II. TIINJAUAN N PUSTA AKA A.
LIG GNOSELUL LOSA Lignoseluloosa adalah koomponen orgaanik di alam yang y berlimpah dan terdirii dari tiga tipe polimer, p yaituu selulosa, hem miselulosa dan n lignin. Kompponen ini merrupakan sumber penting untukk menghasilkaan produk bermanfaat sepeerti gula dari proses fermeentasi, bahan kimia k dan bahann bakar cair (Anindyawatti 2009). Sellulosa adalah polimer ranntai panjang D-glukosa D dengan ikatan β 1-4 1 glikosidik, sedangkan hemiselulosa h lebih bersifatt heterogen yaang terdiri dari xilosa, galakktosa, manossa, arabinosa atau glukossa, tergantunng dari jenis tanaman sumbbernya (deVriies dan Visser 2001). Kaadar komponnen polimer llignoselulosa di dalam tanam man berkisar antara a 23-53% % selulosa, 20-35% hemisellulosa dan 10--25% lignin (K Knauf dan Moniiruzzaman 20004). Lignosselulosa dapaat diperoleh dari beberappa residu ataau limbah dianttaranya limbahh pertanian seeperti limbah tamanan jaguung, jerami, ggandum dan padi, p serta indusstri hasil hutaan. Lignoseluulosa juga daapat diperolehh dari limbahh perindustriaan, seperti indusstri pulp dan kertas k (Knauf dan Moniruzzzaman 2004). Selulosa cenerung c meembentuk mikrofibil m meelalui ikatann intermolekkuler dan intramolekuler sehhingga membberikan struktu ur yang larut.. Mikrofibil selulosa terdirri dari dua tipe, yaitu kristaliin dan amorff. Struktur beerkristal dan adanya a ligninn serta hemiselulosa di sekelliling selulosaa merupakan hambatan utaama untuk menghidrolisis selulosa (An m nindyawati 20099). Di dalam selulosa alami dari tanaman n, rantai seluloosa diikat bersama-sama membentuk m mikroofibil yang sangat s terkrisstal (highly crystalline) c dimana setiap rantai selulo osa diikat bersaama-sama denngan ikatan hiddrogen. Strukttur molekul seelulosa dapat dilihat pada Gambar G 1.
Gambar 1. Struktur mo olekul selulosa (Khairil 20009) Hemiseluloosa merupakann salah satu peenyusun dindiing sel tumbuuhan selain sellulosa dan ligninn, yang terdirri dari kumpuulan beberapaa unit gula atau a heteropollisakarida, daan sebagai penyyusun seperti xylan, x mannann, galactan dan d glucan. Beeberapa gula penyusun hem miselulosa dapatt dilihat pada Gambar 2.
4
Gaambar 2. Bebeerapa gula pen nyusun hemiseelulosa (Khairril 2009) Hemiseluloosa terikat denngan polisakaarida, proteinn dan lignin dan lebih mu udah larut dibanndingkan denngan selulosa.. Hemiselulossa merupakann suatu kesattuan yang meembangun kompposisi serat dan d mempunyyai peranan yang y penting karena bersiifat hidrofilik k sehingga berfuungsi sebagai perekat antaar selulosa yaang menunjanng kekuatan ffisik serat. Kehilangan K hemiiselulosa akann menyebabkaan terjadinya lubang diantaara fibril dan kurangnya ik katan antar serat. Lignin adalaah bagian utam ma dari dindin ng sel tanamann yang merupaakan polimer terbanyak setelaah selulosa (A Anindyawati 2009). 2 Lignin yangg merupakan polimer arom matik berasosiaasi dengan polisakarida pad da dinding sel sekunder tanaaman dan terddapat sekitar 20 – 40%. Komponen K liggnin pada sell tanaman (monnomer gurasill dan siringil)) berpengaruh h terhadap peelepasan dan hidrolisis po olisakarida (Aninndyawati 2009). Lignin yanng melidungi selulosa berssifat tahan terrhadap hidrolisis karena adanyya ikatan arilaalkil dan ikataan eter (Perez et al. 2002). Komposisi lignin di alam a sangat bervariasi tergantung t ppada spesies tanaman. Penggelompokan seperti kayu lunak, l kayu keras, k dan rum mput-rumputaan, lignin dap pat dibagi menjadi dua kelom mpok utama, yaitu: guaiaccyl lignin dann guaiacyl-syringyl lignin. Guaiacyl ligninn adalah produuk polimerisaasi yang didom minasi oleh cooniferyl alcohool, sedangkan n guaiacylsyrinnglyl lignin terrsusun atas bebberapa bagian n dari inti arom matic guaiacyyl dan syringyll, bersama dengan sejumlah kecil k unit p-hyydroxyphenyl.. Kayu lunak terutama t tersuusun atas unitt guaiacyl, sedanngkan kayu keras k juga terssusun atas un nit syringyl. Kayu K lunak diitemukan lebiih resisten untukk didelignifikaasi dengan eksstraksi basa daaripada kayu keras k (Sjostroom 1995).
B.
PRO OSES PRO ODUKSI BIIOETANOL Menurut Jooko (2009), allkohol berasall dari bahasa arab yakni all-kuhl (al koh hl), artinya senyaawa yang muudah menguapp. Alkohol beerupa larutan jernih tak berwarna, berarroma khas yang dapat diterim ma, berfasa cair pada tempeeratur kamar, dan mudah teerbakar. Alkoh hol adalah senyaawa hidrokarbbon berupa guugus hydroxyl (-OH) dengann dua atom kaarbon (C). Menurut Prrihandana et al. a (2007), bio oetanol meruppakan produkk yang dapat dihasilkan d oleh beberapa tanaaman, yaitu: 1. Bahan B berpati,, seperti ubi kayu atau sin ngkong, tepuung sagu, biji jagung, biji shorgum, kentang, ganyoong, garut dann umbi dahlia. 2. Bahan B bergulaa, seperti molaasses (tetes taabu), nira tebuu, nira kelapaa, nira batang g shorgum m manis, nira aren (enau), nira nipah, gewen ng, nira lontar.
5
3. Bahan berselulosa, seperti limbah logging, limbah pertanian (jerami padi, ampas tebu, tongkol jagung, onggok), batang pisang, serbuk gergaji. Perbedaan proses pembuatan bioetanol dari bahan baku gula, pati dan lignoselulosa dapat dilihat pada Gambar 3. Secara umum Hambali (2007) menjelaskan terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan bioetanol, yaitu tahap persiapan bahan baku, tahap pemasakan, tahap fermentasi kemudian tahap pemurnian.
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari bahan baku gula, pati dan lignoselulosa (Hambali 2007) Tahap persiapan bahan baku proses produksi bioetanol masing-masing bahan berbeda perlakuannya. Bahan bergula tidak melalui proses perlakuan awal karena sudah terdapat kandungan gula yang sudah dapat dilakukan proses fermentasi. Bahan berpati melalui likuifikasi dan sakarifikasi, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial dan menghasilkan oligosakarida. Proses likuifikasi ini dilakukan alam tangki likuifikasi. Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuan menjadi glukosa. Proses sakarifikasi ini dilakukan dalam tangki sakarifikasi. Pada bahan berlignoselulosa terdapat perlakuan awal atau pretreatment yaitu dengan menghilangkan kandungan lignin untuk diperoleh gula sederhana. Terdapat tiga proses perlakuan awal/pretreatment, yaitu yang secara biologi, kimia, dan fisik/mekanis. Tahap selanjutnya adalah tahap fermentasi. Pada tahap ini, gula-gula sederhana akan dikonversi menjadi etanol dengan bantuan ragi dan enzim. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sampai dengan 12% (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Tahap ini menghasilkan gas CO2 sebagai produk samping dan sludge sebagai limbahnya.
6
Proses produksi bioetanol selanjutnya adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi (Hambali 2007). Destilasi adalah proses pemisahan dua atau lebih cairan dalam larutan dengan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali. Selanjutnya untuk mendapatkan bioetanol dengan kadar 99% atau Fuel Grade Etanol (FGE), dilakukan dehidrasi dengan menggunakan zeolit. Proses produksi bioetanol dari bahan berlignoselulosa berbeda dari bahan berpati dan bergula, terdapat perbedaan dalam tahapan dalam pembuatannya. Hal ini dikarenakan perlu adanya perlakuan awal untuk memisahkan komponen lignin dari bahan lignoselulosa supaya didapat selulosa dan hemiselulosa untuk masuk ke tahap berikutnya. Perbedaan yang utama pembuatan bioetanol berbahan lignoselulosa adalah pada perlakuan awalnya. Terdapat tiga proses perlakuan awal, yaitu yang secara biologi, kimia, dan fisik/mekanis. Rancangan proses produksi bioetanol berbahan lignoselulosa dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Rancangan proses produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa (Wagiman 2010)
C.
PERLAKUAN AWAL DAN DELIGNIFIKASI Pada biomassa lignoselulosa hanya selulosa dan hemiselulosa yang bisa diolah menjadi monosakarida untuk pembuatan etanol. Adanya lignin pada produksi bioetanol dapat mengganggu proses hidrolisis enzimatis dalam mengubah selulosa menjadi glukosa. Lignin mempersulit kerja enzim dalam mengakses keberadaan selulosa. Lignin harus dipisahkan dari selulosa dengan pretreatment atau perlakuan awal terhadap bahan baku. Secara umum, terdapat tiga pengelompokan proses perlakuan awal, yaitu perlakuan awal secara fisik, biologi dan kimia (Taherzadeh dan Karimi, 2008; Knauf dan Moniruzzaman 2004), selain itu ada juga jenis perlakuan awal secara fisiko-kimia yang menggabungkan antara perlakuan fisik dengan kimiawi (Taherzadeh dan Karimi, 2008; Mosier et al. 2005). Tujuan dari perlakuan awal adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida menjadi monomer gula serta harus dapat membebaskan struktur kristal selulosa dengan memperluas daerah amorf serta membebaskan lignin dari lapisan lignin. Tujuan perlakuan awal secara skematis disajikan pada Gambar 5.
7
Gambar 5. Skema S tujuan perlakuan p awal biomassa liignoselulosa ((Moiser et al. 2005) Selama bebberapa tahun terakhir t berbaagai teknik perrlakuan awal telah dipelajaari melalui penddekatan biologgi, fisika, kimiia. Menurut (Sun dan Chenng 2002) perllakuan awal seharusnya mem menuhi kebutuuhan berikut ini: 1) men ningkatkan peembentukan ggula atau keemampuan mengghasilkan gulla pada proses berikutnyaa melalui hiddrolisis enzim matik; 2) meenghindari degraadasi atau kehilangan karbbohidrat; 3) menghindari m p pembentukan produk samp ping yang dapatt menghambaat proses hiddrolisis dan feermentasi, 4) biaya yang dibutuhkan ekonomis. e Ringkasan berbaggai teknik peerlakuan awaal yang dikem mbangkan m menurut Szczo odrak dan Fieduurek (1996) disajikan d dalaam Tabel 2. Perlakuan aw wal secara biilogi dilakukaan dengan menuumbuhkan orgganisme padaa media lignoselulosa sehinngga terjadi ppengurangan lignin l dan seluloosa. Dalam perlakuan p awaal secara biollogis, jamur pelapuk p putihh yang diangg gap paling efekttif. Meskipun demikian, secara umum perlakuan awaal jenis ini hannya menguran ngi sedikit ligninn (Taherzadeeh dan Karim mi 2008), serrta memerlukkan waktu yang lama (K Knauf dan Moniiruzzaman 20004). Teknikk perlakuan awal yang telah dikembbangkan lebih h banyak dilakkukan secara mekanik atauu fisiko-kimiia. Perlakuan awal secaraa biologi sediikit sekali digunnakan.
8
Tabel 2. Perlakuan awal biomassa lignoselulosa untuk produksi bioetanol Perlakuan Awal Proses Perubahan pada Biomassa Perlakuan awal Milling dan Grinding: • Mengurangi ukuran partikel mekanik atau fisik • Ball milling • Meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan enzim • Two-roll milling • Mengurangi kristalisasi selulosa • Hammer milling • Colloid milling • Vibratory ball milling Irradiation: • Sinar gamma • Electron beam • Microwave Lainnya: • Hydrothermal • Eksplosi uap panas • Pirolisis dan air panas Perlakuan awal Alkali: • Meningkatkan area pemukaan kimia dan fisik-kimia • Sodium hidroksida yang mudah diakses • Delignifikasi sebagian atau • Ammonia hampir keseluruhan • Ammonium sulfat • Ammonia Recycle • Menurunkan kristalisasi selulosa • Menurunkan derajat polimerisasi Percolation (ARP) • Hidrolisis hemiselulosa sebagian • Kapur (lime) atau keseluruhan Asam: • Asam sulfat, asam fosfat, asam hidroklorat, asam parasetat Gas: • Clorin dioksida • Nitrogen dioksida • Sulfur dioksida Agen Oksidasi: • Hidrogen peroksida • Oksidasi basah, Ozone Pelarut untuk ekstraksi lignin: • Ekstrasi ethanol-air • Ekstrasi benzene-air • Ekstraksi etilen glikol • Ekstraksi butanol-air • Agen pemekar (swelling) Perlakuan awal Fungi Pelapuk Putih: • Delignifikasi biologi Phanerochaete • Penurunan derajat polerisasi chrysosporium, Pleurotus selulosa ostreatus, Trametes • Penurunan derajat kristalisasi versicolor, Pycnoporus, selulosa Ischnoderma, Phlebia, Actinomicetes Kombinasi
• •
Alkali pulping dengan • steam explosion • Grinding diikuti dengan • alkaline atau acid treatment
Mendegradasi hemiselulosa Delignifikasi Meningkatkan area permukaan dan ukuran pori
Sumber: Szczodrak dan Fiedurek (1996)
9
D.
TEKNO EKONOMI Analisis tekno ekonomi erat kaitannya dengan pemecahan masalah teknik dimana indikator efisiensi ekonomi dijadikan sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisis tersebut akan menentukan kelayakan suatu investasi (Newman 1990). Konsep tekno ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah dengan indikator efisiensi teknis. Pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif/harga dan efisiensi ekonomi (Soekartawi 2003). Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) apabila faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang “maksimum”. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif apabila nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi apabila usaha tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi alokatif/harga. Mardiasmo (2004) dalam Larsito (2005), pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumberdaya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well). Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input, sehingga semakin besar output dibanding input maka semakin tinggi tingkat efisien, namun efisien seringkali juga dinyatakan dalam bentuk input/output, dengan interpretasi yang sama dengan bentuk out per input. Menurut Susantun (2000), pengertian efisiensi dalam produksi, bahwa efisiensi merupakan perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, artinya jika rasio output input besar, maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input yang terbaik dalam memproduksi barang. Untuk merencanakan dan menganalisis proyek yang efektif, harus mempertimbangkan beberapa aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Masing-masing aspek saling berhubungan dengan yang lainnya, dan suatu putusan mengenai suatu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan terhadap aspek yang lainnya. Seluruh aspek harus dipertimbangkan dan selalu dipertimbangkan pada setiap tahap (stage) dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya. Menurut Gittinger (1986) beberapa tahapan dalam perencanaan proyek adalah:
1. Aspek Pasar dan Pemasaran Aspek pasar dan pemasaran menempati urutan pertama dalam studi kelayakan dan merupakan ujung tombak bagi rencana pendirian perusahaan. Tanpa gambaran yang cukup cerah, sulit untuk diharapkan bahwa usaha yang direncanakan akan berjalan lancer (Wibowo 2008). Analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek yang diajukan untuk mendapatkan gambaran tentang pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan jenis strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang ditetapkan (Husnan dan Suwarsono 2000).
10
Husnan dan Suwarsono (2000) menambahkan bahwa analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek diajukan untuk mendapatkan gambaran tentang pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pangsa pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan jenis strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang diterapkan. Analisis aspek pemasaran meliputi penentuan segmen, target dan posisi produk di pasar, kajian terhadap sikap, perilaku dan kepuasan konsumen terhadap produk untuk mengetahui konsumsi potensial dan penentuan strategi, kebijakan dan program pemasaran yang akan dilaksanakan (Umar 2001).
2. Aspek Teknik dan Teknologi Aspek teknis dan teknologis merupakan salah satu aspek penting dalam proyek, yang berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi (Husnan dan Suwarsono 2000). Pada aspek teknis dan teknologis akan dipelajari mengenai jenis teknologi paling tepat yang berkaitan dengan pemilihan mesin dan peralatan yang digunakan, lokasi industri, dan tata letak pabrik (Sutojo 1996). Analisis teknis secara spesifik mencakup analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, kapasitas produksi, perancangan aliran bahan, analisis keterkaitan antar aktifitas, jumlah mesin dan peralatan, keperluan tenaga kerja, penentuan luas pabrik dan perancangan tata letak pabrik (Husnan dan Suwarson 2000). Penentuan lokasi proyek harus memperhatikan faktor-faktor antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik, air, sikap masyarakat, serta rencana pengembangan industri ke depan (Sutojo 1996). Umar (2001) menambahkan hal lain yang perlu diperhatikan yaitu letak konsumen atau pasar sasaran, letak bahan baku, dan peraturan pemerintah. Pemilihan jenis teknologi berkaitan dengan pemilihan mesin dan peralatan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis teknologis yaitu jenis teknologi yang diajukan harus dapat menghasilkan standar mutu produk yang dikehendaki pasar, teknologi tersebut harus cocok dengan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai kapasitas produksi ekonomis yang telah ditentukan, kemungkinan pengadaan tenaga ahli yang akan mengelola masin dan peralatan, kesesuaian bahan baku dan bahan pembantu yang diterapkan secara berhasil di tempat lain. Selain itu, pemilihan teknologi juga harus dikaitkan dengan perhitungan jumlah dana yang diperlukan untuk pembelian mesin dan peralatan yang dibutuhkan serta pengaruhnya terhadap biaya produksi tiap satuan barang yang dihasilkan (Sutojo 1996). Tata letak pabrik merupakan alat yang efektif untuk menekan biaya produksi dengan cara menghilangkan atau mengurangi sebesar mungkin semua aktifitas yang tidak produktif. Biaya produksi tersebut antara lain biaya yang berkenaan dengan penanganan bahan, kebutuhan personil dan peralatan serta persediaan bahan baku dalam proses. Tata letak yang baik merupakan wahana untuk memberikan kenyamanan dan keamanan kerja bagi personil (Machfud dan Agung 1990).
11
3. Aspek Manajemen dan Organisasi Manajemen operasional adalah suatu fungsi kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan dan pengawasan terhadap operasi perusahaan. Tugas manajemen operasional adalah untuk mendukung manajemen dalam rangka pengambilan keputusan masalah-masalah operasi atau produksi (Umar 2001). Manajemen operasional meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota direksi, dan tenaga lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Hal yang perlu dipelajari dalam aspek manajemen operasional adalah manajemen dalam pembangunan proyek tersebut, jadwal penyelesaian proyek, faktor yang melakukan studi setiap aspek, dan manajemen dalam operasi. Gambaran jenis dan jumlah tenaga manajemen yang diperlukan untuk mengelola proyek secara berhasil harus diketahui selama studi kelayakan proyek. Selain itu, perlu direncanakan asal tenaga kerja diperoleh serta anggaran balas jasa yang digunakan untuk menarik dan mampertahankan tenaga kerja yang berdedikasi tinggi tersebut. Kemudian struktur organisasi dan deskripsi tugas juga perlu disusun untuk menjalankan usaha dan melaksanakan tugas-tugas tersebut secara efektif dan efisien. Selain itu, persyaratan minimal harus dipenuhi untuk mengisi jabatan pada struktur organisasi tersebut serta kemungkinan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang ada untuk mengisi kekurangan mereka (Sutojo 1996).
4. Aspek Lingkungan dan Legalitas Umar (2001) menyebutkan bahwa kajian aspek lingkungan hidup bertujuan menentukan dapat dilaksanakannya industri secara layak atau tidak dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan kegunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses pengelolaan dampak lingkungan. Aspek legalitas mengkaji tentang legalitas usulan proyek yang akan dibangun dan dioperasikan. Ini berarti bahwa setiap proyek yang akan didirikan dan dibangun di wilayah tertentu harus memenuhi hukum dan tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut. Teknik analisis yang digunakan untuk menilai apakah proyek yang akan didirikan layak dari aspek hukum adalah teknik kualitatif (judgement) (Suratman 2002). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), dalam pengkajian aspek yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat, serta izin yang diperlukan. Aspek yuridis juga perlu dikaji dalam manajemen operasional. Aspek yuridis atau legalitas berguna untuk kelangsungan hidup proyek dalam rangka meyakinkan kreditur dan investor bahwa proyek yang akan dibuat sesuai dengan peraturan yang berlaku (Umar 2001). Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang digunakan, jaminan yang diatur jika menggunakan sumber dana yang berasal dari pinjaman atau berbagai akte, sertifikat, dan izin yang dibutuhkan (Husnan dan Suwarsono 2000).
12
5. Aspek Finansial Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruhpengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan (Gittinger 1986). Evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan. Selain itu juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan (Djamin 1984). Dari aspek finansial dapat diperoleh gambaran tentang struktur permodalan bagi perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan aktifitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi. Secara umum, biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi dan biaya modal kerja. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris 1993). Menurut Gray et al. (1993), dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan atas pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan adalah Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP), dan analisis sensitivitas.
13