TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Lita Jamallia 1110015000053
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435 H
ABSTRAK
Lita Jamallia (NIM: 1110015000053). Tradisi Buka Palang Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 dan berakhir pada bulan Oktober 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling sebanyak 10 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan teknik yang digunakan untuk pemeriksaan keabsahan data yaitu menggunakan teknik trianggulasi metode dan trianggulasi sumber. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa adat pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat sudah tidak mengikuti adat Betawi aslinya. Namun tradisi buka palang pintu yang dilaksanakan sebelum akad pernikahan masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Beberapa masyarakat Betawi yang tidak menggunakan tradisi ini, dikarenakan dana yang dikeluarkan cukup besar. Tradisi buka palang pintu yang berkembang saat ini hanya digunakan sebagai simbol kesenian dalam acara adat pernikahan masyarakat Betawi. Isi dalam tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat meliputi seni rebana, seni silat, seni pantun, dan pembacaan irama sikeh. Makna yang penting dari tradisi buka palang pintu bagi masyarakat Betawi yaitu calon suami harus mengerti agama, dapat melindungi istri dan keluarganya dari bahaya, berguna bagi nusa dan bangsa serta sebagai penghormatan untuk calon mempelai perempuan.
Kata Kunci: Tradisi, Buka Palang Pintu, Pernikahan, Masyarakat, Betawi.
i
ABSTRACT Lita Jamallia (NIM: 1110015000053). Betawi’s Marriage Tradition of ‘Buka Palang Pintu’ (Case Study on Tanjung Barat area of South Jakarta)
The goal of this research is to understand better about Tradition of Buka Palang Pintu during opening ceremony of Betawi’s Marriage especially at Tanjung Barat, Jagakarsa, South Jakarta. The research is conducted on June until October 2014. Descriptive Cumulative method is taken during this research and using purposive sampling with 10 persons. Interviewing, Observating and taking documentation are used as the research instruments. And the validation of data sampling is using triangulation method, souce triangulation. The result of this research showed Betawi’s Marriage tradition at Tanjung Barat is a little bit different from its origin. Some of them still perform Buka Palang Pintu opening ceremony of main wedding and some are not due to the cost is considered too expensive for them. Most of the time, performing the tradition of Buka Palang Pintu is considered only as symbolic art act during Betawi’s marriage ceremony. The composition of Buka Palang Pintu performance are musical art of rebana, martial art of silat, art of pantun (poet battle) and singing sikeh. The explicit meaning of the performance itself is a reminder for marriage couple, especially for male bride (the future husband), to understand the value and obligation of his religion, protecting his future wife and family from any dangerous threat and serving to community and country, also to offer compliment to female bride.
Keywords: Tradition, Performance of Palang Pintu , Marriage, People, Betawi.
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Solawat dan salam semoga selalu tercurahkan atas baginda besar Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, yang telah memberikan tauladan kepada seluruh umat muslim Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik yang langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat teratasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulisan ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D. 2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS Dr. Iwan Purwanto, M.Pd dan Sekertaris jurusan, sekaligus dosen pembimbing Drs. H. Syaripulloh, M.Si yang telah tulus dan ikhlas memberikan bimbingan, kemudahan, bantuan serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh dosen IPS, Drs. H. Nurochim, M.M selaku pembimbing akademik, Moch. Noviadi Nugroho, M.Pd, Dr. Muh. Arif, M.Pd, Dr. Teuku Ramli Zakaria, MA, Dr. Ulfah Fajarini, M.Si, Cut Dhien Nourwahida, MA dan semua dosen yang telah memberikan banyak sekali ilmu serta motivasi di dalam dunia pendidikan. 4. Kedua orang tua tercinta, ibunda Siti Masitoh dan ayahanda Jamaluddin yang telah mendukung dan memberikan seluruh perhatian dan kasih sayang yang tidak terhingga, serta kepada adikku ( Dody AlFaiez) yang selalu memberikan semangat. iii
5. Kepada masyarakat Betawi Tanjung Barat dan kepada pendiri palang pintu bapak H. Zainuddin, Fauzan, dan Akmaluddin. Terimakasih atas ilmu, dukungan dan motivasinya. 6. Teman-teman seperjuangan 2010. Keluarga Sosio-Antro, Ekonomi, dan Geografi. Semoga persahabatan kita terus terjalin dan kelak kita dapat berguna bagi nusa dan bangsa. 7. Kepada sahabat dan kerabat, Usniyah, Rima, Maya, Dine, Anita, Febrianto, Ibnu, Ardi, Pupuy, Marini, Desti Ika, Ajeng, Wina, Nur, Saza Kamilah, ka Maro, papa dan mama Ilham dan seluruh keluarga CRMC, teman-teman HMJ IPS terimakasih do’a dan bantuannya, semoga persahabatan kita dapat terus terjalin dengan baik dan tak lekang oleh waktu. 8. Anak-anak remaja amanah, Muhammad Rohaefi, Arif, Yudha, Anggi, Uci, Dian, Tira, Nurul, Syifa, Rika, ka Reza, Mira dan lainnya, terimakasih atas support dan do’anya. 9. Ucapan terimakasih sedalam-dalamnya kepada Muhammad Ahsanul umam, seseorang yang spesial yang selalu mensupport dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas do’a dan bantuannya. Mudah-mudahan amal baik dari semua pihak yang telah membimbing dan membantu penulis mendapat balasan yang berlimpah ruah dari ALLAH SWT, Amiin. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Jazakumullah Khairon Katsiiron.
Jakarta, November 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ABSTRAK .......................................................................................................
i
ABSTRACT .......................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ............................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................
8
C. Pembatasan Masalah ......................................................................
8
D. Perumusan Masalah .......................................................................
9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
9
BAB II KAJIAN TEORI A. Masyarakat Betawi .........................................................................
10
1. Definisi Masyarakat .................................................................
10
2. Masyarakat sebagai tempat antar hubungan sosial ..................
12
a. Kelompok primer dan sekunder .........................................
12
b. In Group dan Out Group ....................................................
12
c. Gemeinschaft dan Gesellschaft ..........................................
12
d. Formal Group dan Informal Group ....................................
12
e. Comunity ............................................................................
13
f. Masyarakat desa dan Masyarakat Kota .............................
13
v
g. Kerumunan dan Publik ......................................................
13
3. Masyarakat Betawi ..................................................................
14
B. Pernikahan ......................................................................................
19
1. Pengertian Pernikahan .............................................................
19
2. Dasar Hukum Perkawinan ......................................................
23
3. Rukun Pernikahan ...................................................................
24
4. Manfaat Menikah ....................................................................
25
5. Pernikahan masyarakat Betawi ...............................................
25
C. Tradisi Buka Palang Pintu..............................................................
30
1. Pengertian Tradisi ....................................................................
30
2. Buka Palang Pintu ...................................................................
31
D. Penelitian Relevan .........................................................................
36
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
38
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...........................................................
39
C. Metode Penelitian .................................................................................
39
D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................
41
1. Data Primer ...................................................................................
41
2. Data Sekunder ...............................................................................
41
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................
42
1. Observasi .......................................................................................
42
2. Wawancara ....................................................................................
43
3. Dokumentasi .................................................................................
44
F. Instrumen Penelitian .............................................................................
44
G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data .................................
46
H. Teknik Pengolahan dan analisis Data ...................................................
48
1. Reduksi Data .................................................................................
48
2. Penyajian Data ...............................................................................
48
3. Verifikasi .......................................................................................
49
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ......................................................................................
50
1. Letak Geografis Wilayah dan Kependudukan ...............................
50
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Tanjung Barat .....................
52
a. Kesehatan ................................................................................
52
b. Rumah Ibadah .........................................................................
54
c. Pendidikan ................................................................................
53
d. Tempat Olahraga ......................................................................
56
3. Kebudayaan dan Agama Yang dianut Masyarakat Tanjung Barat
56
B. Pembahasan .........................................................................................
57
1. Sejarah Awal Tradisi Buka Palang Pintu di Tanjung Barat ...........
57
2. Tahapan prosesi buka palang pintu pada acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat .............................................
59
3. Pandangan tentang tradisi buka palang pintu menurut masyarakat Tanjung Barat .............................................................
65
4. Nilai-Nilai edukatif yang dapat diambil dari buka palang pintu..........69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...........................................................................................
71
B. Saran .....................................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
73
LAMPIRAN - LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Tokoh dan Masyarakat
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Pendiri Palang Pintu
viii
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1
Pedoman Observasi
LAMPIRAN 2
Pedoman Wawancara
LAMPIRAN 3
Hasil Observasi
LAMPIRAN 4
Hasil Transkip Wawancara
LAMPIRAN 5
Dokumentasi
LAMPIRAN 6
Surat Permohonan Izin Penelitian
LAMPRAN 7
Surat Izin Penelitian Dari Kelurahan Tanjung Barat
LAMPIRAN 8
Lembar Uji Referensi
LAMPIRAN 9
Biodata Penulis
ix
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 4.1
Peta wilayah kelurahan Tanjung Barat.
GAMBAR 4.2
Pengiringan calon pengantin laki-laki dengan anggota marawis di RT 04/01, kelurahan Tanjung Barat.
GAMBAR 4.3
Calon pengantin laki-laki diiringi jawara atau anggota pencak silat di RT 04/01, kelurahan Tanjung Barat.
GAMBAR 4.4
Calon Pengantin Laki-laki diiringi oleh ondel-ondel dan kembang kelapa di RT 03/06, kelurahan Tanjung Barat.
GAMBAR 4.5
Pembacaan salam dan dialog pantun.
GAMBAR 4.6
Menunjukkan jurus pukulan untuk membuka palang pintu.
GAMBAR 4.7
Menunjukkan alat yang digunakan toya dan golok.
GAMBAR 4.8
Pembacaan Sikeh.
GAMBAR 4.9
Menunjukkan pihak laki-laki dipersilahkan masuk oleh pihak perempuan.
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan satu negara kepulauan di Asia Tenggara yang wilayahnya sangat luas, meliputi berbagai macam pulau-pulau dari Sabang sampai Marauke, dengan penduduknya yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa (etnis) dengan bahasa, adat istiadat dan budaya yang berbedabeda. Adat istiadat serta budaya tersebut merupakan peninggalan nenek moyang dan masih dilakukan sampai saat ini. Indonesia memiliki beragam budaya sebagai hasil dari akulturasi sejumlah kebudayaan, yang meliputi kurun waktu masa lalu, masa kini, dan masa datang, tercermin fakta yang tidak dapat dipungkiri, yaitu Indonesia adalah bangsa multi etnik dan multi budaya. Hal tersebut merupakan keunggulan yang tidak dimiliki bangsa atau negara di dunia ini. Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia, dan menjadi pusat dari sistem
nasional
Indonesia
dengan
segala
pranata-pranata
dan
pengorganisasiannya.1 Jakarta merupakan pusat pemerintahan negara Indonesia dan juga merupakan pusat administrasi pemerintahan nasional Indonesia, tempat bermukimnya perwakilan-perwakilan negara dan badanbadan serta perusahaan-perusahaan asing. Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Nusantara dan dunia. Jakarta berkembang dari interaksi antar-berbagai ragam kebudayaan etnis di kawasan Nusantara dengan hampir seluruh kebudayaan tinggi dunia, yaitu India, Cina, Islam, dan Eropa.2 Sebagai jantung Negara Republik Indonesia, Jakarta sekarang bukan hanya sebagai pusat kegiatan perdagangan
1
Parsudi Suparlan, Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan Perspektif Antropologi Perkotaan, (Jakarta: YPKIK, 2004), h. 160. 2 Tawalinuddin Haris, Kota dan Masyarakat Jakarta, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2007), h. 1.
1
2
interinsuler yang berarti jenis pertukaran barang dan jasa antar pulau, tetapi merupakan bagian dari jaringan industri dan perdagangan internasional. Jakarta kemudian dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, serta orang-orang Cina, Belanda, Arab, Portugis dan dari beberapa daerah lainnya.3 Masyarakat kota Jakarta bukanlah masyarakat terasing atau terpencil, tetapi sebuah masyarakat yang anggota-anggotanya adalah warga asli dan pendatang dari seluruh penjuru tanah air serta dari berbagai penjuru dunia. Warga Jakarta terdiri atas penduduk tetap, pendatang musiman, dan para pengunjung yang datang untuk urusan bisnis atau dinas. Jakarta yang merupakan perpaduan kelompok etnis dari seluruh Nusantara, membawa adat-istiadat, gagasan-gagasan baik antar suku maupun antar bangsa dan tradisi budaya, memberikan kota metropolitan ini mempunyai aura tersendiri, penuh dengan kreativitas dan semangat di tengah budaya modern. Berbagai macam masyarakat yang terdapat di Jakarta, terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tidak dapat dipungkiri secara alamiah mengalami ketertarikan satu dengan lainnya. Ketertarikan tersebut menimbulkan rasa cinta serta kasih sayang yang terdapat di hati sanubari setiap insan dan keinginan hidup bersama adalah tujuan yang utama. Hidup bersama di Indonesia harus melalui perkawinan atau pernikahan. Acara perkawinan adalah hal yang paling menarik dan tak pernah terlupakan di dalam kehidupan bagi pribadi seseorang. Perkawinan adalah hal yang fitrah bagi manusia, sudah tertanam dan terpatri dalam hati dan perasaan manusia baik laki-laki maupun wanita. Keduanya saling membutuhkan guna saling menghiasi dan membagi perasaan suka maupun duka. Hidup ini akan terasa kurang sempurna tanpa kehadiran orang lain, menjalin kasih sayang bersama, membangun mahligai rumah tangga yang bahagia dan lestari.4
3
Yahya Andi Saputra, Nurzain, Profile Seni Budaya Betawi (Jakarta: Dinas Pariwisata & Kebudayaan Prov. DKI Jakarta, 2009), h. 3. 4 Musifin As’Ad, Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), h. 18.
3
Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1947 tentang perkawinan Bab 1 pasal 1 ditegaskan bahwa, perkawinan ialah “ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.5 Perkawinan merupakan perbuatan yang dilakukan sejak zaman Nabi Adam AS dan dilakukan manusia secara turun temurun sampai saat ini. Hal itu dikarenakan perkawinan merupakan salah satu pokok kebutuhan manusia yang dituntut secara naluri. Selain itu perkawinan merupakan jalan mencari kebutuhan dan ketentraman jiwa. Allah menciptakan manusia terdiri atas laki-laki dan perempuan secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu sama lain untuk dapat hidup bersama, bersatu-padu dengan saling berpasang-pasangan untuk membentuk suatu ikatan lahir dan bathin dalam suatu perkawinan yang syah dengan tujuan menciptakan suatu keluarga atau rumah tangga yang rukun, membina kebahagiaan bersama, sejahtera dan abadi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-rum ayat 21:
ِ ِ وِمن آَيتِِه أَ ْن خلَق لَ ُكم ِمن أَنْ ُف ِس ُكم أَزو ك َ اجا لتَ ْس ُكنُوا إِلَْي َها َو َج َع َل بَْي نَ ُك ْم َم َوَّد ًة َوَر ْْحَةً إِ َّن ِِف َذل ً َْ ْ ْ ْ َ َ َ ْ َ ٍ ِ ٍ آلَي ت ل َق ْوم يَتَ َف َّك ُرو َ Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kebesaran karunia-Nya (Allah) dikaruniakannya bagimu dari jenismu sendiri pasangan hidup (istri / suami) agar kamu merasa tentram dengannya...” (Q.S. Ar-Rum: 21).6 Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa perkawinan merupakan sunatullah yang menyatukan dua insan manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan agar merasa tentram dan damai dalam menjalani kehidupan serta
5
Djoko Prakoso, Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara Jakarta, 1987), h. 3. 6 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Perkata, Terjemah Inggris, (Bekasi: Cipta Bagus Sagara, 2012), h. 406.
4
bertujuan untuk mempunyai keturunan yang memang menjadi kebutuhan hidup agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam peristiwa perkawinan selalu terjalin dengan harmonis ketentuan-ketentuan menurut hukum, agama, dan adat istiadat sebagai lembaga tak tertulis. Upacara adat dalam perkawinan sering dilaksanakan oleh masyarakat meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana sekali. Pada perkawinan adat pengantin Jawa menurut Thomas Wiyasa, “pemuda Jawa pada umumnya bebas untuk memilih jodoh, namun ada juga yang dijodohkan atau dipilih oleh orang tua dengan yang masih ada hubungan keluarga, dinamakan nuntumake balung pisah artinya menyatukan kembali tulang-tulang yang sudah terpisah”.7 Maksudnya adalah menyatukan kembali hubungan keluarga yang jauh. Selanjutnya tata upacara perkawinan adat Sunda, pada waktu persiapan perkawinan mempunyai keistimewaan dan keunikan. Tercermin sifat positif, yaitu selalu mempergunakan cara bermusyawarah dalam setiap pengambilan keputusan, serta sifat lemah lembut tutur bahasanya. Perkawinan adat sunda merupakan perpaduan antara unsur sifat, karakter, kepercayaan dan agama, yang saling menopang sehingga tercipta manusia yang berbudi luhur.8 Sebagai suatu kelompok etnis, Orang Betawi memang memiliki berbagai corak dan ragam budayanya yang meliputi berbagai sektor kehidupan, salah satunya adalah upacara atau tata cara perkawinan. Peristiwa perkawinan merupakan momentum yang dianggap penting dalam lingkungan individu anggota masyarakatnya. Oleh karena itu perkawinan Betawi menurut Muhasim adalah “salah satu peristiwa sangat penting dalam kehidupan masyarakat, terutama pada masyarakat Betawi. Itu dilihat dari persiapan mulai dari acara sebelum
7
Thomas Wiyasa, Upacara Perkawinan Adat Jawa, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 14. 8 Thomas Wiyasa, Upacara Perkawinan Adat Sunda, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 10.
5
perkawinan
ataupun
setelah
perkawinan
diatur
sedemikian
rupa”.9
Perkawinan menandai suatu saat peralihan dari usia remaja ketingkat hidup yang lebih dewasa dan bertanggung jawab yaitu dengan membentuk keluarga. Upacara perkawinan menempati posisi yang sakral dalam rangkaian proses yang dijadikan falsafah bagi masyarakat Betawi. Dalam tatanan masyarakat Betawi yang religius, proses kelahiran, perkawinan, dan kematian merupakan satu rangkaian yang harus dilewati dan dilengkapi dengan serangkaian upacara atau prosesi adat. Suku Betawi adalah “salah satu suku bangsa Indonesia yang berdiam di wilayah DKI Jakarta, dan wilayah sekitarnya yang termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat. Suku bangsa ini biasa disebut Orang Betawi’, Melayu Betawi, atau Orang Jakarta (atau Jakarte menurut logat setempat). Nama Betawi itu berasal dari kata Batavia, nama yang diberikan oleh Belanda pada jaman penjajahan dulu”.10 Sumber lain menyebutkan bahwa, kata Betawi bukan berasal dari Batavia, karena Batavia merupakan musuh dari leluhur orang Betawi semenjak penjajahan Belanda. Orang Betawi bukanlah produk dari pemerintahan kolonial. Ada golongan bangsawan, ada golongan alim ulama dan intelektual abangan; dan ada juga golongan pedagang dan pekerja.11 Orang Betawi dibagi menjadi dua sebutan berdasarkan wilayah, yaitu Betawi Kota dan Betawi Ora. Orang Betawi Kota, merasa dirinya sebagai orang Jakarta asli. Sedangkan orang Betawi yang terdesak ke daerah pinggiran sampai ke perbatasan kota disebut Orang Betawi Ora. Sebenarnya justru Orang Betawi Ora inilah yang dapat dikatakan orang Betawi Asli, karena mereka masih menjalankan adat kebiasaan turun-temurun dengan ketat dan konsekuen.12
9
Muhasim, “Tradisi Kudangan Perkawinan Betawi Dalam Perspektif Hukum Islam,” Skripsi pada Gelar Sarjana Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2009, h. 3, tidak dipublikasikan. 10 Rosyadi, Profil Budaya Betawi, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), cet. Ke-1, h. 212. 11 Gita Widya Laksmini, Jakarta Batavia; esai sosio-kultural, (Jakarta: Banana, KITLV, 2007), h. 219. 12 Budiaman, Folklor Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan Propinsi. DKI Jakarta, 2000), h. 18.
6
Orang Betawi merupakan kelompok sosial kultural baru dengan ciriciri memegang adat-istiadat dengan teguh serta terikat kepada agama Islam secara ketat dan sangat fanatik sikapnya terhadap agama yang dianutnya. Hampir seluruh adat kebiasaan orang Betawi diwarnai oleh unsur agama Islam, sehingga sulit untuk memisahkan antara tradisi yang menurut adat dan yang berdasarkan agama.13 Menurut Suparlan, “Agama Islam sebagai pedoman utama dalam kehidupan masyarakat Betawi, yang dapat dikatakan sebagai konfigurasi atau wujud dari kebudayaan Betawi”.14 Akan tetapi tidak semua masyarakat Betawi taat kepada perintah Allah yang telah diajarkan agama Islam, dikarenakan masyarakat Betawi terbagi beberapa golongan seperti alim ulama dan masyarakat abangan. Kebudayaan masyarakat Betawi juga banyak dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan asing yang datang ke Jakarta. Kesenian Betawi lahir dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi. Seni Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan
pengaruh Eropa,
Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda.15 Karena Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru nusantara dan dunia. Jakarta juga disebut panci pelebur melting pot di mana banyak kebudayaan dan kesenian dari berbagai penjuru dunia dan nusantara bertemu, saling mempengaruhi, melebur dan menjadi identitas baru, masyarakat Betawi atau Orang Betawi.16 Proses melting pot tersebut terjadi karena peranan kebudayaan umumlokal yang menjembatani serta mengakomodasikan perbedaan-perbedaan kebudayaan, dan membawa serta menggunakan hasil-hasil akulturasi yang berlaku di tempat-tempat umum-lokal sehingga menjadi pedoman hidup yang
13
Ibid., h. 18 Suparlan, op. cit., h. 147. 15 Yahya Andi, op. cit., h. 5. 16 Ibid., h. 4. 14
7
berlaku dalam kehidupan suku bangsa atau etnik, yaitu dalam kehidupan keluarga dan kekerabatan.17 Pada pernikahan masyarakat Betawi, sebelum akad pernikahan dilakukan prosesi buka palang pintu yang merupakan serangkaian acara untuk membuka penghalang yang dijaga oleh jawara. Buka palang pintu merupakan tradisi yang diwariskan dari generasi sebelumnya kepada generasi penerus. Awal tradisi buka palang pintu tidak tertulis, melainkan hanya cerita turun-temurun dari generasi terdahulu. Pada saat ini buka palang pintu menurut Zahrudin Ali Al Batawi adalah “salah satu bagian dari serangkaian acara prosesi perkawinan adat Betawi yang lebih dikenal dengan istilah palang pintu. Palang pintu menjadi ujung tombak budaya Betawi, palang pintu merupakan campuran beberapa seni budaya seperti silat, pantun, dialek logat betawi dan humoris.”18 Dalam bidang seni tradisi, dinamika perkembangan Kota Jakarta menyebabkan berkurangnya kegiatan berkesenian, seperti seni lenong, seni suara (cokek), samrah, gambang kromong, tanjidor, pantun Betawi, cerita sahibul hikayat. Seni Betawi saat ini sulit berkembang meskipun pelaku seni masih hidup dan kurang berkreatifitas dalam berkesenian. Hasil observasi oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) telah menghimpun data kesenian Betawi, yang dilakukan pada tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan bahwa beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan blantek. Selain itu seniman Betawi sudah menua dan belum sempat diwariskan kepada seniman generasi muda di bawahnya. Kondisi itu dikhawatirkan akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi tersapu oleh perkembangan kehidupan metropolitan Jakarta.19 Percepatan perubahan Jakarta yang tidak pernah berhenti, jumlah pendatang yang tidak pernah surut, budaya asing yang terus menggempur, 17
Suparlan, op. cit., h.162. Zahrudin Ali Al Batawi, 1500 Pantun Betawi, (Jakarta: Nus Printing, 2012), h. 39. 19 Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, (Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2012), h. 2. 18
8
telah membuat tradisi kebudayaan Betawi kian jarang terlihat. Akhirnya sebagian generasi muda yang belum sempat diwariskan kurang mengetahui tradisi kesenian Betawi, salah satunya tradisi buka palang pintu pada perkawinan masyarakat Betawi. Berdasarkan uraian di atas agar masyarakat mengenal kesenian budaya Betawi, maka peneliti tertarik untuk mendalami salah satu tradisi kebudayaan Betawi pada acara prosesi adat pernikahan masyarakat Betawi yang ada di Indonesia dengan bentuk sebuah skripsi, yaitu dengan judul “Tradisi Buka Palang Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi (studi kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut: 1.
Berkurangnya kegiatan berkesenian, seperti seni lenong, cokek, samrah, gambang kromong, tanjidor, pantun, cerita sahibul hikayat.
2.
Pelaku seni yang masih hidup sulit berkembang dan kurang berkreatifitas dalam berkesenian.
3.
Beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan blantek.
4.
Seniman Betawi sudah menua dan belum sempat diwariskan kepada seniman generasi muda.
5.
Kekhawatiran akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi yang belum sempat diwariskan, salah satu contohnya adalah tradisi buka palang pintu.
C. Pembatasan Masalah Mengingat begitu luasnya masalah mengenai seni tradisi budaya Betawi yang dikhawatirkan terancam hilang, serta begitu luasnya cakupan kebudayaan Betawi maka dalam penulisan skripsi ini hanya dibatasi
9
mengenai tradisi pada prosesi adat pernikahan masyarakat Betawi yaitu buka palang pintu yang masih dilakukan oleh masyarakat Betawi di Tanjung Barat.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka permasalahan yang dirumuskan dalam kajian skripsi ini adalah: Bagaimana tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat?.
E. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian, tujuan merupakan salah satu alat kontrol yang dapat dijadikan sebagai petunjuk sehingga penelitian ini dapat berjalan sesuai yang diinginkan. Tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui tradisi buka palang pintu pada perayaan pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat.
F. Manfaat Penelitian 1. Segi Teoritis Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu rujukan atau referensi tambahan dalam mempelajari dan mengamati tradisi adat Betawi khususnya dalam perihal perkawinan bagi jurusan SosiologiAntropologi, Ilmu Pendidikan Sosial di Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan. 2. Segi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para mahasiswa khususnya jurusan Sosiologi-Antropologi dan jurusan lainnya. Serta menambah pengetahuan masyarakat tentang seni budaya Betawi khususnya Tradisi Buka Palang Pintu pada acara perkawinan masyarakat Betawi .
BAB II KAJIAN TEORI
A. Masyarakat Betawi 1. Definisi Masyarakat. Definisi
masyarakat
dalam
kamus
bahasa
Indonesia
adalah
“sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan tertentu, segolongan orang-orang yang mempunyai kesamaan tertentu”.1 Masyarakat dalam arti luas adalah “keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dengan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa atau keseluruhan dari semua hubungan dalam hidup bermasyarakat”. Sedangkan masyarakat dalam arti sempit adalah “sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu seperti : teritorial, bangsa, dan golongan”.2 Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari kata Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi.3 Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin merumuskan masyarakat bahwa : “the largest grouping in which common costums, traditions, attitudes and feelings of unity are operative”.4 Jelasnya masyarakat merupakan kelompok manusia dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama dengan motivasi kesatuan. Menurut Drs. JBAF Mayor Polak menyebut “masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektifa-
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pusat Bahasa, 2008), h. 924. 2 Hartomo dan Arnicun Aziz, MKDU Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara,1993), h. 89. 3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 116. 4 Ibid., h. 118.
10
11
kolektifa serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompokkelompok lebih baik atau sub kelompok”.5 Pendapat Prof. M.M. Djojodiguno, “masyarakat adalah suatu kebulatan dari pada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia”. Hasan Sadily berpendapat, “masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain”.6 R.
Linton
seorang
ahli
antropologi
mengemukakan
bahwa
“masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu”. 7 Seorang sosiologi dari bangsa Belanda S.R. Steinmetz, berpendapat “masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai hubungan yang erat dan teratur”.8 Setelah beberapa pendapat para tokoh tentang masyarakat, maka dirumuskan definisi masyarakat yaitu kesatuan hidup manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, memiliki tatanan kehidupan, normanorma, mempunyai perasaan yang sama dan saling berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama yang ditaati dalam lingkungannya. Berdasarkan definisi-definisi masyarakat di atas diambil kesimpulan bahwa masyarakat harus mempunyai unsur yaitu: a.
Harus ada pengumpulan manusia yang banyak, bukan perkumpulan hewan.
b.
Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu. 5
Abu Ahmadi, op. cit., h. 96. Ibid., h. 97. 7 Ibid., h. 106. 8 Ibid 6
12
c.
Adanya aturan-aturan atau Undang-undang yang mengatur untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama. 9
2. Masyarakat sebagai tempat antar hubungan sosial Setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak hanya satu, di samping itu individu sebagai warga masyarakat dapat menjadi bagian dari berbagai kelompok atau kesatuan sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam hubungannya dengan penggolongan-penggolongan maka kelompok beraneka ragam bentuk dan kriterianya yaitu: a. Kelompok primer dan sekunder Kelompok primer adalah kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri saling kenal mengenal antara anggota-anggotanya serta bekerja sama dan bersifat
pribadi.
Sedangkan kelompok sekunder dicirikan dalam
masyarakat modern yang terdapat amat banyak kelompok serta tidak saling mengenal antar hubungan langsung.10 b. In Group dan Out Grup In group atau kelompok dalam adalah setiap kelompok yang dipergunakan oleh seseorang untuk mengidentifikasikan dirinya sendiri biasanya memakai istilah kami dan Out Grup atau kelompok luar adalah semua berada di luar kelopok dalam, dan juga diartikan sebagai lawan dari kelompok dalam biasanya memakai istilah mereka.11 c. Gemeinschaft dan Gesellschaft Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana terdapat unsur pengikat berupa hubungan batin yang murni yang bersifat alamiah dan kekal. Gesellschaft dapat diartikan sebagai bentuk ikatan bersama berupa ikatan lahir yang bersifat pokok dalam jangka waktu tertentu.12 d. Formal Group dan Informal Group
9
Hartomo dan Arnicun Aziz, op. cit., h. 90. Ibid., h. 94 11 Ibid., h. 96. 12 Ibid., h. 97. 10
13
Formal Group adalah suatu kelompok sosial yang di dalamnya terdapat tata aturan yang tegas yang sengaja dibuat dalam rangka untuk mengatur antar hubungan para anggotanya. Sedangkan Informal Group adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan organisasi pasti atau permanen.13 e. Comunity Comunity
adalah
kelompok
yang
memperhitungkan
keanggotaannya berdasarkan hubungan anggotanya dengan lingkungan setempat (lokal). Comunity merupakan kelompok teritorial terkecil yang dapat menampung semua aspek kehidupan sosial dan memiliki aspek sosial yang lengkap.14 f. Masyarakat desa dan Masyarakat Kota Perbedaan antara masyarakat desa dan kota adalah tidak tetap, karena yang dimaksud dengan pedesaan itu tidak akan pernah memiliki sifat pedesaan secara terus menerus.15 Suatu masyarakat, baik di dalam sebuah negara, kota, ataupun desa memiliki empat ciri khusus, yaitu (1) interaksi antar warga; (2) adat-istiadat, norma-norma, hukum serta aturanaturan yang mengatur semua pola tingkah laku warga; (3) kontinuitas dalam waktu; (4) rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga. Itulah sebabnya suatu negara, kota, atau desa dapat kita sebut masyarakat (misalnya masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, Masyarakat kota Jakarta, dan sebagainya).16 g. Kerumunan dan Publik Kerumunan atau crowd yaitu kehadirannya bersifat fisik dan ditentukan oleh waktu tertentu, sehingga kerumunan merupakan kelompok sosial yang bersifat sementara. Sedangkan publik yaitu kelompok yang
13
Ibid., h. 98 Ibid. 15 Ibid. 16 Koentjaraningrat, op. cit., h.118. 14
14
tidak pernah berkumpul dan melakukan hubungan melalui media tidak langsung.17 3. Masyarakat Betawi Setelah dipaparkan pengertian masyarakat selanjutnya akan dibahas mengenai masyarakat Betawi menurut beberapa sumber dan para tokoh, Suku Betawi biasa disebut orang Betawi atau orang Jakarta atau Jakarte menurut logat orang Jakarta. Jakarta sebagai satu tempat yang terletak di pinggir pantai atau pesisir, dalam proses perjalanan waktu akhirnya menjadi sebuah kota pelabuhan selama lebih dari 400 tahun yang lalu. Disebut orang Betawi karena orang Betawi merupakan hasil dari pembauran budaya para pendatang yang telah melahirkan suatu kebudayaan baru bagi penghuni kota Jakarta.18 Orang Betawi atau orang Betawi asli adalah penduduk pribumi daerah Jakarta yang sudah tidak jelas lagi asal keturunannya. Merupakan perpaduan atau hasil asimilasi antara penduduk pribumi yang sudah lama menghuni daerah Jakarta dengan suku pendatang sebagai penghuni baru antara lain orang Banten, orang Jawa, orang Bugis, orang Makasar dan kemudian terjadi pula asimilasi antara penduduk pribumi dengan kaum pendatang yaitu bangsa asing seperti orang Cina, orang Belanda, orang Portugis, orang India, dan orang Arab.19 Betawi berasal dari Batavia sebagai nama kota Jakarta yang didirikan oleh Gurbernur Jendral Jan Pieterszoon Coen. Batavia berasal dari nama suku bangsa Belanda jaman purba. Pada awalnya kota ini bernama Sunda Kelapa, selanjutnya menjadi Jayakarta, setelah itu bernama Batavia. Jayakarta didirikan tanggal 22 Juni 1527. Pendiri Jayakarta adalah Fatahillah. Fatahillah merupakan utusan dari kesultanan Demak dan diperintahkan menaklukkan Sunda Kelapa.20
17
Hartomo dan Arnicun Aziz, op. cit., h. 100. Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1988). 19 Budiaman, op. cit., h. 17. 20 Ridwan Saidi, Maman S. Mahyana, Ragam Budaya Betawi, (Jakarta : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2002), h. 9. 18
15
Sejarah terbentuknya masyarakat Betawi di Jakarta berjalan sangat panjang, sepanjang sejarah terbentuknya kota Jakarta. Pada umumnya orang Betawi sendiri tidak mengetahui mite atau legenda yang menceritakan asalusul tentang masyarakat Betawi itu sendiri.21 Mengenai etnis atau orang Betawi banyak pendapat para pakar diantaranya : Menurut Van der Aa, “munculnya orang Betawi dari segi bahasa pergaulan pada abad ke-18 adalah dialek Portugis, yang tidak lagi dikenal pada abad ke-19, dan sebagai gantinya timbul bahasa semacam bahasa Melayu Betawi, orang-orang yang menggunakan bahasa inilah yang kemudian disebut orang Betawi”.22 Sedangkan menurut Lance Castel dan Milone memiliki titik tolak yang sama dalam mencari asal-usul orang Betawi, orang Betawi terbentuk dari beberapa kelompok etnik yang percampurannya dimulai sejak zaman kerajaan Sunda, Pajajaran, dan pengaruh Jawa yang dimulai dengan ekspansi Kerajaan Demak, pencampuran etnik tersebut dilanjutkan dengan pengaruhpengaruh yang masuk setelah abad ke-16, dimana VOC turut mempunyai andil dalam proses terbentuknya identitas orang Betawi.23 Kemudian, Lance Castel sejarawan asal Australia juga berpendapat bahwa masyarakat Betawi adalah “keturunan budak serta citra masyarakat Betawi tidak terlalu tinggi sampai sekarang”, akan tetapi pendapatnya dibantah oleh Ridwan Saidi yang berpendapat bahwa, “masyarakat Betawi bukanlah keturunan budak, melainkan memiliki nenek moyang yang sejajar dengan suku-suku lainnya di Indonesia. Masyarakat Betawi adalah suku asli yang menempati di beberapa daerah, seperti Rawa Belong, Tanah Abang, Menteng, bahkan Condet”.24 Kadar toleransi masyarakat Betawi yang tinggi
21
Ensiklopedi Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah), (Jakarta : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2005), h. iii. 22 Ibid., h. v. 23 Ibid. 24 Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi, ( Jakarta: PT Gria Media Prima, 2002), h. 153.
16
memungkinkan masalah yang demikian sensitif dapat disikapi secara ilmiah dengan tertib sehingga nilai-nilai kebenaran pada akhirnya dapat ditemukan. Sumber lain juga menyebutkan bahwa, kata Betawi bukan berasal dari Batavia, karena Batavia merupakan musuh dari leluhur orang Betawi semenjak penjajahan Belanda. Orang Betawi bukanlah produk dari pemerintahan kolonial. Ada golongan bangsawan, ada golongan alim ulama dan intelektual abangan; dan ada juga golongan pedagang dan pekerja.25 Betawi adalah penduduk pibumi sejak Jakarta bernama Batavia bahkan lama sebelum itu, yang kemudian berkembang hingga sekarang sebagai penduduk Jakarta dan sebagian terdesak ke daerah pinggiran. Betawi merupakan nama suku bangsa di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, termasuk propinsi Jawa Barat. Menurut Ridwan Saidi, “masyarakat dan budaya Betawi sudah ada dari semula jadi dari sononye”, etnis Betawi sudah ada sejak abad-abad pertama tahun Masehi yaitu dari sebelum kedatangan orang-orang Cina, Hindu, Islam, Eropa dan orang-orang Nusantara di luar daerah Jakarta, karena Betawi itu sendiri sudah ada paling sedikit sejak 15 abad tahun yang lalu, pendapat ini diperkuat oleh temuan-temuan arkaelogis, seperti gerabahgerabah dan alat-alat produksi di Kelapa Dua, Condet, dan Kali Ciliwung.26 Sedangkan Menurut Suryomihardjo “etnis Betawi muncul dari proses kawinmawin berbagai etnis di Jakarta”.27 Orang Betawi dalam gerakan kebangsaan telah mempunyai organisasi yang didirikan pada tahun 1923 disebut Pemoeda Kaoem Betawi serta sudah terlibat aktif dalam Sumpah Pemuda dan Kongres Pemuda II. 28 Mengenai asal-usul etnis Betawi, para pakar mengaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk kota Batavia dan berdasarkan pada arsip pemerintahan kolonial Belanda. Pendapat para pakar tidak akan dibantah, 25 26
Gita Widya Laksmini, loc. cit. Ridwan Saidi, Warisan Budaya Betawi, (Jakarta: LSIP dan Pemda DKI Jakarta, 2000),
h. 13. 27
Abdul Chaer, Folklor Betawi Kebudayaan & Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta : Masup Jakarta, 2012), h. 8. 28 Ibid., h. 6.
17
dibenarkan atau dikomentari karena sejak abad-abad silam, selain terjadi proses pembentukan satu etnik di wilayah Jakarta dan sekitarnya telah ada satu etnik yang merasa dirinya adalah orang Melayu atau Orang Islam dan kelak disebut orang Betawi, yang memiliki bahasa budaya, adat-istiadat dan tradisi-tradisi tersendiri.29 Di Jakarta terdapat tiga (3) tipologi kampung yaitu : 1. Kampung kota : terletak dekat pusat-pusat kegiatan kota yang biasanya kepadatan sangat tinggi. 2. Kampung pinggiran : berada di daerah pinggiran kota tetapi masih termasuk ke dalam batas wilayah dan kegiatan kota, berkepadatan antara rendah dan sedang tapi kadang-kadang ada yang tinggi. 3. Kampung pedesaan : kebanyakan berada di luar batas wilayah dan kegiatan perkotaan, berkepadatan rendah dan kebanyakan bertumpu pada kegiatan pertanian dan perkebunan.30 Wilayah budaya Betawi dibagi menjadi dua bagian yaitu Betawi tengah atau Betawi kota dan Betawi pinggiran. Perbedaan antara wilayah Betawi Kota dan pinggiran yaitu di wilayah Betawi tengah sejak abad ke-19 terdapat prasarana pendidikan formal seperti sekolah-sekolah dan pendidikan keagamaan. Sedangkan di wilayah Betawi pinggiran hampir tidak terdapat prasarana pendidikan formal.31 Masyarakat Betawi Tengah pada umumnya lebih maju dari pada Masyarakat
Betawi
pinggiran.
Masyarakat
Betawi
kota
merupakan
pendukung kesenian yang bernafaskan Islam seperti berbagai macam rebana, gambus, dan kasidahan. Sedang di daerah piggiran berkembang kesenian tradisional seperti topeng, wayang, ajeng, tanjidor.32 Mata pencarian orang Betawi dapat dibedakan antara yang tinggal di kota dan di pinggiran. Orang Betawi yang hidup di tengah kota biasanya hidup sebagai pedagang, pegawai pemerintah, buruh, tukang, atau pegawai 29
Ibid., h. 5. Ensiklopedi, Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah), op. cit., h. viii. 31 Ibid., h. ix. 32 Ibid., h. x. 30
18
swasta. Sedangkan di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani, yaitu petani buah-buahan, petani sawah, dan memelihara ikan. Menurut Ridwan Saidi, “Betawi merupakan mosaik kebudayaan yang memiliki tekstur Islami tanpa kehilangan nuansa tradisionalnya. Selama ratusan tahun orang Betawi mempunyai sifat toleransi yang sangat tinggi sampai dengan tahun 1970 di Jakarta tidak pernah terjadi huru-hara rasial, etnis atau bentrokan antara agama”.33 Ciri yang membedakan antara orang Betawi dengan kelompok lain, orang Betawi mempunyai pengalaman historis yang sama, dengan ciri kebudayaan yaitu bahasa, religi, dan kosmologi, upacara sepanjang lingkar hidup serta kesenian.34 Faktor yang mengikat orang Betawi sebagai satu kesatuan kelompok etnik yaitu adanya kesamaan dan keseragaman bahasa dan Agama Islam. Hal itu mengikatkan rasa kesatuan lebih erat meskipun berbeda berdasarkan wilayah-wilayah pemukimannya. Islam merupakan agama yang dijadikan pedoman hidup bagi masyarakat Betawi. Masyarakat Betawi dilihat dari segi keagamaan dapat dibuat tipologinya menjadi dua golongan berdasarkan patuh dan tidak patuh dalam menjalankan perintah agama yaitu rukun Islam dan rukun Iman. Golongan pertama disebut mualim, dalam arti mereka menjalankan prinsip-prinsip dasar agama dan rukun Islam dengan baik dan teratur, yang mencakup syahadat, salat, zakat, puasa dan pergi menunaikan ibadah Haji bagi yang mampu. Golongan kedua adalah “orang biasa yang tidak terlalu taat menjalankan prinsip-prinsip agama Islam. Dalam beberapa hal orang biasa yang tidak taat dapat disejajarkan dalam masyarakat abangan di Jawa”.35 Menurut Saidi, “Sifat yang paling menonjol dari orang Betawi, seleranya yang tinggi terhadap humor. Tidak ada orang Betawi baik muda atau tua, baik perempuan maupun laki-laki yang tidak bisa melucu. Bias-bias 33
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayaan, Dan Adat Istiadatnya, (Jakarta : PT. Gunara Kata, 2001), h. 219. 34 Ensiklopedi Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah), op. cit., h. x. 35 Ibid., h. xv.
19
humor terasa dalam memberi nasihat yang mestinya serius dalam setiap bentuk komunikasi orang Betawi”.36 Menurut Suparlan, “masyarakat Betawi sering dinilai sebagai pribadi yang ramah, terbuka, baik hati, suka menolong sesama, senang mengobrol, senang humor, dan berbagai ciri kemanusiaan yang menyenangkan”.37
B. Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Arti kawin dalam kamus bahasa Indonesia berarti “perjodohan lakilaki dengan perempuan menjadi suami-istri; nikah; beristri atau bersuami”.38 Sedangkan nikah adalah “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi”.39 Arti nikah dalam Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia berarti “berbaur, beristri, berjodoh, berkawin, berkeluarga, bersemenda, bersuami, berumah tangga, duduk, janji, kawin, menempuh hidup baru, mengikat, naik ke pelaminan”.40 Dapat disimpulkan bahwa pengertian perkawinan atau pernikahan mempunyai arti yang sama, hanya penyebutan kata saja yang berbeda dalam masyarakat. Menurut
Duval
dan
Miller
ahli
antropologi
mendefinisikan
perkawinan sebagai berikut : “Marriage is a socially recognized relationship between a man and a women that provides for sexual relation, legitimized childbearing and establishing a division of labour between spouses”.41 Pernikahan adalah hubungan yang diakui secara sosial antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang memberikan hubungan seksual, keturunan, dan membagi peran antara suami-istri. 36
Ridwan Saidi. loc. cit. Tim Peneliti Kebudayaan Betawi, Langgam Budaya Betawi, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, 2011), cet. Ke-1, h.185 38 Kamus Bahasa Indonesia, op. cit., h. 653. 39 Ibid., h. 1003. 40 Pusat Bahasa, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2009), h. 399. 41 Duvall dan Miller, Marriage and Family Development, (New York: Harper & Row Publisher., 1985), p. 6. 37
20
Menurut Tahir Mahmood mendefinisikan pernikahan lebih lengkap sebagai berikut : “Marriage is a relationship of body and soul between a man and a women as husband and wife for the purpose of establishing a happy and lasting family founded on belief in God Almighty” .42 Pernikahan sebagai sebuah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita masing-masing menjadi suami dan istri dalam rangka memperoleh kebahagiaan hidup dan membangun keluarga dalam sinaran Ilahi. Pernikahan merupakan suatu cara untuk menempuh kehidupan bersama antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang melibatkan berbagai pihak demi melangsungkan ketentraman jiwa serta kebahagiaan hidup. Pernikahan tidak hanya mengandalkan kekuatan cinta dari pemikiran sederhana dan dominasi emosional akan tetapi dibutuhkan pemikiran yang rasional dan dasar yang kokoh yang tercantun dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang tertulis sebagai berikut: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seseorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.43 Perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974, di atas dapat diperinci dan diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur perkawinan sebagai berikut: 1. Dalam perkawinan ikatan lahir batin yang dimaksudkan ialah bahwa perkawinan harus berjalan kedua-duanya sehingga akan terjalin ikatan lahir dan ikatan batin yang merupakan pondasi yang kuat serta mempunyai ikatan lahir dan batin yang sangat dalam. Antara suami dan istri harus saling menjaga cinta-kasih dan kesetiannya. 2. Perkawinan dilakukan oleh dua jenis kelamin yang berbeda, artinya di Indonesia tidak boleh perkawinan satu jenis seperti: laki-laki dengan laki42
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 42 43 Prakoso, loc. cit.
21
laki atau perempuan dengan perempuan. Hal tersebut dikenal dengan istilah gay, homoseksual, atau lesbi. 3. Perkawinan di Indonesia bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kata lain merupakan perkawinan menurut ajaran agama-agama yang dianut. Maka dari itu pernikahan yang dilangsungkan tidak boleh di luar ajaran agama masing-masing pemeluknya. 4. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kekal dan sejahtera.44 Hal ini dimaksudkan perkawinan mempunyai tujuan kebahagiaan untuk selama-lamanya dan tidak diakhiri dengan perceraian, oleh karena itu hak dan kewajiban masing-masing suami istri harus dipenuhi dan berjalan dengan mestinya.45 Kemudian dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan juga disebutkan, hidup bersama tanpa diikat dalam tali perkawinan dan tidak melalui tatacara perkawinan yang telah ditentukan Undang-Undang Perkawinan itu tidak dibenarkan, yang istilah sekarang disebut dengan kumpul kebo.46 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, disimpulkan bahwa perkawinan sebagai ikatan yang bersifat kontrol sosial antara pria dan wanita yang di dalamnya diatur mengenai hak dan kewajiban, kebutuhan afeksional, kebersamaan emosional, juga aktivitas seksual, ekonomi dengan tujuan untuk membentuk keluarga secara sah serta mendapatkan kebahagiaan dan kasih sayang berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut istilah ilmu fiqh adalah nikah. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya haqiqat dan arti kiasan (majaaz). Arti yang sebenarnya dari nikah ialah “dham, yang berarti menghimpit, menindih, atau berkumpul. Sedangkan arti dari kiasannya adalah watha yang berarti setubuh atau aqad yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan”.47 44
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, op. cit., h. 51. Prakoso, loc. cit. 46 Andjar Any, Upacara Adat Perkawinan Lengkap, (Surakarta: PT Pabelan Surakarta, 1986), h. 11. 47 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), h. 1. 45
22
Dari segi ibadat, “perkawinan dalam agama Islam berarti telah melaksanakan sebagian dari ibadat dan orang-orang yang telah sanggup melaksanakan pernikahan telah menyempurnakan sebagian dari agama Islam karena dengan menikah akan memelihara diri dari perbuatan-perbuatan yang di larang Allah”.48 Dalam segi hukum, pernikahan merupakan “suatu perjanjian yang kuat”. Perkawinan tidak dapat dilangsungkan tanpa adanya persetujuan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan terikat oleh hak-hak dan kewajiban, serta ketentuan-ketentuan dalam persetujuan dapat diubah sesuai dengan persetujuan masing-masing pihak dan tidak melanggar batas yang ditentukan oleh agama.49 Berdasarkan syariat, nikah berarti akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal. Akad nikah merupakan “suatu perjanjian perikatan yang dilakukan pihak calon suami dan pihak calon istri untuk mengikatkan diri mereka dengan tali perkawinan”.50 Secara sederhana akad atau perikatan terjadi jika dua orang calon mempelai mempunyai kemauan atau kesanggupan yang dipadukan dalam satu ketentuan dan dinyatakan dengan kata-kata yang menyangkut hubungan suami dan istri. Akad nikah adalah ikatan yang kuat antara suami dan istri, sesuai dengan firman Allah:
.... Artinya: “Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu” (QS. An-Nisa: 21).51
Dengan perikatan tersebut, kedua pihak suami ataupun pihak istri telah sepakat melangsungkan perkawinan serta bersedia mengikuti ketentuan-
48
Ibid., h. 5. Ibid., h. 7. 50 Ibid., h. 76. 51 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Perkata, Terjemah Inggris, (Bekasi: Cipta Bagus Sagara, 2012), h. 81. 49
23
ketentuan agama untuk melaksanakan janjinya yang berhubungan dengan ketetapan suami istri. Perkawinan dalam Islam, secara luas adalah: 1.
Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar;
2.
Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan;
3.
Cara untuk memperoleh keturunan yang sah;
4.
Menduduki fungsi sosial;
5.
Mendekatkan hubungan antara keluarga dan solidaritas kelompok;
6.
Merupakan perbuatan menuju ketaqwaan;
7.
Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu
menjalankan perintah Allah
dengan mengikuti sunnah Rasulullah.52 2. Dasar Hukum Perkawinan Hukum nikah terdiri dari wajib, sunnah, makruh, atau haram sesuai dengan keadaan orang yang akan kawin.53 a. Wajib Orang yang yang diwajibkan kawin adalah orang yang mempunyai kesanggupan untuk kawin serta dikhawatirkan terhadap dirinya akan melakukan perbutan yang dilarang Allah. Contoh : orang bujang yang sudah mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya menjadi rusak, sedang tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali dengan menikah. b. Sunnah Orang yang disunahkan kawin adalah orang yang mempunyai kesanggupan untuk kawin dan sanggup memelihara diri dari kemungkinan melakukan perbuatan terlarang. Contoh : bagi orang yang hendak dan baginya mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan-keperluan lain yang mesti dipenuhi. c. Makruh
52
Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h.
53
Kamal Muchtar, op. cit., h. 23.
6.
24
Orang yang makruh untuk melangsungkan perkawinan adalah orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin. Pada hakekatnya orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin, dibolehkan untuk melangsungkan perkawinan, akan tetapi dikhawatirkan tidak dapat mencapai tujuan perkawinan serta dianjurkan sebaiknya untuk tidak melakukan perkawinan. Contoh : bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lemah syahwat. d. Haram Orang yang diharamkan untuk kawin adalah mereka yang mempunyai
kesanggupan
untuk
menikah,
tetapi
menimbulkan
kemudlaratan terhadap pihak lain. Contoh : bagi orang yang merasa dirinya tidak mampu bertanggung jawab dan akan menelantarkan istri dan anak. 3. Rukun Pernikahan Menurut agama Islam, Rukun Nikah ada lima yaitu : 1. Calon Istri. 2. Calon Suami. 3. Wali. 4. Dua orang saksi. 5. Ijab – kabul. Orang yang diperbolehkan menjadi wali adalah : ayah, kakek, saudara lelaki seayah-seibu (kandung), saudara laki-laki seayah (lain ibu), anak lakilakinya saudara laki-laki kandung (keponakan), saudara laki-laki ayah (paman) sekandung atau sebapak (lain ibu) dan anak laki-laki dari paman. Selain itu syarat yang harus dipenuhi sebagai wali antara lain : lakilaki, beragama, sudah dewasa (akil baliq), sehat jasmani dan rohani, adil dan tidak pasik pada waktu akad, tidak ihram dan tidak dirampas hak wilayatnya terhadap hartanya karena pemboros. Jika wali tidak ada karena meninggal,
25
berhalangan atau sebab-sebab lain, boleh memakai wali hakim seperti yang sudah ditentukan Menteri Agama.54 4. Manfaat Menikah Menikah mempunyai manfaat yang sangat besar diantaranya sebagai berikut: 1. Tetap terjaganya keturunan manusia, memperbanyak jumlah kaum muslimin dan menggetarkan orang kafir dengan adanya generasi yang berjuang di jalan Allah. 2. Menjaganya kehormatan dan kemaluan dari berbuat zina yang diharamkan yang merusak masyarakat. 3. Terlaksananya kepemimpinan suami atas istri dalam memberikan nafkah dan penjagaan kepadanya. 4. Mendapatkan ketenangan dan kelembutan hati bagi suami dan istri serta ketentraman jiwa. 5. Menjaga masyarakat dari akhlak yang keji seperti berzina yang menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan. 6. Terjaganya nasab dan ikatan kekerabatan antara yang satu dengan yang lainnya dan terbentuknya keluarga yang mulia yang penuh kasih sayang, ikatan yang kuat dan tolong-menolong dalam kebenaran. 7. Mengangkat derajat manusia dari kehidupan seperti binatang menjadi pribadi yang mulia.55 5. Pernikahan masyarakat Betawi Bagi masyarakat Betawi, pernikahan merupakan hal yang penting bagi kehidupan karena masyarakat Betawi tidak dapat dipisahkan dengan nilainilai ke-Islaman dan mengikuti petunjuk Al-Qur‟an maupun sunnah Rasul sebagai acuan dalam bertindak, khususnya dalam hal ini adalah perihal perkawinan. Perkawinan antar suku bukan hal yang tabu bagi orang Betawi, tetapi yang paling penting adalah apa agama calon menantu. Jika Islam tidak
54
Andjar Any, op. cit., h. 29. Al-„Allamah Shalih Fauzan, “Bekal-Bekal Pernikahan Menurut Sunah Nabi”, Suvenir Pernikahan Al-Akh Syafruddin dengan Al-Ukht Fany, Jakarta, 7 September 2007, h. 3. 55
26
masalah si calon menantu datang dari daerah manapun, atau bahkan berkebangsaan apapun. Pada masyarakat dan budaya Betawi, perkawinan mempunyai tujuan mulia yang wajib dipenuhi oleh setiap warga masyarakat yang sudah dewasa dan memenuhi syarat. Masyarakat Betawi mayoritas beragama Islam, jadi pengertian perkawinan dalam masyarakat Betawi tidak jauh berbeda dengan pengertian dalam agama Islam. Perkawinan Betawi biasanya dilakukan dengan suatu upacara karena melalui upacara akan nampak kesakralan suatu perkawinan. Upacara dalam suatu perkawinan menunjukkan maksud dan tujuan dari kedua individu yang akan menjadi suami istri dalam kehidupan sehari-hari Adat dan upacara pada masyarakat Betawi diuraikan dengan berbagai tahapan dan proses awal. Tahapan-tahapan diawali dengan “perjumpaan dan pendekatan, lamaran sampai dengan aqad nikah serta pesta yang melengkapinya”.56 Setelah akad nikah seorang pemuda dan seorang gadis resmi menjadi suami dan istri. Adapun tahap-tahap yang harus dilalui dalam rangka upacara perkawinan masyarakat Betawi adalah sebagai berikut :
a. Melamar Melamar adalah tingkat yang paling awal dari urutan upacara adat perkawinan Betawi. Bagi orang Betawi istilah melamar adalah ngelamar yang merupakan pernyataan dan permintaan resmi dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga wanita. Pada saat itu juga keluarga pihak laki-laki mendapat jawaban persetujuan atau penolakan.57 Pada waktu melamar hal-hal yang dipersiapkan untuk dibawa adalah pisang raja dua atau tiga sisir, roti tawar empat buah, hadiah pelengkap dan buah-buahan dua sampai tiga macam yang semuanya ditempatkan di wadah 56
Cucu Sulaicha, Rachmat Ali, Ade Kosmaya, Pengantin Betawi, ( Jakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, 2000), h. 12. 57 Yahya Andi Saputra, S.M. Ardan, Siklus Betawi : upacara dan adat istiadat, ( Jakarta: LKB, 2000), h. 36.
27
terbuka serta para utusan dua wakil orang tua laki-laki dari bapak maupun ibu.58 b. Masa bertunangan Setelah lamaran diterima oleh pihak gadis tahap berikutnya adalah pengesahan pertunangan. Tahap ini ditandai dengan adanya suatu acara pengantar kue-kue dan buah-buahan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pada masa ini kedua belah pihak bebas bertemu akan tetapi mempunyai batasan pada sopan santun dan norma susila.59 Masa bertunangan ini berlangsung sampai saat perkawinan tiba. c. Menentukan hari perkawinan Setelah masa bertunangan, pihak laki-laki telah siap dengan biaya untuk upacara perkawinannya, maka ditentukan hari perkawinan. Pada umumnya ditentukan saat perkawinan dicari hari dan bulan yang baik. Dibicarakan juga apa yang diminta oleh keluarga si gadis sebagai persyaratannya, berapa jumlah uang mas kawin, dan peralatan yang diperlukan.60 d. Mengantar Peralatan Pihak laki-laki Mengantar peralatan yang sudah ditentukan pada pembicaraan terdahulu, biasanya seperti peralatan rumah tangga, perhiasan emas, pakaian lengkap, dan uang mas kawin. Tidak lupa mengantar uang pelangkah jika si gadis mempunyai kakak yang belum menikah. Semua peralatan dibawa dan diarak oleh pihak laki-laki dengan terbuka, sehingga orang-orang dapat melihat barang apa saja yang dibawa.61 e. Menyerahkan uang sembah Tiga hari sebelum hari perkawinan tiba, si pemuda dengan diantar oleh seorang keluarganya pergi ke rumah calon mertua untuk menyerahkan uang kepada si gadis sendiri, yang disebut uang sembah. Adapun maksudnya
58
Budiaman. op. cit., h.73. Ibid., h. 74. 60 Ibid., h. 75. 61 Ibid. 59
28
adalah sebagai pembuka hubungan antara si pemuda dengan gadis yang akan menjadi calon istrinya.62 f. Serahan Serahan adalah suatu upacara mengantar
bahan-bahan
yang
diperlukan untuk keperluan pesta pada keesokan harinya oleh pihak pemuda. Serahan ini merupakan kewajiban bagi pihak keluarga pengantin laki-laki untuk membantu peralatan pesta yang akan berlangsung di rumah keluarga pengantin wanita.63 g. Nikah Pada hari pernikahan si pemuda diantar oleh beberapa orang keluarganya dan berangkat menjemput menuju ke rumah si gadis untuk bersama-sama pergi ke penghulu melakukan akad nikah. Akan tetapi pengantin wanita tidak boleh terlihat oleh pengantin laki-laki. Sesampainya di depan penghulu, akad nikah pun dilakukan dengan disaksikan oleh keluarga dan kedua belah pihak.64 Ketika berlangsungnya ijab-kabul dilakukan dalam suasana yang tenang karena pernikahan merupakan peristiwa yang penting dan merupakan persetujuan serta perjanjian yang suci. h. Ngarak pengantin Dari rumah pengantin laki-laki diarak ke rumah pengantin wanita oleh keluarga, kaum kerabat dan teman-teman. Di dahului oleh barisan rebana dan nyanyian dengan berjalan kaki. Sesampai di depan pintu dilakukan prosesi adat buka palang pintu. Setelah pintu itu dibuka, pengantin bertemu dan duduk dipelaminan. 65 i. Main nganten-ngantenan Sehari setelah upacara pernikahan maka pada sore harinya laki-laki pergi ke rumah istrinya dengan membawa kiras, yaitu beras tiga liter dan seekor ayam. Kewajiban istri untuk memasak menyediakan makanan tetap
62
Ibid. Ibid., h. 76. 64 Ibid., h. 77. 65 Ibid. 63
29
dilakukan. Kejadian ini berlangsung sampai dua atau tiga hari tanpa si istri mau menegur si suami.66 j. Main marah-marahan Setelah saat-saat main nganten-ngantenan berlangsung, selama itu pula si suami pulang pergi ke rumah istri tanpa menginap. Karena ceritanya si istri masih tetap marah kepada suaminya. Bila malam itu istrinya belum juga mau bicara maka suami kembali lagi kerumahnya.67 k. Menyerahkan uang penegor. Suatu malam suami datang kembali untuk merajuk istrinya agar mau bicara atau tertawa. Jika dengan cara ini masih tidak berhasil juga maka suami akan memberikan uang kepada istrinya yang disebut uang penegor. Jika uang penegor cukup dan membuat istri mau tersenyum atau bicara. Maka resmilah menjadi suami istri dan suami menginap di rumah orang tua istri.68 l. Pesta penutup Setelah empat atau lima hari pengantin baru tinggal di rumah orang tua istrinya, maka dibuatlah rencana untuk keberangkatan ke rumah orang tua suami. Maksud keberangkatan adalah untuk menyelenggarakan pesta penutup atau yang umum dikenal dengan istilah “Ngunduh Mantu”.69 Pada pernikahan orang Betawi dewasa ini, upacara perkawinan sudah jarang dilakukan secara lengkap dengan menampilkan semua bagian tahapan pernikahannya karena kenyataanya saat ini, adat perkawinan Betawi sudah tidak lagi mengikuti adat masyarakat Betawi asli dan sudah mengalami perubahan-perubahan dari adat aslinya. Hal-hal yang sudah sangat jarang dilakukan dalam upacara pernikahan Betawi pada saat ini adalah main nganten-ngantenan, main marah-marahan, menyerahkan uang penegor dan pesta penutup. Alasan ditiadakan karena sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
66
Ibid. Ibid., h. 78. 68 Ibid., h. 79. 69 Ibid. 67
30
pada saat ini.70 Akan tetapi didalam upacara perkawinan selalu diusahakan agar sebagian prosesi adat dapat dilaksanakan contohnya palang pintu.
C. Tradisi Buka Palang Pintu 1. Pengertian Tradisi Secara definisi istilah tradisi menurut kamus umum bahasa Indonesia dipahami sebagai segala sesuatu yang turun-temurun dari nenek moyang.71 Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah, dan kebiasaankebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Kerena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang dapat menerimanya, menolaknya, dan mengubahnya.72 Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat yakni kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturanaturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.73 Sedangkan dalam kamus sosiologi, diartikan sebagai kepercayaan dengan cara turun-temurun yang dapat dipelihara.74 Sedikit menyinggung teori, tokoh sosiologi, Emile Durkheim The Division of Labor in Society, mengemukakan bahwa “solidaritas organik suatu masyarakat perkotaan dibentuk dan dipelihara oleh keberadaan suatu sistem nilai kebersamaan yang secara historis dibangun melalui tradisi”.75 Secara tidak disadari, sistem nilai kebersamaan itu memadu perilaku warga masyarakat pada suatu arah tertentu yang menyatukan warga masyarakat 70
Ibid., h. 73. W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka, 1976), h. 1088. 72 Van Peursen, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Kanisius, 1976), h. 11. 73 Ariyono dan Aminuddin, Kamus Antropologi, (Jakarta : Akademika Pressindo, 1985), 71
h. 4. 74
Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 459. Ahmad Fedyani Saifuddin, Catatan Refleksi Antropologi Sosial Budaya, (Jakarta: Institut Antropologi Indonesia, 2011), cet. ke-1, h. 29. 75
31
yang beraneka ragam. Kekuatan yang menyatukan itulah yang disebut representasi kolektif. Representasi kolektif muncul dari interaksi sosial dan hanya bisa dipelajari secara langsung . Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turuntemurun dalam sebuah masyarakat, Tradisi merupakan kesadàràn kolektif sebuah masyarakat dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang tepat dan pasti, terutama sulit diperlukan serupa atau mirip, karena tradisi bukan obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup.76 Seseorang individu dalam suatu masyarakat mengalami proses belajar dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam masyarakatnya. Nilai budaya yang menjadi pedoman tingkah laku bagi warga masyarakat adalah warisan turun-temurun yang telah mengalami proses penyerahan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses ini menyebabkan nilai-nilai budaya tertentu menjadi tradisi yang biasanya terus dipertahankan oleh masyarakat. 2. Buka Palang Pintu Tradisi buka palang pintu adalah suatu kebiasaan turun-temurun yang masih dipertahankan dalam masyarakat Betawi, biasanya tradisi ini dilakukan diacara pernikahan, meskipun tidak semua masyarakat Betawi melakukan tradisi buka palang pintu di acara pernikahannya. Buka palang pintu adalah “salah satu bagian dari serangkaian acara prosesi adat perkawinan Betawi, yang lebih dikenal dengan istilah Palang Pintu”.77 Acara ini dilakukan ketika mempelai pria dengan rombongannya datang kerumah mempelai wanita untuk duduk melaksanakan akad nikah. Palang Pintu secara bahasa terdiri dari dua kata “palang dan pintu. Palang dalam bahasa Betawi adalah Penghalang supaya orang lain atau
76
Rendra, Mempertimbangkan Tradisi, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), h. 3. Bachtiar, Buku Panduan Perosesi Adat Perkawinan Betawi Buke Palang Pintu, (Jakarta: Sanggar Si Pitung Rawabelong, 2013), cet. Ke-1, h. 3. 77
32
sesuatu tidak bisa lewat, pintu adalah pintu”.78 Jadi dapat diartikan Palang Pintu adalah Tradisi Betawi untuk membuka penghalang orang lain untuk masuk ke daerah tertentu dimana suatu daerah mempunyai jawara (sebagai penghalang/palang) dan biasa dipakai pada acara perkawinan atau bebesanan. Petasan dipasang sebagai tanda calon pengantin pria mau bersiap berangkat. Diawali dengan upacara pemberangkatan calon pengantin laki-laki dengan iringan pembacaan do‟a dan Sholawat Dustur, kemudian calon pengantin laki-laki mencium tangan kepada orang tua serta keluarga, memohon do‟a restu dan keberkahannya. Ketika pengantin mulai berjalan dari depan pintu rumah menuju ke rumah calon pengantin perempuan diiringi dengan rebana khas betawi yaitu rebana ketimpring.79 Pada saat calon pengantin laki-laki dan para pengiringnya sudah mendekati tempat kediaman calon pengantin perempuan maka disambut dengan bunyi petasan serenceng. Setelah sampai di halaman rumah mempelai wanita, pihak laki-laki ditahan oleh beberapa orang pihak tuan rumah yang menutup pintu masuk.80 Pihak calon pengantin laki-laki dihadang oleh tuan rumah yang juga telah menyiapkan jawara-jawaranya yang disebut palang pintu. Maka terjadilah dialog dengan bahasa pantun serta sedikit disisipi dengan humor.81 Di dalam acara buka palang pintu ini ada berbalas pantun, adu jago silat, dan baca sike atau yalil.82 Pertama-tama pihak rombongan laki-laki dan pihak perempuan bebalas pantun yang pada intinya pihak rombongan laki-laki harus mampu membuka palang pintu atau jagoan yang sudah disiapkan pihak perempuan. Setelah berbalas pantun, sang jawara menunjukkan jurus pukulan yang orang betawi menyebutnya maen pukul maknanya adalah perjaka Betawi yang ingin
78
Barong Minah, “Palang Pintu”, http://senisetu.wordpress.com/about/ . Di akses pada 12 Desember 2013. 79 Bachtiar. loc. cit. 80 Cucu Sulaicha, Rachmat Ali, op. cit., h. 21. 81 Bachtiar. loc. cit. 82 Yahya Andi Saputra, S.M. Ardan, op. cit., h. 51.
33
berumah tangga harus siap secara lahiriyah untuk melindungi istri dan keluarganya semua halangan fisik.83 Setelah maen pukulan dan dimenangkan pihak laki-laki, pihak perempuan meminta dikumandangkan sike artinya adalah solawat kepada Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi sike yang dikumandangkan harus merdu. Sebagai tanda bahwa calon suami tidak diragukan lagi kemampuan dan pengetahuan agamanya atau orang Betawi menyebut bisa mengaji dan ibadah simbol agamis bukan Islam KTP. Setelah sike dikumandangkan dan syaratsyarat telah dipenuhi, maka rombongan calon pengantin laki-laki di persilahkan masuk dengan diiringi rebana ketimpring.84 Adapun perlengkapan dari tradisi palang pintu antara lain berikut penjelasannya: a. Rebana ketimpring Menurut H. Sueb, “Orang dulu tidak mau repot-repot. Mungkin karena rebananya kecil, suaranya juga kecil, bunyinya pring-pring lalu di beri nama ketimpring,”. Begitulah asal-muasal (proses) pembentukan nama ketimpring yang mengiringi orkes rebana.85 Sebutan rebana ketimpring mungkin karena adanya tiga pasang kerincingan, yakni semacam kecrek yang dipasang pada badannya. Badan rebana terbuat dan kayu yang menurut istilah setempat biasa disebut kelongkongan. Rebana ketimpring “biasanya terdiri dari tiga buah rebana berukuran sama, dengan garis tengah kurang lebih antara 20-25 cm. Tiga buah rebana itu ada yang disebut rebana tiga, rebana empat, dan rebana lima”.86 Posisi Rebana Ketimpring ada di belakang pengantin, selain mengarak pengantin, terkadang Rebana Ketimpring ikut juga berpartisipasi di dalam pembacaan Maulid.87 b. Kembang kelape 83
Ibid., h. 57. Ibid., h. 58. 85 Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, op. cit., h. 56. 86 Muhadjir, Peta Seni Budaya Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1986), 84
h. 40. 87
Bachtiar, op. cit., h. 13.
34
Merupakan salah satu simbol benda yang banyak bermanfaat dan serba guna. Pohon kelapa adalah salah satu pohon yang berguna dan tidak terbuang percuma dari mulai daun, batang, hingga buahnya bisa bermanfaat dan berguna. Sepasang kembang kelapa, “sebagai simbol dan harapan mudahmudahan calon pengantin seperti pohon kelapa, banyak manfaatnya berguna bagi keluarga nusa dan bangsa. Sepasang kembang kelapa posisinya mengapit pengantin berada di sebelah kiri dan kanan”.88 c. Petasan Petasan bagian dari budaya Betawi yang hampir tidak bisa di pisahkan. Petasan berfungsi sebagai alat informasi atau pengabaran kepada tetangga. Petasan yang digunakan pada acara buka palang pintu berbentuk renceng dengan panjang 2-4 meter serta memiliki beberapa petasan yang berukuran seukuran gelas mug dan dinyalahkan ketika calon pengantin pria hendak beranjak jalan dan sampai di rumah calon mempelai wanita.89 d. Sirih dare Daun sirih sebanyak empat belas lembar (tujuh lembar di kiri dan tujuh lembar di kanan) dilipat terbalik membentuk bungkusan kacang rebus, ujung batangnya tidak dibuang, di tengah-tengah diberi sekuntum mawar merah. Dimasukkan ke dalam karton berbentuk segi tiga yang dilapisi kertas emas. Sirih dare ini diberikan sebagai persembahan penganten pria kepada mempelai putri untuk mengajaknya duduk bersanding. Merupakan lambang cinta kasih suami kepada istrinya. Sirih dare dibawa oleh calon pengantin laki-laki ketika prosesi acara buka palang pintu, sirih dare dijepit oleh kedua belah tangan si pengantin pria dengan posisi tangan seperti memberi hormat.90 e. Pantun Pantun digunakan di dalam acara adat perkawinan Betawi, ketika terjadi dialog antara Juru bicara Palang Pintu tuan rumah dengan juru bicara
88
Ibid., h. 14. Ibid., h. 15. 90 Ibid., h. 16. 89
35
dari calon pengantin pria.91 Saidi dalam bukunya bejudul Profil Orang Betawi menyebutkan “sejumlah pola pantun Betawi. Umumnya, pola pantun Betawi mengikuti pola umum yang ada, yakni 4 baris yang terdiri atas 2 baris sampiran dan dua baris isi”.92 Pantun salah satu bagian dari kehidupan masyarakat Betawi. Dialog pantun dikumandangkan dengan sangat meriah dan mengundang tawa hadirin. Isi pantun biasanya tanya jawab seputar maksud dan tujuan pihak pria. e. Sikeh Sikeh adalah “satu jenis lagu atau irama yang ada di dalam ilmu membaca Al-qur‟an, sikeh bisa juga diartikan sebagai simbol bisa mengaji dan taat pada agama bukan hanya KTPnya saja yang Islam”. 93 Dengan bisa mengaji, Insyaallah bisa mengajarkan keluarganya menjadi keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah. f. Silat Betawi Silat Betawi atau yang lebih dikenal dengan maen pukulan Betawi sangat akrab dengan kehidupan orang Betawi. Pelajaran silat lebih kepada menjaga diri dan membela diri. Di dalam acara adat perkawinan betawi “Buka Palang Pintu sebagai simbol keberanian serta tanggung jawab di dalam melindungi keluarganya dari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan juga diharapkan dengan bisa silat juga dapat bermanfaat bagi orang banyak”.94 Silat atau maen pukulan Betawi yang hidup di masyarakat sekarang ini juga dapat dibagi dalam dua kategori yang lebih besar, yaitu “maen pukulan Betawi yang dipakai sebagai bela diri dan maen pukulan Betawi yang diperuntukan bagi kesenian tradisional Betawi lainnya, seperti palang pintu dan lenong”.95
91
Ibid., h. 17. Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, op. cit., h. 13. 93 Bachtiar. loc. cit. 94 Bachtiar, op. cit., h. 19. 95 Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, op. cit., h. 104. 92
36
D. Penelitian Relevan 1. Dalam penelitiannya Chaerul Anwar. Tradisi Ziarah Kubur Masyarakat Betawi Pada Makan Muallim KH. M. Syafi‟i Hadzami Kampung Dukuh Jakarta Selatan. Skripsi. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007. Metode penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Tradisi Ziarah Kubur di fokuskan pada masyarakat Betawi, Objek ziarah kubur pada makam Muallim KH. M. Syafi‟i Hadzami, terletak di Kampung Dukuh Jakarta Selatan. Masyarakat Betawi adalah masyarakat yang cenderung senang berzizrah kubur, cara berziarah kubur dilakukan secara individu atau rombongan, hal yang di baca yaitu surat Yasiin dan Tahlil.96 2. Dalam penelitiannya Sri Murni. Orang Betawi Kampung Bojong: Usaha Mereka Mempertahankan Identitasnya Sebagai Kelompok Etnik. Skripsi. Jurusan Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. Kampung Bojong (RW 06), Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, yang termasuk dalam wilayah administratif Jakarta Timur merupakan salah satu lokasi wilayah pengembangan Timur Kota Jakarta. Tanah-tanah yang digunakan untuk pembangunan berasal dari sawah-sawah dan tanah-tanah milik orang Betawi. Penyesuaian menghadapi lingkungan yang sedang berubah ini terus berlangsung., suatu kemajuan dalam pola pikir orang Betawi di Kampung Bojong ini adalah pandangan mereka terhadap pendidikan tinggi bagi anak-anak mereka kelak. Nilai-nilai budaya orang Betawi yang banyak dipengaruhi oleh agama Islam tetap dipertahankan sebagai ciri orang Betawi selain Bahasa Betawi. Agama Islam sekaligus pula menjadikan mereka terikat satu dengan yang lainnya dalam sebuah keluarga besar yang bersaudara. Semua
96
Chaerul Anwar. Tradisi Ziarah Kubur Masyarakat Betawi Pada Makam Muallim KH. M. Syafi’i Hadzami Kampung Dukuh Jakarta Selatan. Skripsi. Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, tidak dipublikasikan.
37
ini adalah usaha Orang Betawi dalam mempertahankan indentitas mereka sebagai kelompok etnik.97
97
Sri Murni. Orang Betawi Kampung Bojong: Usaha Mereka Mempertahankan Identitasnya Sebagai Kelompok Etnik. Skripsi. Jurusan Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia, Jakarta, h.v, tidak dipublikasikan.
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Alasan memilih lokasi ini karena mayoritas masyarakat yang ada di wilayah Tanjung Barat adalah masyarakat Betawi yang masih menggunakan palang pintu pada acara pernikahannya.
2. Waktu Penelitian Proses penelitian ini dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari tahap perencanaan, persiapan penelitian yang dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian, dan diakhiri dengan laporan penelitian. Proses penelitian ini dimulai sejak bulan Juni 2014 dan berakhir pada bulan Oktober 2014. Agar penelitian ini sesuai dengan terget yang telah ditetapkan, maka peneliti membuat jadwal sebagai berikut : No 1 2 3
4 5
6 7
Kegiatan Penyusunan Observasi Menentukan dan Menyusun Instrumen Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data dan Pengolahan Data Penyusunan Laporan Bimbingan Akhir Skripsi
BULAN JUN JUL AGUS SEPT
OKT
38
NOV
39
8
Sidang Skripsi
B. Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Sugiono “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sugiyono menambahkan bahwa, sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.”1 Berdasarkan karakteristik yang telah dijelaskan, populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Betawi di Kelurahan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sugiono juga menyebutkan bahwa, purposive sampling adalah “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”.2 Dalam penelitian ini penentuan purposive sampling dilakukan kepada 3 orang pendiri buka palang pintu di Tanjung Barat yang dipertimbangkan berkompeten karena sudah lama menekuni profesi sebagai palang pintu, 1 tokoh masyarakat yaitu orang yang dituakan sekaligus ketua rw 01 dan juga orang Betawi asli, 6 orang masyarakat Betawi yang menggunakan palang pintu pada pernikahannya, dipilih 6 orang masyarakat Betawi sudah melalui pertimbangan untuk membantu menguatkan data mengenai perkembangan tradisi buka palang pintu di wilayah Tanjung Barat, dan 1 kepala pemerintah daerah setempat yaitu Lurah Tanjung Barat.
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode yang menggambarkan bagaimana keadaan yang sebenarnya dari fenomena yang diteliti. Metode penelitian berisi jenis penelitian yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian.
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), (Bandung : ALFABETA, 2009), cet.ke-7, h. 297. 2 Ibid., h. 300.
40
Menurut Lincon dan Guba, penelitian kualitatif disebut “Naturalistik Inquiry dengan penggunaan pendekatan kualitatif dikarenakan cara pengamatan dan pengumpulan data dilakukan dalam latar atau setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subjek yang diteliti”.3 Melalui pendekatan kualitatif, berusaha mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan subjek penelitian, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang program tertentu serta berusaha melihat fenomena di lingkungan penelitian, dan berusaha memahami bahasa dan memberi makna terhadap rangkaian peristiwa yang dilihat dan didengar.4 Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi realitas sosial yang bersifat unik, kompleks, dan ganda. Artinya penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang tepat untuk mengungkapkan fenomena di suatu lingkungan. Penelitian kualitatif bermakna membicarakan metodologi penelitian yang di dalamnya mencakup pandangan-pandangan filsafati mengenai relitas dan objek yang dikaji. Di antara metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah metode deskriptif. Menurut Bugin, “Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penilaian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu”.5 Metode deskriptif tidak hanya menggambarkan kondisi objek penelitian,
tetapi
menginterpretasikan
juga
menganalisis,
berdasarkan
metode,
mengkualifikasi teori,
dan
serta
kemampuan.
Kemampuan dan pengalaman sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian yang menggunakan metode deskriptif.6
3
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK), (Jakarta : FITK, 2013), h. 61. 4 Ibid., h. 62. 5 Ibid. 6 Ibid., h. 63.
41
Unsur-unsur penelitian Kualitatif meliputi analisis yang terbuka dengan fokus penelitian yang dapat berubah dan banyak perhatian terhadap penggunaan wawancara mendalam. Sedangkan menurut Sanapiah Faishal “Studi
Kasus
merupakan
tipe
pendekatan
dalam
penelitian
yang
penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif”.7
D. Prosedur Pengumpulan Data Data merupakan sebuah hal yang sangat penting dan menjadi dasar keabsahan atau kevalidan dan kekuatan dalam penelitian. Data merupakan bahan yang belum diolah atau dapat disebut juga bahan mentah yang berkaitan dengan fakta. Sumber dan jenis-jenis data terbagi menjadi : 1. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan. Sumber informan berjumlah 11 orang, dalam penelitian ini dilakukan kepada 3 orang pendiri buka palang pintu di Tanjung Barat yang dipertimbangkan berkompeten karena sudah lama menekuni profesi sebagai palang pintu, 1 tokoh masyarakat yaitu orang Betawi asli yang dituakan sekaligus ketua rw 01, 6 orang masyarakat Betawi yang menggunakan palang pintu pada pernikahannya, dipilih 6 orang masyarakat Betawi sudah melalui pertimbangan untuk membantu menguatkan data mengenai perkembangan tradisi buka palang pintu di wilayah Tanjung Barat, dan 1 kepala pemerintah daerah setempat yaitu Lurah Tanjung Barat. 2. Data sekunder
7
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 22.
42
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian, namun berbeda dengan data primer, data sekunder adalah data yang diperoleh dari data-data yang sudah ada dan sebagai data pendukung primer. Data sekunder didapat dari berbagai sumber dan literatur seperti bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian. Adapun data sekunder dalam skripsi ini adalah buku monografi kelurahan Tanjung Barat untuk mengetahui jumlah penduduk, majalah, prestasi penghargaan buka palang pintu serta berbagai literatur yang relevan dengan objek kajian penelitian. Kedua jenis data yang didapat yakni data primer dan data sekunder dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data yang terencana namun hanya berbeda dalam sumber data saja. Pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan sesuai dengan rumusan masalah. Dalam pengumpulan data sangat dibutuhkan teknik yang tepat dan relevan dengan data yang dicari.
E. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian deskripsi kualitatif ini adalah observasi atau pengamatan, langkah ini digunakan demi melengkapi data dengan cara terjun langsung ke masyarakat lalu mengamati kondisi masyarakat, mengamati prosesi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Observasi adalah “cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan meneliti”.8 Maksud dari observasi ini adalah mencari data yang valid yang hendak diteliti di lokasi penelitian dengan mengamati langsung ke acara pernikahan masyarakat Betawi yang menggunakan prosesi buka palang pintu dan orang-orang yang berkecimpung dalam prosesi buka palang pintu. 8
Pedoman Skripsi, op. cit., h. 66.
43
Pengumpulan data dengan menggunakan observasi ini merupakan langkah awal dari dua teknik pengumpulan data selanjutnya dalam penelitian ini. Hubungan antara ketiganya diperlukan dalam proses pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data. Karena kevalidan dan keajegan data yang didapatkan dari lapangan sangat ditentukan oleh ketiga teknik pengumpulan data ini.
2. Interview atau wawancara Setelah proses observasi selesai, maka langkah selanjutnya adalah kegiatan wawancara. Wawancara ini diperuntukan untuk menggali lebih jauh lagi informasi, wawancara dengan 6 orang warga Betawi yang menggunakan prosesi buka palang pintu pada pernikahannya, kepala pemerintahan Tanjung Barat, tokoh masyarakat serta orang yang berkecimpung dalam palang pintu yang berada pada wilayah Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Menurut Deddy Mulyana wawancara adalah “bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu”.9 Pandangan lainnya yang sangat mendukung ialah pendapat dari M. Nazir “yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, dengan bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan situasi dan fenomena yang terjadi, menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara)”.10 Hal ini menandakan dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang narasumber dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena tradisi buka palang pintu yang terjadi di Tanjung Barat, dalam hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi saja. 9
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 180. 10 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), cet-3, h. 234.
44
3. Dokumentasi Metode dokumentasi merupakan “sumber non manusia, sumber ini adalah sumber yang cukup bermanfaat, sumber yang stabil dan akurat sebagai cermin situasi atau kondisi yang sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak mengalami perubahan”.11 Dokumen merupakan “catatan peristiwa yang sudah berlalu bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”.12 Dalam penelitian ini, dokumentasi yang dilakukan berupa foto prosesi buka palang pintu di acara pernikahan, foto rumah adat Betawi yang ada di Tanjung Barat, buku monografi kelurahan, sertifikat juara palang pintu dan bahan bacaan tentang palang pintu.
F. Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi intrumen atau alat penelitian adalah peneliti sendiri. Menurut Cholid Narbuko, “peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan dan membuat kesimpulan temuannya.”13 Dalam hal ini peneliti sebagai human instrument dalam penelitian kualitatif bertujuan untuk mengetahui fenomena sosial namun dalam penelitian bukan hanya mengetahui fenomena saja tetapi pada prinsipnya penelitian adalah melakukan pengukuran dan alat ukur dalam penelitian tersebut dinamakan instrumen penelitian. Penggunaan instrumen penelitian bertujuan sebagai alat bantu yang dipilih dan digunakan dalam kegiatannya mengumpulkan data atau informasi agar
kegiatan
tersebut
menjadi
sistematis
dan
dipermudah
dalam
menganalisis data hasil wawancara tersebut. Instrumen penelitian ini menggunakan pedoman observasi dan wawancara untuk mengetahui tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat. 11
Pedoman skripsi, op. cit., h. 67. Sugiono, op. cit., h. 329. 13 Ibid., h. 306 12
45
Adapun kisi-kisi instrument penelitian ini yaitu : 1. Pedoman wawancara Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kepada Tokoh dan Masyarakat Betawi No
Indikator
Sub Indikator
1.
Pengetahuan
Mengetahui makna buka palang pintu
2.
Ekspektasi
3.
Pelestarian
a. Memberikan pandangan mengenai tahapan prosesi buka palang pintu di Tanjung Barat. b. Memberikan pendapat tentang perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat Memberikan pendapat tentang kesadaran memakai prosesi adat buka palang pintu pada pernikahan
Nomor Butir Soal
Jumlah
1
1
2, 4, 5
3
3
1
Jumlah
5
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kepada Pendiri Palang Pintu No
1.
2.
Indikator
Pengetahuan
Ekspektasi
Sub Indikator a. Mengetahui makna buka palang pintu b. Sejarah buka palang pintu di Tanjung Barat c. Syarat untuk menjadi palang pintu d. Tahapan prosesi buka palang pintu e. Makna dari setiap tahapan f. Alat dan perlengkapan yang digunakan a. Cara mempertahankan tradisi palang pintu b. Pandangan perkembangan tradisi palang pintu c. Harga setiap penampilan
Nomor Butir Soal
Jumlah
1, 2, 5, 7, 8, 9
6
10, 11, 13, 14
4
46
No
3.
Indikator
Pelestarian
Sub Indikator
a. Awal menekuni profesi palang pintu dan alasannya b. Pelatihan palang pintu
Nomor Butir Soal
Jumlah
3, 4, 6, 12
4
Jumlah
14
2. Pedoman Observasi a. Jumlah penduduk b. Kondisi dari segi sosial dan ekonomi masyarakat setempat c. Kebudayaan masyarakat Tanjung Barat d. Pernikahan Masyarakat Betawi di Tanjung Barat. e. Tradisi Buka Palang Pintu f. Tahap-tahap buka palang pintu g. Syarat perlengkapan buka palang pintu. h. Makna buka palang pintu bagi masyarakat Betawi i. Pandangan masyarakat terhadap Tradisi Buka Palang Pintu. j. Pelaku palang pintu.
G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data Dalam penelitan kualitatif, pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini tidak mempunyai ukuran yang baku dalam ukuran pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif ini ada beberapa kriteria yang digunakan untuk melakukan pengukuran itu. Devania Anesya menguraikan bahwa, ada empat kriteria dalam penelitian kualitatif yang digunakan untuk mengukur keabsahan data.
47
Keempat kriteria ini antara lain : “kriteria yang pertama yaitu kepercayaan (credibility), kriteria kedua yaitu keteralihan (transferability), kriteria ke tiga yaitu ketergantungan (dependability) dan kriteria yang terakhir yaitu kepastian (confirmability)”.14 Credibility, dependability, dan confirmability menunjukan tingkat kejelasan penelitian ini berdasarkan fenomena-fenomena yang ada dari penelitian. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Oleh karena itu diperlukan metode Trianggulasi.15 Dalam hal ini peneliti menggunakan dua metode trianggulasi, yakni pertama Trianggulasi metode, menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif menggunakan metode dokumentasi, wawancara, dan observasi. Trianggulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.16 Pengujian
trianggulasi dengan strategi trianggulasi metode dan
triangulasi sumber dilakukan untuk mencapai keabsahan data dari penelitian deskriptif kualitatif ini dengan credibility, transferability, confirmability. Dalam hal ini, peneliti menggunakan ketiga teknik pengumpulan data diatas yakni studi dokumentasi, wawancara, dan observasi sebagai penguji trianggulasi metodenya. Dengan demikian, proses ini akan menghasilkan penelitian yang bisa di pertanggung jawabkan validitasnya. Hal ini dilakukan agar penelitian ini menunjukkan keajegan penelitian
kualitatif pada
umumnya.
14
Devania Anesya, Teknik Analisis Data, http://frenndw.wordpress.com/2011/03/15/teknik-analisis-data/ diakses pada tanggal 2 Oktober 2014. 15 http://mudjiaraharjo.com/materi-kuliah/20.html , diakses pada tanggal 2 Oktober 2014. 16 Sugiono, op. cit., h. 373.
48
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Setelah semua data yang diinginkan diperoleh, langkah selanjutnya menggunakan data untuk penelitian. Data kemudian ditelaah dan dianalisis, atau lebih dikenal dengan istilah analisis data. Analisis data adalah cara mengolah data yang telah terkumpul untuk kemudian dapat memberikan interpretasi dan pengelolaan. Data ini digunakan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan. Analisis data bertujuan untuk menyusun data dengan cara yang bermakna sehingga dapat dipahami dan mudah ditafsirkan. Penganalisaan data merupakan suatu proses yang dimulai sejak pengumpulan data di lapangan,
kemudian
data
yang
terkumpul
diperiksa
kembali
dan
diklasifikasikan sehingga dapat diolah untuk dapat dianalisis. Data yang dianalisis berdasarkan analisis logika induktif yakni analisis yang bergerak dari hal-hal yang khusus atau spesifik ke hal-hal yang lebih bersifat umum. Adapun teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah: 1. Data Reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting serta dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya jika diperlukan. Proses reduksi data dalam penelitian ini adalah merangkum hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi sesuai dengan rumusan masalah, fokus penelitian dan pertanyaan penelitian.17 Selama proses tersebut berlangsung, peneliti menentukan hal pokok untuk disajikan. Melalui proses reduksi, maka akan memperlihatkan sebuah data yang jelas dan terperinci.
2. Data Display (penyajian data) Setelah
data
direduksi,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat 17
Sugiono, op. cit., h. 338.
49
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, matriks dan sejenisnya agar mudah dipahami. Bentuk yang paling sering digunakan dalam penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.18 Namun untuk teks naratif tertentu ada yang dialihkan menjadi bentuk gambar, bagan, dan tabel. Penggunaan gambar, bagan, dan tabel bisa memperkuat data deskriptif dan mempermudah pembaca dalam memahami isi penelitian ini.19
3. Conclusion Drawing Atau Verification (Verifikasi) Langkah ke tiga dalam penelitian kualitatif adalah penerikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten selama pengumpulan data maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.20
18
Ibid., h. 341. Pedoman skripsi, op. cit., h. 71. 20 Sugiono, op. cit., h. 345. 19
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Letak Geografis Wilayah dan Kependudukan Tanjung Barat merupakan sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kelurahan ini memiliki kode wilayah 31.74.09.1005 dan kode pos 12530. Sebelumnya Kelurahan Tanjung Barat termasuk dalam wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Akan tetapi ada perubahan pada tanggal 18 Desember 1990 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 1990 yang antara lain berisi pemekaran wilayah Kecamatan Pasar Minggu menjadi dua yaitu Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Jagakarsa. Peraturan Pemerintah ini dimuat dalam Lembaran Negara No. LN 1990/87.1 Letak wilayah Tanjung Barat sangatlah strategis untuk dijadikan pemukiman karena akses jalan termasuk mudah dilalui jalan tol, jalur KRL dan ujung timur flyover TB. Simatupang. Pada saat ini lurah Tanjung Barat bernama Aryan Syafari yang terpilih lewat proses lelang jabatan Lurah dan Camat yang diprakarsai Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaya Purnama.
Gambar 4.1 Peta wilayah kelurahan Tanjung Barat
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanjung_Barat,_Jagakarsa,_Jakarta_Selatan diakses pada tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 14.30
50
51
Wilayah Tanjung Barat secara geografis memiliki luas wilayah seluas 364,64 Ha dengan jumlah penduduk pada bulan September 2014 tercatat laki-laki sebanyak 20.637 jiwa dan perempuan sebanyak 20.836 jiwa. Total keseluruhan jumlah penduduk adalah sebanyak 41.473 jiwa.2 Selain itu daerah ini secara administrasi berbatasan dengan beberapa wilayah lainnya, antara lain : a. Utara
Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu garis batas terpanjangnya adalah di Jl. Poltangan mulai dari Gereja HKBP Poltangan lurus ke arah timur hingga Kali Ciliwung
b. Selatan
Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Garis batas terpanjangnya adalah Jl. Guru
c. Barat
Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, garis batas terpanjangnya adalah kali Baru Barat, mulai dari patung macan AMD (TB Simatupang) di utara hingga gang Waru (Jl. Joe) di Selatan
d. Timur
Kali Ciliwung. Sisi timur Kelurahan Tanjung Barat sebenarnya berbatasan dengan 3 kelurahan yaitu Kampung Gedong, Cijantung, Kampung Baru, 1 Kecamatan yaitu Pasar Rebo dan 1 kota yaitu Jakarta Timur yang semuanya berada di seberang timur kali Ciliwung
Kelurahan Tanjung Barat terdiri dari 6 RW dan 66 RT yang meliputi cakupan wilayah sebagai berikut : a. Utara: Poltangan, Beringin Besar, Remidi, Perikanan, Swadaya, Gunuk Ciliwung, Kober, Nangka Utara, Lebak Sari. b. Selatan: Rancho, TBI, Muara, Gintung, Buni, Bacang, Sonton, Kancil, Gang Guru, Jayanti, Gang Seratus, Kampung Bulak/Jambu, Tanjung Mas, Nangka Selatan. 2
Sumber: Dinas Kependudukan DKI Jakarta, Data statistik Kelurahan Tanjung Barat bulan September 2014
52
c. Barat: Gang Waru, Gang Langgar, Stasiun Tanjung Barat, Baung, AMD, Stoplas, Kolong (Jalan Baru).
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Tanjung Barat Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Tanjung Barat semakin meningkat dengan adanya sarana-sarana yang dimiliki seperti terdapat sarana rumah ibadah, puskesmas, klinik, apotik, TK, SD/MI, PAUD, TPA, Perguruan tinggi, pondok pesantren, mini market, area terbuka hijau, sarana kebersihan serta adanya perumahan. Berikut ini adalah beberapa paparan sarana yang dimiliki di kelurahan Tanjung Barat antara lain : a. Kesehatan Dalam bidang kesehatan khususnya di Tanjung Barat terdapat banyak praktek dokter serta bidan, pada umumnya dokter dan bidan praktek pagi hingga malam hari, ada juga beberapa apotik dan klinik yang melayani hingga 24 jam. Berikut ini adalah nama-nama puskesmas, klinik dan apotik : 1.
Puskesmas PGI Jl. Nangka Utara 18 RT 009/03 Telp. 021-7804115 (dekat LPMP)
2.
Klinik Kirei Jl. Nangka Selatan No. 5 Telp. 021-97603103 (dekat Gedung Telkomsel)
3.
Klinik Avicenna Jl. Jalan Swadaya, Poltangan
4.
Klinik & Apotik Permata Medika Jl. Tanjung Barat Lama Utara No. 111 B, Perlintasan kereta Beringin Besar
5.
Klinik Citra, Kompleks Tanjung Mas Raya Bl B-1/37 Telp. 02178838769
6.
Klinik Gigi Agatha Jl. TB Simatupang (dekat MI Al Falah)
7.
Klinik Gigi Jl. Nangka Utara (dekat LPMP)
8.
Klinik & Apotik Zamzama, Jl. TB Simatupang No. 8, Putaran Rancho, Telp. 021-7810840
9.
Klinik Az Zahra Jl. Rancho Indah (dekat SD Negeri 03)
53
10. Apotik Tanjung Barat Jl. Rancho Indah, Telp. 021-7813148, Putaran Rancho 11. Apotik & Klinik Gigi Naya Farma Jl. Nangka Selatan No. 2, depan Masjid Al Murthado 12. Apotik Generik Jl. Sonton Tanjung Barat Selatan, utara Masjid Al Munawaroh 13. Apotik Roxy Poltangan Jl. Raya Poltangan No.31 Telp. 02178848245 Fax. 021-78848246 14. Toko obat di Jl. Rancho Indah, Poltangan, Tanjung Barat Selatan (gang 100). b. Rumah Ibadah Ada sarana rumah ibadah yang terdapat di beberapa lokasi di Tanjung Barat diantaranya adalah, Masjid, Mushola, dan Gereja. Berikut ini adalah nama-nama rumah ibadah antara lain : 1.
Masjid Al Arraf, Gang Delima, Poltangan
2.
Masjid Baiturrahman, Jl. Swadaya, Poltangan
3.
Mushala An Nurriyah, Jl. Nangka Utara (Truba Jaya)
4.
Masjid As Sa'adah, Jl. Poltangan Ujung
5.
Masjid Al Barokah, Lebak Sari
6.
Masjid An Nur, Gg. Jayadi, Tanjung Barat Lama Utara
7.
Masjid Al Murthado, Jl. Al Murthado, Nangka Selatan
8.
Masjid Al Kautsar, di kompleks perumahan Tanjung Barat Indah (TBI)
9.
Masjid Nurul Hidayatushalihin, Jl. Rancho Indah/Putaran Rancho
10. Masjid Al Khairiyah, Jl. Rancho Indah Dalam/Belakang kantor Kelurahan 11. Masjid Al Hikmah, Jl. H. Nawi, Nangka Selatan 12. Masjid Al Barkah, Jl. Moh. Minul, Bacang 13. Masjid Asy Syuhada, Jl. Tanjung Barat Selatan (Gg. Seratus) 14. Mushala Al Ji'ronah, Jl. Tanjung Barat Selatan (Gg. Seratus)
54
15. Mushala Nurul Hidayah, Jl. H. Alwi, Tanjung Barat Selatan (Kampung Bulak) 16. Masjid Al Munawaroh, Jl. Sonton, Tanjung Barat Selatan (Gg. Seratus) 17. Masjid Nurul Huda, Jl. Masjid Nurul Huda, Nangka Selatan 18. Masjid Nurul Islam, Jl. Masjid Nurul Islam, Nangka Selatan 19. Masjid Nurul Huda, Muara (utara Tol) 20. Masjid Al Badriyah, Muara (selatan Tol) 21. Masjid Al Ikhsan, Muara (selatan Tol) 22. Masjid Aisyiah, Muara (selatan Tol) 23. Masjid Husnul Khatimah, Tanjung Mas Raya Estate 24. Masjid As Syariyah Jl. AMD VIII, Gang Baung 25. Masjid Nurul Badriyah Jl. Baung (depan) 26. Masjid Ar Rohman Jl. Raya Lenteng Agung, Gang Waru 27. Masjid Al Ajilin, Jl. Guru Muhyin 28. Mushala Al Furqon, Jl. Gintung 29. Mushala As Sufi, Jl. Gintung 30. Masjid Ibnu Sabil, Gintung Dalam 31. Gereja HKBP, Jl. Poltangan 32. Gereja Pasundan, Jl. Nangka Utara 33. Gereja Advent, Jl. Tanjung Barat Lama Utara, Remidi.
c. Pendidikan Dalam bidang pendidikan masyarakat di Tanjung Barat dapat dengan mudah bersekolah merasakan bangku pendidikan karena terdapat semua tingkatan sekolah mulai dari TK hinga perguruan tinggi swasta, antara lain : 1.
Universitas Tama Jagakarsa, Jl. T.B. Simatupang No. 152, Remidi
2.
Universitas Indraprasta (UNINDRA), Jl. Nangka Utara No.58C Telp./Fax.: 7818718
55
3.
STIA YAPPANN Jakarta, Jl. Tanjung Barat Raya No. 1 Telp. 7806049,
4.
STIAMI Jakarta, Jl. TB Simatupang, putaran Rancho
5.
Pondok Pesantren Al I'tishom, Sonton
6.
Pondok Pesantren Ibnu Sabil Jl. Ranco Indah Dalam No.68A Rt. 009/02
7.
Politeknik Bunda Kandung, Jl. Tanjung Barat Selatan (Gg. Seratus)
8.
SMA Kharismawita II, Jl. Swadaya II No. 30
9.
MA Nurussa’adah, Jl. Poltangan Raya No. 25 Telp. 021-90235154
10. SMK Taman Quraniyah, Jl. Melati No. 100 11. SMK Kharismawita II, Jl. Swadaya II No. 30 12. SMK Kahuripan, Jl. Nangka Utara No. 17 13. SMP Negeri 239, Jl. TB Simatupang, Nangka Utara 14. SMP Taman Quraniyah, Jl. Melati No. 100 15. MTs Nurussa’adah, Jl. Poltangan Raya No. 25 16. SD Negeri 01, Nangka Utara 17. SD Negeri 03, Rancho Indah Dalam 18. SD Negeri 04, Muara 19. SD Negeri 05, Rancho Indah 20. SD Negeri 07, Jl. Masjid Al Murthado, Nangka Selatan 21. SD Negeri 08, Jl. Masjid Al Murthado, Nangka Selatan 22. SD Negeri 09, Swadaya 2, SD Negeri 10, Swadaya 2 23. SDS Islam Nurussaadah, Jl. Poltangan Raya No. 25 24. SDS Islam Al Falah, Jl. Nangka Selatan No. 3 25. SDS Islam Al Fakhiriyah, Jl. Rancho Indah Dalam 26. SDS Islam Taman Quraniyah, Jl. Melati No. 100 27. SDS Islam Sa'adatun Rahim, Waru 28. SDS Advent, Remidi 29. SD Teladan, Jl. Raya Lenteng Agung, Waru 30. SDIT Al Biruni, Jl. Guru Muhyin
56
31. Bimbel Quin, Jl. TB Simatupang No. 47 Telp. 021-7818756, putaran Rancho 32. Kumon, Ruko Tanjung Mas Raya B1-7 Telp. 021-78833485 33. Toko Buku Leksika, Jl. Raya Tanjung Barat No. 101 Telp. 0217806566 Fax. 021-7818486.
d. Tempat Olahraga/Area Terbuka Hijau Masyarakat di Tanjung Barat dapat berolahraga yang letaknya di Lapangan sepak bola Sukatani Jl. Nangka Utara (Poltangan Ujung), Lapangan sepak bola di depan kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Fasum olahraga Tanjung Mas, Fasum olahraga Tanjung Barat Indah, Lapangan futsal Tibi Jl. Raya Tanjung Barat Lama Utara No. 85 Beringin Besar, telp. 021-7806606, Area terbuka hijau di sekitar fasum olahraga komplek Tanjung Mas, pemancingan Kober, pemancingan jalan Buni, area parkir stasiun Tanjung Barat.3 Dengan seiring banyaknya sarana-sarana yang terdapat di Tanjung Barat dapat terlihat perlahan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
di
Tanjung
Barat
semakin
meningkat
dan
terus
berkembang. Perekonomian masyarakat di Tanjung Barat relatif kelas menengah hingga atas seperti karyawan swasta, akrtis, PNS, ABRI, pengusaha, dan pensiunan. Namun ada juga beberapa kelas bawah terlihat dari mata pencaharian seperti, buruh, dan pedagang.4 3. Kebudayaan dan Agama Yang di Anut Masyarakat Tanjung Barat Budaya masyarakat di Tanjung Barat merupakan percampuran budaya dari bebagai macam ras dan etnis yang memiliki ragam budaya yang unik dan kaya, dikarenakan semakin banyaknya para pendatang di wilayah Tanjung Barat. Ada berbagai macam suku-suku yang ada di Tanjung Barat diantaranya adalah Suku Betawi, Jawa, Sunda, Minang, 3
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanjung_Barat,_Jagakarsa,_Jakarta_Selatan diakses pada tanggal 25 Oktober 2014 Pukul 15.30 4 Monografi Kelurahan Tanjung Barat Juli s/d Desember Tahun 2010, h. 4.
57
Batak, Aceh. Tetapi pada umumnya suku di Tanjung Barat lebih dominan adalah orang Betawi.5 Budaya Betawi di Kelurahan Tanjung barat ini masih kental dan atmosfer Betawi memang masih mudah dijumpai. Seperti dari sisi bahasa yang dominan digunakan adalah bahasa pergaulan sehari-hari yaitu bahasa Betawi. Serta pada acara-acara keagamaan khususnya agama Islam seperti pengajian, akekah, khatam Qur’an, sunatan, nuju bulan, tahlilan, santunan anak yatim, maulid, haul, ruwah, pembacaan riwayat Nabi (Barzanji) di acara-acara keagamaan tertentu, terlihat juga dari makanan karena aneka makanan khas Betawi banyak di temukan di wilayah Tanjung Barat. Jika menelusuri jalan-jalan di Tanjung Barat juga akan mudah ditemukan rumah tradisional atau rumah adat Betawi,
seperti rumah
Bapang atau rumah Kebaya (dengan ciri khas dekorasi gigi balang pada listplangnya) serta rumah Gudang. Selain itu pada acara pernikahan juga sering ditampilkan upacara adat Betawi seperti upacara Buka Palang Pintu. Agama yang dianut masyarakat kelurahan Tanjung Barat adalah mayoritas beragama muslim. Selain itu beragama Kristen, Hindu, Budha. Meskipun
ada
perbedaan,
masyarakat
di
Tanjung
Barat
hidup
berdampingan dengan damai dan tentram serta saling menghargai dan menghormati antar umat beragama.
B. Pembahasan 1.
Sejarah Awal Tradisi Buka Palang Pintu di Tanjung Barat Berbicara mengenai sejarah awal tradisi buka palang pintu di
Tanjung Barat pertama harus di ketahui bahwa tradisi adalah warisan turun temurun yang masih dipertahankan oleh masyarakat, Buka Palang Pintu atau orang Betawi Tanjung Barat sering menyebutnya dengan palang pintu pada intinya sama dengan daerah Betawi lainnya. Menurut Zainuddin pendiri palang pintu mengatakan bahwa : 5
Laporan Penduduk Pendatang Baru, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan Bulan September 2014.
58
“Palang pintu merupakan simbol tradisi khas Betawi turun temurun pada acara pra akad nikah ataupun bebesanan. Prosesi tersebut untuk membuka penghalang atau palang yang disebut jawara agar dapat masuk ke rumah mempelai calon wanita untuk duduk melaksanakan acara akad nikah. Makna buka palang pintu juga sebagai penghormatan untuk calon mempelai perempuan, karena seni budaya Betawi identik dengan agama Islam dan Rosulullah mengajarkan kita mengangkat drajat kaum wanita, karena wanita harus dihormati dan dihargai”.6 Sejarah awal tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat yang didapat hanya melalui cerita turun temurun dari sesepuh terdahulu. Menurut Akmaluddin salah satu pendiri palang pintu yaitu, “Dahulu pada awalnya engkong-engkong kite adalah jawara Betawi di Tanjung Barat karena banyak yang belajar silat dan untuk menikah mereka melakukan palang pintu secara nyata”.7 Hal ini serupa dengan pendapat Fauzan Aulia yang mengatakan bahwa : “Sejarahnya udah dari zaman dulu, zamannya engkong-engkong saya bercerita, yang namanya mau nikah atau mau ngelamar harus bisa ngalahin jawara-jawara lain pesaingnya karena di Tanjung Barat banyak jawara-jawara yang jago silat, jika kita mau ke tetangga sebelah atau sebrang untuk mendapatkan wanita atau calon bininye kudu berantem dulu ngalahin pesaingnya, terus oleh calon mertua ditanya lagi “bawa apaan kemari?, bisa apaan? nah terus si engkong itu ngalahin lawan-lawannya yang demenin perempuannya juga, dan juga bawa-bawaan, menunjukkan jika dia punya duit dan bisa ngaji ke calon mertuanya”.8 Sejarah yang telah dipaparkan diatas adalah cerita yang didapat dari generasi ke generasi bahwa masyarakat Betawi di Tanjung Barat harus mempunyai keahlian yang pertama, harus bisa mengaji dan kedua harus bisa bela diri (adu kekuatan ilmu silat), hal tersebut adalah persyaratan yang harus dipenuhi untuk meminang perempuan dalam melakukan acara pernikahan. Tradisi buka palang pintu terlihat sangat sederhana tetapi
6
Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Zainuddin Pada Senin, 20 Oktober 2014 Pukul 18.30 WIB. 7 Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Akmaluddin Pada Kamis, 16 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB. 8 Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Fauzan Pada Senin, 17 Oktober 2014 Pukul 19.30 WIB.
59
mempunyai makna serta dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat Betawi. Pada saat ini buka palang pintu di Tanjung Barat berbeda dengan tradisi terdahulu, dahulu tradisi buka palang pintu dipandang menyulitkan pihak pria dan sekarang hanya sebagai simbol saja, untuk pertunjukkan seni tradisional Betawi khususnya di acara prosesi adat pernikahan, sebagai bentuk warisan wawasan sekaligus menjadi sumber pengetahuan guna mengenal lebih mendalam tentang keanekaragaman yang dimiliki oleh masyarakat Betawi. Hal ini serupa dengan pendapat sesepuh dan juga ketua RW 01, Muhammad Naseh, “dengan adanya palang pintu kita bisa melihat dan mengenang kakek dan nenek kita dulu seperti itu ketika berebut untuk menikahi gadis dengan cara berantem atau silat beneran dengan menggunakan golok beneran”.9 2.
Tahapan Prosesi Buka Palang Pintu Pada Acara Pernikahan Masyarakat Betawi di Tanjung Barat Pada acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat,
tahapan prosesi adat buka palang pintu juga sama dengan daerah Betawi lainnya, seperti di Jakarta Utara, Timur, Barat, dan Pusat. Adapun perlengkapan yang digunakan adalah rebana ketimpring, petasan, kembang kelapa, sirih dare, seragam anggota, golok dan toya (tongkat panjang). Akan tetapi ada beberapa perbedaan buka palang pintu yang ada di Tanjung Barat dengan wilayah Jakarta lainnya dari sisi perlengkapan, seperti dandang (menandakan merebut kekuasaan), sirih dare dan rebana ketimpring sudah jarang digunakan di Tanjung Barat karena ada beberapa alasan seperti untuk mempersingkat waktu, dan untuk iringan rebana ketimpring sudah langka berganti menjadi marawis.
9
Hasil wawacara dengan ketua RW 01 Tanjung Barat, Muhammad Naseh Pada Rabu, 22
Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB.
60
Ada beberapa syarat atau tahapan, yang harus dipenuhi pada acara buka palang pintu. Pada tahapan pertama pengantin laki-laki dibacakan solawat Dustur dan solawat Marhaban yang ditujukan kepada Nabi Muhammad sebagai perantara ke Allah, dan solawat tersebut juga diiringi dengan rebana ketimpring, tujuan dari solawat tersebut agar selamat, dan diberikan kelancaran dalam acara pernikahan. Sebenarnya rebana yang digunakan adalah rebana ketimpring (rebana kecil-kecil) yang paling sah dan asli.10 Tetapi ada juga yang memakai marawis. Serta pemasangan petasan bertujuan untuk memeriahkan dan memberitahu bahwa calon pengantin laki-laki akan datang ke kediaman mempelai wanita.
Gambar 4.2 Pengiringan calon pengantin laki-laki dengan anggota marawis Palang Pintu “Dia Katah”, foto diambil bertempat di Jalan H. Alwi Rt 04/01, Kelurahan Tanjung Barat Jakarta Selatan.
10
Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Zainuddin Pada Senin, 20 Oktober 2014 Pukul 18.30 WIB.
61
Gambar 4.3 Calon Pengantin laki-laki diiringi oleh jawara atau anggota pencak silat “Dia Katah”, foto diambil bertempat di Jalan H. Alwi Rt 04/01, Kelurahan Tanjung Barat Jakarta Selatan.
Gambar 4.4 Calon Pengantin laki-laki juga diiringi oleh ondelondel dan kembang kelapa, foto diambil bertempat di Jalan Nangka RT 03/06 Kelurahan Tanjung Barat oleh anggota Palang Pintu “Inti Jaya”
62
Kembang kelapa tersebut
merupakan simbol benda
yang
mempunyai makna yaitu pohon kelapa adalah salah satu pohon yang kuat berguna mulai dari daun, batang, hinga buahnya. Hal tersebut diharapkan calon mempelai laki-laki berguna bagi keluarga, nusa dan bangsa. Pada tahap kedua, sesampainya calon pengantin laki-laki ke tempat mempelai wanita, ada perwakilan yang membuka awal pembicaraan dengan
mengucapkan
salam
Assalammualaikum
yang
bermakna
mendo’akan keselamatan dan kedamaian serta bermakna jika ingin ingin bertamu harus permisi dengan tuan rumah dan salam tersebut juga dijawab oleh perwakilan dari pihak mempelai wanita.
Gambar 4.5 Pembacaan salam dan dialog pantun Setelah pembacaan salam, selanjutnya pada tahapan ketiga adalah saling melempar pantun. Pantun yang digunakan adalah pantun jenaka dengan bahasa yang sopan dan untuk mencairkan suasana ketegangan mempelai laki-laki sebelum akad nikah. Pantun mempunyai makna sebagai simbol bahwa masyarakat Betawi mempunyai selera humor yang
63
tinggi. Dialog Pantun yang digunakan berisi seputar maksud dan tujuan kedatangan pihak laki-laki. Contohnya adalah : “Sampang simping jambu mateng Siapa disamping, itu tamu baru dateng?” Lalu di jawab : “Makan sekuteng di Pasar Jum’at Pulangnya mampir ke Kramat Jati Saya ame rombongan deteng dengan segala hormat Mohon diterima dengan senang hati”.11 Setelah selesai dialog pantun, pada tahapan keempat adalah harus dipenuhinya syarat membuka palang pintu dengan beradu ilmu silat menunjukkan jurus pukulan. Silat bukan berarti untuk berkelahi melainkan untuk bela diri. Orang Betawi di Tanjung Barat sering menyebutnya dengan “main pukul” yang mempunyai makna agar dapat melindungi keluarga dan anak-anaknya, membersihkan hati serta menjauhkan diri dari kesombongan. Jurus silat yang digunakan beraneka macam karena silat yang digunakan hanya sebagai simbol dan seni pertunjukkan saja.
Gambar 4.6 Menunjukkan jurus pukulan untuk membuka palang pintu 11
Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Zainuddin Pada Senin, 20 Oktober 2014 Pukul 18.30 WIB.
64
Gambar 4.7 Menunjukkan alat yang digunakan adalah Toya (Tongkat panjang) dan golok. Pada saat Main pukul atau adu silat, jawara dari pihak laki-laki harus bisa mengalahkan jawara dari pihak perempuan, dan pada pertunjukkan tradisi ini pada akhirnya dimenangkan oleh pihak laki-laki. Simbol silat juga melambangkan keberanian dan juga bermanfaat bagi banyak orang. Akan tetapi ada satu syarat lagi untuk masuk yaitu :
Gambar 4.8 Pembacaan Sikeh
65
Syarat atau tahapan kelima yaitu pembacaan sikeh, bahasa Betawinya adalah pembacaan yalil tetapi untuk bahasa memperindah bacaan Al-Qur’an disebut sikeh. Pembacaan sikeh mempunyai makna bahwa orang Betawi selain harus bisa silat, sebagai umat Islam, umat Nabi Muhammad harus bisa mengaji itu yang dianjurkan oleh Allah dan bukan hanya Islam KTP saja. Setelah selesai pembacaan sikeh, pihak mempelai laki-laki dan tamu rombongan dipersilahkan masuk untuk melakukan acara akad nikah.
Gambar 4.9 Menunjukkan pihak laki-laki dipersilahkan masuk oleh pihak perempuan. 3.
Pandangan Tentang Tradisi Buka Palang Pintu Menurut Masyarakat Tanjung Barat Tradisi buka palang pintu pada acara adat pernikahan Betawi
adalah sebuah prosesi yang di dalamnya terdapat unsur kesenian dan merupakan bentuk budaya pada masyarakat Betawi saat ini, sarat akan kearifan lokal yang patut dilestarikan tidak hanya sebagai sarana hiburan namun juga sebagai bahan perenungan sekaligus pendidikan, karena tradisi buka palang pintu juga dijadikan sebagai siar agama Islam, semua yang
66
terkandung didalamnya bermanfaat dan perbuatan didalamnya sunnah berlandaskan ajaran agama Islam. Tidak ada unsur kesyirikan atau menduakan Allah didalamnya. Pada saat ini tradisi buka palang pintu menunjukkan kemajuan yang baik ditinjau dari apresiasi masyarakat di wilayah Tanjung Barat dengan menggunakan palang pintu pada acara pernikahannya, bukan hanya masyrakat Betawi saja, menurut Akmaluddin, “dari pihak kelurahan juga sering memanggil palang pintu untuk menyambut kedatangan tamu pejabat dan Gubernur yang hadir di Kelurahan Tanjung Barat dan pantun yang digunakan dalam acara palang pintu diubah untuk acara penyambutan pejabat”.12 Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat Lurah Tanjung Barat yang juga mempunyai perhatian terhadap kesenian dan tradisi budaya Betawi, buka palang pintu, “jika dari pimpinan tingkat kecamatan serta pimpinan lainnya datang, kita akan menyuguhkan budaya Betawi yang ada di Tanjung Barat”.13 Dengan dipanggilnya palang pintu dalam acara pernikahan ataupun menyambut pejabat, hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Betawi. Menjadi wadah untuk memperkenalkan kepada anak serta cucu generasi penerus, lingkungan sekitar, dan orang yang menonton pertunjukan seni tradisi Betawi ini. Serta dapat bertambah pengetahuannya tentang tradisi Betawi, dan bertujuan untuk memeriahkan acara juga mempertahankan eksistensi agar budaya tradisional Betawi di Tanjung Barat tetap terjaga kelestariannya. Setiap acara pernikahan sebagian besar masyarakat Betawi asli di Tanjung Barat menggunakan prosesi adat buka palang pintu di pernikahannya. Namun ada masyarakat pendatang yang juga memakai tradisi palang pintu karena kekentalan tradisi Betawi yang masih kuat pada 12
Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Akmaluddin Pada Senin, 16 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB. 13 Hasil wawancara dengan Lurah, Aryan Pada Kamis, 30 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB.
67
masyarakat Tanjung Barat dan beberapa masyarakat Betawi yang tidak memakai dikarenakan berbagai macam faktor, dari segi biaya, ketidak tahuan karena belum sempat diwariskan kepada generasi selanjutnya dan mungkin juga pada zaman modern ini, masyarakat Betawi melupakan tradisinya. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Fahdlan aditia mengatakan bahwa: “Beberapa Masyarakat Betawi di Tanjung Barat, masih menggunakan kalau dia orang Betawi asli sini, tapi ada juga orang luar suku Betawi yang menggunakan karena kekentalan adat istiadat warga Betawi di Tanjung Barat menggunakan palang pintu. Selain itu ada juga orang Betawi di Tanjung Barat yang tidak memakai palang pintu karena pertama era modern, jasa palang pintu sudah mempunyai jadwal di tempat lain, kedua ketidak siapan halaman atau tempat untuk mengadakan palang pintu, ketiga rata-rata faktor ekonomi”.14 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor ekonomi menjadi alasan utama bagi masyarakat Betawi di Tanjung Barat, karena untuk memanggil pertunjukkan seni tradisi palang pintu memerlukan biaya, dan biaya yang dikeluarkan lumayan besar. Menurut H. Diding, pendiri palang pintu : “Awalnya tidak mematok harga, akan tetapi, kita mempunyai anggota yang banyak dan lumayan capek karena harus adu silat, jatoh dan untuk menghargai pemain rebana, biasanya kita mematok harga disetiap seni pertunjukkan 1 sampai 3 jutaan. Seni budaya kita itu indah, seni itu mahal, kalo bukan kita masyarakat Betawi yang menghargai budaya Betawi siapa lagi.” Perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat masih tetap ada dan masih terus berkembang karena masih terus digunakan oleh masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Pada awalnya, tradisi ini sudah semakin redup, dan memunculkan kekhawatiran jika tradisi ini akan hilang tergerus zaman modern. Maka dari itu timbulah inisiatif dan rasa terpanggil dalam hati pendiri sanggar untuk melestarikan, dengan adanya sanggar-sanggar yang didirikan oleh pendiri palang pintu di Tanjung 14
Hasil wawancara dengan warga Betawi Tanjung Barat, Fahdlan Aditia Pada Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul 10.30 WIB.
68
Barat. Hal tersebut semakin diperkuat dengan antusias warga yang melestarikan dengan cara memanggil palang pintu untuk acara di pernikahannya. Untuk melestarikan, masyarakat Betawi juga bisa mengikuti kegiatan sanggar yang didirikan. Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi anggota palang pintu. Hanya ada kemauan yang kuat sebagai generasi penerus untuk bisa terus belajar. Anggota terbagi menjadi pemain silat, pembaca pantun, pembaca solawat dan sikeh serta pemain rebana. Dengan hal tersebut tradisi budaya Betawi ini akan tetap terus ada dan terjaga. Pada zaman
dahulu
tradisi
buka palang pintu dianggap
menyulitkan pihak laki-laki karena harus mengalahkan pesaing yang menyukai wanita yang akan menjadi calon istri dengan cara adu ilmu silat dan dilakukan secara benar dan nyata. Tradisi palang pintu pada saat ini sudah mengalami perubahan, hanya sebagai simbol tradisi pertunjukan khas Betawi turun temurun pada acara pra akad nikah ataupun bebesanan. Prosesi palang pintu pada pernikahan digunakan untuk membuka penghalang atau palang yang disebut jawara yang sudah diatur sedemikian rupa yang selalu dimenangkan oleh pihak laki-laki agar memudahkan pihak laki-laki dapat masuk ke rumah mempelai calon wanita untuk duduk melaksanakan acara akad nikah. Namun perkembangan saat ini palang pintu di Tanjung Barat selain pada acara pernikahan juga digunakan sebagai penyambutan pejabat maupun Gubernur yang datang di Kelurahan Tanjung Barat. Perubahan tradisi buka palang pintu pada zaman dahulu dengan yang ada pada saat ini diperkuat oleh teori menurut Koentjaraningrat bahwa budaya dapat berubah, perubahan budaya adalah “perubahanperubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan, yakni mencakup perubahan sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem mata pencaharian,
69
sistem teknologi, religi, bahasa dan kesenian”.15 Perubahan ini terjadi akibat ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga menghasilkan suatu keadaan yang harmonis bagi kehidupan masyarakat, karena budaya Betawi di Tanjung Barat bersifat adaptif. Tanpa adanya kemampuan berubah, kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat ahli Antropologi dan Arkeologi Gordon Childe dalam sebuah teori universal yang mengatakan bahwa : “Keinginan manusia bersifat menyeluruh. Dalam rentang waktu yang panjang, manusia berubah menuju sistem kebudayaan yang lebih modern, bahkan hasrat mengubah pola hidup semakin cepat berganti-ganti. Gordon Childe menyebutnya sebagai revolusi kebudayaan”.16 Perubahan kebudayaan juga terjadi karena seseorang individu dalam suatu masyarakat Betawi di Tanjung Barat mengalami proses belajar dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama yang terdapat di dalam masyarakat. Setiap orang sama-sama memiliki pikiran atau akal sehat yang merupakan dasar dari semua aktivitas-aktivitas sosial. Nilai budaya dan agama yang menjadi pedoman tingkah laku bagi warga masyarakat adalah warisan turun-temurun yang telah mengalami proses interaksi sosial dan penyerahan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses ini menyebabkan nilai-nilai budaya yang terdapat pada palang pintu menjadi tradisi yang terus dipertahankan pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat. 4.
Nilai Edukatif Yang Dapat Diambil Dari Buka Palang Pintu Nilai-nilai edukatif merupakan nilai-nilai yang bersifat mendidik
dan bermanfaat yang didalamnya mencakup sikap individu dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial, dan kehidupan yang berhubungan dengan Tuhan. 15
Koentjaraningrat, op. cit., h. 165. Beni Ahmad Saebani, Pengantar Antropologi, (Bandung : CV PUSTAKA SETIA, 2012), cet.ke-1, h. 201. 16
70
Dalam acara prosesi buka palang pintu terdapat nilai-nilai edukatif yang dijelaskan sebagai berikut : Tradisi buka palang pintu mempunyai nilai edukatif yang pertama, pendidikan kebudayaan, dengan adanya tradisi buka palang pintu masyarakat dapat mengetahui, mempelajari serta menambah wawasan tentang budaya yang ada di Jakarta khususnya pada masyarakat Betawi. Kedua yaitu nilai pendidikan agama Islam. Nilai pendidikan agama Islam terdapat di dalam pembacaan solawat Dustur atau solawat Marhaban, pembacaan salam dan pembacaan sikeh. Nilai tersebut bertujuan agar setiap individu mendekatkan diri kepada ALLAH, diberikan keselamatan dan kelancaran dalam acara pernikahan. Selain itu, nilai pendidikan agama juga di terapkan dalam mempelajari silat Betawi pada palang pintu, dengan demikian setiap individu yang belajar ilmu silat akan membentuk manusia yang berakhlak mulia, menjauhkan setiap individu dari sifat kesombongan, memiliki etika, budi pekerti atau moral yang baik, dan bertujuan untuk melindungi keluarga maupun masyarakat. Nilai edukatif yang ketiga adalah pendidikan jasmani, karena di dalam silat terdapat gerakan-gerakan yang indah dalam setiap jurusnya dan silat termasuk cabang olah raga bela diri. Silat dapat meningkatkan sikap individu sportif, disiplin, dan hidup sehat. Keempat yaitu pendidikan bahasa yang terdapat di dalam pantun pada acara prosesi buka palang pintu. Pantun bernilai bertutur kata baik dan santun kepada semua orang, hal ini bertujuan agar setiap individu bersikap sopan dan menghargai orang tua maupun orang lain dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan mendapatkan bukti empiris mengenai tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di kelurahan Tanjung Barat, kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya dan dengan hasil pengumpulan data yang dipadukan dengan tiga teknik untuk memperkuat validitas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : Tradisi buka palang pintu yang dilaksanakan sebelum akad pernikahan, masih dipertahankan sebagian besar masyarakat Betawi khususnya di Tanjung Barat. Pada awalnya tradisi buka palang pintu dianggap menyulitkan pihak laki-laki namun seiring perkembangan zaman sudah mengalami pergeseran, dan pada saat ini hanya sebagai simbol kesenian di dalam acara adat pernikahan. Tradisi palang pintu masih dipertahankan oleh sebagian besar masyarakat Betawi karena di dalamnya merupakan warisan budaya yang diturunkan oleh generasi sebelumnya, tahapan isi dalam tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat meliputi, pembacaan solawat dustur kepada Nabi Muhammad, SAW yang diiringi dengan rebana dan jawara. Selanjutnya pembacaan salam, berdialog pantun yang berisi maksud dan tujuan kedatangan, dilanjutkan adu jurus pukulan (silat) untuk membuka palang pintu yang pada akhirnya dimenangkan oleh pihak laki-laki dan diakhiri dengan pembacaan sikeh. Namun ada sebagian kecil masyarakat Betawi di Tanjung Barat tidak menggunakan prosesi buka palang pintu pada pernikahannya dikarenakan dana yang dikeluarkan cukup besar. Dampak positif dari tradisi ini adalah sebagai penghibur tamu undangan dan bertujuan untuk melestarikan seni tradisi kebudayaan Betawi. Tradisi ini mempunyai makna disetiap pertunjukannya. Makna yang paling penting dalam buka palang pintu adalah calon suami dapat melindungi istri 71
72
dan keluarganya dari bahaya, berguna bagi nusa dan bangsa serta sebagai penghormatan untuk calon mempelai perempuan.
B. Saran Dengan melihat dari pembahasan bab-bab di atas, maka diberikan saran kepada masyarakat Betawi dan pendiri palang pintu antara lain: 1. Tradisi buka palang pintu haruslah dilestarikan, karena tradisi ini masih terdapat pada masyarakat Betawi Tanjung Barat, demi menunjang tradisi Betawi kepada seni kebudayaan nasional. 2. Dalam tradisi buka palang pintu hendaklah jangan berlebihan karena dapat menghambat berjalannya proses akad disuatu perkawinan yang akan dilangsungkan. 3. Kepada pendiri palang pintu dan masyarakat Betawi hendaklah memberikan pemahaman kepada penerus generasi muda agar dalam melaksanakan tradisi tidak menyimpang dari syari’at Islam.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991. Anesya,
Devania.
Teknik
Analisis
http://frenndw.wordpress.com/2011/03/15/teknik-analisis-data/
Data, diakses
pada tanggal 2 Oktober 2014. Anwar, Chaerul. “Tradisi Ziarah Kubur Masyarakat Betawi Pada Makam Muallim KH. M. Syafi‟i Hadzami Kampung Dukuh Jakarta Selatan”, Skripsi. Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: 2007. tidak dipublikasikan. Any, Andjar. Upacara Adat Perkawinan Lengkap. Surakarta: PT Pabelan Surakarta, 1986. Ariyono dan Aminuddin. Kamus Antropologi. Jakarta : Akademika Pressindo, 1985. As‟Ad, Musifin. Perkawinan dan Masalahnya. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993. Bachtiar. Buku Panduan Perosesi Adat Perkawinan Betawi Buke Palang Pintu. Jakarta: Sanggar Si Pitung Rawabelong, 2013. Al Batawi, Zahrudin Ali. 1500 Pantun Betawi. Jakarta: Nus Printing, 2012. Budiaman. Folklor Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan Propinsi. DKI Jakarta, 2000. Chaer, Abdul. Folklor Betawi Kebudayaan & Kehidupan Orang Betawi. Jakarta : Masup Jakarta, 2012. Duvall dan Miller. Marriage and Family Development. New York: Harper & Row Publisher, 1985. Ensiklopedi. Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah). Jakarta : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2005. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1988. Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
73
74
Fauzan, Al-„Allamah Shalih. “Bekal-Bekal Pernikahan Menurut Sunah Nabi”. Suvenir Pernikahan Al-Akh Syafruddin dengan Al-Ukht Fany. Jakarta, 7 September 2007. Haris, Tawalinuddin. Kota dan Masyarakat Jakarta. Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2007. Hartomo dan Arnicun Aziz. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 1993. Kementrian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Perkata, Terjemah Inggris. Bekasi: Cipta Bagus Sagara, 2012. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009. Laksmini, Gita Widya. Jakarta Batavia; esai sosio-kultural. Jakarta: Banana, KITLV, 2007. Minah, Barong. “Palang Pintu”, http://senisetu.wordpress.com/about/ diakses pada tanggal 12 Desember 2013. Monografi Kelurahan Tanjung Barat. Juli s/d Desember Tahun 2010. Muchtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987. Mudjiaraharjo.
http://mudjiaraharjo.com/materi-kuliah/20.html
diakses
pada
tanggal 2 Oktober 2014. Muhadjir. Peta Seni Budaya Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1986. Muhasim. “Tradisi Kudangan Perkawinan Betawi Dalam Perspektif Hukum Islam”, Skripsi pada Gelar Sarjana Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta : 2009. tidak dipublikasikan. Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004. Murni, Sri. “Orang Betawi Kampung Bojong: Usaha Mereka Mempertahankan Identitasnya Sebagai Kelompok Etnik”, Skripsi. Jurusan Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia, Jakarta. Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988.
75
Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK). Jakarta : FITK, 2013. Peursen, Van. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Kanisius, 1976. Poerwadarminta. W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka, 1976. Prakoso, Djoko. Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara Jakarta, 1987. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa, 2008. Pusat Bahasa. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia. Bandung : PT Mizan Pustaka, 2009. Rahman, Abdur. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992. Rendra. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: PT Gramedia, 1984. Rosyadi. Profil Budaya Betawi. Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006. Saebani Ahmad Beni, Pengantar Antropologi. Bandung : CV PUSTAKA SETIA, 2012. Saidi, Ridwan. Warisan Budaya Betawi. Jakarta: LSIP dan Pemda DKI Jakarta, 2000. --------. Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayaan, Dan Adat Istiadatnya. Jakarta : PT. Gunara Kata, 2001. --------. Babad Tanah Betawi. Jakarta: PT Gria Media Prima, 2002. --------. Ragam Budaya Betawi. Jakarta : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2002. Saifuddin, Ahmad Fedyani. Catatan Refleksi Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: Institut Antropologi Indonesia, 2011. Saputra, Yahya Andi., dan S.M. Ardan. Siklus Betawi : upacara dan adat istiadat. Jakarta: LKB, 2000.
76
Saputra, Yahya Andi., dan Nurzain. Profile Seni Budaya Betawi. Jakarta: Dinas Pariwisata & Kebudayaan Prov. DKI Jakarta, 2009. Soekanto. Kamus Sosiologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : ALFABETA, 2009. Sulaicha, Cucu., dkk., Pengantin Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, 2000. Suparlan, Parsudi. Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan Perspektif Antropologi Perkotaan. Jakarta: YPKIK, 2004. Tim Peneliti Kebudayaan Betawi. Langgam Budaya Betawi. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, 2011. Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI. Ragam Seni Budaya Betawi. Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2012. Wikipedia.http://id.wikipedia.org/wiki/Tanjung_Barat,_Jagakarsa,_Jakarta_Selata n diakses pada tanggal 23 Oktober 2014. Wiyasa, Thomas. Upacara Perkawinan Adat Sunda. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994. ----------. Upacara Perkawinan Adat Jawa. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995.
PEDOMAN OBSERVASI TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
1.
Jumlah penduduk.
2.
Kondisi dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Tanjung Barat.
3.
Kebudayaan masyarakat Tanjung Barat.
4.
Pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat.
5.
Tradisi Buka Palang Pintu.
6.
Tahap-tahap buka palang pintu.
7.
Syarat perlengkapan buka palang pintu.
8.
Makna buka palang pintu bagi masyarakat Betawi.
9.
Pandangan masyarakat terhadap tradisi buka palang pintu.
10.
Pelaku palang pintu.
PEDOMAN WAWANCARA TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin
:
A. Pendiri Palang Pintu 1. Makna buka palang pintu. 2. Sejarah buka palang Pintu di Tanjung Barat. 3. Sejak kapan menekuni profesi sebagai palang pintu. 4. Alasan dan tujuan profesi. 5. Syarat untuk menjadi palang pintu. 6. Pelatihan buka palang pintu. 7. Tahapan prosesi buka palang pintu. 8. Makna dari setiap tahapan prosesi buka palang pintu. 9. Alat dan perlengkapan yang digunakan. 10. Cara mempertahankan tradisi buka palang pintu. 11. Panggilan untuk mengisi acara buka palang pintu khususnya pernikahan di Tanjung Barat. 12. Perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat. 13. Harga setiap penampilan buka palang pintu.
B. Lurah: 1. Sejak kapan menjabat sebagai Lurah. 2. Pandangan Lurah terhadap tradisi buka palang pintu. 3. Perhatian kelurahan terhadap tradisi buka palang pintu.
C. Tokoh Masyarakat 1. Pandangan mengenai tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat 2. Kualitas dan harga penampilan buka palang pintu 3. Perhatian dari kelurahan setempat terhadap tradisi buka palang pintu
D. Masyarakat: 1. Makna buka palang pintu bagi masyarakat Betawi 2. Pandangan masyarakat mengenai prosesi buka palang pintu 3. Alasan memakai buka palang pintu dalam pernikahan 4. Perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat
HASIL OBSERVASI TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan) 1.
Jumlah penduduk Jumlah penduduk Tanjung Barat ini sebanyak 41.473 jiwa, dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 20.637 jiwa, jumlah perempuan sebanyak 20.836 jiwa. Data ini berdasarkan bulan September 2014. Kelurahan Tanjung Barat terdiri dari 6 RW dan 66 RT yang meliputi cakupan wilayah, Utara: Poltangan, Beringin Besar, Remidi, Perikanan, Swadaya, Gunuk Ciliwung, Kober, Nangka Utara, Lebak Sari. Selatan: Rancho, TBI, Muara, Gintung, Buni, Bacang, Sonton, Kancil, Gang Guru, Jayanti, Gang Seratus, Kampung Bulak/Jambu, Tanjung Mas, Nangka Selatan. Barat: Gang Waru, Gang Langgar, Stasiun Tanjung Barat, Baung, AMD, Stoplas, Kolong (Jalan Baru). Letak wilayah Tanjung Barat sangatlah strategis untuk dijadikan pemukiman karena akses jalan termasuk mudah dilalui jalan tol, jalur KRL dan ujung timur flyover TB. Simatupang.
2.
Kondisi dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Tanjung Barat Dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Tanjung Barat terus meningkat dan berkembang, dilihat dari adanya sarana dan prasarana seperti adanya sekolah dari TK hingga perguruan tinggi, tempat ibadah, adanya klinik pengobatan kesehatan, apotik, adanya area terbuka untuk olah raga. Untuk perekonomian, masyarakat Betawi relatif baik dari kelas atas hingga bawah, contoh masyarakat kelas atas mempunyai pekerjaan Jendral ABRI, PNS,
karyawan swasta, pengusaha, pensiunan dan aktris. Untuk masyarakat kalangan bawah terlihat dari mata pencaharian seperti buruh, dan pedagang. 3.
Kebudayaan masyarakat Tanjung Barat Kebudayaan masyarakat Tanjung Barat sudah mengalami percampuran dari berbagai macam ras dan etnis. Karena banyak para pendatang berbagai macam suku seperti, suku Jawa, Sunda, Minang, Batak, Aceh. Namun kebudayaan Betawi di wilayah Tanjung Barat masih dominan. Contohnya bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Betawi, jika acara hajatan disediakan makanan atau kue-kue tradisonal Betawi, rumah adat Betawi juga masih mudah dijumpai sepanjang jalan kelurahan Tanjung Barat, pada acara keagamaan khususnya agama Islam, masih kental dengan budaya Betawi seperti pengajian, Akekah, khatam Qur’an, sunatan, nuju bulan, tahlilan, santunan yatim, maulid, haul, ruwah, pembacaan Barzanji. Karena masyarakat Tanjung Barat mayoritas beragama Islam.
4.
Pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat Pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat berdasarkan agama Islam. Pernikahan masyarakat Betawi pada saat ini sudah tidak sepenuhnya mengikuti adat Betawi aslinya, karena perubahan sosial ekonomi yang ada di masyarakat. Namun ada beberapa tahapan yang masih dilakukan seperti melamar, menentukan hari perkawinan, serahan, ngarak pengantin. Biasanya sebelum acara akad nikah ada prosesi buka palang pintu yang masih digunakan yang sudah menjadi tradisi masyarakat Betawi.
5.
Tradisi Buka Palang Pintu Tradisi buka palang pintu adalah prosesi adat sebelum acara akad pernikahan dan bertujuan untuk membuka penghalang agar bisa masuk ke tempat mempelai wanita. Tradisi ini sudah menjadi warisan turun-temurun
masyarakat Betawi di Tanjung Barat karena tradisi ini merupakan simbol kesenian yang patut dilestarikan. Acara buka palang pintu biasanya dilakukan pada perayaan pernikahan masyarakat Betawi Tanjung Barat. Namun saat ini tradisi palang pintu juga digunakan untuk acara penyambutan pejabat di Kelurahan Tanjung Barat. 6.
Tahap-tahap buka palang pintu Pertama calon laki-laki sebelum berangkat ke tempat wanita dibacakan solawat dustur yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dengan iringan rebana, serta dampingi oleh jawara dan simbol kembang kelapa, sesampai di tempat mempelai wanita mengucapkan salam dan membuka dialog pantun, menunjukkan maksud kedatangan. Setelah itu buka jurus pukulan (silat) harus bisa mengalahkan jawara dari pihak perempuan, biasanya dimenangkan oleh pihak laki-laki, dan terakhir pembacaan sikeh.
7.
Syarat perlengkapan buka palang pintu Baju Betawi, peci, golok, toya, kembang kelapa, dan rebana.
8.
Makna buka palang pintu bagi masyarakat Betawi Buka palang pintu mempunyai makna yang sangat besar yaitu dalam pembacaan salam dan solawat dapat menyiarkan agama Islam dan do’a untuk keselamatan, dalam silat menggambarkan pihak calon laki-laki harus bisa menjaga istri, anak dan keluarganya dari bahaya, pembacaan sikeh bermakna harus bisa menjalankan perintah agama agar menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah, dan berguna bagi nusa dan bangsa.
9.
Pandangan masyarakat terhadap tradisi buka palang pintu Masyarakat Tanjung Barat khususnya masyarakat Betawi sangat antusias, dengan adanya palang pintu kesenian Betawi akan tetap ada. Tradisi ini masih
ada dan berkembang dengan pantun humor yang inovatif. Dan masyarakat Betawi di Tanjung Barat sebagian besar menggunakan palang pintu pada acara pernikahannya.
10.
Pelaku palang pintu Pendiri palang pintu yang di temui ada 3 orang yang pertama bapak Fauzan, Akmaluddin, dan H. Zainuddin. Pendiri palang pintu membuat sanggar ini bertujuan untuk melestarikan seni tradisi budaya Betawi dan mengajak serta memperkenalkan masyarakat Betawi tentang palang pintu kepada generasi selanjutnya.
TRANSKIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama
: Aryan Syafari, SE
Alamat
: Perum cilengsi hijau Blok M2/18
Jabatan
: Lurah Tanjung Barat
Jenis Kelamin
: Laki-laki
1. P : Sejak kapan bapak menjadi Lurah di Tanjung Barat? L : Sejak bulan Juni 2013, diperoleh secara lelang terbuka oleh bapak Jokowi. 2. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai tradisi buka palang pintu? L : Tradisi Palang pintu itu suatu kesenian daerah khususnya di Jakarta ini dari turun temurun sudah ada. Mereka ini kan artinya mau menunjukkan ke masyarakat bahwa seseorang kalau mau datang bertamu haru permisi dan hormat kepada yg dikunjungi. Tradisi ini memang bagus dan patut kita pertahankan mungkin sampai kedepan jangan sampai hilang karena dari tradisi palang pintu ini kesenian-kesenian Betawi yang lain itu akan muncul seperti pencak silatnya, dialog pantun dan ada rebananya. Tradisi pembuka acara untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya mengundang masyarakat banyak. Bukan hanya di acara pernikahan, hajatan sunatan, festival, pameran suka ada yg saya liat. 3. P : Apakah masyarakat Tanjung Barat ini dominan orang Betawi? L : Kalau sepengetahuan saya sejak 2013 menjabat di sini memang hampir sekitar kurang lebih 70% lah masyarakat Tanjung Barat ini Betawi, ada beberapa masyarakat pendatang yang ada di Kelurahan ini suku nya juga
Betawi tapi bukan Betawi sini karena ada beberapa tempat pindahan dari senayan, kuningan. 4. P : Apakah tradisi buka palang pintu mendapatkan perhatian dari Kelurahan Tanjung Barat? L : Saya sangat atensi sekali kepada masyarakat yang mempunyai kelompok untuk pengembangan kesenian daerah khususnya Betawi di Tanjung Barat, dan perlu saya dukung karena apa, kita ini masyarakat yang mayoritasnya masyarakat Betawi. Meskipun kita tau sudah banyak pendatang. Kalo bukan kita aparat terkecil tingkat kelurahan siapa lagi? Pasti kita suguhkan untuk kesenian Betawi.
Wawacara dengan Lurah dilakukan Kamis, 30 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB di Kelurahan Tanjung Barat
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama
: H. Zainuddin
Alamat
: Jl. Nangka, RT 03/06 No 31, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
Jabatan
: Pendiri Sanggar SOS, Pendiri Sanggar Betawi Inti Jaya, Ketua RW 06 Tanjung Barat.
Jenis Klelamin
: Laki-laki
1. P : Menurut bapak apakah ada perbedaan makna dari palang pintu dengan buka palang pintu? apa maknanya? Z : Sebetulnya Buka Palang pintu atau Palang Pintu sama saja hanya istilah-istilah penyebutan saja, merupakan salah satu budaya Betawi pada acara pra akad nikah ataupun bebesanan, dan merupakan simbol palang pintu yang didalamnya ada pesilat, karena orang Betawi dahulu zaman nenek moyang kita harus bisa main pukul (silat), dan harus bisa mengaji. Dan sekarang palang pintu hanya sebagai simbol. 2. P : Bagaimana sejarah buka palang pintu di Tanjung Barat? Z : Dari zaman dahulu di Tanjung Barat sudah ada, Orang Betawi identik dengan Silat dan mengaji, zaman orang tua kita bukan palang pintu istilahnya, tapi ngarak penganten dan berebut dandang (kekuasaan) itu dalam istilah Betawi Pinggir. Maksudnya adalah ngadu ilmu dan ngadu kekuatan dari pihak laki-laki dengan pihak perempuan, dan masingmasing daerah punya istilah tersendiri. Dan budaya Betawi itu identik dengan agama yang kita anut adalah Islam karena Rosulullah mengajarkan untuk mengangkat drajat kaum wanita. Wanita harus dihormati, jika kita mau melamar atau menikahi seorang wanita itu harus hormati, jika kita
menyebrang kampung ada jawaranya kita harus beradaptasi ngadu ilmu untuk menunjukkan ada kemampuan main pukul. Akan tetapi untuk sekarang palang pintu hanya sebagai simbol. 3. P : Sejak kapan bapak menekuni profesi sebagai palang pintu? Z : Pada tahun 1986 sekitar 28 tahun. 4. P : Mengapa bapak memilih untuk menekuni profesi palang pintu? apa tujuannya? Z : Karena awalnya orang tua terdahulu sudah tidak ada, dikhawatirkan Seni Tradisi Betawi ini meredup jika kita tidak terjun langsung didalamnya, maka saya terpanggil dan termotifasi dalam diri saya untuk melestarikan seni Budaya Betawi. Dan juga sebagai siar agama Islam. Karena pengantin laki-laki pada saat mau berangkat di bacakan solawat dustur, di adzanin, serta dikomatin, karena orang Betawi identik dengan ngaji dan silat. 5. P : Apakah ada syarat untuk menjadi anggota palang pintu? Z : Syarat menjadi anggota palang pintu tidak terlalu penting, kalau kita orang Betawi ada keinginan untuk melestarikan seni budaya kita sendiri tanpa persyaratan. Adapun pertama ada kemauan dari dalam diri dengan motifasi diri dengan tujuannya untuk melestarikan seni budaya kita, dengan cara belajar silat buka jurus, belajar pantun, dan latihan rebana. 6. P : Apakah ada pelatihan untuk buka palang pintu? kapan dan bagaimana pelatihannya? Z : Pada awalnya latihan kosidah, dulu ada juga latihan khususnya rutin setiap malam sabtu seperti latihan rebana, untuk latihan silat, anak yang bermain silat punya perguruan masing-masing bisa digabungkan dan silat yang digunakan bebas untuk buka jurus apa saja karena yang ditonjolkan di palang pintu adalah seni tidak harus berantem, hanya sekedarnya sebagai pemantes dan persyaratan saja tidak harus tuntas. Akan tetapi untuk sekarang karena sudah punya jam terbang dimana-mana, sudah hafal jadi tidak latihan lagi. Jika ada panggilan job untuk diminta palang pintu, kita berkordinasi dan buat dialog pantun palang pintu.
7. P : Bagaimana Tahapan prosesi buka palang pintu? Z : Pada saat pengantin laki-laki berangkat ke tempat kediaman perempuan sebelumnya dibacakan solawat dustur, pembacaan solawat marhaban yang diiringi rebana Betawi yaitu rebana ketimpring karena yang paling sah dan asli adalah rebana ketimpring (rebana kecil-kecil). Setelah diarak selanjutnya ada pedialog yang mewakili calon mempelai laki-laki dengan membuka salam (assalamualaikum), dari pihak perempuan membalas salam (sampang simping jambu mateng, siapa disamping itu tamu baru dateng), karena masyarakat betawi ceria dan suka humoris maka disisipkan dialog pantun jenaka, persyaratan selanjutnya yaitu membuka palang pintu, dengan menunjukkan jurus pukulan, dan yang terakhir adalah pembacaan sikeh. Bahasa Betawinya adalah pembacaan yalil tetapi untuk bahasa memperindah bacaan Al-Qur’an disebut sikeh. Setelah itu baru diluluskan masuk untuk akad nikah. 8. P : Apa makna dari setiap tahapan buka palang pintu? Z : Makna dari pembacaan sikeh itu adalah sebagai contoh bahwa si calon laki-laki (raja mude) harus bisa mengaji, silat didalamnya bermakna sebagai kesiapan si calon laki-laki untuk melindungi calon istrinya dalam gangguan rumah tangga, pantun dipalang pintu sebagai khasanah kebudayaan seni pantun karena orang Betawi suka bercanda dan humoris. 9. P : Apakah ada syarat-syarat seperti alat atau perlengkapan untuk buka palang pintu di pernikahan Betawi? Z : Pertama adalah rebana ketimpring, golok, toya (tongkat panjang), seragam untuk memperindah, lalu kembang kelapa (adalah sebagai simbol seperti lidi, air dan daunnya semua bermanfaat), sirih dare akan tetapi di kampung Tanjung Barat karena banyak alasan sudah jarang dipakai. 10. P : Menurut bapak, apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat menggunakan adat buka palang pintu di pernikahannya? Z : Tergantung masyarakat Betawinya, tidak semua pakai tapi masih banyak. Akan tetapi ada masyarakat Betawi terpanggil ingin melestarikan seni budayanya dengan cara menggunakan palang pintu dipernikahannya
dan memperkenalkan ke orang lain serta anak cucu bahwa Betawi punya seni budaya, kedua ingin suasana lebih meriah, ada juga yang tidak pakai karena tidak ada biaya, karena seni itu indah dan seni itu mahal. 11. P : Bagaimana bapak mempertahankan tradisi buka palang pintu ini khususnya di Tanjung Barat? Z : Kita terus memberikan sosialisai dan mengajak kepada masyarakat Betawi untuk melestarikan budaya Betawi. Kita juga punya sanggar Betawi Inti Jaya dan binaan sanggar SOS. 12. P : Sudah berapa kali bapak diminta untuk membuka palang pintu khususnya di Tanjung Barat? Z : Waduh sudah tidak terhitung. 13. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai perkembangan tradisi buka palang pintu di tanjung Barat? Z : Untuk perkembangan tradisi palang pintu ini bagus, dan masyarakat Betawi di Tanjung Barat antusias sekali dan masyarakat Betawi hampir rata-rata jika ingin menikahkan anakknya menggunakan palang pintu berarti terlihat terpanggil ingin juga melestarikan budayanya. 14. P : Apakah bapak mematok harga jika diminta menjadi palang pintu di acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat? Z : Awalnya tidak, akan tetapi anak-anak butuh dana karena seni itu indah dan itu mahal. Kalo bukan kita yang hargain seni budaya Betawi siapa lagi dan rata mematok harga 1 juta sampai 3 juta.
Wawacara dengan responden dilakukan Senin, 20 Oktober 2014 Pukul 18.30 WIB di kediaman Bapak Zainuddin.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan) Nama
: Akmaluddin Hamzah
Alamat
: Jl. Raya Lenteng Agung Gg 100 RT 01/02, No 12, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
Jabatan
: Pendiri Palang Pintu “Abasiah” di Tanjung Barat
Jenis Klelamin
: Laki-laki
1. P : Menurut bapak apakah ada perbedaan makna dari palang pintu dengan buka palang pintu? apa maknanya? A : Palang Pintu adalah penghalang atau disebut juga dengan jawara sedangkan buka palang pintu adalah sebuah prosesi dimana sebagian jawara menetap di pihak perempuan dan sebagian jawara menetap dipihak laki-laki dan untuk membukanya pihak lelaki melempar pantun dan perkelahian serta pada akhirnya dimenangkan oleh pihak laki-laki itu disebut buka palang pintu. 2. P : Bagaimana sejarah buka palang pintu di Tanjung Barat? A : Dahulu pada awalnya engkong-engkong kite adalah jawara Betawi di Tanjung Barat karena banyak yang belajar silat dan untuk menikah mereka melakukan palang pintu secara nyata, akan tetapi untuk sekarang ini kita sebagai penerus, palang pintu hanya dijadikan sebagai simbolis agar dapat melestarikan budaya Betawi. 3. P : Sejak kapan bapak menekuni profesi sebagai palang pintu? A : Kira-kira 15 Tahun yang lalu sekitar Tahun 1999. 4. P : Mengapa bapak memilih untuk menekuni palang pintu? apa tujuannya? A : Pertama untuk melestarikan budaya Betawi dan Kedua untuk menambah penghasilan karena ada nilai ekonomi.
5. P : Apakah ada syarat untuk menjadi anggota buka palang pintu? A : Ada syaratnya yang pertama mengerti budaya betawi, bisa mengaji, setidaknya mengerti masalah agama, dan bisa bela diri. 6. P : Apakah ada pelatihan untuk buka palang pintu? kapan dan bagaimana pelatihannya? A : Ada, pelatihannya. Biasanya diadakan jika ada job atau dihari-hari libur, kite lagi santai, ya kite latihan. Ada gurunya namanya bang Eka pelatih silat bayangan Tanjung Barat, kalo pantun kita sama-sama belajar untuk dilapangan. 7. P : Bagaimana Tahapan prosesi buka palang pintu? A : Tahapan pertama kita mengiring pengantin laki-laki dengan rebana, tahapan kedua kita saling mengucap salam ketika sampai di tempat pihak perempuan, tahapan ketiga kita saling melempar pantun, tahapan keempat kita adu silat dan dimenangkan oleh pihak laki-laki, dan terakhir pembacaan sikeh atau solawat untuk mengiringi masuk ke dalam tempat perempuan. 8. P : Apa makna dari setiap tahapan buka palang pintu? A : Makna dari setiap tahapan seperti rebana yaitu ucapan-ucapan seperti solawat, secara tidak langsung itu adalah do’a untuk mengiringi pengantin agar sesuai rencana, mengucapkan salam untuk keselamatan, selanjutnya pantun itu adalah bumbu agar terkesan lebih jenaka, dan untuk hiburan, untuk bela diri pencak silatnya bermakna untuk menunjukkan dapat melindungi calon istri, anak-anak serta keluarganya, membersihkan hati serta menjauhkan kesombongan. Silat yang digunakan adalah Silat Bayangan Tanjung Barat intinya adalah langkah tiga, langkah tauhid kesempurnaan yang memiliki jantung hati yang dikupas rasa dan raga menjadi energi yang dasyat seperti rasa Allah dan Al-Qur’an, dan terakhir adalah pembacaan solawat atau sikeh bermakna kita sebagai umat Islam, umat Nabi Muhammad bisa mengaji itu yang di anjurkan oleh Allah. 9. P : Apakah ada syarat-syarat seperti alat atau perlengkapan untuk buka palang pintu di pernikahan Betawi?
A : Ada seperti kostum, golok, Toya (tongkat/kayu panjang), pengeras suara dan rebana. 10. P : Menurut bapak, apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat menggunakan adat buka palang pintu di pernikahannya? A : Iya, itu adat masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Karena yang saya alami dari 15 Tahun saya mendirikan buka palang pintu, pada umumnya masyarakat Betawi di Tanjung Barat menggunakan jasa palang pintu yang saya dirikan, mereka senang dan bangga dengan budaya Betawi. 11. P : Bagaimana bapak mempertahankan tradisi buka palang pintu ini khususnya di Tanjung Barat? A : Salah satunya share di akun Facebook, kita menawarkan jasa kepada orang yang punya acara nikahan, dan kita sering latihan, tempat kita latihan dekat dengan jalan jadi orang yang lewat menjadi tau, semua kita lakukan demi tradisi ini tetap berjalan. 12. P : Sudah berapa kali bapak diminta untuk membuka palang pintu khususnya di Tanjung Barat? A : Banyak sekali, jika diperkirakan sekitar 90 kali. 13. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai perkembangan tradisi buka palang pintu di tanjung Barat? A : Masih bagus dan alhamdulillah di Tahun 2014 masih tetap eksis. Acara palang pintu ini pada khususnya untuk pernikahan akan tetapi jika ada tamu seperti pejabat penting atau gubernur yang hadir ke wilayah kita, acara buka palang pintu digunakan dengan pantun yang kita ubah. 14. P : Apakah bapak mematok harga jika diminta menjadi palang pintu di acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat? A : Iya, karena anggota kita banyak sekitar 10 orang termasuk yang main rebana, silat dan pantun.
Wawacara dengan responden dilakukan bertahap Senin, 31 Maret Pukul 19.30 dan Kamis, 16 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB di kediaman Bapak Akmaluddin.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama
: Fauzan Aulia
Alamat
: Jl. Hj. Alwi, RT 004/001 No 43, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
Jabatan
: Pendiri Palang Pintu “Dia Katah” di Tanjung Barat
Jenis Klelamin
: Laki-laki
1. P : Menurut bapak apakah ada perbedaan makna dari palang pintu dengan buka palang pintu? apa maknanya? F : Kalo bedanya gak ada, itu kan cuma kata-kata orang nyebut kalo disini disebutnya palang pintu, tapi ada juga dari mana-mana nyebutnya buka palang pintu. Maknanya adalah sebuah prosesi budaya Betawi, mempelai laki-laki datengin perempuan itu nandain bahwa dia tuh udah bisa segalanya, dia jago berantem, bawa-bawaan, terus bisa solawat, bisa ngaji, bisa pantun kalo kata saya begitu. 2. P : Bagaimana sejarah buka palang pintu di Tanjung Barat? F : Sejarahnya udah dari zaman dulu, zamannya engkong-engkong saya bercerita, yang namanya mau nikah atau mau ngelamar harus bisa ngalahin jawara-jawara lain pesaingnya karena di Tanjung Barat banyak jawara-jawara yang jago silat, jika kita mau ke tetangga sebelah atau sebrang untuk mendapatkan wanita atau bininye kudu berantem dulu ngalahin pesaingnya, terus ditanya lagi “elu bawa apaan kemari?, elu bisa apaan?” nah terus si engkong itu ngalahin lawan-lawannya yang demenin perempuannya juga, dan juga bawa-bawaan, nunjukin kalo dia punya duit dan bisa ngaji ke calon mertuanya. Dari situ orang-orang zaman sekarang
ngambil contoh dan sampai sekarang dipake tapi di setting dulu, buat pantunnya, silatnya dan semuanya. 3. P : Sejak kapan bapak menekuni profesi sebagai palang pintu? F : Wah ada kali 10 tahunan yang lalu. 4. P : Mengapa bapak memilih untuk menekuni palang pintu? apa tujuannya? F : Jadi begini, saya dari dulu kan sama orang tua saya udah turun temurun di ajarin silat dan tidak ada paksaan untuk belajar silat dari kecil sampe gede. Nah ampe gede kita bingung karena zaman sekarang bukan lagi zaman berantem, kita pikirin gimana nih silat bisa dijadiin duit, terus sekarang saya liat temen-temen kita, makin kesini bukannya demen sama kebudayaan Betawi tapi malah demen kebudayaan luar. Orang Betawi kaya ga mau ngaku orang Betawi, Nah akhirnya saya bikin sanggar untuk melestarikan supaya orang pada tau kita punya budaya Betawi ini. 5. P : Apakah ada syarat untuk menjadi anggota palang pintu? F : Oh ada, yang pertama harus ada kemauan, setelah itu latihan silat, ajarin ngaji, baca solawat, pantun, dan main rebana dah. 6. P : Apakah ada pelatihan untuk buka palang pintu? kapan dan bagaimana pelatihannya? F : Ada, seminggu dua kali, latihan pantun, silat, latihan solawat, main rebana ketimpring tapi sekarang pake marawis, setiap latihan itu kita berbarengan, ada yang latihan solawat, ada yang main silat, ada juga belajar pantun,. 7. P : Bagaimana tahapan prosesi buka palang pintu? F : Awalnya gini, pengantin pria diiringi oleh rebana ketimpring tapi karena sudah langka maka kita pake marawis, terus diiring oleh pemain silat, pemain pantun, dan orang baca solawat jalan sampai ke mempelai wanita, begitu nyampe pemain marawis berhenti dari pihak laki-laki mengucap salam serta berbalas pantun, setelah itu ada syarat di tantangin berantem adu silat, ternyata sudah bisa dikalahin oleh pihak laki-laki ada
syarat lagi yaitu disuruh baca solawat atau ngaji disebut pembacaan sikeh atau yalil, dan akhirnya di persilahkan masuk. 8. P : Apa makna dari setiap tahapan buka palang pintu? F : Makna dari kembang kelapa yaitu orang yang bermanfaat, rebana untuk mengiringi dan dalam main rebana sambil dibacakan solawat, karena rata-rata orang Betawi kebanyakan orang Islam dan kalo mau kemana-mana diharusin baca solawat, makna dari pantun adalah luculucuan, selanjutnya makna dari silat itu bahwa pihak laki-laki hebat bisa silat dan bisa melindungin calon istrinya dan keluarganya, makna dari solawat/sikeh/yalil ngunjukin bahwa punya agama bisa mengaji. 9. P : Apakah ada syarat-syarat seperti alat atau perlengkapan untuk buka palang pintu di pernikahan Betawi? F : Pertama ada anggota kira-kira 20 orang yang terdiri dari 2 orang pedialog pantun, 6 orang pemain silat, 1 orang pembaca solawat, 2 orang yang membawa kembang kelapa, dan sisanya pemain marawis, perlengkapannya pake seragam untuk silat dan marawis, golok, dan jas untuk pemain pantun. 10. P : Menurut bapak, apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat menggunakan adat buka palang pintu di pernikahannya? F : Sebagian besar masih pake, tapi kadang-kadang ada juga yang tidak pake, karena besannya kejauhan biar simpel jadi tidak pake. 11. P : Bagaimana bapak mempertahankan tradisi buka palang pintu ini khususnya di Tanjung Barat? F : Latihan silat dan diberitahu bukan sekedar bela diri tapi untuk komersil, terus pas latihan suka di shoot dan di masukkan di youtube sosial media dan diberikan alamatnya jika berminat memakai jasa kita. 12. P : Sudah berapa kali bapak diminta untuk membuka palang pintu khususnya di Tanjung Barat? F : Sudah tidak terhitung dah, ribet ngitungnya. 13. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai perkembangan tradisi buka palang pintu di tanjung Barat?
F : Makin lama makin banyak, sekitar 60% lah. Masih eksis. 14. P : Apakah bapak mematok harga jika diminta menjadi palang pintu di acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat? F : Oh iya, karena kita jatoh, terus seragam kita buat tidak cuma-cuma, saya patok harga sekitar 3,5 juta sampai 5 juta. Tapi fleksibel kalo sama teman kita ga patokin harga.
Wawacara dengan responden dilakukan Jum’at, 17 Oktober 2014 Pukul 18.30 WIB di kediaman Bapak Fauzan.
TRANSKIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama
: H. Muhammad Naseh
Alamat
: Jl. Famili RT 05/01, No.41, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan
: Ketua RW 01 (Mantan Dewan Kelurahan), Tokoh masyarakat, Betawi asli
Jenis Kelamin
: Laki-laki
1. P : Sejak kapan bapak menjadi Ketua RW di Tanjung Barat? N : Baru seminggu ini. 2. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai tradisi buka palang pintu pada acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat? N : Sangat bagus membudayakan kesenian Betawi yang sudah jarang, dengan adanya palang pintu kita bisa melihat dan mengenang kakek dan nenek kita dulu seperti itu malah dulu ketika berebut buat nikahin gadis berantem silat beneran dan bawa golok beneran. 3. P
:
Apakah
masyarakat
Betawi
di
Tanjung
Barat
masih
menggunakan tradisi buka palang pintu pada acara pernikahannya? N : Masih banyak, ada juga di gedung-gedung. 4. P : Apakah kualitas palang pintu menentukan harga atas penempilannya? N : Iya, tapi sebenernya enggak mematok harga, cuma kita menghargai mereka kan capek, jatoh jungkir balik main pencak silat. 5. P : Apakah tradisi buka palang pintu mendapatkan perhatian dari Kelurahan Tanjung Barat?
N : iya dapet perhatian, kerena kalo ada acara-acara dikelurahan dan lomba-lomba terus kalo kedatangan tamu atau pejabat dari pusat atau provinsi itu di sambut pake palang pintu Betawi kita. Kesenian kita dilestarikan sudah jadi kebanggaan kesenian Betawi di Tanjung Barat.
Wawacara dengan responden dilakukan Rabu, 22 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB di kediaman Bapak H. Muhammad Naseh
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama Alamat
: Fahdlan Aditia : Jl. H. Alwi Rt 004/001, No. 9, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan
: Warga Asli Betawi Tanjung Barat
Jenis Klelamin
: Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda? F : Makna palang pintu adalah seni budaya betawi yang turun temurun dilaksanakan dalam acara adat pernikahan dimana para jawara atau pesilat melakukan atraksi silat palang pintu yang bermakna menghibur para tamu undangan dan para hajat serta bermakna siar agama yang berisikan shalawat serta salam. 2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu di Tanjung Barat? F : Pandangan saya tentang palang pintu yaitu mendapat respon positif serta tanggapan dari masyarakat yang bagus dengan adanya berbagai sanggar di setiap wilayah terutama Tanjung Barat membuat palang pintu semakin diminati. 3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan? Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan? F : Iya saya pake, karena saya masih orang Tanjung Barat dan orang Betawi, alasannya karena masih sebuah tradisi adat Betawi di Tanjung Barat dan kota Jakarta lainnya karena untuk menghibur dan melestarikan palang pintu.
4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi buka palang pintu di pernikahannya? F : Masih menggunakan kalo dia orang Betawi tapi ada juga orang luar Betawi yang menggunakan karena kekentalan adat istiadatnya warga Betawi di Tanjung Barat menggunakan palang pintu. Selain itu ada juga orang Betawi di Tanjung Barat yang tidak memakai palang pintu karena pertama jasa palang pintu sudah mempunyai jadwal di tempat lain, kedua ketidaksiapan halaman atau tempat untuk mengadakan palang pintu, ketiga bisa juga faktor ekonomi. 5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat? F : Perkembangan palang pintu di Tanjung Barat masih terlihat eksis atau ada disetiap acara pernikahan.
Wawacara dengan responden dilakukan Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul 10.30 WIB di kediaman Ketua RT 004 Bapak Jamaluddin.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan) Nama
: Hairul Sakur
Alamat
: Jl. H. Alwi Rt 004/001, No. 19, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan
: Warga Asli Betawi Tanjung Barat
Jenis Klelamin
: Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda? H : Maknanya salah satu budaya Betawi, tujuannya memperkenalkan budaya Betawi dalam acara pernikahan yaitu palang pintu agar masyarakat mengenal inilah budaya Betawi. 2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu di Tanjung Barat? H : Biasanya ada sambut pantun diiringi marawis dan pencak silat. 3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan? Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan? H : Iya , salah satunya untuk memeriahkan dan memperkenalkan adat Betawi. 4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi buka palang pintu di pernikahannya? H : Sebagian besar yang saya liat yang saya alami ada banyak yang pake palang pintu di acara pernikahan, ada juga yang ga pake karena masalah biaya terus juga ada yang belum tau. 5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat? H : Saya rasa cukup bagus dan masih tetap ada. Wawacara dengan responden dilakukan Kamis, Jum’at 21 Oktober 2014 Pukul 19.00 WIB di kediaman Bapak Hairul Sakur.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama
: Tri Mulyono
Alamat
: Jl. H. Alwi Rt 004/001, No.17 C, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan
: Warga Pendatang asal Garut, menetap di Tanjung Barat
Jenis Klelamin
: Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda? T : Setau saya palang pintu mungkin satu pengenalan tradisi dari nenek moyang kita, memperkenalkan adat istiadat kepada lingkungan sekitar. 2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu di Tanjung Barat? T : Menurut saya bagus, tujuannya positif yaitu memperkenalkan tradisi tradisi leluhur kita. 3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan? Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan? T : Iya saya pake karena istri saya orang Betawi asli Tanjung Barat. Untuk mempersatukan perbedaan kita juga mesti menghargai satu sama lain. Saya juga tinggal lama di Jakarta dan tidak menutup kemungkinan anak-anak saya menggunakan tradisi ini. 4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi buka palang pintu di pernikahannya? T : Masih cukup banyak. Ada juga yang tidak memakai karena zaman makin lama makin berubah maju dan tradisi ini mulai terkikis juga membutuhkan dana.
5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat? T : Untuk sementara ini belum signifikan perkembangannya cuma sedikit demi sedikit ada kemajuannya dan masih eksis.
Wawacara dengan responden dilakukan Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB di kediaman Bapak Tri Mulyono.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama Alamat
: Ubaydillah : Jl. Jambu 2 Rt 003/001, No. 19, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan
: Warga Asli Betawi Tanjung Barat
Jenis Klelamin
: Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda? U : Maknanya sebuah prosesi adat yang sudah ada, diantaranya bagaimana kita diajarkan orang tua kita menjadi tamu dan menyambut tamu melakukan permisi dengan mengucapkan salam dan itupun dengan muka ceria dan kesenangan hati. Insyaallah menjadikan keberkahan untuk kita semua. 2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu di Tanjung Barat? U : Didalamnya ada pantun-pantun yang nanti akhirnya dibacakan solawat sehingga membuat gemetar hati bagi yang mendengarnya. Ada juga silat bermain pukul didalamnya dan pasti pihak perempuan kalah. 3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan? Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan? U : Ya saya pakai palang pintu, saya ingin mencoba sedikit melestarikan budaya Betawi memang tradisi Betawi dan juga banyak makna yang diambil di palang pintu sehingga acara itu terlihat lebih siar ramai sehingga menambah keakraban antara kedua belah pihak antara calon lakilaki dan calon wanita.
4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi buka palang pintu di pernikahannya? U : ada yang pake ada yang tidak. 5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat? U : Saya liat berkembang karena bulan lalu ada perlombaan di RW 03. Masih eksis dan ada.
Wawacara dengan responden dilakukan Kamis, Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul 19.00 WIB di kediaman Bapak Ubaydillah.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan) Nama
: Zakaria
Alamat
: Jl. H. Alwi Rt 004/001, No.17 B, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan
: Warga asli Betawi di Tanjung Barat
Jenis Klelamin
: Laki-laki
1.
P : Apa makna buka palang pintu bagi anda? Z : Maknanya mengenalkan tradisi kita pada orang yang belum tau. Meneruskan tradisi turun temurun dan sebagai tontonan agar menghibur.
2.
P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu di Tanjung Barat? Z : Menurut saya agak kurang kan hanya bagi orang yang mau aja walaupun warga Betawi terkadang ada yang enggak pake palang pintu juga, mungkin mereka sedikit melupakan tradisinya sendiri atau orang tuanya tidak mengajarkan ke anaknya.
3.
P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan? Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan? Z : iya memakai.
4.
P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi buka palang pintu di pernikahannya? Z : ada, tapi ada beberapa yang tidak memakai.
5.
P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat? Z : Ada sedikit-sedikit mulai mengenal dan mulai dilestarikan. Wawacara dengan responden dilakukan Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul 21.10 WIB di kediaman Bapak Zakaria.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT BETAWI (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama
: Zakiah
Alamat
: Jl. H. Alwi Rt 004/001, No. 43, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan
: Warga Asli Betawi Tanjung Barat
Jenis Klelamin
: Perempuan
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda? Z : Maknanya adalah sebuah tradisi Betawi didalam pernikahan disitu pihak perempuan akan dikalahkan oleh pihak laki-laki, kalo pihak perempuan sudah dikalahkan berati sudah diterima oleh pihak perempuan. 2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu di Tanjung Barat? Z : Cukup maju untuk saat ini, dengan jurus silatnya yang bermacammacam itu sudah mulai maju. 3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan? Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan? Z: Iya , satu alasannya karena tradisi dan kebetulan suami saya pendiri palang
pintu,
kedua
untuk
melestartikan
budaya
Betawi,
serta
memperkenalkan budaya Betawi ke orang lain karena tamu di acara pernikahan saya tidak semua orang Betawi. 4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi buka palang pintu di pernikahannya? Z : Kebanyakan pake, kira-kira 75% lah dan berarti mencirikan besannya orang Betawi.
5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat? Z : Perkembangannya lumayan banyak, karena suka diadakan perlombaan dan cukup maju.
Wawacara dengan responden dilakukan Kamis, Jum’at 17 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB di kediaman Ibu Zakiah.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Wawancara dengan Lurah Tanjung Barat
Wawancara dengan bapak H. Muhamad Naseh (Tokoh Masyarakat/ketua RW 01)
Wawancara dengan pendiri palang pintu “Abasiah” Bapak Akmaluddin
Latihan marawis di kediaman bapak Akmaluddin
Wawancara dengan pendiri palang pintu “Inti Jaya” bapak Zainuddin
Wawancara dengan pendiri palang pintu “dia katah” Bapak Fauzan
Wawancara dengan bapak Tri Mulyono (warga RT 04)
Wawancara dengan bapak Fahdlan Aditia (Warga RT 04)
Wawancara dengan bapak Zakaria (warga RT 04)
Wawancara dengan bapak Hairul Sakur (warga RT 04)
Wawancara dengan ibu Zakiah (warga RT 04)
Wawancara dengan bapak Ubaydillah (warga RT 03)
DOKUMENTASI FOTO Tanjung Barat masih kental dengan budaya Betawi