TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG CIPUTAT 1960-1998 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora
Mughni Labib 109022000011 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H
TRADISI INTELEKTUAL Hn[I CABANG CIPUTAT 1960.1998
SKRIPSI Diajukan kepdaFakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (Sl) Humaniora
OIeh:
Mughni Labib IIIM: 109022fimm1
Pembimbing
I
Pembimbing
/Wa{
II
qjI'@N
Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA
Ilra. TatiHartimah, MA
t\IP: 19560817198603 I
Itl-IP: 19550731 198903 2 001
006
JURUSAN SEJARAH DAN PBRADABAN ISLAM FAKT]LTAS ADAB DAN HUMAMORA TIIN SYARIF' HIDAYATTILLAII JAKARTA 201s [o1436 H
ii
t__
Pengesahan Panitia Ujian
HMI CABAIIG CIPUTAT 1960 - 1998 stripsi dengan judul TRADISI INTELEKTUAL Universitas Islam
Fakultas Adab dan Humaniora telah diujikan dalam sidang munaqasah salah satu 2A75. Skripsi ini telah diterima sebagai Negeri syarifHidayatulUniamrta 10 April (s' Hum) pada program studi sejarah dan syarat memperoleh gelar sarjana Humaniora Kebudayaan
Islam'
J akart4l* Apri12015 SidangMunaqasah Sekretaris Anggota
Ketua MerangkaP Anggota
NP
Sholikatus Sa' diyatr- M'Pd ftUP, tqZSO 417 20A5Al 2 007
t 1,9690724199703 1001
ANGGOTA
Penguji
tftP,
Penguji
I
igSq0203 198903
II
Imasfmatia"M. Hum Nrp'. tgzr0208 199803 2 001
1 003
PEMBIMBING Pembimbing
Pembimbingll
r
.:,\-ry+J L'd'LL rti,.vrttwt' t'" Dra' t)rd" Tati}Iartima}r'MA NIP: 19550731 198903 2 001
.rr^L:'{ Hasyim'-\4A rjoo"im MA '^r^r-'r Wahid Dr. Abdul NIP: 1956081? 198603 1 006
ill
LEMBAR PERI{T'ATAAN
Dengan Ini Saya N4enyatakan Bahwa:
1.
Skripsi ini mempakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi s),arat dalam memperoleh gelar Sarjana dalarn jenjang Strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Hunaniora
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2.
Semua srunber yang saya grnahan dalam ketentuan yang berlaku Syari
3.
di UIN
f Hidayafirllah Jakarta.
Jika dikernudian hari terbulti bahrva karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan dari jiplakan karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
lv
Abstract Mughni Labib 109022000011 The title of this thesis is HMI Ciputat Intellectual Tradition 1960-1998. Author tries to make a descriptive explanation about intellectual tradition that constructed by Cak Nur (Nurcholish Madjid) as the pioner of renewal idea at that time university student environment. Afterwards it was continued by the next generations. Author aims to convey about how does the spirit, the pattern of activist-intellectual cadres formation that was existed in previous time in order to enhance intellectual spirit which has begun descending among activists. This thesis is written by descriptive-qualitative research methods with socio-political and cultural approach to find out the chronology of events, processes and influential factors to the formation of intellectual tradition in HMI Ciputat environment. This research was using data collection techniques such as library research and interview to history figures for a valid data. The main problem in this thesis is different intellectual tradition pattern that has constructed by Cak Nur and next generations. As the result of this thesis, it showed that the different intellectual tradition pattern was caused by socio-political condition either at national level, or local and university, besides pop culture is also giving big influences to student movement. It can be concluded that the intellectual formation in HMI Ciputat was based on the spirit or enthusiasm to continue the intellectualization conducted by Cak Nur that gave the effect as a single fighter by the next generations. Through high level of spirit or enthusiasm of intellectual process (reading, discussion and writing) and mutual support among cadres turn the formation intellectual run well. It added with research and political activities that create cadres of HMI Ciputat to be ‘mature’ and the tradition should be reinstated by the rising generation in order to produce useful intellectual figures. Keyword: HMI, Intellectual Tradition, and Ciputat
v
Abstrak Mughni Labib 109022000011 Skripsi ini berjudul ”Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat 1960-1998”. Penulis mencoba mendeskripsikan tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur (Nurcholish Madjid) sebagai pelopor gagasan pembaharuan di kalangan mahasiswa saat itu. Kemudian dilanjutkan oleh generasi-generasi selanjutnya. Tujuan dari penulis adalah ingin menyampaikan bagaimana semangat, pola perkaderan aktivis-intelektual yang ada pada zaman sebelumnya guna meningkatkan semangat intelektual yang sudah mulai kendur di kalangan aktivis. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif dengan pendekatan sosio-politik dan budaya untuk mengetahui kronologi peristiwa, proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tradisi intelektual di lingkungan HMI Cabang Ciputat. Teknik pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research) dan wawancara (interview) kepada para tokoh pelaku sejarah guna mendapatkan data yang valid. Masalah pokok dalam penulisan skripsi ini adalah, bahwa tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur, diteruskan oleh generasi selanjutnya dalam bentuk atau pola dan wadah yang berbeda. Hasil dari temuan masalah tersebut perbedaan pola tradisi intelektual disebabkan oleh kondisi sosial-politik di tingkat nasional, maupun di tingkat lokal ataupun kampus, ditambah lagi dengan hedonisme dan pragmatisme pelan-pelan memberi pengaruh yang sangat besar dalam gerakan mahasiswa. Dapat disimpulkan bahwa perkaderan intelektual di HMI Cabang Ciputat didasari dari semangat ingin melanjutkan intelektualisasi yang dilakukan oleh Cak Nur yang terkesan single fighter oleh generasi-generasi selanjutnya. Semangat tinggi dalam proses intelektual (membaca, diskusi dan menulis) serta semangat saling mendorong di antara sesama kader menghidupkan perkaderan intelektual. Ditambah dengan kegiatan-kegiatan penelitian serta aktivitas politik membuat kader HMI Cabang Ciputat “matang” dan tradisi tersebut yang seharusnya kembali dihidupkan oleh generasi saat ini agar rahim intelektual HMI Cabang Ciputat terus menghasilkan tokoh-tokoh intelektual yang banyak bermanfaat bagi nusa, bangsa, dan agama. Kata kunci : HMI, Tradisi Intelektual, dan Ciputat.
vi
Daftar Lampiran Lampiran 1
: Hasil wawancara dengan Ahmas Uci Sanusi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1981-1982
Lampiran 2
: Hasil wawancara dengan Dr. Didin Syafrudin Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1984-1985
Lampiran 3
: Hasil wawancara dengan Prof. Amsal Bahtiar Sekretaris Umum HMI Cabang Ciputat periode 1985-1986
Lampiran 4
: Hasil Wawancara dengan Saiful Mujani, P. hd. pelopor kelompok studi FORMACI.
Lampiran 5
: Hasil wawancara dengan Aris Budiono Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1990-1991
Lampiran 6
: Hasil Wawancara dengan Prof. Dr. Sukron Kamil, MA. Ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1995-1996
Lampiran 7
: Hasil wawancara dengan Prof. Oman Fathurahman, Ketua Umum HMI Komisariat Adab periode 1992-1993
Lampiran 8
: Hasil wawancara dengan Dr. TB Ace Hasan Syadzily, M.Si. anggota DPR RI periode 2009-2014, Aktivis BEM 1997, Aktivis FORMACI.
Lampiran 9
: Hasil bincang-bincang dengan Dra. Tati Hartimah, MA Ketua Umum KOHATI (Korps HMI Wati) periode 1980an.
Lampiran 10 : Naskah Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan sayang-Nya, semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita semua, amin. Shalawat serta salam senantiasa kita persembahkan kepada junjungan alam baginda Rasulullah SAW, keluarga serta sahabat, semoga kita sebagai ummatnya mendapat pertolongannya kelak, amin. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi dan mencapai gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis menyusun skripsi ini dengan judul : “TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG CIPUTAT 1960-1998“. Himpunan Mahasiswa Islam yang kemudian saya sebut dengan HMI, merupakan salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar di Indonesia. HMI memiliki sejarah yang panjang dan peran yang cukup besar dalam perjalanan bangsa Indonesia. Umur HMI yang hanya berjarak dua tahun dari kemerdekaan Indonesia, ikut berjuang secara fisik dalam mempertahankan kemerdekaan di Indonesia. Selain itu, HMI juga ikut berpengaruh dalam pembentukan generasi muda yang akan menjadi pemimpin, tokoh intelektual, dan para cendekiawan. Dengan system perkaderan yang dinamis dan modern, dengan nilai-nilai keIslaman, ke-Indonesiaan, dan ke-Modernan, menjadikan HMI organisasi perkaderan yang dapat berkembang dengan mapan secara ideologi.
viii
Dalam rangka menelusuri jejak-jejak perkaderan intelektual yang ada di HMI, khususnya HMI Cabang Ciputat yang terkenal dengan penghasil para cendekiawan muslim, seperti Nurcholish Madjid, Atho Mudzhar, Fachry Ali, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Bahtiar Effendy dan lain-lain. Penting bagi kita untuk mempelajari proses yang mereka alami sampai mereka mapan dalam keilmuan dan menghasilkan karya yang memperkaya khazanah keilmuan dalam dunia Islam di Indonesia bahkan di dunia. Untuk itu penting rupanya untuk kita mempelajari, memahami dan mengamalkan prosesnya sehingga kita bisa mengikuti jejak intelektual mereka. Dalam proses penyusunan skripsi ini, begitu banyak penulis temui rintangan dan hambatan. Sungguh pun begitu Alhamdulillah atas kerja keras semangat dan dukungan dari semua pihak akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Oleh karena itu izinkan penulis untuk menghaturkan ucapan terimakasih serta penghargaan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungn moril dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kendala yang berarti. 1. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
3. Kepada dosen pembimbing Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, MA dan Dra. Hj. Tati Hartimah, MA, yang dengan sabar dan penuh dedikasi tinggi selalu membimbing penulis dalam menyelesaikan materi skripsi ini. 4. Kepada seluruh civitas akademik Fakultas Adab dan Humaniora, kepada Ketua jurusan dan sekertaris serta dosen-dosen jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam
yang
memberikan
sumbangsih
ilmu
dan
pengalamannya, Pembimbing Akademik Drs H. M. Ma’ruf Misbah, MA, yang selalu bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk bertanya dan meminta solusi atas beberapa kendala yang penulis hadapi. 5. Seluruh Staff dan Pegawai Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Kepada ayahanda tersayang Bapak Dadang yang telah membimbing, membantu dan memotivasi penulis unuk menjadi pribadi yang tangguh, bersemangat, bermanfaat bagi keluarga, nusa, dan bangsa. Besar harapan penulis untuk membuat ayahanda selalu bangga . Tak luput juga penulis haturkan terimakasih banyak untuk Ibunda tersayang Ibu Siti Juhroh yang telah melahirkan, membimbing, mendoakan dan yang setiap malamnya tak pernah bosan mendoakan dan menemani penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga suatu hari penulis mampu membahagiakan dan membanggakan Ayah dan Ibunda tersayang, semoga Allah selalu membalas semua kebaikan dan perjuangan mereka.
x
7. Kepada Bang Eko Arisandi, S. Pd. yang telah memberikan referensi dan arahan kepada penulis untuk menemui tokoh-tokoh dengan kompetensi mumpuni dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Kepada para Kakanda/ Yunda alumni HMI atau Korps Alumni HMI (KAHMI) yang menjadi narasumber yang merupakan para pelaku sejarah sebagai sumber-sumber primer terkait penulisan skripsi ini. 9. Kepada para senior Sejarah dan Kebudayaan Islam, para senior BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Adab dan Humaniora periode 2012-2013, kanda dan yunda HMI Komisariat Adab dan Humaniora, teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) Indonesian Youth, kawan-kawan di KPU (Komisi Pemilihan Umum) UIN 2013, kawan-kawan di DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa) UIN 2013-2014
serta kawan-kawan
seperjuangan angkatan 2009, Akhmad Yusuf, Tutur Ahsanil Mustofa, Itsna Ruhillah, Septy Tantri, Ahmad Fauzan Baihaqi, M. Kholik Bahrudin, Budi Rachmatsyah Pangabean, Rahmat Hidayatullah, Angga Maulana, Ali Nurdin, Hani Humairoh, Meilani, Aida Kusnadi, Nia R. Febrina, Ilham Muharam, Rivqi Muraham Dani, Acit, dan Amalia Rachmadanty yang tak hentinya memberikan dukungan, semangat, do’a dan tawa sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dalam hangatnya ikatan keluarga. Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis memahami bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat kepada siapa saja
ix
yang menjadikan ini sebagai bahan bacaan mereka dan dapat menjadikan tulisan ini sebagai referensi.
Jakarta , 31 Maret 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................
i
Lembar Pengesahan ........................................................................................
ii
Lembar Pernyataan ..........................................................................................
iv
Abstrak ............................................................................................................
v
Daftar Lampiran ..............................................................................................
vii
Kata Pengantar ................................................................................................
viii
Daftar Isi ..........................................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ...............................
9
C. Desain Operasional ........................................................................
11
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
16
E. Tinjauan Pustaka ...........................................................................
16
F. Metode Penelitian ..........................................................................
18
G. Sistematika Penulisan ....................................................................
20
BAB II
SEJARAH SOSIAL CIPUTAT DAN IAIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
A. Sejarah Sosial Ciputat dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ......
22
BAB III HMI CABANG CIPUTAT DALAM LINTASAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA A. Berdirinya HMI Cabang Ciputat ..................................................
30
B. Kualitas Insan Cita... .....................................................................
38
xi
C. Nilai-nilai Dasar Perjuangan warisan Intelektual Cak Nur ..........
42
BAB IV PERKEMBANGAN TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG CIPUTAT A. Cak Nur sebagai Tonggak Pewaris Tradisi Intelektual di HMI (1963-1975).................................................................................... B. Komunitas
Intelektual
(Intellectual
Community)
48
(1975-
1985)….................................... ......................................................
58
C. Tradisi Intelektual pada masa Kelompok Studi (1986-1998)...... ..
70
D. Relasi Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat dengan Intelektual Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ......... ..
78
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN .............................................................................
93
B. SARAN ........................................................................................
96
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
97
LAMPIRAN- LAMPIRAN
xii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga pendidikan tinggi sudah ada pada saat pendudukan Jepang atas Indonesia, seperti STI (Sekolah Tinggi Islam) yang didirikan di Jakarta pada 8 Juli 1945, yang dipindahkan ke Yogyakarta pada 10 April 1946 karena pada saat itu Jakarta diduduki kembali oleh tentara Belanda dan Ibukota Negara sementara dipindahkan ke Yogyakarta. Selain STI ada juga BPTGM (Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada) yang didirikan pada 17 Februari 1946 dan inilah cikal bakal UGM (Universitas Gajah Mada). Lembaga pendidikan sangat penting perannya dalam pembentukan intelektual dan moral mahasiswa sebagai penerus bangsa. Selain itu karena kondisi Indonesia yang sedang mengalami tekanan dari Luar yaitu Agresi Militer Belanda I tahun 1947 dan Agresi Militer Belanda II pada Desember 1948 dan juga ada beberapa tekanan yang terjadi dari dalam seperti pemberontakan PKI di Madiun atau “Madiun Affair” pada September 1948.1 Untuk itu diperlukan mahasiswa yang memiliki intelektualitas yang tinggi serta moral yang baik untuk kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Di Yogyakarta pada saat itu telah terdapat organisasi mahasiswa yang berideologi sosialis atau gerakan “newleft”2, yang muncul sebagai akibat
1
Prof. Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, (Jakarta: Misaka Galiza, 2008), h. 27-28 2 Kontowijoyo, Dinamikan Sejarah Umat Islam Indonesia, (Yogyakarta: Shalahudin Press, 1985), h. 12
1
2
penjajahan Belanda yang membawa westernisasi, sekulerisasi terhadap pola pikir mahasiswa. Di antaranya organisasi itu adalah PMY (Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta), dan SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia) di Surakarta. 3 Organisasiorganisasi tersebut terseret dalam arus pemikiran sosialis, karena tidak memiliki dasar pemikiran Islam yang kuat. Padahal bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam, tetapi malah tidak memiliki organisasi mahasiswa yang berideologi Islam. Kemudian mayoritas umat Islam hanya terjebak pada hal-hal mitos. Beberapa faktor yang disebutkan di atas menyebabkan mahasiswa STI seperti Lafran Pane mempunyai kegelisahan dan keinginan untuk menciptakan pola pikir generasi muda yang cerdas dan beriman, cerdas akal dan cerdas hati, sebagai langkah pasti memperjuangkan umat Islam, serta meninggikan semangat Nasionalisme Indonesia dengan mendirikan organisasi Mahasiswa Islam bernama Himpunan Mahasiswa Islam (yang kemudian disebut HMI) pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H yang bertepatan dengan 5 Februari 1947 di salah satu ruang kuliah STI, di Yogyakarta bersama teman-teman sekelasnya anatar lain, Asmin Nasution, Anton Timur Jailani, Dahlan Husein, Yusdi Ghozali, Kartono, Maisaroh Hilal, Suwali, Mansyur, M. Anwar, Tayeb Razak, Toha Mashudi, A. Dahlan Ranuwiharjo, dan lain-lain.4 Perjuangan secara pemikiran dilakukan seperti yang tercantum dalam konstitusi HMI yang diputuskan dalam kongres pertama di Yogyakarta tanggal 30 November 1947 yang terdapat pada tujuan HMI dalam pasal IV Anggaran Dasar disebutkan:
3
Op.Cit, h. 9 Ibid, h. 13
4
3
1. Menegakkan dan mengembangkan Agama Islam. 2. Mempertinggi derajat Rakyat dan Negara Republik Indonesia.5 Konstitusi (AD/ART) HMI dirumuskan dan disepakati dalam kongres pada tingkatan PB HMI. Dalam tujuan pertama yang telah dirumuskan HMI jelas terlihat bahwa kader HMI berusaha dibentuk sebagai kader umat dan kader bangsa. Selanjutnya HMI memasuki fase pengukuhan di mana mendapat banyak reaksi dari organisasi-organisasi di luar HMI yang berasaskan sosialis. Namun, HMI dapat mengatasinya dengan baik. Selanjutnya HMI mengalami fase perjuangan fisik. Tahun 1947-1949 HMI mambantu tentara Indonesia dalam mengusir Belanda dalam Agresi Militer Belanda 1 dan 2 serta pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. HMI tergabung dalam CM (Corps Mahasiswa) berjuang secara fisik bersama mahasiswa dari organisasi lainnya, ditandai dengan pembentukan perwakilan-perwakilan dari setiap daerah.di bawah pimpinan Ahmad Tirtosudiro.6 Kemudian perjalanan HMI bukan tanpa tantangan, setelah berdirinya HMI kemudian memasuki fase konsolidasi. Terutama pembentukan cabang-cabang diberbagai daerah. Sebagai gambaran pada kongres pertama 1947 terdapat 4 cabang. Kemudian setelah kongres kedua tahun 1951 bertambah menjadi 5 cabang. Ketika kongres dilaksanakan di Jakarta, jumlah cabang bertambah menjadi 8. Saat kongres keempat di Bandung pada tahun 1955 jumlah cabang menjadi 12, dan pada kongres kelima di Medan 1957 jumlah cabang menjadi 19. 5
Ibid, h. 30 Ibid, h. 27
6
4
Kongres keenam di Makassar jumlah cabang bertambah menjadi 23. Lonjakan jumlah cabang meroket saat kongres HMI ketujuh di Jakarta yakni menjadi 42 cabang.7 Jumlah Cabang HMI meningkat menjadi 90 cabang saat kongres Solo pada tahun 1966.8 Dari segi kuantitas cabang, periode 1963-1966 menunjukkan kenaikan yang signifikan. Agussalim Sitompul mencatat fase-fase sejarah HMI, yakni: pertama, fase pengukuhan, 5 Februari – 30 November 1947, yaitu ketika hadirnya HMI memperoleh reaksi dari berbagai pihak, namun dapat diatasi dengan baik. Kedua, Perjuangan Besenjata (fisik) 1947-1949. Ketiga, fase pertumbuhan dan pembangunan HMI 1950 – 1963. Pada fase pembangunan ini HMI berkembang cukup pesat. Terjadi perkembangan di dalam tujuan HMI termaktub dalam konstitusi yang berbunyi “Ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam.” Perkembangan tujuan ini disahkan dalam kongres ke-4 HMI di Bandung pada 15 Oktober 1955. Selain itu, tercatat terdapat 41 jumlah cabang yang mengikuti kongres ke-7 tahun 1963 di Jakarta ini.9 Keempat, fase tantangan I 1963 – 1965. Kelima, fase kebangkitan HMI sebagai pelopor Orde Baru dan Angkatan 1966, 1966-1968. Dan keenam, fase Pembangunan 1969 – 1970.10 Pada fase tantangan I, HMI menghadapi upaya pembubaran oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihadapi HMI dengan strategi PKI (Pengamanan, Konsolidasi, dan Integrasi). Di zaman Orde Baru
7
Pada kongres tersebut HMI komisariat Ciputat yang tadinya berada di bawah Cabang Jakarta Raya sudah menjadi Cabang sendiri. 8 M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, (Jakarta: Kompas Media Nusantara 2013) h. 1 9 Op.Cit, h.118, 131 10 Agussalim Sitompul, Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1947-1993, (Jakarta: Intermasa, 1995) h. 158-162
5
(1966 – 1998), zaman ini dibagi ke dalam fase kebangkitan HMI sebagai pejuang Orde Baru dan pelopor kebangkitan angkatan 66 (1966 – 1968), fase partisipasi HMI dalam pembangunan (1969 – 2010), dan fase pergolakan dan pembaruan pemikiran (1970-1998) yang ”gong”-nya dilakukan Nurcholish Madjid (Ketua Umum PB HMI ketika itu) dengan menyampaikan pidatonya dengan topik ”Keharusan Pembaruan Pemikiran dalam Islam dan Masalah Integrasi Umat” tahun 1970 di Taman Ismail Marzuki. Pada zaman Reformasi (1998 – 2014). Zaman ini dibagi dalam fase reformasi (1998 – 2000) dan fase tantangan II (2000 – 2014). Dalam fase tantangan II HMI dituntut dapat terus eksis meskipun alumninya banyak tertimpa musibah dan HMI digerogoti berbagai macam permasalahan termasuk konflik internal yang ditingkat PB HMI sempat menimbulkan dua kali dualisme kepemimpinan. Seiring dengan berjalannya waktu HMI menjadi organisasi mahasiswa yang besar. Dengan banyaknya cabang di seluruh Indonesia, jumlah kader dan alumni HMI yang tersebar di segala profesi, baik di lingkungan pemerintahan ataupun juga di tengah-tengah masyarakat, menjadi bukti sahih eksistensi HMI hingga saat ini sebagai organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia. HMI organisasi mahasiswa Islam yang di dalamnya terdapat pola pelatihan/pendidikan yang nantinya akan membentuk karakter mahasiswa Islam yang akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT sesuai dengan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, Bab III pasal 4 Tujuan HMI.11 Dengan jenjang perkaderan yang semakin sistematis dan terorganisir, seperti 11
Badridduja, Sirajudin Arridho Modul Latihan Kader 1, Basic Training HMI Cabang Ciputat, (Ciputat: HMI Cab.Ciputat, 2011) h. 29
6
tahap pertama setelah perekruitan adalah Maperca (Masa Perkenalan Calon Anggota Baru), yang kemudian dilanjutkan dengan basic training (Latihan Kader 1), Intermmadiate Training (Latihan Kader 2), dan Advance Training (Latihan Kader 3), diharapkan alumni-alumni HMI ini dapat menjalankan tugas, pokok dan fungsinya di masyarakat luas ataupun untuk nusa bangsa dan agamanya. HMI masih dapat eksis, survive dan yang lebih penting lagi masih sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial – politik di Indonesia ini. Semua itu tidak lepas dari perjuangan para kader HMI pada setiap zamannya yang mampu menjalankan dan memainkan peran dalam dinamika sosial – politik di Indonesia yang diwarnai dengan kompetisi politik dan ideologi yang kental. Kemudian juga posisi HMI yang merupakan organisasi mahasiswa yang bersifat independen, tetap dihitung sebagai kekuatan sosial – politik yang penting.12 Para pemimpin HMI juga melakukan tugas dan fungsinya dalam mengelola organisasi HMI yang juga mengalami pertumbuhan yang pesat secara nasional. Kemudian juga HMI mampu merespon dan berpengaruh dalam dunia kemahasiswaan di kampus-kampus, hubungan HMI dengan politik (elite-elite birokrasi), hubungan dengan para tokoh organisasi kemahasiswaan serta organisasi sosial kemasyarakatan lainnya dan juga hubungan dan pengaruh HMI di internal umat Islam dan segmen kebangsaan lainnya. Yang paling penting adalah karakter independensi HMI yang dihadapkan pada hiruk-pikuk kompetisi ideologi politik, khususnya dalam menghadapi kekuatan politik komunis. Dalam sejarah HMI yang begitu panjang dengan faktor-faktor yang telah dijelaskan di
12
M. Alfan Alfian, Ibid, h. 22
7
atas membuat HMI masih survive dan menjadi organisasi mahasiswa tertua dan terbesar se-Indonesia. HMI sepanjang sejarahnya memiliki tradisi intelektual untuk menjaga kualitas kadernya ataupun dalam proses perkaderan itu sendiri. Sehingga kemampuan intelektual kader HMI tetap terjaga, sebagai usaha menjaga proses terbentuknya manusia Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam,13 yang disahkan dalam kongres ke-4 HMI di Bandung yang menjadi formulasi dan sampai saat ini menjadi jiwa dari tujuan HMI. Berbicara tentang tradisi intelektual di HMI tidak bisa kita pungkiri Nurcholish Madjid yang kemudian secara akrab dipanggil Cak Nur menjadi salah satu tokoh yang paling berperan dalam mengembangkan tradisi intelektual tersebut baik di HMI tingkat Nasional ataupun yang lebih khususnya pada HMI Cabang Ciputat. Dengan pemikiran pembaharuannya, Cak Nur berhasil mengubah paradigma umat Islam di Indonesia dari kejumudan yang melandanya. Umat Islam hanya berorientasi pada fiqh saja, seakan-akan Islam hanya fiqh sebagai ajaran utamanya. Saling berdebat yang tidak membawa banyak manfaat bagi umat Islam di Indonesia. Meskipun banyak yang menentangnya namun lambat laun berhasil mengubah paradigma yang kolot dan jumud tersebut. Dengan kemampuan intelektualnya tersebut, Cak Nur mencoba membentuk suatu tradisi intelektual, diawali dari kawan-kawan HMI Cabang Ciputat sampai membentuk sebuah komunitas intelektual di HMI Cabang Ciputat yang saat ini berhasil membentuk tokoh-tokoh tingkat Nasional ataupun Internasional, dari tradisi intelektual yang ditumbuh kembangkan dan ditularkan oleh Nurcholish Madjid. 13
Agus Salim Sitompul, Op. Cit, h.118
8
HMI Cabang Ciputat berdiri diawali sebuah komisariat Ciputat yang berinduk pada HMI Cabang Jakarta Raya pada tahun 1960. Dengan AM Fatwa, yang memiliki inisiatif untuk mendirikan HMI di Ciputat. Bersama temantemannya Abu Bakar, Salim Umar, dan Komaruddin bersepakat untuk memilih Abu Bakar sebagai ketua umum HMI komisariat Ciputat. Empat serangkai ini yang dengan semangat merekruit anggota-anggota baru HMI, sehingga pada tahun berikutnya. Setelah banyak anggota yang mengikuti MAPRAM14 yaitu Masa Perkenalan Anggota HMI Cabang Jakarta Raya, maka pada tahun berikutnya status HMI komisariat Ciputat ditingkatkan menjadi HMI Cabang Ciputat dan dilantik oleh Ismail Hasan Metareum (alm) sebagai Ketua Umum HMI PB.15 HMI Cabang Ciputat berdiri pada akhir rezim Orde Lama yang sangat kental dengan politik ideologi. Islam, Komunis dan Nasionalis menjadi ideologi yang sangat kuat di rezim Orde Lama tersebut. Dari politik aliran yang kental saat itu, sepertinya gesekan yang sangat terlihat terjadi antara Islam dan Komunis. Dengan propaganda yang dilancarkan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) dan organisasi—organisasi underbouw yang sangat gencar untuk membubarkan HMI. Isu yang diangkat dalam propaganda tersebut adalah HMI adalah organisasi underbouw dari Masyumi16, HMI Anti Manipol Usdek, dan kontra revolusi. PB HMI dengan segala upayanya mendekatkan diri dengan pemerintah yang dikenal “adaptasi nasional” dengan tujuan agar HMI tidak jadi dibubarkan, ternyata
14
Saat itu MAPRAM adalah pelatihan awal untuk menjadi anggota HMI dan hanya bisa dilakukan oleh lembaga setingkat Cabang saja. Lihat Moh. Salim Umar, Kenangan Indah di Ciputat, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed. Rusydy Zakaria dkk, (Ciputat: HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, UIN Jakarta Press & AM FATWA CENTER 2012), h. 24-25. 15 AM Fatwa, Op.Cit, h. 7 16 Masyumi adalah partai Islam pertama setelah Indonesia merdeka. Masyumi menjadi partai terlarang akibat propaganda yang dilakukan oleh PKI, sehingga Masyumi akhirnya dibubarkan.
9
usaha-usaha yang dilakukan oleh PB HMI menuai kecaman dari banyak Cabang di Indonesia. karena PB HMI dianggap “menjilat” pemerintah. Dalam kondisi politik yang tidak stabil ini HMI Cabang Ciputat berdiri. Secara otomatis selain melaksanakan perkaderan aktivitas kader HMI Cabang Ciputat saat itu tentu dengan aktivitas politik seperti demonstrasi. Tetapi, menariknya HMI Cabang Ciputat saat dipimpin oleh Cak Nur malah lebih mengembangkan kemampuan intelektual. Dan tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur ini menginspirasi dan memotivasi kader-kader dibawahnya untuk meneruskannya. Ini yang membuat saya tertarik menulis tentang HMI Cabang Ciputat karena dengan sejarah panjang dan besarnya dapat melahirkan tokoh-tokoh yang luarbiasa dalam pemikiran, menghasilkan banyak teknokrat, politisi, dan para pemikir. Ini menarik dibahas karena tradisi intelektual yang dibuat Cak Nur tersebut membuahkan hasil. Untuk itu tulisan ini berjudul “Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat 1960-1998” B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah HMI merupakan organisasi mahasiswa yang berorientasi kepada nilai-nilai ke-Islaman, kemudian kader–kader
HMI adalah mahasiswa IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang sesuai tujuannya didirikannya “untuk menciptakan tenaga professional di lingkungan Departemen Agama” sebagian besar dari mahasiswanya adalah Pendidikan Guru Agama. Tetapi dalam realitasnya kaderkader HMI Cabang Ciputat memiliki kemampuan intelektual yang baik dibidang
10
selain Agama Islam, seperti ilmu sosial, politik, filsafat, bahkan ekonomi. Ini menjadi menarik untuk dibahas. HMI Cabang Ciputat berdiri dalam satu kondisi politik yang tidak stabil pada rezim Orde Lama. Sehingga HMI Cabang Ciputat tentu ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan politik seperti demonstrasi. Tetapi HMI Cabang Ciputat malah memiliki suatu tradisi intelektual yang baik. Dan terus berkembang pada generasigenerasi kader HMI selanjutnya. Bahwa sepanjang perkembangan tradisi intelektual yang menghasilkan banyak tokoh dari rahim intelektual Ciputat ternyata melalui proses dan pola yang berbeda-beda meskipun sama-sama terinspirasi dan termotivasi oleh Cak Nur. Tradisi intelektual mengalami perkembangan yang sangat menarik untuk diteliti. 2. Pembatasan Masalah Agar kajian dalam skripsi ini fokus, maka perlu diadakan pembatasan masalah terkait judul penulisan penenelitian “Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat 1960-1998” penulis membatasi kepada tiga hal pokok. Pertama, batasan spasial, yaitu batasan ruang yang hanya meliputi wilayah yang terbatas pada HMI Cabang Ciputat. Kedua, batasan temporal berupa batasan waktu yang dimulai dari tahun 1960-1998. Tahun-tahun tersebut di mana HMI Cabang Ciputat menjadi wadah yang sangat produktif melahirkan tokoh-tokoh intelektual yang berpengaruh hingga saat ini. Ketiga, adalah tema. Tema penelitian ini terfokus pada tradisi yang dibangun untuk pengembangan kemampuan intelektual di HMI Cabang Ciputat.
11
3. Perumusan Masalah Adapun perumusan penelitian masalah dapat dibaca dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana muncul dan berkembangnya tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat? 2. Mengapa kader HMI Cabang Ciputat memiliki kemampuan intelektual di luar bidang-bidang ilmu Agama? Pertanyaan-pertanyaan di atas akan penulis jawab dalam uraian-uraian dan analisis yang didasarkan pada sumber-sumber yang penulis gunakan. C. Desain Operasional Dalam sub-bab ini akan menjelaskan pengertian Tradisi Intelektual. Dalam penjelasan secara umum yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Tradisi adalah Adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat.17 Penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar. Intelektual berasal dari kata intelek yang
berarti
kemampuan
seseorang untuk
mengetahui
atau
menerima
pengetahuan. Makin berkembang intelek seseorang, makin besar kemampuannya untuk berfikir secara rasional dan intelegen. Berfikir secara rasional berarti berfikir dengan nalar atau akal sehat dan tidak terpengaruh perasaan. Sedang berfikir secara intelegen berarti mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki secara tepat untuk menghadapi situasi baru. Sedangkan intelektual berarti cerdas,
17
Hasan Alwi dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa edisi III (Jakarta: Balai Pustaka, 1996) h. 1208
12
berakal, berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, mempunyai kecerdasan tinggi, menyangkut pemikiran dan pemahaman.18 Menurut pemikiran Ali Syari’ati setiap nabi adalah intelektual dalam pengertian yang sebenarnya atau pemikir yang tercerahkan. Mereka berasal dari kelompok miskin yang tertindas oleh sistem kapitalistik dan despolitik pada zamannya.19 Nabi Muhammad tidak dilahirkan dari golongan Kapitalis (mala) atau penguasa (mutraf), tetapi dari kalangan jelata, kelas kaum tertindas (mustad’afin). Nabi Musa adalah manusia penggembala, Nabi Syu’aib dan Nabi Hud adalah guru miskin dan Nabi Ibrahim adalah seorang tukang batu. Para nabi dari kalangan miskin tersebut hadir dalam konteks sosial, politik, dan kebudayaan masyarakat yang beragam. Namun demikian, dasar-dasar dan misi mereka memiliki persamaan, yaitu menyuarakan kebenaran, membangun keadilan sosial bagi seluruh kaumnya, serta perjuangan melawan penindasan dan kesewenangwenangan terhadap kaum miskin.20 Nabi Adam dilahirkan untuk memberantas kebatilan dan kebodohan. Nabi Nuh memimpin kaumnya yang lemah untuk menentang para perampas. Nabi Hud dan pengikutnya berjuang menyadarkan penguasa yang otokratik. Nabi Saleh dan kaumnya berjuang untuk menegakkan egalitarianisme sosial. Nabi Ibrahim dengan segenap kesabarannya berjuang melawan penguasa yang kejam sekaligus penyebar pengingkaran terhadap Tuhan. Nabi Yusuf adalah cerminan kaum yang terpingggirkan dan mengalami diskriminasi. Nabi Syu’aib berjuang membebaskan kaumnya dari ketimpangan 18
Dendi Sugono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa edisi IV, (Jakarta: Gramedia 1998) h. 541 19 Hariqo Wibawa Satria, Lafran Pane; Jejak Hayat dan Pemikirannya, (Jakarta: Penerbit Lingkar 2010) h. 114 20 Sarbini, Islam di Tepian Revolusi; Ideologi Pemikiran dan Gerakan, (Yogyakarta: Pilar Media 2005) h. 83
13
ekonomi. Nabi Musa adalah pembebas para budak. Nabi Isa adalah pemimpin kaum mustad’afin dalam menegakkan kebenaran. Dan Nabi Muhammad terlahir kelas bawah, mengalami hidup di tengah masyarakat yang timpang, dan akhirnya memimpin umatnya menegakkan keadilan dan persamaan universal.21 Berdasarkan penjelasan di atas penulis berkeyakinan bahwa apapun istilahnya dan dalam peradaban apa pun diproklamirkan mengenai orang-orang yang kompetensi keilmuannya didedikasikan untuk mengangkat harkat dan derajat kemanusiaan pada hakikatnya adalah sama. Titik tekan yang membedakan ada pada karya perubahan apa yang mampu dihasilkan. Singkatnya, banyaknya pengertian tentang intelektual bukanlah sebuah problem asalkan tidak menyempitkan maknanya. Sementara itu Pramoedya AnantaToer berusaha mendefinisikan kaum intelektual dengan rincian-rincian tugas yang harus diembannya sesuai dengan tanah tempat ia berada. Pram menjelaskan bahwa kaum intelektual bukan sekedar bagian dari bangsanya, melainkan ia adalah nurani bangsanya, karena bukan saja dalam dirinya terdapat gudang ilmu dan pengetahuan, terutama pengalaman kebangsaannya. Dengan isi gudangnya, ia dapat memilih yang baik dan yang terbaik untuk dikembangkan. Sehingga ia memiliki dasar dan alasan paling kuat untuk menjadi tegas dalam memutuskannya atau tidak.22 Sedangkan menurut Ahmad W. Pratikno intelektual (Cendekiawan) adalah “Orang yang kerena pendidikannya baik formal, informal, maupun nonformal mempunyai perilaku cendekia, yang tercermin dalam kemampuannya menatap, menafsirkan, dan merespon lingkungan sekitarnya dengan sifat kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab. Karena 21
Sarbini, Ibid, h. 84-85 Hariqo Wibawa Satria, Op.cit, h. 131
22
14
sifat-sifat tersebut menjadikan cendekiawan memiliki wawasan dan pandangan yang luas, yang tidak dibatasi ruang dan waktu.”23 Untuk itu dalam hubungannya dengan HMI, yang merupakan organisasi mahasiswa yang berazaskan Islam, penggunaan kata intelektual muslim sangat relevan bagi para kadernya. Untuk itu M. Dawan Raharjo membagi cendekiawan muslim menjadi ke dalam tiga tipe. Pertama adalah ulama-cendekiawan yaitu cendekiawan yang berbasis pada pendidikan agama, dan pengetahuan umum mereka bisa diperoleh melalui proses otodidak, atau memang menjalani pendidikan
umum
lanjutan.
Kedua,
adalah
cendekiawan-ulama
yaitu,
cendekiawan yang berbasis pada pendidikan umum, dan pengetahuan agama mereka biasanya diperoleh dari pendidikan keluarga yang mendalam, pendidikan agama tingkat menengah atau otodidak. Ketiga, adalah tipe cendekiawan yang berbasis pada pendidikan umum, tetapi pengetahuan agama mereka relative minim dibandingkan kedua tipe cendekiawan di atas. Walaupun pengetahuan agama mereka minim tetapi mereka memiliki kemampuan untuk dapat mengaktualisasikan diri sebagai cendekiawan dengan akhlak islami dan komitmen perjuangan yang tinggi untuk mengembangkan Islam dan kemusliman bagi diri sendiri maupun orang lain, baik di bidang yang berkaitan dengan agama ataupun perubahan sosial pada umumnya.24 Untuk itu satu-satunya ukuran pasti yang dipakai dalam karya intelektual, baik intelektual barat maupun intelektual muslim adalah keabsolutan moral yang harus dipegang yaitu keadilan, kebenaran, dan akal. Ketiga hal ini akan muncul dalam tiga karakter utama yaitu: seimbang, lepas
23
Ahmad W. Pratikno, “Anatomi Cendekiawan Muslim, Potret Indonesia” dalam Amien Rais (ed.), Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1986) h. 3. 24 M. Dawan Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung: Mizan 1999) h. 41
15
dari kepentingan, dan rasional.25 Untuk itu diperlukan suatu rekayasa pengorganisasian, pendidikan dan perjuangan agar nilai-nilai tersebut dapat diamalkan oleh para Intelektual Muslim. Mengacu kembali pada Tradisi Intelektual khususnya intelektual muslim di HMI Cabang Ciputat yang menjadi tolak ukur dari pembahasan skripsi ini dapat dianalogikan seperti ini. Dalam pengertian tradisi intelektual Cak Nur dianggap sebagai nenek moyang yang melahirkan sebuah adat atau kebiasaan yang dianggap baik dan benar yang dapat mendukung proses terbentuknya kemampuan seorang intelektual muslim beserta moral-moral yang harus dimiliki, yang ditularkan Cak Nur kepada generasi penerusnya sebagai penopang perkaderan intelektual HMI Cabang Ciputat yang masih dijalankan hingga saat ini. Walaupun saat ini dapat dikatakan hasilnya tidak sebaik generasi awal setelah Cak Nur yang terkena langsung pengaruh dan semangat dari pemikiran Cak Nur. Namun, setidaknya semangat Cak Nur akan terus hidup bersamaan dengan berjalannya perkaderan di HMI Cabang Ciputat pada khususnya atau bahkan HMI seIndonesia pada umumnya karena di dalam Materi Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI terdapat buah pemikiran Cak Nur yang akan terus hidup.
25
Daniel Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003) h. 38 menurut Daniel Dhakidae intelektual “bagaikan menggoreskan garis di atas sungai yang mengalir”.
16
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian skripsi ini bertujuan pertama, untuk mengetahui apa yang dilakukan HMI cabang Ciputat dalam menumbuhkembangkan intelektual kader HMI. Kedua, bagaimana perkembangan tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat. Adapun dalam penelitian skripsi ini diharapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dapat memberikan wawasan yang luas tentang sejarah perjuangan HMI Cabang Ciputat yang terkenal dengan tradisi intelektualnya. 2. Memberikan manfaat bagi penulis dan para pencinta studi penelitian sejarah dalam rangka pengembangan sejarah Islam umumnya dan khususnya tentang studi perkembangan mahasiswa Islam di Indonesia. 3. Menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan 4. Sebagai bahan perbandingan bagi penulis selanjutnya. E. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian skripsi ini, buku yang menjadi inspirasi untuk menulis penelitian skripsi yang berjudul “Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat 1998” dari buku Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat yang ditulis oleh para alumni HMI sendiri seperti Fachry Ali, A.M Fatwa, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Amsal Bahtiar, dan lain-lain, diterbitkan dalam rangka milad HMI Cabang Ciputat memberikan banyak pengalaman para alumni HMI Cabang Ciputat yang luar biasa menginspirasi tentang dinamika yang terjadi di HMI Cabang Ciputat pada saat mereka berproses
17
di HMI Cabang Ciputat. Walaupun buku ini merupakan kumpulan cerita-cerita dari pada Alumni HMI (KAHMI), namun cerita-cerita ini merupakan pengalaman langsung yang mereka gambarkan dalam buku tersebut, sehingga dapat terlihat jelas bagaimana dahulu perjuangan para KAHMI dalam berproses sebagai aktivis HMI. Mereka bukan hanya sibuk sebagai aktivis HMI yang sangat kritis terhadap pemerintahan tetapi mereka juga aktivis kampus yang sangat menonjol dalam hampir seluruh kegiatan keilmuan atau perkuliahan. Kemampuan intelektual aktivis HMI Cabang Ciputat periode 60, 70 sampai 80-an bisa dibilang periode emas HMI Cabang Ciputat. Selain nama besar Cak Nur yang menjadi pelopor perkaderan intelektual HMI Cabang Ciputat, banyak nama yang tidak bisa disebutkan satu persatu dari aktivis HMI Cabang Ciputat yang pada hari ini berhasil dengan segala macam profesinya adalah hasil dari sebuah proses perjuangan mereka sebagai aktivis HMI Cabang Ciputat. Kemudian dari Skripsi Maria Ulfa, Jurusan SKI 2005, yang berjudul Sejarah Berdirinya KOHATI HMI Cabang Ciputat, dan gerakan intelektualnya. Menggambarkan tentang sejarah berdirinya organisasi perempuan di HMI Cabang Ciputat dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual mahasiswa IAIN Jakarta. Fokus kajian dari skripsi tersebut lebih kepada gerakan perempuan muslim dalam upaya pengembangan intelektual. Namun secara khusus kajian mengenai tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur dan perkembangan tradisi tersebut belum secara gamblang digambarkan, karenanya penulis mencoba untuk secara khusus menyoroti tradisi intelektual HMI cabang Ciputat sejak tahun 1960 sampai tahun 1998.
18
F. Metode Penelitian Laporan Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial-politik dan budaya serta metode yang digunakan adalah metode historis. Metode historis merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau26. Poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana pada masanya. Adapun faktor analisa pada faktor-faktor politik menjadi faktor pendukung. Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mencapai
penulisan
sejarah
(historiografi). Oleh karena itu, upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu mencoba mendeskripsikan tradisi intelektual
HMI
Cabang Ciputat. Dengan demikian penelitian sejarah mencangkup:
1. Heuruistik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber (Dokumen),27. Maka dalam hal ini, penulis
mengumpulan data-data
sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema dalam skripsi ini, bisa seperti buku-buku, majalah, dan sebagainya. Dalam hal ini, penulis mencari sumber di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, dan beberapa toko buku yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Meminjam buku koleksi senior di HMI salah satunya 26
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press.1983), h.
32. 27
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah (Yogyakarta; Ar Ruzz Media.1999), h.
64.
19
perpustakaan pribadi milik kanda Eko Arisandi, kemudian perpustakaan pribadi Ibu Tati Hartimah dan koleksi pribadi yang berhubungan dengan tema sebagai sumber, baik itu sumber primer seperti tulisan-tulisan Fachry Ali sebagai pelaku sejarah ataupun sekunder. Selain itu penulis juga melakukan wawancara (interview) kepada para tokoh pelaku sejarah terkait seperti alumni-alumni HMI dari Ibu Tati Hartimah, Ahmad Sanusi, Amsal Bahtiar, Didin Syafrudin, Saiful Mujani, Oman Fathurahman, Sukron Kamil, Aris Budiono, dan TB Ace Hasan Syadzily merupakan para aktivis HMI yang menjaga tradisi intelektual yang dibanggun oleh Cak Nur. 2. Tahap selanjutnya yaitu verifikasi atau kritik sumber, di mana semua sumber-sumber telah terkumpul, baik berupa buku-buku, majalah, dan hasil wawancara. Maka penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya untuk
mengindentivikasi
keabsahannya
tentang
keaslian
sumber
(otentisitas) yang dilakukan melalui kritik eksteren dengan cara membandingkan tulisan-tulisan dari satu penulis dengan penulis yang lain. Selanjutnya keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang di telusuri melalui kritik interen. 3. Interpretasi atau penafsiran sejarah yang juga disebut dengan analisis sejarah, yaitu mencoba menguraikan sebab dan akibat kejadian tersebut. Karena itu, data-data yang sudah terkumpul dilakukan metode kritik sumber, biasannya masih berbeda-beda dalam isinya. Oleh sebab itu, dalam teknik interpretasi ini, diharapkan peneliti mampu menemukan berbagai faktor penyebab dan akibat terjadinya peristiwa tersebut.
20
4. Fase terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan28. Tahap ini adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik metode pembahasan. Adapun sumber acuan yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini adalah buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh CeQDA, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode penulisan.29 G. Sistematika Penulisan Untuk menyajikan laporan dan penulisan penelitian, sekaligus memberikan gambaran yang jelas dan sistematis tentang materi yang terkandung dalam skripsi ini. Penulis menyusun sistematika penulisan ini ke dalam 5 bab beserta bibliografi dengan urutan sebagai berikut. BAB I ; berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah, desain operasional, tujuan penulisan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II ; merupakan bab inti pertama yang membahas tentang profil Ciputat dengan lingkungan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. BAB III ; merupakan bab inti kedua yang akan membahas HMI Cabang Ciputat, dari sejarah berdirinya, dan bagaimana tradisi intelektual terbentuk.
28
Ibid. h. 76. Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Jakarta; CeQDA, April 2007). 29
21
BAB IV ; merupakan bab inti ketiga yang akan membahas perkembangan tradisi intelektual di HMI Cabang Ciputat dari periode 1960 – 1998. BAB V ; mengandung dua sub-bab, yaitu kesimpulan yang merupakan pandangan penulis tentang hasil penelitian yang telah ditempuh. Kesimpulan merupakan hasil akhir yang dapat penulis berikan sebagai puncak dari kegiatan penelitian yang dilaksan`akan. Sub-bab yang kedua; saran-saran yang merupakan anjuran penulis kepada para akademisi yang memiliki perhatian terhadap penelitian sejarah dan peradaban Islam, terutama yang berkenaan dengan HMI, khususnya HMI Cabang Ciputat.
BAB II SEJARAH SOSIAL CIPUTAT DAN IAIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Ciputat tahun 1960 adalah sebuah desa kecil yang posisinya ada di selatan kota Jakarta. Meskipun jaraknya cukup dekat dari Jakarta, namun hanya ada kendaraan umum “oplet” untuk menuju ke Ciputat. 1 Di sebelah Utara Ciputat berbatasan langsung dengan Jakarta. Sebelah Selatan Ciputat berbatasan dengan daerah, Depok, dan Parung, Bogor. Sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta, Wilayah Administrasi Jakarta Selatan. Sebelah Barat berbatasan dengan Cisauk dan Pagedangan. Dengan kondisi geografis Ciputat yang sangat strategis, sangat dekat dengan Jakarta sebagai Ibu kota Negara, maka itu sangat wajar jika Ciputat sangat maju dalam perkembangan ekonomi dan pendidikan. Pada tahun 1950 dikeluarkan PP No. 34 tahun 1950 tentang perguruan tinggi Islam Negeri di bawah Departemen Agama guna mencetak pegawai dan guru yang berkualitas di lingkungan Departemen Agama di seluruh Indonesia dan dengan PP tersebut didirikanlah ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) pada 1 Juni 1957.2 ADIA inilah cikal bakal dari IAIN dan UIN. Kemudian pada tahun 1964 Soekarno telah memberikan tanah seluas 200 hektare untuk pembangunan kampus UI di Ciputat setelah melihat Ciputat dari udara. 1
A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya…., dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual, (Ciputat: HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, UIN Jakarta Press dan AM FATWA Center, 2012) h. 7 2 Tim Penyusun, Buku Pedoman Akademik tahun 2010, (Ciputat: UIN Jakarta 2010), h. 5
22
23
Namun tanah yang dibebaskan baru 8,5 hektar dan di lapangan ternyata kurang dari 6 hektar wilayah yang bisa dibangun untuk menjadi kampus UI. Pada 28 September 1965 Presiden Soekarno meletakkan batu pertama dan menandatangani prasasti pembangunan kampus UI. Namun pembangunan kampus UI tidak pernah terlaksana karena dua hari setelah itu terjadi G30S/PKI. Lahan yang diperuntukkan menjadi kampus UI kini telah menjadi komplek dosen UI. 3 Ini bukti bahwa Ciputat dahulu sangat strategis sehingga sempat direncanakan untuk pembangunan kampus UI dan pembangunan kampus ADIA (saat ini UIN). Saat berdirinya HMI komisariat Ciputat berinduk pada Cabang Jakarta Raya, Ciputat merupakan sebuah kecamatan, di bawah Kabupaten Banten dan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun ketiga setelah pendiriannya, HMI komisariat Ciputat meningkatkan statusnya menjadi Cabang mengingat sangat jauhnya posisi komisariat Ciputat dengan Cabang Jakarta Raya dan mulai banyaknya mahasiswa yang mengikuti pelatihan kader di HMI komisariat Ciputat, maka ditingkatkanlah HMI Komisariat Ciputat, menjadi HMI Cabang Ciputat.4 Sebelum membahas HMI Cabang Ciputat kita harus mengetahui demografi wilayah tempat HMI Cabang Ciputat berdiri. Ciputat merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Banten, di propinsi Jawa Barat. Ciputat merupakan daerah strategis karena berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, karena itu Ciputat sering dianggap bagian dari Jakarta Selatan. Termasuk 3
Azwil Nazir, Sejarah Komplek Dosen UI di Ciputat, diakses tanggal 02 Februari 2014 http://Azwilnazir.com/2014/02/02/1482 4 A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya…., dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual…, Op.cit, h. 3
24
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kendatipun berdomisili di Ciputat tetapi secara administratif berada di DKI Jakarta. Ciputat tahun 1960-an pada waktu HMI komisariat Ciputat, Cabang Jakarta Raya didirikan, masih merupakan daerah yang cukup sepi. Walaupun letaknya tidak begitu jauh dengan Jakarta, tetapi akses kendaraan umum dari Jakarta menuju Ciputat atau sebaliknya tidak begitu baik. Kendaraan umum dari Jakarta menuju Ciputat hanya ada dari Kebayoran Lama, itupun tidak banyak kendarannya. 5 Penduduk di Ciputat semakin berkembang dan bertambah banyak dikarenakan adanya lembaga pendidikan tinggi yang berdiri di sana, yaitu ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) pada tahun 1957 yang kemudian menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta. IAIN ini yang menjadi salah satu faktor semakin banyak dan berkembangnya penduduk di Ciputat disebabkan mahasiswa yang mengampu pendidikan di IAIN semakin bertambah banyak dari tahun ke tahun. Status ADIA berubah menjadi IAIN pada tanggal 24 Agustus 1960 dengan Peraturan Pemerintah No. 11 yang menggabungkan PTAIN dan ADIA dengan nama baru IAIN (Institut Agama Islam Negeri) yang berpusat di Yogyakarta dan Prof. Mr. R.H. A. Soenarjo ditunjuk sebagai Rektor, dibantu oleh Prof. T.M. Hasby AshShiddieqy sebagai Dekan Fakultas Syari’ah dan Dr. Muchtar Yahya sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin yang berkedudukan di Yogyakarta. Sementara itu kampus yang berkedudukan di Jakarta menjadi Fakultas Tarbiyah dengan Prof. Dr. Mahmud Yunus 5
Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid Jalan Hidup Seorang Visioner, (Jakarta: Kompas Penerbit Buku, 2010), h. 28 diceritakan dari pengalaman Cak Nur saat perjalanan kuliah ke IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
25
sebagai dekannya dan Fakultas Adab dengan Prof. Bustomi A. Gani sebagai dekannya.6 Dalam perkembangannya, pemusatan IAIN yang hanya ada di dua kota tidak dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat di seluruh negeri untuk belajar agama Islam. Menanggapi aspirasi yang berkembang, pada tahun 1960, MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) melalui TAP-nya merekomendasikan IAIN untuk dikembangkan di beberapa daerah. Dalam waktu 3 tahun untuk menanggapi aspirasi dari masyarakat Indonesia, dikembangkan IAIN menjadi 18 fakultas yang tersebar di seluruh negeri. Fakultas Tarbiyah didirikan di Jakarta, Yogyakarta, Malang dan Banda Aceh. Fakultas Adab didirikan di Jakarta dan Yogyakarta. Fakultas Ushuluddin didirikan di Yogyakarta dan Jakarta. Fakultas Syari’ah didirikan di Yogyakarta, Banda Aceh, Banjarmasin, Palembang, Surabaya, Serang, dan Ujung Pandang. Dalam perkembangan IAIN yang pesat, Departemen Agama mengeluarkan keputusan penting No. 49 tahun 1963 tentang peningkatan IAIN Yogyakarta dan IAIN Jakarta menjadi lembaga independen. Sejak saat itu IAIN Yogyakarta menjadi IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Jakarta menjadi IAIN Syarif Hidayatullah. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengkoordinasi seluruh fakultas di Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara IAIN Jakarta mengkoordinasi fakultas di Jakarta, Jawa Barat dan Sumatera. Perkembangan kampus IAIN tersebut tidak
6
Fuad Jabali & Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003), h. 13-14
26
dibarengi dengan kendaraan umum menuju
Ciputat masih cukup sulit. Sampai
pertengahan tahun 1970-an hanya ada bus Gamadi, Ajiwirya, dan mobil swif yang arahnya dari Blok M menuju Ciputat. Bahkan aktivis HMI saat itu jika mengikuti kajian di luar Ciputat, untuk berangkat dan pulang menggunakan mobil bak terbuka. 7 Dalam upaya peningkatan mutu dan menampung permintaan masyarakat untuk pendidikan tinggi agama Islam, cabang-cabang IAIN di beberapa tempat ditingkatkan menjadi IAIN yang terpisah dan mandiri. Peraturan Pemerintah No. 27, tanggal 5 Desember 1963. Berdasarkan keputusan tersebut, IAIN Jakarta menjadi mandiri, hal yang sama terjadi juga pap IAIN ar-Raniry Banda Aceh pada tahun yang sama, IAIN Raden Fatah Palembang pada 22 Oktober 1964, IAIN Antasari di Kalimantan Selatan pada 22 November 1964, IAIN Sunan Ampel di Surabaya pada 6 Juli 1965, IAIN Alaudin Ujung Pandang pada 28 Oktober 1965, IAIN Imam Bonjol Padang pada 21 November 1966, dan IAIN Sultan Taha Saefudin di Jambi pada tahun 1967. 8 Pada masa Orde Baru Pemerintah tidak melakukan kebijakan baru apapun, hanya meneruskan kebijakan—kebijakan lama pada masa Orde Lama. Karena pada awal Orde Baru pada 1967 – 1971 Kementerian Agama masih dipimpin oleh Saifudin Zuhri dan KH. Mohammad Dachlan dari Nahdlatul Ulama (NU). Sehingga secara otomatis tidak ada juga perkembangan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selain bertambahnya mahasiswa.
7
Wawancara pribadi dengan Tati Hartimah, Ketua Umum KOHATI Cabang Ciputat periode 19781979, Cirendeu, 14 Agustus 2014 8 Fuad Jabali & Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam, h. 14-15
27
Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Harun Nasution (1973 – 1984), IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dikenal luas sebagai kampus pembaharu. Hal ini disebabkan karena Harun Nasution banyak mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam pemikiran Islam dengan menekankan pada Islam rasional. Harun Nasution mengadakan perubahan kurikulum IAIN yang salah satunya memasukkan matakuliah filsafat dan menyelenggarakan Program Pascasarjana (PPs). PPs IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini merupakan PPs pertama di lingkungan IAIN di seluruh Indonesia. PPs ini mengawali perkuliahan pada tanggal 1 September 1982. Setelah peresmian pada 30 Agustus 1982.9 Selain itu untuk memperkuat pemikiran pembaharuan Islam, Harun Nasution melakukan kuliah umum setiap dua minggu sekali dan dia sebagai pemberi materinya. Di IAIN Jakarta pada periode 1973 – 1978 tercatat beberapa orang telah dikirim untuk melanjutkan ke luar negeri antara lain: ke Australia 6 orang, Inggris 2 orang, Mesir 7 orang, Sudan 2 orang, Kanada 9 orang, Singapura 1 orang, dan Belanda 8 orang. Sebelumnya tidak pernah ada kebijakan di Departemen Agama yang seperti itu. Pada periode ini Departemen Agama dipimpin oleh Mukti Ali.10 Ini memberikan kesempatan pada kader-kader terbaik HMI dan mahasiswa terbaik IAIN untuk melanjutkan studinya di luar negeri. Seperti yang didapat oleh M. Atho Mudzhar, Mulyadi Kartanegara, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Bachtiar Effendy, Saiful Mujani, Fuad Jabali, Alimun Hanif, Oman Fathurahman dan lain-lain yang tak bisa disebutkan satu-persatu. Program ini dilakukan untuk meningkatkan 9
Tim Penyusun, Buku Pedoman Akademik tahun 2010, (Ciputat: UIN Jakarta 2010), h. 8 Fuad Jabali & Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam, h. 19
10
28
mutu IAIN di Indonesia. Namun, program ini sempat vakum sampai beberapa tahun dengan alasan yang tidak begitu jelas. Sampai pada akhir 1985, semenjak Departemen Agama dipimpin oleh Munawir Sjazali, kebijakan ini dilanjutkan secara formal. Oleh Munawir program ini merupakan salah-satu pilot project yang menjadi prioritas progam kerjanya.11 Perkembangan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selain dipengaruhi oleh Rektor yang menjadi pimpinannya, tetapi juga sangat bergantung pada kebijakan dari Departemen Agama. Karena IAIN di bawah naungan Departemen Agama. Sejak diterbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 15 tahun 1988, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari Fakultas Tarbiyah, Fakultas Adab, Fakultas Ushuluddin, Fakultas Syari’ah dan Fakultas Dakwah. 12 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama ini hanya ada fakultas agama dan jurusan-jurusan tentang agama. Perkembangan paling besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ketika tahun 1998 saat Azyumardi Azra menjadi Rektor. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi simbol umat Islam dan kemajuan pembangunan nasional,
khususnya
pembangunan
sosial-kegamaan.
Perlu
upaya
untuk
mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama, lembaga ini mulai mengembangkan diridengan konsep IAIN dengan mandat yang lebih luas. Langkah ini dimulai dengan dibukanya jurusan Psikologi, Pendidikan Matematika, Ekonomi, dan Perbankan Islam pada tahun 1998. Ini adalah langkah awal perubahan IAIN menjadi UIN
11
Ibid, h. 25 Tim Penyusun, Buku Pedoman Akademik tahun 2010, h. 8
12
29
(Universitas Negeri Islam).13 Pada periode ini 1998 Ciputat sudah menjadi daerah yang cukup ramai. Dengan akses kendaraan umum yang cukup mudah. Sehingga semakin banyak calon mahasiswa yang ingin berkuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
13
Ibid, h. 8
BAB III HMI CABANG CIPUTAT A. Dinamika Awal Berdirinya HMI Cabang Ciputat Bisa dikatakan tradisi intelektual di HMI Cabang Ciputat dimulai oleh Cak Nur, meskipun pendirian HMI Cabang Ciputat adalah atas inisiatif A.M. Fatwa, Abu Bakar, Salim Umar, dan Komarudin. Sebelum berkuliah di ADIA Jakarta A.M. Fatwa pernah mengikuti dan aktif dalam PII di dearah, dari ketua Cabang Sumbawa Besar, dan ketua Wilayah Nusa Tenggara.1 Selain itu, sebelum A.M. Fatwa kuliah di ADIA, dia juga sempat berkuliah di Universitas Ibnu Khaldun Jakarta dan telah mengikuti “perkaderan” HMI di Cabang Jakarta. Dengan pengalaman besentuhan langsung dengan HMI, A.M. Fatwa berinisiatif mendirikan komisariat Ciputat pada tahun 1960 saat ADIA berkembang menjadi IAIN di bawah naungan Departemen Agama dan statusnya menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri). 2 Abu Bakar dipilih sebagai Ketua Umum, Moh. Salim Umar sebagai ketua I, dan A.M. Fatwa sebagai ketua II HMI komisariat Ciputat yang dilantik oleh Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Alwi Al-Djahwasyi.3
1
A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya dan Dinamika Aktivis HMI Cabang Ciputat, dalam Rusydy Zakaria dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, (Ciputat: HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, UIN Jakarta Press, AM Fatwa Center, 2012) h. 3. Pada saat itu setiap alumni PII dari semasa sekolah sebagai pelajar, saat memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, otomatis akan dengan sendirinya untuk mengikuti atau bergabung dengan HMI, mengkuti hasil dari Muktamar Muslimin Indonesia yang ke-2 yang berlangsung di Yogyakarta pada 20-25 Desember 1949. Pada saat itu juga kondisi Umat Muslim masih bersatu padu sehingga hasil kongres atau muktamar umat Muslim Indonesia masih dijalankan dengan baik. 2 IAIN Jakarta sendiri tadinya adalah cabang dari IAIN Yogyakarta, namun pada akhirnya menjadi pusat sendiri dan terlepas dari IAIN Yogyakarta. 3 A.M. Fatwa, Op.Cit, h.6
30
31
Setahun kemudian pada tahun 1961 setelah memiliki anggota yang cukup banyak, pengurus komisariat Ciputat memiliki keinginan untuk meningkatkan statusnya menjadi HMI Cabang Ciputat. Inisiatif itu diambil karena masalah jauhnya komisariat Ciputat dengan Cabang Jakarta. Maka dilakukan Rapat Anggota sekaligus pemilihan pengurus Cabang melalui formatur. Dalam pemilihan tersebut, kembali terpilih 3 orang formatur yaitu, Abu Bakar, Moh. Salim Umar dan A.M. Fatwa masing-masing secara berurutan sebagai ketua umum, ketua I dan ketua II, HMI Cabang Ciputat. Setelah dilakukan timbang-terima jabatan dari Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Alwi Al-Djahwasyi, dan pengurus HMI Cabang Ciputat dilantik oleh Norsal (Ketua Umum PB HMI periode 1960-1963).4 Pada awal berdirinya HMI Cabang Ciputat memiliki beberapa komisariat yang merupakan fakultas-fakultas di lingkungan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu: Tarbiyah, Syari’ah, Adab dan Ushuludin. Sebelumnya saat menjadi komisariat Ciputat, untuk menjadi anggota HMI harus mengikuti MAPRAM yaitu Masa Perkenalan Anggota HMI di Cabang Jakarta. Setelah memiliki banyak kader, HMI komisariat Ciputat meningkatkan status menjadi HMI Cabang Ciputat dan menyelenggarakan MAPRAM HMI sendiri, dan makin bertambah banyaklah anggota HMI Cabang Ciputat. Kegiatan HMI Cabang Ciputat selanjutnya ialah mengirimkan beberapa anggotanya mengikuti Basic Training pada cabang-cabang HMI di kota lain, seperti Cabang Jakarta, Cabang Bandung, Cabang Yogyakarta, dan lain-lain. Kemudian juga menyelenggarakan Basic Training sendiri
4
Ibid, h.7
32
yang diikuti pula oleh cabang-cabang lain.5 Saat itu Basic Training adalah pelatihan yang dilaksanakan oleh setingkat Cabang, dan dalam lingkup nasional (saat ini seperti LK II Intermadate Training). Pada kepengurusan periode 1962 – 1963 terpilihlah Moh. Salim Umar sebagai Ketua Umum, A.M. Fatwa sebagai ketua I, Sokamakarya sebagai ketua II, dan Nurcholish Madjid sebagai sekretaris umum. Inilah awal mulanya Nurcholish Madjid ikut bergabung dalam kepengurusan HMI, walaupun pada mulanya mendapat banyak tolakan, karena Nurcholish Madjid belum pernah menjadi pengurus komisariat.6 Saat awal berdirinya HMI Cabang Ciputat bukan tanpa halang rintang, situasi tingkat Nasional yang sedang bergejolak, PB HMI mendapat tekanan dari CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia), organisasi underbow PKI, memulai gerakan “mengganyang HMI”. Aksi pertama tekanan yang dilakukan CGMI pada tahun 1962, dalam kongres PPMI (Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) yang merupakan wadah dari organisasi-organisasi mahasiswa Indonesia, CGMI berhasil melakukan propaganda dan mengeluarkan HMI dalam kongres tersebut. Keadaan tersebut menggambarkan posisi PB HMI yang lemah ditingkat nasional. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh CGMI, HMI adalah anak partai terlarang Masyumi, anti Manipol USDEK (Manipol/USDEK merupakan akronim dari Manifestasi Politik/ Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia, yang oleh Presiden 5
Moh. Salim Umar, Kenangan Indah di Ciputat, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed. Rusydy Zakaria dkk, h. 25. 6 A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya dan Dinamika , h.8
33
Soekarno dijadikan haluan Republik Indonesia.)7, organisasi kontra-revolusi dan lainlain. Tuntutan-tuntutan itu tidak hanya meraka lancarkan dalam forum-forum pertemuan kemahasiswaan seperti pada sidang MMI (Majelis Mahasiswa Indonesia), tetapi juga dalam rapat-rapat terbuka, bahkan dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi. Hampir setiap hari, surat kabar yang mereka miliki (Harian Rakyat dan Bintang Timur) memuat berita-berita besar tuntutan pembubaran HMI.8 Pada 17 Oktober 1963 Dewan Mahasiswa (DEMA) IAIN Syarif Hidayatullah melakukan demonstrasi yang dimotori oleh Salim Umar sebagai Sekretaris Dewan Mahasiswa IAIN Jakarta dan Ahmad Mudzakkir (alm.) sebagai Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Jakarta. Posisi Salim Umar yang ketika itu menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, membuat banyak kader HMI Cabang Ciputat itu melakukan demonstrasi. Demonstrasi bersumber dari ketidakpuasan mahasiswa terhadap dominasi golongan tertentu di lingkungan Departemen Agama dan IAIN. Saat itu menteri agama dijabat oleh KH. Saefudin Zuhri, sedangkan rektor IAIN Jakarta dijabat oleh Prof. Drs. H. Soenardjo. Peristiwa yang sama juga terjadi satu pekan sebelumnya di IAIN Yogyakarta bahkan sampai menggagalkan Sidang Senat Terbuka.
Dalam
demonstrasi
di
Ciputat
para
mahasiswa
menyatakan
ketidaksenangannya terhadap pola yang serba NU (Nahdatul Ulama) di lingkungan IAIN. Departemen Agama sangat didominasi oleh NU. Hampir semua posisi penting
7
Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947 – 1975, (Jakarta: Misaka Galiza, 2008) h. 38 8 Eko Arisandi, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, Langkah Awal Kader Ciputat Merekan Jejak, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed: Rusydy Zakaria dkk, h. 268-269
34
dan menentukan kebijakan-kebijakan Departemen Agama dipegang oleh NU. Dominasi ini melebar ke IAIN. Bahkan Departemen Agama merubah struktur pimpinan akademis seperti rektor, dekan sampai ke staf administratif. 9 Kejadian ini dimotori oleh HMI dikarenakan saat itu belum ada organisasi mahasiswa yang berafilias non-NU selain HMI.10 Demonstrasi di IAIN Yogyakarta dan Ciputat ini menjadi masalah penting di awal kepengurusan PB HMI periode 1963 – 1966 di bawah kepemimpinan Sulastomo, merasa bertindak cepat dan tegas. Peristiwa ini dinilai sangat tidak menguntungkan, baik dari segi kepentingan nasional maupun kepentingan umat. Dari kepentingan nasional, PB HMI merasa perlu menggalang kekuatan-kekuatan serta pemersatu umat. Tampaknya tidak mungkin, serangan yang gencar dilakukan oleh CGMI dan PKI pada saat itu dihadapi tanpa adanya dukungan seluruh umat Islam khususnya dan kekuatan-kekuatan antikomunis lain pada umumnya. Dalam keadaan seperti ini, peranan Partai NU sangat penting selain bagian Islam dan kekuatan antikomunis, NU juga saat itu masuk dalam pemerintahan Soekarno. Atas dasar pertimbangan inilah dalam rangka kepentingan nasional, PB HMI mengeluarkan kebijakan untuk memberi sanksi kedua peristiwa yang terjadi di Yogyakarta dan Ciputat tersebut. Selanjutnya, PB HMI memutuskan pengurus HMI Cabang Yogyakarta yang baru terpilih tidak disahkan dan kepengurusan yang lama diperpanjang masa jabatannya. Sedangkan pengurus HMI Cabang Ciputat dibekukan
9
Fuad Jabali & Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003), h. 16 10 Eko Arisandi, Ibid, h. 268-268
35
dan ditunjuklah Syarifudin Harahap, atas nama PB HMI sebagai PLT (Pelaksana Tugas) Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, kepengurusan HMI Cabang Ciputat sejak saat itu diambil alih oleh PB HMI sampai terbentuknya kepengurusan yang baru. Di Ciputat sendiri peristiwa 1963 ini menimbulkan trauma psikologis bagi kader-kader HMI. Karena dalam peristiwa ini terdapat kader-kader HMI yang ditangkap dan mendekam di penjara, termasuk para dosen yang dianggap mendukung peristiwa itu. Beberapa aktivis HMI sperti, AM. Fatwa, Salim Umar, Ali Husen, Jalaluddin Suyuti, Syaifudin Faturusi dan kawan-kawan yang lain ikut mendekam di penjara akibat tindakan represif aparat dengan tuduhan kontra revolusi dan merongrong kewibawaan Presiden Pimpinan Besar Revolusi. Pembekuan HMI Cabang Ciputat sendiri berdampak pula pada seluruh proses perkaderan HMI di Ciputat yang lumpuh total dalam waktu yang cukup lama. Kader-kader HMI khawatir menjadi korban penangkapan, sehingga seolah-olah HMI menjadi organisasi yang menakutkan bagi mahasiswa selain kader HMI. Keadaan ini menjadi hal yang tidak mudah untuk menghidupkan kembali perkaderan di Ciputat. Terutama bagi M. Salim Umar yang saat itu menjabat sebagai ketua umum, bahkan dia sendiri sempat dipaksa mundur dari jabatannya. Baru setelah keadaan membaik, didorong kader-kader yang lebih muda seperti Nurcholish Madjid dan Musthoha, perkaderan di HMI Cabang Ciputat mulai berdenyut kembali pada periode berikutnya. Setelah pulih pasca pembekuan pada 1963, Nurcholish Madjid bersama kaderkader angkatannya menghidupkan kembali perkaderan HMI Cabang Ciputat. Fase ini menjadi pijakan perubahan dalam perkembangan sejarah HMI Cabang Ciputat.
36
Nurcholish Madjid terpilih menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat untuk periode 1964-1965.11 Cak Nur inilah yang mengawali perkaderan intelektual di HMI Cabang Ciputat. Karyanya yang sangat penting pada fase ini adalah risalah kecil berjudul Dasar-Dasar Islamisme yang menjadi materi pelatihan dalam training-training HMI saat itu. Dalam membuat karyanya itu Cak Nur terinspirasi materi yang dibawakan oleh Mar’ie Muhammad dari buku Islam dan Sosialisme karya H.O. S. Cokroaminoto.12 Materinya yang Cak Nur buat yang berjudul Dasar-dasar Islamisme awalnya sering dibawakan di HMI Cabang Ciputat saja. Materi yang Cak Nur bawakan terdengar oleh Ketua Badko13 (Badan Koordinasi) Jawa Barat Ahmad Nurhani dan meminta Cak Nur membawakan materinya ke seluruh pelatihan yang dilakukan cabang-cabang HMI se-Jawa Barat. Aktivitasnya memberi ceramah di Badko se-Jawa Barat terdengar oleh Pengurus Besar HMI yang ketika itu Ketua Umumnya Sulastomo. Akhirnya Cak Nur ditarik dalam kepengurusan di PB HMI dengan tugas untuk memberikan ceramah tentang materinya tersebut.14 Sebelum menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, Cak Nur sudah sering muncul dalam forum-forum nasional sebagai juru bicara HMI Cabang Ciputat, salah 11
Menurut Fachry Ali yang terpenting bukanlah mengenai jabatan-jabatan yang diemban oleh Nurcholish Madjid, saat sebagai Ketua Umum Cabang HMI, Ketua Badko HMI Jawa Barat atau saat menjabat sebagai Kteua Umum PB HMI selama dua periode, tetapi yang terpenting adalah HMI Cabang Ciputat telah memberi wadah pertama bagi kreasi intelektual Nurcholish Madjid untuk diwariskan. Lihat Fachry Ali Prolog; Lima Puluh Tahun HMI Cabang Ciputat; sebuah Narasi tentang Warisan Intelektual, h. xxvi 12 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, Jalan Hidup Seorang Visioner, (Jakarta: Kompas, 2010) h. 38 13 Badan Koordinasi (Badko) adalah badan pembantu Pengurus Besar. Badko HMI dibentuk untuk mengkoordinir HMI Cabang di bawah koordinasinya. Masa Jabatan Badko disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Besar. Lihat Anggaran Rumah Tangga HMI BAB II Struktur Organisasi, Bagian V. Badrudduja, Arridho Sugiarto, Modul LK I basic training HMI Cabang Ciputat, (Ciputat: HMI Cabang Ciputat, 2011) h. 46 14 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid., h. 39
37
satunya saat ketika kongres HMI ke-7 di Masjid Agung al-Azhar, yang diselenggarakan pada tanggal 8-14 September 1963. Saat itu, PB HMI melakukan kebijakan adaptasi nasional sebagai usaha menyelamatkan HMI dari ancaman isu pembubaran HMI. Pro-kontra muncul dari cabang-cabang utusan Kongres. Cak Nur atas nama HMI Cabang Ciputat menyampaikan pandangan yang menentang keras kebijakan adaptasi nasional yang dilakukan oleh PB HMI. Nurcholish langsung mendapat teguran secara lisan dari para senior HMI Cabang Ciputat saat itu seperti A.M. Fatwa. Dengan aktivitasnya sebagai Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, sekaligus bagian dari PB HMI yang bertugas memberikan ceramah tentang materinya yang berjudul Dasar-dasar Islamisme hampir di seluruh Cabang di Indonesia, Cak Nur menjadi terkenal sebagai salah satu tokoh pembaharuan dalam Islam. proses inilah yang membuat Cak Nur kemudian terpilih sebagai ketua umum PB HMI selama dua periode berturut-turut (1966-1969 dan 1969-1971). Pada fase ini Nurcholish tercatat antara lain merumuskan Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebagai naskah ideologis yang sampai sekarang masih dipakai pada setiap pelatihan di HMI. Pada saat memimpin PB HMI Nurcholish Madjid sering melontarkan ide-ide pembaharuan dalam berbagai tulisannya seperti “Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi”, “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” dan lain-lain. Meskipun terjadi pro-kontra, namun ide-ide pembaharuannya mencatatkan namanya sebagai “kader intelektual”15 dalam HMI. Diakui atau tidak,
15
Eko Arisandi, Opcit, h. 272-273
38
prestasi dan ketokohan Nurcholish Madjid tak terelakan kemudian membangun citra baik bagi HMI Cabang Ciputat sebagai perkaderan intelektual yang membedakan dengan cabang-cabang lain.16 Terlepas dari berbagai penafsiran lainnya, perkembangan tradisi intelektual di lingkungan HMI Cabang Ciputat yang kian lama kian ajeg ini merupakan respon dari generasi selanjutnya terhadap tradisi intelektual yang dilakukan Cak Nur di Ciputat. Pada fase awal perkembangan tradisi intelektual ini, tokoh yang paling langsung menorehkan pengaruhnya adalah M. Dawam Raharjo yang memberikan kesempatan perkembangan intelektual sehingga kader-kader HMI Cabang Ciputat terbawa dalam berbagai intellectual events tingkat internasional. 17 B. Kualitas Insan Cita HMI Organisasi harus memiliki tujuan yang jelas, hingga setiap usaha yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur. Begitu pula dengan HMI. HMI memiliki tujuan “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.” Sesuai yang tercantum dalam Anggaran Dasar HMI pasal IV yang disahkan dalam kongres ke-9 di Malang pada tanggal 3 – 10 Mei
16
Pengalaman ini didapat hampir rata-rata kader HMI Cabang Ciputat yang sedang berkunjung ke HMI cabang lain, semisal dalam mengikuti LK 2. Kader-kader Ciputat terkesan masih dihormati oleh cabang-cabang lain se-Indonesia. Kader-kader HMI Cabang Ciputat akan heran, karena kader-kader HMI dari cabang lain sangat antusias bertanya tentang Cabang Ciputat, atau bahkan terkesan kagum dengan Cabang Ciputat. Hal ini tak lain karena karya-karya alumninya serta banyak tokoh Nasional berasalan dari HMI Cabang Ciputat. 17 Fachry Ali, “Intelektual, Pengaruh Pemikiran dan Lingkungannya” pengantar dalam Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan; Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer (Jakarta: Paramadina, 1998).
39
1969. Selain menghasilkan tujuan tersebut dalam kongres tersebut Cak Nur terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI. Rumusan tujuan tersebut HMI bukannya organisasi massa dalam pengertian kuantitatif, sebailknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat dan potensiyang mendidik, memimpin dan membimbing para anggotanya untuk mencapai tujuan tersebut. 18 Perwujudan dari tujuan tersebut tercermin dalam kualitas insan cita yang harus dimiliki oleh kader HMI. Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud dalam HMI melalui pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI (AD) yaitu sebagai berikut: 1. Kualitas Insan Akademis a. Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, objektif dan kritis. b. Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran. c. Sanggup berdiri sendiri dengan lapang ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis maupun teknis dan sanggup bekerja secara alamiah yaitu secara bertahap. Teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan. 18
Badrudduja, Arridho Sugiarto, Modul LK I basic training HMI Cabang Ciputat h. 83
40
2. Kualitas Insan Pencipta; Insan Akademis Pencipta a. Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan. b. Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif. Insan yang menyadari dengan sikap demikian. Potensi kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah. c. Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan tugas kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.
3. Kualitas Insan Pengabdi; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi a. Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat. b. Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya membuat dirinya baik, tetapi juga mampu membuat lingkungan disekelilingnya menjadi lebih baik. c. Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesama.
41
4. Kualitas Insan yang bernafaskan Islam; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam a. Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menapaki dan menjiwai karyanya. b. Ajaran Islam telah berhasil membentuk unity personality dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah dilema pada dirinya sebagai warga Negara dan dirinya sebagai muslim insan cita ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya. 5. Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT a. Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. b. Berwatak sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya kesadaran moral. c. Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalanpersoalan dan jauh dari sikap apatis.
42
d. Rasa tanggung jawab, taqwa kepada Allah SWT yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. e. Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. f. Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai khalifah fil ard yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.19
C. Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI sebagai Warisan Intelektual Cak Nur Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI sangat identik dengan sosok Cak Nur. Meskipun Cak Nur merumuskan naskah NDP tidak sendiri, bersama Syakib Mahmud dan Endang Saifudin Anshori. Namun, buah pikiran Cak Nur lebih mendominasi dalam naskah NDP ini. Naskah NDP dibuat oleh Cak Nur saat menjadi Ketua Umum PB HMI periode pertama (1966 - 1969). Setelah Cak Nur melakukan perjalanan ke Timur Tengah yang menginspirasinya untuk membuat suatu tulisan yang dasar dari ideologi HMI. Naskah NDP disahkan pada kongres ke-9 di Malang pada tanggal 3 – 10 Mei 1969 dan mengantarkan Cak Nur menjadi Ketua Umum PB HMI untuk kedua kalinya. 20 Dalam Naskah NDP Bab I menjelaskan tentang Dasar-dasar Kepercayaan. Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Allah SWT dan 19
Badridduja & Arridho Sugiarto, Modul Latihan Kader I, HMI Cabang Ciputat. h. 86-88 Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam, h. 146
20
43
kecintaan kepada-Nya yaitu taqwa. Iman dan taqwa bukanlah nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu memancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal soleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan kebudayaan. 21 Bab I NDP ini sejalan dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila dalam sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Bab
II
NDP
HMI
membahas
Pengertian-pengertian
Dasar
Tentang
Kemanusiaan. Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah melebihkan sehingga kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain. 22 Bab III NDP HMI membahas tentang Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir). Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil
21
Badridduja & Arridho Sugiarto, Modul Latihan Kader I, h. 126 PB HMI, Hasil-Hasil Ketetapan Kongres XXIV, (Jakarta: Pengurus Besar HMI 2003), h. 31
22
44
bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh - sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf , disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha - usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.23 Bab III ini sejalan dengan Pancasila sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Bab IV NDP HMI membahas tentang Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh
23
Ibid, h. 31
45
sikap yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain. 24 Bab V membahas tentang individu dan masyarakat. Individu atau manusia memiliki kemerdekaan pribadi, dan kemerdekaan pribadi itu adalah hak asasi yang pertama dan yang paling berharga. Manusia memiliki kemerdekaan pribadi setelah manusia bertauhid kepada Tuhan. Karena dengan bertauhid manusia bebas dari segala ketergantungan terhadap selain Tuhan. Kerena ketergantuangan kepada selain Tuhan itu syirik dan syirik adalah awal segala kejahatan. Manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai makhluk sosial. Untuk itu, manusia merdeka harus juga menjaga kemerdekaan orang lain dalam masyarakat. Bab VI membahas Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran 24
Badridduja & Arridho Sugiarto, Op.Cit, h. 127
46
tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.25 Sejalan dengan sila kelima dalam Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Dalam NDP terdapat banyak kesamaan dengan Pancasila sebagai Ideologi bangsa. HMI dengan NDP dan kualitas insan cita berusaha ikut aktif dalam pembangunan kader-kader penerus bangsa ini, dengan semangat ke-Islaman, keIndonesiaan dan ke-Modernan. Dari NDP tugas kader HMI disederhanakan menjadi beriman, berilmu, dan beramal.
25
Ibid, h, 128
BAB IV PERKEMBANGAN
TRADISI
INTELEKTUAL
HMI
CABANG
CIPUTAT 1960-1998 Tradisi Intelektual sesuai dengan desain operasional yang dijelaskan pada Bab I, adalah adat atau kebiasaan yang dianggap paling baik dan benar yang dapat mendukung proses terbentuknya kemampuan seorang intelektual (cerdas, berakal, berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, mempunyai kecerdasan tinggi, menyangkut pemikiran dan pemahaman) beserta nilai-nilai yang harus dimiliki; kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab, sehingga akan menghasilkan karya intelektual yang adil, benar dan rasional. Tradisi intelektual tersebut sudah sepatutnya sangat dekat dengan kehidupan mahasiswa ataupun organisasi mahasiswa, karena di tangan generasi muda inilah nasib bangsa dipertaruhkan. Jika generasi mudanya tidak memiliki tradisi intelektual yang kuat untuk membangun masa depan bangsa sudah barang tentu di masa depan bangsa ini tidak dapat mewujudkan cita-cita dan keinginan para pendiri bangsa. Untuk itu sangat penting jika mahasiswa memiliki tradisi intelektual baik individu ataupun kelompok. Seperti halnya tradisi intelektual yang ada dalam HMI Cabang Ciputat, yang senantiasa dikembangkan. Dalam perjalannya tradisi intelektual pada kehidupan para kader HMI Cabang Ciputat, mengalami pasang-surut. Pada setiap masa mengembangkan sendiri pola perkaderan yang membentuk suatu tradisi intelektual. Selain itu kondisi sosialpolitik yang terjadi di lingkungan kampus maupun dinamika politik yang terjadi pada tingkat nasional mempengaruhi civitas akademika dengan aturan-aturan
47
48
yang diterapkan melalui universitas juga turut mempengaruhi pasang-surutnya tradisi intelektual di HMI Cabang Ciputat. Maka dari itu penting melihat perkembangan tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat dari awal terbentuknya HMI Cabang Ciputat
sampai awal era reformasi dari berbagai sisi guna
mengetahui pola tradisi intelektual dalam kurun waktu tersebut. A. Cak Nur sebagai Tonggak Pewaris Tradisi Intelektual di HMI Tradisi Intelektual di HMI Cabang Ciputat dibangun, dibentuk, dikembangkan dan diwariskan oleh Cak Nur1 kepada kader-kader HMI lainnya baik yang setingkatan ataupun yang di bawah tingkatan. Cak Nur mempunyai kemampuan intelektual itu bukan tanpa proses panjang. Sehingga Cak Nur dapat mengeluarkan kemampuan intelektualnya dengan karya-karya tulisannya yang sangat luar biasa yang kemudian jejaknya diikuti oleh teman-teman semasanya seperti Mursyid Ali, A. Syarifudin, M. Atho Mudzhar, Ridho Masduki, dan junior-juniornya seperti
Fachry Aly, Komarudin Hidayat, Hadimulyo, Hari
Zamharir, Azyumardi Azra, Kurniawan Zulkarnain, dan masih banyak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Kemampuan intelektual Cak Nur mengalami proses yang panjang juga, sejak kecil dia dapat menikmati dua model pendidikan, pendidikan yang pertama pendidikan Madrasah yang mengajarkan tentang keagamaan dan pendidikan umum seperti Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Menengah Pertama, (SMP), dan melanjutkan di Pesantern Darul Ulum, Rejoso. Namun pendidikannya di Rejoso 1
Dengan pemikiran pembaharuan dalam Islam yang diwariskan dalam naskah NDP yang berisi semangat ke-Islaman, ke-Indonesiaan, dan ke-Modernan, yang hingga kini masih digunakan dalam pelatihan HMI hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria dkk, Membingkai Perkaderan Intelektual.... h. xxix
49
tidak bertahan lama, ini disebabkan karena ayah dan ibu Cak Nur merupakan aktivis Masyumi dan pada saat itu sedang terjadi gejolak politik antara partai Masyumi dengan partai NU.2 Yang kemudian Cak Nur melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor. Pada jenjang pendidikan di Gontor ini banyak memberikan bekal ilmu keagamaan yang dipelajari dengan metode modern, serta penguasaan bahasa Inggris dan Arab yang menjadi bekal nantinya ketika Cak Nur melanjutkan jenjang pendidikannya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Status Cak Nur sebagai mahasiswa IAIN, keikutsertaannya di dalam HMI Cabang Ciputat, jarak geografis yang tak terlalu jauh dengan ibu kota adalah infrastuktur yang mempertemukannya dengan tokoh-tokoh muda Masyumi tingkat Nasional, seperti Buya Hamka. Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru menjadi basis kekuatan politik untuk melawan PKI dan kekuatan-kekuatan politik masa Demokrasi Terpimpin yang sedang bertarung dengan sengit. 3 Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, Cak Nur mempunyai kemampuan menyimak dan mengambil makna secara distingtif atau berbeda dari perjalanannya ke Timur Tengah.4 Sebelumnya saat menjadi Ketua Umum PB HMI Cak Nur mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Amerika Serikat selama lima pekan setelah mendapat undangan dari Dubes Amerika Serikat di
2
Anas Urbaningrum, Islam dan Demokrasi; Pemikiran Cak Nur, (Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta 2000) h. 38. Ayah dan Ibu Cak Nur telah membawa proses perubahan budaya politik dari pola kepemimpinan tradisional menuju kepemimpinan Islam modern. Masyumi pada saat itu dipimpin dan dikelola oleh kaum intelektual muslim, yang merupakan lapisan pertama santri yang berinterakasi dengan pendidikan Barat. 3 Fachry Ali, Op.Cit, h. xxvii 4 Lukisan tentang pengalamannya di Timur Tengah, dapat dilihat pada Solichin, HMI: Candradimuka Mahasiswa (Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation 2010) h. 215-238.
50
Indonesia. Sebab Dubes Amerika di Indonesia telah melihat dinamika politik Islam di Indonesia dengan HMI. Yang terpenting di sini adalah setelah kembali dari Timur Tengah, Cak Nur mendapati Timur Tengah sedang mengalami deintelektualisasi (kehilangan daya intelektual) akut, ketika nilai kemanusiaan, demokrasi, lingkungan kehidupan dan keislaman tidak memberikan pantulan intelektual
terhadap
kesadaran
kolektif
dan
individual.
Kenyataan
ini
mendorongnya untuk menyempurnakan gagasan yang tertuang dalam “Dasardasar Islamisme” dan “Modernisasi ialah Rasionalisasi” ke dalam sebuah karya yang lebih komprehensif yaitu “Nilai-nilai Dasar Perjuangan” (NDP) bersama Sakib Mahmud dan Endang Saifuddin Anshori yang dikukuhkan dalam kongres HMI ke-9 di Malang, Jawa Timur pada 1969.5 Dari sini adalah salah satu bukti kualitas Intelektual Cak Nur dan dilanjutkan dengan hasil-hasil karyanya yang lain. Dengan NDP inilah warisan intelektual pertama Cak Nur, sebagai warga HMI Cabang
Ciputat,
dalam
bentuk
gagasan
sistematis
dan
komprehensif
dipresentasikan dalam setiap training di HMI. Sebab secara keseluruhan, NDP membedah hubungan antara Tuhan dengan manusia dan alam; posisi individu dan masyarakat, keadilan sosial dan ekonomi, serta kedudukan ilmu pengetahuan bagi manusia. Karya-karya pemikiran berikutnya yang dihadirkan Cak Nur terfokus pada gagasan pembaharuan pemikiran Islam. Cak Nur bukan hanya seorang terpelajar, melainkan juga aktor aktif dalam gerakan intelektual. Kombinasi antara kesarjanaan dan aktor gerakan intelektual ini telah menciptakan khazanah tak ternilai yang diwariskan Cak Nur. Di samping struktur pengalaman yang bisa 5
Prof. Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, (Jakarta: Misaka Galiza, 2008), h. 146
51
dijadikan model, rekonstruksi pemikiran dan gerakannya telah terkonservasi dalam lusinan tesis pada tingkat master dan doktoral dari sarjana-sarjana dalam dan luar negeri. Bahkan mungkin Cak Nur adalah segelintir ilmuwan di dunia yang buah pemikirannya memadai untuk melahirkan ensiklopedia6 tersendiri. Dilihat dari konteks ini, posisi dan prestasi intelektual Nurcholih Madjid sulit tertandingi oleh siapapun di Indonesia.7 Tradisi intelektual dimulai oleh generasi Cak Nur, dengan Cak Nur sendiri sebagai pelopor intelektualnya dan berada di puncak sendirian. Pada waktu itu terdapat jarak intelektual antara generasi Cak Nur dengan generasi di bawahnya. Pada generasi selanjutnya yang lebih dekat dengan Cak Nur antara lain Mursjid Ali, M. Atho Mudzhar, Lukman Hakim Batalemba. Bukan hanya membaca, berdiskusi, berbagi literatur, tetapi juga menulis yang selalu jadi santapan seharihari para kader HMI. Cak Nur benar-benar dapat menjadi panutan bagi para kader HMI, bagaimana tidak seseorang yang berasal dari IAIN, mempunyai pengetahuan yang begitu luas tentang bidang-bidang non agama dan begitu fasih dalam berbahasa asing, terutama Inggris dan Perancis seperti lulusan dari kampus umum. Kepiawaian Cak Nur bukan saja fasih menyebut ayat-ayat al-Qur’an, melainkan juga mengaitkan persoalan-persoalan Islam kepada dunia di luar dengan kekuatan analisis, ia mendemontrasikan ketika menjadi pemateri dalam pelatihan-pelatihan di HMI, telah memotivasi kader-kader juniornya di Ciputat. Itu menjadikan inspirasi bagi generasi sesudahnya. Tradisi menulis sendiri di HMI Cabang Ciputat telah dimulai sejak akhir 60-an, saat M. Atho Mudzhar aktif 6
Di bawah kerja gigih Budhy Munawar-Rahman, telah terbit pada 2006 ensiklopedi Cak Nur sebanyak 4 jilid, masing-masing terdiri dari lebih 700 halaman. 7 Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria dkk, Membingkai Perkaderan Intelektual.... h. xxxi
52
menjadi pimpinan Buletin Pemersatu bersama kawan-kawan HMI yang lain. Generasi sesudahnya angkatan 70-an ke atas seperti Fachry Ali, Hadimulyo, Komarudin Hidayat, Nabhan Husein, Kurniawan Zulkarnaen, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, Pipip A Rifai, Iqbal Abd Rauf Saimima (alm), Bahtiar Effendy, Badri Yatim (alm) dan lain-lain seperti ingin menyamai apa yang telah dicapai oleh Cak Nur. Sehingga semangat ini yang mereka pegang untuk membentuk intellectual community di Ciputat dengan diskusi rutin, membagi-bagi literatur, saling mengkritik, sampai pada saling membantu dalam penampilan di depan publik dan mewajibkan untuk menulis. Yang terpenting adalah ketika semangat intelektual ini dilanjutkan secara kolektif. Untuk makin mempertajam intelektualnya pada saat itu dilakukan pelatihan menulis.8 Kemudian lewat perkawanan di HMI juga angkatan 1970-an Fachry Aly, Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, dkk mendapatkan mentor yang sangat baik. M. Dawan Raharjo walaupun bukan alumni dari HMI Cabang Ciputat melainkan HMI Cabang Yogya, namun berkat perkawanan di HMI, M. Dawan Raharjo menjadi mentor yang baik bagi kawan-kawan angkatan 70-an dalam menulis. Dengan mengajak bergabung dan aktif dalam LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) LP3ES, sehingga kemampuan menulisnya semakin baik dan mengembangkan Tradisi Intelektual. Karena tak bisa dipungkiri memainkan peranan konkrit dalam usaha peningkatan kehidupan manusia dan lingkungan.9 HMI Cabang Ciputat saat itu cukup beruntung karena sering didatangi oleh para 8
Fachry Ali dan kawan-kawan dipengaruhi oleh M. Dawan Raharjo untuk mendirikan lembaga HP2M. melalui lembaga-lembaga ini berbagai latihan dan praktik penelitian serta pengembangan masyarakat dilakukan oleh para kader angkatan 70-an yang kemudian melahirkan kelompok studi di Ciputat. Cak Nur, Dialog Keterbukaan (Jakarta: Paramadina 1998) h. xxxiv 9 Azyumardi Azra, Kondisi Kemanusiaan Lebih Baik: Agenda LPSM-LSM, Panji Masyarakat No 532, (Februari 1987) h. 36
53
senior dan tokoh-tokoh HMI yang memberikan wejangan berharga bagi kaderkader; antara lain Ahmad Tirtosudiro, Dahlan Ranuwihardjo, dr. Sulastomo, Mar’ie Muhammad, Ridwan Saidi, M. Dawan Raharjo, Eky Syahruddin, Fahmi Idris, dan lain-lain. Wejangan-wejangan yang diberikan sangat memotivasi diri kader-kader untuk meningkatkan kualitasnya. Pada awal tahun 70-an juga kader-kader HMI menjadi bintang di kampus yang mendominasi momen-momen penting kegiatan mahasiswa. Mursyid Ali misalnya setelah menjadi ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1971-1972, juga menjadi ketua umum Dewan Mahasiswa (DEMA) periode 1973-1975. Pada periode ini, DEMA IAIN sangat aktif, beberapa kegiatannya adalah mengirimkan kunjungan muhibah empat orang anggotanya ke Malaysia atas undangan pemerintah Malaysia, kemudian menjadi tuan rumah BKSDM IAIN se-Indonesia dan Porseni Mahasiswa se-Jakarta, serta mengadakan Leadership Training Course (LTC) yang diikuti oleh seluruh cabang IAIN di Jakarta. Selain pada masa Mursyid Ali, DEMA IAIN pada tiga periode sebelumnya juga diisi oleh kaderkader HMI, seperti; Sokama Karya, Mustoha, Hamdi Ayusa dan lain-lain. Saat itu kader-kader HMI menduduki posisi-posisi yang strategis di DEMA IAIN, karena kualitasnya. Bahkan Hamdi Ayusa juga ketua umum DEMA IAIN. 10 Selain itu aktivis HMI yang juga aktif di DEMA IAIN bersama Mursyid Ali adalah M. Atho Mudzhar, Lukman Hakim Bhetalemba, Syatibi al-Haqiri, Kamil Amrullah, Djaelani Syarif, dan Sumarni Sumi, Azizah K.
10
Mursyid Ali, HMI Cabang Ciputat; Refleksi Seorang Kader, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual........ h. 54-55
54
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mursyid Ali dalam penulisan skripsinya yang berjudul “Nilai-Nilai Edukatif dalam Aktivitas HMI Cabang Ciputat”, saat itu tergambar bahwa minat mahasiswa khususnya di HMI, terfokus pada kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada; kepemimpinan, politik, agama, ekonomi, IPTEK, sosial, dan etika. Kemudian kegiatan ilmiah selalu hidup dengan diskusi-diskusi bulanan dengan tema yang bermacam dan ditemani oleh senior-senior seperti Cak Nur dan Dahlan Ranuwiharjo. Selain berdiskusi kader HMI waktu itu termotivasi untuk mengekspresikan diri dengan menulis, sebagai tahap dasar HMI menerbitkan Buletin Pemersatu menjadi ruang bagi kader-kader untuk menuangkan pikirannya.11 Selain itu juga di akhir 60-an dan awal 70-an, suasana politik Nasional yang mulai berubah. Pada masa Orde Lama politik aliran sangat terasa kental antara golongan Nasionalis, golongan Islamis dan Komunis. Padahal saat itu bangsa Indonesia sangat butuh persatuan sebagai bagian dari konsolidasi bangsa. Untuk itu Bung Karno mengeluarkan gagasan NASAKOM. Walaupun ide ini akhirnya tidak berhasil dan malah makin mengguncang stabilitas politik nasional. Untuk itu, saat masa Presiden Soeharto mengalami trauma dengan dampak politik aliran, melakukan kebijakan depolitisasi untuk melemahkan politik aliran dengan berusaha mengintervensi dan mengkooptasi partai-partai politik. Sehingga konstelasi politik nasional saat itu sedikit lebih tenang dari pada tahun-tahun sebelumnya. Tenangnya keadaan ini sedikit mengubah pergeseran di lingkungan HMI Cabang Ciputat, yang tadinya ramai dengan nuansa politik bergeser menjadi
11
Mursyid Ali, Ibid, h. 55-56
55
nuansa kekaryaan.12 Maka dari itu tidak heran hampir semua lembaga kekaryaan di HMI Cabang Ciputat berlomba untuk memberikan yang terbaik untuk kader HMI dan masyarakat luas. Lapenmi mengadakan program pendidikan yang beragam, mulai dari madrasah sampai ke pengajian (majelis ta’lim) tingkat desa di sekitar Ciputat, Pondok Cabe dan Cirendeu, serta mengadakan bimbingan belajar bagi mahasiswa yang ingin mengikuti test masuk IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal pendekatan terhadap calon mahasiswa baru untuk bergabung dengan HMI nantinya setelah diterima di IAIN Jakarta. LDMI (Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam) juga aktif melakukan kegiatan dakwah dengan diskusi dan pengajian yang mencerahkan di masjidmasjid sekitar Ciputat dengan berbekal materi NDP (Nilai-Nilai Dasar Perjuangan) yang dibuat oleh Cak Nur dan kawan-kawan. Tak kalah juga LSMI (Lembaga Seni Mahasiswa Islam) aktif, mereka memainkan pertunjukan teater beberapa lakon Shakespeare, serta band LSMI yang seolah menjadi milik masyarakat Ciputat dengan mengisi acara tetap di Balai Kecamatan Ciputat untuk kegiatan hari-hari besar keagamaan. Lalu dengan program “hura-hura” seperti rujak party untuk memancing mahasiswa bergabung dengan HMI Cabang Ciputat.13 Namun, tetap politik intra kampus dalam perebutan kader antara HMI, PMII dan IMM tetap terjadi, tapi dalam persaingan yang sehat.
12
Atiq Susilo, HMI Pasca Gejolak (1968-1972), dalam Rusydy Zakaria dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual....... h. 58-59 13 Kegiatan ini rutin terjadi pada masa Atiq Susilo selama aktif di HMI lebih khususnya di LSMI. Atiq Susilo, Ibid, h. 59
56
KOHATI14, sebagai bagian dari HMI juga tak kalah memainkan peran yang penting dalam membina kader-kader HMI Cabang Ciputat, khususnya kaderkader yang perempuan. KOHATI juga menjadi wadah kegiatan perkaderan dan pengabdian masyarakat bagi HMI-wati. Misalnya saja pada masa Rifqiyaty menjadi ketum KOHATI (1973-1974) yang saat itu ketua umum HMI Cabang Ciputat adalah Irchamni, KOHATI mengadakan kegiatan seperti lomba keterampilan bagi anggota KOHATI, pertemuan rutin dengan ibu-ibu alumni yang diisi dengan ceramah tentang berbagai materi dan dengan kegiatan keputrian lainnya. Kemudian ada juga kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan KOHATI Cabang Ciputat sebagai bentuk respon sosial terhadap masyarakat sekitar Ciputat. Kegiatan ini bekerja sama dengan camat Ciputat (Nawar Ilta beserta istrinya), berupa pemberian sembako, pakaian layak pakai, yang diperoleh dari para alumni komplek IAIN kepada warga Ciputat yang tidak mampu. Selain itu kegiatan diarahkan kepada para HMI-wati agar mereka menjadi insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernapaskan Islam. Seperti Upgrading KOHATI I dan II diadakan sebagai penempaan HMI-wati dalam hal pengkaderan, keperempuanan dengan mengundang senior dan tokoh perempuan saat itu, yang ahli dalam topik-topik yang disajikan seperti almh. Aniswati Machnan (pendiri KOHATI sekaligus Ketum KOHATI pertama), Ety Mar’ie, Aisyiah Amini dan lain-lain. Harapannya dengan berbagai kegiatan baik training-training di KOHATI
14Korps HMI-Wati, lahir pada kongres HMI di Solo tahun 1966. Pendirinya adalah Aniswati Machnan.
57
dan jalur training di HMI, dapat menjadikan kader-kader HMI-wati Ciputat yang militan serta berguna bagi umat dan bangsa.15 Pada level nasional, HMI terdukung melalui kemajuan KOHATI. Berkat para pendiri KOHATI nasional yang dengan semangat perjuangannya dalam perjuangan perempuan di Indonesia. KOHATI pada tahun itu (pertengahan 70-an) menjadi salah satu pelopor pendirian KOWANI16 (Kongres Wanita Indonesia) dan BMOIWI17 (Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia). Kaderkader KOHATI Ciputat yang sangat berperan di sana adalah Maesaroh Yusuf, Estiyati Taufiq Ismail, dan Khodijah Madjid. Kader-kader HMI Cabang Ciputat saat itu terbilang kreatif. Saat itu mereka berpikir sebagai pendukung kegiatan perkuliahan pendidikan, perlu ada laboratorium untuk mahasiswa Fakultas Tarbiyah. Ahmad Syatibi sebagai perintis atas nama Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah mendirikan Laboratorium Pendidikan Anak Usia Dini, yakni Taman Kanak-kanak (TK) Ketilang yang ada sekarang ini. Kemudian Ahmad Syatibi menjadi ketua umum dan pengurus TK Ketilang. Saat itu Senat Mahasiswa memiliki kebijakan untuk mengangkat dan memberhentikan kepala sekolah atau guru yang mengajar di sana. Namun, saat ini
15
Rifqiyaty, Catatan Kecil Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, dalam Rusydy Zakaria dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual....... h. 72-73 16 KOWANI merupakan wadah bagi para perempuan di Indonesia, sebelumnya bernama Kongres Perempoean Indonesia, kongres pertama pada 22 Desember 1928 dan menjadi dasar penetapan “hari Ibu” di Indonesia. Pada tahun 1974 dalam kongres ke XIV, mendeklarasikan “bahwa seluruh organisasi sebagai salah satu kekuatan sosial yang melaksanakan fungsinya sebagai wadah yang menghimpun semua profesional wanita Indonesia yaitu KOWANI sebagai kelanjutan dari Kongres Perempoean Indonesia. Lihat http://lms.aau.ac.id/library/ebook/R_2903_11/files/res/downloads/download_0086.pdf
58
telah diambil alih oleh UIN sepenuhnya di bawah pengelolaan dharma wanita UIN.18 Pada pertengahan 70-an masa-masa penuh semarak dalam perkaderan HMI Cabang Ciputat. Pada generasi selanjutnya (akhir 70-an sampai pertengahan 80an), orang-orang seperti Fachry Ali, Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, Bahtiar Efendy dan kawan-kawan yang kemudian melanjutkan tradisi intelektual yang sudah dibentuk dan dibangun oleh Cak Nur sebagai simbol intelektual HMI Cabang Ciputat dan dilanjutkan dengan berbagai macam bentuk kebiasaan ilmiah yang berpengaruh pada intelektual para kadernya sehingga membentuk “intellectual community” yang membesarkan nama HMI Cabang Ciputat sebagai pencetak kader-kader intelektual. B. Tradisi Intelektual pada masa Komunitas Intelektual (Intellectual Community) Kondisi tahun 70-an diwarnai dengan banyak dinamika politik nasional yang berpengaruh pada kondisi sosial di Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Posisi Ciputat yang dekat dengan pusat pemerintahan, menyebabkan segala kebijakan pemerintah mendapat respon langsung dari mahasiswa aktivis di lingkungan IAIN Jakarta. Sehigga jalannya pemerintahan Orde Baru juga mempengaruhi aktivitas mahasiwa
HMI Cabang Ciputat. Tindakan represif pasti dilakukan tehadap
kelompok atau kekuatan apapun yang dianggap menggangu keamanan kekuasaan pemerintahan Orde Baru.
18
Rifqiyaty, Catatan Kecil Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, Opcit, h. 74
59
Setelah terjadinya peristiwa Malari pada 15 Januari 1974 yang dipelopori oleh Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia. Peristiwa ini merupakan serangkaian puncak dari serangkaian gerakan mahasiswa melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan. Dilatar belakangi kebijakan seperti pembangunan proyek Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan pinjaman luar negeri, selanjutnya di tahun 1972 protes terus bergulir dengan isu harga beras naik. Pada 1973 protes disebabkan oleh isu korupsi dikalangan Presiden dengan kroni-kroninya, sampai meletusnya peristiwa Malari disaat kunjungan PM Jepang Kakuei Tanakake Indonesia19, ditengah dominasi ekonomi Jepang terhadap Indonesia, sehingga menyebabkan sulit berkembangnya pengusaha lokal di Indonesia. Peristiwa ini menyebabkan sekitar 770 orang aktivis ditahan dan hampir semuanya baru dibebaskan pada Mei 1976.20 Setelah kejadian Malari maka gerakan mahasiswa bisa dikatakan stagnan karena para aktivis yang dipenjarakan dan kegiatan mahasiswa lebih banyak di internal kampus. Untuk sementara depolitisasi kampus dapat dikatakan berhasil. Pemerintah Orde Baru saat itu tidak lagi menganggap komunis sebagai ancaman terbesar bagi keamanan nasional. Yang terjadi adalah penggunaan eufemisme-eufemisme seperti ideologi impor untuk menggambarkan momok ancaman Islam radikal. Pada 1977 Kopkamtib mengumumkan bahwa mereka telah mengidentifikasi adanya sebuah organisiasi bernama Komando Jihad yang cenderung kepada kekerasan demi tercapainya tujuan terbentuknya negara Islam.
19
Kurniawan Zulkarnaen, HMI Cabang Ciputat dan UIN Jakarta; Sebuah Catatan Kenangan dalam Rusydy Zakaria dkk ed., Membingkai Perkaderan Intelektual..... h.100 20 MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta 2007) h.588
60
Beberapa kalangan menduga bahwa organisasi ini palsu adanya dan hanya dibuatbuat oleh mesin keamanan rezim Orde Baru. Sejumlah aktivis Islam yang jumlahnya kurang diketahui persis (ratusan) ditahan oleh pemerintah untuk waktu yang lama tanpa melalui jalur pengadilan.21 Ketegangan politik ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu; rencana undang-undang yang akan mengesahkan “aliran kepercayaan” dalam rencana pembangunan lima tahunan dan isu rencana penyeragaman asas tunggal Pancasila, serta penolakan kepada Jendral Soeharto menjadi Presiden kembali. HMI Cabang Ciputat pada 1977-1978 bisa dikatakan masa yang sulit. Saat itu HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Hari Zamharir. Pengurus Besar HMI pada masa Chumaidi Syarief Romas. Gerakan mahasiswa yang dimulai dari kampus ITB dimulai dengan diterbitkannya “buku putih”22 oleh mahasiswa ITB, gerakan ini menyabar ke kota-kota lain seperti Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Medan dan Jakarta sendiri. Puncak gerakan mahasiswa sendiri terjadi pada Maret 1978 bersamaan dengan berlangsungnya sidang MPR. Telah mengundang tentara datang ke dalam kampus, termasuk kampus IAIN Jakarta. Demo mahasiswa diserbu banyak tentara yang umumnya muda-muda dan bengis menyerbu dan merubuhkan pagar tengah dan selatan kampus. Mereka memukuli mahasiswa dan dosen yang mereka temui 21
MC. Ricklefs, Ibid, 597 Buku Putih ini diterbitkan dari mahasiswa ITB yang pada intinya tidak mempercayai dan tidak menginginkan Soeharto kembali menjadi Presiden Republik Indonesia dengan alasan: pertama bahwa Presiden mulai memusatkan kekuasaan di tanganya, sehingga melumpuhkan kekuatan-kekuatan politik lainnya. Kedua, korupsi makin membudaya di seluruh sektor kehidupan. Ketiga, para anggota DPR dipandang tidak mewakili rakyat. Keempat, sistem Pemilu yang proporsional bukan sistem distrik telah menyebabkan kebanyakan anggota DPR tidak punya hubungan batin dengan rakyat yang memilih. Kelima, ketua lembaga-lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Agung dan BPK ditentukan Presiden, sehingga mereka tidak independen. Keenam, MPR dianggap tidak mewakili rakyat karena 61% anggota MPR pada 1977 diangkat oleh pemerintah. 22
61
di teras gedung dan bahkan di kelas-kelas di lantai satu dan lantai dua dan juga diperpustakaan, sehingga menimbulkan banyak korban luka-luka yang kemudian dibawa ke RS Fatmawati, RS Pertamina, dan Klinik IAIN. Pemimpin DEMA IAIN dan beberapa Senat Mahasiswa dan sejumlah tokoh mahasiswa ditangkap. Beberapa dosen juga ikut ditangkap bahkan rektor IAIN Harun Nasution ikut diciduk. Dan kampus IAIN “banjir darah” bahkan sampai bau amis bermingguminggu.23 Demonstrasi yang bersamaan dengan sidang MPR pada Maret 1978 berujung petaka tersebut tidak sia-sia. Pada sidang MPR isu pertentangan utama adalah mengenai status apa yang harus dikenakan kepada kebatinan yaitu aliran mistis lokal yang disebut “kepercayaan” dan bukan agama. Perlindungan dan pemberian dana
dari
pemerintah
bagi
kelompok-kelompok
semacam
itulah
yang
dipertaruhkan dalam debat sidang tersebut. Pemerintah akhirnya pun menyerah dan
menghapuskan
segala
program
tentang
kepercayaan
dari
rencana
pembangunan lima tahunannya. Setelah keputusan tersebut demonstrasi mahasiswa berkurang. Namun pemerintah berkesimpulan perlu adanya satu kampanye untuk membentuk pikiran orang Indonesia. Maka pada tahun yang sama 1978 pemerintah memulai program indoktrinasi wajib mengenai ideologi negara Pancasila bagi semua warga negara dengan nama Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dengan Roeslan Abdulgani sebagai tokoh perancangnya.24
23
Hari Zamharir, Kurniawan Zulkarnaen, Azyumardi Azra dalam Membingkai Perkaderan Intelektual.., h. 91 – 108. 24 Program P4 dilakukan dalam departemen-departemen pemerintah, tempat-tempat kerja dan sekolah-sekolah. Sejak awal mendapat kritikan dari kaum intelektual, karena terjadi banyak kasus penyimpangan terhadap program P4 ini oleh Soeharto, keluarganya dan kroni-kroninya yang
62
Dengan dalih kehidupan kampus sudah tidak normal lagi karena setiap hari dipenuhi dengan orasi dan aksi, maka pemerintah melalui Kopkamtib pada tahun yang sama membubarkan lembaga mahasiswa dalam bentuk Dewan Mahasiswa (DEMA) dan membekukan segala kegiatannya. Dengan alasan untuk membantu mendorong pembangunan ekonomi dan pembangunan fisik bangsa, harus menjaga stabilitas politik. Di sini gerakan mahasiswa dianggap mengganggu stabilitas politik nasional. Sebagai gantinya, pemerintah melalui Menteri P&K (Pendidikan dan Kebudayaan) Dr. Daoed Yoesoef mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 0457/01980 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Pada intinya pemerintah mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis. Dalam kondisi seperti inilah kegiatan mahasiswa terpusat dan berkembang pada peningkatan profesionalisme dan intelektualisasi mahasiswa pada organisasi ekstra kampus, khususnya di HMI Cabang Ciputat sendiri. Menghindari tindakan represif dari pemerintah yang tidak pandang bulu pada setiap gerakan yang dianggap akan mengganggu stabilitas keamanan dan kekuasaan, kegiatan mahasiswa lebih bersifat kekaryaan. Dan akhirnya intellectual community di HMI Cabang Ciputat juga muncul saat kondisi nasional yang seperti ini. Kondisi yang sedemikian rupa menyebabkan arah pergerakan dan perkaderan di HMI Cabang Ciputat beralih pada kegiatan baca, diskusi dan menulis. Walaupun pada masa-masa sebelumnya kegiatan itu sudah ada dan berlangsung dengan baik, namun intensitas dari kegiatan tersebut lebih tinggi pada masa akhir kemudian merusak konsep tersebut. Soeharto semakin menganggap dirinya adalah perwujudan Pancasial dan menganggap kepentingan pribadinya adalah buahnya yang layak. Lihat MC. Ricklefs, Opcit, h. 604
63
70-an sampai 80-an. Pada akhir 1978-1979 HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Kurniawan Zulkarnain. Saat pencalonan menjadi ketua umum Kurniawan Zulkarnain bersaingan dengan Komarudin Hidayat dan M. Nabhan Husein menjadi saingannya. Dalam kepengurusan peroide tersebut antara lain: Abuddin Nata, Ahmad Rivai Hasan, Azyumardi Azra, Tati Hartimah, Hadimulyo, Rusydy Zakaria dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Hampir disetiap angkatan kepengurusan pada periode 1970-an sampai 1980-an menghasilkan tokoh-tokoh intelektual muslim yang profesional, berintegritas tinggi disegala bidang. Di HMI Cabang Ciputat banyak kader awal 1970-an sampai 1980-an akhir menganggap HMI Cabang Ciputat adalah “extra university” karena dalam aktivitas di HMI mereka belajar teori-teori sosial, teori-teori ekonomi, dan ilmuilmu lainnya yang tidak mereka dapatkan pada perkuliahan sehari-hari. Background pendidikan rata-rata kader dengan pendidikan Islam yang baik (Pondok Pesantren ataupun Madrasah Aliyah), sehingga jika hanya belajar dari perkuliahan terjadi set back (tidak mendapat banyak ilmu tambahan), karena seperti mengulang pelajaran yang dahulu didapat sebelumnya. Aktivisme dan intelektualisme berjalan dengan seimbang, sehingga selain membentuk karekter kader dengan mental yang kuat tetapi diimbangi dengan kualitas intelektual yang terjaga sehingga membentuk “intellectual community” yang melanjutkan tradisi intelektual yang diwariskan Cak Nur. Selain itu ketokohan Cak Nur sangat menginspirasi kader-kader penerusnya untuk mengikuti jejaknya. Membaca buku, saling bertukar literatur, diskusi, dan menulis menjadi agenda rutin hampir disetiap kepengurusan HMI Cabang Ciputat. Diskusi yang diadakan bermacam-
64
macam misalnya diskusi yang diadakan dengan bedah buku-buku yang tidak dibahas diperkuliahan. Fachry Ali, semasa kuliahnya dan aktif di HMI Cabang Ciputat awalnya lebih menyalurkan bakatnya dalam lembaga kekaryaan di bidang seni (LSMI). Dalam LSMI Fachry Ali biasa mengekspresikan dirinya lewat drama-drama teater. Dengan teater Fachry Ali menyuarakan segala kritik sosial terhadap pemerintah. Merasa kurang dalam dunia seni, Fachry Ali kemudian mengembangkan minat dan bakatnya dengan baca, berdiskusi dan menulis yang menjadi rutinitas perkaderan di HMI Cabang Ciputat saat itu. Tidak heran pada kurun waktu 70-an tulisan Fachry Ali banyak di muat media massa nasional, seperti Kompas, Panji Masyarakat, dan lainnya. Perkaderan di HMI Cabang Ciputat semakin matang dalam perjalannya dengan selain makin baik, karena berkurangnya aksi dalam (karena memang tidak boleh) mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru karena memang dari pihak kampus sendiri saat itu rektornya Harun Nasution berusaha menormalkan kehidupan kampus. Walaupun aktivitas politik di intra kampus tetap berjalan dengan baik karena hampir setiap pemilihan Senat Fakultas dipimpin oleh kaderkader HMI Cabang Ciputat, namun Dewan Mahasiswa Universitas saat itu masih dibekukan. Sehingga kader-kader HMI fokus pada perkaderan baik di intra HMI Cabang Ciputat ataupun di ekstra (Senat Fakultas di IAIN), perkaderan di internal HMI Cabang Cabang Ciputat ada beberapa jenis, jalur perkaderan formal, informal
ataupun
non-formal.
Ketiganya
saling
berkaitan
erat
dalam
pengembangan perkaderan. Jalur formal misalnya ada MAPERCA (Masa Perkenalan Calon Anggota), Basic Training (sekarang Latihan Kader/LK-I),
65
Intermadiate Training (sekarang LK-II), Advance Training (sekarang LK-III), dan Pusdiklat.25
Kemudian
perkaderan
informal
berupa
upgrading-upgrading
kekaryaan atau yang mengarah pada keprofesian misalnya ada uprading Jurnalistik, upgrading Dakwah dan upgrading pendidikan. Dan perkaderan nonformal yang dilaksanakan HMI Cabang Ciputat seperti diskusi-diskusi kelompok bulanan di sekretariat Cabang Ciputat. Diskusi selalu dilakukan oleh setiap departemen atau bidang yang ada di Cabang. Saling bertukar literatur dan saling mengajarkan kemampuan antar sesama kader menumbuhkan semangat membeca dan belajar yang baik. Dalam hubungannya dengan perkaderan non-formal, kadang juga senior sering mengajak atau bahkan menjadi mentor dalam menulis paper tugas atau bahkan membantu dalam mempersiapkan sidang. Diskusi juga bukan hanya dengan tema-tema agama tetapi juga dengan tema-tema umum. Dan bahkan sering juga diadakan diskusi bedah buku, koran dan juga mengundang para senior HMI. Posisi sekretariat Cabang Ciputat yang strategis dan berdekatan dengan kostan para kader sehingga selalu ramai dengan kegiatan perkaderan. Selanjutnya HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Kurniawan Zulkarnain, Pipip Ahmad Rifa’i, Azyumardi Azra, Ahmad Sanusi, Dazriral, Didin Syafrudiin, Endang Hamdan, dan Ruhyaman sampai pertengahan 80-an masih sanngat baik kegiatan yang mengarah para intelektualisasi kader. Dalam pelaksaan perkaderan juga para senior benar-benar menjadi mentor bagi para juniornya. Misalnya masalah menulis, dalam hal ini Fachry Ali menjadi sangat fokus membimbing para juniornya, baik dalam tulisan karya ilmiah untuk
25
Jenjang pendidikan di HMI dari Maperca sampai Intermadiate Training dilakukan di lingkungan HMI Cabang Ciputat, sedangkan untuk Advance Training dilakukan oleh setingkat Badko, dan Pusdiklat dilakukan oleh PB HMI.
66
tugas kuliah ataupun karya ilmiah untuk dimuat media massa. Fachry Ali bertugas sebagai
penyeleksi
tulisan-tulisan juniornya,
kadang juga mengeditnya.
Semisalnya Komarudin Hidayat, dan Azyumardi Azra sebelum aktif menulis pada majalah Panjimas mereka mendapat bimbingan dari Fachry Ali. Selain itu, para senior yang memiliki kemampuan lain, misalnya di bidang dakwah, pendidikan, bahasa asing, dan lain sebagainya juga mengajarkan hal yang sama kepada juniornya. Sehingga ada istilah “siapa bisa mengajarkan apa?”26 hubungan yang baik seperti ini antara senior sebagai mentor dan junior yang dimentori berjalan dengan sangat baik. Proses perkaderan yang baik ini pula yang dibangun untuk membentuk jaringan HMI yang baik di antara sesama kader HMI Cabang Ciputat antara senior dan junior ataupun antara aktivis HMI di luar Cabang Ciputat. Selain itu ketokohan Cak Nur menginspirasi banyak kader HMI Cabang Ciputat untuk mengikuti jejaknya. Selain aktif menulis di berbagai media massa, Fachry Ali juga ikut tergabung dalam dunia penelitian, lewat perkawanan di HMI (jaringan HMI) Fachry Ali diajak bergabung dengan LP3ES melalui M. Dawan Raharjo. Meski dengan seleksi yang cukup ketat akhirnya Fachry Ali bergabung dengan LP3ES. Aktivitas akademis Fachry Ali semakin meningkat dengan bergabungnya di LP3ES. Di LP3ES Fachry Ali benar-benar memanfaatnya seluruh sumber daya intelektual LP3ES untuk pengembangan intelektualnya. Produktivitas tulisan-tulisan Fachry Ali, menarik perhatian M. Dawan Raharjo yang saat itu menjadi wakil direktur LP3ES kala itu. Secara perlahan ketertarikannya ini memberi kesempatan pada
26
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Sanusi mantan ketua umum HMI Cabang Ciputat 198283 tentang tradisi intelektual yang di bangun pada saat masih aktif dalam HMI Cabang Ciputat, baik sebagai kader, pengurus ataupun ketua umum. Pamulang, 13 Agustus 2014
67
Fachry Ali, untuk menarik kawan-kawan yang lain yang lebih yunior. Komarudin Hidayat, Iqbal Abdurrauf Saimima (alm), Pipip Ahmad Rifa’i, Azyumardi Azra, Bahtiar Effeny, Hadimulyo, dan Hari Zamharir. Aktivitas dalam LSM ini mereka berdiskusi lebih dalam, melakukan penelitian lebih lanjut, dan melakukan program pengembangan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut berdampak positif bagi pengembangan intelektual sampai saat ini. Dan pada nantinya kemunculan komunitas intelektual ini menjadi dasar pengembangan intelektual berbasis LSM.27 Pemerintahan yang sangat mengendalikan kehidupan kampus pada saat itu membuat setiap gerakan mahasiswa sangat diawasi, bahkan dalam rapat untuk persiapan perkaderan formal (Maperca, Basic Training dan Intermediate Training) selalu diawasi oleh intel tanpa seragam. Oleh karena itu untuk tetap menjaga sikap kritis mahasiswa terhadap setiap kebijakan pemerintah hanya bisa dilakukan dengan diskusi dan kajian-kajian. Selain diskusi dan kajian bentuk kritik kepada pemerintahan yang represif paling memungkinkan melalui tulisan-tulisan di media masa seperti yang dilakukan Fachry Ali dan Azyumadri Azra pada majalah Panjimas (Panji Masyarakat) ataupun majalah Prisma yang diterbitkan LP3ES. Kemudian fokus HMI Cabang Ciputat pada saat itu selain menjaga kualitas intelektual, tetapi juga berusaha membentuk teknokrat-teknokrat yang memiliki kemampuan basic sesuai dengan program pemerintah, sehingga saat itu banyak bermunculan lembaga-lembaga kekaryaan, seperti lembaga pers, lembaga
27
Fachry Ali, Kontinuitas dan Perubahan: Catatan Sejarah Sosisl Budaya Alumni IAIN, dalam Komarudin Hidayat dan Hendro Prasetyo ed., Problem dan Prospek IAIN Antologi Pendidikan Tinggi Islam, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam: Jakartan 2000) h.387388
68
dakwah, dan lembaga pendidikan.28 Pergerakan aktivitas intra kampus juga masih diisi oleh aktivis-aktivis HMI seperti Azyumardi Azra saat menjadi ketua umum HMI Cabang Ciputat yang merangkap menjadi ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah. Dalam dunia menulis juga pada tahun-tahun itu dihidupkan kembali buletin Pemersatu yang pernah hadir pada era akhir 60-an sampai 70-an awal. Iqbal Abdurrauf Saimima (alm) dan Azyumardi Azra yang menjadi motor hidupnya kembali buletin HMI Cabang Ciputat ini. Lewat buletin ini juga Azyumadi Azra banyak berlatih menulis mulai dari essai sampai sastra, Azyumadi Azra juga memformat buletin ini dengan gaya bahasa tabloid Salemba milik mahasiswa UI yang kritis terhadap rezim Orde Baru. Pada periode 1980-an akhir, selain melakukan diskusi di lingkungan HMI Cabang Ciputat, para kader juga sering diundang untuk berdiskudi misalnya di Yayasan Wakaf
Paramadina yang didirikan oleh Cak Nur 1986 di Jakarta.
Kemudian kader-kader HMI sering juga berdiskusi di LP3ES melalui Fachry Ali yang sudah lebih dulu bergabung di sana. Beramai-ramai pergi dengan kendaraan umum hanya untuk mengikuti diskusi merupakan suatu semangat yang luar biasa dalam proses perkaderan intelektual. Pada periode awal 1980-an dalam usaha mengembangkan warisan intelektual Cak Nur, secara kolektif Fachry Ali bersama dengan Hadimulyo, Kurniawan Zulkarnain, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, Pipip Ahmad Rifai, Badri Yatim (alm), Ahmad Sanusi, Rusydy Zakaria dan lain-lain mendirikan HP2M
28
Wawancara Pribadi dengan Didin Syafrudin Ketua Umum HMI Cabang Ciputat 1985-86. Ciputat, 19 Agustus 2014
69
(Himpunan untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat).29 LSM ini dimaksudkan untuk memfasilitasi alumni HMI muda pasca tamat dari IAIN. HP2M malang melintang dalam berbagai kegiatan pengembangan masyarakat, dan memiliki jaringan Nasional.30 Kemudian pada HP2M memiliki program kerjasama dengan LP3ES dan FNS (Friedrich Nauman Stiftung) yaitu suatu yayasan pemberi bantuan luar negeri yang bersifat teknis dan tidak terikat dari erman Barat. Untuk membuat institut yang akan memberikan rumusan-rumusan alternatif tentang pembangunan, baik dilihat dari sudut teoritis maupun praktis. Setelah
mengadakan
studi
kelayakan
akhirnya
berdirilah
ADI
(Asian
Development Institut). ADI dilaksanakan di tiga tempat, di Pondok Pesantren Pabelan, LP3ES Cabang Klaten dan di Ciputat dikelola oleh HP2M. Kepala program ADI di Ciputat adalah Badri Yatim. Peserta untuk program ADI ini berjumlah 44 orang yang berasal dari mahasiswa IAIN Ciputat, IKIP Jakarta dan Universitas Indonesia. ADI ini bertujuan pertama, terwujudnya kader-kader development
worker
yang
memiliki
wawasan
teoritis,
konsep-konsep
pembangunan, dan keterampilan praktis agar dapat merumuskan alternatif pemecahan terhadap persoalan pembangunan yang ada. Kedua, mengkaji persoalan-persoalan pembangunan yang berkembang dewasa ini, secara mendalam dan mendasar, di samping mengadakan telaahan terhadap pola-pola pendekatan alternatif yang lebih demokratis, manusiawi dan adil. Ketiga, mengisi kelangkaan kader-kader LSM yang mempunyai wawasan teoritis sekaligus kemampuan praktis dengan pendekatan yang lebih spesifik untuk memahami
29
Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Cabang Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual..... h. Xxxiv 30
Azyumardi Azra, Ketika Ingat HMI Cabang Ciputat, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., h. 136
70
keseluruhan.31 Kegiatan penelitian seperti ini membantu mengambangkan kemampuan intelektual para kader HMI, karena hampir sebagian besar pesertanya adalah kader HMI Cabang Ciputat. Pada pertengahan 80-an iklim perkaderan HMI Cabang Ciputat agak berbeda. Ketika para kader nyaris mengorientasikan aktivitasnya pada bidang politik yang sementara dan lokal (politik kampus), yang karenanya selalu dilanda konflik kecil namun dapat berpengaruh besar, sebagian kecil kader HMI Cabang Ciputat mencari alternatif untuk menjaga iklim tradisi intelektual dengan membentuk lembaga atau kelompok-kelompok studi. Formaci yang didirikan oleh aktivis pemikir seperti Saiful Mujani, Ihsan Ali Fauzi dan Budhy Munawar Rahman. Kemudian kelompok studi Respondeo yang dimotori oleh Ade Komarudin dan Naufal Romzi. Lalu ada kelompok studi Flamboyan yang dimotori oleh Ida Farida, sastrawan Jamal D. Rahman, dan Idris Thaha. Dan kelompok studi lainya seperti Dialektika, Prasasti dan lain-lain. Selain keadaan yang demikian pembentukan HP2M di atas juga menginspirasi pembentukan kelompokkelompok studi ini. Kelompok-kelompok studi bentukan kader-kader HMI Cabang Ciputat ini tampaknya telah menjadi “breeding grounds” (penerus) bagi kemunculan kaum intelektual berikutnya.32 C. Tradisi Intelektual pada masa Kelompok Studi Pada akhir 1980-an, sekitar tahun 1988 terjadi perubahan sistem pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Sistem sarjana muda dan sarjana lengkap yang biasanya ditempuh dalam waktu 6-7 tahun saat itu berubah menjadi sistem sarjana 31
Saleh Abdullah, “ADI Ciputat, Menerobos Persoalan Pembangunan,” Panji Masyarakat No 495 (November, 1985), h. 32 – 34. 32 Fachry Ali, Opcit, h. xxxiii
71
murni. Dengan perubahan tersebut mahasiswa dituntut menyelesaikan studinya dalam waktu 4 tahun. Ini menjadi dilema bagi sebagian aktivis HMI Cabang Ciputat, sehingga waktu yang biasanya dapat dipergunakan untuk belajar dan berekspresi di bidang lain harus lebih fokus pada perkuliahan dan menyelesaikan studinya lebih cepat. Sistem perkuliahan yang lama lebih memberi ruang untuk berekspresi dan belajar di organisasi baik intra kampus maupun ekstra kampus, serta regulasi yang longgar menciptakan iklim yang kondusif untuk berproses di organisasi. Dengan keadaan seperti ini agenda HMI Cabang Ciputat harus bisa dengan cepat beradaptasi. Di tengah persaingan rekruitmen anggota baru HMI Cabang Ciputat yang bersaing dengan organisasi ekstra kampus lainnya, lembaga kekaryaan HMI Cabang Ciputat memberikan daya tarik tersendiri untuk kemudian merekruit anggota baru. LAPENMI, LAPMI, LDMI dan LSMI memainkan perannya untuk menarik minat calon anggota baru. Angenda HMI Cabang Ciputat yang berfokus pada perekruitan kader (banyaknya jumlah) dan terjadinya pergeseran orientasi kader pada aktivitas politik lokal, menjadikan kader-kader HMI lainnya menjadi motor terbentuknya kelompok-kelompok studi. Formaci, Respondeo, Flamboyan, Dialektika, dan Prasasti merupakan kelompok-kelompok studi yang diinisiasi oleh kader-kader HMI, walaupun anggotanya tidak melulu kader HMI, banyak juga kader organisasi lain yang tergabung dalam kelompokkelompok studi tersebut. HMI Cabang Ciputat juga tak begitu saja mengalihkan orientasinya pada aktivitas politik. HMI Cabang Ciputat tetap melaksanakan kegiatan diskusi dan kajian. Hampir setiap minggu selalu ada kegiatan diskusi dan kajian di lingkungan
72
HMI Cabang Ciputat, baik yang dilakukan oleh komisariat, lembaga kekaryaan ataupun yang dilakukan HMI Cabang Ciputat sendiri. Lembaga kekaryaan juga sangat berperan dalam menjaga tradisi intelektual. Semisal untuk pelatihan menulis itu menjadi agenda rutin dari LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam), untuk pelatihan pendidikan menjadi tugas dan fungsi Lapenmi (Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam), untuk pelatihan berdakwah menjadi fokus dari LDMI (Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam), dan kegiatan yang berhubungan dengan seni menjadi fokus dari LSMI (Lemabaga Seni Mahasiswa Islam). Tugas HMI Cabang Ciputat sangat terbantu oleh lembaga-lembaga ini.33 Terbentuknya kelompok studi juga sedikit banyak mendapat banyak pengaruh dari luar IAIN Jakarta. Secara Nasional saat itu sedang ramainya kelompokkelompok studi, misalnya di Jakarta ada kelompok studi pimpinan Deny JA dan di Yogyakarta ada kelompok studi pimpinan Rizal Malaranggeng. Di Ciputat sendiri saat itu Respondeo adalah kelompok diskusi yang pertama kali ada dan dipimpin Ade Komarudin, Saiful Mujani dan Ali Munhanif. Selain itu ada KSC (Kelompok Studi Ciputat) yang dimotori oleh Ihsan Ali Fauzi. Intensitas aktivitas diskusi bersama antara KSC dan Respondeo, maka ada inisiatif untuk menggabungkan kedua kelompok diskusi tersebut menjadi forum yang lebih besar, sehingga terbentuklah Formaci (Forum Mahasiswa Ciputat) pada tahun 1986. Namun, Ade Komarudin sebagai salah satu motor dari Respondeo, tidak ingin ikut bergabung dengan alasan yang kurang jelas dan meneruskan kiprah Respondeo.34 Saat
33
Hasil wawancara pribadi dengan Aris Budiono, Mantan ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1990-91, Aris juga merasakan perubahan sistem perkuliahan saat itu. Pondok Ranji, 27 Agustus 2014. 34
Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Kuningan, 16 September 2014
73
Formaci berdiri ketua umum HMI Cabang Ciputat saat itu adalah Ruhyaman. Tidak dipungkiri munculnya kelompok studi-studi yang diinisiasi oleh kaderkader HMI Cabang Ciputat tidak lain adalah untuk memenuhi kehausan akan proses intelektualisasi yang sudah biasa dilakukan di HMI. Akibat tingginya minat politik kader-kader HMI Cabang Ciputat saat itu, antara sesama kader HMI Cabang Ciputat, terdapat faksi-faksi kecil lainnya seperti kader HMI alumni Gontor, alumni dari Darul Qolam, Darunnajah atau kader-kader HMI yang bukan dari latar belakang pondok pesantren. Munculnya faksi-faksi ini tidak jarang terjadi gesekan yang tidak jarang pula terbawa setelah mereka selesai dari HMI Cabang Ciputat.35 Kelompok-kelompok studi ini yang kemudian mampu melahirkan tokoh-tokoh intelektual muda HMI Cabang Ciputat. Tetapi satu hal yang harus digarisbawahi adalah HMI Cabang Ciputat dan kelompok-kelompok studi berjalan beriringan dalam pembentukan generasi intelektual selanjutnya. Aktivitas pada kelompok-kelompok studi ini bisa dibilang tidak jauh dengan aktivitas di HMI Cabang Ciputat pada tahun-tahun sebelumnya. Diskusi dan kajian menjadi santapan rutin mereka yang aktif dalam kelompok diskusi tersebut. Saiful Mujani, Ihsan Ali-Fauzi, Budhy Munawar Rahman, M. Wahyuni Nafis, dan Burhanudin Muhtadi yang termuda merupakan produk aktivis HMI yang juga menempa diri di kelompok studi Formaci. Selain itu ada masih banyak lagi seperti Ida Farida, sastrawan Jamal D. Rahman, dan Idris Thaha yang merupakan motor dari kelompok studi Flamboyan, yang namanya diambil dari pohon Flamboyan yang banyak terdapat di lingkungan kampus IAIN saat itu sebagai tempat
35
Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Jakarta, 16 September 2014. Syukron Kamil, Ciputat, 5 September 2014. Dan Tb. Ace Hasan, Bintaro, 17 September 2014. mengungkapkan kondisi yang hampir sama.
74
berdiskusi. Kelompok studi Respondeo yang dimotori oleh Ade Komarudin dan Naufal Romzi, yang diinspirasi dari bahasa Yunani. Kajian-kajian dan diskusi sangat “radikal”, “anarkis”, dan “liar”36 dilakukan oleh kelompok-kelompok studi, seperti ada sebuah persaingan untuk menunjukan kelompok studi mana yang lebih paling menunjukkan eksistensinya di kampus. Ini menjadikan ghiroh intelektual saat itu hidup kembali. Dalam kelompok studi sebenarnya terdapat mahasiswa IAIN dari latar belakang organisasi lain selain HMI, ini menunjukkan sikap terbuka HMI dan dapat bekerja sama dengan organisasi lain. Dalam kelompok studi Formaci misalnya terdapat tiga tema utama yang menjadi kajian rutin di dalamnya. Pertama, studi islam rasional. Kedua, teologi dan filsafat. Ketiga, ilmu sosial dan sejarah. Kemudian juga dituntut untuk membuat makalah untuk presentasi bahan diskusi.37 Pada awal 90-an juga hubungan yang mulai harmonis terjalin antara kekuatan umat Islam dengan pemerintah Soeharto. Pemerintahan Soeharto mulai melihat kekuatan Islam sebagai kekuatan politik yang cukup kuat untuk bisa melanggengkan kekuasaannya. Dengan begitu tindakan pemerintah Soeharto menjadi sangat lunak terhadap setiap kekuatan Islam. Soeharto mendirikan lembaga yang mengurusi persoalan umat Islam di dalam Golkar. Juga memberikan sumbangan-sumbangan yang cukup banyak kepada masjid-masjid, sebagai langkah konkrit mengambil hati umat Islam saat itu. Namun tindak KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) yang selama ini dilakukan oleh Soeharto dan 36
Dalam melakukan kajian, hampir setiap kelompok studi sangat tinggi aktivitasnya, hampir setiap malam, dan dalam sekali kajian dari malam sampai pagi. Dengan tema-tema kajian filsafat, ilmu sosial, sejarah dan studi Islam rasional. Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Jakarta, 16 September 2014. 37 Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Kuningan, 16 September 2014 dan Tb. Ace Hasan, Bintaro, 17 September 2014
75
kroni-kroninya membuat seluruh lapisan masyarakat
yang paham atas
kejahatannya menjadi geram. Sikap Soeharto yang sedang melunaknya, dimanfaatkan oleh para aktivis untuk aksi kembali lagi turun ke jalan guna memprotes KKN yang terjadi di pemerintahan selama ini. Dengan menguatkan jaringannya sampai kepada tingkatan nasional. Pada awal 90-an juga (1992-1993) terdapat delapan komisariat di bawah naungan HMI Cabang Ciputat. Komisariat Fakultas Tarbiyah, Komisariat Fakultas Adab, Komisariat Fakultas Syariah, Komisariat Fakultas Ushuluddin, Komisariat Fakultas Dakwah, Komisariat ITI (Institut Tekhnologi Indonesia), Komisariat Unis (Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang), dan Komisariat Iqra. Lima komisariat awal berada di lingkungan kampus IAIN Jakarta. Komisariat sisanya berada di sekitar Tangerang. Bisa dikatakan sangat luas penyebaran secara struktural dari HMI Cabang Ciputat. Bukan hanya yang ada di sekitar daerah Ciputat melainkan sampai ke berbagai kampus yang mendirikan komisariat di bawah HMI Cabang Ciputat. Pada pertengahan 90-an kegiatan tulis menulis tetap berjalan di HMI Ciputat, semisal saat pada saat itu ada majalah Generasi yang berada di bawah naungan komisariat Fakultas Adab HMI Cabang Ciputat yang digerakkan oleh Oman Fathurohman.38 Di samping itu ada beberapa juga yang masih cukup aktif menulis di media massa, seperti M. Wahyuni Nafis, J.M. Muslimin, dan lain-lain. Hal itu karena menjadi kebanggaan saat itu adalah bukan hanya sebagai aktivis di intra
38
Wawancara Pribadi dengan Oman Fathurahman tentang tradisi intelektual HMI pada saat dirinya masih menjadi ketua umum komisariat Fakultas Adab, HMI Cabang Ciputat, Ciputat, 14 September 2014
76
kampus ataupun ekstra kampus, melainkan sekaligus sebagai aktivis intelektual yang aktif juga dalam menulis di media-media massa. Pada saat kepemimpinan HMI Cabang Ciputat Syukron Kamil, sedang maraknya pelatihan dan diskusi manajemen. Beberapa kali mengadakan kerjasama diskusi dengan Yayasan wakaf Paramadina tentang tema manajemen. Saat itu sedang munculnya negara Naga (kekuatan baru ekonomi Asia) seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, makanya menarik ketika Cak Nur membuat kajian manajemen tentang kekuatan ekonomi Islam untuk menjadi kekuatan ekonomi Asia baru. Menjadikan semakin banyaknya kajian tentang manajemen sebagai. Selain itu ada juga beberapa kader yang aktif mengikuti pelatihanpelatihan yang diadakan di Yayasan Wakaf Paramadina.39 Jaringan yang kuat antara Paramadina dengan HMI Cabang Ciputat dikarenakan para alumni HMI Cabang Ciputat aktif dalam penelitian di Paramadina, bahkan beberapa pernah menduduki direktur Yayasan Paramadina. Pada periode 1996 – 1998 munculnya tokoh-tokoh seperti Burhanudin Muhtadi, Tb Ace Hasan, dan lain-lain adalah tokoh-muda yang lahir dari rahim intelektual Ciputat. Selain aktif di HMI mereka juga sama-sama aktif dalam kelompok-kelompok studi. Dalam kelompok studi mereka aktif mengembangkan kemampuan intelektualnya dan dari HMI mereka belajar keorganisasiannya. Sehingga sangat mapan dalam intelektual, matang dalam berorganisasi, dan memiliki kerangka berfikir yang kuat serta gagasan yang sangat baik. Dalam kelompok studi ini mereka membangun jaringan yang kuat dengan kelompok-
39
Wawancara Pribadi dengan Syukron Kamil mantan ketua umum HMI Cabang Ciputat 199596, Ciputat, 5 September 2014
77
kelompok studi lain dan menggerakkan aksi-aksi dengan kelompok studi lainnya untuk memprotes rezim Orde Baru yang dianggap otoriter yang saat itu kondisinya sedang lemah. Akhirnya lewat banyaknya aksi dan banyak mahasiswa yang turun ke jalan, lewat semangat pembaharuan, lewat gagasan perubahan para aktivis HMI turut andil dalam proses akhir dari kekuasaan Orde Baru. Pada akhir 1990-an aktivis HMI Cabang Ciputat tidak mengendurkan minat politiknya yang tinggi tetapi juga tidak meningkatkan kegiatan intelektualnya. Mereka masih terbawa “euforia demokrasi” sehingga kegiatan-kegiatan aktivitas politik praktis menjadi semakin tinggi. Pada tahun 1999 Tb. Ace Hasan Syadzali yang saat itu ketua umum Senat Mahasiswa IAIN Jakarta, secara kolektif dengan kawan-kawan HMI dan aktivis dari PMII ataupun IMM berhasil membuat suatu sistem pemilihan dalam senat mahasiswa yang seperti dalam pelaksanaan pemilu pemerintah. Sistem itu dikenal dengan sistem SG (Student Government). Sistem yang sangat demokratis di mana sistem Senat diganti dengan BEM. Seluruh mahasiswa IAIN memilih langsung ketua BEM IAIN (seperti pemilihan Presiden). Sistem ini dibentuk untuk melatih kepemimpinan pada tingkat mahasiswa selain di organisasi ekstra kampus. 40 Ini merupakan sebuah prestasi tersendiri yang dibuat oleh kader HMI, di saat itu pemilihan presiden belum dipilih langsung oleh rakyat tetapi di IAIN ketua (presiden mahasiswa) sudah dipilih langsung oleh seluruh mahasiswa. Ini merupakan sebuah gagasan yang besar mengenai sistem demokrasi yang telah dipraktekkan dikalangan mahasiswa.
40
Wawancara Pribadi dengan Tb. Ace Hasan Syazdali, Bintaro, 17 September 2014
78
D. Relasi Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat dengan Intelektual Mahasiswa IAIN 1960-1998 Tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat memiliki pengaruh sangat besar terhadap mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejak awal berdirinya HMI Cabang Ciputat, ADIA/ IAIN (sekarang UIN) merupakan basis utama dari perkaderan yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional bahkan internasional, sebut saja Cak Nur, Fachry Ali, Mulyadi Kartanegara, Mursyid Ali, M. Atho Mudzhar, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Bachtiar Effendy, Hadimulyo, Ahmad Zacky Sirodj, Hari Zamharir, Kurniawan Zulkarnain, Rifqiyati, Nurhayati Djamas, Noor Jannah Shomad, serta belakangan juga menghasilnya banyak peneliti yang muncul lebih belakangan sebut saja Saiful Mujani, Ihsan Ali-Fauzi, Budhy Munawar Rahman, Abudin Nata, M. Amin Summa, Badri Yatim (alm), M. Wahyuni Nafis, Ali Munhanif, Fuad Jabali, Irfan Abu Bakar, Amelia Fauzia, Burhanudin Muhtadi, Tati Hartimah, Budi Sulistiono, Jajat Burhanudin, Didin Syafrudin, Syukron Kamil, Amsal Bahtiar, Jamhari, J.M. Muslimin, Oman Faturohman, Arif Subhan, Ade Komarudin, dan TB. Ace Hasan Syadzily dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Mereka semua selain memiliki karya mereka juga juga memiliki visi dan intelektualitas yang baik, yang merupakan contoh cendekiawan yang lahir dari proses perkaderan intelektual HMI Cabang Ciputat dari periode 1960 – 1998. Satu hal proses yang sama yang mereka lakukan adalah menghidupkan tradisi intelektual yang dibentuk oleh Cak Nur sebagai tokoh sentral dari intelektual HMI Cabang Ciputat melalui NDP dan pembaruan pemikiran menginspirasi meraka semua. Tradisi membaca yang baik, berbagi literatur, diskusi, sampai menulis
79
menjadi kegiatan yang sangat intens yang biasa dilakukan pada hampir semua angkatan kepengurusan HMI Cabang Ciputat dari tahun 70-an sampai pertengahan 90an. Dengan menjadikan proses yang demikian HMI Cabang Ciputat tidak pernah kehabisan cendekiawan muslim. Hubungan kekeluargaan yang dibangun antara senior dengan junior, antar sesama angkatan berjalan dengan sangat baik. Sehingga tercipta suasana yang kondusif untuk berjalannya tradisi intelektual, kalaupun ada persaingan tidak lebih dari saingan yang sehat dalam peningkatan kualitas intelektual masing-masing kader. Semisal pada masa Tati berperan sebagai pengurus HMI Cabang Ciputat ataupun KOHATI Cabang Ciputat, para pengurus seperti menjadi mentor para juniornya untuk lebih semangat dalam berbagai hal, dengan selalu menanyakan tentang perkuliahan41, memberikan sarapan otak setiap pagi (memberikan koran dan mendiskusikannya), saling bertukar literatur, rutin berdiskusi dan pelatihan menulis. Berbagai diskusi sangat rutin dilaksanakan baik di sekretariat HMI Cabang Ciputat ataupun dilingkungan kampus IAIN dan bahkan di kost-kost para kader. Bentuk diskusi selalu rutin dilaksanakan hampir setiap kepengurusan HMI Cabang Ciputat. Dari mengundang para senior seperti Cak Nur, Ridwan Saidi, Fachry Ali, M. Dawan Raharjo, atau mengundang para ahli (dosen-dosen yang tinggal dikomplek dosen UI, Ciputat), seperti Sarlito Wirawan Sarwono ahli
41
Para senior menanyakan tentang mata kuliah yang tidak dipahami dan memberikan arahan, kemudian menanyakan serta berusaha mengontrol Ip junior-juniornya agar tidak turun. Mendorong aktif diskusi dalam setiap perkuliahan. Hasil diskusi dengan Tati Hartimah tentang keadaan perkaderan pada zamannya.
80
psikologi dan Juwono Sudarsono ahli hubungan internasional,
42
diskusi buku
dengan membedah setiap Bab pada buku yang ingin didiskusikan sampai pada mendiskusikan berita atau tulisan di surat kabar dengan berbagai perspektif membuat para kader HMI Cabang Ciputat menjadi kaya akan wawasan. Dalam berdiskusi untuk memperdalam kemampuan bahasa Asing baik Inggris ataupun Arab tak jarang para kader mencari media massa berbahasa Inggris untuk didiskusikan.43 Menulis menjadi hal yang wajib bagi para kader HMI Cabang Ciputat. Dari periode 1960-1975, 1976-1986, dan 1987-1998 menulis menjadi tanda mereka adalah aktivis HMI, baik menulis pada buletin yang diterbitkan HMI Cabang Ciputat sendiri, majalah terbitan LSM (Panji Masyarakat terbitan LP3ES), ataupun di media massa seperti, Kompas, Harian Pelita dan lain-lain. Seperti Fachry Ali yang rutin menulis di majalah Panjimas dalam rubrik kolom kecil dengan tema-tema kritik sosial dan kritik terhadap pemerintah. 44Pelatihan menulis digerakkan HMI Cabang Ciputat pada setiap kepengurusan kepada para kadernya guna menuangkan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat oleh para kader. Yang menarik adalah hampir keseluruhan kader yang menjadi simbol intelektual menjalani tradisi intelektual yang sama. Dengan membaca banyak literatur, berdiskusi tentang hasil bacaan atau tematik, dan menulis pengetahuan dan pengalaman yang didapat dari diskusi dan membaca mereka menjaga proses 42
Diskusi seperti ini sering diadakan pada zaman Ketum Didin Syafrudin (sekarang Wadek II Tarbiyah), 1985-1986. 43
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Sanusi. Pamulang, 13 Agustus 2014 Fachry Ali, “Islam, Bukan Pahamisme,” Panji Masyarakat, No 513, (Agustus 1986), h. 14.
44
81
itu, bukan hanya saat menjadi aktivis di HMI Cabang Ciputat melainkan juga saat mereka menjadi alumni HMI Cabang Ciputat. Mereka melanjutkan tradisi tersebut dalam LSM-LSM, baik yang ikuti lewat perkawanan di HMI ataupun LSM-LSM yang dibentuk sendiri yang bertujuan untuk mewadahi alumni-alumni muda HMI sebagai peneliti tetap ataupun magang, bahkan banyak juga yang aktif dalam beberapa LSM sekaligus. Dalam LSM-LSM para alumni ditempa secara profesional baik dari cara membaca, berdiskusi dan menulis. Sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa HMI Cabang Ciputat menciptakan Muslim-IntelekProfesional seperti apa yang dikatakan oleh Cak Nur. Jika diamati terjadi perubahan-perubahan yang cukup jelas antar zaman tokohtokoh intelektual yang terbentuk dari rahim intelektual Ciputat. Pada zamannya Cak Nur, Cak Nur menjadi tokoh utama dari intelektual Ciputat, cara yang digunakan Cak Nur untuk menyebarkan ide dan gagasannya dengan menulis di media massa, menulis makalah dan menyampaikannya pada kuliah-kuliah atau saat menjadi trainer di HMI, dan gagasannya yang dikeluarkan merupakan gagasan yang sangat berkaitan dengan masyarakat luas, sehingga dapat dikatakan Cak Nur adalah “public intellectual” misalnya tentang sekularisasi Islam, Nilaiilai dasar Islam, Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi. Dan karir Cak Nur di HMI melesat dari ketua umum HMI Cabang Ciputat sampai pada ketua umum PB HMI dikarenakan gagasan dan ide yang dibawanya dan bisa dikatakan Cak Nur yang paling menonjol dari generasinya bahkan sampai beberapa generasi dibawahnya. Cak Nur juga menjalani sekolah formal yang sangat baik. Lulusan universitas ternama di dunia dan produktif dalam menulis buku.
82
Pada generasi Fachry Ali, terjadi sedikit perubahan tradisi intelektual. Selain mengeluarkan banyak gagasan dan menulis dalam media massa. Fachry Ali juga aktif pada berbagai LSM yang bergerak pada tataran “gressrod” yang diawali bergabung dengan LP3ES. Dan dilanjutkan dengan membentuk LSM-LSM lainnya guna wadah pengembangan intelektual. Seperti HP2M dan lain-lain. Kemudian beberapa generasi di bawahnya seperti Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, Hadimulyo, Bahtiar Effendi dan lain-lain masih terbawa dengan pola yang dibangun oleh Fachry Ali. Namun, Fachry Ali kurang memperhatikan pendidikan formal, Fachry Ali lebih banyak belajar secara otodidak dan dari aktivitasnya di HMI dan LSM-LSM. Pada generasi selanjutnya kegiatan politik yang cukup tinggi membuat aktivitas pengembangan intelektual dilakukan kader HMI di luar institusi HMI, melainkan di kelompok-kelompok studi. Aktivitas para alumni HMI pada LSM-LSM memberikan dampak sendiri. Kebanyakan dengan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan berbahasa asing yang baik mereka mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studinya pada universitas ternama di dunia. Setelah menyelesaikan studinya baik magister ataupun doktoral kebanyakan mereka sangat produktif dalam menghasilkan produk intelektual, baik buku, jurnal, ataupun di media massa. Pada awal 90-an banyak para senior HMI Cabang Ciputat yang menyelesaikan pendidikan doktoralnya seperti Cak Nur, Fachry Ali, Atho Mudzhar, Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, Mulyadhi Kartanegara, Bahtiar Effendy dan lain-lain. Dan beberapa ada yang membentuk LSM seperti Fachry Ali dan Bahtiar Effendy mendirikan LSPEU Indonesia (Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha). Lalu ada PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) yang dibentuk oleh
83
Azyumardi Azra secara kolektif bersama Komarudin Hidayat, Saiful Mujani dan lain-lain didorong dengan oleh Pak Harun Nasution kepada pak Rektor saat itu Quraish Shihab untuk membentuk semacam LSM dalam IAIN. Lalu ada juga CSRS (Centre for The Study of Religion and Culture) yang tadinya merupakan divisi kajian budaya dari Pusat Bahasa dan Budaya yang juga diinisiasi oleh Azyumardi Azra.45 Aktivitisme dan intelektulisme yang seimbang yang dijalankan kader-kader HMI Cabang Ciputat dekade akhir 70-an sampai pertengahan dekade 80-an di lingkungan dalam perkaderan intelektual di dalamnya menjadi modal yang sangat baik bagi para alumni HMI Cabang Ciputat untuk berkarya dan aktif dalam LSM untuk pengembangan intelektual mereka yang selanjutnya secara kontinuitas bagi basis perkembangan intelektual di luar jalur akademik yang mereka ambil dalam pendidikan formal di IAIN. Ini menjadi penting ketika dalam pendidikan formal selanjutnya basis intelektual ini mengambil pendidikan yang berbeda dari apa yang mereka ambil pada IAIN. Selain aktif pada LSM angkatan ini juga aktif menulis pada media massa bahkan pada saat mereka masih kuliah. Kemampuan menulis yang juga mereka kembangkan di LSM dengan mengurusi Jurnal, Majalah ataupun Buletin harian yang menjadi lahan “garapan” dan menjadi sangat profesional dibidang jurnalistik. Ini juga bidang yang sangat berbeda dengan ilmu yang mereka ampu pada pendidikan formal di IAIN. Hal ini menjadi sesuatu yang seperti “menyimpang” dari rule mode pendidikan IAIN yang seharusnya bergerak dalam 45
Syukron Kamil, Islam dan Kebangsaan HMI Cabang Ciputat; Sekilas Jejak Pemikiran dan Gerakan Kadernya, dalam Rusydy Zakaria dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual................h.201
84
bidang keagamaan secara lebih teknikal, seperti menjadi guru agama, juru dakwah, pegawai departemen agama atau sebagai dosen IAIN sendiri. Seperti yang tercantum dalam konsideran Peraturan Pemerintah no. 34 tahun 1950 maksud pendirian ADIA (IAIN) adalah untuk menyiapkan calon tenaga pegawai bagi kepentingan Departemen Agama.46 Selanjutnya karir intelektual generasi ini semakin melejit ketika pada masa Munawir Sjadzali sebagai Menteri Agama dengan otoritasnya, membuka jalur pendidikan bagi lulusan IAIN harus dikirim ke universitas ternama di dunia untuk mendapatkan pendidikan ekonomi, sosiologi, politik dan mendapatkan gelar magister
ataupun
doktoral.
Menurutnya,
intelektualisme
Islam
harus
diintegrasikan dengan intelektualisme nasional.47 Maka dari itu dengan kesempatan yang luas ini banyak alumni IAIN (HMI juga) tentunya yang berangkat mendapatkan pendidikan di luar negeri. Dengan bekal-bekal yang sudha mereka miliki selama berproses di HMI, aktif di LSM, dan menulis pada berbagai media, serta kemampuan bahasa asing yang mumpuni menjadi sangat terpakai ketika mereka berkuliah di luar negeri. Seletah menyelesai pendidikan formal di univeritas ternama di dunia, semisal Azyumardi Azra,setelah menyelesaikan pendidikan di Columbia University, New York, Amerika Serikat dalam bidang sejarah. Karya-karya tulisannya terbit di dalam maupun di luar negeri. Dalam negeri misalnya Azyumardi Azra adalah peletak dasar jurnal ilmiah Studia Islamica pada tahun 1994. Jurnal yang tersebar di seluruh perpustakaan universitas-universitas besar di dunia menggunakan tiga
46
Fachry Ali, Kontinuitas dan Perubahan: Catatan Sejarah Sosial Budaya Alumni IAIN, h. 370 Fachry Ali, Ibid, h. 382
47
85
bahasa, bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Selain itu sangat produktif dalam menulis buku tercatat 23 buku dan puluhan tulisan yang terbit di dalam buku kumpulan karangan baik disunting sendiri ataupun oleh sarjana lain. Bukunya The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia diterbitkan oleh kerjasama Asutralia dan Honolulu dan Leiden (Allen & Unwin, University of Hawa’i Press dan KITLV) pada 2004. Dalam kinerja kerjasamanya Azyumardi telah menjadi co-editor beberapa buku. Antara lain Shari’a and Politicsin Indonesia, terbit di Singapura pada 2005; Indonesia Islam and Democracy, 2006; Islam in the Indonesia World: An Account of Institutional Development diterbitkan Mizan International pada 2007 dan masih banyak lagi karyanya. Seluruh karyanya telah meningkatkan pamor intelektual dan sosial-politik Azyumardi Azra. Dalam konteks ini, Azyumardi Azra memperoleh Honorary Professorial Fellow dari University of Melbourne, Australia, anggota Board Trustees, International Islamic University, Islamabad, Pakistan, kemudian anggota Academic Development Committe, Aga Khan International University-Institute for the Study of Muslim Civilizatiob (AKU-ISMC) berpusat di London daln lainlain. Sejalan dengan itu pula Azyumardi menjadi international visiting fellow di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir; Leiden University, Belanda; Oxford University, Inggris; New York University dan Columbia University, Amerika Serikat; dan University of Melbrourne, Australia. Pada agustus 2005 ia mendapatkan Anugrah Bintang Maha Putra Utama RI atas kontribusinya dalam mengembangkan Islam moderat.48
48
Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat; Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, Op.cit h. xlix
86
Selanjutnya ada Komarudin Hidayat seletah lulus dari IAIN Jakarta saat itu dan aktivitasnya di LP3ES, Komarudin Hidayat melanjutkan studinya master dan doktoralnya dalam filsafat Islam dan perbandingan filsafat Barat dan Islam di Middle East Technical University. Komarudin Hidayat juga dianggap sebagai religus-prfesionalisme yakni pembawa ajaran-ajaran dna nilai-nilai agama yang terkemas secara modern-sehingga tersosialisasikan kepada kalangan menengah kota. Lihat karya-karyanya merupakan kosumsi bagi kaum terpelajar sekuler serta kaum menengah atas. Seperti Tragedi Raja Midas, Wahyu dari Langit, Wahyu di Bumi, Memahami bahasa Agama, Psikologi Beragama, ada juga dua karyanya yang belakangan sangat menarik seperti Psikologi Kematian dan Spiritual Side of Golf dan makin menjelaskan kemampuannya dalam menulis buku menjadi konsumsi untuk kalangan berpendidikan dan menengah kota.49 Lalu ada Mulyadhi Kartanegara seletah menyelesaikan studinya di Fakultas Ushuludin pada 1984. Pada 1989 Mulyadhi Kartanegaramendapatkan gelar master dari Center oh Middle East Studies, the University of Chicago. Dan gelar doktornya dalam bidang filsafat Islam didapatnya dari Near-Eastern Languanges and Civilization, the University of Chicago, Amerika Serikat pada 1996. Mulyadhi menghasilkan 28 buku, seperti Renungan Mistik Jalaludin Rumi, diterbitkan pada 1986. Karya lainnya Menembus Batas Waktu: Panorama Filsafat Islamdan Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistimologis Islam diterbitkan Mizan. Masing-masing pada 2002 dan 2003. Mulyadhi juga menterjemahkan tulisan berbahasa asing, baik Inggris ataupun Arab. Salah satu yang diterjemahkan
49
Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h. xlviii
87
adalah The Venture of Islam jilid I dan II diterbitkan Paramadian apda 1999 dan 2002.50 Bahtiar Effendy, selesai dari Fakultas Ushuludin pada tahun 1985. Pada tahun 1988 memperoleh gelar master dari Southeast Asian Studies, Ohio University, Athens, Amerika Serikat. Pada 1991, kembali mendapatkan gelar master dari Ohio University, Columbus dalam bidang politik. Dan pada tahun 1994 mendapatkan gelar doktor dari universitas yang sama. Sejak 1986 telah menjadi editor di sebuah penerbitan Pustaka Jaya. Pada 1984 buku terjemahan pertamanya adalah Muhammad Kekasih Allah diterbitkan oleh Mizan. Buku pertamanya yang ditulis adalah Merambah Jalan Baru Islam: Rekontruksi Pemikiran Islam Masa Orde Baru diterbitkan Mizan pada 1986. Sejak itu poduktivitas meningkat. Pada 1988 Bahtiar menulis tesis masternya dengan judul The Nine Stars an Politicds: A Study of The Nahdhatul Ulama’s Acceptance of Asas Tunggal and Its Wtihdrawal from Politics. Pada 1998 buku yang disuntingnya, Radikalisme Agama yang diterbitkan PPIM, Islam dan Negara: Transformasi dan Praktik Polotik Islam di Indonesia yang diterbitkan Paramadina pada tahun yang sama. Pada 2003 buku Islam and State in Indonesia telah diterbitkan Institute of Southeast Asia Studies (ISEAS) di Singapura. Dan masih banyak lagi karyanya yang terdapat di dalam buku-buku yang diterbitkan di luar negeri. Statusnya sebagai Senior Fellow di S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University Singapore dan Fellow di Victoria University Wellington, New Zealand adalah bukti akan kedalaman intelektualitasnya.51
50
Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h. xxxix Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h. xli
51
88
Lalu ada Hari Zamharir, selain menulis di jurnal ilmiah dan menerjemahkan beberapak karya asing tentang politik dan Islam, juga menulis buku Agama dan Negara: Analisa Kritis Pemikiran Politik Cak Nur yang terbit pada 2004. Juga ada Rusydy Zakaria, dengan karya Indonesia Islamic Education: A Sosio-Political and Historical Perspective, terbit di Jerman pada 2008. Kinerja intelektual Rusydy Zakaria ini juga ditandai oleh posisinya sebagai penanggung jawab jurnal ilmiah Islamica Didaktika dan konsultan World Bank untuk bidang pendidikan. Sementara Sudirman Tebba, lulusan Fakultas Syariah awal dekade 1980-an, justru lebih produktif menulis buku hingga mencapai 39 buah stelah berhenti menjadi wartawan Kompas. M. Amin Suma juga telah menulis 20 buku, selain itu ada Abudin Nata, telah menghasilkan 40 buku, ada jua karya dari Pipip Ahmad Rifa’i telah menulis 5 buku, Iqbal Abdurrauf Saimima (alm) telah menulis 5 buku, Badri Yatim (alm) telah melahirkan 10 buku, Amin Nurdin juga menghasilkan 10 buku, Amsal Bakhtiar 9 buku, Budi Sulistiono 4 buku, Abdul Chair 5 buku, Rif’at Syauqi 5 buku dan Dede Rosyada 3 buku.52 Ada juga Ahmad Sanusi, walaupun tidak terlalu produktif dalam menulis buku tetapi bisa dikatakan sebagai penampung hasil-hasil intelektual alumni HMI saat itu dengan mendirikan penerbitan Logos.53 Dari kalangan KOHATI salah satunya ada Nurlena. Setelah selesai dari Fakultas Tarbiyah pada tahun 1984, Nurlena aktif menjadi asisten penelitian yang dilakukan LP3ES. Pada 1986 Nurlena memutuskan untuk mengajar. Pada 19911993 iya mendapatkan gelar master di Kanada dalam bidang Islamic Studies. Pada
52
Data ini diambil pada tahun 2012. Lihat Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h.
xxxvi 53
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Sanusi, Pamulag, 13 Agustus 2014
89
2001-2006 Nurlena kembali ke Kanada untuk mendapatkan gelar doktor dalam bidang pendidikan. Tiga bukunya tentang karir politik perempuan dan kepemimpinan perempuan terbit di Indonesia. Dan satu buku lainnya Islamic School in Contemporary Indonesia terbit di Jerman. Nurlena kini tetap mengajar (sekarang Dekan Fakultas Tarbiyah). Ida Rosida mengambil gelar master di Ohio State University, aktif dalam pembelaan hak-hak perempuan. Fatimah S dalam studi
Islamnya
di
Kanada
telah
melahirkan
karya
Modernism
and
Contextualization of Islamic Doctrine: The Reform of Indonesian Islam Proposed by Cak Nur. Kemudian juga ada Lies Marcoes Nasir yang juga sangat aktif di dalam dunia penelitian dan pemberdayaan masyarakat setelah sebelumnya sempat ikut meneliti bersama Prof. Dr. Martin van Bruinessen dari Universitas Utrecht selama satu tahun. Kemudian aktivitas akademisnya dilanjutkan dengan mengambil master dalam bidang medical anthropology di University of Amsterdam. Konsentrasinya tertuju pada masalah-masalah pembangunan dan perempuan. Aktivitasnya di HMI khususnya KOHATI memberikan dampak yang luar bagi pengembangan intelektual. Mereka yang berhasil ini adalah generasi penerus dari kader-kader KOHATI angkatan 70-an seperti: Rifqiyati, Noor Jannah Shomad, Iis Aisah, Mimi Husmiaty Hasyim, Tati Hartimah, Fardiah, Athiroh, Nining Yuningsih, Rahmi Fauziah dan lain sebagainya. Yang termuda dari kalangan KOHATI adalah Amelia Fauzia. Setelah lulus dari Fakultas Adab jurusan Sejarah Kebudayaan Islam pada 1995. Pada tahun 1998 Amelia Fauzia memperoleh gelar master dalam Islamic Studies dari Universitas Leiden, Belanda dan memperoleh gelar doktor pada 2008 dari the University of Melbourne, Australia. Amelia Fauzia aktif mengajar di Fakultas Adab sambil memegang
90
beberapa jabatan. Amelia Fauzia juga aktif dalam banyak penelitian seperti Faith and State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia yang diterbitkan National University of Singapore.54 Pada tahun pertengahan dekade 80-an sampai 90-an akhir aktivis-aktivis HMI Ciputat yang lahir dari rahim intelektual Ciputat lebih banyak terbentuk dari kelompok-kelompok studi waktu itu. Sebut saja Saiful Mujani, Ihsan Ali-Fauzi, Ali Munhanif (Formaci). Saiful Mujani misalnya mengikuti hampir semua pelatihan formal yang ada di HMI dari Maperca sampai Advance, selain itu pembentukan intelektualnya lebih banyak didapat dari kelompok studi. Setelah menyelesaikan studinya di Fakultas Ushuludin pada tahun 1989, melanjutkan mengajar di Fakultas Ushuludin sampai 1996, sambil mengajar Saiful Mujani juga aktif dalam ELSAF dan kemudian mengembangkan jurnal Ulumul Qur’an. Pengalaman ini yang membuatnya dipercaya oleh Azyumardi Azra dalam pengembangan jurnal Studia Islamica. Tahun 1998 Saiful melanjutkan studinya dalam bidang politik dan mendapatkan gelar master dari Ohio State University, dan mendapatkan gelar doktor dari universitas yang sama pada tahun 2003. Sumbangsih terbesarnya adalah dengan membentuk Lembaga Survei Indonesia di mana dalam waktu yang cepat dan singkat kita bisa mengetahui hasil pemilihan umum. Tentu saja selain hasil tulisan-tulisannya yang dimuat dalam jurnal dalam negeri ataupun luar negeri.55 Pada seangkatannya ada Ali Munhanif yang juga aktif di Formaci, selepas lulus dari Fakultas Ushuludin pada 1990, ali Munhanif memperoleh gelar master
54
Lihat Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h. xxxii Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani di kantor SMRC, Kuningan 16 September 2014
55
91
dari Temple University Philadelpia, Amerika Serikat pada tahun 1996. Pada tahun 2000 Ali mendapatkan gelar Doktor dari Mc.Gill University, Montreal Kanada dalam ilmu politik. Dengan judul disertasi Different Routes to Islamism: History, Institutions, and the Politics of Islamic State. Ali Munhanif mengabdikan dirinya di dunia pendidikan dengan mengajar di Fakultas Ushuludin dan FISIP (sejak 2009) dan saat ini menjadi Direktur PPIM. Pada generasi 90-an bisa kita lihat sperti Syukron Kamil, yang kini menjadi Direktur PSIA, lalu ada Oman Fathurahman mantan ketua umum Komisariat Adab ini kini telah menjadi guru besar dalam bidang filologi (sekarang Dekan Fakultas Adab), ada juga yang segenerasi dengannya seperti JM. Muslimin (sekarang Dekan Fakultas Syariah). Untuk ditingkat nasional kita punya nama-nama seperti Burhanudin Muhtadi yang sekarang menjadi direktur lembaga survei Indikator Politik menjadi komentator politik baik dengan lisan ataupun tulisan yang sangat baik. Dan yang segenerasi dengan Burhan ada Tb. Ace Hasan Syadzali, salah satu aktivis 98 dan juga pembentuk sistem BEM dan SG di kampus IAIN ini melnajutkan karir politiknya dengan penjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (20092014) dari fraksi Golkar. Untuk itu melalui HMI Cabang Ciputat sebagai pusat perkaderan intelektual pertama sebagai dasar pijakan intelektual dan dengan semangat menjaga tradisi intelektual tersebut. Tokoh-tokoh di atas yang bisa dibilang masih sangat sedikit dari banyaknya tokoh yang menjaga tradisi intelektual serta yang produktif dalam menghasilkan karya intelektual. Paling tidak ada gambaran pada setiap angakatan yang berhasil menjadi scholar sejati ataupun aktivitas lain namun tetap menjaga
92
kualitas intelektualnya serta memiliki visi yang baik serta menjalankan nilai-nilai intelektual yang diwariskan oleh Cak Nur.
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Tradisi intelektual utama yang dibangun Cak Nur sebagai patron intelektual dengan segala pemikirannya yang visioner, tentang ke-Indonesiaan, ke-Islaman dan ke-Modernan tidak didapat begitu saja. Nurcholish Madjid dan para generasi penerusnya yang kemudian menjadi tokoh-tokoh intelektual membangun menjaga, mengembangkan dan mewariskan sebuah tradisi dalam rangka mengaktualisasikan nilai-nilai yang terdapat di HMI, baik kualitas insan cita sebagai kader ataupun NDP sebagai nilai luhur organisasi serta landasan-landasan yang terdapat dalam HMI, membuat Nurcholish Madjid menciptakan suatu pola perkaderan yang membentuk intelektual. Dengan kemampuan intelektual mahasiswa dapat menjadi memiliki juga kualitas insan cita, dapat juga menjalankan Nilai-nilai Dasar Perjuangan dan memahami landasan-landasan dalam ber-HMI. Untuk itu intelektual merupakan modal dasar untuk kehidupan peran kader selanjutnya. Tradisi intelektual tersebut diawali dengan membaca “iqra” seperti wahyu pertama yang turun kepada Muhammad SAW. Hal ini menjelaskan bahwa sumber pengetahuan berasal dari membaca. Berarti pula Islam sebagai agama ataupun budaya sangat menganjurkan umatnya untuk membaca (belajar) sebelum manusia menjadi khalifah di muka bumi. Kemudian tradisi selanjutnya adalah berdiskusi (bertukar pikiran), merupakan suatu wahana di mana kita bisa mengeluarkan hasil bacaan kita dan bertukar pikiran dengan hasil bacaan orang lain yang berdiskusi
93
94
dengan kita. Berbagi wawasan dan saling mengajarkan merupakan cara yang sangat baik untuk menguatkan dan meningkatkan hasil bacaan kita. Yang terakhir adalah menulis. Menulis adalah suatu kegiatan di mana kita mencurahkan isi pikiran, hati, pandangan, rasa dengan huruf-huruf. Menulis hasil bacaan dan diskusi kita memperkaya khazanah intelektual kita.
Pada zaman
dahulu nenek moyang kita pun tidak lepas dari tradisi menulis. Dengan ditemukannya naskah-naskah kuno yang menjadi kajian orang-orang sejarah ataupun filologi. Dalam naskah-naskah itu kita dapat mengetahui ilmu-ilmu yan terkandung di dalamnya. Dengan menulis juga kita karya-karya kita “hasil intelektual” kita akan abadi. Tradisi utama di atas diperkaya dengan kegiatankegiatan ilmiah lainnya. Karena menulis merupakan transformasi keilmuan yang paling efektif. Tradisi intelektual ini tidak hanya dijalankan selama aktif di HMI Cabang Ciputat saja, tetapi tradisi ini terus digali dan dimaksimalkan dengan lebih profesional setelah para kader lulus dari kampus IAIN dan berkader di HMI Cabang Ciputat. Dengan bekal pengetahuan dan pengalaman yang di dapat selama berkader di HMI dapat bermanfaat dan dikembangkan para alumni HMI untuk mendapatkan beasiswa pendidikan di universitas-universitas ternama di dunia. Kekuatan intelektual yang telah dibangun dari diimbangi kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat menjadikan HMI Cabang Ciputat menjalankan kesadarannya sebagai kader umat dan kader bangsa dengan bergabung ataupun mendirikan LSM-LSM. Dengan LSM para alumni HMI melanjutkan tradisi intelektualnya untuk meneliti dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi
95
pada masyarakat baik dari budaya, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Sebut saja Nurcholish Madjid yang mendirikan yayasan wakaf Paramadina. Pada periode 1976 – 1985 generasi komunitas intelektual, Fachry Ali, Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra bergabung dengan LP3ES. Atau Fachry Ali, Hadimulyo, Kuniawan Zulkarnain, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, alm. Badri Yatim, Ahmad Sanusi, Pipip Ahmad Rivai, Rusydy Zakaria dan lain-lain secara kolektif mendirikan HP2M (Himpunan untuk Peneliti dan Pengembangan Masyarakat). Kemudian juga ada Lspeu Indonesia (Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha) yang didirikan Fachry Ali dengan Bahtiar Effendy. Dalam LSM-LSM ini para alumni HMI melanjutkan tradisi intelektualnya, sehingga jejak intelektualnya diakui oleh dunia internasional dengan diterbitkan buku-bukunya di luar negeri. Periode pertengahan 1980-an sampai pertengahan 1990-an tradisi tersebut dilembagakan oleh kader-kader HMI Cabang Ciputat melalui kelompokkelompok studi karena tingginya minat politik kader HMI Cabang Ciputat dalam aktivitas politik. Formaci, Respondeo, Flamboyan dan lain sebagainya merupakan contoh kelompok studi yang melanjutkan tradisi intelektual tersebut. Dalam kurun waktu yang panjang tradisi tersebut mulai terkikis oleh hedonisme dan pragmatisme. Pragmatis dan hedonis seperti tak bisa terlepaskan oleh kehidupan kampus dan mahasiswa pada era reformasi ini. Ini menjadi tugas besar bagi kita semua, untuk menghidupkan kesadaran dan membangkitkan tradisi intelektual tersebut menjadi sebuah kewajiban bagi kita sebagai kader umat dan kader bangsa.
96
B. Saran Dengan melihat kesimpulan di atas sudah saatnya kita memberikan penyadaran kepada generasi muda penerus bangsa, khususnya mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) terlebih lagi bagi para aktivis HMI yang merupakan kader umat dna kader bangsa. Dua beban berat yang diampu oleh aktivis HMI mengharuskan mereka “kembali” pada perjuangannya mengingat semakin beratnya tantangan yang akan dihadapi dikemudian hari. Seiring dengan perkembangan zaman perlu pembangunan kapasitas bidang pengkaderan, terutama kurikulum dan yang lebih penting adalah metode pengkaderan atau training harus ditekankan pada integritas yang tinggi, mengingat banyaknya alumni-alumni HMI yang terlibat kasus korupsi. Kemudian disesuaikan juga dengan kemajuan akademik di era globalisasi. Di mana dalam pembinaan kader juga harus ditekankan pada penguasaan bahasa asing dan teknologi informasi menjadi penting dan mendesak. Harapan saya sebagai penulis serta kader HMI semoga saja HMI Ciputat generasi-generasi intelektual. Iklim politik yang tinggi tidak ada salahnya ketika selalu diimbangi dengan semangat menjaga tradisi baca, diskusi dan tulis. Sehingga kader HMI sebagai kader umat dan kader bangsa dapat menjalankan tugas dan perannya yang semakin berat dikemudian hari. Bahagia HMI, Yakusa..!!!
Daftar Pustaka Abdurahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. (Yogyakarta; Ar Ruzz Media, 1999) Alfian, M. Alfan. HMI 1963-1966: Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. (Jakarta: Kompas Media Nusantara 2013) Alwi, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa edisi III (Jakarta: Balai Pustaka, 1996) Bustami, Abu, Yazid, ed. HMI Masih Ada Refleksi Para Kader. (Depok: Layar Terkembang 2014) Dhakidae, Daniel. Cendikiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2003) Esposito, John L. Ensikopedia Dunia Islam Modern. (Bandung; Mizan, 2001) Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto. (Jakarta: UI Press. 1983) HMI Cabang Ciputat. Menggugat HMI Mengembalikan Tradisi Intelektual (Ciputat: HMI Cabang Ciputat 2005) Jabali, Fuad dan Jamhari. IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia. (Ciputat: UIN Jakarta Press 2003) Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. (Yogyakarta; PT. Tiara Wacana Yogya, 2003) Kontowijoyo. Dinamikan Sejarah Umat Islam Indonesia. (Yogyakarta: Shalahudin Press, 1985) __________, Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta; Bentang 1995) __________, Dinamikan Sejarah Umat Islam Indonesia. (Yogyakarta: Shalahudin Press 1985). Maarif, Ahmad Syafii. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia. (Bandung: Mizan 1994) Latif, Yudi,. Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. (Bandung: Mizan 2007) Madjid, Nurcholish. Indonesia Kita. (Jakarta: Gramedia Nusantara 2003)
97
98
__________, Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer. (Jakarta: Paramadina, 1998) Pratikno, Ahmad W. “Anatomi Cendekiawan Muslim, Potret Indonesia” dalam Amien Rais (ed.), Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1986) Raharjo, M. Dawan. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung: Mizan 1999) Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. (Jakarta: Serambi Imu Semesta. 2008) Sarbini. Islam di Tepian Revolusi; Ideologi Pemikiran dan Gerakan. (Yogyakarta: Pilar Media 2005) Satria, Hariqo, Wibawa. Lafran Pane; Jejak Hayat dan Pemikirannya. (Jakarta: Penerbit Lingkar 2010) Sitompul, Agussalim. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia. (Jakarta: Integrita Dinamika Press 1986) __________,Menyatu dengan Umat, Menyatu dengan Bangsa: Pemikiran KeIslaman dan KeIndonesiaan HMI 1947-1977. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002) __________, Sejarah Perjuangan HMI tahun 1947-1975. (Jakarta: Misaka Galiza, 2008) __________, 44 kemunduran HMI, Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI (50 tahun pertama HMI 1947-1997). (Jakarta: CV. Misaka Gazali, 2008). __________, Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1947-1993, (Jakarta: Intermasa, 1995) Sugono, Dendi, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa edisi IV. (Jakarta: Gramedia 1998) Tanja, Victor. Himpunan Mahasiswa Islam: Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. (Jakarta: Sinar Harapan 1982) Zakaria, Rusydy. dkk (ed). Membingkai Perkaderan Intelektual; Setengah Abad HMI Cabang Ciputat. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012)
99
Majalah Abdullah, Soleh. ADI Ciputat, Menerobos Persoalan Pembangunan. (November 1985) h. 32 – 34. Ali, Fachry. Islam, Bukan Pahamisme. Panji Masyarakat No 513 (Agustus 1986) h. 14. Azra, Azyumardi. Kondisi Kemanusiaan Lebih Baik; Agenda LPSM – LSM. Panji Masyarakat No 532 (Januari 1987) h. 36 – 38.
Sumber Internet Nazir, Azwil. “Sejarah Kampus Universitas Indonesia.” Artikel diakses pada tanggal 02 Februari 2014 dari http://Azwilnazir.com/2014/02/02/1482 Wawancara Pribadi Wawancara Pribadi dengan Ahmad Uci Sanusi, Pamulang, Tangerang Selatan, 13 Agustus 2014. Wawancara Pribadi dengan Didin Syafrudin, Ciputat, Tangerang Selatan, 19 Agustus 2014. Wawancara Pribadi dengan Amsal Bahtiar, Ciputat, Tangerang Selatan, 19 Agustus 2014. Wawancara Pribadi dengan Aris Budiono, Pondok Ranji, Tangerang Selatan, 27 Agustus 2014. Wawancara Pribadi dengan Sukron Kamil, Ciputat, Tangerang Selatan, 5 September 2014. Wawancara Pribadi dengan Oman Faturahman, Ciputat, Tangerang Selatan, 14 September 2014. Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Kuningan, Jakarta , 16 September 2014. Wawancara Pribadi dengan TB Ace Hazan Syadzily, Bintaro, Tangerang Selatan, 17 September 2014.
Lampiran I Hasil wawancara dengan Ahmad Sanusi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1981-1982. Pamulang, 13 Agustus 2014 Pokok-pokok wawancara Pertanyaan
: Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun berapa?
Jawaban
: Tahun 1977 selesai 1982
Pertanyaan
: Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban
: Bentuk perkaderan saat itu ada tiga format Perkaderan formal : maperca, basic training, intermade training, advance, pusdiklat. Perkaderan informal : Upgrade jurnalistik, upgrade Dakwah, upgrade pendidikan. Perkaderan Non Formal : Diskusi Kelompok Cabang, Kepanitian.
Pertanyaan
: Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban
: Ada faktor-faktor yang mendukung dilaksanakannya tradisi intelektual. Pada saat itu kader relatif homogen (dasar pengetahuan Islamnya dari pesantren), dengan posisi cabang yang Strategis, lalu ada tokoh-tokoh yang menjadi idola di Ciputat (senior-senior seperti Cak Nur, Fachry Ali yang sudah sangat aktif menulis di media massa), semangat perkaderan yang menjadi bobot utama adalah intelektual dan moralitas. Kehidupan kampus yang sangat diwarnai kegiatan organisasi ekstra (HMI). Aktivitas seperti pinjam meminjam buku bacaan, pelatihan menulis, diskusi itu menjadi terakomodir. Saling asuh dan saling asih diantara sesama kader baik kakak kelas dengan adik kelas ataupun teman seangkatan menjadi kekuatan yang mendukung perkaderan, dengan konsep siapa bisa mengajar apa? Sehingga
bisa saling menutupi kekuarangan kawan-kawan sesama kader HMI Cabang Ciputat.
Pertanyaan
:Aktivitas
di
mana
yang
lebih
memberikan
peningkatan/pemahaman intelektual intelektual saat itu intra kampus atau ekstra kampus? Jawaban
: Ghiroh tradisi intelektual dibentuk dan diproses di HMI Cabang Ciputat. Para kader dibangun dengan cara pandang yang objektif dan tidak menghakimi. Aula Cabang selalu penuh dengan agenda diskusi setiap harinya. Intelektual dilihta dari cara pandang, sikap dan moralitas. Kemudian saya juga ikut dalam pembentukan HP2M yang dimotori oleh Kak Fachry Ali dan kawan-kawan dengan didorong oleh Mas Dawam Raharjo (saat itu beliau wakil direktur LP3ES), yang menjadi wadah penelitian selanjutnya untuk para kader dan alumni HMI Cabang Ciputat untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya. Selain itu saya juga ikut dalam pembentukan ADI (Asian Development Institut) LSM yang dibentuk juga untuk pengembangan penelitian. Selain itu saya juga alhamdulillah bisa membangun sebuah penerbitan (LOGOS)
bersama
kawan-kawan
untuk
menjadi
wadah
disalurkannya hasil penelitian kawan-kawan HMI Cabang Ciputat saat itu. Meskipun tradisi politik yang dibangun saat itu cukup kuat tetapi tetap dapat diimbangi oleh tradisi intelektual yang ada pada saat itu. Sehingga kader-kader HMI Cabang Ciputat selain bisa aktif di HMI, bisa juga aktif di dalam organisasi kemahasiswaan di dalam kampus.
Lampiran II Hasil wawancara dengan Didin Syafrudin, Ketua Umum HMI Cabang Ciputat Periode 1985 – 1986 Ciputat, 19 Agustus 2014 Pokok-pokok wawancara Pertanyaan
: Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun berapa?
Jawaban
: Tahun masuk IAIN 1982 selesai 1986
Pertanyaan
: Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban
: Organisasi mahasiswa pada saat itu sangat diawasi oleh pemerintah Orde Baru, Kak Didin pernah dipanggil oleh Komdak karena ada isu Ciputat anti Astung. Kehidupan pada saat itu adalah kehidupan yang keras. HMI mengajarkan pada mahasiswa untuk tetap kritis terhadap pemerintah. Kampus (kelompok-kelompok kecil seperti organisasi mahasiswa bergabung dengan kelompok Cipayung ( HMI, PMII, IMM). Organisasi ekstra lebih kritis daripada intra, untuk itu gerakan dilakukan diluar kampus.
Pertanyaan
: Konsep perkaderan saat menjadi ketua umum komisariat?
Jawaban
: Grand design perkaderan saat saya menjadi ketua umum HMI Cabang Ciputat adalah Intelektualisasi dan profesionalisasi.
Pertanyaan
: maksudnya seperti apa dari konsep tersebut?
Jawaban
: Intelektualisasi. Bukan hanya banyak bacaan sesuai program studi masing-masing atau bukan hanya melahirkan ilmuan ( mengerti teori dan ilmu-ilmu program studi) tapi juga kuat dari sisi konsen kepedulian kepada mereka yang kurang beruntung, kritis pada penyelewengan yang terjadi pada Negara. Bukan orang-orang yang egois, yang tidak peduli nasib bangsanya (ekonomi, sosial dan budaya), penggerak LSM dan mahasiswa. Profesionalisasi Lebih kepada kemampuan membentuk teknokrat-teknokrat yang guna menghasilkan orang-orang harus memiliki kemampuan basic.
Sehingga membentuk lembaga kekaryaan (LPP) sehingga lembagalembaga ini tidak terintegrasi. Pertanyaan
: fokus pengembangan perkaderan intelektual yang terjadi seperti apa?
Jawaban
: Kemampuan menulis menjadi sangat penting saat itu, kritik lebih ditunjukan dengan diskusi dan menulis, bentuk kritis terhadap pemerintah lewat tulisan di media masa. Media yang berafiliasi dengan LSM, masuknya LSM kedunia pesantren, sehingga pesantren ikut kritis. Awal 90-an setiap lapisan memiliki basis intelektual. Selain itu muncul juga kelompok-kelompok studi yang digawangi oleh para aktivis HMI. FORMACI lahir tahun 19861987 diawali kelompok studi yang digawangi oleh Saiful Mujani, Ali Munhanif dan Ihsan Ali Fauzi. Lahir juga kelompok-kelompok studi (Lingkaran Studi Indonesia) Formaci, adalah bagian dari kritis
terhadap
pemerintahan,
kelompok-kelompok
studi
memberikan landasan intelektual untuk rekonsepsi bentuk negara. Dan HMI mendukung Gerakan kelompok studi saat itu. Selain itu Cabang juga sering mengadakan kegiatan seperti diskusi dengan Dosen UI, pesantren tentang pendidikan Bahsa Arab. Senior senior pada saat itu juga sangat semnagat menjadi mentor. Pertanyaan
: ketua umum periode berikutnya siapa?
Jawaban
: Endang Hamdan menjadi ketua umum 1986-1987, Amsal Bachtiar sebagai Sekertaris Umum HMI Cabang Ciputat.
Lampiran III Hasil wawancara dengan Prof. Amsal Bahtiar Sekum HMI Cabang Ciputat periode 1986-1987 Ciputat, 19 Agustus 2014 Pokok-pokok wawancara Pertanyaan
: Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun berapa?
Jawaban
: Masuk IAIN Fakultas Ushuludin tahun 1982 selesai 1987.
Pertanyaan
: Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban
: Pelatihan di HMI yang saya ikuti dari MAPRAM, basic training sampai intermadiate training.
Pertanyaan
: Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban
: Tradisi intelektual yang dibangun saat itu tidak jauh beda dengan tahun-tahun sebelumnya, jika anda sudah membaca atau mewawancarai pengurus atau ketua umum HMI Cabang Ciputat. Agenda Cabang masih mengadakan diskusi dengan tema aktual dan pelatihan penulisan dengan mentor senior yang biasa menulis di media massa. Senior-senior bukan hanya menjadi memberi instruksi kepada junior tetapi benar-benar menjadi mentor yang mendorong kader-kadernya untuk membaca, diskusi dan menulis. Selain itu tekanan dari pemerintah Orde Baru yang membuat kebebasan mahasiswa dikekang, membuat kader HMI Cabang Ciputat
mengalihkan
aktivitasnya
kepada
pengembangan
intelektual dan menjaga daya kritisnya dengan tulisan-tulisan. Tema-tema yang menjadi bahan diskusi adalah keIslaman, keIndonesiaan, dan Kemanusiaan. Dinamika politik kampus yang kuat membentuk eksistensi kader HMI Cabang Ciputat kearah hal-hal yang positif. Kader HMI Cabang Ciputat juga berinisiatif membentuk kelompok-kelompok diskusi saat itu, walaupun di luar agenda Cabang namun aktivitas kelompok-kelompok studi
seperti Formaci dll membantu perkembangan intelektual kader HMI Cabang Ciputat dan juga mahasiswa IAIN Jakarta saat itu. Pertanyaan
: Motivasi dan semangat apa yang diterapkan sehingga dapat menjaga tradisi intelektual tersebut baik secara individu ataupun kelompok?
Jawaban
: semangat pembaruan yang dibawa oleh Cak Nur dan senior HMI lainnya seperti Fachry Ali yang aktif menulis di media massa. Sangat menginspirasi sekali. Belum lagi bimbingan senior-senior dalam organisasi dan memberikan materi diskusi. Kemudian dorongan secara kolektif dari kawan-kawan dan senior untuk sering menulis, baik untuk pribadi ataupun untuk dipublikasikan.
Lampiran IV Hasil Wawancara dengan Saiful Mujani Pelopor kelompok studi di Ciputat (Formaci) Jakarta, 16 September 2014 Pokok-pokok wawancara Pertanyaan
: Nama lengkap?
Jawaban
: Saiful Mujani
Pertanyaan
: Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun berapa?
Jawaban
: Masuk IAIN, Fakultas Ushuludin tahun 1984-1989
Pertanyaan
: Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban
: Hampir semua pelatihan di HMI saya ikuti, kalo tidak salah sampai Advance Training. (LKIII).
Pertanyaan
: Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban
: Perkaderan di HMI Cabang Ciputat saat itu hanya perkaderan kuantitatif. Memang tidak ada yang negatif dari perkaderan kuantitatif tetap ada bagian yang menjadi pembelajaran. Tetapi orang-orang yang direkruit ini perlu diisi, harus dijaga juga kualitasnya. Untuk apa mengajak orang? Untuk memperjuangkan apa? Itu yang harusnya menjadi pertanyaan dalam mengajak atau merekruit orang. Harus memiliki gagasan, jika mempunyai kemampuan intelektual yang kuat akan dihormati dan dipandang serta berpengaruh dilingkungannya karena kemampuannya.
Pertanyaan
: Dalam kelompok studi yang Kak Saiful motori fokus dalam kajian apa saja?
Jawaban
: Saya, Ali Munhanif dan Ade Komarudin membentuk kelompok studi bernama Respondeo. Kemudian kami dari Respondeo sering mengadakan kegiatan diskusi bersama dengan Kelompok Studi Ciputat (KSC) yang digawangi oleh Ihsan Ali Fauzi. Seringnya kita mengadakan kajian bersama membuat saya, Ali Munhanif, dan
Ihsan Ali Fauzi berinisiatif membentuk forum kajian yang lebih besar. Pada tahun 1986 akhirnya kami membentuk Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci). Namun Ade Komarudin tidak sepakat dengan ide penggabungan ini dan akhirnya melanjutkan Respondeo. Kalau boleh saya mengklaim, bahwa yang menjadi penerus dan penggerak intelektual adalah saya dengan kelompok studi yang saya gerakkan bersama kawan-kawan HMI ataupun selain HMI. Di dalam kelompok studi ini kami mengadakan kajian secara lebih “anarkis”. Dalam Formaci dibagi ke dalam tiga tema kajian. Pertama Studi Islam Rasional, kedua Filsafat dan ketiga Ilmu Sosial. Yang membuat saya dan kawan-kawan HMI Cabang Ciputat lainnya mendirikan kelompok studi, selain karena terpengaruh dari jaringan kelompok studi nasional, karena aktivitas politik lokal di lingkungan HMI Cabang Ciputat ataupun di lingkungan kampus IAIN Jakarta sekalipun sangat tinggi dan kurang diimbangi oleh aktivitas akademik (yang mengarah pada intelektual). Politik yang digunakan hanya sebatas mobilisasi massa tanpa membawa banyak gagasan baru. Selain itu kondisi sosial politik yang sangat kuat dan keras serta menekan yang dilakukan pemerintah Orde Baru terhadap mahasiswa dengan kebijakankebijaknnya (NKK-BKK) mempengaruhi kehidupan poltik kampus dan HMI Cabang Ciputat sendiri. Pertanyaan
: Pandangan tentang tradisi intelektual yang dibangun oleh generasi Nurcholish Madjid?
Jawaban
: Aktivitas kuliah yang terbatas juga membuat porsi kegiatan intelektual yang besar dialihkan di luar perkuliahan. Posisi atau jabatan mahasiswa di Intra kampus, bukan jabatan yang prestise, lebih bangga jika dipandang sebagai intelektual muda. Figur Cak Nur menjadi role model. Sebab Cak Nur adalah sosok yang baik dalam organisasi sekaligus dalam akademis. Sebagai contoh saat dia menjadi ketua umum HMI Cabang Ciputat dan ketua umum PB
HMI, dia terpilih saat itu bukan karena banyaknya lobby politik, tetapi karena saat itu dia yang paling menonjol secara intelektual pada generasi saat itu. Ini adalah contoh Public Intellectual. Kemudian ada figur terbaik di dunia tulis menulis yaitu Fachry Ali. Tulisannya mencakup banyak bidang. Di HMI juga ada yang bergerak mengembangkan jurnalistik yaitu Iqbal Abdurrauf Saimima alm, kalo tidak salah dia pendiri Lapmi (Lembaga Pers Mahasiswa Islam). Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, itu mengikuti pola Cak Nur, sangat mementingkan pendidikan Formal sampai
setinggi-tingginya.
Sedangkan
Fachry
Ali
kurang
mementingkan aspek pendidikan Formal. Yang menjadi penggerak tradisi intelektual dari mulai Cak Nur itu dengan pola gagasan pembaharuan pemikiran. Fachry Ali itu era aktif di LSM-LSM, jadi selain tetap mengedepankan gagasan namun, lebih didasarkan pada penelitian Pertanyaan
:
Aktivitas
di
mana
yang
lebih
memberikan
peningkatan/pemahaman intelektual intelektual saat itu intra kampus atau ekstra kampus? Jawaban
: Aktivitas di intra dan ekstra kampus banyak memberikan pemahaman intelektual bagi saya seperti halnya Aktivitas saya di kelompok studi dianggap menggembosi HMI Cabang Ciputat, karena kader-kader yang cerdas secara intelektual aktif di kelompok studi, sehingga saya pernah didatangi dan setengah disidang oleh senior-senior HMI Cabang Ciputat, seperti kak Edi, kak Didin Syafrudin dll. Setelah selesai kuliah saya aktif juga di LSM, diajak bergabung di ELSAF dan menerbitkan serta mengelola jurnal Ulumul Qur’an. Setelah saya selesai kuliah saya diminta untuk menjadi dosen di Fakultas Ushuludin IAIN Jakarta dan diangkat menjadi PNS pada tahun 1994. Sambil mengajar saya juga ikut dalam pembentukan PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) saat pak Quraish Shihab menjadi rektornya,
pembentukan PPIM didorong juga oleh pak Harun Nasution, kemudian
yang
menjadi
penggeraknya
Azyumardi
Azra,
Komarudin Hidayat, Mulyanto, dan Saya. Di PPIM kami menggarap Jurnal Studia Islamica yang ditulis dalam tiga bahasa. Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Setelah Jurnal Studia Islamica jalan saya melanjutkan studi S2 tentang perilaku politik di Universitas ...... Kemudian saya juga aktif dalam Komite Independen pemantau Pemilu (KIP) tahun 1997, yang dikemudian untuk pertama kalinya pada tahun 1999 NSF, mendukung pelaksanaan survey politik di Indonesia. Saat itu survey belum terlembagakan. Dan saya menggunakan PPIM sebagai lembaganya. Selanjutnya saya mendirikan LSI bersama Deny J.A. yang sampai hari ini saya tekuni dan itu semua aktivitas di intra maupun ekstra kampus yang sangat menambah pemahaman intelektual saya.
Lampiran V Hasil wawancara dengan Aris Budiono. Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1990 – 1991 Pondok Ranji, 27 Agustus 2014 Pokok-pokok wawancara Pertanyaan
: Nama lengkap?
Jawaban
: Aris Budiono
Pertanyaan
: Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun berapa?
Jawaban
: Saya masuk IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1984 Fakultas Ushuludin
Pertanyaan
: Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban
: Ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1990-1991.
Pertanyaan
: Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban
: Efek dari diterapkannya Asas Tunggal Pancasila membuat HMI terpecah menjadi dua. Pertama HMI Dipo yang berkantor di jln. Diponegoro. Yang kedua ada sebagian dari HMI yang membentuk Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) HMI yang tidak sepakat digantinya asas Islam menjadi asas Pancasila. Dinamika dan sistem perkuliahan membentuk karakter mahasiswa. Sistem pendidikan lama dengan Sarjana Muda dan Sarjana Lengkap lebih memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berekspresi dan regulasi kampus agak longgar (kondusif). Organisasi intrakampus lebih inspiratif. Iklim organisasi ekstra dan intra kampus di Ciputat kondusif dan kompetitif.
Regulasi
intra
kampus
cukup
mengakomodir
kepentingan organisasi ekstra kampus. Diskusi rutin selalu diadakan di aula HMI Cabang Ciputat. Dalam diskusi juga bukan hanya mengandalkan senior-senior yang ada di Ciputat, tetapi juga dari luar Ciputat sesuai dengan keilmuan yang diperlukan. Lembaga-lembaga kekaryaan juga memainkan peranan yang
penting dalam pembentukan profesionalisme dan intelektual para kader. LSMI, Lapenmi, Lapmi, LDMI. Memainkan peranan yang penting dalam membentuk dan meningkatkan intelektual. Pertanyaan
: Pandangan tentang tradisi intelektual yang dibangun oleh generasi Nurcholish Madjid?
Jawaban
: Menurut saya adalah intelektual bukan hanya diukur dari hasil karya tulis. Tetapi setiap kader atau alumni HMI yang sukses dalam profesinya masing-masing dengan visi yang baik sesuai dengan visi HMI bisa dikatakan juga memiliki intelektual yang baik.
Lampiran VI Hasil Wawancara dengan Sukron Kamil Ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1995-1996, Ciputat 5 September 2014 Pokok-pokok wawancara Pertanyaan
: Nama lengkap?
Jawaban
: Sukron Kamil
Pertanyaan
: Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun berapa?
Jawaban
: Saya Masuk IAIN Jakarta Fakultas Adab tahun 1992
Pertanyaan
: Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban
: Ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1995-1996
Pertanyaan
: Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban
: Saat itu yang sedang hangat dibahas dalam banyak kajian adalah Islam dan manajemen. Sehingga selain pelatihan-pelatihan Jurnalis banyak juga pelatihan tentang manajemen. Diskusi bulanan sering dilaksanakan oleh setiap bidang-bidang di HMI Cabang Ciputat dengan tema-tema yang berbeda. HMI Cabang Ciputat saat itu sering bekerja sama dengan paramadina untuk seminar, kajian atau bahkan kursus-kursus. Walaupun tidak dipungkiri kultur politik yang kuat di Ciputat mempengaruhi hampir setiap organisasi yang ada di Ciputat. Semisal walaupun sama-sama HMI tetap saja ada faksi-faksi lagi di dalamnya. Bahkan dalam kelompok studi pun terjadi hal yang demikian. Kelompok studi makin bervariasi saat itu, ada kelompok studi ekonomi manajemen dikarenakan kebijakan pemerintah Orde Baru di pertengahan 90-an menekankan kepada ekonomi politik. Dan bahkan gerakannya lebih kepada halhal yang bersifat pragmatis, semisal ada kader-kader HMI Cabang Ciputat saat itu yang membentuk kelompok IT (programer) dan ada juga klub klub bahasa.
Tradisi menulis tetap ada di lingkungan kader-kader HMI Cabang Ciputat saat itu. Bahkan ada ungkapan “tidak dianggap seorang intelek jika belum menulis di media massa”. Selain mengikuti kegiatan-kegiatan di Paramadina, untuk meningkatkan kualitas intelektual kader-kader HMI, juga sering mengundang pembicara dari luar IAIN Jakarta. Bedah buku dilaksanakan secara ritun dan terstruktur. Pertanyaan
:
Aktivitas
di
mana
yang
lebih
memberikan
peningkatan/pemahaman intelektual intelektual saat itu intra kampus atau ekstra kampus? Jawaban
: HMI terasa seperti ekstra University menurut saya, di sana saya mengembangkan kemampuan intelektual saya. Aktivitas di organisasi intra kampus dan ekstra kampus saling mewarnai dan saling melengkapi dalam proses pembentukan intelektualisme kader HMI Cabang Ciputat.
Lampiran VII Hasil wawancara dengan Oman Fathurahman Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Adab periode 1992-1993 Ciputat, 14 September 2014 Pokok-pokok wawancara Pertanyaan
: Nama lengkap?
Jawaban
: Oman Fathurahman
Pertanyaan
: Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun berapa?
Jawaban
: Saya masuk IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Adab dan Humaniora jurusan Sastra Arab tahun 1990 selesai 1995.
Pertanyaan
: Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban
: Kalau tidak salah hanya LK 1 dengan pelatihan di LDMI dan sebagai Ketua Umum Komisariat Fakultas Adab dan Humaniora
Pertanyaan
: Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban
: Saat saya masuk IAIN Jakarta tradisi intelektual masih ada, masih berjalan dengan baik. Kelompok diskusi yang aktif yang saya ketahui saja ada Respondeo, Formaci, dan lain-lain. Walaupun kelompok diskusi tersebut bukan khusus kader HMI tetapi banyak kader HMI yang aktif di sana. Memang iklimnya mendukung untuk pelaksanaan aktivitas intelektual. Kalau tidak mengundang senior menjadi pembicara, atau bedah buku itu rutin diadakan hampir setiap malam. Yah memang aktivitas politiknya cukup tinggi tapi iklim intelektualnya juga terbangun dan kuat.
Pertanyaan
:
Aktivitas
di
mana
yang
lebih
memberikan
peningkatan/pemahaman intelektual intelektual saat itu intra kampus atau ekstra kampus? Jawaban
: Untuk kegiatan di kampus atau di luar kampus mana yang lebih mewarnai intelektual mahasiswa untuk zaman saya 90-an, menurut saya aktivitas di luar kampus atau organisasi ekstra masih lebih
mewarnai intelektual mahasiswa, walaupun beda zaman yah dengan yang sebelumnya yang tidak ada keharusan untuk mengambil berapa sks, meski sama-sama dalam kebijakan pemerintah saat itu NKK/BKK yang mengekang. Seperti pengalaman saya saja, saya dari pondok pesantren masuk fakultas Adab jurusan Sastra Arab, saya memiliki basic bahasa Arab yang baik kemudian di kampus mengambil sastra arab kan tidak banyak yang saya dapatkan. Tetapi saat kuliah saya mengenal buku Islam Fazlur Rahman kan tidak ada di dalam kurikulum kampus itu didiskusikan di dalam kelompok-kelompok studi. Saat itu memang bukan HMI saja yang hidup diskusinya, IMM PMII juga hidup diskusinya tetapi mungkin yang lebih menonjol lebih banyak yang alumni-alumni HMI. Kemudian saya juga sempat menjalankan sebuah majalah akademik dengan nama Generasi, saat saya menjadi ketua umum komisariat fakultas adab, majalah itu terinspirasi dari majalah Panji Mas, Ulumul Qur’an. Yah walaupun tidak berjalan lama. Yah menurut saya sampai akhir 90-an tradisi intelektual masih cukup terjaga. Kemudian setelah masuk tahun 2000-an saat teknologi semakin maju dan berkembang pesat membuat gerakan mahasiswa menjadi kurang. Di satu sisi memudahkan
untuk
melemahkan
semangat
informasi.
Iklim
mendapatkan untuk
organisasi
informasi,
kumpul ekstra
dan
khususnya
di
sisi
lain
mendiskusikan HMI
yang
mengangkat intelektual, selain di komisariat saya juga aktif di LDMI (Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam), makanya saya juga sering khotbah jum’at di masjid-masjid sekitar kampus dan Ciputat. Setelah selesai kuliah saya juga sempat bergabung di jurnal Prisma (LP3ES) menjadi voulenteer di sana sambil melatih kemampuan menulis saya. Saran dari saya coba kamu buat riset kecil-kecilan tentang pemetaan Kahmi. Kamu analisis hitung dari masa masuk HMI sampai puncak karirnya. Dari lamanya aktivitas di
kampus/HMI sampai kemudian dari selesai kuliahnya sampai puncak karirnya.
Lampiran VIII Hasil wawancara dengan Kak Tb Ace, Ketua Senat Fakultas Adab 1996 – 1997, Ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa 1997 - 1998 Bintaro 17 September 2014 Pokok-pokok wawancara Pertanyaan
: Nama lengkap?
Jawaban
: TB. Ace Hasan Syadzily
Pertanyaan
: Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun berapa?
Jawaban
: Masuk IAIN Jakarta Fakultas Adab jurusan Sastra Arab tahun 1994.
Pertanyaan
: Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban
: sampai LK I saja.
Pertanyaan
: Hal apa saja yang bisa ka TB Ace dapatkan di HMI dan kondisi sosial dan nasional seperti apa pada saat kaka Ber-HMI di lingkungan kampus?
Jawaban
: Di HMI saya lebih banyak mendapatkan interaksi organisasi yang sifatnya lebih mengorganisir dan lain-lain. Meskipun di Cabang sering mengadakan diskusi namun tidak seintens di Formaci. Organisasi-organisasi formal seperti SENAT, HMI dan lain-lain terbungkam oleh sistem Orde Baru. Jadi tidak mungkin melakukan kajian kritis seperti membahas gerakan kiri di kampus. Sedangkan kelompok studi membuka jaringan yang luas dengan kelompok studi ditempat lain untuk melawan tindakan refpresif Orde Baru. Dalam kelompok studi kita membahas tentang filsafat yang akan merangsang daya kritis, kemudian studi Islam Rasional, dan ilmuilmu sosial, sehingga dapat mengkaji dengan kritis kondisi sosial yang terjadi saat itu. Saat saya menjadi ketua Senat Adab tahun 1996 saya dan kawan-kawan di HMI dan kelompok studi merumuskan sistem SG (Student Goverment) yang kita sebut
dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dengan menggunakan konsep trias politika. Di saat pemilu Presiden Republik Indonesia waktu itu belum dipilih langsung oleh Rakyat. Di sistem BEM Presiden mahasiswa dipilih langsung oleh seluruh mahasiswa IAIN Jakarta saat itu. Ini merupakan sebuah kemajuan besar dalam pembelajaran demokrasi di lingkungan kampus IAIN. Pertanyaan
: Aktivitas apa saja yang ka TB Ace geluti selain di IAIN Jakarta?
Jawaban
: Aktivitas menulis saya didorong di lingkungan Formaci, sering juga saya mengikuti kajian di Paramadina, kajian Al-Qur’an di ELSAF. Selain itu saya juga aktif di Institut (UKM Jurnalis). Saya juga mendirikan kelompok studi LS-ADI bersama Ray Rangkuti untuk mengembangkan gagasan. Karena gagasan yang kuat dibangun atas dasar intelektual yang kuat.
Lampiran IX Hasil diskusi dengan Bunda Tati sebagai pelaku sejarah dalam penulisan skripsi ini. Tati Hartimah Ketua Umum KOHATI Cabang Ciputat periode 1978-1979 Saya masuk IAIN Jakarta Fakultas Adab Jurusan Sejarah tahun 1976. Sampai mengikuti pelatihan LK III. HMI sebagai wadah intelektual menurut saya karena di HMI intelektual saya lebih berkembang daripada aktivitas perkuliahan di kampus. Malah tak jarang dosendosen kami saat itu kurang up date dalam pemberian mata kuliah dalam kelas. Membaca, diskusi dan menulis seperti menjadi sebuah aktivitas yang wajib di HMI saat itu. Kekeluargaan antara sesama kader HMI Cabang Ciputat saat itu menjadikan kami yang senior sangat peduli dengan adik-adik junior kami, seperti menanyakan IP/IPK mereka, mendorong mereka dalam mengerjakan tugas. Bahkan kami kadang sering main ke kost adik-adik untuk memberika literatur baru, koran-koran atau surat kabar sebagai bahan bacaan untuk kita diskusikan. Boleh dibilang kondisi Ciputat saat itu cukup sepi penduduknya, kendaraan sulit diakses kalau tidak salah hanya ada Bus Gamadi dan Swif. Ibu teringat jika kami mengikuti kajian di luar Ciputat, terkadang kami ikut naik mobil bak terbuka untuk berangkat dan pulang. Saking semangatnya kami dalam belajar dan mengembangkan intelektual kami. Kemudian aktivitas kami di LPP juga sangat mendukung dalam pengembangan intelektual kami. Misalnya Fachry Ali yang aktif menulis sekaligus menjadi seniman, kemampuannya dia salurkan di Lapmi dan LSMI. Iqbal Abrurauf Saimima, Azyumardi Azra juga aktif menulis di Lapmi, Sudirman Tebba, Ahmad Sanusi dan lain-lain. Kemudian dari KOHATI juga kami aktif menjalankan Majlis Ta’lim di masjid-masjid sekitaran Ciputat. Kami mengisi pengajian di sana. Di KOHATI kami juga aktif mengembangkan kegiatan-kegiatan keperempuanan, semisal memasak, pelatihan pembuatan kerajinan dan lain-lain.
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
Lampiran X NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM A. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur. Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban. Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah. Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam. Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lainlain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan insting dan indera. Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Para rosul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rosul penghabisan, jadi tiada Rosul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rosul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan. Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah. Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaran-Nya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas menerangkan secara singkat ; katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat menaruh segala
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
23
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa. Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam. Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir dan Yang Bathin, dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah Tuhan". Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada". Jadi Tuhan tidak terikat ruang dan waktu. Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya ; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau "ridhanya ". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian yang lain) Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti. Oleh karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada diriNya dan teratur secara harmonis. Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya. Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri. Jika kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana. Juga tidak seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat materialisme. Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi. Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya". Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri. Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan. Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah "perubahan dan perkembangan", sebab : segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada henti-hentinya. Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu. Di dalam memenuhi tugas sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu. Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya. Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan ilmu. Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu sedangkan bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang manusia (sejarah). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitaskualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa. Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban, kemanusiaan menuju kebenaran. Sesudahnya atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja. Disitu tidak lagi terdapat kehidupan historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah. Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya.
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
24
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
B. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief). "Dlamier" atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati. Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya. Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan. Hidup yang penuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan kearah kemajuan-kemajuan baik yang mengenai alam maupun masyarakat yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya. Dia diliputi oleh semangat mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan. Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan kebijaksanaan (widom, hikmah). Dia berpengalaman luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun datangnya. Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf. Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh kearah yang lebih baik. Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri, menyatakan ke luar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan sebagai anggota masyarakat, hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia. Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat. Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung dari pada kecenderungannya yang suci yang murni. Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemanusiaan pelakunya dan memberikannya kebahagiaan. Hal itu akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan. Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang hanief atau suci. C. KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR) Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih sehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan abadi (external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus dipikul secara individual, dan komunal sekaligus. Sedangkan dalam aspek kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima akibat baik dan buruknya dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat tidak terdapat pertanggung jawaban perseorangan (mutlak). Manusia dilahirkan sebagai individu, hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi individu kembali. Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena individu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
25
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun sifat sekunder , ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam. Hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya "keharusan Universal " atau "kepastian hukum " dan takdir. 3) jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup di tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya? Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka. Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan dirinya sendiri. Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri. Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang universal itu. D. KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN KEMANUSIAAN Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan meniadakan kemerdekaan dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tatapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itu sekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran. Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-Nya. Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian maka sesuai dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat menundukkan diri. Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu ?. Ada, sebagaimana tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu secara mutlak pula. Dalam perbendaharaan kata dan kulturiil, kita sebut kebenaran mutlak itu "Tuhan", kemudian sesuai dengan uraian bab I, Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai Allah. Karena kemutlakannya, Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran. Maka dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakikatnya pikiran tentang Tuhan YME. Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang berketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan tiada lain adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan YME, yaitu kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan atau "ridho" daripada-Nya. Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya tujuan kepada Tuhan semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang terkandung didalamnya guna mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak. Dan hanya pekerjaan "karena Allah" itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan. Kata "iman" berarti percaya dalam hal ini percaya kepada Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam. Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME. Pelakunya disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yang merdeka yang menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME. Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah manusia yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas. Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan dan menikmati kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
26
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
Pembagian kemanusiaan tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan (human totality) itu antara lain, ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antara tugas-tugas peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia adalah tujuan pada dirinya membela kemanusiaan seseorang menjadi : manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan. Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality) yang homogen dan harmonis pada dirinya sendiri : jadi berlawanan dengan kemanusiaan. Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata. Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh" (harafiah: pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman. Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena kemanusiaan adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati. Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat mencari ridho daripada-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradabannya. "Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid, secara harafiah artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepada sesama manusia maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan. Pada hakikatnya segala bentuk kejahatan dilakukan orang karena syirik. Sebab dalam melakukan kejahatan itu dia menghambakan diri kepada motif yang mendorong dilakukannya kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang dilakukannya. Dia bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak memperoleh sesuatu yang lain. "Musyrik" adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan. Demikian pula seseorang yang menghambakan (sebagaimana dengan jiran atau diktator) adalah musyrik, sebab dia mengangkat dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan. Kedua perlakuan itu merupakan penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Maka sikap berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar, seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang manusia. Tidak melebihkan sehingga menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan) maka kebutuhan menimbulkan sikap yang adil kepada manusia. E. INDIVIDU DAN MASYARAKAT Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu. Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya. Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri : sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda. Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggota saja. Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya melalui aktifitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan bakatnya. Namun inilah kontradiksi yang ada pada manusia dia adalah mahkluk yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baik kepada sesamanya, tetapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya pertentangan yang konstan dan keinginan tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti hawa nafsu. Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu juga berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan tak terbatas atau hawa nafsu tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus ditegakkan. Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi kemerdekaan. Kemerdekaan tak terbatas hanya dapat dipunyai satu orang, sedangkan untuk lebih satu orang, kemerdekaan tak terbatas tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat atas yang lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu bertentangan dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang lain untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai kawan hidup dengan tingkat yang sama. Anggota masyarakat harus saling menolong dalam membentuk masyarakat yang bahagia.
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
27
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah. Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah bukanlah penyerahan pasif, tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpa pengertian ini adanya azab Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi satu amal perbuatan mustahil ditanggung manusia. Manusia merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup ini (dalam sejarah) dalam hidup kemudian (sesudah sejarah). Semakin seseorang bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan kesadaran yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia mendekati tujuan. Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan martabatnya dapat sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak saja mengatur hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesama manusia dalam lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah keistimewaan dan kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan kehormatan bagi setiap orang. F. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat dimana kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya. Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu satu sama lain dalam kekacauan atau anarchi. Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat. Siapakah yang harus menegakkan keadilan dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan. Kualitas yang harus dipunyai, rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pemimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial. Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semula dan fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang diperoleh melalui demokrasi. Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri. Oleh karena itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu. Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat. Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu) adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial untuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan keadilan amanat rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan. Disadari oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan kepada Tuhan (kebenaran mutlak). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME. Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekeyaan diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak. Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya yaitu bila sudah mencapai batas maksimal pertentangan golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya. Dalam masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan kemiskinan akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik maupun mental namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang tidak menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang benar. Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
28
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
kebenaran pasti menag terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat. Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat. Sesudah syirik kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan. Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan). Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata. Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan. Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang kontinue, sebagai bentuk formil peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran. Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar. Sembahyang menyelesaikan masalah - masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak. Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan. Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental terhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat, yang adil mungkin masih terdapat pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan pribadi (Private ownership) atas harga kekayaan dan adanya perbedaan - perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun mental. Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin. Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, Syah dan halal saja. Sedang harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara memperoleh kekayaan secara haram, diman penindasan atas manusia oleh manusia dihapus. Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi. Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata atau israf pertentangan dengan perikemanusiaan. Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif. Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat ( taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat bersama. Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan. Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari padanya. Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum. Maka kalau terjadi
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
29
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga. Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas kegiatankegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang pantas. G. KEMAJUAN DAN ILMU PENGETAHUAN Dari seluruh uraian yang telah di kemukakan , dapatlah dikumpulkan dengan pasti bahwa inti dari pada kemanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal Saleh Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa , serta menjadikanya satu-satunya tujuan hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu menimbulkan kecintaan tak terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikap pri kemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harus dilakukan manusia ?. Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan ummat manusia atau sejarah adalah gerakan maju kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu. Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak (Tuhan). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan dari ketentuan-ketentuan hukumhukum Tuhan. Oleh karena itu manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari pada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak setatis. Dia bukanlah seorang tradisional, apalagi reaksioner. Dia menghendaki perubahan terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu menyatakan dirinya dan ditemukan didalam alam dari sejarah umt manusia. Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri. Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran, yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak kemanusiaan yang tertinggi. Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih baik. Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukumhukumnya agar dapat menguasai dan menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummat manusia bagi kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengerahkan kemampuan intelektualitas atau rasio. Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan hukum-hukum yang tetap. Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang dari padanya dengan menuruti hawa nafsu. Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti masa sekarang dan memperhitungkan masa yang akan datang. Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya kearah kemajuan dan perbaikan. H. KESIMPULAN DAN PENUTUP Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar sbb : 1. Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan mendekat serta kecintaan kepada-Nya yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya. 2. Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah melebihkan
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
30
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
3.
4.
5.
sehingga kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh - sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha - usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf , disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha - usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.
Dengan demikian tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana yaitu beriman, berilmu dan beramal. Billahitaufiq Wal hidayah Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
31
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
RUJUKAN NDP DASAR – DASAR KEPERCAYAAN
Al – qur’an. S. An – nahal (XVI) 89, artinya : “dan kami (Tuhan) telah menurunkan kepada engkau (Muhammad) sebuah kitab (Al – qur’an) sebagai keterangan tentang sesuatu serta sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang – orang muslim.” Al – qur’an. S. Al – Ikhlas (CXII) : 1 – 4 artinya : “Katakanlah : Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dia adalah Tuhan, Tuhan segala tempat harapan. Tiada ia berputar dan tiada pula berbapak serta tiada satupun baginya sepadan.” Al – qur’an. S. Al – Hadid (LVII) : 3, artinya : “Dia adalah yang pertama dan terakhir dan yang lahir dan bathin.” Al – qur’an S. Al – Baqarah (II) 115, artinya : “Maka kemanapun jua berpaling, disanalah wajah Tuhan.” Al – qur’an. S. Al – an’am (VI) : 73, artinya : “Dan dia (Tuhan) beserta kamu dimanapun kamu berada.” Al – qur’an. S. Al – an’am (VI) : 73, artinya : “Dan dia (Tuhan) menciptakan segala sesuatu kemudian mengaturnya dengan peraturan yang pasti.” Al – qur’an. S. Al – Mu’min (XXIII) : 14, artinya : “Maka Maha Mulialah Tuhan, sebaik – baiknya pencipta.” Al – qur’an. S. Luqman (XXXI) 20, artinya : “Tidaklah kamu memperhatikan bahwa Allah menyediakan bagimu segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi dan melimpahkannya kepada kami karunia – karunia mendatar-Nya baik yang nampak maupun yang tidak nampak.” Al – qur’an, S. Yunus (X) : 101, artinya : “Katakanlah : Perhatikan olehmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, tanda – tanda dan peringatan itu tidak ada berguna bagi golongan manusia yang tidak percaya.” Al – qur’an, S. Shod (XXXVIII) : 27, artinya : “Tidaklah kamu (Tuhan) menciptakan lagit dan bumi dan segala sesuatu yang ada diantara keduanya itu secara palsu hal itu hanyalah prasangka orang – orang kafir saja.” Al – qur’an, S. Al – Tien (XCVO) : 4, artinya : “Sesungguhnya kami (Tuhan) telah menciptakan manusia – manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya.” Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 70, artinya : “Dan kami lebih mereka itu (umat manusia) di atas banyak dari segala sesuatu yang kami ciptakan dengan kelebihan yang nyata.” Al – qur’an, S. Al – an’am (VI) : 165, artinya : “Dan dialah (Tuhan) yang menjadikan kamu sekalian (umat manusia) sebagai khalifa – khalifah bumi, serta melebihkan sebahagian dari kamu atas sebagian yang lain bertingkat – tingkat untuk menguji kamu dalam hal – hal yang telah diuraikan kepada kamu. Sesungguhnya Tuhan cepat siksanya (akibat buruk daripadanya perbuatan manusia yang salah) dan dia pastilah Maha Pengampun dan Maha Penyayang (memberikan akibat baik atas perbuatan manusia yang benar).” Al – qur’an, S. Hud (XI) : 16 artinya : “Dia (Tuhan) menumbuhkan kamu (umat islam) dari bumi dan menyuruh kamu memakmurkannya. Al – qur’an, S. Al – Ahzab (XXXIII) : 72, artinya : “Sesungguhnya kamu (Tuhan) menawarkan semua amanah (akal pikiran) kepada langit, bumi dan gunung – gunung, maka mereka itu menolak untuk menanggungnya dan merasakan keberatan atas amanah itu, manusialah yang menanggungnya, sesungguhnya manusia mempersulit diri sendiri dan bodoh.” Al – qur’an, S. Al – Ankabut (XXVII) : 20, artinya : “Katakanlah : mengembaralah kamu ke muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmu bagaimana Allah memulai penciptaan-Nya kemudian mengembangkan pertumbuhan yang pertumbuhan sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Al – qur’an. S. Al – Qashash (XXVII) : 20, artinya : “Katakanlah : Mengembaralah kamu ke muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmu bagaimana Allah memulai penciptaan-Nya kemudian mengembangkan pertumbuhan yang kemudian, sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 72, artinya : “Dan barang siapa disini (dunia) buta (tidak berilmu), maka di akhirat nanti akan buta pula dan l ebih sesat lagi jalannya.” Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 36, artinya : “Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau mempunyai pengertian tentang hal itu, sebab sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani itu semuanya pertanggung jawab atas hal tersebut.” Al – qur’an, S. Al – Mujaadalah (LVII) : 11, artinya : “Allah mengangkat orang – orang beriman diantara kamu dan berilmu bertingkat – tingkat.” Al – qur’an, S. Fushilat (1) : artinya : “Janganlah kamu bersujud kepada matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakan.” Al – qur’an, S. Al – Fatihah (1) : artinya : “Janganlah kamu bersujud kepada matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakan.” Al – qur’an, S. Al – Hajj (XXII) : 56, artinya : “Kerajaan pada hari itu hanyalah bagi Allah, Dia mengadili antara manusia (suatu lukisan simbolis). “Bagi siapakah pekerjaan hari ini ? bagi Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.” Al – qur’an, S. Al – Baqarah (11) : 48, artinya : “Dan berjaga – jagalah kamu sekalian terhadap massa dimana seseorang tidak sedikitpun membela orang – orang lain dan dimana tidak di terima suatu pertolongan dan tidak suatu tebusan serta tidak pula itu akan dibantunya.” Al – qur’an, S. Al – A’raf (II) : 187, artinya : “Mereka bertanya kepada engkau (Muhammad) tentang hari kiamat kapan akan terjadi ? Jawablah : sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu hanya ada pada Tuhan. Tidak seorangpun dapat menjelaskan selain dari Dia Sendiri.”
PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN
Al – qur’an, S. Ar – Rum (XXX) 30, artinya : “Hadapkan dengan seluruh dirimu itu kepada agama (Islam) sebagaimana engkau adalah hanief (secara kodrat melihat kebenaran, itulah fitrah Tuhan yang telah memfitrahkan manusia padanya).” Al – qur’an, S. Adz – Dzariyat (XVL) 56, artinya : “Aku (Tuhan) tidaklah menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk berbakti kepada-Ku.” Al – qur’an, S. At – Taubah (IX) 105, artinya : “Katakanlah, bekerjalah kamu sekalian ! Tuhan akan melihat kerjamu demikian juga Rasul-nya dan orang – orang beriman (masyarakat).” Al – qur’an, S. At – Taubah (IX) 2 – 3, artinya : “Hai orang – orang yang beriman, mengapakah kamu mengadakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ? besar dosanya bagi Tuhan jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak baik kamu kerjakan.” Al – qur’an, S. An – Nahl (IV) 3, artinya : “Barang siapa siap berbuat baik lelaki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka pastikan kami (Tuhan) berikan kepadanya hidup yang bahagia dan pasti kami berikan pahala bagi mereka dengan sebaik – baiknya apa yang telah mereka perbuat.” Al – qur’an, S. Al – Ankabut (XXIX) 6, artinya : “Barang siapa berjuang, maka sebenarnya dia berjuang untuk dirinya sendiri.” Al – qur’an, S. An – Nisa (IV), 125 artinya : “Siapakah yang lebih baik agama daripada orang yang menyerahkan diri dengan agama dari dengan seluruh pribadinya kepada Tuhan yang dan dia berbuat baik (cinta kabikan) serta mengikuti ajaran Ibrahim secara Hanief.” Al – qur’an, Az – Zumar (XXXIV) 18, artinya : ‘Mereka yang mendengarkan perkataan (pendapat) berusaha mengikuti yang terbaik (benar) daripadanya, mereka itulah yang mendapatkan petunjuk dari Tuhan dan mereka itulah yang orang – orang yang mempunyai fikiran. Al- qur’an, S. Al-Baqarah (II) 28 artinya : “Tuhan memberikan keijaksanaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya . Maka barang siapa yang mendapat kebijaksanaan itu sesungguhnya dia telah memperoleh kebaikan yang melimpah . Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orang-orang yang berasal ” Al-Qur’an . S. Al-An’am (VI) 269 . artinya : “Barang siapa yang tuhan kehendaki untuk diberikan kepadanya petunjuk (kepada kebenaran), tetapi barang siapa yang dikehendaki Tuhan untuk disesatkan maka dadanya dijadikan sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang naik kelangit”. Al-Qur’an S.Ali-Imran (III) 123, artinya : “ ( orang yang bertaqwa itu ) mereka yang dapat menahan marah, suka memaafkan kepada sesama manusia dan Tuhan cinta kepada orang orang yang selalu berbuat baik “. Al-Qur’an. S. Baiynah (XCVIII) 5. artinya : “ Mereka tidaklah diperintahkan kecuali untuk berbakti kepada Tuhan dengan mengikhlaskan agama (kebatinan) semata-mata kepada-Nya secara Hanief (mencari kebenaran) menegakkan sembahyang mengeluarkan zakat,itulah jalan (agama) yang benar.” Al-qur’an, S. Al-Baqarah (II) 28 ,artinya : ’’Tuhan memberikan kebijaksanaan kepada siapa saja yang dikenhendaki-Nya. Maka barang siapa yang mendapat kebijaksanaan itu sesungguhnys dia telah memperoleh kebaikan yang melimpah. Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orangorang yang berasal “. Al-Qur’an,S. Al-Insan (LXXVI) 8-9, artinya : “ Dan mereka itu memberikan makan kepada orang miskin Anak-anak yatim dan orang tertawa atas dasar sukarela mereka berkata : Kami memberi makan kepadamu semata-mata hanya karena diri Tuhan (mencari ridho-Nya) bukan karena mengharapkan balasan atau ucapan terima kasih. Dari kesimpulan dari gambaran surat Al-qura’an, S Al-baqarah (II) 263, artinya :’’hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menggugurkan sedekahnya dengan cacian dan celaan, sebagaimana orang yang mendarmakan hartanya karena pamrih kepada sesama manusia serta tidak percaya kepada Tuhan dan hari kemudian. Maka perumpamaan baginya adalah seperti batu yang di atasnya ada debu dan kemudian di sapu oleh hujan dan batu itu tertinggal licin. Mereka itu sedikitpun menguasai apa yang telah mereka kerjakan.’’ Disimpulkan dari Al-qur’an, S. Fatir (XXXV), artinya : “ Barang siapa menghendaki kemudian itu aada pada Tuhan, kpada-Nya ucapan yang baik menuju pekerjaan yang diangkat-nya.
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
32
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVRSAL (TAQDIR) o o o o o o
Tersimpul dalam Al-qur’an, S. Al-Anfal (VIII) 23, artinya : “Berhati-hatilah kau terhadap malapetaka yang benar-benar tidaknya mnimpa orangorang jahat diantara kamu.” Al-qur’an, S. Al-Baqarah (II) 46, artinya : “ Berhati-hatilah kamu sekalian akan hari ( akhirat) dimana seseorang tidak dapat membela orang lain sedikitpun dan tidak pula diterima pertolongan dan tebusan daripadanya serta tidak pula orang-orang itu dibantu.” Al-qur’an, S. Lukman (XXXI) 46, artinya : “Ingatlah selalu akan hari (kiamat) dimana seorang ayah tidak menanggung anaknya dan tidak pula seorang anak mennggung ayahny sedikitpun.” Al-qur’an, S. Al-hadid (XVII) 22, artinya : “Tidaklah terjadi sesuatu kejadianpun dimuka bumi ini dan pada diri kamu sekalian (masyarakat) melainkan ada dalam catatan sebelum kamu beberkan. Sesungguhnya hal itu bagi Tuhan prkara yang mudah.” Al-qur’an, S.Ar-Ra’d (XII), artinya : “ Sesungguhnya Tuhan tidak merubahsesuatu (nasib) yang ada pada suatu bangsa sehingga mereka merubah sendiri apayang ada pada diri (jiwa) mereka.” Al-qur’an, S. Al-Hadid, artinya : “ Agar kamu tidak putus asa kemalangan yng menimpa dan tidak pula terlalu bersuka ria dengan kemajuan yang akan datang padamu.”
KETUHANAN YANG MAH ESA DAN PERIKEMANUSIAAN
Al - qur’an, S. Lukman (XXXI) 30, artinya : “Demikianlah sebab sesungguhnya Tuhan itulah kebenaran, sedang apa yang mereka suka selainNya adalah kepalsuan dan sesungguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha Agung. Al – qur’an, S. Ali – Imran (III) 6, artinya : “Tidak lagi seorangpun suatu kebahagiaan itu dianugerahkan oleh-Nya (Tuhan) kecuali (Amal perbuatan) semata – mata untuk mencari (ridho) Tuhan Yang Maha Tinggi, dan tentulah ia akan meridhoinya.” Al – qur’an, S. Ali – Imran (III) 19, artinya : “Sesungguhnya agama itu bagi Tuhan adalah penyerahan diri (Islam).” Al – qur’an, S. Al – Ahzab (XXXIII) 49, artinya : “Mereka yang menyampaikan ajaran – ajaran Tuhan dan tidak menghambakan dirinya kepada siapapun selain kepada Tuhan dan cukuplah Tuhan yang memperhitungkan (amal mereka).” Al – qur’an, S. Asy – Syu’ara (XXVI) 226, artinya : “Dan sesungguhnya mereka itu mengatakan hal – hal yang mereka tidak kerjakan.” Tentang rangkaian tak terpisahkan dari pada iman dan amal saleh dapat dilihat dari pengulangan tidak kurang dari lima puluh kali kata – kata Aamu wa’amilus shaihat dan terdapat dimana – mana di dalam Al – qur’an. Al – qur’an, S. Ann – Nur (XXVI) 39, artinya : ‘Orang – orang kafir itu amal dan perbuatannya bagaikan fata morgana di satu lembah. Orang yang kehausan mengirimnya air, tetapi setelah ditanda tanganinya tidak didapatnya suatu apapun.” Al – qur’an, S. Al – Baqarah (II) 109, artinya : “Apakah orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Tuhan dan mencari ridho-Nya itu lebih baik, ataukah orang yang mendirikan bangunannya pada tepi jurang yang retak kemudian roboh bersamanya masuk neraka jahanam.” Al – qur’an, S. Lukman (XXXI) 13, artinya : “Sesungguhnya syirik itu kesalahan yang besar.” Imam tidak mungkin bercampur dengan kejahatan, sebagai mana tersimpul dalam Al – qur’an, S. Al – An’am (VI) 84, artinya : ‘Mereka yang beriman dan tidak mencampur iman mereka dengan kejahatan, mereka itulah yang mendapat petunjuk.” Hadist, artinya : “Sesungguhnya yang paling khawatirkan sekalian ialah syirik kecil yaitu ria (pamrih).” Disimpulkan dari titik perpisahan antara orang – orang kafir pemegang Kitab Suci (Kristen dan Yahudi) dalam al – Qur’an, S. Ali Imran (111) 64, artinya : “Katakanlah : Hai orang pemegang Kitab Suci Kristen dan Yahudi marilah kamu sekalian menuju titik persamaan antara kami (ummat Islam0 dan kamu, yaitu bahwa kita tidak mengabdi kecuali pada Tuhan Yang Maha Esa kita tidak sedikitpun membuat syirik kepada-Nya dan tidak pula sebagian kita mengangkat sebagian yang lain menjadri Tuhan – tuhan (dengan kekuasaan dan wewenang seperti dan Tuhan Yang Maha Esa) selain Tuhan Yang Maha Esa, Kemudian jika mereka mengejak katakanlah : Jadilah kamu sekalian sebagai saksi kepada Tuhan saja”. Al – Qur’an, S. An – Nahl (XVI) 90, artinya : “Sesungguhnya Tuhan memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan menguasahakan perbaikan.”
INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Al – Qur’an, S. Az – Zkhruf (XLII), artinya : “Kami (Tuhan) membagi – bagi di antara mereka manusia kehidupan mereka di dunia.” Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) : 48, artinya : “Bagi setiap golongan diantara kamu ialah kami tetapkan suatu cara dan jalan hidup tertentu.” Al – Qur’an, S. Al – Lail (XCII) : 4, artinya : “Sesungguhnya usahamu sekalian (manusia) sangat beraneka ragam.” Al – Qur’an, S. Al – Isra’ (XVII) : 84, artinya : “Katakanlah : Setiap orang bekerja sesuai dengan pembawaannya. Sebenarnya Tuhanmulah Pula yang lebih mengetahui siapa yang lebih benar kalau hidupnya.” Al – Qur’an, S. Az – Zumar (XXXIX) 39, artinya : “Katakanlah : Hai Kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (Pula), maka kelak kamu akan mengetahuinya juga.” Al – Qur’an, S. Yusuf (XII) 53, artinya : “Bengotong – royonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong – royong dalam kejahatan dan permusuhan.” Al – Qur’an, SYAI – Maidah (V) 2, artinya : “Bergotong – royonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong – royong daam kejahatan dan permusuhan.” Al – Qur’an, S. ZakZalah (XCIX) 7 – 8, artinya : “Barang siapa mengerjakan seberat atom kebaikan dan akan menyaksikan (akibat baiknya) dan barang siapa mengerjakan seberat atom kejahatan diapun akan menyaksikan (akibat buruknya)”. Al – Qur’an, S. At – Taubah (IX) : 75, artinya : “Dan jika orang – orang (Jahat) itu bertaubat maka kebaikan bagi mereka, tetap jika mereka membanggakan maka Tuhan akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih di dunia dan akhirat.” Al – Qur’an, S. An – Nahl 30, artinya : “Dan mereka yang be ang dijalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang – orang yang selalu berbuat baik (progresif).” Al – Qur’an, S. Al – Hujarat (XLIX) 13, artinya : “Hai sekalian ummat manusia, sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menciptakan kamu dari laki – laki dan perempuan dan kami jadikan berbangsa – bangsa dan bersuku – suku ialah agar kami saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu bagi Tuhan ialah yang paling bertaqwa (cin kebenaran) sesungguhnya Tuhan itu Maha Mengetahui dan Maha Meneliti.” Al – Qur’an, S. Al – Hujarat (XLIX) 10, artinya : “Sesungguhnya orang – orang yang beriman (cinta kebenaran) itu bersaudara, maka usahakanlah adanya kerukunan dan diantara golongan saudaramu.”
KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
Al - Qur’an, S. Al – lail (XCII) 8 – 9 – 10, artinya : “Adapun orang – orang kafir tidak mau mengorbankan sedikitpun (dari haknya) dan merasa cukup sendiri (engoistis) serta mendustakan (mencemoohkan) kebaikan, maka ia kami licinkan jalan kearah kesukaran (kekacauan).” Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) 8, artinya : “Janganlah sekali – kali kebencian segolongan orang itu membuat kamu menyeleweng dan tidak menegakkan keadilan, tegakkan keadilan itulah yang lebih mendekati taqwa (kebenaran) dan bertaqwalah kamu kepada Tuhan.” Al – Qur’an, S, Al – imran (11) 104 artinya : “Hendaklah diantara kamu suatu kelompok yang mengajak kebaikan, memerintahkan yang maruf (baik) sesuai dengan prikemanusiaan dan melarang yang munkar (Uahat) dan bertaqwalah kamu kepada Tuhan.” Hadist : “Tiap – tiap kamu adalah pemimpin dan tiap – tiap kamu bertanggung jawab atas pimpinannya.” Ditarik kesimpulan dari keterangan orang – orang beriman Al – Qur’an, S. AS – Syura (XLII), artinya : “Urusan mereka diselesaikan melalui musyawarah di antara mereka.” Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59, artinya : “Sesungguhnya kesalahan terletak pada mereka yang mendalami (bertindak tidak adil) kepada manusia dan berbuat kekecauan di muka bumi tanpa ada alasan kebenaran.” Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59 : “hai orang – orang yang beriman, taatlah kamu sekalian pada Tuhanmu agar kamu menunaikan amanat – amanat kepada yang berhak dan jika kamu memerintahkan diantara manusia, maka memerintahkan kamu dengan keadilan.” Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59, artinya : “Hai orang – orang yang berimanm, taatlah kamu sekalian kepada Rasul-Nya serta kepada yang berhak dan jika’ kamu memerintah diantara manusia, maka memerintahkan kamu dengan keadilan.” Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) 59, artinya : “Barang siapa yang tidak menjalankan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Tuhan (ajaran kebenaran), maka mereka itu adalah orang – orang yang jahat. Al – Qur’an, S. Al – Hadid (LVII) 20, artinya : “Ketahuilah bahwa sesungguhnya hidup di dunia (sejarah) ini adalah permainan kesenangan dan perhiasan serta saling memegang urusan (pemerintah) diantara kamu.” Al – Qur’an, S. Al – Isra (XVII) 16, artinya : “Dan jika kami hendak membinasakan negeri, maka kami perintahkan kepada orang – orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berfaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami) kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur – hancurnya.” Ditarik kesimpulan firman Tuhan tentang orang – orang Yahudi yang terkutuk (karena sifat – sifat kapitalis mereka yaitu Al – Qur’an, S. An – Nisa 160 – 161, artinya : “Maka karena kejahatan orang – orang Yahudi itulah kami menghalangi jalan kepada Tuhan (jalan kebenaran). Demikian
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
33
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
juga karena mereka mengambil riba padahal sudah dilarang, dan karena mereka merampas harta kekayaan manusia dengan cara yang tidak benar (batil). Demikianlah juga dapat disimpulkan dari seruan Nabi Syu’ib kepada rakhatnya Nabi Syu’ib adalah suatu prototype dari masyarakat yang tidak adil atau kapatalis) tersebut di tiga tempat, antara lain ialah Al – Quran, Surat Asy-Syu’ara (XXVI) 182 – 183, artinya : “Dan timbanglah dengan ukuran yang betul (adil) serta janganlah merampas harta milik sesama manusia dan janganlah kamu melakukan kejahatan di muka bumi ini sambil membuat kekacauan.” Terjadinya tindakan – tindakan atas sesama manusia (exploitation del’homeper I’home) dipahamkan dari firman Tuhan dalam Al – Qur’an, Surat Al – Baqarah (11) 279, artinya : “ ....... Dan jika kami tau’bat (berhenti menjalankan riba atau penindasan kapitalis) maka kamu memperoleh kembali capital – capitalmu kami tidak boleh mendalami (memerlukan secara tidak adil, menindas) dan tidak pula boleh didzalimi (diperlukan tidak adil, ditindas).” “Jaminan kemenangan bagi kaum miskin dalam (Al – Quran juga disebut secara khusus dengan Al – Mustaz afun adapun, artinya orang – orang yang dilemahkan atau dijadikan hina – dina, ditindas), tersebut dalam rangkaian cerita Fieaun yaitu S. Al Qashahs (XXVII) 5, artinya : “Dan Kami (Tuhan) menghendaki untuk memberikan pertolongan kepada kaum tertindas di bumi, untuk menjadikan pula mereka itu pewaris – pewaris.” Pemberantasan kapitalisme harus dilakukan dengan konsekuen, bila perlu dengan menyatakan perang kepada kaum kapitalis, sesuai dengan perintah. Tuhan dalam Al – Qu’ran, S. Al – Baqarah (11) 278, artinya : “Hai orang – orang yang beriman bertaqwalah kamu benar – benar beriman. Jika tidak kamu kerjakan (perintah meninggalkan riba) maka bersiaplah kamu sekalian terhadap adanya perang dari Tuhan dan RasulNya (perang suci jihad. Tetapi jika kamu taubat (berhenti dari penindasan kapitalis) maka kamu dapat memperoleh kembali capital – Kapitalmu. Kamu tidak menindas dan tidak pula ditindas.” Al – Qur’an, S. Humazah (CIV) 1-2-3, artinya : Celakalah bagi setiap pencerca (kaum sinis kepada kebenaran) yang suka mengumpulkan harta dn menghitung-hitungnya, dia mengira hartanya itu bakal mengekekalkannya. Kaum muslimin yang seharusnya mempelopori tugas suci itu. Kaum musimin digambarkan dalam Al – Qu’ran, S. Ali Imran (111) 110, artinya : “Kamu adalah sebaik-baiknya golongan yang diketengahkan diantara manusia karena kamu selalu menganjurkan pada kebaikan dan mencegah daripada kejahatan dan kamu semua beriman kepada Tuhan.” Al – Qu’ran, S. Ash-Shaf (LXI) 2-3, artinya : “Hai orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak kerjakan.” Al – Qu’ran, S. Al-Ankabut (XXIX) 45, artinya : “Sesungguhnya sembahyang itu mencegah kekejian-kekejian dan sungguh selalu ingat kepada Tuhan itu merupakan suatu Yang Agung.” Hadist : “Sembahyang adalah tiang agama, barang siapa mengerjakan berarti menegakkan agama dan barang siapa meninggalkannya berarti merobohkan agama.” Al – Qu’ran, S. Lukman (XYXI) 30, artinya : “Demikianlah, sebab sesungguhnya Tuhan itulah dan sesungguhnya apa yang mereka pula selainNya adalah kepalsuan dan sesungguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha Agung.” Al – Qu’ran, S. Ar-Rum (XYX) 37, artinya : “Tidaklah mereka mellihat bahwa Tuhan melapangkan rizki (ekonomi) bagi siapa saja yang Ia kehendaki dan menyempitkannya, sesungguhnya dalam hal itu ada pelajaran-pelajaran bagi orang yang beriman.” Al – Qu’ran, S. At-Taubah (IX) 60, artinya : “Sesungguhnya sedekah (zakat) itu untuk fakir miskin.’ Al – Qu’ran, S. Al-Baqarah (11) 188, artinya : “Dan janganlah kamu memakan harta dengan cara yang batil (tidak benar) diantara kamu, dan kamu mengadakan hal itu kepada hakim-hakim (pemerintah) agar kamu dapat mengambil bagian dari harta orang lain dengan dosa, pada hal kamu mengetahui.” Al – Qu’ran, S. Furqan (XXV) 67, artinya : “Dan mereka yang apabila mempergunakan hartanya tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan, melainkan kepada dalam keseimbangan antara keduanya.” Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 67, artinya : “Berikanlah kepada keluarga itu haknya (dari harta yang kami miliki) demikian juga kepada orang miskin dan kepada orang terlantar dan janganlah berlebihan itu adalah kawan-kawan setan sedangkan setan ingkar kepada Tuhannya.” Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 16, artinya : “Apabila Kami (Tuhan) menghendaki untuk menghancurkan suatu negeri. Kami berikan kesempatan kepada orang-orang yang mewah di negeri itu untuk memerintah, kemudian mereka membuat kecurangan-kecurangan di negeri itu maka benarbenar terjadilah keputusan kata (vonis) atas negeri itu, lalu kami hancurkan.” Al – Qu’ran, S. Muhammad (XLVII) 38, artinya : “Demikianlah kamu orang-orang yang diserukan untuk mempergunakan hartamu di jalan Tuhan (untuk kebaikan kepentingan umum), maka diantara kamu ada yang kikir dan barang siapa kikir maka sesungguhnya ia kikir pada dirinya sendiri. Tuhan tidak memerlukan sesuatupun tetapi kamulah yang memerlukan dan kalau kamu berpaling tidak mau mempergunakan harta untuk kebaikan umum. Tuhan akan menggantikan kamu dengan golongan lain kemudian mereka tidak lagi seperti kamu.” Al – Qu’ran, S. Thaha (XX) 6, 63, 4, 123, 131, 132 artinya : “Ingatlah bahwa sesungguhnya kepunyaan Tuhanlah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumu.” Al – Qu’ran, artinya : “Adalah Kami (Tuhan) yang sesungguhnya menempatkan kamu ke bumi dan membuat untuk kami sekalian di dalamnya prikehidupan mata pencaharian.” Al – Qu’ran, S. Al-Hadid (LVII) 7, artinya : “Berimanlah kamu kepada Tuhan dan Rasulnya dan dermakanlah dari harga kamu jadikan oleh Tuhan untuk mengurusnya.” Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 67, artinya : “Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang miskin) itu dari harta Tuhan yang telah diberkahkan-Nya kepadamu.” Al – Qu’ran, S. Al-Ma’aridi (LXX) 24-25, artinya : “Dan orang-orang pada harta mereka terdapat hak yang pasti bagi orang miskin yang memintaminta maupun yang tidak minta-minta.”
KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN o o o o o o o o o o o
Al – Qu’ran, S. At-Tien (XCV) 6, artinya : “Kecuali mereka yang beramal saleh.” Al – Qu’ran, S. Al-Qashash (XXVII) 8, artinya : “Segala sesuatu itu rusak (berubah) kecuali dari padanya.” Al – Qu’ran, S. Al-An’am (VI) 57, artinya : “Sesungguhnya hukum atau nilai itu hanya kepunyaan Allah, Dia menerangkan keberatan dan Dia adalah sebaik-baiknya pemutus perkara.” Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII), artinya : “Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak mempunyai pengertian akan dia, sebab sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani itu semuanya bertanggung jawab atas hal tersebut” Al – Qu’ran, S. Fathir (XLI), artinya : “Akan perhatikan kepada mereka (manusia) tanda-tanda Kami diuar angkasa dan dalam diri mereka sendiri sehingga menjadi jelas bahwa Al – Qur’an itu benar. Tidaklah cukup dengan Tuhan bahwa Dia menyaksikan segala sesuatu” Al – Qu’ran, S. Fathir (XXXV) 287, artinya : “Sesungguhnya yang bertaqwa tidak hanya Tuhan melainkan Allah begitu pula pada Malaikat dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan tegak pada kejujuran” Al – Qu’ran, S. Muhaddalah (LVIII) 11, artinya : “Allah mengangkat orang-orang diantara kamu dan yang berilmu pengetahuan yang bertingkattingkat” Al – Qu’ran, S. Al-Jatsiyah (XLV) 134, artinya : “Dan Dia (Tuhan) menyediakan bagi kamu apa yang ada dilangit dan di bumi” Al – Qu’ran, S. Al-Imran (III) 137, artinya : “Telah lewat setelah kamu hukum-hukum sejarah, maka menggambarkan di muka bumi kamu kemudian perhatikanlah olehmu bagian akibat orang-orang yang mendustakan-Nya” Al – Qu’ran, S. As Syam (XCI) 9-10, artinya : “Sungguh berbahagialah dia yang membersihkannya, (sisinya) dan sungguh celakalah bagi mereka yang mengotorinya (dirinya)” Al – Qu’ran, S. Yusuf (XI) 111, artinya : “Sungguh dalam riwayat mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berfikir”
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan
34