ISSN 1979-0880
Jurnal Nanosains & Nanoteknologi Edisi Khusus, Agustus 2009
Pembuatan Jaring Serat Komposit PET/TiO2 Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Ade Yeti Nuryantini(a), Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal(b) Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia a) E-mail:
[email protected], b)E-mail:
[email protected] Diterima Editor Diputuskan Publikasi
: :
27 Mei 2009 31 Mei 2009
Abstrak Proses pembuatan jaring serat dari komposit polietilen tereftalat (PET)/ titanium oksida/titania (TiO2) dengan teknik ekstrusi rotasi telah berhasil dilakukan. PET dipanaskan selama 5,7, dan 10 menit di atas api kompor gas yang sama besar. Setelah PET meleleh kemudian ditambahkan 15 gram TiO2 dan diaduk sampai merata. Lelehan komposit dimasukkan ke dalam spinneret. Spineret yang berisi lelehan kemudian diputar dengan kecepatan rendah dan tinggi, hingga lelehan terlempar ke dalam wadah dan membentuk jaring serat. Jaring yang dihasilkan ada yang berbentuk pipih (pita), dan ada yang sudah membentuk serat dengan ukuran yang bervariasi. Pemanasan komposit PET/TiO2 selama 10 menit tidak membentuk jaring serat, tetapi berupa tetesan yang terlempar pada wadah. Jaring serat yang dihasilkan dari teknik ekstrusi rotasi ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk filter. Penggunaan material TiO2 diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi filter. Kata Kunci: Filter, jaring serat, PET, , spinneret, TiO2.
1. Pendahuluan Serat dengan ukuran diameter 0,25 mikron telah banyak digunakan di dunia industri hampir selama dua puluh tahunan. Contoh penggunaan serat dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk media filter. Serat yang digunakan untuk filter bentuknya berupa jaring. Serat dalam ukuran mikron, dibandingkan dengan yang berukuran yang lebih besar, menunjukkan efisiensi filter yang lebih tinggi [1]. Di beberapa laboratorium, media filter dengan ukuran kecil telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam fungsinya menyaring zat pencemar dan zat yang lainnya. Tepper dan Kaledin menemukan bahwa nanoserat AlOOH mampu menyaring partikel yang kecil, seperti ukuran virus. Filter inipun dapat digunakan untuk menyaring air dan udara kotor. Nanoserat AlOOH telah dapat digunakan untuk menyaring hampir 99,9% virus dan bakteri dengan kecepatan alir 500-1000 kali lebih besar dibandingkan dengan membran ultraporos. Bila dilapis ke karbon dan substrat yang lain, nanoserat AlOOH dapat menyerap racun logam seperti arsenik, dan radioisotopik [2]. Pembuatan serat dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melt spinning, dry spinning, wet spinning dan elektrospinning. Proses pembuatan serat dengan metoda spinning merupakan bagian yang penting dalam bidang industri polimer sintetis [3]. Banyak jenis serat sintetis, seperti: nylon, polyester, olefin, sulfar, dan lain-lain yang dibuat dengan menggunakan metoda spinning khususnya dengan menggunakan teknik melt spinning. Pada proses melt spinning, padatan polimer dilelehkan terlebih dahulu. Polimer yang dilelehkan dilewatkan pada sebuah filter yang dinamakan spinneret,
kemudian lelehan polimer mengalami perubahan fasa menjadi padatan kembali dan membentuk serat. Di sini, kami melaporkan pembuatan jaring serat komposit polietilen tereftalat (PET)/titanium dioksida atau titania (TiO2) yang dilakukan dengan menggunakan teknik ekstrusi rotasi. Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk mengkarakterisasi jaring serat komposit tersebut. Hasil tersebut kemudian dibahas. 2. Eksperimen 2.1 Alat Alat yang digunakan untuk membuat jaring dengan teknik ekstrusi rotasi tampak pada Gbr. 1. Alat tersebut terdiri dari sebuah wadah besar bulat statik tempat menampung jaring yang dihasilkan. Di bagian tengah wadah statik tersebut terdapat wadah kecil yang dapat berputar dan dilengkapi spinneret. Pada wadah kecil tersebut terdapat rongga untuk memasukkan cairan prekursor. Wadah kecil dapat berputar secara manual menggunakan tuas. Cairan polimer akan berputar seiring dengan perputaran wadah kecil ini, kemudian terlempar keluar melalui spinneret. Deskripsi lengkap teknik ekstrusi rotasi ini telah dijelaskan sebelumnya [4]. 2.1 Bahan Material yang digunakan pada pembuatan jaring fiber dengan teknik ekstrusi rotasi adalah polietilen tereftalat (PET) yang dicampurkan dengan titanium dioksida/titania (TiO2).
85
J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust. 2009
wadah besar
rongga
Rongga untuk
86
ukuran yang bervariasi, seperti tampak pada Gbr. 4. Citra SEM dari Gbr. 4 diberikan dalam Gbr. 5. Dari citra SEM tersebut tampak bentuk serat masih berupa pita dengan ukuran yang besar sekitar 300mm.
wadah kecil
Gambar 1. Alat pembuat serat dengan teknik ekstrusi rotasi. 3. Cara Kerja Pembuatan jaring dengan teknik ekstrusi rotasi adalah sebagai berikut. [1] 50 gram PET padat dipanaskan di dalam tungku pemanas sampai meleleh dalam waktu 5 menit, 7 menit dan 10 menit dengan api yang sama besar (Gbr. 2). [2] Setelah PET meleleh, kemudian ditambahkan 15 gram TiO2 ke dalamnya dan diaduk supaya merata. [3] Lelehan prekursor tersebut selanjutnya dituangkan ke dalam rongga pada wadah kecil. [4] Wadah kecil berisi prekursor diputar dengan kecepatan rendah dan tinggi. Akibatnya, cairan di dalam rongga keluar melalui spinneret dan mengalami pendinginan, sehingga membentuk jaring yang terkumpul di wadah besar, seperti yang tampak pada Gbr 3.
Gambar 3. Serat yang terkumpul di wadah besar.
Gambar 4. Foto lilitan serat yang dihasilkan dari 50 gram PET dan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 5 menit dan diputar dengan kecepatan rendah.
Gambar 2. Proses pemanasan prekursor padat hingga menjadi cairan. 4. Hasil dan Pembahasan Pembuatan jaring dengan teknik ekstrusi rotasi telah berhasil dilakukan. Hasil yang diperoleh sebagai berikut. [1] Hasil pertama diperoleh dari 50 gram PET yang dicampurkan dengan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 5 menit dan diputar dengan kecepatan rendah. Prekursor yang terlempar pada wadah tidak membentuk jaring, tetapi berupa lilitan serat dengan
Gambar 5. Citra SEM dari serat yang ditunjukkan pada Gbr. 4.
[2] Hasil kedua diperoleh dari 50 gram PET yang dicampurkan dengan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 5 menit dan diputar dengan kecepatan tinggi. Prekursor yang terlempar pada wadah tidak
J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust. 2009
87
membentuk jaring, tetapi masih berupa lilitan serat dengan ukuran yang masih bervariasi, seperti tampak pada Gbr. 6. Hanya saja pada hasil yang kedua, serat tidak lagi berbentuk pita seperti ditunjukkan pada Gbr. 7.
Prekursor yang terlempar pada wadah membentuk jaring, tetapi pada jaring tampak ada lelehan prekursor yang tidak merata seperti diperlihatkan dalam Gbr. 8.
Gambar 6. Foto serat yang dihasilkan dari 50 gram PET dan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 5 menit dan diputar dengan kecepatan tinggi.
Gambar 9. Citra SEM dari serat yang diperlihatkan pada Gbr 8. [4] Hasil keempat diperoleh dari 50 gram PET yang dicampurkan dengan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 7 menit dan diputar dengan kecepatan cepat . Prekursor yang terlempar pada wadah membentuk jaring yang merata pada wadah tanpa ada tetesan lelehan prekursor seperti diberikan dalam Gbr. 10. Jaringnya lebih halus tetapi ukuran serat bervariasi, seperti tampak pada Gbr. 11.
Gambar 7. Citra SEM dari serat yang diperlihatkan pada Gbr. 6.
Gambar 10. Foto serat yang dihasilkan dari 50 gram PET dan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 7 menit dan diputar dengan kecepatan tinggi.
Gambar 8. Gambar 8. Foto serat yang dihasilkan dari 50 gram PET dan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 7 menit dan diputar dengan kecepatan rendah. [3] Hasil ketiga diperoleh dari 50 gram PET yang dicampurkan dengan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 7 menit dan diputar dengan kecepatan rendah.
[5] Hasil kelima diperoleh dari 50 gram PET yang dicampurkan dengan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 10 menit dan diputar dengan kecepatan lambat dan cepat. Prekursor yang terlempar pada wadah tidak membentuk jaring, tetapi berupa lelehan yang menempel pada dinding wadah penampungan seperti tampak pada Gbr. 12. Dari hasil di atas tampak bahwa temperatur dan kecepatan sudut memegang peranan penting dalam pembuatan jaring. Seperti pada hasil pertama menunjukkan bahwa serat yang dihasilkan dari pemanasan 50 gram PET dan 15 TiO2 selama 5 menit dan
J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust. 2009
diputar dengan kecepatan rendah menghasilkan fiber yang berbentuk pita. Bentuk fiber yang datar seperti pita terjadi pada pembuatan fiber dengan konsentrasi polimer yang tinggi dan berat molekul polimer yang tinggi [5].
Gambar 11. Citra SEM fiber yang dihasilkan dari 50 gr PET dan 15 gr TiO2 yang dipanaskan selama 7 menit dan diputar dengan kecepatan tinggi.
Gambar 12. Foto serat yang dihasilkan dari 50 gram PET dan 15 gram TiO2 yang dipanaskan selama 10 menit dan diputar dengan kecepatan rendah dan tinggi. Bentuk pita pada ekperimen pertama ini terbentuk karena temperatur larutan polimer yang rendah dan kecepatan sudut yang rendah. Temperatur terkait dengan viskositas. Semakin rendah temperatur, semakin tinggi viskositas. Pada keadaan viskositas tinggi, polimer yang keluar dari lubang spinneret membentuk kulit yang tipis. Ketika temperatur dinaikkan, viskositas semakin rendah, dan fiber bentuk pita tidak lagi terbentuk. Hal ini tampak pada eksperimen pada pemanasan 50 gram PET dan 15 TiO2 selama 7 menit. Tetapi larutan yang terlalu encerpun tidak menghasilkan fiber, malah membentuk cipratan atau lelehan. Hal ini terjadi pada pada pemanasan 50 gram PET dan 15 TiO2 selama 10 menit. Viskositas merupakan besaran yang mengukur kekentalan fluida. Koefisien viskositas fluida η didefinisikan sebagai perbandingan tegangan luncur, F/A, dengan cepat perubahan regangan luncur v/l dan ditulis
88
η=
F/A v/l
(1)
Viskositas cairan berkaitan erat dengan perpanjangan belitan rantai molekul. Ketika viskositas cairan rendah, serat tidak terbentuk; yang terbentuk malahan butiran-butiran (beads). Hal ini terjadi karena pada viskositas yang rendah, umumnya belitan ikatan polimer juga rendah. Faktor yang mempengaruhi viskositas adalah berat molekul dan konsentrasi cairan [5]. Berat molekul polimer menggambarkan panjang rantai polimer. Semakin tinggi berat molekul polimer semakin tinggi pula viskositasnya. Cara lain untuk meningkatkan viskositas adalah dengan meningkatkan konsentrasi cairan polimer. Seperti berat molekul, penambahan konsentrasi cairan polimer akan menyebabkan meningkatnya viskositas. Konsentrasi larutan mempengaruhi pada morfologi serat yang dihasilkan. Semakin rendah konsentrasi larutan, semakin kecil diameter serat yang dihasilkan [5]. Untuk menghasilkan serat yang halus tanpa butiran-butiran diperlukan cairan polimer dengan viskositas yang pas. Pada viskositas yang terlalu rendah, umumnya akan terbentuk butiran-butiran. Ketika viskositasnya dinaikkan akan ada perubahan bentuk serat menjadi lebih halus. Namun demikian, viskositas yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan cairan polimer sulit untuk keluar dari filter [5]. Parameter kedua yang mempengaruhi morfologi fiber adalah kecepatan sudut. Pada teknik ekstrusi rotasi, pada saat larutan terlempar, gaya sentripetal diharapkan akan mempengaruhi peristiwa tegangan permukaan. Tegangan permukaan memiliki pengaruh terhadap pengurangan luas permukaan per unit massa cairan. Jika larutan memiliki konsentrasi molekul yang tinggi, maka ada kecenderungan molekul akan berkerumun dan membentuk permukaan bola. Ketika larutan polimer ditarik di bawah pengaruh gaya sentripetal, molekul larutan akan terbentang, dan mengurangi molekul untuk berkerumun bersama di bawah pengaruh tegangan permukaan. Gerak melingkar adalah gerakan suatu benda pada lintasan yang berbentuk lingkaran. Pembuatan serat dengan teknik ekstrusi rotasi dilakukan dengan cara memutar larutan polimer pada lintasan yang berbentuk melingkar. Pada gerak melingkar bila sebuah benda bergerak dengan kelajuan konstan, benda dipercepat karena kecepatannya berubah arah. Percepatan ini dinamakan percepatan sentripetal yaitu percepatan yang tegak lurus dengan arah vektor kecepatan menuju pusat lingkaran dengan percepatan sentripetal diberikan sebagai [6] a=
v2 = ω 2r r
(2)
dengan a adalah besarnya percepatan sentripetal, v adalah kelajuan linier, r adalah jari-jari lingkaran, dan ω adalah kecepatan sudut.
J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust. 2009
89
Kecepatan sudut merupakan hasil bagi sudut pusat yang ditempuh benda dengan selang waktu tempuhnya. Kecepatan sudut dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut:
ω = 2π / T = 2πf
(3)
Kaitan antara kecepatan sudut dan kecepatan linier diberikan oleh
v = ωr
(4)
Gaya yang bekerja pada benda yang mengakibatkan benda tersebut bergerak melingkar adalah gaya sentripetal. Arah gaya sentripetal selalu menuju ke pusat lingkaran dan besarnya gaya sentripetal adalah sebagai berikut:
F = mv 2 / r
(5)
Gaya sentripetal pada teknik ekstrusi rotasi mempengaruhi pada pembentukan serat. Gaya ini memiliki peran dalam menarik lelehan polimer agar terbentang menjadi serat. Gaya sentripetal muncul ketika lelehan polimer diputar (rotation) dengan kecepatan sudut tertentu. Semakin besar kecepatan sudut, semakin besar pula gaya sentripetal yang terjadi. Perlu diperhatikan, bahwa gaya sentripetal yang terlalu besar akan menyebabkan serat terputus sedangkan ketidakstabilan antara gaya tarik dalam hal ini gaya sentripetal dengan tegangan permukaan akan membentuk serat yang bercabang. 5. Kesimpulan Telah berhasil dibuat jaring serat komposit PET /TiO2 dengan teknik ekstrusi rotasi. Jaring serat komposit yang dihasilkan pada temperatur rendah dan kecepatan rendah berbentuk pita. Ketika temperatur dinaikkan dan kecepatan sudut dinaikkan, jaring serat tersebar merata pada wadah. Tetapi pada temperatur yang terlalu tinggi, jaring serat komposit tak terbentuk; yang terjadi adalah cipratan lelehan komposit. Diperlukan usaha lain untuk mengoptimalkan jaring serat komposit yang dihasilkan dengan teknik ekstrusi rotasi ini dengan cara mengukur secara kuantitatif temperatur dan kecepatan sudut. Referensi [1] T. H. Grafe dan K. M. Graham, 5th International Conference, Stuttgart, Germany (2003). [2] F. Tepper dan L. Kaledin, Nanofiber Biological Filter, Argonide Corp., 291 Power Court, Sanford, FL 32771. [3] S. S. N. Perera, Appl. Math. Sci. 3 (2009). [4] A. Y. Nuryantini, M. Abdullah, dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 2, 60 (2009). [5] S. Ramakrishna, K. Fujihara, W.E. Teo, T.C. Lim, dan Z. Ma, An Introduction to Electrospinning and Nanofibers, Singapore: World Scientific (2005). [6] D. C.Giancoli, Fisika, Terjemahan Yuhilza Hanum,
Jakarta: Erlangga (2001).