i
KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR SILIKA KERAMIK HASIL EKSTRAKSI DARI SEKAM PADI YANG DISINTERING DENGAN MILLIMETER WAVE (MMW) GYROTRON
Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
Oleh : Trisnawati F1B1 11 070
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
i
ii
ii
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah serta taufik-Nya sehingga hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Tidak lupa pula shalawat dan salam kepada Rasullulah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa istiqomah di atas sunnahnya sampai akhir zaman. Berbagai kesulitan dan hambatan saat penulisan tugas akhir ini, namun berkat pertolongan Allah SWT, tekad, kesabaran, tawakkal dan bantuan dari berbagai pihak maka penulisan hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada ibundaku tersayang Wa Nufi Ayahandaku yang tercinta La Suku atas pengorbanan dan kasih sayang serta uraian doa yang diberikan selama ini, semoga Allah SWT membalas budi baik dan amal bakti mereka. Amin. Melalui tulisan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Eng. I Nyoman Sudiana, S.Pd., M.Si. sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Prima Endang Susilowati, M.Si. sebagai pembimbing II, terimakasih telah banyak membantu, memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian tulisan ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada pihak yang secara langsung maupun secara tidak langsung membantu penulisan sejak awal penyusunan hingga selesainya hasil penelitian ini. Selanjutnya penulis tak lupa pula mengucapakan banyak terima kasih kepada :
iii
iv
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, MS selaku Rektor Universitas Halu Oleo Kendari.
2.
Bapak Dr. Muh. Zamrun F, S.Si., M.Si., M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari.
3.
Bapak Bapak M. Jahiding, S.Si., M.Si. Bapak Bapak Erzam S. Hasan, S.Si., M.Si. dan Ibu Dr. Waode Sukmawati, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat bermanfaat.
4.
Ibu Wa Ode Sitti Ilmawati, S.Si., M.Sc selaku Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA Universitas Halu Oleo Kendari
5.
Ibu Irawati, S.Si., M.Si., selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi di dalam penyelesaian studi.
6.
Dosen-dosen dalam lingkup Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo, khususnya kepada seluruh dosen jurusan Fisika, yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu yang sangat berharga.
7.
Saudaraku tercinta Desnawati S.Pd, La Suti S.Pd, Andrianto, Firman Suku, Wa Hayana, Keponakanku Muh. Azril Ilham Barakati, Saijul, Rahman Subuh, Gustina, Masda, Jainudin S.Pd, Marsita, terima kasih yang sebesar-besarnya atas rasa kasih sayang dan persaudaraan dari kalian semua.
8.
Kakekku La Munsuani, La Ndifulu (Almarhum), Nenek Wa Sulu (Almarhuma) dan Nenek Wa Hunaani (Almarhuma) yang telah memberikan semangat dan motivasi selama ini.
9.
Teman-temanku yang setia menemaniku baik dalam suka maupun duka dalam penyelesaian penulisan tugas akhir ini (Ikra, Dedi, Wati, Ikhwan, semua anak
iv
v
asrama azhara dan masih banyak lagi teman-teman yang tidak sempat disebut namanya saya ucapkan terima kasih). 10. Rekan-rakan mahasiswa jurusan fisika dari angkatan 2009 sampai 2013, khususnya angkatan 2011, Rini, Justina, Ciar, Rudi, Eki, Umi, Rahmat, Ita, Munita, Jumi, Elen, Sarah, Aqidah, Wati, Aslan, Vina, Ice, Lisma, Liya, Kakak Mail, Kakak Refly, Kakak Kin, Kakak Erma, Kakak Dewi, Kakak Asira, Mardiana, Juli, Rotul, Yustin, Yuli, Erik, Susi, Joko dan seluruh teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatuterima kasih atas segala kebersamaan dan kebaikan selama ini. Disadari bahwa kodrat kita sebagai manusia biasa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, sehingga dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan hasil penelitian ini, masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis memohon maaf serta mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca, guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya bagi dunia ilmu pengetahuan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. Semoga laporan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin Kendari, 12 April 2016
Penulis
v
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ABSTRAK ABCTRACT I
II
III
IV
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi B. Sekam Padi C. Silika Abu Sekam Padi D. Keramik E. Ekstraksi F. Sintering G. Millimeter Wave (MMW) Gyrotron H. Karakterisasi Mikrostruktur Menggunakan SEM METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat B. Jenis Penelitian C. Bahan Penelitian D. Alat Penelitian E. Prosedur Penelitian 1. Ekstraksi Silika Sekam Padi 2. Proses Sintering 3. Karakterisasi Silika dari Sekam Padi Menggunakan SEM 4. Menggolah Gambar SEM Menggunakan Software ImageJ F. Diagram Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN A. Silika dari Sekam Padi B. Analisis Mikrostruktur C. Analisis Gambar Menggunakan Software Image J
vi
i ii iii vi viii ix x xi xii xiii
1 4 4 4 5 6 9 11 13 14 16 19 23 23 23 24 25 25 26 28 29 33 34 37 43
vii
V 1.
Penutup 1. Kesimpulan 2. Saran
46 46
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
47 52
vii
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1. 2. 3. 4.
Teks Komposisi Kimia Sekam Padi Komposisi Abu Sekam Padi Bahan yang Digunakan dalam Penelitian Alat yang Digunakan Dalam Penelitian
viii
Hal 7 7 23 24
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
13. 14.
Teks Tanaman padi Sekam padi Gyrotron 28 GHz Skema Scanning Electron Microscope (SEM) Sinyal elektron dari pantulan non-elastis dan elastis Diagram alir penelitian Abu sekam padi (a). Pencampuran abu sekam padi dengan larutan HCL 1M (b). Pemanasan abu sekam padi dengan larutan NaOH 2M (a). Menetralkan larutan (b). Silika gel (a). Silika padat (b). Silika bubuk (c). Pellet silika Hasil SEM sampel silika keramik yang disintering menggunakan Sintering millimeter wave gyrotron dan tanur pada suhu 1000oC dan 1100oC dengan pembesaran gambar 5000 kali Hasil SEM sampel silika keramik yang disintering menggunakan Sintering millimeter wave gyrotron dan tanur pada suhu 1200oC dan 1400oC Hasil SEM sampel silika keramik yang disintering menggunakan Sintering millimeter wave gyrotron dan tanur pada suhu 1500oC dan 1600oC Grafik hubungan suhu terhadap diameter pori
ix
Halaman 5 6 18 20 21 33 35 35 36 36 38
39
41 43
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. 2. 3. 4.
Teks Perhitungan konsentrasi larutan Perhitungan persen bobot/persen berat sampel Hasil analisis gambar yang diolah menggunakan software ImageJ Dokumentasi proses penelitian
x
Halaman 52 53 54 56
xi
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Al
Aluminium
Bps
Badan Pusat Statistik
Ca
Kalsium
CO2
Kalsium Oksida
CaO
Karbondioksida
eV
Tembaga
GHz
Gigahertz
HCL
Asam klorida
HNO3
Asam nitrat
H2O
Air
K
Kalium
KOH
Kalium hidroksida
LaB6
Lathanum hexaboride
m
Meter
MgO
Magnesium oksida
MHz
Megahetzt
MMV
Millimeter Wave
mm
Millimeter
m
Mikrometer
NaOH
Natrium hidroksida
SEM
Scanning Electron Microscope
Si
Silika
SiO2
Silikon dioksida
o
C
Derajat Celsius
xi
xii
KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR SILIKA KERAMIK HASIL EKSTRAKSI DARI SEKAM PADI YANG DISITERING DENGAN MILLIMETER WAVE (MMW) GYROTRON OLEH: TRISNAWATI F1B11 070 ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi mikrostruktur silika keramik hasil ekstraksi dari sekam padi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan mikrostruktur silika keramik hasil ekstraksi dari sekam padi setelah disintering menggunakan millimeter wave (MMW) gyrotron. Metode penelitian yang dilakukan adalah abu sekam padi terlebih dahulu diekstraksi menggunakan HCl 1M dan NaOH 2M, kemudian dilakukan pengeringan dan pencetakan. Silika keramik disintering menggunakan milimeter wave gyrotron dan tanur pada variasi suhu 1000˚C-1600˚C. Karakterisasi silika keramik menggunakan scanning electron microscope (SEM). Hasil scanning electron microscope (SEM) menunjukkan bahwa pada proses sintering menggunakan millimeter wave gyrotron seiring dengan naiknya suhu, permukaan sampel silika keramik semakin padat dan menyatu (solid and compact), pori-pori dan butirannya mengecil. Sedangkan hasil scanning electron microscope (SEM) menggunakan tanur seiring dengan naiknya suhu, menunjukan mikrostruktur sampel silika keramik pada setiap suhu hampir sama. Gambar hasil scanning electron microscope diolah menggunakan software imageJ, menunjukan bahwa sintering menggunakan millimeter wave gyrotron lebih efisien dari pada sintering menggunakan tanur. Sintering menggunakan millimeter wave gyrotron pada suhu 1000oC-1600oC diameter porinya sebesar 0,095m, 0,082m, 0,080m, 0,074m, 0,053m, 0,052m dan sintering menggunakan tanur diameter porinya sebesar 0,108m, 0,106m, 0,101m, 0,098m, 0,078m, 0,077m. Sintering menggunakan millimeter wave gyrotron diameter porinya lebih kecil dibandingkan dengan tanur (konvensional). Kata kunci: sekam padi, ekstraksi, sintering, millimeter wave (MMW) gyrotron, software imageJ, mikrostruktur.
xii
xiii
MICROSTRUCTURE CHARACTERIZATION OF CERAMICS SILICA EXTRACTION FROM RICE HUSK SINTERED BY MILLIMETER WAVE (MMW) GYROTRON BY TRISNAWATI F1B111070 ABSTRACT A research about microstructure characterization of ceramics silica yielded from extraction of rice husk has been done. This research intended to observe microstructure alteration of ceramics silica yielded from extraction of rice husk after being sintered by millimeter wave (MMW) gyrotron. The methods of research conducted were extraction of rice husk ash using HCl 1M and NaOH 2M, then drying and moulding process. Ceramics silica was sintered by using milimeter wave gyrotron and furnace with variation of temperature 1000°C–1600°C. Characterization process of ceramics silica was done using scanning electron microscope (SEM). The result of scanning electron microscope (SEM) showed that at the sintering process using milimeter wave gyrotron, as the temperature increased, the surface of ceramics silica sample became more solid and compact, and the size of pores and grains were decreased. Meanwhile, the result of scanning electron microscope (SEM) showed that at the sintering process using furnace, as the temperature increased, the microstructure of ceramics silica sample almost the same at each temperature. The result image of scanning electron microscope is processed by software imageJ, and it shows that sintering process using milimeter wave gyrotron was more efficient than using furnace. The pores diameter size of sintering process using milimeter wave gyrotron at temperature 1000°C–1600°C were 0.095 µm, 0.082 µm, 0.080 µm, 0.074 µm, 0.053 µm, 0.052 µm and the pores diameter size of sintering process using furnace were 0.108 µm, 0.106 µm, 0.101 µm, 0.098 µm, 0.078 µm, 0.077 µm. The pores diameter size of sintering process using milimeter wave gyrotron were smaller than the pores diameter size of sintering process using furnace (conventional). Keywords: rice husk, extraction, sintering, milimeter wave (MMW) gyrotron, software imageJ, microstructure.
xiii
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi merupakan produk utama pertanian di negara agraris, termasuk Indonesia. Dalam proses penggilingan padi, selain dihasilkan beras juga dihasilkan hasil samping berupa sekam padi. Sekam padi merupakan bahan sisa atau limbah produksi pertanian yang jumlahnya sangat melimpah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2009), jumlah produksi limbah sekam dari penggilingan padi mencapai 9,82–16,87 juta ton per tahun. Pemanfaatan sekam padi antara lain sebagai media bercocok tanam, briket arang sekam, sumber karbon, alas ternak (Suyitno, 2009). Sekam padi juga digunakan dalam pembuatan arang aktif, sebagai bahan pembakar bata merah dan pembakaran untuk memasak (Putro dan Prasetyoko, 2007). Sekam padi merupakan bahan baku terbesar penghasil silika. Pembakaran sekam padi menghasilkan abu yang mengandung kadar silika 87-97% (Nuryono dkk., 2004). Menurut Karo-karo dan Sembiring (2007), silika dari sekam padi dapat diperoleh dengan mudah dan sederhana yaitu dengan cara pengabuan dilanjutkan dengan ekstraksi padat-cair. Pengabuan abu sekam padi dilakukan dengan proses karbonasi atau pembakaran yang bertujuan untuk menghilangkan komponenkomponen organik seperti hemiselulosa dan selulosa. Ekstraksi silika dari abu sekam padi umumnya dilakukan menggunakan pelarut alkali, seperti KOH, Na 2CO3, atau NaOH. Selanjutnya dilakukan pengendapan silika terlarut menggunakan asam, seperti asam klorida, asam sitrat dan asam oksalat. Dengan metode ekstraksi ini,
1
2
padatan silika akan diperoleh dengan tingkat kemurnian sekitar 93%. Tahun 2008, Pandiangin et al. melakukan ekstraksi silika dari sekam padi menggunakan larutan KOH 1,5% selama 30 menit, pada berbagai variasi konsentrasi serta larutan HNO3 10% sebagai pengendap, dan mendapatkan massa rendemen terbesar yaitu 1,8690 gram dari 50 gram abu sekam padi. Silika yang dihasilkan dari abu sekam padi diketahui memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap bahan kimia (Daifullah dkk., 2003). Selain itu, keunggulan silika sekam padi yaitu memiliki butiran yang halus dan lebih reaktif dibandingkan dengan silika yang diperoleh dari kuarsa. Silika sekam padi dapat diperoleh dengan cara mudah dan biaya yang relatif murah, serta ketersediaan bahan baku yang melimpah dan dapat diperbaharui (Della dkk., 2002). Silika sekam padi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan keramik, zeolit sintesis, katalis, bahkan merupakan campuran bagi produksi semen dan berbagai jenis komposit organik-anorganik. Selain dalam bentuk produk olahan, silika juga telah dimanfaatkan secara langsung untuk pemurnian minyak sayur, sebagai aditif dalam produk farmasi dan deterjen, sebagai bahan pengisi (filler) polimer, sebagai adsorben dan sebagai bahan baku pembuatan silika xerogel (Sun dan Gong, 2001; Kim dkk., 2004). Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini bahan keramik telah dikembangkan menjadi produk modern dengan keunggulan sifat yang sangat variatif, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti lempung, kaolin, pasir silika dan silika sekam padi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, industri keramik
2
3
terus berkembang (Isman et al., 2011). Komponen utama pembentukan keramik adalah silika. Silika keramik digunakan sebagai alat rumah tangga, genteng keramik, hiasan, gelas minum dan banyak kegunaan lain. Silika keramik memiliki partikel yang kasar dan memberikan konstribusi yang besar pada sifat mekanik, kekerasan bahan karena bahan tidak mudah lembek dan tahan terhadap penetrasi pada permukaanya. Sudiana dkk. (2013), dalam penelitiannya pada proses pembuatan keramik dapat dilakukan dengan berbagai teknik, salah satu diantaranya adalah teknik reaksi padatan. Metode ini memerlukan proses sintering dalam suhu tinggi. Proses sintering dalam suhu tinggi bertujuan agar terjadi proses perubahan struktur mikro seperti perubahan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas dan penyusutan massa. Reaksi padatan ini dilakukan dengan menggunakan millimeter wave (MMW) gyrotron. Millimeter wave (MMW) gyrotron merupakan gelombang microwave dengan panjang gelombang dalam orde atau frekuensi 30 GHz sampai 300 GHz. Berdasarkan uraian tersebut dan pemanfaatan silika keramik yang demikian luas, seperti yang dipaparkan di atas, dan potensi sekam padi yang begitu besar menjadi faktor pendorong penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti pemanfaatan sekam padi untuk menghasilkan silika keramik yang diperoleh dengan cara ekstraksi yang dilanjutkan dengan sintering menggunakan Millimeter Wave (MMW) gyrotron.
3
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu ”Bagaimana mikrostruktur silika keramik hasil ekstraksi dari sekam padi setelah disintering menggunakan Millimeter Wave (MMW) gyrotron?”.
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu ”Untuk melihat perubahan mikrostruktur silika keramik hasil ekstraksi dari sekam padi setelah disintering menggunakan Millimeter Wave (MMW) gyrotron”.
D. Manfaat penelitian
Manfaat pada penelitian ini adalah: 1. Untuk masyarakat, dapat menginformasikan kepada masyarakat tentang pemanfaatan lain sekam padi. 2. Untuk pemerintah, dapat memberikan informasi kepada pemerintah bahwa sekam padi dapat dimanfaatkan pada berbagai industri misalnya industri bahan bangunan. 3. Untuk peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain.
4
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Padi
Tanaman padi (Gambar 1) merupakan tanaman semusim, atau termasuk tanaman yang berumur pendek. Biasanya hanya berumur kurang dari satu tahun dan berproduksi satu kali. Setelah tanaman padi berbuah dan dipanen, padi tidak tumbuh seperti semula lagi. Meskipun padi adalah tanaman yang mudah kita temukan di mana-mana, namun tanaman padi tidak dapat tumbuh disembarang tempat. Padi memerlukan perlakuan khusus untuk dapat tumbuh serta beberapa dukungan alam, di antaranya iklim dan tanah (Ina, 2007).
Gambar 1. Tanaman Padi (Sumber: Dokumentasi pribadi). Morfologi tanaman padi terbagi 4 bagian yaitu akar, batang, daun, bunga dan buah, seperti yang terlihat pad Gambar 1. Padi (Oryza sativa L.) termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang berbeda-beda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Tanaman padi merupakan tanaman penghasil beras. Indonesia merupakan produsen padi terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan India. Menurut data BPS pada tahun 2000, produksi padi Indonesia mencapai 64.398.890 ton dan mengalami peningkatan produksi pada tahun 2001 menjadi 66.411.469 ton (Purwono dan Purnamawati, 2008). 5
6
B. Sekam Padi
Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil sampingan proses penggilingan padi dilakukan (Gambar 2). Sekam padi tersusun dari palea dan lemma (bagian yang lebih lebar) yang terikat dengan struktur pengikat yang menyerupai kait. Menurut Harsono (2002), sekitar 20% dari bobot padi adalah sekam padi, dan sekitar 15% dari bobot sekam padi adalah abu sekam yang dihasilkan pada saat sekam dibakar.
Gambar 2. Sekam Padi (Sumber : Dokumentasi pribadi) Sekam padi dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar ataupun sebagai adsorben logam berat. Sekam padi terdiri dari senyawa organik dan anorganik. Komponen organik terdiri dari protein, lemak, senyawa nitrogen, serat, pentosa, selulosa dan lignin. Senyawa-senyawa ini merupakan hasil proses metabolisme dalam tanaman. Ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam padi memiliki beberapa unsur kimia penting sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1.
6
7
Tabel 1. Komposisi kimia sekam padi (Setyawati, 2003) No Komponen Presentase (%) 1. Kadar air 9,02 2. Protein kasar 3,03 3. Lemak 1,18 4. Serat kasar 33,59 5. Abu 17,71 6. Karbohidrat kasar 32,17 7. Karbon (zat arang) 1,59 8. Hidrogen 1,71 Kandungan kimia pada sekam padi terdiri dari 50% selulosa, 25-30% lignin, dan 15-20% silika (Ismail dan Waliuddin, 1996). Porositas sekam padi yang sangat tinggi yaitu sekitar 79% menyebabkan sekam padi dapat menyerap air dalam jumlah yang banyak (Kaboosi, 2007). Kandungan kimia dari abu hasil pembakaran sekam padi adalah seperti yang tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi abu sekam padi (Folleto dkk., 2006). Senyawa Persentase (%) SiO2 94,4 Al2O3 0,61 Fe2O3 0,03 CaO 0,83 MgO 1,21 K2O 1,06 Na2O 0,77 SO3 1,09 Abu sekam padi merupakan hasil dekarbonasi sekam padi. Pada proses pembakaran sekam padi, senyawa organik seperti hemiselulosa, selulosa akan diubah menjadi gas karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Abu sekam padi yang diperoleh dari pembakaran sekam padi mengandung silika berhablur lebih dari 90%. Kandungan sisanya adalah terdiri dari CaO, MgO, K2O, dan Na2O. Pori–pori abu sekam padi menjadi lebih besar apabila pirolisa dilakukan pada suhu yang lebih tinggi (Nuryono dan Astuti, 2006). 7
8
Abu sekam padi
merupakan hasil pembakaran sekam padi. Menurut
penelitian Wannapeera et al. (2008), kandungan abu sekam padi sebesar 17,90% berat kering. Sekam tersusun dari jaringan serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut yang sangat keras, sekam padi berperan penting melindungi biji beras dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan jamur (Kaboosi, 2007). Kandungan silika dalam abu sekam berkisar 94-96%, apabila nilainya atau di bawah 90% kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang terkontaminasi zat lain (Nuryono dkk., 2004). Menurut Jauberthie et al. (2000), abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 400-500oC akan menghasilkan silika amorphous yang terkonsentrasi pada bagian permukaan luar dan sedikit pada bagian dalam sekam padi. Apabila pembakaran dilakukan pada suhu di atas 650°C, kristalinitas SiO2 akan meningkat sehingga terbentuk fase kristobalit dan tridimit. Seiring dengan kenaikan suhu, hasil pengabuan sekam padi menunjukan bahwa pada suhu sintering 750-950⁰C silika sekam padi berbentuk kristal tridimit (Della et al., 2002; Kalapathy et al., 2000). Pembakaran pada suhu lebih tinggi dari 1000oC akan menghasilkan silika kristalin (quartz dan opal) (Shinohara and Kohyama, 2004). Menurut Smallman dan Bishop (2000), pembakaran sekam padi pada suhu 1470oC menghasilkan silika high crystobalite dan pada suhu 1723oC terbentuk silika cair. Berdasarkan data tersebut, variasi kandungan silika dari abu sekam padi bergantung pada teknik pembakaran (waktu dan suhu). Hal ini sesuai dengan sifat silika bahwa perubahan suhu dapat mengakibatkan perubahan bentuk senyawa silika (Hara, 1986 dalam Harsono, 2002).
8
9
C. Silika Abu Sekam Padi
Keberadaan silika dalam padi telah diketahui sejak tahun 1938. Silika atau yang dikenal silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa yang banyak ditemui dalam sekam padi. Berdasarkan sifatnya silika terbagi dua macam, yaitu silika amorf dan kristal. Silika amorf memiliki butiran halus dan lebih reaktif, sedangkan silika kristal terdiri dari berbagai macam jenis kwarsa, tridimit, dan kristobalit yang merupakan akibat dari modifikasi temperatur dari rendah ke tinggi yang merubah simetri kristal dari kerapatannya. Silika yang terdapat dalam abu sekam padi memiliki struktur amorf terhidrat. Pada perlakuan thermal, silika sekam padi mengalami akan perubahan mikrostruktur, yaitu butiran dan pori cenderung mengecil, serta meningkatnya homogenitas dan kestabilan thermal. Silika abu sekam padi dapat mengalami proses kristalisasi membentuk cristobalite dan trydimite seiring dengan kenaikan suhu (Handayani, 2009). Silika dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu aquagel (silika yang dalam porinya masih mengandung air dalam jumlah yang banyak), xerogel (air dalam pori yang dihilangakan dengan proses penguapan) dan aerogel (supercritical proscess untuk menghilangkan fase air) (Kalapathy dkk., 2000). Menurut Bakri dkk. (2009), silika sekam padi dapat diperoleh dengan mudah dan sederhana yaitu dengan cara pengabuan dan ekstraksi padat cair. Kalapathy et al. (2000), menjelaskan bahwa kelarutan dari silika abu sekam padi sangat rendah pada pH<10, dan meningkat secara tajam pada pH>10. Berdasarkan informasi tersebut, ekstraksi dari silika dari abu sekam padi banyak dilakukan menggunakan pelarut
9
10
alkali. Untuk mendapatkan pengendapan silika setelah proses ekstraksi, maka dilanjutkan dengan proses pengendapan pada pH rendah menggunakan larutan asam, silika yang didapat berbentuk SiO2. Silika abu sekam padi merupakan bahan kimia yang dapat diaplikasikan di bidang elektronik, mekanik, medis, seni hingga bidang-bidang lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga dapat memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni. Silika telah dimanfaatkan secara luas untuk pembuatan zeolit sintesis, katalis, adsorben, pengisi pada kolom kromatografi, bahan baku pembuatan silika xerogel dan berbagai jenis komposit organik-anorganik (Kim dkk., 2004). Di bawah ini merupakan sifat-sifat fisik dan kimia dari senyawa silika. 1. Sifat fisik Nama IUPAC
: Silikondioksida
Nama lain
: Kuarsa, Silika, Silikat oksida, Silikon (IV) oksida
Rumus molekul
: SiO2
Massa molar
: 60,08 gmol-1
Penampilan
: Kristal Transparan
Kepadatan
: 2,648 gcm-3
Titik lebur
: 1600-1725°C
Titik didih
: 2230° C
(Hermania dkk., 2011).
10
11
2. Sifat kimia Mineral silika mempunyai berbagai sifat kimia antara lain sebagai berikut: a. Reaksi asam Silika relatif tidak reaktif terhadap asam kecuali terhadap asam hidrofluorida dan asam phospat. SiO2(s) + 4HF(aq)
SiF4(aq) + 2H2O(1)
(1)
Dalam asam berlebih reaksinya adalah: SiO2 + 6HF
H2 [SiF6](aq) + 2H2O(1)
(2)
b. Reaksi basa Silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat, seperti dengan hidroksida alkali (Bakri dkk., 2008). SiO2(s) + 2NaOH(aq)
Na2SiO3 + H2O
(3)
D. Keramik Keramik dibentuk dari kata latin “keramikos‟ yang berarti tembikar atau peralatan yang terbuat dari lempung dan mengalami pembakaran pada suhu tinggi. Kamus dan ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin dan sebagainya. Penggunaan keramik berkembang dari bahan pecah belah, perabot rumah tangga hingga produk industri. Dalam industri otomotif modern, keramik telah digunakan sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu (Subari dan Hidayati, 2010). Perkembangan keramik saat ini mengalami kemajuan yang pesat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan barang
11
12
keramik, baik untuk alat rumah tangga, ubin keramik, genteng keramik, hiasan/barang seni. Kekuatan dan ikatan keramik menyebabkan tingginya titik lebur, kerapuhan, daya tahan terhadap korosi, rendahnya konduktivitas thermal dan tingginya kekuatan kompresif dari material tersebut (Subari dan Hidayati, 2010). Keramik merupakan bahan yang terbuat dari bahan galian anorganik dan nonlogam yang telah mengalami proses pemanasan pada suhu tinggi sehingga berbentuk padat. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh stuktur kristalin dan nonkristalin (Subiyanto dan Subowo, 2003). Keramik mengandung beberapa unsur yang berlainan ukuran. Sehingga ada beberapa sifat keramik yang lebih baik dari pada logam, terutama kekerasannya dan sifat ketahanan panas. Struktur kristal keramik bisa berbentuk kristal tunggal atau struktur polikristal yang mempunyai banyak bijian. Perbedaan antara keramik dan logam adalah seperti berikut: a. Keramik: Bahan organik, kuat, titik cair tinggi. b. Logam: Bahan-bahan anorganik, kekerasan dan kekuatan berbeda-beda, tidak stabil terhadap bahan kimia. Bahan keramik dapat dibedakan menjadi dua yaitu kristalin dan amorf (non kristalin). Dalam material kristalin terdapat keteraturan jarak dekat maupun jarak jauh, sedang dalam material amorf mungkin keteraturan jarak pendeknya ada, namun pada jarak jauh keteraturannya tidak ada. Beberapa keramik dapat berada dalam kedua bentuk tersebut, misalnya SiO2. Jenis ikatan (ionik atau kovalen) dan struktur internal (kristalin atau amorf) dapat mempengaruhi sifat bahan keramik.
12
13
Sifat termal sangat penting pada bahan keramik terutama pada kapasitas panas, koefisien ekspansi termal, dan konduktivitas termal. Kapasitas panas bahan adalah kemampuan bahan untuk mengabsorbsi panas dari lingkungan. Panas yang diserap disimpan oleh padatan antara lain dalam bentuk vibrasi (getaran) atom/ion penyusun padatan tersebut. Keramik biasanya memiliki ikatan yang kuat dan atomatom yang ringan. Jadi getaran-getaran atom-atomnya akan berfrekuensi tinggi karena ikatannya kuat maka getaran yang besar tidak akan menimbulkan gangguan yang terlalu banyak pada kisi kristalnya (Umah, 2007).
E. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan. Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan. Pemisahan terjadi atas dasar kelarutan yang berbeda dari komponen yang dipisahkan terhadap dua pelarut yang tidak saling bercampur. Berdasarkan bentuknya ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Ekstraksi padat-cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut. b. Ektraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan salah satu zat. Ekstraksi silika dari abu sekam padi umumnya menggunakan pelarut NaOH yang merupakan senyawa yang bersifat basa. NaOH bila dilarutkan dalam air akan memisah dan melepaskan ion OH - seperti reaksi:
13
14
NaOH(s) +
H2ONa+(aq) + OH-(aq)
(6)
Pelarut NaOH dipilih dengan alasan bahwa silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat. Untuk mengendapkan silika dilakukan penambahan HCl ke dalam larutan natrium silikat menyebabkan terjadinya pertukaran ion Na+ dengan H+ menghasilkan suatu padatan berbentuk gel yaitu silika hidrosol atau asam silikat (H2SiO3). Silika yang disintesis dari abu sekam padi memiliki karakteristik tertentu tergantung dari temperatur pada saat sintesis dan pemurnian yang dilakukan. Pemurnian silika sekam padi dapat dilakukan dengan menambahkan asam pekat yang dibantu dengan pemanasan. Pemanasan pada suhu 110 oC mengakibatkan dehidrasi silika hidrosol sehingga terbentuk silika gel (SiO2.H2O) (Reaksi 7). Silika yang dihasilkan dalam proses ini belum murni (Lubis, 2009). H2SiO3(s)
SiO2H2O(s)
(7)
Penggunaan pelarut NaOH dan penambahan HCl pada proses ekstraksi hasil penelitian Bakri dkk., (2008) menunjukkan bahwa penggunaan pelarut NaOH akan meningkatkan endapan silika yang dihasilkan dan perlakuan dengan HCl dapat meningkatkan rendemen silika serta menurunkan beberapa logam seperti Al, K, dan Ca.
F. Sintering
Sintering adalah proses pemadatan dari sekumpulan serbuk pada temperatur tinggi mendekati titik leburnya. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro, seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, peningkatan densitas, pertumbuhan butir (grain growth), dan penyusutan volume (Kashcheev dan Turlova,
14
15
2010). Hal ini disebabkan karena butiran partikel tersusun semakin rapat (Sebayang et al., 2009). Proses sintering bertujuan untuk memadatkan atau mengkompakan bahan yang sudah dicetak pada suhu tinggi. Pada tahap ini akan terjadi pengurangan ukuran dan cacat bahan, pengontrolan ukuran butir dan fase batas butiran. Sehingga butiran (grain) dalam partikel yang berdekatan dapat bereaksi dan berikatan. Proses sintering fase padat terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap akhir. 1. Tahap awal Pada tahap awal ini terbentuk ikatan atomik. Kontak antar partikel tumbuh menjadi batas butir antar partikel. Pertumbuhan akan menjadi semakin cepat dengan adanya kenaikan suhu sintering. Pada tahap ini penyusutan juga terjadi akibat permukaan porositas menjadi halus. Penyusutan yang tidak merata menyebabkan keretakan pada sampel (Kashcheev & Turlova, 2010). 2. Tahap menengah Pada tahap ini terjadi desifikasi dan pertumbuhan partikel yaitu butir kecil larut dan bergabung dengan butir besar. Akomodasi bentuk butir ini menghasilkan pemadatan yang lebih baik. Pada tahap ini juga mengakibatkan hilangnya porositas. Akibat pergeseran batas butir, maka porositas mulai saling berhubungan dan membentuk silinder di sisi butir (Kashcheev & Turlova, 2010). 3. Tahap akhir Fenomena desifikasi dan pertumbuhan butir terus barlangsung dengan laju yang lebih rendah dari sebelumnya. Demikian juga dengan proses penghilangan porositas, pergeseran batas butir terus berlanjut. Apabila pergeseran batas butir lebih
15
16
lambat daripada porositas maka porositas akan muncul dipermukaan dan saling berhubungan. Akan tetapi jika
pergeseran batas butir lebih cepat daripada
porosositas maka porositas akan mengendap di dalam produk dan akan sulit dihilangkan. Produk yang dihasilkan diharapkan memiliki densitas yang tinggi dan homogen, maka pada proses sintering harus terjadi homogenisasi (Kashcheev & Turlova, 2010).
G. Millimeter Wave (MMW) Gyrotron
Millimeter wave adalah gelombang microwave dengan panjang gelombang dalam orde milimeter dan frekuensi 30 GHz sampai 300 GHz (Sudiana dkk, 2010). Millimeter wave (MMW) telah banyak digunakan untuk berbagai aplikasi, misalnya pada jaringan nirkabel local area dengan kecepatan tinggi, radar pengemudi otomotif dan skrining keamanan bandara. Hal ini karena millimeter wave (MMW) adalah radiasi dari sumber alami atau kosmik di bawah tingkat kebisingan yang sepenuhnya dapat diserap oleh atmosfer bumi. Gyrotron merupakan bagian dari milimeter dan sub-millimeter gelombang. Gyrotron juga merupakan alat pengukur elektron bebas yang menghasilkan radiasi elektromagnetik dengan frekuensi tinggi yang dirancang untuk mempercepat getaran elektron yang bergerak melalui medan magnet yang kuat. Hal ini dapat menghasilkan daya yang tinggi pada panjang gelombang milimeter karena cepat rambat gelombang lebih besar daripada panjang gelombang radiasi. Hal ini tidak sama dengan tabung microwave yang vakum (tanpa udara) atau konvensional (tanur) seperti klistron dan magnetron (Sudiana., dkk).
16
17
Kecepatan elektron dalam gyrotron adalah sedikit relativistik (sebanding tetapi tidak dekat dengan kecepatan cahaya). Hal ini bertentangan dengan laser elektron bebas yang bekerja pada prinsip-prinsip yang berbeda dan elektron sangat relativistik. Gyrotron merupakan perangkat microwave yang dapat menghasilkan hubungan radiasi gelombang elektromagnetik hingga tingkat daya MegaWatt oleh interaksi antara elektron relativistik. Perangkat ini didasarkan pada fenomena yang disebut Cyclotron Resonance Maser (CRM), ketidakstabilan terjadi selama interaksi elektron bergerak. Perkembangan gyrotron pada perangkat ini diprakarsai oleh komunitas fisika plasma karena digunakan sebagai daya tinggi milimeter untuk sumber radiasi gelombang dipemanasan Elektron Cyclotron Resonance (ECRH) dari magnetis pembatas
plasma. Prinsip-prinsip generasi microwave dalam gyrotron
didasarkan pada ketidakstabilan elektron yang berkisar dimedan magnet statis. Ketidakstabilan ini muncul dari perubahan relativistik yang dialami oleh kumpulan elektron (Sudiana dkk., 2013). Pada saat ini, penggunaan gyrotron diperluas ke berbagai aplikasi potensial pada frekuensi dan tingkat daya yang berbeda dibidang diagnostik plasma, materi pengolahan, spektroskopi, komunikasi kepadatan tinggi, pemantauan cuaca dan keamanan. Gyrotron dalam frekuensi gelombang milimeter berkisar 24 dan 28 GHz , digunakan secara luas untuk aplikasi pengolahan bahan. Bahkan beberapa kelompok penelitian telah melakukan penelitian pada frekuensi lain seperti 30, 35 dan 83 GHz untuk aplikasi pengolahan bahan. Baru-baru ini, sebuah gyrotron dengan frekuensi yang sangat tinggi (sampai 1 THz) telah dikembangkan dan diterapkan pada pusat penelitian pengembangan Far-Infrared (FIR), Universitas Fukui, Jepang. Sistem ini
17
18
telah berhasil diterapkan untuk pengolahan keramik seperti zirconia dan silika xerogel (Sudiana dkk., 2013). Salah satu sistem sintering gelombang milimeter (millimeter wave) yang dilakukan yaitu menggunakan sistem pemanasan gyrotron 28 GHz. Gyrotron akan menghasilkan sumber radiasi elektromagnetik (Gambar 3). 28 GHz Gyrotron (sumber radiasi)
Panel control (pengontrol system)
waveguide (pandu gelombang)
Apllicator (tempat sampel)
Gambar 3. Gyrotron 28 GHz (Sumber: Sudiana dkk., 2013) Dalam sistem pemanasan atau pengukuran suhu, sampel ditempatkan dalam ruang millimeter wave (MMW) gyrotron. Pengukuran temperatur atau suhu diukur dengan menggunakan Pt-R-jenis termokopel yang memiliki kemampuan suhu maksimum 1700°C. Sensor ini telah diuji dalam sistem ini dan tidak ada efek interferensi microwave pada termokopel yang diamati selama operasi ketika radiasi gelombang mikro dihidupkan dan dimatikan. Disimpulkan bahwa termokopel disediakan untuk mengukur suhu sampel dengan benar. Sensor dikontakkan langsung dengan permukaan sampel. Setelah dilakukan pengukuran suhu, proses pendinginan sampel dilakukan secara alami dengan mematikan radiasi dari gyrotron dan mendiamkan sampel beberapa saat dalam aplikator (Sudiana dkk, 2013).
18
19
H. Karakterisasi Mikrostruktur Menggunakan SEM
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan bagian dari seperangkat alat instrumen yang digunakan untuk mempelajari bentuk, mikrostruktur, distribusi pori pada permukaan sampel (Tovina, 2009). Scanning Electron Microscope (SEM) memiliki beberapa keunggulan seperti, kemampuan untuk menggambar area yang besar secara kompratif dari spesimen, memberikan informasi secara langsung tentang topografi (tekstur permukaan sampel), morfologi (bentuk dan ukuran), komposisi (unsur penyusun sampel), serta informasi kristalografi (susunan atom penyusunan sampel) (Abdullah dkk., 2010). Prinsip kerja Scanning Electron Microscope (SEM) yaitu sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda, lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel dan sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai, ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor Cathode Ray Tube (CRT) (Martinez, 2010). Secara lengkap skema pergerakan elektron dalam SEM ditunjukkan pada Gambar 4.
19
20
Penembak elektron Elektron yang terpancar Anoda
Lensa magnetik Monitor tabung sinar katoda
Koil pemindai Detektor elektron yang dihamburkan balik
Detektor elektron sekunder Spesimen
Tempat sampel
Gambar 4. Skema Scanning Electron Microscope (SEM) (Sumber: Cahn, 2002) Sebuah anoda yang bermuatan lebih positif daripada filamen dipasang sedemikian rupa, sehingga keadaan demikian membuat elektron memiliki gaya yang sangat kuat. Hal ini akan mengakibatkan elektron (elecktron gun) dipercepat menuju anoda. Sebagian elektron yang dipercepat menerobos lubang pada anoda sebagai pancaran elektron (electron beam). Filamen yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum hexaboride (LaB6). Lensa obyektif (magnetik) akan memfokuskannya pada permukaan sampel. Scanning coil akan mendefleksikan berkas elektron menjadi sekumpulan array (berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam. Interaksi antara elektron dan atom sampel ketika tumbukkan terjadi akan menimbulkan dua jenis pantulan elektron yaitu pantulan non-elastis dan pantulan elastik (Gambar 5). Dari pantulan non-elastis didapatkan sinyal elektron sekunder (secondary electron), sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron (Syahru, 2010).
20
21
Gambar 5. Sinyal elektron dari pantulan non-elastis dan elastis (Sumber : Cahn, 1993) Ketika berkas elektron menumbuk sampel maka sinyal hasil interaksi akan dideteksi, dan sebelum berkas elektron selanjutnya menumbuk petak (grid) lain, hasil interaksi akan ditampilkan pada Cathode Ray Tube (CRT) dalam bentuk pixel. Proses ini akan berulang sampai seluruh petak terpindai. Cathode Ray Tube (CRT) memberi tampilan yang dapat dilihat oleh operator. Akibat tumbukan pada specimen dihasilkan satu jenis elektron dan emisi foton. Peristiwa tumbukan berkas sinar elektron, yaitu ketika memberikan energi pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-X yang merupakan karakteristik dari atom-atom sampel. Energi dari sinar-X digolongkan dalam suatu tebaran energi spektrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel. Sinyal yang terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan untuk memodulasi tingkat keterangan dari elektron yang kedua, maka sejumlah besar sinar akan menghasilkan bintik gelap (Oktaviana, 2009). Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati
21
22
dalam bentuk pola-pola difraksi. Pola-pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari sampel. Scanning Electron Microscope (SEM) juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data-data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa (Syahru, 2010).
22
23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2015. Ekstraksi sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo Kendari, proses sintering sampel dilakukan di University of Fukui Jepang, karakterisasi mikrostruktur sampel dilakukan di University of Fukui Jepang dan mengolah gambar menggunakan software imageJ dilakukan di Univesitas Halu Oleo Kendari.
B. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan bidang kajian Fisika Material.
C. Bahan Penelitian
Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini ditunjukan pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5.
Bahan Sekam padi Aquabides Larutan NaOH (natrium hidroksida) Larutan HCl (Hidrogen Clorida) Alkohol
Konsentrasi Kegunaan Sumber silika 2M 1M 70%
23
Bahan pencuci Mengektrasi silika dan menentralkan larutan Mengendapkan abu sekam padi dan menentralkan larutan Sebagai pelarut
24
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukan pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang digunakan dalam penelitian No. Alat Spesifikasi 1.
Gelas ukur
2. 3.
Gelas kimia 1000 mL Cawan porselin
4. 5. 6.
Pipet tetes Batang pengaduk Corong
7.
Gegep
8.
Kertas saring
9.
Cetakan
10. 11.
pH universal
12.
Ayakan 100 mesh
ASTM Standard test sieve
13.
Amplop/kemasan
-
14. 15.
Stopwatch Termokopel
16.
Oven listrik
17.
Tanur
18.
Mortar
19.
Hot plat Millimeter wave28 GHz gyrotron SEM (Scanning Electron Microscope)
20. 21.
Kompaksi
Pyreks Pyreks Pyreks -
Kegunaan Mengukur larutan yang akan dicampur pada sampel Mencampur larutan Tempat sampel yang akan dianalis Mengambil larutan Mengaduk larutan sampel Memudahkan memasukan larutan Mengangkat cawan dari dalam oven/millimeter wave
Whatman-41
Menyaring larutan
-
Mencetak sampel
Nesco
Mengukur pH bahan
-
Memadatkan sampel
Digital Digital Air concept (Maksimum 260oC) Thermosystem (1700oC) Stuart (Max 400oC) sintering system
Menyaring sampel yang telah menjadi serbuk Mengemas sampel yang sudah menjadi serbuk Mengukur waktu Mengukur suhu Mengeringkan sampel Memanaskan sampel Menggerus dan menghaluskan silika Memanaskan bahan larutan Alat sintering
Karakterisasi mikrostruktur JEOL JSM-6360LA sampel.
24
25
E. Prosedur Penelitian
1. Ekstrasi Silika Sekam Padi
Abu sekam padi diperoleh dari pabrik pengolahan abu sekam padi di Kendari, sebanyak 50 gram dimasukkan kedalam gelas kimia. Ditambahkan larutan HCl 1M sebanyak 500, kemudian diaduk dan diamkan selama 1 jam agar abu sekam padi dengan HCl tercampur secara merata, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring biasa dan diambil endapan abunya. Kemudian endapan dicampurkan dengan larutan NaOH 2 M sebanyak 500 mL sambil diaduk, selanjutnya dipanaskan pada suhu 200oC menggunakan hot plate selama 1 jam (Munayyiroh, 2006). Setelah pemanasan, sampel disaring menggunakan kertas whatman no. 41 untuk memisahkan endapan abu dengan filtrat. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipanaskan sampai filtrat bersifat netral (pH 7). Filtrasi didiamkan selama 18 jam sampai mengendap. Selanjutnya endapan disaring dan dicuci dengan aquabides sampai bersifat netral. Endapan silika dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105⁰C selama 12 jam untuk proses pengeringan silika. Silika yang sudah kering ditumbuk sampai menjadi silika bubuk, kemudian digerus dan diayak dengan ukuran 100 mesh, serbuk silika yang telah diayak kemudian dicampur dengan alkohol 70% (Rhevi et al. 2014), selanjutnya dimasukan ke dalam cetakan dan di press menggunakan alat kompaksi atau dipress hidrolic dengan tekanan 424,628 kg/cm2. Sampel yang dihasilkan berupa pellet dengan diameter sampel yaitu 3 cm (Lina Lestari et al., 2014).
25
26
2. Proses Sintering
Pellet yang dihasilkan dari proses pencetakan disintering secara konvensional (menggunakan tanur) di Universitas Halu Oleo Kendari dan menggunakan millimeter wave gyrotron di University of Fukui Jepang dengan variasi suhu sintering 1000oC, 1100oC, 1200oC,1400oC, 1500oC dan 1600oC, dengan laju pemanasan 45oC/menit. Pada penelitian ini, sampel disintering menggunakan tanur dengan kapasitas pemanasan sampai 1700°C dan menggunakan millimeter wave (MMW) gyrotron (Sudiana dkk, 2013). Proses sintering secara konvensional (menggunakan tanur) yaitu dimulai dengan menyimpan/menempatkan semua sampel (6 buah sampel) secara bersamaan di dalam tanur yang dalam keadaan siap dioperasikan. Masing-masing sampel akan digunakan untuk setiap variasi suhu sintering. Setelah semua sampel dimasukkan ke dalam tanur, selanjutnya dilakukan setting suhu pada tanur tersebut. Suhu tanur mula-mula sesuai suhu kamar, kemudian perlahan-lahan suhunya meningkat. Ketika suhu sintering mencapai 1000°C, sampel dalam tanur didiamkan selama 5 menit dan tanpa annealing (pendinginan) kemudian sampel pertama diambil/dikeluarkan dari tanur. Untuk sampel yang lain (sampel kedua, ketiga dan keempat) seiring dengan naiknya suhu, setelah setiap sampel mencapai suhu sintering yang diinginkan, (1200oC, 1400oC, 1500oC dan 1600oC) sampel dalam tanur didiamkan pula selama 5 menit dan tanpa annealing (pendinginan), kemudian diambil/dikeluarkan dari tanur (Folleto dkk., 2006). Proses sintering dan pengukuran suhu pada millimeter wave (MMW) gyrotron yaitu dimulai dengan menyimpan/menempatkan sebuah sampel di dalam
26
27
millimeter wave gyrotron. Sintering gelombang milimeter dilakukan dengan menggunakan gyrotron 28 GHz (sumber radiasi) yang menghasilkan radiasi elektromagnetik sebagai microwave. Microwave diperoleh dari gyrotron kemudian ditransmisikan ke aplikator (tempat sampel) dengan menggunakan saluran transmisi converter, ekspansi kompensator termal, modus filter, dan waveguide (pandu gelombang). Waveguide mengarahkan sinar gelombang ke cermin yang dipasang di bagian atas aplikator. Aplikator sistem ini berbentuk silinder dengan diameter 40 cm dan tinggi 60 cm. Aplikator ini memiliki panjang gelombang 28 gelombang GHz (12 mm) dan 300 GHz, juga dapat diperlakukan sebagai ruang yg tidak disetel memiliki aturan praktis, sehingga energi gelombang mikro yang sama dapat diperoleh dalam aplikator. Aplikator ini juga dilengkapi dengan mode stirret (pengaduk) untuk meningkatkan homogenitas distribusi energi gelombang mikro. Pemanasan permukaan pada ketinggian intensitas memfokuskan gelombang dan pemanasan volumetrik energi gelombang mikro yang merata dapat dilakukan dalam aplikator ini dengan menggunakan cermin yang dapat diganti (Sudiana dkk, 1013). Pengukuran suhu sintering untuk gelombang milimeter, sensor ditempatkan secara langsung pada permukaan sampel karena tidak ada perbedaan suhu yang besar antara permukaan dan pusat yang diamati selama sintering. Pengukuran temperatur atau suhu diukur dengan menggunakan Pt-R-jenis termokopel yang memiliki kemampuan suhu maksimum 1700°C. Sensor ini telah diuji dalam sistem ini dan tidak ada efek interferensi microwave pada termokopel yang diamati selama operasi. Sintering pada pemanasan millimeter wave dilakukan dari suhu puncak 1000oC sampai 1600oC dengan laju pemanasan konstan 45 °C / menit. Suhu puncak disimpan
27
28
selama sekitar 20 menit. Kumudian gambar suhu sebagai fungsi waktu gelombang milimeter sintering dapat dihasilkan. Setelah dilakukan pengukuran suhu, proses pendinginan sampel dilakukan secara alami dengan mematikan radiasi dari gyrotron dan mendiamkan sampel beberapa saat dalam aplikator (Sudiana dkk, 2013).
3. Karakterisasi Silika Keramik dari Sekam Padi Menggunakan SEM
Proses pengambilan data dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM) di University of Fukui Jepang yaitu sampel bubuk yang telah diletakkan di atas specimen holder dimasukkan ke dalam specimen chamber, kemudian dimasukkan dalam alat Scanning Electron Microscope dan alat siap untuk dioperasikan. Dalam pengukuran Scanning Electron Microscope (SEM), sampel dianalisis dengan menggunakan analisis area. Sinar elektron yang dihasilkan dari area gun dialirkan hingga mengenai specimen/sampel. Aliran sinar elektron ini selanjutnya difokuskan menggunakan electron optic columb sebelum sinar elektron tersebut membentur atau mengenai sampel. Setelah sinar elektron membentuk sampel, akan terjadi beberapa interaksi-interaksi pada sampel yang disinari. Interaksi–interaksi yang terjadi tersebut selanjutnya akan dideteksi dan diubah ke dalam sebuah gambar oleh analisis Scanning Electron Microscope (SEM). Pada pengukuran ini akan diperoleh data berupa permukaan, tekstur, dan bentuk sampel. Kondisi alat Scanning Electron Microscope (SEM) tipe JEOL JSM-6360LA yaitu memiliki beda tegangan sebesar 20 kV dan arus sebesar 30 mA.
28
29
4. Menggolah Gambar SEM Menggunakan Software ImageJ
Gambar hasil scanning electron microscope (SEM) diolah menggunakan software imageJ dengan cara mendowloand dialamat http://rsb.info.nih.gov/ij/ kemudian membuka aplikasi software image.
Klik file untuk membuka file gambar yang disimpan yang akan diolah
klik line selection tools untuk memungkinkan membuat garis lurus, untuk menghitung diameter porinya, kemudian klik gambar
Kemudian klik set scale, akan muncul distance in pixels nilainya diganti dengan 5 kemudian di unit of length (satuannya) diganti dengan mikrometer, kemudian ceklis global dan klik OK.
29
30
Klik image, pilih tipe 8 bit kemudian klik adjust pilih threshold untuk mengatur besar kecilnya pori, kemudian pilih B & W (black and white). Jika gambar yang diolah salah maka klik edit pilih undo (cntr Z) (Larry Reinking., 2007).
Kemudian klik process pilih binary kemudian pilih make binary, pilh erode untuk mengikis pori dan pilh dilate untuk memperbesar pori , kemudian klik watershed untuk memotong pori yang ada pada gambar.
30
31
Kemudian pilih analyze partikel akan muncul diameter pori hasil olahan software imageJ.
31
32
Selanjutnya disimpan dengan mengklik file pilih save As kemudian pilih tiff dan Ok.
Selanjutnya diameter pori
hasil olahan stoftware imageJ dibuat menjadi
grafik hubungan suhu terhadap pori. 0.1 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0
Diameter pori (mm)
0
500
1000
1500
32
2000
33
F. Diagram Penelitian
Prosedur kerja dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar diagram alir sebagai berikut Abu sekam padi + HCl 1M 500 mL (diamkan selama 1 jam) - Penyaringan Filtrat
Endapan + NaOH 2M 500 mL (dipanaskan selama 1 jam) - Penyaringan Filtrat
Endapan
+ Dipanaskan (bersifat netral mencapai pH 7) - Penjenuhan (selama18 jam) - Penyaringan Filtrat
Endapan - Pencucian (Aquabides sampai bersifat netral) - Pengeringan pada suhu 105 ⁰C selama 12 jam
Silika bubuk - Digerus dan diayak 100 mesh + Alkohol 70% sampai bisa dicetak - Pencetakan dan pengepresan Silika padat - Disintering pada suhu 1000°C, 1100oC,
1200oC,1400oC, 1500oC dan 1600oC dengan Millimeter Wave Gyrotron (28 GHz) dan tanur Karakterisasi Mikrostruktur silika keramik (SEM)
Gambar hasil SEM diolah menggunakan software imageJ Gambar 6. Diagram alir penelitian.
33
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Silika dari Sekam Padi
Silika yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah sekam padi yang merupakan bahan sisa atau limbah produksi pertanian yang diperoleh dari proses penggilingan padi. Menurut Kalapaty dkk. (2000), sekam padi merupakan bahan baku terbesar penghasil silika. Pada penelitian ini pertama dilakukan preparasi sekam padi kemudian dilakukan pencucian sekam padi menggunakan akuades untuk menghilangkan pengotor yang kemungkinan masih terdapat dalam sekam padi. Sekam padi dikeringkan di bawah sinar matahari karena pengeringan ini lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan oven. Pengeringan melalui penjemuran dengan sinar matahari dapat menyebabkan penyebaran panas ke dalam sekam padi berlangsung secara bertahap dan menyeluruh sehingga penyerapan air ke udara lebih merata. Pengeringan ini bertujuan untuk mengeliminasi kandungan air dalam sekam padi dengan cara menguapkan molekul air dari permukaan sekam padi. Sekam padi yang telah kering kemudian dibakar menggunakan tanur pada suhu 600oC. Proses pembakaran ini merupakan proses karbonasi yang bertujuan untuk mengubah sekam padi menjadi abu sekam padi dan menghilangkan komponen-komponen organik seperti hemiselulosa dan selulosa.
34
35
Gambar 7. Abu sekam padi (Sumber: Dokumentasi pribadi) Abu sekam padi sebanyak 50 gram dicampurkan kedalam larutan HCl 1M sebanyak 500 mL untuk meningkatkan rendeman silika dan menurunkan beberapa logam seperti, Al, K, Ca (Gambar 8 (a)). Endapan dari proses pemisahan filtrasi HCl dicampur dengan larutan NaOH 2M sebanyak 500 mL dan dipanaskan untuk meningkatkan kadar silikanya sehingga silika yang dihasilkan bertambah banyak (Gambar 8(b)).
(a) (b) Gambar 8. (a). Pencampuran abu sekam padi dengan larutan HCl 1M (b). Pemanasan abu sekam padi dengan larutan NaOH 2M Filtrat yang diperoleh dari pencampuran larutan HCl 1M dan NaOH 2M bersifat netral sampai pH 7 untuk menghasilkan filtrat silika gel yang normal. Filtrat kemudian diendapkan selama 18 jam untuk menstabilkan silika gel yang mulai
35
36
terbentuk (gambar 9 (a). Hasil pengendapan silika dicuci dengan akuabides sampai besifat netral untuk menghasilkan silika gel yang murni (gambar 9 (b)).
(a) Gambar 9. (a). Menetralkan larutan
(b) (b). Silika gel
Silika gel yang dihasilkan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC selama 12 jam. Pengeringan ini dilakukan untuk pembentukan butiran-butiran silika menjadi padat (Gambar 10 (a)). Silika padat yang diperoleh kemudian ditumbuk menjadi silika bubuk (Gambar 10 (b)) dan diayak dengan ukuran 100 mesh, hal ini dilakukan untuk mempermudah pencetakan silika agar memiliki bentuk ukuran dan tekanan yang sama (Gambar 10 (c)).
(a)
(b)
(c)
Gambar 10. (a). Silika padat (b). Silika bubuk (c). Pellet silika Pellet silika yang dihasilkan dari proses pencetakan selanjutnya disintering menggunakan millimeter wave gyrotron 28 GHz dan tanur dengan variasi suhu 36
37
1000oC, 1100oC, 1200oC,1400oC, 1500oC dan 1600oC. Sintering merupakan proses pemadatan dari sekumpulan serbuk pada temperatur tinggi mendekati titik leburnya, sehingga terjadi perubahan struktur mikro, yaitu pengurangan jumlah dan ukuran pori, peningkatan densitas, pertumbuhan butir (grain growth), dan penyusutan volume. Proses sintering bertujuan untuk memadatkan suatu bahan yang sudah dicetak pada suhu tinggi. pada penelitian ini, proses sintering dilakukan dengan dua cara, yaitu millimeter wave gyrotron dan tanur. Sintering menggunakan millimeter wave gyrotron lebih efisien dari pada sintering menggunakan tanur. Keakuratan proses sintering menggunakan millimeter wave gyrotron dilakukan pengukuran suhu menggunakan Pt-R jenis termokopel yang memiliki kemampuan suhu maksimum 1700oC. Sedangkan sintering menggunakan tanur, panas yang dihasilkan disalurkan melalui elemen pemanas, berlansung secara difusi dari ruang kesampel. Pada proses sintering menggunakan tanur dilakukan pengaturan suhu sesuai suhu sintering yang diinginkan dan secara langsung terukur pada tanur (Sudiana dkk, 2013).
B. Analisis Mikrostruktur
Analisis mikrostruktur silika keramik menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan pembesaran gambar 5000 kali. Mikrostruktur silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan tanur pada suhu 1000oC dan 1100oC ditunjukkan pada Gambar 12.
37
38
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 11. Hasil SEM sampel silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan tanur pada suhu 1000 oC dan 1100oC pembesaran gambar 5000 kali Keterangan: (a). Sintering millimeter wave gyrotron 1000oC (b). Tanur 1000oC (c). Sintering millimeter wave gyrotron 1100oC (d). Tanur 1100oC Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) pada sampel yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan tanur pada suhu 1000 oC menunjukan bahwa terlihat permukaan sampel yang tidak homogen, tidak padat, adanya gumpalan-gumpalan (cluster) yang bertumpuk, dengan ukuran pori-pori dan butiran yang cukup besar yang tersebar tidak merata pada permukaan (Gambar 12 (a) dan (b)). Permukaan sampel silika keramik yang disintering menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) pada suhu 1100oC terlihat bahwa permukaan sampel tidak homogen, tidak padat, dan memiliki pori yang terlihat besar, terdiri dari butiran-butiran kecil (glanular) dengan ukuran dan bentuk partikel yang berbeda 38
39
serta terdistribusi tidak merata (Gambar 12 (c)). Sampel silika keramik yang disintering menggunakan tanur pada suhu 1100 oC
menunjukan bahwa pori-pori
terlihat besar dan pertumbuhan butirannya kecil, membentuk gumpalan (cluster) yang terdistribusi tidak merata (Gambar 12 (d)). Ketidakseragaman sampel terhadap ukuran pori dan pertumbuhan butiran serta bentuk partikel menunjukan bahwa mikrostruktur sampel berbentuk amorf (Karo-karo dan Sembiring, 2007). Mikrostruktur sampel silika keramik yang disintering dengan millimeter wave dan tanur pada suhu 1200oC dan 1400oC ditunjukkan pada Gambar 13.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 12. Hasil SEM sampel silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan tanur pada suhu 1200oC dan 1400oC pembesaran 5000 kali Keterangan: (a). Sintering millimeter wave gyrotron 1200oC (b). Tanur 1200oC (c). Sintering millimeter wave gyrotron 1400oC (d). Tanur 1400oC Permukaan sampel silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron yang disintering pada suhu 1200oC menunjukkan bahwa permukaan terlihat homogen, dengan ukuran pori-pori cukup besar, dan pertumbuhan butirannya
39
40
lebih padat dan menyatu (solid and compact) (Gambar 13 (a)). Sampel silika keramik yang disintering menggunakan tanur pada suhu 1200oC menunjukkan bahwa permukaan tidak homogen, ukuran porinya membesar dan butiran mengecil, tidak padat dan membentuk gumpalan (cluster) yang terdistribusi tidak merata (Gambar 13 (b)). Sintering menggunakan tanur pada suhu 1200oC hampir sama dengan sintering pada suhu 1000oC dan 1100oC. Sampel silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron pada suhu 1400oC, terlihat permukaannya homogen, butirannya semakin padat dan perubahan ukuran porinya terlihat cukup membesar (Gambar 13 (c)). Hasil scanning electron microscope (SEM) menunjukan sintering menggunakan millimeter wave gyrotron pada suhu 1200oC sama dengan sintering pada suhu 1400oC. Sampel silika keramik yang disintering menggunakan tanur pada suhu 1400 oC terlihat membentuk gumpalan (cluster), permukaan tidak homogen, ukuran pori-pori dan butirannya terlihat membesar (Gambar 13 (d)). Sintering ini hampir sama denga sintering menggunakan tanur pada suhu 1200oC. Pori yang
didapatkan pada
penelitian ini semakin kecil karena sesuai dengan hasil peneliti sebelumnya semakin tinggi suhu sintering ukuran porinya semakin kecil.
40
41
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 13. Hasil SEM sampel silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan tanur pada suhu 1500oC dan 1600oC pembesaran 5000 kali Keterangan: (a). Sintering millimeter wave gyrotron 1500oC (b). Tanur 1500oC (c). Sintering millimeter wave gyrotron 1600oC (d). Tanur 1600oC Sampel yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron pada suhu 1500oC, terlihat mikrostruktur permukaan yang homogen, ada bongkahan pada sampel, dengan butiran yang padat, dan ukuran porinya semakin kecil yang tersebar secara tidak merata pada permukaan (Gambar 14 (a)). Besar kecilnya pori juga dapat ditentukan dengan menggunakan software imageJ. Sintering menggunakan tanur pada 1500oC menunjukan bahwa butiran sampel terlihat mulai memadat, dengan ukuran pori yang semakin kecil serta membentuk gumpalan (cluster) yang terdistribusi secara tidak merata pada permukaan (Gambar 14 (b)). Sampel silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron pada suhu 1600oC menunjukkan permukaan yang homogen, butirannya 41
42
semakin padat dan menyatu (solid dan compact), sehingga ukuran porinya mengecil diikuti peningkatan densitas dan penyusutan karena mencapai pembentukan kristal (Gambar 14 (c)). Sampel yang disintering menggunakan tanur pada suhu 1600 oC masih membentuk gumpalan (cluster), tetapi butirannya terlihat lebih padat dan menyatu (solid dan compact) (Gambar 14 (d)) namun ukuran porinya semakin kecil jika dibandingkan dengan sampel silika keramik yang disintering menggunakan tanur pada suhu 1000oC, 1100oC, 1200oC, 1400oC, dan 1500oC. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukan perbedaan mikrostruktur yang signifikan antara sampel yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan sampel yang disintering menggunakan tanur. Pada sampel yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron menunjukan adanya efek gelombang elektromagnetik, yang terlihat dari perubahan dan perbedaan mikrostruktur untuk tiap suhu sintering yang digunakan. Semakin tinggi suhu sintering yang digunakan, menyebabkan mikrostruktur permukaan silika keramik semakin padat dan menyatu (solid dan compact), ukuran pori-pori mengecil dan diikuti penyusutan pada sampel (Sudiana, 2015). Pada proses sintering menggunakan tanur, menunjukan mikrostruktur sampel silika keramik pada setiap suhu hampir sama. Hal ini menunjukan adanya perbedaan kecepatan difusi atom selama sintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan sintering konvesional (tanur).
42
43
C. Analisis Gambar Menggunakan Sofware ImageJ
ImageJ adalah program analisis citra, yang kuat yang dibuat oleh National Institutes of Kesehatan (Larry Reinking., 2007). Program ini dapat mengolah gambar hasil scanning electron microscope (SEM) untuk mengetahui diameter pori dan butiran pada silika keramik. Hasil software imageJ ditunjukan pada gambar 15. 0.120.108
0.106
0.101
0.098
diameter pori (m)
0.1 0.080.095 0.082 0.06
0.080
0.078
0.077
0.053
0.052
1500
1600
0.074
0.04 0.02
0 1000
1100
1200
1300
1400
1700
Suhu (◦C) Millimeter Wave Gyrotron
Tanur
Gambar 14. Grafik hubungan suhu terhadap ukuran pori Hasil yang diperoleh dari Scanning Electron Microscope (SEM) yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan tanur (konvensional) pada suhu 1000oC-1100oC yang diolah menggunakan software imageJ, menunjukan diameter porinya lebih kecil menggunakan millimeter wave gyrotron daripada tanur. Pada suhu 1000oC silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron diameter porinya sekitar 0,095m dan tanur diameter porinya sebesar 0,108m sedangkan pada suhu 1100oC diameter porinya menggunakan millimeter wave gyrotron sebesar 0,082m dan tanur sekitar 0,106m. Pada suhu 1200oC yang
43
44
disintering menggunakan millimeter wave gyrotron diameter porinya sekitar 0,080m dan tanur 0.101m sedangkan pada suhu 1400oC diameter porinya sebesar 0,074m dan tanur 0.098m. Pada suhu 1500oC silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron diameter porinya 0.053m dan tanur sekitar 0.078m, pada suhu 1600oC diameter porinya sebesar 0,052m dan tanur sebesar 0,077m. Diameter pori pada suhu 1600oC lebih kecil jika dibandingkan dengan suhu 1000oC, 1100oC dan 1200oC, 1400oC dan 1500oC. Pada suhu 1600oC silika keramik yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron memiliki kepadatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan sintering menggunakan tanur. Perbedaan kepadatan ini diakibatkan dari metode pemanasan sampel, dimana sampel yang disintering akan mengalami penyusutan disertai pengurangan pori yang ada diantara butiran. Karena semakin padat silika keramik tersebut maka pori-pori yang berada pada silika keramik akan semakin sedikit dan mengecil. Hasil analisis gambar menggunakan software imageJ menunjukan perbedaan diameter pori yang signifikan antara sampel yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron dan sampel yang disintering menggunakan tanur. Sampel yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron menunjukan diameter porinya lebih kecil jika dibandingkan dengan sintering menggunakan tanur. Hal ini disebabkan karena sintering menggunakan millimeter wave gyrotron lebih efisien dari pada sintering menggunakan tanur. Hal ini disebabkan adanya gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh millimeter wave gyrotron, sehingga bahan
44
45
menyerap gelombang mikro dan mengubahnya menjadi panas. Sedangkan sintering menggunakan tanur, panas yang dihasilkan disalurkan melalui elemen pemanas, berlansung secara difusi dari ruang kesampel. Hal ini yang menyebabkan pemanasan sampel menggunakan millimeter wave gyrotron lebih cepat panas daripada tanur, sehingga sampel yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron diameter porinya lebih kecil dibandingkan dengan tanur. Sudiana dkk. (2013), dalam penelitiannya sintering menggunakan millimeter wave gyroton pada keramik alumina dengan kemurnian tinggi, yang dikarakterisasi menggunakan scanning electron microscope, kemudian diolah menggunakan software imageJ, menunjukan hasil bahwa ukuran pori dan butirannya menurun, kepadatannya meningkat jika dibandingkan dengan sintering menggunakan tanur (konvensional). Pada penelitian ini, belum efektif jika karakterisasi silika keramik hanya menggunakan alat scanning electron microscope, untuk itu perlu
dilakukan
penelitian lebih lanjut menggunakan alat seperti x-ray diffraction (XRD) dan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR)
untuk mengetahui
kristalinitas dan gugus fungsional yang terdapat pada silika keramik.
45
46
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan: 1. Perubahan mikrostruktur silika keramik hasil ekstraksi dari sekam padi yang disintering menggunakan millimeter wave gyrotron, seiring dengan naiknya suhu permukaan sampel silika keramik semakin padat dan menyatu (solid and compact), pori-pori dan butirannya mengecil. Sedangkan hasil sintering menggunakan tanur seiring dengan naiknya suhu, menunjukan mikrostruktur sampel silika keramik pada setiap suhu hampir sama. 2. Hasil scanning electron microscope diolah menggunakan software imageJ, menunjukan bahwa sintering menggunakan millimeter wave gyrotron lebih efisien dari pada sintering menggunakan tanur.
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan uji lain karakteristik silika keramik lebih lanjut menggunakan XRD dan FTIR untuk mengetahui kristalinitas dan gugus fungsi yang terdapat pada silika keramik.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajudin dan Khairunijal. 2010. Karakterisasi Nanomaterial: Teori, Penerapan dan Pengolahan Data. Bandung. CV: Rezki Putera. Affandi, S., H. Setyawan, S. Winardi, A. Purwanto, dan R. Balgis, 2009, A Facile Method For Production Of High-Purity Silica Xerogels From Bagasse Ash, Advanced Powder Technology 20, Pp 468-472. Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia 2000. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Bakri, 2009, Bakri, R., T. Utari, dan I.P. Sari, 2008. Kaolin Sebagai Sumber Sio2 Untuk Pembuatan Katalis Ni/Sio2: Karakterisasi Dan Uji Katalis Pada Hidrogenisasi Benzena Menjadi Sikloheksana, Makarasains, No. 1, Vol. 12, Pp: 37-43. Biro Pusat Statistik, 2009. Indonesia dalam Angka 2009. Cahn, R.W., Hassen,P., dan Kramer, E.J., 2002. Material Science And Technology A Comprehensive Treatment. Vol 2A, Characterisation of Material Part 1 Eric Lifahin V.H. New York. Crews, J. , Braude, S., Stephenson, C., dan Clardy, T. 2002. The Enthogram Animal Behavior Research. Departement of Biology Whashington University. United States of America. Daifullah, A.A.M., Girgis, B.S. dan Gad, H.M.H. 2003. Utilization of Agro-Residues (Rice Husk) in Small Waste Water Treatment Plans. Material Letters, 57:1723–1731. Della, V. P, Kuhn. I, dan Hotza. D. 2002. "Rice Husk Ash an Alternate Source for active silica production". Materials Leters, 57. 818 – 821. Folleto, E.L., Ederson,G., Leonardo, H.O., dan Sergio, J.,2006, Conversion of Rice Hull Ash Into Sodium Silicate. Material Research, Vol 9, No 3,335-338, Brazil. Handayani, 2009, Membran Sintesis Nanokomposit Berbasis Nano partikel Biofisika dari Sekam Padi dan Kitoson sebagai Matriks Biopolimer, Skripsi, IPB: semarang Harsono, H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi, Jurnal Ilmu Dasar, Vol. 3(2).
47
48
Hermania Em Wogo, Juliana Ofi Segu, dan Pius D,O., 2011. Sintesis Silika Gel Terimobilisasi Dithizon Melalui Proses Sol-Gel. Sains dan Terapan Kimia, 5[1]:84-95. Houston, D.F., 1972, Rice Chemistry and Technology, American Association of Cereal Chemist, Inc. Minnesota. Ina, 2007. Kajian Potensi Bionutrien Caf Dengan Penambahan Ion Logam Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Padi. Dalam Tesis Irfan Abdurrahman Mubaroq (2013). Universitas Pendidikan Indonesia. Isman, MT., D. I. Sardjono, Sukosrono, dan Kimolo, E. 2011. Penentuan Komposisi Bahan Mineral Penyusun Keramik Untuk Immobilisasi Limbah Radioaktif. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. P3TM-BATAN. Yogyakarta. Ismail, M. S. dan Waliuddin, A. M. 1996. Akibat dari Abu Sekam Padi pada Beton Kekuatan Ketinggian.Konstruksi dan Bahan Bangunan.10 (1): 521– 526. I. N. Sudiana, Ryo Ito, S. Inagaki, K. Kuwayama, K. Sako, dan S. Mitsudo, Densification of Alumina Ceramics Sintered by Using Sub-millimeter Wave Gyrotron, Int. J. of Infrared, Millimeter, and Terahertz Waves, DOI 10.1007/s10762-013-0011-6 (2013). Jauberthie, R., Rendell, F. Tamba, S. dan Cisse´, I. K. 2000. Origin of the Pozzolanic Effect of Rice Husks. Konstruksi dan Bahan Bangunan. 14: 419 – 423. Kaboosi, K. 2007. The Feasibility of Rice Husk Application as an Envelope Material in Subsurface Drainage System. Islamic Azad University, Science and Research Branch. Tehran, Iran. Kalapathy, U., Proctor, A. dan Schultz, J. 2000. Cara Sederhana untuk Penghasilan dengan Silika Murni dari Abu Sekam Padi. Teknologi Bioresource, 73:257– 260. Karo-karo, P dan Sembiring, S. 2007. "Karakterisasi Silika Sekam Padi sebagai Bahan Keramik dengan Teknik Sintering". Laporan Penelitian DIPA. Universitas Lampung. Kashcheev, I. D., dan O. V. Turlova. 2010. Physical-Chemical Properties of Ceramic Mix Using Nizhneuvelskoe Clay. Journal Glass and Ceramic. Vol. 67, Nos. 5-6, 2010, 173-175. Kim, Yang, H.S., dan Park, H.J, 2004, Thermogravimetric Analysis of Rice Husk Flour Filled Thermoplastic Polymer Composites, Journalof Thermal Analysis and Calorimetry, 76:395–404.
48
49
Larry Reinking., 2007. Department of Biology, Millersville University, PA 17551 Biology 211 Laboratory Manual. Lina Lestari, et al, 2013. Pembuatan dan Pengembangan Briket Arang Batang Sagu Sebagai Bahan Bakar Alternatif, Tahun 1 Lubis,2009, Preparasi Katalis Cu/ Silika Gel dari Kristobalit Alam Sabang Serta Uji aktivasnya pada Reaksi Dehidrogenasi Etanol, Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 7(1) (29-35). Martinez, M., 2010, Sebuah Pemahaman Dasar Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Detection (EDX). M. J. Marcus, "Millimeter wave spectrum policy in the USA," in Third Topical Symposium on Millimeter Waves (TSMMW 2001) Tech. Dig. 2001, pp.13-15. Mujiyanti, Nuryono, dan Kinarti, 2010. Sintesis Dan Karakterisasi Silika Gel Dari Abu Sekam Padi Yang Dimobilisasi Dengan 3-(Trimetoksisllil)-1-Propantiol. Jurnal Sains, Vol.4(2) (150-167). Munayyiroh, Siti. 2009. Sintesis dan Karakterisasi Silika Gel dari Limbah Abu Sekam Padi. Tugas Akhir 2. Jurusan Kimia FMIPA-UNNES. Nugraha, S., Setiawati, J. 2003. Peluang Agribisnis Arang Sekam, Warta Litbang Pertanian Indonesia, Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, Vol 25 no 4, 12. Nuryono; Narsito dan Astuti, E., 2004, Sintesis Silika Gel Terenkapsl Enzim dari Abu Sekam Padi dan Aplikasinya Untuk Sekam Padi dengan Ligan Difenilkarbazon, J. Kim., 7(1): 57-63. Nuryono, Narsito, dan Astuti E., 2006, Pengaruh Temperatur Pengabuan Sekam Padi Terhadap Karakter Abu Dan Silika Gel Sintetik, Review Kimia, 7(2), 67-81. Oktaviana, A., 2009, Teknologi Penginderaan Mikroskopi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Pandiangan, Kamisah D., Irwan G.S., Mita R., Sony W., Dian A., Syukri A., dan Novesar J. (2008). Karakteristik Keasaman Katalis Berbasis Silika Sekam Padi Yang Diperoleh Dengan Teknik Sol-Gel. Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Universitas Lampung. Purwono, dan Purnamawati H., 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
49
50
Putro, A.L., dan Prasetyoko, D., 2007. Abu Sekam Padi Sebagai SumberSilika Pada Sintesis Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan TemplatOrganik. Akta Kimindo. Vol. 3(1), hal. 33-36. Rhevi R.G., Anwar M., dab Abdul H. M., 2014, Ekstraksi Silika Dari Abu Sekam Padi Menggunakan Pelarut NaOH. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purwokert, Jawa tengah. Sebayang, P., Muljadi, dan Tetuko, A.P. 2009. Pembuatan Bahan Filter Keramik Berpori Berbasis Zeolit Alam dan Arang Sekam Padi.Teknologi Indonesia 32 (2) 2009: 99-105. Smallman, R.E,RJ Bishop. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Jakarta: Erlangga. Setyawati, D., 2003. Komposit Serbuk Kayu Plastik Daur Ulang:Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Kayu dan Plastik, Program Pasca Sarjana-IPB, Bogor. Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta. 318 hal. Sinohara,Y., dan Kohyama N. 2014. Quantitative analysis of trydimite and Cristobalite Cristallyzedin Rice Husk Ask by Heating. Industrial health, 277285. Subari dan Hidayati. 2010. Analisis Sifat Mekanik Dan Foto Mikroskopis Keramik Berbahan Dasar Lempung Bersisik (Scaly Clay) Formasi Karang sambung Kebumen. Universitas Negeri Semarang–Unnes Sudiana, I,N. 2013. Pembahasan dari Milimeter dan Sub Gelombang Sintering pada Ceramic Oksid Aluminium Kemurnian Tinggi. University Of Fukui Japan. Suka, I.G., W. Simanjunta, S. Sembiring, dan Trisnawati, E. 2008. Karakteristik Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang Diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA, 37(1): 47 – 52. Sun, L., dan Gong, K. 2001. Silicon-Based Materials from Rice Husks and Their Applications. India Engineering Chemical Resource, 40:5861–5877. Suyitno, 2009, Pengolahan Sekam Padi Menjadi Bahan Bakar Alternatif Melalui Proses Pirolisis Lambat, Skripsi, UNS, Surakarta. Syahru, 2010. Pembuatan Komposit Matriks Logam Berpenguat Keramik (Al/SiC) Dicampur Kayu Dengan Metode Metarugi Serbuk. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
50
51
Tovina, H. (2009). Skripsi Nanozeolit Tipe Faujasite dengan Teknik Seeding yang ditumbuhkan pada Permukaan Glassy Karbon. Depok: Depertemen Kimia, FMIPA, UI. Umah, S. 2007. Kajian Penambahan Abu Sekam Padi Dari Berbagai Suhu Pengabuan Terhadap Plastisitas Kaolin. Skripsi. Jurusan Kimia. UIN Malang. Wannapeera, J., Worasuwannarak, N., dan Pipatmanomai, S., 2008. produk Yieldsand karakteristik dari kulit beras, jerami beras dan corncob selama phirolisis a drop-tube/fixed-bed reactor. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 30(3), hal. 393-404.
51
52
Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi larutan 1. Larutan NaOH 2M Dik: Volume Larutan = 500 mL
0,5 L
Mr NaOH = 40 gr/mol M NaoH = 2M Dit:
Massa NaOH=……..?
Jawab: M = M=
𝑚𝑜𝑙 𝐿 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻
1000
x 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑀𝑟 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥
2M = 40 𝑔𝑟 /𝑚𝑜𝑙 x 2M =
𝑥 40 𝑔𝑟 /𝑚𝑜𝑙
𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
1000 𝑚𝐿 /𝐿 500 𝑚𝐿
x2L
80 M = 2 x L x=
80𝑀 2𝐿
= 40 gr
2. Larutan HCl 1M Pengenceran: Dik: V1 = 1000 mL M1 = 1M, M2= 10 M Dit: V2 :…………..? Jawab: V1 M1 = V2 M2 1000 mL . 1 = x . 10 M 1000 mL = 10 x x=
1000 𝑚𝐿 10𝑀
= 100 mL
52
53
Lampiran 2. Perhitungan persen bobot/persen berat sampel Berat zat terlarut (W) = 50 gr Volume pelarut Berat pelarut
= 500 mL; 1 mL = 0,9 gr = 500 mL x 0,9gr/mL = 450 gr
W
%(b/b) = W +Wo x 100% = 10 %
53
54
lampiran 3: Hasil analisis gambar yang diolah menggunakan software ImageJ a. silika keramik disintering menggunakan millimeter wave (MMW) gyrotron
(a). 1000oC
(b). 1100oC
(c). 1200oC
(d). 1400oC
(e). 1500oC Suhu (oC) 1000 1100 1200 1400 1500 1600
(f). 1600oC Diameter pori (m) 0.095 0.082 0.080 0.074 0.053 0.052
54
55
b.
Silika keramik yang disintering menggunakan tanur (konvensional)
Suhu (oC) 1000 1100 1200 1400 1500 1600
(a). 1000oC
(b). 1100oC
(c). 1200oC
(d). 1400oC
(e). 1500oC
(f). 1600oC
Diameter pori (m) 0.108 0.106 0.101 0.098 0.078 0.077
55
56
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian
Pencampuran abu sekam padi dengan HCl 1M dan penyaringan larutan
Pencampuran endapan (hasil penyaringan) dengan NaOH 2M dan Pemanasan
Penyaringan larutan
56
57
Silika padat dan serbu silika yang telah diayak
Pencampuran dan pengepresan silika
Pellet yang telah dicetak
57
58
Proses sintering menggunakan millimeter wave gyrotron di University of Fukui Jepang dan tanur di Universitas Halu Oleo Kendari, Fakultas MIPA.
Karakterisasi menggunakan scanning electron microscope (SEM) di University of Fukui Jepang.
58