TONGKAT SETAN (Lam Hay Djie Tee)
Dituturkan oleh :
SENG KIE-SU
KIDJANG
Kata Pendahuluan Setiap wanita jang ditjintai, sudah pasti akan menemui adjalnja! Setiap lelaki jang berani menentang kemauannja, sudah pasti akan meninggal dengan setjara mengerikan sekali! Dikalangan Kang-ouw sudah terkenal djulukan si Tongkat Setan, jang selalu membawa kesialan bagi wanita maupun pria. Tidak ada seorangpun diantara djago2 ternama didalam dunia persilatan jang berani mengusik atau menentang kemauannja si Tongkat Setan! Semua takut.....semua djeri akan keliehayannja. Tapi, meskipun demikian, setiap wanita jang melihat si Tongkat Setan pasti akan djatuh hati dan sedikitdikitnja mereka rela untuk mati demi kebaikan dan keberuntungan si Tongkat Setan! Siapakah si Tongkat Setan jang menggemparkan itu? Entahlah! Siapakah orangnja? Tidak ada jang mengetahuinja! Semua gelap, segelap kabut diwaktu malam. Kedjadian terus djuga terulang dengan tidak dapat ditjegah atau di halangi!....
I
Berdendang dan bergembira di Han-yang. Harum bunga tersiar berlaksa lie, Bo-tan dan Kioe-hoa berlomba ketjantikan, Namun sang rase lari sedjauh tiga elo. Sungai Tiang-kang mengalir deras. Hati si anak muda gundah-gulana, Sang dewi hati menari dihadapan mata. Namun achirnja lari sedjauh tiga elo. Desa, kota atau pun kampung, Semua terbajang dihadapan mata, Siapa dia? Siapa aku?!! Entahlah!! Tidak ada jang mengetahui! Kita berlari sedjauh tiga elo. Sang angin sajup2 membawa suara njanjian jang saju dan menarik perhatian. Halus tetapi terang suara njanjian itu, tarikannja bagaikan tarikan penasaran, namun berirama riang. Kata2 njanjian itu menjatakan kedukaan dan keriangan mendjadi satu. Itulah digunung Kong-san, dipropinsi Ho-lam, dimana tampak seorang To-djin sedang menunggangi seekor kuda hitam kurus jang berlari mentjongklang dengan perlahan. To-djin itu berusia diantara 40-41 tahun, diwadjahnja tampak sinar kesedihan. Ia mengenakan pakaian To-soe jang berwarna merah djambu dan pada tumit sepatunja tampak lukisan seekor naga jang sedang mementangkan mulut menjemburkan api. Rambutnja jang digelung keatas dan ditusuk oleh Kioe-tjiam (Tusukankonde-todjin) berbentuk segi delapan. Tjelananja jang berwarna abu-abu muda terbikin dari bahan kain jang sederhana. Sikap To-djin ini agung tapi matanja mempunjai suatu sinar jang gandjil. Tampaknja si orang beribadat sedang menantikan sesuatu. Lama djuga To-djin ini berdiam digunung Kongsan, hingga sampai petang hari. Kian lama To-djin ini kian gelisah dan lebih2 ketika dikedjauhan terdengar suara raungan jang menjajatkan pendengaran. Air mukanja mendjadi putjat. "Ah, dia datang!" berbisik hatinja.
Kudanja ia tambat disebuah pohon, lalu ia merapikan pakaiannja. Dengan pandangan tadjam ia memandang kearah utara, dimana asal suara raungan tadi datang. Kembali diudara menggetar suatu raungan jang memekakkan telinga. Muka si orang beribadat kembali berubah, sedangkan djantungnja memukul kian keras. Dari djurusan utara, dimana pohon2 besar mendjulang tinggi, tampak mendatangi seorang laki-laki jang wadjahnja seperti muka singa. Orang asing jang baru datang ini memakai badju gedembrangan dan sepatu butut jang terbuka udjungnja. Rupa orang itu sangat menjeramkan, lebih2 rambutnja jang riap-riap mendjuntai kebawah menutupi separoh wadjahnja, sehingga bagaikan memedi. "Aha, rupanja kau menepati djandji!” berseru orang jang menjeramkan itu. "Sungguh dapat dipertjaja, sungguh dapat dipertjaja!!" Si To-djin memberi hormat, ia membungkukkan tubuhnja. "Aku jang rendah Hang Tjioe Tjin-djin dari Boe-tong Pay entah telah mempunjai kesalahan apa terhadap dirimu?" "Tidak, kau tidak mempunjai kesalahan apapun terhadap diriku si Hitam dari Kun-lun. Tapi kau mempunjai suatu kesalahan besar terhadap diri Tongkat Setan! Pada tiga tahun jang lampau kau pernah melakukan suatu perbuatan jang menjinggung diri si Tongkat Setan. Ingat2lah!" Sehabis berkata demikian, orang jang menjeramkan itu tertawa terbahak-bahak. Air muka Hang Tjioe Tjin-djin berubah mendjadi putjat. Hatinja memukul keras. Memang pada tiga tahun jang lampau ia pernah membitjarakan perihal Tongkat Setan dengan saudara seperguruannja, ia mengatakan bahwa nama Tongkat Setan hanjalah nama kosong belaka. Tadi malam ketika ia menginap disebuah penginapan didusun Kong-tjhung, tiba-tiba ia mendapat undangan tantangan untuk datang kegunung Kong-san, jang berdiri megah dibelakang dusun Kong-tjhung itu.
Dibawah surat tantangan itu terlukis sebuah gambar tengkorak dan disamping surat itu terdapat sebuah tongkat ketjil. Sekarang ternjata Tongkat Setan hendak mentjari perkara dengan dirinja! "Tapi aku jang rendah belum pernah menjentuh atau saling mengenal dengan Tongkat Setan, maka heranlah djika mengatakan bahwa diantara kami berdua terdjadi suatu permusuhan." "Jang penting sekarang bukan sangkalan darimu!" bentak si orang bermuka memedi dengan aseran. "Aku diperintah oleh Tongkat Setan untuk melenjapkan dirimu. Habis perkara!" Air muka Hang Tjioe Tjin-djin berubah pula. Tangannja bergerak menjambar pedang jang berada dipinggangnja. Melihat ini, si orang bermuka memedi tertawa dingin. "Tjabutlah sendjatamu itu, nanti aku lajani dengan kedua tanganku ini!" Melihat orang susah untuk diadjak berunding, Hang Tjioe Tjin-djin benar-benar menjabut pedangnja. Ia memang diperguruan Boe-tong terkenal akan keliehayan ilmu pedang Boe-tong Kiam-hoatnja, maka meskipun orang jang berada dihadapannja ini sangat menjeramkan, tapi ia merasa pasti bahwa ia akan dapat mengalahkan. Ia pasti menang! "Tongkat Setan sudah mempertjajai suatu tugas kepadaku untuk membunuh dirimu. To-djin tua bangka! Maka dengan sangat menjesal harus kulaksanakan tugas itu!" "Persilahkan!!" menjahut Hang Tjioe Tjin-djin tersenjum. Hatinja pertjaja akan keliehayan ilmu pedangnja, namun tetap sadja djantungnja memukul dengan keras. "Tjabutlah sendjatamu!!" ia berteriak parau. "Ho-ho! Aku tidak memerlukan sendjata. Djagalah dan hati-hati." Berbareng dengan habisnja suara, tubuh orang jang menjeramkan itu melambung keatas. Tangannja menjambret batok kepala Hang Tjioe Tjin-djin dengan kelima djari tangannja jang keras bagaikan tjeker besi! Itulah "Ie San To Hay" atau "Memindahkan-gununguntuk-menguruk-lautan " dari partai Siauw-lim-sie!
Hang Tjioe Tjin-djin menggeserkan kaki kanannja dan lekas-lekas mengeluarkan bentakan njaring. Tubuh To-djin ini melambung keatas pula melampaui si orang jang bermuka memedi jang mengaku sebagai si orang Hitam dari Kun-lun. Lompatan itu disertai dengan babatan pedang dengan djurus Houw-Yauw Peng atau Harimau-mauberlompat-ditandjakan-datar! Tapi orang bermuka memedi itu sungguh berani, sebat sekali gerakannja. Sambil mundur sedikit, ia menjampok kebelakang dengan udjung djubahnja, sehingga pedang Todjin itu mental. Pertempuran ini seru sekali. Si To-djin gesit, maka dari itu dengan bcrsendjata pedang ditangannja, ia bergerak leluasa. Berlainan dengan orang bermuka memedi itu, ia bergerak dengan sebat dan bertenaga. Setiap pukulannja berarti maut mengintjer! Lama-kelamaan rupanja orang memedi itu, si Hitam dari Kun-lun, mendjadi tidak sabaran. "Sreeet!" Ia mentjabut sebuah seruling! Dengan bersendjatakan seruling itu, Si Hitam dari Kun-lun bagaikan tumbuh sepasang sajap, ia mendesak selagi pedang lawan menikam, ia menjabet dengan seruling sambil menotok! Heranlah Hang Tjioe Tjin-djin, karena ia tidak kenal si orang bermuka memedi jang ternjata ilmu silatnja liehay, tanpa ajal lagi ia keluarkan ilmu silat pedang Boe-tong Kiam-hoat untuk mendesak dengan tiga puluh enam djurusnja. Setiap diserang, Hang Tjoe djin berkelit, sehingga tampak njata sekali bahwa To-djin ini sangat terdesak. Satu kali orang bermuka memedi menjerang, udjung pedang Hang Tjioe Tjin-djin jang sedang menjambar tidak diperdulikan. serulingnja disabetkan dengan gaja menotok kearah tenggorokan. Hang Tjioe Tjin-djin terkesiap, lekas2 menarik pulang pedangnja dan berkelit, habis berkelit, ia balas menikam dengan tipu silatnja "Kim-Tjie Tiauw-Liang" atau "Tikus-emas-lompat-dipenglari." Demikianlah kedua orang ini bertempur terus dengan hebatnja. Tapi lama-kelamaan terlihat Hang Tjioe Tjindjin terdesak dan djatuh dibawah angin.
Suatu ketika, waktu si muka memedi berkelit, ia melompat djauh sambil membalikkan tubuhnja. Baru memutar tubuh atau ia merasakan hawa dingin menjambar. Seperti ada benda jang mengenakan bebokongnja, hingga ia mendjadi terperandjat. "Eh, kau hendak lari?" terdengar suara dingin dibelakangnja, suara mana diiringi dengan tertawa mengedjejek. Ia mendjadi putjat sekali, sebab ia kenali suara itu ialah suara Si orang bermuka memedi lawannja, jang entah kapan lompat menjusulnja, tahu2 sudah ada dibelakngnja, mengantjam ia dengan udjuug seruling. Dalam keadaan kaget itu, ia tjepat2 berkelit, terus berlompat kedepan, menjingkir dari antjaman. Akan tetapi diluar dugaannja, si orang bermuka memedi terus membajanginja dengan seruling jang menempel dibebokongnja...... Karena ini, Hang Tjioe Tjin-Djin mendjadi nekat. Dengan berseru pandjang, ia membalikkan tubuhnja sambil menjabetkan pedangnja. Tapi..... "Taaakk!!" kepalanja terhadjar terlebih dahulu oleh seruling si Hitam dari Kun-lun, sehingga ia rebah ketanah dengan tidak bernjawa. Seorang To-djin Boe-tong telah mati ditangan utusan si Tongkat Setan!! Melihat lawannja sudah tidak bernjawa, si Hitam dari Kun-lun tertawa bcrgelak-gelak. "Tongkat Setan, Tongkat Setan, Ha-ha-ha! Ha-ha-ha! Ha-ha-ha!!!" Setelah mentjoret-tjoret tanah pegunungan, tubuh memedi jang menjeramkan itu berkelebat pergi sambil memperdengarkan raungannja jang menjeramkan. Badan Hang Tjioe Djin menggeletak tak bernjawa. Seorang tokoh Boe-tong Pay meninggal setjara mengenaskan dipegunungan Kong-san dibawah tangan utusan Tongkat Setan... Tongkat Setan.......... Tongkat Setan!!! Dunia Kang-ouw gempar oleh terbunuhnja Hang Tjioe Tjing-djin, paman gurunja Tjiang-bun-djin Boe-tong Pay! Didunia persilatan muntjul Tongkat Setan jang akan membuat badai dan topan gelombang jang menjeramkan.
Setiap orang membitjarakan si Tongkat Setan jang sangat telengas. *** Saat itu disebuah Boe-koan dikota Jang-kie-boen, ada seorang guru silat she Lam bernama Kie. Ia adalah seorang tua jang berbudi halus dan sangat dermawan. Setiap murid2nja diadjarkan ilmu silat berdasarkan perguruan Siauw-lim-sie. Namun ada satu tjatjad pada dirinja Lam Kie. Ia sering memperbintjangkan tentang urusan orang lain. Pada hari itu, ia sedang mengawasi muridnja melatih diri, ketika tahu2 disisinja berdiri seorang anak muda jang tampan dan bertubuh tegap. Anak muda ini berpakaian sebagai seorang sastrawan. Hal ini membuat Lam Kie tak senang hatinja. "Kong-tjoe, siapakah namamu?" "Ha, aku datang, aku pergi, itulah sekehendak sepasang kakiku," menjahuti si anak muda jang berdandan sebagai peladjar itu. Mendengar djawaban orang jang ugal2an, Lam Kie sedikit mendongkol, ia sebagai seorang guru silat dikota Jang-kie-boen, dihormati dan disegani, tapi sekarang ada seorang anak muda jang berani berlaku kurang adjar dihadapan dirirya. "Kalau Kong-tjoe tidak ada urusan, harap lekas2 meninggalkan Boen-koan!" udjar Lam Kie. "Anak2 sedang berlatih dengan sendjata tadjam, maka kalau sampai terlepas atau sendjata njasar, membuat Lo-hoe tidak enak hati terhadapmu." Anak muda itu tidak menjahut, dengan tenang ia mengawasi kearah anak2 murid-guru silat she Lam itu. "Kong-tjoe, aku harap kau meninggalkan Boe-koan!" Anak muda itu membalikan mukanja dengan sinar mata jang tadjam bagai tjahaja kilat, ia memandang ke-arah guru silat tua she Lam itu. "Aku sudah mengatakan tadi bahwa aku tidak dapat diperintahkan oleh siapapun. Djangan kata baru kau seorang guru silat tua jang tidak ternama, sedangkan Tongkat Setan pun tidak dapat memerintah diriku!!"
Mendengar disebutnja Tongkat Setan, air muka Lam Kie sekonjong-konjong berubah putjat. "Kong-tjoe, aku harap dengan sangat supaja kau meninggalkan ruangan Boe-koan sebelum aku menggunakan kekerasan." "Aha, kau hendak menggunakan kekerasan? Bagus, apakah kau ingat kedjadian empat tahun jang lalu, ketika mana kau pernah mendamprat seorang anak muda jang sedang melihat kau berlatih?!" Air muka Lam Kie berubah kembali, mendjadi lebih putjat. "Siapa kau?!" "Aku tanja kau, apakah kau masih ingat akan anak muda itu?!" "Kong-tjoe, sebetulnja kau siapakah?!** "Tentang diriku dapat diurus nanti belakangan. Tapi jang penting sekarang aku hendak menanja kepadamu, apakah kau masih ingat kedjadian empat tahun jang lalu itu?" "Keluarlah sebelum kuperintahkan anak muridku untuk melempar dirimu keluar dari Boe-koan ini!" "Hahaaa! Boleh kau tjoba-tjoba sendiri." Berbareng dengan perkataan ini, si anak muda mentjabut sebatang tongkat pendek jang berkepalakan seekor naga jang sedang menganga mementangkan mulutnja. Melihat ini, air muka Lam Kie jang sudah putjat kian putih sadja. "Tongkat Setan!!" "Benar, sedikitpun tidak salah!" "Kau.........kau.......!" "Hari ini adalah hari kematianmu!" Lam Kie mendjerit bagaikan orang gila. Hatinja sangat takut dan gugup sehingga ia tidak tahu apa jang harus diperbuat. Pada saat itu murid2-nja telah berkumpul menjaksikan gurunja berteriak-teriak bagaikan gila. Tapi achirnja Lam Kie rupanja dapat menenangkan pikirannja. Ia mentjabut pedang jang menggelantung dipinggangnja dan dengan mata mentjorong penuh kebentjian ia menjerang. Terdengar suatu djeritan jang menjajatkan.
Tubuh Lam Kie tersungkur keubin dengan kepala hantjur terhadjar oleh tongkat ketjil jang berada ditangan si anak muda. Murid2 dari guru silat she Lam ini berteriak dan serempak mengurung ketika mereka melihat guru mereka binasa ditangan anak muda jang tak dikenal. Dengan mengeluarkan satu siulan njaring tapi halus, si anak muda mentjelat keatas genteng untuk lantas menghilang1 Tongkat Setan telah meminta korban njawa pula!! Dunia persilatan kian gempar sadja. Muntjulnja Tongkat Setan bagaikan Setan memedi jang sangat menjeramkan bagi orang2 gagah didunia persilatan!! Badai dan gelombang kian mengamuk dengan santer, dan sang lakon masih berdjajan terus... —o—
DI HEK HOUW NIA, atau Bukit Matjan Hitam..... Dibawah teriknja sinar matahari tampak berdjalan perlahan-lahan sepasang muda-mudi. Sang pemuda bagaikan Boh Kang dari ahala Tjioe jang terkenal akan ketjakapannja, sedangkan si pemudi bagaikan Kioe Hoa Lan, jang hidup diahala Goan. Kedua2nja tjantik, kedua-duanja sebabat dalam hal ketjantikan. Si anak muda mengenakan badju biru dengan tjelana kuning. Pedang indah jang berbentuk ketjil menggelantung rendah dipinggangnja. Rambutnja digulung merupakan sebuah konde ketjil jang mungil dan tersisir litjin. Si pemudi dengan berpakaian koen merah matang diselaraskan oleh roknja jang berwarna kuning muda. Mukanja jang bulat seperti bulan dihiasi oleh mulut ketjil serta hidung bangir, sehingga menambah ketjantikannja sadja. Siapakah mereka berdua?! Si pemuda bernama Kwee Lay Eng, sedangkan si pemudi bernama Kho Siu Lin. Mereka anak murid Boe-tong Pay. Adapun maksud perdjalanan mereka ini untuk mentjari djedjak si Tongkat Setan. Dilihat dari sikap mereka, tampak hubungan kedua orang ini sangat akrab, namun diantara keeratan itu, tidak menundjukkan kelebihan dari perhubungan dua orang saudara seperguruan. "Moay-moay. apakah si Tongkat Setan itu mempunjai suatu ilmu mudjidjat, sehingga orang diintjer djiwa-nja tidak dapat bergerak untuk melawan?" "Entahlah, aku sendiri pun tidak mengetahui." "Aku ingin melihat tegas wadjah orang itu untuk mengetahui sampai dimana ketelengasan jang berbajang diair mukanja." "Tapi nanti djika sudah bertemu dengan dirinja, kau tentu akan lari meninggalkan diriku, bukan?” Muka si anak muda berubah merah. "Biar langit runtuh atau bumi amblas, aku tetap akan melindungi......" "Sstttt! Djangan suka berkata jang bukan2." "Aku bukan bergujon Moay-moay, kau lihat sadja nanti."
"Baiklah, kau memang Soe-hengku jang terpandai." Bungalah hatinja Lay Eng dipudji oleh si pemudi, sehingga dengan lantas air mukanja menundjukkan kebanggaan hatinja. "Moay-moay......... Moay-moay, aku............. aku........." "Kau kenapa, Soe-heng?" "Aku aku hendak...." "Kau bitjara biar keras, Soe-heng! Kau hendak berbuat apa?" "Aku..... ach tidak!" "Ach, Soe-heng, kau sungguh aneh!" "Ja, memang aku aneh," djawab sikakak seperguruan itu dengan muka merah. "Mari kita landjutkan perdjalannan kita!" Si pemudi tidak menjahuti, ia hanja mengikuti sadja. Tapi baru sadja mereka melangkah beberapa tindak, atau tiba2 dibelakang mereka terdengar suara pudjian: "Aduh, sungguh tjantiknja!" Bagaikan kilat dua sedjoli ini membalikan tubuhnja. Dihadapan mereka berdiri seorang pemuda jang berdandan sebagai seorang peladjar. Ditangannja tergenggam sebuah kipas jang diajun-ajunkan kekiri kanan, sedangkan mulutnja tersenjum manis memandang kearah Kho Siu Lin. Dipandang setjara demikian, Siu Lin menundukkan kepala. Hatinja memukul keras dan mukanja terasa panas. Itulah suatu perasaan aneh. Lay Eng jang melihat ini, hatinja keruan sadja mendjadi mendongkol. "Siapa kau?!" ia membentak. "Tentang diriku, tidak perlu kau mengetahuinja. Bukankah begitu nona manis?" Darah Lay Eng kian mendidih melihat lagak orang jang tjeriwis. "Enjalah kau dari hadapanku!" "Enjah? Siapa kau dan atas hak2 apa kau hendak mengusir diriku?" Muka Lay Eng kian merah matang. "Kau......... kau.........?" "Apa jang kau-kau-an?" "Soe-heng!" tegur Siu Lin dengan muka merah.
Entah mengapa ia merasa malu akan kelakuan kakak seperguruannja itu. Padahal ia sendiri tidak mengetahui, sebab apa ia bisa berbuat begitu. Mendengar teguran Soe-moaynja ini, jang nada suaranja seperti memihak keanak muda jang baru datang, rasa tjemburunja Kwee Lay Eng kian meluap-luap. Namun disamping rasa tjemburu ia pun merasa sedih, sehingga hampir air matanja mentjelat keluar. "Soe-moay, mari kita pergi dari sini," ia mengadjak adik seperguruan perempuannja. "Kau pergi, pergilah, untuk apa kau mengadjak-ngadjak nona manis ini?" Dada Lay Eng bagaikan hendak meledak, dengan mata merah ia mengawasi anak muda jang baru datang itu. Tjoba kalau tidak ada Siu Lin, tentu ia sudah labrak habiskan si anak muda jang tjeriwis itu. Siu Lin sendiri pun tidak habis mengerti akan dirinja. Ia mengetahui dan melihat sendiri bahwa si anak muda jang baru datang itu sangat tjeriwis, tapi entah bagaimana suatu perasaan lain telah menindih rasa tidak senang itu. "Soe-moay, mari kita pergi," mengadjak Lay Eng pula. Tanpa menjahut, Siu Lin mengikuti dibelakang. Si anak muda jang tjeriwis jang berpakaian sebagai seorang peladjar berdiri memandang, tiba-tiba ia tersenjum. Djantungnja Lay Eng masih bergolak mengenangkan kedjadian jang baru sadja terdjadi. Hatinja sangat tjemburu terhadap dirinja si anak muda jang berpakaian sebagai peladjar tadi, namun ia tidak berani mengutarakan kepada adik seperguruan perempuannja ini, sebab antara ia dan Soe-moaynja ini tidak terikat atau tegasnja masih belum terikat apa-apa. Mereka berdjalan terus, kedua-duanja diam membisu. Ketika tiba disatu tikungan, mereka merandek. Si anak muda tjeriwis tadi sudah berada dihadapan mereka lagi, menghadang ditengah djalan. Darah Lay Eng menggolak dan tanpa memperdulikan lagi ia menjabut pedangnja. "Bangsat!" ia membentak. "Untuk apa kau mengikuti kami?"
"Siapa jang mengikuti dirimu? Aku hanja hendak melihat nona manis ini!" "Setan!" "Ha-ha-ha! Ha-ha-ha! Achirnja toch kau tahu sendiri bahwa akulah si Tongkat Setan!" Mendengar ini, darah Lay Eng dan Siu Lin bergolak kuat-kuat. "Kau Tongkat Setan?!" "Sedikitpun tidak salah. Sekarang kau hendak berbuat apa terhadap diriku?" "Lihatlah pedang!" berseru Lay Eng dan benar2 ia menjerang dengan tjepatnja. Tapi dengan hanja sekali berkelit, pedang tersebut lewat tanpa mengenakan sasarannja. "Kau masih hidjau, pulanglah beladjar pula kepada gurumu selama 10 tahun!" berseru si anak muda tjeriwis — Tongkat Setan! Tangannja bergerak dan dengan bersuara "tak pletak!" dua kali, patahlah pedang Lay Eng mendjadi tiga potong! Siu Lin mendjerit bahna terperandjatnja melihat ini. Ia menjerbu dan mentjabut pedangnja, ia menikam dengan hebatnja. "Eh, eh, manis, mengapa kau menjerang diriku?" Ditegur demikian, terlihat Siu Lin agak ragu2, ia menahan pedangnja. Tapi achirnja ia mengamuk, sinar pedangnja berkelebat laksana taufan. "Aduh galaknja!" Dan tubuh si Tongkat Setan menghilang entah kemana. Siu Lin dan Lay Eng termanggu-mangu. Lama si Tongkat Setan menghilang, mungkin ia sudah berlalu. Achirnja dengan lesu, kedua muda-mudi ini kembali kegunung Boe-tong-san untuk memberitahukan kepada pamanpaman guru mereka tentang si Tongkat Setan jang liehay........ —o—
DI GUNUNG Boe-tong-san....... Dipendopo kuil Boe-tong tampak duduk dua orang Todjin tua, sedang asjik memperbintjangkan tentang dirinja si Tongkat Setan. "Menurut laporan Lay Eng Su-tit, si Tongkat Setan sudah berani berkeliaran dengan leluasa didunia Kangouw. Apakah menurut Soe-tee kita kaum tua harus turun tangan pula menjelesaikan urusan ini?" "Kita lihat selama sebulan lagi. Kalau seandainja si Tongkat Setan kian kurang adjar dan berani menjentuh orang Boe-tong Pay pula, maka kita mau atau tidak harus mentjeburkan diri pula kedalam dunia persilatan." "Baiklah!" Tapi baru sadja si To-djin mengatakan demikian, atau diluar terdengar suara edjekan: "Memang begitupun bagus tjaranja untuk memperpandjang djiwa kalian berdua selama sebulan!" Tanpa mengatakan sesuatu apapun kedua To-djin ini, jang mendjadi pengawas keamanan kuil Boe-tong, mentjelat bangun. Dihadapan mereka berdiri seorang anak muda jang berdandan sebagai peladjar dan seorang jang mempunjai muka seperti memedi. "Siapa kau?" "Aku adalah orang jang sedang kalian orang2 Boe-Tong Pay ributkan" "Siapa namamu?" "Tongkat Setan!" "Ha?!" "Kenapa? Kaget?" "Sretttt!" Tanpa mengatakan sesuatu, kedua To-djin itu mentjabut pedang mereka masing2. Melihat ini, si Tongkat Setan berdua dengan orang jang bermuka memedi, tertawa bergelak-gelak. "Tjabut sendjatamu!" "Kami tidak perlu memakai sendjata djika hanja melajani To-djin2 hidung kerbau!" Dada kedua To-djin itu bagaikan hendak meledak. Dengan mengeluarkan seruan njaring, Pan In To-djin menjerang si anak muda jang berdandan sebagai peladjar. Sedangkan iman jang seorangnja pula, Mie In To-djin, menjerang orang bermuka memedi itu.
Si Tongkat Setan dan si Hitam dari Kun-lun ketika melihat mereka diserang, dengan mengeluarkan suara edjekan melompat kebelakang. Lalu dengan menotolkan udjung sepatu kepada batu, tubuh mereka melesat ke-arah kedua To-djin itu. Mereka memukul dengan telapak-tangan! Sekarang giliran kedua To-djin itu jang diserang! Mereka sebetulnja dapat menghindarkan, tapi karena tadi mereka terlalu terburu nafsu dan pada saat itu tubuh mereka sedang menjelonong, maka dengan telak kedua-nja terhadjar dibagian punggung I "Buuukkkkk!" terdengar suara njaring sekali. Hal ini membuat kedua To-djin itu gusar sekali. Mereka berteriak keras laksana guntur jang menggelegar. Serangan itu dilantjarkan dengan sepenuh tenaga, sehingga angin dingin berkesiuran. Tapi Tongkat Setan dan si Hitam dari Kun-lun dapat kuasai diri mereka sendiri. Tongkat Setan berlaku tenang. Ia tunggu sampai kepalan lawan sampai, sambil menggeserkan kaki kesamping ia menangkis. Tangan kanannja dari bawah naik keatas, ditekuk untuk dipakai menggaet. Mie In To-djin kaget. Ia tahu, kalau ia tergaet, tangannja itu bisa tertjekal. Itulah berbahaja! Maka lekas2 ia loloskan tangannja sambil terus melompat kesamping kanan, mentjegah nanti kena dirangsang oleh lawan. "Bagus!" memudji Tongkat Setan. Mereka bertempur terus dengan serunja, sehingga jang tampak berkelebat-kelebat hanjalah bajangan putih dan hidjau sadja. Begitupun keadaannja dengan Pan In To-djin dengan si Hitam dari Kun-lun, mereka bertempur tidak kalah dahsjatnja. Dengan sebentar-bentar mengeluarkan djeritan jang njaring dan hampir menjerupai suara kerbau, si Hitam dari Kun-lun menjerang tidak henti2-nja. Tongkat Setan jang melihat serangannja selalu gagal, mukanja mendjadi berubah merah, ia gusar, maka ia menjerang dengan lebih ganas. Kali ini keduanja tangannja madju berbareng dalam sikap Siang-liong Tjoethay atau Sepasang-naga keluar-dari-laut, disusul oleh serangan jang tidak kalah berbahaja dan gesit Tjiong-
kouw Tjee-beng atau Gembreng-dan-tambur-berbunjiberbareng! Mie In To-djin tahu liehaynja serangan itu. Tak mau ia menangkisnja, ia berkelit dengan menggojangkan kepala dalam gerakan Hay-tong Tjoen-swie atau Bunga Hay-tongtidur dimusim semi, tetapi ia tidak tjuma berkelit, ia djuga menendang tinggi kearah dada lawan, si Tongkat Setan terkesiap! Hampir2 si anak muda berpakaian sebagai peladjar ini mendjadi korban kegalakannja. Dalam saat berbahaja itu, ia masih keburu menjambut tendangan itu dengan sabetan To-ta Kim-tjong atau Merubuhkan-lontjeng-emas! Mie In To-djin tidak menduga orang masih dapat menghindarkan diri dari tendangannja itu. Si To-djin memutar tangannja, sehingga tangannja itu mengubat tangan si Tongkat Setan! Ia mengerahkan tenaga-dalam dan membetot dengan maksud untuk mendjatuhkan lawanannja, akan tetapi ternjata tenaga si Tongkat Setan djuga besar sekali. Djangankan untuk membetot ngusruk, menggojangkan sadja si To-djin Boe-tong Pay ini tidak sanggup! Pada saat itu, mendadak si Tongkat Setan melantjarkan serangannja dengan kaki jang bergerak bergantian dalam ilmu tendangan jang dinamakan Sha-KakTwie Tendangan-segi-tiga. Ilmu tendangan ini sangat liehay dan tjepat sekali. Tjelakalah si To-djin! Dalam dua djurus sadja pergelangan tangannja kena ditendang sehingga tangannja jang menggubat tangan si Tongkat Setan terlepas dan terlempar keudara. Dalam keadaan terapung itu, si Todjin Boe-tong Pay masih sempat ber-poksay (djungkir balik) sehingga djatuhnja dengan kaki dibawah kepala diatas. Ia djatuh dengan badan tegak berdiri ditanah! Satu kali Tongkat Setan menjerang pula dengan tendangannja dan si To-djin Boe-tong Pay menjambut dengan sabetannja To-ta Kim-tjong — merubuhkan-lontjeng emas. Arahnja adalah dengkul lawan. Kalau ia dapat mengenai sasaran seperti djuga kaki lawan nanti mengenai dadanja, kedua-dua pihak bakal tjelaka! Tapi si Tongkat Setan tahu bahaja, ia batalkah ten-
dangannja. Untuk mengalahkan pukulan musuh, ia pukul djanggut To-djin Boe-tong Pay ini! Mie In terpaksabatalkan djuga sabetannja itu. Begitu kedua pihak pisahkan diri, kedua-duanja berlompat pula untuk menjerang. Tidak beda terlalu djauh kepandaian Tongkat Setan dengan Mie In To-djin, kalau dipermulaan ia menang diatas angin, itulah disebabkan kesembongan pihak si iman. Setelah itu, keduanja djadi berimbang. Sampai 40 djurus lebih, belum ada fihak jang suka mengalah. Tapi lama-kelamaan kedua orang ini terlihat perbedaanhja. Untuk sekian kalinja si iman dari Boe tong Pay lompat merangsek, ia menjambar pinggang Tongkat-Setan. "Bagus!" seru si Tongkat Setan sambil lompat, sehingga tangan si iman lewat dibawah kakinia. Habis itu tidak tunggu sampai tubuhnja turun mengindjak tanah, tangannja sudah menotok kederah djalan darah Hoa-khayhiat. Itulah serangan Pek-hong Koan-djit atau Bianglala putih mengalingi matahari. "Ihhh!" berseru iman Boe-tong Pay sambil melompat mundur, tangannja ditarik kembali untuk dipakai menotok nadi orang. Itulah serangan saling balas jang dahsjat sekali! Si Tongkat Setan tjepat2 tarik tangannja, tubuhnja menjingkir dari antjaman si iman Boe-tong ini. Ia telah menggunakan tipu Djit-goat Keng-thin atau Matahari dan rembulan melewati garis! Mie In menghindar dan lompat menjingkir, Tongkat Setan ulangi serangannja jang tidak kurang berbahaja, dengan gerakan jang sangat tjepat dan ganas. Nampaknja tidak ada djalan untuk Mie In berkelit atau menangkis, ia sudah sangat terdesak. Akan tetapi disaat udjung tangannja si Tongkat Setan mengantjam, tahu2......... "Bukkkk! Gedebuk!" Terdengar suara beradunja tangan. Karena keberaniannja, si iman Boe-tong menangkis djuga. Maka itu kedua tangan bentrok dengan kerasnja laksana batu gunung beradu.
Kedua-duanja mundur 4-5 tindak. Masing2 merasakan tangan mereka sakit dan njeri sekali. Tapi achirnja kedua-duanja dapat menetapkan hati masing2. Si Tongkat Setan lah jang menjerang terlebih dahulu. Kali ini, ia berlaku lebih bengis namun lebih waspada. Mungkin tidak sabar, dengan mengeluarkan suatu seseruan njaring, si Tongkat Setan mentjabut Tongkat Mautnja. Melihat tongkat berkepala naga itu, tubuh Mie In Todjin menggigil, ia melompat kebelakang untuk melepas panah api, mengasih tanda kepada orang2 Boe-tong Pay, tapi terlambat! "Taaakkkkkk!" kepalanja terhadjar keras oleh Tongkat berkepala naga itu. Tanpa dapat mengeluarkan djeritan, ia djatuh meloso dan njawanja menghadap ke Giam Lo-ong. Si Tongkat Setan setelah menghabisi njawa lawannja, dengan wadjah berseri-seri menghampiri kearah Pan In Todjin dan si Hitam dari Kun-lun jang sedang bertempur dengan hebatnja. Pan In melihat si Tongkat Setan telah mentjabut Tongkat Mautnja, mukanja berubah putjat pias. Tanpa perdulikan sesuatu apapun, ia melompat mundur untuk melepaskan panah api. Tapi iapun terlambat, baru sadja panah tanda itu melajang diatas udara, kepala iman Boe-tong ini telah hantjur pula Dengan mengeluarkan suara tertawa mengerikan, si Tongkat Setan dan si Hitam dari Kun-lun berkelebat menghilang. Panah tanda itu berhasil djuga mendatangkan balabantuan. Tjiang-boen-djin Boe-tong Pay, Kiong In To-djin sendiri keluar djuga. Tapi jang mereka ketemukan adalah majatnja Mie In dan Pan In To-djin jang telah kaku dingin. Dilantai terdapat surat dan ketika dibatja oleh Kiong In To-djin, isinja antara lain :
Kiong In To-djin : Aku Tongkat Setan mengundangmu untuk hadir kepulau Kim-liong-to (Pulau Naga Emas) pada harian Go-gwee Tje-it. Djangan salah djandji dan djangan tidak datang, disana telah berkumpul gembong2 silat jang akan kumusnahkan! Tertanda : Tongkat Setan Kiong In To-djin mengangkat kepalanja. "Setan...... Setan ...... Sungguh biadab si Tongkat Setan!" —o—
II Siapa jang menduga bahwa pohon2 itu dengki? Siapa jang msnduga bahwa hati manusia itu telengas? Dikatakan satu, pasti satu. Dikatakan dua, sudah pasti akan mendjadi dua. Siapa jang akan menentang? Tidak, tidak seorang pun akan menentang! Dengan badju seragam kita madju kemedan bakti. Dengan badju peladjar kita pergi menunaikan tugas. Hajo, siapa jang mengatakan salah? Tidak ada seorangpun jang akan mengatakannja! Pohon2 bertebaran sekeliling, Harum2 bunga menusuk hidung, Ikan lumadjang melenggang saju diair sungai Tiang-kang, tidak ada jang perduli! Binatang akan berachir, tjerita akan berachir, Begitupun dengan manusia, semuanja akan berachir. Tapi hari dan waktu berdjalan terus...... Itulah Lian jang dipadjang didepan pintu masuk dari kuil Hwa-san Pay. Lian itu dibuat oleh Tjiang-bun-djin tingkat ke-26, Tjiang bun-djin jang bernama Kioe Hwa Seng. Itulah diwaktu 400 tahun jang lalu dan sekarang jang mendjadi Tjiang-bun-djin adalah Boen Lai Keng. Lai Keng adalah seorang jang berotak tjerdas dan selalu bertindak diatas dasar2 keadilan. Pada saat ini ia sudah berusia 43 tahun. Meskipun tidak dapat dikatakan sebagai sebuah partai persilatan jang besar, namun Hwa-san Pay boleh dikatakan djuga sebagai sebuah partai persilatan jang terpenting dan terpandang djuga, sebab dikalangan Kang-ouw tersebar banjak murid-muridnja. Memang, kalau dibandingkan dengan Boe-tong dan Siauw Lim-sie, kedua partai persilatan ini menang djauh, tapi tentang kepandaian, Tjiang-bun-djin Hwa-san Pay jang sekarang ini dapat dikatakan sederadjat dan setingkat dengan kepandaian Kiong In To-djin dari Boe-tong Pay. Hari itu tjuatja baik, langit bersih dengan angin bertiup saju, bagaikan sedang mejampaikan bisikan sedih
bahwa sebentar lagi Hwa-san Pay akan mengalami suatu peristiwa jang menjeramkan. Hari ini Go-wee Tjap-djie. Dimana sang rembulan akan bersinar penuh. Dikaki gunung Hwa-san sekonjong-konjong tampak berdjalan dua orang laki-laki. Satu anak muda peladjar dan seorang lagi memedi hantu. Kedua orang ini telah menggemparkan dunia Kang-ouw dengan sepak terdjangnja jang sangat telengas dan tidak mengenal kasihan. Tudjuan mereka adalah kuil Hwa-san Pay! Mereka mengerahkan ilmu lari tjepat Tjoei-hong-soat, sehingga sebentar sadja sampailah mereka didepan pintu kuil Hwasan Pay. Dengan sekali pukul, pintu kuil jang kuat dan sedang terkuntji terhadjar hantjur. Kemudian dengan tindakan tenang mereka berdjalan masuk. Tindakan mereka sangat ringan sekali. Murid2 Hwa-san dan Tjiang-bun-djinnja djuga, ketika mendengar ribut2 diluar, serentak keluar untuk melihat. Boen Lai Keng ketika melihat kedatangan kedua orang ini, air mukanja berubah putjat. "Ada apakah maka tuan-tuan datang kekuil kami?" ia menegur dengan keras. "Tentang kedatangan kami kemari, tidak perlu kamu semua mengetahui, tapi satu jang hendak kuminta darimu, ialah pedang Kim Hoa Kiam supaja diserahkan padaku." Mendengar ini, air muka Lai Keng berubah hebat. "Siapa kau?" "Tongkat Setan!" "Tongkat Setan?!" berteriak orang2 Hwa-san Pay, begitupun dengan Boen Lai Keng. Sedikitpun tidak salah. Lekas kau serahkan pedang jang kupinta tadi." Lai Keng berdiam menenangkan diri. Achirnja setelah pikirannja sedikit tenang, ia mendjura kepada Tongkat Setan. "Dengan sangat menjesal Lo-hoe tidak dapat memenuhi permintaan itu," udjarnja lantang. "Apakah permintaan itu tidak dapat diganti dengan jang lain?"
"Dengan pedang lain?" mengedjek si Tongkat Setan. "Baik, boleh kau tukar dengan pedang Liong Kim Pek Kiam dari Siauw Lim-sie!" Mendengar ini, muka Lai Keng berubah putjat pias. Sama sadja kalau diingat-ingat. Dari mana ia harus mendapatkan pedang Liong Kim Pek Kiam, pedang dari perguruan Siauw Lim-sie itu, sedangkan dengar baru sekarang. "Bagaimana?" Lai Keng tertawa meringis. "Dengan sangat menjesal pedang, itupun Lo-hoe tidak dapat memberikannja, sebab itulah pedang leluhur dari perguruan Siauw-lim-sie!" "Persetan dengan pedang leluhur! Kau hendak menjerahkan atau tidak pedang Kim Hoa Kiam?" Tampang mukanja Lai Keng pada saat itu sangat lutju untuk dilihat. Dikatakan tertawa bukan tertawa, dikatakan menangis, ia bukan menangis. Tiba2 didalam dirinja Tjiang-boen-djin Hwa-san Pay timbul berkelebat suatu pikiran nekat. "Baiklah. Kau terimalah pedang Kim Hoa Kiam ini!" ia berseru sambil meloloskan pedang pusakanja itu dari pinggang. Pedang itu diangsurkan kepada si Tongkat Setan, tapi ketika si Tongkat Setan hendak menjambuti, mendadak ia mentjabut keluar dan menikam dengan nekat! Namun baru sadja pedang tertjabut, tongkat maut siTongkat Setan terlebih dahulu menjambar kepala Tjiangboen-djin Hoa-san Pay ini sehingga pingsan. Murid2 Hoa-san Pay jang menjaksikan kedjadian ini berteriak-teriak, tapi satupun tidak ada jang madju untuk mentjoba melawan. Tenang2 si Tongkat Setan membungkukkan tubuhnja mengambil pedang Kim Hoa Kiam jang lalu digantungkan dipinggangnja. Dengan pandangan menghina, ia melemparkan seputjuk surat kepada kelompok murid2 Hoa-san Pay, lalu dengan mengeluarkan teriakan jang njaring dan mendebarkan hati, kedua orang ini, si Tongkat Setan dan si Hitam dari Kunlun berlalu dan menghilang dari pandangan semua murid2 Hwa-san Pay.
Dengan tjepat mereka saling berebutan untuk melihat surat jang ditinggalkan oleh si Tongkat Setan. Isi surat itu antara lain : Boen Lai Keng; Djika kau mengingini pedang Kim Hoa Kiam ini pulang kepadamu, datanglah kepulau Kim-liong-to (pulau naga emas), disana akan berkumpul Tjiang-boen-djin dari semua partai persilatan. Djangan salah djandji dan djangan tidak datang. Waktunja ialah Go-gwee Tjee-it, Tertanda: Tongkat Setan Murid2 Hoa-San-Pay tjepat2 berusaha menjadarkan guru mereka dan merangkap Tjiang-boen-djin itu... Ketika Boen Lay Keng sadar dari pingsannya, ia menangis, sedang mulutnja tidak berhenti mengotjeh: "Habis! Habislah!....." —o—
DI PEGUNUNGAN Thian-san, berdirilah partai persilatan Thian-san Pay. Pada saat itu jang mendjadi ketuanja ialah Lie Keng Beng. Malam itu bulan tidak muntjul, bagaikan takut menghadapi kedjadian jang akan terdjadi dipegunungan tersebut. Kuil partai persilatan Thian-san Pay sepi dan sunji, sehingga jang terdengar hanjalah suara2 binatang malam jang berdendang memanggil hudjan. Selain dari itu tidak terdengar apa-apa. Tapi lihatlah! Djauh diudjung dari pekarangan kelenteng itu tampak berlari dua sosok tubuh bajangan jang gesit dan lintjah. Mereka bergerak dengan leluasa. Siapakah mereka? Tak lain tak bukan merekalah pengatjau kalangan Kang-ouw. Si Tongkat Setan dan si Hitam dari Kun-lun! Apakah maksud mereka menjatroni kuil Thian-san Pay? Kita lihat sadja selandjutnja. Sekali lompat si Tongkat Setan telah melesat keudara dan berteriak sekuat-kuatnja, sehingga membangunkan seisi penghuni kuil Thian-san Pay. Ketika mereka pada keluar, jang mereka lihat hanjalah kedua orang ini. Tjiang-bun-djin Thian-san Pay, Lie Keng Beng, bergegas ikut djuga keluar. Ia segera dapat menduga dengan siapa ia berhadapan ketika melihat tjara dandan kedua orang jang tidak dikenal ini. Keng Beng madju kedepan, ia memberi hormat. "Siapakah Djie-wie berdua? Apakah maksud tuan2 datang ke Thian-san ini?!" Anak muda jang berdandan sebagai peladjar, tersenjum mendengar pertanjaan itu. "Kami adalah setan2 jang berkeliaran disana atau berkeliaran disini. Maka itu djanganlah menanjakan asal usul atau djanganlah pula menanjakan siapa kami." Habis maksud kedatangan Djie-wie ke Thian-san ini mengandung maksud apa?" "Aku ingin meminta pedang Im-Yang-Kiam!" Mendengar ini, air muka Lie Keng Beng lantas berubah putjat. "Kau..... kau si Tongkat Setan?!"
"Sedikitpun tidak salah!" Lemaslah seluruh tubuh Keng Beng. "Lekas kau serahkan pedang jang kuminta!" Melihat gelagat ini, Keng Beng memberi tanda kepada anak2 muridnja untuk menjerang dan mengerojok si Tongkat Setan. Tersenjum si Tongkat Setan mentjabut tongkatnja, maka terdengarlah suara: "Tak! Takkk! Takkkkkk!" jang berulang-ulang, sehingga membuat hati Keng Beng djadi gontjang. Murid2 Thian-san Pay pada djatuh bergelimpangan! Dari belakang Keng Beng keluar seorang setengah tua. Ia mengenakan seperangkat pakaian mewah. Biar aku jang melawannja!" ia berseru dengan gusar. "Soe-siok, apakah terlebih baik kita menjerahkan sadja pedang Im-Yang-Kiam?!" "Kau gila? Meskipun Thian-san Pay hantjur lebur, tapi pedang Im Yang Kiam tidak boleh djatuh ketangan orang lain. Ter-lebih2 kepada manusia djahat jang telengas ini!" Keng Beng diam membisu. "Hai, bangsat! Kau lawanlah aku Po Lay Tjie!" berseru si orang setengah umur. Murid2 Thian-san Pay ketika mendengar seruan itu, semuanja pada mundur dengan hati berdebar-debar. Si Tongkat Setan tertawa sinis. "Kau madjulah!" ia bilang dengan berani. "Kalau aku tidak dapat mendjatuhkan kau dalam sepuluh djurus, maka djangan panggil aku sebagai si Tongkat Setan lagi!" "Hu, sungguh terkebur kau anak muda!" berbareng dengan perkataannja itu, Po Lay Tjie menjerang dengan pedangnja. Itulah gerakan It-kwa It-tjie, suatu gerakan jang sangat telengas dan mematikan! Melihat serangan ini, Si Tongkat Setan sedikit kaget djuga. Ia tidak menjangka bahwa Thian-san Pay mempunjai ilmu simpanan jang tjukup liehay. Dengan mengeluarkan seruan njaring, si Tongkat Setan berkelit dari serangan Po Lay Tjie, lalu ketika tubuhnja sedang berputar, ia mengantjam dengan tongkatnja kearah kepala si orang setengah tua.
Melihat serangannja gagal, malahan sekarang dirinja jang diserang, Po Lay Tjie kian kalap. Dengan bersiul njaring ia berlompat untuk membarengi dan memapak serangan orang. Itulah suatu gerakan jang sungguh2 berani dan nekat. Tjoba kalau papakan pedangnja meleset dan tongkat orang mengenai kepalanja, maka Po Lay Tjie akan berhenti mendjadi orang! Kedua orang ini saling serang menjerang dengan hebatnja. Si Hitam dari Kun-lun hanja menjaksikan dari samping. Ia memandang dengan mulut tersungging senjuman iblis. Pada saat itu Po Lay Tjie sedang menjerang dengan mengunakan djurus Ling-Iing Ko-siauw, dimana pedangnja meleset dan menusuk kearah lawan dengan ketjepatan jang luar biasa. Tapi, tiba2 dengan mengeluarkan suara djeritan jang menjajatkan hati, tubuh Po Lay Tjie meloso djatuh ketanah. Kepalanja telah hantjur dihadjar oleh tongkat si Tongkat Setan! Melihat ini, tubuh Keng Beng menggigil. Dengan mendadak si Tongkat Setan membalikan tubuhnja dan dengan pandangan tadjam, ia menjapu. kearah Keng Beng. "Bagaimana? Apakah kau hendak menjerahkan pedang Im Yang Kiam?" ia menegur. Keng Beng tidak menjahuti, ia menundukkan kepala. "Tjepat serahkan pedang, atau kubunuh semua murid2 Thian-san Pay ini!" mengantjam si Tongkat Setan dengan aseran. "Baik, baik, akan kuserahkan pedang Im Yang Kiam kepadamu," menjahuti Keng Beng dengan gugup. "Tapi........tapi kau buat apakah pedang Im Yang Kiam itu?" "Tentang itu urusanku sendiri, tidak perlu kau ambil tahu. Jang penting kau serahkan pedang Im Yang Kiam tersebut dan pada harian Go-gwee Tjee-it pedang ini akan kembali djika kau datang kepulau Kim Liong To!" Tanpa mengatakan sesuatu apa pula, Keng Beng mencabut pedang jang menggelantung dipinggangnja. Ia
menjerahkan pedang Im Yang Kiam, pedang pusaka Thian-san Pay kepada si Tongkat Setan. Dengan tersenjum sinis, si Tongkat Setan menerima pedang itu, jang lalu diamat-amati dengan teliti. "Djangan lupa pada harian Go-gwee Tjee-it kau datang kepulau Kim Liong To untuk menerima pedang ini kembali. Nah! Selamat tinggal!" Sehabis berkata demikian, dengan sekali berkelebat, tubuh si Tongkat Setan telah lenjap dari pandangan mata orang2 Thian-san Pay. Perbuatannja itu diikuti oleh si Hitam dari Kun-lun. Keng Beng bengong mengawasi kepergian orang, dan ketika ada seorang muridnja menegur mengingatkan tentang kematian Soe-sioknja Po Lay Tjie, tanpa dapat ditahan pula tersembul dari sudut matanja dua butir air bening...... —o—
DI DUNIA Kang-ouw Tongkat Setan telah membuat suatu kegemparan. Setiap Tjiang-boen-djin dari partai2 persilatan jang ternama sudah pasti diundang untuk hadir kepulau Naga-emas! Sebagai barang djaminan, setiap partai sudah pasti diambil sebuah benda pusaka leluhurnja. Maka mau atau tidak, Tjiang-boen-djin2 dari partai-partai persilatan itu sudah pasti akan datang kepulau Kim Liong To, tempat jang ditundjuk oleh si Tongkat Setan! Sampai Siauw Lim-sie jang boleh disebut sebagai bapak partai persilatan masih disatroni djuga! Perbuatan Tongkat Setan kian lama kian djadi bertambah gila. Gadis2 jang tjantik dan menarik hatinja. sudah diperkosa, sesudah mana dengan menggunakan tongkatnja, ia mengemplang membunuh kurbannja. Tapi meskipun demikian, didunia Kang ouw tetap sadja namanja tjemerlang oleh kekedjaman jang dilakukannja. Tidak ada suatu perbuatan jang kedjam dan djahat jang tidak dilakukan oleh manusia kedjam ini! Semua djeri akan tongkatnja jang mengedjar djiwa bagaikan penjabut njawa! Perbuatan si Tongkat Setan ini dibantu oleh si Hitam dari Kun-lun jang tidak kalah hebatnja melakukan kekedjamannja didunia Kang-ouw. Kedua orang ini boleh dikatakan sangat ditakuti oleh dua golongan, jaitu golongan putih dan golongan hitam! Sebetulnja berasal dari mana dan siapakah kedua orang ini jang telah menggegarkan dunia persilatan? Mari kita mundur kepada kedjadian dua puluh tahun jang lalu : Didesa Khong-in-tjhoeng hidup satu keluarga Khong. Pada saat itu jang mendjadi kepala keluarga ialah Khong Ting. Keluarga Khong ini boleh dikatakan sebagai keluarga jang disegani dan dihormati oleh keluarga2 lainnja dikampung Khong-in-tjhung ini. Mereka hidup aman dan sentosa, tidak pernah terdjadi suatu apapun. Meskipun diantara orang2 pernah tersiar kabar bahwa Khong Ting ini adalah bekas begal tunggal jang telah mengasingkan diri dengan kekajaannja jang dikumpulkannja dari hasil rampokan dan begalannja dulu.
Tapi karena keluarga Khong ini telah menetap dikampung Khong-in-tjhung ini selama sepuluh tahun, maka semua kabar2 angin itu lenjap dengan sendirinja. Khong Ting pada saat itu mempunjai seorang putra dan seorang putri, jang masing-masing bernama Khong Lan dan Khong Eng Boen. Meskipun kedua putra-putri Khong Ting masih berusia 7-8 tahun, namun ketjerdasan dan ketjakapan mereka telah terpeta. Mereka hidup didalam keadaan jang tenang dan tak pernah terdjadi sesuatu. Namun suatu kedjadian jang mengerikan achirnja menimpali djuga keluarga Khong ini dan tidak dapat dihindarkan lagi. Pada malam itu Khong Ting suami isteri dan kedua putra putrinja sedang makan malam, ketika tahu2 dari luar menerobos masuk tiga orang laki2 jang memelihara tjabang-bauk jang menjeramkan. "Siapa tuan bertiga?" tanja Khong Ting dengan sopan. "Kau-kah jang disebut Khong Ting?" "Ja, ada keperluan apakah tuan bertiga datang kerumahku ini?" Tanpa mengeluarkan perkataan apa2 pula, ketiga orang brewok mentjabut golok masing2. "Kami kemari atas perintah dari dari seluruh partai persilatan untuk membunuh seorang begal Im Ling Tjie jang telah menjembunjikan diri sebagai si kakek tua Khong Ting! Hu-hu-hu, hu! terimalah kematianmu!" Benar2 ketiga orang ini menjerang, sehingga mau atau tidak Khong Ting harus mengelakkan setiap serangan jang dllantjarkan pada dirinja. Lebih2 ketika salah seorang dari ketiga itu mementjarkan diri dan menjerang isterinja, maka hati Khong ling gelisah luar biasa. Dengan mengeluarkan suatu djeritan jang menjajatkan, isteri Khong Ting tewas dibawah golok si orang berewok. Djeritan itu disusul oleh djeritan anak ketjil dan ketika Khong Ting menoleh, semangatnja seperti terbang, karena Khong Lan telah dibunuh djuga oleh si orang berewok! Sesudah melihat ini, Khong Ting mendjadi kalap. Ia berteriak menggeledek dan menjerang si orang berewok dengan tidak mengenal kasihan pula, sehingga ketiga
orang itu mendjadi gentar. Tapi sekarang Khong Ting sudah mengambil keputusan untuk membunuh ketiga orang itu. Dengan mengeluarkan djeritan pandjang. Khong Ting mengibas dengan udjung badjunja dan terdengarlah 3 kali beruntun suara djeritan. Ternjata ketiga orang berewok itu telah dibunuh oleh Khong Ting dengan mudah sekali! Dengan air mata jang bertjutjuran Khong Ting memeluk majat isterinja. "San Lie, rupanja pembalasan dari si Singa muka merah telah sampai saatnja, sehingga kau harus meninggal didalam tangan anak buahnja! Oh, sungguh menjedihkan!" Khong Ting membalikkan tubuhnja, ia memeluk Eng Boen dengan hati hantjur luluh. "Anak, kau pergilah kesuatu tempat, karena sebentar lagi musuh ajahmu si Singa muka merah akan datang kemari. Baik2lah kau mendjaga diri dan pesan ajah kepadamu hanja satu : Djika nanti kau sudah besar dan mempunjai kepandaian silat, balaslah dendam ajah-ibumu ini. Djanganlah kau pertjaja kepada orang2 rimba persilatan!" Sehabis berkata demikian, Khong Ting membuntel pakaian Eng Boen. Ia menjisipi 500 tail uang emas. Kasihan adalah si botjah she Khong ini, ia baru berusia 8 tahun, maka ketika ia keluar dari rumah, ia tidak tahu kemana ia harus pergi. Tentang Kho Ting, si botjah sudah tidak mengetahui sedikitpun. Ia pergi kemana dibawa kakinja. Untuk achirnja ia diketemukan oleh Peng In Sioetjhay dari Kun lun Pay dan ia dipungut sebagai murid. Demikianlah waktu berdjalan terus, dua puluh tahun telah dilalui. Si botjah telah mempunjai kepandaian jang luar biasa. Dan ketika ia turun gunung ia dikawani oleh Soe-hengnja jang bergelar si Hitam dari Kun-lun. Sedjak dari saat inilah si anak muda she Khong melakukan kedjahatan untuk membalas dan melampiaskan dendamnja terhadap orang2 dunia persilatan. Lebih2 katakata ajahnja masih teringat olehnja, jaitu: "Djanganlah mempertjajai orang2 rimba persilatan!" maka kian menggilalah rasa hendak membasmi orang2 Kang-ouw. Lelakon berdjalan terus ....... -o-
HARIAN Go-gwee Tjee-it. Dipulau Kim Liong To telah berkumpul Tjiang-bundjin2 dari semua partai persilatan. Mereka semua menantikan kedatangan si Tongkat Setan untuk mengambil pulang pusaka mereka masing2. Dari Boe-tong Pay datang Kiong In ditemani oleh Kwee Lay Eng dan Kho Siu Lin. Dari Siauw Lim-sie Kang Oh Sian-soe dengan dikawani oleh dua orang muridnja djuga. Dari Khong-tong, dari Hwa-san, dari Thian-san, dan lain2 partai persilatan jang ternama. Hati semua orang berdebar gelisah dan tidak tenang. Menantikan si Tongkat Setan bagaikan sedang menantikan suatu malapetaka jang besar. Tiba2 diudara terdengar mengaung suara teriakan jang mengguntur dan muntjullah si Tongkat Setan dari balik batu-batu karang jang menondjol tinggi. "Aha, sudah lama kamu semua menantikan kami berdua bukan?" tertawa si Tongkat Setan, njaring sekali suaranja. Semua orang tidak menjahut. "Apakah semua partai persilatan jang kuundang sudah datang semua?" menanja si Tongkat Setan pula. Tjiang-bun-djin2 jang datang kepulau itu tidak ada seorang pun jang membuka mulut, hati mereka kebat-kebit. Inilah mungkin sarang si Tongkat Setan, maka dapat dibajangkan akan bahaja jang mengantjam mereka semua. Tapi disebabkan mereka berkumpul kira-kira 18-20 Tjiangbun-djin, maka hati mereka sedikit mantep. Kang Oh Sian-soe dari Siauw Lim-sie madju kedepan. Ia memberi hormat. "Lo-lap dari Siauw Lim-sie datang kemari untuk meminta kembali pedang Kim Giok-kiam dari tangan mu," ia berkata. "Tunggu dulu, kau duduklah disitu biar tenang." "Sian-tjhay, sian-tjhay! Tapi dengan sangat menjesal Lo-lap tidak dapat berdiam disini lebih lama pula, karena masih ada suatu urusan jang perlu diselesaikan. Waktu dulu Sie-tju datang ke Siauw Lim-sie, kebetulan Lo-lap sedang keluar, maka kita tidak saling bertemu."
"Memang, tapi sekarang kuperintahkan kau duduk disitu dengan tenang!" kata si Tongkat Setan dengan kurang senang. "Sian-tjhay, sian-tjhay! Kalau seandainja Sie-tju tidak mengembalikan pedang pusaka Siauw Lim itu, maka djangan menjesalkan kalau Lo-lap menggunakan kekerasan." "Ha-ha-ha, ha-ha-ha, memang aku mengundang kalian datang ke Kim Liong To ini dengan maksud untuk pie-boe!" tertawa si Tongkat Setan. "Maka dari itu duduklah tenang2 dulu." "Sie-tju, apakah Sie-tju tidak takut kalau arang2 gagah dari rimba persilatan akan bergabung untuk mengepung diri Sie-tju?!" bentak Kang Oh Sian-soe habis sabar. "Takut? Dalam diriku tidak ada suatu perkataan takut! Bergabunglah kamu semua sekarang, tapi ingat, aku pun ada djalan lain untuk menghantjurkan kamu sesemua! Disekeliling pulau ini telah kutanami bahan2 peledak!" Mendengar ini, para Tjiang-boen-djin jang datang kepulau Kim Liong To mendjadi panik. Mereka ribut dan bersuara tidak keruan. "Habis apa kehendakmu?" tanja mereka serentak Si Tongkat Setan tertawa dingin. "Aku sebetulnja tidak bermusuhan dengan dirimu, tapi ajahku pernah berpesan dulu bahwa aku tidak boleh mempertjajai atau tegasnja mempunjai teman orang rimba persilatan! Maka dari itu dengan sangat menjesal djiwa kamu semua harus dihabiskan dipulau Naga Emas ini!" Sehabis berkata demikian, dengan sinar mata jang tadjam si Tongkat Setan menjapu semua orang jang hadir disitu. Pandangan mata si Tongkat Setan membuat tubuh para Tjiang-boen-djin menggigil dan hati mereka berdebar aneh. Hanja seorang sadja jang memandang kearah si Tongkat Setan dengan pandangan lain dari jang lain, dialah nona Kho Siu Lin. Kang Oh Sian-su rupanja sudah tidak tahan sabar, dengan berkata tenang dan menjebut nama Budha, ia membuka serangan kepada si Tougkat Setan!
"Ha-ha, ha-ha-ha-ha, apa kau dengan selalu menjebut nama Budha dapat mengusir si Tongkat Setan?" mengedjek si Tongkat Setang sambil berkelit dari serangan Kang Oh. Tjiang Boen-djin dari Siauw Lim-sie ini tidak dapat dibuat main, karena ilmu silat Siauw Lim-sie boleh dikatakan bapaknja ilmu silat didaratan Tiong-goan. Tentang kepandaian silat, si Tongkat Setan pun telah mengetahuinja, maka ia sendiri berlaku sangat hati2. Kembali Kang Oh Sian-soe menjerang dengan djurus "Hie-lang Hie-boe" suatu pukulan jang melantjarkan hawa dingin menusuk tulang! Kang Oh berniat menghilangkan bibit penjakit didunia Kang-ouw ini, sehingga ia membuka serangan dengan serangan2 jang berbahaja dan mematikan! Tongkat Setan adalah seorang jang berkepandaian tinggi dan kosen, meskipun menghadapi Kang Oh Sian-soe jang berkepandaian tinggi, tetap sadja ia berlaku tenang. "Thay-soe, apakah kau masib tetap hendak menjerang?" tanja si Tongkat Setan dengan tertawa sinisnja. "Kau djangan manjesal djika pembukaan darian dari atjara membunuh adalah djiwamu dahulu jang melajang!" Darah Kang Oh meluap-luap, ia berseru pandjang dan menjerang dengan menggunakan pukulan Keledai malas bergulingan ditanah. Si Tongkat Setan berkelit sambil berseru: " Soeheng, djika ada seorang dari kambing2 ini bergerak, maka petjahkanlah bahan peledak jang kutanam!" Sihitam dari Kun-lun hanja tertawa menjeramankan sadja, ia me-manggut2kan kepalanja. Semua orang jang hadir dipulau Naga Emas bermandikan peluh dingin. Kang Oh Sian-soe jang sedang bertempur dengan si Tongkat Setan sebetulnja hendak menjelesaikan pertempuran itu setjepat mungkin, maka ia menjerang dengan pukulan2 jang mematikan. Si Tongkat Setan dengan tertawa mengedjek selalu mengelakkan setiap serangan dari pendeta Siauw Lim ini. Ketika Kang Oh Sian-soe menggunakan tipu It-wie Tong-kang atau Melintasi sungai dengan selembar rumput jang disusul dengan Teng-pek Touw-sui atau Melintasi air
dengan mengindjak kapu2, tangan pendeta ini meluntjur dengan tjepat kearah lambung si Tongkat Setan. "Iihhh!" berseru si Tongkat Setan dengan kaget. Ia mendjedjakkan kakinja kepada sebatang bambu jang melintang, dengan mana ia melompat pula mendjauhi. "Kau hendak lari kemana?" bentak Kang Oh dengan kalap. Ia mengedjar untuk lantas menjerang pula dengan hebatnja. Si Tongkat Setan tertawa terbahak-bahak, perlahanlahan ia mentjabut tongkat mautnja. Melihat ini, semua orang bukan kepalang gentarnja. Tapi Kang Oh jang sudah tidak memperdulikan suatu apapun, kembali menjerang dengan hebatnja! Serangan2nja sekarang bertambah bengis. Si Tongkat Setan pun sekarang bertempur dengan bersungguh-sungguh dan mencurahkan sepenuh perhatiannja terhadap si Hwee-shio dari Siau lim. Dengan berkelebat-kelebat, tongkat mautnja mengintjer kepala Kang Oh, sehingga kalau kena, maka tak ampun lagi tewaslah iman Siauw Lim ini. Saat itu, waktu baru menundjukkan tengah hari, sehingga matahari bersinar sangat panas dan terik. Tapi semua itu tidak diperdulikan oleh orang jang berkumpul disitu, karena semuanja diliputi oleh ketegangan. Tiba2 terdengar seruan si Tongkat Setan dengan diiringi oleh djeritan jang mengerikan dari Kang Oh Sian-soe. Kepala Hwee-shio ini dihadjar hingga petjah! Kedua orang murid Siauw-lim-sie jang datang menjertai Tjiang-boen-djin-nja, jang masing2 bernama Lie Po dan Lie Au djadi berteriak kaget. Mereka menjerbu kearah si Tongkat Setan dan menjerang dengan pedang mereka masing-masing. Tapi merekapun menjusul ketua partai mereka, karena tak lama kemudian, terdengar suara djeritan jang saling susul. Dengan berdiri tenang, si Tongkat Setan memandang kearah orang banjak. "Hajo, diantara kalian, siapa jang hendak madju terlebih dahulu?" ia menentang pula. Dari kalangan orang banjak lompat keluar dua orang kakek. Mereka adalah Tjiang-boen-djin dari See-gak Pay dan Hwa-san Pay.
Ketua Hwa-san Pay, Boen Lai Keng memberi hormat kepada si Tongkat Setan. "Kami berdua, Hwa-san dan See-gak tidak ada permusuhan dengan kau, maka dengan sangat kami harap supaja kami dilepaskan. Sekarang djuga kami mohon diri. Tentang pedang pusaka kami, itu terserah atas kebidjaksanaan kau sadja." Semua orang jang hadir kaget mendengar perkataan pengetjut dari Tjiang-boen-djin Hwa-san Pay dan See-gak Pay ini. Si Tongkat Setan ketika mendengar perkataan Boen Lai Keng ini, tertawa terbahak-bahak. "Manusia jang sudah masuk kedalam pulau Naga Emas ini, djangan harap dapat keluar pula dengan masih bernjawa!" ia kata. "Maka dari itu dengan sangat menjesal, tidak dapat aku luluskan permohonanmu itu!" Air muka Boen Lai Keng dan Peng Tjioe Ie berubah. Mereka tidak menjangka bahwa si Tongkat Setan tidak mengenal belas kasihan, sehingga membuat kedua orang ini serba salah. "Hajo, kamu berdua madjulah menjerang diriku!" Boen Lai Keng dan Peng Tjioe Ie bengong. Kalau menjerang, bagian matilah untuk dirinja, maka achirnja mereka berdiam diri sadja. "Kalau kau berdua tidak hendak menjerang, maka djangan menjesalkan aku djika membunuhmu berdua!" Antjaman itu dibuktikan, sehingga mau atau tidak si Tjiang-boen-djin Hwa-san dan See-gak harus mentjabut pedang mereka untuk melawan. Tapi pertarungan ini tidak berdjaian lama, karena tak lama kemudian terdengar suara djeritan saling susul. Ketua Hwa-san dan Tjiang-boen-djin See-gak mendjadi korbannja si Tongkat Setan jang ketiga! Kembali si Tongkat Setan dengan tenang menantang para Tjiang-boen-djin jang sedang berkumpul itu. "Hajo, siapa jang hendak madju lagi?" Kiong In To-djin jang melihat gerak-gerik si Tongkat Setan, tak tertahan naik darahnja. Dengan sekali mentjelat ia sudah berada dihadapan orang.
"Bedebah, kau sudah bertempur 4 gebrakan, maka dari itu istirahat dahululah, bila memang kau ada bantu, maka madjukanlah dia!" Kiong In melirik kearah si Hitam dari Kun-lun. Orang jang dilirik oleh Kiong In tertawa ter-bahak2. "Benar, benar! Soe-tee kau mundurlah. Biarkan kambing ini aku jang membereskannja." Si Tongkat Setan tersenjum. "Baiklak, tapi Soe-heng, kau hati2lah, kambing ini sedikit liar!" "Djangan kuatir," sahut si Hitam dari Kun-lun. Sesudah mana ia membalikkan tubuhnja untuk menghadapi Kiong In. "Tjabutlah sendjatamu!" bentak Kiong In. "Ho-ho, kau hendak menggunakan sendjata? Baik, baik, aku memang hendak beladjar dengan ilmu pedang Boe-tong Pay!" Dengan tenang dan perlahan-lahan ditjabutnja dari ikat pinggangnja sebuah suling ketjil jang mungil tapi bentuknja menjeramkan. Melihat lawannja telah mentjabut sendjata, Kiong In tanpa ajal mentjabut pedang Giok Tam-kiamnja. Tanpa sungkan2 lagi Kiong In menjerang dengan serangan jang berbahaja dan mematikan. "Bagus, bagus!" mengedjek si Hitam dari Kun-lun. Iapun tidak tinggal diam. Dengan sebat si Hitam dari Kun-lun mengeluarkan djurus Keng-po Liong-ie, dengan kekerasan ia menangkis, sehingga membuat kedua pedang itu saling beradu dan bersuara njaring. "Traaang!" Melihat serangannja gagal, Kiong In merubah gerakannja, dengan djurus Ang-tjioe Po-ing dan disusul oleh Ing-kiang Dju-po, ia menjerang bertubi-tubi, sehingga si Hitam dari Kun-lun repot djuga. Mereka bertempur dengan hebat dan sengit, sehingga hampir menjerupai dua ekor naga sakti sedang bertempur merebut mustika. Jang satu berasal dari partai Boe-tong Pay jang tersohor dan kosen sekali, tapi jang satunja adalah memedi kedjam jang tidak kalah kosennja. Si Tongkat Setan menjaksikan dari samping, ia hanja dapat menonton sadja, karena djika ia turun tangan
djuga, maka ia akan salah djandji dengan To-djin dari Boe-tong Pay ini. Ketika itu, dengan mengeluarkan suara teriakan jang mengguntur, si memedi jang menjeramkan — si Hitam dari Kun-lun, menjerang dengan djurus Boen-djie Ie-giok! Djurus ini hebat dan telengas, karena itu adalah ilmu simpanannja si Hitam dari Kun-lun1 Tipu ini pula jang mengangkat naik nama si Hitam dari Kun-lun sehingga orang2 rimba persilatan gentar hatinja semua. Mendapat serangan jang demikian, dengan menggeserkan kaki kirinja kekanan dan kaki kanannja kekiri, maka loloslah si To-djin dari Boe-tong ini. Itulah Lo-han Itwie, tipu jang chusus untuk menghindarkan diri dari serangan berbahaja. Kedua orang ini bertempur kian lama kian seru. Selain menjerang dan menghindari, mereka djuga mengeluarkan tenaga dalam mereka. Inilah membahajakan kedua djiwa mereka. Karena tenaga Lwee-kang sekali dapat mendesak, maka hantjurlah riwajat hidup lawan. Inilah suatu pertempuran antara mati dan hidup...... Pada suatu saat, tatkala tubuh si Hitam dari Kun-lun sedang melambung untuk melantjarkan serangan jang mematikan, tiba2 si To-djin membalikkan tangannja. Kedua tangan jang penuh dengan hawa Sin-kang beradu ditengah udara dengan mengeluarkan suara beradu jang sangat njaring sekali. Tubuh si Hitam dari Kun-lun jang sedang melajang mengapung diudara ketika saling beradu tangan itu terdjadi, sedangkan si To-djin terhadjar duduk dengan badju dipundaknja hantjur.... Belum sempat si To djin bergerak terlebih landjut, tiba-tiba: "Taakkk!" Suling si Hitam menghadjar kepalanja! Untung hanja rambutnja jang kena dan menghadjar tusuk kondenja sadja, tjoba kalau kena batok kepalanja, maka Kiong In To-djin sudah pasti akan mendjadi setan getajangan. Membarengi sedang orang menghadjar kepalanja dengan suling mudjidjatnja itu, Kiong In To-djin melepaskan tangannja kedada lawan!
"Bukkkkk!" terdengar suara jang njaring sekali ketika dada si Hitam terpukul. Si Hitam dari Kun-lun terpental dan djatuh dengan tubuh kaku tak dapat bangun kembali, karena djiwanja telah meninggalkan badannja. Si Tongkat Setan bukan kepalang kagetnja melihat ini, ia mendjerit keras dan lantas menjerang dengan tongkatnja kearah Kiong In To-djin. To-djin Boe-tong Pay jang masih lemah karena baru sadja bertempur deDgan si Hitam, terdesak mundur. Tak lama kemudian, tampak si Tongkat Setan menjerang dengan hebat. Tongkatnja berputar-putar laksana taufan mengamuk. Dengan mengeluarkan suatu djeritan mengerikan, si Tongkat Setan menjerang bagaikan gila, tongkatnja berkelebat2 mengarah kepala si To-djin. Pertempuran ini berdjalan dengan dahsjat, tapi tidak seimbang. Lama kelamaan tampak djuga kelemahan Kiong In Todjin dan satu kali ketika ia mengeluarkan tipu Kudameringkik-buntut-bergojang, kakinja tergaet oleh tongkat mautnja si Tongkat Setan, sehingga djatuh. Kesempatan mana digunakan oleh si Tongkat Setan dengan baiknja untuk menghadjar kepala Kiong In To-djin I Dengan sekuat tenaga si To-djin dari Boe-tong Pay berusaha untuk mengelakkan pukulan maut jang datang menghadjar kepalanja itu. tapi malang..... "Takkkkk!" Tongkat maut si Tongkat Setan menghantjurkan kepalanja! Kiong In To-djin telah tewas! Kho Siu Lin dan Kwee Lay Eng ketika melihat guru mereka dapat dibinasakan oleh si Tongkat Setan, mendjerit dengan suara parau. Lay Eng sudah lantas lompat menubruk kearah si Tongkat Setan untuk menjerang. Mendapatkan serangan kalap dari seorang anak muda, si Tongkat Setan sedikit bingung djuga. Ia berkelit terus menerus, sampai achirnja ia memukulkan tongkat mautnja kearah kepala Lay Eng. Djiwa si anak muda she Kwee sudah berada diudjung rambut, sebentar lagi tentu akan mengalami peristiwa seperti gurunja........
Tongkat maut menjambar terus, sampai ketika tinggal 2 dim lagi dari atas kepala Lay Eng. Tapi tiba2 tongkat itu terpukul mental oleh sematjam tenaga jang kuat dan dahsjat! Lay Eng lompat untuk mendjauhi si Tongkat Setan, keringat dinginnja membasahi tubuhnja. Sedangkan si tongkat Setan membalikkan badannja untuk melihat orang jang menghalangi dirinja itu. Dihadapannja berdiri seorang tua jang tak dikenal. "Siapa kau?" ia membentak dengan aseran. "Apa kerdjaanmu disini?" "Eng Boen, sungguh bagus perbuatanmu didunia persilatan!" bentak orang tua itu dengan suara dalam. Mendengar nama aslinja disebut, si Tongkat Setan bagaikan disengat kala djengking. Dengan penuh perhatian ia mengawasi. "Siapa kau?" Mengapa...... mengapa kau tahu namaku?" "Apakah kau tidak mengenali ajahmu lagi? "Kau.......kau ajahku?" "Hu, sungguh pintar kau melakukan suatu hal jang menggemparkan! Tapi..... kau tahu?" tiba2 suaranja berobah mendjadi bengis. "Dengan perbuatan itu, kau telah membuat aku djadi malu!" Muka si Tongkat Setan berubah merah, ia mendjatuhkan dirinja. Berlutut dihadapan Khong Ting, sang ajah. Sang ajah membungkukkan tubuhnja untuk memeluk tubuh Eng Boen. "Anak, ketika dulu kau pergi dari rumah, setjara kebetulan aku dapat mengalahkan dan menewaskan si Singa muka merah. Selama ini kau kutjari-tjari, namun tidak ada kabar beritanja. Siapa tahu....... siapa tahu kau adalah penghianat dunia persilatan!" pada achir katanja itu, Khong Ting menekan suaranja sehingga terdengar sangat menjeramkan. "Ajah, aku sebetulnja hendak membalas dendam kepada orang rimba persilatan tentang sakit hati itu dan adik perempuanku......" "Tapi perbuatanmu itu terlalu gila!" bentak sang ajah. Pelukannja pada diri sang anak dilepaskan. "Ajah......?"
"Ja, kau membalas sakit hati keluargamu setjara menjimpang, aku sendiri tidak dapat membenarkan. Lebih2 kau hendak memusnahkan orang2 gagah semua didunia persilatan!" "Ajah.......?" "Aku adalah seorang ajah, tapi aku tidak ingin mempunjai seorang anak jang mempunjai sifat membunuh setjara telegas!" Sehabis berkata demikian, Khong Ting membalikkan tubuhnja menghadapi orang banjak. "Kalian semua orang2 gagah dari dunia persilatan adalah tiangnja dari negara. Lekas2 kalian semua meninggalkan pulau ini!" Tanpa disuruh untuk kedua kalinja, semua orang bergegas meninggalkan pulau Naga Emas jang membawa maut serta bentjana itu. Sebentar sadja orang2 gagah ini sudah berada diatas sebuah perahu besar, jang menggeser kian lama kian djauh meninggalkan pulau Naga Emas itu. Jang tertinggal dipulau itu hanja kedua orang ajah dan anak itu. Baru sadja perahu itu menggeser 1 lie lebih, tiba2 di-pulau itu terdjadi ledakan. Mula2 hanja ketjil dan djarang2, tapi lama kelamaan pulau itu seperti terbungkus oleh api. Ternjata karena malu menghadapi ajahnja dan ia sendiri sudah mengambil satu keputusan lain, si Tongkat Setan menarik tombol jang menjambung ke bahan peledak, sehingga pulau itu habis meledak, lalu tenggelam. Khong Ting dan Khong Eng Boen mati tertambus dipulau itu. Kho Siu Lin memeluk Lay Eng dengan mengutjurkan air mata ketika melihat kemusnahan pulau itu. Semua orang2 gagah menggelengkan kepala, menjesalkan tindakan gila jang dilakukan oleh si Tongkat Setan jang bermaksud hendak membasmi orang2 gagah didunia persilatan. "Sudahlah, Lin-moay, tidak perlu kau bersedih hati pula," menghibur si anak muda she Kwee. Padahal dikelopak matanja sendiri telah tergenang butir2 air mata jang hendak melontjat keluar. Mereka bersedih hati mengenangkan jang sudah tidak ada pula diatas dunia ini.
Perahu itu terus djuga berlajar tanpa memperdulikan ledakan api pulau Naga Emas jang telah ditelan oleh lautan........ Sekali lagi orang2 gagah jang berada diatas perahu itu menghela napas. Mereka merasa lega, meskipun mustika perguruan mereka tidak dapat diambil pulang, tapi perusuh dunia persilatan telah lenjap. Tongkat Setan telah lenjap. Ia telah meninggal bersama ajahnja diatas pulau Naga Emas..... —o—
KABAR terbunuhnja si Tongkat Setan dipulau Naga Emas itu menggembirakan seluruh orang2 gagah didunia persilatan. Mereka menjambut kabar itu dengan hati jang riang dan terbuka. Perusuh dunia Kang-ouw jang hampir2 memusnakan orang2 gagah dipulau Naga Emas itu, telah terbunuh dan tidak ada pula diatas dunia ini. Perbuataunja sangat djahat, semua kelakuan jang dilakukan adalah melanggar peraturan undang2 orang2 gagah didunia persilatan. Namun demikian, si Tongkat Setan tertjatat djuga oleh sedjarah sebagai seorang jang hampir2 menjebabkan hantjurnja dunia Kang-ouw! Sekarang dunia Kang-ouw tenang kembali. Jang timbul hanjalah kedjahatan2 ketjil sadja. Disamping itu, rimba persilatan sekarang pun telah muntjul sepasang pendekar muda suami-isteri. Mereka selalu memberantas kedjahatan, sehingga orang2 dari rimba hidjau semua djeri akan keliehayannja pedang mereka. Sepasang pendekar muda suami-isteri itu ialah Kwee Lay Eng dan Kho Siu Lin jang telah terangkap mendjadi sepasang suami isteri......
— TAMAT —