TINJAUAN PUSTAKA
Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang, dimana mata jaring dari jaring bagian utama ukurannya sama, jumlah mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih banyak daripada jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah dalam (mesh depth), pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan di bagian bawah dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak (Martasuganda, 2002). Pada lembaran-lembaran jaring, pada bagian atas dilekatkan pelampung (float) dan pada bagian bawah dilekatkan pemberat (sinker). Dengan menggunakan dua gaya yang berlawanan arah, yaitu gaya apung dari float yang menuju ke atas dan gaya berat dari sinker ditambah dengan berat jaring di dalam air yang menuju ke bawah, maka jaring akan terentang (Ayodhyoa, 1981). Martasuganda (2008) menambahkan bahwa jumlah mata jaring gill net ke arah horizontal jauh lebih banyak dibandingkan dengan mata jaring insang ke arah vertikal. Bentuk jaring insang dapat dilihat pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Jaring Insang (Gill Net) Ikan yang tertangkap oleh jaring insang dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis, seperti: ukuran mata jaring, kekakuan tubuh jaring, ketegangan rentangan tubuh jaring, hanging ratio, tinggi jaring, dan warna jaring (Karlsen dan Bjarnason, 1987 diacu oleh Manoppo, 1999). Sedangkan efisiensi jaring insang menurut Nomura dan Yamazaki (1977) diacu oleh Setyono (1983) dipengaruhi dan ditentukan oleh: bahan (material) jaring, konstruksi jaring insang, metoda penangkapan, serta mekanisme kapal dan jaring. Jaring insang pada umumnya dipasang malam hari, tetapi ada jenis jaring insang tertentu (encircling gill net) yang dapat dipasang (dioperasikan) siang hari, yaitu sesudah gerombolan ikan ditemukan (Mori, 1968 diacu oleh Setyono, 1983). Ikan yang tertangkap secara terjerat (gilled), maka ukuran ikan yang tertangkap sangat ditentukan oleh ukuran mata jaring. Hal ini dapat dikatakan bahwa ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring insang terbatas pada ukuran tertentu saja yang berarti bahwa jaring insang termasuk alat tangkap dengan selektivitas yang baik terhadap ukuran ikan. Tertentunya ukuran suatu mesh size
Universitas Sumatera Utara
maka akan menentukan pula ukuran luas maksimum dari mesh size tersebut (Baskoro dkk., 2010). Ikan - ikan mudah terjerat (gilled) ataupun terbelit (entangled) pada mata jaring dan agar ikan-ikan tersebut setelah sekali terjerat pada jaring tidak mudah terlepas, maka jaring perlu diberikan shortening atau shrinkage yang cukup. Shortening adalah beda panjang tubuh jaring dalam keadaan teregang sempurna (stretch) dengan panjang jaring setelah dilekatkan pada tali pelampung atau tali pemberat. Shortening akan berpengaruh terhadap bentuk bukaan mata jaring, jika jaring terlalu tegang maka ikan sulit terjerat, dan ikan yang sudah terjerat pun akan mudah terlepas. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan alat tangkap jaring insang adalah ikan-ikan yang hidupnya bermigrasi atau mempunyai daerah renang di permukaan (surface), di dasar (bottom), dan di pertengahan (mid water), tergantung dari jenis jaring insang yang dioperasikan (Setyono, 1983).
Jaring Insang Permukaan dan Jaring Insang Dasar Jaring insang dapat dipakai dalam beberapa cara yaitu dengan cara jaring disandarkan di atas dasar, jaring digantung antara dasar dan permukaan, atau jaring diapungkan di permukaan. Sebuah jaring letak dasar atau jaring insang dasar mempunyai pemberat (timah) pada tali ris bawah.Pemberat itu gunanya untuk menahan jaring tetap berada di atas dasar. Jaring-jaring insang dasar itu diletakkan di suatu tempat dengan member jangkar kepada kedua ujungnya, atau mengikat salah satu ujungnya pada suatu benda di atas tanah (daratan). Sebuah jaring insang dasar dapat digunakan di sungai, danau, atau lautan. Jika jaring
Universitas Sumatera Utara
insang terlalu besar, nelayan akan kesulitan dalam menggunakannya, jika dasar perairan terlalu curam, terlalu dalam dan terlalu banyak karangnya (FAO, 1985). Jaring insang permukaan, pada umumnya dioperasikan dalam suatu rangkaian yang panjang. Alat ini efektif untuk menangkap ikan yang sifatnya menyebar. Jaring insang permukaan untuk menangkap ikan-ikan pelagis (Baskoro dkk., 2010). Pada umumnya lebar atau tinggi jaring insang dapat mencapai 27 m. Menurut Ayodhyoa (1981), untuk menentukan tinggi jaring dapat menggunakan rumus sebagai berikut : H = 2an √2S – S2 Keterangan : H a n s
= tinggi jaring di dalam air (m) = ukuran mesh bar (cm) = jumlah mata jaring pada lebar jaring = shortening
Faktor Pelampung Pelampung yang banyak digunakan berhubungan erat dengan daya apung (buoyancy), sedangkan daya apung di pengaruhi oleh jenis-jenis bahan yang digunakan. Oleh sebab itu dalam menentukan bahan pelampung harus dipilih bahan yang mempunyai daya apung yang lebih besar. Daya apung jaring insang dasar relatif kecil, dan hal ini sudah cukup untuk mempertahankan bentuk jaring secara vertikal, selama gaya beratnya besar. Gaya berat biasanya adalah 2-2,5 kali besarnya gaya apung. Jarak pemasangan pelampung pada tali pelampung harus diusahakan sama, hal ini dimaksudkan agar daya apung dapat merata ke seluruh tubuh jaring, sehingga pembukaan tubuh jaring dapat lebih sempurna. Oleh sebab itu bahan pelampung haruslah sejenis dan seragam (Paryono, 1980 diacu oleh Setyono, 1983).
Universitas Sumatera Utara
Faktor Pemberat Pemberat (sinker) pada tali pemberat berfungsi untuk menarik jaring ke bawah. Kondisi yang diperlukan untuk sebuah pemberat (sinker) yaitu: memiliki daya tenggelam (sinking power) per unit berat yang besar atau berat jenisnya besar, cukup kuat dan sudah di buat (Nomura dan Yamazaki, 1977). Pemasangan pemberat pada tali pemberat harus tersebar merata dengan jarak yang sama. Hal ini sangat penting, karena dengan demikian seluruh tubuh jaring memperoleh gaya berat yang sama, sehingga diharapkan pembukaan tubuh jaring dapat sempurna pula.
Proses Tertangkapnya Ikan di Jaring Insang Menurut FAO (1985) sebuah jaring insang menangkap ikan dengan menjerat pada bagian insangnya. Ikan tidak melihat keberadaan jaring karena benang jaring insang itu sangat tipis, sehingga jaring menjerat ikan. Mata jaring terbuka lebar, dan pada saat ikan berenang melewati jaring tersebut, kepala ikan akan langsung menancap ke dalam salah satu mata jaring itu. Jika ikannya terlalu kecil, maka ikan akan segera keluar lagi dari jaring, sebaliknya kalau ikannya terlalu besar bagi mata jala itu, mungkin ikan akan merusak jaring. Sedangkan ikan yang tepat ukurannya akan mendorong kencang kepala dan badannya. Badan ikan terlalu besar untuk melewati, dan pada saat ikan mencoba menarik kembali kepalanya maka benang tipis jaring akan mengiris kulitnya, insang dan sirip terjerat dalam mata jala (Gambar 3).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Proses Terjeratnya Ikan pada Jaring Insang (Manoppo, 1999)
Karlsen dan Bjarnason (1986) diacu oleh FAO (1999) membedakan empat cara ikan tertangkap, yaitu (Gambar 4) : 1. Snagged, mata jaring mengelilingi ikan tepat di belakang mata 2. Gilled, mata jaring mengelilingi ikan tepat di belakang tutup insang 3. Wedged, mata jaring mengelilingi badan sejauh sirip punggung 4. Entangled, bila ikan terjerat di jaring melalui gigi, tulang rahang, sirip atau bagian tubuh yang menonjol lainnya, tanpa masuk ke dalam mata jaring (Gambar 4).
Universitas Sumatera Utara
Tersangkut
Terjerat
Terjepit
Terbelit
Gambar 4. Cara Tertangkapnya Ikan dengan Jaring (Manoppo, 1999)
Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya berada pada lapisan permukaan perairan sampai tengah perairan dan hidupnya secara bergerombol baik dengan kelompoknya maupun dengan jenis ikan lainnya. Ikan pelagis memiliki sifat fototaxis positif dan tertarik pada benda-benda terapung. Adapun ikan pelagis merupakan
ikan
yang
termasuk
ke
dalam
kelompok
perenang
cepat
(Mukhsin, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Ikan pelagis dikelompokkan menjadi dua oleh Direktorat Jenderal Perikanan (1998) dimana pengelompokkan tersebut didasarkan pada ukuran ikan pelagis. Pengelompokkan tersebut yaitu: -
Pelagis besar
Mempunyai ukuran 100 – 250 cm (ukuran dewasa), umumnya ikan pelagis besar adalah ikan peruaya dan perenang cepat. Contoh dari ikan pelagis besar antara lain ikan tuna, cakalang, dan tongkol. -
Pelagis kecil
Mempunyai ukuran 5 – 50 cm, didominasi oleh enam kelompok besar yaitu kembung, layang, jenis selar, lemuru dan teri. Ikan pelagis kecil hidup dilapisan permukaan perairan sampai kedalaman 30 – 60 cm, tergantung pada kedalaman laut.
Sumberdaya Ikan Demersal Ikan demersal adalah ikan yang habitatnya berada pada lapisan dasar perairan. Widodo (1990) menyatakan bahwa perubahan ikan demersal berdasarkan sifat ekologinya, yaitu reproduksi yang stabil, hal ini disebabkan oleh: 1) Habitat di lapisan dasar laut yang relatif stabil, sehingga mengakibatkan daur hidup ikan demersal juga stabil. 2) Daerah ruayanya yang sempit dan ikan demersal cenderung menempati suatu daerah dengan tidak membentuk kelompok besar, oleh karena itu besar sediaannya sangat dipengaruhi oleh luas daerah yang ditempatinya. Apabila kondisi lingkungan memburuk, ikan demersal tidak mampu untuk menghindar sehingga dapat mengakibatkan penurunan stok sumberdaya ikan
Universitas Sumatera Utara
demersal.Ikan demersal berbeda dengan ikan pelagis yang masih mampu beruaya ke daerah perairan baru yang lebih baik kondisinya. Ikan demersal pada umumnya dapat hidup dengan baik pada perairan yang bersubtrat lumpur, lumpur berpasir, karang dan karang berpasir (Fischer dan Whiteahead, 1974).
Hubungan Tingkah Laku Ikan Dengan Alat Tangkap Jaring Insang Ikan memiliki stimuli yang paling kuat dari sekian banyak stimuli, stimuli tersebut adalah kehadiran alat tangkap. Sebagai alat tangkap yang pasif, maka hal ini berarti bahwa ikan yang bergerak aktif untuk datang dan menjeratkan diri pada alat tangkap jaring insang. Beberapa telaah yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ikan selama melakukan aktivitas renangnya kemudian secara tiba-tiba berhadapan dengan alat tangkap jaring insang, maka umumnya ikan berhenti tepat di dekat jaring tersebut. Bila ternyata saat itu jaring terentang dengan baik dan mata jaring terbuka lebar pada posisi memotong arah gerak kelompok ikan, maka umumnya ikan-ikan akan berusaha melanjutkan berenang, sehingga memungkinkan terjerat pada jaring. Pada perairan dangkal bila hal demikian terjadi maka gerak arus dan gelombang mempengaruhi keadaan jaring yang berayun maju atau mundur. Apabila ikan berada tepat di depan jaring saat jaring terdorong maju oleh arus, maka ikan atau kelompok ikan dapat terjerat atau terbelit pada saat jaring terdorong mundur kembali oleh arus. Gunarso (1985) menyatakan bahwa proses tertangkapnya ikan dengan berbagai alat penangkapan yang diam atau pasif sifatnya, seperti misalnya alat penangkapan jaring insang, baik yang ditetapkan dengan bantuan jangkar maupun yang bebas terapung secara pasif, lebih banyak ditentukan oleh sifat atau aktivitas
Universitas Sumatera Utara
ikan itu sendiri yang datang dan menjeratkan diri pada jaring. Menurut Nomura (1981) diacu oleh Gunarso (1985) terhadap lobster, bahwa umumnya hewan ini bergerak meninggalkan persembunyiannya untuk mencari makan ketika malam tiba. Pada saat seperti inilah lobster tersebut tertangkap atau terbelit pada jaring insang dasar. Saat terang bulan, biasanya mereka sukar atau tidak bisa tertangkap oleh jaring insang. Sedangkan untuk ikan, menurut Nomura (1977) diacu oleh Gunarso (1985) bahwa apabila ikan merasa terhadang oleh jaring maka mereka akan berusaha berenang ke bagian yang lebih dalam. Berdasarkan respons ikan yang diamati oleh Baskoro dkk., 2010 terhadap perbandingan berapa besar jumlah ikan yang berusaha menghindar dan berapa besar yang memaksakan diri menerobosnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada siang hari jelas terlihat bahwa reaksi-reaksi yang diperlihatkan tersebut sangat erat hubungannya dengan indera penglihatan ikan. terlihat juga adanya variasi dari jarak dimana ikan mulai menunjukkan reaksi terhadap adanya bendabenda penghadang tersebut. Selain itu respon ikan juga ada kaitannya dengan bahan, ukuran mata serta berbagai hal yang berhubungan dengan ketajaman warna jaring. Jaring yang paling sedikit menunjukkan adanya reaksi ikan adalah jaring yang terbuat dari nylon monofilament.
Selektivitas Alat Tangkap Studi tentang selektivitas alat tangkap mulai dikenal pada akhir tahun 1950-an dan berkembang pesat pada awal tahun 1970 an. Pengembangan berbagai model statistika dan analisa data memberikan pemahaman yang lebih baik tentang prinsip-prinsip seleksi pada berbagai jenis alat penangkapan ikan. Penelitian yang dilakukan dalam mempelajari selektivitas suatu alat tangkap pada umumnya
Universitas Sumatera Utara
melalui eksperimental fishing. Sebuah metode yang dikembangkan oleh Kawamura (1972) yang kemudian diperbaiki oleh Matsuoka (1995), penelitian selektivitas dapat dari hasil ikan yang didaratkan yang tidak menghabiskan waktu dan biaya. Metode tersebut mempertimbangkan, bahwa untuk menilai ukuran selektivitas suatu jenis alat tangkap didasarkan pada variasi bentuk tubuh ikan, dan salah satu alat tangkap yang banyak dipelajari sebagai ukuran selektivitas adalah jaring insang. Selektivitas suatu alat tangkap adalah kemampuan suatu alat dalam memilih jenis dan ukuran ikan tangkapan tertentu. Pengoperasian suatu alat tangkap dengan tingkat selektivitas yang tinggi akan menyebabkan upaya penangkapan lebih efisien dan kelangsungan sumberdaya ikan pada suatu perairan akan tetap lestari (Puspito, 2008).
Universitas Sumatera Utara