Pemanfaatan Data Curah Hujan untuk Prediksi Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri Menggunakan Model SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation) Studi Kasus: Tanaman Padi di Kabupaten Karawang
TISKA SRI MERLIYUANTI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ABSTRAK TISKA SRI MERLIYUANTI. Pemanfaatan Data Curah Hujan untuk Prediksi Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri Menggunakan Model SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation). Studi Kasus: Tanaman Padi di Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan HARTANTO SANJAYA. Potensi kerugian panen pada tanaman padi yang diakibatkan serangan penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) oleh Xanthomonas campestris pv. oryzae menunjukkan perlunya pengendalian hama dan penyakit yang tepat berdasarkan analisis potensi serangan. Curah hujan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi sebaran HDB. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh curah hujan dalam memprediksi sebaran HDB secara spasial menggunakan model SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation). Hasil penelitian menunjukkan penyebaran HDB sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Semakin tinggi curah hujan menyebabkan semakin banyak penyebaran Xanthomonas campestris pv. oryzae. Sebaran HBD tinggi terjadi pada saat curah hujan berkisar antara 50 mm – 172 mm dengan akumulasi hujan dua mingguan tertinggi sebesar 174 mm. Jika tanaman padi terserang bakteri pada saat usia dini sampai fase generatif, maka hasil panennya akan menurun. Kabupaten Karawang memiliki sebaran bakteri pada kategori sedang dengan daerah sebaran HDB yang cukup luas. Hasil prediksi sebaran HDB menggunakan model SMCE menunjukkan bahwa daerah yang rentan terserang selama bulan Februari-Maret 2011 di Kabupaten Karawang adalah sebagian Lemahabang, Talagasari, Tirtamulya, Purwasari, Klari, Batujaya, Rawamerta, Bayusari, sebagian Cibuaya dan Jatisari. Kata kunci: Tanaman padi, Curah hujan, Hawar Daun Bakteri (HDB), Xanthomonas campestris, Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE).
ABSTRACT TISKA SRI MERLIYUANTI. The Rainfall Data Utilization for Prediction of Bacterial Leaf Blight using SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation) Model. Case Study: Rice Plant in Karawang Regency. Supervised by: YONNY KOESMARYONO and HARTANTO SANJAYA. The potency of loss out caused by Bacterial Leaf Blight (BLB) caused by Xanthomonas campestris pv. oryzae shows the importance of plant disease controlling based on attack potention analysis. Rainfall is one of importan factor that affected distribution of BLB. The purpose of this research is to evaluate the effect of rainfall toward prediction about distribution of BLB with spacial method using SMCE model. The result shows that distribution of BLB much affected by rainfall. Higher rainfall affected more distribution of Xanthomonas campestris pv. oryzae. The high distribution of BLB is occured during rainfall of 50mm – 172 mm, with highest accumulation of rainfall within two weeks are 174 mm. If the rice plant attacked by bacterial when it was young stage until generatif phase, it's production will decrease. Karawang Regency have a medium distribution of bacterial with large enough distribution areas. Prediction result of BLB distribution using SMCE model shows that the areas that susceptible attacked from February until March 2011 in Karawang Regency are some of Lemahabang, Talagasari, Tirta Mulya, Purwasari, Klari, Batujaya, Rawamerta, Bayusari, some of Cibuaya and Jatisari. Keyword: Rice plant, Rainfall, Bacterial leaf blight (BLB), Xanthomonas campestris, Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE).
©Hak Cipta milik IPB tahun 2013 Hak Cipta dilindung Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mengutip atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PEMANFAATAN DATA CURAH HUJAN UNTUK PREDIKSI SEBARAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI MENGGUNAKAN MODEL SMCE (SPATIAL MULTI CRITERIA EVALUATION) Studi kasus: Tanaman Padi di Kabupaten Karawang
TISKA SRI MERLIYUANTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi
Nama NIM
: Pemanfaatan Data Curah Hujan Untuk Prediksi Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri Menggunakan Model SMCE (spatial multi criteria evaluation) Studi kasus: Tanaman Padi di Kabupaten Karawang : Tiska Sri Merliyuanti : G24080036
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
Hartanto Sanjaya, S.Si. M.Sc.
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul "Pemanfaatan Data Curah Hujan untuk Prediksi Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri Menggunakan Model SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation). Studi Kasus: Tanaman Padi di Kabupaten Karawang" sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Studi Meteorologi Terapan. Penyelesaian karya tulis ini dibantu oleh banyak pihak. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. dan Bapak Hartanto Sanjaya, S.Si., M.Sc. selaku pembimbing tugas akhir yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi dalam penyelesaian tugas akhir. 2. Bapak Dr. Ir. Impron, M.Sc selaku penguji pada ujian sidang yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan tugas akhir. 3. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku Kepala Departemen Geofisika dan Meteorologi. 4. Ayahanda (Bapak Karyan S.Pd.) dan ibunda (Ibu Atisah) tercinta serta ananda Inas Maya Tamimah Hanun atas segala dukungan dan do'a yang tak pernah putus. 5. Staf Komisi Pendidikan Departemen GFM yang banyak membantu dalam urusan administrasi selama penulis menjadi mahasiswa. 6. Nusantara Earth Observation Network (NEONet) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BB POPT) Kementerian Pertanian, serta Dinass Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang yang telah memberikan data penunjang penelitian. 7. Alumni IPB angkatan 17 yang telah memberikan beasiswa Armada untuk penelitian ini. 8. Teman-teman seperjuangan GFM 45 yang selalu menyemangati dan membantu penulis. 9. Keluarga besar Asrama TPB-IPB khususnya Senior Resident Merah Putih dan LBS (Mba Irma, Mba Nora, Ilma, Eliza, Rianita, Intan, Mba Dini, Ani) atas ukhuwah yang telah terjalin. 10. Adik-adik 47 (lorong 1 dan 6) A2, 48 (lorong 1 dan 10) A3, 49 (lorong 6 dan 10) A3 atas pengalaman dan kasih sayang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Tiska Sri Merliyuanti
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, yaitu dari pasangan Bapak Karyan, S.Pd dan Ibu Atisah. Penulis lahir di Ciamis pada 6 Mei 1990. Pendidikan formal yang ditempuh yaitu TK Cintasari (1993-1996), SDN II Cintaratu (1996-2002), SMPN II Parigi (2002-2005), SMAN II Ciamis (2005-2006), SMAN I Pangandaran (2006-2008), kemudian pada tahun 2008 penulis diterima di Departemen Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor lewat jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti beberapa organisasi, diantaranya HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) sebagai sekertaris divisi aplikasi periode 2010-2011, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tae Kwon Do 2011-2012, dan menjadi Senior Resident Asrama Putri TPB IPB 2010-2012. Ketika menjadi Senior Resident penulis diberi tanggung jawab untuk menjadi pembina klub fotografi dan sekertaris Senior Resident Development Program. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Pendidikan Agama Islam 2012. Selain itu penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Thamrin, Jakarta selama satu bulan pada tahun 2012.
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. x I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE) dalam Integrated Land and Water Information System (ILWIS) ......................................................................................... 1 2.1.1 Memilih kriteria SMCE ........................................................................................ 2 2.1.2 Standarisasi .......................................................................................................... 2 2.1.3 Pembobotan .......................................................................................................... 2 2.2 Curah Hujan .................................................................................................................. 2 2.3 Hawar Daun Bakteri ..................................................................................................... 2 2.3.1 Morfologi Xanthomonas campestris pv. oryzae ................................................... 3 2.3.2 Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri ................................................................ 3 2.3.3 Gejala Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri ................................................... 4 III. METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................................. 4 3.1.1 Alat ....................................................................................................................... 4 3.1.2 Bahan .................................................................................................................. 4 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................................... 4 3.3 Langkah Kerja ............................................................................................................. 4 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak Geografis dan Kondisi Iklim Karawang ............................................................ 6 4.2 Prediksi Sebaran Hawar Daun Bakteri Berdasarkan Hasil Prediksi pada SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation) .............................................................................. 8 4.3 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Sebaran Hawar Daun Bakteri (HDB) ................... 12 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ..................................................................................................................... 14 5.2 Saran .......................................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 14 LAMPIRAN .............................................................................................................................. 16
x
DAFTAR TABEL 1 Prediksi Sebaran HDB per-2 Minggu .................................................................................. 11 2 Perbandingan hasil prediksi dengan kondisi aktual ............................................................... 12 DAFTAR GAMBAR 1 Tampilan pembuatan criteria tree ............................................................................................ 2 2 Nilai standarisasi dan pembobotan .......................................................................................... 2 3 Foto mikroskop elektron Xanthomonas campestris pv. oryzae (30,000 x) ............................. 3 4 Siklus hidup Hawar Daun Bakteri ............................................................................................ 3 5 Gejala serangan Xanthomonas campestris pv. oryzae pada tanaman padi ............................... 4 6 Peta Kabupaten Karawang dalam format ILWIS .................................................................... 4 7 Peta sawah Kabupaten Karawang ............................................................................................ 5 8 Peta Kabupaten Karawang ....................................................................................................... 6 9 Curah hujan bulan Februari dasarian I (milimeter) .................................................................. 7 10 Curah hujan bulan Februari dasarian II (milimeter) ............................................................... 7 11 Curah hujan bulan Februari dasarian III (milimeter) .............................................................. 7 12 Curah hujan bulan Maret dasarian III (milimeter).................................................................. 8 13 Hasil prediksi sebaran HDB dua minggu akhir Februari........................................................ 8 14 Hasil prediksi sebaran HDB dua minggu awal Maret ............................................................ 9 15 Hasil prediksi sebaran HDB dua minggu akhir Maret ........................................................... 9 16 Hasil prediksi sebaran HDB dua minggu awal April ................................................ 10 17 Akumulasi curah hujan dua minggu awal Februari (milimeter) ........................................... 13 18 Akumulasi curah hujan dua minggu akhir Februari (milimeter) .......................................... 13 19 Akumulasi curah hujan dua minggu awal Maret (milimeter) ............................................... 13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Sebaran hawar daun bakteri di Kabupaten Karawang tahun 2011 ......................................... 17 2 Diagram alir pengolahan peta administrasi dan land use Kabupaten Karawang.................... 18 3 Diagram alir pengolahan data curah hujan ............................................................................. 18 4 Diagram alir pembuatan criteria tree ..................................................................................... 19 5 Script pengolahan data curah hujan ....................................................................................... 19
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya adalah petani. Salah satu tanaman yang banyak ditanam adalah padi, karena padi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Dalam aktivitas budidaya, petani banyak menghadapi kendala seperti serangan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) baik berupa hama maupun penyakit. Penyakit yang sering menyerang tanaman padi antara lain Hawar Daun Bakteri (HDB) atau BLB (Bacterial Leaf Blight), yang lebih populer dengan nama penyakit “kresek”. Menurut Humas Pemda Kabupaten Karawang (2010), Kabupaten Karawang merupakan daerah lumbung padi Jawa Barat dan salah satu daerah yang dapat memberikan kontribusi kebutuhan beras nasional yang setiap tahunnya rata-rata mencapai ± 728.000 ton beras/tahun. Luas lahan sawah di Kabupaten Karawang secara keseluruhan sebanyak 97.529 Ha. Namun akibat serangan hawar daun bakteri maka hasil panen dapat menurun. Penyakit ini tersebar hampir di seluruh lahan padi di Indonesia, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dan selalu timbul baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Pada musim hujan serangannya akan lebih luas. Potensi kerugian akibat HDB menunjukkan perlunya pengendalian hama dan penyakit yang tepat berdasarkan analisis potensi serangan hama dan penyakit tersebut. Faktor iklim merupakan salah satu hal yang sangat mempengaruhi sebaran OPT. Teknik analisis potensi serangan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan metode SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation) menggunakan software ILWIS (Integrated Land and Water Information System). Pengendalian hama dan penyakit sangat tergantung kepada pengetahuan mengenai interaksi OPT dengan faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangannya. Oleh karena itu, dengan menganalisis hubungan antara faktor iklim dengan OPT diharapkan mampu memberi informasi tentang prakiraan potensi serangan hama dan penyakit sehingga bisa mengantisipasi kerugian yang dapat ditimbulkan.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh curah hujan untuk memprediksi sebaran Hawar Daun Bakteri (HDB) secara spasial di Kabupaten Karawang dengan menggunakan model SMCE. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE) dalam Integrated Land and Water Information System (ILWIS) Integrated Land and Water Information System (ILWIS) adalah software pengolah data berbasiskan Sistem Informasi Geografis. Software ini memiliki kemampuan untuk mengolah citra satelit. ILWIS dapat digunakan sebagai alat untuk menginput data, manajemen data dan analisis data untuk kemudian menghasilkan data keluaran (output) dalam bentuk spasial (keruangan). Data-data tersebut dapat di georeferences sehingga menghasilkan informasi tentang kejadian di suatu wilayah. Software ini dibuat oleh International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences, Belanda. Salah satu metode evaluasi dalam ILWIS adalah Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE). SMCE merupakan aplikasi dari pengambilan kebijakan dengan menggunakan beberapa kriteria secara spasial. Input dari SMCE adalah peta‐peta dari suatu wilayah yang nantinya disebut sebagai kriteria. Pohon kriteria berisi informasi pengelompokan kriteria, standarisasi kriteria, dan bobot untuk masing‐masing kriteria. Kemudian yang menjadi output adalah peta di wilayah yang sama berupa wilayah kesesuaian yang membantu dalam pengambilan kebijakan. (Wibowo et al. 2010). Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE) adalah metode yang berguna untuk identifikasi dan perbandingan untuk mencari solusi yang didasarkan pada penggabungan beberapa faktor, yang dapat ditunjukkan oleh berbagai informasi dalam waktu yang singkat. SMCE merupakan metode untuk menentukan dan menyediakan solusi bagi masalah lokal berdasarkan kombinasi dari beberapa faktor yang nantinya ditampilkan dalam bentuk peta. Berbagai faktor dan berbagai batas spasial harus dilibatkan sehingga perencanaan yang akurat dan benar dapat dicapai (Nafooti dan Boldaje 2011).
2
Langkah pengerjaan dalam SMCE secara garis besar yaitu memilih kriteria SMCE, Standarisasi, dan pembobotan. 2.1.1 Memilih kriteria SMCE Terdapat dua tipe kriteria yang akan menjadi pembatas dalam model ini yaitu constraints dan factors. Constraints berfungsi untuk membatasi factors . Apabila daerah yang diinput dalam peta tidak memenuhi kondisi constraints, maka akan mendapatkan nilai indeks komposit 0 dan tidak muncul pada output, tidak peduli seberapa baik daerah terhadap factor lainnya. Constraints hanya dapat muncul langsung di bawah tujuan utama (criteria tree). Nilai constraints adalah 1 dan 0. Kriteria yang kontinu menentukan tingkat kerentanan atau kesesuaian dari suatu daerah. Factors memungkinkan adanya kompensasi. Kondisi yang kurang baik pada satu kriteria dapat dikompensasikan dengan kondisi yang lebih baik dalam kriteria lain. Factors mungkin muncul langsung di bawah tujuan utama atau di bawah kelompok factors (subfactors). Nilainya antara 0 sampai 1. Constraints Factor
2.1.3 Pembobotan Ada beberapa model pembobotan dalam SMCE, yaitu: Direct weights (mengatur pembobotan pada criteria tree) Pairwise comparison (menjadikan salah satu faktor yang paling berpengaruh sebagai dasar untuk pembanding bagi faktor lainnya) Rank ordering (software memberi pembobotan secara otomatis dan sama besar) Nilai dari pembobotan yaitu 0 dan 1. Tidak bisa bernilai negatif. Jumlah pembobotan pada grup faktor sama dengan 1 (Adi Wibowo et al. 2010). Nilai bobot
Nilai standarisasi
Sub-factors
Gambar 1 Pembuatan criteria tree 2.1.2 Standarisasi Standarisasi adalah proses di mana semua indikator unit yang berbeda menyatakan pengukuran yang dinormalisasi. Standarisasi dan desain fungsi nilai adalah bagian penting dari SMCE tersebut. Standarisasi adalah bagian dari Multi Criteria Analysis (MCA). Metode standarisasi yang berbeda menunjukkan keperluan yang berbeda dari nilai input. Pergeseran nilai yang dimasukkan dalam standarisasi akan sangat mempengaruhi hasil prediksi.
Gambar 2 Nilai standarisasi dan pembobotan 2.2 Curah Hujan Curah hujan merupakan partikel cair atau es pada semua ukuran dari tetesan awan yang jatuh di permukaan tanah (Stull 2000). Bilamana jumlah curah hujan selama satu dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter serta diikuti oleh dasarian berikutnya maka dapat dikatakan itu adalah awal musim hujan. Sedangkan awal musim kemarau adalah bilamana jumlah curah hujan selama satu dasarian kurang dari 50 milimeter serta diikuti oleh dasarian berikutnya (BMKG 2011). 2.3 Hawar Daun Bakteri Penyakit hawar daun bakteri merupakan penyakit yang tersebar luas di pertanaman padi sawah dan bisa menurunkan hasil sampai 36%. Penyakit ini tersebar luas di seluruh Indonesia (Ramlan et al 1985). Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Suparyono et al. (2004), penurunan hasil panen mencapai 35,8% telah dilaporkan terutama ketika tanaman sudah terinfeksi sejak fase perkecambahan.
3
Penyakit ini pada umumnya terjadi pada musim hujan saat kelembaban lebih besar dari 75%, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang dengan pemupukan nitrogen yang tinggi. Hawar daun bakteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae yang dapat menginfeksi tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan. Klasifikasi Xanthomonas campestris pv. oryzae menurut Swings et al. (1990), adalah sebagai berikut: Phylum : Prokaryota Kelas : Schizomycetes Ordo : Pseudomonadales Famili : Pseudomonadaceae Genus : Xanthomonas Spesies : Xanthomonas campestris pv. oryzae 2.3.1 Morfologi Xanthomonas campestris pv. oryzae Bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae berbentuk batang pendek, di ujungnya mempunyai satu flagela polar berukuran (1-2) x (0,8-1) μm dan berfungsi sebagai alat bergerak. Bakteri ini berukuran 6-8 μ bersifat aerob, gram negatif dan tidak memiliki endospora. Di atas media XA (Xanthomonas Agar) bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin (Semangun 2001).
hanya satu sehingga bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae termasuk dalam golongan bakteri monotricous. 2.3.2 Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri Penyakit hawar daun bakteri sudah dikenal di Jepang sejak tahun 1884. Penyakit tersebar luas di berbagai negara penghasil padi seperti Cina, Taiwan, Korea, Thailand, Vietnam, Philipina, Sri Lanka, India, Afrika, Australia, dan Amerika Selatan (Ou 1985). Seperti bakteri pada umumnya, bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae juga berkembang biak secara vegetatif atau aseksual, yaitu dengan cara membelah diri. Jika faktor-faktor luar menguntungkan, maka setelah membelah diri, sel-sel bakteri yang baru bisa membesar sampai masingmasing bakteri menjadi sebesar sel induknya. Menurut David et al. (2006), bakteri ini berpindah secara vertikal melalui pembuluh utama daun.
Gambar 4 Siklus hidup Hawar Daun Bakteri Sumber: IRRI Knowledge
Gambar 3 Foto mikroskop elektron Xanthomonascampestris pv. oryzae (30,000 x) Sumber: Koleksi PPOPT Bandung Berdasarkan bentuknya, bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae merupakan bakteri yang termasuk dalam kelompok bakteri basil karena berbentuk batang, alat geraknya berupa flagel. Ukuran flagel bakteri ini sangat kecil, tebalnya 0,02– 0,1 μm dan panjangnya melebihi panjang sel bakteri lainnya, flagel yang dimilikinya
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri ini. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksinya adalah suhu, kelembaban, dan cahaya. Suhu optimal utuk perkembangan bakteri ini adalah 30ºC. Perpindahan bakteri ini dapat melalui percikan air hujan dan angin (Curtis 1943 dalam Niño-liu et al. 2006). Apabila terjadi peningkatan suhu rata-rata akan mendorong perkembangan bakteri ini. Itulah sebabnya mengapa bakteri ini banyak dijumpai di daerah yang beriklim sedang dan tropis.
4
2.3.3 Gejala Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri Gejala HDB akan timbul 1-2 minggu setelah padi dari persemaian. Daun-daun yang sakit berwarna hijau kelabu, mengering, helaian daunnya melengkung, diikuti oleh melipatnya helaian daun itu sepanjang ibu tulangnya. Pada umumnya gejala yang pertama tampak pada daun-daun yang dipotong ujungnya, dekat bekas potongan terjadi bercak hijau kelabu. Warna daun yang kering itu segera berubah menjadi kuning jerami sampai coklat muda. Kerusakan berat terjadi bila penyakit ini menyerang tanaman muda, sehingga menimbulkan gejala kresek dan kemudian tanaman mati (Semangun 1991).
Gambar 5 Gejala serangan Xanthomonas campestris pv. oryzae pada tanaman padi Sumber: Agropedia, Dharwad Universiti of Agricultural Science.
Sumber data-data tersebut yaitu dari NEONet-BBPOPT Jatisari Karawang dan BPPT. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan di Nusantara Earth Observation Network (NEONet) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta Pusat serta Labratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi (GFM) IPB. Penelitian dimulai dari bulan Februari sampai bulan Agustus 2012. 3.3 Langkah kerja 1. Menyiapkan data lapangan: Sebaran varietas padi Umur padi Data sebaran BLB 2. Menyiapkan data GIS Batas sawah (administrasi) Land use (sawah dan non sawah) Data Curah Hujan bulan Februari dan Maret tahun 2011 dari RADAR Cuaca di Serpong 3. Mengubah format data land use dari GIS ke ILWIS 4. Mengubah format data administrasi dari GIS ke ILWIS Import Data Membuat Sistem Koordinat Georeference Konversi Data Memisahkan Data Sawah dan Non Sawah
III. METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Software ILWIS 2. Software ArcView GIS 3.3 3. Microsoft Office Excell 4. Microsoft Office Word 3.1.2 Bahan 1. Data Curah Hujan bulan Februari dan Maret tahun 2011 dari RADAR Cuaca di Serpong 2. Data sebaran HDB di Karawang (hasil survey lapang) bulan Februari dan Maret 3. Data Keruangan Daerah Karawang (batas administrasi dan land use) 4. Data varietas dan umur tanaman padi di Karawang
Gambar 6 Peta Kabupaten Karawang dalam format ILWIS
5
Gambar 7 Peta sawah Kabupaten Karawang 5. Mengolah data curah hujan dari format Excel ke format ILWIS Proses 1: Import data ASCII ke ILWIS Proses 2: data tabel data spasial tabel ke point Proses 3: konversi dari data latlon ke utm Proses 4: point ke raster Proses 5: attribute Proses 6: mengubah data NULL menjadi nilai nol. Masukkan rumus: nama file baru = iff(isundef(nama file yang diproses),0,nama file yang diproses) pada jendela utama 6. Menjumlahkan data curah hujan secara spasial Data curah hujan yang akan dimasukkan ke dalam model adalah akumulasi dua mingguan, sedangkan yang didapat dari radar adalah data per-6 menit. Oleh karena itu untuk mempermudah pengolahan curah hujan digunakan script agar program looping sendiri. 7. Memasukkan data varietas, umur padi, dan curah hujan sebagai kriteria pada SMCE. Tentukan kriteria yang menjadi factor dan constrain Buat grouping untuk constrain Input data peta‐peta yang relevan terhadap kriteria yang telah dibuat. Standarisasi batasan nilai sesuai dengan input. a. standarisasi constraints Input CH Land use Usia tanam
Batas min 50 0 0
Batas max 1 90
b. standarisasi factors Factor yang memberikan dampak positif untuk perkembangan bakteri maka standarisasinya benefit. Cost digunakan ketika variabel dari factor memberikan efek yang negatif terhadap perkembangan bakteri. Metode yang digunakan pada kasus ini dalam standardisasi adalah maximum atau goal. Dari keempat factor yang menggunakan goal method adalah varietas, sedangkan sebaran HDB, HST dan curah hujan menggunakan maximum method. Varietas menggunakan goal method karena hanya terdiri dari 1 varietas. Data sebaran HDB, HST dan curah hujan terdiri dari nilai input yang berbeda-beda sehingga menggunakan maximum method.
Tentukan bobot untuk masingmasing factor (utamakan yang didalam grup) Beri bobot yang sama, dengan asumsi semua faktor input memberi pengaruh yang sama penting. Pembobotan ini mempengaruhi hasil dalam penentuan prediksi sebaran HDB Slice untuk membagi sebaran bakteri dengan kategori "rendah", "sedang", dan "tinggi". Batasan kelas untuk ketiga kategori tersebut adalah sebagai berikut: Kategori Rendah Sedang Tinggi
Batas Nilai 0-15 16-50 >50
8. Analisis peta hasil prediksi sebaran HDB di Karawang. ASUMSI: 1) Varietas yang ditanam sama yaitu varietas Ciherang. 2) Suhu, kelembaban, dan unsur cuaca lainnya tidak mengalami pengaruh terhadap sebaran HDB, karena pada penelitian ini hanya ingin melihat pengaruh dari curah hujan saja. 3) Pertumbuhan bakteri terjadi dalam waktu 2 minggu. Berdasarkan penelitian Semangun (2001) dampak yang terlihat pada padi yang terserang adalah 1-2 minggu serta pengamatan di lapangan dilakukan satu kali dalam dua minggu.
6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak Geografis dan Kondisi Iklim Karawang Kabupaten Karawang berada dibagian utara Propinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak antara 107°02'-107°40' Bujur Timur dan 5°56'-6°34' Lintang Selatan. Secara administratif, Sebelah Utara Karawang dibatasi oleh Laut Jawa, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Subang, Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi . Dengan luas wilayah 1.753,27 km² atau 3,73 % dari luas Propinsi Jawa Barat, Karawang merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan subur di Jawa Barat. Oleh karena itu, sebagian besar lahannya digunakan untuk pertanian. Kondisi topografi di Kabupaten Karawang sebagian besar berbentuk dataran yang relatif rata dengan variasi antara 0-5 m diatas permukaan laut (dpl). Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0-
1.200 m dpl. Padi dapat tumbuh baik pada ketinggian dibawah 500 m dpl, sehingga di Karawang ini memang cocok ditanami dengan padi. Kabupaten Karawang terdiri dari dataran rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 27°C, penyinaran matahari 66% dan kelembaban nisbi 80%. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100-3.200 mm/tahun (Pemkab Karawang 2011). Berdasarkan Harijono (2011), bulan Maret 2011 merupakan awal musim kemarau untuk sebagian daerah Jawa Barat, salah satunya adalah Kabupaten Karawang. Data juga menunjukkan bahwa curah hujan dari bulan Februari ke Maret memang mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari akumulasi curah hujan dasarian I, dasarian II, dan dasarian III selama bulan Februari yang masih tinggi. Meskipun nilainya terus menurun tetapi masih berada diatas 50 mm. Memasuki dasarian I dan dasarian II, pada bulan Maret sama sekali tidak terjadi hujan. Pada dasarian III, barulah ada curah hujan sebesar 35 mm. Oleh karena itu, bulan Maret sudah bisa dikatakan sebagai awal musim kering karena curah hujannya berada dibawah 50 mm selama 3 dasarian.
Gambar 8 Peta Kabupaten Karawang
7
Gambar 9 Curah hujan bulan Februari dasarian I (milimeter)
Gambar 10 Curah hujan bulan Februari dasarian II (milimeter)
Gambar 11 Curah hujan bulan Februari dasarian III (milimeter)
8
Gambar 12 Curah hujan bulan Maret dasarian III (milimeter) 4.2
Prediksi Sebaran Hawar Daun Bakteri Berdasarkan Hasil Prediksi pada SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation) Hasil prediksi HDB merupakan data spasial (peta sebaran HDB). Pembacaan data pada model tersebut adalah dengan memposisikan diri sebagai penyakit bukan sebagai petani. Ketika kondisi patogen (HBD sebelumnya), inang (varietas dan stadia padi), dan lingkungan (curah hujan) mendukung, maka pertumbuhan HDB akan meningkat. Warna hijau pada peta hasil prediksi menunjukkan kondisi yang aman bagi petani. Sedangkan warna merah
menunjukkan kondisi yang sangat merugikan bagi petani karena sebaran HDB di lapangan tinggi. Pada kondisi inilah petani harus siap melakukan tindakan pencegahan agar bakteri tidak menyebar luas. Gejala pada daun yang terkena HDB tidak dapat dikurangi, hanya bisa dicegah penyebarannya. Data yang dihasilkan merupakan data dua mingguan sehingga dapat digunakan untuk prediksi untuk kondisi dua minggu selanjutnya. Jika sebaran HDB hanya sedikit maka hasil panen akan melimpah tanpa mengalami penurunan atau bahkan jauh dari puso.
Gambar 13 Hasil prediksi sebaran HDB dua minggu akhir Februari
9
Gambar 14 Hasil prediksi sebaran HDB dua minggu awal Maret Prediksi untuk minggu akhir pada bulan Februari (Gambar 13) menunjukkan bahwa tempat sebaran bakteri yang tinggi adalah di sebagian daerah Lemahabang, Talagasari, Tirtamulya, Purwasari, dan Klari. Sedangkan yang rendah yaitu di Pakisjaya, Cibuaya, Jayakerta, dan Cilamaya Kulon. Dan sisanya berada pada kategori sedang. Output dari hasil pemodelan ini tentu memiliki galat atau error. Apabila hasil di lapangan menunjukkan jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil model maka hal ini memiliki dampak yang semakin baik terhadap petani. Dengan prediksi ini,
petani akan melakukan tindakan preventif sehingga kemunculan penyakit tersebut tidak menyebabkan kerugian yang terlalu besar. Prediksi dua minggu awal pada bulan Maret (Gambar 14) masih dalam kondisi sebaran HDB yang hampir sama seperti pada bulan Februari akhir. Namun. disini ada perbedaan pada daerah tempat sebaran yang tinggi yaitu di Batujaya, Rawamerta dan Lemahabang. Ketika HDB telah menyebar di suatu daerah, maka akan mudah baginya untuk memperluas daerah serangan ketika curah hujan tinggi dan terjadi tiupan angin yang menyebabkan gesekan antar daun sehingga daun yang lain juga terinfeksi.
Gambar 15 Hasil prediksi sebaran HDB dua minggu akhir Maret
10
Gambar 16 Hasil prediksi sebaran HDB dua minggu awal April Prediksi dua minggu akhir bulan Maret (Gambar 15) menunjukkan daerah yang diduga terkena serangan HDB tinggi yaitu sebagian kecil wilayah Cibuaya dan Jatisari. Hal ini disebabkan karena curah hujan pada dua minggu awal Maret sangat sedikit dan hanya di tempat-tempat tertentu seperti Cibuaya, Jatisari, dan Kotabaru. Dampak yang ditimbulkan oleh bakteri tidak langsung terlihat ketika padi mulai terinfeksi. Memasuki dua minggu terakhir bulan Maret, kembali terjadi peningkatan curah hujan. Pada masa ini, usia tanaman masih rata-rata 90 HST sehingga masih dapat terserang HDB. Batas maksimum HST pada standarisasi model adalah 90 karena rata-rata umur padi varietas Ciherang adalah 120 hari. Fase vegetatif terdiri dari 60 hari, fase generatif 30 hari, dan fase pematangan 30 hari. Ketika padi terserang pada saat fase vegetatif dan generatif, maka akan mengganggu pertumbuhan dan pengisian bulir, yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas padi. Jika tanaman terserang bakteri saat menghasilkan malai (usia nol), maka gejala yang timbul sangatlah penting karena tanaman bisa mati (Akhtar et al. 2003). Ketika serangan muncul setelah masuk fase pematangan, tidak akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil panen. Prediksi untuk minggu awal April (Gambar 16) hanya memiliki kategori sedang dan rendah karena meskipun ada hujan kembali, namun padi sudah masuk fase pematangan.
Hasil prediksi dengan pembobotan sama dari ketiga faktor memiliki perbedaan, antara hasil prediksi dengan kondisi aktual. Hal ini dapat disebabkan adanya faktor lain yang berpengaruh terhadap sebaran HDB. Selain itu, pergeseran sedikit saja dari nilai pembobotan pada masing-masing input akan memengaruhi output (Tabel 2). Hasil prediksi selalu menunjukkan ada resiko pada setiap sawah selama kondisi memenuhi constrains. Sedangkan pada kondisi aktual tidak selalu menunjukkan demikian karena apabila suatu daerah endemik, maka petani akan senantiasa melakukan tindakan pencegahan dari awal penanaman. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit tumbuhan adalah adanya kondisi lingkungan yang sesuai untuk reproduksi, penyebaran, dan infeksi patogen. Faktor lingkungan ini terutama temperatur, kelembaban, curah hujan, angin, dan sebagainya (Goto 1990 dan Sinaga 2003). Menurut Dath dan Devadath (1983), penyebaran terjadi selama banyak angin dan hujan, tetapi lebih sering melalui aliran irigasi. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, suatu daerah memiliki kemungkinan sebaran bakterinya tinggi namun hasil prediksinya menunjukkan kategori rendah atau sedang disebabkan oleh pengaruh angin dan air irigasi. Curah hujan memang merupakan salah satu faktor penting dalam penyebaran HDB, namun perlu memasukkan faktor-faktor cuaca lainnya agar hasil prediksi bisa lebih akurat.
11
Tabel 1 Prediksi sebaran HDB per-2 minggu Prediksi 2 Minggu Akhir Februari Rendah Pakisjaya, Cibuaya, Jayakerta, Tirtamulya, dan Cilamaya Kulon.
Sedang Tirtajaya, Batujaya, Rengasdengklok, Pedes, Cilebar, Tempuran, Kutawaluya, Cilamaya Wetan, Rawamerta, Majalaya, Banyusari, Jatisari, Kotabaru, Telukjambe Barat Prediksi 2 Minggu Awal Maret
Rendah Pakisjaya, Cibuaya, Jayakerta.
Sedang Tirtajaya, Batujaya, Rengasdengklok, Pedes, Cilebar, Tempuran, Kutawaluya, Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Rawamerta, Majalaya, Lemahabang, Tirtamulya, Klari, Jatisari, Kotabaru, Telukjambe Barat, Talagasari
Rendah Pakisjaya, Sebagian Cibuaya, Rengasdengklok, Kutawaluya, Tempuran, Cilamaya Wetan, Talagasari, Majalaya, Tirtamulya, Kotabaru, Telukjambe Barat Rendah Jayakerta, Cibuaya, Rengasdengklok, Kutawaluya, Rawamerta, , Cilamaya Wetan, Talagasari, Majalaya, Banyusari, sebagian Kotabaru,
Prediksi 2 Minggu Akhir Maret Sedang Tirtajaya, Batujaya, Jayakerta, Pedes, Cilebar, Cilamaya Kulon, Banyusari, Jaisari, Purwasari, Klari, Lemahabang, Pedes
Prediksi 2 Minggu Awal April Sedang Tirtajaya, Batujaya, Pedes, Cilebar, Cilamaya Kulon, Jaisari, Purwasari, Klari, Lemahabang, Tempuran, Majalaya, Purwasari, Telukjambe Barat
Tinggi sebagian Lemahabang, Talagasari, Tirtamulya, Purwasari, Klari
Tinggi Batujaya, Rawamerta, Banyusari
Tinggi Sebagian Kecil Cibuaya dan Jatisari
Tinggi _
12
Tabel 2 Perbandingan hasil prediksi dengan kondisi aktual Kecamatan
Kondisi Aktual
Hasil prediksi
Akhir Feb
Awal Mar
Akhir Mar
Tegalwaru
-
-
-
Pangkalan
-
-
-
Telukjambe Barat Telukjambe Timur
3
2
-
1
-
-
Akhir Feb
Awal Mar
Akhir Mar
sedang
sedang
rendah
Ciampel
8
-
-
Klari
10
12
-
tinggi
sedang
sedang
Purwasari
12
12
-
tinggi
sedang
sedang
Cikampek
-
-
-
Kota Baru
17
-
-
sedang
sedang
rendah
Tirtamulya
4
-
-
rendah
sedang
rendah
Jatisari
10
20
-
sedang
sedang
tinggi
Banyusari
21
34
29
sedang
tinggi
sedang
Cilamaya Wetan
-
-
-
sedang
sedang
rendah
Cilamaya Kulon
5
53
77
rendah
sedang
sedang
Lemahabang
-
35
10
tinggi
sedang
sedang
Talagasari
15
-
-
sedang
rendah
rendah
Majalaya
-
-
-
sedang
sedang
rendah
Karawang Timur
-
-
-
Karawang Barat
-
-
-
Rawamerta
29
-
-
sedang
tinggi
sedang
Tempuran
6
4
9
sedang
sedang
rendah
Cilebar
-
47
60
sedang
sedang
sedang
Kutawaluya
-
-
-
sedang
sedang
rendah
13
-
-
sedang
sedang
rendah
Jayakerta
-
45
-
rendah
rendah
sedang
Pedes
-
55
63
sedang
sedang
sedang
Cibuaya
-
-
5
rendah
rendah
sedang
Tirtajaya
-
24
39
sedang
sedang
sedang
Batujaya
85
72
66
sedang
tinggi
sedang
Pakisjaya
-
-
-
Rengasdengklok
4.3 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Sebaran Hawar Daun Bakteri (HDB) HDB dapat menginfeksi tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan. Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae (Bradbury 1984). Bakteri ini masuk kedalam daun padi melewati lapisan
hidatoda pada ujung dan tepi daun (Ou 1985). Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa Xanthomonas campestris pv. oryzae dapat berkembang dengan baik pada suhu 30°C dan kelembaban diatas 75%. Namun tidak ada standar baku pada curah hujan berapa bakteri tersebut berkembang optimal.
13
Gambar 17 Akumulasi curah hujan dua minggu awal Februari (milimeter)
Gambar 18 Akumulasi curah hujan dua minggu akhir Februari (milimeter)
Gambar 19 Akumulasi curah hujan dua minggu akhir Maret (milimeter)
14
Pada kelembaban udara yang tinggi, bakteri dalam jumlah yang besar akan keluar dari permukaan daun tanaman yang terinfeksi. Dengan demikian, penyebaran bakteri semakin tinggi dengan adanya curah hujan yang tinggi (Goto 1990). Pfleger dan Gould (2005) menyebutkan bahwa bakteri membutuhkan air untuk penyebarannya. Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa daerah yang terkena hujan yang diserang oleh Xanthomonas campestris pv. oryzae. Daerah yang sebaran bakterinya tinggi adalah sebagian Lemahabang, Talagasari, Tirtamulya, Purwasari, Klari, Batujaya, Rawamerta, Banyusari, sebagian kecil Cibuaya dan Jatisari. Sebaran Xanthomonas campestris pv. oryzae tertinggi adalah ketika curah hujan berada pada rentang 50 mm – 172 mm. Akumulasi curah hujan tertinggi sebesar 174 mm pada awal Februari di Cilamaya Kulon (Gambar 13). Prediksi minggu akhir Maret masih memiliki titik dengan kategori tinggi pada tiga wilayah. Hal ini disebabkan karena pada minggu awal Maret masih terdepat 1 hari hujan yang tidak lebih besar dari 5 mm (Gambar 15). V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Prediksi sebaran HDB menggunakan model SMCE menunjukkan hasil bahwa daerah yang rentan terserang selama bulan Februari-Maret 2011 adalah sebagian Lemahabang, Talagasari, Tirtamulya, Purwasari, Klari, Batujaya, Rawamerta, Banyusari, sebagian kecil Cibuaya dan Jatisari. Hasil prediksi menggunakan model SMCE masih memiliki galat yang cukup besar, terlihat dari perbandingan antara hasil prediksi dengan kondisi aktual. Hasil yang lebih akurat dapat dicapai dengan menambahkan faktor-faktor lain yang berpengaruh, meskipun curah hujan memiliki pengaruh yang nyata terhadap sebaran HDB. Semakin tinggi curah hujan maka semakin luas sebaran Xanthomonas campestris pv. oryzae. Sebaran HDB tinggi terjadi ketika curah hujan 50 mm – 172 mm, dengan akumulasi hujan selama dua minggu tertinggi sebesar 174 mm. 5.2 Saran Diperlukan kajian dengan periode yang lebih panjang untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat. Faktor cuaca sangat mempengaruhi perkembangan Xanthomonas campestris pv. oryzae sehingga akan lebih baik apabila menambahkan faktor lain seperti suhu, kelembaban, kecepatan, dan arah angin. Selain itu, diperlukan kajian berulang dengan pembobotan yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Agropedia. Management of Bacterial Leaf Blight of Rice. 2009. Dharwad: Universiti of Agricultural Science. [Internet]. [diunduh 2013 Jan 10]. Tersedia pada: http://agropedia.iitk.ac.in/content/ma nagement-bacterial-leaf-blight-rice. Akhtar MA, Zakeri M, Abassi FM. 2003. Inoculum build up of bacterial blight of rice in rice-wheat cropping area of Punjab in relation to zero tillage?. J Asian Plant Sci. 2: 548– 550. BBPADI. 2009. Penyakit Hawar Daun Bakteri (BLB) [Internet]. [diunduh 2012 Mar 19]. Tersedia pada: http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/in dex.php/in/data-base-hama-danpenyakit-padi?start=4. BMKG. 2011. Buletin Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2011. Stasiun Klimatologi Semarang. Bradbury JF. 1984. Genus II Xanthomonas Dowson. J Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (Krieg, and Holt, eds), pp. 199–210. Dath AP, Devadath S. 1983. Isolation and Identification of Xathomonas oryzae pv. oryzae The Causal Agent of Bacterial Blight of Rice in Iran. J plant protection research: Ghasem E, KazempourMN, Padash F. Vol. 48, no. 1 (2008) Goto M. 1990. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press. Harijono SWB. 2011. Awal Musim Kemarau Maret 2011. Laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Gefisika.
15
Humas Pemda Kabupaten Karawang. 2010. Potensi Pertanian [Internet]. [diunduh 2012 Jun 20]. Tersedia pada:http://www.karawangkab.go. id/more-about-joomla!/34-profil/75 -potensi-pertanian.html. International Rice Research Institute (IRRI). 1983. Field Problems of Tropical Rice. Manila (Philiphines) : IRRI. 172 p [Internet]. [diunduh 2012 Mar 19]. Tersedia pada: http://www.knowledgebank.irri.org/ RiceDoctor/information-sheetsmainmenu 2730/diseasesmainmenu-2735.html. Nafooti Mohammad H. dan Boldaje Moslem C. 2011. Spatial Prioritizing of Pastures Using Spatial Multi Criteria Evaluation (Case study: Yoosef Abad watershed – Iran). 2011 2nd International Conference on Environmental Engineering and Applications IPCBEE vol.17 (2011) Singapore: IACSIT Press. Niño-liu DO, Ronald PC. Bogdanove AJ. 2006. Xanthomonas oryzae Pathovars: Model Pathogens of A Model Crop. J Molecular Plant Pathology 7( 5 ):303–324. Ou SH. 1985. Rice Diseases. Bureau: Kew Surrey Commonwealth Agricultural. Pemerintah Kabupaten Karawang. 2011. Bab1 keadaan geografi dan iklim [Internet]. [diunduh 2011 Nov 23]. Terseddia pada: http://www.karawangkab.go.id/info rmasi/umum/indikator/makro/karaw ang-dalam-angka-2010/bab-Ikeadaan-geografi-dan-iklim.html. Pfledger FL, Gould SL. 2005. Bacterial Leaf Diseases of Foliage Plants. Communication and Educational Technology Services. University of Minnesota, Extension Service [Internet]. [diunduh 2012 Nov 7]. Tersedia pada: http://www.extension.umn.edu/distr ibution/horticulture/DG1170.html.
[PPOPT-Bandung] Instalasi Pengamatan Pengendalian OPT. Penyakit Hawar Daun Bakteri. Bandung [Internet]. [diunduh 2012 Mar 19]. Tersedia pada: http://www.bbpplembang.info. Ramlan H, Bustaman M, Herman MR, Mien A. 1985. Beberapa Penyakit Tanaman Pangan: Padi dan Palawija. Bogor: Pusat Penelitian Pengembangan Tanaman Pangan. Semangun H. 1991. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Semangun H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sinaga
MS. 2003. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan Seri Agriteks. Jakarta: Penebar Swadaya.
Stull R. 2000. Meteorology for Scientists and Engineers. The University of British Columbia: Brooks/Cole. Suparyono, Sudir, Suprihanto. 2004. Pathotype Profile of Xanthomonas orizae pv. oryzae Isolates from The Rice Ecosystem in Java. J Indonesian Agricultural Science. 5 (2):63-69. Swings J, Mooter V, Vauterin L, Hoste B, Gillis M, Mew TW, Kersters K. 1990. Reclassification of the causal agents of bacterial blight (Xanthomonas campestris pv. oryzae) and bacterial leaf streak (Xanthomonas campestris pv. oryzicola) of rice as pathovars of Xanthomonas orzae. J Syst Bacteriol. 40:309–311. Wibowo A, Ash Shidiq IP, Semedi JM. 2010. Ilwis 3.6 Software Training Module. Jakarta: UI Press.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Sebaran hawar daun bakteri di Kabupaten Karawang tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah
Kecamatan Tegalwaru Pangkalan Telukjambe Barat Telukjambe Timur Ciampel Klari Purwasari Cikampek Kota Baru Tirtamulya Jatisari Banyusari Cilamaya Wetan Cilamaya Kulon Lemahabang Talagasari Majalaya Karawang Timur Karawang Barat Rawamerta Tempuran Cilebar Kutawaluya Rengasdengklok Jayakerta Pedes Cibuaya Tirtajaya Batujaya Pakisjaya
Feb
Maret
I 4 4 15 10 34 14 20 13 50 26 16 26 8 25 31 17 -
II 3 1 8 10 12 17 4 10 21 5 15 29 6 13 85 -
I 2 12 12 20 34 53 35 4 47 45 55 24 72 -
II 29 77 10 9 60 63 5 39 66 -
313
239
415
358
Jumlah 9 5 23 32 58 17 18 50 84 148 95 41 16 55 27 107 25 44 45 118 5 63 240 1,325
18
Lampiran 2 Diagram alir pengolahan peta administrasi dan land use Kabupaten Karawang
Lampiran 3 Diagram alir pengolahan data curah hujan
19
Lampiran 4 Diagram alir pembuatan criteria tree
Lampiran 5 Script pengolahan data curah hujan 1. Proses A Proses A merupakan proses import data yangg didapat dari radar dalam format ASCII ke dalam format ilwis. Hasilnya akan disimpan pada MAP01.
Contoh script proses A map01\JEP1103010001i = table('D:\skripsi\201103\03\JEP1103010001.cpi'.csv,Comma,Convert,none,Column1(value.dom), Column2(value.dom),Column3(value.dom),Column4(value.dom)) map01\JEP1103010007i = table('D:\skripsi\201103\03\JEP1103010007.cpi'.csv,Comma,Convert,none,Column1(value.dom), Column2(value.dom),Column3(value.dom),Column4(value.dom)) map01\JEP1103010013i = table('D:\skripsi\201103\03\JEP1103010013.cpi'.csv,Comma,Convert,none,Column1(value.dom), Column2(value.dom),Column3(value.dom),Column4(value.dom)), dll.
20
2. Proses B Proses B ini mengubah data tabel pada ILWIS menjadi data point. Hasilnya akan di simpan pada folder MAP02. Ada dua file yang dihasilkan pada tahap ini, yaitu data domain identifier dan point map.
Contoh script pada proses B map02\CH1103010001i = PointMapFromTable('D:\skripsi\201103\map01\JEP1103010001i',Column1,Column2,LatlonWGS 84,pnt) map02\CH1103010007i = PointMapFromTable('D:\skripsi\201103\map01\JEP1103010007i',Column1,Column2,LatlonWGS 84,pnt) map02\CH1103010013i = PointMapFromTable('D:\skripsi\201103\map01\JEP1103010013i',Column1,Column2,LatlonWGS 84,pnt)
21
3. Proses C Proses C mengubah koordinat data dari latlon (latittude-longittude) menjadi UTM (Universal Transverse Mercator) Hasilnya akan disimpan di MAP03.
Contoh script pada proses C map03\CH1103010001u = PointMapTransform('D:\skripsi\201103\map02\CH1103010001i',karawangutm) map03\CH1103010007u = PointMapTransform('D:\skripsi\201103\map02\CH1103010007i',karawangutm) map03\CH1103010013u = PointMapTransform('D:\skripsi\201103\map02\CH1103010013i',karawangutm)
22
4. Proses D Proses D mengubah data point menjadi raster (dalam pixel). Hasilnya akan disimpan pada MAP04.
Contoh script pada proses D map04\CH1103010001u = MapRasterizePoint('D:\skripsi\201103\map03\CH1103010001u',karawang500.grf,1) map04\CH1103010007u = MapRasterizePoint('D:\skripsi\201103\map03\CH1103010007u',karawang500.grf,1) map04\CH1103010013u = MapRasterizePoint('D:\skripsi\201103\map03\CH1103010013u',karawang500.grf,1)
23
5. Proses E Proses E ini memberikan attribute
Contoh script pada proses E map05\CH1103010001a.mpr{dom=value} = MapAttribute('D:\skripsi\201103\map04\CH1103010001u',Column4) map05\CH1103010007a.mpr{dom=value} = MapAttribute('D:\skripsi\201103\map04\CH1103010007u',Column4) map05\CH1103010013a.mpr{dom=value} = MapAttribute('D:\skripsi\201103\map04\CH1103010013u',Column4) 6. Proses F ProsesF merupakan devinisi nilai dari hasil pengukuran. Apabila pada saat pengukuran terjadi hujan maka nilai tersebut yang akan digunakan, namun apabila tidak nilai yang tadinya NULL akan diubah menjadi nilai nol. Hasilnya akan disimpan pada MAP06.
24
Contoh script pada proses F map06\CH1103010001 = iff( ISUNDEF('D:\skripsi\201103\map05\CH1103010001a'), 0, 'D:\skripsi\201103\map05\CH1103010001a') map06\CH1103010007 = iff( ISUNDEF('D:\skripsi\201103\map05\CH1103010007a'), 0, 'D:\skripsi\201103\map05\CH1103010007a') map06\CH1103010013 = iff( ISUNDEF('D:\skripsi\201103\map05\CH1103010013a'), 0, 'D:\skripsi\201103\map05\CH1103010013a')