KAJIAN PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI SEKAM PADI DENGAN TEKNIK PELARUTAN SILIKA
Oleh RAHMAT ALFIANTO A14070017
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
SUMMARY RAHMAT ALFIANTO. Study of Activated Carbon Production from Rice Husks by Silica Dissolution Technique. Under supervision of BASUKI SUMAWINATA and DARMAWAN. Rice husk is an agricultural waste, which is continuosly produced in large amounts in the world. Up to present time, rice husk is utilized for limited uses with a low economic value. One product that can be developed from rice husk and has a high economic value is activated carbon. Activated carbon which is also called as activated charcoal is a form of carbon that has been processed to make it extremely porous and thus to have a very large surface area. Pore has the size of molecules and is probably slit-shaped. Rice husk ash are known to contain about 20% chemically active SiO2, which if it is dissolved it will increase its surface area and potentially will become as active carbon with high specific area. This research was aimed to producing of activated carbon from rice husk by silica dissolution technique for increase economic value of rice husk. The processing of activated carbon basically involves of combustion (carbonisation) and activation. Combustion was done by low oxygen in order to get quality rice husk ash. Activation was done by soaking rice husk ash with three types of solutions, i.e. distilled water, NaOH, and HCl at various concentrations. The activated carbon was characterized and tested in term of capacity of methylene blue absorption using UV-Visible Spectrophotometer, identification of structure using a Scanning Electron Microscope, measurement of acidity using a pH-meter, and measurement of water content gravimetrically. It was also tested as potential carriers of micro fertilizer by using a CuSO4 solution. Optimal dissolution of silica from the raw rice husk ash was observed for dissolution using 2N NaOH. Identification with a Differential Thermal Analysis (DTA) obtained weight loss of 97.98%, showing that the silica and other compounds on the rice husk ash has been washed properly. Activated carbon which is produced from rice husk has produced 2.11% of ash content, methylene blue absorption of 278,43 mg/g, pH of 6.2, and 4.22% moisture content. Characteristics of activated carbon from rice husk has acceptable by the Indonesian National Standard (SNI) for activated carbon. The result of testing on activated carbon by soaking it in a solution of CuSO4 showed that Cu content remained in activated carbon is 2.78%, indicating that the activated carbon is also potential to be used as of mico nutrients carrier. Thus, it is potential to make a slow release fertilizer. Technology of activated carbon production has the potential to increase the economic value of rice husk.
RINGKASAN RAHMAT ALFIANTO. Kajian Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi dengan Teknik Pelarutan Silika. Dibawah bimbingan BASUKI SUMAWINATA dan DARMAWAN. Sekam padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup banyak di dunia. Sampai saat ini pemanfaatan sekam padi masih terbatas dan memiliki nilai ekonomi yang rendah. Salah satu produk yang dapat dikembangkan dari sekam padi dan memiliki nilai ekonomi tinggi adalah arang aktif. Arang aktif adalah senyawa karbon hasil pembakaran bahan alami yang mengandung karbon dan memiliki ruang pori. Pori tersebut berukuran sangat kecil dan dapat berbentuk seperti celah panjang. Sekam padi yang telah dibakar mengandung 20% ruang yang berisi SiO2, yang apabila dapat dilarutkan akan meningkatkan luas permukaan dan berpotensi sebagai arang aktif. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat arang aktif dari sekam padi dengan metode pelarutan silika guna meningkatkan nilai ekonomi sekam padi. Pembuatan arang aktif dari sekam padi dilakukan secara eksploratif di laboratorium meliputi tahap pembakaran, aktivasi, karakterisasi, dan pengujian. Pembakaran dilakukan dengan oksigen rendah agar diperoleh arang sekam berkualitas. Sedangkan aktivasi merupakan perendaman arang sekam menggunakan tiga jenis larutan, yaitu akuades, NaOH, dan HCl pada berbagai konsentrasi. Karakterisasi arang aktif meliputi daya serap terhadap biru metilena menggunakan Spektrofotometer UV-Visible, pengamatan struktur dengan Scanning Electron Microscope, pengukuran kemasaman dengan pH-meter, dan pengukuran kadar air secara gravimetri. Selain itu juga dilakukan uji potensi sebagai carrier pupuk mikro dengan menggunakan larutan CuSO4. Larutan yang mampu melarutkan silika paling baik pada sekam padi adalah larutan NaOH 2N. Dari hasil pengukuran dengan Differential Thermal Analysis (DTA) diperoleh kehilangan bobot arang sekam padi yang dibakar pada suhu hingga 1000ºC sebesar 97.89%, menunjukkan bahwa dengan larutan NaOH 2N, silika dan senyawa lain pada arang sekam telah tercuci dengan baik. Arang aktif dari sekam padi yang dihasilkan memiliki kadar abu 2.11%, daya serap terhadap biru metilena 278.43 mg/g, pH sebesar 6.2, dan kadar air 4.22%. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan dari sekam padi telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk arang aktif. Hasil pengujian pada arang aktif yang direndam larutan CuSO4 menunjukkan kandungan Cu yang terdapat pada arang aktif sebesar 2.78%, sehingga selain sebagai absorben arang aktif juga berpotensi digunakan sebagai carrier pupuk mikro. Dengan demikian mungkin pupuk lebih bersifat slow release. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa teknologi pembuatan arang aktif ini berpotensi meningkatkan nilai ekonomi sekam padi.
KAJIAN PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI SEKAM PADI DENGAN TEKNIK PELARUTAN SILIKA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh RAHMAT ALFIANTO A14070017
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Kajian Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi dengan Teknik Pelarutan Silika
Nama Mahasiswa
: Rahmat Alfianto
NRP
: A14070017
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M. Agr NIP. 19570610 198103 1 003
Dr. Ir. Darmawan, M.Sc NIP. 19631103 199002 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalianda, Lampung Selatan pada tanggal 7 Oktober 1989 dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Suparmin dan Ibu Sainah (Alm). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 3 Sukaraja pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan ke MTsN 1 Palas. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Kalianda. Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menyelesaikan kuliah di IPB penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan antara lain menjadi pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bola Voli IPB tahun 2007/2008 dan Biro Lingkungan Hidup Ilmu Tanah Azimuth tahun 2008/2009. Selain aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Survei dan Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penelitian ini telah berhasil meraih juara 3 dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIM) IPB bidang kimia dan rekayasa teknologi. Selain berhasil juara pada ajang PIM, penelitian ini juga berhasil menjadi Finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXIV tahun 2011 di Universitas Hasanuddin Makassar.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi dengan Teknik Pelarutan Silika” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr dan Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku dosen pembimbing atas pengarahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari, M.Appl, M.Sc selaku dosen penguji dan memberikan banyak masukan bagi penulis. 3. Staf Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan yang telah membantu penulis untuk melakukan kegiatan penelitian. 4. Staf Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta IPB yang telah membantu penulis dalam melakukan kegiatan penelitian. 5. Bapak dan ibuku tercinta, kakak serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan motivasi dan doa. 6. Khoirul Muna yang telah banyak membantu penulis dalam kegiatan penelitian, serta semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi banyak pihak. Bogor, 20 Oktober 2011 Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3 2.1
Sekam Padi ............................................................................................... 3
2.2
Silika ......................................................................................................... 5
2.3
Arang Aktif (Activated Carbon)............................................................... 6
2.4
Jenis Karbon Aktif.................................................................................... 7 2.4.1
Karbon aktif serbuk ....................................................................... 7
2.4.2
Karbon aktif granul ....................................................................... 8
2.4.3
Karbon aktif fiber .......................................................................... 8
2.4.4
Karbon aktif molecular sieves ....................................................... 8
2.5
Standar Kualitas Arang Aktif ................................................................... 8
2.6
Kegunaan Arang Aktif ............................................................................. 9
BAB III. BAHAN DAN METODE .................................................................... 10 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 10
3.2
Bahan dan Alat ....................................................................................... 10
3.3
Metode Penelitian ................................................................................... 10 3.3.1
Proses Pembakaran ...................................................................... 11
ii
3.3.2
Proses Aktivasi (pelarutan silika pada arang sekam) .................. 12
3.3.3
Proses Karakterisasi dan Pengujian ............................................. 12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 15 4.1
Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi ..................................... 15
4.2
Hasil Pelarutan Silika ............................................................................. 15
4.3
Analisis Sifat Panas (TG/DTA) .............................................................. 16
4.3
Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif ........................................ 20
4.4
Daya Serap terhadap Larutan Berwarna ................................................. 22
4.5
Kadar Air dan pH ................................................................................... 23
4.6
Potensi sebagai Carrier Pupuk Mikro .................................................... 25
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 28 5.1
Kesimpulan ............................................................................................. 28
5.2
Saran ....................................................................................................... 28
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 29 LAMPIRAN ......................................................................................................... 31
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia abu sekam ................................................................... 3 Tabel 2. Standar mutu arang aktif......................................................................... 9 Tabel 3. Hasil pelarutan silika pada arang sekam padi ....................................... 15 Tabel 4. Daya serap arang aktif dari sekam terhadap biru metilena................... 23 Tabel 5. Data pengukuran kadar air arang aktif dari sekam padi ....................... 24 Tabel 6. Data perbandingan pH arang aktif dari sekam padi ............................. 24
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Penampang melintang sekam utuh yang belum dibakar ................. 4
Gambar 2.
Permukaan sekam padi yang dibakar pada suhu 850˚C .................. 4
Gambar 3.
Tipe phytolits berukuran 10-20 µm. ................................................ 6
Gambar 4.
Diagram alir tahapan pembuatan arang aktif dari sekam padi ...... 11
Gambar 5.
Skema proses pembakaran sekam ................................................. 11
Gambar 6.
Arang aktif dari bahan baku sekam padi ....................................... 15
Gambar 7.
Kurva TG/DTA arang sekam kontrol ............................................ 16
Gambar 8.
Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan akuades ............. 17
Gambar 9.
Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl ................... 18
Gambar 10.
Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N .......... 19
Gambar 11.
Hasil SEM arang sekam tanpa perlakuan (kontrol) ....................... 20
Gambar 12.
Hasil SEM arang aktif dari sekam padi ......................................... 21
Gambar 13.
Hasil SEM arang aktif komersial .................................................. 22
Gambar 14.
Hasil uji daya serap arang aktif dari sekam padi ........................... 23
Gambar 15.
Hasil SEM arang aktif yang telah direndam larutan CuSO4......... 25
Gambar 16.
Perbandingan arang aktif sebelum dan sesudah perendaman........ 26
Gambar 17.
Hasil pengujian menggunakan EDX ............................................. 27
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kurva TG/DTA arang sekam (kontrol) ............................................ 32 Lampiran 2. Kurva TG/DTA arang sekam + akuades .......................................... 33 Lampiran 3. Kurva TG/DTA arang sekam + HCl 1N........................................... 34 Lampiran 4. Kurva TG/DTA arang sekam + NaOH 1N ....................................... 35 Lampiran 5. Kurva TG/DTA arang sekam + NaOH 2N ....................................... 36 Lampiran 6. Hasil Pengukuran EDX arang aktif dari sekam + CuSO4 ................ 37
1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Padi merupakan salah satu bahan makanan pokok yang paling banyak
dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Berdasarkan data Departemen Pertanian, konsumsi beras penduduk Indonesia hingga saat ini mencapai 139 kilogram (kg) per kapita per tahun (Deptan, 2011). Hal ini mendorong perluasan lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menyebutkan bahwa luas panen padi di Indonesia mencapai 13,24 juta ha dengan produksi sebesar 66.40 juta ton/ha (BPS, 2011). Nilai ekonomi dari usaha padi saat ini masih terfokus pada peningkatan kuantitas padi yang dihasilkan, sedangkan untuk pemanfaatan limbah produksi padi belum terlalu diperhatikan. Salah satu limbah produksi padi yang jumlahnya sangat banyak adalah sekam padi. Xiong et al. (2009) menyatakan bahwa tiap ton produksi padi akan menghasilkan 200 kg (20%) sekam padi. Hingga saat ini sekam padi belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan sekam padi seperti untuk abu gosok dan media tumbuh tanaman masih bernilai ekonomi rendah. Untuk itu dibutuhkan suatu cara baru agar sekam padi dapat dirubah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan sekam padi yang selama ini sudah dikembangkan di Indonesia antara lain sebagai bahan pengeras batu bata, bahan campuran pembuatan beton, dan sebagai bahan amelioran. Pemanfaatan lain yang dapat dikembangkan dari sekam padi dan memiliki nilai ekonomi tinggi adalah arang aktif. Arang aktif atau biasa disebut karbon aktif adalah senyawa karbon hasil pembakaran bahan alami yang mengandung karbon dan memiliki ruang pori, dimana ruang pori tersebut berukuran sangat kecil. Biasanya arang aktif digunakan untuk menyaring air dan udara serta menghilangkan bau (Marsh dan Fransisco, 2006). Penggunaan arang aktif di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya industri-industri yang membutuhkan air bersih dalam pengoperasiannya. Karbon aktif sebagai absorben memiliki potensi aplikasi yang cukup luas dan paling banyak digunakan baik untuk kebutuhan rumah
2
tangga maupun industri. Hal ini membuat kebutuhan terhadap karbon aktif akan semakin meningkat. Pemilihan sekam padi sebagai bahan baku arang aktif didasari oleh kandungan silika di dalamnya. Sekam padi yang telah dibakar mengandung 20-25% ruang yang berisi silika, dan pengamatan dengan mikroskop polarisasi menunjukkan bahwa arang sekam padi mengandung pori-pori yang berisi silika berukuran sangat kecil dan jumlahnya cukup banyak. Bila silika tersebut dapat dilarutkan maka diharapkan pori-pori yang sebelumnya tertutup oleh silika menjadi terbuka sehingga memiliki luas permukaan yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa arang sekam padi berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku arang aktif. Pada umumnya silika dapat dilarutkan pada kondisi pH sangat rendah atau pada pH yang sangat tinggi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menentukan metode yang tepat guna melarutkan silika pada arang sekam agar mampu membentuk pori-pori sehingga luas permukaanya semakin besar dan dapat berfungsi sebagai arang aktif.
1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membuat arang aktif dari sekam padi
dengan metode pelarutan silika guna meningkatkan nilai ekonomi sekam padi.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sekam Padi Sekam padi adalah kulit buah padi berupa lapisan keras yang meliputi
kariopsis, terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Di Indonesia, jumlah sekam dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun (Deptan, 2011). Sekam memiliki Bulk Density (BD) rendah dengan kadar abu tinggi, berkisar 18 sampai 22% (Bharadwaj, Wang, Sridhar, and Arunachalam, 2004). Menurut Houston (1972) sekam padi mengandung 13.2-29.0% bahan inorganik, dimana komponen utama bahan inorganik ini merupakan abu sekam padi yang sebagian besar tersusun dari silika (SiO2). Hasil analisis komposisi kimia abu sekam padi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia abu sekam Komponen
% Berat
SiO2
86.90-97.30
K2O
0.58-2.50
Na2O
0.00-1.75
CaO
0.20-1.50
MgO
0.12-1.96
Fe2O3
0.00-0.54
P2O5
0.20-2.84
SO3
0.10-1.13
Cl
0.00-0.42
Sumber: Houston (1972)
4
Hasil analisis dari Sardi (2006) menunjukkan bahwa kandungan silika (SiO2) pada sekam padi memiliki kandungan tertinggi setelah karbon (C). Ketika dibakar sekam tidak mengalami penyusutan sampai suhu 200°C. kemudian menyusut dengan cepat pada suhu 200-4000C, menyusut perlahan pada 400-800°C, dan pada 800°C keatas sudah tidak mengalami penyusutan. Hasil pengamatan Bharadwaj et al. (2004) dalam Pyrolysis of Rice Husk memperlihatkan hasil Scanning Electron Microscopic (SEM) mengenai partikel sekam padi yang belum dibakar (Gambar 1) dan yang telah mengalami degradasi karena pengaruh suhu akibat proses pembakaran (Gambar 2).
Gambar 1. Penampang melintang sekam utuh yang belum dibakar
Gambar 2. Permukaan sekam padi yang dibakar pada suhu 850˚C
5
Pada Gambar 1 merupakan penampang melintang dari sekam yang belum dibakar dimana terlihat jelas tidak ada pori karena seluruh pori antar matrik terisi oleh silika, terlihat serat yang mengisi ruang antar matrik. Penyusun serat adalah silika, sedangkan matrik terdiri dari selulosa dan lignin. Pada Gambar 2 adalah permukaan sekam padi yang dibakar pada suhu 850˚C yang menunjukkan pori dan benjolan-benjolan yang cukup banyak.
2.2
Silika Silika merupakan istilah yang digunakan untuk campuran satu atom
silikon dengan dua atom oksigen. Hurlbut dan Klein (1977) menyatakan bahwa silika (SiO2) diklasifikasikan kedalam kelas silikat, yaitu masuk dalam kelompok tektosilikat. Silikat merupakan kelas mineral yang sangat besar dan kelompok penting dari mineral. Silika di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu kristalin dan non-kristalin (amorf). Kuarsa merupakan bentuk silika kristalin yang paling umum dan berlimpah dalam sebagian besar jenis batuan, khususnya granit, batu pasir, kuarsit, dan di dalam pasir. Kristobalit dan tridimit ditemukan dalam batuan volkan. Sementara itu silika non-kristalin (amorf) ditemukan di alam sebagai biogenik silika dan silika gelas yang berasal dari abu volkan. Shelke, Bhagade, dan Mandavgane (2010) menyebutkan bahwa silika dapat diperoleh dari sekam padi. Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa silika yang terdapat pada arang sekam merupakan mesoporous silika (berdiameter 2-50 nm), memiliki luas permukaan yang besar dan ukuran partikel yang kecil. Sedangkan menurut Satish (1997) silika pada sekam padi merupakan silika non-kristalin dan sebagian besar memiliki struktur microporous. Silika memiliki berbagai kegunaan, seperti untuk bahan katalis, campuran pada tinta, bahan pengeras beton, komponen deterjen dan sabun, serta sebagai unsur pengeras pada pembuatan batu bata. Menurut Sardi (2006) silika yang dihasilkan dari abu sekam padi hasil pembakaran merupakan silika amorf. Neethirajan, Gordon, dan Wang (2009) menyebutkan bahwa akumulasi silika ini biasa disebut phytolits. Endapan dan penyusunan silika terbentuk oleh evaporasi dan metabolsme air dalam tubuh tanaman. Akumulasi silika terdapat pada sitoplasma dan vakuola pada sel
6
tanaman. Silika pada tanaman memiliki karakteristik membentuk benjolanbenjolan. Macam-macam bentuk phytolits dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tipe phytolits berukuran 10-20 µm.
Neethirajan et al. (2009) dalam Potential of silica bodies (phytoliths) for nanotechnology menyatakan bahwa silika amorf dapat diperoleh dari pembakaran sekam padi, jerami atau dari kulit luar buah-buahan. Silika amorf pada umumnya berukuran antara 10-30 µm dan adakalanya berukuran sampai 200 µm. Silika pada sekam padi dapat dipecahkan atau dilepaskan di dalam larutan yang mengandung alcohol [NR4)8, (R=Me,CH2CH2OH), dan secara normal akan membentuk anion octasilicat. Mengingat komponen arang sekam padi yang mengandung sebagian besar silika dan tersebar secara merata, maka jika silika tersebut dapat dilarutkan diharapkan akan menghasilkan ruang kosong atau pori dalam jumlah besar sehingga luas permukaan yang dihasilkan akan lebih besar. Proses serapan (absorpsi) akan meningkat dengan semakin besarnya luas permukaan karena kontak antar permukaan satu partikel dengan partikel lainnya semakin tinggi (Tan, 1998).
2.3
Arang Aktif (Activated Carbon) Arang aktif (Activated Carbon) adalah senyawa hasil pembakaran yang
mengandung karbon dan memiliki ruang pori, dimana ruang pori tersebut
7
berukuran sangat kecil (berdimensi atom) dan sulit digambarkan karena bentuknya sangat beragam. Efektivitas karbon aktif sangat tergantung dengan porositasnya. Pori tersebut terbentuk dari atom karbon yang saling berikatan sehingga membentuk celah diantara iktan-ikatan tersebut (Marsh dan Fransisco, 2006). Pada dasarnya seluruh bahan yang mengandung karbon yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau bahan mineral dapat dirubah menjadi arang aktif. Proses pembentukan arang aktif melalui dua tahap yaitu karbonisasi kemudian diikuti tahap aktivasi. Pada tahap karbonisasi akan menghasilkan arang aktif dengan daya absorban rendah, karena ruang pori yang dihasilkan masih kecil. Selain itu juga menghasilkan senyawa tar yang dapat menutup pori. Pada arang aktif berbahan aktif kayu, bahan aktivasi yang sering digunakan antara lain asam fosfat, seng klorida, dan kalium sulfida (Kurniadi dan Hasani, 1996). Mengolah arang menjadi arang aktif pada prinsipnya adalah membuka pori-pori arang agar menjadi luas. Arang aktif disusun oleh atom karbon yang terikat secara kovalen dalam kisi heksagonal dimana molekulnya berbentuk amorf yaitu merupakan pelat-pelat datar. Konfigurasi molekul berbentuk pelat-pelat ini bertumpuk satu sama lain dengan gugus hidrokarbon pada permukaannya. Dengan menghilangkan hidrogen dan bahan aktif (gugus hidrokarbon), maka permukaan dan pusat aktif menjadi luas. Hal ini mengakibatkan kemampuan absorben arang aktif juga semakin meningkat (BSN, 2011). 2.4
Jenis Karbon Aktif Menurut Manocha (2003) karbon aktif merupakan produk yang kompleks
dan sulit untuk diklasifikasikan berdasarkan perilaku, karakteristik permukaan, dan cara pembuatannya. Namun, beberapa klasifikasi secara umum telah dibuat berdasarkan karakteristik fisik karbon aktif. 2.4.1
Karbon aktif serbuk Karbon aktif serbuk umumnya diproduksi dari bahan baku yang
mempunyai struktur yang lemah. Jenis ini memiliki ukuran rata-rata 15 µm – 25 µm. Belakangan karbon aktif serbuk digunakan pada pengolahan air untuk air minum dan air limbah. Biasanya karbon aktif serbuk digunakan dalam fase cair
8
yang berfungsi untuk memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan. 2.4.2
Karbon aktif granul Jenis ini biasanya diproduksi dari bahan baku yang memiliki struktur keras
seperti tempurung kelapa, tulang, dan batubara. Ukuran partikel karbon aktif granul berbeda-beda tergantung pada aplikasinya. Biasanya digunakan untuk proses pada fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, pemisahan, dan pemurnian gas. Untuk aplikasi pada fase gas ukuran granul yang sering digunakan adalah 4 mm – 6 mm. 2.4.3
Karbon aktif fiber Karbon aktif fiber memiliki ukuran yang lebih kecil dari karbon aktif
serbuk. Sebagian besar memiliki ukuran diameter rata-rata 7 µm – 15 µm. Aplikasi karbon aktif fiber biasanya digunakan dalam bidang perlakuan udara seperti penangkapan larutan. 2.4.4
Karbon aktif molecular sieves Aplikasi utama karbon aktif jenis ini adalah pada proses pemisahan
nitrogen dan oksigen dalam udara. Karbon aktif molecular sieves merupakan suatu material yang menarik sebagai model karbon aktif karena memiliki ukuran yang kecil dan seragam. 2.5
Standar Kualitas Arang Aktif Kualitas arang aktif tergantung dari jenis bahan baku, teknologi
pengolahan, cara pengerjaan, dan ketepatan penggunaannya. Berbagai versi standar kualitas arang aktif telah dibuat oleh negara maju seperti Amerika, Inggris, Korea, Jepang, dan Jerman. Indonesia telah membuat standar mutu arang aktif menurut Standar Industri Indonesia yaitu SII 0258-79 yang direvisi menjadi SNI 06-3730-1995. Meskipun demikian, beberapa industri atau instansi membuat persyaratan sendiri dalam menerima kualitas arang aktif yang ditawarkan. Standar mutu arang aktif yang berkualitas disajikan pada Tabel 2.
9
Tabel 2. Standar mutu arang aktif Jenis Pengujian
Persyaratan
Kadar Abu
Maksimum 2,5%
Kadar Air
Maksimum 10%
pH
6-8
Daya Serap Biru Metilena
Minimum 120 mg/g
Bagian yang tidak diperarang
Tidak Nyata
Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI 1995)
2.6
Kegunaan Arang Aktif Arang aktif merupakan material yang unik dan serbaguna, karena memiliki
luas permukaan yang besar dan derajat reaktivitas permukaan yang tinggi. Aplikasi penting karbon aktif senantiasa digunakan untuk menghilangkan bau, warna, rasa, dan zat-zat yang tidak diharapkan pada pengolahan air untuk air minum dan air limbah pada industri, pemurnian gas pada lingkungan tertentu seperti industri kimia dan industri makanan. Selain itu arang aktif juga digunakan dalam bidang kedokteran untuk membasmi bakteri yang sudah diketahui jenisnya (Manocha, 2003). Dalam bidang farmasi, arang aktif digunakan untuk menyerap kotoran berupa koloid dan berfungsi sebagai filter sehingga proses pemutihan pada waktu kristalisasi dapat dipercepat. Dibidang kesehatan arang aktif berfungsi untuk menarik senyawa beracun yang berasal dari makanan. Selain itu seiring dengan masuknya abad komunikasi elektronik, penelitian arang aktif lebih difokuskan kepada bidang karbon nano yang bersifat porous, suatu teknologi yang mempunyai prospek dan nilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan (BSN, 2011).
10
BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada
bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga berkerja sama dengan Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
3.2
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi,
larutan HCl, larutan NaOH, akuades, biru metilena, arang aktif komersial, asam asetat, CuSO4, Ba(OH)3, dan bahan – bahan pendukung lainnya. Peralatan untuk pembuatan arang aktif meliputi mortar, neraca digital, ayakan 65 mesh (210µm), drying oven, muffle furnance, shaker, peralatan bantu lainnya seperti botol plastik, kertas saring, kain lap dan lain-lain. Sedangkan peralatan karakterisasi arang aktif adalah Diferential Thermal Analysis (DTA), Mikroskop polarisasi, Scanning Electron Microscope (SEM), Spektrofotometri UV-Vis, pH-meter, Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX), serta peralatan pendukung lainnya.
3.3
Metode Penelitian Proses pembuatan dan karakterisasi arang aktif dari sekam padi melalui
teknik pelarutan silika dilakukan secara eksplorasi di laboratorium. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan meliputi persiapan peralatan dan bahan-bahan yang digunakan, serta pembuatan arang aktif. Proses pembuatan arang aktif meliputi beberapa tahapan penting, yaitu tahap pembakaran, aktivasi, dan karakterisasi (pengujian). Karakterisasi dan pengujian bertujuan untuk mengetahui kualitas arang aktif yang dihasilkan. Tahapan pembuatan arang aktif dari sekam padi dapat dilihat pada diagram Gambar 4.
11
Bahan Baku (Sekam Padi)
Pembuatan Arang Pelarutan Silika:
Kontrol
Akuades
HCl
NaOH
Arang Sekam Telah Dilarutkan Silikanya
Karakterisasi dan Pengujian Kadar Abu, DTA, SEM, Uji Absorpsi, Kadar Air, pH
Arang Aktif
Gambar 4. Diagram alir tahapan pembuatan arang aktif dari sekam padi
3.3.1
Proses Pembakaran Pembakaran sekam dilakukan dengan oksigen rendah agar dihasilkan
arang sekam berkualitas. Teknik pembakaran diilustrasikan pada Gambar 5. Keterangan gambar: A
A
: Pipa berlubang
B
: Posisi sekam
B
C
: Penyangga pipa
C
D
: Posisi api
D
Gambar 5. Skema proses pembakaran sekam
Pembakaran sekam dilakukan dengan oksigen terbatas agar dihasilkan arang sekam berkualitas. Untuk menjaga agar tidak terjadi pembakaran sempurna, maka
12
sekam dijaga agar tetap dalam kondisi lembab. Arang sekam kemudian dicuci dan dikeringkan pada ruangan terbuka. 3.3.2
Proses Aktivasi (pelarutan silika pada arang sekam) Sebelum diaktivasi, arang sekam terlebih dahulu dihaluskan dengan
menggunakan mortar dan disaring dengan ayakan 65 mesh (210 µm). Proses aktivasi dilakukan secara eksplorasi dan kualitatif untuk menemukan larutan pereaksi yang paling efektif dalam melarutkan silika. Perlakuan yang diberikan yaitu: kontrol (arang sekam tanpa perlakuan), arang sekam + akuades, arang sekam + HCl, dan arang sekam + NaOH. Perbandingan arang sekam dengan larutan masing-masing yaitu 50 g dalam 250 mL. 3.3.3
Proses Karakterisasi dan Pengujian
3.3.3.1 Analisis Sifat Panas dengan Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis (TG/DTA) Tahap ini merupakan percobaan eksplorasi dan kualitatif untuk menemukan konsentrasi pereaksi yang paling efektif melarutkan silika dengan melihat bobot yang hilang (weight loss). Semakin tinggi nilai weight loss, menunjukkan bahwa pencucian silika semakin efektif. Nilai yang dihasilkan dari pengukuran menggunakan TG/DTA cukup tepat dan selain itu juga dapat diketahui kadar abunya. 3.3.3.2 Pengamatan Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisasi dan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat karakteristik pori-pori yang terdapat pada arang sekam sebelum dan sesudah pelarutan silika. Spesimen yang diamati meliputi arang sekam padi, arang aktif dari sekam padi, dan arang aktif komersial sebagai pembanding. 3.3.3.3 Pengujian Absorpsi Arang Aktif Pengujian dilakukan dengan membandingkan daya serap arang aktif berbahan baku sekam padi dengan daya serap arang aktif komersial, dan juga kontrol (arang sekam). Pengujian daya serap ini antara lain dalam kemampuan menjernihkan air dan mengukur seberapa besar keefektifan kerja arang aktif dari sekam padi. Pengamatan dilakukan secara visual dan juga dengan menggunakan
13
alat uji Spektrofotometri UV-Vis. Larutan yang digunakan dalam pengujian adalah biru metilena. Prosedurnya sebagai berikut : a.
Contoh yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 60 menit, ditimbang sebanyak 0,1 g ke dalam erlenmeyer 100 mL.
b.
Ditambahkan 25 mL larutan biru metilena 1200 ppm ke dalam contoh.
c.
Larutan tersebut dikocok selama 30 menit, dan disaring dengan kertas saring berabu.
d.
Filtrat dipipet sebanyak 1 mL ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditera dengan akuades.
e.
Diukur serapan contoh dengan spektrofotometer pada λ 620 nm. Daya Serap Biru Metilena (mg/gram) =
ౣౝ ై ై ଡ଼ ଶହ ୫ ଡ଼ ଵ ቁି ( େ ଡ଼ ଶହ ୫ ଡ଼ ଵ ଡ଼ ୮ ) ై భబబబౣై భబబబౣై
ቀ ଵଶ
୰ୟ୫ ୡ୭୬୲୭୦
Keterangan : C = Konsentrasi methylene blue setelah diserap dengan arang aktif (mg/L) 3.3.3.4 Kadar Air Arang sekam yang telah berhasil menjadi arang aktif kemudian diukur kandungan airnya secara gravimetri. Prosedurnya sebagai berikut : a.
Cawan porselin kosong dimasukkan dalam oven 105ºC selama 60 menit, kemudian disimpan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang dengan neraca analitik.
b.
Contoh ditimbang sebanyak 3 kali ulangan di dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya.
c.
Cawan berisi contoh dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105ºC selama 3 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator.
d.
Cawan berisi contoh ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar Air (%) =
࢈࢚ (࢙ࢋ࢈ࢋ࢛ି࢙ࢋ࢙࢛ࢊࢇࢎ)ࢋࢍࢋ࢘ࢍࢇ ࢈࢚ ࢚ࢎ
x 100%
3.3.3.5 Penetapan pH Derajat kemasaman arang aktif ditentukan dengan cara melarutkan 1 g arang aktif dalam 10 mL akuades dan dipanaskan pada suhu 60ºC - 80ºC selama
14
15 menit, setelah larutan menjadi dingin, dilakukan penyaringan dan diukur pH filtratnya menggunakan pH-meter. 3.3.3.6 Uji Potensi sebagai Carrier Pupuk Mikro Arang aktif yang telah dihasilkan direndam dengan menggunakan larutan CuSO4 1N kira-kira selama 3 jam dengan perbandingan 5 g arang aktif dalam 25 mL, kemudian dicuci dengan akuades hingga bebas sulfat. Untuk mengetahui apakah arang aktif telah bebas sulfat digunakan larutan Ba(OH)3 sebagai indikator. Bila sudah tidak terbentuk endapan saat hasil pencucian diberi Ba(OH)3 maka arang aktif telah terbebas dari sulfat. Arang aktif kemudian diukur kadar abunya dan dibandingkan dengan arang aktif yang tidak direndam (sebagai kontrol). Peningkatan kadar abu menunjukkan bahwa arang aktif mampu mengikat unsur mikro yang diberikan. Untuk membuktikan bahwa unsur mikro telah benar-benar terikat pada arang aktif, maka dilakukan pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX).
15
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang
diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah sebelumnya dilakukan penggerusan dan penyaringan, seperti terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Arang aktif dari bahan baku sekam padi Kemurnian arang aktif sebagai absorben merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas absorben dalam hal kemampuan daya absorpsi. Untuk itu dibutuhkan arang aktif yang permukaannya bersih dari kotoran dan kontaminan. 4.2
Hasil Pelarutan Silika Hasil pelarutan silika pada arang sekam dengan berbagai perlakuan
disajikan pada Tabel 3. Semakin tinggi nilai kehilangan bobot yang dihasilkan menunjukkan bahwa proses pelarutan silika semakin efektif. Tabel 3. Hasil pelarutan silika pada arang sekam padi dengan berbagai perlakuan No 1
Perlakuan Berat Arang Awal (mg) Kontrol 26.50
Berat Arang Akhir (mg) 12.09
Kehilangan Bobot (%) 54.37
Kadar Abu (%) 45.63
2
Akuades
33.80
14.98
55.68
44.32
3
HCl
31.90
25.27
20.80
79.20
4
NaOH
22.60
0.48
97.89
2.11
16
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa kehilangan bobot (weigth loss) terbesar terdapat pada perlakuan NaOH yakni 97.89%. Hal ini menggambarkan bahwa kandungan silika pada arang sekam dengan perlakuan NaOH telah tercuci dengan baik. Hasil tersebut juga menggambarkan bahwa larutan NaOH merupakan larutan yang paling efektif dalam melarutkan silika pada sekam padi. Kadar abu yang diperoleh dari pengukuran pada perlakuan NaOH sebesar 2.11%, telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI 1995) yang mensyaratkan bahwa kadar abu pada arang aktif adalah maksimum 2.5%.
4.3
Analisis Sifat Panas (TG/DTA) Pengukuran dengan Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis
(TG/DTA). Hasil analisis TG/DTA kontrol (arang sekam) dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Kurva TG/DTA arang sekam kontrol Kontrol merupakan arang sekam tanpa perlakuan, yaitu hasil yang diperoleh secara langsung dari proses pembakaran sekam. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa contoh arang sekam yang dibakar sampai 1000ºC
17
mempunyai kehilangan bobot sebesar 54.37% yang berarti mempunyai kandungan abu 45.63%. Proses kehilangan bobot terjadi dalam tiga bentuk, yakni kehilangan air yang terjadi pada suhu sekitar 30-150ºC, kemudian kehilangan bahan organik pada suhu sekitar 150-450ºC, dan kehilangan bahan lainnya pada suhu diatas 450ºC. Proses kehilangan air pada pengukuran merupakan reaksi endotermik yang ditunjukkan oleh kurva dan mempunyai puncak endotermik pada daerah sekitar 81ºC. Sedangkan puncak eksotermik pada daerah sekitar 425ºC. Hasil pengukuran TG/DTA pada arang sekam dengan perlakuan akuades tidak menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap kontrol. Kurva TG/DTA disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan akuades Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa arang sekam dengan perlakuan akuades mempunyai kehilangan bobot sebesar 55.68% yang berarti mempunyai kandungan abu 44.32%. Nilai kehilangan bobot tersebut lebih besar dari kontrol tetapi hanya berbeda 1%. Hal ini menunjukkan bahwa akuades belum mampu melarutkan silika pada arang sekam, melainkan hanya mampu mencuci atau melarutkan kation-kation yang terdapat pada permukaan arang sekam saja.
18
Pada umumnya senyawa-senyawa oksida yang terdapat pada arang sekam akan larut dengan menggunakan akuades. Namun, senyawa-senyawa tersebut masih tertutupi oleh lapisan phytolits sehingga akuades belum mampu melarutkan senyawa-senyawa oksida yang terdapat pada bagian dalam arang sekam. Sedangkan hasil analisis TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl menunjukkan nilai kehilangan bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan akuades dan kontrol (Gambar 9).
Gambar 9. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa arang sekam dengan perlakuan HCl mempunyai nilai kehilangan bobot sebesar 20.80%, lebih rendah dibandingkan dengan nilai kehilangan bobot pada kontrol. Hal ini dikarenakan HCl belum mampu melarutkan silika pada arang sekam. Besarnya sisa bobot hasil pembakaran kemungkinan disebakan oleh adanya reaksi yang terjadi antara HCl dengan arang sekam sebelum proses pembakaran. Hal ini ditunjukkan oleh bentuk sisa arang sekam hasil pembakaran yang tetap hitam seperti tidak terbakar. Namun dibutuhkan analisis lebih lanjut untuk mengetahui reaksi-reaksi yang kemungkinan dapat terjadi pada arang sekam dengan perlakuan HCl. Kandungan abu yang terdapat pada arang dengan perlakuan HCl adalah sebesar 79.20%.
19
Pada arang sekam dengan perlakuan NaOH, awalnya digunakan larutan NaOH 1N. Namun, hasilnya belum begitu memuaskan karena nilai kehilangan bobot tidak jauh berbeda dengan kontrol, sehingga NaOH yang digunakan ditingkatkan menjadi 2N. Peningkatan konsentrasi tersebut mengakibatkan nilai kehilangan bobot yang dihasilkan juga meningkat dengan signifikan. Hasil analisis TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N
Dari hasil analasis pada Gambar 10 diketahui bahwa arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N mempunyai nilai kehilangan bobot sebesar 97.89% dan secara visual tidak terlihat sisa pada hasil pengukuran. Nilai kehilangan bobot tersebut menunjukkan bahwa NaOH 2N mampu melarutkan silika pada arang sekam (bahkan cenderung semuanya larut). Menurut Markovska et al. (2010) kondisi optimal untuk ekstraksi SiO2 pada sekam padi adalah dalam bentuk Na2SiO3. Kadar abu yang terdapat pada arang sekam dengan perlakuan NaOH sebesar 2.11% dan telah memenuhi SNI yang mensyaratkan kadar abu untuk arang aktif maksimum sebesar 2.5%.
20
4.3
Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif Hasil dari ekstraksi silika dalam bentuk sodium silikat memberikan
kemungkinan untuk melihat bagian dalam dari struktur arang sekam. Spesimen yang diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM) adalah kontrol (arang sekam), arang aktif dari sekam (setelah diaktivasi dengan NaOH), dan arang aktif komersial sebagai pembanding. Hasil SEM kontrol dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hasil SEM arang sekam tanpa perlakuan (kontrol), bagian yang berbentuk bulat dan tajam merupakan silika pada arang sekam Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa sekam padi mengandung cukup banyak silika dan tersusun teratur, telihat saling berhubungan seperti membentuk suatu rangkaian yang panjang. Silika merupakan komponen utama pada arang sekam setelah karbon, dan sebagian besar dalam bentuk silika amorf. Menurut Xiong et al. (2009) kandungan silika dan senyawa kimia pada sekam padi berbeda-beda, tetapi tidak signifikan. Adanya perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis padi, variasi iklim, kondisi geografi, dan pemupukan yang digunakan. Hasil SEM arang sekam menunjukkan bahwa silika berpengaruh terhadap bentuk dan struktur arang, dan ketika silika tersebut dilarutkan struktur arang akan mengalami perubahan yang signifikan. Arang sekam yang telah dilarutkan
21
silikanya dapat dilihat pada Gambar 12. Kemampuan NaOH melarutkan silika mengakibatkan bagian-bagian pada arang sekam yang sebelumnya tertutup oleh silika menjadi terbuka dan senyawa lainnya juga ikut terlarutkan. Hal ini mengakibatkan luas permukaan arang sekam menjadi lebih besar karena memiliki lubang atau pori-pori yang jumlahnya cukup banyak. Dengan luas permukaan yang semakin besar, maka kemampuan arang sekam sebagai absorban juga semakin meningkat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif.
Gambar 12. Hasil SEM arang aktif dari sekam padi, merupakan hasil pelarutan silika pada arang sekam dengan larutan NaOH 2N Dari Gambar 12 dapat diketahui bahwa setelah silika dilarutkan dengan NaOH 2N terlihat pada permukaan arang yang semula terdapat begitu banyak silika berubah menjadi lubang atau pori yang jumlahnya cukup banyak dan terdapat dalam berbagai ukuran. Pori-pori ini yang menyebabkan luas permukaan arang sekam menjadi lebih besar dan kemampuan absorbennya juga meningkat sehingga dapat berfungsi sebagai arang aktif. Sebagai pembanding, disajikan hasil SEM arang aktif komersial (Gambar 13).
22
Gambar 13. Hasil SEM arang aktif komersial Pada Gambar 13 terlihat bahwa arang aktif komersial (arang aktif buatan Jerman yang banyak digunakan pada skala laboratorium) mempunyai jumlah poripori yang sedikit, tidak sebanyak pada arang aktif dari sekam padi. Hal ini menunjukkan bahwa luas permukaan arang aktif komersial masih bergantung terhadap ukuran partikel. Berbeda dengan arang aktif komersial, arang aktif dari sekam padi tanpa terlalu bergantung terhadap ukuran partikel telah memiliki permukaan yang luas disebabkan oleh banyaknya jumlah pori-pori di dalamnya. Oleh sebab itu untuk meningkatkan kualitas arang aktif dari sekam padi dapat dilakukan dengan hanya memodifikasi ukuran partikelnya saja.
4.4
Daya Serap terhadap Larutan Berwarna Larutan yang digunakan sebagai kontrol untuk uji absorpsi adalah biru
metilena. Besarnya daya serap terhadap biru metilena menggambarkan jumlah molekul yang mampu diserap oleh arang aktif. Pada Gambar 14 terlihat bahwa arang aktif dari sekam padi mampu menjernihkan larutan biru metilena, sama seperti arang aktif murni komersial. Sedangkan arang sekam yang belum dilarutkan silikanya, belum mampu menjernihkan dan warna larutannya masih sama dengan warna larutan kontrol.
23
Gambar 14. Hasil uji daya serap arang aktif dari sekam padi terhadap larutan biru metilena Uji daya serap arang aktif dari sekam padi terhadap biru metilena dilakukan dengan menggunakan Spectrofotometri UV-Vis. Hasil pengukuran daya
serap arang aktif dari sekam disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Daya serap arang aktif dari sekam terhadap biru metilena No
Sampel
Daya serap (mg/g)
1
Ulangan 1
285.05
2
Ulangan 2
276.85
3
Ulangan 3
273.38
Rata-rata (mg/g)
278.43 ± 5.99
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa hasil pengukuran daya serap ratarata arang aktif dari sekam padi terhadap biru metilena adalah sebesar 278.43 ±
5.99 mg/g. Standar Nasional Indonesia untuk serapan arang aktif terhadap biru metilena adalah minimal 120 mg/g, mg/g, sehingga arang aktif dari sekam padi yang dihasilkan telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan tersebut.
4.5
Kadar Air dan pH Kadar air dan pH dapat menggambarkan kualitas arang aktif yang
dihasilkan. Untuk menjaga agar arang aktif tetap dalam keadaan kering dapat digunakan media penyimpan yang kedap air dan udara. Hasil pengukuran kadar
air arang aktif dari sekam padi disajikan pada Tabel 5.
24
Tabel 5. Data pengukuran kadar air arang aktif dari sekam padi No
Sampel
Kadar Air (%)
1
Ulangan 1
4.4
2
Ulangan 2
1.05
3
Ulangan 3
7.38
Rata-rata (%)
4.22 ± 3.17
Dari Tabel 5 diketahui bahwa kadar air rata-rata arang aktif dari sekam padi adalah 4.22 ± 3.17 %. Kadar air yang disyaratkan oleh SNI untuk arang aktif adalah maksimum 10 %, sehingga dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar air arang aktif telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Data pengukuran pH pada Tabel 6 menunjukkan bahwa arang aktif dari sekam padi memiliki nilai pH yang sama dengan arang aktif komersial, sedangkan arang sekam (kontrol) memilki pH yang lebih rendah.
Tabel 6. Data perbandingan pH arang aktif dari sekam padi terhadap arang sekam dan arang aktif komersial No
Sampel
pH Larutan 10%
1
Arang aktif komersial
6.2
2
Arang aktif sekam padi
6.2
3
Arang sekam
5.7
Standar Nasional Indonesia untuk pH arang aktif adalah antara 6-8. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa pH arang aktif dari sekam yang diperoleh adalah sebesar 6.2. Nilai derajat kemasaman tersebut telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan Standar Nasional Indonesia untuk pH arang aktif. Nilai pH yang diperoleh menunjukkan bahwa pH masih dibawah netral (pH akuades). Hal ini disebabkan oleh masih terdapatnya lignin yang bersifat masam pada arang sekam. Menurut Gracia (2009), presipitasi lignin berwarna coklat dalam kondisi optimal memiliki sifat yang asam. Lignin tersebut disebabkan oleh adanya arang sekam
25
yang tidak terbakar secara merata sehingga dapat mempengaruhi pH arang aktif dari sekam padi. Hasil karakterisasi dan pengujian menunjukkan adanya beberapa perubahan pada arang sekam dari hasil perlakuan aktivasi dengan NaOH. Perubahan tersebut dapat digolongkan menjadi perubahan kimia dan perubahan fisik (struktur). Perubahan kimia ditunjukkan oleh berubahnya silika (SiO2) menjadi sodium silikat (Na2SiO3). Sedangkan perubahan struktur dapat dilihat pada warna arang sekam yang semakin gelap, menunjukkan kandungan karbon yang tinggi. Selain itu, struktur arang sekam menjadi semakin lebih elastis.
4.6
Potensi sebagai Carrier Pupuk Mikro Pengukuran kadar abu terhadap arang aktif yang telah direndam dengan
larutan CuSO4 selama 3 jam menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan kadar abu arang aktif yang tidak direndam (kontrol). Kadar abu arang aktif yang telah direndam larutan CuSO4 memiliki bobot 7% lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif telah mampu mengikat unsur mikro yang diberikan berupa Cu. Hasil SEM pada arang aktif yang telah direndam larutan CuSO4 dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hasil SEM arang aktif yang telah direndam larutan CuSO4
26
Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa lubang-lubang yang terdapat pada arang aktif sebagian besar telah terisi oleh unsur mikro berupa Cu. Dengan terikatnya unsur mikro pada arang aktif menunjukkan bahwa arang aktif berpotensi untuk digunakan sebagai carrier pupuk mikro sehingga pupuk dapat lebih bersifat slow release. Perbandingan arang aktif sebelum direndam CuSO4 dengan arang aktif setelah direndam disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Perbandingan arang aktif sebelum dan sesudah direndam larutan CuSO4 Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa arang aktif sebelum direndam dengan larutan CuSO4 memiliki lubang yang cukup banyak dengan berbagai ukuran. Setelah dilakukan perendaman terlihat sebagian besar lubang-lubang tersebut telah tertutup karena terisi oleh unsur Cu. Untuk membuktikan bahwa partikel yang menutupi lubang-lubang pada arang aktif adalah unsur Cu, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX). Pengujian EDX merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi komposisi elemen pada suatu spesimen. Penggunaan EDX ditujukan untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat pada suatu partikel. Hasil pengujian arang aktif sebagai carrier pupuk mikro yang telah direndam dengan larutan CuSO4 disajikan pada Gambar 17.
27
Gambar 17. Hasil pengujian arang aktif dari sekam sebagai carrier pupuk mikro menggunakan EDX Dari Gambar 17 diketahui bahwa elemen yang terkandung pada arang aktif setelah direndam dengan larutan CuSO4 meliputi C (63.69%), O (33.53%), dan Cu (2.78%). Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa unsur mikro yang terdapat pada arang aktif adalah Cu, sehingga dapat diketahui bahwa arang aktif berpotensi untuk digunakan sebagai carrier pupuk mikro. Untuk meningkatkan kandungan unsur mikro pada arang aktif dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan konsentrasi larutan dan memperlama waktu perendaman.
28
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Sekam padi dalam bentuk arang dapat diproses menjadi arang aktif
melalui teknik pelarutan silika dengan menggunakan larutan NaOH. Arang aktif yang diperoleh memenuhi spesifikasi yang disyaratkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain dapat berfungsi sebagai absorban, arang aktif dari sekam padi hasil proses ini juga berpotensi untuk digunakan sebagai media penyimpan/pembawa (carrier), seperti untuk pupuk mikro. Teknologi pembuatan arang aktif ini berpotensi meningkatkan nilai ekonomi limbah pertanian berupa sekam padi.
5.2
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap komposisi kimia (meliputi
silika dan unsur hara) hasil pelarutan silika dari arang sekam padi untuk mengetahui pemanfaatan lain yang dapat diaplikasikan. Hal ini akan menjadi nilai tambah yang dihasilkan dari pembuatan arang aktif berbahan baku sekam padi.
29
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn (17 Maret 2011). Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. Buku Arang Aktif. 29-57. Bharadwaj, A., Y. Wang, S. Sridhar, and V.S. Arunachalam. 2004. Pyrolysis of rice husk. Research Comunication. 07. 981-986. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian Indonesia. 2011. (30 http://tanamanpangan.deptan.go.id/index.php/komoditi/detail/20. Agustus 2011). Gracia. 2009. Characterization of lignin obtained by selective precipitation. Separation and Purification Technology. 68. 193-198. Houston, D.F. 1972. Rice Hulls. dalam: D.F. Houston (ed). Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc., St. Paul, Minnesota. 04. 301-342. Hurblut J.R. and C. Klein. 1972. Manual of Mineralogy (After Janes D. Dana). John Wiley and Sons, Inc. U.S.A. Kurniadi, M. dan A. Hasani. 1996. Studi pembuatan karbon aktif dari arang kayu. Prosiding Pemaparan Hasil Litbang Ilmu Pengetahuan Teknik. Bandung. 123-129. Manocha, S.M. 2003. Porous Carbon. Sadhana. 28. 335-348. www.ias.ac.in/sadhana/Pdf2003Apr/Pe1070.pdf. (15 Juni 2011). Markovska, I.G., B. Bogdanov, N.M. Nedelchev, K.M. Gurova, M.H. Zgorcheva, and L.A. Lyubchev. 2010. Study on the thermochemical and kinetic characteristics of alkali treated rice husk. Journal of the Chinese Chemical Society. 57. 411-416. Marsh, H. and R.R. Fransisco. 2006. Activated Carbon. Elsevier Science and Technology Books. Nethirajan, S., R. Gordon, and L. Wang. 2009. Potential of silica bodies (phytoliths) for nanotechnology. Trends Biotechnol. 27. 461-467. Sardi, I. 2006. Identifikasi Silika Amorf dari Sekam Padi. Skripsi. Jurusan Tanah. Institut Pertanian Bogor. Satish, C. 1997. Waste Materials Used in Concrete Manufacturing. Noyes Publications. Westwood, New Jersey, U.S.A.
30
Shelke, V.R., S.S. Bhagade, and S.A. Mandavgane. 2010. Mesoporous silica from rice husk ash. Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis. 5. 63-67. Tan, K.H. 1998. Principles of Soil Chemistry third edition, revised, and expanded. Marcel Dekker, Inc. New York. Xiong, L., K. Saito, H. Sekiya, P. Sujaridworakun, and S. Wada. 2009. Influence of impurity ions on rice husk combustion. Journal of Metal, Material, and Minerals. 19. 73-77.
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 1. Kurva TG/DTA arang sekam (kontrol)
33
Lampiran 2. Kurva TG/DTA arang sekam + akuades
34
Lampiran 3. Kurva TG/DTA arang sekam + HCl 1N
35
Lampiran 4. Kurva TG/DTA arang sekam + NaOH 1N
36
Lampiran 5. Kurva TG/DTA arang sekam + NaOH 2N
37
Lampiran 6. Hasil Pengukuran EDX arang aktif dari sekam + CuSO4