trormasi
Teknologi Pert-
-l
Kata Pengantar Pembaca yang Budiman Ass, wr,wb Kebijakan pembangunan terutama untuk pengembangan lahan telah dicoba didekati melalaui teknologi tepat guna. Kebijakan ini dapat saudara ikuti dalam bulletin 01 tahun 2004 ini. Pemberdayaan petani miskin melalui inovasi terutama untuk lokasi Lombok Timur secara konsepsional dan rencana operasional juga anda dapat cermati. Selain warna kebijakan dalam bulletin kita tetap memotret dan merekam dinamika para petani di lokasi Lombok Timur ini, di samping kondisi serta peluang pengembangannya melalui berbagai teknologi yang cocok yang kesemuannya kami coba suguhkan menjadi bacaan pembaca. Tidak kalah penting adalah beberapa kondisi sosial ekonomi budaya serta kelembagaan petani serta desa juga disajikan dalam artikel ini. Disamping warna pertanian, peternakan, bulletin ini juga kami coba untuk memberikan nuansa nelayan khususnya dari Teluk Ekas. Selamat membaca. Wass, wr wb REDAKSI.
Daftar isi Kebijakan Pengembangan Lahan Marginal Berbasis Teknologi Tepat Guna di NTB Pemberdayaan Petani Miskin Melalui Inovasi Teknologi Pertanian di Lombok Timur Alhamdulillah Panen Langsung Angkut Harapan Petani Sukamulia Terhadap Proyek Poor Farmers Perkembangan Proyek Poor Farmers di Lotim s/d Oktober 2004
2 3 6 7 8
Petani Sambelia Merasakan Manfaat Proyek Poor Farmers Teknologi Merubah Pola Tanam di Anjani Mengubah Padang Alang-alang Menjadi Kebun Pisang Komersial Kiat Meningkatkan Pendapatan Petani di Lahan Kering Teknologi Budidaya Kangkung Khas Lombok di Lahan Sawah Irigasi Agensia Hayati Penyakit CVPD pada Tanaman Jeruk di temukan di NTB Pembibitan Ayam Potong Lokal pada Petani Miskin di Lahan Marginal Potensi Manggis (Garcia mangostana L) di P. Lombok Temu Informasi Pertanian Lahan Kering Wilayah PFI3P Lombok Timur
9
Temu Lapang Kelembagaan SUT Ternak Kambing di desa Sambelia Mobilisasi Petani Miskin Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Lombok Timur
22
Kearifan Lokal Masyarakat desa Sukaraja dalam Pengelolaan Sumberdaya Air Peta Zona Agroekologi Usaha Penangkapan dan Pembesaran Lobster di Teluk Ekas, Lombok Timur Transformasi Sosio Budaya dalam Pembangunan Pedesaan di Lahan Marginal Waspadai Penyakit Antraks di NTB Apa dan Bagaimana Antraks ? Tembakau “Senang” SK Mentan No.238/SE/TU.320/10/2004
26
10 11 13 15 16 17 20 21
22 24
27 29 33 34 34 36 37
Bulletin Informasi Teknologi Pertanian diterbitkan 2 kali setahun oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Pengarah : Mashur. Tim Penyunting : Ketut Puspadi, A. Muzani, L. Wirajaswadi, Irianto Basuki, M. Sofyan Souri, N. Mansyur, M. Nazam, Prisdiminggo. Penyunting Pelaksana : Andri Nurwati, Sasongko WR, L.A. Jupri; Diterbitkan setahun 2 kali, Tanda Terbit : ISSN : 1829-6947. ; Alamat Penyunting BPTP NTB Jalan Raya Peninjauan Narmada, Kotak Pos 1017 Mataram, Telp. 0370 671312, Fax. 0370 671620, E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected], . Infotektan tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara on-line pada. http:\\www.ntb.litbang.net.id. Redaksi berisikan tentang hasil-hasil pengkajian BPTP NTB, berita-berita aktual dan kegiatan diseminasi lainnya yang disajikan dalam bentuk tulisan ilmiah populer, berita.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LAHAN MARGINAL BERBASIS TEKNOLOGI TEPAT GUNA DI NTB
(Bagian I) Drs H. L. Fathurahman, MSc. Kepala BAPPEDA Propinsi NTB/Ketua Komisi Teknologi Pertanian
PENDAHULUAN Pembangunan pertanian selama ini lebih diprioritaskan pada pengembangan pertanian lahan kering (untuk selanjutnya digunakan istilah: lahan kering), dan mengesampingkan pengembangan potensi lahan marginal yang sangat luas. Akibatnya terjadi ketimpangan perkem bangan pertanian antar wilayah dan ketimpangan kesejahteraan antara pengguna lahan sawah dan lahan kering. Untuk mengatasi ketimpangan tersebut dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan pertanian lahan kering, maka kedepan hendaknya menjadikan pembangunan pertanian lahan kering sebagai prioritas program. Hal ini tidak berlebihan mengingat potensi lahan kering dan lingkungannya sangat besar, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal, sedang disisi lain semakin terbatasnya lahan sawah sebagai sumber produksi pertanian, pendapatan dan penyediaan kesempatan kerja. Propinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai keunggulan komparatif berupa wilayah lahan kering yang cukup luas dan berpeluang besar untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama petani lahan kering. Data dari Kanwil BPN Propinsi NTB (2001) dalam Bappeda Propinsi NTB (2002) menunjukkan bahwa Propinsi NTB seluas 2.015.315,000 hektar, sebagian besar (1.673.476,307 ha atau 83,04%) berupa lahan kering sedang sisanya berupa lahan sawah dan pengguna lainnya (16,96%). Dari potensi lahan kering yang cukup luas di Propinsi ini, ada pada agroekosistem yang cukup beragam dan sangat cocok untuk pengembangan berbagai komoditas tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan yang mempunyai arti ekonomi penting, sehingga dapat menjadi komoditas unggulan daerah dalam menghadapi pasar nasional dan global di masa datang. Kondisi tersebut di atas memberikan gambaran bahwa untuk pemanfaatan dan pengembangan potensi wilayah lahan kering di Propinsi NTB, diperlukan adanya dukungan investasi dan peningkatan partisipasi masya-
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
rakat, sehingga wilayah lahan kering bukan lagi menjadi hambatan tetapi merupakan harapan. Agar keunggulan komparatif wilayah lahan kering di Propinsi NTB dapat dikelola secara efisien, efektif dan optimal serta dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi pengembangan ekonomi wilayah dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat, maka menyusun Rencana Strategis Pengem bangan Wilayah Lahan Kering Propinsi NTB Tahun 20032004” merupakan suatu langkah awal yang mutlak perlu dilakukan. PROGRAM DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN WILAYAH LAHAN KERING PROPINSI NTB Pembangunan berbagai sumber daya wilayah lahan kering Propinsi NTB harus direncanakan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan, sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Rencana program dan kegiatan pengembangan wilayah lahan kering Propinsi NTB dapat disajikan sebagai berikut: A.
Program dan Kegiatan Pem bangunan Sumberdaya Alam Potensi sumberdaya alam yang dimiliki suatu wilayah merupakan pendorong utama bagi pengembangan wilayah tersebut. Beberapa rencana program dan kegiatan strategis pembangunan sumberdaya alam dalam rangka mempercepat pengembangan wilayah lahan kering Propinsi NTB sebagai berikut: (1). Pengembangan Pola Gerakan Selama ini gerakan pengembangan lahan kering lebih populer di kalangan pemerintahan. Peran aktif masyarakat selama ini belum optimal. Ketika sebuah program pemerintah dijalankan masih banyak masyarakat belum memahami permasalahan yang terkait dengan lahan kering tetap ada. Oleh karena itu peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pengembangan dan peman faatan lahan kering adalah mutlak diperlukan. Disamping itu pula pihak swasta selaku pemilik modal masih belum
2
melakukan investasi secara optimal untuk pengembangan produk lahan kering. Harus segera dibangun pola gerakan bersama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. (2). Program Penghijauan: Kegiatan reboisasi yang telah berjalan selama ini harus terus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Masih banyak lahan-lahan marginal yang belum tertangani.Disamping itu, peningkatan kesadaran kepada masyarakat untuk tidak melakukan penebangan liar masih perlu ditingkatkan sehingga program yang dijalankan pemerintah da pat berjalan. Keikutsertaan semua pihak sangat diperlukan. Gerakan penanaman sejuta pohon adalah contoh nyata kebersamaan dalam melakukan penhijauan. (3). Program Penataan Ruang, tujuan dari program ini adalah meningkatkan sistem pengelolaan rencana tata ruang dan mewujudkan keserasian antara daya dukung dan kesesuaian lahan dengan penggunaannya untuk berbagai kegiatan pembangunan. Beberapa jenis kegiatan strategis untuk mewujudkan program tersebut adalah (a) pemberian sanksi tegas terhadap pengguna lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; (b) penyusunan rencana tata ruang yang spesifik lahan kering berdasarkan keunggulan komparatifnya; (c) penetapan kawasan sentra produksi (KSP) pengembangan komoditas pertanian berdasarkan keung-gulan komparatif lahan kering dan (d) penyusunan rencana operasional dalam pemanfaatan ruang sesuai keunggulan komparatifnya. (4). Program Pengelolaan Pertanahan/Sumberdaya Lahan, tujuan dari program ini adalah meningkatkan sistem pengelolaan pertanahan, terutama lahan kering yang mempunyai potensi sangat luas dengan mempertimbangkan kemampuan fisik lahan dan kepentingan pengguna lahan, sehingga dihasilkan manfaat ekonomi yang optimal. Beberapa jenis kegiatan strategis untuk mewujudkan program tersebut adalah (a) pengusahaan tanaman perkebunan dan kehutanan secara campuran pada lahan miring/berbukit; (b) pengusahaan tanaman palawija dengan sistem konservasi pada lahan kering dengan lapisan olah tipis dan kandungan bahan organik rendah; (c) rehabilitasi lahan kering yang telah rusak; (d) pemeliharaan secara intensif berbagai tanaman pertanian lahan kering dan (e) pe-ngaturan status dan sistem pemilikan/penguasaan lahan kering. (5). Program Peningkatan Ketahanan Pangan, tujuan dari program ini adalah meningkatkan produksi berbagai komoditas pertanian sumber pangan melalui pening katan luas areal tanam dan pertumbuhan sentra produksi komoditas unggulan/andalan Propinsi NTB, baik untuk komoditas pertanian, pangan, hortikultura (buah-buahan) maupun perkebunan. Beberapa jenis kegiatan strategis untuk mewujudkan program tersebut adalah : (a) pengusahaan tanaman perkebunan dan tanaman pangan unggulan/andalan secara campuran pada lahan relatif datar; (b) pelatihan perbanyakan tanaman buahbuahan dan perkebunan secara vegetatif; (c) demonstrasi usahatani (demfarm) untuk luasan 5-10 hektar; (d) pengembangan demfarm menjadi skala usaha agribisnis 50-100 hektar. (5) Program Konservasi Sumber daya Air, tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan kemampuan sumberdaya air guna dapat menyediakan air pengairan untuk mendukung berbagai kegiatan pembangunan, terutama pengembangan pertanian lahan kering. Beberapa jenis kegiatan strategis untuk mewujudkan program tersebut adalah: (a) pengelolaan sumberdaya air melalui reha bilitasi daerah aliran sungai (DAS) kritis; (b) penerapan teknik konservasi air dengan permanen air hujan menggunakan embung atau bak-bak penampung; (c) kampanye penyelamatan hutan dan sumber air dan (d) pengembangan pemanfaatan air hujan dengan teknologi
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
pemanenan air (water harvesting). (7). Fasilitasi Capitalisasi Exploitasi Lahan Kering, Menciptakan iklim yang baik bagi tumbuhnya investasi pada lahan kering adalah salah satu langkah yang diperlukan. Iklim yang baik akan membuka peluang selebar-lebarnya bagi pemilik modal untuk terjun menggarap lahan kering. Upaya penciptaan iklim yang sehat tersebut dapat dilakukan dengan reformasi kebijakan pengembangan lahan kering, pengembangan kebijakan investasi maupun pengembangan pola kemitraan antara masyarakat dengan dunia usaha. Pengembangan kebijakan investasi mengarah kepada pemberian insentif dan disinsentif baik mencakup fiscal, teknis maupun administrasi dalam pengembangan lahan kering. Hal ini selanjutnya diharapkan mampu mendorong semua pihak untuk terlibat dan berkompetisi dalam pengembangan lahan kering. (bersambung pada bulletin 02 ta 2004)
PEMBERDAYAAN PETANI MISKIN MELALUI
INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI LOMBOK TIMUR Oleh : Pantjar Simatupang, dkk.
Pendahuluan Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Program pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000–2004, telah menggariskan arah kebijakan dalam pembangunan ekonomi nasional. Salah satu diantaranya adalah“ Melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan kemiskinan dan mengurangi pengangguran yang merupakan dampak krisis ekonomi”. Lebih lanjut dokumen tersebut menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda-tunda dan harus menjadi prioritas pembangunan nasional. Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi kemiskinan tertinggi di Indonesia. Sudah selayaknya prioritas utama pembangunan Nusa Tenggara Barat adalah juga pengentasan penduduk dari kemiskinan. Karena sebagian besar penduduk Nusa Tenggara Barat menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian (agribisnis dalam arti luas), maka upaya pengentasan penduduk dari kemiskinan akan lebih efektif bila sektor pertanian dijadikan sebagai prioritas pembangunan. Dalam hal ini diuraikan secara ringkas, khususnya yang berkenaan dengan pemberdayaan petani miskin melalui inovasi teknologi pertanian. Dalam hal ini peranan BPTP Nusa Tenggara Barat sangat menentukan, utamanya dalam menyediakan teknologi inovatif tepat guna dan spesifik lokasi bagi petani miskin di kabupaten ini. Perkembangan jumlah penduduk miskin Berdasarkan kabupaten/kota, jumlah penduduk miskin tertinggi pada tahun 2003 adalah di kabupaten Lombok Timur, yaitu sebanyak 278.500 orang, diikuti oleh berturut-turut Lombok Barat (232.100 orang), Lombok Tengah (215.500 orang) dan kabupaten Sumbawa (122.600 orang). Berdasarkan data tersebut, maka tidak salah jika
3
kabupaten Lombok Timur mendapat prioritas dalam proyek peningkatan pendapatan petani miskin melalui inovasi (P4M2I). Suhartini, dkk. (1995) melaporkan bahwa penyebab utama kemiskinan di provinsi ini adalah gabungan dari berbagai faktor antara lain: rendahnya mutu sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, serta masih terbatasnya sarana/prasarana yang tersedia, terutama sarana transportasi. Swastika et.al. (2003) melaporkan bahwa sebagian besar jalan di desa-desa Lombok Timur dalam kondisi sedang sampai rusak, dengan alat transportasi yang terbatas, yaitu ojeg dan alat angkut tradisional dokar, meskipun jalan-jalan dari kota kabupaten ke kota kecamatan umumnya sudah diaspal (hot-mixed). Distribusi penduduk miskin berdasarkan lapangan pekerjaan Data primer dari penelitian terakhir di kabupaten Lombok Timur menunjukkan bahwa sebagian besar kepala keluarga contoh (84-97%) mempunyai pekerjaan utama sebagai petani konsisten dengan kondisi tingkat provinsi NTB. Sementara itu selain menjadi petani sebagai pekerjaan utama, juga sebagian besar kepala keluarga (3053%) mempunyai pekerjaan sampingan sebagai buruh tani. Penduduk miskin yang bekerja di sektor industri hanya ada di satu desa dari lima desa contoh, dengan persentase yang sangat kecil (3,33%). Tingginya persentase penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian mencerminkan betapa pentingnya sektor ini sebagai sumber penghidupan mereka. Oleh karena itu, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi prioritas pembangunan ekonomi, termasuk pembangunan infrastruktur penunjang pertanian di perdesaan. Kondisi Sumberdaya Lahan Sampai saat ini sektor pertanian masih merupakan bagian yang sangat penting, bagi provinsi NTB. Hal ini tercermin dari tingginya sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB, yaitu mencapai sekitar 36 persen dari total PDRB provinsi ini. Bahkan di kabupaten Lombok Timur, kontribusi sektor pertanian mencapai lebih dari 40 persen dari PDRB Kabupaten. Sebagian besar lahan di Lombok Timur merupakan lahan kering. Data BPS Kabupaten menunjukkan bahwa di Lombok Timur sekitar 71,8 persen dari lahan pertanian merupakan lahan kering, dan hanya sekitar 28 persen merupakan lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Karakteristik lahan kering di provinsi Nusa Tenggara Barat (termasuk Lombok Timur) dicirikan oleh tingkat kesuburan yang rendah dan distribusi curah hujan yang sangat fluktuatif, sehingga pada musim kemarau tanaman sering menghadapi masalah kekeringan. Musim hujan dimulai bulan November hingga Maret, kemudian pada bulan berikutnya berkurang hingga musim kering selama bulan Juni sampai Oktober. Di lima desa contoh Kabupaten Lombok Timur, luas penguasaan lahan tergolong sempit. Penguasaan lahan sawah tadah hujan berkisar antara 0.1-1.8 ha dengan rata-rata 0.45 ha, sedangkan luas penguasaan lahan sawah irigasi sederhana berkisar antara 0.05-3.00 ha, dengan rata-rata 0.64 ha. Lahan tegalan atau ladang berkisar 0.02-
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
4.00 ha, dengan luas rata-rata 0.45 ha. Rentang luas penguasaan lahan sangat lebar, namun rataannya cenderung bias ke arah penguasaan sempit, yaitu dibawah satu hektar. Angka ini mencerminkan bahwa sebagian besar petani menguasai lahan sempit yang merupakan salah satu ciri petani miskin. Pada agroekosistem lahan sawah, pola tanam yang paling umum dilakukan petani adalah padi-palawija, sedangkan pada lahan kering lebih banyak diusahakan tanaman palawija dan tembakau di dataran rendah, serta sayuran dan palawija di dataran tinggi. Kecuali sayuran dan tembakau, kegiatan usahatani padi dan palawija pada dasarnya lebih ditujukan pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan keluarga (subsisten) dari pada pemenuhan permintaan pasar. Pengembangan komoditas yang sesuai dengan kondisi agroekosistem yang ada dengan memanfaatkan teknologi hasil rakitan BPTP diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sumberdaya yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Sumberdaya Teknologi Selain sumberdaya lahan, teknologi juga merupakan sumberdaya yang sangat menentukan produktivitas usahatani. Perakitan dan pengkajian teknologi pertanian di Nusa Tenggara, termasuk NTB, telah dilakukan, terutama oleh Badan Litbang Pertanian sejak didirikannya Sub Balai Penelitian Peternakan, adanya Proyek NTASP/P3NT, sampai pada pembentukan BPTP di NTB. Berbagai penelitian dan pengkajian (litkaji) di wilayah ini diyakini telah menghasilkan berbagai paket atau rekomendasi teknologi yang sudah siap untuk didiseminasikan kepada petani. Saat ini, BPTP-NTB adalah satu-satunya lembaga dibawah Badan Litbang Pertanian yang mempunyai mandat merakit, menguji adaptasi, serta menyebarkan teknologi pertanian unggulan di provinsi ini. Oleh karena itu, adalah kewajiban BPTP menghimpun semua asset Badan Litbang Pertanian berupa teknologi siap pakai atau teknologi setengah jadi yang masih perlu dikaji sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani di NTB. Dengan perakitan dan kaji ulang daya adaptasi teknologi, diharapkan dihasilkan teknologi yang benar-benar tepat guna spesifik lokasi dan sesuai dengan kebutuhan petani di NTB. Kelembagaan Kelembagaan yang banyak mendukung kegiatan usahatani di perdesaan diantaranya pasar, kios saprodi, para pedagang pengumpul, kelembagaan keuangan, serta kelembagaan informal lainnya. Studi kasus di Lombok Timur menunjukkan bahwa kelembagaan formal yang banyak terkait dengan kegiatan usahatani adalah petugas pertanian di tingkat kecamatan, aparat desa serta kelompok tani. Pasar sebagai kelembagaan penyedia sarana produksi dan pemasaran hasil pertanian saat ini sangat besar perannya bagi petani. Begitu pula peran pedagang pengumpul yang datang ke lokasi usahatani membantu pemasaran hasil secara cepat. Kelembagaan di tingkat petani, seperti kelompok tani pada sebagian lokasi telah berjalan walaupun belum optimal dan terbatas pada transfer
4
informasi secara tidak langsung diantara petani anggota. Namun demikian, dalam penumbuhan modal usahatani, lembaga keuangan formal belum terlihat peranannya. Begitu pula halnya sistem kemitraan dengan lembaga modal lainnya, termasuk peran serta koperasi masih sangat terbatas. Oleh karena itu, pemberdayaan petani melalui penyediaan modal usaha sangat diperlukan. Informasi Teknologi Pertanian Proses alih teknologi dapat berjalan dengan baik jika tersedia media informasi yang memadai dan dapat diakses oleh petani. Pada dasarnya informasi teknologi pertanian di lokasi penelitian Lombok Timur diperoleh petani dari berbagai sumber, baik yang formal maupun informal. Petani umumnya mencari informasi tentang bagaimana meningkatkan produksi dari komoditas yang ditanam diluar pendekatan harga. Jadi pendekatan produksi masih merupakan orientasi utama selain untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga. Dari hasil survai 2004 diperoleh gambaran bahwa sumber informasi utama bagi petani adalah sumber formal (PPL/Dinas) dan sumber informal yaitu orang tua atau dari sesama petani, Oleh karena itu, pendekatan kerjasama petani dalam pengembangan inovasi teknologi pertanian sejak identifikasi masalah, perencanaan pengkajian, pengujian/pengkajian dan diseminasi teknologi merupakan pendekatan yang strategis dan diyakini dapat mempercepat proses alih teknologi. Sebab, dengan kerjasama pengkajian petani dapat secara langsung menerapkan dan mengevaluasi keunggulan teknologi yang diintroduksikan, sehingga proses diseminasi berjalan bersamaan dengan pelaksanaan litkaji. Diseminasi menjadi penting sebagai tolok ukur dalam operasionalisasi hasil paket teknologi. Untuk itu, belajar dari pengalaman di BPTP-NTB, Basuno (2003) mengemukakan beberapa saran tentang diseminasi paket teknologi sebagai berikut: (1) perlu dilakukan sosialisasi sistem diseminasi versi Badan Litbang Pertanian bagi seluruh BPTP, agar paket teknologi dari BPTP dapat dengan cepat sampai ke masyarakat pengguna; (2) perlu dirancang dan diujicobakan program diseminasi dengan menggunakan petani sebagai “penyuluh” sebagai mitra kerja penyuluh profesional (agar diseminasi itu sendiri tidak hanya tergantung pada penyuluh lapangan. tapi juga pada petani); (3) perlu diupayakan peningkatan proses adopsi teknologi antara lain dengan upaya khusus untuk “menggerakkan kembali” penyuluh yang sebelumnya bertugas di BIP melalui pendekatan partisipatif agar potensi penyuluh dapat dimanfaatkan secara optimal; (4) perlu mendekatkan paket teknologi pertanian ke pengguna akhir dengan melakukan penyuluhan secara terbatas. terutama di zona-zona farming sistem yang sedang dikembangkan (untuk membuktikan bahwa rakitan paket teknologi memberi manfaat bagi pengguna akhir); dan (5) perlu diidentifikasi berbagai kendala administrasi yang selama ini secara signifikan mempengaruhi kinerja BPTP. Pemberdayaan Petani Miskin Melalui Pengembangan Teknologi Tepat Guna Salah satu upaya penemuan paket teknologi lahan kering baik untuk komoditas tanaman pangan maupun peternakan telah dirintis oleh Badan Litbang Pertanian
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
melalui program penelitian NTASP/P3NT. Upaya ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan kriteria rekayasa teknologi yang menjamin kelestarian sumberdaya dan lingkungan, disamping layak secara teknis, menguntungkan secara ekonomis, dan dapat diterima secara sosial. Adapun sasaran akhirya adalah : (1) menemukan paket teknologi usahatani rekomendasi sesuai dengan basis agro-ekosistem; dan (2) meningkatkan produktivitas pertanian, pendapatan petani, konservasi lahan, dan kelestarian lingkungan (Pasandaran, dkk, 1991). Dengan dibentuknya BPTP, maka litkaji selanjutnya adalah berupa penelitian terapan atau uji adaptasi dari teknologi siap pakai yang dihasilkan oleh berbagai lembaga penelitian, terutama yang bernaung di bawah Badan Litbang Pertanian. Tantangan berikutnya adalah bagaimana mengembangkan teknologi yang telah dihasilkan kepada pengguna langsung, yaitu petani. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendukung Terkait dengan pengembangan lahan marjinal, upaya yang ditempuh tidak hanya pengenalan teknologi dan proses adopsi semata, tetapi juga harus mempertimbangkan penyediaan atau perbaikan sarana dan prasarana pendukung. Sebagaimana diketahui, wilayah lahan marjinal umumnya memiliki keterbatasan dalam fasilitas infrastruktur. Oleh karena itu, keberadaan salah satu program saat ini yaitu Poor Farmers’ Income Improvement through Innovation Project (PFI3P) dipandang dan diharapkan sebagai suatu langkah yang cukup strategis dalam upaya pemberdayaan petani miskin. Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melalui Inovasi atau PFI3P merupakan proyek yang pelaksanaannya ditangani oleh Badan Litbang Pertanian (executing agency) dengan bantuan dana dari Asian Development Bank (Anonymous, 2003). Dalam pelaksanaan nya di lapangan lebih banyak melibatkan institusi pemerintah daerah dan non pemerintah seperti lembaga konsultan dan LSM. Dalam jangka 5 tahun, kegiatan proyek ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani miskin di lahan marjinal (marginal rainfed areas) melalui pengembangan inovasi produksi dan pemasaran hasil pertanian. Dengan kata lain, kegiatan proyek mencakup pembangunan sistem agribisnis di lahan marjinal melalui pemberdayaan petani, inovasi teknologi, pengembangan kelembagaan desa, perbaikan sarana/prasarana (infrastruktur) pendukung pertanian secara partisipatif, dan peningkatan akses pada jaringan informasi. Ringkasnya, komponen proyek terdiri dari: (1) pemberdayaan petani; (2) pengembangan informasi nasional dan lokal; (3) dukungan infrastruktur untuk pengembangan inovasi pertanian dan diseminasi; serta (4) manajemen proyek. Pemberdayaan petani ditempuh melalui kegiatan: (1) mobilisasi kelompok tani; (2) pengembangan kelembagaan; dan (3) investasi sarana dan prasarana (infrastruktur) penunjang inovasi pertanian. Mobilisasi petani ditujukan untuk pengelolaan produksi dan pemasaran hasil pertanian dalam rangka pengembangan sistem agribisis dan peningkatan pendapatan petani. Untuk pengembangan kelembagaan, secara berlapis mulai dari desa, kecamatan, sampai kabupaten masing-masing
5
dibentuk Komisi Investasi Desa (KID) dan Fasilitator Desa (FD), Forum Antar Desa (FAD), dan Komisi Koordinasi Kabupaten. Untuk investasi sarana dan prasarana penunjang inovasi pertanian, peran ini diemban oleh institusi pemerintah daerah, LSM lokal, dan rekanan swasta, sebagai lembaga pendukung kegiatan lembaga-lembaga perencana dan pelaksana investasi desa. Sebagai catatan, investasi desa yang sesuai dengan ketentuan proyek adalah jalan usahatani dan jembatan, gudang desa, irigasi kecil, diseminasi teknologi pertanian, pelatihan petani, pengembangan informasi, konswervasi tanah dan air, dan pasar desa. Kegiatan proyek dilakukan melalui pendekatan partisipatif mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Dengan demikian diharapkan proyek ini dapat mencapai sasaran dalam upaya peningkatan inovasi produksi dan pemasaran hasil pertanian yang bermuara pada peningkatan pendapatan petani miskin secara berkelanjutan. Kabupaten Lombok Timur di propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu lokasi proyek oleh karena itu, investasi sarana dan prasarana desa yang sangat besar serta mobilisasi kelompok tani dalam rangka pengembangan kelembagaan agribisnis sangat diperlukan dalam implementasi proyek ini. Akhirnya, peran BPTP khususnya di Nusa Tenggara Barat (BPTP-NTB) sebagai lembaga penyedia paket teknologi mendapatkan mandat dalam implementasi proyek PFI3P ini. Keterlibatan BPTP-NTB sejak dini dalam kegiatan PRA (Participatory Rural Appraisal) dapat dikatakan sebagai titik awal kegiatan menuju kegiatan selanjutnya, yaitu dalam hal penyediaan paket teknologi tepat guna dan proses diseminasi yang efektif dan efisien. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa petani miskin (termasuk di NTB) terkonsentrasi pada lahan kering marginal dengan produktivitas rendah, serta fasilitas kredit dan infrastruktur yang tidak memadai, sehingga mereka kurang akses terhadap pasar input dan pasar produk. Kondisi tersebut menyebabkan mereka melakukan usahatani subsisten dengan penerapan teknologi sederhana sehingga produktivitasnya masih rendah. Implikasinya ialah bahwa rekayasa dan introduksi teknologi tepat guna sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani sangat diharapkan dalam upaya meningkatkan produtivitas sumberdaya pertanian. Selain itu, penyediaan infrastruktur yang memadai dan kredit lunak usahatani sangat diperlukan dalam upaya mempermudah petani memperoleh modal usaha dan sarana produksi untuk menerapkan teknologi baru, serta memasarkan hasil pertanian. Proyek “Poor Farmers” yang dilaksanakan saat ini memprioritaskan curahan dana pada investasi desa berupa pembangunan dan rehabilitasi sarana/prasarana (jalan usahatani dan saluran irigasi desa) untuk mendukung penerapan inovasi teknologi pertanian. Dalam hal inovasi teknologi pertanian, BPTP-NTB memegang peran sangat penting terutama dalam rekayasa dan penyebaran teknologi tepat guna yang spesifik lokasi. Sebab, lembaga ini adalah satu-satunya lembaga penelitian yang mempunyai mandat
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
untuk merakit, mengkaji, dan menyebarkan teknologi tepat guna yang spesifik untuk provinsi ini. Kebutuhan mendesak petani yang saat ini belum terprogram adalah penyediaan kredit lunak usahatani dengan prosedur administrasi yang sederhana bagi petani miskin di perdesaan. Tanpa kredit lunak, sangat sulit bagi petani dapat menerapkan teknologi pertanian yang lebih modern, karena masih lemahnya kemampuan modal petani. (Diedit dari Makalah PEMBERDAYAAN PETANI MISKIN MELALUI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI NUSA TENGGARA BARAT)
Penyampaian makalah pada Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Miskin Melalui Inovasi Teknologi Pertanian di Auditorium UNRAM.
ALHAMDULILLAH, PANEN LANGSUNG ANGKUT OELH : IRIANTO B
DAN JOKO.
Alhamdulillah demikian ungkapan rasa syukur yang berkali kali keluar dari mulut Haji Abdul Azis Azhar, setelah melihat dan merasakan langsung berbagai hasil Proyek Poor Farmers yang dilaksanakan di desa Dasan Lekong Lombok Timur yang dampaknya sangat terasa bukan saja untuk masyarakat petani lahan kering namun juga dinikmati masyarakat petani lahan basah di desa Dasan Lekong. Menurut Haji Azis Azhar di desanya terdapat perbedaan yang cukup mencolok terutama dari segi
6
pola tanam di mana hanya dibatasi jalan raya saja sudah jauh berbeda pendapatannya sebab ada yang di lahan kering dan lahan basah . Untuk saat ini Proyek Poor Farmers sebagian besar dilaksanakan di lahan kering dengan membangun fasilitas jalan usaha tani dan Irigasi desa termasuk fasilitas bak penampung air hujan. Saat ini seluruh fasilitas bangunan fisik sudah hampir rampung dan bahkan sebagian sudah dapat dinikmati masyarakat terutama jalan usahatani yang telah mampu memudahkan angkutan hasil produksi petani yang tidak lagi dipikul seperti sebelumnya tapi sekarang sudah kendaraan roda empat sudah dapat masuk langsung sampai ke areal persawahan petani . Dari hasil pemantauan dan penuturan langsung masyarakat petani selalu diawali dengan ungkapan Alhamdulillah sebab kesulitan yang selama ini dialami sudah tidak lagi tinggal sekarang bagaimana upaya peningkatan hasil panen baik untuk tanaman padi maupuin tanaman palawija di saat musim kering saat ini. Berbagai hasil pembangunan fisik Proyek Poor Farmers di Dasan Lekong merupakan hasil keputusan bersama masyarakat petani sehingga saat ini tidak ada protes maupun keluhan dari petani lainnya, walaupun belum seluruh areal pertanian dapat menikmati Proyek, namun paling tidak sudah dapat mengurangi tingkat kesulitan masyarakat. Proyek Poor Farmers walaupun dana keseluruhannya mencapai 217 Juta Rupiah yang diusulkan, yang terealisasi baru mencapai 95 Juta telah mampu membangun Irigasi desa sepanjang 900 meter, sedangkan jalan usaha tani sepanjang 1 kilo meter. Apabila seluruh dana Poor Farmer tersebut dapat direalisasikan menurut Haji Abdul Aziz akan lebih banyak lagi program yang akan dilaksanakan sehingga dapat menjangkau areal persawahan yang lebih luas dan dinikmati petani di pedalaman. Dampak lain yang dirasakan masyarakat petani saat ini adalah semakin ramainya angkutan umum yang masuk ke berbagai lokasi dusun yang ada di Desa Dasan Lekong baik untuk mengangkut hasil pertanian maupun angkutan pupuk sampai ke sawah petani sehingga tidak capek capek lagi dipikul dan membutuhkan dana tambahan untuk ongkos buruh . Kalau hasil tanaman di lahan basah sebagian besar tanaman padi dan tembakau sementara dilahan kering beruntung kalau dapat tanam padi satu kali dan dilanjutkan dengan palawija dan buah – buahan seperti semangka dan Tomat. Khusus untuk tanaman lahan kering belajar dari keikutsertaan KID dan petani melalui Temu Usaha yang dilaksanakan BPTP di berbagai lokasi termasuk pengenalan teknologi terapan bagi peningkatan hasil dilahan kering, saat ini di Desa Dasan Lekong sebagian petani telah melakukan apa yang dilakukan Petani di Sambelia dengan tanaman jagungnya, dan pemeliharaan kambing serta budidaya tanaman pisang yang hasilnya belum dapat dinikmati sebab masih baru memulai tanam dan masih terus melakukan Konsultasi dengan petani lainnya diwilayah Binaaan BPTP. Memang ungkapan Alhamdulillah seperti judul tulisan tersebut memang patut untuk diungkapkan dengan melihat hasil yang cukup bagus dan berbeda dari tahun tahun sebelumnya. Sebab manfaat yang dirasakan lebih besar nilainya dari pengeluaran yang diberikan. Dengan demikian masyarakat secara langsung saat ini merasakan dampaknya terutama dari nilai harga tanah di sekitar Jalan usaha tani yang nilainya meningkat cukup drastis dari tahun sebelumnya bahkan para petani sekarang enggan untuk menjual tanahnya dengan melihat prosfek cerah yang nantinnya akan mereka nikmati dari hasil bantuan Proyek
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Poor Farmers terutama pembukaan jalan usaha tani termasuk irigasi.
HARAPAN PETANI SUKAMULIA TERHADAP PROYEK POOR FARMERS Oleh : Irianto B dan Joko Melihat perkembangan pelaksanaan Proyek Poor Farmers di sepuluh desa percontohan di Kabupaten Lombok Timur saat dilakukan temu informasi dan Temu Lapang yang diselenggarakan oleh BPTP NTB petani di Desa Sukamulia berharap Pimpinan Proyek Poor Farmers Lotim secepatnya merealisasikan pendanaan, sebab cukup banyak program yang direncanakan melalui Komite Investasi Desa (KID) yang sudah diseleksi melalui musyawarah dengan seluruh petani lahan kering. Ketua KID Desa Sukamulia Lombok Timur Sayuti.S menjelaskan seluruh rencana kegiatan hasil musyawarah KID dengan petani telah dituangkan dalam bentuk Proposal dan diserahkan ke Koodinator Proyek Poor Farmers Bappeda Lombok Timur, namun hingga saat ini realisasi proyek belum terlaksana. Menurut Sayuti pihaknya sangat berharap proyek dapat cepat dilaksanakan namun menurut keterangan pengelola Poor Farmer Lotim masih ada hal yang belum di selesaikan menyangkut persyaratan dari penyandang dana yang harus disiapkan oleh masing masing KID. Sehingga Hampir seluruh KID yang telah mengajukan proposal hingga saat belum ada yang direalisasikan sambil menunggu perubahan yang dilakukan masing masing KID . KID Desa Sukamulia sudah membuat rencana kegiatan meliputi pembuatan jalan usaha tani dan Irigasi termasuk bak penampungan air disaat musim kering ini sangat dibutuhkan Petani untuk mengairi sawah maupun untuk kebutuhan lainnya sehingga kalau bisa secepatnya Proyek Poor Farmers diturunkan di desanya. Apabila nantinya jalan usahatani yang direncanakan tersebut terealisir betapa bahagianya masyarakat yang selama ini berharap turunnya hujan baru mulai bercocok tanam. Setelah melihat keberhasilan petani lainnya di desa yang telah memperoleh Proyek Poor Farmers termasuk bantuan teknis penerapan teknologi pertanian oleh BPTP NTB, Petani Desa Sukamulia yang kondisi lahannya hampir sama dengan lahan pertanian yang ada di desa yang diuji coba/pengembangan teknologi BPTP semakin memberi semangat para petani untuk mengembangkan berbagai terapan teknoloogi untuk mendukung peningkatan produksi hasil pertanian sehingga berdampak terhadap pendapatan petani lahan kering. Sayuti juga berharap nantinnya apabila hasil penerapan teknologi tanaman jagung khususnya dapat di terapkan di desanya tidak mustahil desa Sukamulia akan menjadi pemasok jagung terbesar bagi pabrik pakan ternak yang saat ini sedang di bangun salah satu Investor kerjasama dengan Pemda Kabupaten Lombok Timur. Lahan kering di Desa Sukamulia cukup luas bahkan lebih luas dari lahan pertanian yang ada di desa desa lainnya di Kabupaten Lombok Timur yang menjadi lahan pengembangan teknologi Proyek Poor Farmers. Selain itu juga desa Sukamulia memiliki akses yang cukup bagus dengan jalur transportasi jalan utama sehingga sangat
7
mudah untuk dijadikan pusat pengembangan tanaman jagung . KID Sukamulia juga berharap dengan proyek Poor Farmers yang difokuskan pada upaya pembangunan jalan usahatani dan irigasi Desa termasuk pengembangan teknologi terapan pertanian akan semakin memacu tingkat pendapatan masyarakat petani lahan kering di desanya serta tidak lagi berharap terhadap hasil tanaman padi yang hanya dapat tumbuh di sebagian kecil areal persawahan di Desa Sukamulia. Kalau saja irigasi desa yang akan dibangun melalui dana Poor Farmer sudah dapat direalisasikan akan semakin mempercepat perubahan petani di Sukamulia sebab air yang saat ini lama bisa sampai ke sawahnya dan kebanyakan merembes saat dialiri, mungkin setelah irigasi selesai akan cepat diterima di masing masing persawahan petani secara otomatis akan berpengaruh terhadap produksi. Kalau saat ini sebagian petani lahan kering di Desa Sambelia menanam tanaman yang kurang mendfapat tempat di pasaran seperti tebu dan ubi namun khusus untuk tahun ini dengan kondisi kekeringan yang cukup panjang dibanding tahun sebelumnya tebu maupun ubi tidak dapat tumbuh bahkan mengalami kekeringan karena kurang air, Namun para petani di Sukamulia saat ini memiliki harapan yang cukup besar melalui penerapan tehknologi pertanian yang telah di kembangkan di beberapa desa yang kondisi lahannya sama dengan Sukamulia dapat mentransfer Tekhnologi yang dilakukan sehingga petani dapat meningkatkan pendapatannya sama seperti desa-desa yang lebih dulu menerapkan teknologi pertanian khususnya jagung.
PERKEMBANGAN PROYEK POOR FARMERS DI LOTIM S/D OKTOBER 2004 Oleh : Irianto B dan Joko
Proyek Poor Farmers yang dilaksanakan di lima Kabupaten di Indonesia termasuk Kabupaten Lombok Timur, saat ini sudah dapat dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya pada sepuluh Desa yang menjadi pilot proyek. Untuk kegiatan tahap pertama 10 desa yang menjadi sasaran kegiatan Poor Farmers di antaranya desa Dasan Lekong , Korleko, Swangi, Selebung Ketangga, Montong Betok, Sambelia, Sembalun, Anjani, Mamben Lauk, dan desa Wanasabe. Desa-desa sasaran sebagian besar merupakan desa kritis dalam arti hampir seluruh lahannya merupakan lahan marginal, sehingga selain memerlukan perhatian untuk sektor pengairan juga sarana Fisik lainnya serta penerapan teknologi pertanian lahan kering . Koordinator Proyek Poor Farmers bahwa kabupaten Lombok Timur DIMYATI, menjelaskan ke 10 desa percontohan pelaksanaan Proyek Poor Farmers dari segi fisik hampir seluruhnya mencapai 95% dan sudah dapat dinikmati masyarakat sasaran terutama
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
pembangunan jalan usahatani, yang hampir dilaksanakan di seluruh desa sasaran, belum lagi pembangunan dua jembatan di desa Korleko dan desa Swangi yang dulunya kedua desa ini untuk akses ke luar sangat sulit terutama untuk membawa hasil produksi pertanian ke pasar harus menempuh jalan berliku dan tidak bisa dilalui kendaraan . Namun saat ini seluruh jalan desa sudah dapat dihubungi termasuk pemasaran hasil produksi semakin lancar . Selain itu juga biaya pengeluaran petani kalau dulunya dalam setiap musim tanam untuk pupuknya saja per karung mencapai 15 ribu Rupiah kini sudah dapat ditekan menjadi 5 ribu Rupiah belum lagi ongkos angkutan sudah dapat ditekan menjadi lebih dari 50% dari sebelum adanya jembatan maupun jalan usahatani . Menurut Dimyati dampak lain yang saat ini dirasakan masyarakat desa sasaran Poor Farmers adalah harga tanah di sekitar jalan usaha tani semakin tinggi bahkan melebihi pendapatan petani per tahunnya. Hal itu terjadi di desa Swangi dengan adanya jembatan dan jalan usaha tani yang sudah jadi selain itu juga arus transportasi dan keterbukaan desa dengan dunia luar termasuk mempermudah anak-anak pergi ke sekolah. Kalau dulunya harus menyeberangi sungai dengan resiko basah dan hanyut kini sudah tidak lagi sebab jalan maupun jembatan yang dibangun sudah dapat dilalui . Sedangkan Proyek Poor Farmers akan dilaksanakan selama 5 Tahun dengan sasaran hampir seluruh desa yang ada di Kabupaten Lombok Timur sebanyak 106 desa, sedangkan 10 desa sasaran awal telah mendapat penilaian dari pihak penyandang dana dan hasilnya cukup baik dan dianggap tepat sasaran, sehingga untuk pelaksanaan tahap kedua Tahun 2004 yang ditargetkan akan mampu melayani 33 desa sasaran. Hingga kini seluruh pendanaannya belum dapat dicairkan karena masih adanya perbaikan-perbaikan terhadap sistim pengajuan pendanaan yang disesuaikan dengan proposal yang telah di bahas ditingkat Desa atau oleh KID. DIMYATI menjelaskan dari hasil seleksi terhadap proposal yang masuk dari 33 Desa sasaran belum satupun proposal yang lolos dan mendapatkan dana, hal tersebut berkaitan dengan kurangnya beberapa hal menyangkut sistim pengajuan yang harus dilengkapi oleh masing masing KID, sehingga terjadi kelambatan pencairan tidak seperti pelaksanaan awal . Untuk Realisasi Proyek tahap ke dua dengan 33 Desa sasaran untuk Tahun 2004 di prediksikan akan terjadi kelambatan disebabkan adanya perubahan sistim pengajuan Proposal tidak seperti tahap awal. Walaupun terjadi kelambatan realisasi proyek namun secara keseluruhan tidak mempengaruhi dana yang di alokasikan untuk masing masing desa sekitar 227 juta rupiah untuk masing masing KID sama seperti dana proyek tahap awal . Sementara itu kalau dari segi non fisik terutama hasil binaan BPTP yang dilaksanakan di lahan kering seperti di desa Sambelia dengan jagungnya, dengan pemeliharaan Kambing dan budidaya tanaman pisang dinilai sangat berhasil bahkan mampu menjadi pemacu semangat masyarakat setempat yang hampir putus asa dengan kondisi cuaca dan kekeringan saat ini. Dari hasil pisang saja di lahan yang hanya 17 are yang dimiliki salah seorang petani mampu menghasilkan pisang beraneka jenis dengan nilai 3 Juta rupiah, belum lagi hasil tanaman sela berupa
8
kacang panjang, cabe dan tomat sekitar 2,5 Juta rupiah belum termasuk bibit anakan pisang yang nilainya satu buah saja lebih dari seribu rupiah merupakan hasil tambahan petani setelah tanaman pokok. Kalau kita lihat sebelum adanya tanaman pisang melalui penerapan jarak tanam yang dibina langsung BPTP NTB areal tersebut merupakan areal yang ditumbuhi ilalang yang hanya di tanami pada saat musim hujan dengan tanaman seperti ubi kayu yang hasilnya tidak seberapa, namun kini telah menghasilkan jutaan rupiah bukan saja dari tanaman pokok tetapi juga dari tanaman tambahan yang diuji coba dan ternyata berhasil menambah penghasilan petani di Sambelia Sedangkan dari hasil budidaya tanaman jagung ternyata tidak kalah hasilnya dengan tanaman di lahan basah sehingga Bupati Lombok Timur melakukan berbagai terobosan dengan mendekatkan investor jagung ke daerahnya untuk di manfaatkan langsung sebagai pakan ternak dan berbagai produk lainnya dengan membangun pabrik pengolahan jagung di sekitar kawasan pengembangan tanaman jagung .
Dampak lain yang dirasakan masyarakat petani saat ini terhadap pola tanam kalau dulunya di lahan basah dengan tanaman padi padi palawija kini di lahan kering sebagian bisa ditanami padi sehingga sangat dirasakan manfaat Poor Farmers. Kalau dulunya tanaman bisa dilaksanakan hanya dua kali setahun di lahan kering kini sudah dapat tiga kali baik dengan melakukan pola tanam yang sudah ada maupun dengan penerapan teknologi pertanian lahan kering binaan BPTP.
PETANI SAMBELIA MERASAKAN MANFAAT PROYEK POOR FARMERS OLEH : IRIANTO BASUKI DAN JOKO Masyarakat Petani di desa Sambelia Lombok Timur saat ini tidak terlalu merasakan perbedaan adanya musim kering dibanding dengan tahun tahun sebelumnya. Hal ini merupakan dampak adanya Proyek Poor Farmers yang dilaksanakn sejak January 2004 lalu terutama untuk pembangunan jalan usahatani, saluran irigasi, dan bak penampungan air termasuk pembinaan penerapan teknologi pertanian lahan kering yang dilakukan BPTP NTB. Ketua Komite Investasi Desa (KID) HM. Saleh menjelaskan kalau dari segi fisik terutama saluran irigasi di desa Sambelia tinggal melanjutkan pembangunan yang sudah ada dan masih aktif sehingga kedatangan proyek Poor Farmers sangat membantu sekali kalangan petani yang dulunya kalau kita lihat air sangat lambat untuk masuk kesawah-sawah petani karena sebagian besar air telah merembes dijalan namun setelah pembangunan dan rehabilitasi saluran Irigasi desa yang panjangnya sekitar 1,5 kilometer, aliran air menjadi cepat. Selain air dapat cepat masuk ke sawah petani juga hasil produksi semakin meningkat sehingga berdampak terhadap pendapatan petani. Menurut HM.Saleh kalau dari segi fisik proyek di Sambelia sudah mencapai seratus persen bahkan bukan saja desa Sambelia yang menikmati namunnya juga desa desa pemekaran seperti desa Sugian dan desa Labuan Pandan terutama keberadaan jalan usaha tani dan irigasi desa.
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Hasil pengamatan KID pada saat panen palawija sebagian besar para petani sudah merasa bersyukur dengan adanya proyek Poor Farmer terutama adanya jalan desa atau jalan usaha tani yang dapat menghubungkan langsung pembeli hasil produksi dengan petani. Hasil usahatani tidak perlu dipikul oleh petani sebab kendaraan sudah dapat masuk langsung hingga ke lahan persawahan yang baru saja panen palawija sehingga pengeluaran petani dapat diminimalisir sementara pendapatan semakin meningkat . Kalau dilihat secara keseluruhan Proyek Poor Farmers di desa Sambelia telah mampu membangun jalan usaha tani sepanjang 1,5 Km, 9 paket bak penampungan air, dan 7 saluran irigasi yang rata-rata panjangnya 250 meter sementara dana keseluruhannya yang telah terealisasi di desa Sambelia senilai 227 juta 100 ribu Rupiah . Itu baru kita lihat dari segi fisiknya saja belum lagi non fisik yang dirasakan masyarakat petani lahan kering di desa Sambelia. Melalui pola tanam yang hampir seluruhnya berubah melalui penerapan teknologi pertanian, mampu menghasilkan berbagai produk unggulan lahan kering seperti Jagung dan Budidaya tanaman Pisang me-lalui penerapan jarak tanam serta dengan sistim tumpang sari berhasil meningkatkan pendapatan petani . Selain itu teknologi pemeliharaan kambing di lahan kering secara terpadu dengan pertanian yang dilaksanakan di salah satu kelompok di desa Sambelia ternyata perkembangannya cukup baik dan menjadi pusat pem-belajaran kelompok tani lainnya di Daerah NTB. Masyarakat petani di desa Sambelia saat ini sangat berharap Poor Farmers dapat dilanjutkan lagi bukan untuk satu tahun saja namun kalau
9
bisa dilanjutkan lagi sehingga saluran irigasi lainnya diperbaiki sehingga lebih banyak lagi petani yang khususnya berada di Daerah pedalaman dapat menikmati hasilnya. Apabila Poor Farmer untuk Tahun 2004/2005 tidak lagi dilaksanakan di desa Sambelia, Harapan petani nantinya program lainnya dapat cepat diturunkan sehingga berbagai kebutuhan sarana fisik irigasi dan jalan usahatani terutama kelanjutan dari pembangunan sebelumnya yang menghubungkan dusun-dusun terpencil dapat terlaksana . Melihat keberhasilan yang dilakukan oleh kelompok tani di desa Sambelia dengan bimbingan dari BPTP NTB Untuk penerapan teknologinya, kini cukup banyak kelompok tani desa lain di Lombok Timur yang kondisi lahannya hampir sama dengan desa Sambelia melakukan kunjungan sekaligus meminta berbagai petunjuk dari petani setempat tentang pola tanam, sistim dan tata cara penanaman jagung termasuk pisang serta pemeliharaan kambing di Lahan kering. Sementara itu dari hasil panen tahun ini rata-rata petani di desa Sambelia memperoleh harga juga mendukung sehingga petani tidak mengalami kerugian seperti sebelumnya .
TEKNOLOGI MERUBAH POLA TANAM DI ANJANI Oleh : Irianto B dan Joko
Komite Investasi Desa (KID) dI desa Anjani Lombok Timur baru terbentuk satu tahun lalu. Di usia yang masih muda tersebut terus berupaya melakukan berbagai terobosan dan melakukan kunjungan kepada petani. Peran KID sebenarnya sangat strategis bagi upaya pemacu dan meningkatkan partisipasi masyarakat petani dalam kegiatan pembangunan, lebih lebih adanya program Poor Farmers sebagai salah satu program penyambung aspirasi masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan peningkatan produksi hasil pertanian dan transportasi desa. Ketua KID Anjani Muhammad Ali menyebutkan walaupun baru setahun terbentuk, namun berkat dukungan masyarakat dan aparat desa setempat berbagai program yang didukung melalui Proyek Poor Farmers dapat berjalan sesuai harapan. Sebagian besar lahan pertanian merupakan lahan marginal yang kesulitan air dan jalan usaha tani sehingga adanya proyek Poor Farmers dinilai sebagai suatu yang kebetulan, sebab sudah lama masyarakat mendambakan adanya perubahan dari tahun sebelumnya. Menurut M. Ali, saat ini kalau kita melihat areal persawahan di Anjani sedang mengalami kekeringan yang luar biasa sebab hampir seluruh tanaman yang ditanam petani pertumbuhannya sangat lamban akibat kekurangan air. Hasil peninjauan ke Sambelia dan ke desa lainnya yang telah dibina BPTP dengan menerapkan berbagai hasil tehnologi temuan BPTP, kembali ada harapan para petani di Anjani untuk mencoba menanam apa yang ditanam petani di Sambelia terutama jagung, yang ternyata hasilnya cukup menggembirakan . Melihat keberhasilan masyarakat petani di Anjani tanam jagung, salah satu Investor di NTB secara spontan
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
ingin menanamkan investasinya dan hal tersebut disambut antusias masyarakat setempat sehingga terjadi kesepakatan antara pengusaha dan masyarakat petani di Anjani untuk melakukan kemitraan usaha dimana pembiayaan seluruhnya di keluarkan pengusaha dari mulai tanam bibit sampai pemupukan sementara pemeliharaan dilakukan langsung masyarakat setempat. Hasilnya nanti dilihat dari jumlah pengeluaran pengusaha dan sisanya untuk petani, sementara pemasaran jagung akan dibeli langsung oleh pengusaha dengan harga sesuai pasar. Dengan adanya Proyek Poor Farmers yang membangun fasilitas jalan usaha Tani dan Irigasi semakin membuka peluang bagi masyarakat dan mempersingkat atau memperkecil pengeluaran petani termasuk pengusaha untuk angkutan produksi . Selama ini petani di Anjani memang tidak terlalu mengandalkan tanaman padi namun sudah terbiasa dengan menanam tanaman Palawija seperti jagung dan ubi termasuk tanaman Tomat dan kacang kacangan , sebab disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Dalam waktu dekat ini petani di Anjani akan mengembangkan budidaya tanaman pisang seperti yang dilakukan di desa Sambelia bahkan petani Anjani sudah memesan anakan pisang sebagai bibit sebanyak 1.200 batang yang akan ditanam di Areal persawahan tadah hujan dan disesuaikan dengan apa yang telah dilakukan di Desa Sambelia , melalui penerapan treknologi jarak tanam dan lainnya yang sesuai dengan petunjuk tim pengkaji dari BPTP NTB . Menurut M. Ali saat ini Poor Farmers telah melaksanakan pembangunan fisik berupa 6 saluran irigasi masing masing sepanjang 200 meter termasuk pintu air sebanyak 6 buah yang dipasang untuk pengaturan air irigasi sampai ke sawah-sawah. Pengerjaan Proyek selain dibantu langsung oleh tukang yang berasal dari Anjani juga termasuk oleh masyarakat petani setempat yang secara spontan bergotong-royong melaksanakan pengerjaan proyek hal tersebut sebagai bentuk dari partisipasi masyarakat untuk Poor Farmers. Untuk memantau pelaksanaan kegiatan proyek khususnya partisipasi dari masyarakat secara aktif KID melakukan absensi sehingga masyarakat tidak terkesan main main dalam membantu belum lagi kerelaan masayarakat petani menyerahkan tanahnya yang terkena proyek sebagai bentuk dari partisipasi masyarakat secara langsung terhadap kegiatan proyek. Perkembangan yang yang lebih menggembirakan lagi saat ini KID Desa Anjani sedang mengupayakan pembangunan kios untuk memenuhi kebutuhan pupuk bagi waga masyarakat petani, namun pupuk yang dimaksud bukan pupuk kimia yang selama ini selalu digunakan untuk tanaman namun pupuk hasil terapan tekhnologi tanpa bahan kimia atau semacam pupuk kompos Bokasi yang secara bertahap sudah mulai digunakan oleh masyarakat di Anjani. Untuk penggunaan pupuk saat ini, masyarakat di Desa Anjani sudah mulai menggunakan pupuk non kimia walaupun masih ada juga yang menggunaan pupuk kimia namun relatif kecil. Perubahan tersebut sebagai dampak dari hasil Temu Lapang yang selalu diikuti oleh KID dan disampaikan langsung ke masyarakat petani di Desa Anjani.
10
MENGUBAH PADANG ALANG-ALANG MENJADI KEBUN PISANG KOMERSIAL
Oleh : B. Tri Ratna Erawati
PENDAHULUAN Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki lahan kering yang cukup luas yang sebagian besar merupakan lahan marginal mencapai + 1,7 juta hektar. Dari total lahan kering di NTB yaitu sebesar 9,1% berada di wilayah Kabupaten Lombok Timur. Lahan kering ini belum banyak digarap oleh masyarakat/petani, sehingga lahan-lahan tersebut banyak ditumbuhi oleh alang-alang dengan ketinggian 1 – 2 m. Hal ini tentunya akan sangat merugikan karena menyebabkan tanah semakin kurus dan produktivitas tanah rendah. Berdasarkan kondisi demikian diupayakan suatau cara untuk merubah lahan alang-alang tersebut menjadi kebun pisang yang komersial, agar lebih bermanfaat bagi petani, tanah dan lingkungan. Pemilihan komoditi pisang pada lahan bekas alang-alang tersebut disebabkan karena pisang memiliki ketahan yang cukup baik terhadap kekeringan. Disamping itu pisang juga memiliki nilai jual yang cukup ekonomis dalam artian peluang pasar cukup tinggi, dan permintaan konsumen cukup banyak. Di NTB tanaman pisang pada umumnya masih dibudidayakan sebagai tanaman pekarangan atau sambilan. Hal ini tentunya belum dapat dinikmati hasilnya dengan maksimal oleh petani, karena selama ini penanaman pisang masih bersifat tradisional, perawatan tanaman sangat jarang dilakukan misalnya dalam satu rumpun terdiri dari belasan pohon pisang, tidak pernah dilakukan pembersihan/pemangkasan daun-daun kering dan tidak dilakukan pemupukan maupun pengendalian hama penyakit. Pertanaman pisang biasanya ditanam dengan jarak tanam yang tidak teratur sehingga masih tersedia ruang tumbuh (tanah sela) yang belum dimanfaatkan. Kondisi demikian menyebabakan usahatani budidaya pisang kurang efisien sehingga pendapatan petani belum optimal. Dari kebiasaan usahatani yang tradisional tersebut, maka peluang untuk perbaikan teknologi pemeliharaan pisang sangat memungkinkan dilakukan. Pemeliharaan tanaman pisang yang diikuti dengan pemanfaataan lahan sekitar dengan tanaman sela dengan lebih intensif dapat meningkatkan pendapatan petani secara lumintu 57%
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
lebih tinggi dari petani pada umumnya. Waktu berbuah pisang yang tidak tergantung musim berpeluang untuk dapat melakukan panen sepanjang masa sehingga dapat memenuhi kontinuitas permintaan pasar. Untuk itu diperlukan suatu konsep baru, untuk mengubah lahan alang-alang menjadi kebun pisang, dengan manajemen pengaturan waktu panen dan pemilihan jenis pisang yang tepat dan berusaha meningkatan produktivitas lahan dengan penanaman tanaman sela berupa kacang panjang dan kacang hijau diantara tanaman pisang, yang penanamannya diatur secara bertahap dengan luasan tertentu, yaitu sekitas 5 –10 are per komoditi. TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PISANG (1). Penyiapan lahan. Persiapan lahan dengan menggunkan herbisida, untuk mematikan atau membersihkan lahan dari rumput-rumput/tanaman yang tidak diinginkan. Membuat sistem drainase yang baik agar tidak terjadi genangan air pada lahan pertanaman pisang. Lubang tanam dibuat: ukuran 50x50x40 cm dengan jarak tanam 4x4 m, lubang dibiarkan terbuka selama 2 minggu.Dipisahkan antara tanah bagian atas (kedalaman 20 cm) dan tanah bagian bawah (kedalaman 20 cm). (2). Penanaman pisang. Bibit pisang yang dipergunakan adalah anakan sedang (medium sucker), berupa tunas pisang yang telah berdaun mekar sehelai dengan tinggi 101–105 cm. Penanaman pisang dilakukan menjelang musim hujan. Pada tiap lubang hanya ditanam satu bibit pisang. Jarak tanam pisang 4x 4 m (4 m dalam barisan dan 4 m antar barisan). Jarak antar baris dimanfaatkan untuk penanaman tanaman sela berupa kacang panjang atau kacang hijau. Menjelang tanam pisang, tanah bagian atas dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 10–20 kg, kemudian dimasukkan kedalam lubang tanam. Tanah bagian bawah tetap dibiarkan di atas, untuk digunakan sebagai pembumbun. Lubang tanam dibiarkan tertutup selama 2–3 hari. Pada saat tanam, cangkul lubang dengan ukuran lebih besar dari bibit, kemudian masukkan bibit kedalam lubang tanam dengan posisi tegak. Padatkan tanah agar tanaman dapat berdiri kokoh. Tutup tanah sekitar tanaman dengan mulsa. (3). Pemupukan Pisang. Pemupukan dilakukan 6 bulan sekali, yaitu pada saat awal
11
musim hujan dan akhir musim hujan dengan dosis: ZA 400 gr/rumpun per aplikasi, SP36 400 g/rumpun per aplikasi KCl 300 g/rumpun per aplikasi. Cara pemupukan dilakukan dengan membenamkan pupuk pada empat lubang sedalam +20 cm sesuai arah mata angin, dan lubang ditutup kembali. (4). Pemeliharaan pisang. a. Pengairan diatur jangan sampai tergenang. b. Penyiangan dan Pendangiran Rumput dan gulma dibersihkan disekitar tanaman. Tanah digemburkan di sekitar tanaman, agar perakaran mendapatkan cukup udara. c. Pembersihan tanaman meliputi pembersihan daun kering dan pembuangan sisa tanaman bekas panen. (5). Pengendalian hama dan penyakit pisang. Pengendalian hama dan penyakit penting seperti kumbang dan sebagainya dengan cara terpadu, antara lain dengan sanitasi kebun dan penyemprotan pestisida jika diperlukan. Aerasi tanah perlu diperhatikan agar tidak becek atau air tanah menggenang yang memudahkan penyakit busuk batang coklat mudah menyerang. Pemotongan Jantung Pisang. Setelah pembentukan sisir berhenti, maka bunga/jantung dipotong dengan sabit atau parang yang telah disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol atau formalin. Kemudian pada bekas pemotongan jantung diberikan pupuk Urea 1 genggam, yang dibungkus dengan plastik, kemudian diikat dengan tali. Dalam melakukan pemotongan jantung sebaiknya digunakan alat bantu jenjang atau tangga guna memudahkan dalam pekerjaan tersebut dilapangan. (6) Panen. Tentukan derajat ketuaan dengan cara : (a). Umur buah dari saat bunga mekar 3–4 bulan. (b). Bentuk buah bulat, bentuk tepi buah masih jelas atau untuk pasar lokal tingkat kematangan penuh (100%), tepi buah sudah tidak tampak lagi. (c). Bunga yang mengering pada ujung buah mudah dipatahkan. (d). Warna kulit buah dari hijau tua menjadi hijau muda. (e).Daun bendera pada tanaman sudah mengering. Cara Panen : Tebanglah batang pisang kira-kita dua pertiga dari atas tanah, kemudian tarik daunnya yang kering secara perlahan-lahan. KACANG PANJANG SEBAGAI TANAMAN SELA Tanaman sela berupa tanaman yang mudah dijual meskipun dalam jumlah terbatas (sekitar 5 are) diusahakan oleh petani, yaitu menanam kacang panjang, yang penanamannya diatur secara bertahap. Cara tanam dilakukan diantara barisan tanaman pisang, jumlah tanaman akan disesuaikan dengan ruang (space) lahan yang tersedia. Jarak tanam kacang panjang: 80 x40 cm, 2 biji/lubang (80 cm antar baris dan 20 cm dalam baris tanaman). PELAKSANAAN TANAM DAN PEMELIHARAAN KACANG PANJANG Tanah diantara barisan pisang diolah dan dibuat guludan yang panjangnya disesuaikan dengan ukuran lahan. Setiap 2 baris dibuat saluran drainase selebar 30 cm, dengan dalam 30 cm. Kacang panjang ditanam dalam guludan secara tugal dengan jarak tanam 80x40 cm, 2 biji/lubang. Diberi Furadan atau Petrofur 8–10 butir ke dalam lubang benih. Pemupukan dilakukan dengan memberikan 200 kg ZA + 62,25 kg SP 36 + 75 kg KCl per hektar (dosis pupuk akan dikonversi sesuai dengan luasan yang ditanam petani). Pupuk SP 36 dan KCl diberikan 2/3 takaran secara tugal saat tanam. Kemudian 1/3 takaran lagi diberikan pada umur 10 minggu setelah tanam. Lanjaran/anjang-anjang dipasang pada umur 3 minggu setelah tanam, satu lubang satu lanjaran, dan diberi tali antara satu lanjaran dengan lanjaran lainnya. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida dengan jenis dan dosis disesuaikan dengan keadaan serangan. Pada saat berbunga disemprot dengan Gandasil B seminggu sekali hingga umur 80 hari. Dosis
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
serta volume semprot sesuai anjuran/label. Panen dilakukan secara bertahap 2–3 hari sekali pada polong muda yang dicirikan polong masih kaku, permukaan licin dan bentuk biji belum jelas. PELAKSANAAN TANAM DAN PEMELIHARAAN KACANG HIJAU (a). Persiapan lahan Lahan/tanah diantara barisan pisang diolah dengan menggunakan bajak atau cangkul. Kemudian tanah digemburkan dan diratakan. (b). Penanaman Penanaman dilakukan secara tugal, 2 biji/lubang dengan jarak tanam 40x20 cm, dengan kedalaman 3–5 cm. (c). Penyiangan dan pembumbunan. (d). Penyiangan pertama dilakukan pada umur 10 atau 15 hst. (e). Penyiangan kedua dilakukan pada umur 25 atau 30 hst (hari setelah tanam sekaligus dilakukan pembumbunan. (f). Pengendalian Hama dan Penyakit. Penyemprotan (pestisida) untuk pengendalian aphis (kutu daun) dilakukan seminggu sekali ( 1x seminggu) sejak umur tanaman 7 hari setelah tumbuh sampai umur tanaman 30 hst. (g). Panen dan Pasca Panen. Panen dilakukan pada saat biji masak fisiologi, dengan tandatanda polong kering dan mudah pecah, warna polong hitam dan kuning jerami. Polong dipanen dengan cara dipetik 1–2 kali. Setelah dilakukan perontokan, biji kacang hijau dijemur hingga kadar air 10%. HASIL YANG DICAPAI : Pemilihan jenis pisang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan dan hasil. Untuk itu dianjurkan menanam pisang dengan jenis sebagai berikut ; pisang ketip, pisang susu, dan pisang raja. Penanaman jenis pisang yang berbeda dengan tujuan yaitu: (1) Antisipasi penurunanan harga terhadap salah satu jenis pisang, (2) Kontinyunitas waktu panen, karena umur tanaman yang berbeda, (3) peluang pasar tinggi, karena masing-masing jenis memiliki konsumen yang berbeda, (4) ketiga jenis pisang ini memiliki harga yang relatif tinggi dan stabil ditingkat pasar, dan (5) mencegah timbulnya dan berkembangnya penyakit terutama penyakit Layu Fusarium dan Penyakit Bakteri. Penggunaan jarak tanam memberikan pertumbuhan tanaman lebih baik, karena tanaman memperoleh sinar matahari secara merata, sehingga proses fotosintesis berjalan baik dan lancar, sehingga pembentukan makanan (karbohirat dan unsur lain yang dibutuhkan tanaman) lebih tersedia. Disamping itu juga penggunaan jarak tanam dapat mempermudah dalam perawatan tanaman. Pemberian pupuk organik/pupuk kandang berpengaruh terhadap tanah dan pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat dilihat pada waktu musim kering tanaman masih dapat tumbuh dengan baik, ditandai dengan warna daun masih segar dan cerah dengan batang yang kokoh. Sedangkan tanaman tanpa pemberian pupuk organik/kandang penampilan tanaman agak layu, warna daun hijau pucat dan agak mengering. Untuk tanaman yang diberikan pupuk an-orgaink (ZA, SP 36, dan KCl) mengalami pertumbuhan lebih cepat, terutama pembentukan daun dan tinggi tanaman. Dengan pemberian pupuk an-organik dapat mempercepat terbentuknya daun, semakin banyak daun yang terbentuk maka akan semakin banyak zat makanan yang dihasilkan, sehingga berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan batang dan akar tanaman. Untuk tanaman yang diberi pupuk organik dan anorganik memiliki penampilan batang tanaman yang besar dan kokoh, sehingga pada waktu angin kencang tanaman tidak mudah roboh. Tinggi tanaman proporsional dalam arti
12
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, sehingga mempemudah dalam pembrongsongan buah dan pelaksanaan panen. Pembentukan jantung pisang lebih besar dan panjang, hal ini berpengaruh terhadap pembentukan jumlah sisir/tandan. Jumlah sisir/tandan yang dihasilkan pada 3 jenis pisang yang ditanam di petani kooperator adalah rata-rata 8–10 sisir. Sedangkan pada petani non kooperator, jumlah sisir/tandan yang dihasilkan tanaman cukup bervariasi antara 5–10 sisir/tandan. Dimana harga per-tandan antara Rp. 15.000,- sampai Rp. 25.000,-. Untuk Harga Rp. 15.000,/tandan (jumlah sisir/tandan berkisar 5–7) sedangkan harga Rp. 25.000,- /tandan (jumlah sisir/tandan berkisar 8–10). Dalam hal ini dapat dilihat adanya peningkatan produksi dan pendapatan pada petani kooperator. Karena semakin banyak jumlah sisir/tandan maka harga akan semakin tinggi. Untuk tanaman sela khususnya kacang panjang mampu memberikan tambahan pendapatan bagi petani kooperator sekitar Rp. 1.500.000,- (dalam jangka waktu 2 bulan) dengan luasan sekitar 10 are. Dan untuk kacang hijau mampu memberi tambahan pendapatan sekitar Rp. 500.000 (dalam jangka waktu 60– 0 hari). Jika dibandingkan dengan tanaman sela yang ditanam oleh petani non kooperator yang berupa ; kacang tanah dan jagung, maka pendapatan petani kooperator yang menanam kacang panjang relatif lebih tinggi. Pendapatan petani non kooperator yang menanam kacang tanah hanya menambah pendapatan petani sekitar Rp. 600.000,-, sedangkan untuk tanaman jagung dapat menambah pendapatan petani sebesar Rp. 500.000,Berdasarkan hal tesebut , diperoleh bahwa pemanfaatan lahan sekitar tanaman pisang dengan menanam tanaman sela yang berupa kacang panjang khususnya, mampu memberi tambahan pendapatan kepada petani sebesar Rp. 1.500.000,-, sebelum dilakukannya panen pisang.
KIAT MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DI LAHAN KERING Oleh : Awaludin Hippi PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan guna pengentasan kemiskinan di lahan kering, maka tujuan dan sasaran makro pengembangan lahan kering di NTB adalah menghasilkan berbagai komoditas pertanian dengan produktivitas tinggi melalui pemanfaatan potensi lahan kering yang cukup luas sesuai keunggulan komparatifnya. Peningkatan produktivitas lahan kering ini diharapkan mencapai 7% per tahun (Bappeda NTB, 2002). Pola tanam usahatani tanaman pangan yang banyak diterapkan oleh petani di lahan kering adalah pola tanam monokultur dan multiple croping. Kegiatan usahatani biasanya dimulai sebelum hujan tiba yaitu mulai bulan Oktober untuk persiapan lahan sampai dengan bulan April. Pola tanam yang biasa dilakukan adalah : (1) jagung (monokultur) ; (2) padi gogo (monokultur) ; (3) jagung -
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
kacang hijau +cabe; (4) jagung - kacang tunggak + kacang hijau; dan (5) jagung // kacang tanah. Pengaturan pola tanam dimaksudkan untuk memanfaatkan sisa hujan, agar dapat menghasikan beberapa komoditas pada lahan yang sama. Komoditas yang berpeluang untuk diusahakan adalah cabai dengan pola tanam tumpang sisip, dimana tanaman cabai ditanam pada saat tanaman jagung berumur 2 bulan. Sedangkan komoditas kacang hijau dan kacang tunggak ditanam sebagai tanaman relay (pola tumpang gilir) pada saat jagung menjelang panen yaitu pada umur 85 HST. Awaludin et al (2001) melaporkan bahwa penerapan pola tanam tumpang gilir dengan teknologi budidaya yang intensif (penggunaan varietas unggul, pemeliharaan dan waktu panen yang tepat) dapat meningkatkan produktivitas kacang hijau dari 420 kg/ha manjadi 1078–1235 kg/ha. Teknologi yang diterapkan Teknologi Budidaya Jagung dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) • Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan stabil. Respon varietas unggul berdaya hasil tinggi dan stabil sangat diperlukan sebagai komponen utama PTT jagung, baik dalam bentuk varietas unggul hibrida maupun bersari bebas. Jenis varietas unggul yang akan digunakan disesuaikan dengan lingkungan pertumbuhan setempat, kondisi sosial ekonomi petani dan dukungan swasta sebagai pemasok sarana teknologi dan kepentingan petani. • Benih berkualitas (daya tumbuh minimal 90% dan vigornya cukup tinggi) Benih dengan kualitas prima diperlukan untuk memacu keseragaman dan kecepatan pertumbuhan. Benih dengan kualitas fisiologi yang tinggi lebih toleran terhadap kondisi biofisik yang kurang optimal dan lebih efektif dalam memanfaatkan pupuk dan unsur hara lain dalam tanah. • Penyiapan lahan yang hemat biaya secara TOT dengan menggunakan herbisida dari golongan paraquat, glifosat maupun sulfosat. • Populasi tanaman yang optimum Populasi tanaman sangat tergantung dari jenis varietas, lingkungan pertumbuhan (tingkat kesuburan tanah dan distribusi curah hujan/ ketersediaan air). Untuk mencapai populasi optimum pada penanaman dilakukan dengan jarak tanam 80 x 40 cm (2 tanaman/lubang). • Rasionalisasi penggunaan pupuk didasarkan pada kebutuhan tanaman, tingkat kesuburan tanah, jenis varietas yang di tanam dan dampak negatif dari penggunaan pupuk yang berlebihan. Penentuan takaran pupuk terutama P dan K dapat berdasarkan hasil analisis kandungan dan kadar hara tanah. • Penggunaan pupuk organik Pemberian pupuk organic di aplikasikan pada lubang tanam dengan takaran 1000 kg/ha. • Pengendalian gulma secara intensif • Pengendalian hama penyakit berdasarkan konsep PHT • Penggunaan alat pemipil untuk mengurangi kehilangan hasil dan untuk mendapatkan hasil biji dengan mutu yang baik terutama untuk benih.
13
Pengaturan pola tanam tumpang sisip dan tumpang gilir Kegiatan ini dilakukan setelah penanaman jagung dengan menanam komoditas cabai diantara tanaman jagung pada fase pertumbuhan dan komoditas kacang hijau diantara jagung pada fase pemasakan buah. Rakitan teknologi dari masingmasing komoditas adalah sebagai berikut : Komoditas cabai : • Pembersihan lahan dibawah jagung termasuk daun jagung dibawah tongkol. • Penggunaan varietas cabai rawit • Pembuatan persemaian • Penanaman dilakukan diantara tanaman jagung pada saat jagung berumur +2 BST (bulan setelah tanam dengan jarak antar tanaman 50 cm • Pemupukan yang berimbang • Pengendalian hama penyakit dilakukan berdasarkan konsep PHT • Panen dilakukan tepat waktu dengan interval panen 3 – 7 hari Komoditas kacang hijau dan kacang tunggak : • Pembersihan lahan dibawah jagung termasuk daun jagung dibawah tongkol. • Varietas disesuaikan dengan kebutuhan petani • Penanaman dilakukan pada saat tongkol jagung mulai menguning (+ 85 HST), dengan jarak tanam 40 x 15 cm, sehingga terdapat 2 baris diantara jagung. • Penanaman dilakukan pada saat tongkol jagung mulai menguning (+ 85 HST), dengan jarak tanam disesuaikan dengan jarak tanam jagung. Tanaman jagung digunakan sebagai tempat menjalarnya tanaman kacang tunggak • Penyiangan dilakukan sesuai liputan gulma dilapang • Pengendalian hama dan penyakit sesuai konsep PHT • Panen tepat waktu pada saat polong berwarna coklat kehitaman.
HASIL-HASIL KAJIAN Tabel Analisis usahatani jagung di lahan kering Sambelia. MH. 2003/2004 Uraian
Kooperator Fisik Nilai (Rp)
Non Kooperator Fisik Nilai (Rp)
INPUT 1. Saprodi a. Benih (kg/ha) b. Pupuk Urea (kg/ha) SP-36 (kg/ha) KCl (kg/ha) Pupuk organik (kg/ha) Insektisida (kg/ha) d. Herbisida (ltr) : Round Up Lindomin Gramoxone 2.Tenaga kr. Persiapan tanam (HOK) Pengolahan tanah Ternak (psng.hari) Penanaman (HOK) Pemupukan (HOK) Penyiangan (HOK) Panen dan angkut Total Input OUTPUT a. Hasil riel b. euntungan c. R/C ratio d. MBCR
20.40
102.000
20 50.000
306.25 76.35 25.52 1000 8.13
321.563 137.438 44.661 200.000 73.125
310 61
325.000 109.800 -
2 1 1
85.000 34.000 42.500
0.5
20.140
1.04
12.500
-
-
10.94 10.00
131.250 120.000
10 8 4.5
220.000 96.000
17.60
211.250 273.770 1.789.053
15
5.297
3.072.260 1.283.208 1.72
2.331
54.000 180.000 11.300 1.166.240 1.351.980 185.740 1.16
2,76
Ket : Tenaga kerja dalam keluarga belum diperhitungkan
Hasil kajian di Sambelia lombok Timur Secara umum usahatani jagung dengan teknologi anjuran, lebih menguntungkan dibanding teknologi petani. Walaupun dari komponen biaya terlihat bahwa teknologi anjuran lebih tinggi dari teknologi petani, namun dari segi produktivitas lebih tinggi sehingga dapat memberikan keuntungan kepada petani. Total biaya yang diperlukan pada teknologi anjuran adalah sebesar Rp. 1.789.053/ha, dimana terjadi penambahan biaya untuk pupuk organik dan tenaga kerja. Selain pendapatan dari komoditas jagung, untuk peningkatan produktivitas lahan kering dan pendapatan petani juga akan diperoleh dari komoditas cabai, kacang hijau dan kacang tunggak. Dengan kombinasi beberapa komoditas ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani di lahan marginal, sehingga teknologi dapat diterapkan secara lumintu.
Komoditas kacang hijau atau kacang tunggak yang ditanam sebagai tanaman sisipan saat tanaman jagung akan dipanen
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
14
Tabel Analisis usahatani tanaman sisipan pada pola tanam tumpang sisip dan tumpang gilir dilahan kering Sambelia. MH. 2003/2004
Uraian Biaya saprodi · Benih kacang hijau (kg) · Benih kacang tunggak (kg) · Benih cabai (kg) • Pupuk urea (kg) • Pupuk SP-36 (kg) • Pupuk KCl (kg) • Insektisida (btl) Biaya tenaga kerja Total biaya Kacang hijau Luas (ha) Produksi (kg) Kacang tunggak Luas (ha)
Unit
Rp/unit
Nilai (Rp)
6
4,000
24,000
15 4 10 10 5 20
5,000 12,500 1,050 1,600 1,750 10,000
75,000 50,000 10,500 16,000 8,750 200,000 211,500 595,750
173.30
3,500
0.40 606,550 0.50
Produksi (kg) Cabai Luas (ha)
168.80
Produksi (kg)
45.00
4,000
675,200 0.10
10,000
450,000
Total Nilai
1,731,750
Keuntungan
1,136,000
PENUTUP • Pengelolaan lahan kering dilakukan dengan pendekatan sistem usahatani, agar dapat menjawab masalah dan kendala yang dihadapi serta dapat meningkatkan pendapatan secara berkelanjutan. • Peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan petani dapat dilakukan dengan penerapan pola tanam tumpang sisip dan tumpang gilir (relay planting). • Penerapan teknologi budidaya jagung dapat meningkatkan produktivitas sebesar 2,9 t/ha dari teknologi petani, dan dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp. 1.097.468/ha. • Teknologi budidaya jagung dan pengaturan pola tanam diharapkan mampu meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani dilahan kering.
TEKNOLOGI BUDIAYA
KANGKUNG KHAS LOMBOK DI LAHAN SAWAH IRIGASI Oleh : H. Noor Inggah
Pendahuluan Kangkung merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari masyarakat Indonesia, lebih-lebih di P. Lombok. Sayuran kangkung merupakan makanan khas tradisional yang di sebut Pelecing Kangkung. Pada setiap tamu yang berkunjung ke NTB selalu mencari sajian makanan sayuran jenis ini yang merupakan spesifik NTB. Pangsa pasar kangkung Lombok tidak hanya di NTB, tetapi telah meluas hingga Pulau Bali, Jawa bahkan sekarang telah menembus pasar ekspor yaitu ke Saudi Arabia, Australia, Malaysia dan Brunai Darussalam. Masalah yang dihadapi oleh petani kangkung adalah produktivitas kangkung di Lombok NTB ternyata hasil panennya masih tergolong sangat rendah yaitu ratarata 10 t/ha dibandingkan dengan potensi hasil tanaman kangkung dapat mencapai ± 20–40 t/ha. Rendahnya produktivitas kangkung tersebut disebabkan karena teknologi budidaya yang diterapkan oleh petani masih bersifat tradisional. Upaya untuk meningkat kan produktivitas kangkung guna memenuhi permintaan pasar, maka sistem bercocok tanamnya perlu disempurnakan dengan menerapkan teknologi budidaya kangkung yang dianjurkan. Dengan demikian akan dapat memberikan pendapatan yang lebih baik bagi petani dan keluarganya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Untuk membudidayakan kangkung diperlukan kondisi sebagai berikut: Persyaratan tumbuh • Tumbuh baik pada ketinggian 5 –1200 m dpl • Tanah gembur da banyak mengandung bahan organik • pH tanah antara 5,6–6,5 • Suhu 20-32°C • Tersedia cukup air yang mengalir sepanjang masa pemeliharaan Bibit • Varietas yang digunakan adalah varietas Aini dan Gomong • Bibit berasal dari stek pucuk panen yang kedua atau yang ke tiga • Stek bibit berasal dari tanaman yang sehat dan bebas dari hama penyakit • Panjang stek diusahakan seragam yaitu antara 30–3 cm Penyiapan lahan • Tanah dibajak 2 kali dan digaru 2 kali sampai tanah menjadi gembur dan berlumpur • Tanah yang sudah selesai diolah dikeringkan samapai macak-macak lalu ditaburi pupuk kompos 500 kg + 100 kg Sp 36/ha sebagai pupuk dasar. • Tanah yang sudah dipupuk dibiarkan macak-macak selama 2–3 hari
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
15
•
Tanah yang sudah dikeringkan 2–3 hari dimasukkan air setinggi 4–5 cm dari permukaan, ketinggian air tersebut dibiarkan sampai dengan satu minggu
Penanaman • Penanaman dilakukan 2 atau 3 hari setelah pemupukan dasar • Stek ditanam dengan kedalaman 3–4 cm • Jarak tanam 30 x 50 cm(1 stek per lubang) Pemeliharaan • Satu minggu setelah penanaman, lahan diairi kembali hingg sepanjang masa pemeliharaan • Pemupukan susulan menggunakan pupuk Urea 250 kg/ha yang dibagi menjadi 10 bagian, dilakukan setiap selesai panen • Pengenalian OPT menggunakanprinsip PHT Panen • Tanaman kangkung dapat di panen optimal 10 kali/ musim. Panen pertama dilakukan setelah berumur 20 hari • Panen ke dua s/d panen ke 10 dilakukan setiap 12 hari sekali Analisa ekonomi Tabel. Analisa usahatani kangkung tahun 2004 No Uraian Nilai (Rp) I Biaya produksi / ha / musim 1. Sewa tanah/ ha (4 bulan/musim) 3.000.000 2. Bibit 65.000 stek @ rp 25,1.625.000 3. Pupuk: - Vermikompos 500 kg @ Rp 500,250.000 - SP 36 100 kg @ Rp 2.000,200.000 - Urea 200 kg @ Rp 1.250,250.000 4. Tenaga kerja - Pengolahan tanah 36 HOK @ Rp 450.000 12.500,- Pemupukan 5 HOK @ Rp 12.500,62.500 - Penanaman 10 HOK @ Rp 12.000,125.000 - Panen 20 x 8 kali HOK @ Rp 12.500 2.000.000 5. Total biaya 1 + 2 + 3 + 4 7.962.500 II Penerimaan 35 ton (35.000 kg) @ Rp 24.500.000 700/kg III Keuntungan (II – I) 16.537.500 IV B/C Ratio: 2,1
Kangkung yang siap untuk dikirim ke luar daerah seperti wilayah JawaTengah (atas) Kangkung yang siap untuk dipanen (kiri).
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
AGENSIA HAYATI
PENYAKIT CVPD pada Tanaman Jeruk ditemukan di NTB
Oleh : I.G. Purnayasa dan Irianto B. Pendahuluan Sejak tahun 1950 di Jawa terlihat adanya kemunduran hasil pada tanaman Jeruk Siyem, hal ini dikarenakan adanya serangan penyakit CVPD sebelum adanya penyakit CVPD tanaman Jeruk Keprok dapat mencapai umur puluhan tahun. Di Jawa dan Bali saat ini pohon-pohon jeruk tersebut hanya dapat memberi hasil 2 – 3 kali. Dewasa ini jeruk Garut, Jeruk Bali dan Jeruk Tawangmangu dapat dikatakan punah akibat serangan penyakit CVPD tersebut. Gejala tanaman jeruk sakit. 1. Gejala luar Daun menjadi kuning pada sebagian atau seluruh tajuk. Daun-daun kuning ini kelihatan labih kaku dan sering berdiri tegak, sering pula tampak becak-becak klorotis, gejala ini mirip dengan gejala kekurangan unsur seng (Zn). Pada daun-daun dewasa yang mengalami petumbuhan yang cukup pesat tulang-tulang daun yang halus berwarna lebih gelap sehingga kontras dengan daging daun yang berwarna kuning. 2. Gejala dalam Jaringan phloem daun dewasa memperlihatkan gejala yang khas, yaitu jauh lebih tebal dari pada jaringan phloem daun yang berwarna hijau. Disamping itu terjadi pengempisan pembuluh-pembuluh tapis dalam phloem ini sehingga seolah-olah terjadi penebalan dinding-dinding sel. Penyebab dan penularan penyakit. Penyebab penyakit CVPD ini adalah jasad yang mirip dengan bakteri (Bacteria Like Organism, BLO) (Tiryawidjaja, 1981). Penyakit CVPD ini tidak dapat menular secara mekanis dengan gosokan, tetapi akhir-akhir ini terdapat tanda-tanda bahwa penyakit dapat menular dengan perantaraan alat-alat pertanian seperti gunting pangkas, pisau okulasi dan gergaji. Penyakit dapat menular dengan penempelan atau penyambungan (Tirtawidjaja, 1981). Di alam, penyakit terutama ditularkan oleh serangga Diaphorina citri kuway. Semula dikira bahwa penularan penyakit CVPD dilakukan oleh Diaphorina citri bersamasama dengan kutu daun Toxoptera citrida, namun akhirnya terbukti bahwa Diaphorina citri sendiri yang dapat menularkan penyakit ini. Penularan terutama terjadi pada waktu tanaman banyak membentuk kuncup. Selain pada tanaman jeruk, penyakit CVPD dapat menular pada familia jeruk-jerukan (Rutaeae) (Tirtawidjaja, et al., 1981). Penemuan Agensia Hayati Di kabupaten Lombok Barat (Nusa Tenggara Barat) ditemukan pada tanaman jeruk yang terserang penyakit CVPD ada serangga Diaphorina sp. yang merupakan vektor
16
CVPD. Dari populasi Diaphorina sp. yang dijumpai pada tanaman sakit ada beberapa yang mati, serta masih tetap melekat kuat di bawah permukaan daun jeruk tersebut. Setelah diamati ternyata tubuh serangga tersebut penuh ditumbuhi oleh cendawan. Dengan adanya cendawan tersebut diharapkan mempunyai potensi sebagai Agensia Pengendalian Hayati untuk mengendalikan serangga vektor Diaphorina sp. yang merupakan satu-satunya agens penular penyakit CVPD pada tanaman jeruk. Untuk itu dilakukan penelitian pendahuluan sebagai langkah awal dengan harapan untuk dapat mengatasi masalah penyakit CVPD pada tanaman jeruk di Indonesia. Aktivitas kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui antara lain: Pertumbuhan cendawan pada media buatan (PDA) dan media beras untuk perbanyakannya serta kemampuan cendawan tersebut menginfeksi serangga ektor (Diaphorina sp.) di Laboratorium. Kegiatan ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Narmada Dinas Perkebunan Propinsi NTB yang sekarang BLPPTP pada bulan Agustus 2003 sampai Agustus 2004. Menurut KELLER dan ZIMMERMAN (1989), siklus hidup cendawan terdiri dari 2 fase yaitu fase parasitik dan fase sapropitik. Pertumbuhan vegetatif cendawan akan terjadi pada fase parasitik dalam tubuh inang (serangga), sedangkan pada bangkai serangga yang dibunuhnya akan terjadi fase pertumbuhan sapropitik pada kasus Synnematium sp bersimbiose dengan Diaphorina sp. Cendawan tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak pada tubuhnya, dan apabila inangnya mati (Diaphorina) cendawan tersebut akan meneruskan hidupnya pada bangkai bila cendawan nutrisi dari serangga tersebut habis, cendawan akan membentuk struktur Synnemata untuk mempertahankan hidupnya selama inang (Diaphorina sp.) belum ada disekitarnya. Sifat-sifat yang seperti itu sangat menunjang cendawan Synnematium untuk dikembangkan sebagai agens pengendali hayati di lapangan. Berapa lama cendawan Synnematium dapat bertahan dalam fase sapropitik dan bagaimana penyebarannya di lapangan perlu dikaji lebih lanjut. MADELIN (1968), telah mengklasifikasi Synnematium sp. (Moniliales; Deuteromycetes) sebagai cendawan parasitik terhadap serangga, namun masih sedikit informasi mengenai cendawan ini. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapatdiambil kesimpulan bahwa Synnematium sp. memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agensia pengendali hayati terhadap vektor penyakit CVPD (Diaphorina) pada tanaman jeruk.
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Pembibitan Ayam Potong Lokal Pada Petani Miskin di Lahan Marginal Oleh : Sasongko W. R
PENDAHULUAN Salah satu komoditas ternak yang dominan dipelihara petani di desa miskin adalah ayam lokal (kampung), sehingga ayam lokal mempunyai arti yang penting bagi ekonomi rumah tangga petani. Dari sisi permintaan, peluang pasar masih terbuka luas karena masyarakat mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap ayam lokal. Hal ini dapat dimaklumi karena daging ayam kampung perlemakannya lebih rendah dibandingkan dengan ayam broiler (Ahmad dan Herman, 1982). Pengembangan ayam lokal sebagai sumber daging alternatif dihadapkan pada kendala, yakni laju reproduksi dan pertumbuhannya lambat, sehingga untuk dapat memproduksi daging dalam volume yang besar menjadi lambat. Oleh karena itu perlu inovasi untuk mendapatkan ayam yang dagingnya menyerupai daging ayam kampung namun produktivitasnya lebih tinggi dibanding ayam kampung, sehingga dalam waktu yang relatif cepat dapat diproduksi daging dalam volume yang besar. Alternatifnya adalah menyilangkan ayam lokal (jantan) dengan ayam ras ras petelur (betina). Ayam hasil persilangan tersebut selanjutnya disebut sebagai ayam hibrida (Warwick and Legates, 1979). Salah satu cara mengawinkan ayam lokal jantan dengan ayam ras petelur menggunakan metode inseminasi buatan (IB) (Muryanto et al., 1995). Oleh karena hasil persilangan tersebut ditujukan untuk mendapatkan ayam potong, maka selanjutnya disebut sebagai ayam potong lokal. Ayam potong lokal merupakan ayam niaga (final stock), artinya langsung dipasarkan atau tidak dibibitkan lagi. Hasil kajian membuktikan bahwa pada manajemen pemeliharaan yang sama, penampilan pertumbuhan bobot badan ayam potong lokal lebih bagus dibanding ayam kampung, tekstur (kelenturan) daging ayam potong lokal sama dengan daging ayam kampung (Prawirodigdo et al., 2001; Muryanto, 2002). Selain itu, teknologi-teknologi yang diuji pada kajian ayam potong lokal mempunyai nilai komersial. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Teknologi IB akan
17
merubah telur konsumsi yang harganya Rp. 6.000/kg atau Rp. 333/butir (1 kg berisi 18 butir), menjadi telur tetas yang harganya Rp. 750/btr. Telur tetas denga harga Rp. 750/butir bila ditetaskan akan menjadi anak ayam/DOC yang harganya Rp. 2.500/ekor. Anak ayam umur sehari/DOC Rp. 2.500/ekor, bila dipelihara sampai umur potong umur 60 hari yang menghabiskan biaya produksi sekitar Rp. 8.000, akan menjadi ayam siap potong yang harganya Rp.11.000 - 12.000/ekor. Potensi yang dimiliki ayam potong lokal tersebut dapat dimanfaatkan dalam rangka mendukung program pengentasan kemiskinan di lahan marginal. Oleh karena itu, dilakukan kajian inovasi teknologi yang saling terkait dalam memproduksi ayam potong lokal. Memproduksi telur tetes. Pada kegiatan ini digunakan ayam ras petelur betina umur 18 minggu. Pemeliharaan tersebut bertujuan untuk memproduksi telur tetas, dengan cara mengintroduksi teknologi Inseminasi Buatan (IB). Pejantan yang digunakan atau diambil spermanya adalah ayam kampung. ayam mulai bertelur umur 20 minggu. Produksi telur hen day (HD) pada bulan pertama 44,5%, pada bulan kedua naik menjadi 66,3%, pada umur selanjutnya sampai 6 bulan produksi, produksi telurnya berkisar antara 74,0-78,9%. Sperma diambil dari pejantan lokal (kampung). IB tersebut dilakukan setelah ayam ras petelur mempunyai produksi yang relatif seragam baik bentuk maupun bobotnya. Keseragaman tersebut dicapai setelah ayam berproduksi selama satu bulan atau umur ayam mencapai 24 minggu atau 6 bulan. Tabel 1. Analisis Usaha Memproduksi Telur Tetas (100 ekor/6 bulan) NO
URAIAN
Prod. Telur Tetas
Prod. Telur Konsumsi 1)
Input : 1 2 3 4
Penyusutan Kandang batere/6 bl 2) Penyusutan ayam petelur / 6 bl
3)
Pakan / 6 bl (0,1x96x30x6xRp.2000)
5
obat dan vaksin / 6 bl Penyusutan perlengkapan, Alat IB
6
Tenaga kerja / 6 bl Jumlah (1- 6)
1
Output : Produksi telur (butir) - telur konsumsi (butir) a) - telur konsumsi (@ Rp. 330)
- telur tetas (butir) b) - telur tetas (@ Rp 750) c) 2 Kotoran ayam Jumlah (a+b+c) Keuntungan/ 6 bl Keuntungan/bl
68.750
68.750
375.000
375.000
3.465.000
3.465.000
20.000
20.000
25.000
0
240.000
200
4.193.750
3.928.950
11.974 3.682
11.974 11.974
1.215.192
3.951.420
8.292
0
6.218.700
0
180.000 7.613.892
180.000 4.131.420
3.420.142
202.470
570.024
33.745
Dari analisis usaha diketahui bahwa keuntungan per bulan yang didapat Rp. 570.024. Keuntungan ini diperhitungkan dari berdasarkan pengeluaran berupa penyusutan kandang dan ayam, biaya obat dan peralatan, sedangkan pendapatan dihitung menggunakan harga telur konsumsi dan telur tetas yang berlaku di lokasi pengkajian yaitu, telur konsumsi Rp. 330/butir dan telur tetas Rp. 750/butir. Keuntungan yang diperoleh belum merupakan patokan, hal ini disebabkan karena, (a) Ayam yang dipelihara sampai akhir perhitungan berumur 40 minggu. Pada umur tersebut, produksi telurnya masih dalam kondisi puncak produksi, sehingga dapat diprediksi bahwa pemeliharaan setelah umur 40 minggu sampai akhir puncak produksi, keuntungannya lebih tinggi. Lesson and Summer (1997), melaporkan bahwa kisaran produksi optimal sampai puncak produksi pada ayam petelur adalah antara umur 22–47 mingu. Laporan PT. Cakra yang memproduksi ayam petelur menyebutkan bahwa puncak produksi dicapai pada umur 36–44 minggu. (b) Produksi telur pada awal pemeliharaan umur 18 minggu sampai 26 minggu, masih merupakan produksi telur konsumsi yang harganya lebih murah dibandingkan telur tetas. Dari tabel ditunjukkan perhitungan dengan asumsi bahwa pemeliharaan ayam tersebut tidak mengintroduksi teknologi IB. Data menunjukkan bahwa keuntungannya hanya Rp. 33.745/bulan. Hasil tersebut sangat jauh dibandingkan dengan pemeliharaan dengan mengintroduksi teknologi IB yaitu Rp. 570.024/bl. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan harga yang tinggi antara telur konsumsi dan telur tetas yaitu Rp. 330/butir dengan Rp. 750/butir. Bahwa produksi telur hen day (HD) pada bulan pertama 44,5%, pada bulan kedua naik menjadi 66,3%, pada umur selanjutnya sampai 6 bulan produksi, produksi telurnya berkisar antara 74,0-78,9%. Memproduksi anak ayam umur sehari (penetasan). Kapasitas mesin tetas adalah 100 butir/mesin. Telur yang ditetaskan merupakan telur hasil IB. Keberhasilan IB diukur dari tingkat fertilitas telur yang diperoleh pada fertilitas telur pengkajian ini sangat baik karena sama dengan hasil IB yang dilakukan di laboratorium (Muryanto et. al. 2000). Hal ini membuktikan bahwa teknologi IB dapat diadopsi oleh peternak. Namun demikian keberhasilan penetasan tidak hanya dipengaruhi oleh fertilitas telur, tetapi yang lebih penting adalah daya tetas telur. Daya tetas telur dipengaruhi oleh kondisi mesin tetas dan operator mesin tetas. Jadi daya tetas merupakan pencerminan keberhasilan peternak melaksanakan penetasan telur disamping mesinnya sendiri.
Keterangan : 1) Perhitungan asumsi apabila tidak dilakukan IB. 2) Harga kandang Rp.27.500/4 ekor, umur pakai 5 tahun. 3) Harga ayam akan berkurang Rp. 15.000/ekor, selama 2 tahun
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
18
Tabel
2.
Analisis Usaha (penetasan)
Memproduksi
Anak
Ayam
Alat Penetas Mesin Mesin Induk (Pemula) (Ahli)
Uraian
Input : Jumlah telur /mesin atau per induk
82
82
11
750
750
60.000
8.250
28.700
-
4.959
874
91.180
93.659
11.224
35
70
92
28,7
57,4
10,12
2.500
2.500
2.500
71.750
143.500
25.300
-19.430
49.841
14.076
Harga telur tetas/btr (Rp) 750 Biaya pembelian telur (Rp) a) Biaya penetasan (Rp) 60.000 b) Pakan induk /ekor = 0,1xRp.1000x21 hari 28.700 c) Pakan DOC 0,009 x DOC x 4 hr x Rp 2800 d) 2.480 Jumlah (a+b+c+d) = (A) Output : Daya tetas (%) Jumlah DOC (ekor) Harga DOC/ekor (Rp) Hasil penjualan DOC b) = (B) Keuntungan (B - A).
(a x
60 hari (panen) bobotnya mencapai 917,3 g/ekor. Selama pemeliharaan tersebut menghabiskan pakan sebanyak 2,2 kg terdiri dari 0,5 kg pakan komersial dan 1,5 kg pakan campuran. Bobot badan umur 60 hari tersebut lebih tinggi jika dibandingkan ayam kampung yang mendapatkan perlakuan manajemen yang hampir sama termasuk pakannya yaitu hanya mencapai 500–600 g/ekor (Muryanto, 2002). Dari evaluasi karkas yang dilakukan ternyata persentase karkasnya dari bobot hidup 56,76%. Presentase ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian terdahulu pada ayam kampung yaitu 60,05% . Hal ini diduga karena struktur rangkanya pada ayam potong lokal lebih besar dibandingkan dengan ayam kampung, namun demikian hal ini tidak menjadi penghambat pengembangan ayam potong lokal, karena ayam potong lokal dapat diproduksi dalam skala besar mengingat produksi telur induknya tinggi (70– 80%), sedang pada ayam kampung produksi telur rendah (15–30%). Analisis usaha Hasil analisis usaha menunjukkan bahwa biaya produksi selama pembesaran yaitu Rp. 860.000. Biaya ini sebagian besar merupakan biaya pakan yaitu Rp. 510.000 dan biaya pembelian anak ayam Rp. 250.000 . Dari analisis usaha diperoleh informasi bahwa keuntungan pembesaran ayam potong lokal adalah Rp. 204.087/100 ekor/60 hari, atau Rp. 2.041/ekor/60 hari. Hal ini mengingat sifat ayam potong lokal yang mudah beradaptasi, sehingga dapat dilakukan oleh petani miskin di pedesaan. Tabel 3. Analisis Usaha Pembesaran Ayam Potong Lokal
Dari ketiga model penetasan tersebut menunjukan bahwa pada penetas pemula mengalami kerugian sebesar Rp.19.430/periode/82 butir, sedang penetas yang sudah mampu karena ketekunan belajarnya mendapat keuntungan sebesar Rp. 49.841/ periode/82 butir. Penetasan menggunakan induk ayam juga mendapatkan keuntungan Rp. 14.076/induk/11 butir, namun untuk mengembangkan dalam skala yang besar penetasan ini sulit dilakukan karena membutuhkan induk yang sedang mengeram dalam jumlah banyak. Perbedaan keuntungan pada penetasan mesin, pada umumnya disebabkan tingkat kesibukan peternak berbeda, sehingga ketelitian dalam proses penetasan berbeda, misalnya tidak membalik telur, kekurangan air untuk kelembaban dan lain-lain. Memproduksi ayam siap potong Usaha memproduksi ayam siap potong. Kegiatan ini merupakan kegiatan pembesaran anak ayam umur sehari hasil penetasan sampai ayam siap potong (60 hari). Ayam dipelihara pada kandang indukan untuk ayam umur 1–30 hari, sedang 31–60 hari ayam dipelihara pada kandang litter. Kepadatan kandang adalah : Umur 1 -30 hari adalah 25–30 ekor per m2 Umur 31–60 hari adalah 10–15 ekor per m2 Pakan yang diberikan untuk anak ayam umur 1-30 hari adalah pakan komersial (BR1) dengan kandungan protein kasar 21 %. Pada ayam umur 30–70 hari, pakan yang diberikan adalah pakan formula BPTP terdiri dari pakan komersial (BR 2), jagung, bekatul dan mineral. Air minum untuk semua umur ayam diberikan secara ad libitum. Pertumbuhan ayam dan evaluasi karkas Bobot badan ayam umur 1hari 29,8 g/ekor, setelah umur 30 hari bobotnya menjadi 434,5 g/ekor dan pada umur
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
No
URAIAN
Ekor/kg
@ Rp.
Input :
Jumlah (Rp)
1
Anak ayam (DOC)
100
2.500
250.000
2
Pakan
100
5.100
510.000
3
Listrik
10.000
4
Obat & vaksin
10.000
5
Penyusutan kandang
30.000
6
Tenaga kerja
50.000 860.000
Jumlah Output : 1
Penjualan ayam (ekor) 96,7
2
Penjualan ayam (kg) Jumlah Keuntungan/100 ekor Keuntungan / ekor
88,7
12.000
1.064.087 1.064.087 204.087 2.041
KESIMPULAN Tekonologi yang diintroduksi yaitu IB, ternyata dapat diadopsi oleh petani waluapun jumlahnya masih sedikit. Setelah pengkajian berlangsung selama 3 bulan, 2 peternak mampu melakukan IB tanpa bantuan tim pengkaji dan tingkat fertilitas telur yang diperoleh yaitu sangat baik. Introduksi teknologi penetasan, pada awalnya kurang memuaskan karena rendahnya daya tetas telur yaitu
19
rata-rata 44,23 %, bahkan ada yang gagal (tidak menetas), namun telur tetas hasil IB yang ditetaskan menggunakan induk ayam ternyata daya tetasnya tinnggi yaitu 92,9 %. Hal ini mendorong peternak untuk meningkatkan keterampilannya melakukan penetasan menggunkan mesin tetas, dan akhirnya 3 peternak berhasil menetaskan telur tetas menggunakan mesin tetas dengan daya tetas rata-rata 70%. Dari hasil analisis usaha untuk memproduksi telur tetas dengan introduksi teknologi IB pada 6 bulan produksi, keuntungan yang didapat Rp. 570.024/100 ekor/bulan. Keuntungan ini jauh lebih besar dibandingkan tanpa introduksi IB yaitu Rp. 33.745. Selisih keuntungan ini disebabkan karena perbedaan yang tinggi antara telur konsumsi dengan telur tetas yaitu Rp. 330/butir dan Rp. 700/butir. Pada usaha pembesaran anak ayam diketahui bahwa bobot yang dicapai selama 60 hari adalah 917,3 g, pakan yang dihabiskan 2,0 kg dan tingkat kematian 3,33%. Dari analisis usaha pembesaran ayam potong lokal menunjukkan keuntungan yang didapat sebesar Rp. 123.250 dari pemeliharaan 100 ekor selama 60 hari. Uji preferensi terhadap ayam potong lokal dalam bentuk masakan ayam goreng menunjukkan, 80 % panelis tidak dapat membedakan baik rasa, penampakan dan kekenyalan antara ayam potong lokal dengan ayam kampung. Hasil ini membuktikan bahwa ayam ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk memenuhi kekurangan permintaan daging ayam kampung.
POTENSI MANGGIS (Garcinia mangostana L) DI P LOMBOK Oleh Muji Rahayu dan Mashur PENDAHULUAN Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) khususnya Pulau Lombok berpeluang besar untuk mengisi kebutuhan buah di tingkat mancanegara. Manggis sebagai tanaman asli Indonesia telah tersebar ratusan tahun yang silam di beberapa daerah di pulau Lombok khususnya di Kecamatan Lingsar dan Narmada Kabupaten Lombok Barat. Populasinya berkembang dari tahun ketahun hal itu disebabkan oleh kemudahan sistem pemasaran manggis. Manggis sebagai salah satu ”generic product” sampai saat ini dapat diterima dengan baik oleh pasar internasional. Permintaan pasar global terhadap manggis terus meningkat karena keunikan rasa buah dan sifat self - life dari manggis yang dapat mencapai 1 bulan. Eksport manggis terus meningkat, dari hanya 425 ton pada tahun 1991 menjadi 3,2 juta ton pada tahun 1995 dan dan terus meningkat sampai sekarang. Volume eksport manggis segar di dunia sebanding dengan volume eksport manggis dari Thailand. ( Wagiono, K.Y, 2002). Melihat fenomena tersebut diharapkan pemerintah daerah setempat dapat memberikan perhatian terhadap pembangunan komoditas manggis di pulau Lombok. Dengan demikian, nantinya manggis di pulau Lombok dapat meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan petani dan secara tidak langsung memberikan
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
kesempatan kerja terutama di pedesaan baik di tingkat on farm maupun off farm. REALISASI PERTANAMAN DAN POTENSI PENGEMBANGAN Realisasi pertanaman di Pulau Lombok diperkirakan sekitar 10 % dari luasan lahan potensial yang ada. Jumlah tanaman diprediksi 92. 000 pohon dengan kondisi 50 % berupa tanaman produktif. Rata-rata produktivitas tanaman 60 kg/ph. Lahan potensial untuk pengembangan 29.892, 1 ha di Kab. Lombok Barat dan + 10.000 ha di Kab. Lombok Tengah. Potensi wilayah pengembangan manggis dapat dicermati dengan meneliti sumberdaya alam (jenis tanah, kesubuan tanah, suhu, kelembaban, dsb) yang tersedia untuk dicocokkan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Berdasarkan pedoman tersebut, BPTP NTB telah membuat Peta Wilayah Komoditas (ZAE Skala 1: 50.000) untuk beberapa komoditi buah-buahan penting yang salah satunya adalah manggis. KARAKTERISTIK MANGGIS P. LOMBOK Menurut Cox (1976) hampir semua tanaman manggis yang dibudidayakan sekarang ini berasal dari satu tipe dan sampai sekarang belum ada yang melaporkan mengenai adanya penyerbukan silang secara alami antara spesies, hingga tanamannya adalah homozigot (seragam). Oleh karena itu, tanaman manggis tergolong kelompok apokmiksis, artinya biji yang terbentuk bukan merupakan hasil penyerbukan dan pembuahan, melainkan karena perkembangan jaringan nucellus, sehingga biji manggis yang terbentuk bersifat vegetatif dan secara genetik sama dengan induknya. Keadaan ini menyebabkan tanaman manggis relatif lebih mantap dan buah yang dihasilkan memiliki mutu yang relatif lebih seragam. Namun demikian, pertumbuhan tanaman ini sangat lambat dan masa remajanya sangat panjang, sehingga untuk mulai berproduksi memerlukan waktu lebih dari 10 tahun, bahkan ada tanaman ini mulai berbuah setelah berumur 12–14 tahun. Lambatnya pertumbuhan dan panjangnya masa remaja tanaman manggis ini merupakan kendala yang cukup serius di dalam pengembangan dan peningkatan produksi buah manggis. Hasil penelitian Rahayu, dkk. (2001) juga menyatakan bahwa tidak ada keragaman yang nyata pada karakteristik buah manggis di seluruh sentra produksi manggis di Pulau Lombok. Perbedaan karakter terletak pada diameter buah dan ukuran berat buah, sedangkan pada panjang dan lebar daun menunjukkan keseragaman. Ada kecenderungan pada daerah-daerah yang banyak mendapat hujan, maka vigor tanaman tampak lebih bagus dengan ukuran buah lebih besar. MUSIM PANEN MANGGIS PULAU LOMBOK BERBEDA DENGAN NEGARA PENGHASIL LAINNYA. Musim panen manggis di Pulau Lombok hampir bersamaan dengan daerah lain di Indonesia, yaitu berlangsung pada bulan November-April dengan puncak produksi pada bulan Februari-Maret, hal ini berbeda dengan Thailand yang berlangsung pada bulan April-Juni. Negara yang menghasilkan manggis pada waktu yang sama dengan Indonesia adalah Australia, India, Ivory Cost dan Madagaskar Karena produksi negara-negara yang musim panennya berbarengan dengan Indonesia masih sedikit, persaingan ekspor manggis masih rendah, Namun demikian kebun-kebun manggis di Australia tidak lama lagi akan berproduksi, sehingga Australia akan menjadi saingan Indonesia dalam ekspor manggis.
20
EKSPORT MANGGIS Manggis dari Pulau Lombok sudah memasuki pangsa eksport sekitar 6 tahun yang lalu (Wijaya, komunikasi pribadi). Kegiatan eksport tersebut melalui eksportir yang berada di Propinsi Bali. Volume eksport diperkirakan mencapai + 200 ton pada musim panen tahun 2002 yang lalu (Ketut, komunikasi pribadi). Ekspor manggis Indonesia sebagian besar ditujukan ke Taiwan. Sedangkan ekspor ke negara lain seperti Singapura, Hongkong, Belanda dan Perancis masih sedikit. Ekspor manggis Indonesia baru mulai kontinyu sejak tahun 1989, pada tahun sebelumnya kadang-kadang Indonesia mengekspor dan seringkali tidak. Lonjakan ekspor manggis terjadi pada tahun 1992, baik dalam volume maupun nilainya. Ekspor manggis Indonesia meningkat tajam 452 ton pada tahun 1991 menjadi 1905 ton pada tahun 1992, menjadi 3284 ton pada tahun 1995 dan 7182 ton pada tahun 2000. Namun peningkatan ekspor belum dapat diimbangi oleh peningkatan produksi dan kualitas. KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI MANGGIS Berdasarkan hasil analisis finansial perhektar lahan manggis monokultur, maka usahatani manggis layak dikembangkan. Dengan acuan ini sebetulnya para investor tidak perlu ragu untuk menanamkan modalnya pada agribisnis manggis. Hasil analisis terhadap manggis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. NPV pada faktor diskonto 24 % sebesar Rp. 14.988.947,16 menunjukkan positif, berarti investasi budidaya manggis dapat dilaksanakan. 2.
IRR menunjukkan angka 27,65 %. Artinya, budidaya manggis layak diusahakan selama tingkat bunga suku bunga tidak melebihi 27,65 %.
3. BCR untuk usahatani manggis menunjukkan angka 1,20, artinya setiap Rupiah biaya yang ditanamkan untuk usaha tani manggis akan mendatangkan keuntungan sebesar 1,20 Rupiah. (Muiji Rahayu)
TEMU INFORMASI PERTANIAN
LAHAN KERING WILAYAH PFI3P LOMBOK TIMUR OLEH : IRIANTO B DAN ANDRI
Salah satu kegiatan untuk memperkuat kegiatan PFI3D di Lotim dari komponen Pengembangan Inovasi Petanian yang dalam hal ini dilaksanakan oleh BPTP NTB adalah kegiatan pertemuan petani dalam bentuk Temu Informasi Pertanian. Temu informasi adalah forum pertemuan antara peneliti dan penyuluh pertanian BPTP dengan petaninelayan, kontak tani-nelayan, penyuluh pertanian lapangan, petugas dinas lingkup pertanian, pengusaha, serta pihak terkait lainnya. Melalui kegiatan pertemuan ini dapat dihimpun data dan informasi tentang aspirasi, persepsi dan pendapat tentang masalah yang dihadapi serta kebutuhan
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
petani-nelayan dan pengguna lain dalam pelaksanaan usaha pertanian. Selanjutnya data dan informasi yang diperoleh diidentifikasi dan diformulasikan sebagai bahan penyusunan program litkaji dan program diseminasi. Kegiatan temu informasi dilaksanakan di lokasi proyek poor farmer pada tanggal 13 Oktober 2004 di Kebun Percobaan Lahan Kering Sandubaya. Kegiatan ini diikuti oleh pengurus KID se Lotim, penyuluh pertanian lapangan, dinas instansi lingkup pertanian, BAPPEDA Lotim (pemerintah daerah), serta peneliti dan penyuluh BPTP sebagai nara sumber. Materi informasi dalam pertemuan ini adalah (1).Pengelolaan lahan tadah hujan vertisol dengan teknologi raised bed untuk tanaman pangan dan hortikultura (2).Kebijakan pengembangan lahan marjinal melalui proyek poor farmers dan permasalahannya di Lombok Timur (3). Teknologi padi Gogorancah hemat biaya (4). Mengubah lahan alang-alang menjadi kebun pisang komersial dan tanaman sela menguntungkan. (5).Hasil Litkaji dan penerapan teknologi pemeliharaan ternak kambing di lahan kering Sambalia (6). Kiat meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani di lahan kering. Kepala BPTP NTB DR.Ir. Mashur, MS dalam pembukaan pertemuan menjelaskan bahwa materi informasi yang disampaikan pada pertemuan ini dari berbagai bersumber, terutama dari berbagai hasil kajian para pengakji BPTP yang telah berhasil di wilayah Poor Farmers Lotim pada lahan kering marginal. Beberapa contoh keberhasilan tersebut antara lain perkembangan dari populasi ternak kambing di Sambelia dalam jangka waktu yang relatif singkat belum sampai setahun angka kelahiran anak kambing telah mencapai 48 ekor anak dari 60 ekor yang ada, demikian ternak kambing di Sukaraja dari 20 ekor telah menjadi 28 ekor dengan penerapan teknologi hasil kajian. Demikian juga informasi tentang keberhasilan peningkatan produktivias lahan kering dengan penanaman jagung dengan pola tanam, kemudian kajian mengubah lahan alang –alang menjadi kebun pisang komersial dan tanamn sela., dan kajian Gora hemat biaya. Disamping penyampaian informasi hasil kaijan dari para pengkaji BPTP disajikan pula hasil penelitian dari UNRAM dengan materi Pengelolaan lahan tadah hujan vertisol dengan teknologi Raised bed untuk tanaman pangan dan hortikultura dan infortmasi dari BAPPEDA LOTIM. Ka Balai juga menginformasikan bahwa lokasi temu informasi ini yaitu di Kebun Percobaan Sandubaya ini nantinya akan digunakan sebagai pusat pengkaijan lahan kering, disamping juga sebagai tempat belajar , pelatihan dan aktivitas lainnya yang berkiatan dengan lahan kering. Pengelolaan institusi ini telah dirintis bekerja sama dengan UNRAM. Dalam diskusi saling tukar informasi ini terungkap informasi balik dari peserta antara lain usul untuk pola tanam di wilayahnya agar dapat dikendalikan pengelolaan usahatani, kemudian penjelaskan perbandingan teknologi rised bed dengan gora biasa dalam hal luasan lahan yang ditanami dan hasilnya, resiko turunnya bedengan. Beberapa pendapat dari peserta yang menarik atas pengalaman pengkajian bahwa dalam usahatani sebaiknya dikombinasikan adalah usahatani jagung dengan penmeliharaan kambing dengan penerapan teknologi yang sudah ada. Disamping adanya usul untuk pengembangan hortikultura di luar musim.
21
TEMU LAPANG
Kajian Kelembagaan SUT Ternak Kambing di Desa Sambelia Kab. Lombok Timur Oleh : Sasongko WR, Farida S dan N. Mansyur
Pada hari Sabtu 4 September 2004, telah dilaksanakan Temu Lapang yang berlokasi di dusun Dasan Bagek Luar, Desa Sambelia Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur. Lokasi tersebut merupakan salah satu pengkajian BPTP NTB yaitu Kelembagaan Sistem Usahatani Ternak Kambing di Lahan Kering. Acara ini dibuka oleh M. Saleh (KCD setempat), kemudian dilanjutkan penjelasan tentang kegiatan pengkajian ternak kambing oleh Sasongko WR. Sambutan diberikan oleh Ir. Irianto Basuki, MS selaku Pejabat Kepala Balai, kemudian dari Kecamatan (oleh Sek Cam) dan dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur (Ir. Idham Kahlid, MS). Sekretaris Camat menyampaikan terima kasih atas perhatian Pemerintah (BPTP NTB-red) yang telah memilih lokasi ini sebagai tempat pengkajian. Tentunya diharapkan dari pengkajian ini dapat mengembangkan dan memajukan pertanian di desa Sambelia dan sekitarnya. Selanjutnya Idham Kahlid mengarahkan serta menganjurkan kepada para peserta Temu lapang yang hadir agar apa yang telah dikerjakan di sini dapat terus dilanjutkan dan diikuti agar memperoleh peningkatan pendapatan. Para peserta Temu Lapang yang hadir saat itu adalah Sekretaris Camat, Kepala Desa Sambelia, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur, KCD dari lokasi-lokasi Proyek Poor Farmers, Kepala Desa dan staf Desa Sembalun Lawang, Komisi Investasi Desa (KID) serta Petani kooperator dan petani lainnya disekitarnya. Pada kesempatan ini juga dilaksanakan diskusi dan tanya-jawab dengan peserta Temu Lapang. Ada beberapa hal penting yang merupakan harapan petani secara umum di wilayah Poor Farmers, diantaranya adalah usulan tentang kegiatan yang sama di wilayah lain. Agar mendapatkan kesempatan untuk dapat menerima bantuanbantuan ternak yang tentunya disertai dengan pengawalan teknologi semacam ini. Selanjutnya petani mengharapkan
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
adanya tindak lanjut dari setiap penyelenggaraan acara Temu Lapang, seperti saat Panen Raya Jagung di desa yang sama, diharapkan petani bisa mendapatkan benih jagung Lamuru seperti yang telah dijanjikan pada waktu itu. Karena saat itu penserta melihat langsung bahwa produksinya cukup baik, namun sampai saat ini petani masih kesulitan memperoleh benihnya. Demikian pula pada Temu Lapang kali ini petani juga berharap memperoleh kesempatan untuk pelaksanaan litkaji ternak Kambing seperti ini di daerah lain. Peserta mengharapkan pada suatu saat mendapatkan guliran ternak kambing dari kegiatan pengkajian ini. Di samping itu tentunya bimbingan teknologi juga sangat diharapkan. Permasalahan umum yang dihadapi oleh petani yang memelihara ternak Kambing sebagai bagian dari komponen teknologi di dalamnya adalah rendahnya produktivitas. Penyebabnya antara lain kematian ternak akibat penyakit dan pola pemeliharaan. Perlu diketahui bahwa pengkajian yang dilaksanakan BPTP ini adalah pada sistem usahatani yang dititik beratkan pada kelembagaannya yaitu dengan membentuk dan memberdayakan kelompok tani. Sedangkan teknologi yang diintroduksikan adalah perkandangan, pemilihan bibit yang baik, penyediaan pejantan pada masing-masing kelompok serta penanaman hijauan makanan ternak diantaranya rumput gamba, lamotoro KX2 dan gamal. Informasi-informasi teknologi dalam bentuk bahan cetakan berupa buku-buku atau leaflet yang merupakan petunjuk praktis sangat diperlukan. Dengan demikian peranan BPTP dalam mentransfer teknologi yang diperlukan oleh petani tentunya apabila teknologi yang diintroduksikan adalah tepat guna dan spesifik lokasi. Para peserta Temu Lapang berharap agar pengkajian BPTP NTB lebih meluas dan dapat dikembangkan di daerah-daerah lainnya secara merata.
MOBILISASI PETANI MISKIN Oleh : Rachmad Hendayana
PENDAHULUAN Konsep kemiskinan mengandung tiga arti yaitu kemiskinan sosial (social poverty), pauperisma (pauperism) dan kemiskinan moral (moral poverty). Kemiskinan sosial mengandung arti tidak hanya ketidaksamaan yang bersifat ekonomi misalnya dalam hal pemilikan kekayaan materil atau pendapatan akan tetapi juga yang bersifat sosial seperti adanya perasaan rendah diri (inferiority), ketergantungan dan sebagainya. Sedangkan pauperisma mengandung arti tidak mempunyai kemampuan untuk memelihara dirinya sendiri tanpa bantuan dari luar atau orang lain sampai pada tingkat pemenuhan kebutuhan minimal. Mengenai kemiskinan moral bertalian dengan nilai-nilai sosial yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Dari ke tiga pengertian kemiskinan di atas kata kuncinya adalah ketidak mampuan. Oleh karena itu upaya mengentaskan kemiskinan memerlukan pendekatan yang bisa meningkatkan potensi yang dimiliki dapat menekan ketidakmampuannya sehingga berdaya. Petani miskin perlu di mobilisasi atau digerakkan kearah yang dapat
22
menciptakan peluang-peluang usaha yang memberikan hasil bagi dirinya sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pihak lain. Pertanyaannya adalah bagaimana cara memobilisasi petani miskin tersebut agar efektif dapat mendorongnya kearah kemandirian?
rangka pencernaan ide-ide dan pelaksanaan pembangunan. Pengembangan kelompok usaha bersama merupakan serangkaian proses kegiatan memampukan/memberdayakan kumpulan anggota masyarakat yang mempunyai tujuan bersama, dimulai dari proses pengenalan akan program, berlanjut pada kajian PRA dan diperkuat ketika masyarakat merasa mereka perlu berbagi tugas dan tanggung jawab dalam melakukan kegiatan yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang mereka hadapi. Peran pihak luar hanyalah sebatas mendampingi kelompok ke arah kemandirian. Sikap pendamping yang mau belajar dari masyarakat, merasa setara (bukan guru petani), tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, sikap bersahabat akanlah sangat membantu proses ini.
Rahmat Hendayana dan rekan-rekan ketika melakukan kegiatan PRA di Desa Rarang Selatan
Keragaan Sosial Ekonomi Pendapatan penduduk bersumber dari pertanian (on farm dan off farm) dan bukan pertanian (non farm). Meskipun demikian pemilikan lahan pertanian di sangat senjang. Pemilikan lahan hanya terkonsentrasi pada segelintir penduduk misalnya di Desa Montong Betok ada 4 orang dengan kepemilikan perorang diatas 10 ha, tapi sebagian besar tidak memiliki lahan. Kalaupun memiliki lahan luasnya relative sempit berkisar 0,01 – 0,03 ha bahkan di desa Sambelia mayoritas petani (90 %) tidak memiliki lahan (Hendayana, dkk., 2003). Sementara itu petani yang tidak berlahan melakukan usaha off farm sebagai buruh di lahan tetangga atau bahkan ke luar desa untuk mendapatkan upah. Sebagian kecil melakukan usaha non farm sebagai pedagang kebutuhan sehari-hari, menjadi penjahit, buruh di sektor industri, pertukangan dan jasa. Meski usahanya beragam namun hasil yang diperoleh masih jauh dari memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya sehingga kebiasaan melakukan pinjaman untuk memenuhi kebutuhannya tetap berlangsung meskipun harus mengembalikan dengan bunga tinggi yaitu 10 - 50 % selama satu musim tanam. Kelembagaan pendukung kegiatan ekonomi di desa seperti pasar input, pasar output, lembaga keuangan desa, dll. kondisinya beragam. Kelembagaan sosial seperti kelompok tani dan penyuluhan pertanian keadaannya sudah menurun, seiring dengan kebijakan otonomi daerah. Inisiasi Kelompok Usaha Bersama. Menurut Sallatang (1980), orang-orang desa dapat memobilisasikan diri dalam kelompok-kelompok dan mobilisasi ini akan lebih intensif dalam kelompok-kelompok yang berskala kecil. Melalui kelompok-kelompok kecil memungkinkan terjadinya interaksi dan komunikasi langsung satu sama lain. Dalam kelompok kecil biasanya orang-orang desa relatif mudah berpartisipasi dan akan lebih efektif dengan koordinasi. Baik berpartisipasi dalam bentuk daya (tenaga kerja) dan dana (semampunya) maupun dalam ide-ide atau fikiran dalam berbagai kegiatan pembangunan. Orang-orang desa lebih mampu mengemukakan pikiran dan pendapatnya dalam
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pendekatan pengembangan kelompok adalah: Keanggotaan tidak terikat oleh jumlah, akan tetapi tidak terlalu banyak. Perlu memperhatikan keterlibatan kaum perempuan berpihak pada mereka yang miskin sumberdaya, tidak berpendidikan dan 'kelompok terabaikan' lainnya. Orientasi kegiatan berdasarkan kebutuhan; bukan ditentukan komoditasnya oleh pihak luar Aspek keswadayaan tercermin dalam setiap kegiatan, termasuk pembiayaan Kelompok sebagai pelaku utama pengambilan keputusan demokratis, terbuka / transparan Berwawasan lingkungan dan budaya Mengoptimalkan sumberdaya local Peran masyarakat semakin meningkat, peran pendamping semakin berkurang Setelah terbentuk kelompok usaha bersama di lingkungan mereka, langkah berikutnya adalah memberdayakan kelompok tersebut sehingga bergerak dinamis. Untuk lebih memobilisasi petani miskin ke arah yang lebih berdaya dan mandiri perlu didorong dan dimotivasi terbentuknya jaringan kelembagaan secara horizontal antara kelompok usaha yang terbentuk dengan pelaku usaha lain dan diciptakan adanya kepemilikan kapital melalui inovasi pengembangan keuangan masyarakat. Sebagai stimulan kepada kelompok usaha bersama itu dapat di beri sentuhan modal awal untuk terciptanya kegiatan kelompok. Strategi pengembangan kemampuan dalam permodalan usaha KUB harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Bagi daerah-daerah miskin di lokasi marjinal dapat dimulai dengan memberi bantuan dalam bentuk bantuan cuma-cuma atau bantuan bergulir. Bantuan diberikan atas dasar kebutuhan penduduk setempat sesuai hasil analisa kebutuhan (need-analysis). Bantuan permodalan bagi KUB dapat juga diberikan dalam bentuk Kredit-Subsidi atau Kredit Komersial dengan kemudahan khusus. Apabila KUB dimulai dengan bantuan cumacuma, maka tidak boleh terlalu lama beputar-putar disitu saja. Bentuk bantuan harus ditingkatkan kepada bantuan yang sifatnya bergulir. Kalau mampu menggulirkan bantuan itu, maka dinaikan kepada bantuan kredit-subsidi. Dan kalau bantuan kredit subsidi inipun mampu mereka kembalikan dengan lancar, maka dinaikan kepada kredit komersial yang diberi kemudahan khusus antara lain tanpa jaminan. Akhirnya apabila telah beberapa kali mampu mengembalikan kredit komersial ini dengan lancar, maka naikan lagi ke kredit mandiri dalam kebutuhan permodalan usaha. Artinya apabila mereka membutuhkan tambahan
23
modal bagi pengembangan usahanya mereka mampu berhubungan dengan Bank sendiri dan mampu memenuhi persyaratan Bank (bankable). Dengan cara pemberian bantuan yang sifatnya mendidik seperti itu, maka akhirnya akan mampu menghilangkan ketergantungan dan akan tumbuh keswadayaan sehingga mereka mampu berusaha dalam Sistem Ekonomi Pasar. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Meskipun petani miskin umumnya berada di lahan kering dengan persediaan air terbatas, tetapi masih memiliki potensi yang jika ditangani dengan baik dapat berkembang untuk mengatasi berbagai kendala/kelemahan yang dimilikinya. Strategi pemberdayaan petani miskin ke arah yang mandiri dapat ditempuh antara lain melalui wahana kelompok usaha bersama, Untuk lebih memobilisasi petani miskin ke arah yang lebih berdaya dan mandiri perlu didorong dan dimotivasi terbentuknya jaringan kelembagaan secara horizontal antara kelompok usaha yang terbentuk dengan pelaku usaha lain dan diciptakan adanya kepemilikan kapital melalui inovasi pengembangan keuangan masyarakat.
POLA KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR (Studi kasus di Desa Sambelia, Kec. Sambelia, Kabupaten Lombok Timur)
miskin. Pengeluaran rumahtangga petani di Desa Sambelia dapat dilihat pada tabel berikut ini. Terdapat perbedaan pengeluaran antara kedua kelompok rumahtangga, baik pada jenis pengeluaran maupun jumlah pengeluarannya. Total pengeluaran rumahtangga kaya jauh lebih besar dibandingkan pengeluaran rumahtangga miskin yaitu mecapai 6,82 kali. Perbedaan ini terjadi pada pengeluaran pangan dan non pangan. Hal ini disebabkan antara lain : Pengeluaran pangan : Jenis pangan yang dikonsumsi rumahtangga kaya lebih banyak dan kualitasnya relatif lebih tinggi (terutama untuk pangan sumber protein) sehingga harganya lebih mahal. Pengeluaran non pangan : 1. Sumber penerangan rumahtangga kaya diperoleh dari berlangganan listrik PLN, sedangkan rumahtangga miskin cukup menumpang atau nyantol dari keluarga lain yang berlangganan 2. Rumahtangga kaya menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar, sedangkan rumahtangga miskin menggunakan kayu bakar yang tidak dibeli 3. Pengeluaran untuk pakaian bagi rumahtangga kaya rutin dikeluarkan setiap tiga bulan sekali. 4. Rumahtangga kaya lebih banyak mengeluarkan biaya untuk pendidikan karena ada anaknya yang kuliah di perguruan tinggi. Selain biaya pendidikan (SPP), rumahtangga kaya harus menyewa rumah di Mataram untuk anak yang kuliah. 5. Pengeluaran untuk transportasi, rekreasi, dan pajak kendaraan hanya dikeluarkan oleh keluarga kaya
Oleh : Kukuh Wahyu
Sumber pendapatan rumahtangga petani di Desa Sambelia antara lain dari usahatani tanaman pangan (padi, jagung dan kacang tanah), usahatani hortikultura (pisang), usaha ternak (ayam, kambing, domba, sapi dan kerbau), usaha perkebunan, usaha off farm (buruh tani) dan usaha non farm (buruh bangunan, tukang ojek, TKI, menjual kayu bakar, menjual madu membuat batu bata dan pedagang). Sumber pendapatan petani kaya umumnya dari usahatani tanaman pangan, usahatani hortikultura dan usaha ternak. Sementara bagi petani miskin, sumber pendapatan terbesar dari usaha off farm, usaha non farm dan usahatani perkebunan. Pendapatan tersebut digunakan untuk berbagai keperluan rumahtangga. Menurut jenisnya pengeluaran rumahtangga dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran pangan terdiri dari pengeluaran untuk pangan pokok, lauk pauk, bumbu-bumbuan, sayur dan buah, kopi-teh-gula-susu, tembakau-rokok dan makanan jadi. Berikutnya pengeluaran non pangan terdiri dari pengeluaran untuk penerangan, bahan bakar, air bersih, kebutuhan kebersihan diri, pendidikan, pakaian, kesehatan, sewa rumah, kegiatan sosial dan pajak. Untuk melihat pola pengeluaran rumahtangga petani di Desa Sambelia, rumahtangga dikelompokkan menjadi dua yaitu rumahtangga kaya dan rumahtangga
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Penutup 1. Sumber pendapatan petani kaya sebagian besar dari usahatani tanaman pangan, hortikultura dan usaha ternak (usaha on farm), sedangkan sumber pendapatan petani miskin dari usaha off farm dan non farm 2. Total pengeluaran rumahtangga kaya relatif lebih besar dibandingkan rumahtangga miskin 3. Pengeluaran pangan rumahtangga kaya lebih banyak baik dalam jumlah maupun kualitasnya dibandingkan rumahtangga miskin 4. Pengeluaran non pangan rumahtangga kaya lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga miskin, perbedaan tersebut terutama pada kualitasnya.
24
Tabel . Pola konsumsi pangan dan non pangan rumahtangga di Desa Sambelia, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur 2004. Rumah tangga kaya Pola
Penge-
(Rp)
Pengeluaran
100000
bulanan
Jenis pengeluaran
1. Beras
Rumah tangga miskin
Jumlah
Jumlah
Pola
Penge-
Penge-
luaran/th (Rp)
(Rp)
Pengeluaran
luaran/th (Rp)
luaran/th (Rp)
1200000
50000
bulanan
600000
720000
2. Minyak goreng
18000
bulanan
216000
6000
bulanan
72000
86400
3. Gula
50000
bulanan
600000
10000
bulanan
120000
144000
2000
bulanan
24000
28800
4000
bulanan
48000
57600
7000
bulanan
84000
4. Sayuran 5. Ikan segar 6. Ikan asin 7. Tempe 8. Tahu
450000
bulanan
5400000
9. Mie
100800
10. Daging 11. Telur 12. Bumbu-bumbuan 13. Kopi
8000
bulanan
96000
2000
bulanan
24000
28800
14. The
2000
bulanan
24000
2000
bulanan
24000
28800
15. Susu bubuk
56000
bulanan
672000
16. Buah-buahan
15000
bulanan
180000 7000
bulanan
84000
100800
1080000
1296000
15000
bulanan
180000
216000
57600
17. Tembakau 18. Roti/kue kering
15000
bulanan
Jumlah pengeluaran pangan
180000 8568000
1. Listrik
60000
bulanan
720000
2. Minyak tanah
30000
bulanan
360000
500
bulanan
6000
6000
bulanan
72000
4000
bulanan
48000
Odol
5000
bulanan
60000
5000
bulanan
60000
72000
Sampo
11500
bulanan
138000
7000
bulanan
84000
100800
Kosmetik
25000
bulanan
300000
360000
4000
bulanan
48000
57600
3. Air bersih 4. Kebutuhan kebersihan diri Sabun mandi
10000
bulanan
120000
Minyak rambut
5000
bulanan
60000
Sabun cuci 5. Biaya sekolah (makan)
11000
bulanan
132000
700000
tahunan
700000
6. Pakaian
250000
triwulan
1000000
100000
tahunan
100000
120000
50000
triwulan
200000
10000
bulanan
120000
144000
150000
tahunan
150000 300000
tahunan
300000
360000
25000
tahunan
25000
30000
3000
tahunan
3000
3600
72000
tahunan
72000
86400
7. Kesehatan/KB 8.Transportasi 9. Rekreasi
50000
tahunan
50000
10. Perbaikan rumah
200000
tahunan
200000
11. Hajatan
150000
tahunan
150000
50000
tahunan
50000
2000000
tahunan
2000000
5000
tahunan
5000
15. Pajak kendaraan
200000
tahunan
200000
16. SPP mahasiswa
2400000
smester
4800000
72000
tahunan
72000
12. Sumbangan sosial 13. Sewa rumah 14. PBB
17. SPP SLTP Jmlh pengeluaran non pangan
11245000
1340000
1608000
Total pengeluaran
19813000
2420000
2904000
Rasio pengeluaran RT kaya/RT miskin
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
6,82
25
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA SUKARAJA DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR Oleh : I Made Wisnu Wiyasa
1.
Keadaan Umum
Desa Sukaraja berdiri tahun 1962 yang merupakan pemekaran dari desa Jorowaru kecamatan Jerowaru kabupaten Lombok Timur propinsi Nusa Tenggara Barat. 2 Luas wilayah desa Sukaraja 17,69 km dengan batas-batas di sebelah Utara adalah desa Sepit dan desa Lekor, di sebelah Selatan berbatasan dengan desa Batu Nampar, di sebelah Timur berbatasan dengan desa Jerowaru dan di sebelah Barat berbatasan dengan desa Ganti. Secara administratif desa Sukaraja terdiri atas 10 dusun yaitu dusun Sukaraja, Dasan Baru, Tangun, Embung Dalem, Lengkok Baru, Wakan, Tuping, Tangar, Batu Tambun dan Lengkoq Lauk.
2.
Kondisi Irigasi Di desa Sukaraja tidak terdapat sumber mata air. Sumber air irigasi hanya mengandalkan embung dan sungai. Jumlah sungai yang melewati desa Sukaraja sebanyak 2 buah yaitu sungai Longkang dan sungai Ulu. Sungai ini hanya berair di musim hujan yaitu selama lebih kurang 3 – 4 bulan dan pada musim kemarau kering sama sekali. Air irigasi di desa Sukaraja juga diperoleh dari air irigasi HLD yang disuplai dari Dam Swangi kecamatan Sakra kabupaten Lombok Timur dan dari Dam Tibu Nangka di desa Beleka kecamatan Praya Timur kabupaten Lombok Tengah. Air yang berasal dari Tibu Nangka debitnya lebih besar dibanding dengan yang berasal dari Dam Swangi. Air irigasi HLD mengalir setiap 15 hari sekali dan dirasakan tidak mampu mengairi seluruh areal persawahan yang ada. Selain dari air irigasi tersebut di atas, untuk mencukupi kebutuhan air selama pertanaman, petani membangun embung secara swadaya ditengah sawahnya untuk menampung air hujan. Di desa Sukaraja terdapat ± 450 embung swadaya yang dikelola secara pribadi dan turun temurun. Selain embung yang diusahakan secara swadaya oleh masyarakat, di desa Sukaraja terdapat tiga buah embung yang dikelola oleh desa. Embung tersebut adalah Embung Pondok Raden ±1 ha, embung Tembeng ± 10 ha dan Embung Rungkang ±8 ha. Embung Tembeng mampu mengairi sawah seluas ±500 ha, Embung Rungkang dan Embung Pondok Raden, masing-masing digunakan untuk mengairi sawah seluas ±300 ha. Pengguna air embung yang dikelola oleh desa dipungut biaya sebesar Rp 100.000,- per tahun.
3.
Sejarah Embung Kapan pertama kalinya embung dibuat dan atas inisiatip siapa pertama kalinya membuat embung, tidak ada yang mengetahui dan dapat menceritakannya. Keberadaannya telah ada cukup lama. Ceritanya, embung ini sudah ada sejak nenek moyang mereka, dan sekarang merupakan warisan sangat berharga bagi anak cucu masyarakat desa Sukaraja. Yang jelas, embung adalah sarana penampung air hujan sebagai cadangan air untuk
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
mengairi tanaman dimusim kemarau, hanya sebatas itu yang diketahui masyarakat desa Sukaraja.
4.
Keragaan Embung Embung umumnya terletak di tengah-tengah sawah, dan bila memungkinkan ditempatkan pada elevasi yang lebih tinggi dari sawah sekitarnya. Kedalaman embung dapat mencapai 0,50 – 1.00 m, luasnya dapat mencapai 0,50 ha. Pematangnya agak lebar dan dibuat dari tanah. Pematang ini semakin lama semakin tinggi dan bertambah lebar karena tumpukan galian tanah hasil proses pemeliharaan embung untuk menghindari pendangkalan. Setiap tahun embung digali untuk menghindari proses pendangkalan, dan biasanya dikerjakan oleh petani pada saat kondisi air embung sudah mulai mengering. Bertambah tingginya pematang menyebabkan bertambahnya volume air yang dapat ditampung oleh embung.
5.
Pengetahuan Sederhana Dengan Yang Penuh Kebijakan Sadar akan perlunya air untuk pertumbuhan tanaman dan keterbatasan air irigasi yang dapat dimanfaatkan serta didorong untuk memperbaiki tarap kehidupan, inisiatif petani untuk membuat embung. Disadari atau tidak dan didasari oleh pengetahuan serta pengalaman yang arif, petani mengetahui bahwa jenis tanah yang terdapat di desa Sukaraja sangat mendukung untuk membuat embung. Tekstur tanah yang sebagian besar halus sehingga mampu menahan air dalam jangka waktu lama. Kelembaban tanah aquik sehingga menyebabkan tanah cepat jenuh sehingga tidak terjadi kelihangan air karena perembesan kedalam tanah dan didukung oleh drainase tanah yang jelek sehingga tidak terjadi kehilangan air karena aliran permukaan yang cepat. Semua pengetahuan tersebut dimanfaatkan secara arif oleh masyarakat desa Sukaraja yang rata-rata memiliki tingkat pendidikan dalam katagori masih rendah. Rimbunnya pohon bambu ditengah sawah, adalah sebagai tanda bahwa ditengah sawah tersebut terdapat sebuah embung. Bambu biasanya ditanam pemilik embung dibagian pematang yang menjadi pembatas embung. Suatu kecerdikan yang patut dihargai adalah tujuan dari penanaman bambu tersebut. Beberapa tujuan petani menanam bambu disekitar embung antara lain: sebagai tangkapan air hujan, mengurangi penguapan dimusim kemarau dan akar bambu disamping sebagai penguat pematang, karena kondisi perakarannya menyebabkan tidak terjadinya perembesan air ketempat yang tidak dikehendaki. Posisi penempatan embung pada umumnya ditengah sawah, atau dipinggir sawah pada tempat yang memiliki elevasi lebih tinggi, tujuannya adalah untuk menjaga kelembaban tanah disekeliling sawah. Keuntungan lain dari posisi penempatan embung seperti tersebut, adalah akan lebih mudah mengalirkan air kepetakanpetakan sawah disekitarnya. Proses pengaliran air, cukup dengan membuka pintu air yang ada disekeliling embung. Pintu air adalah berupa lubang yang dibuat rata dengan dasar embung, dan mengalirnya air hanya mengandalkan tekanan volume air yang ada di embung. Saat ini, embung disamping sebagai tempat untuk menampung air, juga dimanfaatkan untuk budidaya ikan untuk pemancingan. Ikan yang dibudidayakan terdiri dari karper, nila dan mujair, tapi untuk keperluan pemancingan dipelihara karper dan nila. Ikan yang ada di embung tidak diberikan pakan secara khusus, pakan ikan bersumber dari jazad renik yang hidup di air embung. Usaha pemancingan
26
ini ternyata merupakan sumber pendapatan tak terduga yang cukup besar bagi pemilik embung. Setiap pemancing dikenakan biaya antara Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 25.000,- setiap kali memancing. Dari bibit seharga Rp. 300.000, - yang ditebar di embung, petani dapat menerima pendapatan kotor senilai Rp. 3.000.000,- selama lebih kurang 3 bulan. Dengan semakin berkembangnya rekreasi pemancingan ini, pemerintah desa berencana untuk memungut retribusi sebesar Rp. 1000,- dari para pemancing dan akan dijadikan sebagai sumber pendapatan desa. 6. Penutup Teknologi embung yang dikembangkan oleh masyarakat Sukaraja merupakan contoh yang baik dalam mengelola sumber daya air. Diharapkan pengelolaan air dengan teknologi yang sederhana ini tetapi memberikan manfaat yang cukup besar dan ramah terhadap lingkungan, dapat disebarkan kedaerah-daerah lain yang memiliki kondisi agroekosistem yang sama.
dijadikan dasar untuk menunjukkan suatu peruntukan penggunaan lahan untuk pertanian yang sesuai dengan kondisi fisik lingkungannya. AEZ adalah suatu konsep wilayah, maka pengembangan AEZ dapat dipandang sebagai salah satu aspek dari perencanaan dan pengembangan wilayah (Joko Winoto, 1996). PARAMETER ZONA AGRO-EKOLOGI Tolok ukur yang digunakan dalam menentukan setiap parameter dan penotasianya diuraikan di bawah ini. Rejim Iklim Unsur iklim meliputi curah hujan, radiasi, suhu, angin, kelembaban dan tingkat evaporasi potensial menentukan ketersediaan air, energi, dan secara langsung mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Unsur iklim yang digunakan adalah suhu dan kelembaban. Rejim Kelembaban Rejim kelembaban suatu wilayah dibedakan berdasarkan jumlah bulan kering dalam satu tahun yaitu suatu bulan yang mempunyai curah hujan rata-rata < 60 mm, dengan pembagian sebagai berikut: rejim kelembaban lembab apabila mempunyai jumlah bulan kering sama dengan atau kurang dari 3 bulan dalam satu tahun, rejim kelembaban agak kering apabila mempunyai jumlah bulan kering antara 4 sampai dengan 7 bulan dalam satu tahun, rejim kelembaban kering apabila mempunyai jumlah bulan kering lebih dari 7 bulan dalam satu tahun. Wilayah dengan rejim kelembaban lembab simbol x; Wilayah dengan rejim kelembaban agak kering simbol y ; Wilayah dengan rejim kelembaban kering simbol z Rejim Suhu
Mengenal Lebih Dekat
PETA ZONA AGROEKOLOGI Oleh : I Made Wisnu Wiyasa
PENDAHULUAN Bagi pembangunan pertanian, penyusunan AEZ merupakan prasyarat dasar dan utama yang harus dilakukan sebagai dasar arahan fisik dan lingkungan kecocokan suatu wilayah untuk dikembangkan sebagai suatu wilayah pertanian tertentu. Namun demikian, harus pula disadari bahwa penyusunan AEZ ini baru merupakan syarat perlu (necessary condition) dan belum merupakan syarat cukup (sufficient condition) bagi perencanaan pembangunan pertanian di suatu wilayah (Joko Winoto, 1996). AEZ pada dasarnya merupakan suatu wilayah yang homogen. Penyusunan AEZ didasarkan pada kehomogenan/kesamaan faktor fisik lingkungan yang dapat
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Rejim suhu suatu wilayah dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu rejim suhu panas (isohipertermik) dan rejim suhu sejuk (isotermik). Rejim suhu panas adalah perbedaan suhu tanah rata-rata terpanas dan terdingin harian lebih besar dari 5°C, sedangkan rejim suhu sejuk apabila perbedaan suhu tanah rata-rata terpanas dan terdingin harian kurang dari 5°C. Pada pelaksanaannya pembagian rejim suhu suatu wilayah diduga dari ketinggian tempat dari permukaan laut . Berdasarkan pendekatan rejim suhu maka suatu wilayah dibedakan menjadi dua yaitu: Rejim suhu panas terdapat pada wilayah dengan ketinggian < 700 m dpl atau dataran rendah diberi simbul a ; Rejim suhu sejuk terdapat pada wilayah dengan ketinggian >700 2.000 m dpl atau dataran tinggi diberi simbul b. Berdasarkan pembeda rejim iklim tersebut di atas suatu wilayah dapat dibagi menjadi 6 zonasi iklim yaitu: Wilayah beriklim lembab dataran rendah diberi simbol ax;Wilayah beriklim lembab dataran tinggi diberi simbol bx;Wilayah beriklim agak kering dataran rendah diberi simbol ay;Wilayah beriklim agak kering dataran tinggi diberi simbol by;Wilayah beriklim kering dataran rendah diberi simbol az;Wilayah beriklim kering dataran rendah diberi simbol bz
2.
Relief atau Kisaran Kelerengan
Parameter fisik lingkungan sumberdaya lahan yang digunakan sebagai pembeda zonasi utama dalam sistem pakar ialah relief yang tercermin di dalam kisaran kelas lerengnya. Berdasarkan pembeda zonasi utama suatu wilayah dikelompokkan menjadi zona I, II, III, IV. Daerah dengan lereng < 3 % dengan jenis tanah gambut atau jenis tanah dengan kandungan garam atau sulfat yang tinggi atau jenis tanah yang berkembang dari pasir kwarsa
27
dikelompokkan ke dalam zonasi tersendiri yaitu masingmasing sebagai zona V , VI dan VII. (a). Zona I memiliki kelerengan > 45%. (b).Zona II memiliki kelerengan antara 15–45%. (c).Zona III memiliki kelerengan antara 8–15%. (d). Zona IV memiliki kelerengan < 8%. (e). Zona V memiliki kerengan <8% dengan jenis tanah gambut. (f).Zona VI memiliki kerengan <8% dengan jenis tanah yang memiliki kandungan sulfat dan garam tinggi. (g).Zona VII memiliki kelerengan <8% dengan jenis tanah berkembang dari pasir kwarsa (Istiqlal Amien, 1997)
ARAHAN PENGGUNAAN ZONA AGRO-EKOLOGI
LAHAN
BERDASARKAN
Berdasarkan kriteria zona utama tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 7 zona agro ekologi dengan spesifikasi sistem pertanian atau kehutanan (Agriculture Type) sebagai berikut: (1). Zona I adalah suatu wilayah dengan lereng > 40% dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Kehutanan (2). Zona II adalah suatu wilayah dengan lereng 16-40% dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Perkebunan (Budidaya Tanaman Tahunan). (3). Zona III adalah suatu wilayah dengan lereng 8 - <16 % dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Wana Tani (Agro Forestry). (4). Zona IV adalah suatu wilayah dengan lereng 0 - < 8% dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Tanaman Pangan. (5). Zona V adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah gambut dengan tipe pemanfataan lahan adalah tanaman hortikultur (gambut dangkal dengan ketebalan < 2 m) atau kehutanan (gambut dalam dengan ketebalan > 2 m). (6). Zona VI adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah yang mempunyai kandungan sulfat sangat tinggi (sulfat masam) atau kandungan garam yang tinggi dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan. (7). Zona VII adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah yang berkembang dari pasir kuarsa (Spodosol atau Quartzipsamments) dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan.
KEBUTUHAN DATA Secara garis besar data yang dibutuhkan untuk penyusunan peta zona agroekologi adalah data spasial dan data tabular. Berikut ini disampaikan jenis-jenis data minimal yang harus dikumpulkan untuk dapat melakukan karakterisasi zona agroekologi pada skala 1 : 1.000.000 atau 1 : 250.000.
1.
Data Tabular. Data tabular pada dasarnya adalah pangkalan data atau sering disebut dengan database. Penyusunan data base dapat dilakukan menggunakan program Excel, Lotus maupun Dbase3 atau versi yang lebih tinggi. Data tabular dapat dilinkage ke data spasial. Data tabular terdiri dari dua jenis data yaitu data biofisik dan data sosial ekonomi budaya. a. Data Biofisik. Parameter biofisik yang diperlukan oleh program landuse untuk menilai suatu sistem lahan atau satuan lahan adalah: kelas kelerengan dinyatakan dalam persen (%); kelas tekstur tanah dinyatakan berdasarkan bandingan bahan organik, fraksi pasir, debu dan liat dan untuk tanah mineral dikelompokkan dalam kelas-kelas berpasir, berlempung, berliat dan berbatu; kemasaman tanah dinyatakan dengan nilai pH dan dikelompokkan menjadi sangat masam, masam, netral dan alkalin; elevasi dinyatakan dalam ketinggian dari muka laut (m dpl); drainase menentukan rejim kelembaban tanah dikelompokkan menjadi baik, sedang dan buruk; dan asal
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
terbentuknya tanah. Data iklim terdiri dari rejim kelembaban yang dapat diduga dari drainase tanah dan jumlah belun kering dan basah dalam setahun, sedangkan rejim suhu dapat diduga dari ketinggan tempat dari muka laut. b.Data Sosial Ekonomi. Terdiri dari data demografi yang meliputi jumlah penduduk, jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan, kepadatan penduduk, umur harapan hidup, tingkat kematian bayi dll. Data infrastruktur dan luas lahan menurut penggunaannya meliputi kepadatan jalan, luas sarana irigasi, luas lahan menurut penggunaannya, sarana pasar dan ekonomi. Data ekonomi terdiri dari produk domestik regional bruto (PDRB), PDRB per kapita, produksi dan produktivitas hasil pertanian, populasi ternak, produksi dan nilai produksi ikan, jumlah dan nilai ekspor, pola tanam dan pola usahatani dominan. Data kelembagaan terdiri dari jumlah koperasi, kelompok tani, P3A, PKK, Wanita Tani, kelembagaan informal, sikap petani terhadap teknologi baru, luas areal intensifikasi dan non intensifikasi, kelembagaan pemasaran, program pemerintah seperti IDT, DPG, UPGD, PSK dan lain sebagainya. Data biofisik dan data sosial ekonomi disajikan dalam format database. Pembuatan database dapat dilakukan dengan program Excel, Lotus maupun Dbase3. Database biofisik dan sosial ekonomi disajikan secara terpisah, karena kedua jenis data tersebut memiliki sifat yang berbeda. Data biofisik maupun data sosial ekonomi dapat bersifat numerik maupun karakter. 2. Data Spasial atau Peta Burrough (1988) dalam Mahmud Arifin Raimadoya et al (1996) menjelaskan pengertian peta sebagai sebuah kumpulan titik, garis dan area yang telah didefinisikan lokasinya dengan acuan kesistem koordinat dan atribut. Data spasial yang dibutuhkan berupa: peta dasar yang terdiri dari peta topografi/rupabumi; peta tematik yang terdiri atas: peta tanah, peta observasi, peta penggunaan lahan; dan peta pendukung yang terdiri atas: peta administrasi, peta tanah tinjau, peta arahan tata ruang pertanian, peta arahan penggunaan lahan dan peta geologi. PENGOLAHAN DATA Data biofisik dan data sosial ekonomi disajikan dalam format database. Pembuatan database dapat dilakukan dengan program Excel, Lotus maupun Dbase3. Database biofisik dan sosial ekonomi disajikan secara terpisah, karena kedua jenis data tersebut memiliki sifat yang berbeda dan untuk keperluan yang berbeda pula. Data biofisik dan data sosial ekonomi dapat bersifat numerik maupun karakter. Data spasial merupakan peta hasil digitasi. Digitasi dilakukan terhadap peta topografi/rupa bumi yang meliputi garis pantai, hidrologi, jaringan jalan, titik ketinggian, garis kontur, batas administrasi dan hasil delineasi zona agroekologi. Digitasi dilakukan dengan menggunakan SIG ArcInfo. Peta disajikan dalam sistem ordinat UTM. Data biofisik yang terdiri dari data iklim dan sumberdaya lahan diinterpretasikan dengan menggunakan sistem pakar (expert system). Menurut U.S. Wiradisastra (1996) sistem pakar artinya suatu bagian dari sistem yang berbasis ilmu pengetahuan (SBIP), sedangkan SBIP atau KBS (Knowledge Based System) adalah bagian dari sistem komputer. Jadi sistem pakar adalah sejenis KBS yang memakai pengetahuan untuk mengerjakan tugas seorang ahli/pakar. Sistem pakar berguna sebagai pendukung pengambilan keputusan (decision support). Hendri Sosiawan (1997) menyatakan bahwa dari interpretasi sistem pakar terhadap data iklim dan sumberdaya lahan
28
menghasilkan zonasi agroekologi dan alternatif kelompok komoditas (group of crop) dan jenis komoditasnya.
USAHA PENANGKAPAN DAN PEMBESARAN LOBSTER DI TELUK EKAS, LOMBOK TIMUR Oleh : M. Nazam
kesejahteraan nelayan masih tergolong rendah. Proporsi pengeluaran rumah tangga nelayan penangkapan untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan proporsi pengeluaran rumah tangga pembesaran untuk keperluan yang sama, yaitu 86,16% dibandingkan dengan 77,54%. Hal ini berarti bahwa proporsi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar di luar kebutuhan pokok sangat kecil, yaitu hanya sebesar 13% dan 22,46%. Kenyataan tersebut menunjukkan status kesejahteraan nelayan masih tergolong rendah. Bila dibandingkan antara nelayan penangkapan dan pembesaran, maka status kesejaheraan nelayan pembesaran cenderung lebih baik dibandingkan dengan nelayan penangkapan. 4. Peluang usaha dan kesempatan kerja
PENDAHULUAN Lobster (Spiny Lobster, Panulirus spp), merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain karena permintaan lobster yang tinggi dan ditunjang akses strategis pasar yang lancar dengan harga yang kompetitif, juga karena NTB memiliki sumberdaya lobster yang cukup potensial Berkembangnya usaha pembesaran lobster dalam KJA di Teluk Ekas sejak tahun 2001, menyebabkan sebagian nelayan penangkapan beralih ke usaha pembesaran ini. Walaupun usaha pembesaran masih mengandalkan benih dari alam dan pakan berupa ikan rucah (ikan pelagis kecil) yang dipasok dari alam, namun usaha ini terus berkembang tidak hanya di Teluk Ekas, bahkan di luar kawasan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha pembesaran ini mendapat respon positif dari masyarakat. Sejauh mana kontribusi usaha ini terhadap pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga nelayan, telah dilakukan penelitian untuk menganalisis dan membandingkan aspek sosial ekonomi antara usaha pembesaran lobster dalam KJA dengan usaha penangkapan lobster. Menurut Adnyana (1997), suatu teknologi akan diadopsi oleh masyarakat, apabila secara sosial mudah diterapkan dan tidak bertentangan dengan nilai budaya setempat, secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologis sesuai dan tidak bersifat destruktif. Pendapatan rumah tangga Pendapatan rata-rata rumah tangga nelayan pembesaran lebih besar dibandingkan dengan pendapatan rata-rata rumah tangga nelayan penangkapan, yaitu Rp.14.673.281,- dibanding Rp.9.141.278,- per tahun. Dilihat dari sumbernya, pendapatan rumah tangga nelayan penangkapan sebagian besar bersumber dari usaha penangkapan ikan, disusul usaha penangkapan lobster, usaha budidaya rumput laut, usaha pembesaran lobster dan dari sumber lain-lain (buruh/tukang). Sedangkan pendapatan rumah tangga nelayan pembesaran yang terbesar bersumber dari usaha pembesaran lobster, disusul dari usaha penangkapan ikan, usaha budidaya rumput laut, usaha penangkapan lobster, dan dari sumber lain-lain (jasa angkutan Rp.1.320.000,- dagang Rp.1.160.000,-dan tambak garam Rp.707.000.-). 3. Pengeluaran rumah tangga Proporsi pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pokok) masih mendominasi pengeluaran tahunan rumah tangga nelayan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pendapatan rumah tangga telah melampaui garis kemiskinan tetapi tingkat
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Usaha penangkapan maupun usaha pembesaran lobster merupakan kegiatan investasi. Selain memberikan manfaat langsung berupa output yang dapat diukur dengan satuan moneter (tangiable), juga dapat memberikan manfaat sekunder yang sulit diukur dengan satuan moneter (intangiable), diantaranya peluang usaha dan penciptaan lapangan kerja baru, pemerataan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan waktu luang tenaga keluarga, peningkatan kualitas produk dan jaminan kepastian hasil. Berkembangnya usaha penangkapan dan pembesaran lobster di Teluk Ekas dapat menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha, antara lain : (a) penyediaan bahan baku; (b) penyediaan benih dan pakan; (c) pemasaran hasil lobster dan (d) pelayanan jasa lainnya, seperti transportasi dan komunikasi. Berkembangnya usaha pembesaran akan membutuhkan bahan dan sarana produksi yang cukup banyak, seperti kebutuhan bambu untuk konstruksi KJA dan pendukungnya 14.000 batang, tali nylon 1,5-2 ton, pelampung 500-1000 buah, benih 150.000 ekor dan pakan sekitar 250 ton. Ini berarti bahwa penyerapan tenaga kerja akan meningkat. 5. Aspek pemasaran Terdapat tiga jalur pemasaran lobster di Teluk Ekas: (1) nelayan menjual ke pengumpul lokal, pengumpul lokal menjual ke pengumpul antara (Praya atau Mataram), selanjutnya dijual ke eksportir antara di Denpasar, atau dari pengumpul lokal langsung menjual ke eksportir antara di Jakarta. Dari eksportir antara Denpasar atau Jakarta kemudian diekspor ke negara tujuan melalui Singapura, Hongkong atau lainnya; (2) nelayan menjual ke pengumpul antara, dari pengumpul antara kemudian dijual ke eksportir antara di Denpasar, untuk selanjutnya diekspor ke negara tujuan, dan (3) nelayan menjual langsung ke eksportir antara di Denpasar tanpa melalui pengumpul lokal maupun pengumpul antara. Dari eksportir antara Denpasar diekspor ke negara tujuan. Lebih dari 60% nelayan pembesaran memilih jalur pemasaran kedua, karena selain volume jual lebih banyak, juga dapat diatur jadwal penjualan dengan pengumpul antara. Dengan demikian posisi tawar (bargaining position) nelayan pembesaran lebih baik dibandingkan dengan nelayan penangkapan. Nelayan pembesaran yang memiliki cukup modal dan keterampilan dalam penanganan hasil (pengemasan) serta memiliki akses dengan eksportir antara di Jakarta atau Denpasar, memungkinkan dapat memilih jalur pemasaran ketiga; dan hal ini sudah mulai dirintis oleh nelayan pembesaran di Teluk Ekas. 6. Resiko usaha Dalam hal ini nelayan pembesaran lobster dalam KJA dapat digolongkan ke dalam masyarakat petani karena relatif sama sifat sumberdaya yang dihadapi. Kesamaan ini
29
ditunjukkan bahwa nelayan pembesaran mengetahui jumlah, tempat dan waktu lobster dipanen, sehingga pola pemanenan lebih terkontrol. Pola pemanenan yang terkontrol tersebut disebabkan oleh input produksi yang terkontrol pula. Nelayan pembesaran tahu berapa input produksi (benih, pakan) yang harus tersedia untuk mencapai output yang dihasilkan. Beberapa faktor yang perlu diwaspadai pada usaha pembesaran lobster adalah faktor teknis, misalnya kelangkaan pakan yang dapat meningkatkan mortalitas lobster; faktor alam, misalnya terjadinya badai dan faktor sosial seperti penjarahan dan pencurian. 7. Analisis biaya dan pendapatan Pendapatan rata-rata usaha penangkapan lebih kecil dibanding pendapatan rata-rata usaha pembesaran, yaitu, Rp.2.242.278,-/tahun dibandingkan dengan Rp.4.120.281,-/tahun atau berbeda nyata (p<0,05). Besarnya pendapatan yang diperoleh nelayan penangkapan ditentukan oleh volume hasil yang diperoleh. Walaupun upah tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar pada usaha penangkapan (62,03%), namun besarnya upah tenaga kerja tersebut tergantung hasil yang diperoleh. Sedangkan pada usaha pembesaran besarnya pendapatan selain ditentukan oleh volume hasil yang dipengaruhi oleh tingkat kelangsungan hidup lobster yang dipelihara, juga ditentukan oleh harga benih dan pakan. Harga benih merupakan komponen biaya terbesar pada usaha pembesaran (56,42%), dan pakan (20,81%). Dengan demikian keuntungan usaha masih dapat ditingkatkan terutama bagi nelayan yang mampu menyediakan benih dan pakan sendiri. Pendapatan dari usaha penangkapan nampaknya sulit untuk ditingkatkan, mengingat kondisi sumberdaya lobster dilokasi penangkapan sudah tergolong padat tangkap. Sedangkan pendapatan usaha pembesaran masih bisa ditingkatkan dengan menyediakan benih dan pakan secara mandiri serta meningkatkan skala usaha 4 kali dari yang ada saat ini. 8. Analisis finansial Baik usaha penangkapan maupun pembesaran lobster layak untuk diusahakan. Usaha penangkapan dengan B/C ratio 1,53 dan usaha pembesaran dengan B/C ratio 1,71, berarti bahwa dengan discount rate sebesar 18%/tahun, the present value dari benefit lebih besar dari pada the present value dari cost, dan hal ini berarti usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilainya berarti usaha tersebut semakin menguntungkan (Pasaribu et al., 1988). Besarnya B/C ratio dipengaruhi oleh tingginya discount rate yang dipakai. Makin tinggi discount rate, makin kecil B/C ratio, dan jika discount rate tinggi sekali, B/C ratio dapat turun sampai menjadi lebih kecil dari 1 yang berarti bahwa usaha tersebut tidak lagi menguntungkan. NPV dipakai sebagai ukuran dari hasil neto (net benefit) yang maksimal yang dapat dicapai dengan modal atau pengorbanan sumber-sumber lain. Suatu kegiatan dikatakan layak apabila NPV bernilai positif atau lebih besar dari nol. Hasil analisis memperlihatkan bahwa manfaat yang diperoleh dari suatu pengorbanan investasi dengan tingkat bunga 18%/tahun adalah Rp.2.905.327,- pada usaha penangkapan dan Rp.9.923.020,- pada usaha pembesaran, sehingga kedua usaha tersebut layak untuk diusahakan. Usaha penangkapan dengan IRR sebesar 42,25%, menunjukkan bahwa tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh usaha penangkapan untuk sumberdana yang digunakan sebesar 42,25%. Usaha pembesaran dengan
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
nilai IRR sebesar 56,20%, menunjukkan bahwa tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh usaha pembesaran dengan penggunaan modal investasi sebesar 56,20%. Semakin tinggi nilai IRR yang diperoleh, maka tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar makin tinggi yang berarti bahwa besarnya insentif yang diterima oleh pemilik modal dari modal yang dinvestasikan makin tinggi. Usaha penangkapan akan berada pada posisi BEP atau keuntungan sama dengan nol, apabila menghasilkan lobster sebanyak 29,73 kg atau jika harga satuan lobster yang diterima nelayan mencapai Rp.100.891/kg. Sedangkan usaha pembesaran akan berada pada posisi BEP, apabila volume produksi mencapai 35,67 kg atau jika harga satuan yang diterima nelayan mencapai Rp.93.038/kg. Dengan demikian, usaha penangkapan maupun usaha pembesaran layak diusahakan, karena mampu menghasilkan lobster sebanyak 44,68 kg dan 61,67 kg dengan harga satuan yang diterima nelayan sebesar Rp.150.000,- per kg atau 33-42% di atas BEP. Bagi usaha penangkapan dimana produksi sangat fluktuatif karena dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti musim, kondisi perairan, maka kriteria BEP produksi sangat berguna untuk menentukan apakah produksi yang dihasilkan berada pada kondisi menguntungan atau merugi. Dalam kondisi dimana harga pasar lobster yang sangat fluktuatif terutama karena dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar, maka harga BEP berguna untuk menentukan apakah tingkat harga pasar yang berlaku menguntungkan atau tidak, sehingga nelayan dapat mempertimbangkan apakah menjual produknya atau tidak. Periode pengembalian modal (PBP) usaha penangkapan adalah 2,5 tahun atau lebih singkat dari usia ekonomisnya selama 4 tahun, sedangkan PBP usaha pembesaran adalah 1,5 tahun atau lebih singkat dari usia ekonomisnya selama 5 tahun. Hal ini berarti bahwa kedua usaha tersebut mampu mengembalikan modal investasinya sebelum usia ekonomisnya berakhir. Untuk menentukan alternatif yang lebih baik dari kedua usaha tersebut, dilakukan uji kesamaan dua nilai tengah terhadap variabel kelayakan finansial usaha tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa B/C ratio, BEP volume produksi dan BEP harga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05), sedangkan NPV, IRR dan PBP menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), dimana usaha pembesaran lobster lebih layak dibandingkan dengan usaha penangkapan. Dengan demikian apabila kita dihadapkan pada pemilihan alternatif usaha yang akan dikembangkan, maka prioritas alternatif terbaik adalah usaha pembesaran lobster. Beberapa faktor yang mendukung pengembangan usaha pembesaran lobster antara lain : (a) usaha pembesaran merupakan usaha yang terkontrol, sehingga hasil yang diperoleh relatif stabil dan kepastian hasilnya lebih terjamin; (b) nelayan dapat mengatur saat panen yang tepat dengan mempertimbangkan tingkat harga yang terbaik; (c) biaya benih dan pakan masih dapat ditekan dengan mengusahakan penyediaan benih dan pakan sendiri dan (d) memungkinkan untuk dikelola secara komersial dengan penggunaan modal pinjaman karena adanya jaminan kepastian hasil yang diperoleh. Sedangkan pada usaha penangkapan yang selalu berhadapan dengan faktor-faktor ketidakpastian, sehingga sulit untuk dapat dikembangkan secara komersial, kecuali dengan peningkatan sarana penangkapan untuk menjangkau wilayah teritorial atau ZEE. Namun sebelum hal tersebut menjadi sebuah kebijakan perlu pengkajian yang mendalam terlebih dahulu.
30
Kesimpulan Usaha pembesaran lobster memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di Teluk Ekas, Lombok Timur dibandingkan dengan usaha penangkapan. Usaha pembesaran memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usaha penangkapan, yaitu Rp.4.120.281,-/tahun dibandingkan dengan Rp.2.242.278,/tahun atau berbeda nyata (p<0,05). Kondisi biofisik Teluk Ekas sesuai untuk pengembangan usaha pembesaran lobster. Ketersediaan benih dan pakan secara lokal, memungkinkan usaha ini dapat dikelola secara efisien dan berkelanjutan Dari berbagai kriteria kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha pembesaran lebih layak diusahakan dibandingkan dengan usaha penangkapan atau berbeda nyata (p<0,05). Adanya jaminan kepastian hasil dan pasar dengan tingkat resiko yang relatif kecil, memungkinkan usaha pembesaran lobster dapat dikelola secara komersial. Usaha pembesaran juga memberikan peluang usaha bagi masyarakat, sehingga dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Implikasi kebijakan Untuk mendukung pengembangan usaha pembesaran lobster yang efisien dan berkelanjutan perlu dilakukan upaya-upaya :Usaha pembesaran lobster perlu dikelola pada skala usaha ekonomi. Untuk itu perlu diupayakan skim kredit yang sesuai untuk membantu permodalan nelayan mencapai skala usaha yang optimal.Pengendalian usaha penangkapan lobster yang bersifat destruktif agar tidak mengganggu proses regenerasi lobster terutama dalam upaya penyediaan benih dan pakan secara alami.Pembenihan secara massal di panti pembenihan (hatchery) dan pembuatan pakan alternatif sebagai pakan pengganti (substitusi) maupun sebagai suplemen untuk mengurangi ketergantungan dari alam.Peningkatan pengawasan dan pemberian sanksi yang tegas terhadap setiap aktivitas yang merusak lingkungan melalui optimalisasi tugas dan fungsi kelembagaan awigawig pengelolaan sumberdaya perikanan dan suaka perikanan yang ada di kawasan Teluk Ekas.Pembukaan jalur pemasaran langsung Mataram – Singapura atau negara tujuan ekspor lainnya, guna memperpendek rantai pemasaran lobster, sehingga harga di tingkat nelayan dapat ditingkatkan.
PERMASALAHAN PETANI DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA Kasus Desa Gelanggang, Oleh : Kukuh Wahyu Widjajanto
Permasalahan petani secara umum dapat dikelompokkan menjadi permasalahan teknis, sosial ekonomi, kelembagaan dan permasalahan yang berhubungan dengan assesibilitas. Berikut ini permasalahan yang dihadapi petani di Desa Gelanggang. Teknis Masalah teknis pada komoditas padi adalah penurunan produktivitas tanaman. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya serangan hama penyakit tanaman dan kekurangan unsur hara tertentu dalam tanah. Serangan
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
hama penyakit secara langsung akan menurunkan produksi yang dihasilkan. Sementara itu menurunnya unsur hara tanah mengakibatkan pertumbuhan padi tidak sempurna dan kerdil, akibatnya akan menurunkan produksi padi. Produktivitas tembakau di Desa Gelanggang semakin menurun. Penyebab dari penurunan tersebut adalah adanya penurunan kesuburan tanah. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, tanaman tembakau mengambil unsur hara dari tanah dalam jumlah besar dan ini akan terbawa dalam biomas yang dihasilkan. Akibatnya lambat laun unsur hara dalam tanah akan berkurang. Penambahan unsur hara melalui pemupukan yang dilakukan petani belum dapat mengembalikan unsur hara yang terserap tanaman tembakau, sehingga kesuburan tanah semakin menurun. Teknologi budidaya ternak secara umum yang dilakukan petani masih relatif rendah. Pemeliharaan kambing dengan sistem dikandangkan dan dicarikan pakan. Namun demikian teknologi kandang belum dikuasai oleh petani, sehingga kandang kambing belum dibuat dengan sistem panggung berarti lantai kandang dari tanah. Pemeliharaan ayam masih dilepas, tanpa kandang. Pada siang hari ayam dilepas untuk mencari makan dan pada malam hari ayam tersebut pulang untuk tidur di pohonpohon sekitar rumah. Dengan sistem pemeliharaan yang belum intensif tersebut, banyak ayam terserang penyakit.
Sosial Ekonomi 1. Input Produksi Petani membeli benih padi dari kios saprodi yang ada di luar desa. Dilihat dari jumlahnya, dapat dikatakan ketersediaan benih tersebut sudah memadai. Namun demikian khusus pada beberapa petani kualitas benih yang tersedia masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan benih setelah ditanam, sebagian benih tidak sesuai dengan yang tertera dilabel yang dicantumkan, bahkan sebagian benih tumbuh menjadi rumput. Bagi petani tembakau, biaya produksi dirasakan sangat tinggi. Disamping harga saprodi yang mahal, penggunaan tenaga kerja pada usahatani tembakau sangat besar sehingga biaya tenaga kerja menjadi besar. Jika tembakau tersebut dijual dalam bentuk kering (sudah dioven), biaya yang dikeluarkan petani akan lebih besar. Ketersediaan pakan ternak terutama ternak besar di Desa Gelanggang kurang. Penyebab dari kekurangan pakan antara lain adanya tanaman tembakau yang ditanam di sawah pada musim kemarau (MK I). Usahatani tembakau memerlukan lahan yang bersih dari gulma, sehingga tidak ada rumput yang tumbuh sebagai pakan ternak. Selain itu sisa tanaman tembakau tidak dapat diberikan kepada ternak. Berbeda halnya apabila sawah yang ada ditanami dengan palawija, rumput masih tumbuh dipematang dan sisa tanaman palawija dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. 2. Pemasaran Hasil Pada umumnya pemasaran hasil pertanian di Desa Gelanggang relatif mudah. Namun demikian harga jual produksi pertanian masih rendah. Termasuk dalam produksi pertanian yang dihasilkan disini adalah padi, tembakau dan ternak. Harga padi yang diterima petani masih dibawah harga dasar yang ditentukan pemerintah yaitu hanya Rp 1000/kg GKP. Posisi petani dalam penentuan harga tembakau sangat lemah. Harga tembakau ditentukan grade yang sudah ditetapkan oleh perusahaan, namun petani tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang grade
31
tersebut. Sehingga perusahaan mempermainkan harga tembakau melalui permainan grade. Harga komoditas peternakan, khususnya sapi relatif rendah. Hal ini karena kurangnya pengetahuan petani dalam menaksir berat badan sapi yang akan dijual, sehingga harga sapi ditentukan sepihak oleh pedagang pengumpul desa (penendak). Kelembagaan 1. Pelayanan Permodalan Modal usahatani terutama usahatani tembakau diperoleh dari usahatani padi. Kekurangan modal umumnya diperoleh dengan meminjam dari perusahaan atau gudang dalam bentuk sarana produksi, atau dipinjam dari pelepas uang dengan bunga yang relatif tinggi. Pinjaman kepada pengusaha tembakau dalam bentuk sarana produksi tersebut akan diperhitungkan pada saat penjualan tembakau dengan memotong hasil penjualan tembakau dengan jumlah pinjaman yang diambil berikut bunganya. Bunga pinjaman yang dikenakan oleh pelepas uang atau rentenir relatuf tinggi yaitu mencapai 100 persen dalam satu musim tanam, sehingga dikenal dengan istilah bank empat enam artinya meminjam empat bagian dikembalikan sebesar enam bagian. Kondisi di atas dilakukan petani karena belum tersedianya lembaga keuangan yang menyediakan modal usahatani. Lembaga keuangan yang ada di tingkat kecamatan seperti bank tidak dapat diakses oleh petani karena prosedurnya sulit dan memerlukan agunan. Koperasi desa baik yang bergerak di bidang pertanian belum tumbuh di desa Gelanggang.
usahatani. Adanya jalan dengan kondisi jalan yang baik akan memperlancarkan transportasi terutama untuk mengangkut input produksi dan hasil pertanian. Keberadaan bendungan dengan saluran irigasi yang baik akan menjamin ketersediaan air yang diperlikan dalam usahatani. Di Desa Gelanggang sarana jalan masih dikatakan terbatas. Keterbatasan jalan ini menyebabkan sulitnya transportasi termasuk transportasi input dan produksi pertanian. Akibatnya biaya transportasi menjadi tinggi dan akan meningkatkan biaya usahatani yang harus dikeluarkan oleh petani, disamping itu juga akan mengurangi keuntungan usahatani tyang diperoleh. Kondisi bendungan yang ada di Desa Gelanggang sudah jelek, jumlah embung terbatas, saluran irigasi yang ada rusak, sementara debit air kurang. Akibatnya air irigasi terbatas terutama pada masa primordia. Rangking Masalah dan Alternatif Kegiatan Yang Diperlukan Hasil PRA di Desa Gelanggang, Kec. Sakra Timur, Kab. Lombok Timur No.
Masalah Utama
Sebab-Sebab
1.
Air irigasi terbatas
Embung terbatas airnya Bendungan yang diharapkan kondisinya jelek sehingga terjadi pembocoran air
2. Pasar Input dan Pasar Output Kios saprodi yang menyediakan keperluan usahatani belum ada di Desa Gelanggang. Petani harus pergi keluar desa untuk mendapatkan sarana produksi yang diperlukan. Demikian juga pasar desa tempat menjual produksi pertanian yang dihasilkan belum tersedia. Belum adanya kios saprodi dan pasar desa ini menyebabkan semakin tingginya biaya yang harus dikeluarkan petani untuk mendapatkan saprodi.
2.
Modal usaha kurang
3. Kelompok Tani Kelompok tani yang ada di Desa Gelanggang belum berfungsi, bahkan kelompok ternak belum terbentuk. Salah satu masalah peternakan yang ada adalah masalah keamanan. Salah satu cara untuk menghindari pencurian ternak yang dapat dilakukan yaitu membuat kandang kumpul. Akan tetapi kebersamaan peternak untuk membentuk kelompok dan membuat kandang kumpul tidak ada.
3.
Harga produk rendah
Kemampuan modal petani sangat terbatas jumlahnya untuk modal usahatani karena keperluan rumah tangga tani Tidak ada kelembagaan keuangan Kualitas produksi tembakau rendah Kebijaksanaan pemerintah yang tidak memihak kepada petani tembakau dengan memainkan grade
4.
Harga saprodi tinggi
5.
SDM rendah
4. Penyuluhan Seperti halnya terjadi pada banyak desa lainnya, program penyuluhan terutama untuk tanaman pangan yang dilakukan oleh PPL di Desa Gelanggang belum berjalan optimal. Penyuluhan yang sudah berjalan adalah penyuluhan yang dilakukan oleh Penyuluh Lapang Perkebunan (PLP) kepada petani tembakau. PLP merupakan penyuluh dari perusahaan yang memberikan bimbingan kepada petani tembakau baik petani yang tergabung dalam kelompok binaannya maupun petani swadaya. Assesibilitas Ketersediaan dan kondisi sarana prasarana pendukung seperti jalan, bendungan dan saluran irigasi sangat menentukan keberhasilan usaha khususnya
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Pendidikan rendah Kesadaran rendah untuk menyekolahkan anaknya Kemampuan petani untuk menerima inovasi teknologi terbatas
Cara-cara mengatasi masalah Memperdalam embung Rehab bendungan Perbaikan saluran irigasi
Kredit lunak dengan birokrasi yang tidak berbelit-belit Membentuk kelompok usaha simpan pinjam antar anggota kelompok tani Posisi tawar petani rendah Petani tidak mengetahui klasifikasi tembakaunya sendiri (termasuk grade yang mana) Perlu dipilih alternative penggunaan pupuk anorganik yang lebih efisien Meningkakan kesadaran untuk bersekolah Merubah perilaku petani untuk menerima adopsi inovasi teknologi Melakukan percontohan
32
6.
Kualitas benih padi dan cabe besar rendah
7.
Jumlah pakan terbatas
Kurang informasi tentang pergiliran varietas padi dengan menanam varietas unggul baru (termasuk tanaman cabe besar) Belum mengenal teknologi pengawetan pakan ternak Belum mengenal berbagai jenis HMT Masuknya tembakau artinya lahan ditanami tembakau setelah MH.
langsung ke petani dengan praktek langsung di lapangan Perlu penyuluhan dan percontohan penanaman veriatas unggul
2.
3. Jenis/teknologi pakan ternak Peragaan pembuatan pakan jerami fermentasi
4.
TRANSFORMASI SOSIO BUDAYA DALAM PEMBANGUNAN PEDESAAN DI LAHAN MARGINAL Oleh : E L Hastuti , T Pranaji , dan Kukuh Wahyu W
5.
(Study kasus di Desa Bagik Papan dan Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur)
Berdasarkan penemuan hasil penelitian terhadap Program Perekayasaan yang telah di lakukan di dua desa lahan marginal yaitu Desa Bagik Papan dan Labuhan Lombok Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, Propinsi NTB dapat disumbangkan rancangan kebijaksanaan untuk percepatan tranformasi masyarakat pedesaan ke arah yang lebih sehat dan berkelanjutan sebagai berikut : 1. Percepatan tranformasi masyarakat pedesaan merupakan keperluan yang mendesak, terutama dikaitkan untuk mengejar ketertinggalan masyarakat pedesaan. Perekayasaan sosio-budaya yang dilakukan untuk itu harus disertai dengan pendekatan penyelenggaraan pembangunan yang bersifat desentralistik, dimana kekhasan setiap daerah dapat dijadikan dasar untuk menentukan pola pembangunan masyarakat pedesaan yang bersifat khas pula. Dengan pendekatan ini, keleluasaan masyarakat pedesaan untuk menentukan program pembangunan yang akan dijalankan menjadi lebih terbuka. Kreativitas masyarakat setempat dapat dijadikan penggerak utama percepatan transformasi perekonomian pedesaan.
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
6.
Sumberdaya lahan masih menjadi salah satu kendala besar bagi pengembangan perekonomian pedesaan. Kegiatan usaha pertanian masih menjadi andalan perekonomian rumah tangga di pedesaan. Oleh karena itu perekayasaan sosio-budaya untuk mempercepat tranformasi masyarakat pedesaan harus dibarengi dengan melakukan reformasi keagrariaan di pedesaan yang lebih terarah. Demikian pula pengembangan organisasi petani, seyogyanya dibarengi juga dengan konsolodasi lahan di pedesaan. Kegagalan dalam melakukan reforma agraria akan dpat menjadikan perkembangan masyarakat pedesaan kehilangan pijakan atau basis usaha yang jelas. Keorganisasian petani dan agribisnis di pedesaan masih tersekat-sekat dan menjadikan sistem ekonomi dan agribisnis tidak sehat dan berdaya saing rendah. Perekayasaan keorganisasian petani dan agribisnis pedesaan perlu diarahkan untuk menghasilkan produk pertanian akhir yan bernilai tambah tinggi. Sistem pengorganisasian petani dan agribisnis secara integratif perlu dipertimbangkan sebagai langkah strategis untuk peningkatan daya saing masyarakat pertanian di pedesaan. Keorganisasian usaha tadi perlu didasarkan atas kepemilikan secara kolektif oleh masyarakat pedesaan. Jaringan kemitraan usaha yang dikembangkan haruslah didasarkan pada interdependensi yang simetris atar pelaku agribisnis. Sistem manajemen yang digunakan dalam pengorganisasian sistem usaha dan agibisnis di pedesaan, haruslah menggunakan kaidah pertanggungjawaban yang jelas, keterbukaan managemen, pengambilan keputusan yang bersifat partisipatif, dan demokratik. Dengan cara yang demikian kepentingan anggota organisasi perekonomian di pedesaan dapat terakomodasi dengan baik, dan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada anggota. Kesalahan di dalam managemen akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan anggota terhadapa berbagai program perekayasaan pembangunan di pedesaan. Tata nilai yang dikembangkan dalam perekonomian pedesaan harus dapat mendukung ke arah kemajuan dan ketinggian daya saing masyarakat pedesaan. Seperangkat tata nilai yang sesuai untuk itu adalah kerja keras, rajin, pola hidup hemat, produktif, rasa malu, punya harga diri, motif berprestasi atau kompetitif, tidak resisten terhadap inovasi, budaya empati tinggi, kerjasama yang terorganisir dan sistematik, cara berfikir yang rasional dan impersonal, bervisi jangka panjang dan adanya kepemimpinan yang diandalkan. Sosialisasi terhadap seperangkat tata nilai tersebut harus menjadi bagian dari pengembangan budaya usaha masyarakat dan sumberdaya manusia pedesaan setempat. Pelembagaan tata nilai dapat dilakukan melalui lembaga keluarga, atau kelembagaan yang tumbuh dengan baik dan sehat di dalam masyarakat. Di masa datang perlu dipikirkan tentang terbentuknya struktur masyarakat pedesaan yang lebih deferentiatif dan jauh dari kesan masyarakat yang polaristik. Struktur masyarakat yang demikian tadi perlu dibarengi dengan pengembangan kemampuan sumberdaya manusia pedesaan yang mempunyai ketrampilan dan etos kerja yang dapat diandalkan. Dengan gambaran ideal demikian ini para perancang kebijakan tingkat makro (nasional) harus mampu merumuskan langkahlangkah strategis ke arah itu, dan tidak terjebak dalam perencanaan yang bersifat yearly planning.
33
Perencanaan tani harus bervisi jangka panjang dan bersifat multy years planning. Dalam rangka lebih mempertajam pencapaian program pembangunan pedesaan di masa datang, dukungan pengetahuan tentang kekuatan sosio-budaya lokal sangat penting. Oleh sebab itu sekaligus dalam rangka mempertajam dan memperoleh pengkayaan pengetahuan, dan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi pembangunan pertanian dan pedesaan di masa mendatang, kegiatan penelitian atau studi sosial ekonomi perlu lebih memperhatikan aspek sosio-budaya lokal.
WASPADAI PENYAKIT ANTRAKS DI NTB Oleh : Mashur
Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah endemis penyakit antraks (anthrax). Sejarah terjadinya penyakit antraks di NTB dikenal sejak tahun 1955 di pulau Sumbawa, namun dikatahui secara nyata dengan meninggalnya 7 orang tahun 1982 di desa Mbawa Kecamatan Donggo setelah memakan daging kambing yang terkena penyakit antraks. Selanjutnya menurut laporan Kepala Dinas Peternakan Propinsi NTB tahun 1985 terjadi kasus antraks menyerang kambing menyebabkan 2 orang meninggal dan tahun 1986 telah meninggal 1 orang di Dompu. Tahun 1988 sebanyak 2 orang meninggal di Kecamatan Janapria dan 10 orang dirawat di Rumah Sakit Umum Praya Lombok Tengah karena memakan daging sapi yang mengidap penyakit antraks. Kasusu antraks kembali terjadi pada sapi tahun 1997 di desa Brang Biji Sumbawa 2 orang dinyatakan tertular penyakit antraks karena memakan sapi yang diduga terkena antraks. Kembali berulang kasus antraks terjadi pada sapi tahun 1998 di desa Kreke Sumbawa dinyatakan 2 orang tertular penyakit antraks. Tahun 2002 di desa Ropang Sumbawa terjadi kasus antraks menyebabkan 6 orang tertular penyakit antraks. Kasus antraks terbesar terjadi tahun 2003 di desa Doridungga Kecamatan Donggo Bima menyerang 67 ekor Kambing dan menyebabkan 9 orang meninggal dan 15 orang dirawat di Puskesmas dan Rumah Sakit di Bima. Kasus antraks tahun 2004 kembali terjadi pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Moyohulu Kabupaten Sumbawa pada bulan Januari telah menyerang 3 ekor kerbau tetapi tidak menyerang manusia dan pada bulan April di Kecamatan Alas Sumbawa antraks menyerang 1 ekor sapi tidak menulari manusia dan pada bulan Mei antraks telah menyerang 1 kambing di Kecamatan RasaNae Timur Kota Bima dan tidak menulari manusia. Penyakit antraks adalah penyakit hewan menurun akut yang sangat berbahaya karena dapat menular kepada manusia (zoonis) dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera diobati. Antraks sulit diberantas karena merupakan Soil Borned Desease atau penyakit dari tanah. penyebabnya adalah sejenis bakteri yang disebut Bcillus-anthracis. Di dalam tubuh penderita, B. anthracis terdapat di dalam darah dan organ-organ dalam, terutama limpa. Sebetulnya B. anthracis tidak begitu tahan terhadap suhu tinggi dan bermaca desinfektan, tetapi bakteri ini mudah sekali membentuk spora yang tahan kekeringan dan mampu hidup lama di tanah yang basah, lembab atau di daerah yang sering tergenang air. sebuah kasus menunjukkan bahwa penyakit antraks dapat menular
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
melalui tanah yang telah dinami pohon lontar, kemudian daun lontar dibuat topi yang selanjutnya topi dipakai oleh petani dan terkena penyakit antraks. Kasus ini juga terjadi pada petani yang memakan mentimun yang ditanamnya pada bekas bangkai ternak yang terkena antraks, petani tersebut juga terkena antraks setelah memakan mentimun tersebut. Spora B. anthracis dapat dimusnahkan dengan uap air basah bersuhu 90%C selama 45 menit, air mendidih atau uap air basah bersuhu 100%C selama 10 menit dan panas kering pada suhu 120%C selama satu jam. Kasus antraks yang hampir terjadi secara terus menerus ini mengharuskan kita untuk terus waspada setiap saat terutama pada perganian musim kemarau ke musim hujan, dimana peluang berkembangnya spora penyakit antraks dari tanah dapat terjadi. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya baik secara teknis maupun sosio ekonomik dan kultural secara terpadu dari berbagai pihak mulai dari masyarakat (petani), LSM, tokoh masyarakat dan tokoh agama, Dinas/Instansi terkait dalam memberikan pengetahuan yang cukup mengenai apa dan bagaimana penyakit antraks tersebut. Diharapkan pengalaman kejadian penyakit antraks dari tahun-tahun sebelumnya merupakan modal dasar untuk memberantas penyakit antraks di NTB, sehingga sesuai harapan Menteri Pertanian pada saat ekspose penanggulangan penyakit antraks di Mataram tanggal 31 Oktober 2004 bahwa NTB diupayakan akan bebas antraks mulai tahun 2005. Bila masyaraka telah mengenal penyakit antraks dengan baik atau apabila ada kasus-kasus yang patut diduga antraks maka segera dilaporkan pada petugas Dinas Peternakan setempat untuk segera dilakukan upaya-upaya pencegahan, pengobatan dan pemberantasan.
APA DAN BAGAIMANA
ANTHRAKS ? Oleh : Mashur
Keganasan anthraks selalu muncul dan menyerang dari tahun ke tahun. Kini kasus anthraks kembali menyerang di Desa Citaringul, Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Kasus ini mendapat perhatian yang cukup serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyesalkan kasus ini kembali terjadi. Untuk menangani masalah anthraks, Presiden telah menginstruksikan Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Anton Apriantono untuk melakukan langkah-langkah penanganan, pencegahan, serta sosialisasi kepada masyarakat dalam hal kesehatan manusia maupun ternak (Kompas Cyber Media). Departemen Pertanian sendiri telah mengambil langkahlangkah penanganan, a.l. dengan mengisolasi daerah Babakan Madang, Bogor, dengan melarang keluar masuk ternak kambing, sapi, dan hewan ruminansia lainnya dari daerah yang terkena wabah anthraks untuk jangka waktu hingga tiga bulan ke depan. Untuk mengenal lebih lanjut apa itu anthraks, berikut adalah sekilas mengenai penyakit yang telah merenggut korban jiwa ini (sumber: HU Media Indonesia, 25/10/04).
34
Definisi Anthraks:
•
Penyakit hewan yang dapat menular ke manusia dan bersifat akut. Penyebab anthraks adalah bakteri spora Bacillus Anthracis.
Anthraks Apa dan Bagaimana Mengatasi Anthrax (TempoInteraktif.com)
•
Mengenal Bacillus Antthracis (TempoInteraktif.com)
•
Anthrax Menyerang Lewat Napas, Pencernaan (Kompas Media Cyber)
•
Anthraks, Penyakit Hewan yang Berbahaya bagi Manusia
Target: Biasanya menyerang kuku hewan menyusui (sapi, kambing, dsb), menjalar ke daging. Menular pada manusia melalui:
•
Kulit; dengan cara bersentuhan dengan bahan atau produk hewan terinfeksi melalui luka pada kulit, walaupun lukanya sangat kecil, seperti luka gres/lecet.
•
Paru-paru/pernapasan; terkontaminasi spora pernapasan.
•
Usus/pencernaan; bila bahan makanan (daging) yang terinfeksi dimasak kurang sempurna (dengan panas mencapai 100 derajat Celsius selama 30 menit) sehingga spora bakteri masih hidup.
bila bakteri
udara dihirup
Kulit,
dan
yang melalui
Gejala: Timbul 7 hari setelah terkontaminasi, 80-90% kasus mengalami kematian.
•
Kulit: bercak merah yang berubah cepat menjadi benjolan ungu, membengkak, dan pecah. Penderita mengalami sakit kepala, mual, muntah.
•
Paru-paru: sulit bernapas, shock, perdarahan internal, bisa langsung mengakibatkan kematian.
•
Usus: hilang nafsu makan, muntah, demam dan sakit perut, muntah darah, diare.
•
Sepsis: kelanjutan dari gejala di atas. Pada kasus tertentu, penderita mengalami radang selaput otak (meningitis haemorhagika).
Pengobatan: Untuk mencegah infeksi, digunakan antibiotik seperti penicilin, doxycycline, dan fluoroquinolones. Demam diturunkan dengan kompres dingin atau pemberian antipiretik. Pencegahan:
•
Membakar daging hewan yang terinfeksi.
•
Menghindari kontak (baik fisik, maupun kontak udara/mendekat) dengan produk hewan yang terinfeksi.
•
Tidak mengkonsumsi daging yang diduga terinfeksi.
How Anthrax Works Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi
[email protected] Admin Berita Hak Cipta © 2002 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Indonesian Agency for Agricultural Research and Development) Jl. Ragunan 29 Pasarminggu Jakarta Selatan 12540, Indonesia Telp. (021) 7806202 Fax. (021) 7800644 e-mail:
[email protected]
Kewaspadaan dini: Jika gejala di atas dialami keluarga atau anggota masyarakat, segera bawa ke unit pelayanan kesehatan terdekat. informasi terkait:
•
Anthrax
•
Anthraks (TempoInteraktif.com)
•
Anthraks dalam Sejarah (TempoInteraktif.com)
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
35
TEMBAKAU
”SENANG” Penuturan seorang petani tembakau. Oleh : Ibnu Trianto dan Irianto Basuki Tanaman tembakau merupakan bagian dari usaha perkebunan rakyat yang menyangkut kehidupan masyarakat pedesaan. Pengembangan tanaman tembakau di NTB sudah dikenal oleh masyarakat luas bahkan sampai keluar propinsi NTB seperti Jawa, Sumatra dan lainya . Tembakau asal lombok sangat disukai oleh para konsumen karena rasanya enak dan harum aromanya, maka tak heran kalau ada tamu yang berkunjung ke NTB selalu menanyakan atau mencari tembakau yang rasanya enak dan harum aromanya. Di Nusa Tenggara Barat khususnya para perokok cukup mengenal tembakau ”senang” karena memiliki rasa dan aroma yang khas. Merupakan tembakau rakyat yang diproses sedemikan rupa mulai dari budidaya sampai proses pasca panennya dan siap dikonsumsi menjadi tembakau berkualitas prima dan sangat digemari karena rasa dana romanya setingkat dengan merk rokok berkulitas pabrikan. Nama ”Senang” berasal dari nama sebuah dusun Desa Batuyang, Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur yang bernama dusun Senang. Sebelumnya termbakau Ampenan namun sekarang banyak orang mengenal tembakau Senang dari Lombok Timur. Dusun Senang, dapat ditempuh dari Pringgabaya sekitar 8 km, mempunyai lahan seluas 80 hektar dengan penduduknya yang sebagian besar sebagai petani dan pedagang. Usahataninya berupa padi sawah, palawija, dan tembakau serta ternak kambing. Namun yang lebih menonjol adalahtembakau, karena usaha ini lebih memiliki peluang yang lebih baik dari segi penghasilan maupun pemasarannya yang relatif baik. Salah seorang petani tembakau dari Dusun Senang yang murah senyum dan ramah bernama Tahur mantan Kepala Dusun berusia 55 tahun. Ia telah menggeluti uasaha tembakau selama kurang lebih 20 tahun. Menurut nya bahwa adanya usaha tembakau telah dimulai sejak jaman Portugis dan Belanda, dan berkembang di NTB yaitu di Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Sumbawa. Kami sendiri bersama teman-teman merupakan penerus dari usaha orang tua terdahulu karena tanaman tembakau merupakan usaha yang cukup dominan selain padi, palawija. Komoditas tembakau dari dusun Senang sudah banyak digemari dan disukai oleh masyarakat luas apalagi rasa dan artomanya. Diutarakan pula oleh Tahur, bahwa berdasarkan sejarahnya dusun Senang dianggap cocok untuk tanaman tembakau ini ditemukan oleh JERO RAIS yang berasal dari Apitaik, Lombok Timur. Beliau seorang pegawai pemerintah pada waktu itu, dan beliau telah mencoba di berbagai wilayah untuk mencari tempat yang paling cocok..
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
Ternyata di wilayah Senang inilah tempat yang paling cocok, karena jenis tanahnya lain dari pada yang lain. Sedangkan yang menemukan jenis tembakau yang pas dengan aroma dan rasa yang spesifik ditemukan oleh seorang dari negeri Belanda namanya Van Der Jae, beliau memiliki keahlian dibidang rasa dan kualitas, ditemukan; pada tahun 1970 dan mulai dikenal pada tahun 1980 hingga sekarang. Ringkasnya, dari hasil kesepakatan dengan masyarakat dan petani tembakau di wilayah Senang menyebutnya dengan nama ,,TEMBAKAU VAN DER JAE,, sekaligus merupakan kebanggaan masyarakat Lombok dengan sebutan tembakau khas lombok yang berkualitas ,,J S S ,, (istilah sekarang) yang maksudnya tembakau dengan rasa yang enak dan aromanya harum adalah tembakau Van Der Jae dari Senang . Dijelaskan pula oleh Tahur, apabila ada yang mengatakan bahwa di wilayah Senang ada lahan yang memiliki karakteristik khusus untuk tanaman tembakau jenis ini (luasnya sekitar 80 are), itu sebetulnya tidak benar dan salah pengertian, ini perlu diluruskan. Keadaan tanah yang ada di wilayah Senang dengan luasan sekitar 80 hektar rata-rata jenis tanahnya sama, yaitu keadaan tanahnya liat kehitam-hitamnya dan kecoklat-coklatan. Belum lama ini dari lembaga penelitian sudah meneliti keadaan tanah di wilayah Senang ini dan hasilnya masih diproses. Jadi menurut saya (Tahur red.), mungkin dari segi pengolahan dan pemupukan ada perberbedaan sehingga rasa tembakaunya berbeda beda pula, soalnya para petani di sini menggunakan cara pengolahan yang juga bervariasi. Kalau cara kami memupuk, menggunakan pupuk Urea dan ZA dicampur dengan air dan diduk aduk sampai rata dalam bak bundar atau ember dengan takaran satu genggam ZA dan dua genggam Urea lalu diberikan pada tanaman tembakau tiap pohonya (tiap batang) sebanyak satu centong per pohon pada umur satu minggu . Tembakau yang umum ditanam di wilayah senang adalah jenis Kasturi, sedangkan jenis Van der Jae ditanam terpisah artinya, tidak pada satu hamparan yang luas namun pada lahan dengan luasan satu hingga sepuluh are. Penanaman yang demikian disebabkan karena bibit Van der Jae sudah mulai langka. Waktu panen untuk tembakau vander jae adalah pada bulan Agustus dan September tiap tahunnya, cara panennya dipetik dari bawah, tiap pohon dipetik 2 sampai 3 daun dalam 4 kali waktu panen. Hasil panen yang didapat dengan lahan seluas 30 are adalah 25 ball /kering siap jual dengan harga perbalnya terjual Rp. 800.000 ,- Setiap ballnya berisi 20 tumpi dan pertumpinya kira-kira seberat 800 gram. Pembeli langsung datang sendiri ke lokasi terutama para pelanggan tetap. Tembakau Kasturi memiliki hasil panen yang produksinya dua kali lipat dari tembakau van der jae tetapi harganya lebih murah. Petani di dusun Senang ini kebanyakan menanam tembakau jenis Van der Jae, uniknya, tembakau Van der Jae dan kasturi bila ditanam di wilayah lain, rasa dan aromanya tidak sama dengan tembakau yang ditanam di wilayah senang walaupun jenis tembakaunya sama.
36
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
SURAT EDARAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 238/SE/TU.320/10/2004 TENTANG KOORDINASI, KOMUNIKASI DAN PENGENDALIAN KINERJA DI LINGKUP DEPARTEMEN PERTANIAN Untuk mempermudah koordinasi dan komunikasi interen di Departemen Pertanian, dengan ini disampaikan kepada seluruh jajaran Pejabat dan Pegawai Departemen Pertanian RI untuk memperhatikan dan melaksanakan Instruksi Menteri Pertanian RI sebagai berikut : 1. Semua Pejabat Eselon I, II dan III diharuskan membuka Mobile Phone 24 jam agar mudah dihubungi setiap saat. 2. Perjalanan ke daerah atau luar negeri yang tidak terlalu penting, tidak mempunyai urgensi dan dampak yang jelas bagi kepentingan nasional harus dikurangi baik frekuensi perjalanannya maupun jumlah orangnya. 3. Para pejabat Eselon I diharuskan melapor kepada Menteri Pertanian apabila akan melakukan perjalanan ke daerah atau ke luar negeri, dan itu harus menjelaskan urgensi mengapa perjalanan tersebut harus dilakukan. Hal yang sama harus dilakukan oleh Pejabat Eselon II dan seterusnya, mereka harus melapor kepada atasan masing-masing dengan menjelaskan urgensinya. Hal ini diperlukan agar Menteri Pertanian/atasan langsung, dapat memberikan arahan dan menginformasikan hal-hal penting kepada pejabat yang akan melakukan perjalanan baik kepada perwakilan di luar negeri maupun kepada Pemerintah Daerah. 4. Pejabat yang berkunjung ke daerah harus memanfaatkan waktunya di daerah tersebut untuk membina dan memeriksa berbagai proyek pertanian yang didanai oleh Departemen Pertanian dan melaporkannya kepada Menteri Pertanian atau atasan langsung/pejabat yang ditunjuk. 5. Agar instruksi ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita semua dalam melaksanakan amanah yang dipercayakan kepada kita untuk mencapai cita-cita luhur dalam membangun pertanian di negeri yang kita cintai ini. Jakarta, 25 Oktober 2004. Menteri Pertanian Republik Indonesia Ttd. Dr. Ir. Anton Apriyanto, MS
Informasi Teknologi Pertanian Vol. 1 No.2
37
$Ek0cosFeqnebaram trecoglak$iS AmGraks lh. Antir.r Cyclc