BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 158/KA/XI/2008 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan standardisasi ketenaganukliran perlu ditetapkan Peraturan Kepala BATAN tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran;
Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional;
3.
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
4.
Keputusan Presiden Nomor 16/M Tahun 2007;
5.
Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja BATAN;
6.
Keputusan Kepala BATAN Nomor 360/KA/VII/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir;
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN
KEPALA
BADAN
TENAGA
NUKLIR
PELAKSANAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN.
NASIONAL
TENTANG
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-2BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Standar Ketenaganukliran adalah dokumen yang ditetapkan melalui konsensus para pemangku kepentingan dan disahkan oleh badan yang berwenang serta berisikan peraturan, pedoman, karakteristik kegiatan atau hasilnya, untuk pemakaian umum dan berulang serta bertujuan untuk mencapai tingkat keteraturan optimum dalam konteks tertentu. 2. Standardisasi ketenaganukliran adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan
dan
merevisi
standar
bidang
ketenaganukliran,
yang
dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. 3. Standar BATAN (SB) adalah standar yang ditetapkan oleh Kepala BATAN sebagai hasil rumusan Tim Perumus Standar BATAN setelah dicapai kata sepakat pihak terkait. 4. Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS) adalah Tim yang dibentuk oleh Kepala Pusat Unit Kerja eselon II dilingkungan BATAN yang bertugas menyusun
rancangan standar sesuai kompetensi Unit Kerja, yang
selanjutnya akan ditetapkan sebagai standar BATAN atau Standar Nasional Indonesia. 5. Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) adalah tim yang ditetapkan oleh Kepala
BATAN
yang
keanggotaannya
terdiri
dari
para
pemangku
kepentingan sesuai dengan Standar BATAN yang akan dirumuskan atau direvisi; yang bertugas melakukan perumusan rancangan standar BATAN dan/atau merevisi standar BATAN, dengan lingkup sesuai dengan bidang kompetensi BATAN. 6. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia dan berlaku secara nasional. 7. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Ketenaganukliran adalah rancangan standar di bidang ketenaganukliran yang dirumuskan oleh Panitia Teknik atau Sub Panitia Teknik (Pantek/Sub Pantek).
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-38. Perumusan Rancangan Standar bidang ketenaganukliran adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun Rancangan Standar bidang ketenaganukliran sampai tercapainya konsensus semua pihak yang terkait. 9. Penetapan
Standar
ketenaganukliran
adalah
kegiatan
menetapkan
Rancangan Standar bidang ketenaganukliran untuk menjadi standar ketenaganukliran. 10. Penerapan Standar bidang ketenaganukliran adalah kegiatan menggunakan Standar bidang ketenaganukliran oleh pelaku usaha/kegiatan di bidang ketenaganukliran. 11. Revisi Standar bidang ketenaganukliran adalah kegiatan penyempurnaan Standar bidang ketenaganukliran sesuai dengan kebutuhan. 12. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh instansi yang berwenang
yang
menyatakan
bahwa
suatu
lembaga
penilai
kesesuaian/laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu. 13. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang atau jasa. 14. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Laboratorium penguji /kalibrasi dan institusi yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. 15. Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia. 16. Tanda SB adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar BATAN. 17. Barang
Ketenaganukliran
adalah
setiap
barang
dan
atau
benda
ketenaganukliran baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-418. Jasa Ketenaganukliran adalah setiap layanan berupa pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. 19. Laboratorium adalah laboratorium penguji dan laboratorium kalibrasi. 20. Sistem Standardisasi adalah tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional, yang meliputi penelitian, dan pengembangan standardisasi. 21. Sistem
Standardisasi
BATAN
(SSB)
adalah
sistem
standardisasi
di
lingkungan BATAN. 22. Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah badan yang membantu presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 23. Sistem mutu adalah tatanan kerja yang mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumber daya untuk menerapkan Sistem Manajemen Mutu. 24. Panitia teknis/Sub panitia teknis bidang ketenaganukliran adalah Panitia yang ditetapkan oleh BSN atas usul Badan Tenaga Nuklir Nasional yang keanggotaanya terdiri dari 4 (empat) pemangku kepentingan yaitu unsur pemerintah pusat atau pemerintah daerah, produsen, cendekiawan dan konsumen. 25. Sertifikat BATAN adalah sertifikat yang berlaku dalam lingkungan BATAN dan disahkan oleh Kepala BATAN dan berlaku selama 3 (tiga) tahun. 26. Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan penilaian kesesuaian untuk sertifikasi BATAN terhadap barang, jasa, proses, sistem manajemen, dan/atau personel di lingkungan BATAN. 27. Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN adalah (TPKAB) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan penilaian kesesuaian untuk akreditasi BATAN terhadap laboratorium dan/atau unit kegiatan di lingkungan BATAN.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-528. Tim Pembinaan Standardisasi adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan pembinaan standardisasi dalam rangka penerapan standardisasi di lingkungan BATAN. 29. Tim Pengawasan Standardisasi adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan pengawasan standardisasi melalui kegiatan pemantauan, audit dan inspeksi di lingkungan BATAN. 30. Komisi Standardisasi BATAN (KSB) adalah komisi yang ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas memberi saran dan pertimbangan kepada Kepala BATAN berkenaan dengan pelaksanaan dan peningkatan kegiatan standardisasi ketenaganukliran.
BAB II RUANG LINGKUP STANDARDISASI BIDANG KETENAGANUKLIRAN
Pasal 2
Ruang lingkup Standardisasi bidang ketenaganukliran meliputi perumusan dan penetapan standar, penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan standardisasi bidang ketenaganukliran, yang berlaku di lingkungan BATAN.
BAB III TUJUAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN
Pasal 3
Standardisasi
ketenaganukliran
bertujuan
mendukung
peningkatan
produktifitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan/atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan terhadap pelaksana kegiatan dan para pemangku kepentingan khususnya dalam keselamatan, kesehatan, keamanan dan lingkungan hidup.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-6BAB IV KELEMBAGAAN
Pasal 4
(1) Pembinaan
dan
pengembangan
standardisasi
ketenaganukliran
di
lingkungan BATAN dikoordinasikan oleh PSJMN. (2) Untuk
memperlancar
dan
menunjang
tugas
teknis
standardisasi
ketenaganukliran serta meningkatkan patisipasi pemangku kepentingan, Kepala BATAN membentuk simpul-simpul fungsional antara lain yaitu KSB, Panitia Teknis, TPSB, TPKAB, TPKSB, Tim Pembina Standardisasi, dan Tim Pengawas Standardisasi. (3) PSJMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan bahan kebijakan serta ketentuan-ketentuan standardisasi bidang ketenaganukliran dengan memperhatikan masukan dari Pusat, Biro, Inspektorat, Pusdiklat, STTN, Fasilitas Utama dan Penunjang di lingkungan BATAN, serta sumber-sumber lainnya
yang
merupakan
pemangku
kepentingan
ketenaganukliran.
Selanjutnya dirumuskan oleh KSB dan ditetapkan oleh Kepala BATAN. (4) Hasil perumusan dan penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) akan ditetapkan menjadi pedoman dalam setiap kegiatan standardisasi di lingkungan BATAN. (5) Sistem Standardisasi BATAN dan pedoman di bidang standardisasi ketenaganukliran disusun oleh PSJMN dengan mengacu kepada Sistem Standardisasi Nasional dan peraturan yang berlaku, dirumuskan oleh KSB dan ditetapkan oleh Kepala BATAN.
Pasal 5
(1) Seluruh Unit Kerja/Kegiatan di Lingkungan BATAN wajib melaksanakan standardisasi sesuai dengan bidang kompetensinya masing-masing. (2) Seluruh Unit Kerja/Kegiatan di lingkungan BATAN adalah subjek dan atau objek dari Sistem Standardisasi BATAN.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-7(3) Unit Kerja/Kegiatan di lingkungan BATAN adalah Pusat, Biro, Inspektorat, Pusdiklat, STTN, Fasilitas Utama dan Penunjang di lingkungan BATAN.
BAB V PERUMUSAN DAN PENETAPAN STANDAR
Pasal 6
(1) Perumusan standar di bidang ketenaganukliran dilakukan sesuai dengan SSN untuk menghasilkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) ketenaganukliran. (2) Perumusan RSNI ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Panitia Teknis yang dikelola BATAN dan dikoordinasikan oleh PSJMN. (3) Hasil perumusan RSNI ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
selanjutnya
disampaikan
kepada
PSJMN
untuk
dikonsesuskan,
ketentuan konsensus mengikuti aturan yang berlaku. (4) RSNI ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah mencapai konsensus dari semua pihak terkait, oleh PSJMN disampaikan kepada BSN untuk ditetapkan menjadi SNI di bidang ketenaganukliran. (5) Perumusan standar BATAN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SSB. (6) Penyusunan Rancangan Standar BATAN sebagaimana dimaksud diatas dilakukan oleh Tim Penyusun Rancangan Standar dan dirumuskan oleh Tim Perumus Standar BATAN. (7) Hasil
perumusan
standar
BATAN
disampaikan
ke
PSJMN
untuk
dikonsensuskan bersama pemangku kepentingan, setelah mencapai kata sepakat dari semua pihak terkait, oleh PSJMN disampaikan kepada Kepala BATAN untuk ditetapkan menjadi standar BATAN. (8) Standar BATAN dikaji ulang sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun atau sesuai kebutuhan. Kaji ulang dilakukan oleh Tim Perumus Standar BATAN (TPSB).
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-8(9) Hasil kaji ulang dapat berupa revisi, amandemen, abolisi, format ulang, tanpa perubahan atau usulan untuk SNI.
Pasal 7
(1) SNI di bidang ketenaganukliran dikaji ulang sekurang-kurangnya sekali dalam waktu 5 (lima) tahun, dilakukan oleh Panitia Teknis . (2) Hasil pengkajian ulang SNI di bidang ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa amandemen, suplemen, revisi, abolisi, format ulang dan/atau tanpa perubahan. Pasal 8
(1) Dalam rangka perumusan RSNI atau RSB dan pengkajian SNI atau SB ketenaganukliran PSJMN dapat melakukan penelitian dan pengembangan standardisasi bersama-sama Panitia Teknis atau TPSB ketenaganukliran . (2) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
Perumusan
Standar
Nasional
Ketenaganukliran dan standar BATAN dilakukan sesuai SSB .
BAB VI PENERAPAN STANDAR, AKREDITASI DAN SERTIFIKASI
Pasal 9
(1) Penerapan SNI atau SB ketenaganukliran dapat bersifat sukarela atau wajib. (2) SNI di bidang ketenaganukliran yang bersifat sukarela atau wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuannya ditetapkan oleh BSN, untuk SB ketentuannya ditetapkan oleh Kepala BATAN. (3) SNI dan/atau SB ketenaganukliran yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berkaitan dengan kepentingan keselamatan, kesehatan, keamanan masyarakat atau kelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-9(4) Pemberlakuan SNI ketenaganukliran secara wajib ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala BATAN, Kepala BAPETEN dan BSN. (5) Pemberlakuan SB secara wajib ditetapkan dengan Peraturan Kepala BATAN. (6) Penerapan SNI dan/atau SB ketenaganukliran dilakukan melalui proses sertifikasi dan akreditasi. Pasal 10
(1) Akreditasi laboratorium penguji/kalibrasi dan lembaga penilai kesesuaian yang melaksanakan sertifikasi dilakukan oleh instansi yang berwenang secara nasional (KAN, KNAPPP) atau untuk lingkup BATAN oleh BATAN cq PSJMN. (2) Laboratorium penguji/kalibrasi, lembaga penilai kesesuaian dan PSJMN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggungjawab atas sertifikat yang diterbitkannya. (3) Sertifikasi dilakukan oleh laboratorium penguji/kalibrasi dan lembaga penilai kesesuaian yang telah diakreditasi secara nasional atau oleh BATAN cq PSJMN. (4) PSJMN dapat melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) melalui penilaian kesesuaian yang dibantu oleh TPKAB dan TPKSB. (5) Barang atau jasa ketenaganukliran, proses, system dan personel yang telah memenuhi persyaratan SNI/SB akan diberikan sertifikat dan/atau dibubuhi tanda SNI/SB. (6) Syarat dan tata cara pemberian sertifikat, dan pembubuhan tanda SNI atau SB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh BSN untuk tanda SNI dan pedoman BATAN untuk tanda SB. Pasal 11
(1) Pelaksana kegiatan dan pemangku kepentingan di bidang ketenaganukliran yang menerapkan SNI ketenaganukliran atau SB yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan/atau tanda SNI/SB.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-10(2) Pelaksana kegiatan dan pemangku kepentingan di bidang ketenaganukliran yang barang dan/atau jasanya telah mendapat sertifikat dan/atau tanda SNI/SB, dilarang memproduksi dan/atau mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi SNI/SB.
Pasal 12
(1) Untuk
mendapatkan
sertifikat,
pelaksana
kegiatan
dan
pemangku
kepentingan di bidang ketenaganukliran wajib memenuhi persyaratan sistem mutu yang ditetapkan dalam SNI ketenaganukliran atau SB yang sesuai dengan kegiatannya . (2) Untuk mendapatkan sertifikat produk ketenaganukliran, Pelaksana kegiatan dan pemangku kepentingan di bidang ketenaganukliran wajib memiliki sertifikat hasil uji dan sertifikat sistem mutu.
BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal
13
(1) Dalam rangka penerapan standardisasi oleh unit kerja dan laboratorium penguji/kalibrasi, fasilitas utama dan penunjang di lingkungan BATAN, PSJMN melaksanakan pembinaan standardisasi, sedangkan pembinaan teknis dilaksanakan oleh masing-masing unit kerja yang bersangkutan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi workshop, seminar, pelatihan dan sosialisasi standardisasi.
Pasal 14 (1) Pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kegiatan
BATAN,
barang/jasa
ketenaganukliran yang telah memperoleh sertifikat dan/atau dibubuhi tanda SNI ketenaganukliran atau SB yang diberlakukan secara wajib, dilakukan oleh PSJMN dalam bentuk audit, pemantauan atau inspeksi.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-11(2) Pengawasan secara internal harus dilakukan oleh unit kerja masing-masing yang menerapkan standardisasi. (3) Pengawasan terhadap kegiatan BATAN yang terkait dengan perijinan ketenaganukliran dilakukan oleh PSJMN dalam bentuk audit jaminan mutu nuklir.
Pasal 15 (1) Biaya perumusan standar, akreditasi dan sertifikasi, serta pembinaan dan pengawasan dibebankan kepada anggaran PSJMN. (2) Besarnya biaya-biaya tersebut disesuaikan dengan biaya standardisasi dan ketentuan lain yang berlaku.
BAB VIII SANKSI
Pasal 16
Unit kerja, laboratorium dan pelaksana kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat.
BAB IX
PENUTUP Pasal 17
(1) Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (2) Dengan berlakunya peraturan ini maka keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 tentang pelaksanaan standardisasi ketenaganukliran di lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-12(3) Pelaksanaan peraturan ini secara rinci diatur dalam dokumen Sistem Standardisasi BATAN dan pedoman-pedoman pelaksanaannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Nopember 2008 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, -ttdHUDI HASTOWO
Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat,
Ferhat Aziz
S S B
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2008
Sistem Standardisasi BATAN
KATA PENGANTAR Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah institusi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek nuklir serta perumusan kebijakan tentang ketenaganukliran di Indonesia yang sepenuhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk itu BATAN
dituntut
untuk dapat mengoperasikan fasilitas nuklir yang berkeselamatan handal dan menghasilkan produk iptek nuklir yang bermutu, bermanfaat, berdayasaing dan berdayaguna bagi masyarakat. BATAN juga dituntut untuk lebih meningkatkan kesiapan dan peran aktifnya dalam kegiatan-kegiatan sebagai
iptek nuklir dalam lingkup nasional, regional dan internasional
perwujudan partisipasi dan kontribusinya terhadap pembangunan nasional
dan
persaingan dalam era global. Sistem Standardisasi BATAN (SSB) dikembangkan untuk maksud memberikan dukungan dalam mencapai tujuan tersebut di atas dengan cara menetapkan dan melaksanakan standardisasi pada seluruh lingkup kegiatan di BATAN yang tujuan akhirnya adalah untuk mewujudkan jaminan mutu dan jaminan keselamatan terhadap produk iptek nuklir yang memenuhi persyaratan dan harapan para pemangku kepentingan serta selaras dengan filosofi pengembangan dan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. SSB disusun mengacu pada Sistem Standardisasi Nasional (SSN) dan peraturan perundangundangan dibidang ketenaganukliran sehingga dalam penerapannya dapat harmonis dan tertelusur
ke
peraturan
perundang-undangan
persyaratan lainnya dalam lingkup nasional
dibidang
ketenaganukliran
dan internasional.
dan
atau
SSB ini mengatur dan
menetapkan kebijakan-kebijakan tentang kelembagaan standardisasi, perumusan standar ketenaganukliran,
akreditasi,
sertifikasi,
pembinaan
dan
pengawasan
standardisasi,
kerjasama dan pemasyarakatan standardisasi dan Litbang standardisasi. SSB dibuat dan diterbitkan berdasar pada Surat Keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 Tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di lingkungan BATAN. SSB tahun 2008 ini merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari SSB tahun 2004 dan diterbitkan untuk menggantikan Edisi tahun 2004 tersebut. Dokumen SSB tahun 2008 ini
dilengkapi
dengan
tiga
pedoman
yaitu:
(1)
Pedoman
Perumusan
Standar
Ketenaganukliran, (2) Pedoman Akreditasi dan Sertifikasi BATAN dan (3) Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Standardisasi. Pedoman-pedoman tersebut menguraikan lebih rinci tentang pelaksanaan
kebijakan standardisasi yang harus diterapkan oleh seluruh
pusat/unit kerja di lingkungan BATAN.
i
Sistem Standardisasi BATAN
Dengan diterbitkannya Sistem Standardisasi BATAN tahun 2008 maka seluruh pusat/unit kerja di lingkungan BATAN pada setiap
kegiatannya harus
menerapkan
standardisasi
dengan mengacu pada dokumen ini sesuai dengan lingkup dan kepentingannya.
Jakarta, 3 Nopember 2008 Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional -ttdDr. Hudi Hastowo NIP. 330001109
ii
Sistem Standardisasi BATAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 1.1
Latar belakang .............................................................................................. 1
1.2
Pengertian .................................................................................................... 2
1.3
Ruang lingkup Sistem Standardisasi BATAN ..................................................... 7
1.4
Tujuan Sistem Standardisasi BATAN ............................................................... 7
1.5
Arah pengembangan Sistem Standardisasi BATAN ............................................ 7
BAB II KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN........................................................... 9 2.1
Perkembangan lingkungan strategis ................................................................ 9
2.2
Kondisi yang diharapkan .............................................................................. 10
2.3
Visi Sistem Standardisasi BATAN ................................................................... 10
2.4
Misi Sistem Standardisasi BATAN ................................................................. 10
2.5
Kebijakan Standardisasi BATAN..................................................................... 11
2.6
Program Standardisasi BATAN ...................................................................... 12
BAB III KELEMBAGAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN ................................................... 13 3.1
Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN) ................................... 13
3.2
Komisi Standardisasi BATAN (KSB) ................................................................ 13
3.3
Tim Perumus Standar BATAN (TPSB)............................................................. 14
3.4
Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS) ..................................................... 14
3.5
Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB) ...................................... 15
3.6
Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) ...................................... 15
3.7
Badan Standardisasi Nasional (BSN) .............................................................. 15
BAB IV PERUMUSAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN................................................................. 18 4.1
Program perumusan standar ketenaganukliran............................................... 19
4.2
Perumusan rancangan standar ketenaganukliran............................................ 19
4.3
Tahapan perumusan standar ketenaganukliran .............................................. 20
iii
Sistem Standardisasi BATAN
BAB V PENERAPAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN.................................................................. 22 5.1 Unsur-unsur pemangku kepentingan dalam penerapan SNI ketenaganukliran/SB.23 5.2 Pendukung penerapan SNI ketenaganukliran/SB .............................................. 23 5.3 Evaluasi penerapan standar ............................................................................ 24 5.4 Pemberlakuan wajib standar ketenaganukliran ................................................. 24 5.5 Ketentuan pemberlakuan wajib standar ketenaganukliran.................................. 24 5.6 Penilaian kesesuaian terhadap penerapan standar ............................................ 24 5.7 Pembinaan dan pengawasan standardisasi .......................................................28 BAB VI KERJASAMA DAN PEMASYARAKATAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN ................... 29 6.1
Kerjasama standardisasi ketenaganukliran......................................................29
6.2
Kerjasama dalam rangka perumusan standar ketenaganukliran........................29
6.3
Kerjasama dalam rangka penerapan standar ketenaganukliran.........................30
6.4
Kerjasama pembinaan dan pengawasan standardisasi ketenaganukliran...........30
6.5
Dokumentasi dan informasi standardisasi ketenaganukliran ............................30
BAB VII PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN ...................... 32 7.1
Penelitian dalam lingkup perumusan standar...................................................32
7.2
Penelitian dalam lingkup penerapan standar...................................................32
7.3
Penelitian dalam lingkup pembinaan standardisasi .........................................32
7.4
Penelitian dalam lingkup pengawasan standardisasi.........................................33
DAFTAR ACUAN .......................................................................................................... 34
iv
Sistem Standardisasi BATAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang
Standardisasi sebagai suatu unsur penunjang pembangunan iptek nuklir, mempunyai peranan
penting
dalam
upaya
mengoptimalkan
pendayagunaan
sumberdaya
ketenaganukliran dan seluruh kegiatan pembangunan iptek nuklir. Perangkat-perangkat standardisasi juga berperan untuk menunjang produktivitas serta nilai tambah produk ketenaganukliran, khususnya dalam pengembangan industri ketenaganukliran serta perlindungan
bagi
konsumen.
Peningkatan
program
dan
kegiatan
standardisasi
ketenaganukliran selaras dengan kebijakan strategik BATAN yang tertuang dalam dokumen Renstra BATAN bahwa iptek nuklir sebagai bagian yang terintegrasi dengan pembangunan nasional. Perkembangan organisasi dan sumberdaya standardisasi dalam lingkungan BATAN harus mampu menunjang pengembangan standardisasi ketenaganukliran. Kemampuan ini perlu dioptimalkan sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh semua pihak, melalui penggalangan partisipasi bersama seluruh unit kerja BATAN secara serasi dan selaras. Pengarahan dan pengerahan seluruh potensi standardisasi juga diperlukan untuk mendukung kegiatan pencapaian sasaran dalam Rencana Strategik BATAN, terutama yang tertuang sebagai Sasaran Utama Program BATAN. Seluruh pelaksanaan kegiatan di lingkungan BATAN harus menerapkan proses standardisasi untuk mewujudkan manajemen
mutu terpadu atau Total Quality
Management (TQM), dengan tujuan akhir menjamin mutu produk ketenaganukliran. Dengan demikian, standardisasi ketenaganukliran dapat dipergunakan sebagai alat kebijakan pemerintah dalam menata struktur pembangunan secara lebih baik dan dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat. Pemerintah terutama BATAN dan para pengguna
hasil
teknologi
nuklir
memerlukan
standar-standar
terkait
dengan
ketenaganukliran dalam jumlah dan kualitas yang semakin meningkat untuk menunjang tujuan strategis, antara lain peningkatan daya saing dan ekspor produk ketenaganukliran, peningkatan efisiensi nasional serta menunjang program bidang ketenaganukliran yang terkait dengan sektor lainnya dalam sistem pembangunan nasional. Sejalan dengan itu, wawasan dalam kegiatan standardisasi ketenaganukliran sangat diperlukan untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan program serta pengembangan standardisasi ketenaganukliran yang tanggap terhadap kebutuhan nasional. Diperlukan
1 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
adanya suatu sistem standardisasi ketenaganukliran yang disebut Sistem Standardisasi BATAN, dan disingkat dengan SSB yang melingkupi dan merangkum secara serasi dan selaras serta menjadi dasar dan pedoman bagi seluruh kegiatan standardisasi ketenaganukliran di Indonesia terutama di lingkungan BATAN. SSB yang disusun mengacu pada Sistem Standardisasi Nasional (SSN) sebagai penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Sistem Standardisasi Nasional, merupakan dasar dan pedoman pelaksanaan standardisasi di lingkungan BATAN yang harus diacu oleh semua unit kerja dan telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 Tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di Lingkungan BATAN. Dokumen SSB ini dilengkapi dengan Pedoman Standardisasi BATAN sebagai pedoman pelaksanaannya, antara lain : - Pedoman tentang Perumusan Standar Ketenaganukliran (PSB 01 : 2008) - Pedoman tentang Akreditasi dan Sertifikasi BATAN (PSB 02 : 2008) - Pedoman tentang Pembinaan dan Pengawasan Standardisasi (PSB 03 : 2008) 1.2
Pengertian
Beberapa pengertian yang terdapat dalam SSB adalah sebagai berikut : 1.2.1 standar dokumen yang ditetapkan melalui konsensus para pemangku kepentingan dan disahkan oleh badan yang berwenang serta berisikan peraturan, pedoman, karakteristik kegiatan atau hasilnya, untuk pemakaian umum dan pemakaian berulang serta bertujuan untuk mencapai tingkat keteraturan optimum dalam konteks tertentu 1.2.2 standardisasi proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak/pemangku kepentingan 1.2.3 Sistem Standardisasi BATAN (SSB) tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi di lingkungan BATAN yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional, yang meliputi penelitian dan pengembangan standardisasi, perumusan standar, penetapan standar, pemberlakuan standar, penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, metrologi, pembinaan dan pengawasan
2 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
standardisasi, kerjasama, informasi dan dokumentasi, pemasyarakatan, pendidikan dan pelatihan standardisasi 1.2.4 sistem mutu tatanan kerja yang mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk mewujudkan budaya mutu 1.2.5 metrologi ilmu pengetahuan tentang pengukuran 1.2.6 metrologi radiasi nuklir metrologi yang menyangkut persyaratan teknik dalam pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan menjamin kesehatan dan keselamatan dengan memberikan ketelitian dan keandalan yang dapat dipertanggungjawabkan 1.2.7 Standar Nasional Indonesia (SNI) standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional 1.2.8 Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) rancangan standar yang dirumuskan oleh Panitia Teknis (PT) perumusan standar setelah tercapai konsensus dari semua pihak pemangku kepentingan 1.2.9 Standar BATAN (SB) standar yang ditetapkan oleh BATAN setelah dicapai kata sepakat dari pihak pemangku kepentingan 1.2.10 Rancangan Standar BATAN (RSB) rancangan standar yang dirumuskan oleh Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) setelah tercapai konsensus dari semua pihak pemangku kepentingan 1.2.11 perumusan rancangan standar
3 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun rancangan standar sampai tercapainya konsensus dari semua pihak pemangku kepentingan 1.2.12 penetapan standar kegiatan menetapkan rancangan standar menjadi standar 1.2.13 penerapan standar kegiatan menggunakan standar 1.2.14 revisi standar kegiatan penyempurnaan standar sesuai dengan kebutuhan 1.2.15 penilaian kesesuian suatu kegiatan untuk menilai apakah suatu objek tertentu telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam suatu standar tertentu. 1.2.16 akreditasi Nasional serangkaian kegiatan pengakuan formal oleh pihak berwenang secara nasional (KAN, KNAPPP, BAN, BAPETEN, LAN dll), yang menyatakan bahwa suatu unit kegiatan /laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu 1.2.17 akreditasi BATAN serangkaian kegiatan pengakuan formal oleh BATAN, yang menyatakan bahwa suatu unit kegiatan/laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu 1.2.18 sertifikasi BATAN rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat oleh BATAN terhadap barang, jasa, proses, sistem manajemen, dan atau personel di lingkungan BATAN
4 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
1.2.19 sertifikasi Nasional rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang, jasa, proses, sistem, dan atau personel oleh suatu unit/institusi yang telah diakreditasi oleh pihak berwenang secara nasional 1.2.20 sertifikat jaminan tertulis yang diberikan oleh laboratorium penguji/kalibrasi dan unit kegiatan yang melaksanakan sertifikasi yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan 1.2.21 laboratorium laboratorium pengujian, laboratorium kalibrasi, laboratorium litbang dan kegiatan lainnya 1.2.22 tanda SNI tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan bahwa barang tersebut telah memenuhi persyaratan SNI 1.2.23 tanda SB tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan bahwa barang tersebut telah memenuhi persyaratan SB 1.2.24 Badan Standardisasi Nasional (BSN) badan
yang
membantu
Presiden
dalam
menyelenggarakan pengembangan
dan
pembinaan di bidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 1.2.25 Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN) unit kerja di lingkungan BATAN yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan kegiatan standardisasi, baik secara struktural maupun fungsional
5 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
1.2.26 Komisi Standardisasi BATAN (KSB) komisi yang ditetapkan oleh Kepala BATAN, bertugas memberi saran dan pertimbangan kepada Kepala BATAN berkenaan dengan pelaksanaan dan peningkatan kegiatan standardisasi ketenaganukliran 1.2.27 Panitia Teknis (PT) bidang ketenaganukliran panitia teknis yang ditetapkan oleh BSN atas usulan BATAN yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur pemerintah/regulator, dunia usaha, cendekiawan dan konsumen, yang bertugas melaksanakan tugas-tugas teknis tertentu dalam rangka proses perumusan RSNI dan/atau revisi SNI ketenaganukliran 1.2.28 Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang keanggotaannya terdiri dari wakil unit kerja dengan tugas dan fungsi sesuai dengan bidang kompetensi BATAN, yang bertugas melakukan tugas-tugas teknis tertentu dalam rangka perumusan Rancangan Standar BATAN (RSB) dan atau merevisi Standar BATAN (SB) 1.2.29 Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Unit kerja di lingkungan BATAN yang bertugas menyusun konsep rancangan standar sesuai kompetensi unit kerja, yang selanjutnya akan diusulkan sebagai RSB atau RSNI 1.2.30 Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan penilaian kesesuaian untuk akreditasi BATAN terhadap
laboratorium dan/atau unit
kegiatan di lingkungan BATAN 1.2.31 Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan penilaian kesesuaian untuk sertifikasi BATAN terhadap barang, jasa, proses, sistem manajemen, dan/atau personel di lingkungan BATAN
6 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
1.2.32 Tim Penguji Sertifikasi Personel (TPSP) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan ujian kualifikasi untuk sertifikasi personel 1.2.33 Masyarakat Standardisasi Indonesia (Mastan) organisasi masyarakat independen sebagai wadah untuk mensinergikan pelaku usaha, konsumen, ilmuwan, dan pemerintah (pemangku kepentingan) dalam upaya mewujudkan industri nasional dengan daya saing yang tangguh di tingkat nasional, regional dan internasional serta perlindungan konsumen, pelaku usaha dan masyarakat lainnya dengan penerapan dan pengembangan sistem mutu, keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun fungsi kelestarian lingkungan hidup melalui Sistem Standardisasi Nasional yang selaras dengan Sistem Internasional 1.3
Ruang lingkup Sistem Standardisasi BATAN
Ruang lingkup SSB meliputi unsur-unsur kelembagaan standardisasi, perumusan standar, penetapan standar, pemberlakuan standar, penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan, kerjasama dan pemasyarakatan, dan litbang standardisasi ketenaganukliran yang berlaku di lingkungan BATAN. 1.4
Tujuan Sistem Standardisasi BATAN
Tujuan disusunnya SSB adalah untuk mewujudkan jaminan mutu hasil pembangunan iptek nuklir yang dapat meningkatkan efesiensi nasional dan menunjang program ketenaganukliran yang terkait dengan sektor lainnya dalam sistem pembangunan nasional, dengan jalan meningkatkan keterpaduan, keselarasan, keserasian dan keseimbangan unsur-unsur dalam SSB. 1.5
Arah pengembangan Sistem Standardisasi BATAN
SSB dikembangkan untuk mencapai suatu budaya mutu BATAN dengan tujuan terwujudnya jaminan mutu hasil pembangunan iptek nuklir yang memenuhi persyaratan dan harapan para pemangku kepentingan, selaras dengan pengembangan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. Untuk itu seluruh kegiatan pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja dilingkungan BATAN harus menerapkan sistem mutu. Pemenuhan persyaratan dan harapan para pemangku kepentingan didekati dengan pelaksanaan standardisasi terhadap sumber daya litbangyasa yang digunakan, proses, produk dan sistem manajemen yang sesuai dengan tujuan organisasi serta melakukan
7 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
proses perbaikan
berkelanjutan sehingga
tercapai budaya
melaksanakan pembangunan iptek nuklir.
8 dari 34
mutu BATAN dalam
Sistem Standardisasi BATAN
BAB II KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN 2.1
Perkembangan lingkungan strategis
Secara umum kemajuan iptek berkembang pesat di berbagai negara sehingga memungkinkan peningkatan laju kebutuhan konsumen dan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Hasil litbangyasa terbukti bermanfaat bagi masyarakat dan harus didayagunakan melalui kerjasama, kemitraan agar memberikan manfaat yang lebih nyata secara komersial bagi masyarakat. Hal tersebut menjadi tantangan bagi para pelaku iptek untuk berupaya terus mendukung teknologi produksi agar mutu produknya dapat bersaing, antara lain dengan mendayagunakan seoptimal mungkin langkah-langkah inovasi teknologi yang memperhatikan faktor quality, cost, and delivery (QCD). Dengan diberlakukannya Undang-undang No.10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan peraturan perundangan lainnya dibidang ketenaganukliran serta PP 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional maka BATAN sebagai institusi yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan penelitian dan pengembangan iptek nuklir dituntut untuk dapat mengoperasikan fasilitas nuklir yang berkeselamatan handal dan menghasilkan produk iptek nuklir yang bermutu, bermanfaat dan berdayaguna bagi masyarakat. Seiring dengan tuntutan
terhadap
BATAN
untuk
lebih
meningkatkan
peran
aktifnya
dalam
kegiatan-kegiatan standardisasi nasional, regional dan internasional seperti KAN, IAEA, ISO, IEC, dan sebagainya. BATAN memiliki peluang dan tantangan dalam pengembangan industri nuklir baik dibidang energi maupun non energi seperti yang dijelaskan dalam Renstra BATAN. Peluang yang dimiliki BATAN adalah memanfaatkan modal dasar dengan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki dalam melaksanakan litbangyasa iptek nuklir. Hasil litbangyasa yang telah terbukti bermanfaat bagi masyarakat harus didayagunakan melalui kerjasama dan kemitraan agar memberikan manfaat lebih nyata secara komersial bagi masyarakat. Tantangan yang dihadapi BATAN khususnya dalam penerapan standardisasi di bidang ketenaganukliran adalah : a. kesadaran masyarakat dan pelaku usaha serta pelaksana litbangyasa terhadap standar dan mutu produk nuklir masih relatif rendah; b. jumlah standar yang dapat mendukung produk ketenaganukliran masih belum mencukupi;
9 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
c. standar-standar ketenaganukliran yang sudah dirumuskan dan dikonsensuskan belum diterapkan secara konsisten; d. peraturan yang mendorong terwujudnya penerapan standar yang efektif juga masih belum memadai; e. hal lain yang diperlukan dalam rangka memfasilitasi terjaminnya mutu produk iptek nuklir dalam negeri. 2.2
Kondisi yang diharapkan
Kondisi yang diharapkan BATAN adalah menghasilkan produk iptek nuklir yang berfokus dari keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, sebagai antisipasi dalam memasuki era globalisasi yang menuntut persaingan yang sangat ketat. Faktor yang mendukung tercapainya kondisi tersebut adalah dengan meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam pelaksanaan program BATAN. Sebagai pendorong peningkatan efisiensi dan produktivitas, diperlukan adanya suatu sistem standardisasi yang mencakup antara lain: infrastruktur standar, penilaian kesesuaian,
pembinaan dan pengawasan penerapan standar. Oleh karena itu perlu
dibentuk Sistem Standardisasi BATAN (SSB) yang implementasinya dapat menghasilkan : a. informasi standardisasi yang diperlukan oleh pelaku usaha/pelaku litbangyasa, pemerintah dan konsumen dalam rangka memperlancar arus diseminasi produk ketenaganukliran; b. sejumlah SB dan SNI ketenaganukliran yang mencukupi, yang selaras dengan standar internasional untuk kebutuhan jaminan mutu produk ketenaganukliran; c. penerapan standar yang dapat menunjang peningkatan efisiensi dan produktivitas pelaksanaan kegiatan BATAN serta menjamin tercapainya sasaran program BATAN; d. sertifikasi dan akreditasi yang independen dan kredibel di lingkungan BATAN; e. keunggulan kompetitif atas produk ketenaganukliran melalui pembinaan dan pengawasan standardisasi. 2.3
Visi Sistem Standardisasi BATAN
Terwujudnya produk ketenaganukliran yang berkeselamatan handal dan berdaya saing tinggi. 2.4
Misi Sistem Standardisasi BATAN
Dalam mewujudkan visi di atas, maka misi SSB adalah: a. menata perangkat regulasi, kelembagaan, menyediakan piranti dan sumber daya manusia;
10dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
b. melaksanakan standardisasi pada pelaksanaan litbangyasa iptek nuklir berdasarkan kebutuhan pasar; c. menjalin kerja sama yang harmonis dengan pemangku kepentingan nasional maupun internasional; d. memasyarakatkan standardisasi untuk memacu kesadaran pelaksana litbangyasa iptek nuklir dan pemangku kepentingan akan pentingnya keselamatan dan daya saing produk ketenaganukliran. 2.5
Kebijakan standardisasi BATAN
Untuk melaksanakan misi di atas maka ditetapkan kebijakan standardisasi BATAN sebagai berikut: peningkatan kesadaran unit kerja di lingkungan BATAN dan masyarakat terhadap standardisasi; a. peningkatan jaminan mutu produk ketenaganukliran, perlindungan konsumen dan kelestarian lingkungan melalui penerapan standar dan regulasi; b. peningkatan mutu perumusan standar bidang ketenaganukliran dan penyelarasan dengan standar nasional dan/atau standar internasional; c. peningkatan insfrastruktur standardisasi ketenaganukliran; d. peningkatan peran aktif dalam kerjasama standardisasi nasional dan internasional. Dalam
menetapkan
kebijakan
standardisasi
di
bidang
ketenaganukliran
perlu
memperhatikan: a. program pemerintah dalam memantapkan dan meningkatkan pendayagunaan produk ketenaganukliran
Indonesia
melalui
peningkatan
jaminan
mutu
produk,
dan
penggunaan produk dalam negeri; b. bidang kompetensi BATAN yang tertuang dalam Rencana Strategik BATAN/Rencana program jangka menengah dan panjang sebagaimana diuraikan sebagai sasaran jangka menengah dan jangka panjang yang disebut Sasaran Utama BATAN; c. pengembangan dan pemantapan SB dan SNI ketenaganukliran, dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap produk ketenaganukliran Indonesia; d. pengembangan program jaminan mutu, keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan dengan pengembangan jaringan informasi standar dan mutu hasil ketenaganukliran serta meningkatkan kesadaran masyarakat terutama di lingkungan BATAN tentang pentingnya standardisasi ketenaganukliran;
11dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
e. peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas litbangyasa ketenaganukliran dalam rangka peningkatan daya saing dan nilai tambah dalam menghasilkan produk ketenaganukliran; f.
peningkatan partisipasi aktif BATAN dalam kegiatan standardisasi nasional dan internasional;
g. pengembangan
dan
penyempurnaan
kegiatan
standardisasi
dalam
rangka
memperoleh pengakuan pada tingkat nasional melalui kerjasama dengan pusat-pusat standardisasi dalam bidang terkait; h. peningkatan
kerjasama
dengan
IAEA
dalam
pengembangan
standardisasi
ketenaganukliran. 2.6
Program standardisasi BATAN
Sebagai penjabaran kebijakan standardisasi BATAN, maka disusun program standardisasi BATAN, yang meliputi: a. pengembangan informasi dan sosialisasi standardisasi bidang ketenaganukliran; b. penyusunan pedoman-pedoman pelaksanaan SSB; c. pembinaan unit kerja dan unit kegiatan dalam penerapan standar; d. peningkatan pemberlakuan wajib SNI ketenaganukliran dan SB; e. pengembangan penerapan sukarela dan wajib standar (SNI, SB); f.
penyelarasan SNI ketenaganukliran dan SB terhadap standar internasional;
g. prioritas perumusan standar ketenaganukliran sehubungan dengan masuknya opsi nuklir dalam kebijakan energi nasional; h. penelitian dan pengembangan standardisasi ketenaganukliran; i.
pembinaan terhadap unit kegiatan yang melaksanakan fungsi standardisasi di lingkungan BATAN;
j.
memperluas kerjasama standardisasi ketenaganukliran di tingkat nasional dan internasional;
k. peningkatan
sumberdaya
manusia,
sarana
ketenaganukliran yang kredibel.
12dari 34
dan
prasarana
standardisasi
Sistem Standardisasi BATAN
BAB III KELEMBAGAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Kegiatan standardisasi BATAN dilaksanakan oleh semua unit kerja di lingkungan BATAN dan
dikoordinasikan oleh unit kerja yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan
standardisasi dalam hal ini adalah Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir. Semua unit kerja diharapkan dapat berpartisipasi aktif dengan bebas dan terarah dalam kegiatan standardisasi. 3.1
Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN)
Berdasarkan Peraturan
Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja BATAN, sebagaimana diuraikan dalam BAB IX bahwa PSJMN mempunyai tugas melaksanakan standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi serta jaminan mutu nuklir. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, PSJMN menyelenggarakan fungsi : a. pelaksanaan standardisasi radiasi dan nuklir; b. pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi; c. pelaksanaan dan pembinaan program jaminan mutu nuklir; d. pelaksanaan kegiatan tata usaha. Dalam
melaksanakan
koordinasi
kegiatan
standardisasi,
PSJMN
didukung
oleh
simpul-simpul kerja fungsional yang terdiri dari KSB, TPSB, TPKAB, TPKSB, TPSP, TPRS dan PT. 3.2
Komisi Standardisasi BATAN (KSB)
Untuk memperlancar dan menunjang tugas teknis standardisasi, serta meningkatkan partisipasi aktif pihak-pihak pemangku kepentingan dilingkungan BATAN, Kepala BATAN membentuk KSB. Keanggotaan komisi terdiri dari pejabat eselon I dan eselon II BATAN yang ditunjuk sebagai wakil setiap kedeputian, sebagai ketua komisi adalah Sekretaris Utama (Sestama) dan sekretaris komisi adalah Kepala PSJMN. KSB mempunyai tugas membantu Kepala BATAN dalam merumuskan kebijakan kegiatan standardisasi ketenaganukliran. KSB mempunyai fungsi memberikan pertimbangan dan saran kepada Kepala BATAN dalam rangka :
13dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
a. menyusun, mengembangkan, mengkaji dan menyempurnakan SSB mencakup perumusan standar, penerapan standar, sistem mutu, dan pembinaan serta pengawasan standardisasi ketenaganukliran; b. memantau, menganalisis dan mengevaluasi kegiatan standardisasi ketenaganukliran dan mengusulkan alternatif penyempurnaannya; c. menyusun prioritas dan klasifikasi program standardisasi BATAN; d. menyusun dan mengembangkan pola pembinaan serta pengawasan
standardisasi
ketenaganukliran dan pola peningkatan peran aktif dari pihak pemangku kepentingan dalam kegiatan standardisasi ketenaganukliran; e. mendorong adanya peraturan teknis pemberlakuan standar ketenaganukliran dengan mengembangkan cara kerja dengan menerapkan standar secara wajib atau sukarela; f.
mengkaji hasil penilaian kesesuaian penerapan standar dalam rangka pengambilan keputusan akreditasi/sertifikasi;
g. lain-lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan SSB. 3.3
Tim Perumus Standar BATAN (TPSB)
TPSB adalah tim yang ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas untuk melakukan pekerjaan teknis tertentu dalam rangka perumusan RSB dan atau merevisi SB. Susunan keanggotan TPSB harus mewakili 4 unsur dari pemangku kepentingan (wakil PSJMN dan/atau BKHH sebagai pengatur, wakil TPRS sebagai pengusul/konseptor, wakil unit-unit kerja sebagai pengguna dan para pakar) dan struktur TPSB terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan anggota. Keanggotaan TPSB diusulkan oleh PSJMN berdasarkan bidang kompetensi Standar BATAN yang akan dirumuskan. TPSB dibentuk sesuai dengan bidang kompetensi BATAN, sebagai berikut : a. TPSB Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (ATIR); b. TPSB Pembuatan Isotop dan Senyawa Bertanda (PISB); c. TPSB Pengelolaan Limbah Radioaktif (PLR); d. TPSB Rekayasa dan Pembuatan Perangkat Nuklir (RPPN); e. TPSB Daur Bahan Bakar Nuklir (DBBN); f.
TPSB Reaktor Daya (RD);
g. TPSB Administrasi Manajemen dan Organisasi (AMO). 3.4
Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS)
TPRS dibentuk oleh kepala unit kerja dengan tugas menyusun konsep rancangan standar dalam
bidang
kompetensi
unit
kerja
yang
14dari 34
akan
diusulkan
sebagai
standar
Sistem Standardisasi BATAN
ketenaganukliran, baik sebagai SB atau SNI ketenaganukliran sesuai dengan program perumusan standar yang telah ditetapkan. Bila konsep rancangan standar tersebut akan dijadikan SNI ketenaganukliran, maka konsep rancangan standar tersebut akan dirumuskan dan dikonsensuskan oleh Panitia Teknis (PT), dan bila akan dijadikan sebagai SB, konsep rancangan tersebut akan dirumuskan dan dikonsensuskan oleh TPSB. 3.5
Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB)
TPKAB adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN, yang mempunyai tugas melaksanakan penilaian kesesuaian terhadap laboratorium dan unit kegiatan inspeksi di lingkungan BATAN, TPKAB bertanggung jawab kepada Kepala BATAN. 3.6
Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB)
TPKSB adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN, mempunyai tugas melaksanakan penilaian kesesuaian
terhadap sistem manajemen,
produk litbangyasa
dan personel di lingkungan BATAN. TPKSB bertanggung jawab kepada Kepala BATAN. 3.7
Badan Standardisasi Nasional (BSN)
BSN adalah badan yang membantu presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang standardisasi nasional sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BSN mengkoordinasikan kegiatan standardisasi nasional yang dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan
yaitu pemerintah, produsen, konsumen maupun kaum
profesional (ilmuwan). Keempat pemangku kepentingan
tersebut diharapkan dapat
berpartisipasi aktif dengan bebas dan terarah dalam kegiatan standardisasi. Dalam melaksanakan kegiatannya BSN dibantu oleh simpul-simpul kerja fungsional yang terdiri dari komisi, panitia teknis perumus SNI, Komite Akreditasi Nasional (KAN), Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU), lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, laboratorium, dan lembaga standardisasi lainnya. 3.7.1
Komite Akreditasi Nasional (KAN)
KAN adalah lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
presiden,
mempunyai
tugas
menetapkan
akreditasi
dan
memberikan
pertimbangan dan saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. KAN dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 78 Tahun 2001 tentang Komite Akreditasi Nasional. KAN memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium baik yang berlokasi di Indonesia maupun di luar negeri. Dalam rangka saling pengakuan, Komite Akreditasi Nasional bertugas memperjuangkan keberterimaan atas
15dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium yang telah diakreditasi oleh KAN di tingkat regional dan internasional. Anggota KAN adalah wakil-wakil dari instansi pemerintah, dunia usaha, konsumen, cendekiawan dan kalangan profesional. KAN memberikan hak kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, dan laboratorium yang telah diakreditasi untuk menerbitkan sertifikat atau laporan sesuai dengan ruang lingkup akreditasi yang telah diberikan dengan membubuhkan logo KAN. Cara penggunaan logo KAN diatur dalam pedoman KAN. KAN menetapkan peraturan dan persyaratan pemberian, pemeliharaan, perluasan, perpanjangan, penundaan, dan pencabutan akreditasi, baik sebagian atau keseluruhan dari lingkup akreditasi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KAN berkoordinasi dengan BSN. 3.7.2 Panitia Teknis perumus standar ketenaganukliran (PT) Panitia teknis perumus standar ketenaganukliran ditetapkan oleh BSN atas usulan BATAN sebagai instansi teknis, bertugas untuk melakukan pekerjaan teknis dalam rangka perumusan standar ketenaganukliran. Pada saat ini BATAN mengelola 3 (tiga) Panitia Teknis dengan lingkup bidang rekayasa energi nuklir, pengukuran radiasi, dan uji tak rusak. Panitia teknis perumus standar ketenganukliran secara lebih rinci mempunyai tugas: a.
membantu BATAN sebagai instansi teknis dalam perumusan RSNI dan/atau revisi SNI ketenaganukliran yang ditetapkan oleh BSN;
b.
melakukan pembahasan teknis dan konsensus RSNI dengan koordinasi BATAN cq. PSJMN;
c.
memberikan tanggapan (atas nama pemerintah Indonesia) terhadap konsep standar dari badan-badan standardisasi internasional (ISO, IEC, dan CAC) maupun regional dalam bidang ketenaganukliran dengan koordinasi BATAN cq. PSJMN melalui BSN, bila diminta oleh BSN.
3.8 Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP) Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP) adalah suatu lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri negara riset dan teknologi (MNRT) yang ditetapkan melalui keputusan MNRT dengan tugas menetapkan akreditasi pranata penelitian dan pengembangan serta memberikan
16dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
pertimbangan dan saran kepada menteri negara riset dan teknologi dalam menetapkan sistem akreditasi dan pemeringkatan pranata penelitian dan pengembangan di Indonesia. Anggota KNAPPP diangkat oleh menteri negara riset dan teknologi dan terdiri dari wakilwakil instansi pemerintah, organisasi independen dibidang penelitian, produsen, cendekia, perguruan tinggi dan lembaga litbang pemerintah atau swasta maupun profesi fungsional dari bidang penelitian dan pendidikan. 3.9 Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah lembaga non departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Untuk melaksanakan tugas tersebut BAPETEN menyelenggarakan peraturan, perizinan, dan inspeksi.
17dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
BAB IV PERUMUSAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN Perumusan standar ketenaganukliran dilaksanakan melalui konsensus antara semua pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keselamatan, keamanan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Tujuan perumusan standar ketenaganukliran adalah: a. memperoleh pengertian bersama tentang istilah, definisi, simbol atau metode pengujian; b. memberikan perlindungan kepada konsumen dalam masalah kesehatan dan keselamatan atau perlindungan lingkungan; c. memberikan spesifikasi yang akan mengatur mutu produk iptek nuklir; d. mendapatkan keseragaman atau kemampu-ulangan produk iptek nuklir; e. meningkatkan daya saing produk iptek nuklir. Proses perumusan standar ketenaganukliran dilaksanakan berdasarkan falsafah berikut: a. mengambil pendekatan pragmatis, yaitu bila ada standar yang cocok berasal dari standar negara lain atau standar internasional, maka standar tersebut dapat diadopsi menjadi standar baik secara keseluruhan atau beberapa bagian; b. mengusahakan agar standar yang dirumuskan, selaras dan memenuhi kesesuaian dan ekivalensi dengan standar regional atau internasional; c. sejauh mungkin mengambil keuntungan dari pengalaman negara-negara lain yang mempunyai tingkat pembangunan dan kondisi sosio-ekonomi yang sama. Perumusan standar ketenaganukliran dapat mencakup bahan baku, metode/proses, sampai
dengan
produk
akhir
bagi
semua
kegiatan
dan
produk
litbangyasa
ketenaganukliran. Dengan demikian, ruang lingkup perumusan standar mencakup mulai dari sarana produksi, metode/proses, kompetensi personel pelaksana, sampai pada produk akhir yang siap disampaikan/dipergunakan oleh pihak yang memerlukan atau masyarakat sebagai konsumen. Kegiatan perumusan standar ketenaganukliran merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan program, proses pelaksanaan perumusan sampai pada penetapan standar.
18dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
4.1
Program perumusan standar ketenaganukliran
Program perumusan standar ketenaganukliran disusun berdasarkan masukan tentang standardisasi ketenaganukliran dari berbagai pemangku kepentingan. Usulan dari luar BATAN dapat disampaikan melalui BSN/Kepala BATAN/Deputi/Sekretaris Utama/unit kerja BATAN. Sedangkan dari dalam BATAN, diusulkan kepada Kepala BATAN melalui PSJMN yang merupakan usulan program perumusan standar ketenaganukliran dari setiap Kedeputian atau Sekretariat Utama. Penentuan klasifikasi dan prioritas program perumusan standar ketenaganukliran ditetapkan oleh Kepala BATAN dengan bantuan KSB. Hasil klasifikasi
program
perumusan rancangan standar
ketenaganukliran dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok : a. program perumusan rancangan standar ketenaganukliran dalam lingkup Panitia teknis yang ada di BATAN, hasil rumusan disebut RSNI ketenaganukliran; b. program perumusan rancangan standar ketenaganukliran yang dilaksanakan oleh TPSB, hasil rumusannya disebut RSB. Program perumusan RSNI ketenaganukliran disampaikan ke BSN pada awal tahun anggaran sebagai masukan terhadap Program Nasional Perumusan Standar (PNPS), atau apabila sewaktu-waktu kebutuhan standar ketenaganukliran dianggap mendesak dengan menyampaikan identifikasi rencana standar ketenaganukliran yang akan disusun. Program perumusan rancangan SB tidak perlu disampaikan kepada BSN, tetapi merupakan Program Perumusan Standar BATAN (PPSB), yang selanjutnya dilaksanakan oleh unit kerja terkait sebagai program kegiatan pada tahun anggaran yang berjalan atau tahun depan. 4.2
Perumusan rancangan standar ketenaganukliran
SNI ketenaganukliran disusun melalui proses perumusan RSNI yang dilaksanakan oleh Panitia teknis perumusan standar ketenaganukliran, sedangkan SB melalui perumusan RSB oleh TPSB. Proses perumusan standar dilaksanakan melalui tahapan pembahasan teknis dan konsensus. Nama dan ruang lingkup Panitia teknis ketenaganukliran ditetapkan oleh BSN atas usulan BATAN, sedangkan nama dan ruang lingkup TPSB ditetapkan oleh Kepala BATAN atas usulan PSJMN sesuai bidang kompetensi BATAN. Keanggotaan Panitia teknis dan TPSB ditetapkan oleh BATAN dengan mempertimbangkan semua pihak pemangku kepentingan terwakili, yaitu mencakup unsur-unsur pemerintah, cendekia, produsen dan konsumen.
19dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia teknis ketenaganukliran dan TPSB dapat dibantu oleh TPRS. TPRS dibentuk oleh kepala unit kerja dengan tugas menyusun konsep rancangan standar sesuai kompetensi unit kerja, yang selanjutnya akan dirumuskan oleh Panitia teknis atau TPSB menjadi RSNI atau RSB. 4.3
Tahapan perumusan standar ketenaganukliran
Tahapan perumusan standar ketenaganukliran diuraikan sebagai berikut: 4.3.1
Konsep rancangan standar ketenaganukliran
Konsep rancangan standar ketenaganukliran disiapkan oleh TPRS pada unit kerja (sebagai pengusul program) di BATAN berdasarkan program perumusan standar ketenaganukliran yang telah ditetapkan. 4.3.2
Perumusan rancangan standar ketenaganukliran
Konsep rancangan standar ketenaganukliran yang telah disiapkan oleh TPRS pada tingkat unit kerja, selanjutnya disampaikan ke PSJMN untuk dirumuskan oleh Panitia teknis/TPSB, sesuai dengan substansi rancangan standar, untuk RSNI/RSB, melalui pembahasan dalam forum rapat teknis dan konsensus. 4.3.3 Rapat teknis Konsep rancangan standar setelah diperiksa oleh PSJMN sesuai dengan program dan format rancangan standar dibahas oleh Panitia teknis/TPSB untuk menyempurnakan substansi rancangan standar dari aspek teknis dan ilmiah. Selanjutnya rancangan standar hasil rapat teknis akan dikonsensuskan oleh Panitia teknis/TPSB. 4.3.4
Penyebarluasan rancangan standar ketenaganukliran
Sebelum rancangan standar ketenaganukliran dibahas dalam rapat konsensus, Panitia teknis/TPSB melalui PSJMN dapat menyebarluaskan rancangan standar tersebut kepada instansi terkait atau yang berkepentingan untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Semua tanggapan dan masukan yang diperoleh dikumpulkan oleh sekretaris Panitia teknis/TPSB untuk dibahas dalam rapat konsensus Panitia teknis/TPSB. 4.3.5
Konsensus standar ketenaganukliran
Rancangan standar ketenaganukliran hasil rapat teknis dan tanggapan yang masuk dibahas dalam forum konsensus Panitia teknis untuk RSNI, atau forum konsensus TPSB untuk RSB. Rapat konsensus baik untuk RSNI maupun RSB, dilaksanakan dengan koordinasi PSJMN.
20dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
4.3.6
Penetapan menjadi SNI ketenaganukliran/SB
Rancangan standar ketenaganukliran hasil konsensus setelah dilengkapi persyaratan administrasi, untuk RSNI diajukan oleh BATAN cq. PSJMN sebagai penanggung jawab perumusan standar di BATAN ke BSN untuk diproses lebih lanjut dalam rangka mendapatkan penetapan menjadi SNI oleh Kepala BSN. Sedangkan untuk RSB, diajukan oleh PSJMN kepada Kepala BATAN untuk mendapatkan penetapan menjadi SB. 4.3.7
Peninjauan kembali SNI ketenaganukliran/SB
Sesuai kemajuan dan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta hal lain yang terkait, standar ketenaganukliran perlu dikaji ulang. Kaji ulang SNI ketenaganukliran/SB dilakukan minimal setiap 5 (lima) tahun sekali. Namun, apabila diperlukan, kaji ulang SNI ketenaganukliran/SB dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan. Hasil kaji ulang standar ketenaganukliran tersebut dapat berupa revisi, amandemen, abolisi atau tanpa perubahan. Tata cara perumusan rancangan standar, pembentukan tim perumus standar, penetapan standar dan kaji ulang standar diatur dalam Pedoman Standardisasi BATAN (PSB 01: Pedoman tentang Perumusan Standar Ketenaganukliran).
21dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
BAB V PENERAPAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN Penerapan standar ketenaganukliran adalah kegiatan menggunakan SNI ketenaganukliran dan/atau SB di lingkungan BATAN. Kegiatan penggunaan SNI ketenaganukliran dan/atau SB sangat erat kaitannya dengan kegiatan pemberlakuan standar, akreditasi, sertifikasi, metrologi, pembinaan dan pengawasan penerapan standar. Oleh sebab itu dalam bab ini diuraikan pengaturan yang berkaitan dengan kegiatan berikut: a. pemberlakuan wajib standar ketenaganukliran; b. akreditasi Nasional; c. akreditasi BATAN; d. sertifikasi Nasional; e. sertifikasi BATAN; f.
pembinaan penerapan standar ketenaganukliran, dan;
g. pengawasan penerapan standar BATAN. Dalam lingkup nasional maupun lingkup BATAN, pada dasarnya semua SNI dan/atau SB merupakan standar sukarela, atau penerapannya bersifat sukarela. Hanya SNI dan/atau SB yang berkaitan dengan kepentingan keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup, atau atas dasar pertimbangan tertentu dapat diberlakukan secara wajib oleh instansi regulasi dan/atau oleh Kepala BATAN. Tujuan penerapan standar ketenaganukliran adalah: a. terwujudnya jaminan mutu, peningkatan daya guna dan hasil guna produk ketenaganukliran, peningkatan produktivitas, serta perlindungan terhadap tenaga kerja, dan masyarakat dalam hal keamanan, keselamatan, kesehatan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pemanfaatan iptek nuklir; b. terwujudnya jaminan bagi pihak yang memerlukan sertifikasi Nasional dan/atau sertifikasi BATAN, bahwa unit/institusi yang melaksanakan sertifikasi telah diberi akreditasi Nasional dan/atau akreditasi BATAN; c. terwujudnya kepercayaan pemangku kepentingan bahwa suatu organisasi, personel, dan produk ketenaganukliran telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan; d. terwujudnya citra Indonesia khususnya BATAN di mata internasional di dalam pengembangan iptek nuklir untuk tujuan damai; e. terwujudnya jaminan atas kebenaran hasil pengukuran dan pengujian.
22 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
Penerapan SNI ketenaganukliran dan SB pada kegiatan pemanfaatan Iptek nuklir baik di lingkungan nasional/BATAN dimaksudkan untuk terwujudnya jaminan mutu terhadap bahan, proses, sistem, produk litbangyasa dan personel sehingga dapat memberikan kepercayaan kepada pemangku kepentingan bahwa proses, sistem, produk litbangyasa dan personel telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 5.1
Unsur-unsur
pemangku
kepentingan
dalam
penerapan
SNI
ketenaganukliran/SB. a. Pemerintah Dalam hal penerapan SNI ketenaganukliran/SB, pemerintah merupakan instrumen penting untuk melaksanakan pengaturan dan pengawasan
untuk melindungi
kepentingan umum, khususnya mengenai keamanan, keselamatan, kesehatan konsumen dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. b. Cendekia/pakar Bagi
cendekia/pakar,
penerapan
SNI
ketenaganukliran/SB
penting
untuk
mengembangkan metode, sistem, ilmu pengetahuan, teknologi dan cara pemecahan masalah yang terkait dengan kegiatan standardisasi. c. Produsen Penerapan SNI ketenaganukliran/SB dapat memungkinkan produsen untuk melakukan; penyederhanaan proses pada semua tingkat, pengurangan jenis dan ragam persediaan bahan baku, komponen dan produk akhir, penggunaan teknik-teknik produksi masal, dan peningkatan efisiensi & produktivitas. d. Konsumen Melalui
penerapan
SNI
ketenaganukliran/SB,
konsumen
akan
mendapatkan
perlindungan dalam bentuk jaminan mutu produk ketenaganukliran, di sisi lain, konsumen dapat memberikan apresiasi yang memadai terhadap diterapkannya SNI ketenaganukliran/SB atau terwujudnya jaminan mutu produk. 5.2
Pendukung penerapan SNI ketenaganukliran/SB
Agar penerapan SNI ketenaganukliran/SB dapat berhasil dengan baik, maka perlu didukung dengan penetapan regulasi teknis yang memadai, kegiatan akreditasi (Nasional, BATAN) sertifikasi (Nasional, BATAN) dan metrologi radiasi nuklir yang memenuhi ketentuan nasional/internasional. Jika belum ada ketentuan nasional/internasional bidang ketenaganukliran dapat ditetapkan ketentuan yang mengacu pada ketentuan regional atau negara lain atau yang dirumuskan BATAN.
23 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
5.3
Evaluasi penerapan standar
Pelaksanaan penerapan standar, dievaluasi melalui kegiatan kaji ulang secara berkala. Hasil evaluasi tersebut direkomendasikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan atau penyempurnaan kebijakan standardisasi ketenaganukliran dan peraturan-peraturan pelaksanaan yang mendukungnya. 5.4
Pemberlakuan wajib standar ketenaganukliran
SNI ketenaganukliran/SB yang berkaitan dengan kepentingan keamanan, keselamatan dan kesehatan, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup, diberlakukan penerapannya secara wajib oleh instansi regulasi/Kepala BATAN yang harus diterapkan sepenuhnya oleh semua pihak yang berkaitan. SNI
ketenaganukliran/SB
yang
tidak
berkaitan
dengan
kepentingan
keamanan,
keselamatan dan kesehatan, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup, berdasarkan pertimbangan tertentu dapat diberlakukan secara wajib. Pemberlakuan wajib SNI ketenaganukliran/SB dilaksanakan dengan menerbitkan: a. peraturan
instansi
regulasi/Kepala
BATAN
tentang
pemberlakuan
wajib
SNI
ketenaganukliran/SB; b. peraturan instansi regulasi/Kepala BATAN tentang pengenaan sanksi. 5.5
Ketentuan pemberlakuan wajib standar ketenaganukliran
Pemberlakuan wajib SNI ketenaganukliran/SB mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. ada program pemberlakuan wajib SNI ketenaganukliran/SB; b. tersedia infrastruktur penunjang untuk pembinaan dan pengawasan penerapan wajib SNI ketenaganukliran/SB seperti laboratorium dan lembaga sertifikasi/pelatihan yang diakreditasi (Nasional, BATAN); c. kesiapan produsen/unit kerja dalam menerapkan wajib SNI ketenaganukliran/SB; d. ada masa transisi, untuk memberi kesempatan kepada pihak produsen/unit kerja untuk melakukan penyesuaian; e. ada pembinaan dan pengawasan. 5.6
Penilaian kesesuaian terhadap penerapan standar
Penilaian kesesuaian penerapan standar dapat dilakukan pada produk, sistem dan personel serta pada lembaga/unit kegiatan penyedia jasa penilaian kesesuaian. Penilaian kesesuaian hanya dapat dilakukan oleh lembaga/unit kegiatan yang mempunyai kompetensi teknis, proses kerja dan sistem manajemen yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara nasional/BATAN sesuai dengan proses penilaian kesesuaian yang dilakukan.
24 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
Lembaga/unit kegiatan sesuai dengan proses penilaian kesesuaian yang dimaksud antara lain adalah: 1.
Komite Akreditasi Nasional (KAN), KNAPPP, BAPETEN untuk proses akreditasi nasional
2.
Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB) dan Komisi Standardisasi BATAN (KSB) untuk proses akreditasi BATAN
3.
Lembaga Sertifikasi yang diakreditasi KAN untuk proses sertifikasi nasional
4.
Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) dan Komisi Standardisasi BATAN (KSB) untuk proses sertifikasi BATAN
Hasil penilaian kesesuaian dinyatakan melalui penerbitan sertifikat penilaian kesesuaian atau apabila dimungkinkan dan diperlukan dapat disertai dengan pembubuhan tanda kesesuian tertentu. 5.6.1
Akreditasi Nasional
5.6.1.1
Akreditasi oleh KAN
Kegiatan akreditasi Nasional adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal berupa pemberian,
pemeliharaan,
perpanjangan,
penundaan
dan
pencabutan
akreditasi
lembaga-lembaga sertifikasi (yang antara lain mencakup sistem mutu, produk, personel, pelatihan, sistem manajemen lingkungan, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dan inspeksi teknis), laboratorium penguji/kalibrasi, dan akreditasi di bidang standardisasi lainnya oleh KAN yang menyatakan bahwa lembaga sertifikasi atau laboratorium dimaksud telah memenuhi persyaratan untuk melakukan sesuatu kegiatan standardisasi tertentu. Tata cara permohonan akreditasi Nasional mengikuti ketentuan yang berlaku dari KAN. 5.6.1.2
Akreditasi oleh KNAPPP
Akreditasi Nasional, untuk fasilitas riset/penelitian dan pengembangan di BATAN juga dapat mengajukan akreditasi pranata penelitian dan pengembangan di Indonesia kepada Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP). Tata cara permohonan akreditasi nasional mengikuti ketentuan yang berlaku dari KNAPPP. 5.6.1.3
Akreditasi oleh BAPETEN
Akreditasi Nasional untuk lembaga kursus (untuk personel yang bertindak sebagai operator, supervisor reaktor nuklir dan/atau Petugas Proteksi Radiasi (PPR)), laboratorium kalibrasi metrologi radiasi nuklir, laboratorium pemrosesan pemantau dosis perorangan dan
laboratorium
uji
yang
berkaitan
dengan
25 dari 34
pengujian
keselamatan
produk
Sistem Standardisasi BATAN
ketenaganukliran dapat mengajukan akreditasi kepada BAPETEN. Tata cara permohonan akreditasi nasional mengikuti ketentuan yang berlaku dari BAPETEN. 5.6.2
Akreditasi BATAN
Penerapan SB dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna jika didukung dengan sistem akreditasi yang dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dilingkungan BATAN. Dengan demikian laboratorium, instalasi nuklir dan fasilitas radiasi dan unit kegiatan inspeksi teknis mempunyai peran yang sangat besar dalam memberikan jaminan mutu terhadap produk ketenaganukliran. Dengan adanya jaminan mutu yang didukung oleh sistem akreditasi, akan meningkatkan kepercayaan terhadap produk ketenaganukliran Indonesia, sehingga dapat membantu upaya peningkatan mutu, keselamatan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kegiatan akreditasi BATAN dilaksanakan dengan koordinasi PSJMN melalui penilaian kesesuaian oleh TPKAB serta pengambilan keputusan oleh KSB (Komisi Standardisasi BATAN). Unit kerja/kegiatan di lingkungan BATAN yang berkeinginan untuk diakreditasi BATAN mengajukan permohonan akreditasi kepada BATAN cq. PSJMN. Tata cara proses akreditasi diatur dalam Pedoman Standardisasi BATAN (PSB 02 :Pedoman tentang Akreditasi dan Sertifikasi BATAN). Jenis kegiatan akreditasi laboratorium BATAN
meliputi laboratorium pengujian,
laboratorium kalibrasi dan laboratorium litbang. 5.6.3
Sertifikasi Nasional
Penerapan SNI dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna jika didukung dengan sistem sertifikasi, pengujian dan kalibrasi yang andal, dapat dipercaya dan dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku secara nasional/internasional. Dengan demikian lembaga sertifikasi dan laboratorium pengujian/kalibrasi mempunyai peran yang sangat besar dalam memberikan jaminan mutu terhadap barang dan atau jasa. Dengan adanya jaminan mutu yang didukung oleh sistem sertifikasi, pengujian dan kalibrasi, akan meningkatkan kepercayaan internasional/nasional terhadap barang dan/atau jasa Indonesia, sehingga dapat membantu upaya peningkatan ekspor dan pelestarian fungsi lingkungan hidup di Indonesia.
26 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
5.6.3.1
Sertifikasi oleh lembaga sertifikasi
Kegiatan sertifikasi, pengujian dan kalibrasi Nasional dilakukan oleh lembaga sertifikasi dan laboratorium yang telah diakreditasi oleh KAN. Jenis kegiatan sertifikasi tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan Sistem Standardisasi Nasional (SSN). Semua peraturan dan persyaratan tentang sertifikasi mengacu pada persyaratan dalam pedoman BSN atau KAN yang sesuai ruang lingkup sertifikasi. Lembaga-lembaga sertifikasi dan atau laboratorium yang telah diakreditasi oleh KAN berhak melakukan kegiatan sertifikasi dan atau kegiatan pengujian/kalibrasi dan menerbitkan sertifikat, sesuai dengan lingkup akreditasinya. Kegiatan sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi/diakui/disetujui oleh badan akreditasi/standardisasi negara/unit lain yang didasarkan pada sistem sertifikasi negara tersebut akan ditentukan tersendiri oleh BSN atau KAN. 5.6.3.2
Sertifikasi oleh BAPETEN
Penerapan peraturan tentang pengoperasian fasilitas nuklir dalam rangka menjamin keselamatan, keamanan, ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup dilaksanakan oleh unit kerja pengelola instalasi nuklir. Kegiatan sertifikasi dalam rangka menjamin penerapan peraturan di atas dilakukan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir melalui proses perizinan dan pengawasan. 5.6.4
Sertifikasi BATAN
Penerapan SB dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna jika didukung dengan sistem sertifikasi yang dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dilingkungan BATAN. Dengan demikian unit kerja/kegiatan, personel dan produk ketenaganukliran dilingkungan BATAN mempunyai peran yang sangat besar dalam memberikan jaminan mutu terhadap produk ketenaganukliran. Dengan adanya jaminan mutu yang didukung oleh sistem sertifikasi akan meningkatkan kepercayaan terhadap produk ketenaganukliran Indonesia, sehingga dapat membantu upaya peningkatan mutu, keselamatan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kegiatan sertifikasi BATAN dilaksanakan dengan koordinasi PSJMN melalui penilaian kesesuaian oleh TPKSB serta pengambilan keputusan oleh KSB (Komisi Standardisasi BATAN). Tata cara proses sertifikasi diatur dalam Pedoman Standardisasi BATAN (PSB 02 : Pedoman tentang Akreditasi dan Sertifikasi BATAN).
27 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
Jenis kegiatan sertifikasi BATAN mencakup: a. sertifikasi sistem manajemen mutu; b. sertifikasi sistem manajemen lingkungan; c. sertifikasi produk; d. sertifikasi personel; e. sertifikasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja; f.
sertifikasi lainnya di bidang standardisasi sesuai dengan kebutuhan.
Khusus untuk kegiatan sertifikasi personel, dilaksanakan melalui ujian kualifikasi sesuai dengan kompetensinya oleh TPSP. Unit kerja/kegiatan di lingkungan BATAN yang berkeinginan untuk mendapatkan sertifikasi BATAN, mengajukan permohonan sertifikasi kepada BATAN cq. PSJMN. 5.7
Pembinaan dan pengawasan standardisasi
5.7.1
Pembinaan standardisasi
Pembinaan standardisasi merupakan upaya menyadarkan dan meningkatkan pemahaman dalam rangka penerapan standardisasi pada seluruh unit kerja/kegiatan dilingkungan BATAN. Pembinaan penerapan standardisasi ketenaganukliran merupakan tanggungjawab BATAN cq PSJMN bekerja sama dengan unit kerja terkait dilingkungan BATAN dan untuk pembinaan yang bersifat internal dilaksanakan oleh unit kerja masing-masing. Pembinaan dilakukan melalui workshop, seminar, pendidikan, pelatihan dan sosialiasi secara terencana atau sesuai keperluan. 5.7.2
Pengawasan standardisasi
Pengawasan standardisasi merupakan upaya untuk menjamin keterpaduan penerapan SSB di BATAN. Pengawasan standardisasi menjadi tanggungjawab BATAN cq PSJMN melalui kegiatan audit, pemantauan dan inspeksi. Dan untuk pengawasan internal dilakukan oleh unit kerja masing-masing. Pengawasan dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Standardisasi BATAN (PSB 03 : Pedoman tentang Pembinaan dan Pengawasan Standardisasi).
28 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
BAB VI KERJASAMA DAN PEMASYARAKATAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Kegiatan kerjasama standardisasi ketenaganukliran dilakukan oleh BATAN cq. PSJMN dengan unit kerja dan pemangku kepentingan (stakeholders) di Indonesia. BATAN cq PSJMN selalu berupaya membina kerjasama standardisasi ketenaganukliran di lingkungan BATAN dan nasional dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan dan fungsi lingkungan hidup. Dokumentasi dan informasi standardisasi ketenaganukliran merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan mutu produk hasil litbang ketenaganukliran, serta sebagai sarana untuk mewujudkan masyarakat BATAN yang sadar akan arti dan peran standar dalam pelaksanaan program BATAN. Dalam mengkoordinasikan dan menyelaraskan kegiatan dokumentasi dan informasi standardisasi ketenaganukliran, BATAN cq. PSJMN bekerjasama dengan BSN dan/atau pihak terkait lainnya melakukan berbagai kegiatan dan mengusahakan pemberdayaan berbagai sarana atau wadah seperti jaringan dokumentasi dan informasi standardisasi ketenaganukliran. Koordinasi dan sinkronisasi kegiatan mencakup upaya perwujudan sistem dokumentasi dan informasi yang bernuansa teknologi informasi dalam berbagai bidang atau subjek, aspek dan tingkat standardisasi dilaksanakan oleh BSN. 6.1 Kerjasama standardisasi ketenaganukliran Kerjasama standardisasi ketenaganukliran dimaksudkan untuk mencapai harmonisasi dalam mengembangkan standardisasi di bidang ketenaganukliran di lingkungan BATAN, nasional dan internasional. Ruang lingkup kerjasama standardisasi ketenaganukliran meliputi; kerjasama di dalam perumusan, penerapan, pembinaan dan pengawasan standardisasi. 6.2 Kerjasama dalam rangka perumusan standar ketenaganukliran Perumusan standar ketenaganukliran dalam rangka mencapai harmonisasi dengan standar-standar nasional dan internasional dilakukan melalui partisipasi aktif di dalam organisasi penyusun standar nasional dan internasional. BATAN cq. PSJMN bersama dengan unit kerja dan pemangku kepentingan melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan
guna
memperjuangkan
kepentingan
BATAN
di
dalam
penyusunan
standar-standar ketenaganukliran pada forum-forum yang diselenggarakan oleh BSN.
29 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
BATAN cq. PSJMN bekerjasama dengan pemangku kepentingan dan/atau BSN dalam merumuskan standar dilakukan dengan membentuk Tim Perumus Standar yang selalu memantau perkembangan dan evaluasi terhadap standar-standar ketenaganukliran. Dalam meningkatkan peran serta dan partisipasi pada forum-forum penyusunan standar nasional bidang ketenaganukliran, BATAN cq. PSJMN bertindak sebagai koordinator Panitia teknis dalam lingkup ketenaganukliran. 6.3
Kerjasama dalam rangka penerapan standar ketenaganukliran
Pelaksanaan kegiatan kerjasama dalam rangka penerapan standar ketenaganukliran lebih ditekankan kepada semua rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk pencapaian harmonisasi. Kegiatan tersebut mencakup: a. harmonisasi penerapan standar ketenaganukliran antar pelaku litbangyasa, dan/atau; b. harmonisasi penerapan standar ketenaganukliran antar negara mitra litbangyasa. PSJMN bersama unit-unit kerja melakukan upaya-upaya di dalam mendukung pelaksanaan penerapan standar guna meningkatkan daya saing produk ketenaganukliran. Upaya-upaya tersebut antara lain; akreditasi, sertifikasi dan penyusunan pedoman-pedoman yang mendukung penerapan standar di dalam mencapai harmonisasi. 6.4
Kerjasama pembinaan dan pengawasan standardisasi ketenaganukliran
SNI dan/atau SB secara umum diberlakukan sukarela, akan tetapi apabila berkaitan dengan keselamatan, keamanan dan kesehatan, maka dapat diberlakukan secara wajib. Oleh sebab itu penerapan SNI dan SB dilakukan dengan bertahap melalui pembinaan sampai menjadi alat untuk pengawasan produk yang dihasilkan. BATAN cq. PSJMN dapat bekerjasama dengan BSN dan/atau institusi lain terkait untuk melaksanakan pembinaan standardisasi kepada unit kerja/kegiatan di lingkungan BATAN dan masyarakat pengguna produk ketenaganukliran. BATAN cq. PSJMN melakukan pengawasan terhadap standar ketenganukliran yang diberlakukan wajib dan diterapkan oleh unit kerja/kegiatan di lingkungan BATAN. 6.5 6.5.1
Dokumentasi dan Informasi Standardisasi Ketenaganukliran Dokumentasi
PSJMN sebagai unit kerja yang memiliki tugas dan fungsi di bidang standardisasi bekerja sama dengan unit kerja BATAN yang mempunyai tugas dan fungsi dalam pengembangan sistem informasi dan dokumentasi melaksanakan dokumentasi dan diseminasi informasi standardisasi ketenaganukliran.
30 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
Dokumen dan informasi standardisasi tersebut di atas dapat diakses atau dapat diperoleh melalui sistem jaringan BATAN. 6.5.2
Pengembangan pangkalan data dan informasi standardisasi
BSN sebagai pangkalan data dan informasi standardisasi nasional dan BATAN cq PSJMN sebagai pangkalan data dan informasi standardisasi ketenaganukliran mengembangkan pangkalan data standardisasi sebagai bentuk kegiatan lain dokumentasi. Pangkalan data tersebut diarahkan sebagai wahana penyebaran informasi standardisasi ketenaganukliran yang dapat diakses melalui jaringan komputer lokal dan atau menggunakan media internet. Pertukaran informasi melalui internet dapat dilakukan dengan semua pihak baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Pengembangan pangkalan data dan informasi standardisasi melalui jaringan internet dilakukan sebagai berikut: a. BSN sebagai simpul utama mengembangkan pangkalan data SNI, akreditasi dan sertifikasi, laboratorium penguji dan kalibrasi, produk, sistem mutu, sistem manajemen lingkungan, personel dan inspeksi teknis. Pangkalan data ini dapat diakses melalui website Sistem Informasi Standar Nasional Indonesia (SISNI) (http://sisni.bsn.or.id); b. BATAN cq PSJMN memberikan input data standardisasi bidang ketenaganukliran melengkapi data nasional. Input data standardisasi ketenaganukliran antara lain berupa Program Nasional Perumusan Standar (PNPS), Rancangan Standar Nasional Indonesia hasil konsensus (RSNI 3), Jajak Pendapat (Enquery), E-balloting dan daftar judul standar ketenaganukliran; c. BATAN cq PSJMN mengembangkan pangkalan data dan informasi standardisasi ketenaganukliran
yang
dapat
diakses
(http://www.batan.go.id/psjmn/).
31 dari 34
melalui
website
PSJMN
Sistem Standardisasi BATAN
BAB VII PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Kegiatan standardisasi ketenaganukliran merupakan kegiatan yang dinamis di mana standar itu berkembang selaras dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan keselamatan, keamanan dan kesehatan. Pengembangan standardisasi ditujukan untuk perbaikan secara terus-menerus (continual
improvement) untuk dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan (stakeholders) yang melakukan kerjasama dalam rangka menciptakan mekanisme kegiatan standardisasi sejak dari perumusan standar sampai dengan penerapan standar termasuk pembinaan dan pengawasan standar. Penelitian menjadi dasar ilmiah yang digunakan untuk pengambilan keputusan ataupun kebijakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Untuk itu, penelitian dapat dilakukan secara terpadu untuk pencapaian tujuan yang lebih bermakna dan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas terutama pengguna standar terkait. Beberapa tujuan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pengembangan standardisasi untuk keperluan BATAN, nasional dan internasional antara lain: 7.1
Penelitian dalam lingkup perumusan standar
Penelitian ditujukan untuk: a. menghasilkan spesifikasi teknis dari suatu standar; b. mengkaji ulang spesifikasi teknis yang ada, bila ditemukan teknologi baru yang mempengaruhi spesifikasi tersebut; c. memberikan dasar ilmiah dari hasil-hasil penelitian untuk memberikan masukan pada forum perumusan standar baik nasional maupun internasional sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 7.2
Penelitian dalam lingkup penerapan standar
Penelitian dalam lingkup penerapan standar, penelitian ditujukan untuk: a. memberikan gambaran kemampuan pengguna standar dalam menerapkan standar; b. mengidentifikasi harapan pengguna standar terhadap standar-standar yang telah ada; c. mengkaji kebijakan yang berkaitan dengan penerapan standardisasi. 7.3
Penelitian dalam lingkup pembinaan standardisasi
Penelitian dalam lingkup pembinaan standardisasi, penelitian ditujukan untuk: a. mengevaluasi hasil sosialisasi standar dari pengguna standar baik ditingkat penyadaran (awareness) maupun ditingkat penerimaan (adoption);
32 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
b. menentukan sistem komunikasi yang efektif antar pengguna standar. 7.4
Penelitian dalam lingkup pengawasan standardisasi
Penelitian dalam lingkup pengawasan standardisasi ditujukan untuk: a. mengkaji efektifitas sistem pengawasan yang diterapkan oleh pengguna standar dalam memenuhi peraturan teknis yang berlaku; b. mengkaji kebijakan yang berkaitan dengan pengawasan standardisasi. Satu hal lagi yang juga harus diperhatikan adalah kerjasama dalam melakukan penelitian dalam kerangka pengembangan standardisasi. Kerjasama ini ditujukan untuk memberikan hasil penelitian yang terpadu, dan bermanfaat. Terpadu berarti ditinjau dari segala aspek baik teknis dan non-teknis dan atau dikaji dari seluruh unsur yang ada. Bermanfaat berarti hasil penelitian menjadi dasar pengambilan keputusan bersama dalam mencapai tujuan. Kerjasama penelitian dalam pengembangan standardisasi menjadi sangat penting mengingat pada umumnya lembaga penelitian teknis dan non-teknis memiliki kemandirian yang harus dihormati, karena dalam kerjasama ini tujuannya adalah untuk pengambilan keputusan yang lebih bermanfaat.
33 dari 34
Sistem Standardisasi BATAN
DAFTAR ACUAN 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. 3. Keputusan
Kepala
BSN
Nomor
799/BSN-1/HK
19A/10/1998
tentang
Sistem
Standardisasi Nasional. 4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah NonDepartemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2004. 5. Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN. 6. Keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di Lingkungan BATAN. 7. Dokumen Rencana Strategis (Renstra) BATAN 2004-2009. 8. Keputusan Kepala BSN No. 1637/BSN-1/HK 74/10/1999 tentang Penetapan Panitia Teknik Perumusan Standar Nasional Indonesia. 9. Pedoman KAN tentang Akreditasi dan Sertifikasi. 10. Pedoman KNAPP tentang Akreditasi. 11. Pedoman Standardisasi Nasional.
34 dari 34
PEDOMAN TENTANG PERUMUSAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN (PSB 01: 2008)
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2008
Daftar isi
Daftar isi ....................................................................................................................... i BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1. Umum .................................................................................................................. 1 1.2. Maksud dan tujuan ................................................................................................ 1 1.3. Ruang lingkup ....................................................................................................... 1 1.4. Dasar ................................................................................................................... 1 BAB II PERUMUSAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN ................................................................. 3 2.1. Program perumusan standar ketenaganukliran....................................................... 3 2.2. Perumusan standar ketenaganukliran..................................................................... 3 BAB III PELAKSANAAN PERUMUSAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN ........................................... 6 3.1. Perumusan Standar Nasional Indonesia ketenaganukliran ....................................... 6 3.2. Perumusan Standar BATAN ................................................................................... 7 3.3. Dokumentasi …………………………..................……………………………………………………….12
i
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di lingkungan BATAN diatur berdasarkan keputusan Kepala BATAN (SSB)
dan
yang dituangkan dalam dokumen Sistem Standardisasi BATAN
pedoman-pedoman
Ketenaganukliran
pelaksanaannya.
Pedoman
Perumusan
Standar
ini menjelaskan tata cara pelaksanaan kegiatan perumusan standar
ketenaganukliran yang dilakukan di lingkungan BATAN, baik perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) yang dilakukan oleh Panitia Teknis (PT) yang ada di BATAN maupun perumusan Standar BATAN yang dilakukan oleh Tim Perumus Standar BATAN (TPSB). Pedoman ini dapat digunakan oleh pusat/unit kerja di lingkungan BATAN yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan perumusan standar ketenaganukliran. Mengingat Pedoman ini secara khusus hanya menguraikan tentang tatacara pelaksanaan kegiatan perumusan standar, maka dalam penggunaannya sebaiknya digunakan bersama-sama dengan dokumen Sistem Standardisasi BATAN (SSB).
1.2. Maksud dan tujuan Pedoman ini dimaksudkan untuk mengatur tata cara perumusan rancangan standar, pembentukan tim perumus standar, penetapan standar dan kaji ulang standar dengan tujuan untuk mendapatkan standar yang bermutu.
1.3. Ruang lingkup Ruang lingkup pedoman ini meliputi kegiatan perumusan, pembentukan
Tim/Panitia
perumus, penetapan dan kaji ulang standar BATAN dan standar nasional Indonesia di lingkungan BATAN.
1.4. Dasar 1.
Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor. 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN.
2.
Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor. 413/KA/XII/2005 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas dan Tata Kearsipan serta Pedoman Kode Klasifikasi.
3.
Keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di Lingkungan BATAN.
4.
Sistem Standardisasi Nasional tahun 2001. 1 dari 12
5.
Pedoman Standardisasi Nasional (PSN 01:2007): Pengembangan Standar Nasional Indonesia.
6.
Pedoman Standardisasi Nasional (PSN 02:2007): Pengelolaan Panitia Teknis Perumusan Standar Nasional Indonesia.
7.
Pedoman Standardisasi Nasional (PSN 03.1:2007): Adopsi Standar Internasional dan Publikasi Internasional lainnya - Bagian 1: Adopsi Standar Internasional menjadi SNI.
8.
Pedoman BSN 08-2007: Penulisan Standar Nasional Indonesia.
9.
Sistem Standardisasi BATAN tahun 2008.
2 dari 12
BAB II PERUMUSAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN
2.1.
Program perumusan standar ketenaganukliran
Program perumusan standar ketenaganukliran disusun berdasarkan masukan tentang standardisasi ketenaganukliran dari berbagai pihak baik dalam lingkup BATAN maupun dari luar BATAN yaitu dari Masyarakat Standardisasi Indonesia (Mastan), Institusi pemerintah dan/atau swasta. Masukan/usulan program perumusan standar ketenaganukliran dari pihak pengusul disampaikan kepada Kepala BATAN cq. PSJMN dan merupakan bahan untuk penyusunan program perumusan standar ketenaganukliran. Proses penyusunan program perumusan standar ketenaganukliran dilaksanakan oleh Komisi Standardisasi BATAN untuk menentukan prioritas dan klasifikasi program berdasarkan tingkat kebutuhan dan dalam rangka pencapaian sasaran utama program BATAN. Program perumusan standar ketenaganukliran yang telah disusun oleh KSB, selanjutnya disampaikan kepada kepala BATAN untuk ditetapkan. Program perumusan/revisi standar ketenaganukliran dibagi menjadi 2 kelompok: a. Program perumusan/revisi Standar Nasional Indonesia. b. Program perumusan/revisi Standar BATAN. Program perumusan/revisi Standar Nasional Indonesia disampaikan kepada BSN untuk disahkan sebagai Program Nasional Perumusan Standar (PNPS). Pengusulan PNPS dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Standardisasi Nasional (PSN 01:2007), sedangkan program perumusan Standar BATAN tidak perlu disampaikan ke BSN.
2.2.
Perumusan standar ketenaganukliran
Perumusan standar ketenaganukliran dilakukan oleh Tim/Panitia perumus standar yang anggotanya merupakan pihak pemangku kepentingan (stakeholder) yang terdiri dari pihak pemerintah, produsen, pengguna dan pakar. Tahapan perumusan standar ketenaganukliran secara sistematis meliputi : 1. Penyiapan konsep rancangan standar, 2. Pembentukan Tim/Panitia perumus standar, 3. Pelaksanaan perumusan (rapat pembahasan teknis dan konsensus Tim/Panitia perumus standar), 4. Penulisan standar, 5. Penetapan standar, 3 dari 12
6. Kaji ulang standar, 7. Revisi standar. Diagram alir program dan perumusan/revisi standar ketenaganukliran dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
Unit kerja BATAN Deputi/Sektama
Masyarakat Standardisasi Instansi pemerintah /
1.a
Komisi Standardisasi BATAN
2 3
1.c
1.b
1.d BATAN cq. PSJMN
1.e
Badan Standardisasi Nasional
4 Kebijakan dan Program
7 8
5 RS B
Program?
RSNI
6 Perumusan oleh TPSB
Perumusan oleh PT
10
9
Penetapan oleh BATAN
Penetapan oleh BSN
SB
SNI
Gambar 1 Diagram alir program perumusan/revisi standar ketenaganukliran
4 dari 12
Keterangan : 1.a Masukan usulan program dari luar BATAN melalui unit kerja BATAN; 1.b Masukan usulan program dari luar BATAN langsung kepada Kepala BATAN; 1.c Masukan usulan program dari luar BATAN melalui BSN; 1.d Masukan usulan program dari dalam BATAN/unit kerja BATAN; 1.e Masukan usulan program dari BSN; 2.
Usulan klasifikasi dan prioritas program;
3.
Hasil klasifikasi dan prioritas program;
4.
Kebijakan dan program perumusan standar;
5.
Program perumusan RSNI dan RSB;
6.
Program perumusan RSB;
7.
Usulan program perumusan SNI;
8.
Program perumusan RSNI (PNPS);
9.
Usulan penetapan menjadi SNI;
10. Usulan penetapan menjadi SB;
5 dari 12
BAB III PELAKSANAAN PERUMUSAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN 3.1. 3.1.1
Perumusan Standar Nasional Indonesia ketenaganukliran Ketentuan umum
a. Program perumusan SNI ketenaganukliran yang akan dilaksanakan adalah program perumusan SNI yang telah ditetapkan oleh Kepala BATAN dan telah ditetapkan sebagai PNPS oleh BSN. b. Penyusunan konsep rancangan standar dapat dilakukan oleh Panitia Teknis atau Tim Penyusun Rancangan Standar unit kerja BATAN atau pihak lain yang berkepentingan dengan standar tersebut. c. Pembahasan Rancangan Standar Nasional Indonesia dilakukan oleh Panitia Teknis dengan koordinasi PSJMN-BATAN. d. Forum konsensus Rancangan Standar Nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia Teknis dengan koordinasi PSJMN-BATAN.
3.1.2
Penyiapan Konsep Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI 1)
Konsep Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI 1) adalah naskah RSNI yang disusun oleh Panitia Teknis atau Tim Penyusun Rancangan Standar unit kerja BATAN atau pihak lain yang berkepentingan dengan standar tersebut. Konsep RSNI 1 ini
merupakan naskah awal
suatu rancangan standar yang akan dibahas oleh Panitia Teknis dalam rapat teknis. Pihak pengusul selanjutnya menyampaikan/mengirimkan naskah RSNI 1 kepada BATAN c.q PSJMN
sebagai Sekretariat
perumusan standar ketenaganukliran. Selanjutnya, PSJMN
mendistribusikan naskah RSNI 1 tersebut kepada anggota Panitia Teknis ketenaganukliran.
3.1.3
Pembentukan Panitia Teknis
a. Dalam rangka pelaksanaan
perumusan Standar Nasional Indonesia ketenaganukliran,
BATAN c.q PSJMN mengusulkan pembentukan Panitia Teknis ketenaganukliran kepada BSN, dengan tugas utama melaksanakan perumusan SNI ketenaganukliran. b. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, dan tanggung jawab Panitia Teknis ketenaganukliran, mengikuti PSN 02:2007: Pengelolaan Panitia Teknis Perumusan SNI. c. Ketua Panitia Teknis lingkup ketenaganukliran dijabat oleh Kepala PSJMN (ex-offisio).
3.1.4
Pelaksanaan Perumusan
Perumusan Standar Nasional Indonesia ketenaganukliran dilaksanakan melalui rapat teknis dan forum konsensus, dihasilkan RSNI 2 dan RSNI 3 dengan mengacu pada PSN. 6 dari 12
3.1.5 Penulisan RSNI Ketenaganukliran Naskah RSNI ketenaganukliran ditulis sesuai dengan format penulisan yang ditetapkan dalam Pedoman BSN yang berlaku tentang Penulisan Standar Nasional Indonesia. Pedoman tersebut merupakan acuan yang harus digunakan oleh Panitia Teknis, TPRS, dan semua pihak yang terlibat dalam perumusan RSNI atau revisi SNI.
3.1.6 Penetapan RSNI ketenaganukliran Penetapan RSNI menjadi SNI merupakan kewenangan BSN. BATAN cq. PSJMN menyampaikan RSNI 3 hasil konsensus Panitia Teknis kepada BSN dilengkapi dengan dokumen kelengkapan lainnya yang menjadi persyaratan sesuai Pedoman Standardisasi Nasional (PSN 01:2007). BSN memproses lebih lanjut untuk menetapkan RSNI 3 menjadi SNI sesuai ketentuan yang berlaku.
3.1.7 Kaji ulang SNI ketenaganukliran Semua Standar Nasional Indonesia
ketenaganukliran harus dikaji ulang dan dievaluasi
secara berkala untuk lebih menjamin bahwa standar ketenaganukliran tersebut masih sesuai dengan keadaan/kebutuhan pada saat standar tersebut diperlukan. Kaji ulang standar Nasional Indonesia ketenaganukliran dilakukan terhadap SNI yang telah berumur 5 (lima) tahun atau lebih, atau sesuai dengan kebutuhan. Hasil kaji ulang dapat berupa abolisi, revisi (suplemen, amandemen), atau tanpa perubahan. Pelaksanaan kaji ulang dilakukan oleh Panitia Teknis sesuai dengan Pedoman BSN yang berlaku.
3.1.8 Revisi SNI ketenaganukliran Revisi standar adalah kegiatan
merumuskan kembali standar yang sudah ada dengan
mengubah isi standar. Tatacara pelaksanaan revisi sama seperti
tatacara pelaksanaan
perumusan standar ketenaganukliran baru.
3.2
Perumusan Standar BATAN
3.2.1
Ketentuan umum
a. Program perumusan Standar BATAN ditetapkan oleh Kepala BATAN. b. Penyusunan konsep rancangan standar dapat dilakukan oleh TPSB atau Tim Penyusun Rancangan Standar unit kerja BATAN atau pihak lain yang berkepentingan dengan standar tersebut. c. Pembahasan Rancangan Standar BATAN dilakukan oleh TPSB dengan koordinasi PSJMNBATAN. 7 dari 12
d. Forum konsensus Rancangan Standar BATAN dilaksanakan oleh TPSB dengan koordinasi PSJMN. e. Falsafah perumusan Standar BATAN yaitu : 1. Pendekatan pragmatis, yaitu mengadopsi standar internasional atau standar negara lain yang sesuai, 2. Dirumuskan selaras dan memiliki kesesuaian dan ekivalensi dengan standar internasional atau regional atau negara lain, 3. Mendukung dan meningkatkan keselamatan ketenaganukliran, 4. Mempertimbangkan kemampuan iptek nuklir dalam mendukung industri nasional, 5. Mengambil
pengalaman negara lain
yang memiliki kondisi sosio-ekonomi hampir
sama.
3.2.2
Tim Perumus Standar BATAN (TPSB)
3.2.2.1 Pembentukan Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) a. Tim Perumus Standar BATAN ditetapkan oleh Kepala BATAN berdasarkan usulan dari PSJMN. b. Susunan TPSB terdiri dari para pemangku kepentingan dari unit kerja di lingkungan BATAN yang terkait dengan bidang kompetensi TPSB bersangkutan. c. Komposisi TPSB terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota. Sebagai ketua dan sekretaris sebaiknya dari PSJMN, wakil ketua sebaiknya dari unit kerja pengusul Rancangan Standar BATAN. d. Lingkup TPSB terdiri dari 7 (tujuh) bidang kompetensi BATAN seperti yang diuraikan pada SSB butir 3.3 : Tim Perumus Standar BATAN (TPSB).
3.2.2.2 Tugas Tim Perumus Standar BATAN a. TPSB bertugas melaksanakan perumusan Rancangan Standar BATAN dan/atau merevisi Standar BATAN sesuai dengan lingkup kompetensinya sebagai berikut: 1. TPSB-ATIR merumuskan/revisi Standar BATAN dengan lingkup bidang Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi dalam sektor pangan (pertanian dan peternakan), industri, kelautan dan kebumian, 2. TPSB-PISB merumuskan Standar BATAN dengan lingkup bidang Pembuatan Isotop dan Senyawa Bertanda dalam mendukung bioteknologi/kesehatan khususnya untuk kedokteran nuklir, 3. TPSB-PLR merumuskan Standar BATAN dengan lingkup bidang Pengelolaan Limbah Radioaktif
dalam memberikan pelayanan dan pengelolaan limbah radioaktif untuk 8 dari 12
fasilitas nuklir dan kegiatan rumah sakit maupun industri yang memanfaatkan teknologi nuklir, 4. TPSB-RPPN merumuskan Standar BATAN dengan lingkup bidang Rekayasa dan Pembuatan Perangkat Nuklir dalam mengembangkan mesin berkas elektron untuk industri dan rancang bangun serta perawatan perangkat nuklir dibidang kesehatan, keselamatan nuklir, dan industri, 5. TPSB-DBBN merumuskan Standar BATAN dengan lingkup bidang Daur Bahan Bakar Nuklir dalam mendukung penguasaan teknologi penyediaan bahan bakar reaktor riset dan reaktor daya mulai dari eksplorasi, penambangan, pengolahan biji uranium, pemurnian
dan
teknologi
produksi
bahan
bakar
serta
pengelolaan
elemen
bakar/bundle bahan bakar bekas, 6. TPSB-RD merumuskan Standar BATAN dengan lingkup bidang Reaktor Daya dan Non Daya dalam mendukung penyiapan pembangunan PLTN, dan 7. TPSB-AMO merumuskan Standar BATAN dengan lingkup bidang Administrasi, Manajemen, dan Organisasi untuk mendukung penguatan kelembagaan iptek nuklir. b. Dalam melaksanakan tugasnya, TPSB: 1. Memperhatikan standar-standar BATAN yang telah ada dan standar lain yang terkait. 2. Mencegah adanya duplikasi atau kontradiksi kegiatan perumusan standar yang dilakukan/dihasilkan. 3. Memperhatikan
keputusan
dan
ketetapan
BATAN
yang
berkaitan
dengan
standardisasi. c. TPSB dapat diberi tugas oleh BATAN untuk hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan standar internasional di bidang ketenaganukliran.
3.2.3
Pelaksanaan perumusan
3.2.3.1 Penyiapan Rancangan Standar BATAN (RSB 1) a. Konsep Rancangan Standar BATAN sesuai dengan program perumusan standar ketenaganukliran yang telah ditetapkan disiapkan oleh Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS) unit kerja yang terkait dengan standar yang akan dirumuskan. Konsep tersebut dinamakan Konsep RSB 0 dan disampaikan oleh unit kerja ke PSJMN. b. Konsep RSB 0 dievaluasi oleh PSJMN berdasarkan substansi dan formatnya. evaluasi ini
Hasil
dinamakan RSB 1 yang selanjutnya disampaikan kepada TPSB dengan
lingkup kompetensi yang sesuai dengan substansi RSB 1
untuk dibahas dalam rapat
teknis. c. Penyelenggaraan rapat teknis dan konsensus TPSB dikoordinasikan oleh PSJMN. 9 dari 12
3.2.3.2
Rapat Teknis
a. Rapat teknis membahas isi/substansi naskah RSB 1 dengan penekanan pada aspek kebenaran secara ilmiah dan atau teknis. b. Peserta rapat teknis adalah anggota TPSB dan dapat ditambah nara sumber apabila diperlukan. c. Rapat Teknis dipimpin oleh seorang ketua sidang dan dibantu oleh sekretaris. d. Seluruh substansi pembahasan dalam rapat teknis harus terekam secara lengkap, akurat serta mudah dibaca dan dimengerti, baik merupakan catatan pada RSB 1 maupun pada rekaman terpisah. e. PSJMN melakukan perbaikan terhadap naskah RSB 1 sesuai dengan notulen rapat teknis maupun catatan pada RSB 1, dan hasil perbaikan ini disebut RSB 2. f.
PSJMN menyebarluaskan RSB 2 kepada seluruh anggota TPSB yang bersangkutan dan kepada unit kerja terkait untuk memperoleh tanggapan/masukan bagi penyempurnaan RSB 2 tersebut.
g. Tanggapan/masukan RSB 2 yang diterima, dirangkum oleh PSJMN dan selanjutnya akan dibahas dalam rapat konsensus TPSB.
3.2.3.3 Konsensus TPSB a. Rapat konsensus membahas tanggapan/masukan terhadap isi substansi naskah RSB 2 untuk memperoleh konsensus/kesepakatan terhadap isi naskah RSB 2. b. Peserta rapat konsensus adalah anggota TPSB dan dapat ditambah nara sumber apabila diperlukan. c. Rapat konsensus harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota TPSB. d. Rapat konsensus dipimpin oleh seorang ketua sidang dan dibantu oleh sekretaris. e. Seluruh hasil pembahasan dalam rapat konsensus harus terekam secara lengkap, akurat serta mudah dibaca dan dimengerti, baik merupakan catatan pada RSB 2 maupun pada notulen rapat. f.
Hasil rapat konsensus harus dituangkan dalam berita acara hasil konsensus (yang mencakup kuorum, konsensus/tidak konsensus, hasil voting, notulen rapat, daftar hadir yang ditanda-tangani).
g. RSB 2 dapat ditetapkan menjadi RSB 3 apabila peserta rapat konsensus menyepakati rancangan tersebut secara aklamasi. Dalam hal aklamasi tidak dicapai dapat dilakukan pemungutan suara/voting, dan RSB 2 dapat ditetapkan menjadi RSB 3 apabila sekurangkurangnya 2/3 dari peserta rapat konsensus menyatakan setuju. Apabila peserta rapat
10 dari 12
konsensus yang menyetujui kurang dari 2/3, maka RSB 2 tersebut harus diperbaiki dengan memperhatikan alasan dari tanggapan yang menyatakan tidak setuju. h. PSJMN melakukan perbaikan terhadap naskah RSB 2 sesuai dengan berita acara rapat konsensus dan hasil perbaikan ini disebut RSB 3.
3.2.4 Penulisan naskah Standar BATAN Penulisan naskah Standar BATAN dilakukan sesuai dengan format penulisan yang ditetapkan dalam Pedoman BSN
tentang Penulisan Standar Nasional Indonesia dan Pedoman Tata
Naskah Dinas dan Tata Kearsipan serta Pedoman Kode Klasifikasi. Kedua Pedoman tersebut merupakan acuan yang harus digunakan oleh TPSB, TPRS, dan semua pihak yang terlibat dalam perumusan atau revisi SB.
3.2.5
Penetapan Rancangan Standar BATAN
Penetapan Rancangan Standar BATAN menjadi Standar BATAN merupakan kewenangan Kepala BATAN. RSB 3 hasil rapat Konsensus diajukan kepada Kepala BATAN oleh PSJMN untuk ditetapkan menjadi Standar BATAN dengan dokumen kelengkapan lainnya yang menjadi persyaratan yaitu : 1. Daftar undangan rapat konsensus, 2. Daftar hadir peserta rapat konsensus dan pernyataan persetujuan tertulis dari pihak terkait yang tidak hadir (bila ada), 3. Berita acara konsensus yang ditandatangani oleh ketua TPSB dan sekretaris, 4. Notulen rapat, 5. Naskah RSB 3 dengan format yang telah disesuaikan dengan ketentuan format naskah dinas yang berlaku di BATAN, 6. Masing-masing dokumen di atas, dibuat rangkap 2 (dua) dan khusus dokumen RSB 3 disertakan pula dalam bentuk berkas elektronik (disket).
3.2.6
Kaji ulang Standar BATAN
Semua Standar BATAN, harus dikaji ulang dan dievaluasi secara berkala
untuk lebih
menjamin bahwa Standar BATAN tersebut masih sesuai dengan keadaan/kebutuhan pada saat diperlukan. Kaji ulang standar BATAN dilakukan terhadap standar yang telah berumur 5 (lima) tahun atau lebih, atau sesuai dengan kebutuhan. Hasil kaji ulang dapat berupa abolisi (penarikan/pencabutan), revisi (suplemen, amandemen), atau tanpa perubahan. 11 dari 12
Pelaksanaan kaji ulang
dilakukan oleh TPSB dan/atau KSB dengan dikoordinasikan oleh
PSJMN.
3.2.7 Revisi Standar BATAN Revisi Standar BATAN dilaksanakan mengikuti tatacara pelaksanaan perumusan Standar BATAN baru.
3.3
Dokumentasi
Dokumentasi yang berkaitan dengan pelaksanaan perumusan standar ketenaganukliran disimpan dan dipelihara oleh PSJMN.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Nopember 2008 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, -ttdHUDI HASTOWO NIP. 330001103
Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat,
Ferhat Aziz
12 dari 12
PEDOMAN TENTANG AKREDITASI DAN SERTIFIKASI BATAN (PSB 02: 2008)
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2008
Daftar isi
Daftar isi ....................................................................................................................... i BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1.
Umum ................................................................................................................ 1
1.2.
Maksud dan tujuan .............................................................................................. 1
1.3.
Ruang lingkup ..................................................................................................... 1
1.4.
Acuan................................................................................................................. 1
BAB II AKREDITASI DAN SERTIFIKASI BATAN ........................................................................... 2 2.1. Jenis akreditasi dan sertifikasi BATAN.................................................................... 2 2.2. Persyaratan umum akreditasi dan sertifikasi.............................................................2 2.3. Program akreditasi dan sertifikasi........................................................................... 3 2.4 . Pelaksana akreditasi dan sertifikasi BATAN ............................................................ 3 2.5. Penetapan akreditasi dan sertifikasi BATAN............................................................ 4 BAB III PELAKSANAAN AKREDITASI DAN SERTIFIKASI BATAN .....................................................5 3.1. Tahapan pelaksanaan akreditasi laboratorium dan sertifikasi sistem manajemen (mutu, lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan produk) BATAN …......5 3.2. Tahapan pelaksanaan sertifikasi personel BATAN.....................................................7 3.3. Dokumentasi pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi BATAN ...................................... 7
i
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Dalam rangka menghasilkan produk Ketenaganukliran yang bermutu, BATAN telah menetapkan Sistem Standardisasi BATAN (SSB) yang merupakan tatanan jaringan sarana dan kegiatan Standardisasi dilingkungan BATAN mengatur perumusan, penerapan, pembinaan, dan pengawasan. Oleh karena itu perlu adanya pedoman yang mengatur tentang
penerapan
standardisasi yaitu pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi BATAN. Mengingat luasnya sektor akreditasi dan sertifikasi BATAN serta perlunya ketentuan khusus untuk masing-masing sektor, maka pedoman ini dilengkapi dengan beberapa pedoman akreditasi maupun pedoman sertifikasi yang lebih rinci. Dengan mengacu pedoman ini, akreditasi dan sertifikasi BATAN dilaksanakan dengan benar sesuai dengan standar BATAN yang tertelusur secara nasional maupun internasional, sehingga bisa meningkatkan daya saing dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu produk
litbang
BATAN yang telah dipasarkan.
1.2. Maksud dan tujuan Pedoman ini digunakan untuk mengatur pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi BATAN agar unit kerja mempunyai kompetensi sesuai dengan persyaratan
sistem
mutu
BATAN
untuk
standar BATAN yang telah ditetapkan sebagai mewujudkan
tujuan
penerapan
standar
ketenaganukliran.
1.3. Ruang lingkup Pedoman ini mengatur pelaksanaan akreditasi BATAN untuk laboratorium dan sertifikasi BATAN untuk sistem manajemen mutu, lingkungan, produk , K3 dan Personel.
1.4. Dasar 1. Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor. 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN, 2. Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor. 413/KA/XII/2005 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas dan Tata Kearsipan serta Pedoman Kode Klasifikasi, 3. Keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di Lingkungan BATAN, 4. Sistem Standardisasi BATAN tahun 2008.
1 dari 7
BAB II AKREDITASI DAN SERTIFIKASI BATAN
2.1 . Jenis akreditasi dan sertifikasi BATAN Sesuai Sistem standardisasi BATAN, kegiatan akreditasi dan sertifikasi BATAN dibagi dalam beberapa jenis sesuai standar acuan yang digunakan untuk penilaian kesesuaian serta lingkup kompetensi dan kebutuhan BATAN dalam mendukung sasaran utama, sebagai berikut :
2.1.1. Jenis akreditasi BATAN Akreditasi BATAN terdiri dari: a. Laboratorium pengujian. b. Laboratorium kalibrasi. c. Laboratorium penelitian dan pengembangan.
2.1.2. Jenis sertifikasi BATAN Sertifikasi BATAN terdiri dari: a. Sertifikasi sistem manajemen mutu. b. Sertifikasi sistem manajemen lingkungan. c. Sertifikasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. d. Sertifikasi produk. e. Sertifikasi personel. f.
Sertifikasi lainnya dibidang standardisasi sesuai dengan kebutuhan.
2.2.
Persyaratan umum akreditasi dan sertifikasi
2.2.1. Persyaratan umum laboratorium yang akan mengajukan akreditasi BATAN: a. Mempunyai legalitas hukum. b. Mempunyai struktur organisasi. c. Memiliki sistem manajemen mutu dan kemampuan teknis yang memenuhi persyaratan standar BATAN untuk persyaratan umum kompetensi
laboratorium (laboratorium
pengujian, laboratorium kalibrasi dan laboratorium penelitian dan pengembangan). d. Telah menerapkan sistem manajemen mutu dan sistem dokumentasi sesuai minimum 3 (tiga) bulan. e. Telah melaksanakan audit internal dan tinjauan manajemen minimal 1(satu) kali.
2 dari 7
butir (c)
2.2.2. Persyaratan umum unit kerja yang akan mengajukan sertifikasi Sistem Manajemen (Mutu, Lingkungan, K3 dan Produk) BATAN: a. Mempunyai legalitas hukum. b. Mempunyai struktur organisasi. c. Memiliki sistem manajemen yang memenuhi standar BATAN untuk persyaratan sistem manajemen (mutu, lingkungan , K3, dan produk). d. Telah menerapkan sistem manajemen dan sistem dokumentasi sesuai
dengan butir (c)
minimum 3 (tiga) bulan. e. Telah melaksanakan audit internal dan tinjauan manajemen minimal 1 (satu) kali.
2.2.3. Persyaratan umum personel yang akan mengajukan sertifikasi Personel BATAN: a. Telah mengikuti pelatihan sesuai yang disyaratkan di Pusdiklat BATAN. b. Persyaratan khusus sesuai dengan lingkup kompetensi.
2.3 Program akreditasi dan sertifikasi Program akreditasi dan sertifikasi BATAN adalah program kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala BATAN yang dituangkan dalam Dokumen Prioritas Program Standardisasi BATAN. Akreditasi dan sertifikasi diluar program tersebut dapat diajukan oleh unit kerja kepada Kepala BATAN cq. PSJMN dan dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan.
2.4 Pelaksana akreditasi dan sertifikasi BATAN Pelaksana Akreditasi dan sertifikasi BATAN sesuai tugas dan fungsinya adalah PSJMN, dengan dibantu oleh Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB) sebagai pelaksana penilaian kesesuaian akreditasi BATAN dan Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) sebagai pelaksana penilaian kesesuaian Sertifikasi BATAN sistem manajemen ( mutu, lingkungan, K3 dan produk ) dan Tim Penguji untuk sertifikasi personel. Anggota Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB), Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) maupun Tim Penguji dapat terdiri dari personel yang memiliki kompetensi sesuai dengan ruang lingkup akreditasi maupun sertifikasi.
3 dari 7
2.5 Penetapan akreditasi dan sertifikasi BATAN a. Penetapan akreditasi BATAN untuk laboratorium dan sertifikasi BATAN untuk sistem manajemen (mutu, lingkungan, K3 dan produk) dilakukan oleh Komisi Standardisasi BATAN (KSB). b. Penetapan sertifikasi personel dilakukan oleh Tim Penguji Sertifikasi Personel (TPSP)
4 dari 7
BAB III PELAKSANAAN AKREDITASI DAN SERTIFIKASI BATAN
3.1 Tahapan
pelaksanaan
akreditasi
laboratorium
dan
sertifikasi
sistem
manajemen (mutu, lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan produk) BATAN sebagai berikut: a.
Permohonan akreditasi dan sertifikasi Unit kerja mengajukan permohonan akreditasi dan sertifikasi dengan mengisi formulir yang disediakan oleh BATAN cq PSJMN yang harus ditanda tangani oleh Kepala unit kerja dan menyampaikan kembali ke BATAN cq PSJMN dilampiri dengan persyaratan yang ditetapkan.
b.
Penilaian kesesuaian (audit kecukupan dan audit lapangan ) TPKAB atau TPKSB melakukan audit kecukupan dan audit lapangan Terhadap laboratorium atau unit kerja sesuai jadwal yang telah disepakati. 1. Untuk akreditasi laboratorium
pengujian dan laboratorium kalibrasi, penilaian
kesesuaian berdasarkan Standar BATAN tentang persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi (SB-77-0003-80 : 2007), 2. Untuk
akreditasi
laboratorium
penelitian
dan
pengembangan,
penilaian
kesesuaian berdasarkan Standar BATAN tentang persyaratan umum kompetensi laboratorium penelitian dan pengembangan, 3. Untuk sertifikasi sistem manajemen mutu, penilaian kesesuaian berdasarkan Standar BATAN tentang persyaratan sistem manajemen mutu (SB-77-0001-80 : 2005), 4. Untuk
sertifikasi
sistem
manajemen
lingkungan,
penilaian
kesesuaian
berdasarkan Standar BATAN tentang persyaratan sistem manajemen lingkungan, 5. Untuk sertifikasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, penilaian kesesuaian berdasarkan
Standar BATAN tentang persyaratan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja, 6. Untuk sertifikasi produk, penilaian kesesuaian berdasarkan Standar BATAN tentang persyaratan sertifikasi produk, 7. Untuk sertifikasi lainnya, penilaian kesesuaian berdasarkan Standar BATAN tentang persyaratan yang sesuai dengan sertifikasinya. c.
Penetapan akreditasi dan sertifikasi BATAN 1. Komisi Standardisasi BATAN (KSB) dalam menetapan akreditasi dan sertifikasi BATAN mengadakan rapat pengambilan keputusan, dengan mengevaluasi laporan hasil penilaian kesesuaian yang disampaikan oleh TPKAB atau TPKSB, 5 dari 7
2. Hasil dari rapat pengambilan keputusan ditetapkan dalam berita acara penetapan akreditasi atau sertifikasi, 3. Hasil penetapan akreditasi atau sertifikasi disampaikan kepada unit kerja oleh BATAN cq PSJMN. d. Penerbitan Sertifikat Akreditasi dan Sertifikasi 1. BATAN menerbitkan sertifikat akreditasi laboratorium atau sertifikat sertifikasi unit kerja BATAN yang telah ditetapkan memenuhi persyaratan oleh KSB, 2. Sertifikat akreditasi dan sertifikat sertifikasi BATAN disampaikan ke unit kerja oleh BATAN cq PSJMN, 3. Sertifikat akreditasi dan sertifikat sertifikasi BATAN berlaku selama 3(tiga) tahun. e. Survailen Selama berlakunya sertifikat akreditasi atau sertifikat sertifikasi BATAN (3 tahun), BATAN cq PSJMN wajib melakukan program survailen secara periodik minimal 1 (satu) kali dalam setahun terhadap laboratorium yang telah diakreditasi atau unit kerja yang telah disertifikasi untuk menjamin bahwa laboratorium yang diakreditasi atau unit kerja yang telah disertifikasi tetap konsisten memenuhi persyaratan akreditasi atau sertifikasi. f.
Perpanjangan sertifikat akreditasi dan sertifikat sertifikasi BATAN 1. Bila masa berlaku sertifikat akreditasi dan sertifikat sertifikasi BATAN akan berakhir (minimal 3 bulan sebelumnya) maka unit kerja diwajibkan akreditasi atau sertifikasi ulang, 2. Tata cara pelaksanaan akreditasi atau sertifikasi ulang mengikuti tata cara pelaksanaan akreditasi atau sertifikasi awal.
g.
Penambahan ruang lingkup akreditasi dan sertifikasi BATAN 1. Laboratorium yang telah diakreditasi dan unit kerja yang telah disertifikasi dapat mengajukan penambahan ruang lingkup minimal satu tahun setelah mendapat sertifikat, 2. Surat permohonan perluasan atau penambahan ruang lingkup diajukan kepada BATAN cq PSJMN disertai dokumen pendukung yang diperlukan, 3. Proses selanjutnya sesuai dengan tata cara akreditasi dan sertifikasi awal. 4. Setelah ditetapkan oleh KSB untuk menambah ruang lingkup maka akan diterbitkan sertifikat baru sesuai ruang lingkup yang baru bagi sertifikat yang sudah habis masa berlakunya. Untuk sertifikat yang belum habis masa berlakunya, merevisi lampiran ruang lingkupnya.
6 dari 7
3.2 Tahapan pelaksanaan sertifikasi personel BATAN a. Permohonan sertifikasi personel diajukan oleh unit kerja ke PSJMN dengan mengirimkan nama personel dan melengkapi persyaratan yang ditetapkan. b. Pelaksanaan ujian kualifikasi oleh tim penguji sesuai standar BATAN tentang sertifikasi dan kualifikasi personel. c. Penetapan kelulusan dilakukan oleh Tim Penguji Sertifikasi Personel (TPSP) berdasarkan hasil ujian kualifikasi. d. Penerbitan sertifikat. 1. Sertifikat kualifikasi personel diberikan kepada personel yang dinyatakan lulus oleh Tim Penguji Sertifikasi Personel (TPSP), 2. Sertifikat kualifikasi personel diterbitkan dan ditanda tangani oleh
kepala Pusat
Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir, 3. Sertifikat kualifikasi personel berlaku selama 5 (lima) tahun. e. Sebelum berakhirnya masa berlaku sertifikat (minimal 1 bulan),
harus dilakukan
perpanjangan sertifikat dengan cara mengikuti ujian kualifikasi.
3.3
Dokumentasi pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi BATAN
Dokumentasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi BATAN disimpan dan dipelihara oleh PSJMN.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Nopember 2008 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, -ttdHUDI HASTOWO NIP. 330001103 Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat,
Ferhat Aziz
7 dari 7
PEDOMAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDARDISASI (PSB 03: 2008)
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2008
Daftar isi BAB I ........................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN............................................................................................................. 1 1.1 . Umum .................................................................................................................. 1 1.2. Maksud dan tujuan ................................................................................................. 1 1.3. Ruang lingkup........................................................................................................ 1 1.4. Dasar .................................................................................................................... 1 BAB II.......................................................................................................................... 2 PEMBINAAN STANDARDISASI ........................................................................................ 2 2.1. Pengertian ............................................................................................................. 2 2.2. Perencanaan pembinaan ......................................................................................... 2 2.3. Pelaksanaan pembinaan.......................................................................................... 3 2.4. Evaluasi pembinaan ................................................................................................ 3 BAB III......................................................................................................................... 4 PENGAWASAN STANDARDISASI ..................................................................................... 4 3.1. Pengawasan standardisasi....................................................................................... 4 3.2. Perencanaan pengawasan....................................................................................... 4 3.3. Pelaksanaan pengawasan ....................................................................................... 4 3.4. Evaluasi................................................................................................................. 5 3.5. Pelaporan .............................................................................................................. 5 3.6. Tindak lanjut ……………………………………………………………………………………………………….6
i
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Kegiatan Standardisasi di lingkungan BATAN dilaksanakan berdasarkan keputusan Kepala BATAN tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di lingkungan BATAN, yang dilengkapi dengan dokumen Sistem Standardisasi BATAN (SSB) dan pedoman-pedoman pelaksanaannya, antara lain Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Standardisasi. Pedoman ini digunakan sebagai panduan bagi pusat/unit kerja dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan standardisasi di lingkungan BATAN, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi. 1.2
Maksud dan tujuan
Pedoman ini dimaksudkan untuk mengatur tata cara pembinaan dan pengawasan standardisasi di BATAN dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman sehingga seluruh pusat/unit kerja di lingkungan BATAN mampu menerapkan standardisasi serta menjamin keterpaduan penerapan SSB. 1.3
Ruang lingkup
Pedoman ini berlaku di lingkungan BATAN dengan lingkup kegiatan meliputi: a.
Pembinaan standardisasi melalui workshop, seminar, pendidikan, pelatihan dan sosialiasi secara terencana atau sesuai keperluan, termasuk pembinaan yang dilakukan secara internal oleh pusat/unit kerja.
b.
Pengawasan standardisasi melalui kegiatan audit, pemantauan dan inspeksi oleh PSJMN serta pengawasan internal oleh pusat/unit kerja masing-masing, yang berfokus pada keselamatan instalasi dan fasilitas nuklir.
1.4 a.
Dasar Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor. 392/KA/XI/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN.
b.
Keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 Tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di Lingkungan BATAN.
c.
Sistem Standardisasi Nasional tahun 2001.
d.
Sistem Standardisasi BATAN tahun 2008.
1 dari 6
BAB II PEMBINAAN STANDARDISASI 2.1 Pengertian Pembinaan standardisasi adalah upaya menyadarkan dan meningkatkan pemahaman sehingga seluruh pusat/unit kerja mampu menerapkan standardisasi di lingkungan BATAN. Pembinaan standardisasi internal adalah upaya untuk menyadarkan dan meningkatkan pemahaman terhadap pegawai secara internal oleh unit kerja untuk mampu menerapkan standardisasi.
2.2 PERENCANAAN PEMBINAAN a.
Kegiatan
pembinaan
standardisasi
direncanakan
sesuai
dengan
prioritas
Program
Standardisasi BATAN. b.
Unit kerja BATAN dapat mengusulkan untuk mendapatkan pembinaan Standardisasi kepada BATAN c.q PSJMN. Pembinaan di luar prioritas Program Standardisasi BATAN pada tahun berjalan dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan persetujuan KSB.
c.
Pembinaan standardisasi di pusat/unit kerja didasarkan atas pertimbangan: - kebutuhan pusat/unit kerja untuk memastikan mutu layanannya, - peraturan/regulasi yang terkait dengan pusat/unit kerja, - masukan dari pusat/unit kerja.
d.
Pembinaan Standardisasi dilaksanakan dengan memperhatikan kompetensi dan kemampuan pusat/unit kerja dalam menerapkan regulasi, standar, atau ketentuan tersebut.
e.
Pembinaan standardisasi dikelompokkan dalam dua cara: - pembinaan secara umum,
- pembinaan secara khusus. f.
Personel yang ditugaskan untuk melaksanakan pembinaan adalah personel yang memiliki kompetensi memadai terkait dengan materi pembinaan yang akan dilaksanakan.
g.
Apabila diperlukan, tenaga ahli dari pusat/unit kerja lain atau dari instansi lain dapat diundang sebagai narasumber dalam pembinaan.
2 dari 6
2.3 PELAKSANAAN PEMBINAAN a.
Pelaksanaan pembinaan dilakukan dengan sistematika sebagai berikut: 1. pembinaan standardisasi secara umum kepada seluruh pusat/unit kerja terkait dengan skema standardisasi dalam bentuk sosialisasi dan seminar atau dalam bentuk lain, yang dikoordinasikan oleh PSJMN, 2. setelah mengikuti pembinaan umum, masing-masing pusat/unit kerja menyampaikan status penerapan standardisasi sesuai dengan kompetensi dan jenis layanannya kepada BATAN c.q PSJMN, 3. status penerapan standardisasi di pusat/unit kerja menjadi masukan untuk menentukan metode pembinaan khusus kepada pusat/unit kerja, 4. BATAN cq PSJMN melaksanakan pembinaan standardisasi secara khusus kepada pusat/unit kerja tertentu dalam bentuk workshop, pelatihan, bimbingan, konsultasi, atau dalam bentuk lain, 5. PSJMN membuat laporan pelaksanaan pembinaan.
b.
Pembinaan standardisasi internal dilaksanakan sesuai dengan kebijakan pusat/unit kerja masing-masing.
2.4 EVALUASI PEMBINAAN a.
Evaluasi pembinaan dilakukan terhadap: -
hasil penilaian pusat/unit kerja terhadap pelaksanaan pembinaan oleh PSJMN,
-
kinerja pembinaan,
-
personel pembina yang ditugaskan,
-
kesesuaian materi pembinaan dengan kebutuhan pusat/unit kerja,
-
peningkatan kompetensi pusat/unit kerja dalam penerapan standardisasi setelah pembinaan.
b.
Hasil evaluasi, beserta laporan pelaksanaan pembinaan, disampaikan kepada Kepala BATAN sebagai bahan untuk menyusun kebijakan dan program pembinaan standardisasi.
c.
Evaluasi pembinaan internal dilaksanakan oleh pusat/unit kerja masing-masing.
3 dari 6
BAB III PENGAWASAN STANDARDISASI 3.1.
Pengawasan standardisasi Upaya untuk menjamin keterpaduan penerapan Sistem Standardisasi BATAN.
3.2.
Perencanaan pengawasan
a. Program pengawasan disusun dengan memperhitungkan kegiatan unit kerja yang berpengaruh pada keselamatan. Program tersebut mencakup pengawasan terhadap seluruh proses utama dalam jangka waktu tertentu. b. Program tersebut dapat ditinjau serta disesuaikan dengan: -
Frekuensi dan hasil dari pengawasan sebelumnya,
-
Perubahan persyaratan signifikan apapun akibat peraturan baru,
-
Perubahan manajemen atau batas tanggung jawab unit kerja,
-
Temuan signifikan dari pengawasan eksternal atau pengawasan pihak ketiga,
-
Umpan balik dari ketidaksesuaian dan dari proses tindak perbaikan dan pencegahan,
-
Kejadian eksternal yang secara potensial mempengaruhi hasil pengawasan, dan
-
Perkembangan teknologi.
c.
Program pengawasan mencakup waktu yang memadai untuk persiapan, pelaksanaan pengawasan, evaluasi masalah yang teridentifikasi dan pelaporan hasilnya.
d.
Untuk setiap pengawasan, ditetapkan perencanaan untuk memilih lingkup kegiatan yang akan diawasi serta persyaratan yang harus dipenuhi.
e.
Program ini ditetapkan oleh Kepala BATAN dan didistribusikan kepada unit kerja yang diawasi.
f.
Tim pengawasan ditetapkan oleh Kepala BATAN, berdasarkan kompetensi bidang atau kegiatan yang diawasi dan kemampuan pengawasan lain yang diperlukan dengan koordinator PSJMN.
g.
Pengawasan internal dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pimpinan unit kerja.
h.
Anggota tim adalah personel yang tidak terkait langsung dengan kegiatan yang diawasi.
3.3.
Pelaksanaan pengawasan
a. Pengawasan dipusatkan pada pengamatan atas kegiatan yang dilaksanakan, baik dalam bentuk dokumen maupun pelaksanaan di lapangan. Metode pengawasan berupa wawancara dengan personel dan penilaian kegiatan yang sedang atau telah selesai dilaksanakan. b. Pengawasan terhadap kegiatan dilakukan untuk memastikan kesesuaian dan kecukupan terhadap persyaratan dan regulasi.
4 dari 6
c. Jadwal dan pelaksanaan pengawasan dilakukan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Apabila diperlukan, penilaian lebih lanjut dapat dilakukan setelah diperoleh kesepakatan dari pimpinan unit kerja. d. Pelaksanaan teknis pengawasan dilakukan berdasarkan metode dan prosedur pengawasan yang berlaku. e. Apabila ditemukan ketidaksesuaian yang berpengaruh terhadap keselamatan, pengawas harus memastikan bahwa pimpinan unit kerja telah mengetahuinya dan bahwa tindak lanjut telah direncanakan untuk memperbaikinya. Kondisi yang ditemukan selama pengawasan yang membutuhkan perhatian khusus harus dilaporkan sesegera mungkin kepada pimpinan unit kerja. f. Apabila ditemukan dugaan ketidaksesuaian, hal ini dapat didiskusikan dengan personel yang bertanggung jawab untuk menghindari salah pengertian. g. Kondisi yang mencerminkan praktek yang baik pada unit kerja juga termasuk hal yang harus diidentifikasi oleh tim sebagai bahan berbagi pengalaman. Hal ini mencakup bidang kegiatan dimana sasarannya secara konsisten tercapai atau terlampaui.
3.4.
Evaluasi
a. Tim harus mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab ketidaksesuaian untuk menentukan permintaan tindak perbaikan. Permintaan tindak perbaikan tersebut harus menguraikan ketidaksesuaian dan mengidentifikasi bidang kegiatan dimana peningkatan dapat dilakukan. b.
Apabila praktek yang baik teridentifikasi, harus dianalisa untuk menentukan faktor-faktor yang mendukung keberhasilannya.
3.5.
Pelaporan
a. Hasil pengawasan harus segera dilaporkan kepada Kepala BATAN dan unit kerja yang diawasi. Laporan pengawasan merupakan komunikasi tentang temuan dengan menonjolkan tingkat keterkaitannya dengan keselamatan. b. Agar lebih efektif, laporan harus diserahkan dalam bentuk final secepat mungkin, minimal mencakup: 1. daftar temuan positif dan negatif, 2. daftar personel yang dihubungi, persyaratan dan regulasi yang diacu serta lingkup kegiatan yang diawasi, 3. uraian metode pengawasan yang digunakan tim; 4. acuan rencana pengawasan yang menunjukan lingkup kegiatan mana saja yang diawasi, 5. pernyataan ringkas apakah kegiatan yang diawasi memenuhi persyaratan dan regulasi, 6. peluang peningkatan dan praktek yang baik. 5 dari 6
3.6.
Tindak lanjut
Pimpinan unit kerja harus mengkaji temuan pengawasan dan memastikan bahwa seluruh tingkatan manajemen telah menjadwalkan tindak perbaikan. Kerangka waktu a.
implementasi
tindak
perbaikan
harus
mempertimbangkan
pengaruhnya
terhadap
keselamatan. b. Pimpinan unit kerja harus melaporkan kepada tim cq. PSJMN mengenai perkembangan yang dicapai dalam menyelesaikan tindak perbaikan. c. Implementasi tindak perbaikan tersebut harus diverifikasi oleh tim.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Nopember 2008 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, -ttdHUDI HASTOWO NIP. 330001103 Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat,
Ferhat Aziz
6 dari 6