindahan agen penyakit yang berasal dari hewan ke manusia, yang lazim kita sebut sebagai penyakit zoonosis. Fenyakit zoonosis yang perlu mendapat perhatian di Indonesia pada saat ini adalah masalah tuberkulosis. Kasus tuberkulosis sebagai problema kesehatan masyarakat banyak terjadi khususnya di negara-negara yang sedang berkembang atau negara-negara yang
memp~yai
tingkat
sosial ekonorni yang rendah. Sebagai gambaran di Indonesia penderita
tuberkulo~
sis berjumlah lebih kurang 1,5 juta penduduk dan tiap tahun terdapat kenaikan sebanyak 200.000 kasus baru , walaupun kejadian ini hanya satu persen saja dari jumlah penduduk Indonesia tetapi sudah merupakan suatu masalah yang menyolok dalarn bidang kesehatan masyarakat. Pada ternak piara kita juga rnenunjukciD
~~l
yang serupa
2 yait~menunjukan
angka yang meningkat. khususnya pada
te=ak sapi perah. Oleh karena itu tuberkulosis sebagai penyakit yang digolongkan zoonosis dapat menulari manusia dari hewan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung melalui kontak dengan material yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculose misalnya melalui saluran pernafasan atau secara aerosol dan secara tidak langsung melalui mengkonsumsi bahan asal hewani yang terkontaminasi oleh Mycobacterium tuberculose misalnya pada susu sapi.
TINJAUAN PUSTAKA Penyakit tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang sudah lama sekali dikenal oleh manusia.
Banyak
bukti-bukti yang menyatakan bahwa tuberkulosis pada manusia maupun hewan sudah lama dikenal oleh nenek moyang manusia.
Steel et al. (1958)
menyatak~~
bahwa
hewan pada zaman Poleolitik dan zaman Neolitik pernah menderita tuberkulosis, hal ini dibuktikan dengan di temukannya tulang-tulang hevlan yang menunjukkan bahvla hewan tersebut menderita tuberkulosis. Sebagai penyakit yang sifatnya berjalan secara khronis, tuberkulosis banyak diderita baik pada manusia maupun pada ternak piara, khususnya pada sapi. Tuberkulosis mempunyai angka kejadian yang agak menonjol "pada negara-negara yang sedang berkembang serta negara yang mempunyai tingkat ekonomi yang rendah (Anonimous, 1980).
Selanjutnya Ressang (1963) menjelaskan bahwa
kejadian tuberkulosis pada ternak piara pada saat ini menunjukkan gejala yang menurun kecuali pada sapi-sapi perah jenis F.B., hal ini diperkuat oleh pendapat Fenner (1980) yang menyatakan bahwa kasus tuberkulosis pada saat ini menunjukkan angka yang meningkat terbukti dari perneriksaan bedah bangkai pada sekelornpok ternak yang mati disebabkan karena adanya ledakan penyakit tuberkulosis pad a sapi.
4
Tuberkulosis yang digolongkan sebagai penyakit zoonosis yakni penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya dari manusia ke hewan yang banyak menimbulkan masalah dalam bidang kesehatan rakat.
masy~
J'
pupukan yang diisolasi dari jaringan tubuh sapi didapat jenis Nycobacterium bovis dan jenis-jenis yang lai=ya yang belum dapat diklasifikasikan. tetapi mempunyai banyak si£at-sifat yang mirip atau hampir sarna dengan penyebab tuberkulosis pada rnanusia.
Dari hasil ini
dapat dimengerti bahwa ternyata tuberkulosis memang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya dari manusia ke hewan. Hubbert
~~.
(1977) menyatakan bahwa tuberkulosis
merupakan suatu problema di bfdang kesehatan masyarakat t-erutama di negara-negara yang sedang berkembang. perluasan penyaki t ini dapa t disebabkan oleh faktor sosial ekonomi yang rendah. dan penularan yang -sering terjadi adalah melalui air susu yang diminurn oleh manusia dan berasal dari sapi perah yang terserang tuber kulosis.
Selain susu merupakan media yang baik untuk
menularkan Mycobacterium bovis dari sapi ke manusia. dapat juga terjadi bentuk transmisi yang lain seperti melalui aerosol atau udara dan secara kontak langsung.
5 Penyebab Penyakit.--
Davey dan Wilson (1969)
menyatakan bahwa tuberkulosis disebabkan oleh rium tuberculose.
~]ycobacte
Dikenal ada tiga jenis Mycobacterium
yang dapat menyerang ternak piara dan manusia, ketiga jenis Nycobacterium tersebut adalah r1ycobacteT'ium human, ~1ycobacterium
bovis dan Mycobacterium avian.
Yang paling sering menyerang ternak piara khususnya sapi dan manusia adalah jenis bovis dan jenis human.
Ketiga
jenis Mycobacterium tuberculose ini ditemukan oleh Robert Kochseorang bangs a Jerman dan ahli bakteriologi pada tahun 1882. Mycobacterium tuberculose mempunyai bentuk seperti batang dengan ukuran tiga kali 0,3
urn dan bersifat tahan
terhadap asam, tahan terhadap alkohol dan juga tahan terhadap desinfektan, dan dalam sputum dapat tahan selama beberapa jam terhadap phenol lima persen (Cruickshank et al., 1974).
Hungerford (1970) menyata-
kan bahwa Mycobacterium tuberculose termasuk dalam ke lompok bakteri Gram positif, berarti jika diwarnai de ngan pewarnaan Gram akan memberikan gambaran bentuk batang dengan warna violet.
Selanjutnya dijelaskan
pula bahwa Hycobacterium tuberculose bersifat aerob dandapat tumbuh dalam media buatan secara optimal dengan syarat temperatur dalam inkubator harus sarna dengan temperatur pada induk semangnya.
6
Dalam media yang padat pertumbuhan
~'iycobacterium
avian
lebih cepat berkembang dan tumbuh dibandingkan dengan kedua jenis Mycobacterium lainnya, sedangkan yang mempunyai pertumbuhan yang paling lambat adalah ~ycobacterium
bovis.
Pada suhu inkubator 37 derajat Celcius kuman akan tumbuh membentuk koloni setelah diinkubasi selama tiga atau empat minggu.
Koloninya berbentuk agak kecil dan
bewarna kelabu yang lama kelamaan berubah menjadi warna kuning dan menjadi suatu massa yang keras dipermukaan media.
menon~ol
Apabila media terkena sinar
matahari warna koloni akan berubah dari warna kuning menjadi merah.
Pewarnaan yang sering dipakai untuk me
deteksi kuman tuberkulosis ini adalah dengan pewarnaan Ziehl NeIlsen, disini kuman akan tampak bewarna merah yang disebabkan oleh karena mempunyai sifat tahan a8am (Cruickshank et,al., 1974). Cara Penularan .--
Charles et a1. (1977) 'menyata-
kan bahwa penularan yang sering terjadi dian tara 8esama ternak dan dari ternak ke manusia adalah melalui udara atau aerosol.
Eentuk aerosol ini yang paling cepat
menyebar terutama kepada pekerja-pekerja kandang yang sering berdekatan dengan sapi-sapi yang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculose, udara sebagai media yang baik untuk memindahkan microorganisme dari ternak ke
7 manusia dapat terjadi melalui debu yang telah terkontaminasi terhisap oleh pekerja-pekerja terse but sewaktu sedang mengambil nafas.
Fenularan mela.lui udara ini
dapat mengakibatkan tuberkulosis pada manusia yang me nyerang alat-alat pe=afasan. :Pada sapi penderi ta tuberkulosis apabila dicoba untuk mengetahui kandungan sekresi dari alat-alat pernafasan akan didapat kuman tuberkulosis dalam jumlah yang cukup untuk menginfeksi manusia. pe=ah dilaporkan bahwa dari
s~kresi
hidung sapi yang
telah diuji dengan uji tuberkulin dan dinyatakan sebagai sapi yang tergolong dalam reaktor tuberkulosis telah dapat diisolasi Flycobacterium bovis (De Kantor et al., 1978).
Hal ini menunjukkan bahwa micro organis-
me tersebut dapat. bermigrasi dari bagian yang terinfeksi seperti alveoli paru-paru atau bronchioli ke alat pernafasan dibagian depan seperti hidung, dan apabila sapi ini berbangkis atau melakukan ekspirasi yang keras dan berisik dapat mengkontaminasi bahan-bahan rlisekitarnya dan apabila ada manusia atau hewan lainnya yang turut mengisap bahan atau material yang telah terkontaminasi oleh f'lycobacterium bovis tersebut akan mengalami infeksi melalui traktus respiratorius.
Bentuk transmisi
yang seperti ini banyak terjadi antara sesama manusia. Dahak yang dikeluarkan oleh seorang penderita tuberku-
8
losis mengandung ribuan micro organisme tersebut dan dapat mencemari lingkungan diseki tarnya, sehingga banyak pasien yang terkena adalah orang-orang yang berada disekitarnya dengan keadaan gizi yang kurang baik. karena itu sampai saat ini tuberkulosis pada
Oleh
ma~usia
masih dianggap sebagai penyakit rakyat dengan gejala klinis yang kurang jelas hanya terdapat batuk-batuk yang berjalan khronis (Danusantoso, 1981). Bentuk ,penularan yang lain adalah melalui kulit. Kulit yang terluka baik pada manusia maupun pada hewan apabila terkena bahan atau material yang terkontaminasi oleh !'Iycobacterium tuberculose, maka micro organisme tersebut akan masuk melalui kulit yang terluka dan ber edar kedalam peredaran darah pada tubuh induk semangnya (Blood dan Handerson, 1974).
Cara transmisi yang seper-
ti ini memang belum lazim terjadi atau frekuensi kasus yang terjadi sangatlah sedikit, tetapi kemungkinan yang kecil ini tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kasus perpindahan agen penyakit dari hewan ke manusia di Indonesia pada saat ini. Kebersihan kandang dan kesehatan pekerja di kandang kandang sapi yang sehari-harinya bekerja dekat sapi sebagai reaktor tuberkulosis apabila kurang diperhatikan, juga bila disertai dengan adanya luka-Iuka atau borok yang terdapat biasanya pada tangan-tangan pekerja
9
terse but sewaktu-sewaktu dapat mengancam kesehatan mereka. Sehubungan dengan sifat tuberkulosis pada ternak sebagai penyakit zoonosis, maka bentuk penularan lain nya yang sering terjadi adalah melalui hasil ternak. Hubbert et a1. (1977) berpendapat bahwa media yang baik bagi penularan tuberkulosis dari ternak ke manusia adalah melalui air susu.
Sapi perah yang jelas terinfeksi
oleh Mycobacterium tuberculose, secara klinis memang kurang menampakkan gejala-gejala yang jelas, begitu pula dengan produksi air susunya tidak mengalami perubahan baik dari segi kwalitas maupun dari segi kwantitasnya, tidak seperti penyebab mastitis lainnya yang dapat merubah kwalitas maupun kwantitas dari susu yang dihasilkan oleh seekor sapi yang menderita mastitis (Alson, 1951).
Sudah diketahui bahwa air susu yang dihasilkan
oleh sapi penderita tuberkulosis khronis walaupun secara klinis.tidak tampak gejala yang khas dan dalam hal produksi air
SUSll
tidak mengalami perubahan yang ber-
arti , tetapi apabila dari air susu tersebut dipupuk dalam media buatan lalu diadakan identifikasi maka akan didapatkan bakteri yang bersifat tahan asam dan bila diwarnai dengan pewarnaan Ziehl NeIlson akan bewarna merah yang kita kenaI sebagai Mycobacterium bovis
dan
apabila susu yang demikian itu dikonsumsi oleh manusia
10
khususnya anak-anak kecil atau bayi, maka akan terjadi perpindahan agen penyakit dari hewan ke manusia melalui air susu (Steele, 1962). Selanjutnya diterangkan pula bahwa sapi yang menghasilkan susu yang terkontaminasi oleh Mycobacterium bovis, keadaan ambingnya secara klinis tidak menunjuk kan kelainan atau dapat dikatakan sebagai ambing yang normal (Anonimous, 1970).
Pemerahan terhadap sapi yang
demikian ini terus berlangsung disebabkan oleh karena pemerah tidak mengetahui bahvJa sapi yang menderi ta tuberkulosis terse but mengandung kuman penular didalam air susunya yang
dapa~-IDembahayakan
kesehatan manusia.
Apabila hal yang seperti ini terus berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka sapi tersebut merupakan sumber penularan yang cukup penting dalam bidang kesehatan masyarakat, karena dari seekor sapi penderita tuberkulosis dapat menulari berpuluh-puluh anak manusia yang mengkonsumir air susu yang dihasilkannya tanpa menyadari bahwa mereka telah terinfeksi oleh kuman ~iycobacterium
ka.
bovis yang _dapat mengancam kesehatan mere-
Anak-anak yang telah terinfeksi oleh kuman tuber -
kulosis tersebut tidak akan menampakkan gejala-gejala klinis yang jelas hanya terdapat batuk-batuk yang berjalan khronis dan tidak IDau sembuh apabila diobati dengan obat batuk biasa.
Kebanyakan penduduk yang
11
belum mengerti benar ten tang kesehatan terutama pada penduduk yang berdiam di daerah -daerah terpencil akan menganggap bahvla batuk yang dideri ta oleh anak terse but adalah batuk yang biasa saja, sehingga anak tersebut didiamkan saja tanpa pengobatan yang berarti. Karena tidak adanya pengobatan yang intensii terhadap anak penderita tuberkulosis tersebut dan terjadinya pergaulan yang erat antara si anak dengan arang tua dan saudara-saudara mereka maka si anak terse but akan ber tindak sebagai sumber penularan yang oukup potensial. rr;elalui dahak batuk yang dikeluarkan sewaktu batuk atau rnelalui bahan-bahan lainnya yang telah terkontaminasi oleh kuman tuberkulosis misalnya melalui gelas atau sendok yang dipakai akan dapat menginfeksi orang-orang yang berada disekitarnya. Jadi disini jelaslah bahwa terdapat perpindahan agen penyakit yang berjalan secara baik sekali yaitu dari ternak ke manusi;3 dan dari manusia ke manusia lainnya tanpa menyadari apa yang terjadi.
Ada dua hal yang
perlu mendapat perhatian yaitu adanya sapi penderita tuberkulosis tanpa menunjukkan gejala klinis yang jelas serta tidak diketahuinya telah terjadi infeksi kepada anak melalui air susu yang akhirnya si anak terse but merupakan sumber penularan yang sangat potensial kepada manusia lainnya terutama kepada keluarga mereka.
12
Yang telah diuraikan diatas tadi adalah bentukbentuk transmisi yang lazimnya terjadi pad a keadaan sehari-hari, tetapi ada juga bentuk transmisi lain yang pernah dilaporkan oleh para peneliti dan pengamat. l;isalnya bentuk transmisi lain yang pernah dilaporkan adalah melalui alat kelamin.
Cooper (1970) pernah me -
nyatakan bahVla tuberkulosis pada manusia dapat juga berpindah ke manusia lainnya melalui alat genital, dari kasus yang diketahui seorang suami menularkan kuman JViyco bacterium tuberculose ke istrinya melalui ala t genital sewaktu melakukan coitus. Selanjutnya Charles (1977) pernah juga menemukan pada sekelompok sapi jan tan yang mengidap tuberkulosis telah dapa t diisolasi
~jycobacterium
tuberculose yang berasal
dari preputium sapi jantan terse but.
Hal ini membuka
rnata kita bahVla tidak tertutup kemungkinan adanya penularan dari sapi jan tan ke sapi betina melalui alat-alat genital, dan juga kemungkinan adanya kontaminasi oleh air kemih sapi jantan penderita tuberkulosis yang dapat rnenginfeksi manusia. Gejala Klinis.--
Seperti telah diuraikan sebelurn-
nya bahwa sapi yang menderita tuberkulosis tidak menampakkan gejala klinis yang jelas, hanya disini kita menemukan batuk-batuk yang khronis yang susah sekali disembuhkan • lalu terdapat juga tidak ada nafsu makan dan
13 kondisi badan yang menurun disertai kekurusan. Juga terdapat pembesaran limfoglandula yang dapat ba.
dira~
Pada ambing secara eksterior tidak tampak perubah-
an yang berarti hanya apabila diraba arobing akan terasa lebih mengeras yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan ikat, sampai gejala yang seperti ini kuman dapat ditemukan dalam ekskreta dan sekreta (Anonimous, 1981).
PENBABASAN Induk Semang Pada Jenis Kuman Tuberkulosis.-Semenjak penemuan Koch (1882) yang dapat mengisolir bakteri penyebab tuberkulosis yai tu
t~ycobacterium
tuberculose, merangsang penelitian-penelitian yang lebih lanjut.
Steele (1962) menuliskan bahwa ternak
diserang oleh tiga jenis -viars dan manuEia dapat bacterium yaitu jenis bovin, human dan avian.
~lyco-
Ketiga
jenis kuman penyebab tuberkulosis ini mempunyai induk semangmasing-masing yang khas.
Seperti jenis bovin
menyerang sapi, jenis human menyerang manusia dan jenis avian menyerang unggas.
Tetapi kepekaan induk semang
yang khas ini dapat bertukar-tukar atau berpindah, jadi tidak menutup kemingkinan apabila l'lycobacterium bovis dapat menyerang manusia dan Mycobacterium human dapat menyerang sapi, seperti yang telah ditemukan oleh Hallman dan Robinson (1964) bahwa pupukan yang diisolasi dari jaringan sapi didapatkan jenis Mycobacterium bovis dan jenis-jenis lainnya yang sifatnya mirip dengan penyebab tuberkulosis pada manusia. Untuk IDembedakan jenis-jenis kuman tuberkulosis ini. Smith et a1. (1975) menyatakan bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan pada media biakan berdasarkan atas sifat-sifat kimianya.
Apabila dibiakkan pada
media yang mengandung glyserol tiga persen maka kuman ~ycobacterium
human akan merubah zat ini dan akan
15 memben.tuk as am sedangkan Nycobacterium bovis tidak mempengaruhi glyserol sehingga media tetap bersifat basa. Selanjutnya Hungerford (1970) berpendapat bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan dari ketiga jenis kuman tuberkulosis terse but pada media padat.
Jenis avian akan tumbuh
lebih cepat dari jenis human atau bovin, sedangkan jenis bovin mempunyai pertumbuhan yang paling lambat, dan jenis human berada diantara keduanya. Dari uraian diatas jelaslah dapat terjadi infeksi pad a manusia yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis jenis bovin atau sebaliknya terjadi infeksi oleh jenis human pad a ternak, Kecenderungan f'lycobacterium bovis menyerang manusia.--
Pada saat ini kejadian dan ledakan penyakit
tuberkulosis lebih banyak dicurahkan pada ternak sapi perah, hal ini disebabkan pad a ternak-ternak lainnya seperti domba, kambing dan kuda atau kerbau mempunyai frekuensi kejadian yang sangat rendah apabila dibandingkan pada ternak sapi perah.
Juga hal lain yang membuat
peneliti dan penulis cenderung menyoroti masalah tuberkulosis pada sapi adalah dari segi zoonosisnya yang disebabkan karena sapi perah sebagai ternak peliharaan mempunyai potensi untuk memindahkan agen penyakit ke manusia yang dapat berjalan secara langsung maupun tidak langsung.
Hubungan yang akrab yaitu dengan
16
seringnya terjadi kontak antara ternak peliharaan dan manusia dalam hal ini peternak sapi perah memungkinkan untuk terjadinya infeksi pada manusia terse:but. Hubungan yang dekat dan akrab antara peternak dan ternak peliharanya yang telah dijangkiti oleh penyakit tuberkulosis yang setiap hari selalu terjadi kontak baik melalui media udara maupun dengan kontak langsung dengan kulit yang terluka akan terjadi perpindahan agen penyakit atau dengan kata lain telah terjadi penularan dari sapi ke manusia.
Secara aerosol dapat terjadi
penularan J"ycobacterium bovis yang terdapat pada sekresi dan eksresi saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Ketika ternak tersebut sedang batuk atau sedang ber bangkis maka beribu-ribu kuman akan keluar dan mencemari lingkungan sekitarnya.
Manusia yang berada disekitarnya
akan segera mengisap udara yang telah dikontaminasi oleh kuman-kuman tuberkulosis dan segera akan terjadi suatu infeksi pada tubuh manusia tersebut.
Ditunjang
dengan keadaan gizi yang kurang baik maka manusia yAng telah tertular tersebut akan segera sakit dan menjadi penderita tuberkulosis yang berjalan secara khronis tanpa gejala klinis yang tidak khas. Francis (1972) berpendapat bahwa penyebaran agen penyakit tuberkulosis dari sapi ke manusia sebagian besar melalui jalan respirasi, jadi infeksi yang terjadi
17 adalah akibat mengisap udara yang terkontaminasi oleh kuman tuberkulosis. Sapi perah sebagai ternak pelihara manusia menghasilkan air susu yang digunakan manusia untuk memperbaiki nilai gizi makanan manusia.
Dari produk sapi
perah ini dapat terjadi penularan atau perpindahan agen penyakit tuberkulosis dari sapi ke manusia. Da vis (1947) menya takan bahwa kuman yang terdapa t dalam tubuh sapi penderita tuberkulosis dapat turun ke jaringan mamae (traktus mamaria) dan kuman ini dapat keluar bersama-sama air susu melalui puting susu. Air susu yang telah terl
Hal lain yang juga dapat memungkinkan terjadinya penularan agen penyakit tuberkulosis dari sapi ke manusia adalah melalui hasil ternak yang dikonsumsi
18
oleh manusia.
Ternak piara sapi selain menghasilkan
susu sebagai makanan manusia yang mempunyai nilai gizi cukup tinggi juga dapat menghasilkan daging yang merupakan salah satu makanan pelengkap yang banyak oleh keluarga-keluarga di Indonesia.
digemari
Daging sebagai
produk yang cukup banyak dihasilkan oleh seekor sapi potong maupun sapi perah yang telah diafkir dapat dicemari oleh kuman tuberkulosis yang bermigrasi dari tempat asalnya ke ,.otot-otot tubuh sapi tersebut.
Apabila
manusia mengkonsumir daging yang demikian ini yakni dari sapi penderita tuberkulosis dengan pemasakan yang kurang matang akan dapat memindahkan agen penyakit dari sapi ke manusia.
Mengingat· di Indonesia cukup banya.1{
kelompok masyarakat yang menggemari daging sapi yang dimasak kurang sempurna misalnya dibuat menjadi sate atau pengolahan lainnya yang memungkinkan daging ter sebu~
tidak dimasak dengan sempurna, maka cara penular-
an yang seperti ini yai tu melalui daging sapi haruslah mendapat perhatian yang cukup. Pernah dilaporkan terjadinya penularan penyaki t tuberkulosis yang disebabkan karena memakan daging yang berasal dari penderita tuberkulosis dengan pengolahan dan pemasakkan yang kurang matang yaitu memasaknya dengan setengah matang (half done).
Orang yang meng -
konsumir daging terse but dalam jangka waktu yang
19 tertentu'
menampakkan gejala-gejala batuk yang khronis
dan sulit disembuhkan.
Orang ini secara tidak sadar
telah terjangkiti penyakit tuberkulosis yang ditularkan melalui daging sapi.
Tetapi kejadian dan kasus penularan
semacam ini jarang terjadi dan ancaman bagi kesehatan manusia terutama masyarakat tidaklah begitu besar (Francis, 1973). Penularan tuberkulosis yang telah dibahas tadi secara garis besar dibagi dua bagian yaitu melalui traktus respiratorius dan traktus digestivus. Francis (1972) menyatakan bahwa infeksi melalui saluran pencernaan mempunyai persentase kejadian yang tidak begitu besar, tetapi justru hal yang tidak terlalu menyolok inilah yang dapat membahayakan manusia karena menganggap sebagai hal yang sepele. Susu Sebagai f'jedia Yang Baik Untuk Penularan.-Salah satu produk ternak yang mempunyai nilai gizi yang tinggi adalah susu.
Air susu walaupun mempunyai nilai
gizi yang cukup tinggi tetapi mempunyai beberapa sifat yang cukup menyulitkan manusia baik dalam hal pengolahannya ataupun dalam hal penyimpanannya.
Oleh karena
susu mengandung kandungan protein dan Iemak yang bermutu maka daya tahan terhadap Iingkungan sekitarnya tidak mempunyai toleransi yang tinggi.
Begitu pula
terhadap adanya kuman-kuman baik yang pathogen maupun
20
non pathogen di dalam air susu memungkinkan terjadinya perpindahan agen penyakit dari ternak ke manusia. Dengan kandungan protein yang tinggi maka air susu merupakan suatu media yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan biakan dari kuman-kuman tersebut. \'ialaupun telah dikemukakan diatas bahwa penularan melalui traktus digestivus mempunyai persentase kejadian yang tidak terlalu besar, tetapi harus mendapatkan perhatian yang cukup serius juga mengingat ada beberapa hal yang menunjang
untQ~
terjadinya suatu bentuk penular-
an yang akan menjadi suatu problema dalam bidang kesehatan masyarakat.
Pertama mengenai air susu sapi sendiri
yang cukup banyak digemari oleh masyarakat luas sehingga apabila ada air susu sapi yang telah terkontaminasi oleh kuman penyakit akan menyebabkan terjadinya penularan penyaki t yang menyangkut banyak orang.
Kedua adanya
suatu kebiasaan atau tradisi pada berbagai kelompok masyarakat yang memberi minum kepada bayi atau anak anak keeil berupa air susu sapi yang belum dimasak. Hal ini terjadi karena adanya suatu kepercayaan pada beberapa kelompok masyarakat yang menyatakan bahwa dengan pemberian air susu sapi yang mas1h mentah kepada anak-anak mereka akan lebih menyuburkan pertumbuhan fisik snak terse but.
Dengan adanya anggapan yang seper-
ti ini maka tidak menutup kemungkinan bahwa akan terjadi
21
suatu problema kesehatan masyarakat, yang dapat mengancam kesehatan manusia di daerah tersebut.
Seperti yang
telah ki ta ketahui bahwa air susu yang dikeluarkan' oleh saluran susu pada sapi adalah dalam keadaan steril, tetapi
jik~
sapi tersebut penderita tuberkulosis maka"
akan segera terjadi kontaminasi pada saluran susu ter sebut (Hillier, 1976), sedangkan anak-anak yang meng konsumir air susu tersebut setelah terjadi
L~feksi,
tidak memperlihatkan gejala klinis yang jelas dan khas, hanya berupa batuk-batuk yang khronis saja sehingga orang tua mereka tidak mengetahui bal1wa anaknya telah terkena infeksi oleh Eycobacterium bovis, sedangkan anak-anak tersebut apabila didiamkan saja atau tidak diberi pengobatan yang cukup akan merupakan suatu sumber penularan yang potensial kepada anggota keluarga lainnya.
Petosoran (1980) menyatakan bahwa di Indonesia
pad a saat ini penyakit tuberkulosis bukan lagi merupakan suatu problema klinik tetapi hanya merupakan problema kesehatan masyarakat.
Jadi dalam hal ini pengobatan
individu tidak ada masalah lagi tetapi yang penting adalah bagairnana caranya untuk mengadakan pencegahan penyebaran kuman tuberkulosis terhadap anggota-anggota masyarakat lainnya.
Untuk pencegahan penyebaran kuman
tuberkulosis ini maka salah satu aspek yang patut kita perhatikan dalam hal ini yaitu mengetahui tentang cara
22
penu12ran d2ri agen penyakit tersebut atau dengan perkat2an lain mengetahui rute penularan penY2kit. Apabila rute penularan terse but melalui saluran pencernaan seperti meminum air susu sapi yang mengandung kuman tuberkulosis, dalam keadaan belum dimasak secara sempurna maka salah satu usaha untuk mencegah terjadinya penularan yaitu dengan memasak air susu sapi ter sebut minimal sampai 60 derajat Celcius selama 30 menit. Patologi Ambing
Tuberkulosis~--
Tuberkulosis pada
sapi perah mempunyai perjalanan penyakit yang bertahap. Tahap awal yaitu saat dimana sapi terse but terinfeksi oleh kuman, tidak akan memperlihatkan gejala klinisyang jelas dan khas.
Pada tahap yang selanjutnya per-
j21anan penY2kit tersebut akan menetap di temp2t-tempat predileksinya seperti saluran pernafasan dan saluran pencernaan.
Salah satu tempat predileksi yang juga
disenangi oleh kuman tuberkulosis adalah dalam saluran mamaria pada ternak sapi perah sehingga akan menyebabkan terjadinya suatu radang pada jaringan ambing. Menurut Nabib dan Syaban (1979) yang menyatakan bahwa jenis m2stitis pad a ternak sapi perah yang terserang tuberkulosis adalah jenis mastitis inter"sti tialis Pada jenis mastitis seperti ini terjadi peradangan terutama dalam jaringan interstitium, jadi dalam hal ini interstitium berubah karena radang, sedangkan
23 parenkhim masih normal.
G€jala klinis yang khas pada
mastitis oiasa adalah berupa peruoahan pada air susu, tetapi pada tuoerkulosis terutama sekali pada permulaan penyaki t peruoahan air susu ini tidak tampak. Yang jelas dengan sudah terjadinya bentuk mastitis interstitialis ini kuman-kuman tuberkulosis akan dapat ditemukan pada air susu sapi terseout yang secara
ma~ro
tidak menampakkan perubahan apapun juga. ~;asti tis
interstitial is atau mastitis yang spesifik
pada tuoerkulosis ini dapat dioagi dalam oeberapa oagian yai tu : 1. l'iasti tis tuoerkulosis miliaris yai tu disini ki ta akan dapat menemukan tuberkel yang oersifat milier tersebar merata diseluruh interstitium ambing. Pada stadium permulaan pembentukan air susu tidak akan terganggu meskipun t.elah mengandung oanyak kuman tuoerkulosis.
Pada tahap ini yang juga ter-
kena proses pembengkakan adalah limfoglandula mamaria. 2. Mastitis tuberkulosis yang khronis yaitu mempunyai
sifat lobuler dan diseminata.
Bentul, yang seperti
ini sering sekali di temukan dan banyak menyerang sapi perah di Indonesia.
Pada permukaan ambing
terlihat adanya suatu gambaran yang tidak rata dan agak berbenjol-benjol sedikit.
Pada jenis ini
24
umumnya tidak di temukan perkejuan dan dimulai dengan suatu
rad~~g
yang tersendiri dan lambat laun akan me-
luas dan akhirnya akan bersatu menjadi bagian yang lobuler.
Secara patologik anatomis terlihat jaringan
beraspek keputih-putihan dan biasanya saluran air susu yang besar akan ikut juga terserang, dindingnya
~l{an
menebal dan selaput lendir tidak rata dipenuhi oleh erosi-erosi.
Lumen akan berisi eksudat yang kering
dan mengandung kuman tuberkulosis yang apabila ada air susu akan ikut terbawa keluar. Pada jenis mastitis yang telah diterangkan diatas tersebut, kedua-duanya mempunyai sifat sebagai mastitis yang produktif atau proliferatif.
3. l1asti tis caseoca yai tu mastitis yang bersifat eksudatii'. Umumnya sebagian besar kwartier yang terkena akan mengalami pembengkakan dan bila diraba terasa lebih keras. Apabila disayat akan mudah terpotong dan dalam bidang sayatan tampak suatu massa perkejuan atau nekrotis koagulatif dan sering aspeknya seperti infarct anemis. Sedangkan gambaran lobuler ambing telah rusak dan tidak terlihat lagi.
Juga pada bidang sayatan akan ter-
lihat banyak titik-titik perdarahan.
Pada bagian yang
beradang banyak ditemukan fibrin dan leukosit dan semua jaringan akan membengkak, kemudian akan disusul secara cepat oleh koagulasi nekrosa yang sirkumskript.
25 Nendeteksi Saui Tuberkulosis.--
Seperti yang
telah dijelaskan terdahulu bahwa penderita tuberkulosis pada sapi tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas dan khas, hanya disertai batuk-batuk yang berjalan dengan khronis, tidak ada nafsu makan dan akhirnya kekurusan badan.
Gejala-gejala yang sangat umum ini
banyak dimiliki oleh penyaki t-penyaki t Iainnya.
Rarena
ketidak khasan yang terdapat pads sapi penderita tuberkulosis ini maka banyak peneIiti-peneIiti yang mencari metoda dan cara untuk mendeteksi sapi penderita tuberkulosis secara praktis dan efesien. Bongso dan Pinto (1972) menyatakan bahwa cara yang tepat untuk mendeteksi sapi penderita tuberkulosis adalah dengan cara uji tuberkulin intra dermal.
Cara
ini dapat dipercaya hasilnya dan telah banyak dipakai hampir di seIuruh dunia untuk mendeteksi sapi penderita tuberkulosis.
Cara yang lain adalah uji tuberkulin
secar subkutan dan intra conyungtiva.
Cara yang ter -
akhir ini telah banyak ditinggalkan oleh orang karena hasiInya yang belum menjamin kepastian ten tang infeksi kuman tersebut.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa uji
tuberkulin secara subkutan ini sekarang diragukan ketidak cocokannya untuk mendiagnosa sapi yang menderi ta tuberkulosis (Rope cky dan Larsen, 1975). Leslie dan Hebert (1976) menggfu"'1.akan uj'i i:uberkulin dengan single intra dermal memakai jenis human yang
26
memberikan gambaran kepekaan yang lebih baik dari pada dengan menggunakan jenis bovin atau avian. Dengan dasar adanya reaksi alergi pada kulit penderita tuberkulosis berupa adanya pertambahan penebalan pad a kulit yang mempunyai batas yang jelas setelah diuji tuberkulin maka sapi yang menunjukan perubahan yang dimaksud diatas dapat dianggap sebagai sapi reaktor tuberkulosis.
Ada beberapa hal yang dapat mengurangi
kepekaan kulit terhadap uji tuberkulin misalnya saja vaksinasi.
Dengan adanya vaksinasi penyaki t mruut dan
kuku, brucelosis dan ra-oies pada seekor sapi yang akan dilakukan uji tuberkulin akan terjadi pengurangan day a reaksi antara antigen dengan antibodi maka reaksi alergi tidak begitu tampak sehingga akan menyulitkan
untQ~
mendiagnosa sapi yang dianggap sebagai reaktor (De Kantor et al,- 1980). :Fencegahan :Fenyaki t dan :Fenularan.-Gallagher et a1. - (1970) mengemukakan bahwa dapa t terjadi penularan kuman tuberkulosis dari ternak piara ke hewan liar yang di buktikan dengan di temukannya lesiolesio yang khas pada bedah bangkai hewan liar tersebut. Juga dari lesio terse but dapat diisolasi kuman r:iycobacterium bovis, hal ini menunjukan bahwa dapat terjadi penularan dari ternak piara ke hewan liar. Untuk mencegah terjadinya dan berjangkitnya tuberkulosis
27
pada ternak piara dapat dipakai cara vaksinasi BGG yaitu dengan harapan akan terjadi daya tolak penyakit yang ditimbulkan oleh terbentuknya antibodi akibat vaksinasi tersebut.
Akibat sampingan yang diderita oleh sapi yang
rnengalami vaksinasiyai tu akan menunjukkan ge jala kenaik an suhu dan pembengkakan pada limfoglandula yang superfisial, seperti yang dikatakan oleh Legendre et al.
(1979) bahwa setelah diadakan vaksinasi BGG pada kucing secara subkutan akan terjadi kenaikan suhu tubuh, leukositosis, neutrophilia, dan pembengkakan pada limfoglandula super.fisial. Gara lain yang pada saat ini lebih banyak dipakai adalah dengan menjalankan "Test and Slaughter" yai tu suatu cara dimana sapi terse but akan dilakukan uji tuberkulin dan apabila menghasilkan sapi yang dianggap sebagai reaktor akan disingkirkan dan kemudian dipotong, sedangkan yang memberL.hasil negatif dibebaskan dan yang memberi has.il duhius atau meragukan ditunggu dalam jangka waktu tertentu dan akan diuji kembali dengan cara yang sarna.
Gara ini telah banyak dipakai dan hasilnya
cukup dapat dipercaya untuk pencegahan ternak.
tuberkul~sis
pada
Di Wales telah dilakukan pemotongan sejumlah 84
ekor sapi yang diuji tuberkulin memberi reaksi positif atau dianggap sebagai reaktor (Nicholas, 1981).
Blood
dan Handerson (1974) menyatakan bahwa tindakan yang tepat dan pal.ing baik untuk mengatasi penularan dan mencegah terjadinya wabah tuberkulosis
, 28
pada ternak adalah dengan cara Test and Slaughter dibandingkan dengan mengadakan vaksinasi ECG. Dntuk pencegahan penularan penyaki t ke manuaia },erlu diperhatikan mengenai kebersihan kandang dan kesehatan pete=ak yang merupakan dua hal ya..'1.g penting untuk mengontrol terjadinya mastitis yang dapet mengancam ke sehatan manusia (Philpot, 1979), sebab dengan keadaan ambing yang bersih dan sehat akan dapat mencegah kuman menginfeksi tubuh manusia, terrnasuk dalarn hal ini adalah kurnan
~lycobacterium
bovis.
Di Amerika serikat pemberantasan penyakit tuberkulosis pada te=ek dilakukan dengan serius sekali dan cukup besar-besaran.
Hal ini dilakukan karena adanya suatu
anggapan bahwa apabila dengan bebasnya ternak sapi dari infeksi kuman tuberkulosis akan dapat roemberi jaminan pengurangan kasus tuberkulosis pada manusia (Thoen et al,- 1979). Dari segi pengobatan pada ternak penderita dengan anti biotik saja kurang menunjukkan hasil yang baik tetapi apabila dikombinasi dengan Para Amino Salyc acid dan ACTH mernpunyai efek yang baik (Andrew, 1952). Sedangkan penelitian yang lebih lanjut menyatakan bahwa pengobatan yang memberikan hasil terbaik aaalah dengan pemberian streptomycin, PAS dan isomizide (Kaelson dan Carr, 1970).
Untuk anak sapi yang dilahirkan dari induk
yang terinfeksi tuberkulosis, dapat diberikan khemoterapika.
29 Pasteurisasi Susu.--
Ditinjau dari segi kesehatan
masyarakat maka susu dapat dianggap sebagai salah satu media yang cukup potensial untuk memindahkan agen penyakit dari ternak ke manusia.
Oleh karena itu peng-
olahan, air susu sapi menjadi produk lainnya
ad~lah
perlu diperhatikan dan merupakan salah satu pencegahan terjadinya penularan dari ternak ke
m~~usia.
Air susu sapi yang telah terkontaminasi oleh kuman dapat dimatikan dengan jalan menaikkan suhu susu tersebut menjadi 143 0 Fahrenheit atau 60° Celcius selama 30 menit.
Cara ini biasa kita sebut dengan Pasteurisasi
(Millier,1976). Willkocks dan Bahr (1978) menyatakan bahwa untuk mematikan kuman tuberkulosis pada susu sapi dapat
di-
pakai cara pasteurisasi yaitu dengan memasak air susu sampai 60 0 Celcius selama 15 hingga 20 menit.
Air susu
yang telah dipasteurisasi akan bebas dari kuman tersebut.
Tetapi untuk lebih mengamankan sebaiknya susu
terse but sampai mendidih pada waktu memasak.
Dengan
cara ini merupakan salah satu pencegahan terjadinya penularan tuberkulosis dari ternak ke manusia. pengolahan air susu menjadi berbagai produk susu seperti mentega, keju dan Yoghurt juga merupakan suatu cara yang baik untuk membunuh kuman tuberkulosis. Dalam proses pengolahannya selalu dimulai dengan
mem-
30
pasteurisasi susu sehingga apabila dikonsumsi oleh rnanusia terutarna anak-anak akan aman terhadap bakteri yang .pathogen termasuk diantaranya I'iycobacterium bovis.
30 pasteurisasi susu sehingga apabila dikonsumsi oleh manusia terutama anak-anak akan aman terhadap bakteri yang .pathogen termasuk diantaranya 1'1ycobacte1"ium bovis.
KESIl'lFULAN Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan terlebih dahulu maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang di-
golongkan ke dalam penyakit zoonosis dan merupru,an suatu penyakit yang perlu mendapat perhatian dalam bidang kesehatan masyarakat. 2. Di Indonesia kasus tuberkulosis pada manusia bukan
merupakan suatu problema klinik, melainkan suatu problema kesehatan masyarakat yang menyangkut banyak orang.
3. Transmisi penularan agen penyaki t tuberkulosis pada ternak ke manusia mempunyai banyak cara, baik secara.langsung maupun tidak langsung. 4. Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit
tuberkulosis pada ternak dipakai suatu cara atau kebiasaan yang disebut sebagai "Test and Slaughter".
5. Kebersihan dan kesehatan peternak merupakan faktor yang penting dalam segi penularan penyakit zoonosis. 6. Pemberantasan tuberkulosis pada ternak akan
mengurangi terjadinya wabah tuberklilosis pada manusia.
7. Pasteurisasi air susu dapat mencegah terjadiuya pe nularan tuberkulosis dari ternak ke manusia. 8. Pengolahan air susu menjadi suatu produk susu sepexti
mentega, keju dan Yoghurt mexupakan suatu cara yang
32 tepat
untQ~
mencegah terjadinya penularan tuberkulo-
sis dari ternak ke manusia.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan terlebih dahulu maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu ; 1. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang di-
golongkan ke dalam penyaki t zoonosis dan merupakan suatu penya.ki t yang perlu mendapat perhatian dalam bidang kesehatan masyarakat. 2. Di Indonesia kasus tuberkulosis pada manusia bukan
merupakan suatu problema klinik, melainkan suatu problema kesehatan masyarakat yang menyangkut banyak orang. 3. Transmisi penularan agen penyakit tuberkulosis pada
ternak ke manusia mempunyai banyak cara, baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit
tuberkulosis pada ternak dipakai suatu cara atau kebiasaan yang disebut sebagai "Test and Slaughter".
5. Kebersihan dan kesehatan peternak merupakan faktor yang penting dalam segi penularan penyakit zoonosis. 6. Pemberantasan tuberkulosis pada ternak akan
mengurangi terjadinya wabah tuberkulosis pada manusia.
7. Pasteurisasi air susu dapat mencegah terjadinya pe rrularan tuberkulosis dari ternak ke manusia. 8. Pengolahan air susu menjadi suatu produk susu seperti
mentega, keju dan Yoghurt merupakan suatu cara yang
SARAN Dntuk mencegah terjadinya penularan penyakit tuberkulosis dari ternak ke manusia perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. !f;engadakan kebijaksanaan Test and Slaughter pada ternak khususnya sapi apabila terkena wabah tuberkulosis. 2.
~jemperhatikan
sanitasi kandang dan kesehatan ternak.
3. !':eminum air susu yang telah dimasak dengan suhu minimum 60° Celcius selama 30 menit. 4. Memeriksa kesehatan pegavlai perusahaan susu atau peternak pemerah dalam jangka waktu enam bulan sekali untuk mencegah penularan dari manusia ke ternak.
DAFTlIR PDSTllKA Alson, T. N. 1951. Co, New York.
Elements of Dairying.
The tfJacmillan
Andrew, B. N., Vi. K. Laurence and J. F. Robert. 1952. American Review of Tuberculose. Vol. 66 No.5: 542 - 547. Anonymous. 1970. Joint FllOvillO Expert Comittee on Milk Hygiene. FAO of The United Nation: 47 - 48. Rome. 1980. INE Resistant TuDerculosis in an Urban School. Norbidiry and Hortali ty Weekly Report. 29 : 194 - 195.
l:agh
1981 • .t'eaoman Fengendalian Penyakit Eewan tijenular. J·ilid III. Dit. Res. 'viano Dirjen Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. Blood, D. C. and J. A. Handerson. 1974. Veterinary Medicine. Fourth Ed. The William and Walkin Co. Bongso, T. ll. and N. R. IV!. Pinto. 1972. Studies on Tuberculine sensitivity in Livestock in Ceylon. Ceylon Veteriner J. 20 : 84 - 86. Cooper, E. E •. 1970. Transmission of M. Tuberculosis via geni tal tractus. J. of Urology. Vol. 104 No.6 914 - 915. Cruickshank, R., J. P. Dugoic., B. D. Marimion and R •. E. A. svlain. 1974. Medical JIIicrobiology. Longman Inc. New York. Danusantoso, E •. 1981. Diagnostik, terapi dan pencegahan Tuberkulosis. J. Kesehatan Masyarakat Dep. Res. R.I. Tahun X 25 : 20 - 26. Davey T • . E. and T.• Wilson. 1969. Control of Disease in Th1:l Tropics. Third Ed. HC Lewis and Co Ltd. Davis, G. 0 •. 1947. Gaiger and Davies veterinary Pathology and Bacteriology. Third Ed. Bailliere Tindall and Co. De Kantor, N. I~, N:~.Marchevsky and R. Lambordo. 1980. Tuberculin response related to administration o£ F.M.D., Brucelosis and Rabies Vaccine. The Brit~sh Vet, J. Vol. 39 No.1 :98 - 100.
35 De Kantor, N. 1., D. Bioch and J. D. KosViorm. 1978. Mycobacteria isolated from Nasal Secretions of Tuberculin Test Reactor Cattle. American J. of Veterinary Rese~ch. 39: 1233 - 1234. Fenner, P. 1980. TB: Increase in Herd Break downs. The Vet. Record J. Vol. 109 No. 21 : 458. Francis, J. 1972. Roote of infection in Tuberculosis. Australian Vet. J.·48 : 578. Francis, J •. 1973. Very Small Public Health resk from flesh of Tuberculoos Cattle. Australian Vet. J. 49 : 496 - 497. Gallagher, J., R.H. Muirheah and K. J. Burn. 1976. Tuberculosis in Wl.lQ Badgers in Glovcestershire Pathology. The Vet. Record J. Vol. 98 No.1:
9 - 14. Hubert, W•. T., W.F. Fc Culloch and P. R. Schuhurrenberge~. 1977. Disease Transmitted from Animal to Man. First Ed. Mc Grow Hill Book Company, Ltd. Hungerford, T.,G. 1970. Disease of Livestock. Angus and Robertson Publishing Pty, Ltd.
7th Ed.
Karlson, A. G. and D•. T. carr. 1970. Tuberculosis Caused by Mycobacterium bovis. Dept. of Microbiology and Iinmunology. ~\ayo Cinic. Kopecky, K. E. and A. B. ,Larsen. 1975. IV Johnin and Tuberculin test in Cattle Vaccinated with t'jycobacterium paratuberculosis Cells and Subsegently Inoculated with Mycobacterium bovis. American J. of Vet. Research. Vol. 36 No. 12 : 1727 - 1729. Legendre, A. M., J. R •. Easly and P. V. Becker. 1979. Invi vo and invi tro response of cars sensitized with viable Mycobacterium bovis (B.G.G.). American J. of Vet. Research. Vol. 40 No. 11 : 1613 - 1619. Lesslie, 1. W•. and C. N. Hebert. 1976. Practical application of Bovine Tuberculin PPD in Testing Cattle in Great Britain. The Vet. Record J. Vol.98 No.9: 170 - 172. Mallman, V. H •. and P. Robinson. 1964. Relationship of Atypical Bovine and Porcine Mycobacteria to Those of Human Origin. Health Laboratory Science. 11 - 58.
36 Millier, A. I. 1976. Microbiological Laboratory Techniques. D.C. Health and Co. Massachusettes. Nabib, R. dan S. 1'1aedL 1979. Patologi Khusus Veteriner. Fakultas Kedokteran Rewan IPB Bogor. Nicholas, E. 1981. Bovine TB in Wales. Record J. Vol. 105 No.1: 2.
The Vet.
Fetosutan, E., 1980. Permasalahan Tuberkulosis ditinjau dari segi kemasyarakatan. Jurnal Kesehatan Nasyarakat. Dep. Kes. R.r. Tahun IX : 19 - 20. Fhilpot, 'II. N.,1979. Control of Nastitis. Sci. Vol. 62 No. 1 : 27 - 29.
J. of Dairy
Ressang, A•. A. 1963. Patologi Khusus Veteriner. Fakultas Kedokteran HeV/an IPB Bogor. Smith, A., T. ,C. Jones and R. D. Hunt. 1975. Veteriner Pathology Lean and Febriger. Seventh Ed. Philadelphia. Steel, J. H. and A. ,F. Ramsey. 1958. American Review of TBC and Pulmonary Disease. No.6: 908 - 922. Steel, J. H. 1962. Animal Disease and Human Health. FAO of The United Nations'. Rome. 7 - 9. Thoen, C. A., E. M. Himes, C. D. Stumpff, T. U. Parks and R. N. St=kie. 1977. Isolation of Mycobacterium bovis from The Prepuce of a Herd Bull. American J,. of Vet Research. Vol. 38 No.6: 877 - 878. Thoen, C.,A., E. M. Himes, VI. D. Richards, J. L. Jarnagin and R. Harrington. 1979. Bovine Tuberculosis in The United States and Puerto Rico. American J. of Vet Research. Vol. 49 No.1: 118 - 120. Wilcocks, C •. and P •. E. C. flj. Bahr. 1978. Tuberculosis Hanson's Tronical Disease. The Whitefrias Press Ltd. London.-
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirka."'1 di Jakarta pada tanggal 31 Juli merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Orang tua penulis yaitu Bapak H. Asnawi Said dan Ibu Rasy.idah. Penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di Jakarta pacta tahun 1966 dan tamat pada tahun 1971, lalu melanju! kan Sekolah v,enengah Pertama di Jakarta hingga lulus pad a tahun 1974.
Pada tahun 1975 penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Nenengah Atas di Jakarta dan tamat pada tahun 1977. Pada tahun 1978 diteriroa menjadi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor dan masuk Fakultas Kedokteran Veteriner pada tahun 1979.
Penulis berhasil mencapai gelar
Sarjana Kedokteran Veteriner pad a tahun 1982 di Fakultas Kedokteran Veteriner, IPB Bogor.