TRADISI MALAM BAINAI PADA ACARA PERKAWINAN ADAT PADANG PARIAMAN DI KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG
(SKRIPSI)
Oleh DINI RAHMA OKTORA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016/2017
ABSTRAK TRADISI MALAM BAINAI PADA ACARA PERKAWINAN ADAT PADANG PARIAMAN DI KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG
OLEH
DINI RAHMA OKTORA
Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa yang memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Dari berbagai macam budaya, masing – masing memiliki tradisi dan adat istiadatnya, salah satunya tradisi orang Padang Pariaman yang ada di Kelurahan Rajabasa Raja Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung terdapat budaya yaitu sebuah tradisi yang disebut malam bainai. Malam bainai merupakan memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang telah dilumatkan. Acara malam bainai dilaksanakan di rumah anak daro, yang diadakan pada malam sehari sebelum hari pernikahan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pelaksanaan malam bainai pada acara perkawinan adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?”. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan malam bainai pada acara perkawinan Adat Padang Pariaman di Kelurahan Rajabasa Raja Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan teknik pengumpulan data yang menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi dan menganalisis data dengan teknik kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa malam bainai dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu (1) tahap Basegeh (persiapan) yaitu mempersiapkan perlengkapan maupun peralatan yang digunakan dalam proses malam bainai, moderator, tata busana, kesenian tradisional. (2) tahap pelaksanaan yaitu bamandi – mandi , maniti kain kuniang dan bainai. (3) tahap Bakameh-kameh (penutup), pemberian nasehat, pembacaan do’a untuk kedua mempelai dan diakhiri dengan acara keluarga ataupun hiburan.
TRADISI MALAM BAINAI PADA ACARA PERKAWINAN ADAT PADANG PARIAMAN DI KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh DINI RAHMA OKTORA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN Pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016/2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kototinggi, 12 Oktober 1994. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Bapak Yulia Nifrizon dan Hasma Nengli. Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 02 Sungai Dadok dan tamat belajar pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Kecamatan Gunuang Omeh dan selesai pada tahun 2010 dan dilanjutkan kejenjang sekolah menengah atas di SMA N 1 Suliki dan tamat belajar pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, di Program Studi Pendidikan Sejarah dengan jalur SNMPTN. Pada Semester VI penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Surabaya Ilir, Kecamatan Bandar Surabaya dan menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Bandar Surabaya, Lampung Tengah. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat universitas, jurusan, tingkat program studi maupun organisasi yang berada dilur kampus. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang diikuti, antara lain UKM Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung, Himapis, Ikatan Mahasiswa Minang - (IMAMI) Lampung dan Fokma Pendidikan Sejarah.
Motto
ْ ﻮَدَﺟَ وَ ﻣَﻦﻣَﻦْ ﺟَﺪ
Man Jadda Wa Jada, wa Man Shabara Zhafira Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil dan siapa yang bersabar akan beruntung (Pepatah Arab) “Karena sesungguh nya di dalam setiap kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguh nya dalam setiap kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah: 5-6)
“Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi Anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya…” (Lance Armstrong)
i
PERSEMBAHAN
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala hidayah dan karunia- Nya. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan kerendahan hati
dan rasa syukur, kupersembahkan sebuah karya kecil ini sebagai tanda cinta dan sayangku kepada :
Kedua orang tuaku Bapak Yulia Nifrizon dan Ibu Hasma Nengli yang telah
membesarkanku dengan penuh kasih sayang, pengorbanan, dan kesabaran. Terimakasih
atas setiap tetes air mata dan tetes keringat, dan yang selalu membimbing dan mendoakan keberhasilanku, sungguh semua yang Bapak dan Ibu berikan tak mungkin terbalaskan.
Terima kasih pada adik-adiku tercinta M. Rasyid Ridho, M. Ikhsanul Ikhwan dan Husnul
Mardiatur Rahmi, terimakasih atas doa, semangat, dan kasih sayang yang selalu diberikan selama ini.
Bapak/Ibu dosen, Bapak/Ibu guru, terimakasih atas bimbingan, dorongan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
Sahabat dan teman-teman yang telah memberi semangat dan dukungan, terimakasih telah mengukirkan sebuah sejarah dalam kehidupanku. Almamater tercinta “Universitas Lampung”
ii
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil ’aalamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul “Tradisi Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman Di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Muhammad Fuad, M. Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 4. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
iii
5. Bapak Drs. Zulkarnian, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 6. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, sekaligus sebagai pembimbing II skripsi penulis, terima kasih Bapak atas saran, dan bimbingannya, selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah Unila. 7. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum., Pembahas skripsi penulis, terima kasih Bapak atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang membangun selama proses penyelesaian skripsi ini. 8. Bapak Drs. Tantowi Amsia, M.Si., Pembimbing Akademik dan sebagai Pembimbing I skripsi penulis, terima kasih Bapak atas segala saran, bimbingan dan kepeduliannya selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung. 9. Bapak Drs. Maskun, M.H, Drs. Wakidi, M.Hum., Ibu Dr. Risma Sinaga, M.Hum., Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H., Bapak M. Basri, S.Pd., M.Pd., Bapak Suparman Arif, S.Pd., M.Pd., Ibu Yustina Sri Ekwandari, S.Pd., M.Hum., Bapak Cheri Saputra S.Pd., M.Pd., dan Mami Myristica Imanita, S.Pd., M.Pd., sebagai Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah yang penulis banggakan dan pendidik yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung. 10. Bapak dan Ibu staff tata usaha dan karyawan Universitas Lampung. 11. Kakak Hafifatul Aulia Rahmy., Fadillaturrahmy yang selalu memberi dukungan dan semangat serta motivasi kepada penulis.
iv
12. Sahabat dan teman seperjuangan (Ira Andestia, Johan Setiawan, Adi Wiranata, Indah Nurkomala Dewi, Noviani Lukita Ningtyas, Karlina Kusuma Putri, Puji Umayah, Yuliana, Kiki Rizki Palmaya, Afida Afianingsih), dan seluruh teman-teman HVM angkatan 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 13. Teman-teman KKN dan PPL Wahyu Arif Furqon, Yusi Zulianti, Richa Amelia, Risva Nita, Ratu Faizatul Mufazah, Rizka Dwi Septiani, Anggun Widyawati, Lisa Sasmita dan Triyana Agustina Silaban. Terimakasih semangat dan dukungannya. 14. Rekan-rekan Ikatan Mahasiswa Minang (IMAMI) - Lampung (Wiwing, Ghina, Ayu, Yani, Iftitah, Mutiara, Sernila, Yola, Lira, Siska, Fika, Eko, Rozi, Bang Af, Bang Febri, Bang Anggi, Bang Randi ) dan seluruh keluarga besar Ikatan Mahasiswa Minang (IMAMI) - Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 15. Keluarga besar Pendidikan Sejarah, terima kasih atas segala kekeluargaan dan kebersamaannya selama ini. Semoga penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas segala bantuannya, semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan atas semua yang telah kalian berikan.
Bandar Lampung,
Dini Rahma Oktora
Agustus 2017
v
DAFTAR ISI
Halaman PERSEMBAHAN ................................................................................................ i SANWACANA .................................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ v DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1.2 Identifikasi Masalah.............................................................................. 1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................. 1.4 Rumusan Masalah ................................................................................. 1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................ 1.7 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................
1 6 7 7 7 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................... 9 2.1.1. Konsep Tradisi ............................................................................ 9 2.1.2. Konsep Adat Minangkabau ........................................................ 13 2.1.3. Konsep Perkawinan Adat Minangkabau .................................... 15 2.1.4. Konsep Malam Bainai ................................................................ 17 2.2 Kerangka Pikir ...................................................................................... 20 2.3 Paradigma ............................................................................................. 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ................................................................................. 23 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................. 24 3.3 Variabel Penelitian,Definisi Oprasional dan Informan ........................ 25 3.3.1. Variabel Penelitian .................................................................... 25 3.3.2. Definisi Oprasional Variabel ..................................................... 26 3.3.3. Informan .................................................................................... 27 3.4 Pengumpulan Data ................................................................................ 30 3.4.1. Teknik Wawancara .................................................................... 30 3.4.2. Teknik Observasi ....................................................................... 31
vi
3.4.3. Teknik Dokumentasi ................................................................. 32 3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................ 32 3.5.1. Reduksi Data ............................................................................. 33 3.5.2. Pernyajian Data ......................................................................... 33 3.5.3. Pengambila Kesimpulan dan Verifikasi .................................... 33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Gambaran Umum Daerah Pendidikan ............................................ 34 4.1.1.1 Deskripsi Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung .......... 34 4.1.1.2 Letak dan Batas Kelurahan Rajabasa Raya ............................. 39 4.1.1.3 Luas Wilayah Kelurahan Rajabasa Raya................................. 40 4.1.1.4 Keadaan Penduduk .................................................................. 41 a. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk .................. 41 b. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .................. 42 c. Keadaan Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku ............................. 43 d. Keadaan Penduduk Berdasarkan Pendidikan............................. 44 e. Keadaan Penduduk Berdasarkan Sarana Pendidikan ................. 45 f. Keadaan Sosial Budaya dan Agama Masyarakat ....................... 46 4.1.2. Sistem Kekerabatan Masyarakat Padang Pariaman ....................... 47 4.1.3. Perkawinan Adat Masyarakat Padang Pariaman ............................ 48 4.1.4. Pelaksanaan Tradisi Malam Bainai pada acara Perkawinan Adat Padang Pariaman ................................................................................. 50 4.1.4.1 Pelaksanaan tradisi malam bainai........................................ 52 4.1.4.1.1. Basegeh (Persiapan)....................................................... 52 4.1.4.1.2. Pelaksanaan ................................................................... 55 4.1.4.1.3. Bakameh-kameh (Penutup) ............................................ 60 4.1.5. Pelaksanaan Tradisi Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kelurahan Rajabasa Raya .................................... 61 4.1.5.1 Acara malam bainai dirumah Bapak H. Chairul................. 61 4.1.5.2 Acara malam bainai dirumah Ibu Desmaini ....................... 72 4.1.6. Tujuan Melaksanakan Tradisi Malam Bainai ................................ 82 4.2 Pembahasan ........................................................................................ 84 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 95 5.2. Saran .................................................................................................. 98 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 1 Nama Penjabat Kelurahan Rajabasa Raya ……………........................ 40 Tabel 2 Penggunaan Lahan di Kelurahan Rajabasa Raya .................................... 41 Tabel 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung Tahun 2016…………............................................... 42 Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian.................................... 43 Tabel 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan………................. 45 Tabel 6 Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Rajabasa Raya ..................... 46 Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut …...................... 47
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Daftar istilah
2.
Pedoman wawancara
3.
Surat izin penelitian pendahuluan
4.
Surat izin penelitian
5.
Surat keterangan penelitian
6.
Lembar pengajuan judul
1
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang terkenal akan banyak pulau yang terbentang mulai dari Sabang sampai Marauke dan memiliki kekayaan dan keindahan alam didalamnya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan negara ini memiliki etnis serta budaya yang beragam dari masing-masing suku bangsa tersebut. Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan
masyarakat
yang
tidak perlu dibiasakan dengan belajar
(Koentjaraningrat, 2009:144).
Dikarenakan adanya keragaman dan corak tersebut, maka Koentjraningrat berpendirian bahwa kebudayaan itu ada 3 (tiga) wujudnya yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat,2009:150).
2
Budaya adalah rasa, cipta, dan karsa manusia, maka untuk hasil dari budaya itulah yang dinamakan dengan kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatau kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga menjadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah. Disamping itu, menurut Koentjaraningrat terdapat 7 unsur kebudayaan yang ditemukan pada keseluruhan bangsa di dunia antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bahasa Sistem pengetahuan Organisasi sosial Sistem peralatan hidup dan teknologi Sistem mata pencaharian hidup Sistem religi Kesenian (Koentjaraningrat 2009:165)
Sekian banyak suku yang terdapat di Indonesia, salah satunya adalah etnis Minangkabau, yang berbudaya Minangkabau. Daerah Minangkabau terkenal akan kental adat dan kebudayaannya. Didaerah Minangkabau keterkaitan antara adat dan budaya sangatlah erat, terlihat dari falsafah hidup Minangkabau “ adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Artinya adat yang didasarkan atau ditopang oleh syariat agama Islam yang syariat tersebut berdasarkaan pula pada Al-Qur’an dan Hadist. Ini dapat terlihat dari penerapan adat dan tradisi yang harus selaras dengan syariat Islam yang merupakan agama mayoritas. Alam yang merupakan ciptaan Tuhan yang dijadikan acuan dalam menyusun adat istiadat di nagari-nagari yang berdasarkan pokok-pokok dari “adat yang diadatkan”, maka “alam takambang manjadi guru” yang artinya dalam bahasa indonesia adalah “alam terkembang menjadi guru”, merupakan filosofi dalam menyusun adat istiadat di nagari, yang dilengkapi dengan penyesuaian alua jo patuik (alur dan patut) (Musyair Zainuddin, 2013: 20).
3
Di samping kepercayaan yang kuat terhadap Agama Islam, ciri–ciri khas yang sering kali dihubungkan dengan orang Minangkabau ialah merantau dan adat, khususnya adat yang berciri matrilineal (nasab ibu) (Tsuyoshi Kato, 2005 : 4). Orang minang menganggap ibu merupakan sumber utama perkembangan hidupnya budi yang baik, ibu yang baik, akan melahirkan insan yang baik dan berbudi
pula (Hakimy,
2001:39). Semua hal diprioritaskan untuk wanita
minang, karena kodrat wanita lebih lemah dibandingkan dengan lelaki. Seorang lelaki minang jika ia sudah bisa mencari uang maka kebanyakan ia akan pergi keluar dari daerah asalnya (merantau). Orang–orang Minangkabau khususnya yang berasal dari Padang Pariaman banyak yang merantau, salah satunya di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Orang Padang Pariaman hidup berkeluarga dan menyebar di Kota Bandar Lampung. Para perantau ada yang menambah keluarga dengan cara menikah dengan sesama orang minang atau bahkan dengan orang yang dari suku lainnya, namun dalam tradisi adat, orang Padang Pariaman tetap mempertahankan prosesi adatnya walaupun sudah tidak berada ditanah atau ranah Minangkabau (dirantau). Kita lihat saja dalam rangkaian perkawinan yang dilaksanakan masih melakukan beberapa ritual adat Minangkabau. Contohnya, pada upacara perkawinan, baik itu sebelum pernikahan seperti manapiak/manyilau janjang, maminang, batimbang tando, bapingik dan malam bainai (bagi calon mempelai wanita), adapun ritual adat setelah pernikahan seperti baralek, balantuang kaniang, manjalang mintuo/maanta singgang ayam/maanta nasi lamak. Hal ini dibolehkan dengan syarat tidak bertentangan dengan agama Islam.
4
Perbedaan adat istiadat dapat dibuktikan salah satu diantaranya perbedaan tatacara Perkawinan Adat antara daerah yang satu ke daerah yang lainnya Perkawinan merupakan salah satu unsur dari sebuah kebudayaan. Perkawinan masuk kedalam suatu organisasi sosial dikarenakan pada hakekatnya manusia tidak bisa berkembang dengan baik dan beradab tanpa proses atau lembaga yang disebut perkawinan. Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami istri yang bertujuan untuk membentuk kelurga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Melalui perkawinan akan menyebabkan adanya (lahirnya) keturunan yang baik dan sah, dan keturunan yang baik dan sah dapat menimbulkan terciptanya satu keluarga yang baik dan sah pula dan kemudian akhirnya berkembang menjadi kerabat dan masyarakat yang baik dan sah pula (Tolib Setiady, 2008 : 221) Salah satu upacara adat yang dilakukan sebelum perkawinan yang sering digelar oleh
masyarakat Kecamatan Rajabasa adalah upacara adat malam bainai.
Bainai ialah memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang telah dilumatkan (A.A. Navis, 1986 : 201). Tujuan menginai kuku agar merah itu ialah untuk memberikan pertanda kepada kedua pasangan itu bahwa mereka yang merah kukunya adalah pengantin baru sehingga kalau mereka berjalan berdua atau pergi mandi bersama ke pancuran, semua orang sudah tahu bahwa keduanya adalah pengantin baru dan takkan ada orang yang mengusiknya (A.A. Navis, 1986 : 202). Salah satu upacara adat yang dilakukan sebelum pernikahan yang sering digelar oleh masyarakat Kota Padang Pariaman adalah upacara adat malam bainai. Hasil wawancara dengan Bapak Herman Husen sebagai Ketua Perkumpulan
5
Keluarga Padang Piaman (PKDP) Kota Bandar Lampung pada tanggal
29
November 2016 mengatakan bahwa malam bainai ialah malam dimana calon anak daro berkumpul dengan kedua orang tua, bako/baki, etek, apak, mamak dan anggota keluarga lainnya untuk dipasangkan daun pacar merah yang ditumbuk halus (daun inai). Malam bainai adalah sebuah acara yang sangat sakral yang tujuannya untuk menjaga anak daro dari kejahatan yang terlihat maupun tidak terlihat dan menghiburnya dengan mengadakan acara-acara tradisional seperti selawat, randai, saluang dan lain- lain. Tujuan lainnya juga, dalam acara malam bainai ini dimanfaatkan keluarga untuk berkumpul bersama dan membahas atau mempersiapkan acara untuk perkawinan pada hari esoknya. Pelaksanaan malam bainai ini dimanfaatkan anak daro untuk meminta maaf kepada kedua orang tua dan sanak saudara serta meminta doa restu agar pernikahan yang akan dijalani diberi keberkahan oleh Allah SWT. Disaat upacara adat banyak pelaksanaan yang akan dilalui oleh calon anak daro, seperti Bamandi-mandi (mandi), Maniti Kain Kuniang (berjalan di atas kain yang berwarna kuning) dan Bainai (memasang inai), tetapi untuk efisiensi waktu
dan
pertimbangan-pertimbangan
lain
seringkali
pelaksanaannya
digabung menjadi satu. Pelaksanaan malam bainai di Kecamatan Rajabasa berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat yang berasal dari Padang Pariaman adalah terjadi perbedaan dalam pelaksanaan malam bainai. adanya tumpang tindih pendapat yang diutarakan oleh masyarakat dalam pelaksanaan acara ini. Menurut masyarakat adanya pelaksanaan yang sudah tidak beraturan lagi dan sebagian masyarakat juga tidak mengetahui bagaimana makna
6
dari acara malam bainai itu sendiri. Sementara pendapat Bapak Herman sebagai Ketua Perkumpulan Keluarga Padang Piaman (PKDP) Kota Bandar Lampung acara malam bainai ini adalah acara yang sangat sakral dan pada umumnya dilaksanakan oleh masyarakat Padang Pariaman yang perantauaan (Hasil wawancara, Bapak Herman Husen, 29 November 2016, Diwarung Teh Telur). Berdasarkan latar belakang masalah,
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan Tradisi Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan secara singkat di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah tradisi malam bainai sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Malam Bainai pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung? 2. Makna atau nilai-nilai yang terkandung pada tradisi Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung? 3. Persepsi masyarakat Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung? 4. Terjadinya pergeseran pada nilai yang terjadi pada Tradisi Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?
7
1.3
Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka masalah dalam penelitian ini penulis membatasi pada Pelaksanaan Malam Bainai
pada Acara Perkawinan Adat
Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Diharapkan dengan pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat memfokuskan pada pokok kajian yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian.
1.4
Rumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan adalah bagaimanakah Pelaksanaan Malam Bainai
Pada Acara
Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?
1.5
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Pelaksanaan Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 1.6
Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan memberikan kegunaan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Adapun kegunaan penelitian ini adalah: a. Secara teoritis, adalah menjadi bahan sumbangan pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial dan budaya mengenai kebudayaan Minangkabau terutama tradisi Malam Bainai
Pada
Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota
8
Bandar Lampung. b. Secara
praktis,
dapat
dijadikan
sebagai
bahan
informasi
kepada
peminat kebudayaan yang ingin mengetahui pelaksanaaan tradisi Malam Bainai serta menambah wawasan bagi penulis dan pembaca tentang Tradisi Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
1.7
Ruang Lingkup Penelitian
Agar tidak terjadi suatu kerancuan dalam sebuah penelitian, perlu penulis berikan batasan ruang lingkup yang akan mempermudah pembaca memahami isi karya tulis ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah : a. Subjek Penelitian
: Masyarakat Padang Pariaman di Kacamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung
b. Obyek Penelitian
: Pelaksanaan Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman
c. Tempat Penelitian
: Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung
d. Waktu penelitian
: 2016/2017
e. Konsentrasi ilmu
: Antropologi Budaya
9
REFERENSI Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 144. Ibid. Halaman 150. Ibid. Halaman 165. Zainuddin, Musyair. 2013. Minangkabau dan adatnya : adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Halaman 20. Kato, Tsuyoshi (2005). Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah PT Balai Pustaka. Halaman 4. Hakimy, H. Idrus. 2001. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung : Remaja Rosdakarya. Halaman 39. Setiady, Tolib. 2008. Hukum Adat Perkawinan. Bandung : Alfabeta. Halaman 221. Navis A.A. 1986. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Pt Pustaka Graffiti Press. Halaman 201. Ibid. Halaman 202.
Wawancara Herman Husen. Di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 29 November 2016. Selasa. Pukul 20.00 WIB.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA
2.1
Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian, dimana didalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep atas generalisasi yang akan dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah :
2.1.1
Konsep Tradisi
Upaya manusia dalam rangka memenuhi bebutuhan hidupnya tentu dengan mengandalkan kemampuan manusia sendiri untuk menjadikan alam sebagai obyek yang dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup. kebudayaan lahir sesungguhnya diakibatkan oleh keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam bentuk tingkah laku, pola hidup, perekonomian, pertanian, sistem kekerabatan, stratifikasi sosial, religi, mitos dan sebagainya. Kesemua aspek tersebut yang kemudian harus dipenuhi oleh manusia dalam kehidupannya yang sekaligus secara spontanitas akan melahirkan kebudayaan atau tradisi. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan berasal dari kata latin colere, artinya mengelola atau mengajarkan, yaitu mengelola tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengelola dan mengubah alam (Soejono Soekanto, 2010: 150 ).
10
Menurut E.B Taylor (1871) dalam buku Soerjono Soekanto, kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010 : 150). Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat
yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar
(Koentjaraningrat, 2009:144). Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Upaya untuk meringankan kehidupan manusia, dapat dikatakan tradisi merupakan bagian dari kebudayaan. Pengertian Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran yang turun temurun dari nenek moyang. Tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1976:157).
11
Menurut Anton M. Moeliono tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan masyarakat. Tradisi didefinisikan sebagai cara mewariskan pikiran, kebiasaan, kepercayaan, kesenian dari leluhur ke anak cucunya. Tradisi juga merupakan warisan masa lalu yang dilestarikan terus hingga sekarang, baik berupa nilai, norma sosial, maupun adat kebiasaan yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan. Pada dasarnya tradisi merupakan bagian dari kebudayaan. Dilihat dari konsep kebudayaan itu sendiri, kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dilakukan secara berulangulang berdasarkan waktu tertentu dengan anggota masyarakat lainnya. Hasil karya yang dilakukan secara berulang-ulang ( Anton M. Moeliono, 1995: 1280). Menurut Soebadio dalam Mursal Esten dalam buku kajian transformasi budaya “Tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan. Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia lain atau kelompok manusia dengan kelompok manusia yang lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkunagannya dan bagaimana prilaku manusia terhadap alam yang lalu ia berkembang menjadi suatu sistem, memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan penyimpangan” (Mursal Esten, 1999 : 21 ). Tradisi merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara aspek yang pemberian arti terhadap laku ujaran, laku ritual, dan berbagai jenis laku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang lain (Mursal Esten, 1999 : 22 ).
Tradisi juga biasa dikenal oleh sebagian masyarakat dengan sebutan kebiasaan. Kebiasaan tersebut juga identik dengan adat-istiadat dan kebiasaan kuno.
12
Kebiasaan tradisional yang sudah dijaga sejak lama ini akan semakin berkembang dan semakin luas, tentunya kebiasaan tradisonal ini akan bersentuhan atau mendapat pengaruh oleh masyarakat lainnya. Setiap suku bangsa yang ada pasti memiliki tradisi dan sistem budaya yang berbeda, yang biasanya ditentukan oleh cara pandang mereka terhadap alam dan bagaimana cara mereka menempatkan diri meraka terhadap tatanan alam, yang menentukan kuat dan terjaganya tradisi ini tergantung akan alam dan lingkungan masyaratknya sendiri. Didalam suatu sistem pengetahuan, pola dan corak suatu kebudayaan sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan dan kebutuhan utama dari pendukung kebudayaan dengan demikian, “setiap satu kesatuan masyrakat dengan sendirinya akan memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri sesuai dengan pemenuhan kebutuhannya dan keadaan lingkungan tempat masyarakat tersebut hidup dan bermukim” (Burhan Ashshofa, 2001: 71). Orang Minangkabau menyebut masyarakatnya dengan Alam Minangkabau dan menyebut kebudayaannya dengan Adat Minangkabau. Penyebutan yang demikian menunjukan bahwa orang Minangkabau melihat diri alam, dan sebagai bagian dari alam maka hukum alam yang ada juga berlaku bagi masyarakat Minangkabau. Berdasarkan filsafat orang minangkabau juga menunjukan hal itu : alam takambang jadi guru (Mursal Esten, 1999 : 34 ). Tradisi pada masyarakat Indonesia masih banyak yang dilakukan dengan baik hingga saat ini tradisi-tradisi tersebut tentu saja memiliki tujuan yang baik untuk menciptakan
masyarakat
yang
berperadaban.
Masyarakat
Minangkabau
13
meskipun sudah hidup merantau (jauh dari alam Minangkabau) mereka tetap menjaga bagaimana supaya adat dan tradisinya tetap dilaksakan dengan baik, contohnya tradisi Malam Bainai dan masih banyak tradisi-tradisi lain.
2.1.2
Konsep Adat Minangkabau
Adat Minangkabau merupakan peraturan dan undang-undang atau hukum adat yang berlaku dalam kehidupan sosial orang-orang Minangkabau, terutama yang bertempat tinggal di alam Minangkabau (Amir Sjarifoedin, 2011:56). Ajaranajarannya membedakan secara tajam antara manusia dengan hewan di dalam tingkah laku dan perbuatan, yang didasarkan kepada ajaran-ajaran berbudi baik dan bermoral mulia sesama manusia dan alam lingkungannya (Idrus Hamkimy, 2001 : 13). Adat Minangkabau dapat diartikan sebagai : Aturan (perbuatan dan sebagainnya) yang lazim diturut atau dilakukan oleh masyarakat Minangkabau sejak dulu kala; atau cara (kelakuan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Minangkabau ; dapat pula sebagai wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dalam masyarakat Minangkabau (Amir Sjarifoedin, 2011 : 58). Minangkabau itu terkenal adatnya yang melahirkan budaya Minangkabau. Kata adat dalam pengertian Minangkabau berasal dari bahasa Sanskerta yang dibentuk dari a dan dato. A artinya tidak, dato artinya sesuatu yang bersifat kebenaran. Adat pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang tidak bersifat kebenaran (Musyair Zainuddin, 2013 : 11). Oleh karena itu, adat ada dalam pikiran yang akan menentukan untuk bersikap dan berprilaku maupun berbuat serta mengambil tindakan
14
Adat Minangkabau adalah suatu pandangan hidup yang berpangkal pada budi. Budi berdasarkan ketentuan-ketentuan yang nyata dalam alam sebab alam adalah semata-mata budi yang bersifat memberi dengan tidak mengharap balas (Musyair Zainuddin, 2013 : 18) Adat Minangkabau merupakan falsafah kehidupan yang menjadi budaya dan kebudayaan Minangkabau. Ia juga sekaligus merupakan suatu aturan dan tata cara kehidupan masyarakat Minangkabau yang disusun berdasarkan musyawarah dan mufakat serta diturunkan secara turun temurun secara alamiah (Amir Sjarifoedin 2011 : 58). Disamping itu Adat Minangkabau adalah kebudayaan secara utuh yang dapat berubah. Namun ada adat yang tidak dapat berubah. Adat yang tidak dapat berubah dibagi dalam empat kategori, yakni: 1. Adat Yang Sabana Adat Adat yang asli, yang tidak berubah, yang tak lapuk oleh hujan yang tak lekang oleh panas. Adat yang lazim diungkapkan dalam pepatah dan petitih ini, seperti hukum alam yang merupakan falsafah hidup mereka. 2. Adat-Istiadat Ialah kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat umum atau setempat, seperti acara yang bersifat seremoni atau tingkah laku pergaulan yang bila dilakukan akan dianggap baik dan bila tidak dilakukan tidak apa-apa. 3. Adat Yang Diadatkan Ialah apa yang dinamakan sebagai undang-undang dan hukum yang berlaku, seperti yang didapati pada Undang-Undang Luhak dan Rantau, Undang-Undang Nan Dua Puluh. 4. Adat Yang Teradat Ialah peraturan yang dilahirkan oleh mufakat atau konsensus masyarakat yang memakainya, seperti yang dimaksud memangan: Patah tumbuah, hilang baganti (patah tumbuh, hilang baganti) (Anton M. Moeliono 1995: 1280). Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, adat Minangkabau adalah adat yang mengutamakan budi. Budi adalah tabiat, akhlak, watak seseorang dalam sopan santun. Cara seseorang bersikap dan bertutur kata dengan baik dalam bergaul
15
dapat menunjukan budinya. Oleh karena itu, setiap orang Minangkabau harus mengetahui sopan santun. Orang minangkabau terkenal akan adat dan agamanya yang kental. Adat yang berlaku di minangkabau selalu beriringan dengan jalannya kibullah (Al-Qur-an). 2.1.3 Konsep Perkawinan Adat Minangkabau Kebiasaan kehidupan sehari-hari orang Minangkabau banyak mempergunakan kata adat terutama yang berkaitan dengan pandangan hidup maupun norma-norma yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan orang-orangnya. Menurut orang minang, adat adalah kebudayaan secara keseluruhan. Berdasarkan pasal 1 undang-undang perkawinan Republik Indonesia disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir-batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal bersama Ketuhanan Yang Maha Esa (Anjar Any, 1986 : 11) Kemudian dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan tersebut juga disebutkan, hidup bersama tanpa diikat dalam tali perkawinan dan tidak melalui tatacara perkawinan yang telah ditentukan undang-undang perkawinan adalah tidak dibenarkan (Anjar Any, 1986 : 11) Sementara itu perkawinan menurut hukum adat memberikan arti yang luas yaitu sebagai berikut “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan maksud mendapatkan keturunan yang membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat baik dari pihak suami maupun pihak istri” (Hilman Hadikusuma,1989 : 67).
16
Suku bangsa Minangkabau menganut stelsel matrilineal dengan sistem kehidupan yang komunal, yaitu menempatkan perkawinan menjadi persoalan dan urusan kaum kerabat, mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan, dan perkawinan, bahkan sampai kepada segala urusan akibat perkawinan itu. Perkawinan bukanlah masalah sepasang insan yang hendak membentuk keluarga atau membentuk rumah tangganya saja. Oleh karena itu filsafah Minangkabau telah menjadikan semua orang hidup bersama-sama, maka rumah tangga menjadi urusan bersama, sehingga masalah pribadi dalam hubungan suami istri tidak terlepas dari maslah bersama (A.A. Navis, 1986 : 193). Menurut adat Minangkabau, perkawinan merupakan persoalan kaum kerabat. Mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan dan acara perkawinan adalah tanggung jawab bersama. Dalam adat minangkabau, perkawinan bukan sekedar usaha untuk membentuk suatu keluarga oleh sepasang manusia, tetapi juga untuk melanjutkan garis keturunan. Segala urusan didalam adat Minangkabau menjadi urusan bersama (Yulfian Azrial, 1994 : 14). Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal santun menyantuni, kasih mengasihi tenteram dan bahagia (Mohammad Idris, 1999:1) Berdasarkan pendapat di atas, perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua mahluk hidup memiliki hak azasi untuk melanjutkan keturunannya
17
melalui perkawinan, yakni melalui budaya dalam melaksanakan suatu perkawinan yang dilakukan di Indonesia. Ada perbedaan-perbedaannya dalam pelaksanaan yang disebabkan karena keberagaman kebudayaan atau kultur terhadap agama yang dianut. Seperti yang ada di daerah Minangkabau, pelaksanaan nya memiliki ciri khas yang berbeda dari daerah yang lain. Stelsel perkawinannya adalah mengikuti sistem kekerabatan dan semua urusannya dihubungkan dengan adat. Semua urusan akan adat Minangkabau menjadi urusan semua masyarakat Minangkabau. Oleh karena itu, perkawinan adat Minangkabau adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah membentuk keluarga yang bahagia, kekal santun menyantuni, kasih mengasihi tenteram dan bahagia, yang diikat oleh peraturan dan undang-undang atau hukum adat yang berlaku dalam kehidupan sosial orangorang Minangkabau, terutama yang bertempat tinggal di alam Minangkabau. 2.1.4
Konsep Malam Bainai
Acara tradisi Malam Bainai pada masyarakat perantauan Padang di Bandar Lampung masuk kepada upacara perkawinan. Upacara perkawinan yang ada dialam Minangkabau tetap dijaga sampai saat ini meskipun sudah berada jauh dari daerah Minangkabau. Malam bainai ini biasa disebut sebagi malam terakhir bagi calon pengantin wanita Minang merasakan kebebasan sebagai wanita lajang. Biasa acara ini dihabiskan oleh anak daro untuk berkumpul dengan keluarga dan bercanda-tawa bersama dengan kawan sebayanya.
18
Hasil wawancara dengan Bapak Herman Husen sebagai Ketua Perkumpulan Keluarga Padang Piaman (PKDP) Kota Bandar Lampung pada tanggal 29 November 2016 mengatakan bahwa Malam bainai ialah malam dimana calon anak daro berkumpul dengan kedua orang tua, bako/baki, etek, apak, mamak dan anggota keluarga lainnya untuk dipasangkan daun pacar merah yang ditumbuk halus (daun inai) (Hasil Wawancara, Bapak Herman Husen, 29 November 2016, Diwarung Teh Telur). Malam bainai adalah malam menjaga anak daro agar dia tidak lari sebelum acara perkawinan dan merupakan sebuah acara yang sangat sakral yang tujuannya juga untuk menjaga anak daro dari kejahatan yang terlihat maupun tidak terlihat dan menghiburnya dengan mengadakan acara-acara tradisional seperti selawat, randai, saluang dan lain- lain (Hasil Wawancara, Bapak Herman Husen, 29 November 2016, Diwarung Teh Telur). Tujuan lainnya, malam bainai ini dimanfaatkan kelurga untuk berkumpul bersama dan membahas atau mempersiapkan acara untuk perkawinan pada hari esoknya. Acara malam bainai dilaksanakan dirumah anak daro, yang diadakan sehari atau beberapa hari sebelum pernikahan. Bainai ialah memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang sudah dilumatkan. Bainai semata-mata dihadiri perempuan dari kedua belah pihak, pihak ibu atau bakonya masing-masing (A.A Navis 1984: 201) . Acara ini semata-mata acara perempuan. Dan kalau ada laki-laki pihak marapulai yang hadir, mereka hanyalah pengiring untuk teman pulang di tengah malam. Mereka tidak ikut naik ke rumah. Hanya dihalaman saja (A.A Navis 1984: 201-202).
19
Dalam acara malam bainai ini kaum lelaki tidak biberkenankan untuk naik keatas rumah, karena moment acara bainai ini benar-benar diperuntukkan untuk anak daro. Dan kalau ada, biasanya disediakan tenda atau kursi diluar rumah untuk kaum lelaki yang menunggu saudaro atau kelurganya yang lagi bertamu kerumah anak daro. Dengan itu jauh-jauh hari dan terutama malam hari sebelum akad nikah dilangsungkan semua keluarga dan tetangga terdekat tentu akan berkumpul di rumah yang punya hajat. Sesuai dengan keakraban masyarakat agraris mereka akan ikut membantu menyelesaikan berbagai macam pekerjaan, baik dalam persiapan di dapur maupun dalam menghias ruangan-ruangan dalam rumah. Kehadiran dan partisipasi sesepuh serta para kerabat untuk menunjukkan wujud kasih sayang mereka kepada anak daro yang sebentar lagi akan menghelat pesta pernikahan. Disaat acara ini hanya dihidangkan minuman dan makanan kecil. Ketika acara akan dimulai, anak daro dibawa dari kamarnya ke ruang yang telah dipasang pelaminan. Ia mendudukan disebelah marapulai. Keduanya memakai pakaian pengantin yang lebih sederhana dari hari baralek (berhelat). Acara ini dipimpin seorang perempuan baya yang bijak untuk tugas itu. Bahan inai diletakkan di hadapan kedua pengantin dan yang akan diinai adalah kedua puluh kuku jari mereka masing-masing. Anak daro diinai kerabat marapulai, sedangkan marapulai diinai kerabat anak daro. Masing-masing dipanggil oleh pemimpin acara. Pertama diberi kesempatan ialah ibu marapulai untuk menginai calon menantunya dan kedua ibu anak daro yang akan menginai calon manantunya pula. Demikianlah selanjutnya secara berturut-turut (A.A Navis, 1984: 202).
20
Para kerabat yang memakaikan inai biasanya akan membisikkan kata-kata berisi nasihat tentang berumah tangga kepada anak daro. Kuku jari yang dipakaikan inai pun mempunyai makna yang berbeda-beda. Tujuan menginai kuku agar merah itu ialah untuk memberikan pertanda kepada kedua pasangan itu bahwa mereka yang merah kukunya adalah pengantin baru sehingga kalau mereka barjalan berdua atau pergi mandi bersama ke pancuran, semua orang sudah tahu bahwa keduanya adalah pengantin baru dan takkan ada orang yang mengusiknya. Agar inai itu lebih dalam masuk ke dalam kuku,lumatan daun inai itu dibungkus pada kuku dan dibiarkan begitu saja. Bertambah lama dibiarkan lengket di kuku akan bertambah lama daya tahan pemerahnya (A.A Navis 1984: 202). 2.2
Kerangka Pikir
Masyarakat Minangkabau sangat menjunjung tinggi tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang mereka hingga saat ini tradisi-tradisi yang diwariskan dari generasi kegenerasi masih tetap dilestarikan. Walaupun sudah berada didaerah perantauan tradisi itu akan tetap dijaga dan dijalankan. Melaksanakan tradisi samahalnya dengan mejalankan acara adat. Bagi orang-orang Padang Pariaman yang berada di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, acara tradisi malam Bainai ini sudah lazim dilaksanakan dan bahkan sangat sakral. Akan tetapi, untuk efisiensi waktu dan pertimbangan-pertimbangan lain seringkali pelaksanaan acaranya digabung menjadi satu. Yaitu dalam acara bamandi-mandi, meniti kain kuning dan malam bainai.
Acara malam bainai
dilaksanakan dirumah anak daro, yang diadakan sehari atau beberapa hari
21
sebelum pernikahan. Acara ini biasanya dilaksankan pada malam hari. Bainai ialah memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang sudah dilumatkan. Bainai semata-mata dihadiri perempuan dari kedua belah pihak, pihak ibu atau bakonya masing-masing. Malam bainai ini biasa disebut sebagi malam terakhir bagi calon pengantin wanita Minang merasakan kebebasan sebagai wanita lajang. Biasa acara ini dihabiskan oleh anak daro untyuk berkumpul dengan keluarga dan bercandatawa bersama dengan kawan sebayanya. Acara ini juga dimanfaatkan kelurga untuk berkumpul bersama agar bisa mempersiapkan acara pesta perkawinan pada esok harinya. Tujuan menginai kuku agar merah itu ialah untuk memberikan pertanda kepada kedua pasangan itu bahwa mereka yang merah kukunya adalah pengantin baru sehingga kalau mereka barjalan berdua atau pergi mandi bersama ke pancuran, semua orang sudah tahu bahwa keduanya adalah pengantin baru dan takkan ada orang yang mengusiknya. 2.3
Paradigma
Berdasarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini berupa penggambaran dalam pelaksanaan Tradisi Malam Bainai Pada Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kota Bandar Lampung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
22
Tradisi malam bainai suku Padang Pariaman
Proses Pelaksanaan Malam Bainai
“ Basegeh” Persiapan
Pelaksanaan
Keterangan : Garis Penghubung
:
Garis Aktivitas
:
“Bakameh-kameh” Penutup
23
REFERENSI
Soerjono Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Halaman 150. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 144. Anton M. Moeliono. 1995. Kamus Besar Bahasa lndonesia. Jakarta: Depdikbud Balai Pustaka. Halaman 1280. Esten, mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung : Angkasa. Halaman 21. Ibid. Halaman 22. Ashoshofa, Burhan. 2001. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 71. Esten, mursal. 1999. Op Cit. Halaman 34. Sjarifoedin, Amir. 2011. Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku Imam Bonjol. Jakarta : PT Gria Media Prima. Halaman 58. Hakimy, H. Idrus. 2001. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung : Remaja Rosdakarya. Halaman 13. Sjarifoedin, Amir. 2011. Op Cit. Halaman 58. Zainuddin, Musyair. 2013. Minangkabau dan adatnya : adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Halaman 11. Ibid. Halaman 18. Sjarifoedin, Amir. 2011. Loc Cit. Anton M. Moeliono. 1995. Loc Cit. Any, Andjar. 1986.Perkawinan adat jawa lengkap. Surakarta : PT Pabelan. Halaman 11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam( Bandung: Citra Umbara, 2007)
24
Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Bandung. Mandar Maju. Halaman 67. Navis A.A. 1986. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Pt Pustaka Graffiti Press. Halaman 193. Azrial, Yulfian. 1994. Budaya Alam Minangkabau. Padang : Angkasa Raya. Halaman 14. Ramulyo, Mohd. Idris. 1999. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Halaman 1. Navis A.A. 1986. Op Cit. Halaman 201. Navis A.A. 1986. Ibid. Halaman 201-202. Ibid. Halaman 202.
Wawancara Herman Husen. Di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 29 November 2016. Selasa. Pukul 20.00 WIB.
23
III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Menurut Suwardi Endraswara, metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang strategi yang digunakan dalam penelitian budaya, metode penelitian budaya membahas mengenai langkah-langkah penelitian secara operasional, metode penelitian budaya langsung menukik pada masalah penentuan judul, perumusan masalah, pemilihan informan, penentuan setting, teknik analisis dan pengambilan data (Endraswara 2006:5). Menurut Maryaeni metode adalah cara yang ditempuh peneliti dalam menemukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang diterapkan. Berdasarkan pengertian di atas, maka metode adalah cara untuk menentukan keberhasilan dari suatu penelitian terhadap obyek yang diteliti (Maryaeni 2005:58). Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah cara yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk menemukan hasil dari apa yang akan ditelitinya. Disaat penelitian biasanya ada beberapa macam metode yang dapat digunakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu
24
kelas peristiwa pada masyarakat sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. (Moh. Nazir, 1983 : 63) Winarno Surakhmad mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah suatu cara penelitian yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang pada masalah aktual. Data yang terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (Winarno Surakhmad, 1998:140). Selain itu Winarno Surakhmad mengemukan bahwa metode deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan masalah-masalah yang aktual. 2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa karena itu metode ini sering pula disebut metode analisa (Winarno Surakhmad, 1998:141). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriktif adalah Prosedur penelitian yang dilakukan dengan membuat gambaran secara jelas tentang objek penelitian yang diteliti sesuai dengan sudut pandang kajian. Dengan kata lain bahwa setelah dilakukan penganalisaan data yang diperoleh di lapangan, hasilnya akan dideskriptifkan sesuai dengan tujuan penelitian. 3.2
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Lokasi ini dipilih karena mayoritas masyarkat Minangkabau tinggal didaerah perkotaan adalah orang – orang yang berasal dari Padang Pariaman. Karena biasanya tempat tinggal orang minangkabau berdekatan dengan tempat perdagangan. Karena berdagang merupakan keahlian orang Padang.
25
Orang Padang Pariaman yang ada di Rajabasa ada berbagai macam suku. Didaerah Bandar Lampung orang Minangkabau banyak membuat organisasi dari perkumpulan daerah asal mereka pada alam minangkabau. Disaat penelitian ini peneliti lebih menelitikan penelitian pada orang minangkabau yang berasal dari Padang Pariaman yang berada di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa. Selain itu pemilihan lokasi penelitian didasari pertimbangan bahwa lokasi yang diteliti peneliti adalah lokasi yang satu daerah dengan peneliti, yang memiliki satu daerah asal di alam Minangkabau. Dalam penelitian ini dengan harapan penulis akan dapat lebih mudah melakukan penelitian karena secara verbal penulis dapat berkomunikasi dengan para informan yang rata-rata berkomunikasi dengan menggunakan bahasa minang. 3.3
Variabel Penelitian Dan Definisi Oprasional 3.3.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan kegiatan menguji hipotesis, yaitu menguji kecocokan antara teori dan fakta empiris di dunia nyata. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian langkah selanjutnya adalah menentukan kesimpulan (Juliansyah Noor 2012: 47) . Berdasarkan pengertian dari teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal. Variabel tunggal adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai aspek atau
26
koloni di dalamnya yang berfungsi mendominasi dalam kondisi atau masalah tanpa dihubungkan dengan yang lainnya (Hadari Nawawi, 2001:58). Berdasarkan pengertian variabel tunggal diatas, variabel dalam penelitian ini adalah pada Pelaksanaan Malam Bainai Pada Acara Perkawinan adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Penelitiannya lebih difokuskan pada masyarakat yang berasal dari daerah Padang Pariaman Sumatera Barat. 3.3.2 Definisi Oprasional Variabel Definisi operasional merupakan bagian yang mendefinisikan sebuah konsep atau variabel agar dapat diukur, dengan cara melihat pada dimensi (indikator) dari suatu konsep atau variabel. Dimensi dapat berupa: perilaku, aspek, atau sifat/karekteristik (Juliansyah Noor 2012:97). Dengan demikian maka oprasional variabel adalah suatu cara untuk mengukur variabel dengan cara menspesifikasi kegiatan agar mudah diteliti dan diamati dengan jelas. Adapun definisi oprasional variabel dalam penelitian ini adalah rangkaian proses pelaksanaan Malam Bainai
Pada Acara Perkawinan adat
Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
3.3.3 Informan Menurut Moleong informan adalah "orang yang dalam latar penelitian, yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang suatu penelitian, seorang informan harus memiliki pengalaman tentang latar belakang penelitian" (Moleong 2011:132).
27
Disaat memilih informan, peneliti menggunakan teknik snowballing. Yaitu dari informan kunci, peneliti mencari subyek-subyek lain secara terus menerus sampai peneliti merasa telah memiliki informasi yang cukup. Dalam penggunaan teknik snowball sampling ini peneliti memilih informan awal yakni tokoh adat yang selanjutnya mereka akan menunjuk kepada individu lain yang cocok dijadikan informan lanjutan, begitu seterusnya hingga tidak lagi terdapat variasi informasi (jenuh). Dengan demikian, pada penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sample (Burhan Bungin, 2007 : 53). Seorang Informan harus memiliki beberapa syarat khusus yang harus dimiliki, diantaranya: a.
Tokoh adat atau tokoh masyarakat Tokoh adat disini dimaksudkan adalah orang yang dianggap memahami secara mendalam tentang adat istiadat Padang Pariaman dan sudah lama bermungkim dikelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa.
b.
Jujur Seorang Informan harus bersifat Jujur, jujur disini maksudnya adalah tidak menutup-nutupi apa yang ditanyakan oleh peneliti. Kejujuran Informan sangat mempengaruhi keaslian data yang diteliti.
c.
Taat pada janji Sebelum diadakannya penelitian, biasanya antara peneliti dan Informan sudah melakukan perjanjian tentang apa-apa saja hal yang boleh dan tidak boleh ditanyakan. Peneliti juga diharuskan menjelaskan dalam rangka apa penelitian ini dilakukan. Sehingga terjadi pengertian diantara peneliti dan Informan. Setelah kesepakatan itu tercapai barulah proses
28
penelitian boleh diberlangsungkan. d.
Patuh pada peraturan Sebelum
dilakukannya
penelitian,
seharusnya
dimulai
dengan
pembagian peraturan antara peneliti maupun Informan. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadinya ke tidaksepahaman antara peneliti dan Informan pada saat sesi tanya jawab berlangsung. Apabila terjadi ke tidaksepahaman bukan tidak mungkin proses tanya jawab akan berhenti di tengah-tengah, sehingga tidak mencapai hasil dari yang peneliti inginkan. e.
Suka berbicara Seorang peneliti yang jeli diharuskan mencari Informan yang suka berbicara, hal ini dimaksudkan agar Informan tidak sungkan-sungkan menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah peneliti buat dan sampaikan padanya. Apabila peneliti menemukan Informan yang tidak memenuhi kriteria ini, maka bukan tidak mungkin penelitian ini akan gagal, dan hanya membuang-buang waktu saja.
f.
Tidak termasuk anggota salah satu kelompok yang bertentangan dalam latar penelitian Jelas hal ini sangat penting, apabila peneliti salah mencari Informan dan memberi pertanyaan pada orang-orang yang bertentangan dengan pertanyaan peneliti, maka dapat dipastikan penelitian itu gagal. Hal itu bisa dikarenakan sang Informan member jawaban atau penjelasan yang salah dan menyimpang, hal itu dapat merusak niat awal si peneliti, dan tentu saja ke absahannya pun tidak benar.
29
g.
Mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi Poin ini sangat penting, karena tidak semua orang memiliki pandangan tertentu tentang apa yang ingin diketahui oleh peneliti. Banyak orang yang hanya asal sebut saja, mungkin dikarenakan orang itu mendengar atau mengetahui hal tersebut dari orang lain, dan malah menceritakan hal tersebut kepada peneliti. Memang hal itu tidak salah, tetapi mungkin peneliti pun kurang puas dengan jawaban Informan tersebut, sehingga peneliti harus mengulang mencari Informan lain, dan memerlukan waktu berulang-ulang.
Berdasarkan pendapat diatas, peneliti akan mencari informan yang digunakan dalam penelitian adalah informan yang memenuhi syarat khusus yang telah peneliti sebutkan diatas. Menurut Burhan Bungin, penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sample (Burhan Bungin, 2007:53). Narasumber pertama yang ditemui dalam penelitian ini – berdasarkan rekomendasi kepala kelurahan adalah Bapak Herman Hosen dengan gelar Sutan. Untuk mendapatkan data yang diinginkan bapak Herman Hosen memberikan arahan kepada penulis untuk menemui narasumber lainnya. Antara lain yaitu Bapak H. Chairul, Bambang, Tasar dan Ibu Demaini. Narasumber yang ditunjuk tersebut adalah orang yang ternama, sudah pernah melaksanakan acara dan memiliki pengetahuan tentang tradisi Malam Bainai. Informan kunci ini adalah ketua adat atau ketua perkumpulan orang Padang Pariaman didaerah Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
30
3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Teknik Wawancara Menurut Moh. Nazir wawancara ialah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara sang penjawab dan pewawancara dengan menggunakan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Moh. Nazir 1985: 234) . Sedangkan menurut Juliansyah wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan langsung dengan yang diwawancarai (Juliansyah Noor, 2012: 138). Hasil pernyataan diatas maka teknik wawancara digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi secara langsung melalui tanya-jawab dengan informan sehingga peneliti mendapatkan informasi yang jelas. Berdasarkan penelitian ini, penulis menggunakan wawancara semi-terstruktrur. Herdiansyah menjelaskan bahwa "Wawancara semi-terstruktur dilakukan dengan cara terlebih dahulu menyusun format pertanyaan wawancara. Setelah itu, penulis mendatangi sejumlah informan yang ada di lokasi penelitian untuk memperoleh informasi mengenai masalah yang sedang diteliti. Dalam memberikan jawabannya, informan tidak dibatasi sehingga mereka lebih bebas mengemukakan jawaban apapun sepanjang itu tidak keluar pertanyaan. Pedoman wawancara hanya sebagai patokan dalam alur, urutan dan penggunaan kata. Peneliti bebas berimprovisasi dalam mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan situasi dan alur alamiah asalkan tetap pada topik yang telah ditentukan" (Herdiansyah, 2012:123-124).
31
Bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara terarah. Wawancara terarah yaitu pertanyaan sudah disusun terlebih dahulu dalam bentuk daftar pertanyaan–pertanyaan. Jawaban yang diharapkan sudah dibatasi dengan yang relevan saja dan diusahakan agar informan tidak melantur kemana–mana, penulis melakukan wawancara dimulai dari persiapan identifikasi informan dengan lengkap, penulis juga menerapkan wawancara yang bersifat lentur dan terbuka, tidak berstuktur dengan ketat, tetapi dengan pertanyaan yang semakin terfokus dan mengarah pada kedalaman informasi. 3.4.2 Teknik Observasi Observasi adalah suatu penelitian secara sistematis dengan menggunakan kemampuan indera manusia, pengamatan ini dilakukan pada saat terjadi aktivitas budaya dengan wawancara mendalam. Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah melihat secara langsung mengenai objek yang akan diteliti (Suwardi Endraswara 2006:133). Observasi
bisa
dihubungkan
dengan
upaya
merumuskan
masalah,
membandingkan masalah yang dirumuskan dengan kenyataan di lapangan, pemahaman detail permasalahan guna menemukan detail pernyataan yang akan dituangkan dalam kuesioner, serta untuk menemukan strategi pengambilan data dan bentuk perolehan pemahaman yang dianggap paling penting (Maryaeni 2005 : 68). Pada dasarnya teknik observasi dapat diartikan sebagai
pengamatan yang
dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenei fenomena social dengan gejalagejala yang tampak pada objek penelitian yang kemudian dilakukan pencatatan.
32
Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data dengan cara melakukan secara langsung terhadap obyek yang akan diteliti. 3.4.3 Teknik Dokumentasi Menurut Hadari Nawawi mengatakan bahwa dokumentasi adalah cara atau pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama tentang arsip-arsip dan termasuk buku-buku lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (Hadari Nawawi 1994:58). Disaat menggunakan teknik dokumentasi peneliti berusaha untuk mendapatkan informasi dan data tertulis maupun bentuk gambar, foto, catatan, buku, dan lain sebagainya yang memiliki hubungan dengan masalah yang akan diteliti. 3.5
Teknik Analisis Data
Setelah data-data berhasil dikumpulkan selanjutnya data-data tersebut dianalisis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Pada pokoknya teknik analisis data ada dua macam, yaitu : teknik analisis data kualitatif dan teknik analisis data kuantutatif. Menurut Moh.Nazir, teknik analisis data adalah suatu teknik yang mengelompokan, membuat manipulasi serta menyingkat data sehingga mudah dicerna (Moh. Natsir, 2009: 346). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data Kualitatif karena data yang diperoleh berupa kasus-kasus (bukan berupa angka-angka), fenomenefenomena, dan argumen-argumen sehingga memerlukan pemikiran yang teliti dalam menyelesaikan masalah.
33
Langkah-langkah dalam menganalisis data dalam suatu penelitian adalah sebagai berikut : 3.5.1
Reduksi Data
Data dari lapangan berupa sumber lisan maupun tulisan yang kemudian ditulis direduksi, dirangkum, difokuskan kepada hal yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti yakni proses pelaksanaan Malam Bainai
Pada Acara
Perkawinan adat Suku Padang Pariaman di Kota Bandar Lampung Fungsi dari reduksi
data
ini
adalah
mengarahkan,
menajamkan,
menggolongkan,
mengorganisir, serta membuang yang tidak perlu sehingga kesimpulannya bias ditarik dan diverifikasi. 3.5.2
Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan data ke dalam sebuah matrik, grafik, dan bagan yang diinginkan, penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih data yang lebih relevan dengan konteks penelitian. 3.5.3
Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi
Mengambil kesimpulan dan verifikasi yaitu berusaha mencari penjelasan alur sebab akibat melalui penambahan data baru yang berkaitan dengan objek penelitian tentang tatacara pelaksanaan Malam Bainai. Kesimpulan harus senantiasa di uji selama penelitian berlangsung. Langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil kesimpulan adalah : 1. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian 2. Menyusun data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber yang disapat dilapangan 3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya dituangkan dalam bentuk tulisan (Husaini Usman 2009 : 84-85)
34
REFERENSI Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi dan Aplikasi. Yogyakarta. Pustaka Widyatama. Halaman 5. Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 58. Nazir, Mohamad, 1983. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia :Jakarta. Halaman 63 Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metoda, Teknik. Bandung : Tarsito. Halaman 140. Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi Penelitian. Kencana Prenada Media Group : Jakarta. Halaman 47. Moleong, Lexy. J. 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Halaman 132. Burhan Burngin. 2007 .Analisis Data penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Halaman 53. Nazir, Mohamad, 1983. Op Cit. Halaman 234. Noor, Juliansyah. 2012. Op Cit. Halaman 138. Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta. Penerbit Selemba Empat. Halaman 123-124. Suwardi Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Pustaka Widyatama. Yogyakarta. Halaman 133.
Kebudayaan.
Maryaeni. 2005. Op Cit. Halaman 68. Nawawi, H. Hadari, 2011, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nazir, Mohamad, 1983. Op Cit. Halaman 346. Usman, Husaini. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara. Halaman 84-85.
95
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan diatas proses malam bainai pada acara perkawinan adat padang pariaman di Kelurahan Rajabasa Raya Kota Bandar Lampung dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Proses Basegeh (persiapan) acara malam bainai dilakukan dengan cara terlebih dahulu mempersiapkan perlengkapan dan peralatan, moderator, tata busana dan kesenian tradisional minangkabau. peralatan dan perlengkapan yang akan dipersiapkan pada saat dilangsungkannya acara adalah Untuk acara bamandi- mandi : kain simpai, payung kuning, daun pandan, air, beras kuning dan 7 (tujuh) macam bunga, Maniti Kain Kuniang : Kain kuniang dan acara Bainai : Inai (Daun inai yang sudah ditumbuk atau dihaluskan). Moderator untuk acara dipersiapkan dari orang – orang yang benar-benar mengerti tentang acara dan tidak jarang juga orang yang menjadi moderator ini adalah orang yang didatangkan langsung dari ranah minang (Sumatera Barat). Sebelum dilangsungkannya acara, anak daro didandani dengan busana khusus yang disebut baju tokah dan bersunting rendah. Pada saat acara untuk
96
menghibur anak daro dan para tamu juga dipersiapkan alat tradisional seperti selawat, randai, saluang, tambur dan lain- lain. 2. Malam Bainai merupakan acara yang dilakukan sebelum acara pernikahan. Dalam acara malam bainai ini ada 3 (tiga) rangkaian acara yang akan dilewati oleh anak daro. Rangkaian acaranya adalah bamandi – mandi, maniti kain kuniang dan bainai. Acara malam bainai dilaksanakan pada malam hari biasanya dilakukan setelaha solat magrib atau solat isya. Setelah calon anak daro didandani, ia dibawa keluar kamar dengan diapit oleh gadis –gadis sebaya dengannya. Setelah itu dia duduk diatas kursi yang telah disediakan. Setelah itu dua wanita saudara-saudara ibunya berdiri mengapit dikiri kanan sambil memegang kain simpai. Orang –orang yang diminta untuk memandikan dengan cara memercikkan air kepada calon anak daro adalah diperuntukkan untuk perempuan – perempuan tua dari kelurga terdekat anak daro dan dari pihak bakonya. Jumlah orang yang memandikannya haruslah ganjil.
Pelaksanaan
prosesi
bamandi-
mandi
yang
pertama
adalah
memandikan calon anak daro dengan cara memercikan air memakai daun pandan ketubuh anak daro. Setelah itu menyiraminya dengan beras kuning, menaburkan tujuh macam bunga dan terakhir membisikan nasehat kepada calon anak daro. Acara memandikan calon anak daro ini diakhiri oleh ibu bapaknya. Setelah selesai kedua orang tua langsung membimbing putrinya melangkah menuju ketempat dimana acara bainai akan dilaksanakan dengan diapit dikiri kanan sambil memegang kain simpai. Salah seorang dari saudara laki-lakinya baik itu kakak atau adiknya, berdiri dibelakangnya memegang
97
payung kuning. Perjalanan ini akan ditempuh melewati kain jajakan kuning yang terbentang dari kursi tempat mandi-mandi ke tempat pelaminan. Kain jajakan kuning ini setelah diinjak dan ditempuh oleh calon anak daro, segera digulung. Setelah diiringi masuk, kedua orang tua langsung duduk dipelaminan. Calon anak daro akan duduk dihadapan ayah dan ibunya, kalau diadat Jawa disebut Sungkeman. Disitu calon anak daro melakukan permohonan izin untuk menikah dan meminta maaf kepada kedua orang tua. Jika pada saat acara bamandi-mandi boleh dihadiri oleh kaum laki-laki, namun pada acara bainai diperuntukkan hanya untuk kaum wanita saja. Acara ini semata – mata acara perempuan. Pelaksanaan pemasangan inai sama juga dengan acara bamandi-mandi. Pemasangan inai pada kuku calon anak daro harus ganjil jumlahnya. Paling banyak Sembilan. Delapan jari dipasangkan oleh wanita yang telah menikah dan satu jari dipasangkan oleh perempuan yang masih perawan atau single, karena ia berharap akan segera menemukan jodohnya. Dan satu jarinya disisakan untuk si anak daro. 3. Bakameh – kameh (Penutupan), Setelah diadakan prosesi malam bainai yang diikuti oleh keluarga dan masyarakat sekitar. Terakhir orang tua dan bako memberikan nasehat kepada calon anak daro yang besoknya akan melangsungkan akad nikah. Jika pemberian nasehat sudah selesai, selanjutnya pembacaan do’a untuk calon anak daro dengan harapan setelah dia menikah dia menjadi keluarga yang bahagia dan kekal. Setelah itu para tamu memberikan ucapan selamat dan dijamu dengan makanan tradisional yang sudah disiapkan olah kelurga yang mengadakan acara. Pada akhir acara
98
ditutup dengan penampilan musik tradisional masyarakat minang seperti randai, saluang tambur dan lain-lain.
5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Kepada tokoh adat Padang Pariaman yang berada di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan
Rajabasa
diharapkan
agar
terus
berpartisipasi
dalam
mensosialisasikan kebudayaan Minangkabau khususnya malam bainai untuk lebih peduli dan mencintai kebudayaan minang serta menghingbau masyarakat agar ikut serta dalam melestarikan kebudayaan yang telah diturunkan oleh nenek moyang kita. 2. Kepada masyarakat padang pariaman yang berada dikelurahan rajabasa raya diharapkan untuk mencintai dan menjaga kebudayaan asli Minangkabau seperti pelaksanaan
malam bainai serta mensosialisasikan kebudayaan
minang ini agar semua orang mengetahui bahwa potensi budaya orang minangkabau itu kaya akan budaya dan tetep melestarikannya walau sudah tidak berada diranah minangkabau. Kebudayaan itu dibuat mempunyai maksud dan tujuan yang bernilai positif. 3. Kepada masyarakat sekitar diharapkan untuk ikut serta dalam melestarikan dan menjaga budaya minang yang diberikan oleh nenek moyang agar tidak hilang dengan sendirinya. Selain itu kita harus menghargai tradisi – tradisi
99
yang ada disekitar kita meskipun itu bukan tradisi dari suku sendiri. sesuai dengan semboyan Indonesia kita, “Bhinneka Tunggal Ika yang artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu” 4. Kepada generasi muda lebih menjaga, mencintai, dan melestarikan kebudayaan yang sudah ada sejak dahulu agar tidak hilang dengan sendirinya, siapa lagi yang akan peduli terhadap budaya kita selain kita sebagai generasi muda.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Kependidikan dan Strategi. Angkasa: Bandung.. Anton M. Moeliono. 1995. Kamus Besar Bahasa lndonesia. Jakarta: Depdikbud Balai Pustaka. Any, Andjar. 1986.Perkawinan adat jawa lengkap. Surakarta : PT Pabelan. Azrial, Yulfian. 1994. Budaya Alam Minangkabau. Padang : Angkasa Raya. Bungin, Burhan. 2007. Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta : PT raja grafindo persada. Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi dan Aplikasi. Yogyakarta. Pustaka Widyatama Esten, mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung : Angkasa. Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta Hakimy, H. Idrus. 2001. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hadikuma, Hilman. 1990. Hukum perkawinan Adat. Citra Aditya Bakti. Kato, Tsuyoshi. 2005. Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah PT Balai Pustaka.
Koentjaraningrat. 1984. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. --------------------. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Idrus Hamkimy Dt. Rajo Penghulu, 2004. Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau. PT Remaja Rosdakarya Bandung. Harris, Marvin, 1999, Theories of Culture in Postmodern Times. New York: Altamira Press. Moleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali. Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara Navis A.A. 1986. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Pt Pustaka Graffiti Press Nawawi, H. Hadari. 2011, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nazir, Mohamad. 1983, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia :Jakarta. Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi Penelitian. Kencana Prenada Media Group : Jakarta. Ramulyo, Mohammad Idris. 1999 Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, Bumi Aksara. Sjarifoedin, Amir. 2011. Minangkabau. Gria Media Prima : Jakarta. Setiady, Tolib. 2008. Hukum Adat Perkawinan. Bandung : Alfabeta. Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metoda, Teknik. Bandung : Tarsito.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam( Bandung: Citra Umbara, 2007) Usman, Husaini. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers Zainuddin, Musyair. 2013. Minangkabau dan adatnya : adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Yokyakarta : Ombak Wawancara : Bapak Herman Husen. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 29 November 2016. Ibuk Desmaini. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 5 Februari 2017. Uni Nopi. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 25 Maret 2017. Bapak H. Chairul. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 03 Februari 2017. Bapak Ucok (pemilik tambur). Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 03 Februari 2017. Bapak Tasar. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 18 Februari 2017. Bapak Bambang. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 21 Februari 2017.