TINJAUAN PUSTAKA
TepungJkan
Tepung Ikan adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan mengeluarkan sebagian besar air, sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang berupa daging ikan atau bagian ikan yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut ikan, dan lain-lain). Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering (Ilyas, 1977). Tepung ikan mengandung nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino essensial seperti !isin dan metionin. Disamping itu tepung ikan juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang rendah (Departemen Perdagangan, 1982). Adapun kandungan gizi tepung daging ikan yang mewakili jenis ikan pelagis dan demersal dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi Tepung Daging Ikan yang mewakili Jenis Ikan Pelagis dan Ikan Demersal (%) Jenis Ikan A. Pelagis 1. Tuna 2. Cueut B.Demersal 1. Gulamah
Air
Protein
Lemak
Abu
8,79 7,64
87,86 90,74
0,94 0,76
2,48 1,15
6,12
68,82
0,49
1,58
Sumber: Juwono (1989), Sulaeman (1993), dan Darmayanti (1996).
-
..
5
Bahan Baku Tepung Ikan
lkan Cunang (Congresox taTabon)
Ikan Cunang termasuk kedalam ordo Apodes (Anguillijormes), famili
Murraenesocidae, dan genus Congresox. Ikan ini hidup didasar perairan sampai kedalaman 100 m, sehingga tergolong kedalam ikan demersal. Bentuk tubuh ikan Cunang memanjang seperti belut, silindris di bagian depan, dan pipih ke arab belakang (ekor). Panjang tubuhnya dapat meneapai 200 em, umumnya 100-150 em. Ikan Cunang termasuk ikan buas, predator, pemakan organisme dasar dengan mulut yang lebar dan gigi yang tajam. Gigi - gigi taring pada langit-Iangit, runeing seperti jarum. Sirip punggung dan dubur menjadi satu dengan sirip ekor, sedangkan sirip dada tumbuh dengan sempuma. Wilayab penyebaran ikan Cunang eukup luas , meliputi perairan pantai, lepas pantai karang - karang di seluruh Indonesia, melebar eli sepanjang Samudera Hindia, Philipina dan Laut Cina Selatan. Ikan Cunang umumnya dipasarkan dalam bentuk segar. Ikan ini ditemukan hampir setiap hari dipasaran (Direktorat Ienderal Perikanan, 1990). Potensi produksi ikan Cunang pada tabun 1992 adalab 44.030 ton (Direktorat Jenderal Perikanan, 1995).
6
lkan Kembung (Rastrelliger sp) Ikan Kembung termasuk kedalam ordo Percomorphi, famili Scomberidae, dan genus Rastrelliger. Ikan Kembung hidup di permukaan sehingga tergolong kedalam kelompok ikan pelagis. Wilayah penyebarannya meliputi daerah lautan Pasifik. Ikan Kembung dibedakan atas ikan Kembung betina dan jantan. Ciri-eiri ikan Kembung betina adalah badan tidak begitu langsing, pendek dan gepeng, warna bim kehijauan bagian atas dan putih keperakan bagian bawah, pemakan plankton halus, dan panjangnya dapat meneapai 30 em. Sedangkan ciri-eiri ikan kembung jantan adalah badan sedikit langsing dan gepeng, warna bim kehijauan bagian atas dan putih kekuningan bagian bawah, pemakan plankton kasar, panjangnya dapat meneapai 35 em tetapi umumnya 20-25 em (Direktorat lenderal Perikanan, 1990). Potensi produksi ikan Kembung pada tahun 1992 adalah 174.860 ton (Direktorat lenderal Perikanan, 1995).
Biskuit
Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan yang diijinkan (Departemen Perindustrian, 1990). Menumt Matz (1978), bahan pembentuk biskuit dapat dibagi menjadi dua yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut.
7
Yang termasuk bahan pengikat adalah tepung, susu, air dan telur (terutama putih telur). Sedangkan yang termasuk bahan pelembut adalah gula, mentega, bahan pengembang, serta kuning telur. Adapun kandungan gizi salah satu biskuit komersil yang beredar dipasaran adalah sebagai berikut : air 0,63%, protein 10,26%, lemak 11,12%, dan abu 1,21%, dan karbohidrat 75,69% (Sulaeman, 1993).
Proses Pembuatan Biskuit
Pembuatan biskuit dilakukan dengan cara mencampurkan bahan sehingga terbentuk adonan, kemudian dicetak dan selanjutnya dipanggang dalam oven. Skema pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 1.
,.
8
Persiapan bahan (telur, gula dan lemak)
Dikocok
Dicampur tepung terigu, soda kue, susu
Diaduk
Pembentukan lembaran adonan
Biskuit
Gambar 1. Proses Pembuatan Biskuit (Sunaryo,1985)
Persia pan Bahan Masing-masing bahan dalam tahap ini ditimbang beratnya berdasarkan komposisi ado nan. Bahan baku yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan bebas dari kotoran, batu, komponen mikroba, serangga dan tikus (Sunaryo, 1985).
9
Pencampuran dan Pengadukan
Pencampuran bertujuan untuk memperoleh adonan yang homogen.
Faktor-
faktor yang harns diperhatikan pada pencampuran adalah jumlah ado nan, lama pencampuran, dan kecepatan pengadukan. Menurut Sunaryo (1985), pengadukan yang berlebihan akan merusak susunan gluten dan akan membuat adonan menjadi panas, sehingga merusak tekstur biskuit serta menyebabkan retak pada permukaan biskuit saat pemanggangan. Sebaliknya jika waktu pengadukan kurang, maka adonan akan kurang menyerap air, sehingga adonan kurang e1astis dan lembaran adonan menjadi mudah patah. Selanjutnya Sunaryo (1985) membagi adonan sesuai dengan jenis produk yaitu adonan pendek, adonan keras, dan adonan fermentasi. Adonan pendek.
Adonan ini digunakan untuk pembuatan cookies. Pada
adonan ini gluten tidak sampai mengembang akibat "shortening effect" dari lemak, efek pelunakan gula, dan rendahnya kadar air (sekitar 3 persen). Adonan ini merniliki kadar gula tinggi yaitu sekitar 25-40 persen dan kadar lemak 15 persen. Adonan keras.
Adonan keras digunakan untuk pembuatan biskuit. Pada
adonan ini gluten mengembang sampai batas tertentu, karena air yang ditambahkan tidak sebanyak pada adonan fermentasi. Selain teIjadi pengembangan gluten, juga teIjadi ikatan antara protein dan pati, larntnya gula, garam, pengembang, dan dispersi lemak ke se1uruh bagian adonan. Kandungan lemak pada adonan ini 12-15 persen, dan gula 20 persen.
10
Adonan fermentasi. Adonan fermentasi digunakan untuk pembuatan crackers.
Pada adonan ini gluten mengembang penuh karena air yang ditambahkan memungkinkan terjadinya pengembangan tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk akhir, penyusutan panjang setelah pencetakan dan pemanggangan . Biasanya produk akhir mempunyai sifat "cryspinnes" tertentu. Kadar gula adonan sangat rendah, dan kadar lemak 25-30 persen.
Pembuatan Lembaran Adonan
Pelempengan atau pembuatan lembaran adonan bertujuan untuk mengubah bentuk adonan dan menarik adonan secara mekanis.
Pelempengan sebaiknya
dilakukan sesegera mungkin setelah proses pencarnpuran agar adonan dapat dibentuk menjadi lembaran pada saat pengembangan yang optimal. Pelempengan berlangsung secara berulang agar dihasilkan suatu lembaran adonan yang halus dan kompak (Sunaryo, 1985). Pemanggangan.
Ukuran biskuit yang dimasukkan kedalarn oven pada setiap pemanggangan harus sarna. Hal ini bertujuan untuk mencegah hangusnya biskuit yang berukuran lebih kecil atau untuk mencegah perbedaan warna biskuit yang dihasilkan. Untuk mencegah lengketnya biskuit pada loyang, biasanya loyang yang akan digunakan dipoles dengan sedikit lemak atau melapisi loyang dengan kertas roti (Sultan, 1983).
11
Mutu Biskuit Departemen Perindustrian (1990) mengeluarkan persyaratan tentang mutu biskuit. Syarat mutu biskuit yang tercantum dalam Standar Industri Indonesia (SII) No. 0177-90 dapat dilihat pada Tabel2. Tabel 2. Syarat Mutu Biskuit
Kritera'!Jji.·. • ...... : .•. 1. Keadaan 1.1. Bau 1.2. Rasa 1.3. Warna 1.4. Tekstur 2. Air 3. Protein 4. Abu 5. Bahan tambahan makanan 5.1. Pewarna 5.2. Pemanis 6. Cemaran logam 6.1. Tembaga (Cu) 6.2. Timbal (Pb) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg) 7. Arsen 8. Cemaran mikroba 8.1. Angka lempeng total 8.2. Coliform 8.3. E. Coli 8.4. Kapang Surnber: SIINo. 0177-90
.... .Sat'uan . . .. •
% bib % bib % bib
Spesifikasi
....
'.;.
Normal Normal Normal Normal Maks5 Min 6,5 Maks 1,5 Sesuai SNI No 0222 Tidak boleh ada
mglkg mglkg mglkg mglkg mglkg koloni/gr APMlgr APMlgr koloni/gr
Maks 10 Maks 1,0 Maks40,0 MaksO,05 Maks 0,5 Maks 1,0 x 106 Maks20 <3 Maks 1,0 x 102
12
Bahan Pengemas
Pengemasan terhadap produk pangan berfungsi mengawetkan makanan, mempertahankan
mutu kesegaran, untuk menarik selera pandang konsumen,
memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi menekan peluang kontaminasi, baik oleh mikroba pembusuk maupun mikroba yang dapat membahayakan kesehatan konsumen (Winamo, 1984). Bahan pengemas harus dapat tahan terhadap serangan hama atau binatang pengerat.
Bagian dalam yang
berhubungan langsung dengan makanan harns tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan tidak beracun (Winamo dan Jenie, 1984). Faktor-faktor yang mempengarnhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan menurut Winamo dan Jenie (1984), dapat digolongkan menjadi dua golongan. Golongan pertama, kerusakan ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misalnya perubahan kimia, biokimia,
fisik dan mikrobiologi.
Sedangkan golongan kedua,
kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan pengemasan yang digunakan, misalnya kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan, absorbsi dan interaksi dengan oksigen. Beberapa faktor yang diperhatikan dalam pengemasan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan, dan sifat bahan kemasan. Biskuit termasuk produk yang mudah menyerap uap air dan oksigen. Untuk mencegah dan mengurangi pengaruh uap air dan oksigen, maka bahan pengemas biskuit harus
13
memenuhi persyaratan khususus. Adapun persyaratannya antara lain kedap air, kedap oksigen, kedap terhadap komponen volatil, kedap terhadap sinar, serta mampu melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan mekanis (Manley, 1982).
Plastik
Plastik adalah polimer organik dengan berbagai struktur, susunan kimia, dan sifat fisika (Harris dan Karmas, 1989).
Plastik telah diterima luas sebagai bahan
pengemas. Sebagai bahan pengemas, plastik memenuhi persyaratan yaitu tahan, melindungi,tembus pandang, dan memiliki harga yang relatifrendah (Hirsq, 1991). Berbagai jenis plastik dapat digunakan dalam industri pengemasan diantaranya adalah polietilen, polipropilen, polistiren, polivinil klorida, saran, nilon, dan selopan. Dalam penelitian ini digunakan plastik jenis polipropilen yang banyak dipasaran. Polipropilen merupakan polimer dari propilen dengan sifat utama ringan dan mudah dibentuk, kekuatan tarik baik, tidak mudah robek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi, permeabilitas terhadap uap air rendah, dan permeabilitas terhadap gas sedang. Polipropilen mempunyai ketahanan baik terhadap air dan uap air, tetapi bukan penghalang yang baik bagi O2 (Syarif dan Hariyadi, 1990).
Aluminium foil
Aluminium foil biasanya dikaitkan dengan lembaran atau gulungan kertas timah yang dikombinasikan dengan materi lain seperti kertas, film, dan lain-lain. Aluminium foil yang dilapisi LDPE (Low Density Polyethylene) memiliki kelebihan lain, yaitu
14
dapat dikelim panas dan dapat dikemas dengan rapat, sehingga sangat cocok untuk produk yang mempunyai aroma dan flavor tinggi (Saccharow dan Griffin, 1970). Dalam beberapa penggunaan bahan pengemas, aluminium foil merupakan salah satu pilihan yang digunakan untuk pengemasan barang yang mempunyai kendala yang tinggi. Pengemasan dengan aluminium foil memiliki harga yang mahal. Kecepatan transmisi oksigen dan uap air dapat dikurangi secara drastis dengan bantuan aluminium foil (Hirsq, 1991)