SINTESIS ZEOLIT X DAN NANOKOMPOSIT ZEOLIT/TiO2 DARI KAOLIN DENGAN SEKAM PADI SEBAGAI SUMBER SILIKA
LINDA TRIVANA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Zeolit X dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 dari Kaolin dengan Sekam Padi sebagai Sumber Silika adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Linda Trivana NIM G44080075
ABSTRAK LINDA TRIVANA. Sintesis Zeolit X dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 dari Kaolin dengan Sekam Padi sebagai Sumber Silika. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan ETI ROHAETI. Pada penelitian ini dilakukan sintesis zeolit X dari kaolin Bangka Belitung sebagai bahan baku dan abu sekam padi sebagai sumber silika tambahan. Zeolit X disintesis karena memiliki berbagai manfaat, salah satunya sebagai adsorben. Kaolin digunakan sebagai bahan baku karena memiliki kandungan silika dan alumina yang tinggi, yaitu 48.03% dan 35.50%, sedangkan abu sekam padi sebagai sumber silika berupa natrium silikat. Zeolit disintesis dengan proses hidrotermal, dengan mencampurkan metakaolin hasil kalsinasi kaolin pada suhu 700 °C selama 6 jam, natrium silikat, dan NaOH untuk mengaktivasi komponen utama Si dan Al pada kaolin dalam botol polipropilena. Proses hidrotermal dilakukan pada suhu 100 °C selama 24 jam dengan konsentrasi NaOH 1.5 N dan 2.5 N karena konsentrasi NaOH yang digunakan menentukan jenis zeolit yang diperoleh. Zeolit X diperoleh pada penambahan NaOH 2.5 N dengan pengotor zeolit NaP1 dan faujasite, sedangkan pada NaOH 1.5 N diperoleh zeolit NaP1. Zeolit dimodifikasi menjadi nanokomposit zeolit/TiO2 terbukti memiliki kemampuan yang lebih baik, yaitu adsorpsi-fotokatalis karena mampu mendegradasi biru metilena di bawah sinar ultraviolet. Kata kunci: hidrotermal, kaolin, sekam padi, silika, zeolit X
ABSTRACT LINDA TRIVANA. Synthesis of Zeolite X and Nanocomposite Zeolite/TiO2 from Kaolin with Silica Addition from Rice Husk. Supervised by SRI SUGIARTI dan ETI ROHAETI. Zeolite X was synthesized from kaolin originated from Bangka Belitung and was added with silica from rice husk ash. Zeolite X was synthesized because it has many benefits, including as an adsorbent. Kaolin was used as raw material due to its high content of silica and alumina, which were 48.03% and 35.50% respectively. Meanwhile, silica from rice husk ash was used in the form of sodium silicate. Zeolite was synthesized through hydrothermal process inside a polypropylene bottles, by mixing metakaolin, the calcined form of kaolin heated at 700 °C for 6 hours, with sodium silicate and NaOH to activate the major components of Si and Al in the kaolin. Hydrothermal processes were carried out at 100 °C for 24 hours with NaOH concentrations of 1.5 N and 2.5 N. The concentration of NaOH used was resulted in certain type of zeolite obtained. Zeolite X was obtained when the addition 2.5 N NaOH with NaP1 and Faujasite as impurities. On the other hand, NaOH 1.5 N gave NaP1 zeolite. Modification of zeolite to nanocomposite zeolit/TiO2 was shown to have better capability, that was adsorption-photocatalytic property due to its ability to degrade methylene blue under ultraviolet light. Keywords: kaolin, hydrothermal, silica, rice husk ash, zeolite X.
ii
SINTESIS ZEOLIT X DAN NANOKOMPOSIT ZEOLIT/TiO2 DARI KAOLIN DENGAN SEKAM PADI SEBAGAI SUMBER SILIKA
LINDA TRIVANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Sintesis Zeolit X Dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 Dari Kaolin Dengan Sekam Padi Sebagai Sumber Silika Nama : Linda Trivana NIM : G44080075
Disetujui oleh
Sri Sugiarti, PhD Pembimbing I
Dr Eti Rohaeti, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen Kimia
Tanggal lulus :
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dimulai dari bulan Februari sampai Juli 2012 bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Sugiarti, Ph.D selaku pembimbing satu dan Ibu Dr Eti Rohaeti, MS selaku pembimbing dua atas bimbingan yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini dan kepada Ibu, Ayah, dan Kakak-kakak saya yang selalu memberi doa, dukungan moral dan materi kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pak Syawal, Teh Nurul, Pak Eko, Pak Caca dan Pak Mul selaku laboran yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan penelitian, serta Pak Dikdik dan Pak Ahmad yang telah membantu dalam analisis sampel zeolit dengan XRD dan SEM-EDX di Balitbang Kehutanan, Bogor. Ucapan terima kasih kepada Ade Irawan, Indah Mayasari, Ade Evan, Ryna Siahaan, Junaenah, dan Asa Marifa yang telah meluangkan waktunya untuk menemani penulis ketika harus mengerjakan penelitian di malam hari. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada Ahmad Sahid Abdillah yang selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama penelitian.
Bogor, Februari 2013
Linda Trivana
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
3
Alat dan Bahan
3
Metode Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Pembuatan dan Pencirian Natrium Silikat
5
Sintesis Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2
7
Pencirian Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 dengan XRD
9
Pencirian Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 dengan SEM
10
Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kristalinitas Zeolit
13
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
13
Uji Adsorpsi Biru Metilena oleh Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2
14
Isoterm Adsorpsi
14
Uji Fotodegradasi
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
DAFTAR GAMBAR
1 Spektrum FTIR sampel natrium silikat (Na2SiO3)
6
2 Hasil EDX sampel natrium silikat (Na2SiO3)
7
3 Difraktogram sampel metakaolin
8
4 Difraktogram sampel zeolit A dan B
9
5 Difraktogram sampel nanokomposit zeolit/TiO2
10
6 Hasil analisis SEM sampel zeolit A dan B
11
7 Hasil analisis SEM (A) zeolit dan (B) nanokomposit zeolit/TiO2
12
8 Hasil uji fotodegradasi (A) tanpa penyinaran; (B) dengan penyinaran UV selama 6 jam
16
9 Serapan filtrat nanokomposit zeolit/TiO2 ( ) dengan dan( penyinaran UV selama 6 jam dan ( ) larutan biru metilena
17
) tanpa
DAFTAR TABEL 1 Perlakuan dalam sintesis zeolit X
4
2 Daerah vibrasi sampel natrium silikat (Na2SiO3)
6
3 Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap kristalinitas zeolit
13
4 Nilai kuadrat terkecil (R2) isoterm adsorpsi biru metilena
15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Bagan alir penelitian
20
2 Hasil analisis EDX sampel kaolin
21
3 Data sudut 2θ sampel zeolit dan JCPDS
22
4 Data sudut 2θ sampel nanokomposit zeolit/TiO2 dan JCPDS
22
5 Kristalinitas sampel zeolit sintetis
23
6 Penentuan panjang gelombang maksimum larutan standar biru metilena
24
7 Kapasitas adsorpsi sampel zeolit A terhadap larutan biru metilena
24
x
8 Kapasitas adsorpsi sampel zeolit B terhadap larutan biru metilena
25
9 Kapasitas adsorpsi nanokomposit zeolit/TiO2 terhadap larutan biru metilena
25
10 Isoterm adsorpsi sampel zeolit A terhadap larutan biru metilena
26
11 Isoterm adsorpsi sampel zeolit B terhadap larutan biru metilena
27
12 Isoterm adsorpsi sampel nanokomposit zeolit/TiO2 terhadap larutan biru metilena
28
13 Spektrum UV filtrat sampel
29
PENDAHULUAN Latar Belakang Kaolin atau kaolinite termasuk jenis mineral lempung dengan rumus kimia Al2O3·2SiO2·2H2O dan memiliki struktur lapisan 1:1 dengan unit dasar terdiri dari lembaran tetrahedral SiO4 dan lembaran oktahedral dengan Al3+ sebagai kation oktahedral (Murray 2000). Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan kandungan besi yang rendah, dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan (Bakri 2008). Kaolin dapat ditemukan di alam dalam bentuk kaolinit murni maupun mineral kaolin lain, seperti haloisit, nakrit, maupun dikrit serta mineral lempung lain, seperti smektit, ilit, dan mika sebagai komponen utama serta feldspar dan kuarsa sebagai pengotor (Ekosse 2005). Hasil analisis kandungan mineral kaolin terdiri atas komponen utama silika (SiO2) 48.03% dan alumina (Al2O3) 35.50%, dan oksida-oksida logam dalam jumlah kecil. Kandungan silika dan alumina yang tinggi, memungkinkan kaolin dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembentukan kerangka zeolit (Umah S 2010). Zeolit merupakan mineral yang terdiri atas kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi (Bekkum 1991). Zeolit ada dua macam, yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis. Zeolit sintetis antara lain, zeolit A, X, Y, NaP1, hidroksi sodalit, dan faujasite merupakan zeolit yang dibuat oleh industri untuk mendapatkan sifat tertentu. Zeolit sintetis dikembangkan untuk mengatasi kelemahan dari zeolit alam, seperti banyak mengandung pengotor dan kristalinitasnya yang rendah sehingga mengurangi kemampuannya sebagai adsorben dan katalis, oleh karena itu dilakukan sintesis zeolit untuk memperbaiki sifat-sifat dan mensubstitusi zeolit yang berasal dari alam (Breck 1974). Zeolit X merupakan salah satu tipe zeolit sintetis, yaitu zeolit yang memiliki diameter super cage 13Å dan diameter β-cage (kerangka sodalit) 6.6Å dengan diameter pori 7.4Å membentuk struktur tiga dimensi dengan nisbah Si/Al 1.0-1.5 (Thammavong 2003). Zeolit X banyak digunakan untuk komersial, seperti katalis untuk pemecahan rantai hidrokarbon, pembuatan deterjen, pernukar ion logam berat, dan absorben untuk separasi dan proses pemurnian (Thammavong 2003). Pada penelitian ini, zeolit X disintesis dari kaolin dan abu sekam padi sebagai sumber silika yang berupa natrium silikat. Penggunaan abu sekam padi sebagai sumber silika didasari oleh alasan bahwa kandungan silika pada kaolin tidak mencukupi untuk membentuk zeolit X. Selain itu, abu sekam padi memiliki kandungan silika yang tinggi, harganya relatif murah, bersifat amorf, dan tidak sekeras pasir kuarsa sehingga untuk peleburan abu sekam padi tidak memerlukan waktu yang lama dan temperatur yang tinggi (Sriyanti 2005). Zeolit X sintetis ini diharapkan mempunyai kemampuan/ kapasitas adsorpsi terhadap zat warna biru metilena, karena zeolit X ini mempunyai pori-pori yang dapat menjerap zat warna dan mempunyai kation yang bergerak bebas sehingga memungkinkan pertukaran ion tanpa merusak struktur zeolit. Metode adsorpsi ini banyak digunakan untuk menjerap limbah zat warna tetapi memiliki selektivitas yang rendah dan proses regenerasinya yang sulit, karena adsorben yang digunakan hanya dapat menjerap zat warna tetapi tidak dapat menguraikannya, sehingga
2
masih memerlukan langkah-langkah lanjut sampai limbah aman untuk dilepas ke lingkungan. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan teknik fotodegradasi, yaitu suatu proses penguraian senyawa (biasanya senyawa organik) dengan bantuan energi foton atau cahaya. Keberhasilan metode fotodegradasi bertumpu pada fotokatalis, yaitu bahan padatan yang memiliki sifat semikonduktor, misalnya TiO2, CdS, dan Fe2O3 (Wijaya 2002). Penelitian sebelumnya, Hediana (2011) berhasil mensintesis nanokomposit sodalit/TiO2 dan terbukti memiliki kemampuan adsorpsi dan fotodegradasi terhadap biru metilena. Selain itu nanokomposit yang dihasilkan tersebut memiliki daya serap yang besar daripada sodalit. Oleh karena itu, hasil penelitian tersebut dapat menjadi sebuah landasan pada penelitian yang kami lakukan, yaitu mensintesis, pencirian, dan penentuan kapasitas adsorpsi zeolit dan nanokomposit zeolit sintetis/TiO2. Zeolit berhasil disintesis dengan proses hidrotermal dan adanya aktivitas fotokatalisis pada sampel nanokomposit zeolit/TiO2 diketahui melalui uji fotodegradasi. Perumusan Masalah Keberhasilan sintesis zeolit X ditentukan dengan nisbah Si/Al dan kondisi reaksi yang sesuai, seperti suhu reaksi, waktu reaksi, komposisi kaolin, dan komposisi reagen. Zeolit X memiliki nisbah SiO2/Al2O3 adalah 1.0-1.5. Kondisi untuk sintesis zeolit X yang dilakukan yaitu suhu kalsinasi kaolin menjadi metakaolin 700 ºC selama 6 jam, variasi konsentrasi NaOH (1.5 N dan 2.5 N), Na2SiO3 10%, dan suhu pemeraman 40 ºC dan hidrotermal 100 ºC masingmasing selama 24 jam, pada kondisi tersebut belum adanya laporan atau data yang menunjukkan keberhasilan mensintesis zeolit X. Kegunaan zeolit X salah satunya sebagai adsorben, dan untuk meningkatkan sifat tersebut maka dilakukan sintesis nanokomposit zeolit X/TiO2 untuk menghasilkan sifat sebagai fotokatalis. Nanokomposit zeolit X/TiO2 disintesis dengan cara melakukan interkalasi zeolit dengan TiO2, yaitu menggantikan kation-kation kecil antar lapisan (Na+) dengan kation logam yang diameternya lebih besar seperti Ti2+. Oksida logam titania ini merupakan material yang sensitif terhadap cahaya dan baik menjadi katalis fotokimia. Keberhasilan nanokomposit zeolit X/TiO2 sebagai fotokatalisis tergantung pada TiO2, yaitu bahan padatan yang memiliki sifat semikonduktor untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mensintesis zeolit X dari kaolin, abu sekam padi sebagai sumber silika berupa natrium silikat, dan NaOH sebagai reagen, mensintesis nanokomposit zeolit/TiO2, melakukan pencirian zeolit X dan nanokomposit zeolit/TiO2 dengan spektroskopi XRD dan SEM-EDX, dan uji adsorpsi dan fotodegradasi biru metilena menggunakan zeolit dan nanokomposit zeolit X/TiO2.
3
Manfaat Penelitian Penelitian ini akan mendapatkan informasi cara mengurangi limbah sekam padi melalui pemanfaatan abu sekam padi dalam mensintesis zeolit X sebagai sumber silika, dan membuat zeolit X yang bermanfaat sebagai adsorben serta nanokomposit zeolit/TiO2 sebagai fotokatalis. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hipotesis Sintesis zeolit-X dari bahan dasar kaolin yang sebelumnya diubah terlebih dahulu menjadi metakaolin dan memanfaatkan sekam padi sebagai sumber silika.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-VIS Shimadzu 1700, Difraktometer sinar-X Shimadzu XRD-7000, SEM-EDX BRUKER, shaker Heidolp TITRAMAX 101, sentrifuga HERMLE Labnet, neraca analitik CASIO, oven SANYO DRYING OVEN , tanur Barnstead Termolyne, penyaring vakum, botol polipropilen, lampu UV, dan peralatan kaca. Bahan-bahan yang digunakan ialah kaolin Bangka Belitung, akuades, serbuk titanium oksida anatase P 25, sekam padi Batuhalanng Bogor, pelet NaOH, kertas pH, HCl, sodium silikat (Na2SiO3), dan biru metilena. Lingkup Kerja Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap (Lampiran 1). Tahap pertama ialah sintesis natrium silikat dari abu sekam padi. Tahap kedua, preparasi metakaolin. Tahap ketiga, sintesis zeolit X. Tahap keempat, preparasi nanokomposit zeolit X/TiO2. Tahap kelima, penentuan kapasitas adsorpsi. Dan tahap keenam adalah uji fotodegradasi nanokomposit zeolit X/TiO2. Penyiapan Silika dari Abu Sekam Padi (Hikmawati 2010) Sampel sekam padi dicuci bersih kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah sekam kering, dilakukan pengarangan dan pengabuan, sekam padi dibakar hingga terbentuk arang sekam, kemudian dilakukan proses pengabuan dalam cawan porselin pada suhu tanur 600 ºC selama 2 jam. Abu sekam padi yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan HCl 3%. Abu sekam padi dimasukkan ke dalam gelas piala lalu dicampurkan dengan HCl 3% yaitu, 10 ml untuk 1.0 g abu sekam, kemudian dipanaskan sambil diaduk selama 2 jam. Setelah itu, sampel difiltrasi dan dicuci dengan akuades panas sampai bebas asam
4
(diuji dengan kertas pH). Hasil penyaringan dikeringkan pada suhu 105 ºC selama 4 jam sampai silika putih yang tersisa. Preparasi Natrium Silikat (Na2SiO3) (Muljiyanti 2010) Abu sekam padi bersih digerus, kemudian sebanyak 10 g abu sekam ditambahkan 82.5 ml NaOH 4 M (Stokiometri), lalu dididihkan sambil diaduk. Setelah agak kering, larutan dituangkan ke dalam cawan porselin dan dilebur pada suhu 500 ºC selama 30 menit. Filtrat yang dihasilkan merupakan natrium silikat (Na2SiO3) dan didinginkan. Natrium silikat yang diperoleh berbentuk padatan berwarna putih kehijauan. Preparasi Metakaolin (Hediana 2011) Sampel kaolin bubuk dari Bangka Belitung dikalsinasi dalam tanur pada suhu 700 ºC selama 6 jam. Setelah mengalami proses kalsinasi, sampel kaolin yang telah berubah menjadi metakaolin dianalisis dengan difraktometer sinar-X. Sintesis Zeolit X Sampel metakaolin ditimbang sebanyak 2.0 gram, kemudian ditambahkan NaOH dengan variasi konsentrasi (1.5 N dan 2.5 N) dan Na2SiO3 10%. Setiap campuran larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol polipropilen dan dipanaskan dalam oven 40 ºC selama 24 jam. Tahap ini disebut proses pemeraman. Setelah proses pemeraman, sampel dipanaskan kembali pada suhu 100 ºC selama 24 jam. Produk difiltrasi dan dicuci dengan air destilata hingga pH netral. Produk yang diperoleh dikeringkan pada suhu 120 ºC selama 6 jam dan dikarakterisasi dengan XRD dan SEM-EDX. Tabel 1 Perlakuan dalam sintesis zeolit X Bobot Sampel Metakaolin (g) Sampel A 2.0 Sampel B
2.0
NaOH (N)
Volume (ml) NaOH Na2SiO3
Pemeraman Hidrotermal (°C) (°C)
1.5
40
40
40
100
2.5
40
40
40
100
Preparasi Nanokomposist Zeolit/TiO2 Sampel metakaolin sebanyak 85% dan TiO2 15% dengan jumlah total 2.0 gram, kemudian ditambahkan 34 ml NaOH 1.5 N dan natrium silikat (Na2SiO3) 10% sebanyak 34 ml. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol polipropilen dan dipanaskan pada suhu 40 ºC selama 24 jam. Setelah itu campuran dipanaskan kembali dalam oven pada suhu 100 ºC selama 24 jam. Produk yang diperoleh difiltrasi dan dicuci dengan air distilata hingga pH netral, kemudian dikeringkan dalam oven 120 ºC selama 6 jam dan dikarakterisasi dengan XRD dan SEM-EDX.
5
Uji Adsorpsi (Hediana 2011) Larutan biru metilena (MB) dibuat dengan konsentrasi yang bervariasi, yaitu 75, 100, 150, 200, dan 300 mg/l. Zeolit ditimbang sebanyak 0.05 gram, kemudian ditambahkan 15 ml larutan MB dari setiap konsentrasi dalam tabung reaksi yang berbeda dan dikocok selama 2 jam. Setelah itu, campuran dipisahkan dengan sentrifuga selama 20 menit dengan kecepatan 3500 rpm untuk memisahkan endapan. Filtratnya kemudian diukur absorbannya menggunakan spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang 664.5 nm. Kapasitas adsorpsi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Q = V [Co-Ca] m Keterangan: Q = Kapasitas adsorpsi (mg/g) V = Volume larutan (mL) Co = Konsentrasi awal (ppm) Ca = Konsentrasi akhir (ppm) m = Massa adsorben (g) Penentuan kapasistas adsorpsi sampel nanokomposit zeolit-TiO2 dengan perlakuan yang sama seperti zeolit. Pembuatan Kurva Standar Biru Metilena (Hediana 2011) Larutan biru metilena dibuat pada berbagai konsentrasi (0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5; dan 3.0 mg/l), kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Setelah itu, kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbans dibuat dan ditentukan persamaan linier kurva tersebut. Persamaan linier ini digunakan untuk menghitung konsentrasi MB pada larutan zeolit. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena (Hediana 2011) Sebanyak 0.1 gram nanokomposit zeolit-TiO2 ditambahkan 15 ml larutan biru metilena dengan konsentrasi 12.5 ppm. Larutan kemudian disinari dengan sinar UV pada panjang gelombang 365 nm selam 6 jam. Setelah itu, diambil filtratnya dan dilakukan analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200–700 nm. Uji fotodegradasi juga dilakukan pada sampel zeolit, TiO2, dan biru metilena sebagai pembanding. Setiap sampel tersebut diberi perlakuan dengan dan tanpa sinar UV untuk mengetahui aktivitas fotokatalis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pencirian Natrium silikat Natrium silikat disintesis melalui dua tahap. Tahap pertama adalah penyiapan silika dan kedua, pelarutan basa dengan NaOH (destruksi) yang diikuti dengan peleburan. Penyiapan silika meliputi, pengabuan sekam pada suhu 600 ºC selama 2 jam, dilanjutkan pencucian dengan HCl. Pencucian dengan HCl bertujuan untuk melarutkan oksida lain selain SiO2 berupa oksida-oksida logam seperti MgO, K2O, dan CaO yang terdapat dalam abu sekam padi (Kalapathy et al
6
2000). Penggunaan HCl dikarenakan SiO2 tidak larut dalam asam apapun selain dalam HF. Selanjutnya, abu sekam padi dilarutkan dalam NaOH, kemudian dilakukan peleburan 500 °C. Peleburan pada suhu 500 °C didasarkan pertimbangan titik leleh NaOH, yaitu 318 °C sehingga pada suhu tersebut NaOH terdisosiasi sempurna membentuk ion Na+ dan OH-. Pelarutan yang diikuti dengan peleburan ini bertujuan agar pada proses perubahan abu sekam menjadi natrium silikat (Na2SiO3) menjadi sempurna (Muljiyanti 2010). Natrium silikat (Na2SiO3) yang diperoleh berwujud padatan berwarna putih kehijauan. Natrium silikat yang diperoleh dianalisis menggunakan FTIR dan SEMEDX. Hasil analisis Na2SiO3 dengan FTIR ditunjukkan pada Gambar 1, sementara interpretasi pola serapan ditampilkan pada Tabel 2.
Gambar 1 Spektrum FTIR sampel natrium silikat (Na2SiO3) Tabel 2 Daerah vibrasi sampel natrium silikat (Na2SiO3) Bil. Gelombang Na2SiO3 (cm-1) 1500-3700 950-1250 500-800 440-460
Vibrasi H2O dan Tekuk -OH pada gugus Si-OH Ulur asimetri Si-O-Si dan Si-OTekuk Si-O-Si Bending Si-O-Si
Sumber Efinov 2003 Mufrodi 2010 Macdonald 2000 Macdonald 2000
7
Natrium silikat (Na2SiO3) hasil sintesis juga dianalisis dengan EDX untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Hasil EDX natrium silikat (Na2SiO3) ditunjukkan pada Gambar 2. O
Na Si
Gambar 2 Hasil EDX sampel natrium silikat (Na2SiO3) Hasil EDX menunjukkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam Na2SiO3 sintetis, yaitu oksigen 71.89%, natrium 22.63%, dan silikon 5.39%. Berdasarkan data di atas, diperkirakan Na2SiO3 yang disintesis telah menjerap H2O. Hal ini dibuktikan dengan adanya serapan H2O dan vibrasi tekuk gugus Si-OH di bil. gelombang 1500-3700 cm-1 pada spektrum FTIR dan perubahan warna Na2SiO3 dari putih kehijauan menjadi coklat. Hasil EDX juga menunjukkan Na2SiO3 sintetis tidak terdeteksinya pengotor, yaitu berupa atom C atau karbon akibat pembakaran sekam padi pada suhu 600 °C dan logam-logam pengotor seperti MgO, K2O, dan CaO yang menunjukkan bahwa logam-logam tersebut telah larut dalam HCl pada proses pencucian abu sekam padi (Hikmawati 2010). Natrium silikat (Na2SiO3) hasil sintesis kemudian digunakan sebagai sumber silika pada sintesis zeolit X. Sintesis Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 Bahan baku yang digunakan mensintesis zeolit adalah kaolin, karena kaolin memiliki komponen utama, silika dan alumina sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembentukan kerangka zeolit. Sintesis zeolit X ini memerlukan nisbah Si/Al sebesar 1.0 – 1.5, namun dari hasil analisis EDX kaolin (Lampiran 2) diperoleh nisbah Si/Al hanya sebesar 0.73, sehingga tidak mencukupi untuk membentuk zeolit X. Oleh sebab itu dilakukan penambahan sumber silika lain, yaitu natrium silikat (Na2SiO3) hasil sintesis dari abu sekam. Kaolin yang akan digunakan terlebih dahulu dikalsinasi pada suhu 700 °C selama 6 jam untuk menghilangkan gugus hidroksil (-OH) yang terikat secara kimia sehingga terbentuk metakaolin. Metakaolin hasil kalsinasi dianalisis dengan XRD, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
8
SiO2 Tridynite
Gambar 3 Difraktogram sampel metakaolin Hasil XRD kalsinasi kaolin menjadi metakaolin menunjukan puncak difraktogram yang landai atau dapat dikatakan bahwa metakaolin yang diperoleh berbentuk amorf. Hal ini dikarenakan kalsinasi atau pemanasan yang menguapkan H2O dan melepaskan ikatan -OH pada kaolin sehingga kaolin yang kristalin menjadi lebih amorf (Mitra GB dan Nhattacherjee 1969). Thamavong (2003) menyatakan reaksi kimia dehidroksilasi kaolin menjadi metakaolin adalah sebagai berikut: Si2O5(OH)4Al2 Kaolin
Al2Si2O7 + 2H2O Metakaolin
Selanjutnya, metakaolin yang diperoleh dilarutkan dalam NaOH dan Na2SiO3. Penambahan NaOH ini bertujuan untuk mengaktivasi komponen Si dan Al pada metakaolin menjadi fase mineral yang mudah larut, yaitu natrium silikat dan amorf alumina silikat, dimana lebih lanjut digunakan dalam formasi zeolit selama proses hidrotermal, sedangkan Na2SiO3 sebagai sumber silika lain selain dari kaolin. Sebelum proses hidrotermal, larutan tersebut dipanaskan pada suhu 40 °C selama 24 jam, proses ini disebut proses pemeraman. Pada proses pemeraman terjadi pembentukan inti kristal dan dilanjutkan dengan pembentukan kristal selama proses hidrotermal pada suhu 100 °C selama 24 jam. Zeolit hasil sintesis dicuci hingga pH netral. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan material yang tidak menjadi bagian dari pembentukan zeolit yang mungkin ada di permukaan dan larut dalam air dan kemudian dikeringkan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit.
9
Sintesis nanokomposit zeolit/TiO2 dilakukan dengan perbandingan 85% metakaolin:15% TiO2 dengan bobot total 2.0 gram. Penambahan TiO2 ini untuk memanfaatkan sifat fotokatalis TiO2 sehingga dihasilkan material yang bersifat adsorben-fotokatalis. Sintesis nanokomposit zeolit/TiO2 menggunakan NaOH dan Na2SiO3 pada kondisi sintesis sama seperti sintesis zeolit X yang telah dijelaskan diatas. Pencirian Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 dengan XRD Pencirian zeolit dan nanokomposit zeolit/TiO2 dengan teknik difraksi sinarX pada kondisi sebagai berikut: atom target Cu, panjang gelombang 1.5406 Å, voltase 40 kV, dan arus 30 mA. Proses pemindaian pada rentang sudut 5-80º. Difraksi sinar X digunakan untuk mengidentifikasi jenis mineral zeolit yang terkandung dan kristalinitasnya. Puncak difraksi yang didapatkan dari data pengukuran dicocokkan dengan standar difraksi sinar X, yaitu JCPDS ( Joint Commited on Powder Difraction Standards). Hasil XRD sampel zeolit ditunjukkan pada Gambar 4. Sampel A
Zeolit NaP1
Sampel B = Zeolit P1 = Zeolit X = Faujasite
Gambar 4 Difraktogram sampel zeolit A dan B
10
Hasil XRD sampel A menunjukkan zeolit yang terbentuk merupakan zeolit tipe NaP1, sedangkan sampel B terbentuk campuran zeolit, yaitu zeolit NaP1, faujasite, dan zeolit X. Hasil XRD setiap sampel dianalisis dengan membandingkan sudut 2θ sampel dengan 2θ pada data JCPDS (Lampiran 3). Sampel B diperoleh zeolit X dengan pengotor zeolit lain. Hal ini disebabkan oleh zeolit X yang bersifat tidak stabil secara termodinamika dibandingkan zeolit P dan hidroksisodalit (Breck 1974).
Zeolit NaP1
TiO2, anatase
Gambar 5 Difraktogram sampel nanokomposit zeolit/TiO2 Sintesis nanokomposit zeolit/TiO2 mengikuti kondisi pada sintesis sampel zeolit A. Hal ini dilakukan karena pada kondisi tersebut menghasilkan zeolit yang lebih murni tanpa adanya campuran zeolit lain, yaitu zeolit NaP1. Pola difraksi sampel nanokomposit zeolit/TiO2 pada Gambar 5 menunjukkan bahwa jenis zeolit yang diperoleh adalah zeolit NaP1 dan sudut 2θ TiO2 di 25.3353. Data sudut 2θ nanokomposit zeolit/TiO2 dan JCPDS ditunjukkan pada Lampiran 4. Keberadaan TiO2 pada difraktogram di atas dapat disimpulkan bahwa sintesis nanokomposit zeolit/ TiO2 berhasil. Pencirian Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 dengan SEM Hasil mikroskop pemindai elektron (SEM) pada Gambar 6 adalah jenis mikroskop elektron yang gambar permukaan sampel dipindai dengan menggunakan sinar elektron berenergi tinggi dalam pola pemindai pixel. SEM digunakan untuk mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur, morfologi, komposisi, dan informasi kristalografi permukaan sampel. Hasil SEM sampel A dan B ditunjukan pada Gambar 6.
11
Sampel A
Zeolit NaP1
Sampel B
Zeolit NaP1
Zeolit X/ Faujasite
Gambar 6 Hasil analisis SEM sampel A dan B
12
Hasil analisis SEM sampel A dengan perbesaran 2500x menunjukkan bentuk partikel zeolit jenis P1 dengan bentuk partikel yang bulat dan kisaran diameter partikel 1-10 µm, sedangkan sampel B dengan perbesaran 1000x menunjukkan adanya campuran jenis zeolit. Hal ini terlihat dari bentuk partikel yang berbeda-beda. Hasil SEM sampel B sesuai dengan hasil analisis XRD yang menyatakan terdapatnya campuran zeolit pada sampel tersebut seperti zeolit X, zeolit NaP1, dan faujasite. Zeolit X dan faujasite memiliki bentuk partikel/ framework yang sama, sedangkan zeolit NaP1 memiliki bentuk partikel yang bulat. A
B
Gambar 7 Hasil SEM (A) zeolit dan (B) nanokomposit zeolit/TiO2
13
Perbedaan hasil SEM sampel zeolit dengan dan tanpa penambahan TiO2 ditunjukan pada Gambar 7. Hasil SEM zeolit dan nanokomposit zeolit/TiO2 menunjukkan bahwa dengan penambahan TiO2 mengubah permukaan dan poripori zeolit, terlihat dari hasil SEM nanokomposit zeolit/TiO2 yang memiliki poripori lebih besar. Hal ini disebabkan oleh pergantian kation logam yang berukuran kecil (Na+) dengan kation logam yang diameternya lebih besar (Ti2+) sehingga pori tersebut mengembang. Melalui teknik ini porositas zeolit akan menjadi besar, dan oksida-oksida logam (TiO2) sebagai agen pemilar dapat digunakan untuk katalis (Desfita 2009). Ukuran partikel dari sampel nanokomposit zeolit/TiO2 yang disintesis ini tidak menunjukkan ukuran nano, yaitu sekitar 9 µm tetapi sampel ini dapat dikatakan sebagai nanokomposit karena TiO2 itu sendiri sudah berukuran nanometer, sekitar 7 nm. Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kristalinitas Zeolit Sintesis zeolit pada penelitian ini menggunakan pelarut NaOH atau pada pH basa karena pada pH tersebut di dalam larutan akan terjadi polimerisasi ion-ion pembentuk zeolit. Sintesis suatu zeolit dipengaruhi oleh ion-ion yang ada dalam campuran tersebut. Pada pH > 6 terbentuk anion Al(OH4)- atau AlO2- yang merupakan anion pembentuk zeolit yang berasal dari sumber alumina. Hal ini akan berbeda jika larutan dalam keadaan asam, yaitu pada pH 1 sampai pH 4, karena spesies Al yang dominan adalah [Al(H2O)6]3+. Keberadaan kation tersebut akan menghambat pembentukan kerangka aluminosilikat dari zeolit. Kerangka zeolit juga dipengaruhi oleh keberadaan anion dari silikat. Pada pH > 12, akan terbentuk ion Si(OH)4- yang merupakan ion utama dalam pembentukan kerangka zeolit (Hamdan 1992). Variasi konsentrasi NaOH yang digunakan, yaitu 1.5 N dan 2.5 N. Variasi konsentrasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi NaOH terhadap kristalinitas zeolit yang diperoleh (Lampiran 5). Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap kristalinitas zeolit sintetis ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap kristalinitas zeolit Perlakuan Sampel Kristalinitas (%) Metakaolin (g) NaOH (N) Sampel A 2.0 1.5 50.62 Sampel B 2.0 2.5 75.40 Kristalinitas sampel A dengan konsentrasi NaOH 1.5 N, yaitu 50.62% dan 75.40% sampel B dengan konsentrasi NaOH 2.5 N. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi NaOH menyebabkan kristalinitas zeolit yang diperoleh meningkat. Konsentrasi NaOH mempengaruhi laju kristalisasi zeolit. Peningkatan konsentrasi NaOH menyebabkan jumlah Si dan Al terlarut meningkat sehingga laju kristalisasi zeolit juga meningkat (Wijaya 2002). Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum larutan standar BM (0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5; dan 3.0 mg/l) dilakukan pada konsentrasi 2.0 mg/l agar konsentrasi analat yang kecil dan besar dapat dibaca. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena pada panjang gelombang maksimum respon sinyal/absorbans berada dalam kondisi maksimum sehingga akan memiliki
14
sensitivitas yang baik dan limit deteksi yang rendah serta mengurangi kesalahan dalam pengukuran. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 664.5 nm (Lampiran 6) dan persamaan garis kurva standar biru metilena adalah y=0.2914x-0.0994 dengan R = 0.9930 R2 = 0.9861. Uji Adsorpsi Biru Metilena oleh Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2 Zeolit hasil sintesis kemudian diuji kemampuannya sebagai adsorben dalam menjerap zat warna. Zat warna yang digunakan adalah biru metilena. Biru metilena digunakan karena interaksinya dengan air akan menghasilkan ion dari biru metilena yang bermuatan positif, sedangkan zeolit memiliki muatan negatif akibat substitusi ion Al3+ terhadap Si4+ dalam struktur jaringannya dan dinetralkan dengan kation alkali atau alkali tanah. Kation-kation ini dapat dipertukarkan dengan kation biru metilena sehingga biru metilena terjerap. Larutanbiru metilena dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi untuk mengetahui kapasitas adsorpsi terbesar dari zeolit. Larutan biru metilena dikocok bersama-sama dengan zeolit, agar adsorben dapat tersebar secara merata disetiap bagian dengan harapan dapat menjerap zat warna dengan sempurna dan dapat menghasilkan daya adsorpsi yang maksimum. Setelah tercapai kesetimbangan, zat yang tidak teradsorpsi dipisahkan dari adsorben dengan sentrifuga, kemudian konsentrasi sisa larutan biru metilena diukur dengan spektrofotometer UV-Vis di λ maksimum 664.5 nm. Data penentuan kapasitas adsorpsi zeolit dan nanokomposit zeolit/TiO2 ditunjukkan pada Lampiran 7-9. Variasi konsentrasi larutan biru metilena yang digunakan untuk uji adsorpsi zeolit dan nanokomposit zeolit/TiO2, yaitu 75. 100, 150, 200, dan 300 mg/l. Konsentrasi biru metilena terbesar yang diadsorpsi oleh zeolit dan nanokomposit zeolit/TiO2 adalah pada konsentrasi awal BM 300 mg/l, yaitu sebesar 152.505 mg/l untuk sampel zeolit A, 149.259 mg/l untuk sampel zeolit B dan nanokomposit zeolit/TiO2 sebesar 143.240 mg/l. Penentuan kapasitas adsorpsi sampel zeolit A, B, dan nanokomposit zeolit/TiO2 terbesar terjadi pada konsentrasi awal BM 300 mg/l, yaitu berturutturut sebesar 45.71; 43.14; 43.01 mg/l. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mouzdahir et al. (2007), bahwa kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi awal larutan biru metilena. Semakin besar konsentrasi awal biru metilena yang diberikan maka semakin besar pula molekul biru metilena yang terjerap oleh sampel zeolit. Hal ini terjadi apabila keberadaan tapak aktif sampel untuk menjerap zat warna masih memungkinkan untuk menjerap larutan biru metilena. Isoterm Adsorpsi Isoterm adsorpsi adalah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan dalam permukaan adsorben pada suhu tertentu. Pada penelitian ini, adsorpsi biru metilena oleh zeolit dan nanokomposit diuji dengan dua persamaan, yaitu persamaan Freundlich dan Langmuir (Lampiran 10-12). Nilai kuadrat terkecil (R2) isoterm adsorpsi yang diperoleh pada zeolit A, B, dan nanokomposit zeolit/TiO2 ditunjukkan pada Tabel 4.
15
Tabel 4 Nilai kuadrat terkecil (R2) isoterm adsorpsi biru metilena Sampel Isoterm Langmuir Zeolit A Freundlich Langmuir Zeolit B Freundlich Langmuir nanokomposit Zeolit/TiO2 Freundlich
R2 0.9799 0.9890 0.9626 0.9874 0.9686 0.9651
Nilai kuadrat terkecil (R2) dari kedua persamaan tersebut, yaitu Langmuir dan Freundlich yang memiliki nilai R2 yang paling besar atau mendekati satu merupakan kurva yang paling sesuai. Berdasarkan nilai kuadrat terkecil (R2), adsorpsi biru metilena oleh sampel zeolit A dan B mengikuti persamaan Freundlich, sedangkan nanokomposit mengikuti persamaan Langmuir (Tabel 4). Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa sampel zeolit A dan B memiliki pusat-pusat aktif adsorben heterogen dan adsorbat membentuk lapisan multimolekuler pada permukaan adsorben, sedangkan nanokomposit zeolit/TiO2 mengikuti persamaan Langmuir, dimana proses adsorpsi terjadi membentuk satu lapisan dan memiliki pusat-pusat aktif yang identik (Edwin et al 2005). Uji Fotodegradasi Fotodegradasi merupakan proses penguraian suatu senyawa (biasanya senyawa organik) dengan bantuan energi cahaya (foton). Fotodegradasi biasanya memerlukan fotokatalis, yang umumnya merupakan bahan semikonduktor, salah satunya adalah TiO2. Uji fotodegradasi ini dilakukan pada sampel nanokomposit zeolit/TiO2, zeolit, dan TiO2 terhadap zat warna biru metilena dengan perlakuan tanpa dan dengan disinari sinar UV. Serbuk TiO2 yang digunakan adalah titanium oksida anatase P 25. Setiap sampel tersebut disinari lampu UV pada λ 365 nm selama 6 jam, karena pada panjang gelombang tersebut energi foton mampu mengeksitasi elektron pada pita valensi dari TiO2 anatase yang memiliki bandgap λ< 385 nm ke pita konduksi yang menyebabkan timbulnya lubang elektron pada pita valensi dan elektron di pita konduksi. Kemudian hole (H+) bereaksi dengan pelarut membentuk radikal OH yang merupakan oksidator kuat, sedangkan elektron pada pita konduksi akan bereaksi dengan oksigen di lingkungan menghasilkan radikal superoksida (O2-) yang bersifat reduktor. Radikat-radikal tersebut bersifat aktif dan dapat terus terbentuk sehingga bereaksi dan menguraikan senyawa organik target (Fatimah et al 2006). Setelah penyinaran selesai, dilakukan pengukuran serapan filtrat masing-masing sampel tersebut dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 200-700 nm. Mekanisme reaksi yang terjadi pada proses fotodegradasi dengan TiO2 adalah sebagai berikut: TiO2 + UV TiO2 (e- + h+) + TiO2 (h ) + H2O TiO2 + ˙OH + H+ TiO2 (e-) + O2 TiO2 + ˙O2zat warna + ˙O2 produk degradasi
16
Nanokomposit zeolit-TiO2 hasil sintesis dapat berperan sebagai fotokatalis dengan bantuan sinar UV seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Hal ini dibuktikan dari memudarnya warna biru metilena yang teradsorpsi pada sampel nanokomposit zeolit-TiO2 setelah disinari sinar UV, sedangkan pada sampel nanokomposit yang tidak disinari UV, tidak terjadi proses fotodegradasi melainkan hanya terjadi proses adsorpsi, karena TiO2 tidak aktif menguraikan senyawa organik tanpa adanya sinar UV (foton) untuk membentuk radikal (•OH-) atau (•O2-). A
Zeolit
TiO2
Nanokomposit
TiO2
Nanokomposit
B
Zeolit
Gambar 8 Hasil uji fotodegradasi (A) tanpa penyinaran UV, (B) dengan penyinaran UV selama 6 jam Adanya aktivitas fotokatalisis juga dapat dilihat dengan membandingkan serapan sinar UV pada filtrat nanokomposit yang diberi perlakuan dengan dan tanpa penyinaran sinar UV (Gambar 9). Hasil serapan filtrat setiap sampel dalam uji fotokatalis ditunjukkan pada Lampiran 13.
17
Gambar 9 Serapan filtrat nanokomposit zeolit/TiO2 ( ) dengan dan ( tanpa penyinaran UV dan ( ) larutan biru metilena
)
Serapan filtrat nanokomposit tanpa perlakuan penyinaran masih menunjukkan adanya serapan biru metilena yang ditunjukkan dengan λ maksimum sebesar 663 nm yang merupakan λ khas dari larutan biru metilena, sedangkan serapan filtrat nanokomposit dengan penyinaran UV sudah tidak menunjukkan adanya serapan biru metilena yang ditunjukkan dengan munculnya puncak baru dengan λ maksimum sebesar 607.5 nm. Maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas fotokatalis ini dapat terlihat dari perubahan warna sampel nanokomposit menjadi tidak berwarna yang menghasilkan senyawa baru yang lebih sederhana dan terjadi penurunan panjang gelombang (λ) serapan. Senyawa baru ini tidak diketahui identitasnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Zeolit X berhasil disintesis pada penambahan NaOH 2.5 N dalam campuran mekaolin dan natrium silikat sebagai sumber silika lain, tetapi terdapat campuran zeolit lain, yaitu zeolit NaP1 dan faujasite sedangkan pada konsentrasi NaOH 1.5 N diperoleh zeolit NaP1. Selain itu, nanokomposit zeolit-TiO2 telah berhasil disintesis dan terbukti mempunyai kemampuan menjerap dan mendegradasi zat warna biru metilena dengan bantuan sinar UV (foton). Adsorpsi biru metilena oleh zeolit mengikuti isoterm Freundlich, sedangkan nanokomposit zeolit/TiO2 mengikuti isoterm Langmuir.
18
Saran Perlu dilakukan metode atau variasi konsentrasi NaOH, dan waktu reaksi yang lebih lama agar diperoleh zeolit X tanpa campuran zeolit lain. Selan itu, dilakukan variasi konsentrasi silika lain yang sesuai dengan nisbah Si/Al zeolit X serta dapat menggunakan sumber sillika alternatif lain sebagai sumber silika tambahan untuk mensintesis zeolit X.
DAFTAR PUSTAKA Aina H, Nuryono, Tahir I. 2007. Sintesis aditif β-Ca2SiO4 dari abu sekam padi dengan variasi temperatur pengabuan. [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Atkins PW. 1999. Kimia Fisik. Penerjemah: Irma IK. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Bakri R, Utari T, Puspita IS. 2008. Kaolin sebagai sumber SiO2 untuk pembuatan katalis Ni/SiO2: karakterisasi dan uji katalis pada hidrogen benzena menjadi sikloheksana. MAKARA SAINS. 12:37-43 Bekkum VH, Jansen JC, Flanigen EM. 1991. Zeolite and molecular sieves: an historical perspective. Introduction to zeolite science and practice. 58:1333. doi: http://dx.doi.org/10.1016/S0167-2991(08)63599-5 Breck DW. 1974. Zeolite Molecular Sieve: Structure Chemistry and Use. New York: Wiley. Desfita. 2009. Pembuatan fotokatalis TiO2-bentonit dan aplikasinya pada penguraian selektif zat warna polutan yang diaktivasi dengan sinar matahari. [skripsi]. Padang: Universitas Andalas. Edwin E, Sherliy, Syarifuddin, Paulina T. 2005. Pemanfaatan karbon aktif tempurung kenari sebagai adsorben fenol dan klorofenol dalam perairan. Marina Chimica Acta. 6:9-15. Efinov AM, Pogareva VG, Shashkin. 2003. Water-related Bands in Absorption Spectra Of silicate Glasses. Journal of Non Crystaline Solid 332:93-114. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jnoncrysol.2003.09.020 Ekosse GE. 2005. Fourier transform infrared spectrophotometry and x-ray powder diffractometry as complementary technique in characterizing clay size fraction of kaolin. J Appl Sci Enviro Mgt 9:43-48. Fatimah I, Sugiharto E, Wijaya K, Tahir I, dan Kamalia. 2006. Titan dioksida terdispersi pada zeolit alam (TiO2/Zeolit) dan aplikasinya untuk fotodegradasi Congo Red. Indo J Chem 69: 38-42. Hamdan H. 1992. Introduction to zeolites: synthesis, characterization and modification. Kuala Lumpur: Universitas Teknologi Malaysia. Hediana Nova. 2011. Sintesis, pencirian, dan uji fotodegradasi nanokomposit sodalit/TiO2 terhadap zat warna biru metilena. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Hikmawati. 2010. Produksi bahan semikonduktor silikon dari silika limbah arang sekam padi sebagai alternatif sumber silikon. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
19
Kalapathy U, Proctor A, Shults J. 2000. A simple method for production of pure silica from rice hull ash. Bioresource Technology. 73: 257-262. doi: http://dx.doi.org/10.1016/S0960-8524(99)00127-3 MacDonald SA, Schardt CR, Masiello DJ,Simmons JH. 2000. Dispersion Analysis Of FTIR Reflection Measurements in Silicate Glasses. J Of NonCrystaline material 275:72-82. doi: 10.1016/S0022-3093(00)00121-6 Maria EU, Alifia FY, Istadi. 2006. Optimasi pembuatan katalis zeolit x dari tawas, NaOH, dan waterglass, dengan response surface methodology. Bull Chem React Eng & Catal. 1:26-32. Mitra GB, Bhattacherjee. 1969. X-Ray difraction studies on the transformation of kaolinite into metakaolin: I. Variability of interlayer spacings. Am Mineralogist. 54. Mouzdahir Y, Elmchaouri A, Mahboub R, Gil A, Korili SA. 2007. Adsorption of methylene blue from aqueous solution on a moroccan clay. J Chem Eng 52:1621-1625. doi: 10.1021/je700008g Mufrodi Z, Sutrisno B, Hidayat A. 2010. Modifikasi limbah abu layang sebagai material baru adsorben. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia; Yogyakarta, 26 Januari 2010. Yogyakarta: hlm 1-6. Muljiyanti DR, Nuryono, Kunarti ES. 2010. Sintesis dan karakterisasi silika gel dari abu sekam padi yang dimobilisasi dengan 3-(trimetoksisilil)-1propantiol. [tesis]. Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Murray HH. 2000. Traditional and new applications for kaolin, smectit, and polygorskite: A general oview. Appl Clay Sci. 17:207-221. doi: 10.1016/S0169-1317(00)00016-8. Pham TH, Brindley GW. 1970. Methylene blue absorption by clay mineral determination of surface areas and cation exchange capacities (ClayOrganic studies XVIII). Clays and Clay Mineral 18:203-212. doi: 10.1346/CCMN.1970.0180404 Sriyanti, Taslimah, Nuryono, dan Narsito. 2005. Sintesis bahan hibrida aminosilika dari abu sekam padi melalui proses sol-gel. JKSA 8. Supeno M. 2007. Bentonit alam terpilar sebagai material katalis/co-katalis pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air. [tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara. Thammavong S. 2003. Studies of synthesis, kinetics, and particle size of zeolite X from Narathiwat kaolin. [tesis]. Suranaree: Degree of Master of Science in Chemistry, Suranaree University of Technology. Umah S. 2010. Kajian Penambahan Abu Sekam Padi dari Berbagai Suhu Pengabuan Terhadap Plastisitas Kaolin [skripsi]. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Utubira Y, Wijaya K, Triyono, dan Sugiharto E. 2006. Preparasi dan karakterisasi TiO2-zeolit serta pengujiannya pada degradasi limbah industri tekstil dengan bantuan radiasi sinar ultra violet. Indo J Chem. 6:231-237. Wijaya K. 2002. Multifuction of layered and porous material.. Indo J Chem 2:142-154. Wijaya K dan Fatimah I. 2005. Sintesis TiO2/ zeolit sebagai fotokatalis pada pengolahan limbah cair industri tapioka secara adsorpsi-fotodegradasi. TEKNOIN 10(4): 257-267.
20
Lampiran 1 Bagan alir penelitian Kalsinasi 700ºC selama 6 jam Sekam Padi
Kaolin
Metakaolin +NaOH 1.5 N & 2.5 N
Dcuci Dibakar +Na2SiO3 10%
Arang sekam padi
600ºC selama 2 jam
Zeolit-X
Karakterisasi XRD & SEMEDX Metakaolin:TiO2 85% : 15% NaOH 1.5N
+Na2SiO310% Nanokomposit zeolit/TiO2
Abu sekam padi +NaOH 4 M (Stokiometri) lebur 500ºC selama 30 menit
Na2SiO3
FTIR & EDX
Zeolit 0.05 g 15 ml lar. BM (50, 100, 150, 200, 300 mg/l) Shaker 2 jam, sentrifuge Penentuan kapasitas adsorpsi zeolit & nanokomposit zeolit/TiO2 Nanokomposit Zeolit/TiO2 0.1 g 15 ml lar. BM 12.5 mg/l UV 365 nm selama 6 jam Uji fotodegradasi nanokomposit zeolit/TiO2
Spektrofotometer UV-Vis
21
Lampiran 2 Hasil analisis EDX sampel Kaolin
22
Lampiran 3 Data sudut 2θ sampel zeolit dan JCPDS
Sampel Zeolit A 2θ°
Intensitas
12.5121 17.7056 21.7062 28.1218 33.3606
61 58 79 210 83
2θ° 12.465 17.664 21.675 28.095 33.383
Data JCPDS-ICDD Intensitas No. JCPDS 795 39-0219 480 39-0219 647 39-0219 999 39-0219 604 39-0219
Jenis Zeolit P1, (Na) P1, (Na) P1, (Na) P1, (Na) P1, (Na)
Sampel Zeolit B 2θ°
Intensitas
12.4947 15.5419 17.6790 20.1910 21.5326 23.4401 26.7760 28.0598 29.3757 30.4617 31.1004 32.1566 37.5227
33 102 33 71 33 192 140 97 45 76 168 90 48
2θ° 12.465 15.464 17.664 20.089 21.675 23.360 26.706 28.095 29.301 30.390 31.041 32.080 37.424
Data JCPDS-ICDD Intensitas No. JCPDS 795 39-0219 18 38-0237 480 39-0219 9 38-0237 647 39-0219 21 38-0237 18 38-0237 999 39-0219 40 12-0246 40 12-0246 80 12-0246 40 12-0246 40 12-0246
Jenis Zeolit P1, (Na) X, (Na) P1, (Na) X, (Na) P1, (Na) X, (Na) X, (Na) P1, (Na) Faujasite Faujasite Faujasite Faujasite Faujasite
Lampiran 4 Data sudut 2θ sampel nanokomposit zeolit/TiO2 dan JCPDS 2θ°
Intensitas
12.4822 17.6940 21.6656 28.1188 33.3789 25.3353
32 33 37 108 42 22
2θ° 12.465 17.664 21.675 28.095 33.383 25.301
Data JCPDS-ICDD Intensitas No. JCPDS 795 39-0219 480 39-0219 647 39-0219 999 39-0219 604 39-0219 100 18-1170
Jenis Zeolit P1, (Na) P1, (Na) P1, (Na) P1, (Na) P1, (Na) TiO2 anatase
23
Lampiran 5 Kristalinitas sampel zeolit sintetis
Sampel A
Sampel B
24
Lampiran 6
Penentuan panjang gelombang maksimum larutan standar biru metilena
λmaks 664.5 nm
Lampiran 7 Kapasitas adsorpsi sampel zeolit A terhadap larutan biru metilena Bobot zeolit (g) 0.0499 0.0500 0.0500 0.0501 0.0500 0.0500 0.0500 0.0500 0.0501 0.0500
Co (ppm) 75 75 100 100 150 150 200 200 300 300
Adsorbans 0.167 0.183 0.116 0.115 0.238 0.236 0.147 0.144 0.115 0.116
Ce (ppm) 52.14 50.77 63.04 63.21 92.10 92.45 115.44 116.47 152.85 152.16
FP 25 25 50 50 50 50 100 100 200 200
Ct (ppm) 22.86 24.23 36.96 36.79 57.90 57.55 84.56 83.53 147.15 147.84
Q (mg/g) 15.67 15.23 18.91 18.93 27.63 27.73 34.63 34.94 45.76 45.65
Rerata Q (mg/g) 15.45 18.92 27.68 34.79 45.71
25
Lampiran 8 Kapasitas adsorpsi sampel zeolit B terhadap larutan biru metilena Bobot zeolit (g) 0.0500 0.0499 0.0500 0.0500 0.0500 0.0500 0.0501 0.0501 0.0499 0.0502
Co (ppm) 75 75 100 100 150 150 200 200 300 300
Adsorbans 0.217 0.231 0.147 0.144 0.272 0.265 0.180 0.173 0.125 0.131
Ce (ppm) 47.85 46.65 57.72 58.24 86.27 87.47 104.12 106.52 145.98 141.87
FP 25 25 50 50 50 50 100 100 200 200
Ct (ppm) 27.15 28.35 42.28 41.76 63.73 62.53 95.88 93.43 154.02 158.13
Q (mg/g) 14.36 14.02 17.32 17.47 25.88 26.24 31.17 31.89 43.88 42.39
Rerata Q (mg/g) 14.19 17.39 26.06 31.53 43.14
Lampiran 9 Kapasitas adsorpsi nanokomposit zeolit/TiO2 terhadap larutan biru metilena Bobot zeolit (g) 0.0502 0.0502 0.0500 0.0502 0.0501 0.0500 0.0502 0.0500 0.0500 0.0499
Co (ppm) 75 75 100 100 150 150 200 200 300 300
Adsorbans 0.146 0.135 0.099 0.105 0.210 0.209 0.167 0.173 0.125 0.133
Ce (ppm) 53.95 54.89 65.96 64.93 96.91 97.08 108.58 106.52 145.98 140.49
FP 25 25 50 50 50 50 100 100 200 200
Persamaan garis kurva standar biru metilena: y = 0.2914x – 0.0994 R = 0.9930 R2 = 0.9861 Contoh perhitungan: Kapasitas adsorpsi (Q) Q=
Ct (ppm) 21.05 20.11 34.04 35.07 53.09 52.92 91.42 93.48 154.02 159.51
Q (mg/g) 16.12 16.40 19.79 19.40 29.01 29.12 32.44 31.96 43.80 42.23
Rerata Q (mg/g) 16.26 19.59 29.07 32.20 43.01
26
Lampiran 10 Isoterm adsorpsi sampel zeolit A terhadap larutan biru metilena Co (mg/l)
Ce (mg/l)
Ct (mg/l)
Bobot (g)
75 100 150 200 300
51.46 63.13 92.28 115.96 152.50
23.54 36.87 57.72 84.04 147.50
0.0500 0.0501 0.0500 0.0500 0.0501
Isoterm Langmuir Isoterm Freundlich c/(x/m)(g/l) x/m log X (g) log c (mg/g) x/m 0.0008 15.4530 1.5234 1.3718 1.1890 0.0009 18.9190 1.9490 1.5667 1.2769 0.0014 27.6836 2.0850 1.7613 1.4422 0.0017 34.7872 2.4159 1.9245 1.5414 0.0023 45.7058 3.2270 2.1688 1.6600
Nilai x = Cteradsorpsi (ppm) x Volume larutan (l) x Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 1.3391 + 0.0129x dengan R= 0.9899 dan R2 = 98%
c/(x/m) (g/l)
4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
y = 0.0129x + 1,3391 R² = 0.9799
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Ct (mg/l)
Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0.3386 + 0.6160x dengan R= 0.9945 dan = R2 = 98.9% 1.8 1.6
log x/m
1.4
y = 0.6160x + 0.3386 R² = 0.9890
1.2 1.0 1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
log C
2.0
2.2
2.4
27
Lampiran 11 Isoterm adsorpsi sampel zeolit B terhadap larutan biru metilena Co (mg/l)
Ce (mg/l)
Ct (mg/l)
Bobot (g)
75 100 150 200 300
47.25 57.98 86.87 103.19 149.26
27.75 42.02 63.13 96.81 150.74
0.0500 0.0500 0.0500 0.0501 0.0501
Isoterm Langmuir Isoterm Freundlich c/(x/m)(g/l) x/m log x (g) log c (mg/g) x/m 0.0007 14.1906 1.9552 1.4432 1.1520 0.0009 17.3936 2.4159 1.6253 1.2404 0.0013 26.0621 2.4221 1.8002 1.4160 0.0016 31.5327 3.0026 1.9763 1.4988 0.0022 43.1346 3.6183 2.1933 1.6348
Nilai x = Cteradsorpsi (ppm) x Volume larutan (l) x
Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 1.7360 + 0.0123x dengan R= 0.9811 R2 = 96.2%
4.0
c/(x/m) (g/l)
3.5 3.0 2.5
y = 0.0123x + 1.7360 R² = 0.9626
2.0 1.5 1.0 0.5
0.0 0
50
100
150
200
Ct (mg/l)
Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0.1953 + 0.6600x dengan R= 0.9937 dan R2 = 98.7% 1.8 1.6 1.4
log x/m
y = 0.6600x + 0.1953 R² = 0.9874
1.2 1.0 0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
log C
2.0
2.2
2.4
28
Lampiran 12 Isoterm adsorpsi nanokomposit zeolit/TiO2 terhadap larutan biru metilena Co (mg/l)
Ce (mg/l)
Ct (mg/l)
Bobot (g)
75 100 150 200 300
54.42 65.44 97.00 107.55 143.24
20.58 34.56 53.00 92.45 156.76
0.0502 0.0501 0.0501 0.0501 0.0500
Isoterm Langmuir Isoterm Freundlich c/(x/m)(g/l) x/m log x (g) log c (mg/g) x/m 0.0008 16.2605 1.2658 1.3135 1.2111 0.0010 19.5936 1.7637 1.5385 1.2921 0.0015 29.0701 1.8233 1.7243 1.4634 0.0016 32.2005 2.8711 1.9659 1.5079 0.0021 43.0149 3.6443 2.1952 1.6336
Nilai x = Cteradsorpsi (ppm) x Volume larutan (l) x
Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 1.0364 + 0.0173x
c/(x/m) (g/l)
dengan R= 0.9842 dan R2 = 96.8% 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
y = 0.0173x + 1.0364 R² = 0.9686
0
50
100
150
200
Ct (mg/l)
Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0.5811 + 0.4810x dengan R= 0.9824 dan R2 = 96.5% 1.8 1.6
log x/m
y = 0.4810x + 0.5811 R² = 0.9651
1.4 1.2 1.0 1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
log C
2.0
2.2
2.4
29
Lampiran 13 Spektrum UV filtrat sampel A) Tanpa Penyinaran UV
Nanokomposit Biru metilena 1.25 ppm, FP 20 kali Zeolit TiO2, FP 20 kali
B) Penyinaran UV selama 6 jam
Nanokomposit
Zeolit TiO2
Biru metilena 1.25 ppm, FP 20 kali
30
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1990 dari pasangan Bapak Welly Havana dan Ibu Nuraini. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jakarta dan diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi kampus, UKM Bulutangkis tahun 2008/2009. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia Anorganik 2 dan Sintesis Kimia Anorganik tahun ajaran 2011/2012. Pada tahun 2011, penulis berkesempatan melaksanakan praktik lapang di bidang terapetik bagian Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta mulai bulan Juli hingga Agustus 2011.