Daftar Isi Scminar
Tahunan
I'cngawasan
I'cmanllw,tan
Tcnaga
Nuklir
- Jakarta,
II LJcscmlJcr
2003
ISSN
IbY3 - 7Y02
TRAKT AT BANGKOK KAIT ANNY A DENGAN KEMANDIRIAN KETENAGANUKLIRAN DIINDONESIA
Yus Rusdian Akhmad Pusat Teknologi Pengamanan Bahan Nuklir (PTBN) - BATAN
ABSTRAK TRAKTAT BANGKOK KAITANNYA DENGAN KEMANDIRIAN KETENAGANUKLIRAN DI INDONESIA. Dengan latar belakang bahwa kegiatan ketenaganukliran harus memberikan manfaat nyata dibandingkan alternatif non nuklir, maka disajikan pembahasan mengenai Traktat Bangkok khusus dalam kaitannya dengan upaya pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia agar bermuatan lokal yang tinggi melalui kerjasama di antara negara anggota ASEAN. Melalui pe'1dekatan ini diharapkan kegiatan ketenaganukliran di Indonesia sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yang diantaranya demi kesejahteraan dan martabat bangsa. Metoda yang digunakan agar memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu dengan cara mengacu pada hasil-hasil rapat antar departemen/lembaga, komunikasi antara IAEA (Internasional Atomic Energy Agency) dengan Working Group of the Executive Committee for the SEANWFZ, dan sumber lainnya yang relevan. Hasil dan kesimpulan pokok secara singkat adalah sebagai berikut. Salah satu faktor pemercepat pengembangan suatu teknologi yaitu adanya prospek keuntungan ekonomi yang dapat terwujud melalui kerjasama antar negara. Payung kerjasama menuju harapan tersebut telah tersedia walaupun saat ini implementasinya masih mengalami kendala, kecuali dalam hal pengamanan (safeguards) bahan nuklir karena IAEA mempunyai mandat untuk membantu. Sesungguhnya, traktat Bangkok juga mengatur pemanfaatan tenaga nuklir untuk maksud damai yaitu dinyatakan pada dokumen traktat bahwa praktek keselamatan nuklir mengacu pada pedoman dan standard dari IAEA. Karena peruntukkannya meliputi kebutuhan globallinternasional, maka pedoman dan standard dari IAEA bersifat lentur dan cakupannya luas sehingga membutuhkan penegasan untuk topik-topik tertentu yang akan digunakan sebagai pegangan dalam menentukan pelanggaran dan kepatuhan sedangkan pihak IAEA tidak mempunyai mandat untuk yang terakhir tersebut. Oleh karena itu kesepahaman di antara negara anggota ASEAN dalam masalah ini perlu diupayakan secara serius karena akan bermanfaat untuk kemandirian dan keuntungan ekonomi kawasan. Kata kunci : SEANWZ(the Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone), NPT, IAEA, Nuclear Safety, Safeguards.
ABSTRACT THE BANGKOK TREATY RELATING TO SELF-SUFFICIENT IN THE APPLICATION OF NUCLEAR TECHNOLOGY IN INDONESIA. Refering the background of nuclear technology for peaceful uses should give more beneficial than the nonnuclear options, this paper discusses the treaty, especially its relation with the development of nuclear technology in Indonesia through collaboration with ASEAN member states to obtain highly domestic participation. Discussing this issue the
98
Seminar Tahunall Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Oesember 2003
ISSN 1693 - 7902
application of nuclear technology in Indonesia could in line with the spirit of national economic development For this purpose a method has been applied for presenting valid information which is relies on information inferred from the meeting among government bodies and communication between the IAEA (Internasional Atomic Energy Agency) and the Working Group of the Executive Committee for the SEANWFZ as well as inferred from the related sources. Briefly the results and a conclusion are presented as follow. One of the factors that accelerate the development of technology is the economical prospects drawn from regional collaboration. However, except for the issues of nuclear weapon proliferation and its safeguards where the IAEA has a mandate to do so, the Bangkok treaty so far has difficulties in implementation of the agreement. As a matter of fact, Bangkok treaty also deals with the application of nuclear energy for peaceful purposes (that means to obtain economical benefit) and urges the states parties to adopt the nuclear safety guidelines and standards recommended by the IAEA. Nevertheless, the recommendation is rather flexible and broad that requires further agreement among the members for interpreting the notions of breach and compliance. Hence, common understanding between ASEAN member countries should be established which in turn could give economic benefit to the region. Keywords: SEANWZ(the Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone), NPT, IAEA, Nuclear Safety, Safeguards.
99
ISSN ]693 - 7902
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Oesember 2003
PENDAHULUAN Ciri menonjol dari perkembangan ketenaganukliran yaitu dalam hal ketersedian regulasi dan kerjasama yang bertaraf internasional. Pencapaian terse but merupakan upaya palam rangka memperoleh meningkatkan
keuntungan
dari praktek ketenaganukliran
untuk
kualitas hidup manusia di satu pihak dan di pihak lain mencegah
terjadinya kerusakan dari kegiatan nuklir militer atau dikarenakan kegagalan praktek fasilitas nuklir.
Untuk itu masyarakat internasional
rintangan
yang dapat dikelompokkan
barriers)
dan
rintangan
teknikal
telah menyediakan
sebagai rintangan (Technical
diwujudkan dalam bentuk perjanjian-perjanjian
rintangan-
institusional
(Institutional
Rintangan
institusional
barriers).
internasional di bawah PBB melalui
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Dengan cara ini kegiatan nuklir tertentu di suatu negara harus mematuhi kesepakatan masyarakat internasional karena menyangkut urusan keselamatan manusia secara lokal maupun global. Sedangkan rintangan teknikal diupayakan
melalui kerjasama
teknikal
yang mencakup
masyarakat
internasional
sedemikian rupa diwujudkan suatu jenis produk, misalnya PLTN (Pembangkit Listrik tenaga Nuklir), yang rintangan teknikalnya terus berkembang. Pada saat ini rump un PLTN telah mencapai membutuhkan
gagasan Generasi
evakuasi
penduduk
IV dengan ciri-ciri
apabila
terjadi
antara lain:
kecelakaan,
secara
tidak
ekonomik
kompetitif, dan bersifat intrinsic dan extrinsic proliferation resistancel). Telah disinggung di atas mengenai rintangan teknikal dan rintangan institusional, berasal dari Russell et. al sesuai
dan
kemandirian
perlu
untuk
2),
termasuk pengantar pengertiannya karena penulis merasa menggunakannya
dalam hal pemanfaatan
dalam
penyampaian
mengenai
tenaga nuklir di Indonesia. Kemandirian
topik yang
dimaksud di sini yaitu keleluasaan peranan yang dapat diperoleh suatu negara pihak (state parties) ketika sejumlah negara berhimpun melalui perjanjian internasional untuk mencapai tujuan bersama. Secara konkrit, katakanlah terdapat situasi sengketa dalam masalah
tertentu
pelanggaran
atau ketika
ada
permintaan
penjelasan
mengenai
kecurigaan
a/au kepatuhan oleh anggota terhadap suatu perj anj ian, maka pihak
manakah yang berhak mengambil keputusan. Karena proses pengambilan
keputusan
telah diatur dan diputuskan bersama-sama, maka dapat dikatakan untuk kasus terse but Negara
Anggota
menjangkau
tidak mandiri
lagi.
Dengan
demikian
rintangan
keleluasaan suatu Negara dan organisasi dalam menetapkan
100
institusional keputusan
Seminar Tahunan Pengawasan
mengenai
pelanggaran
pembahasan
atau
kepatuhan.
Sedangkan
di sini digunakan untuk menyampaikan
standardisasi
ISSN 1693 - 7902
Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003
seperti
penerapanlpemilihan
teknologi
rintangan
teknikal
dalam
sesuatu yang memungkinkan tertentu
dan
pemanfaatan
sumberdaya (termasuk manusia) sedemikian bersifat merintangi ancaman dari pelanggar dan memberikan masukan untuk ditindaklanjuti oleh jaringan rintangan Dari sudut pandang rintangan teknikal, kemandirian
mempunyai
berbeda yaitu diukur dari tingkat penguasaan atau kemampuan
institusional.
pengertian
yang
suatu pihak dalam
mewujudkan rintangan teknikal yang sesuai dengan standard yang ditetapkan. Traktat Bangkok (Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (Bangkok Treaty)
merupakan salah satu dari sejumlah perjanjian internasional
di
bidang nuklir yang diikuti oleh Indonesia seperti disajikan pada Tabel 1. Perjanjian serupa yang mencakup sejumlah Negara kawasan dijumpai dalam Traktat Rarotonga untuk Pasifik Selatan, Traktat Palindaba untuk Afrika, dan Traktat Tlatelo1co untuk Amerika Latin dan Karibia. Dari semua traktat tersebut di atas hanya Traktat Bangkok yang cakupannya lebih luas dengan memasukkan. ketentuan-ketentuan
keselamatan
nuklir dalam pemanfaatan tenaga nuklir untuk maksud damai dan menyatakan secara eksplisit mengikuti standard dan guidelines yang direkomendasikan IAEA. Sedangkan traktat serupa di kawasan lain membatasi lingkup yang berurusan hanya dengan upaya upaya pengamanan
kegiatan pemanfaatan
bahan nuklir agar tidak disalahgunakan
menjadi senjata nuklir oleh pihak manapun term asuk mengharapkan menjadi kawasan yang bebas dari senjata nuklir. Konsekuensi dari Traktat Bangkok, ditinjau dari sudut pandang kemandirian,
bagi Indonesia maupun Negara pihak lainnya apabila tidak
dipersiapkan secara matang akan mengarah pada posisi yang tidak memuaskan. Masih tersedia kesempatan untuk membuat kesepakatan-kesepakatan
di antara anggota yang
akan menuntun
tercapai
keuntungan
implementasi
Trakat Bangkok sedemikian
optimal bagi kawasan. Hal ini dimungkinkan
suatu harapan
terutama karena masih
diperlukan waktu sampai persiapan dan kesepahaman antara pihak ASEAN dan IAEA dalam merencanakan implementasinya untuk bidang keselamatan nuklir diselesaikan. Pada makalah ini disaj ikan pembahasan traktat Bangkok khususnya memperhatikan dari kepentingan atau sudut pandang kemandirian Negara atau organisasi.
101
ISSN 1693 - 7902
Seminar Tahunan Pengawasan PCl11anfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Oescmbcr 2003
PERJANJIAN DAN KERJASAMA INTERNASIONAL BIDANG NUKLIR Pada
Tabel
ketenaganukliran rangka
1
disajikan
rangkuman
perjanjian
internasional
bidang
di mana sebagian besar pihak Indonesia telah berpartisipasi dalam
mensukseskan
program
ketenaganukliran
di Indonesia.
Dengan
cara ini
ditunjukkan komitmen untuk meyakinkan bahwa kegiatannya diarahkan pada maksud perdamaian serta keselamatan manusia secara lokal maupun global. Walaupun terdapat beberapa
perjanjian
rintangan
di mana pihak Indonesia belum berpartisipasi,
institusional
internasional
telah
cukup
memberikan
dalam hal campur-tangannya
instrumen
tetapi secara
kepada
masyarakat
sejauh relevan bagi keselamatan
umat
manusia apabila mereka membutuhkan. Adapun keterkaitan dari tiap perjanjian dengan aspek-aspek ketenaganukliran adalah sebagai berikut. •
Mengikatkan
diri terhadap
prinsip-prinsip
yang mencakup
pengaturan,
pengelolaan dan pengoperasian reaktor daya nuklir (land-based civil nuclear power
plants)
dan
fasilitas
pendukungnya
termasuk
syarat-syarat
institusional yaitu pemisahan antara badan promosi dan badan pengawas diatur dalam Convention on Nuclear Safety. •
Mengikatkan diri pada pedoman yang mengatur pengangkutan bahan nuklir internasional dan kerjasama dalam penanganan kejadian pengambilan bahan nuklir secara tidak sah termasuk tindakan hukum bagi pelakunya diatur dalam Convention on Physical Protection of Nuclear Material
•
Mengikatkan diri pada pedoman perlindungan masyarakat dan lingkungan terhadap
risiko radiologik
dan lainnya
meliputi
penempatan
perancangan, dan konstruksi; ketentuan keselamatan
fasilitas,
selama dan setelah
pengoperasian fasilitas; pengelolaan bahan sumber bekas dan pengangkutan internasional bahan bakar bekas dan limbah tradioaktif
diatur dalam Joint
Convention on the Safety of Spent Fuel Management
and the Safety of
Radioactive Waste Management. •
Mengikatkan bantuan
diri pada kerangka kerja internasional
tenaga
ahli, peralatan,
dan bahan
lainnya
dalam memperoleh pada
kecelakaan nuklir dan kedaruratan radiologik diatur dalam
saat teljadi
Convention on
Assistance in the Case of a Nuclear Accident or Radiological Emergency.
102
Scminar Tahunan Pcngawasan Pcmanfaalan
•
ISSN 1693 - 7902
Tcnaga Nuklir - Jakarta, II Dcscmbcr 2003
Mengikatkan diri pada sistem pemberitahuan untuk kecelakaan nuklir yang mempunyai potensi penjalaran secara internasional mencakup waktu, lokasi, radiasi, dan data lainnya baik secara langsung ke Negara yang akan terkena maupun melalui IAEA diatur dalam Convention on Early Notification of a Nuclear Accident.
Tabell.
Status Indonesia terhadap Traktat/Konvensi Internasional dalam bidang nuklir
No.
STATUS
TRAKTAT DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
1.
Non Proliferation Treaty (NPT) ;dan Additional
Ratifikasi :
Protocol
UU No.8
Th.1978;
Keppres No ... Th 1999 2.
3.
4.
5.
6.
Convention on Physical Protection of Nuclear
Ratifikasi : Keppres No.
Material
49 Th. 1986
Convention of Early Notification of a Nuclear
Ratifikasi : Keppres No.
Accident
81 Th. 1993
Convention of Assistance in the Case of a Nuclear
Ratifikasi : Keppres No.
Accident of Radiological Emergency
82 Th. 1993
Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon
Ratifikasi : UU No. 9
Free Zone (Bangkok Treaty)
Th. 1997
Convention on Nuclear Safety
Ratifikasi : Keppres No 106 Th 2001
7.
Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT)
Sedang dalam proses ratifikasi
8.
Joint Convention on the Safety on Spent Fuel
Tandatangan
Management and the Safety of Radioactive Waste Management 9.
Protocol of Amend the Vienna Convention
Tandatangan
10.
Supplementary Compensation for Nuclear
Tandatangan
Damage
103
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan
•
ISSN 1693 - 7902
Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003
Mengikatkan diri pada sistem tanggung jawab terhadap pihak ketiga apabila terjadi kecelakaan nuklir serta penanggulangannya diatur dalam Protocol to Ammend
the Vienna convention
dan Supplementary
Compensation
for
Nuclear Damage. •
Mengikatkan diri pada sistem pengawasan dan pencegahan atas pemanfaatan fasilitas nuklir untuk keperluan senjata nuklir sebagaimana Non-Proliferation
diatur dalam
Treaty (NPT) beserta pengaturan turunannya (Additional
Protocol) dan mengikatkan diri pada kerangka kerja internasional
untuk
pelarangan menyeluruh terhadap uji coba senjata nuklir sebagaimana diatur dalam Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty. •
Mengikatkan diri pada pembentukan kawasan bebas senjata nuklir untuk wilayah Asia Tenggara sebagaimana diatur dalam Treaty on the Southeast Asia Nuclear Free Zone. Traktat juga mencakup persoalan lain yaitu bidang keselamatan nuklir dalam program pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai.
Sejak awal pemanfaatan nuklir, Indonesia telah menjalin kerjasama internasional dengan berbagai pihak, baik bersifat bilateral, regional, dan multilateral yang salah satu fungsinya untuk mewujudkan rintangan teknikal. Dimulai dengan disahkannya Statuta Anggaran Dasar IAEA melalui Undang-Undang No. 25 tahun 1957 tentang persetujuan pemerintah Indonesia terhadap anggaran dasar IAEA, kemudian disusul dengan jalinan kerjasama bilateral dengan berbagai negara terutama dengan negara-negara
maju di
bidang teknologi nuklir seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Italia dan Jepang. Tabel 2. Kerja sarna Indonesia dengan berbagai negara rnaju di bidang nuklir No.
PERJANJIAN KERJASAMA BILATERAL PEM. RI DENGAN NEGARA-NEGARA MAJU DI BIDANG NUKLIR
1.
Agreement between the Government of The Republic of
Dalam proses
Indonesia and the Government of The United State of America
perpanjangan
for cooperation in Scientific Research Technological
30tahun
Development
kedepan
Agreement between the Government of The Republic of
Masih berlaku
2.
Indonesia and the Government of Canada concerning The Peaceful Uses of the Nuclear Energy
104
STATUS
ISSN 1693 - 7902
Scminar Tahunan Pcngawasan Pcmanfaatan Tcnaga Nuklir - Jakarta, II Dcscmbcr 2003
3.
Agreement between the Government of The Republic of
Masih Berlaku
Indonesia and the Government ofthe Federal Republic of Germany on Cooperation Regarding the Peaceful Uses of Atomic Energy 4.
Agreement between the Government of The Republic of
Masih berlaku
Indonesia and the Government of Italy on Cooperation Regarding the Peaceful Uses of Nuclear Energy 5.
Agreement between the Government of The Republic of
Masih berlaku
Indonesia and the Government of Japan on Scientific and Technological Cooperation 6.
Agreement between the Government of The Republic of
Masih berlaku
Indonesia and the Government of Australia concerning cooperation in Cooperation Nuclear Science and Technology
Secara regional, Indonesia juga telah menjalin kerjasama Cooperation
melalui Research
Agreement (mencakup Asia-Pasifik) yang dikoordinasikan
oleh IAEA.
Pada Tabel 2 te1ah disajikan beberapa kerja-sama Indonesia dengan berbagai negara maju di bidang nuk1ir. Hubungan Amerika Serikat -Cina dan kepentingan kedua negara tersebut di Indonesia perlu dicermati khususnya da1am isu-isu yang berdampak pad a a1ih tekno1ogi antara Indonesia dengan salah satu atau kedua negara term asuk mengenai skenario mutual benefit yang diusulkan agar diperoleh penyelesaian win-win. Kiranya pihak
Indonesia
perlu merintis suatu kerjasama
dengan Cina guna memperoleh
keuntungan dari program nuk1ir Cina yang sedang pesat pertumbuhannya,
sedangkan
dari Amerika Serikat dibutuhkan suatu dukungan yang berdampak pada pemeliharaan kerjasama
internasiona1 yang pada saatnya turut mensukseskan
program
nuklir
Indonesia. BEBERAPA CAT AT AN MEN GENAl TRAKTAT BANGKOK Traktat Bangkok berlaku atau mengikat negara-negara Pihak sejak 27 September 1997. Untuk Indonesia pengesahannya me1a1ui UU No.9 Tahun 1997 dengan instansi pemrakarsa adalah Departemen Luar Negeri. Sekilas dari judul traktatnya yaitu Treaty
105
ISSN 1693 - 7902
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Dcscmbcr 2003
on the Southeast Asia Nuclear Free Zone, terkesan bahwa negara-negara
kawasan
tersebut bergabung dan berharap wilayahnya bebas dari kegiatan persenjataan nuklir seperti halnya Traktat Rarotonga untuk Pasifik Selatan, Traktat Palindaba untuk Afrika, dan Traktat Tlatelolco
untuk Amerika Latin dan Karibia. Sesungguhnya
Traktat
Bangkok punya perbedaan bahkan lebih luas memasuki pengaturan kegiatan nuklir untuk maksud damai yakni mencakup aspek keselamatan pemanfaatan tenaga nuklir dengan menempatkan standard dan guidlines dari IAEA sebagai pegangan praktek. Selain itu di dalam naskah secara eksplisit IAEA diundang untuk memfasilitasi pelaksanaan sistem pengendalian yang ditetapkan dari Traktat Bangkok. Dengan mengikatkan diri pada traktat ini, maka pihak Indonesia tidak boleh berharap memperoleh
keuntungan
politik dari perkembangan
persenjataan
nuklir.
Sedangkan untuk perolehan keuntungan ekonomi yang berasal dari pemanfaatan tenaga nuklir hams dibicarakan terlebih dahulu dengan masyarakat internasional. Implementasi Traktat
Bangkok
institusional
mengalami
kendala
karena
masyarakat
Internasional
secara
belum dipersiapkan untuk melaksanakan kegiatan verifikasi di bidang
keselamatan nuklir melainkan dipersiapkan untuk verifikasi dengan tujuan pencegahan penyebaran persenjataan nuklir. Oleh karena itu pihak Indonesia hams mempersiapkan diri dan memperjuangkan
peningkatan
kemandiriannya
sehingga
pada gilirannya
berwujud menjadi keuntungan ekonomi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara antara lain menetapkan
dengan tepat bersama
sarna negara Anggota
lainnya mengenai
standard dan guidelines IAEA mana saja yang dapat diadopsi termasuk pentahapannya memperhatikan
begitu luas cakupan dari pengkajian keselamatan nuklir dan kesiapan
implementasinya.
PANDANGANIAEATERHADAPTRAKTATBANGKOK Penerapan
pengkajian
keselamatan
sesuai
guidelines
dan standard
IAEA
sebagaimana dipersyaratkan oleh Pasal 4 Traktat Bangkok untuk Negara Pihak yang bermaksud
memanfaatkan
energi nuklir
dapat dilakukan
dengan
memanfaatkan
pelayanan yg diberikan oleh IAEA kepada semua anggotanya. Namun kepada Negara Pihak
Traktat Bangkok yang belum menjadi anggota IAEA, disyaratkan persetujuan
lebih dulu dari IAEA Board of Governor.
106
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan
Mengenai dilibatkannya menindaklanjuti
ISSN 1693 - 7902
Tenaga Nuklir - Jakarta, II Dcscmber 2003
3 (tiga) inspektur IAEA dalam fact finding
mission
adanya kecurigaan terhadap kepatuhan (compliance) Negara Anggota
terhadap ketentuan Traktat, IAEA hanya mempertimbangkan
dari konteks safeguards
agreement yg ditandatangani oleh Negara Pihak Traktat Bangkok seperti dipersyaratkan oleh Pasal III Traktat NPT (Treaty on the Proliferation of Nuclear Weapons). IAEA menilai "compliance"
dalam Traktat Bangkokmemiliki
sehingga setiap fact-jiding
pengertian yang lebih luas
mission memerlukan ''precise mandate and modalities"
karena bersangkutan dengan pelaporan dan keuangan. Untuk itu IAEA bersedia dialog lebih lanjut dengan Komite Eksekutif dari Traktat Bangkok. Begitu pula dengan penerapan Pasal 14 paragraf 4 Traktat Bangkok mengenai Remedial Measure yang melibatkan IAEA bila terjadi emergent situation. IAEA hanya mempertimbangkan
dari
perspektif kepatuhan terhadap safeguards agreement. IAEA
menegaskan
siap
bekerjasama
dalam
rangka
implementasi
Traktat
Bangkok. Namun keterlibatan yang mengarah additional responsibilities yaitu yang di luar mandat yang dimilikinya
akan memerlukan
persetujuan
dari IAEA Board of
Governor. TRAKT AT BANGKOK KAIT ANNY A DENGAN KEMANDIRIAN Seperti telah disinggung di muka, kemandirian ketenaganukliran dari perspektif peranannya dalam keberadaan rintangan institusional teknikal.
Untuk
mengemukakan pelanggaran
rintangan
institusional,
kemandirian
dapat
akan ditinjau dan rintangan
dipertegas
dengan
pertanyaan pihak-pihak manakah yang menetapkan kepatuhan atau
ketika ada masalah kecurigaan suatu pihak kepada pihak lainnya dan
seberapa besar peran dari masing-masing
pihak. Sedangkan
dalam hal rintangan
teknikal, kemandirian dapat dipertegas dengan mengemukakan pertanyaan kesanggupan dari pihak pihak dalam mewujudkan penerapan teknologi tertentu sesuai standard atau guidelines yang disepakati untuk kebutuhan rintangan teknikal sehingga menjamin terpeliharanya disampaikan
kepercayaan
suatu
di muka, terkesan
perjanjian.
Berangkat
ada keganjilan
bahwa
dari
pengertian
pembahasan
seperti
kemandirian
disandingkan dengan perjanjian intemasional yang mempunyai semangat kebersamaan. Hal ini secara sengaja dikemukakan karena menumt penulis sewajamya suatu himpunan itu mewujudkan kekuatan kolektif bam yang lebih besar daripada kemandirian masing-
107
Seminar Tahunan Pengawasan !'emanfaatan
masmg
anggota.
ISSN 1693 - 7902
Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003
Bisa dipahami
dan realistis bahwa untuk pencegahan
praktek
persenjataan nuklir atau memperoleh keuntungan politik dari isu nuklir maka negara kawasan
perlu mengandalkan
masyarakat internasional
(IAEA) dengan pemberian
mandat yang memadai. Tetapi dalam hal memperoleh keuntungan ekonomi dari praktek ketenaganukliran
untuk maksud-maksud
damai adalah terkesan ganjil jika peluang
tersebut diserahkan juga kepada masyarakat internasional. Pembenaran untuk ini bisa diperiksa melalui pemahaman mengapa IAEA tidak diberi mandat oleh statutanya untuk melaksanakan verifikasi di bidang keselamatan praktek nuklir. Jika hal ini diberikan juga, maka pertanyaannya apa peranan dari Badan Pengawas di masing-masing negara; tentunya akan mengarah seperti situasi dalam hal safeguards bahan nuklir yaitu sebagai perpanjangan dari IAEA dan tidak berhak menetapkan patuh atau tidak patuhnya suatu pihak. Dalam situasi di mana Badan Pengawas merupakan "perpanjangan" IAEA, maka ia memungkinkan tidak bisa peduli pada keluhan dari para stakeholders yang meliputi Pemerintah, masyarakat pengguna nuklir di tanah air, dll. Standard practice
yang
pengiriman mengadakan
atau guidelines berkenaan
IAEA merupakan
dengan
bahan radioaktif
aturan, pedoman
pengamanan
serta pembuangan
radiasi,
serta code of
pengangkutan
limbah radioaktif,
ataupun
termasuk juga
Nuclear Safety Standard untuk pemanfaatan PLTN. Namun demikian,
standards tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat atau memaksa anggota IAEA untuk mematuhinya. global,
Selain itu. karena sifatnya untuk memenuhi kebutuhan secara
maka standards
tersebut bersifat fleksibel dan luas yang membutuhkan
penegasan apabila akan diterapkan di suatu negara sehingga layak menjadi instrumen legal. Dengan demikian melalui penahapan yang wajar perlu dibahas secara serius bersama-sama
di antara negara anggota mengenai standards dan guidline mana saja
yang diberlakukan
agar peluang keuntungan ekonomi dapat diperoleh secara adil.
Dalam hal ini diusulkan agar dalam waktu dekat implementasi
standards
dan
guidline
untuk
tema pembahasannya
PLTN
di
kawasan
adalah ASEAN.
Pertimbangannya adalah karena Indonesia telah mengikatkan diri pada Convention on Nuclear Safety yang mengatur praktek PLTN sehingga secara simultan dapat merespon kedua perjanjian dan sarna-sarna berada pada tahap persiapan. Dengan cara ini dapat ditunjukkan
kepada
masyarakat
dipersiapkan
secara realistik
internasional
sekaligus
(IAEA)
menjawab
108
bahwa
permintaan
Traktat penegasan
Bangkok perihal
ISSN 1693 -7902
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Oesember 2003
kepatuhan dan pelanggaran yang diajukan IAEA kepada Komite Eksekutif Traktat Bangkok. Adapun mengenai standards dan guidlines
yang menyangkut praktek nuklir
lainnya seperti di bidang kesehatan, industri, dan penelitian diajukan kemudian jika memang dikehendaki setelah masing-masing Badan Pengawas di tiap negara anggota selesai
membuat
persiapan
kesepahaman
meningkatkan
dengan
stakehodersnya
termasuk
dalam
muatan lokalnya. Mungkin dapat dipertimbangkan
rangka untuk
menyusun standards dan guidelines secara bersama-sama khusus untuk ASEAN dengan memperhatikan informasi dari berbagai sumber yang kompeten tanpa harus menyatakan mengadopsinya. Dengan perkataan lain bahwa informasi terse but telah disesuaikan atau melalui transformasi
makna yang khusus untuk ASEAN. Jika dinyatakan
secara
eksplisit mengadopsi dari suatu sumber, maka akan timbul permasalahan yaitu siapa yang berhak menginterpretasikan dari tiap kata yang berpotensi sengketa. KESIMPULAN Telah disajikan pembahasan Traktat Bangkok kaitannya dengan kemandirian pemanfaatan tenaga nuklir. Tersedia cukup instrumen bagi masyarakat intemasional untuk
memanfaatkan
rintangan
institusional
terhadap
kemungkinan
mal-praktek
ketenaganukliran di Indonesia khususnya untuk PLTN. Masih terdapat kesempatan untuk meningkatkan kemandirian ketenaganukliran di Indonesia, kecuali untuk pemanfaatan PLTN (land base nuclear power plant) karena Indonesia
telah meratifikasi
Convention
on Nuclear
Safety sehingga masyarakat
intemasional dapat turut menentukan apakah pemanfaatannya termasuk melanggar atau mematuhi konvensi intemasional terse but. Untuk meningkatkan kemandirian di sektor nuklir lainnya agar diupayakan secara serius bersama-sama negara anggota lainnya menyepakati standard dan guidance IAEA mana saja yang secara bertahap mengikat praktek ketenaganukliran
di ASEAN sambil memperhatikan
negara di kawasan.
109
kemampuan partisipasi
Seminar Tahunan Pengawasan lemanfaatan
ISSN 1693 - 7902
Tenaga Nuklir - Jakarta, II Oesember 2003
DAFT AR PUST AKA
1).
Neil W. Brown, et al.," The Encapsulated Nuclear Heat Source for ProliferationResistant
Low-Waste
Nuclear
National Laboratory-USA,
Energy"
Representing
INTERNATIONAL
Lawrence
Livermore
SEMINAR ON STATUS AND
PROSPECTS FOR SMALL AND MEDIUM SIZED REACTORS, Cairo, Egypt· 27-31 May 2001, IAEA-SR-218/47; 2).
Russell
Leslie, John Carlson,
and Victor
Bragin, "Building
Proliferation
Resistance into the Nuclear Fuel Cycle" Representing Australian Safeguards and Non-Proliferation
Office, INTERNATIONAL
SEMINAR ON STATUS AND
PROSPECTS FOR SMALL AND MEDIUM SIZED REACTORS, Cairo, Egypt 27-31 May 2001, IAEA-SR-218; 3).
Departemen
luar negeri - RI, Bahan
rap at antar
Departemen
mengenm
keterlibatan IAEA dalam pelaksanaan Traktat KBSN-AT (Bangkok), 23 Januari Tahun 2003, Jakarta; 4).
Departemen luar negeri - RI, Naskah Trakat Bangkok.
110