Tinjaun tentang Perkembangan Peneriman Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kendari
I. ABSTRAK Wali Aya Rumbia, 2009.Tinjauan Tentang Perkembangan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kendari. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui perkembangan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kendari tahun 2003 – tahun 2008. Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari instansi terkait. Analisis yang digunakan adalah analisa tabulasi dan persentase. Hasil analisis menunjukan bahwa, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di kota Kendari mengalami kenaikan meskipun pada tahun 2006 sempat mengalami penurunan sebesar
9,20 %. Rencana penerimaan atau target yang ditetapkan
setiap tahun juga meningkat. Penerimaannya selalu melebihi rencana atau target yang ditetapkan. Secara umum dapat disimpulan bahwa persentase perkembangan penerimaan PBB di Kota Kendari berfluktuasi.
II.PENDAHULUAN Sebagai
negara
berkembang
pembangunan
harus
dilakukan
untuk
memperbaiki taraf hidup masyarakat. Agar penyelenggaraan Pembangunan lebih efektif, maka pemerintah daerah diberi kewenangan yang lebih besar melalui pelaksanaan otonomi daerah. Tujuan pemberian otononi daerah adalah untuk memungkinkan daerahdaerah yang bersangkutan dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Berdasarkan UU No.5 tahun 1974 Pemerintah Pusat menguasai dan mengontol hampir semua sumber pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara.
Akhirnya
daerah-daerah
yang
kaya
Sumber
Daya
Alamnya,pertambangan,Perkebunan dll,tidak dapat menikmati hasil secara layak ( Yafiz 1999). Karena itu maka lahirlah 2 Undang-Undang yaitu: 1.Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah ( Otoda ). 2.Undang-Undang No 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian terjadilah pergeseran dari sistem pemerintahan yang sentralistik ke sistem pemerintahan yang desentalistik ( Koswara 1999 ). Tujuan pokok diadakannya otonomi daerah adalah upaya memberdayakan daerah
dan
meningkatkan
kemampuan
perekonomian
daerah
yang
adil
proporsional,partisipatif,transparan dll. Untuk penyelenggaraan otonomi daerah selain
diperlukan
kewenangan
dan
kemampuan
dalam
menentukan
dan
mengalokasikan segala bentuk penerimaan daerah juga dituntut kemampuan dalam mengelola sumber sumber Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang digali dari sumber keuangannya sendiri berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Sumber PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dll,oleh karena itu harus dapat dikelola secara efektif dan efisien. Kota Kendari dengan ibukota Kendari yang sekaligus merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jasirah tenggara pulau sulawesi.Luas wilayah daratan kota Kendari 295.89 km2 atau 0.70 persen dari luas daratan provinsi Sulawesi Tenggara. Wilayah administrasi kota Kendari terdiri atas 10 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Mandonga ,Kecamatan Baruga,Kecamatan Poasia,Kecamatan Abeli, Kecamatan Kendari, Kecamatan Kendari Barat,Kecamatan Puatu,Kecamatan Wuawua, Kecamatan Kadia, dan Kecamatan Kambu, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 5 tahun 2005, dan selanjudnya terbagi menjadi 64 Kelurahan. Luas wilayah menurut Kecamatan sangat beragam. Kecamatan Poasia merupakan wilayah Kecamatan yang sangat luas yaitu 52,52 km2,Kecamatan Abeli 50,49 km
2,Kecamatan Puatu 42,70 km2,Kecamatan Baruga 41,68 km2,
Kecamatan Kambu 28,75 km2,Kecamatan Mandonga 22,65 km2, Kecamatan
Kendari Barat 21,31 km2, Kecamatan Kendari 14,68 km2, Kecamatan Wua-Wua 11,63 km2 dan Kecamatan Kadia 9,97 km2. Jumlah penduduk Kota Kendari meningkat dari tahun ke tahun. Meurut data Statistik tahun 2004 penduduk kota Kendari sebanyak 222.583 jiwa,naik menjadi 236.269 jiwa,tahun 2005,naik lagi menjadi 244.586 jiwa tahun 2006 menjadi 251. 477 jiwa pada tahun 2007. Dengan bertambahnya jumlah penduduk merupakan subjek sekaligus sebagai objek pembangunan. Sebagai subjek maupun objek pembangunan,hampir semua aktifitas manusia tidak terlepas dari persoalan bumi dan bangunan,karena sebagai basis atau tempat kegiatan berlangsung. Oleh karena itu maka PBB sangat potensial untuk dikelola dengan baik sebagai sumber peneriman daerah.
III. METODE PENELITIAN 3.1.Lokasi dan objek penelitian Lokasi Penelitian ini dilakukan di kota Kendari dengan objek penelitian adalah Pajak Bumi dan Bangunan
sebagai salah satu sumber penerimaan atau
pendapatan asli daerah. 3.2.Jenis dan sumber data. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari kantor pajak kota kendari dan instansi terkait. 3.3.Prosedur pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan cara tabulasi,pada tabel,kemudian menganalisa dan menginterpretasikan. 3.4.Alat Analisis. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analsis tabulasi dan presentase.
IV PEMBAHASAN
4.1.Tinjauan Pustaka; 4.1.1Beberapa pengertian, sifat dan fungsi tentang pajak, Dalam penerimaan negara atau penerimaan pemerintah di Indonesia penerimaan pajak juga menunjukan proporsi yang makin lama makin meningkat. Pajak adalah suatu pungutan yang dilaksanakan oleh pemerintah berupa uang kepada seseorang atau badan yang didasarkan atas undang-undang yang sebelumnya
telah
ditetapkan
untuk
membiayai
belanja
atau
pengeluaran
pemerintah. Berdasarkan pengertian atau defenisi tersebut maka pajak mempunyai sifat sebagai berikut. a. Pemungutan pajak dilakukan oleh seseorang atau badan. Orang yang dipungut atau badan yang dipungut dinamakan wajib pajak atau wajib pungut. b. Pungutan pajak didasarkan atas undang – undang yang sebelumnya telah ditetapkan atau telah diadakan. Oleh karena pemungutan pajak berarti perampasan terhadap uang seseorang atau badan yang dapat dipaksakan maka harus didasarkan pada undang-undang. Undang-Undang tersebut harus diadakan sebelumnya agar pemungutan yang dipaksakan tersebut tidak bersifat sewenang wenang .Dalam negara hukum segala tindakan pemerintah harus semata-mata berdasarkan atas hukum. c. Pungutan tersebut digunakan untuk membiayai belanja pemerintah dalam tugasnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena pungutan tersebut dikembalikan kepada masyarakat maka pungutan yang dapat dipaksakan tersebut secara falsafah dapat dibenarkan. Jadi peningkatan kesejahteraan
masyarakat
merupakan
latarbelakang
falsafah
untuk
dibenarkannya pungutan yang dapat dipaksakan tersebut. d. Pungutan pajak tidak dikaitkan dengan kontra prestasi pemerintah yang dapat ditunjuk. Antara pungutan pajak dan kontra prestasi atau pelayanan pemerintah tidak ada kaitan yang langsung dapat ditunjuk .Pengertian atau sifat ini didasarkan
pada
asas
bahwa
tugas
pemerintah
adalah
meningkatkan
kesejahteraan umum,tidak meningkatkan kesejahteraan seseorang atau badan.
Apabila seseorang atau badan mengalami peningkatan kesejahteraan adalah merupakan akibat tidak langsung , bukannya tindakan pemerintah yang langsung ditujukan pada orang atau badan yang bersangkutan. Pembayaran pajak bukan harga yang harus dibayar oleh seseorang atau badan yang bersangkutan yang telah mengalami peningkatan kesejahteraan tersebut. Pembayaran pajak merupakan kewajiban atau keharusan eseorang atau badan terhadap negaranya atau terhadap pemerintahnya. Pembayaran pajak adalah merupakan kewajiban setiap warganegara atau setiap badan. Bagi orang atau badan yang tingkat kesadaran kewarganegaraannya telah tinggi ,kewajiban atau keharusannya tidak dirasakan lagi ,akan tetapi telah berubah menjadi kesukarelaan. Meskipun kesukarelaan tersebut menyangkut jumlah uang ,waktu,dan cara yang telah ditentukan. Banyak sedikitnya jasa yang diterima oleh seseorang atau badan tidak langsung dibayar dengan pembayaran pajak tersebut. e. Sebagai kelanjutan sifat keempat pajak adalah bahwa besar - kecilnya pungutan atau jumlah pungutan tidak di dasarkan pada jasa atau kontra prestasi pemerintahan yang di terima tetap di dasarkan pada kemampuan wajib pajak yang bersangkutan.(kemampuan tersebut dalam bahasa Inggris terkenal dalam istilah abalitiy topay principle dan dalam bahasa Belanda terkenal dengan istilah draagkracht atau daya pikul). Sifat kelima inilah yang di namakan dasar keadilan terhatap pemunguntan pajak Pajak berdasarkan pengertian yuridis adalah apa yang dinamakan pajak umum .Pajak umum tersebut contohnya pajak pertambahan nilai atau PPN ,pajak penghasilan atau PPH, pajak penjualan terhadap barang-barang mewah,pajak kekayaan, dll. Fungsi pajak adalah: untuk menutup atau membiayai pengaturan negara dalam menjalankan tugasnya,
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi pajak tersebut dinamakan fungsi budgeter atau
fungsi fiskal karetau
karena,ditujukan untuk membiayai anggaran belanja atau budget pemerintah. Disamping untuk membiayai budget negara,pemungutan pajak dapat digunakan untuk fungsi lain. Fungsi lain inilah yang dinamakan fungsi mengatur. Fungsi mengatur tersebut bermacam-macam misalnya;retribusi parkir untuk mengurangi kepadatan lalulintas,dll, dengan demikian fungsi budgeter selalu atau paling tidak sering berbarengan dengan atau menimbulkan fungsi mengatur.
Bentuk pajak yang lain misalnya pajak terhadap barang-barang seperti alkohol,rokok,dll .Tujuan pengenaan pajak atas barang-barang consumsi tersebut adalah untuk menekan atau mengurangi bahaya alkohol,tembakau dll. Kebijaksanaan perpajakan atau politik fiskal sering digunakan untuk mengarahkan kegiatan atau usaha-usaha tertentu misalnya mendorong eksport non migas ,mendorong pariwisata, memajukan produksi,mendorong pemakaian produksi dalam negeri. Kebijakan tex incentive
tersebut biasanya dilakukan dengan jalan
mengurangi atau membebaskan pajak tetentu dan atau memberikan subsidi serta kemudahan-kemudahan lain. Kebijakan fiskal yang menimbulkan tax disincentive dimaksudkan untuk mengurangi import produk tertentu,menekan konsumsi barang tertentu,menghambat produksi barang tertentu,dll. Tax disincentive dilakukan dengan pengenaan pajak baru,menaikkan pengenaan pajak,menghapuskan atau mengurangi subsidi,serta mengurangi atau meniadakan kemudahan-kemudahan tertentu. Mungkin pula disertai dengan aturan-aturan atau larangan tertentu. 4.1.2.Macam-Macam tax base. Tax base atau dasar perpajakan adalah objek yang dijadikan pengenaaan pajak . Tax base dapat berupa : a.Penghasilan
termasuk upah,sewa atau kontak rumah,honorarium,royalties,dan
keuntungan usaha(PPH). b.Milik atau kekayaaan. c.Pajak atas hasil atau produk misalnya pajak atas patent. d.Pajak terhadap pemindahan milik misalnya BBN-KB. e.Pajak atas lalulintas pertukaran barang,misalnya bea eksport dan import. f.Pajak atas konsumsi,misalanya, cukai bir,cukai gula dll.
4.1.3.Moralita dan integrita perpajakan Moralita perpajakan dan integrita perpajakan mempunyai peranan penting bagi usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak. Apabila moralita perpajakan menyangkut yang dikenakan pemungutan pajak atau wajib pajak maka integrita perpajakan menyangkut aparat atau perangkat yang melaksanakan pemungutan pajak. Moralita perpajakan yang rendah akan menimbulkan pelanggaran atau pelarian pembayaran pajak ( Tax evasion ), penghindaran pajak ( Tax avoidance ).Orang yang melakukan tax evasion adalah orang yang sesungguhnya atau dan mampu untuk membayar kewajiban pajaknya akan tetapi tidak mau membayar. Apabila dikatakan bahwa tujuan pemungutan pajak adalah untuk menutup atau membiayai belanja negara (fungsi budgeter,aspek fiskalitas),maka kalau sudah sampai pada penetapan siapa yang harus di kenakan dan berapa harus di bayar maka aspek yang muncul adalah aspek keadilan. Telah di katakan bahwa aspek keadilan ini langsung berkaitan dengan prinsip abilitya to pay,prinsip draagkraht atau asas daya pikul. Penetapan jumlah pajak langsung berkaitan dengan aspek kemampuan untuk membayar pajak. Dalam literatur Inggris mengenai aspek ini dibedakan antara horisontal equity atau keadilan horisontal dengan vertical equity atau keadilan vertikal. Segi
horisontal
equity
menyatakan
bahwa
orang
yang
mempunyai
kemampuan sama, hendaknya penetapan jumlah pajaknya juga sama. Kemampuan membayar pajak atau ability to pay dapat diukur antara lain dari segi penghasilan yang diterima,kekayaan yang dimilki, fasilitas atau kemudahan yang tersedia ,ongkos
yang
dikeluarkan
,kebutuhan
atau
keperluan
yang
harus
dipenuhi,banyaknya keluarga yang ditanggung dan angsuran pinjaman kredit misalnya yang harus dibayar. Segi
vertical
equity
menyatakan
bahwa
orang
yang
lebih
tinngi
kemampuannya juga hendaknya dikenakan jumlah pajak yang lebih tinggi. Apabila tinggi rendahnya kemampuan itu diukur dengan tinggi rendahnya peghasilan saja ( setelah
dikurangi
didasarkan pada penghasilannya
dengan
pengeluaran),maka
pengenaan
pajak
hendaknya
equal sacrifice atau loss of income. Jadi orang yang sama
juga
dikenakan
pajak
yang
sama.
Orang
yang
penghasilannya lebih tinggi juga dikenakan penghasilan yang lebih tingi. Dari segi
keadilan timbul persoalan bagaimanakah caranya menentukan tingkat peningkatan tersebut. Jadi pajak yang adil adalah pajak yang pemungutannya didasarkan pada tarif yang progresif. Sebagai
wajib
penghasilannya,kekayaannya
pajak atau
orang uangnya.
akan
merasa
Berkurangnya
berkurang
uangnya
yang
merupakan loss of income atau sacrifice tersebut dinamakan tax burden atau beban pajak. Oleh karena itu biasanya orang yang dikenakan pajak dapat bereaksi sepert: a. Berusaha untuk menghindarkan diri dapat secara legal atau ilegal. Secara legal misalnya dengan melakukan tax avoidance. b. Berusaha untuk mengkompensasi beban pajak dengan bekerja lebih keras dan apabila secara negatif ia akan mengurangi kegiatan usahanya karena ia kecewa usahanya dikenakan pajak. c. Berusaha untuk memidahkan
beban pajaknya ( tax shifting ) ke depan
ataupun ke belakang. Kedepan dengan meningkatkan harga jual produknya, ke belakang dengan menekan harga pembelian inputs yang digunakan. Forward shifting dan backward shifting dapat dilakkan bersama-sama. Jika beban pajak sudak tidak bisa dipindahkan lagi maka seseorang yang terkena pindahan atau pergeseran beban pajak yang terakhir ini disebut tax incidance. Akibat dari beban terakhir atau tax inciden ini akan nampak pengaruhnya terhadap distibusi pendapatan.
4.1.4.Berbagai efek pengenaan pajak. Pengenaan pajak akan menimbulkan berbagai efek seperti: 1.Announcement effect adalah pengaruh pengenaan pajak yang bersifat reaksi aktif terhadap wajib pajak,misalnya penghindaran pajak ,pengalihan beban pajak,dan pelanggaran pajak. 2.Purchasing power effect adalah pengaruh yang bersifat reaksi pasif wajib pajak tabungannya.
terhadap
misalnya dengan mengurangi konsumsi atau dengan mengurangi
3.Tax flight adalah beban pajak yang demikian tidak menyenangkan
sehingga
berakibat capital flight atu larinya modal ke luar negeri. 4.Tax capitalization atau tax amortization adalah pemungutan pajak terhadap barang –barang capital tetap secara periodik sehingga mempengaruhi harganya dan pemasarannya yang kemudian dikapitalisasikan. 5.Direct money burden adalah wajib pajak langsung menanggung pembayaran pajak. 6.Indirect money burden adalah orang yang ikut terkena akibat pengenaan pajak meskipun bukan wajib pajak. 6.Direct real burden adalah orang yang penghasilan nyatanya menjadi berkurang akibat penggunaan pajak. 7.Indirect real burden adalah kenaikan harga pengenaan pajak atau pergeseran ke depan yang berakibat berkurangnya consumsi atau pemakaian-pemakaian suatu barang bagi yang berpenghasilan tetap. 8. Spite efek perpajakan adalah reaksi negatif masyarakat terhadap pengenaan pajak,misalnya penurunan gairah kerja,meningkatnya penyelundupan,merosotnya tabungan. 9.Support effect adalah reaksi positif masyarakat terhadap pengenaan pajak misalnya peningkatan usaha,lancarnya suatu kegiatan ekonomi.
4.1.5.Tehnik Pelaksanaan Pemungutan pajak. Untuk menjamin pungutan pajak ada berbagai cara atau teknik pelaksanaannya antara lain : a. Voluntary tax payer compliance adalah tehnik pemungutan pajak dengan cara menyerahkan kepada kesadaran pembayar pajak untuk menetapkan sendiri besar pajak yang dibayar. Dalam hal ini kantor pajak mengirim SPT . Wajib pajak
kemudian
mengisi
sendiri
nama,
alamat,
keluarga,berbagai macam penghasilan yang diterima,dll.
NPWP,
jumlah
b. Withholding adalah tehnik pemungutan pajak yang secara langsung memotong jumlah pajak yang harus dibayar oleh penerima uang misalnya pegawai negeri,dengan sekaligus memberikan bukti penyetoran. c. Auditing adalah tehnik penetapan dan pemungutan pajak dengan melalui akuntan khususnya akuntan publik. Cara penetapan ini mempunyai tujuan ganda sepeti tujuan untuk memperbaiki administrasi perusahaan, pemberian fasilitas perkreditan dan kemudahan lain teutama untuk tujuan fiskal atau tujuan budgeter.
4.2. Gambaran umum tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan tidak hanya penting sebagai sumber penerimaan daerah tetapi juga strategis dan signifikan pengaruhnya terhadap berbagai aspek kegiatan kehidupan yang lain.
Dengan demikian persoalan PBB tidak hanya
persoalan ekonomi atau administrasi maupun persoalan keuangan tetapi harus dilihat secara holistik dan komprehensif. Dalam konteks seperti inilah pemerintah merasa penting untuk mengatur dan mengelola PBB, untuk selanjudnya sebagian besar didistribusikan kembali ke pada daerah-daerah dengan persentase tertentu ( Suharno 2003). Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-Undang no 12 tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan. Bumi yaitu permukaan bumi ( tanah dan perairan ),dan tubuh bumi yang ada dipedalaman serta di laut Indonesia. Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) ditetapkan per wilayah
berdasarkan
keputusan
Menteri
Keuangan
dengan
mendengarkan
pertimbangan Gubernur serta memperhatikan al: a. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. b. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
c. Nilai perolehan baru. d. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti. Siklus pengelolan PBB meliputi pendaftaran,penilaian,penetapan,penerimaan penagihan. Pendaftaran penilaian dan penetapan merupakan tugas pokok intern instansi yang berwenang, sedangkan penagihan pajak adalah tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajaknya. Apabila tidak dilunasi maka dikenakan sangsi. Menurut UUPBB pasal 9 ayat 2,pasal 10 ayat 2 dan pasal 11 ayat 3, sangsi antara lain : a. Denda administrasi sebesar 25 % dihitung dari pokok pajak bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ) walaupun sudah ditegur secara tertulis. b. Denda administrasi sebesar 25 % dari selisih pajak yang tehutang bagi wajib pajak yang melaporkan data objek pajak tidak benar ( lebih kecil dari hasil pemeriksaan Direktorat jenderal Pajak). c. Dikenakan denda administrasi sebesar sebulan 2 % yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran.
4.3.Target dan Realisasi penerimaan PBB di Kota Kendari tahun 2003 – 2008 Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas permukaan bumi dan tubuh bumi atau konstruksi tehnik yang ditanam atau yang dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan ( UU PBB N0 12 Tahun 1994 ). Undang – Undang ini merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan atau perolehan manfaat atas bumi dan atau kepemilikan, penguasaan dan atau perolehan manfaat atas bangunan. Pengelolan PBB terbagi atas 5 ( lima ) sektor yaitu sektor pedesaan, sektor perkotaan, sektor perkebunan,sektor perhutanan,dan sektor pertambangan (migas). Untuk lebih jelasnya tentang target dan realisasi penerimaan PBB di kota Kendari dapat dilihat pada tabel berIkut ini;
Tabel 1. Target peneriman dan realisasi PBB di Kota Kendari tahun 2003 – 2008 dalam ribuan rupiah. Target/Rencana
Realisasi
penerimaan
Penerimaan
2003
1.540.997
1.744.726
-
2004
1.978.984
1.802.521
3,31
2005
2.305.658
2.322.681
28,85
2006
2.700.273
2.108.771
-9,20
2007
3.048.000
3.075.741
45,85
2008
3.332.093
3.389.351
10,19
Tahun
Perkembangan (%)
Sumber; Laporan realisasi penerimaan PBB KPP Pratama Kendari. Data tabel menunjukan bahwa tahun 2003 target atau rencana penerimaan PBB Kota Kendari sebesar 1.540.997 namun realisasinya melebihi target yang sudah ditetapkan yaitu sebesar 1.744.726. Tahun 2004 target atau rencana penerimaan PBB naik menjadi 1978.984. Realisasi penerimaannya juga naik menjadi 1.802.521 melebihi tahun sebelumnya, dengan persentasi kenaikan sebesar 3,31%. Tahun 2005 target penerimaan PBB semakin meningkat berbarengan dengan realisasi penerimaannya sebesar 2.305.658,untuk target atau rencana penerimaan dan realisasi sebesar 2.322.681, dengan perkembangan sebesar 28,85 %. Tahun 2006 target atau rencana penerimaan yang sangat tinggi yaitu 2.700.273 melebihi tahun sebelumnya namun realisasinya malah menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya mencapai 2.108.771. dengan persentasi perkembangan yang negatif yaitu -9,20 % .Hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi masyarakat, kurangnya
kesadaran serta tingkat kepatuhan
masyarakat untuk membayar pajak. Tahun 2007 target atau rencana penerimaan sebesar 3.048.000,namun realisasinya melebihi target yang ditentukan yaitu sebesar 3.075.741,lebih besar dari tahun sebelumnya dengan perkembangan sebesar 45,85 %. Tahun 2008 target atau rencana penerimaan sebesar 3.332.093,realisasinya sebesar 3.389.351, dengan persentase perkembangan sebesar 10,19 %. Perkembangan penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan realisasinya dari tahun ke tahun cukup baik walaupun tahun 2006 penerimaannya menurun.
V.KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan. Dari uraian-uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa; 1. Target atau rencana penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kendari setiap tahun meningkat. Realisasinya selalu melebihi target yang ditentukan. 2. Perkembangan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kendari dari tahun ke tahun cukup baik karena mengalami peningkatan meskipun pada tahun 2006 mengalami penurunan. B. Saran. Berdasarkan uraian dan kesimpulan maka disarankan bahwa untuk meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kendari kesadaran serta ketaatan warga masyarakat untuk selalu membayar PBB.
pelu
Daftar Pustaka
Basri Faisal,2002, Perekonomian Indonesia Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia,penerbit Erlangga. Direktorat PBB dan BPHTB Direktotat Jenderal Pajak, Jakarta Prawiro H. S.1993, Ekonomi publik I Penerbit Karunika jakarta. Rahmat,1991,pengantar perpajakan ,jakarta. Suharno 2003,Pengelolan Pajak Bumi dan Bangunan dalam era Otonomi Daerah Undang –Undang No 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.