BAB III PERANCANGAN Pada bab ini berisi perancangan pedoman praktikum dan perancangan pengujian pedoman praktikum dengan menggunakan current feedback op-amp.
3.1. Perancangan pedoman praktikum Pada pelaksanaan tugas akir dengan judul Modul Praktikum Current Feedback Operational Amplifier, dibuat 8 buah topik praktikum/ modul praktikum yang menggunakan op-amp current feedback sebagai komponen utamanya, topik – topik ini diantaranya:
Topik 1: Pengukuran Karakteristik Op-amp CFA
Topik 2: Karakteristik Rangkaian Dasar Op-amp CFA (penguat membalik, penguat tak membalik, penguat penjumlah)
Topik 3: Pembatasan Lebar Pita Pada Penguat Berbasis CFA
Topik 4: Integrator Berbasis Op-amp CFA
Topik 5: Respon Transien pada Penguat berbasis Op-amp CFA
Topik 6: Penguat Selisih dan Penguat Instrumentasi berbasis CFA
Topik 7: Tapis-Tapis Aktif Berbasis Op-amp CFA
Topik 8: Penguat Photocurrent berbasis op-amp CFA
Dengan format masing-masing topiknya adalah sebagai berikut:
Tujuan
Dasar Teori
Langkah-langkah praktikum
Hasil pengukuran
Analisis hasil praktikum
Kesimpulan
Daftar Pustaka
12
Tipe op-amp yang digunakan pada tugas akir ini adalah LT-1227 buatan dari Linear Technology dengan konfigurasi pin-nya sebagai berikut:
Gambar 3.1. Konfigurasi pin LT-1227
3.2. Perancangan Pedoman Praktikum Berikut perancangan masing-masing topik praktikum.
3.2.1. Pengukuran Karakteristik Op-amp CFA (Lampiran A) Tujuan dari topik yang pertama ini adalah Menganalisis dan mempelajari karakteristik dari op-amp current feedback meliputi transimpedans (Z) hambatan masukan (Rin) untuk kaki inverting dan non-inverting, nilai keluaran maksimum (Vomax), dan Slewrate (SR), sehingga dapat mengetahui cara kerja dan kelebihan dari dari op-amp current feedback ini. Sehingga pada topik ini dibagi menjadi 4 sub topik yaitu:
Pengukuran hambatan masukan kaki inverting dan non-inverting opamp (Rin)
pengukuran nilai Transimpedansi
Pengukuran Tegangan Keluaran Maksimum (Vomax)
Pengukuran Slewrate op-amp Current feedback (SR)
13
3.2.1.1. Pengukuran hambatan masukan kaki inverting dan non-inverting opamp (Rin) Untuk mencari nilai hambatan masukan pada CFA, dilakukan percobaaan dengan rangkaian sebagai berikut.
(a)
(b)
Gambar 3.2.(a). Rangkaian pengukur hambatan masukan kaki non inverting Gambar 3.2.(b). Rangkaian pengukur hambatan masukan kaki inverting
Gambar 3.2(a) merupakan rangkaian untuk mencari nilai hambatan masukan pada kaki non-inverting dengan mengukur tegangan pada titik A ,sedangkan gambar 3.2(b) merupakan rangkaian untuk mencari hambatan masukan pada kaki inverting dengan mengukur tegangan pada titik b. Untuk pengukuran hambatan masukan pada kaki non-inverting dilakukan pada beberapa nilai frekuensi masukan, untuk mengetahui respon terhadap perubahan frekuensi masukan. Metode pencarian hambatan masukan ini mengacu pada gambar internal CFA sebagai berikut:
Gambar 3.3. Internal CFA
14
3.2.1.2. Pengukuran nilai Transimpedansi Percobaan untuk mencari transimpedansi ini digunakan sebuah rangkaian penguat tak membalik dengan nilai resistor penyusun yang sama, sehingga nilai penguatan yang diharapkan sebesar 2 kali, pada percobaan ini juga dilakukan dengan mengubah-ubah nilai frekuensi masukan untuk mengetahui respon frekuensi Transimpedansi (Z).
Gambar 3.4. Rangkaian pengukur transimpedansi
Setelah didapatkan nilai Vo, nilai Transimpedansi dicari dengan melakukan perhitungan sesuai dengan persamaan 2.9. Percobaan juga dilakukan dengan mengubah-ubah nilai R1 dan R2 menjadi 10k Ω, 100kΩ, 200kΩ. 3.2.1.3. Pengukuran Tegangan Keluaran Maksimum Untuk pengukuran Vomax dirangkai sebuah penguat membalik dan penguat tak membalik sebagai berikut.
Gambar 3.5. Untai penguat membalik untuk mencari Vomax
15
Gambar 3.6. Untai penguat non-inverting untuk mencari Vomax
Masing- masing rangkaian dilakukan percobaan dengan mengubah- ubah nilai V3 (sebagai tegangan masukan) hingga sinyal keluaran Vo terjadi pemotongan (clipping). 3.2.1.4. Pengukuran Slew rate op-amp Current Feedback Untuk melakukan pengukuran Slew rate op-amp Current Feedback dirangkai sebuah rangkain penguat tak membalik dengan sinyal masukan kotak 1kHz 1Vpp dan penguatan 10 kali untuk kemudian diamati nilai slewrate-nya (SR = ∆Vo/∆t).
Gambar 3.7. Rangkaian pengukuran slew rate
3.2.2. Karakteristik Rangkaian Dasar Op-amp CFA (penguat membalik, penguat tak
membalik, penguat penjumlah. Lampiran B) Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari aplikasi op-amp current feedback sebagai rangkaian dasar penguat, yaitu penguat membalik, penguat tak membalik dan penguat penjumlah
16
3.2.2.1. Penguat Tak Membalik
Gambar 3.8. Penguat tak membalik (non-inverting)
Percobaan dilakukan dengan menyusun rangkaian seperti pada gambar 3.8, dengan mengasumsikan penguatan yang dihasilkan sebesar tiga kali kemudian nilai resistor penyusunnya diperbesar untuk mengetahui apakah nilai penguatannya turun dari tiga kali, jika ada penurunan nilai penguatan kemudian dicari nilai transimpedansi menggunakan persamaan (2.9.). Pada percobaan ini juga dilakukan pengubahan nilai frekuensi masukan untuk mengetahui respon frekuensi CFA sebagai penguat tak membalik.
3.2.2.2. Penguat membalik (inverting)
Gambar 3.9. Rangkaian penguat inverting
17
Percobaan dilakukan dengan menyusun rangkaian seperti pada gambar 3.9, dengan mengasumsikan penguatan yang dihasilkan sebesar dua kali kemudian nilai resistor penyusunnya diperbesar untuk mengetahui apakah nilai penguatannya turun dari dua kali, jika ada penurunan nilai penguatan kemudian dicari nilai transimpedansi menggunakan persamaan (2.15). Pada percobaan ini juga dilakukan pengubahan nilai frekuensi masukan untuk mengetahui respon frekuensi CFA sebagai penguat membalik. 3.2.2.3. Penguat Penjumlah (Summing Amplifier)
Gambar 3.10. Rangkaian Penguat penjumlah
Pada percobaan penguat penjumlah disusun rangkaian seperti gambar 3.10. Dengan diberi sinyal masukan kotak 1kHz 2Vpp, percobaan dilakukan dengan mengubah-ubah nilai resistor penyusunnya untuk kemudian dibandingkan dengan persamaan yang berlaku pada penguat penjumlah yaitu sebagai berikut. 1 = −(
= −(
+
+
)
)
1
+
1
(3.1)
(3.2)
Dimana :
Vout
= tegangan keluaran
18
Vin1
= tegangan masukan melalui R1
Vin2
= tegangan masukan melalui R2
Z
= nilai transimpedansi
Persamaan 3.1 adalah persamaan yang digunakan jika penguatan yang dihasilkan turun dari yang diharapkan, sedangkan persamaan 3.2 adalah persamaan penguat penjumlah seperti pada penggunaan VFA yang berlaku pada praktikum jika nilai resistor umpan balik (ZF) nilainya jauh lebih kecil dari nilai Z (transimpedansi).
3.2.3. Pembatasan Lebar Pita Pada Penguat Berbasis CFA(Lampiran C) Dengan tujuan Menganalisa kemampuan Current feedback op-amp dalam menghasilkan lebarpita, terhadap perubahan hambatan umpan balik dan nilai Vcc/Vee. Pada topik yang ketiga ini, praktikum mengacu pada grafik bandwidth terhadap tegangan supply yang terdapat pada datasheet LT-1227 yang ditunjukan pada gambar 3.11. [3]
Gambar 3.11. Grafik Bandwidth vs tegangan supply LT-1227
Sehingga disusun sebuah rangkaian penguat non-inverting dengan penguatan 11 kali, yang kemudian diubah2 frekuensi masukannya untuk mendapatkan nilai 19
bandwidth. Percobaan juga dilakukan dengan mengubah2 resistor penyusunnya serta nilai tegangan supply untuk membuktikan apakah nilai Gain Bandwith Product (GBW) pada CFA konstan atau tidak. Berikut rangakaian yang dilakukan pada topik yang ketiga.
Gambar 3.12. Untai penguat tak membalik untuk mencari bandwidth
3.2.4.
Integrator Berbasis Op-amp CFA (Lampiran D) Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisa cara kerja dari salah satu aplikasi op-amp current feedback yaitu sebagai rangkaian integrator dan diferensiator.
3.2.4.1. Integrator dengan CFA Untuk percobaan integrator dengan menggunakan CFA disusun rangkaian seperti pada gambar 3.13.
Gambar 3.13. Integrator dengan CFA
20
Dengan tegangan masukan (Vi) sinus 1Vpp kemudian diamati tegangan keluaranya apakah sesuai dengan persamaan integrator yang ditunjukan pada persamaan 3.3 =−
1
( ) (3.3)
Dimana :
Vout
= tegangan keluaran
Vin
= tegangan masukan
R
= nilai resistor yang dipasang pada posisi R1
C
= nilai kapasitor yang dipasang pada untai integrator
Karena kelebihan dari CFA adalah dapat bekerja pada frekuensi tinggi maka nilai komponen penyusunnya divariasikan untuk kemudian dibandingkan sinyal keluarannya dengan hasil perhitungan apakah sesuai atau tidak
3.2.4.2. Diferensiator dengan CFA Untuk percobaan diferensiator dengan menggunakan CFA disusun rangkaian seperti pada gambar 3.14.
Gambar 3.14. diferensiator dengan CFA
Dengan tegangan masukan (Vi) sinus 1Vpp kemudian diamati tegangan keluaranya apakah sesuai dengan persamaan diferensiator yang ditunjukan pada persamaan 3.4
21
=−
(3.4)
Dimana :
Vout
= tegangan keluaran
Vin
= tegangan masukan
R
= nilai resistor yang dipasang pada posisi R1
C
= nilai kapasitor yang dipasang pada untai integrator
Karena kelebihan dari CFA adalah dapat bekerja pada frekuensi tinggi maka nilai komponen penyusunnya divariasikan untuk kemudian dibandingkan sinyal keluarannya dengan hasil perhitungan matematis apakah sesuai atau tidak.
3.2.5. Respon Transien pada Op-amp CFA (Lampiran E) Dengan tujuan menganalisa dan mempelajari salah satu karakteristik dari op-amp CFA yaitu kestabilan pada op-amp current feedback. Percobaan dilakukan dengan membuat sebuah rangkaian penguat tak membalik yang diberi sinyal masukan kotak 1kHz 15Vpp dengan penguatan sebesar 2 kali. Seperti pada gambar 3.15.
Gambar 3.15. Rangkaian penguat tak membalik untuk mencari stabilitas CFA
22
Kemudian pada pengamatan sinyal keluaran dilakukan pengaturan time/div, Volt/div, dan probe yang digunakan, agar sinyal keluaran menyerupai sinyal keluaran rangkaian R L C seri dalam keadaan underdamped seperti yang ditunjukan oleh gambar 3.16.
Gambar 3.16. Sinyal keluaran RLC seri underdamped
Sehingga didapatkan nilai maximum overshoot (Mp), peak time (tp), dan, TD. Selain itu dilakukan juga penggantian nilai resistor penyusunnya untuk mengetahui pengaruhnya pada sinyal keluaran. Setelah didapatkan nilai maximum overshoot (Mp), peak time (tp), dan, TD. Kemudian dicari nilai R L dan C untuk mendapatkan persamaan orde dua yang berlaku pada CFA, dengan menggunakan persamaan – bersamaan berikut:
=
=
=
⍵
= maximum overshoot
(3.5)
=waktu puncak
(3.6)
= damping ratio
(3.7)
23
⍵ =
=
=
⍵ =
⍵
−
=frekuensi alamiah teredam
= damping factor
(3.9)
= frekuensi alamiah tak teredam
√
(3.8)
(3.10)
Setelah didapatkan nilai R, L dan C persamaan orde dua yang berlaku pada CFA dicari berdasarkan analogi rangkaian RLC seri sebagai berikut:
Gambar 3.17. Rangkaian RLC seri
1 =
=
+ (
+1 1 )+
(3.11)
+1
(3.12)
3.2.6. Penguat selisih dan penguat instrumentasi berbasis op-amp CFA (Lampiran F) Percobaan ini bertujuan mempelajari penggunaan atau aplikasi op-amp current feedback sebagai penguat selisih dan penguat instrumentasi.
24
3.2.6.1. Penguat selisih (Differential Amplifier)
Gambar 3.18. Rangkaian Penguat selisih
Pada percobaan penguat selisih disusun rangkaian seperti gambar 21 dimana sinyal masukan Vi1 berupa sinyal sinus 1Vpp kemudian tersambung pada sebuah pembagi tegangan yang tersusun dari 1buah potensiometer sehingga dapat diatur besar tegangan Vi2. Kemudian nilai tegangan keluaran dibandingkan dengan hasil perhitungan matematis yang sesuai dengan persamaan (3.13).
=
−
2 (3.13) 1
Dimana :
Vo
= tegangan keluaran
Vi1
= tegangan masukan utama
Vi2
= tegangan masukan setelah melalui pembagi tegangan
R1
= nilai resistor pada posisi R1 (sesuai gambar)
R2
= nilai resistor pada posisi R2 (sesuai gambar)
Pada percobaaan ini juga dilakukan pengubahan nilai-nilai resistor penyusun yang masing akan dibandingkan hasilnya dengan perhitungan matematis.
25
3.2.6.2. Penguat instrumentasi
Gambar 3.19. Rangkaian penguat instrumentasi
Pada percobaan penguat instrumentasi disusun rangkaian seperti pada gambar 3.19. Dengan Vi1 1Vpp dan Vi2 diatur menjadi setengah dari Vi1. Kemudian diamati nilai Vo1 nilai Vo2 dan Vo, untuk kemudian dibandingkan dengan perhitungan matematis sesuai dengan persamaan berikut: 1= 2= =
1+ 1+ 2−
7 × 8 7 × 8 1
7 × 8
1 −
7 × 8
2 −
2 (3.14) 1 (3.15)
2 (3.16) 1
26
Dimana :
Vo
= tegangan keluaran akir
Vi1
= tegangan masukan utama
Vi2
= tegangan masukan setelah melalui pembagi tegangan
Vo1
= tegangan keluaran U2 pada gambar 3.19
Vo2
= tegangan keluaran U3 pada gambar 3.19
3.2.7. Tapis-Tapis Aktif Berbasis Op-amp CFA (Lampiran G) Dengan tujuan menganalisa dan mempelajari aplikasi current feedback op-amp sebagai suatu rangkaian tapis aktif (active filter) diantaranya yaitu lowpass filter dan High pass filter. Low pass fiter atau tapis lolos bawah adalah filter yang meloloskan frekuensi masukan yang nilai frekuensinya lebih kecil dari frekuensi cut-off, jika frekuensi masukannya lebih besar dari frekuensi cut-off maka amplitude sinyal akan mengecil, idealnya pada hal ini sinyal masukan sama sekali tidak diloloskan. Berikut gambar rangkaian.
Gambar 3.20. Rangkaian dan lowpass filter orde 1
Gambar rangkaian diaatas merupakan rangkaian lowpass filter orde 1 dengan persamaan sebagai berikut. = 1+
2 1
×
1 1+ 27
(3.17)
2 1+ 1 = (3.18) 1+ 2 1+ 1 = (3.19) 1 + ⍵c Dimana :
Vout
= tegangan keluaran akir
Vin
= tegangan masukan
R1
= nilai resistor pada posisi R1 (sesuai gambar)
R2
= nilai resistor pada posisi R2 (sesuai gambar)
R
= nilai resistor pada posisi R (sesuai gambar)
C
= nilai resistor pada posisi c (sesuai gambar)
⍵c
= 2πfc =
High pass filter atau tapis lolos atas adalah sebuah rangkaian tapis yang meloloskan sinyal inputan yang frekuensinya lebih tinggi daripada frekuensi penggal, dan akan melemahkan sinyal masukan yang frekuensinya lebih kecil dari frekuensi penggal. Berikut gambar rangkaian high pass filter dan respon frekuensinya.
Gambar 3.21. Rangkaian high pass filter orde 1
28
Gambar rangkaian diatas merupakan rangkaian highpass filter orde 1 dengan persamaan sebagai berikut.
=1+
2 1
1
×
1+
1
(3.20)
2 1+ 1 = (3.21) 1 1+ 2 1+ 1 = ⍵c (3.22) 1+ Dimana :
Vout
= tegangan keluaran akir
Vin
= tegangan masukan
R1
= nilai resistor pada posisi R1 (sesuai gambar)
R2
= nilai resistor pada posisi R2 (sesuai gambar)
R
= nilai resistor pada posisi R (sesuai gambar)
C
= nilai resistor pada posisi c (sesuai gambar)
⍵c
= 2πfc =
Semakin tinggi orde tapis yang digunakan, maka hasil filter yang didapatkan semakin mendekati dengan sifat idealnya, artinya ketika frekuensi masukan sesuai dengan frekuensi penggal (fc) amplitudo keluarannya nol. Hal ini berlaku juga untuk highpass filter. Berikut contoh respon frekuensi tiap orde tapis pada low pass filter dengan metode butterworth filter. [9]
29
Gambar 3.22. Respon frekuensi butterworth filter
Untuk mencari transfer fungsi yang berlaku pada tapis orde dua, digunakan topologi voltage controlled voltage source (VCVS) atau topologi Sallen K Key sebagai berikut:
Gambar 3.23. VCVS (voltage controlled voltage source))
Gambar diatas merupakan rangkaian tapis orde dua dimana nilai Z1 sampai Z4 bisa berupa resistor maupun kapasitor tergantung dari rangkaian yang ingin dibuat, apakah berupa lowpass filter atau Highpass filter.[8] Dengan menggunakan hukum hu kirchoff didapatkan persamaan sebagai berikut berikut. −
+
−
− 30
+
= 0 (3 3.23)
+
1
− =
Karena,
+
1
1 +
+
= 0 (3.24)
,dimana K adalah nilai penguatan op-amp maka
persamaan menjadi:
+
(
−
) 1
+
1
+
1 +
+
=0
1
= −
1
+
= −
+
(
(
) 1
+
+
+
1 ) ( +
1
+
1 +
+
)
+
+1+
+
= −
+
= (1 − ) +
+1+
+1
1
(3.25) (
+
)
Dimana :
Vout
= tegangan keluaran akir
Vin
= tegangan masukan
Z1, Z2, Z3, Z4 = nilai impedansi sesuai pada gambar (dapat berupa R maupun C)
K
= nilai penguatan CFA
31
Dengan memanfaatkan persamaan 3.20 maka transfer fungsi untuk lowpass filter maupun highpass filter dapat ditemukan dengan subtitusi masing2 nilai dari Z1 sampai Z4 yaitu sebagai berikut: Untuk Low Pass Filter orde 2
Gambar 3.24. Rangkaian lowpass filter orde 2
Dengan subtitusi Z1=R1, Z2=R2, Z3=1/sC3, dan Z4=1/sC4, maka transfer fungsi untuk Lowpass Filter adalah ′
( )=
1+
(
+
)+
(1 − ) +
= +
⍵
(3.26) +⍵
Untuk Highpass filter orde 2
Gambar 3.25. Rangkaian highpass filter orde 2
Dengan cara yang sama yaitu subtitusi nilai Z didapatkan H(s) sebagai berikut
32
( )= +
1
+
1
+
1
(1 − )
+
1
′
= +
⍵
(3.27) +⍵
Pada topik ke-7 ini dilakukan percobaan untuk masing2 rangkaian filter, dilakukan dengan mengvariasikan frekuensi masukan agar dapat mengetahui respon frekuensi dari masing-masing filter, selain itu juga dilakukan pengubahan nilai resistor yang mempengaruhi nilai penguatan untuk membuktikan perbedaannya dengan penggunaan Voltage feedback amplifier.
3.2.8. Penguat Photocurrent berbasisi op-amp CFA (Lampiran H) Dengan tujuan mempelajari dan menganalisa cara kerja dari salah satu aplikasi opamp Current Feedback sebagai sebuah penguat photocurrent. Penguat photocurrent yang dipelajari pada percobaan kali ini memanfaatkan photodioda sebagai komponen utamanya, dimana photodiode merupakan salah satu komponen yang peka terhadap cahaya, resistansi pada photodiode akan berubah-ubah apabila intensitas cahaya yang diberikan pada photodiode berubah-ubah. Pada keaadaan gelap atau tidak ada cahaya yang masuk ke photodiode nilai resistansinya akan sangat besar sehingga tidak ada arus yang mengalir, sebaliknya semakin besar cahaya yang jatuh pada photodiode nilai resistansinya semakin kecil dan arus yang mengalir semakin besar. Berikut symbol photodiode:
Gambar 3.26. Symbol photodiode
Dengan memanfaatkan sifat dan carakerja dari photodiode tersebut dibuat sebuah rangkaian penguat yang memanfaatkan arus keluaran dari photodiode untuk dikonversi menjadi tegangan. Rangkaian ini dikenal dengan penguat photocurrent atau penguat transimpedansi. [10] Berikut gambar rangkaiannya: 33
Gambar 3.27. Rangkaian penguat Photocurrent
Rangkaian diatas memanfaatkan arus listrik yang dikeluarkan oleh photodiode sebagai masukan (IP), untuk kemudian diubah menjadi tegangan.
sehingga nilai
penguatan yang berlaku pada rangkaian diatas adalah . =
(3 3.28)
Sedangkan nilai Vout adalah =( =
|||
)× 1
1+1
(3 3.29) ×
(3 3.30)
,sehingga nilai A(penguatan) (penguatan) adalah =
1 1+1
((3.31)
Dimana :
Vout
= tegangan keluaran akir
Ip
= arus photodioda 34
Rf
= nilai resistor pada posisi Rf (sesuai gambar)
Cf
= nilai resistor pada posisi Cf (sesuai gambar)
Dipasangnya capasitor Cf pada rangkaian membuat rangkaian menjadi sebuah Low pass filter, hal ini untuk menjaga dari terjadinya noise pada tegangan keluaran, sehingga nilai capasitor Cf dipilih nilai yang kecil agar op-amp CFA dapat bekerja pada frekuensi yang tinggi.
35