II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Plastik Plastik digunakan untuk menyebutkan sejumlah besar material organik sintetis yang kebanyakan merupakan polimer termoplas dan termoset yang mempunyai massa molekul besar dan dapat dibuat menjadi benda, film, atau filament. Plastik biodegradable dapat terbentuk dari pati, selulosa, PLA (poli lactic acid), PHA (poli hidroksi alkanoat), dan protein (Mooney, 2009). Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses polimerisasi. Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar (Winarno, 1997). Polimer alam yang telah dikenal diantaranya selulosa, protein, dan karet alam. Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu a) plastik termoplas, yaitu plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas, antara lain polietilena (PE), polipropilena (PP), dan nilon. Plastik termoplas bersifat lentur, mudak terbakar, tidak tahan panas, dan dapat didaur ulang. Plastik termoplas memiliki rantai lurus. b) plastik termoset, yaitu plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi, antara lain PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), dan
6
7
polyester. Plastik termoset bersifat kaku, tidak mudah terbakar, tahan terhadap suhu tinggi, dan berikatan cross-linking (Mujiarto, 2005). Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastis (heat seal) serta dapat diberi warna. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1997). Kelemahan bahan ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Plastik yang selama ini dipakai berasal dari minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Bahan dasar tersebut mulai mengalami pengurangan di alam serta tidak bisa diperbarui (Darni, 2008). Penggunaan plastik yang berlebihan dan dengan intensitas
yang tinggi
berpengaruh terhadap persediaan minyak
bumi,
diperkirakan minyak bumi akan habis dalam kurun waktu 100 tahun. Selain itu penggunaan plastik yang berasal dari minyak bumi, gas alam dan batu bara akan meningkatkan pencemaran lingkungan seperti pencemaran tanah. Untuk mengatasi masalah lingkungan ini, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu mengembangkan bahan bioplastik (Abadi dan Nuryati, 2007).
2.2. Plastik Biodegradable Biodegradable berasal dari kata bio dan degradable, bio berarti hidup, sedangkan degradable berarti dapat diuraikan. Plastik biodegradable merupakan plastik yang digunakan layaknya seperti plastik sintetik, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas
8
karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Plastik biodegradable adalah bahan yang mampu mengalami dekomposisi menjadi karbondioksida, metana, senyawa anorganik atau biomasa yang mekanismenya didominasi oleh aksi enzimatis dari mikroorganisme yang bisa diukur dengan pengujian standar, dalam waktu spesifik, mencerminkan kondisi penggunaan yang tersedia (Seigel dan Lisa, 2007). Plastik berbahan dasar tepung pati (amilum) dan polisakarida telah diproduksi oleh beberapa perusahaan dunia. Plastik starch-based ini seringkali bersifat menyerap air sehingga semakin mudah didegradasi. Beberapa plastik terdiri atas tepung pati saja, ada juga yang memadukan tepung pati dengan komponen biodegradable lain. Plastik ini dibentuk dari bahan-bahan alam yang dapat diperbaharui daripada dibuat dari bahan bakar fosil yang sulit diperbaharui (Selke, 2006). Degradasi (degradation) merupakan proses satu arah (irreversible) yang mengarah pada perubahan signifikan dari suatu struktur material, dengan cara kehilangan komponen, misalnya berat molekul atau berat struktur, disertai dengan pemecahan (fragmentation). Degradasi disebabkan oleh kondisi lingkungan dan terjadi dalam satu tahap atau lebih, sedangkan plastik biodegradable menunjukkan keadaan plastik yang terdegradasi sebagai hasil dari aktivitas alam yang melibatkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan alga. Plastik biodegradable dapat terdegradasi oleh lingkungan tertentu misalnya tanah, kompos, atau lingkungan perairan (Seigel dan Lisa, 2007). Plastik biodegradable berbahan dasar pati/amilum dapat didegradasi oleh bakteri pseudomonas dan bacillus memutus rantai polimer menjadi monomer-
9
monomernya. Senyawa-senyawa hasil degradasi plastik biodegradable selain menghasilkan karbondioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik dan aldehid sehingga plastik ini aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik sintetik membutuhkan waktu sekitar 100 tahun agar dapat terdekomposisi oleh alam, sementara plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia yang berbahaya (Huda dan Feris, 2007). Ungkapan plastik biodegradable merujuk pada serangan mikroorganisme pada material berbasis polimer yang tidak larut dalam air, yaitu plastik. Oleh karena kurang larut dalam air dan ukuran molekul polimer, mikroorganisme tidak mampu berpindah dalam material polimer secara langsung ke dalam sel sebagai tempat sebagian besar proses biokimia (Sharma et al., 2011).
2.3. Pati Kulit Singkong Pati merupakan polimer yang tersimpan dalam granul, dan berfungsi sebagai cadangan makanan bagi sejumlah tanaman (Ren et al., 2009). Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian terbesar dan sisanya amilosa (Hartati, 2003). Pati merupakan senyawa terbanyak kedua yang dihasilkan oleh tanaman setelah selulosa. Sumber utama penghasil pati adalah biji-bijian serealia (jagung, gandum, sorgum, beras, biji durian, biji nangka,), umbi (kentang), akar (singkong, ubi jalar, ganyong) dan bagian dalam dari batang tanaman sagu. Pemerian pati dibawah mikroskop menunjukkan granul pati berwarna putih, dengan ukuran 2-100 μm (Samsuri, 2008). Pati bukan merupakan
10
senyawa homogen. Pati merupakan campuran dua komponen polimer glukosa utama, yakni molekul rantai linier amilosa serta molekul polimer glukosa bercabang amilopektin (Ren et al., 2009). Pati memiliki tingkat kristalinitas 15-45%. Pemanfaatan pati dalam pembuatan plastik dikarenakan keunggulan-keunggulan yang dimiliki pati, yakni sifatnya yang dapat diperbaharui, penahan yang baik untuk oksigen, ketersediaan yang melimpah, harga murah dan mampu terdegradasi. Pati memiliki stabilitas termal dan minimum interfance dengan sifat pencairan yang cukup untuk membentuk produk dengan kualitas yang baik. Campuran biopolimer hidrokarbon dan pati sering digunakan untuk menghasilkan lembaran dan film berkualitas tinggi untuk kemasan. Pembuatan film 100% pati sulit untuk diproses saat kondisi melting (Anon., 2002). Komposit atau campuran plastik berbasiskan pati memiliki sifat mekanis yang lemah seperti kekuatan tarik, kekuatan mulur, kekakuan, perpanjangan putus, stabilitas kelembaban yang rendah serta melepaskan molekul pemlastis dalam jumlah kecil dari matriks pati (Zhang et al., 2007). Modifikasi pati, penggunaan compatibilizer, reinforcement, serta perbaikan kondisi proses, diharapkan
mampu
menjadikan
pati
sebagai
material
subtitusi
plastik
konvensional. Pati dalam pencampuran dengan polimer sintesis dapat meningkatkan kemampuan biodegradasi dikarenakan terjadi peningkatan luasan permukaan polimer sebagai akibat hidrolisis pati oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang mengkonsumsi pati akan membentuk pori-pori dalam matrik polimer dan memberikan gugus-gugus yang rentan untuk terdegradasi (Park et al., 2002). Pati
11
termoplastis dapat terdegradasi dengan adanya air, energi mekanis, peningkatan suhu dan enzim (Idemat, 1998). Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut dinamakan amilopektin. Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5 dari berat total (Winarno, 1997). Apabila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55°C sampai 65°C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadangkadang turun (Winarno, 1997). Di Indonesia ubi kayu atau singkong biasanya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan tepung tapioka (manihot utilissima). Proses pembuatan tepung tapioka yang diambil adalah pati dari umbinya dengan cara ekstraksi. Tepung tapioka digunakan dalam industri makanan atau pakan ternak, dekstrin, glukosa
12
(gula). Dekstrin digunakan dalam industri tekstil, farmasi, industri perekat sebagai extender kayu lapis atau industri yang lainnya juga, sedangkan glukosa digunakan dalam industri makanan, dan industri kimia seperti etanol, dan senyawa organik lainnya. Namun pemanfaatan limbah kulit singkong belum termanfaatkan dengan baik. Menurut Grace (1977), prosentase kulit singkong yang dihasilkan berkisar antara 8-15% dari berat singkong yang dikupas, dengan kandungan pati 15-20 g setiap 100 g kulit singkong. Potensi tersebut dapat digunakan sebagai peluang untuk memberikan nilai tambah pada kulit singkong sebagai bahan dasar dalam pembuatan kemasan plastik yang ramah lingkungan (Vedder, 2008).
2.4. Kitosan Kitosan merupakan senyawa polimer dari 2-amino-2-dioksi-β-D-Glukosa yang dapat dihasilkan dari kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan asam pekat. Kitosan merupakan senyawa yang tidak beracun serta mudah terbiodegradasi. Kitosan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan pada berbagai jenis industri maupun aplikasi pada bidang kesehatan. Salah satu contoh aplikasi khitosan yaitu sebagai pengikat bahan-bahan untuk pembentukan alat-alat gelas, plastik, karet, dan selulosa yang sering disebut dengan formulasi adesif khusus. Pemanfaatan khitosan sebagai bahan tambahan pada pembuatan film plastik berfungsi untuk memperbaiki transparasi film plastik yang dihasilkan dan meningkatkan sifat mekanik dari film (Joseph et al., 2009). Kitosan mempunyai sifat yang baik untuk dibentuk menjadi plastik dan mempunyai sifat antimikrobakterial. Kitosan mudah digabungkan dengan material lainnya (Dutta, et al., 2009).
13
Kitosan tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut asam organik di bawah pH 6 antara lain asam formiat, asam asetat, dan asam laktat. Kelarutan khitosan dalam pelarut asam anorganik sangat terbatas, antara lain sedikit larut dalam larutan HCl 1% tetapi tidak larut dalam asam sulfat dan asam phosphate (Nadarajah, 2005). Kualitas standar kitosan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kualitas Standar Kitosan Standar Sifat – Sifat Kitosan Kadar air (% W/W) < 10 Kadar abu (% W/W) >2 Derajat Deasetilasi (% W/W) > 70 Warna Putih Sumber : Protan Laboraturies Inc, 2004
2.5. Komposit Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit). Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit antar material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent. Beberapa pengertian komposit yaitu pada tingkat dasar komposit dapat diartikan pada molekul tunggal dan kisi kristal, bila material yang disusun dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh senyawa, paduan, polymer dan keramik). Pengertian komposit mikrostruktur pada kristal, phase dan senyawa, bila material disusun dari dua phase atau senyawa atau lebih disebut komposit (contoh paduan Fe dan C) dan pengertian komposit makrostruktur yaitu material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun makro yang
14
berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut satu dengan yang disebut material komposit (definisi secara makro ini sering dipakai) (Nayiroh, 2013). Menurut Hanafi (2004) dalam Harahap (2006) menyatakan komposit adalah suatu bahan padat yang dihasilkan dari gabungan dua atau lebih bahan yang berbeda untuk memperoleh sifat-sifat yang lebih baik yang tidak dapat diperoleh dari setiap komponennya. Bahan komposit terdiri dari matriks yang merupakan fase tersebar dan pengisi sebagai fase disperse, dimana kedua fase ini dipisahkan oleh interfase. Beberapa jenis komposit seperti komposit logam, semen dan komposit plastik. Komposit yang dihasilkan tergantung dari bahan matriks yang digunakan, yaitu berdasarkan logam, bahan anorganik dan bahan organik. Setiap komposit ini berbeda dari segi sifat masing-masing tergantung dari jenis bahan pengisi atau bahan penguat yang digunakan. Tujuan pembuatan material komposit yaitu untuk memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu, mempermudah design yang sulit pada manufaktur, keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya dan dapat menjadikan bahan lebih ringan. Adapun sifat atau karakteristik komposit ditentukan oleh material yang menjadi penyusun komposit, bentuk dan cara penyusunan komposit dan interaksi antar penyusun (Nayiroh, 2013). Material komposit mempunyai beberapa keuntungan diantaranya: Bobotnya ringan Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang baik Biaya produksi murah (Schwartz, 1997)
15
2.6. Sifat Mekanik Plastik Karakteristik mekanik suatu film kemasan terdiri dari: kuat tarik (tensile strength), persen pemanjangan (elongation to break) dan elastisitas (elastic/young modulus) (Krochta, 1994). Parameter-parameter tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan film yang berkaitan dengan struktur kimianya. Selain itu, juga menunjukkan indikasi integrasi film pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama proses pembentukan film. Tensile Strength (MPa) adalah ukuran untuk kekuatan film secara spesifik, merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan sebelum putus/sobek (Krochta and Johnston, 1997). Pengukuran ini untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas area film. Kekuatan tarik (%) dipengaruhi oleh bahan pemplastis atau plasticizer yang ditambahkan dalam proses pembuatan film. Persen pemanjangan saat putus merupakan perubahan panjang maksimum film sebelum terputus. Perpanjangan didefinisikan sebagai persentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus. Kekuatan regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas film untuk merenggang atau memanjang. Perbandingan antara kuat putus dan perpanjangan saat putus dikenal dengan modulus elastisitas. Modulus elasitas bahan disebut Modulus Young (Krochta and Johnston, 1997). Standar Plastik Internasional besarnya kuat tarik untuk plastik PLA dari Jepang mencapai 2050 MPa dan plastik PCL dari Inggris mencapai 190
16
MPa, persentase pemanjangan (elongasi) untuk plastik PLA dari Jepang mencapai 9% dan plastik PCL dari Inggris mencapai >500 % (Aveorus, 2009 dalam Utomo, et al., 2013).
2.7. Pengeringan Pengeringan adalah proses
pemindahan panas
untuk
menguapkan
kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengeringan yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Menurut Hall (1957) dan Brooker, et al., (1974), proses pengeringan adalah proses pengambialan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan. Ada 3 jenis metode pengeringan yaitu pengeringan alami, buatan, dan kombinasi alami dan buatan (Irwan, 2006). a. Pengeringan Alami Pengeringan alami menggunakan bantuan sinar matahari untuk mengeringkan bahan. Prinsipnya bahan dijemur dibawah sinar matahari secara langsung sampai mencapai kadar air tertentu. Pengeringan alami biasanya dilakukan pada musim kemarau, dilakukan dilantai semen, anyaman bambu, atau tikar. b. Pengeringan Buatan Pengeringan secara buatan biasanya dilakukan bila keadaan cuaca cenderung mendung. Pengeringan jenis ini menggunakan alat untuk mengeringkan bahan.
17
Salah satu alat pengering buatan adalah oven. Keunggulan menggunakan metode pengeringan buatan adalah waktu pengeringan yang relatif singkat c. Pengeringan Kombinasi Pengeringan kombinasi ini merupakan perpaduan antara pengeringan alami dan buatan. Prinsip pengeringan ini adalah bahan pertama-tama dikeringkan secara alami yaitu dengan bantuan sinar matahari smapai mencapai kadar air tertentu, kemudian akan dikeringkan lagi dengan mesin pengering.
2.8. Biodegradasi Biodegradasi didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi senyawa organik oleh mikroorganisme, baik di tanah, perairan, atau pada instalasi pengolahan limbah. Biodegradasi adalah penyederhanaan sebagian atau penghancuran seluruh bagian struktur molekul senyawa oleh reaksi-reaksi fisiologis yang dikatalisis oleh mikroorganisme. Biodegradabilitas merupakan kata benda yang menunjukkan kualitas yang digambarkan dengan kerentanan suatu senyawa (organik atau anorganik) terhadap perubahan bahan akibat aktivitas-aktivitas mikroorganisme (Paramita et al., 2012). Biodegradasi terjadi karena bakteri dapat melakukan metabolisme zat organik melalui sistem enzim untuk menghasilkan karbon dioksida, air dan energi. Polimer biodegradable adalah polimer yang terdegradasi di lingkungan oleh proses biotik maupun abiotik dan pada akhirnya dihilangkan melalui asimilasi oleh organisme hidup untuk tidak meninggalkan residu (Swift, 1990). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat biodegradabilitas kemasan yaitu sifat hidrofobik, bahan aditif, proses produksi, struktur polimer, morfologi dan berat
18
molekul bahan kemasan. Proses terjadinya biodegradasi film kemasan pada lingkungan alam dimulai dengan tahap degradasi kimia yaitu dengan proses oksidasi molekul menghasilkan polimer dengan berat molukel rendah. Proses berikutnya serangan mikroorganisme yaitu jamur, bakteri dan alga serta aktivitas enzim (intraseluler, ekstraseluler). Contoh mikroorganisme diantaranya phototrop (Rhodospirillum, Rhodopseudomonas, Chromatium, Thiocystis), pembentuk endospora (Bacillus, Clostridium), Garam negative aerob (Pseudomonas, Zoogloa, Azotobacter, Rhizobium, Actynomycetes, Alcaligenes) (Griffin, 1994). Pengujian sifat biodegradable bahan plastik dapat dilakukan menggunakan enzim, mikroorganisme dan uji penguburan. Metode uji standar dan protokol diperlakukan untuk menetapkan dan mengkuantifikasi degradabilitas dan biodegrdadasi polimer, dan konfirmasi dengan alam dari breakdown produk (Griffin, 1994). Berikut adalah jenis pengujian yang dapat digunakan untuk mengetahui biodegradabilitas suatu film plastik, yaitu: 1) Menurut Griffin (1994) ada lima jenis pengujian, adalah: a. Modified accociation francaise de normalization (AFNOR) test (untuk dissolvedorganic carbon / DOC) b. Modified sturn test (produksi CO2 ) c. Modified ministry of international trade and industry (MITI) test (konsumsi O2 dan penguraian substrat) d. Closed bottle test (konsumsi O2 ) e. Modified OECD screening test (dissolved organic carbon / DOC)
19
2) Menurut Harnist dan Darni (2011), sampel berupa film bioplastik ditanamkan pada tanah yang ditempatkan dalam pot dengan asumsi komposisi tanah sama kemudian melakukan analisis fisik dari film plastik tersebut.