TINJAUAN PUSTAKA Nanas Nanas (Ananas comosus L. Merr) adalah tanaman herbaceous perennial dari Liliopsidae (monocotyledonous), yang asal perbungaannya berada di tengah untuk menghasilkan beberapa buah (sorose). Setelah buah pertama matang, tanaman akan menghasilkan tunas baru dari kuncup ketiak, untuk menghasilkan tunas baru yang dapat menghasilkan buah (d´Eeckenbrugge & Leal 2003). Tanaman nanas termasuk Kingdom Plantae, Sub Kingdom Spermatophyta, Kelas Angiospermae, Sub Kelas Monokotil, Ordo Farinosae, Famili Bromeliaceae dan Genus Ananas. Umumnya yang dimaksud dengan nanas adalah Ananas comosus yang rasanya manis dan segar. Tanaman nanas dibedakan dari anggota genus yang lain berdasarkan tipe buah sinkarpus atau buah majemuk yang tidak ditemukan pada anggota genus yang lain (Collins 1968). Nanas merupakan salah satu buah penting dari daerah tropika yang banyak diminati oleh masyarakat dunia. Nanas berasal dari Amerika Selatan di kawasan lembah Sungai Parana, Paraguay. Bangsa Indian diduga melakukan seleksi dari berbagai jenis nanas sehingga diperoleh jenis Ananas Comosus
yang enak
dimakan dan sekarang dibudidayakan secara luas diseluruh dunia (PKBT 2006). Tanaman nanas tersebar terutama di sekitar khatulistiwa yaitu antara 30º LU dan 25º LS, dengan suhu pertumbuhan berkisar antara 18.3-45 ºC. Tanaman nanas dapat tumbuh pada daerah beriklim A (amat basah), B (basah), C ( agaka basah), D (daerah sedang), E (daerah agak kering), dan F (daerah kering). Tanaman nanas cocok apabila ditanam pada daerah dengan ketinggian 800-1200 dpl, tetapi pertumbuhannya akan optimum bila ditanam pada ketinggian 100-700 dpl. Nanas tumbuh baik pada dataran rendah hingga dataran tinggi, tidak tahan salju namun sangat tahan terhadap kekeringan. Produksi buah akan terjadi secara maksimal apabila ditanam pada daerah dengan curah hujan antara 650-3800 mm, tanah yang baik untuk pertumbuhan nanas adalah tanah yang mempunyai pengairan bagus dan kisaran pH antara 4.5-6.5 (Morton 1987). Secara umum tanaman nanas terdiri dari batang, daun, tangkai buah, buah, mahkota buah, tunas dasar buah, tunas tangkai, tunas batang, tunas anakan dan
6
akar. Batang nanas sangat pendek yaitu 20-25 cm dengan diameter 2.0-3.5 cm pada dasar dan 5.5-6.5 sebelum ujung, dikelilingi oleh daun yang berbentuk roset. Daun nanas berbentuk lanseolata dengan ditandai adanya penyempitan didekat pangkal daun. Daun berbentuk memanjang dan sempit, panjang daun dapat mencapai 130-150 cm, dengan daun tua lebih pendek dai daun muda yang diatasnya. Permukaan atas daun licin dan berlilin, berwarna hijau terang atau coklat kemerahan dan pada permukaan bawah terdapat garis-garis linier berwarna putih keperakaran, mudah lepas dari epidermis yang berwarna hijau terang (Collins 1968). Berdasarkan bentuk dan umur, daun nanas dibedakan menjadi daun C yaitu daun yang paling tua, daun D biasanya paling panjang dan daun E yaitu daun yang masih muda (Malezieux et al. 2003). Akar nanas merupakan akar serabut, dangkal dan tersebar luas. Pada kondisi normal, sistem perakaran menyebar antara 1-2 m dengan kedalaman 0.85 m. Berdasarkan pertumbuhannya, akar nanas dibedakan menjadi akar primer dan sekunder. Akar primer hanya dapat ditemukan pada kecambah biji, dan setelah itu digantikan oleh akar adventif yang muncul dari pangkal batang dan dalam jumlah yang banyak. Pada pertumbuhan selanjutnya, akar-akar tersebut akan bercabang membentuk akar sekunder untuk memperluas bidang penyerapan dan membentuk sistem perakaran yang mantap (d´Eeckenbrugge & Leal 2003). Munculnya bunga pada nanas disebut fase red heart, karena tersusun oleh 5-7 lembaran-lembaran merah. Bunga tanaman nanas bersifat majemuk terdiri dari 50-200 kuntum bunga tunggal atau lebih. Letak bunga duduk tegak lurus pada tangkai buah kemudian berkembang menjadi buah majemuk. Daun kelopak dari setiap kuntum bunga yang dikenal dengan mata buah, masih jelas meninggalkan bekas pada buah (d´Eeckenbrugge & Leal 2003). Bunga nanas bersifat hermaprodit, mempunyai tiga kelopak, tiga mahkota, enam benang sari dari sebuah putik dengan kepala putk bercabang tiga. Penyerbukan tanaman nanas bersifat self incompatible atau cross pollinated dengan perantara burung dan lebah (Collins 1968). Buah nanas adalah buah majemuk yang terdiri dari seratus atau lebih komponen buah dan bergabung membentuk suatu buah bertipe sinkarpus. Buah nanas terbentuk melalui proses partenokarpi (d´Eeckenbrugge & Leal 2003).
7
Partenokarpi merupakan proses pembentukan buah tanpa melalui proses penyerbukan dan fertilisasi, sehingga tidak menghasilkan biji. Di bagian atas buah tumbuh dan berkembang daun-daun pendek yang tersusun seperti pilinan disebut mahkota dan terdiri dari lebih dari 150 helai daun kecil. Kulit buah keras dan kasar tersusun dari kelopak dan braktea yang tidak rontok. Tangkai buah panjangnya bervariasi tergantung aksesi. Pemanenan dapat dilakukan apabila mahkota buah sudah membuka, tangkai buah mengkerut, mata buah lebih mendatar, besar dan berbentuk bulat, warna dasar buah menguning serta muncul aroma nanas yang khas (Collins 1968). Tanaman nanas dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Sumber bahan perbanyakan secara generatif berupa biji sangat jarang digunakan untuk produksi. Perbanyakan secara vegetatif menggunakan tunas batang, tunas yang muncul dari batang di bawah permukaan tanah, tunas dasar buah, tunas mahkota, potongan batang, dan kultur jaringan. Perbanyakan secara generatif biasanya dilakukan untuk tujuan pemuliaan, sedangkan perbanyakan vegetatif untuk produksi. Walaupu perbanyakan dilakukan secara vegetatif, namun dapat dimungkinkan terjadinya variasi dalam klon yang disebabkan mutasi maupun pengaruh lingkungan yang ekstrim (Collins 1968). Beberapa kultivar nanas berbeda dalam ukuran tanaman, ukuran buah, wara dan rasa daging buah, serta ada atau tidaknya duri pada daun (d´Eeckenbrugge & Leal 2003). Kultivar-kultivar tersebut berada pada tempat yang tersebar, sehingga mempunyai nama yang berbeda-beda. Buah nanas yang mempunyai arti komersial adalah Smooth Cayenne, Red Spanish, Queen dan Abacaxi. Smooth Cayenne adalah nanas dengan bobot buah 1.8-4.5 kg, bentuk buah silindris, mata buah dangkal, kulit buah berwarna orange, daging buah kuning, dan mengandung sedikit serat buah (Morton 1987). Nanas Cayenne mempunyai daun panjang, berdekatan dan berdaun halus kecuali pada ujungnya berduri. Tanaman ini berbunga hanya satu kali dan mempunyai tinggi 1 meter (Samson 1980). Nanas Queen mempunyai daun kecil, rapat, bersifat lebih tahan dingin dan tahan terhadap penyakit bila dibandingkan dengan Cayenne. Buah berbentuk lonjong, kuning tua, berat buah antara 0.45-1.13 kg, mengandung serat lebih
8
sedikit dan buah lebih beraroma dari Cayenne (Morton 1987). Nanas Spanish mempunyai bobot antara 0.9-1.8 kg, berbentuk segi empat dengan tangkai buah ramping. Kulit buah berwarna kuning kemerahan dan mempunyai mata buah dalam. Daging buah berwarna kuning pucat, lebih berserat, hati besar sangat beraroma dan buah lebih keras ketika muda (Morton 1987). Abacaxi adalah nanas dengan ciri buah sangat harum, daging buah putih atau kuning sangat pucat dengan bobot buah 1-5 kg buah berbentuk piramida dengan tangkai buah sekitar 40 cm daun tanaman ini berduri dengan panjang 60-65 cm (Morton 1987). Nanas Mahkota Bogor Hasil eksplorasi yang dilakukan oleh PKBT pada tahun 2001, terdapat dua klon nanas Queen yang berbeda secara morfologi (bentuk, ukuran, dan jumlah anakan). Klon tersebut adalah nanas klon Queen Gati Kapas (sekarang disebut Mahkota Bogor) dan klon Queen Kiara Bogor. Nanas Mahkota Bogor lebih unggul dibanding dengan nanas Queen Kiara dan lebih disukai oleh konsumen maupun petani karena ukurannya lebih besar dan produktivitasnya lebih tinggi sehingga lebih berpotensi untuk dikembangkan. Nanas Mahkota Bogor memiliki tinggi tanaman 96±8 cm, lebar tajuk 62±8 cm, umur panen 16±4 bulan setelah tanam, potensi hasil 50±5 ton perhektar dan berat buah 1000±300 gram (PKBT 2009). Saat ini nanas Mahkota Bogor tersebar luas dibeberapa lokasi tertentu saja. Daerah yang paling banyak berada di kawasan kaki Gunung Salak seperti Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Karakteristik buah Mahkota Bogor diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 1 Karakteristik buah Mahkota Bogor Analisis Total padatan terlarut (obrix)
Total asam (%) pH (Acid ratio)
Rasio PPT/TAT
Nilai/Hasil Atas Tengah Bawah 4-5,5 Atas Tengah Bawah 27,1-30
14,5-16,18 14,0-16,3 16,0-18,0 5,0-5,2 5,2-5,5 5,4-5,6
9
Lanjutan Tabel 1 Analisis
Nilai/Hasil
Kadar Vit. C (mg/100g) Karakteristik kimia buah bermanfaat : Aktivitas enzim bromelain Kandungan Ca Oksalat
8,8-10,8 1,78-1,80 unit/g 640-650 ppm
Sumber: PKBT 2009 Nanas Delika Subang Nanas Delika Subang merupakan nanas yang termasuk dalam kelompok Smooth Cayenne dari jenis Cayenne (Mulyati 2008). Nanas jenis cayenne mempunyai tinggi batang 20-50 cm, dengan tangkai buah panjangnya 6,5 cm. panjang daun bias mencapai 100 cm (Muljoharjo 1983). Daunnya tidak berduri kecuali ujungnya, umumnya ditanam di dataran tinggi dan biasa dikonsumsi segar dan minuman kaleng atau produk olahan (Sunarjono 2002). Nanas Delika Subang memiliki tinggi tanaman101±10 cm, lebar tajuk 86±10 cm, umur panen 14±2 bulan setelah tanam, potensi hasil 80±8 ton/ha, berat buah 2000±500 gram, rasio PTT/TAT 2,67, kandungan kalsium oksalat 704 ppm dan kandungan bromelin 1,31 unit/gram. Nanas Pasir Kuda Program hibridisasi nanas telah dimulai tahun 2003 di PKBT IPB Bogor. Program hibridisasi tersebut melibatkan 12 kultivar nanas, terdiri dari enam kultivar jenis Smooth Cayenne dan enam kultivar jenis Queen. Persilangan menghasilkan 195 genotipe dengan berbagai kombinasi karakter yang berbeda. Hasil seleksi dari 195 hibrida diperoleh 39 kandidat nanas varietas unggul (Nasution 2008). Proses persilangan dilakukan dengan mengawinkan bunga jantan dari nanas Mahkota Bogor dan bunga betina dari nanas Delika Subang. Salah satu nanas hasil persilangan tersebut dikembangkan dan diberi nama Nanas Pasir Kuda. Tinggi tanaman Pasir Kuda 117 cm, panjang buah dengan mahkota 33.2 cm, panjang buah 15.2 cm, diameter buah bagian atas 9.3 cm, tengah 13.4 cm dan bawah 11.38 cm, berat buah 1.16 kg, total padatan terlarut (ºbrix) buah pada bagian atas 15.7, tengah 16.8 dan bawah 19.7, pH buah pada bagian atas 4.35,
10
tengah 4.34 dan bawah 4.32, total asam buah pada bagian atas 3.17, tengah 3.47 dan bawah 3.5. (PKBT Komposisi Kimia Buah Nanas Nanas segar setiap 100 g mengandung 85 g air, 0.4 g protein, 14 g gula, 1 g lemak dan 0.5 g serat. Kandungan nutrisi ini tergantung pada lingkungan dimana buah nanas yang berasal dari dataran rendah lebih besar, lebih manis dan lebih berair daripada buah yang berasal dari dataran tinggi. Sari buah nanas mengandung 0.5-0.9% asam dan 10-17% gula. Nanas juga mengandung bromelin, suatu enzim pencerna protein (Verheij & Coronel 1997). Kualitas buah nanas meliputi penampakan, tekstur, flavour, nilai gizi dan keamanan. Penampakan ini mencakup ukuran (besar, bobot, volume) bentuk (diameter, keseragaman), intensitas dan keseragaman warna, kilap, kerusakan eksternal dan internal. Tekstur meliputi kekerasan, kelunakan, sukulensi dan kekenyalan. Flavour merupakan kombinasi rasa dan aroma. Standar kualitas buah nanas untuk konsumsi segar meliputi kematangan, kekerasan, keseragaman ukuran dan bentuknya, nisbah panjang mahkota/buah, bebas dari kerusakan, kelayuan, memar dan keretakan (Childers & Gardner 1996). Perubahan Karakteristik Fisiko-kimia Buah Nanas Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) tahap-tahap fisiologis dari pertumbuhan dan perkembangan buah adalah pembelahan sel (pre-mature), penuaan (mature), matang (ripe) dan senescence. Tahap perkembangan buah nanas (Wills et al. 1981; Handajani 1994) sebagai berikut: a. Prematuration
(prapenuaan)
adalah tahap
perkembangan
sesudah
pembungaan sampai buah akan mengalami tahap penuaan. Pada tahap ini berlansung pertumbuhan dan perkembangan sel buah. b. Maturation (penuaan) merupakan akhir dari tahap perkembangan buah, translokasi asimilat dari daun sudah mencapai maksimum. Tahap ini berlangsung 6 atau 7 minggu sebelum 50% kulit berwarna kuning. Tahap antara akhir penuaan dan awal dari kematangan disebut buah masih mentah.
11
c. Ripening (matang) sebagai periode dimana terjadi penguraian zat-zat organik selama penuaan sampai mencapai perkembangan sempurna dan mutu siap dikonsumsi, pada tahap ini mutu astetik seperti flavour, tekstur dan warna mencapai perkembangan yang maksimum. d. Senescence merupakan periode perkembangan setelah kematangan. Tahap ini mempunyai kecenderungan terjadinya penurunan mutu buah, dimana buah mulai mengalami kebusukan karena zat-zat organik sudah sempurna dikatabolisme dan jaringan sel-sel pada buah mulai mengalami kematian. Menurut Pracahya (1985), tahapan perkembangan buah dapat berlangsung dalam waktu 120 hari setelah pembungaan. Pembentukan buah nanas dapat diartikan sebagai seluruh waktu yang diperlukan mulai dari pembentukan sel jaringan pada bakal buah, perkembangan sel sampai terjadinya perubahan kimia pada
saat
penyempurnaan
bentuk
morfologi
buah.
Samson
(1980),
mengemukakan pembentukan bunga dimulai dari dasar ke puncak secara spiral, bunga mekar sebanyak 5-10 buah perhari dan berlangsung dengan cepat selama 4 minggu. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan buah dari bakal buah sampai buah masak adalah 5-6 bulan. Waktu ini mencakup pematangan awal, pematangan dan diikuti pemasakan, sehingga awal pematangan dapat diartikan sebagai waktu sebelum buah nanas menjadi tua yang biasanya memerlukan waktu setengah dari waktu pembungaan sampai panen. Pematangan akan berlangsung saat terjadi proses pembesaran buah yang umumnya terjadi ketika buah masih menempel pada tanaman. Proses masaknya buah umumnya terjadi ketika pematangan terhenti saat buah mencapai pertumbuhan dan mutu maksimum, perubahan yang umum terjadi pada tahap ini umumnya terjadi perubahan kimia. Tahap selanjutnya adalah perubahan kimia dari pemasakan yang mengakibatkan buah layu sehingga disebut tahap pelayuan. Breeding dan Perbaikan Varietas Nanas Industri nanas dunia didominasi oleh kultivar Smooth Cayenne yang digunakan untuk dua hal yakni dikonsumsi dalam keadaan segar dan digunakan dalam industri pengolahan. Dominasi kultivar ini disebabkan oleh kemampuan adaptasinya dan karakteristiknya yang baik untuk pengalengan. Ketergantungan
12
industri nanas pada satu kultivar dengan dasar genetik yang sempit telah membuat kultivar tersebut sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Pengembangan kultivar-kultivar baru yang resistan merupakan strategi yang tepat untuk memperbaiki kondisi seperti ini, sehingga pasar nanas segar dunia akan lebih beragam dan terdapatnya banyak pilihan. Hal ini menjadi alasan dilakukannya program breeding pada nanas (Chan et al. 2003). Varietas nanas baru yang dikembangkan dari hasil breeding kultivar Smooth Cayenne oleh Pineapple Research Institute of Hawaii (PRI) menghasilkan nanas yang lebih tahan terhadap Phytophthora, mealybug wilt, nematodes, pink disease dan internal brown spot. Hasil seleksi varietas juga memiliki keunggulan seperti kandungan vitamin A dan C yang lebih tinggi, puncak panen yang lebih baik dan produktifitas yang tinggi (William & Fleisch 1993). Program pembiakan (breeding) nanas difokuskan pada pengembangan kultivar untuk pasar buah segar. Program hibridisasi menjadi sangat penting artinya dalam menggantikan dominasi satu jenis kultivar di pasaran. Strategi pembiakan yang digunakan oleh banyak negara kecenderungannya pada hibridisasi dan seleksi pada progeni hibrida (Chan et al. 2003). Delika Subang merupakan nanas yang termasuk dalam kelompok Smooth Cayenne dari jenis Cayenne yang memiliki ukuran lebih besar (Mulyati 2008), menjadi standar benchmark kultivar secara luas dan dijadikan sebagai indukan utama untuk persilangan. Persilangan dilakukan untuk memperbaiki beberapa kelemahan kultivar ini, seperti memperbaiki kualitas buah, warna kulit dan ketahanan terhadap jenis penyakit tertentu. Sehingga dengan demikian, teknik rekayasa genetika untuk mendapatkan kultivar unggul memegang peranan penting di masa depan (Chan et al. 2003). Pada konteks program breeding buah, analisis sensori memainkan peranan penting sebagai sebuah alat seleksi (Causse et al. 2001; Hampson et al. 2000; Jaeger & Harker 2005; Rouseff et al. 1994). Analisis sensori memberikan, kenyataan, metodologi yang memadai untuk penyelidikan, sebagai contoh, seberapa perbedaan genotip tomat (Sinesio et al. 2007) atau perbedaan varietas apel mempengaruhi flavor (Gόmez et al. 1998) atau bagaimana variasi flavor berdasarkan modifikasi genetik (Bartoszewski et al. 2003; Causse et al. 2001),
13
atau pada derajat kematangan pemanenan (Cascales et al. 2005). Sehingga penerapan analisis sensori pada proses breeding bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Flavor Manusia mengonsumsi makanan untuk dua hal yakni memenuhi kebutuhan akan nutrisi dan untuk kesenangan. Proses dalam dua hal ini melibatkan interaksi komponen pangan dengan reseptor spesifik pada tubuh, yang mengarahkan pada stimulasi dari sistem indera manusia yang luas. Selain pengaruh nutrisi bahan pangan yang selama ini telah diketahui, flavor merupakan salah satu bagian dari bahan pangan yang memiliki peranan yang sangat penting (Taylor & Hort 2004). Menurut Lindsay (1996), flavor adalah keseluruhan sensasi yang berkontribusi pada persepsi yang diterima oleh indera meliputi bau, rasa, penglihatan, perasaan dan suara pada saat mengkonsumsi makanan. Kemampuan sel-sel khusus epitel penciuman dari rongga hidung untuk mendeteksi jumlah volatile odorant untuk variasi hampir tidak terbatas dalam intensitas dan kualitas bau dan rasa. Pengecap terletak di belakang lidah dan rongga mulut memungkinkan manusia untuk merasakan rasa manis, asam, asin, dan pahit, sensasi ini disumbangkan kepada komponen rasa citarasa. Nonspesifik atau tanggapan saraf trigeminal juga memberikan kontribusi penting untuk memberi persepsi melalui deteksi dari pungency, dingin, umami, atau atribut yang lezat, serta sensasi yang diinduksi secara kimia lainnya yang dalam persepsi rasa dan bau, sehingga makanan dapat diterima konsumen. Menurut U.S. Society of flavor chemists dalam Heath (1978), flavor didefinisikan sebagai suatu substansi, berupa komponen kimia tunggal atau campuran, baik alami maupun sintetik, yang menyebabkan suatu sensasi pada makanan dan minuman ketika dikonsumsi. Secara sederhana “flavor” dalam kamus Webster’s didefinisikan sebagai perasaan atau sensasi terpadu antara rasa (taste) dan bau (smell) yang ditimbulkan oleh bahan (zat/senyawa) di dalam mulut.
14
Institut of Food Technologist’s (1989) menegaskan bahwa flavor dibentuk atas dasar tiga komponen, yaitu: 1. Rasa (taste) yang menggambarkan perasaan indera pengecap (perasa pada lidah) yang terdapat pada lidah dan rongga mulut belakang. Rasa ini meliputi manis, asin, asam dan pahit. 2. Bau (odor) yang dibentuk atau ditimbulkan dari beribu-ribu macam senyawa volatil dengan variasi yang tidak terbatas di dalam intensitas dan kualitas serta terdeteksi oleh sel-sel khusus ephitelium yang terdapat pada rongga hidung. Jika bau ini berkonotasi “menyenangkan” sering disebut dengan istilah “aroma”. 3. Pandangan atau persepsi terhadap ketajaman (pungency), panas, dingin dan sebagainya oleh tanggapan syaraf trigeminal. Menurut Taylor dan Roberts (2004), flavor dihasilkan dari kombinasi dari rasa (dirasakan oleh reseptor pada lidah), bau (dirasakan pada hidung) dan irritation (dirasakan pada permukaan mucosal). Lima rasa dasar yang selalu dideskripsikan sebagai : asin, manis, asam, pahit dan umami. Flavor Nanas Nanas merupakan salah satu buah tropis yang sangat populer, karena rasa manisnya yang menarik, nanas dikonsumsi secara luas sebagai buah segar, diproses menjadi jus, buah kaleng dan sebagai ingredien dalam beberapa makanan. Komponen volatil dalam nanas telah dikaji lebih dari 60 tahun oleh banyak peneliti. Sejauh ini telah ditemukan lebih dari 280 komponen dalam nanas (Tokitomo et al. 2005). Penelitian awal mengenai komponen volatil dalam nanas dimulai sejak tahun 1945 (Haagen et al. 1945a;1945b). Komponen utama dan terbesar yang berkontribusi pada nanas adalah etil dan metil esters. Pada tahun 1970, kelompok Amerika Utara melaporkan bahwa ester aliphatik merupakan komponen utama dari ekstrak nanas Smooth Cayenne. Juga diidentifikasi alkohol monoterpen (linalool, α-terpineol, dan terpinen-4-ol) (Flath & Forrey 1970). Sesquiterpenes yang diperoleh melalui ekstraksi pelarut diidentifikasi dalam nanas (Ananas comosus Merr.) dari Côte d’Ivoire. Sesquiterpenoids yang
15
ditemukan diperoleh dari germacrene precursors (Berger et al. 1983). Beberapa komponen-komponen penting lain yakni undecatriena, undecatraena dan etil ester (Berger et al. 1985). Komponen-komponen sulfur S-(+)-2-2metilbutanoat dan dimetil trisulfida (dengan 0.006 dan 0.01 µg/L ambang aroma dalam air) dilaporkan sebagai impact-flavour compounds dalam essens nanas segar Hawaiian yang diperoleh dengan cara ekstraksi pelarut. Komponen-komponen volatil utama adalah metil dan etil ester (Takeoka 1991). Komponen-komponen volatil dalam jus yang dibuat dari potongan nanas segar yang berasal dari kultivar yang berbeda yang berasal dari Costa Rica, Ghana, Honduras, Côte d’Ivoire, Filipina, Réunion, Afrika Selatan dan Thailand telah dikaji untuk dibandingkan dengan jus komersil (Elss et al. 2005). Flavor profil buah nanas secara kualitatif terdiri dari beberapa metil ester, sebagian karakteristik ester yang mengandung sulfur, dan berbagai hidroksi ester yang memegang peranan pada profil flavor nanas yang khas. Sebanyak 29 komponen aktif aroma telah diketahui dengan menggunakan aroma extract dilution analysis (AEDA) (Tokitomo et al. 2005). Hasil dari AEDA digabungkan
dengan
analisis
GC-MS
diperoleh
etil
2-metilbutanoat
(dideskripsikan sebagai flavor “fruity”), diikuti oleh metil 2-metilbutanoat dan 3metilbutanoat (fruity, apple-like), δ-dekalakton (sweet, coconut like), 1-(E,Z)-3,5undekatrina (fresh, pineapple-like), dan komponen yang tidak diketahui (fruity, pineapple-like) sebagai komponen-komponen aroma paling aktif. Menurut Bauer et al. (1997), kandungan nanas yakni 2-propeni heksanoat (alli kaproat)
sebagai karakter nanas yang khas. Furaneol,
etil 3-
metiltiopropionat, dan etil-2-metilbutirat sebagai penyokong character-impact compounds (Buttery 1993). Komponen ester yang berkontribusi sebagai flavor ”apple” pada nanas. Character impact compunds yang lain yakni allil 3sikloheksilpropionat, belum ditemukan di alam tetapi memberikan note flavor manis (sweet), buah (fruity) pada nanas (Bauer et al. 1997).
16
Solid Phase Microextraction (SPME) Solid phase microextraction (SPME) adalah metode ekstraksi dimana volume komponen yang diekstrak sangat sedikit jumlahnya dibandingkan dengan volume sampel. Teknik ini ideal dan diaplikasikan untuk menganalisis berbagai komponen aroma dan flavor di dalam sampel (Steffen & Pawliszyn 1996; Pawliszyn et al. 1997; Sides et al. 2000). SPME memiliki beberapa keuntungan, jika dibandingkan dengan metode preparasi sampel tradisional, yang meliputi, mudah, cepat, tidak menggunakan pelarut, tingkat sensitifitas tinggi, volume sampel sedikit, murah dan bisa dilakukan secara otomatis (Kataoka et al. 2000). Selain itu, SPME dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dengan peralatan yang sederhana (Pawliszyn et al. 1997; Frank et al. 2004; Reinhard et al. 2008). SPME telah banyak digunakan dalam berbagai bidang, seperti analisis lingkungan, higienis industri, pengontrolan proses, klinis, forensik, pangan dan obat-obatan.
Pada
SPME,
fiber
digunakan
untuk
mengisolasi
dan
mengkonsentratkan analat ke dalam berbagai lapisan material. Setelah ekstraksi, fiber ditransfer dengan bantuan syringe untuk tujuan analisis dengan menggunakan instrumen sehingga akan terjadi pemisahan dan kuantifikasi analat target. Proses analisis terdiri dari beberapa langkah yang berbeda: pengambilan sampel, persiapan sampel, pemisahan, kuantifikasi dan analisis data. SPME merupakan teknik mikroekstraksi, yang artinya jumlah pelarut untuk ekstraksi sangat kecil dibandingkan dengan volume sampel (Pawliszyn et al. 1997). SPME telah banyak digunakan untuk analisis komponen volatil dalam pangan, seperti produk susu, anggur, dan berbagai produk fermentasi. Fiber dimasukkan pada bagian headspace di atas sampel (HS-SPME), sampel dapat berbentuk cair atau padat. Volatil pada bagian headspace akan terbagi dalam bentuk gas dan cairan tipis pada permukaan fiber. Dalam hal ini terdapat 3 bentuk sistem : matriks sampel, headspace pada bagian atas sampel dan lapisan fiber, dan dua sistem kesetimbangan antara sampel dan bentuk gas dan antara bentuk gas dan lapisan fiber. Kedua sistem dalam kesetimbangan umumnya dihubungkan oleh konsentrasi dari analat dalam bentuk gas (Kolb & Ettre 2006). Beberapa
17
jenis fiber yang sering digunakan untuk menangkap komponen volatil diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan volume fibera untuk SPME Lapisanb Ketebalan lapisan (µm) Volume x 10-3cm3 PDMS 7 0.028 PDMS 30 0.132 PDMS 100 0.612 Polyacrylate 85 0.520 CW/DVB 65 0.357 CW/DVB SF 70 0.418 PDMS/DVB* 65 0.378 PDMS/DVB SF* 65 0.398 PDMS/Carboxen SF* 85 0.528 DVB/Carboxen SF† Carboxen layer 50 0.151 DVB layer 30 0.377 a Panjang fiber: 10 mm b PDMS=polydimethylsilicone, DVB= divinylbenzene, CW=carbowax, SF=stable flex *Fiber memiliki precoat 5µm PDMS † Pada DVB/Carboxen fiber memiliki dua lapisan; lapisan mengandung Carboxen atau DVB (Sumber: Klob & Ettre 2006).
Perbedaan kelarutan komponen volatil dalam lapisan fiber menentukan selektifitas keseluruhan prosedur. Sebagai contoh, lapisan nonpolar polydimethyl siloxane (PDMS) digunakan untuk menganalisa campuran sisa pelarut, toluen yang nonpolar akan dilarutkan dengan baik pada bagian lapisan fiber sedangkan methanol tidak akan terlarut. Sehingga dengan demikian, sensitifitas setiap komponen yang berbeda akan sangat bervariasi, tergantung pada polaritasnya. Evaluasi Sensori Analisis sensori (atau
evaluasi sensori) adalah disiplin ilmu yang
menerapkan prinsip-prinsip desain eksperimental dan analisis statistik yang menggunakan indera manusia (penglihatan, penciuman, perasa, sentuhan dan pendengaran) untuk tujuan mengevaluasi produk-produk konsumen. Memerlukan panelis yakni manusia sebagai penilai, pada produk yang diuji dan merekam tanggapan yang dibuat oleh mereka. Dengan menerapkan teknik statistik untuk hasil sehingga dimungkinkan untuk membuat kesimpulan dan wawasan tentang produk-produk yang diuji (Anonim 2010).
18
Evaluasi sensori merupakan analisis yang menggunakan manusia sebagai instrumen, dengan kemungkinan terjadi penyimpangan sangat besar. Dasar-dasar dari faktor fisiologi dan psikologi yang dapat berpengaruh terhadap penilaian sensori harus dipahami untuk meminimalisasi penyimpangan atau penilaian yang berubah-ubah (Meilgaard et al.1999). Menurut Meilgaard et al. (1999) banyak variabel yang harus dikontrol dalam melakukan evaluasi sensori, dengan maksud untuk mendapatkan perbedaan nyata antara sampel yang akan diukur. Variabel tersebut terbagi ke dalam 3 kelompok yaitu: (1) Pengontrolan terhadap proses pengujian meliputi: lingkungan, tempat pengujian, penggunaan booth atau meja diskusi, pencahayaan, sistem ventilasi udara, ruang persiapan, pintu masuk dan keluar; (2) Pengontrolan produk meliputi : penggunaan peralatan, cara penyiapan, pemberian kode dan cara penyajian; (3) Pengontrolan terhadap panel meliputi prosedur yang digunakan oleh panelis dalam mengevaluasi sampel. Kegiatan evaluasi sensori memerlukan berbagai macam tahapan dengan berbagai pertimbangan. Meilgaard et al. (1999) membagi peran dari analisis sensori ke dalam 7 tahapan yaitu menentukan tujuan dari proyek, menentukan tujuan dari tes yang dipilih, menyeleksi sampel yang akan diuji, mendesain suatu tes, melaksanakan tes, menganalisis data dan menginterpretasikan serta melaporkan data yang diterima. Analisis sensori moderen digunakan sebagai alat yang sangat penting bagi para peneliti mengenai flavor. Secara umum terdapat dua tipe utama analisis sensori : afektif dan analisis. Tes sensori afektif didasarkan pada konsumen dan penilaiannya terhadap tingkat penerimaan yang penting bagi industri pangan karena mereka akan memberikan penjelasan mengenai flavor, tekstur, dan penampakan yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Teknik ini dilakukan oleh panelis tidak terlatih sehingga cenderung penilaian setiap panelis akan berbeda-beda. Jumlah panelis yang digunakan cukup banyak (>50). Tipe kedua metode sensori yakni teknik analisis yang didasarkan pada panelis terlatih. Termasuk didalamnya uji pembedaan dan uji ambang batas, merupakan alat sensori yang penting. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi flavor dalam
19
sebuah produk dan membedakan komponen sensori antara berbagai produk (Marsili 2007). Uji pembedaan yang populer termasuk didalamnya uji segitiga, panelis berusaha untuk mendeteksi satu dari tiga sampel yang berbeda dari dua sampel lainnya dan pada uji duo-trio, panelis memilih satu dari dua sampel yang berbeda dengan standar. Salah satu kekurangan dari uji-uji ini adalah perbedaan antara sampel tidak ditentukan (Marsili 2007). Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini. Analisis ini dapat dilakukan untuk semua parameter sensori dan beberapa aspek dalam flavor atau texture profiling. Panelis yang digunakan harus dipilih secara hati-hati, dilatih dan dipertahankan kemampuannya dibawah pengawasan supervisor yang berpengalaman (Apriyantono & Wijaya 2006). Menurut Sensory Analysis Center (2010), analisis sensori deskriptif adalah salah satu alat yang paling komprehensif dan informatif yang digunakan dalam analisis sensoris. Teknik ini dapat memberikan deskripsi indrawi lengkap mengenai produk, menentukan bagaimana perubahan bahan atau proses mempengaruhi karakteristik produk, dan mengidentifikasi atribut kunci produk yang meningkatkan penerimaan. Parameter-parameter sensori yang diamati guna menggambarkan produk dapat berupa aneka ragam terminologi baik itu tentang atribut, karakteristik, characternotes, kalimat penjelasan atau pendiskripsi lain. Pemilihan terminologi untuk sensori parameter boleh sekehendak hati, namun harus disetujui oleh semua panelis selama masa pelatihan dan digunakan dengan seragam selama pengujian. Akan tetapi bila atribut sensori yang terpilih dan definisi yang berhubungan dengan atribut ini dapat dikaitkan dengan sifat fisik atau kimia produk, data deskripsi yang diperoleh akan lebih mudah dalam interpretasi dan lebih berguna dalam pembuatan keputusan (Apriyantono & Wijaya 2006). Variasi analisis deskriptif yang paling popular sampai saat ini adalah Flavor Profile® Method yang dikembangkan oleh Cairncross dan Sjőstrom (1950), The Texture Profile®Method yang dikembangkan oleh General Foods
20
Research Center (Brandt et al. 1963), Quantitative Descriptive Analysis (The QDA® Method) yang dikembangkan oleh Tragon Corporation (Stone et al. 1974), Spectrum Descriptive Analysis sebagai pengembangan dari metode Flavor dan Texture Profile dengan deskripsi seperti dijelaskan oleh Meilgaard et al. (1991). Semua variasi metode ini dilakukan oleh panelis terlatih. Panelis ini dipilih berdasarkan kemampuan sensorinya dan hasil training untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi perbedaan sensori antara produk yang diuji (Stone & Sidel 2004; Abdi & Valentine 2007). Saat ini metode QDA diterima secara luas sebagai salah satu alat yang paling penting untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan flavor, penampakan dan tekstur serta untuk usaha pengembangan produk. Pada metode QDA panelis terpilih berkerja bersama dalam sebuah kelompok yang fokus untuk mengidentifikasi atribut kunci dari produk dan menentukan skala yang tepat pada produk yang dikaji. Panelis selanjutnya dilatih oleh panel leader, seorang analisis sensori yang profesional menjadi anggota dari panelis untuk mengidentifikasi dan memberi skor
pada produk dengan benar. Selama pelatihan, panelis (jumlah
panelis selalu 8-12 orang) menentukan kata-kata yang tepat (lexicon) untuk menggambarkan produk. Panelis terlatih menentukan istilah-istilah
mengenai
atribut dan deskripsi produk yang mengandung arti bagi konsumen. Oleh karena itu, informasi dari QDA dapat diaplikasikan dalam bentuk model prediksi terhadap penerimaan konsumen (Marsili 2007; Heyman et al. 1993). Dua kriteria kualifikasi untuk pemilihan panelis pada uji QDA adalah: (1) individu yang mengkonsumsi produk dengan frekuensi rata-rata atau lebih akan lebih sensitif dibandingkan dengan yang jarang mengkonsumsi, dan (2) kemampuan pembedaan terhadap produk, termasuk produk yang sedang diuji memberi hasil yang lebih terarah secara berturut-turut (Sawyer et al. 1962 dalam Stone & Sidel 2004). Pelatihan panelis pada metode QDA menggunakan produk dan ingredien reference seperti pada metode deskriptif yang lain untuk menstimulasi penurunan istilah-istilah. Panel leader bertindak hanya sebagai fasilitator, menyediakan sampel, merekam apa yang sedang didiskusikan, dan mengarahkan dialog fokus pada tujuan, mengingatkan bahwa semua subjek memiliki kesempatan yang sama
21
untuk berpartisipasi, dan memecahkan konflik yang mungkin terjadi (Stone & Sidel 1998). Pelatihan ditujukan untuk mengembangkan istilah yang konsisten, tetapi panelis bebas untuk memperkirakan skor yang akan diberikan, menggunakan skala 15 cm yang tersedia pada metode ini. Hasil dari QDA dianalisa secara statistik, salah satu teknik statistik yang sangat bermanfaat adalah principal component analysis (PCA), sebuah metode analisis multivariat yang dapat digunakan untuk memperlihatkan kelompok jenis sampel yang sama yang didasarkan pada pengukuran atribut sensori kuantitatif. Selanjutnya hasil uji statistik
disajikan
dalam
bentuk
berbagai
jenis
format
grafik
untuk
menginterpretasikan hasil, grafik yang umumnya digunakan sebagai representasi data dalam bentuk spider web dengan suatu cabang dari satu titik pusat untuk tiaptiap atrbut (Marsili 2007; Meilgraard et al. 1999; O’Mahoney 1986 dan Randall 1989 dalam Heymann et al. 1993). Analisis Multivariat Analisis multivariat (MVA) adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk memahami bagaimana komponen-komponen kimia yang sangat banyak dalam produk berpengaruh terhadap flavor dan aroma, MVA digunakan untuk menangani data dalam jumlah yang banyak, sehingga keputusan yang diambil dapat lebih objektif (Martens et al.1994). MVA memberikan cara menentukan sejumlah besar luas puncak data yang dihasilkan dalam analisa dengan menggunakan GC-MS pada produk pangan, untuk membedakan informasi yang mengandung arti dan variasi data yang acak dalam set data. Metode MVA dapat menentukan variabel bersamaan dan kemampuan untuk mengurangi jumlah faktor (kombinasi linear dari variabel independen) yang mengandung sejumlah informasi. Secara umum, tujuan metode MVA adalah untuk mengurangi ukuran set data, memungkinkan (1) sampel secara individual dapat diklasifikasi dengan set data yang didasarkan menurut derajat kesamaan data atau (2) Sifat berkelanjutan sampel dapat diprediksi (contohnya umur simpan produk atau skor flavor). Secara umum MVA, dimulai dengan penerapan eksplorasi algoritma pada kumpulan data. Pola dasar data terdapat pada set data tetapi hubungan antar
22
sampel akan sulit diketahui jika matriks data lebih dari tiga atau lebih bentuk. Eksplorasi data analisis dapat mengungkapkan pola tersembunyi dalam data yang kompleks dengan mengurangi informasi menjadi sebuah bentuk yang lebih mudah dipahami. Analisis seperti ini memungkinkan dapat terlihatnya chemometric outlier dan menunjukkan pola data atau kecenderungan dalam data. Eksplorasi algoritma seperti principal component analysis (PCA) dan hierarchical cluster analysis (HCA) didesain untuk mengurangi jumlah set data yang luas dan kompleks menjadi data yang optimal dan dapat diinterpertasikan.
Hal ini
ditekankan pada pengelompokan data dan memperlihatkan variabel yang paling berpengaruh dalam menentukan pola. PCA atau HCA memperlihatkan pola yang berkaitan dengan sampel, langkah berikutnya adalah penerapan metode klasifikasi MVA atau metode kuantitatif yang mengukur sebagian sifat berkelanjutan dari sampel yang penting. MVA digunakan dalam kimia flavor untuk membuat prediksi kuantitatif pada umur simpan, skor flavor, atau sifat berkelanjutan dari sebuah produk . Dalam bidang pangan dan kimia flavor, MVA merupakan metode yang paling bermanfaat dalam mengkorelasikan data sensori dan data hasil analisa. Penerapan prosedur MVA, memungkinkan terciptanya korelasi antara data sensori yang subjektif dan data hasil analisa dengan instrumen yang objektif. Terdapat sebagian kecil makanan yang dikarakterisasi oleh atribut sensori yang berasal dari satu atau dua komponen aroma yang mencirikan produk tersebut. Dalam kasus tersebut, data sensori dan data instrumen relatif mudah dikorelasikan. Namun untuk kebanyakan produk, kondisinya sangat berbeda dan lebih rumit, hal ini disebabkan karena karakteristik sensori umumnya merupakan hasil dari beberapa komponen kimia yang memengaruhi produk tersebut. Sifat organoleptik merupakan fenomena multivariat, sehingga
untuk mengkarakterisasi setiap
komponen secara realistis diperlukan metode statistik multivariat (Marsili 2007). Berbagai jenis masalah yang berkaitan dengan masalah flavor dapat diselesaikan dengan chemometrics dan MVA, termasuk di dalamnya: (1) Klasifikasi sampel berdasarkan kesamaan profile flavornya (Chien & Peppard 1993), (2) Klasifikasi sampel berdasarkan mekanisme off-flavor (Majcher & Jelen 2005; Berger 1991), (3) Klasifikasi sampel ke dalam beberapa kategori: baik dan
23
buruk; sampel kontrol dan sampel komplain (Roberts & Acree 1995), (4) Prediksi skor flavor, dan (5) Prediksi umur simpan (prediksi jumlah hari setelah produksi, produk mulai tidak diterima berdasarkan atribut flavor dan rasa) (Larsen et al. 1992; Baek & Cadwallader 1999). Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS) Kombinasi gas chromatography (GC) untuk pemisahan dan mass spectrometry (MS) untuk deteksi dan identifikasi komponen-komponen dalam campuran berbagai komponen menjadi alat analisis yang digunakan dalam penelitian dan laboratorium analisis. Penggabungan GC dan MS biasanya dilakukan untuk mendeteksi komponen-komponen spesifik tertentu. Sistem GCMS terdapat dalam berbagai jenis dan ukuran tergantung pada desain untuk memenuhi tuntutan pekerjaan (Douglas 2010; McMaster 2007). GC merupakan alat analisis yang populer, kuat, cukup murah dan mudah dioperasikan. Campuran yang akan dianalisa diinjeksikan ke dalam saluran gas inert dan disebarkan pada tabung yang dilengkapi lapisan padat dengan fase cair. Interaksi absorptif antara komponen-komponen dalam saluran gas dan lapisan fase diam kolom menyebabkan terjadinya perbedaan pemisahan campuran komponenkomponen, selanjutnya komponen tersebut akan dideteksi oleh detektor. Detektor GC, identifikasinya didasarkan pada waktu retensi di dalam kolom. Mass
spectrometer
mengantar
material
yang
diinjeksikan,
mengionisasinya dalam kondisi sangat vakum, mendorong dan memfokuskan ion-ion ini dan hasil fragmentasi melalui sebuah magnetic mass analyzer, dan selanjutnya jumlah setiap ion pada detektor dikumpul dan diukur. Mass spectrometer adalah alat yang sangat baik untuk mengidentifikasi dengan baik struktur dari suatu komponen, tetapi kurang baik untuk mendeteksi struktur jika komponen terdapat dalam bentuk campuran. Penggabungan dua komponen menjadi sebuah bentuk sistem GC-MS memungkinkan pemisahan campuran menjadi komponen tunggal, yang dapat diidentifikasi, dan memberikan informasi kuantitatif dan kualitatif dari jumlah dan struktur kimia setiap komponen. Penentuan struktur molekul sebuah komponen didasarkan pada berat molekul dan fragmentasi spektra.
24
Sistem GC-MS terdiri dari: (1) Injektor, sebagai jalan masuknya sampel ke dalam kromatogram, (2) Gas chromatograph, sebagai gas pembawa (carrier gas) dan kontrol valving, (3) Oven, sebagai pengontrol suhu, (4) Tubing, sebagai penghubung injektor dengan kolom dan keluar ke bagian spektrometer (5) Kolom yang dibungkus dan dilapisi dengan fase diam yang memungkinkan terjadinya pemisahan, (6) Modul yang memisahkan komponen-komponen yang disalurkan ke sumber ionisasi mass spektrometer sehingga tidak terjadi pencampuran kembali komponen-komponen yang telah dipisahkan, (7) Sistem mass spektrometer yang terdiri dari sumber ionisasi, focusing lens, mass analyzer, detektor ion, dan multistage pumping, dan (8) Sistem data/kontrol untuk memberikan seleksi mass, kontrol lensa dan detektor, pengolahan data serta penghubung GC dengan injektor (McMaster 2007). Injektor dapat berbentuk sebuah septum port sederhana pada bagian atas gas kromatograph tempat sampel diinjeksikan dengan menggunakan sebuah graduated capillary syringe. Dalam beberapa kasus, injeksi port ini dilengkapi dengan sebuah trigger
yang dapat memulai program suhu oven dan/atau
mengirim sebuah signal pada data/sistem kontrol untuk memulai memperoleh data. Untuk analisis yang lebih kompleks dan dilakukan secara rutin, injeksi dapat dilalukan dengan menggunakan autosampler yang memungkinkan injeksi vial dalam jumlah yang banyak, injeksi standar, needle washing, dan identifikasi barcode vial. Untuk sampel mentah yang membutuhkan proses preinjeksi, terdapat injektor split/splitless, saluran dengan permukaan geometri yang berbeda, sistem pembersihan dan perangkap, headspace analyzers, dan sistem pemurnian cartridge. Semua sistem ini menyediakan ekstraksi sampel, cleanup, atau periode volatilisasi untuk memasukkan sampel yang dianalisa ke dalam kolom gas kromatograpi. Gas kromatograpi dilengkapi dengan oven untuk mempertahankan dan memanaskan kolom GC. Gas pembawa yang digunakan berupa gas nitrogen, helium, atau hidrogen, yang digunakan untuk membawa sampel yang diinjeksikan kedalam kolom, tempat terjadinya pemisahan dan selanjutnya masuk ke bagian interface mass spektrometer.
25
Mass spectrometer memiliki tiga bagian utama: sebuah ruang ionisasi dengan elektron atau molekul-molekul dibebani untuk menghasilkan molekulmolekul ion sampel. Molekul ini ditempatkan di dalam alat analisa dalam kondisi vakum yang tinggi dimana molekul difokuskan secara elektrik kemudian dibawa ke bagian quadrupole rods. Signal arus searah (dc) pengisian kutub apposing pada bagiab quadrupole rods menghasilkam
medan magent pada bagian ion-ion
diselaraskan. Setiap mass dipilih dari bagian ini dengan menyebarkan setiap mass dengan sebuah signal frekuensi radio (RF). Perbedaan frekuensi dc/RF sangat nyata, perbedaan perbandingan ion mass/charge (m/z) dapat keluar dari alat analisis dan mencapai ion detektor. Dengan sweeping dari frekuensi tinggi ke rendah, ion-ion yang memiliki the m/z dikeluarkan satu persatu ke detektor, menghasilkan mass spektrum. Pada saat memasuki detektor ion, ion-ion tersebut dibelokkan kabagian cascade plate dimana signal digandakan dan selanjutnya dikirim ke sistem data sebagai arus ion berbanding m/z berbanding waktu. Jumlah signal dapat diplotkan berbanding waktu sebagi total kromatogram ion (TIC) atau ion tunggal m/z dapat diekstrak dan diplotkan berbanding waktu sebagai kromatogram ion tunggal (SIC). Pada titik tunggal, kekuatan aliran ion untuk setiap fragmen ion yang terdeteksi dapat diekstrak dan diplotkan sebagai m/z jarak mass, menghasilkan mass spektrum. Hal penting untuk selalu diingat bahwa blok data yang dihasilkan adalah tiga dimensi: (m/z) terhadap kekuatan signal terhadap waktu. Pada kebanyakan detektor hasilnya sederhana yakni kekuatan signal terhadap waktu. Data hasil analisa yang paling sederhana dengan menggunakan mass spektrometer adalah pengukuran total kekuatan arus ion (TIC) berbanding waktu. Ini merupakan hasil dari kromatografi yang memperlihatkan kekuatan signal untuk semua ion yang dihasilkan oleh mass spektormeter pada waktu yang diberikan. Kromatogram yang dihasilkan sama bentuknya dengan kromatogram UV dengan pucak-puncak yang mewakili waktu retensi dari setiap komponen yang ada (McMaster 2007).
26
Kromatografi gas-olfaktometri (GC-O) Kromatografi gas-olfaktometri (GC-O) adalah kumpulan
teknik yang
menggunakan manusia sebagai detektor pada gas kromatogram atau sebagai olfaktometer dengan menggunakan gas kromatogram untuk memisahkan dan menyampaikan dosis aroma kepada manusia sebagai subjek. GC-O telah menjadi bioassay penting yang digunakan dalam isolasi dan karakterisasi aroma dari produk alami yang kompleks sejak tahun 1960. GC sniffing dipercaya mulai sejak diperkenalkannya gas kromatograf oleh James dan Martin (1952). Takeuchi et al. (1980) menggabungkan oflaktometer standar dengan gas kromatogram dan pertama kali menamainya sebagai “gas chromatograph-olfactometer”. Bentuk sederhana dari GC-O yakni dengan menghirup langsung aliran dari kolom gas kromatograpi telah dilakukan lebih dari 35 tahun (Fuller et al. 1964), penggabungan aliran dari GC dengan udara lembab dengan menggunakan laminar flow dimulai sejak tahun 1971 (Acree et al. 1976) dan penggunaan metode pengenceran quantitatif untuk mengetahui potensi aroma (Acree et al. 1984; Ullrich & Grosch 1987) telah dilakukan pada pertengahan tahun 1980. Selama analisa dengan GC-O, ekstrak sampel atau sampel yang didestilasi dari bahan pangan diinjeksikan ke dalam GC yang telah dimodifikasi dengan sebuah oflaktometer pada bagian akhir detektor. Seorang sniffer atau manusia sebagai detektor duduk dibagian outlet oflaktometer dan merekam apa yang dibaui dalam aliran udara. Data yang dihasilkan dari GC-O memiliki komponen kualitatif dimana seorang sniffer mendiskripsikan persepsinya terhadap aroma yang mereka baui. Hal ini biasanya menggunakan kata atau kelompok kata yang juga menggunakan gambar. Hasil pelatihan sniffer selama beberapa hari atau minggu dengan menggunakan bahan kimia dan kata-kata untuk menggambarkan setiap bahan yang dibaui harus didokumentasikan, agar diperoleh hasil yang konsisten (Cain 1979). Manusia dapat dilatih agar konsisten mengidentifikasi bau jika dilakukan standarisasi berkala. Terdapat juga komponen kuantitatif yang dapat diperoleh dari perilaku sniffer. Analisa dengan GC-O bersifat intensif sehingga hanya menggunakan 1-2 orang panelis yang sebelumnya harus diseleksi untuk mengetahui tingkat sensitifitasnya dan anosmia yang spesifik. Tingkat sensifitas oflaktori seseorang dapat berubah dalam beberapa hari seiring
27
berjalannya waktu (Köster 1965; 1968). Hal ini harus diperhatikan karena proses pembuatan
serial
pengenceran
memerlukan
waktu
yang
lama
dalam
penyiapannya. Data GC-O sering dinyatakan sebagai Charm atau flavor dilution response chromatogram, spektrum kromatogram aroma, atau nilai aktivitas aroma. Baik nilai pengenceran flavor dan nilai Charm dapat dikonversikan ke dalam nilai spektrum aroma (OSV) dengan menggunakan hukum Steven’s: = Dimana Ψ adalah intensitas stimulan yang dirasakan, k adalah konstanta, Φ adalah tingkatan stimulan, dan n adalah eksponen Steven’s. Eksponen persamaan Steven’s untuk aroma kisarannya 0.3 dan 0.8 (Stevens 1958;1960), dan menggunakan nilai tengah yang memadai dengan nilai 0.5. nilai spektrum aroma dinormalkan dengan aroma yang paling tajam. Hasil ploting respon dengan retensi menghasilkan spektrum kromatogram aroma. Spektrum kromatogram aroma mewakili pola dari aroma dalam sampel yang diinjeksikan. Cara lain untuk memperlihatkan hasil analisa GC-O adalah dengan menggunakan nilai aktivitas aroma yang dapat juga diplotkan dalam bentuk kromatogram. Aktivitas kromatogram aroma diwakili oleh intensitas dan pola dari komponen aktiv aroma sebagai nilai aktivitas aroma (OAV) yakni perbandingan konsentrasi aroma dengan ambang aroma yang dapat dideteksi dalam matriks pangan. Hubungan Analisis Sensori dengan Analisis Instrumen Memahami flavor pangan merupakan hal yang sangat penting dalam mengatur strategi penelitian dan pemasaran yang efektif. Memahami flavor melibatkan hubungan antara persepsi terhadap flavor dengan komponenkomponen kimia volatil yang berpengaruh terhadap flavor. Flavor pangan merupakan salah satu kunci yang menjadi parameter penerimaan dan pemasaran. Jika hubungan antara persepsi sensori dengan komponen-komponen volatil tercipta, peningkatan pemahaman flavor tercapai dan diperolehnya informasi yang kuat yang menghubungkan flavor dengan teknologi produksi (Drake 2004). Ada dua hal dasar yang diperlukan untuk melakukan
28
kajian ini yakni instrumen analisis yang lengkap dan analisis sensori deskriptif. Diperlukan perhatian yang seksama agar diperoleh hubungan yang jelas dari penggunaan instrumen analisis dan analisis sensori deskriptif. Sayangnya, analisis sensori deskriptif sering diabaikan dalam kimia flavor. Flavor adalah persepsi sensori. Penelitian kimia flavor (misalnya instrumen analisis) tidak akan memiliki relevansi tanpa analisis sensori. Analisis sensori deskriptif terdiri dari panelis terlatih dimana setiap individu berfungsi serentak,
merupakan
analog
instrumen,
untuk
mendokumentasi
dan
mendiskripsikan atribut sensori suatu produk (Drake & Civille 2003). Seperti halnya instrumen sensori atau panelis, yang harus dilatih secara intensif dan dikalibrasi untuk hasil yang kuat, sensitif, dan mengandung makna. Komponen volatil dalam produk pangan tidak dapat diekstrak dengan menggunakan satu metode saja, tetapi memerlukan kombinasi proses ekstraksi, misalnya gabungan headspace dan ekstraksi pelarut sebaiknya digunakan jika ingin mendapatkan gambaran keseluruhan komponen volatil yang diinginkan. Instrumen yang digunakan harus sensitif karena banyak komponen yang bereperan dalam flavor terdapat dalam jumlah yang sangat kecil (ppb atau ppt). Komponen-komponen sulfur dan adanya kandungan nitrogen memerlukan detektor khusus agar diperoleh deteksi dan kuantifikasi yang akurat dan sensiitif. Kromatograpi gasoflaktometri
(GC-O
atau
GC-sniffing)
umumnya
diperlukan
untuk
mengidentifikasi komponen kunci yang berperan pada flavor (Singh et al. 2003; Parliament & MCGorrin 2000; Van Ruth 2001; Grosch 1993). Pendekatan yang paling tepat untuk menghubungkan data sensori dan data analitik diperlihatkan pada Gambar 1. yang terdiri dari tiga langkah: (1) pemilihan produk yang diinginkan atau flavor target dengan menggunakan analisis sensori deskriptif, (2) instrumen untuk menganalisa kandungan volatil, dan (3) konfirmasi volatil kunci sebagai aroma-active compounds dengan melakukan kuantifikasi, analisis ambang batas, dan analisis sensori deskriptif (Drake et al. 2006). Pendekatan lain yang dapat digunakan jika jumlah sampel dan volatil yang dianalisa sangat banyak yakni: (1) evaluasi sensori dan analisis instrumen produk tanpa analisis lanjutan atau (2) evaluasi sensori, analisis instrumen dan analisa
29
statistik. Dari dua jenis pendekatan ini, hubungan kasar antara analisis sensori dan analisis instrumen dapat diidentifikasi.
Langkah 1. Kecermatan memilih produk dengan flavor target
Tool yang digunakan: Analisis sensori deskriptif
Langkah 2.
Ekstraksi, identifikasi dan karakterisasi aroma active components
Tool yang digunakan: Analisis instrumen dengan gas kromatografi olfaktometri (GC-O)
Langkah 3. Konfirmasi komponen volatil yang dipilih dalam pangan
Tool yang digunakan: Instrumental quantification Analisis ambang batas sensori Analisis sensori deskriptif
Sumber: Drake et al. 2006 Gambar 1 Tiga langkah pendekatan untuk membangun hubungan yang tepat antara analisis sensori dan analisis instrumen