Transformasi Pengukuran Kinerja Perguruan Tinggi Oleh Mariana Simanjuntak1 disadur dari
I.
Abstrak Transformasi dalam pengukuran kinerja organisasi dalam Perguruan Tinggi (PT) perlu dilakukan setiap periode sesuai kebutuhan organisasi. Pertama, mengubah cara pandang terhadap pengukuran itu sendiri, apa alat ukur yang dipergunakan, bagaimana cara orang melihat kinerja alat ukurnya dan konteks pengukuran. Dengan demikian, melalui "pengukuran", PT akan tahu bagaimana dan kemana selanjutnya, dan bila dilakukan dengan tepat akan mendatangkan keuntungan bagi peningkatan kinerja karyawan PT, yang secara langsung meningkatkan prestasi dan penjaminan mutu PT. Kedua, menjadikan kegiatan pengukuran sebagai sesuatu aktivitas yang dinikmati, memberi kenyamanan kepada individu yang diukur, hasil pengukuran menjadi bagian pengembangan selanjutnya. Sebuah kebenaran tentang pengukuran kinerja, bahwa 93% pemimpin mengatakan pentingnya peran pengukuran dalam peningkatan kinerja. Sisanya, sebagian kecil merasakan penghakiman yang dirasakan karyawan. Kata kunci: Pengukuran, Kinerja, Pengembangan, Perguruan Tinggi. II. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Fenomena "sistem pengukuran" tidak jelas dalam PT. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal; [1] Strategi tidak dijalankan, [2] Tidak memahami rancangan strategi, [3] Kinerja operasional tidak berjalan semestinya, [4] Prioritas tidak jelas, [5] Manajer tidak memahami fungsi karyawan; senada dengan pendapat Swartling & Poksinska (2013:81) bahwa perbaikan berkelanjutan terhadap kinerja gagal karena ketidakberhasilan sistem manajemen dalam memotivasi karyawan [6] Banyak kegiatan, sedikit capaian dan [7] Hal yang semestinya dihargai (tidak) dan sebaliknya. 1
Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Tinggi UGM, Yogyakarta. E-mail:
[email protected],
[email protected]
Anna
Transformasi Pengukuran Kinerja Perguruan Tinggi
Page 1 of 5
Disfungsi pegukuran: Ketika pengukuran memberikan kontribusi tidak sesuai dengan tujuan PT. Sering terjadi ketika PT melakukan sesuatu yang salah untuk alasan yang tepat. Mengukur "lookig Good": Mestinya "Being Good" III. Fungsi Pengukuran Kinerja Fungi pengukuran kinerja adalah merubah perilaku kinerja. Perubahan perilaku salah satu kunci efektivitas kinerja dan meningkatkan visibilitas kinerja. "Mengukur" yakni proses-cara-kinerja. Fokus pada apa yang diukur dan bagaimana mengukur: Hasilnya "reward"; Memberi harapan, akuntabilitas, meningkatan objektivitas, pengukuran menjadi dasar manajemen kinerja, meningkatkan eksekusi, promosi jabatan, umpan balik, meningkatkan keselarasan, pengambilan keputusan, membuat perencanaan, memberikan signal peringatan, meningkatkan pemahaman dan memotivasi. Fokus pada perubahan atau continuous improvement yakni proses perbaikan yang diterapkan secara sistematis, dilakukan dengan langkah-langkah strategis dan melibatkan seluruh karyawan (Swartling & Poksinska, 2013:82); akan memberikan optimalisasi bagi karyawan dalam melaksanakan fungsinya untuk tujuan pengembangan PT. Bagi karyawan pengukuran penting menunjukkan keberhasilan, penghargaan, promosi jabatan, harapan, memperjelas tujuan kinerja, budaya kerja. Pengukuran dilanjutkan dengan Evaluation: "e", "Value" & "Ation" yang bermuara pada "Nilai'. Evaluasi membuat pertimbangan, Pengukuran harus menjadi proses yang tidak menghakimi karyawan, ketidakberdayaan di mana seseorang merasa berada pada posisi diberdayakan. Motif Pengukuran bisa sebagai insentif atau reward. Namun hati-hati pada akuntabilitas negatif (ketika pengukuan digunakan untuk memaksa pengukuran dan menghukum). IV. Transformasi Pengukuran PT Visi transformasi dalam pengukuran, yakni: 1) Memposisikan karyawan memandang positif terhadap pengukuran, sebagai kesempatan untuk meraih sukses. Pengukuran berkelanjutan, transfaran diikuti dengan komitmen merpakan upaya perbaikan terus menerus. 2) Transformasi pengukuran Kinerja memiliki 4 (empat) pilar, yakni: Konteks: Segala sesuatu yang meliputi aktivitas dan menciptakan interpretasi tertentu. Gambar 1. Kontek pengukuran PT
Fokus: memilih langkah-langkah yang tepat, memutuskan apa yang diukur sama pentingnya dengan alat ukur, memperhatikan strategi dan model bisnis: model bisnis terletak pada bagaimana menciptakan nilai dan menggerakkan inovasi; Integrasi: Mengintegrasikan langkah-langkah dengan tujuan; Interaktivitas: perhitungan, pengumpulan data, analisis dan interaksi yang
Anna
Transformasi Pengukuran Kinerja Perguruan Tinggi
Page 2 of 5
berkelanjutan (Proses sosialisasi pengukuran) 3) Integrasi Pengukuran: Semua tahap yang dilakukan harus saling terintegrasi. Pastikan setiap bagian terintegrasi (vertikal dan horizontal) 4) Strategi pengukuran; Menurut Arslan & Ilker (2013:1120) dimulai dari memilih, menetapkan dan mengevaluasi alat pengukuran yang tepat. Artinya untuk memperoleh keputusan dan kebijakan, perlu langkah dan tahapan, sbb: perencanaan tentang apa yang akan dilakukan, menerjemahkan visi-misi, mengumpulkan informasi, menganalisis, menafsirkan, memutuskan, komitmen berkelanjutan dan kembali mereview. Bisa dibandingkan dengan siklus berikut: Gambar 2. Tahapan Mencapai Keputusan & Kebijakan
Pengukuran kinerja harus mencakup interaktif (berkelanjutan) melalui diskusi atau dialog. 1] Data: simbol termasuk kata-kata (teks atau lisan), gambar (video) yang merupakan batasan pengetahuan. Sebagai simbol, data adalah penyimpanan makna intrinsik dan reprsentatif. Data adalah rekaman kegiatan atau situasi tertentu. [2] Informasi: Pesan yang mengandung makna relevan terhadap implikasi keputusan atau kebijakan. Informasi berasal dari dua arus yakni komunikasi dan sejarah (data). [3] Pengetahuan: kognisi atau pengakuan "know-what"; kapasitas untuk bertindak "know-how" dan pemahaman "know-why". Peter Senge menambahkan pentingnya dialog dalam perguruan tinggi. Teori "the fifth discipline" bahwa dalam organisasi pembelajaran yang efektif diperlukan, yi: [1] Personality mastery, [2] Mental model, [3] Shared vision commitment, [4] Team learning, dan [5] System thinking organization. Dimensi tersebut yang memungkinkan karyawan, manajer mampu berinovasi dan memiliki budaya belajar. Dialog dimaksud dapat diterjemahkan menjadi empat model tahapan pengukuran yakni: [1] prediksi: mengidentifikasi, mengembangkan atau memperbaiki, [2] Pengukuran baseline menetapkan nilai saat ini, ukuran tertentu (sebelum tindakan diambil). [3] Proses perubahan saat terjadi pengukuran: (apa yang terjadi sebagai akibat dari perubahan). [4] Pengukuran retrospektif: pengukuran setelah-di akhir periode yang telah ditentukan, sehingga dapat memastikan yang terjadi'' V. Pengukuran Transformasional Dalam Perguruan Tinggi Mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia, merupakan sasaran Tri Dharma PT. Keberadaan PT sebagai sistem pendidikan nasional menurut PP No. 60 tahun 1999 pasal 2 bertujuan untuk: [1] Menyiapkan peserta didik menjadi anggota
Anna
Transformasi Pengukuran Kinerja Perguruan Tinggi
Page 3 of 5
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan perofesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan kesenian, [2] Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya budaya. Faktor yang berkontribusi pada pengukuran transformasional berkaitan dengan keberlanjutan sehingga manajemen perubahan akan berhasil adalah dukungan pengukuran yang tepat, seperti dari eksplorasi ke transformasi, dari eksplorasi ke eksperimen, tradisional ke berpikir transformasional. Beberapa alat yang dapat dipakai untuk pengukuran kinerja perguruan tinggi, antara lain: Balanced Scorecards (BSC). Idenya sebagai sebuah terobosan dalam strategi eksekusi, karena membantu untuk menerjemahkan konsep-konsep strategis dalam praktek. Sasaranya adalah menemukan langkah-langkah yang relevan dari ''strategi'' scorecard agar mengalir dalam organisasi untuk mencapai kejelasan strategis. PT perlu memperhatikan keseimbangan kinerja antara lain: peningkatan jumlah mahasiswa baru dan lulusannya; pertumbuhan dan pembelajaran termasuk perbaikan rasio dosen dan mahasiswa; keuangan yaitu peningkatan jumlah pendapatan dan mengurangi subsidi; proses bisnis internal yaitu peningkatan jumlah kegiatan pengabdian pada masyarakat. Critical Success Factors (CSF) atau faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja melalui berbagi indikator kesuksesan yang telah ditetapkan. CSF dapat dilakukan terhadap berbagai faktor seperti: potensi yang dimiliki institusi, kesempatan, keunggulan, tantangan, kapasitas sumber daya, dana, sarana-prasarana, regulasi atau kebijakan organisasi. Menurut Panda & Sahu (2013:22), kesuksesan model CSF secara efektif ditentukan oleh pengaruh: teknologi, Proses dan SDM. Teknologi menfasilitasi pengukuran, organisasi pembelajaran, transormasional pengukuran. Teknologi mempermudah trasfered pengetahuan, transfaransi, efektif dan efisien dalam memberikan keputusan, menyiapkan data mining, dari segi waktu lebih cepat pengelolaan data, kelengkapan arsip dan mudah dikelola/dicari. Teknologi mengurangi jumlah manusia untuk mengerjakan suatu pekerjaan terkait data. Mengurangi penanganan manual, bisa online komunikasi/diskusi. Teknologi informasi sebagai salah satu tool dalam pengembangan pembelajaran organisasi. Penyediaan informasi online, diskusi online, survei secara online. Teknologi ini sangat efektif untuk mengotomatisasi tindakan rutinPengaruh SDM terlihat pada sistem pengukuran kinerja, sistem intelijen bisnis, manajemen bisnis, penilaian kinerja, scorecard, atau dashboard efektif hanya bila data dan pengukuran yang digunakan dan diubah memberi wawasan, pengetahuan, untuk mengeluarkan kebijakan yang baik dan tepat.Sedang kegagalan CSF biasanya karena tidak adanya keseragaman proses yang dilaksanakan dan kegagalan memahami nilai-nilai institusi. Kunci pembelajaran transformasional dalam organisasi PT, yakni: komunikasi, diskusi interaktif, meningkatkan pemahaman dan membangun nilai-nilai, menafsirkan angka statistik, mempelajari prediksi, meningkatkan pemahaman tehadap pengukuran.
Anna
Transformasi Pengukuran Kinerja Perguruan Tinggi
Page 4 of 5
VI. Rekomendasi: Pengukuran Kinerja Perguruan Tinggi Pembelajaran transformasional pengukuran kinerja berkaitan dengan mengubah apa dan bagaimana institusi pendidikan tinggi belajar, mengubah apa dan bagaimana mengukur kinerja.Tujuannya tidak hanya untuk mengubah contoh belajar atau pengukuran, tetapi untuk menciptakan kapasitas berkelanjutan dan mengubah persfektif terhadap belajar dan pengukuran. Jika pembelajan organisasi tidak dapat diukur, maka tidak mungkin dapat dikelola. Artinya Mengelola (manajemen) hanya pada sesuatu yang dapat diukur. Mengukur waktu yang dicapai dalam menyelesaikan pekerjaan. Kelemahan: Hanya berfokus pada hasil. Kinerja institusi ditentukan dari hasil penilaian kinerja kelompok dan individu, jika tool yang digunakan untuk menilai individu tidak sesuai (tidak valid dan tidak reliabel), maka akan berimplikasi terhadap keputusan yang akan diambil oleh institusi, yang pada gilirannya akan berdampak pada kinerja institusi tersebut. Untuk menjembatani persoalan pengukuran kinerja karyawan dan institusi, setiap institusi perlu mengembangkan sistem pengukuran kinerja, mengingat setiap unit mempunyai tugas pokok masing-masing yang berbeda dengan unit lainnya. Pengembangan pengukuran kinerja institusi diharapkan mampu menjembatani kemungkinan timbulnya perbedaan persepsi terhadap strategi yang ada dan meminimalisasikan persoalan terkait hubungan antar manusia yang sangat kompleks, dalam memberikan penilaian yang adil dan proporsional. VII. Daftar Pustaka Arslan, Yunus & Ilker, Gökçe Erturan (2013). The Impact of a Developed Measurement and Evaluation Development Program on Pre-service Physical Education Teachers’ Perceptions Related to Measurement and Evaluation. Educational Sciences: Theory & Practice - 13(2): Pp. 1119-1124. Panda, Prabir & Sahu, GP. (2013). Critical Success Factors for e-Gov Project: A Unified Model. The IUP Journal of Supply Chain Management. Vol. X. No. 2: Pp. 20-32. PP Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi. Jakarta Spitzer, Dean R. (2007) Transforming Performance Measurement. Rethinking the Way We Measure and Drive Organizational Success. American Management Association New York, San Francisco. Swartling, Dag & Poksinska, Bozena (2013). Management Initiation of Continuous Improvement from a Motivational Perspective. Journal of Applied Economics and Business Research JAEBR, 3 (2): Pp.81-94.
Anna
Transformasi Pengukuran Kinerja Perguruan Tinggi
Page 5 of 5