TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubikayu Secara taksonomi ubikayu ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : kingdom : Plantae,
Divisi
:
Spermatophyta,
Subdivisi
:
Angiospermae,
Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Spesies : Manihot esculenta Crantz. (Steenis et al., 2003). Ubikayu
pada
ubikayu
merupakan
akar
pohon
yang
membesar
dan
memanjang,dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis ubikayu yang ditanam. Ubikayu pada ubikayu berasal dari pembesaran sekunder akar adventif. Bagian dalam ubikayunya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Ubikayu pada ubikayu tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Ubikayu kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat pada
miskin daun
protein. singkong
Sumber karena
protein
yang
mengandung
bagus asam
justru
amino
terdapat metionina
(Purwono dan Purnamawati, 2007). Batang memiliki pola percabangan yang khas, yang keragamannnya tergantung pada kultivar. Pertumbuhan batang tegak dan terkadang bercabang. Ubikayu kayu dapat tumbuh mencapai 1 - 4 m. bagian batang yang tua memiliki bekas daun yang jelas, ruas yang panjang menunjukkan laju pertumbuhan yang cepat. Batang tanaman ini berkayu dengan bagian gabus (pith) yang lebar. Setiap batang menghasilkan rata-rata satu buku (node) per hari di awal pertumbuhannya, dan satu buku per minggu di masa-masa selanjutnya. Setiap satu satuan buku terdiri
dari satu buku tempat menempelnya daun dan ruas buku (internode). Panjang ruas buku bervariasi tergantung genotipe, umur tanaman, dan faktor lingkungan seperti ketersediaan air dan cahaya. Ruas buku menjadi pendek dalam kondisi kekeringan dan menjadi panjang jika kondisi lingkungannya sesuai, dan sangat panjang jika kekurangan cahaya (Ekanayake et al., 1997). Tanaman ubikayu dewasa dapat mencapai tinggi 1 sampai 2 meter, walaupun ada beberapa kultivar yang dapat mencapai tinggi sampai 4 meter. Batang ubikayu berbentuk silindris dengan diameter berkisar 2 sampai 6 cm. Warna batang sangat bervariasi, mulai putih keabu-abuan sampai coklat atau coklat tua. Batang tanaman ini berkayu dengan bagian gabus (pith) yang lebar. Setiap batang menghasilkan rata-rata satu buku (node) per hari di awal pertumbuhannya, dan satu buku per minggu di masa-masa selanjutnya. Setiap satu satuan buku terdiri 11 dari satu buku tempat menempelnya daun dan ruas buku (internode). Panjang ruas buku bervariasi tergantung genotipe, umur tanaman, dan faktor lingkungan seperti ketersediaan air dan cahaya. Ruas buku menjadi pendek dalam kondisi kekeringan dan menjadi panjang jika kondisi lingkungannya sesuai, dan sangat panjang jika kekurangan cahaya. Ubikayu yang dihasilkan berasal dari pembesaran sekunder akar adventif, daunnya menjari, batangnya berbuku-buku, setiap buku batang terdapat tunas (Purwono dan Purnawati, 2007). Daun ubikayu tumbuh di sepanjang batang dengan tangkai yang panjang. Bunganya berumah satu dan kematangan bunga jantan dan bunga betina berbeda waktunya sehingga penyerbukan berlangsung dengan persilangan (Lingga, 1986).
Bunga pada ubukayu terbentuk dalam 6 minggu tergantung dari jenis kultivarnya. Bunga berdiameter 1 cm dan tumbuh dalam kelompok longgar tandan dekat ujung cabang Syarat Tumbuh Untuk dapat berproduksi optimal, ubikayu memerlukan curah hujan 150-200 mm pada umur 1-3 bulan, 250-300 mm pada umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm pada fase menjelang dan saat panen. Berdasarkan karakteristik iklim di Indonesia dan kebutuhan air tersebut, ubikayu dapat dikembangkan di hampir semua kawasan, baik di daerah beriklim basah maupun beriklim kering sepanjang air tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman tiap fase pertumbuhan. Pada umumnya daerah sentra produksi ubikayu memiliki tipe iklim C, D, dan E, serta jenis lahan yang didominasi oleh tanah alkalin dan tanah masam, kurang subur, dan peka terhadap erosi (Wargiono, et al., 2006). Manfaat Ubikayu Pemanfaatan ubikayu dikelompokkam menjadi dua kelompok, yaitu sebagai bahan baku industri dan sebagai bahan pangan. Ubikayu sebagai bahan pangan harus memenuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN (< 50 mg per Kg umbi basah). Sementara itu, ubikayu untuk bahan baku industri tidak disyaratkan adanya kandungan protein maupun ambang batas HCN, tapi yang diutamakan adalah kandungan karbohidrat yang tinggi. Pemanfaatan ubikayu sebagai bahan baku tepung tapioka merupakan pemakaian terbesar, tapi di beberapa tempat seperti daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta pemanfaatan langsung jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang dibuat tepung tapioka (Popoola dan Yangomodou, 2006).
Ubikayu merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Pada umumnya tanaman ubikayu dikelola untuk memenuhi kebutuhan pangan sebagian besar masyarakat Indonesia. Akan tetapi banyak sekali manfaat yang dihasilkan oleh tanaman ubikayu sehingga ubikayu menjadi salah satu tanaman primadona. Manfaat daun ubikayu sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ubikayu dijadikan bahan dasar industri makanan dan bahan baku industri pakan. Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran pakan ternak. Dewasa ini umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubikayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan (Ipteknet, 2005). Teknik pengolahan ubikayu yang sangat sederhana sudah dikenal sejak zaman nenek moyang kita, bahkan untuk pengolahan bioetanol telah terbukti dengan adanya berbagai makanan dan minuman khas seperti tuak, arak, dan berbagai macam olahan yang mengandung alkohol pada minuman tersebut sebagai hasil dari proses fermentasi. Saat ini ubikayu pada ubikayu mulai digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula dan etanol dengan produktivitas 2.000 – 7.000 liter etanol per ha (Purwono dan Purnamawati, 2007).
Perbanyakan Tanaman Ubikayu Ubikayu diperbanyak dengan stek batang. Bibit tanaman diperoleh dari hasil panenan tanaman sebelumnya. Bibit yang umum digunakan berupa stek batang berukuran 20 - 30 cm, ujung stek bagian bawah dipotong miring (45º) untuk memperluas daerah perakaran dan sebagai tanda bagian yang ditanam (Purwono dan Purnawati, 2008). Pembibitan menggunakan batang yang sehat dan berumur 8-12 bulan dengan diameter 2- 3 cm, kedalaman optimum untuk penanaman sekitar 5 cm. Bibit yang dianjurkan untuk ditanam adalah stek dari batang bagian tengah dengan diameter batang 2-3 cm, panjang 15-20 cm, dan tanpa penyimpanan (Wargiono, 2006). Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif penggunaan stek konvensional lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar. Hal ini disebabkan akar yang baru terbentuk tidak tahan pada stres lingkungan (Sasanti et al., 2008). Stek ditanam di guludan dengan jarak antar barisan tanaman 80-130 cm dan dalam barisan tanaman 60-100 cm untuk sistem monokultur (Tim Prima Tani, 2006). Sedangkan jarak tanam ubikayu untuk sistem tumpangsari dengan kacang tanah, kedelai, atau kacang hijau adalah 200x100 cm (Hilman, et al., 2004), dan jarak tanam tanaman sela yang efektif mengendalikan erosi dan produktivitasnya tinggi adalah 40 cm antara barisan dan 10-15 cm dalam barisan. Penanaman stek
ubikayu disarankan pada saat tanah dalam kondisi gembur dan lembab atau ketersediaan air pada lapisan olah sekitar 80% dari kapasitas lapang. Tanah dengan kondisi tersebut akan dapat menjamin kelancaran sirkulasi O2 dan CO2 serta meningkatkan aktivitas mikroba tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan daun untuk menghasilkan fotosintat secara maksimal dan ditranslokasikan ke dalam umbi secara maksimal pula. Posisi stek di tanah dan kedalaman tanam dapat mempengaruhi hasil ubikayu. Stek yang ditanam dengan posisi vertikal (tegak) dengan kedalaman sekitar 15 cm memberikan hasil tertinggi baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Penanam stek dengan posisi vertikal juga dapat memacu pertumbuhan akar dan menyebar merata di lapisan olah. Stek yang ditanam dengan posisi miring atau horizontal (mendatar), akarnya tidak terdistribusi secara merata seperti stek yang ditanam vertikal pada kedalaman 15 cm dan kepadatannya rendah (Roja, 2009). Genotipe Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman , pertumbuhan tanaman, daun, bunga buah dan biji dan ekspresi karekteristik genotip atau kombinasi genotip yang dapat membedakan spesies yang sama.
dari
Varietas unggul berasal dari varietas local, varietas liar,
varietas introduksi, yang mempunyai hasil potensi yang tinggi. Koleksi plasmanutfah memegang peranan penting dalam program pembentukan varietas unggul (Suhartina, 2005). Gunakan varietas unggul yang mempunyai potensi hasil tinggi, disukai konsumen, dan sesuai untuk daerah penanaman. Sebaiknya varietas unggul yang dibudidayakan memiliki sifat toleran kekeringan, toleran lahan pH rendah
dan/atau tinggi, toleran keracunan Al, dan efektif memanfaatkan hara P yang terikat oleh Al dan Ca, seperti: varietas Adira-4, Malang-6, UJ3, dan UJ5 (Subandi, 2009). Varietas Darul Hidayah dilepas menjadi varietas unggul di Indonesia pada tahun 1998. Mempunyai ciri–ciri umur panen 8–10 bulan, potensi hasil perhektarnya 102 ton/ha, warna daging umbi berwarna putih dan berkadar pati antara 25.0- 31,5 %. Jika produksi ubikayu ditujukan untuk bahan baku bioethanol, harus memenuhi kriteria, yaitu: (1) berkadar pati tinggi; (2) Potensi hasil tinggi; (3) Tahan cekaman biotik dan abiotik; dan (4) Fleksibel dalam usahatani dan umur panen. Dari 16 varietas unggul ubikayu yang telah dilepas Departemen Pertanian hingga saat ini, Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sifat penting dari keempat varietas ini adalah: (1) Daun tidak cepat gugur; (2) Adaptif pada tanah ber-Ph tinggi dan rendah; (3) Adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma; dan (4) Dapat dikembangkan pada pola tumpang sari (Wargiono, et al, 2006). Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotipe unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman yang bersangkutan (Darliah et al, 2001). Suatu fenotip (penampilan dan cara fungsinya) individu merupakan hasil interaksi antara genotipe (warisan alami) dan lingkungannya. Sifat khas suatu fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan genotipe atau oleh linkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisahkan
itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya (Lovelles, 1989). Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas didalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005). Pelukaan Stek Pelukaan pada fisik stek batang disebu dengan pengeratan. Pengeratan merupakan pembuangan sedikit kulit pada bagian stek untuk menghambat terjadinya pergerakan zat-zat makanan sehingga menjadi terhambat dan terbendung di bagian yang kerat sehingga terjadi penumpukan auksin pada bagian ini dan terbentuk karbohidrat yang penting untuk pengakaran (Rochima dan Harjadi, 1973). Pengeratan yang dilakukan diharapkan dapat merangsang pembentukn akar-akar baru yang lebih banyak jumlahnya. Tempat munculnya akar melalui pelukaan atau kerat ini akan mengalami interaksi positif yang didahului dengan terjadinya induksi akar namun tergantung dari jenis tanamannya (Rahman et al, 2012). Dengan adanya pengeratan maka luas permukaan tempat tumbuhnya akar menjadi lebih besar sehingga peluang akar dan ubikayu yang tumbuh menjadi lebih banyak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sidabutar (1992), perlakuan
pelukaan pada batang secara membujur membuktikan adanya pengaruh peningkatan jumlah akar pada tanaman yang mengalami pelukaan. Kriteria pelukaan pada stek atau pengeratan yang dilakukan tidak sampai melukai bagian batang yang paling dalam karena akan menyababkan kematian pada stek karena tidak adanya aliran asimilat dari atas menuju tempat tumbuhnya akar. Pengeratan dilakukan untuk memperluas tempat tumbuhnya akar sehingga peluang ubikayu yang tumbuh menjadi lebih banyak. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sidabutar (1992), perlakuan pelukaan pada batang dengan caara membujur memberi pengaruh meningkatnya jumlah akar yang terbentuk di daerah pelukaan. Luas areal pengeratan tidak selebar pelukaan ketika melakukan pengcangkokan. Pengeratan yang dilakukan semata-mata untuk merangsang pertumbuhan akarakar baru dengan areal yang lebih banyak namun tidak memutuskan aliran asimilat dari daun ke akar secara total.