TradisiSlametanPendirianRumah Di DesaNglunduDenggungan, Banyudono, KabupatenBoyolali Disusun Untuk Memenuhi Tugas Wawasan Budaya Nusantara Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam
Disusun oleh:
SRI CAHYANI PUTRI P. NIM 14148150
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2015
Page |1
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan dan karunia–Nya sehingga saya dapat menyusun makalah tentang kebudayaan tradisi “Slametan Pendirian Rumah” yang masih berkembang di lingkungan sekitar ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Makalah ini telah dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Budaya Nusantara yang dibimbing oleh Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada pemilik rumah bapak Eko, tetangga dekat yang bernama bapak Mudhin dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun saya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca dan yang membutuhkannya serta menjadi amal yang insyaallah baik disisi Allah SWT.
Surakarta, 26 Nopember 2015
Penulis
Page |2
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR
1
DAFTAR ISI
2
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
5
1.2 Rumusan Masalah
7
1.3 Tujuan
7
1.4 Tinjauan Teori
8
1.5 Metode Penelitian
10
1. Jenis Penelitian
10
2. Objek Kajian/Penelitian
10
3. Metode Pengumpulan Data
10
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Budaya Ide/Konsep Slametan Pendirian Rumah 2.1.1 Fungsi dan tujuan slametan pendirian rumah
12
2.1.2 Doa-doa yang dibacakan dalam acara slametan pendirian rumah
13
2.2 Budaya Tindakan/Aktivitas Slametan Pendirian Rumah 2.2.1 Slametan mendirikan pondasi
15
2.2.2 Slametan mendirikan molo / kuda-kuda
15
2.2.3 Slametan slup-slupan
16
2.3 Budaya Artefak Slametan Pendirian Rumah 2.3.1 Alat-alat yang digunakan dalam slametan pendirian rumah
18
2.3.2 Sesajen yang digunakan dalam slametan pendirian rumah
18
Page |3
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
22
3.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
24
Page |4
DAFTAR GAMBAR Gambar 01. Slametan pendirian rumah
12
Gambar 02. Acara slametan di Nglundu Denggungan, Banyudono, Kabupaten Boyolali
16
Gambar 03. Kenduren
16
Gambar 04. Macam-macam isi kenduren
17
Gambar 05. Ingkung / ayam utuh
18
Gambar 06. Sego gurih
19
Gambar 07. Sri Cahyani Putri P dan kenduren
27
Gambar 08. Sri Cahyani Putri P dan pemilik rumah (bapak Eko)
27
Page |5
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap pulau yang terdapat di Indonesia memiliki tradisi adat masing–masing, misalnya tradisi yang terdapat di Jawa yaitu slametan pendirian rumah. Tradisi berasal dari bahasa latin yaitu tradhito yang berarti diteruskan atau kebiasaan. (Rendra, 1984:3) Jadi tradisi merupakan sesuatu yang telah dilakukan sejak lama yang menjadi bagian hidup dari kehidupan suatu kelompok masyarakat atau informasi yang diteruskan generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan karena kalau tidak dilakukan tradisi itu akan punah. Masyarakat Jawa dibagi menjadi 3 bagian yaitu menyerah pada alam, mencari keseimbangan dan menaklukkan alam. Tujuan dari tradisi Jawa yaitu mencari keselamatan, ketentraman dan kebahagiaan. Di dalam kebudayaan orang Jawa, Slametan merupakan versi Jawa dari upacara keagamaan yang paling umum di dunia. Upacara ini melambangkan kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut serta di dalamnya misalnya tetangga, rekan sekerja, teman dekat, sanak keluarga, arwah setempat, nenek moyang yang sudah mati dan dewa–dewa yang hampir terlupakan. Semuanya duduk bersama mengelilingi satu meja dan oleh karena itu terikat kedalam suatu kelompok sosial tertentu yang diwajibkan untuk tolong–menolong dan bekerja sama. Slametan dapat diadakan untuk memenuhi semua hajat orang sehubungan dengan suatu kejadian yang sedang diperingati. Kelahiran, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti nama, sakit tetapi pemilik rumah selalu tidak melupakan agar seseorang yang bisa membaca doa terdapat juga disitu. Tradisi Slametan ini masih sangat kental di Rt 02/01 Nglundu Denggungan, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Daerah ini masih mempercayai tradisi dari nenek moyang misalnya seperti dalam acara Slametan pendirian rumah ini setiap tahapan harus menggunakan slametan. Slametan mendirikan pondasi, slametan mendirikan molo / kuda-kuda serta slametan slupslupan.
Page |6
Slametan pendirian rumah merupakan nilai-nilai luhur karena bentuk dari ucapan syukur pemilik rumah yang sedang mempunyai hajatan. Slametan pendirian rumah di Rt 02/01 Nglundu Denggungan, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah juga memiliki kekhasan misalnya saat pemilik rumah harus menanam uang receh di setiap sudut rumahnya atau biasa disebut saka guru.
Page |7
1.2. Rumusan Masalah Penulisan makalah ini untuk mengetahui wujud budaya pada slametan pendirian rumah dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah wujud budaya ide / konsep slametan pendirian rumah ? 2. Bagaimanakah wujud budaya tindakan/aktivitas slametan pendirian rumah ? 3. Bagaimanakah wujud budaya artefak slametan pendirian rumah ?
1.3. Tujuan Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan wujud budaya yang terdapat pada tradisi slametan pendirian rumah di Rt 02/01 Nglundu Denggungan, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah.
Page |8
1.4. Tinjauan Teori Kebudayaan berasal dari kata Yunani “colore, culture, dalam bahasa inggris disebut culture (kebudayaan) yang berbeda dengan kata civilization (peradaban). Di jerman istilah civilization berarti peradaban lahir yaitu kata pergaulan halus, teknik dan organisasi masyarakat yang tinggi derajatnya, sistem hukum yang teratur baik. Sedangkan kebudayaan (culture) merupakan peradaban batin yaitu kehalusan budi, keluhuran (ilmu) batiniah, ketinggian perkembangan ilmu pengetahuan dan kesenian. (Imam Sutrajo, 2008:10) Cliffort Gertz berpendapat bahwa kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini kebenarannya oleh orang yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan–perasaan dan emosi–emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai–nilai moral yang sumbernya adalah pandangan hidup dan etos atau sistem yang dipunyai oleh setiap manusia. (Imam Sutrajo, 2008:11-12) Koentjaraningrat dalam buku Kajian Budaya Jawa (2008) berpendapat bahwa budaya berasal dari kata “buddhayah” (dalam bahasa Sansekerta) yang merupakan bentuk jamak dari buddhi / akal. Oleh karena itu kebudayaan merupakan hal–hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Keseluruhan isi serta kemampuan alam pikiran dan alam jiwa manusia dalam hal menanggapi lingkungannya disebut metalitet tidak terlepas dari hubungannya dengan sistem nilai budaya. Kebudayaan meliputi gagasan–gagasan, cara berfikir, ide-ide yang menghasilkan norma-norma, adat istiadat, hukum dan kebiasaan–kebiasaan yang merupakan pedoman bagi tingkah laku dalam masyarakat. Tingkah yang lebih tinggi dari adat istiadat adalah sistem nilai budaya karena sistem nilai budaya merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian masyarakat. Sistem nilai budaya tidak saja berfungsi sebagai pedoman tetapi juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup. (Imam Sutrajo, 2008:11-12) Tradisi merupakan berasal dari bahasa latin yaitu traditio yang artinya diteruskan. Menurut bahasa adalah suatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik, yang menjadi adat kebiasaan dengan ritual adat dan agama. Selain itu tradisi merupakan kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah masyarakat. (Rendra, 1984:3)
Page |9
Tradisi lahir dan dipengaruhi oleh masyarakat kemudian masyarakat muncul dan dipengaruhi oleh tradisi. Dalam memahami tradisi, mungkin banyak melihat betapa banyak tradisi yang dikemas dengan nuansa islami yang memberikan kesusahan dan tekanan terhadap masyarakat walaupun masyarakat sekarang sudah tidak sadar akan tekanan yang telah diberlakukan tradisi tersebut. Namun tidak bisa dipungkiri tradisi juga memberikan manfaat yang bagus demi berlangsungnya tatanan dan nilai ritual yang telah diwariskan secara turun - temurun. Slametan merupakan upacara sedekah makanan dan doa bersama yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan ketentraman untuk ahli keluarga yang menyelenggarakan. Orang Jawa meyakini bahwa slametan adalah syarat spiritual yang wajib dan jika dilanggar akan mendapatkan ketidakberkahan atau kecelakaan. Dalam pembangunan rumah, selain slametan dikenal juga istilah kenduren. Kenduren adalah upacara sedekah makanan karena seseorang telah memperoleh anugrah atau kesuksesan sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Di dalam kenduren terdapat makanan yang disajikan berupa tumpeng lengkap dengan lauk pauknya. Tumpeng dan lauk pauknya nantinya dibagikan kepada yang hadir yang disebut carikan atau berkat. Undangan dalam acara kenduren biasanya terdiri dari kerabat, teman dekat dan tetangga. Mereka berkumpul untuk berbagi suka, suasana santai sambil membicarakan tauladan yang bisa ditiru. Selain itu tujuan dari kenduren ini adalah meminta selamat buat yang didoakan dan keluarganya. (Purwadi dan Djoko Dwiyanto, 2006:299)
P a g e | 10
1.5. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian pada makalah ini yaitu penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrument kunci. (Sugiyono, 2015) Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis data. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan pada penelitian ini. Landasan dari beberapa teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar penelitian berjalan dengan focus sesuai dengan fakta di lapangan dan memberikan gambaran umum tentang latar penelitian sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. 2. Objek kajian / penelitian: Dalam penelitian ini yang akan menjadi objek penelitian adalah tentang Slametan pendirian rumah yang dilakukan pada tanggal 24 - 25 November 2015 yang berlokasi di Rt 02/01 Nglundu Denggungan, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini lebih membahas tentang slametan pendirian rumah. Untuk menentukan informan digunakan konsep Spradley (1997:61) dan Bernard (1994:166) yang prinsipnya menghendaki seorang informan itu harus paham terhadap budaya yang dibutuhkan (Suwardi Endraswara, 2006:203). Dalam penelitian slametan mendirikan rumah ini peneliti memilih informan–informan yang cukup mengerti akan upacara tradisi slametan pendirian rumah. Para informan tersebut yaitu pemilik rumah (bapak Eko) dan tetangga dekat (bapak Mudhin). Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisi adalah keluarga, tetangga dekat dan prosesi slametan pendirian rumah yang ada di Rt 02/01 Nglundu Denggungan, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. 3. Metode pengumpulan data: a. Observasi Observasi adalah kegiatan pengamatan terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera manusia yaitu melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Ini yang dinamakan observasi langsung. Didalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan mengamati langsung tradisi slametan pendirian rumah kemudian
P a g e | 11
mengambil foto dari acara tradisi tersebut. Selain itu penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan wawancara dengan pemilik rumah (bapak Eko) dan tetangga dekat (bapak Mudhin). b. Wawancara Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari narasumber. Peneliti sebelum mengumpulkan data di lapangan dengan teknik wawancara, sebaiknya menyusun daftar pertanyaan sebagai pedoman di lapangan. Namun daftar pertanyaan bukanlah sesuatu yang bersifat ketat, dapat mengalami perubahan sesuai kondisi di lapangan. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap pemilik rumah (bapak Eko) dan tetangga dekat (bapak Mudhin). Adapun daftar pertanyaan ialah mengenai prosesi tradisi slametan pendirian rumah, sesaji dam ubo rampe serta makna simbolik yang terkandung dari slametan pendirian rumah. Adapun teknik wawancara yang digunakan ialah wawancara semi terstruktur. Dalam semi terstruktur meskipun wawancara sudah diarahkan oleh
sejumlah
daftar
pertanyaan
tidak
menutup
kemungkinan
memunculkan pertanyaan baru yang idenya muncul secara spontan sesuai dengan konteks pembicaraan yang dilakukan. c. Instrument penelitian 1) Menggunakan kamera pocket untuk mengambil foto kegiatan yang dapat memberikan gambaran atau visual yang mewakili tentang proses upacara slametan pendirian rumah. 2) Catatan wawancara.
P a g e | 12
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Budaya Ide / Konsep Slametan Pendirian Rumah 2.1.1 Fungsi dan tujuan slametan pendirian rumah
Gambar 01. Slametan pendirian rumah. (Foto: Sri Cahyani Putri, 2015)
Menurut Eko dalam wawancara pada tanggal 24 Nopember 2015, fungsi dan tujuan dari acara slametan yaitu untuk memohon keselamatan dan ketentraman untuk ahli keluarga yang menyelenggarakannya. (bapak Eko) Upacara slametan termasuk upacara yang batiniah yang bertujuan untuk mendapat Ridla dari Allah. Kegiatan slametan menjadi tradisi di masyarakat Jawa. Bahkan masyarakat Jawa meyakini slametan sebagai spiritual, apabila dilanggar akan mendapat celaka bagi orang yang bersangkutan.
P a g e | 13
2.1.2 Doa–doa yang dibacakan dalam acara slametan pendirian rumah Menurut Mudhin dalam wawancara pada tanggal 25 Nopember 2015 di dalam tradisi slametan ini doa-doa yang dibacakan antara lain: •
Membaca basmallah Bismillaa Hirrahmaa nirrahiim Artinya: Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang.
•
Membaca ayat kursi sebanyak 41 kali Allaahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyuum Laa ta-khudzuhuu sinatuw walaa nauum Lahuumaa fissamaawaati wamaa fil ardhi Mandzalladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa bi idznih Ya’lamu maa baina aydiihim wamaa khalfahum Walaa yuhiithuuna bisyai-inmmin ‘ilmihii ilaa bimaa syaa Wasi’a kursiyyuhussamaawaati wal ardhi Walaa ya-uuduhuu hifzhuhumaa Wahuwal ‘aliyyul azhiim Artinya: Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantukdan tidak tidur Kepunyaan-Nya apa yang di langit dab di bumi. Tiada yang dapat member syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya Kursi Allah meliputi langit dan bumi Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar
P a g e | 14
•
(Q.s Al – Baqarah: 127 – 128) Yang artinya: Ya Tuhan, terimalah kebaktian kami. Sungguh engkau Maha Mendengar lagi Maha mengetahui. Ya Tuhan, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada – Mu, dan jadikanlah pula anak turunan kami umat yang tunduk patuh kepadamu – Mu. Tunjukkanlah kepada kami cara dan tempat – tempat ibadah haji kami, serta terimalah taubat kami. Sungguh Engkau Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.s Al – Baqarah: 127 – 128)
P a g e | 15
2.2 Budaya Tindakan / Aktivitas Slametan Pendirian Rumah Menurut Eko dalam wawancara pada tanggal 24 Nopember 2015 dalam tahapan mendirikan rumah terdapat 3 slametan yaitu: 2.2.1 Slametan mendirikan pondasi Pada tahapan ini biasanya dilakukan dengan mengadakan Slametan Jenang. Selesai slametan diadakan, maka kegiatan dimulai dengan menggali tanah untuk membangun pondasi rumah. Sebagian dari jenang tersebut ikut ditanam bersama batu/bata pondasi dan dilakukan oleh pemimpin ritual. Menegakkan tiang-tiang rumah, dalam bahasa Jawa disebut “Saka guru”. Untuk orang yang mengikuti slametan pada tahap ini yaitu para kerabat dan tetangga dekat ditambah dengan tenaga-tenaga tukang dan tenaga sukarela tertentu. Upacara slametan ini dipimpin oleh seorang sesepuh atau seorang kyai.
2.2.2 Slametan mendirikan Molo / kuda–kuda Tradisi mendirikan molo / kuda–kuda adalah sesajian yang dipasang di atap rumah tertinggi. Harapan yang ingin diwujudkan agar rumah tidak sekedar dimaknai sebagai bangunan fisik tempat tinggal semata, tetapi rumah mencerminkan kepribadian pemiliknya, sekaligus bukti eksistensi diri. Sesajian ini ditunggu semalaman sebelum dipasang atau sering disebut lek– lekan. Didalam tahapan ini terdapat sesajen / ubo rampe seperti tebu, seikat padi dan kelapa yang dipasang diatas rumah. Tidak hanya itu terdapat juga ketan, kolak dan apem. Ketan merupakan beras ketan yang direbus dengan dan dikasih parutan kelapa. Ketan ini biasanya lengket yang melambangkan raketnya keluarga yang berada di dalam rumah tersebut. Kolak merupakan makanan santan yang didalamnya terdapat pisang. Kolak berarti tolak yang memiliki makna tolak dari segala sesuatu yang bersifat negatif. Serta apem yaitu merupakan kue yang berwarna coklat biasanya di dalamnya terdapat irisan kelapa. Makanan ini melambangkan supaya pemilik rumah memiliki rejeki yang banyak / menggelembung seperti bentuk dari apemnya.
P a g e | 16
2.2.3 Slametan Slup-slupan
Gambar 02. Acara Slametan di Nglundu Denggungan, Banyudono, Kabupaten Boyolali. (Foto: Sri Cahyani Putri, 2015)
Gambar 03. Kenduren. (Foto: Sri Cahyani Putri, 2015)
P a g e | 17
Gambar 04. Macam-macam isi Kenduren. (Foto: Sri Cahyani Putri, 2015)
Tradisi adat Slametan mendirikan rumah merupakan tradisi dari nenek moyang yang masih dipercayai hingga sekarang dari rumah yang lama ke rumah yang baru dengan tujuan agar pemilik rumah betah tinggal di rumah yang baru. Di dalam tradisi ini pemilik rumah biasanya mengadakan doa bersama. Pemilik rumah mengundang sanak keluarga, para rekan kerja, teman dekat maupun tetangga dekat. Biasanya terdapat makanan yang disebut kenduren. Setelah acara doa bersama selesai, kenduren tersebut dibagi– bagikan kepada orang–orang yang hadir di acara slametan tersebut. Kenduren ini biasanya terdiri dari sego gurih, pisang, lauk pauk berupa tempe dan tahu, kerupuk udang, rempeyek dan sayur sambel goreng krecek.
P a g e | 18
2.3 Budaya Artefak Slametan Pendirian Rumah 2.3.1 Alat–alat yang digunakan dalam Slametan pendirian rumah Menurut Eko dalam wawancara pada tanggal 24 Nopember 2015, didalam upacara slametan ini, alat–alat yang digunakan antara lain: nyiru (tampah), takir (tempat yang terbuat dari daun pisang), gelas, piring dan baki.
2.3.2 Sesajen yang digunakan dalam Slametan pendirian rumah Menurut Mudhin dalam wawancara pada tanggal 25 Nopember 2015, didalam acara ini terdapat beberapa sajen yang biasa disajikan saat acara slametan antara lain: 1. Ingkung Ingkung merupakan ayam kampung yang dimasak utuh, biasanya ayam ini hanya digoreng biasa. Orang Jawa memaknai ingkung untuk mensucikan orang yang punya hajat maupun tamu yang hadir dalam acara slametan tersebut.
Gambar 05. Ingkung / ayam utuh. (Foto: Sri Cahyani Putri, 2015)
2. Sego gurih Sego gurih merupakan nasi putih yang rasanya gurih, karena dalam pengolahannya nasi tersebut direbus terlebih dahulu dengan menggunakan santan kelapa yang kental. Sego berarti nasi yang mempunyai sinonim beras. Beras merupakan sumber daya kekuatan hidup dan kehidupan manusia. Makna digunakannya beras / padi dalam beberapa upacara
P a g e | 19
mendirikan bangunan rumah yang masing–masing memerlukan kekuatan dan sumber hidup.
Gambar 06. Sego gurih. (Foto: Sri Cahyani Putri, 2015)
3. Pala kependem. Pala kependem merupakan ubi–ubian yang terpendam di dalam tanah. contohnya: uwi, ketela, ganyong, garut dll. Pala kependem. ini diumpamakan sesuatu yang tumbuh di dalam tanah jadi saat mendirikan rumah harus menggunakan pala kependem, supaya rumah yang dibangun kelak bisa kuat untuk ditempatinya. 4. Pisang raja. Pisang dalam bahasa Jawa berarti gedang. Kata gedang bersajak bunyi bila diucapkan dengan padang (dalam bahasa Indonesia berarti terang). (kitab mantra). Jadi pisang dalam upacara slametan mendirikan rumah mempunyai makna simbolis yaitu membawa suasana terang. 5. Cengkir kuning gading. Cengkir merupakan buah kelapa yang masih muda yang berwarna kuning. Warna kuning berarti kegembiraan dan keceriaan. Oleh karena itu cengkir kuning gading mempunyai makna yaitu orang yang mendirikan rumah berharap akan memperoleh kegembiraan / keceriaan dalam menggunakan rumah sebagai tempat tinggal nanti.
P a g e | 20
6. Bunga setaman. Semua bunga bisa digunakan sebagai alat upacara mendirikan rumah kecuali bunga kantil yang biasa digunakan dalam upacara kematian, tetapi bunga yang banyak digunakan sebagai alat upacara antara lain bunga melati, bunga mawar dan bunga kenanga. Bunga memiliki arti simbolis dari baunya. Untuk itu pemakaian bunga setaman dalam upacara slametan pendirian rumah mempunyai makna agar rumah yang sedang dibangun nantinya merupakan sumber keharuman (kebaikan) bagi daerah–daerah disekitarnya. 7. Padi. Makna dari padi sama dengan makna dari beras / nasi yaitu memberikan kekuatan hidup serta kehidupan manusia. 8. Tebu. Tebu merupakan tumbuhan yang didalamnya terdapat air yang rasanya manis. Tebu memiliki arti simbolis yaitu kenikmatan hidup dan kehidupan manusia. Untuk itu tebu digunakan dalam upacara ini agar dapat memberi ketentraman dan kenikmatan hidup kepada pemilik rumah. Selain itu agar dapat menciptakan suasana kerasan pada bangunan rumah yang sedang dibangun sebagai tempat kehidupan keluarga. 9. Janur kuning. Janur kuning merupakan daun kelapa muda yang berwarna kuning. Janur ini memiliki makna dapat mendatangkan kebahagiaan dalam mendirikan rumah. 10. Jarik. Kain jarik dalam upacara ini memiliki makna yaitu supaya orang yang menempati rumah baru bisa menyisihkan atau menabung dari sebagian penghasilannya. 11. Mata uang logam. Dalam masyarakat Jawa uang digunakan dalam upacara mendirikan rumah yaitu dengan menanam uang pada keempat saka guru nya. Tradisi ini agar mendatangkan banyak rejeki bagi penghuninya 12. Cok bakal. Cok bakal merupakan tempat yang terbuat dari takir (tempat yang terbuat dari daun pisang). Tempat ini biasanya berisi beras, bumbu
P a g e | 21
empon–empon, garam, gula, tembakau, seikat daun suruh dll. Cok bakal melambangkan harapan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dapat terpenuhi. Biasanya jumlah Cok bakal ada 5 buah. 4 buah ditaruh dibagian atas kerangka rumah (dalam bahasa Jawa kuda-kuda) dan 1 buah ditaruh di tanah / lantai rumah. 13. Brabon. Brabon merupakan 2 potong kain yang disusun di atas keempat saka guru sebagai simbol penolak bahaya. Kain ini berwarna merah dan di bawahnya terdapat kain putih yang dipinggirnya terdapat warna biru.
P a g e | 22
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Slametan merupakan tradisi jawa dengan tujuan untuk memohon keselamatan dan ketentraman bagi orang yang menyelenggarakannya. Slametan bisa dilakukan didalam acara seperti pada upacara, pernikahan, tingkeban, upacara mitoni dll. Makalah ini akan membahas slametan di dalam acara pendirian rumah. Pada tahapan pendirian rumah terdapat tiga slametan yang harus di lakukan oleh pemilik rumah yaitu slametan mendirikan pondasi, slametan mendirikan Molo / kuda–kuda dan slametan setelah rumah selesai dibangun atau di dalam masyarakat Jawa disebut slup–slupan.
3.2 Saran Sebagai masyarakat Jawa yang memiliki banyak sekali budaya yang masih berkembang di sekeliling kita. Seharusnya kita tetap menjaga dan melestarikan supaya kebudayaan yang kita miliki tidak diakui oleh Negara lain dan juga tidak luntur seiring berkembangnya zaman.
P a g e | 23
DAFTAR PUSTAKA
Buku Rendra. 1984. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: PT Gramedia.
Makalah M.Imam Mahfud. 2012. “Masih Adanya Sambatan di era Modernisasi”. Makalah. Fakultas Dakwah Institut Islam Negeri (IAIN) Raden Patah lampung. Diakses dari http://makalahsosiologisambatan.blogspot.co.id/2012_12_01_archive.html?m=1 pada tanggal 8 Desember 2015, 08:01 WIB. Mytazzz. 2012. “Makalah Kebudayaan (Sambatan Membangun Rumah)”. Diakses dari http://mytamytaz.blogspot.co.id/2012/04/makalah-kebudayaan-sambatanmembangun.html?m=1 pada tanggal 8 Desember 2015, 08:01 WIB.
Internet Kitab
Mantra. 2014. “Ritual Mendirikan Rumah”. Diakses dari http://kitabmantra.blogspot.co.id/2014/09/ritual-mendirikan-rumah.html pada tanggal 4 Desember 2015, 10:00 WIB.
Sulistyanto. 2007. “Sekelumit Kehidupan Sehari-hari Keluarga Sulistyanto, di Gudeg City”. Diakses dari http://keluargasulistyanto.blogspot.co.id/2007_02_01_archive.html pada tanggal 4 Desember 2015, 10:00 WIB. Pascalis P W. 2009. “Tradisi Untuk Rumah Baru”. Diakses dari http://jogjadiluhung.blogspot.co.id/2009/04/tradisi-untuk-rumah-baru_30.html pada tanggal 10 Desember 2015, 12.00 WIB.
P a g e | 24
LAMPIRAN 1. Transkrip wawancara •
Wawancara dengan pemilik rumah (Bapak Eko) Putri
: “permisi pak saya putri, bolehkah saya bertanya-tanya tentang slametan mendirikan rumah yang sedang bapak lakukan. Sebelumnya dengan bapak siapa ya ini ?”
Bapak Eko
: “oh iya boleh mbak. Nama saya Eko bisa dipanggil bapak Eko.”
Putri
: “pada saat bapak membangun rumah sampai rumahnya jadi itu menggunakan berapa slametan yang bapak lakukan ?”
Bapak Eko
: “saya disini melakukan 3 slametan mbak yang pertama slametan untuk mendirikan pondasi terus slametan mendirikan molo / kuda-kuda dan yang terakhir slametan slup-slupan. Slametan ini kalo rumah yang dibangun sudah selasai mbak. Biasanya kalo pas slup-slupan gini para tetangga, sanak keluarga, para kerabat pada ngumpul bersama.”
Putri
: “fungsi dari acara slametan sendiri ini apa pak ?”
Bapak Eko
: “fungsi dari slametan itu untuk memohon keselamatan dan ketentraman untuk keluarga yang menyelenggarakannya. Kalo slametan pada waktu mendirikan pondasi dan mendirikan molo / kudakuda itu supaya tukang yang membangun rumah selamat dalam melakukan pekerjaannya, tidak diganggu oleh roh-roh negative atau roh-roh yang menghuni bangunan itu.”
Putri
: “untuk sesaji dan ubo rampe dalam setiap slametan ini apa aja pak ?”
Bapak Eko
: “untuk sesaji pada waktu mendirikan pondasi itu jenang. Jenang itu nantinya ditanam bersama batu bata. Terus sesaji pada waktu mendirikan molo / kuda-kuda itu ada tebu, seikat padi sama kelapa. Ketiganya nanti dipasang diatas rumah. Selain itu ada juga ketan, kolak sama apem mbak. Terus pada waktu slametan slup-slupan biasanya diadakan kenduren. Kenduren itu berisi sego gurih, pisang, lauk pauk kayak tahu sama tempe, kerupuk udang, rempeyek dan sayur sambel goreng krecek. Selain itu masih banyak lagi mbak kayak ingkung, pala kependem, cengkir kuning gadhing, bunga setaman, padi, tebu, janur kuning, jarik, mata uang logam, cok bakal sama brabon. Cok bakal ini berupa takir atau tampah biasanya diisi beras, empon-empon, garam,
P a g e | 25
gula, tembakau sama seikat daun sirih. Kalo brabon itu dari kain yang berwarna merah dibawahnya kain putih biasanya dipasang di saka guru.” Putri
: “apakah ada makna dari setiap sesaji yang disajikan itu pak ?”
Bapak Eko
: “ada mbak. Saya tau nya cuma artinya dari ketan, kolak sama apem nya saja. Ketan itu kan raket / lengket jadi raketnya keluarga yang berada didalam rumah. Kolak bisa berasal dari tolak yang berarti tolak dari segala sesuatu yang bersifat negative. Terakhir apem, supaya pemilik rumah memiliki rejeki yang banyak atau menggelembung seperti bentuk apem.”
Putri
: “untuk alat-alat yang digunakan dalam acara slametan ini apa aja ?”
Bapak Eko
: “alat-alatnya ada nyiru kayak tampah atau tampah, takir tempat yang dibuat dari daun pisang, gelas, piring baki.”
•
Wawancara dengan tetangga dekat sekaligus orang yang mengerti tentang tradisi Jawa (Bapak Mudhin) Putri
: “permisi pak, saya putri. Bolehkah saya bertanya tentang arti / makna dari sesaji atau ubo rampe dari slametan yang dilakukan oleh keluarga bapak Eko ?”
Bapak Mudhin
: “iya boleh saja mbak. Saya akan membantu sebisa saya.”
Putri
: “apakah bapak mengetahui tentang arti dari sesaji / ubo rempe seperti ingkung, sego gurih, pala kependem, pisang raja, cengkir kuning gading, bunga setaman, padi, tebu, janur kuning, jarik, mata uang logam pak ?”
Bapak Mudhin
: “kalo ingkung itu mbak untuk mensucikan orang yang punya hajat maupun tamu yang hadir dalam acara. Sego gurih itu sego berarti nasi / beras yang mempunyai sumber kekuatan hidup dan kehidupan manusia. Jadi beras / nasi yang digunakan dalam membangun rumah memerlukan kekuatan dan sumber hidup. Pala kependem berarti kan ditanam didalam tanah, jadi supaya rumah yang dibangun bisa kuat untuk ditempati. Pisang raja, pisang dalam bahasa Jawa berarti gedang yang sama dengan padang atau dalam bahasa Indonesia terang bila diucapkan. Jadi makna dari pisang kelak akan membawa suasana terang.
P a g e | 26
Cengkir kuning gadhing, cengkir itu buah kelapa yang masih muda berwarna kuning. Warna kuning sendiri melambangkan kegembiraan dan keceriaan, fungsinya sendiri supaya orang yang mendirikan rumah berharap akan memperoleh kegembiraan dan keceriaan dalam menggunakan tempat tinggalnya kelak. Bunga setaman, semua bunga bisa dijadikan sesaji mbak kecuali bunga kantil soalnya biasa digunakan waktu upacara kematian. Waktu mendirikan rumah kebanyakan menggunakan bunga melati, mawar dan kenanga fungsinya agar rumah yang dibangun kelak menjadi sumber keharuman atau kebaikan bagi daerah disekitarnya. Padi sama seperti beras atau nasi yang sudah saya jelaskan tadi. Tebu melambangkan kenikmatan hidup dan kehidupan manusia. Supaya pemilik rumah kerasan menempati rumah barunya. Janur kuning melambangkan kebahagiaan dalam mendirikan rumah. Jarik melambangkan orang yang menempati rumah baru bisa menyisihkan penghasilannya untuk ditabung. Mata uang logam yang ditanam pada keempat saka guru nya supaya mendatangkan banyak rejeki.” Putri
: “kalo doa – doa yang dibacakan apa aja pak ?”
Bapak Mudhin
: “biasanya membaca basmalah, ayat kursi sejumlah 41 dan membaca Q.s Al – Baqarah: 127 – 128.”
P a g e | 27
2. Gambar narasumber
Gambar 07. Sri Cahyani Putri dan Kenduren. (Foto: Sri Cahyani Putri, 2015)
Gambar 08. Sri Cahyani Putri dan pemilik rumah (Bapak Eko). (Foto: Sri Cahyani Putri, 2015)