TRANSPARANSI
E-newsletter Edisi II Vol IX Maret 2014
E-newsletter Transparency International Indonesia
Edisi II Vol IX Maret 2014
Daftar Isi Korban Korupsi Hal……………3 TI Indonesia Surati Presiden Terkait RUU KUHP dan KUHAP Hal……………4 Siasat Dana Saksi Hal……………5 Integritas Generasi Muda di Kota Kupang Hal……………6 Batang Budget Expo 2014 Hal……………7 Konsinyering Modul Pelatihan Pelopor PLN Bersih Batch II Hal……………8 Pemilu 2014 Harus Penuhi Kriteria "Integritas" Hal……………8
1
E-newsletter Edisi II Vol IX Maret 2014
Salam Redaksi Para pembaca e-Newsletter Transparansi yang baik, e-Newsletter Transparansi pada bulan Maret 2014 ini kembali menyapa anda para pembaca setia. Dalam edisi Maret 2014 ini, e-newsletter Transparansi menghadirkan beberapa berita aktifitas, foto dokumentasi kegiatan di berbagai daerah dan artikel dari pegiat Transparency International Indonesia yang menghiasi di beberapa media massa nasional di sepanjang bulan Februari 2014. Pada edisi ini e-newsletter Transparansi menurunkan dua opini tentang antikorupsi dan seputar isu dana saksi Parpol menjelang Pemilu 2014. Opini pertama datang dari Deputi Transparency International Indonesia, Dedi Haryadi yang menulis tentang anatomi korban korupsi. Baginya identifikasi korban korupsi sangat berbanding terbalik dengan pelaku korupsi (baca: koruptor). Jika penegak hukum mudah mengidentifikasi, menangkap dan menghukum koruptor, maka tidak demikian dengan korban dari para koruptor tersebut. Dedi menyatakan bahwa penting untuk mengidentifikasi korban korupsi, dengan demikian akan mudah pula untuk mereklaim kerugian sosial yang diakibatkan oleh korupsi. Kedua, opini datang dari Reza Syawawi tentang dana saksi Parpol. Reza menyatakan bahwa dana saksi parpol adalah akal-akalan atau siasat parpol untuk mengunduh anggaran negara menjelang Pemilu 2014. Dimana parpol diduga sulit mencari sumber anggaran untuk mendukung operasional kegiatan mobilisasi saksi-saksinya. Bagi Reza, apapun payung hukum untuk melegitimasi dana saksi parpol ini perlu ditolak dan dibatalkan, sebab jika dana saksi parpol tetap dilakukan maka sama saja akan melegalkan kegiatan yang tidak diatur oleh undang-undang. Selain opini dari pegiat Transparency International Indonesia, e-Newsletter Transparansi edisi Maret ini juga memuat siaran pers yang dikeluarkan oleh Transparency International Indonesia tentang sikapnya terhadap pembahasan RKUHP dan RKUHAP. Secara kelembagaan, Transparency International Indonesia mengirimkan rilis ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Presiden menghentikan/menunda pembahasan RKUHP dan RKUHAP. Bagi Transparency International Indonesia ada empat alasan mengapa RKUHP dan RKUHAP harus dihentikan/ditunda. Empat alasan tersebut adalah masa sidang DPR yang singkat, DPR tidak serius untuk membahas RKUHP dan RKUHAP, tidak adanya keterlibatan/partisipasi masyarakat selama pembahasan berlangsung, dan yang terakhir adalah DPR dinilai tidak mempunyai agenda legislasi yang terukur dan terencana. Dalam e-newsletter edisi Maret ini, Transparansi juga menurunkan berita seputar kegiatan peluncuran hasil survei integritas yang dilakukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Survei yang bertujuan untuk mengukur integritas anak muda dan seberapa besar anak muda di pedesaan dan perkotaan dalam segi pemahaman dan pendidikan mengenai korupsi ini, sebelumnya pernah dilakukan di Jakarta dan Aceh. Selain itu juga ada berita kegiatan mengenai kegiatan Batang Budget Expo. Transparency International Indonesia bersama dengan Pemerintah Kabupaten Batang mendorong inisiatif keterbukaan informasi anggaran di Kabupaten Batang. Dalam edisi ini juga menurunkan berita tentang konsinyering modul pelatihan pelopor PLN Bersih tahun 2014. PLN Bersih merupakan sebuah inisiatif bersama antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan Transparency International Indonesia. Selain itu, di edisi ini Transparansi juga menurunkan berita tentang diskusi media yang bertemakan “Pemilu 2014 Harus Berintegritas”. Diskusi media ini merupakan serial diskusi dalam menyambut Pemilu 2014, juga sebagai ajang pendidikan politik warga menjelang Pemilu 2014. Demikianlah gambaran sekilas tentang e-Newsletter Transparansi edisi Maret 2014 ini dari kami. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.
Salam Transparansi *
!"#$%"'$()*+$,'"$#,-.$#/*+$0.$'%-#*1!+2+3*0-0-"-4#$*0-* 5#4#",#*#*,#$66#/*78*9'&,':;'"*<===*./'>* %'?@:/#>*#4,-A-%*#$,-*4."@&%-*0#$*&".B'%-.$#/* ;'"4.:-,:'$*@$,@4*&'$(-&,##$*&':'"-$,#>#$*)#$6* ,"#$%"#$*0#$*#4@$,#;'/*0-*+$0.$'%-#C*!+2+*:@/#-* %';#6#-*!"#$%&'*!"#$%"'$()*+$,'"$#,-.$#/*)#$6* ;'";#%-%*0-*D'"/-$E*$#:@$*#4>-"$)#*0-#4@-%-%-*9,#,@%* F@4@:*+$0.$'%-#*0#"-*G%.%-#%-*,'"0#B,#"*0-*;#H#>* G4,#*I.,#"-%*I.*JE*17827=2<===3*0-,#$0#,#$6#$-*./'>* I.,#"-%*G)@*K'%:-)#,-E*9F*0#$*;#"@*G4,#*I.,#"-%* I.:."*LJE*0-,#$0#,#$6#$-*./'>*I.,#"-%*9MC*F'$$)* 9-$66->C*!+*+$0.$'%-#*0-4'$#/*@$,@4*?#"-$6#$*)#$6*4@#,* 0'$6#$*"#*&':#$64@*4'&'$,-$6#$*&':;#$6@$#$* ;'";#6#-*,-$64#,*$#%-.$#/*0#$*;'4'"?#*0'$6#$*/';->* 0#"-*NN*!"#$%&'*/#-$*0-*%'/@"@>*0@$-#C* * !+2+*#0#/#>*@$-4*0-*#$,#"#*O9P*+$0.$'%-#*/#-$$)#*0-* +$0.$'%-#*4#"'$#*:'$66#;@$64#$*%"()*+%"#)**0#$* ."6#$-%#%-*6'"#4#$*%.%-#/C*9';#6#-*H#0#>*&':-4-"E*!+2+* :'/#4@4#$*"'A-'H*4';-?#4#$*0#$*4';-?#4#$*#,#@*/'6#/* 0"#B,-$6E*:':&".:.%-4#$*"'B.":#%-*4';-?#4#$*0#/#:* /':;#6#*&'$'6#4*>@4@:*0#$*&':'"-$,#>C*9#/#>*%#,@* &"'%,#%-*!+2+*,'";'%#"*#0#/#>*@$,@4* :'$6.&'"#%-.$#/4#$*#$,-24."@&%-*&'$0'4#,#$*0#$* #/#,*0#/#:*;-0#$6*;'";#6#-*4';-?#4#$*%'&'",-* &'$6#0##$E*,"#$%"#$%-*0#/#:*#$66#"#$*&@;/-4*0#$* &'$6#$66#"#$*",-%-,-BC*9'?#4*,#>@$*<==LE*!+* +$0.$'%-#*:'$'";-,4#$*+$0'4%*M'"%'&%-*Q."@&%-* +$0.$'%-#E*;'"0#%#"4#$*:',.0./.6-*!+*0#"-*%@"A'-* +$0'4%*M'"%'&%-*Q."@&%-*+$,'"$#%-.$#/C*RM+*+$0.$'%-#* 4-$-*,'/#>*:'$?#0-*%#/#>*%#,@*-$0-4#,."*&':'"-$,#>#$* )#$6*/-$6*&'$,-$6*)#$6*0-6@$#4#$*./'>*"#* &':;@#,*4';-?#4#$*0#$*%'4,."*%H#%,#*0-*+$0.$'%-#* @$,@4*:'$6-$B.":#%-4#$*4';-?#4#$*:'"'4#C*+$0'4%*-$-* ?@6#*;'"6@$#*@$,@4*4'/.:&.4*#4%-*H#"6#*0#$*:'0-#* @$,@4*:'$6@4@"*4':#?@#$*@)#*#$,-24."@&%-*0-* +$0.$'%-#C*S$,@4*/';->*:':&'"/@#%*6'"#4#$*#$,-2 4."@&%-*@$,@4*,-$64#,*%@;2$#%-.$#/E*!+2+*?@6#*,'/#>* 0-/#4@4#$*0#$*:'$'";-,4#$*D#".:','"*G$,-2Q."@&%-* M".A-$%-E*)#$6*&'",#:#*4#/-*0-/#4@4#$*0#$* 0-&@;/-4#%-4#$*0-*M".A-$%-*G('>* * 9';#6#-*."6#$-%#%-*6'"#4#$*%.%-#/E*!+2+*#4,-B*0#/#:* 4#:$)'*&@;/-4*@$,@4*:'$-$64#,4#$*4'%#0#"#$* :#%)#"#4#,*,'$,#$6*&'$,-$6$)#*:':'"#$6-*4."@&%-*0-* +$0.$'%-#C*S$,@4*:'$(#-*>#/*-$-E*!+2+*,'/#>* :'$6':;#$64#$*%'?@:/#>*#/#,*@$,@4* :':&".:.%-4#$*T&':#$,#@#$*4';-?#4#$*&@;/-4* %'&'",-*4'"#$64#*#@0-,*%.%-#/*0#$*&'$(-&,##$*B."@:* H#"6#*0-*4.,#24.,#*0-*%'/@"@>*+$0.$'%-#C*!+2?@6#* :'$?#0-*"@:#>*4#:$)'*)#$6*4@#,*@$,@4*6'"#4#$* #$,-*4."@&%-*%'?#4*0-&'"4'$#/4#$$)#*4#:$)'*4"'#,-B* :'$66@$#4#$*U-/:E*G$-:#%-E*P@"#/E*Q.:@$-,#%* !'#,'"*0#$*+R!*@$,@4*:'$-$64#,4#$*&'%#$*#$,-* 4."@&%-*0#$*:'/-;#,4#$*."#$62."#$6*4'*0#/#:* 6'"#4#$C* * 9,#B*!+2+E*,-#'.*0#$*G$66.,#*;'"#%#/*0#"-*;'";#6#-* /#,#"*;'/#4#$6*:@/#-*0#"-*'4.$.:E*&'$6#(#"#E*#"* 4.:@$-4#%-E*-/:@H#$*&./-,-4*0#$*#$,".&./.6E* :'$('":-$4#$*%@#,@*&'$0'4#,#$*,'"@*,'">#0#&* #$,-24."@&%-C*D.#"0*!+2+*:'"@#$*,.4.>*:#%)#"#4#,* %'$-."*0'$6#$*;'";#6#-*/#,#"*;'/#4#$6*&".B'%-.$#/* :@/#-*0#"-*#4#0':-%-E*#4@$,#$E*&'$6#(#"#*0#$*O9PC* 9#/#>*%#,@*#$66.,#*0'H#$*!+2+E*V"")*K-)#$#* F#"?#:'4#%*:'$?#;#,*%';#6#-*W#4-/*4',@#*Q.:-%-* M':;'"#$,#%#$*Q."@&%-*1QMQ3*0#"-*<==J*2*<==XC* *
2
Opini
E-newsletter Edisi II Vol IX Maret 2014
Korban Korupsi Oleh Dedi Haryadi
Siapa korban bencana letusan Gunung Kelud? Siapa korban pelanggaran hak asasi manusia pada kerusuhan Mei 1998, beberapa tahun silam?Pertanyaan ini relatif mudah dijawab. Kita bisa tahu secara akurat jumlah korban, nama, domisili, dan identitas demografis lain dari korban. Namun, tidak demikian halnya dengan korban korupsi. Siapa korban korupsi proyek Hambalang? Siapa korban korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah? Paling banter kita mengatakan bahwa korban kasus korupsi adalah rakyat, publik, atau warga. Busyro Muqoddas, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengatakan, ”Korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang membunuh rakyat pelan-pelan. Rakyat adalah korban korupsi yang paling menderita.” Klaim tersebut sebenarnya lebih retorika ketimbang faktual. Jika ditanya lebih lanjut siapa, berapa, di mana dan bagaimana kondisi para korban korupsi itu, pasti tak terjawab. Mengapa sulit mengenali korban korupsi? Berat sebelah Pertama, berat sebelah fokus. Selama ini perhatian kita terfokus pada sosok pelaku korupsi (koruptor). Badan pengetahuan (body knowledge) kita tentang koruptor sangat baik dan lengkap. Kita tahu siapa pelakunya, apa motifnya, bagaimana rencana, tujuan, dan modusnya, aliran dananya, modus penyelamatan aset hasil korupsi, bagaimana konteks dan lingkungan yang menyebabkan seseorang korupsi, dan lain-lain. Termasuk kita memikirkan secara serius bagaimana menghukum koruptor supaya menimbulkan efek jera. Namun, tidak demikian halnya dengan korban korupsi. Aneh memang, korupsi membuncah di mana-mana, menyeret ribuan koruptor, menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah, tetapi kita tidak bisa menemukan dan mengenali korban korupsi. Karena itu, mulai sekarang kita harus menggeser fokus perhatian kepada korban. Ini langkah pertama dan penting dalam memuliakan korban korupsi. Kedua, berat sebelah analisis. Selama ini analisis kerugian korupsi lebih berfokus pada analisis kerugian negara. Yang dibicarakan berapa nilai kerugian keuangan negara, bagaimana membuktikan, dan bagaimana mengembalikan uang dan aset yang dicuri ke kas negara. Kita kurang memberikan perhatian pada kerugian sosial. Ke depan kita harus lebih serius menggali dan mengakumulasi pengetahuan tentang kerugian sosial korupsi, yaitu kerugian yang terjadi dan dipikul masyarakat (juga lingkungan hidup), baik perorangan, kelompok warga, maupun komunitas. Termasuk di dalamnya kerugian pada perempuan, anak-anak, kelompok minoritas, dan marginal lainnya.
Ketiga, implikasi langsung dari berat sebelah fokus dan berat sebelah analisis adalah terjadinya berat sebelah pisau (alat) analisis. Karena aspek yang dianalisis adalah kerugian keuangan negara, pisau atau alat analisis yang banyak dipakai dan dikembangkan adalah audit keuangan. Ke depan, alat analisis ini tentu masih bisa dipakai, tetapi jelas tak memadai. Kita harus mengembangkan dan menggunakan audit sosial lebih serius. Dengan audit sosial yang baik dan ajeg kita bisa mengetahui aktualisasi dan impak belanja-belanja pemerintah di tingkat masyarakat atau pelaksanaan program, proyek atau kegiatan pembangunan. Selain efisiensi, efektivitas penggunaan audit sosial juga memungkinkan kita menggali informasi tentang masukan, keluaran, dampak, dan yang lebih penting kelompok sasaran mendapat manfaat atau tidak. Penggunaan metode ini secara partisipatif menjanjikan hasil lain, yaitu kelompok sasaran program secara bersamaan bisa diberdayakan secara politik. Ini sangat penting sehingga memungkinkan mereka mereklaim hak sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang hilang karena dikorupsi. Keempat, sikap minimalis dan subsistensi warga. Sulit rasanya bagi seorang warga atau komunitas untuk secara sukarela berani mengklaim dan memberikan testimoni (kesaksian) bahwa dirinya (mereka) adalah korban korupsi dari sebuah proyek atau program pembangunan. Misalnya, para orangtua atau siswa penerima dana bantuan operasional sekolah (BOS) tidak merasa dirinya korban korupsi meski nilai uang BOS yang mereka terima disunat. Ada sikap minimalis dan subsisten di sini: menerima sedikit saja sudah untung. Sikap yang sama bisa kita temukan di berbagai lembaga penerima dana bantuan. Alih-alih bersikap kritis mempertanyakan dari mana sumber dana, mekanismenya, para pengurus organisasi ini cenderung menerima saja bantuan dana hibah atau bantuan sosial yang digelontorkan kepala daerah atau para politisi jelang pemilihan umum. Sikap ini merupakan lahan subur para koruptor untuk ”mencuci uang” hasil korupsinya. Sikap ini tentu bukan sebuah kutukan, melainkan produk dari gejala gagal paham. Warga dan komunitas yang diasumsikan sebagai ”korban” korupsi, plus para aktivis anti korupsinya, mengalami gejala gagal paham. Mereka gagal memahami hubungan penting ini: 1) relasi kekuasaan negara dengan warga dalam pembiayaan biaya operasional pemerintahan dan pembangunan, 2) posisi dan keterlibatan warga dalam proses dan kebijakan anggaran, 3) posisi dan keterlibatan warga dalam merancang, melaksanakan dan memantau program/kegiatan pembangunan. Karena gagal memahami ketiga jenis relasi ini, gagal juga dalam merumuskan posisi politiknya sehingga gagap mereklaim hak sosial ekonomi dan politik yang hilang akibat korupsi. Dengan pendidikan politik warga yang baik, sikap tersebut bisa diubah sehingga warga lebih pintar dan militan. Agenda ke depan Ada empat agenda penting ke depan dalam upaya kita memuliakan korban korupsi. Pertama, membangun dan mengakumulasi pengetahuan dan praksis tentang korban korupsi, kerugian sosial, dan audit sosial. Pemahaman kita tentang ketiga hal itu harus sama baiknya dengan pemahaman kita tentang koruptor, kerugian negara, dan audit keuangan. ..bersambung ke hal 4
3
…sambungan dari halaman 3 Ke depan pemahaman kedua sisi jadi lebih simetris. Lembaga riset bisa berperan penting dalam proses membangun dan mengakumulasi pengetahuan ini. Kedua, penguatan korban korupsi. Tentu saja upaya membangun dan mengakumulasi pengetahuan tersebut bukan hanya untuk memenuhi hasrat latihan intelektual semata, melainkan juga ikhtiar penting untuk memperkuat korbankorban korupsi. Ada dua komponen penting di sini: 1) meningkatkan kapasitas korban korupsi sehingga memahami proses korupsi dan terampil mereklaim hak ekonomi, politik. dan sosial yang tidak terpenuhi karena berkecamuknya korupsi; 2) mendekonstruksi nilai-nilai yang tak cocok dan menghambat korban korupsi memahami korupsi dan terampil mereklaim hak-haknya. Bersamaan dengan proses dekonstruksi ini, kita harus merekonstruksi nilai-nilai dan pandangan yang mendukung korban korupsi melawan kezaliman dan ketidakadilan korupsi. Ketiga, mengembangkan lembaga advokasi korban korupsi. Memuliakan korban korupsi merupakan ranah kerja advokasi baru. Lembaga advokasi yang ada, seperti Lembaga Bantuan Hukum, sudah bisa menangani korban-korban konflik agraria, hubungan industrial, pelanggaran HAM, dan lain-lain. Namun, sependek pengetahuan saya, belum ada lembaga advokasi yang mumpuni menangani korban korupsi. Di sinilah urgensinya mengembangkan kapasitas dan kompetensi lembaga advokasi yang menangani korban korupsi. Termasuk dalam upaya ini adalah mengembangkan kompetensi paralegal menangani isu korban korupsi. Keempat, membangun infrastruktur kelembagaan penanganan korban korupsi. Perangkat kelembagaan baik peraturan, organisasi pelaksana, kewenangan, dan anggarannya harus disiapkan. Relatif mudahnya mengenali dan menangani korban bencana alam dan korban pelanggaran HAM dimungkinkan oleh adanya perangkat kelembagaan lebih siap meski tidak selalu berhasil. Agenda di sini cukup jelas, bagaimana misalnya kita mereklaim kerugian sosial ke dalam peraturan dan perundangan. Dari segi kelembagaan, mungkin Komisi HAM diperluas kewenangan dan tugasnya untuk juga menangani korban korupsi. Tak sulit mengintegrasikan isu memuliakan korban korupsi ke dalam isu HAM karena keduanya sekerabat. Korupsi potensial menyukat pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, politik dan budaya warga. Jika serius berkomitmen dan mengerjakan keempat agenda itu, sebenarnya kita bukan hanya memuliakan korban korupsi, tetapi juga memberantas kemiskinan, pemiskinan, dan pemenuhan HAM. ! Dedi Haryadi, Deputy Sekjen Transparency International Indonesia Sumber: Kompas, 27 Februari 2014 Link:http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000 004930805
E-newsletter Edisi II Vol IX Maret 2014
TI Indonesia Surati Presiden Terkait RUU KUHP dan RUU KUHAP Menyikapi ramainya pemberitaan mengenai RUU KUHP dan RUU KUHAP yang akhir-akhir ini menghiasi pemberitaan di media, Transparency International Indonesia mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia untuk mengambil langkah politik untuk menghentikan/menunda pembahasan Rancangan KUHAP pada periode DPR ini (2009-2014) sekaligus mendorong agar pembahasan dilakukan pada periode DPR mendatang (2014-2019). Ada empat faktor yang memebuat TI Indonesia mengambil sikap yang didasarkan pada pertimbangan diantaranya Pertama, masa kerja DPR periode 2009-2014 yang tersisa sangat singkat Masa kerja DPR periode 2009-2014 hanya tersisa sekitar 145 hari kerja dan di sisi lain, jumlah pasal dan daftar isian masalah yang dibahas cukup banyak (1.169 daftar isian masalah). Secara kualitas, materi yang dibahas juga cukup kompleks, melibatkan banyak pemangku kepentingan, dan berdampak luas pada struktur hukum serta hak asasi manusia. Substansi KUHAP sangat penting dan fundamental bagi jalannya proses peradilan pidana. Apabila dipaksakan dalam kondisi dan waktu yang tidak mendukung, maka tentu akan berpengaruh pada kualitas substansi yang dihasilkan. Kedua, Tidak ada alasan bagi DPR untuk mengesahkan RUU KUHAP dalam waktu singkat. Rancangan KUHAP sudah diserahkan Pemerintah ke DPR pada 28 November 2012. DPR menunda pembahasan RUU KUHAP selama setahun lebih. Jika memang DPR menganggap serius RUU KUHAP ini, seharusnya pembahasan bisa dilakukan secara intensif pada awal 2013 lalu. Saat ini, dengan waktu yang tersisa untuk masa jabatan DPR 20092014 tidak cukup logis untuk melanjutkan pembahasan. KUHAP memang perlu direvisi untuk lebih memberikan kepastian hukum, ketertiban hukum dan perlindungan hukum serta hak asasi manusia, oleh karena itu pembahasan RUU KUHAP seyogyanya dilakukan secara komprehensif, teliti dan mendalam. Ketiga, Partisipasi dan pelibatan masyarakat tidak optimal dalam pembahasan Pembahasan suatu undang-undang, terutama apabila undangundang tersebut cukup fundamental dan berdampak luas, sepatutnya membuka ruang pelibatan masyarakat secara aktif. Namun dalam perkembangannya, partisipasi dalam bentuk akses terhadap proses maupun dokumen cukup sulit untuk dilaksanakan. Perlu diperhatikan, Pasal 96 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan, harus diberikan akses yang mudah terhadap masyarakat. Keempat, DPR harus memiliki politik legislasi yang jelas dalam membahas RUU KUHAP. Berkaca pada beberapa produk undang-undang yang dihasilkan dalam waktu singkat dan terburu-buru selalu meninggalkan masalah. DPR sebaiknya memiliki komitmen yang kuat untuk membahas RUU KUHAP dengan komprehensif, teliti dan mendalam tanpa harus merasa terburu-buru mengesahkan produk undang-undang ini. Politik legislasi seperti ini telah diterapkan dalam membahas Paket UU Pemilu, dimana DPR berkomitmen untuk membahas paket UU ini dalam waktu 2 tahun pertama setiap periode jabatan DPR. Hal yang sama seharusnya juga bisa diterapkan dalam pembahasan RUU KUHAP ini.
4
Opini
Siasat Dana Saksi Oleh Reza Syawawi
Usul soal dana saksi partai politik senilai Rp 658,03 miliar akan segera digelontorkan dari APBN. Padahal penolakan yang begitu gencar dari masyarakat sipil hingga "isyarat" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi pesan bahwa pembiayaan saksi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpotensi menjadi bentuk penyimpangan atas penggunaan anggaran negara (baca: korupsi). Alokasi anggaran ini pada dasarnya tidak memiliki dasar hukum yang jelas, baik dalam Undang-Undang Partai Politik (UU 2/2008 jo UU 2/2011), Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU 8/2012), maupun dalam Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU 15/2011). Bahkan UU 8/2012 mengkategorikan hal tersebut sebagai bagian dari tindak pidana di bidang pemilu. Partai politik yang berpendapat tidak ada ketentuan yang dilanggar atas pengalokasian dana tersebut sangat jelas tidak membaca undang-undang secara cermat. Pasal 139 ayat (1) UU 8/2012 menyebutkan peserta pemilu dilarang menerima sumbangan yang berasal dari pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya, pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, pemerintah desa, dan badan usaha milik desa. Dalam konteks pendanaan saksi oleh APBN, pemerintah menjadi pihak yang memberikan anggaran tersebut karena sumbernya berasal dari dana optimalisasi yang dikelola oleh pemerintah. Maka, menurut pasal ini, dana saksi yang dibiayai oleh APBN jelas melanggar larangan mengenai sumber sumbangan dalam penyelenggaraan pemilu. Pasal 139 ayat (2) dan (3) bahkan melarang partai politik menggunakan sumbangan jika berasal dari sumber yang dilarang. Undang-undang mewajibkan dana tersebut dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan menyerahkannya ke kas negara. KPU sebaiknya memperingatkan pemerintah, partai politik, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar tidak mengalokasikan dan menggunakan APBN untuk membiayai saksi partai politik. Karena pada dasarnya KPU memiliki posisi sebagai lembaga yang akan mengambil tindakan hukum jika terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa partai politik telah menggunakan sumber keuangan yang dilarang oleh undang-undang (Pasal 140 UU 8/2012).
E-newsletter Edisi II Vol IX Maret 2014 Jika larangan ini tidak diindahkan oleh partai politik, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 139, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta (Pasal 305 UU 8/2012). Pejabat struktural partai politik menjadi pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Jika ada 10 partai politik yang tetap menerima dan menggunakan sumber yang dilarang, setidaknya akan ada 10 ketua umum partai politik yang akan dipidana (Koran Tempo, 4/2). Ketiadaan dasar hukum untuk mengalokasikan dana saksi dari APBN akhirnya memunculkan "siasat" baru untuk melegalkan tindakan tersebut. Pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri, kemudian merumuskan sebuah draf peraturan presiden sebagai dasar hukum untuk membiayai saksi partai politik. Logika untuk menjadikan peraturan presiden sebagai alas hukum untuk melegalkan dana saksi dibiayai oleh APBN merupakan "siasat yang sesat". Dari sisi perundang-undangan, pemerintah mungkin perlu membaca dan memahami kembali Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 1 angka (6) UU 12/2011 berbunyi, "Peraturan presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan." Ada dua hal terkait dengan mengapa peraturan presiden dimunculkan. Pertama, harus ada perintah dari ketentuan yang lebih tinggi. Sejauh pemahaman penulis, tidak ada satu ketentuan pun, baik dalam undang-undang maupun peraturan lain, yang memerintahkan agar dana saksi partai politik diatur dalam peraturan presiden. Bahkan jika peraturan presiden ini tetap dimunculkan, jelas merupakan bentuk pelanggaran atas Undang-Undang Pemilu. Kedua, peraturan presiden ditujukan untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Pertanyaannya, apakah mendanai saksi partai politik menjadi bagian dari penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan? Dalam pemahaman yang sederhana, saksi partai politik adalah bagian dari entitas badan hukum bernama partai politik, di mana ia bekerja atas mandat partai politik. Maka, menjadi sangat keliru jika mengaitkannya dengan fungsi atau tugas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, Pasal 13 UU 12/2011 mempertegas bahwa materi muatan peraturan presiden berisi materi yang diperintahkan oleh undangundang, materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Pemerintah sudah sepatutnya tidak melanjutkan membahas peraturan presiden yang mengakomodasi dana saksi partai politik. Jika tidak, pemerintah telah menggunakan siasat yang sesat hanya untuk tujuan yang sebetulnya telah melanggar undang-undang. Reza syawawi, Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia Sumber: Koran Tempo, 6 Februari 2014 Link: http://koran.tempo.co/konten/2014/02/06/334140/Siasat-DanaSaksi
5
Berita Kegiatan
E-newsletter Edisi II Vol IX Maret 2014
Integritas Generasi Muda di Kota Kupang
Foto Dok. TI Indonesia
[Dari kanan ke kiri Koordinator Youth TII, Lia Toriana, Peneliti Bengkel APPeK Laurensius Saryani, Tokoh agama Romo Leo, dan Perwakilan dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga (PPO) Kupang Jorhans Ledo saat peluncuran Youth Integrity Survei di Kota Kupang]
Foto Dok. TI Indonesia
[Wakil Walikota Kupang dr. Hermanus Man saat menandatangani Deklarasi Integritas dan Antikorupsi di kantor Walikota Kupang] Pelajaran mengenai antikorupsi di sekolah diterima setidaknya oleh empat dari lima anak muda di Kabupaten dan Kota Kupang. Namun, kompromi dan permisivitas mereka pun masih tinggi terhadap perilaku koruptif keseharian. Temuan dan simpulan tadi diperoleh dari Survei Integritas Anak Muda 2013 yang dilakukan Transparency International Indonesia (TI Indonesia).
Foto Dok. TI Indonesia
[Suasana Peluncuran Youth Integrity Survey di Kota Kupang 03/02/2014]
TI Indonesia melakukan survei baseline terhadap 2000 anak muda tahun 2013 di tiga propinsi, Aceh, Jawa Timur dan NTT. Survei Integritas Anak Muda ini sebelumnya sudah dilakukan di DKI Jakarta (2012) terhadap 1000 responden muda. Survei bertujuan mengukur pemahaman dan persepsi integritas anak muda berusia 15-30 tahun. Survei ini didasarkan pada pemahaman bahwa korupsi merupakan problem sosio-politik. Menyelesaikan persoalan korupsi tidak dapat mengabaikan pentingnya pergantian generasi (generational change) baik di tingkat masyarakat maupun pemerintahan. Hasil survei ini diluncurkan pada 3 Februari 2014 bertempat di Kantor Walikota Kupang. Jonas Salean, Walikota Kupang, memberikan sambutan positif dalam peluncuran riset ini. “Korupsi memang masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama namun generasi muda adalah masa depan kita. Tidak boleh dibiarkan generasi muda ikut dalam praktik-praktik (korupsi) ini,” sambut Jonas Salean yang sudah berkarir dalam birokrasi lebih dari 25 tahun ini.
Foto Dok. TI Indonesia
[Sekjen TII Dadang Trisasongko saat Diskusi setelah Launching YIS di Kota Kupang]
Menindaklanjuti peluncuran hasil survey, TI Indonesia berinisiatif mengajak Walikota Kupang serta jajarannya untuk menandatangani deklarasi integritas. Deklarasi integritas dan antikorupsi ditandatangani oleh Sekretaris Daerah dan diikuti oleh seluruh jajaran yang hadir. Sekjen TI Indonesia, Dadang Trisasongko menegaskan “Lingkungan dan sistem yang korup menjadi habitat yang sangat mendukung bagi regenerasi koruptor.” Tingginya kompromi dan permisivitas anak muda terhadap perilaku koruptif keseharian dipengaruhi oleh sistem korup di sekitar mereka. Memberikan pendidikan integritas dan antikorupsi tidak ada artinya tanpa perbaikan sistem korup yang melingkupi generasi muda. Berharap pada generasi muda yang jujur, bersih dan berintegritas tidak mustahil selama generasi pendahulu mereka memberikan contoh baik dan dapat dipercaya. Survei Integritas terhadap Anak Muda diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para pemangku kepentingan (pemerintah, sistem dan tenaga pendidikan, orang tua) untuk melakukan perubahan dan intervensi. Sasarannya adalah membentuk generasi muda yang bersih dan berintegritas. [LT]
Foto Dok. TI Indonesia
[Foto Bersama, seusai Penandatanganan Deklarasi Integritas dan Antikorupsi]
6
Berita Kegiatan
E-newsletter Edisi II Vol IX Maret 2014
Batang Budget Expo 2014
Selain budget Expo, kegiatan juga diisi dengan diskusi publik bertajuk "Anggaran untuk Rakyat, Refleksi 2013 dan Proyeksi 2014”. Acara yang merupakan bagian dari festival anggaran ini bertujuan untuk Mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Batang tahun 2013 dan mendiseminasikan kebijakan anggaran Pemerintah Kabupaten Batang tahun 2014. Selain itu juga dimaksudkan untuk memperkenalkan OGP sebagai sebuah inisiatif baru dan mengukur potensi dan tantangan penerapan OGP di Kabupaten Batang. Acara tersebut diikuti oleh TII, LASKAR, UPKP2, Omah Tani, Omah Rakyat, dan masyarakat umum. Dalam kesempatan itu Direktur Program Transparency International Indonesia Ilham B. Saenong mengatakan keterbukaan anggaran menjadi langkah awal, terutama untuk menjembatani warga dengan birokrasi yang selama ini tertutup.
Foto Dok. TI Indonesia
[Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo saat meninjau pelaksanaan Batang Budget Expo 2014 di pelataran Kantor Bupati Batang]
Kabupaten Batang telah memulai untuk mengimplementasikan keterbukaan anggaran sebagai salah satu wujud dari prinsip yang dianut dalam OGP. Batang Budget Expo 2014 akan menjadi langkah awal untuk menerapkan prinsip OGP dalam konteks anggaran. Kedepan, seremonial ini tentu akan menjadi keseharian dan kebiasaan dari pemerintahan daerah dalam kebijakan anggaran sejak perencanaan hingga evaluasi. [NF]
Open Government Partnership (OGP) adalah sebuah gerakan internasional yang bertujuan untuk mendorong dan mengupayakan adanya penyelenggaraan pemerintahan yang lebih terbuka, lebih partisipatif, dan lebih inovatif. Gerakan ini dicanangkan pada tahun 2011 oleh 8 negara inisiator yaitu Brazil, Indonesia, Mexico, Norway, Philippines, South Africa, United Kingdom, dan United States. Sebagai gerakan bersama, OGP bertujuan untuk menjawab tantangan dan perkembangan masyarakat yang semakin dinamis, menghendaki adanya transparansi, partisipasi masyarakat, dan inovasi-inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai perwujudan dari OGP, Pemerintah Kabupaten Batang menggelar acara open budget yang diberi judul Festival Anggaran Batang 2014. Acara yang diadakan dari tanggal 12-14 Februari itu digelar di pelataran Kantor Bupati Batang dengan diikuti oleh Jajaran SKPD terkait. Batang merupakan Kabupaten pertama yang menggelar acara seperti ini. Dalam acara itu didirikan stand-stand SKPD dengan setiap stand wajib memajang anggaran APBD di setiap dinas masingmasing. Tujuannya adalah supaya masyarakat tahu mengenai APBD di setiap dinas berapa besarannya dan digunakan untuk apa saja anggaran tersebut.
Foto Dok. TI Indonesia
[Penandatangan Pencanangan Komitmen Menuju Pemerintahan Terbuka. Pemerintah Daerah Kabupaten Batang dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Batang.]
Acara dibuka oleh Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo, dalam sambutannya, Yoyok mengatakan, keputusan membuka APBD tersebut merupakan wujud komitmennya sebagai bupati untuk mempertanggungjawabkan pemerintahannya. ”Kami berpikir, bagaimana caranya untuk terbuka dengan masyarakat. Selama ini, pemerintah kabupatennya sudah terbuka melalui situs yang ada,” ujarnya. Yoyok mengakui, besaran anggaran belanja pegawai memang masih lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran belanja modal. ”Perbandingannya masih 60 persen berbanding 40 persen untuk belanja pegawai. Untuk itu, Pemkab Batang harus berupaya meningkatkan pendapatan asli daerah, mengurangi belanja hibah, dan mengefisienkan anggaran,” lanjutnya. (dikutip dari Kompas.com).
Foto Dok. TI Indonesia
[Suasana salah satu stand dalam acara Batang Budget Expo 2014]
7
Berita Kegiatan
Konsinyering Modul Pelatihan Pelopor PLN Bersih Batch II
E-newsletter Edisi II Vol IX Maret 2014
Pemilu 2014 Harus Penuhi Kriteria "Integritas"
Program PLN Bersih telah memasuki awal tahun ketiga di bulan Maret 2014. Sepanjang tahun kedua kemarin, program good governance dan anti korupsi di PLN diarahkan untuk pengembangan kapasitas kelembagaan PLN dalam mengelola sistem integritas di internal PLN. Pengembangan system integritas di mulai dengan pengangkatan manajer senior kepatuhan yang menjadi jantung system integritas di PLN dan penerbitan SK Direksi tentang PLN Bersih. Tahun lalu, pengembangan system integritas yang menjadi bagian dari Program PLN Bersih berada pada tahap uji coba di 13 (tiga belas) unit. Tahun ini PLN Bersih direncanakan dapat terimplementasi di 50 (lima puluh) unit PLN beserta 3 (tiga) anak perusahaannya. Sejalan dengan implementasi PLN Bersih di 50 (lima puluh) unit PLN beserta 3 (tiga) anak perusahaan tersebut, PLN memiliki target untuk melahirkan pelopor PLN Bersih sebagai agent of change guna menyokong transformasi perubahan PLN menjadi perusahaan bersih berstandar international. Guna mendukung upaya kelahiran agen perubahan tersebut, PLN akan melakukan pelatihan Pelopor PLN Bersih secara paralel. Pelatihan tersebut akan dilaksanakan mulai bulan Maret-Agustus 2014. Untuk menyiapkan materi pelatihan yang akan memperkaya wawasan anti korupsi para agen perubahan, PLN mengundang TII untuk terlibat secara aktif dalam desain, kurikulum, silabus, dan materi traning pelopor PLN Bersih. Bertempat di Ruang Rapat PT. Pembangkitan Jawa Bali (PJB), Senin-Jumat (10-14/2/2014) dilaksanakan konsinyering Modul Pelatihan PLN Bersih Batch II. Hadir dalam konsinnyering ini Manajer Senior Bidang Kepatuhan, Rahmad Hidayat, Manajer Senior Komunikasi Korporat, dan Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Dedi Haryadi. Berbeda dengan pelatihan pelopor PLN Bersih tahun sebelumnya, dalam desain Pelatihan Pelopor PLN Bersih kali ini peserta dibekali dengan materi analisis stakeholder dan komunikasi. Kedua materi ini dirasa penting diberikan sebagai bagian dari upaya pemetaan risiko pelanggaran integritas yang dihadapi oleh pegawai PLN, namun juga dapat digunakan sebagai wawasan strategi advokasi atas proses kriminalisasi yang mungkin terjadi di lapangan. Ke depan pelopor PLN Bersih diharapkan mampu untuk memitigasi terjadinya pelanggaran risiko integritas baik di kalangan internal PLN maupun eksternal PLN, termasuk mampu mengadvokasi tiap upaya kriminalisasi yang mungkin terjadi. Kehadiran TII dalam strategi perubahan di PLN diharapkan hanya sebagai enabling faktor. Perlu adanya upaya sistematis di internal untuk mengelola perubahan tersebut. Sebagai upaya TII-PLN untuk mengelola perubahan di internal PLN, dalam proses pelatihan akan melibatkan kader PLN Bersih angkatan sebelumnya sebagai co-facilitator. Dengan model seperti ini ada knowledge spillover sehingga manajemen perubahan berjalan secara kontinu dan berdampak lebih nyata. [WHY] *
Foto Dok. TI Indonesia [Dari Kiri ke kanan, Koordinator Youth TII Lia Toriana, Deputi Perludem Veri Djunaidi, Direktur Program TII Fahmi Badoh dan Koordinator ICW Ade Irawan dalam diskusi media bertajuk “Integritas Keuangan Kandidat Pada Pemilu 2014" di Jakarta, Minggu (23/2).]
Terkait pelaksanaan pemilu pada April mendatang, Transparency International Indonesia (TII) menilai bahwa untuk diterima secara bulat, maka pemilu harus memenuhi kriteria integritas. "Pemilu membutuhkan suatu kinerja kelembagaan pemilu yang professional, independen dipercaya publik. Konsep kepercayaan publik sebenarnya berada pada penghujung pelaksanaan sistem berintegritas," kata Direktur Program TII, Ibrahim Fahmi Badoh saat melakukan diskusi "Integritas Keuangan Kandidat Pada Pemilu 2014" di Jakarta, Minggu (23/2). Ibrahim mengatakan, Sistem integritas menurutnya memiliki beberapa indikator penting, di antaranya, akuntabilitas, sistem etik, dan penegakan etika penyelenggara negara dan kompetisi. Sejak pemilu 2004, tambah Ibrahim, korupsi politik terus membayangi Indonesia. Mengacu pada standar Ethical and Professionals Administration of Elections yang dikeluarkan oleh Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), korupsi menjadi bagian dari penjelasan asas setara (fairness) yang merupakan dasar legitimasi pemilu. "Saya kira dari tahun 2004 kita semua tidak pernah berhenti dirundung dari kasus korupsi politik," ungkapnya. Menurutnya, korupsi dalam penyelenggaraan pemilu adalah praktek transaktif yang melanggar hukum atau mengabaikan azas keadilan di dalam pemilu. "Menciptakan mekanisme pencegahan terhadap praktek korupsi di dalam pemilu adalah keperluan yang sangat mendesak," tambahnya. Penerapan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik yang lebih besar menjadi salah satu solusi yang harus diterapkan agar praktek korupsi politik dapat dihindari. Sumber: Beritasatu.com Link: http://www.beritasatu.com/pemilu-2014/167748-tii-pemilu-2014harus-penuhi-kriteria-integritas.html
8