TINJAUAN PUSTAKA Energi Energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat sesuatu. Defenisi ini merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai energi pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian sehari-hari energi dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu kerja (Kadir, 1995). Menurut Daryanto (2007) energi merupakan sumber daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan termasuk bahan bakar, listrik, energi mekanik dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari sumber daya alam yang meliputi minyak dan gas bumi, batu bara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung atau tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi. Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi dunia yang semakin meningkat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mencari sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu, sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas bumi, listrik tenaga air dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar (Reksohadiprojo, 1998).
5 Universitas Sumatera Utara
6
Bahan Bakar Bahan bakar adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembakaran. Tanpa adanya bahan bakar tersebut pembakaran tidak akan mungkin dapat berlangsung. Banyak sekali jenis bahan bakar yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan dari materi pembentuknya bahan bakar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) bahan bakar berbasis organik dan (2) bahan bakar nuklir. Apabila dilihat dari bentuknya, maka bahan bakar di bagi menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) bahan bakar padat, (2) bahan bakar cair, dan (3) bahan bakar gas. Namun demikian hingga saat ini bahan bakar yang paling sering dipakai adalah bahan bakar berbasis organik (Anonimous, 2014) Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar semakin lama semakin mahal. Semakin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan bakar, maka semakin mahal harganya. Demikian pula, semakin langka bahan baku yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar, maka harganya akan semakin mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar semacam ini adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang yang mampu memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak banyak terjangkau oleh masyarakat desa
atau
pedagang-pedagang
kecil
yang
memerlukan
bahan
bakar
(Anonimous, 2000). Secara umum kebutuhan energi di dunia saat ini masih tergantung pada fosil, terutama minyak dan gas bumi, serta batubara. Tingkat pertumbuhan manusia lebih tinggi dari laju perkembangannya. Sejak tahun 1980-an minyak menjadi sumber energi nomor satu, tetapi sejak tahun 1980 produksi minyak menurun karena banyaknya minat dan kebutuhan berbagai negara, dengan
Universitas Sumatera Utara
7
demikian, kebutuhan tidak sesuai lagi dengan ketersediaannya. Hal ini mengakibatkan harga minyak bumi menjadi mahal (Mangunwidjaja dan Sailah, 2005). Berdasarkan peraturan presiden no 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional Indonesia memiliki target energi terbarukan sampai 15%, terutama bahan bakar hayati sampai 5%. Oleh karena itu perlu dicari sumber bahan bakar hayati terutama produk biomassa untuk di konversikan menjadi energi. Biomassa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan, dan sebagainya. Biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Yang digunakan adalah bahan bakar biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya (Pari dan Hartoyo, 1983). Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak protein dan mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium, dan besi. Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering ± 75%), lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya berbeda-beda. Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu, dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui, relatif
Universitas Sumatera Utara
8
tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian (Widardo dan Suryanta, 1995). Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi biomassa yang relatif besar yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan, kehutanan, limbah ternak dan limbah kota (sampah). Energi biomassa ini dipakai baik sebagai pembangkit listirik, energi panas atau energi mekanik (penggerak). Dengan melihat potensi besar ini, maka pemanfaatannya untuk energi akan memberi kontribusi yang cukup berarti dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. Pada kenyataannya meskipun potensi energi biomassa relatif besar namun pemanfaatannya sampai saat ini belum optimal (Daryanto, 2007). Sekam Padi Sekam padi adalah kulit terluar dari gabah yang banyak terdapat di penggilingan padi. Sekam padi sendiri merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butih gabah yang terdiri dari dua belahan yaitu lemma dan pelea yang saling bertautan (Tim Cahaya, 2008). Sekam mengandung beberapa unsur kimia penting (Tabel 1) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain : 1. Sebagai bahan baku pada industri kimia terutama kandungan zat kimia furfural. 2. Sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika, yaitu sebagai campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, papan sekam, dan campuran pada industri bata merah. 3.Sebagai sumber energi panas untuk berbagai keperluan. Kadar selulosa yang cukup tinggi pada sekam dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.
Universitas Sumatera Utara
9
Tabel 1. Komposisi kimia sekam Komponen Kandungan (%) Menurut Suharno (1979) Kadar air 9,02 Protein kasar 3,03 Lemak 1,18 Serat Kasar 35,68 Abu 17,17 Karbohidrat dasar 33,71 Menurut DTC-IPB Karbon (zat arang) 1,33 Hidrogen 1,54 Oksigen 33,64 Silika 16,98 Sumber : Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008).
Agar pemanfaatan sekam lebih bervariasi, sekam perlu dimampatkan sehingga bentuknya kompak, hemat tempat dan praktis digunakan (briket arang salah satunya). Sebenarnya arang sekam dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar yang tidak berasap dengan nilai kalor yang cukup tinggi. Namun bentuknya yang belum kompak agak menyulitkan dalam penyimpanan dan penggunaannya. Jika
dalam
bentuk
briket,
penggunaannya
akan
lebih
praktis
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Briket yang bercampur batubara akan memberikan kandungan energi yang tinggi hingga 5500 kkal/kg. Tetapi kandungan sulfur pada briket dengan kandungan batubara tinggi serta pengikat tar juga tinggi yang berakibat pada saat penggunaan di rumah tangga (Irawan, 2011). Sulistyanto (2006) menyatakan komposisi briket terbaik yang dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga adalah komposisi batubara : biomass (sabut kelapa) yaitu 10% : 90%, karena lebih cepat terbakar dan lebih ramah lingkungan, sedangkan untuk kebutuhan industri, komposisi terbaik dengan pencapaian temperatur tertinggi adalah komposisi batubara : biomassa (sabut kelapa) yaitu 30% : 70%. Penelitian briket saat ini terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan energi.
Universitas Sumatera Utara
10
Batubara Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar. Terbentuknya dari sisa tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah selama jutaan tahun. Endapan tersebut selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil (Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, 2011). Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket batubara mampu menggantikan sebagian dari keguanaan minyak tanah seperti: pengolahan makanan, pengeringan, pembakaran dan pemanasan. Bahan baku utama briket batubara adalah batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai cadangan untuk selama lebih 150 tahun. Teknologi pembuatan briket tidaklah terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta dalam waktu singkat (Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, 2011). Beberapa jenis briket batubara, antara lain: 1. Jenis Berkarbonisasi (super), jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum menjadi briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam briket batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan tidak berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat karena pada batubara tersebut terjadi rendemen sebesar 50 %. Briket ini cocok untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya.
Universitas Sumatera Utara
11
2. Jenis Non Karbonisasi (biasa), jenis yang ini tidak dikarbonisasi sebelum diproses menjadi briket dan harganya pun lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam briket batubara maka pada penggunaannya lebih baik menggunakan
tungku
(bukan
kompor)
sehingga
akan
menghasilkan
pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari briket Briket
akan
habis
ini
terbakar
umumnya
oleh
lidah
digunakan
api
di
permukaan
tungku.
untuk
industri
kecil.
(Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, 2011). Biomassa dan batubara adalah bahan bakar padat yang memiliki karateristik yang berbeda. Batubara memiliki kandungan karbon dan nilai kalor tinggi, kadar abu sedang serta kandungan senyawa volatil rendah. Sementara, biomassa memiliki kandungan bahan volatil tinggi namun kadar karbon rendah. Kadar abu biomassa tergantung dari jenis bahannya, sementara nilai kalornya tergolong sedang. Tingginya kandungan senyawa volatil dalam biomassa menyebabkan pembakaran dapat dimulai pada suhu rendah. Proses devolatisasi pada suhu rendah ini mengindikasikan bahwa biomassa mudah dinyalakan dan terbakar. Namun, pembakaran yang terjadi berlangsung sangat cepat dan bahkan sulit dikontrol (Jamilatun, 2008). Proses Karbonisasi Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi karbon bewarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil pembakaran berupa abu dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebankan ke lingkungan dengan perlahan (Kurniawan dan Marsono, 2008).
Universitas Sumatera Utara
12
Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu : 1. Pada suhu 100 – 1200 C terjadi penguapan air dan sampai suhu 2700 C mulai terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan sedikit methanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200 – 2700 C. 2. Pada suhu 270 – 3100 C reaksi ekstermik berlangsung dimana terjadi peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant gas kayu dan sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan methanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2. 3. Pada suhu 310 – 5000 C terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar sedangkan larutan pirolighant menurun, gas CO2 menurun sedangkan gas CO dan CH4 dan H2 meningkat. 4. Pada suhu 500 – 10000 C merupakan tahapan dari pemurnian arang atau kadar karbon (Sudrajat,1994). Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), pelaksanaan karbonisasi meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Metode karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan dalam drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode pengarangan lainnya dan yang dicapai mendekati angka 50 – 60% dari berat semula. Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk membuat arang. Bagian alas drum dilubangi kecil–kecil dengan paku atau bor besi dengan jarak 1 cm × 1 cm, sehingga selanjutnya bahan baku dimasukkan kedalam drum, lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang berlubang. Apabila asap mulai keluar, berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
13
Ayakan Pengayakan adalah sistem yang paling terkenal dan paling banyak dilaksanakan untuk memisahkan campuran padat-padat. Sistem pemisahan, didasarkan atas perbedaan dalam ukuran dari bagian-bagian yang akan dipisahkan. Ukuran besar lubang ayak (dinamakan lebar lubang kasa) dari medium ayak dipilih sedemikian rupa, sehingga bahagian yang kasar tertinggal di atas ayakan dan bagian-bagian yang lebih halus jatuh melalui lubang (Bergeiyk dan Liedekerken, 1981). Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala (mesh) yang berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubanglubang bulat atau bulat panjang atau berupa kisi. Ayakan terbuat dari material yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera dan bahan-bahan sintetik. Material ini harus dipilih agar ayakan tidak lekas rusak baik karena korosi maupun karena gesekan. Selain selama proses pengayakan ukuran lubang ayakan harus tetap konstan (Bernasconi, dkk., 1995). Dua skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan ukuran partikel adalah US Saringan Seri dan Tyler. Setara, kadang-kadang disebut Tyler ukuran mesh atau Tyler Standard Sieve Series. Sistem nomor mesh adalah ukuran dari berapa banyak lubang yang ada per inci (AGM, 2011). Menurut Bhattacharya et al (1985), bahan baku pembuatan briket arang yang baik adalah partikel arangnya yang mempunyai ukuran 40 – 60 mesh. Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar dilakukan perekatan, sehingga mempengaruhi keteguhan tekanan yang diberikan. Proses pembuatan briket arang
Universitas Sumatera Utara
14
memerlukan perekatan yang bertujuan untuk mengikat partikel-partikel arang sehingga menjadi kompak. Perekat Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement. -
Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot, dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu.
-
Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan diperuntukkan terutama untuk perekat kertas.
-
Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.
-
Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut
(Ruhendi, dkk., 2007). Berdasarkan sumber dan komposisi kimianya, perekat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: -
Perekat yang berasal dari tumbuhan seperti kanji.
-
Perekat yang berasal dari hewan seperti perekat kasein.
-
Perekat sintetik yaitu perekat yang dibuat dari bahan sintetis contohnya urea formaldehid
(Haryanto, 1992). Bahan perekat dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis yaitu:
Universitas Sumatera Utara
15
-
Perekat anorganik Termasuk dalam jenis ini adalah sodium silikat, magnesium, cement dan sulphite. Kerugian dari penggunaan bahan perekat ini adalah sifatnya yang banyak meninggalkan abu sekam pada waktu pembakaran.
-
Bahan perekat tumbuh-tumbuhan Jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan bahan perekat hydrocarbon. Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah arang cetak yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban.
-
Hydrocarbon dengan berat molekul besar Bahan perekat jenis ini sering kali dipergunakan sebagai bahan perekat untuk pembuatan arang cetak ataupun batubara cetak.
Dengan pemakaian bahan perekat maka tekanan akan jauh lebih kecil bila dibandingkan
dengan
briket
tanpa
memakai
bahan
perekat
(Josep dan Hislop, 1981). Salah satu persyaratan yang perlu diperhatikan dalam memilih extender perekat adalah bahan harus memiliki daya rekat yang kuat. Bahan yang memiliki daya rekat yang cukup biasanya yang mengandung protein dan pati khususnya amylopektin yang cukup tinggi seperti terigu, tapioka, maizena, sagu (Haryanto, 1992). Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan. Dengan adanya bahan perekat maka susunan partikel akan semakin baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dan arang
Universitas Sumatera Utara
16
briket akan semakin baik (Silalahi, 2000). Analisa berbagai tepung pati-patian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar analisa bahan perekat Jenis tepung Tepung jagung Tepung beras Tepung terigu Tepung tapioka Tepung sagu (Anonimous, 1989).
Air (%) 10,52 7,58 10,70 9,84 14,10
Abu (%) 1,27 0,68 0,86 0,36 0,67
Lemak (%) 4,89 4,53 2,00 1,50 1,03
Protein (%) 8,48 9,89 11,50 2,21 1,12
Serat kasar (%) 1,04 0,82 0,64 0,69 0,37
Karbon (%) 73,80 76,90 74,20 85,20 82,70
Keadaan suatu perekat ditentukan oleh metode aplikasinya. Perekat cair pada umumnya lebih mudah dipergunakan secara mekanis, penyebarannya pada permukaan benda yang halus dan rata akan tercapai. Sifat fisik sangat penting dalam mekanisme pengikatan antara bahan pengikat dan partikel arang yang dilakukan pada tekanan yang tinggi dapat meningkatkan gaya adhesi antarmuka padatan-cair dan gaya kohesi antara padatan (Grover, 1996). Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air dalam jumlah tidak melebihi 70% dari berat serbuk arang dan kemudian dipanaskan sampai berbentuk jeli. Pencampuran kanji dengan serbuk arang diupayakan dengan merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan dengan meremas-remas menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994). Perekat tapioka umum digunakan sebagai bahan perekat pada briket arang karena banyak terdapat di pasaran dan harganya relatif murah. Perekat ini dalam penggunaannya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan bahan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket arang dengan tepung kanji sebagai bahan perekat akan sedikit menurunkan nilai kalornya bila dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
17
dengan
nilai
kalor
kayu
dalam
bentuk
aslinya
(Sudrajat dan Soleh, 1994 dalam Capah, 2007). Briket Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Jenis-jenis briket berdasarkan bahan baku penyusunnya terdiri dari briket batubara, briket bio-batubara dan biobriket. Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran perekat. Briket batubara ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu briket batubata terkarbonisasi (melalui proses pembakaran) dan briket tanpa karbonisasi (tanpa proses pembakaran). Briket bio-batubara adalah briket campuran antara batubara dan biomassa dengan sedikit perekat. Contoh briket bio-batubara ini adalah briket campuran cangkang sawit dan batubara. Biobriket adalah bahan bakar padat yang terbuat dari bahan baku biomassa dengan campuran sedikit perekat. Komposisi masing-masing jenis perekat tersebut adalah: 80% – 95% batubara dan 5% – 20% perekat untuk briket batubara tanpa karbonisasi, 80% – 90% batubara dan 5% – 15% perekat untuk briket batubara dengan karbonisasi, serta 50%-80% batubara dan 10% – 40% biomassa dengan 5% – 10% perekat untuk briket bio-batubara. Adonan 94% arang sekam dan 6% perekat pati kanji pada pembuatan briket sekam dengan metode pengarangan menghasilkan briket arang sekam yang cukup kompak dengan daya bakar yang baik (Sulistyanto, 2006). Bioarang merupakan sumber energi biomassa yang ramah lingkungan dan biodegradable. Briket arang berfungsi sebagai pengganti bahan bakar minyak, baik itu minyak tanah, maupun elpiji. Biomassa ini merupakan sumber energi
Universitas Sumatera Utara
18
masa depan yang tidak akan pernah habis bahkan jumlahnya bertambah, sehingga sangat cocok sebagai sumber bahan bakar rumah tangga (Basrianta, 2007). Teknik pembuatan briket arang terdiri dari dua tahap yang berbeda prinsipnya, yaitu proses pengarangan/karbonisasi limbah kayu menjadi serbuk arang dan proses pencetakan serbuk arang menjadi briket arang dengan cara dikempa (Daryanto, 2007). Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartoyo (1983) menyimpulkan bahwa briket arang yang dihasilkan setara buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat yang mudah menguap (volatile mailer) yang rendah serta kadar karbon terikat (fixed carbon) dan nilai kalor yang tinggi. Kualitas briket bioarang juga ditentukan oleh bahan pembuat/penyusunnya, sehingga mempengaruhi kualitas nilai kalor, kadar air dan kadar abu pada briket tersebut (Hartoyo, 1983). Menurut Schuchart (1996) pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakar dari bioarang, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah). Briket yang dihasilkan setelah pengempaan dikeringkan, karena masih mengandung air yang cukup tinggi (sekitar 50%). Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air dalam briket sehingga memudahkan pembakaran briket dan sesuai dengan ketentuan kadar air briket yang berlaku. Pengeringan dapat
Universitas Sumatera Utara
19
dilakukan dengan alat pengering seperti oven, atau dengan penjemuran. Suhu pengeringan dengan oven umumnya 60 C dengan lama pengeringan 24 jam. Jika 0
dilakukan penjemuran, lama penjemuran briket cukup tiga hari dalam kondisi cuaca yang cerah (Achmad, 1991). Sifat briket yang baik yakni tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran. Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu diangkat dan dipindah-pindah, mempunyai suhu pembakaran tetap (± 3500 C) dalam jangka waktu yang panjang (8 – 10 jam), setelah pembakaran masih mempunyai kekuatan tertentu sehingga mudah untuk dikeluarkan dari tungku masak, gas hasil pembakaran tidak mengandung gas karbon monoksida yang tinggi (Sukandarrumidi, 1995). Persyaratan arang briket yang baik adalah bersih, tidak berdebu, dan berbau, mempunyai kekerasan yang merata, kadar abu serendah mungkin, nilai kalor setara dengan bahan bakar lain, menyala dengan baik dan memberikan panas secara merata serta harganya bersaing dengan bahan bakar lain (Said, 1996). Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan briket bioarang antara lain adalah biayanya amat murah. Alat yang digunakan pembuatan briket bioarang cukup sederhana dan bahan bakunya pun sangat murah, bahkan tidak perlu membeli karena berasal dari sampah, daun-daun kering dan limbah pertanian. Bahan baku untuk pembuatan arang umumnya telah tersedia di sekitar kita. Briket bioarang dalam penggunaannya menggunakan tungku yang relatif kecil dibandingkan dengan tungku yang lainnya (Andry, 2000).
Universitas Sumatera Utara
20
Briket dengan mutu yang baik adalah briket yang memiliki kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, laju pembakaran yang rendah, tetapi memiliki kerapatan, nilai kalor dan suhu api atau bara yang dihasilkan tinggi. Jika briket diarahkan untuk penggunaan di kalangan rumah tangga, maka hal yang penting diperhatikan adalah kadar zat terbang dan kadar abu yang rendah. Hal ini dikarenakan untuk mencegah polusi udara yang ditimbulkan dari asap pembakaran yang dihasilkan serta untuk memudahkan dalam penanganan ketika proses pembakaran selesai (Ismayana dan Afriyanto,2014). Kualitas briket yang dihasilkan menurut standard mutu Inggris dan Jepang dapat dilihat pada Table 3. Sebagai data pembanding, sehingga dapat diketahui kulitas briket yang dihasilkan dalam penelitian ini. Tabel 3. Kualitas mutu briket arang Briket arang Sifat Briket Arang
Kadar air (%) Kadar abu (%) 3
Kerapatan (gr/cm ) 2
Keteguhan tekan (kg/cm ) Nilai kalor (kal/gram) Sumber: (Triono, 2006).
Amerik
Indonesia (SNI No
a
1/6235/200)
3-4
6
<8
3 -7
8 - 10
18
<8
1-2
0,84
1
0,4407*
60
12,7
62
> 6*
6000-7000
6500
7000
> 5000
Jepang
Inggris
6-8
Nilai Kalor Panas adalah energi yang dipindahkan dari satu benda ke benda lain karena beda temperatur. Bila energi panas ditambahkan pada suatu zat maka temperatur zat itu biasanya naik. Kapasitas panas zat adalah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat dengan satu derajat. Panas jenis adalah kapasitas panas persatuan massa. Satu kalori adalah jumlah energi panas
Universitas Sumatera Utara
21
yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu gram air satu derajat celcius atau kelvin. Kilokalori adalah banyaknya energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu kilogram air dengan satu derajat celcius. Alat untuk mengukur nilai kalor pada suatu bahan disebut bomb calorimeter. Bomb calorimeter adalah alat untuk mengukur pindah panas di dalam sistem dan lingkungannya pada suhu yang tetap (Reimansyah, 2009). Beberapa bentuk pengembangan bahan bakar kayu menghasilkan nilai kalor yang bervariasi. Nilai kalor bakar dari beberapa limbah pertanian dan kayu bakar seperti pada Tabel 4. Tabel 4. nilai kalor dari beberapa limbah pertanian dan bahan bakar Sumber energi biomassa Nilai kalor bakar (kal.gram-1) Sekam padi 3.570 Tempurung kelapa 4.707 Kayu bakar 3.500 Minyak tanah 10.500 - 10.700 Solar 10.500 - 10.700 Batubara 6.865 - 8.277 Briket kayu 4.700 - 4.800 Briket arang 6.000 - 8.000 (Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dalam Batubara,1994).
Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, dinyatakan dalam kkal/kg atau joule/kg, merupakan banyaknya kalori yang dihasilkan oleh briket tiap satuan berat (dalam kilogram). Nilai kalor diukur dengan menggunakan alat bomb calorimeter dihitung dengan rumus : HHV = (T2 - T1 - 0.05) Cv ×0.239 kal ................................................... (1) Dimana:
HHV
= kualitas nilai kalor (kal/g)
T1
= temperatur sebelum penyalaan (0C)
T2
= temperatur setelah penyalaan (0C)
Universitas Sumatera Utara
22
0,05
= kenaikan temperatur kawat penyala
1 Joule
= 0.239 kal
Cv
= kalor jenis bom kalorimeter (73529,6 J/gram 0C)
(Sihombing, 2006).
Universitas Sumatera Utara