BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan asam yang patogen dan saprofitik. Ada beberapa batang aerobik tahan asam yang patogenik, tetapi hanya tipe “Bovin” dan “Human” saja yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukurannya lebih kecil daripada sel darah merah. Kuman tuberkulosis paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur 1
lama selama beberapa tahun . Tuberkulosis paru merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Basil mikobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran pernafasan (droplet infection) sampai alveoli, selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening. Kesempatan ini terbentuklah primer kompleks (Ranke) dinamakan Tuberkulosis primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan 1
mengalami penyembuhan .
B. Cara Penularan Tuberkulosis Paru Kita mengetahui bahwa penyakit Tuberkulosis Paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang daya tahannya luar biasa; dan bahwa infeksi terjadi melalui penderita Tuberkulosis yang menular. Penderita tuberkulosis yang menular adalah penderita dengan basil-basil tuberkulosis di dalam dahaknya, bila penderita mengadakan ekspirasi-paksa berupa batuk-batuk, bersih, tertawa keras dan sebagainya, akan keluar percikan-percikan dahak halus (droplet nuclei), yang berukuran kurang dari 5 mikro dan yang akan melayang1
layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil tuberkulosis . Bilamana droplet nuclei hinggap di saluran pernafasan yang agak besar, misalnya trakea dan bronkus, maka akan segera dikeluarkan oleh gerakan cilia selaput lendir saluran pernafasan ini. Bilamana droplet nuclei berhasil masuk sampai ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkeolus, droplet nuclei akan menetap dan basil-basil Tuberkulosis akan mendapat kesempatan 1
untuk berkembang biak, maka terjadilah infeksi Tuberkulosis . Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transmisi ini. Pertama adalah jumlah basil dan virulensinya. Dapatlah dimengerti bahwa makin banyak basil di dalam dahak seorang penderita makin besarlah bahaya penularan. Dengan demikian, para penderita dengan dahak yang sudah positif pada pemeriksaan langsung dengan mikroskop (untuk ini minimal harus ada 100.000 basil dalam 1 ml sputum) akan jauh lebih berbahaya dari mereka yang baru positif pada pembenihan, yang jumlah basilnya di dalam dahak jauh lebih sedikit 1
(minimal 1000 basil dalam 1 ml sputum) .
Faktor lain adalah cahaya matahari dan ventilasi. Basil Tuberkulosis tidak tahan terhadap cahaya matahari, kemungkinan penularan dibawah terik matahari sangat kecil. Ventilasi yang baik, mengakibatkan adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar dari luar, sehingga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni-penghuni lain yang serumah. Bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan-perumahan yang berpenghuni padat dengan ventilasi yang jelek serta cahaya matahari kurang/tidak dapat masuk
11
.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif dari hasil pemeriksaan dahak, kemampuan melakukan penularan tersebut semakin besar, makin rendah derajat positif dari hasil pemeriksaan dianggap kurang menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi 1
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut .
C. Gambaran Klinik Tuberkulosis Paru Gejala-gejala utama pada penyakit paru adalah batuk, sesak nafas, dan nyeri dada. Gejala-gejala ini dapat timbul pada Tuberkulosis Paru, akan tetapi tidak selalu dijumpai. Gambaran klinis TBC paru adalah sebagai berikut: 1. Permulaan Sakit Pertumbuhan Tuberkulosis Paru sangat menahun sifatnya, tidak berangsur-angsur memburuk secara teratur, yang makin lama makin memberat, tetapi terjadi secara “melompat-lompat”. Serangan pertama menyerupai influenzae akan segera mereda, dan keadaan akan pulih kembali.
Berbulan-bulan kemudian akan timbul kembali serangan “influenzae”. Tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil, serangan kedua bisa terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan seterusnya; dikatakan sebagai multiplikasi dari 3 bulan. Serangan kedua akan bertahan lebih lama dari yang pertama sebelum orang sakit “sembuh” kembali. Pada serangan ketiga masa sakitnya lebih lama lagi dibandingkan serangan kedua. Sebaliknya masa “tidak sakit” menjadi lebih pendek dari masa antara serangan pertama dan kedua. Seterusnya masa sakit “influenzae” makin lama makin panjang, sedangkan masa “bebas influenzae” makin pendek. Salah satu keluhan pertama penderita Tuberkulosis Paru adalah: sering mendapatkan serangan “influenzae”. Setiap kali mendapat serangan dengan suhu bisa mencapai 40o – 41oC, terbentuklah sarang-sarang eksudatif. Dalam masa regresi (menyembuh) sebagian dari sarang-sarang eksudatif diresorbsi dan sebagian lainnya menyembuh dengan pembentukan sarang-sarang fibrotik. Pada serangan kedua, ketiga dan seterusnya, proses tersebut diulangi lagi, sehingga pada waktu diagnosis Tuberkulosis Paru ditegakkan, selalu didapatkan sarang-sarang eksudatif bersamaan dengan sarang-sarang fibrotik. Sesuai dengan sarang-sarang mana yang banyak terdapat, akan bisa 4
ditentukan apakah penyakit itu eksudatif (aktif) atau fibrotik . 2. Malaise Peradangan ini bersifat sangat kronik akan diikuti oleh tanda-tanda malaise: anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, badan pegal-pegal, 4
demam subfebril yang diikuti oleh berkeringat malam, dan sebagainya .
3. Batuk Mycobacterium tuberkulosis mulai berkembang biak dalam jaringan paru. Selama bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, orang sakit tidak akan batuk. Batuk pertama terjadi karena iritasi pada bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan keluar. Karena terlibatnya bronkus tidak sama dengan penyakit yang satu dengan yang lain, maka juga tidak dapat dikatakan kapan batuk itu akan timbul. Mungkin saja batuk timbul segera setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru, tetapi bisa pula berminggu-minggu, malahan berbulanbulan setelah peradangan bermula. Mungkin dapat dikatakan bahwa mereka yang batuk akan lebih beruntung dari pada mereka yang berpenyakit Tuberkulosis Paru tanpa batuk. Apalagi batuk mengeluarkan darah. Pasti si sakit akan segera pergi ke dokter untuk memeriksakan dirinya. Batuk-batuk pertama biasanya bersifat iritatif, non produktif. Bila tidak dikeluarkan bahan-bahan ekskresi radang bisa menyumbat bronkus yang akan berakibat 2
timbulnya atelektasis (paru mengempes) . 4. Hemoptoe Batuk darah akan terjadi bila pembuluh darah pecah. Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah, maka akan terjadi batuk darah ringan, sedang
atau
berat.
biasanya
batuk
darah
pada
Tuberkulosis
Paru
disangkutpautkan dengan adanya kavitas. Hal ini tidak benar, karena misalnya ulkus pada dinding bronkus juga bisa menjadi sumber pendarahan 2
.
5. Sesak Nafas Sesak nafas (dyspnoe) akan didapatkan pada penyakit yang sudah 4
lanjut. Pada penyakit yang baru tumbuh tidak akan ditemukan sesak nafas . 6. Laboratorium Penunjang Ada beberapa pemeriksaan laboratorium rutin, yang bisa mendukung diagnosa Tuberkulosis Paru, dan bisa pula dipergunakan untuk memonitor penyakit. Dalam keadaan aktif/eksaserbasi, lekosit agak meninggi dengan geseran ke kiri dan limfosit di bawah keadaan normal. Laju endap darah (LED) meningkat. Dalam keadaan regresi atau menyembuh, lekosit kembali normal dengan limfosit lebih tinggi jumlahnya dari keadaan normal. Laju endapan darah akan menurun kembali. Selain dari pemeriksaan LED pemeriksaan laboratorium rutin pada waktu sekarang kurang mendapatkan 1
tempat . 7. Basil Tahan Asam Menemukan Basil Tahan Asam (BTA) dalam sputum merupakan diagnosis pasti untuk Tuberkulosis Paru. Akan tetapi BTA tidak akan selalu ditemukan. BTA dalam sputum baru dapat ditemukan, bila bronkus telah terkena penyakit dan bronkus yang terbuka, akan mengeluarkan sekret yang mendukung BTA. Apabila diagnosis Tuberkulosis Paru semata-mata didasarkan pada ditemukannya BTA dalam sputum, maka sangat banyak Tuberkulosis Paru yang terlewat untuk pengobatan. Sedangkan justru Tuberkulosis Paru tanpa sputum mengandung BTA, adalah penyakit yang
baru bermula, penyakit yang belum menulari orang lain, dan penyakit yang 2
paling gampang dan paling sempurna dapat diobati dan disembuhkan .
D. Epidemiologi Epidemiologi Tuberkulosis Paru mempelajari interaksi antara kuman Mycobacterium
tuberkulosis,
manusia
dan
lingkungannya
(masyarakat).
Epidemiologi Tuberkulosis juga dipakai untuk menilai situasi diantaranya nilai mortalitas, prevalensi dan insidensi. Sebagian besar orang yang terinfeksi (80% – 90%), belum tentu menjadi sakit Tuberkulosis Paru. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh orang yang terinfeksi tersebut bisa berada dalam keadaan dormant (tidur), dan keberadaan kuman dormant tersebut dapat diketahui hanya dengan tes Tuberkulin. Orang yang terinfeksi disebut sebagai penderita Tuberkulosis Paru, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3 – 6 bulan setelah terinfeksi. Orang yang terinfeksi yang tidak menjadi sakit tetap mempunyai risiko untuk menderita Tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka. Saat ini WHO memperkirakan 1,7 miliar atau sepertiga penduduk dunia yang terinfeksi Tuberkulosis berdasarkan uji Tuberkulin positif dan setiap tahunnya terdapat 4 juta penderita baru dengan BTA positif dan 4 juta lagi dengan BTA negatif. Prevalensi penderita Tuberkulosis di dunia saat ini adalah sekitar 20 juta orang dan terdapat 3 juta penderita yang meninggal setiap 1
tahunnya akibat Tuberkulosis ini .
E. Penemuan Penderita Penemuan penderita Tuberkulosis paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang ke unit pelayanan kesehatan .Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif untuk meningkatkan cakupan tersangka ( suspek ) penderita. Cara ini biasa dikenal dengan istilah passive promotive case finding ( penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif ). Selain itu semua kontak penderita TBC Paru BTA positif dengan gejala yang sama seperti
batuk lebih dari 3 minggu tidak kunjung sembuh, batuk
disertai darah, keluar keringat dingin pada malam hari walaupun tidak melakukan aktifitas, tidak nafsu makan, badan terasa lemas harus diperiksa dahaknya sebagai tersangka ( suspek ). Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa dahaknya tiga spesimen dahak dalam waktu dua hari berturut-turut, yaitu sewaktu, pagi, sewaktu ( SPS ). Perkiraan jumlah suspek di Indonesia adalah 13 / 1000 penduduk ( Global TB Control – WHO Report, 2000 2
) .
F. Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa Diagnosis Tuberkulosis Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita didiagnosis sebagi penderita tuberkulosis paru BTA positif. Kalah hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (seperti Kotrimoksasol atau Amoksilin) selama 1 – 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis tuberkulosis paru; bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA negatif Rontgen positif dan apabila rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, penderita tersebut bukan tuberkulosis paru. Untuk lebih jelas lihat bagan alur diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa pada halaman 1
berikutnya .
G. ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA Tersangka Penderita TB (Suspek TB) Periksa Dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS)
Hasil BTA +++ ++–
Hasil BTA +– –
Pemeriksaan Rontgen Dada
Hasil mendukung TB
Hasil tidak mendukung TB
Hasil BTA – – –
Beri Antibiotik Spektrum Luas
Tidak Ada Perbaikan
Ada Perbaikan
Ulangi periksa dahak SPS
Penderita TB BTA Positif
Hasil BTA +++ ++– –––
Hasil BTA –––
Periksa Rontgen Dada
Hasil mendukung TB
Hasil rontgen negatif
TB BTA Neg Rontgen Pos
Bukan TB, Penyakit Lain
H. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita Tuberkulosis Paru Untuk memperkecil kemungkinan kesalahan diagnosis dan memperkecil overtreatment dan atau undertreatment di Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan dibuat klasifikasi berdasarkan gejala klinik, gambaran radiologis dan hasil pemeriksaan bakteriologik. Klasifikasi tersebut adalah: 1. Tuberkulosis Paru Dimana BTA positif secara mikroskopik atau biakan positif, terdapat kelainan radiologik yang menyokong Tuberkulosis dan gejala klinik sesuai Tuberkulosis. BTA negatif pada mikroskopik atau biakan, tetapi kelainan radiologik dan gejala klinik sesuai untuk Tuberkulosis dan memberikan 1
perbaikan pada pengobatan awal Tuberkulosis Paru . 2. Tuberkulosis Paru Tersangka Gejala klinik dan kelainan radiologik sesuai Tuberkulosis dan tidak/belum ditemukan BTA dalam sputum. Paling lambat dalam tiga bulan harus sudah bisa dipastikan apakah diagnosis menjadi Tuberkulosis Paru atau bekas Tuberkulosis Paru. Golongan ini dibagi lagi menjadi dua yaitu 1
Tuberkulosis Paru Tersangka yang diobati dan tidak diobati . 3. Bekas Tuberkulosis Paru Ada riwayat Tuberkulosis pada masa lalu dengan atau tanpa pengobatan, gambaran radiologik sesuai dengan bekas Tuberkulosis dan stabil pada serial foto, tidak ditemukan kuman dalam pemeriksaan langsung 1
dan biakan .
Klasifikasi
penyakit
menurut
Pedoman
Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis adalah: 1. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru dibagi dalam: a. Tuberkulosis Paru BTA Positif 1) Sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 3 (tiga) spesimen dahak SPS hasilnya positif, 2) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgent dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. tuberkulosis paru BTA negatif Rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakit, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced” atau millier).
2. Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis yang menyerang organ lain selain paru, misalnya pleura, slaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar Lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TBC ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakit, yaitu: a. TBC Ekstra Paru Ringan Misalnya: TBC kelenjar lymfe, pleuritas eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b. TBC Ekstra Paru Berat Misalnya:
Meningitis,
millier,
perikarditis,
peritonitis,
pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing 2
dan alat kelamin . Tipe penderita penyakit Tuberkulosis Paru ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe, yaitu: 1. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian). 2. Kambuh (relaps) adalah penderita Tuberkulosis yang sedang mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 3. Pindahan (transfer in) adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten yang ditempati saat ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan dari kabupaten lama. 4. Setelah lalai (pengobatan setelah default atau drop-out) adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 (satu) bulan, dan berhenti 2 (dua) bulan
atau lebih, kemudian datang kembali untuk berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 5. Lain-lain a. Gagal adalah: 1) Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih, 2) Penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. b. Kasus kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif 2
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 (dua) .
I. Faktor-faktor Risiko Penyakit Tuberkulosis Paru 1. Umur Angka kesakitan dan kematian hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur, keadaan ini berkaitan dengan: a. Fungsi dari proses umur, perkembangan, imunitas, dan keadaan fisiologis, b. Perubahan kebiasaan makan dari tiap-tiap golongan umur atau dengan perjalanan waktu, c. Perubahan daya tahan tubuh. Kelompok umur yang mudah terkena penyakit TBC paru adalah balita, remaja hingga usia lanjut. Sebagian besar penderita tuberkulosis paru 1
adalah kelompok produktif (15 – 55 tahun) . 2. Jenis Kelamin
Angka kematian laki-laki lebih tinggi bila dibandingkan dengan wanita untuk hampir semua penyakit, sedangkan wanita mengalami angka kesakitan lebih tinggi. Perbedaan angka kematian antara laki-laki dan wanita dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik yaitu faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal. Faktor ekstrinsik yaitu lingkungan (lebih banyak pria menghisap rokok, minuman keras dan 2
bekerja keras) . 3. Gizi Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya tahan terhadap penyakit ini.Faktor ini sangat penting pada 1
masyarakat miskin, baik orang dewasa maupun pada anak . 4. Kontak keluarga dengan pasien Tuberkulosis Seorang pasien dengan dahak positif seringkali akan menularkan anggota keluarga sendiri, khususnya anak-anak. Jelaslah keluarga merupakan kontak yang dekat. Bila penderita dahaknya positif, periksalah keluarganya 2
untuk menemukan siapa yang mungkin terinfeksi olehnya . 5. Kemiskinan Keadaan sosial ekonomi sering pula dilihat hubungannya dengan angka kesakitan atau kematian. Oleh karena itu, variabel ini menggambarkan tingkat penghidupan seseorang, meliputi pola hubungannya dengan sesama manusia. Keadaan ini ditentukan pula oleh unsur-unsur pendidikan, pekerjaan, penghasilan, kepadatan penghuni rumah, tempat tinggal, dan sebagainya.
Penderita TBC paru berdampak bagi keluarga. Jika menimpa kepala keluarga, sang pencari nafkah, mungkin menurunkan penghasilan keluarga, akibatnya ekonomi lemah. Anak kekurangan makan dan tidak dapat sekolah serta keadaan gizi keluarga menurun. Daya tahan tubuh semua anggota 1
keluarga melemah dan mudah tertular kuman TBC paru . 6. Faktor-faktor toksis Merokok tembakau dan minum banyak alkohol merupakan faktor 1
penting yang dapat menurunkan daya tahan tubuh . 7. Faktor lingkungan Adalah keadaan lingkungan manusia dan kuman yang mendukung untuk menjadi sakit. Misalnya: Kondisi perumahan yang belum memenuhi persyaratan kesehatan, tidak mempunyai jendela, mempunyai jendela tetapi tidak dibuka, sehingga tidak ada pertukaran udara yang baik. Hal ini memberikan peluang bagi kuman untuk bertahan hidup lebih lama. Kebiasaan berperilaku kurang sehat terhadap lingkungan dan diri sendiri, disamping pengobatan tidak tuntas atau tidak lengkap juga menyebabkan penderita tersebut menjadi sumber penularan bagi keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Hal ini diperparah lagi dengan kondisi lingkungan kumuh, kepadatan rumah dan besarnya jumlah penghuni yang 1
tinggal serumah . 8. Pekerjaan Tuberkulosis juga dapat dihubungkan dengan beberapa penyakit paru akibat kerja, dimana yang terpenting dan yang paling sering adalah silikosis
paru. Data dari Afrika Selatan menunjukkan sekitar 20% pekerja tambang emas
menderita
Tuberkulosis.
Tuberkulosis
dihubungkan
dengan
pertambangan tembaga. Sedangkan pengaruh tidak langsung dapat terjadi apabila lingkungan sosial-ekonomi kurang baik. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress telah dikenal sebagai pengganggu dalam bekerja dan menimbulkan daya tahan tubuh penderita menurun
10
.
9. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Struktur keluarga besar dan kurang mampu, anak-anak dapat menderita oleh karena penghasilan keluarga yang harus digunakan banyak orang. Sering pula tingkat penghasilan ini dikaitkan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan
maupun
pencegahan.
Suatu
keluarga
kurang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, transport dan sebagainya
10
.
10. Pendidikan Sebagian besar penderita TBC paru berasal dari kelompok usia produktif dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah (tidak sekolah sampai dengan SLTP). Dengan relatif rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan tentang penyakit TBC paru yang kurang, kesadaran untuk menjalani pengobatan secara teratur dan lengkap juga relatif rendah. Pengaruh lain dari tingkat pengetahuan yang rendah tercermin dalam hal menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan yaitu perilaku sebagian penderita yang masih membuang dahak dan meludah di sembarang tempat
10
.
J. Bentuk Kerugian Akibat Penyakit Tuberkulosis Paru 1. Biaya untuk perawatan Penyakit
Tuberkulosis
(TB)
paru
merupakan
penyakit
yang
mengganggu sumber daya manusia dan umumnya menyerang kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi yang rendah, penyakit ini menular dengan cepat pada orang yang rentan dan daya tahan tubuh lemah. Akibat dari penyakit Tuberkulosis paru yaitu tingginya biaya untuk perawatan dan pengobatan. Selain obat yang diminum penderita TBC perlu makanan yang bergizi berperan sebagai semen untuk menambah paru-paru atau alat tubuh lain yang rusak. Penelitian menunjukkan bahwa penderita dan keluarga kehilangan 20 – 30% dari pendapatan rumah tangga. Menurut WHO, TBC menyebabkan negara kehilangan pajak tahunan sekitar 12 milyar dollar AS dari kaum miskin. Bagi Indonesia berdasarkan perhitungan Ascobat Gani untuk tahun 2002 kerugian Nasional akibat TBC mencapai Rp. 8,3 trilyun berupa hilangnya waktu produktif karena sakit atau mati serta biaya pengobatan
16
.
2. Waktu yang hilang Salah satu masalah pengobatan TBC adalah masa pengobatan yang lama yaitu minimal pengobatan enam bulan. Penelitian menunjukkan, TB menyebabkan penderita kehilangan waktu kerja tiga sampai empat bulan per tahun, sehingga penderita dan keluarga mengalami penurunan dalam penghasilan
16
.
3. Risiko penularan Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1% - 2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata menjadi 100 (seratus) penderita Tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya 2
tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS . 4. Kematian akibat TBC paru Faktor pekerjaan dan status ekonomi mempunyai hubungan erat dengan kematian akibat TBC paru dan juga kesakitan. Keadaan ekonomi rendah biasanya orang akan bekerja keras sebagai seorang buruh kasar yang ditunjang dengan kepadatan rumah, lingkungan jelek, dan keadaan gizi kurang akan memperparah keadaan penderita TBC. WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000. Di negara-negara berkembang TBC merupakan 25% seluruh kematian. Kematian wanita karena TBC lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan persalinan dan nifas 2
.
K. Kerangka Teoritis
Penderita Tuberkulosis Paru dalam keluarga ( Sumber Kontak )
Paparan Kuman Tuberkulosis
Karakteristik anggota keluarga - Umur - Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Status perkawinan - Sosial ekonomi
Perilaku anggota keluarga - Pengetahuan - Sikap - Praktik
Suspek Tuberkulosis Paru
Penderita Tuberkulosis b
Keeratan hubungan keluarga - Intensitas Kontak - Kepadatan hunian
Pender ita
Lingkungan Keluarga 1. Dalam rumah - Ventilasi - Kelembaban - Jenis lantai - Pencahayaan 2. Luar rumah - Kepadatan pemukiman - Kebersihan lingkungan
L. Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
2. Intensitas kontak dengan penderita 3. Kepadatan hunian 4. Status hubungan keluarga
Terjadinya Suspek pada anggota keluarga penderita Tuberkulosis paru BTA positif
M. Hipotesa 1. Intensitas kontak berisiko terhadap terjadinya suspek pada keluarga dan lingkungan penderita TBC Paru BTA positif. 2. Kepadatan hunian berisiko terhadap terjadinya suspek pada keluarga dan lingkungan penderita TBC Paru BTA positif. 3. Status hubungan keluarga berisiko terhadap terjadinya suspek pada keluarga dan lingkungan penderita TBC Paru BTA positif